ANALISIS PROSPEK PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP LAUT SEMARANG DARI DAMPAK
NEGATIF LALU LINTAS PELAYARAN
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Disusun Oleh:
Nama : Login Permana Nim : 3450407055
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul Analisis Prospek Perlindungan Hukum Terhadap Laut Semarang Dari Dampak Negatif Lalu Lintas Pelayaran disusun oleh Login Permana, NIM. 3450407055, telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Hukum UNNES pada:
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Suhadi, S.H, M.Si Ubaidillah Kamal, S.Pd,M.H.
NIP.196711161993091001 NIP.197505041998031001
Mengetahui,
Pembantu Dekan Bidang Akademik
Drs. SUHADI, S.H, M.Si NIP. 196711161993091001
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Analisis Prospek Perlindungan Hukum Terhadap Laut Semarang Dari Dampak Negatif Lalu Lintas Pelayaran” yang disusun oleh Login Permana, NIM.3450407055. Telah dipertahankan di hadapan sidang Ujian Skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, pada:
Hari : Tanggal :
Panitia
Ketua Sekretaris
Drs. Sartono Sahlan, M.H. Drs. Suhadi, S.H.,M.Si. NIP. 19530825 198203 1 003 NIP.196711161993091001
Penguji Utama
Nurul Fibrianti, S.H., M.Hum NIP. 198302122008012008
Penguji I Penguji II
Drs. Suhadi, S.H, M.Si Ubaidillah Kamal, S.Pd,M.H.
NIP.196711161993091001 NIP.197505041998031001
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, September 2011
Login Permana
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Kualitas lingkungan hidup mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat disekitarnya”
(Login permana) “Hadapilah setiap tantangan yang menghadang dengan lapang dada, seakan Anda
telah tersentuh gairah kemenangan" (George S Patton) “Orang yang ingin bergembira harus menyukai kelelahan akibat bekerja”
(plato)
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan kepada:
Bapak dan mamak yang selalu mendukung penulis untuk jadi yang terbaik.
Abang ku Lukas Sanjaya, pria muda yang menginspirasi penulis.
Untuk semua brada dan sista dimanapun kalian berada, dengan kisah kita ikat tali saudara.
Almamaterku.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan harapan penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah menerima banyak bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ingin sekali penulis menyampaikan rasa terimakasih yang paling dalam kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis, yaitu kepada:
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroadmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Sartono Sahlan, M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Suhadi, S.H., M.Si, Pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, dan selaku dosen pembimbing I penulis yang selalu memberikan masukan-masukan serta saran dalam menyelesaikan tugas akhir penulis.
4. Drs. Herry Subondo, M.Hum, Pembantu Dekan II Bidang Adminstrasi Umum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
5. Ubaidillah Kamal, S.Pd., M.H., Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang juga menjadi dosen pembimbing II penulis yang selalu memberikan masukan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Nurul Fibrianti, S.H., M.Hum., selaku penguji utama dalam tugas akhir penulis. Terimakasih atas ketersediaannya menjadi penguji utama serta melulusakan penulis dari jenjang sarjana.
7. Ir. Gunawan Wicaksono, Kabid penanganan sengketa lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang atas segala informasi yang telah diberikan.
8. Noramaning Istini, Kasubid Penanganan sengketa lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang atas segala informasi yang telah diberikan.
9. Ari widyarini, ST, staf pengawasan dampak pencemaran lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang atas segala informasi yang telah diberikan. 10.Erwin Dwi Kristianto, S.H, Kepala Program, YLBHI - LBH Semarang atas
segala informasinya yang telah diberikan.
11.Pujiono, S.H.,M.H., dosen wali penulis yang selalu memberi semangat dengan gaya beliau yang khas.
12.Naga Linggam, bapak penulis. Seorang laki-laki yang selalu dijadikan panutan oleh penulis dalam hidupnya, sosok laki-laki yang tegas, yang selalu menjadi semangat penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan.
13.Krisna Djodi, ibu penulis. Wanita yang penuh kasih sayang, yang selalu memberikan doa tulusnya dalam semua hal yang dilakukan penulis. Takkan cukup ucapan terima kasih untuk sosok wanita sehebat beliau.
14.Lukas Sanjaya, abang penulis. Sosok pria muda yang sangat menginspirasi penulis karena tanggungjawabnya pada keluarga yang sangat besar. Serta semua motivasinya untuk penulis dalam menyelesaikan dunia pendidikan. 15.Sahabat-sahabat penulis, sejak masa kuliah (Prihantoro, Agus, Surya, Astri,
Novla, Itha, dan Wahyu) terimakasih atas semangat dan motivasinya.
16.Sahabat-sahabat penulis, brader dan sister dimanapun kalian berada, terimakasih untuk doa dan semangatnya. Dengan kisah kita ikat tali saudara. 17.Seluruh keluarga besar triha kost dari yang paling muda sampai yang paling
tua. Untuk teman seperjuangan penulis (Maulana, Kritink, Iwan, Dedy gundul, Elen, mas hoho, mas eri, lukman), teman berbagi keluh kesa dan semangat. 18.Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum UNNES dan teman-teman
seperjuangan pada saat bimbingan.
19.Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Semarang, september 2011
Login Permana
ABSTRAK
Permana, Login. 2011. Analisis Prospek Perlindungan Hukum Terhadap Laut Semarang Dari Dampak Negatif Lalu Lintas Pelayaran. Skripsi. Prodi ilmu hukum. Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Drs. Suhadi S.H.,M.Si, Ubaidillah Kamal, S.Pd.,M.H.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Lalu Lintas Pelayaran.
Laut sebagai tempat hidup dari banyak biota serta sumber daya alam yang terkandung didalamnya dan digunakan sebagai tempat wisata bahari, laut juga memiliki banyak fungsi dan manfaat lainya seperti jalur transportasi. Indonesia telah masuk kedalam zona perdagangan bebas (free trade area), hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan arus lalu lintas pelayaran di Indonesia pada umumnya termasuk di Semarang. Meningkatnya arus lalu lintas perlayaran ini berbanding sejajar dengan peningkatan resiko pencemaran laut (sea pollution risk). Untuk melindungi wilayah laut dari pencemaran yang bersumber dari aktifitas pelayaran, maka perlu suatu sistem perlindungan hukum yang melindungi baik secara preventif dan represif, serta prospek perlindungan yang akan dilakukan guna menjaga standar baku mutu air laut.
Permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam upaya perlindungan terhadap wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran? ; (2) Bagaimana upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang dalam melindungi Laut Semarang dari dampak negatif lalulintas pelayaran? ; (3) Bagaimana Prospek perlindungan hukum dalam melindungi wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran?. Tujuan penulisan dari skripsi ini adalah (1) Untuk mengetahui Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam upaya perlindungan terhadap wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran. (2) Untuk mengetahui upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang dalam melindungi Laut Semarang dari dampak negatif lalulintas pelayaran. (3) Untuk mengetahui Prospek perlindungan hukum kedepannya dalam melindungi wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah kualitatif, sedangkan metode pendekatannya yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan dalam peulisan ini dibagi 2 yaitu ; (1) data primer yang diperoleh dari BLH Semarang, (2) data sekunder diperoleh dari sumber tertulis berupa buku, arsip, jurnal dan literatur lain. Metode pengumpulan data yang digunakan penulis ialah wawancara, observasi, kepustakaan dan dokumentasi.
Hasil penelitian dari penulisan ini adalah keberadaan atau eksistensi peraturan hukum untuk melindungi laut dari pencemaran yang bersumber dari aktifitas pelayaran sudah ada dan cukup memadai dalam mengatur untuk tingkat nasional. Sedangkan tingkat semarang sendiri masih sangat minim untuk perda atau kebijakan daerah mengenai pencemaran laut yang bersumber dari aktifitas pelayaran. Upaya preventif yang dilakukan BLH sampai saat ini belum ada karena BLH sendiri mendapat kesulitan dari berbagai pihak, kekurangan sarana dan prasarana, serta kurangnya tenaga ahli dibidang tersebut. Sehingga belum ada upaya perlindungan secara preventif yang dilakukan. Prospek perlindungan hukum yang dilakukan oleh BLH adalah dengan menjalin kerja sama dengan
beberapa dinas serta pihak yang memiliki hak terhadap laut yang berpotensi mencemarai laut dari sumber akitifitas pelayaran (PT. Pelindo) serta pihak penegak hukum yang berwenang diwilayah laut (POLAIRUD) untuk melakukan kegiatan perlindungan terhadap laut dari pencemaran yang bersumber dari lalu lintas pelayaran.
Simpulan dari penelitian ini adalah ; (1) eksistensi suatu aturan hukum yang melindungi wilayah Laut Semarang dari pencemaran yang disebabkan aktifitas pelayaran masih sangat sedikit, hanya ada 1 pasal dalam perda tentang pengendalian lingkungan yang bersifat sangat umum. Berbeda dengan pemerintah pusat sudah sangat peka terhadap hal tersebut, bisa dilihat dari keberadaan peraturan yang dikeluarkan sudah sangat banyak dan mendetail. (2) Upaya preventif yang dilakukan BLH sampai saat ini belum ada karena pihak BLH terkendala beberapa masalah internal dan eksternal. (3) untuk prospek perlindungan hukum BLH akan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak yang memiliki kepentingan untuk melindungi wilayah laut dari percemaran yang disebabkan oleh aktifitas pelayaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, penulis menyarankan ; (1) perhatian BLH harus imbang antara semua sumber yang berpotensi mencemari laut, bukan terfokus hanya pada beberapa sumber saja. (2) pihak BLH harus lebih berani dalam menjalan kewenangannya sesuai dengan peraturan hukum yang mendasari, serta harus lebih peka dalam melihat masalah-masalah yang akan berpotensi memberi dampak pencemaran terhadap laut seperti peningkatan arus lalu lintas pelayaran.
DAFTAR ISI
Sampul …... ... i
Persetujuan Dosen Pembimbing ... ii
Lembar Pengesahan … ... iii
Surat Pernyataan …… ... iv
Motto dan Persembahan ………... v
Kata Pengantar ……… ... vi
Abstrak………… ... viii
Daftar Isi……….. ... x
Daftar tabel…………. ... xiii
Daftar gambar ………. ... xiv
Daftar Lampiran ……… ... xv
BAB 1: PENDAHULUAN ………... 1
1.1.Latar belakang ……… ... 1
1.2.Identifikasi masalah ……… ... 9
1.3.Pembatasan Masalah ………… ... 9
1.4.Perumusan Masalah ……… ... 10
1.5.Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ……… ... 11
1.6.Tujuan Penulisan ……… ... 11
1.7.Manfaat Penulisan ………... 11
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA………… ... 13
2.1. Pengertian Perlindungan Hukum……… ... 13
2.2. Perlindungan Terhadap Laut ... 14
2.3. Laut Dan Pencemaran Terhadap Laut ………… ... 18
2.4. Peraturan Transnasional Tentang Pencemaran Laut ………… ... 23
2.5. Peraturan Hukum Pencemaran Laut Di Indonesia ………… ... 26
2.6. Kewenangan Daerah Terhadap Wilayah Laut … ... 28
BAB 3 : METODE PENELITIAN ………... 32
3.1. Metode Penelitian ………. ……… ... 32
3.2. Dasar Penelitian …..……… ... 32
3.3. Metode Pendekatan ……….……… ... 33
3.4. Lokasi Penelitian ……… ... 34
3.5. Fokus Penelitian ……….………… ... 35
3.6. Sumber Data ………..…… ... 35
3.7. Alat Dan Teknik Pengumpulan Data ……….… ... 36
3.7.1Metode Observasi………. 36
3.7.2Metode Wawancara……….. 38
3.7.3Metode Kepustakaan……… 40
3.7.4Metode Dokumentasi……… 40
3.8. Validitas Data ……… ... 41
3.9. Analisis Data ……… ... 42
3.10.Sistematika Penulisan Skripsi … ... 44
BAB 4 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. ... 47
4.1. Gambaran Umum Laut Kota Semarang ……… ... 47
4.2. Eksistensi Peraturan Hukum yang Berlaku Dalam Upaya Perlindungan Terhadap Wilayah Laut Semarang dari Dampak
Negatif Lalu Lintas Pelayaran ……… ... 68
4.3. Upaya Preventif yang Dilakukan BLH Kota Semarang Dalam Melindungi Laut Semarang dari Dampak Negatif Lalu lintas Pelayaran. ... 88
4.4. Prospek perlindungan hukum dalam melindungi wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran ... 94
BAB 5 : SIMPULAN DAN SARAN ……… ... 101
5.1. Simpulan ……… ... 101
5.2. Saran ……… ... 103
DAFTAR PUSTAKA ……... ... 106
DAFTAR TABEL
TABEL : HAL
TABEL 1.1.1. Lalu Lintas Pelayaran Dipelabuhan Tanjung Emas
Semarang Tahun 2009 Dan 2010 …… ... 4 TABEL 4.1.1. Panjang Garis Pantai Kota Semarang ……… ... 48 TABEL 4.1.2. Luas Wilayah Kecamatan Yang Berbatasan Langsung
Dengan Pantai … ... 48 TABEL 4.1.3. Jumlah Kapal Nelayan Di Kota Semarang ... 61 TABEL 4.1.4. Lalu Lintas Pelayaran Dipelabuhan Tanjung Emas
Semarang Tahun 2009 Dan 2010 ... 63
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR : HAL
GAMBAR 4.1.1.Peta Wilayah Laut Yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Kota Semarang ……… ... 49 GAMBAR 4.1.2.Kondisi Laut Kota Semarang Terhadap Pencemaran ... 56 GAMBAR 4.1.3.Genangan Air Disekitar Pelabuhan Semarang ... 57 GAMBAR 4.1.4.Arus Lalu Lintas Di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang ... 66 GAMBAR 4.1.5.Kapal Bongkar Muatan Di Dermaga Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN : HAL
LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara Badan Lingkungan Hidup
Kota Semarang... 109 LAMPIRAN 2. Pedoman Wawancara YLBHI-LBH Semarang ... 111 LAMPIRAN 3. Hasil Penelitian Badan Lingkungan Hidup Kota
Semarang ... 112 LAMPIRAN 4. Hasil Penelitian YLBHI-LBH Semarang ... 121
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Posisi wilayah Indonesia berada pada posisi letak geografis yang
unik. Di samping letak Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa, juga
bentuk geografis Indonesia menurut kenyataannya adalah negara kepulauan
(archipelagic state) yang berada pada posisi silang dunia, di antara dua
benua yaitu benua Asia - Australia dan di antara dua samudera yaitu
Samudera Hindia - Pasifik. Demikian pula dengan perbandingan wilayah laut
yang lebih luas daripada wilayah daratannya. Laut Indonesia yang cukup luas
tersebut menjadi dasar kuat Indonesia disebut sebagai Negara maritim, Negara
yang memiliki wilayah laut luas berarti juga memiliki tanggung jawab yang besar
pula untuk melindungi wilayah lautnya.
Pada lingkungan laut terdapat sumber kekayaan alam, baik kekayaan
alam hayati maupun non-hayati, sebagai sarana penghubung, media rekreasi,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu sangat penting untuk melindungi
lingkungan laut dari ancaman pencemaran, seperti ancaman pencemaran yang
bersumber dari kapal. Hal ini dilakukan agar lingkungan laut dapat dinikmati
secara berkelanjutan, baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang
akan datang. Dengan demikian, terdapat ketergantungan pada sumber
kekayaan alam di laut dalam jumlah dan kualitas yang memenuhi syarat
dan tersedia secara berkelanjutan. (Suhaidi, 2006)
Kota Semarang sebagai salah satu dari 17 kabupaten/kota di Jawa Tengah
yang berbatasan langsung dengan laut, dengan panjang garis pantai menurut
dinas Perikanan dan Kelautan sepanjang 21 Km. dalam perencanaan penataan
pantai Kota Semarang dapat dibagi berdasarkan perwilayahan yaitu wilayah barat
sebagai kawasan pengembangan yang lebih berorientasi pada sektor primer,
terutama usaha pertanian, wisata bahari dan areal pertambakan. Wilayah tengah
sebagai kawasan pengembangan fungsi perkotaan/ sektor sekunder dan tersier
terutama pelabuhan, industri, pemukiman dan fasilitasnya, pariwisata dan
konservasi. Sedangkan wilayah timur sebagai kawasan pengembangan lebih
berorientasi sektor primer dan sekunder seperti usaha budidaya perikanan
tambak, tempat pelelangan ikan (TPI), kawasan industri serta kawasan
konservasi. (Laporan Akhir Dinas Kelautan dan Perikanaan Kota Semarang, 2010
: 1-1)
Pemanfaatan lahan pesisir Kota Semarang tahun 2009 berdasarkan
peruntukannya, diketahui sebagian besar digunakan untuk areal pertambakan
seluas 1.526,31 ha, lahan pertanian 470 ha, Pelabuhan Tanjung Emas seluas 147
ha, kawasan wisata bahari seluas 55,12 ha, kawasan industry seluas 493,49 ha,
dan pemukiman penduduk seluas 936,84 ha. Dengan demikian diketahui 60%
wilayah pantai Kota Semarang dipergunakan untuk berbagai kepentingan Negara
terutama untuk Pelabuhan Tanjung Emas dan kawasan Bandara A. Yani sebagai
bagian dari keselamatan operasional penerbangan (KKOP) yaitu wilayah Pantai
Maron. Sedangkan bagian lain dikelola pihak swasta seperti, kawasan industri,
pemukiman dan kawasan wisata Pantai Marina yang dikelola oleh swasta.
Sebesar 40% lainnya wilayah pesisir merupakan wilayah publik, yaitu Pantai
Mangunharjo dan Tugurejo di Kecamatan Tugu (kompas, 10 mei 2010). Berbagai
aktivitas diwilayah pesisir tersebut telah membawa berbagai dampak bagi
Semarang. (Laporan Akhir Dinas Kelautan dan Perikanaan Kota Semarang, 2010
: 1-1)
Semarang juga memiliki satu pelabuhan besar yang cukup sentral
dipulau Jawa selain Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sebagai pelabuhan utama di Jawa Tengah
mempunyai peran yang penting bagi perkembangan wilayah Jawa Tengah
sehingga tuntutan akan jasa pelabuhan semakin meningkat. permintaan akan jasa
pelabuhan mendorong aktivitas di pelabuhan semakin tinggi.
Laju lalu lintas pelayaran di Kota Semarang yang keluar masuk melalui
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terdapat peningkatan dalam 2 (dua) tahun
terakhir, hal tersebut dapat dilihat dalam table dibawah ini.
Tabel 1.1.1 lalu lintas pelayaran dipelabuhan tanjung emas Semarang tahun 2009 dan 2010
Dalam negeri orang 375,064 442,294 ARUS HEWAN
Dalam negeri Ekor - -
Luar negeri Ekor - -
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat
(3) yang berbunyi :
“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakaan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka
semua hasil buangan sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas
manusia di daratan seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa membuat suatu
akibat yang membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan akan
diencerkan dan kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan diperlemah
sehingga membuat mereka menjadi tidak berbahaya.
Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk dunia dan makin
meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak bahan-bahan
yang bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat
dikontrol secara tepat. Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang
benar-benar harus ditangani secara sungguh-sungguh. Banyak kejadian dilautan yang
menyebabkan tercecernya bahan-bahan yang bersifat racun dalam jumlah yang
sangat besar.
Pada awalnya pengaturan tentang perlindungan terhadap
pencemaran lingkungan laut yang bersumber dari kapal disebabkan oleh
adanya pertentangan antara negara-negara pantai di satu pihak yang
menginginkan terlindungi wilayah perairannya. Sedangkan di pihak lainnya
yaitu negara-negara pengguna kelautan (significant naval), seperti untuk
komersil, dan negara-negara maritim yang merasa terancam hak
tradisionalnya.(Suhaidi,
2
005 : 2)Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, khususnya
masyarakat internasional mengakibatkan Pemanfaatan laut di bidang pelayaran
akan semakin meningkatkan, semakin meningkat pula potensi pencemaran pada
lingkungan laut negara pantai.(Suhaidi,2005 : 2)
Pencemaran yang bersumber dari kapal umumnya berupa pembuangan
rutin yang dilakukan kapal berupa minyak, juga dapat berasal dari
pembersihan kapal tanker dan kebocoran kapal pada waktu melakukan
pelayaran. Pencemaran dapat pula terjadi sebagai akibat kecelakaan kapal,
sehingga kapal tersebut pecah, kandas ataupun terjadinya tabrakan.(Suhaidi,
2005 : 3)
Pencemaran atau polusi laut terjadi jika terdapat limba atau bahan
pencemar yang masuk kedalam perairan (laut) sehingga menyebabkan terjadi
pencemaran dilaut, mengotori fasilitas pelabuhan, dan menbahayakan kehidupan
biota laut. Hal tersebut bisa disebabkan oleh kesalahan / kelalaian dari lalu lintas
pelayaran, seperti menimbulkan terjadinya tumpahan atau genangan minyak /
bahan kimia lain yang berasal dari barang muatan, bahan bakar, minyak pelumas
atau bahan adiktif.(Sugiyanto, 2009 : 102)
Masalah pencemaran atau polusi laut akibat dampak negatif pelayaran
oleh tumpanhya minyak dari kapal-kapal tanker raksasa, selalu membayangi
lautan baik yang menjadi jalur pelayaran maupun tidak. Apalagi mengingat
keadaan geografis negara kita yang sebagian besar terdiri atas lautan dan posisi
nusantara sebagai daerah lalu lintas kapal tanker antar benua, sehingga hal
tersebut akan selalu menjadi resiko pencemaran laut (sea pollution risk).
(Kantaatmadja, 1982 : 1)
Masalah penting lainnya yang timbul sejak tahun – tahun 1960-an adalah
lainnya, misalnya bahan-bahan toxic, radio aktif, dan lain-lain. Masalah ini mulai
lebih terasa sejak semangkin banyak dibuatnya kapal-kapal yang digerakan oleh
tenaga nuklir atau kapal-kapal yang membawa bahan-bahan atau senjata-senjata
nuklir.(Djalal, 1979 : 55)
Risiko pencemaran laut (Sea pollution risk) ini bisa terjadi dimana-mana
tanpa memandang lokasi, selama tempat tersebut masih menjadi jalur lintas dari
kapal-kapal laut. Maka kemungkinan risiko pencemaran laut (sea pollution risk)
bisa terjadi, termaksud di Indonesia yang pada dasarnya sebuah Negara
kepulauan begitu pula dengan daerah-daerah pesisir yang memiliki pelabuhan
besar.
Semarang sebagai pintu masuk perdagangan melalui laut bagi Jawa
Tengah harusnya sudah lebih peka atau siap menerima resiko dari dampak negatif
lalu lintas pelayaran, apalagi melihat Indonesia saat ini sudah masuk dalam Asean
Free Trade Area (AFTA) serta Asean China Free Trade Area (ACFTA). Dimana
pintu perdagangan bebas telah dibuka maka pelayaran yang merupakan alat
tranportasi utama dalam melakukan pengiriman barang lintas Negara pasti akan
mengalami peningkatan begitupula dengan dampak negatif lalulintas pelayaran
akan semakin besar peluang terjadinya seperti, tumpahnya muatan kapal atau
bahan bakar kapal yang berbahaya bagi lautan, kecelakaan kapal yang
menyebabkan karamnya kapal juga bisa merusak lautan, pencemaran laut karena
buangan ballast kotor yang tercampur dengan residu / oilsludge sering dijumpai
di Perairan Indonesia, sementara dampak negatif lalulintas pelayaran yang
semakin marak terjadi sebagai buah dari perdagangan bebas yang telah dilakukan
pemerintah pusat akan meneror lingkungan hidup Semarang khususnya Laut
badan lingkungan hidup (BLH) Kota Semarang harus melindungi atau
memberikan perlindungan terhadap Laut Semarang.
Berdasarkan pada uraian diatas mengenai dampak negatif dari lalulintas
pelayaran terhadap risiko pencemaran laut (sea polution risk) yang akan semakin
marak terjadi seiring perdagangan bebas yang telah dilakukan Indonesia. Maka
penulis akan meneliti mengenai upaya perlindungan hukum terhadap wilayah laut
semarang dengan judul “ANALISIS PROSPEK PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP LAUT SEMARANG DARI DAMPAK NEGATIF LALU
LINTAS PELAYARAN’’
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latarbelakang yang telah diuraikan di atas mengenai Kajian
Terhadap prospek perlindungan hukum terhadap Laut Semarang dari dampak
negatif lalu lintas pelayaran, adapun beberapa masalah yang dapat di identifikasi,
yaitu :
1. Jenis-jenis upaya perlindungan yang dilakukan BLH Kota Semarang
dalam melindungi Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas
pelayaran.
2. Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam upaya perlindungan
terhadap wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas
pelayaran.
3. Upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang dalam melindungi
Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
4. Hambatan-hambatan dalam melakukan upaya preventif yang dilakukan
BLH Kota Semarang dalam melindungi Laut Semarang dari dampak
negatif lalu lintas pelayaran.
5. Proses perlindungan hukum yang akan dilakukan BLH Kota Semarang
apabila terjadi kasus pencemaran Laut Semarang dari dampak negatif
6. Prospek perlindungan hukum dalam melindungi wilayah Laut Semarang
dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
1.3. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak meluas sehingga dapat
mengakibatkan ketidakjelasan pembahasan masalah maka penulis akan membatasi
masalah yang akan dikaji, antara lain :
1. Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam upaya perlindungan
terhadap wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas
pelayaran.
2. Upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang dalam melindungi
laut semarang dari dampak negatif lalulintas pelayaran.
3. Prospek perlindungan hukum dalam melindungi wilayah Laut Semarang
dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas mengenai kajian terhadap analisis
prospek perlindungan hukum terhadap Laut Semarang dari dampak negatif lalu
lintas pelayaran maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam upaya
perlindungan terhadap wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu
lintas pelayaran?
2. Bagaimana upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang dalam
melindungi Laut Semarang dari dampak negatif lalulintas pelayaran?
3. Bagaimana Prospek perlindungan hukum dalam melindungi wilayah Laut
1.5. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
1.5.1.Tujuan penulisan
Secara garis besar tujuan penulisan adalah untuk mengetahui serta
mendalami berbagai aspek tentang permasalahan-permasalahan yang telah
dirumuskan dalam perumusan masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam
upaya perlindungan terhadap wilayah Laut Semarang dari dampak
negatif lalu lintas pelayaran.
2. Untuk mengetahui upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang
dalam melindungi Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas
pelayaran.
3. Untuk mengetahui Prospek perlindungan hukum dalam melindungi
wilayah Laut Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
1.5.2.Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan, khususnya bagi pengembangan perlindungan hukum
terhadap laut terutama pada masalah risiko pencemaran laut (sea
pollution risk) yang diakibatkan oleh lalu lintas pelayaran. Juga
memberikan pengajaran pentingnya melestarikan kehidupan laut demi
anak cucu kita.
Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka
acuan dan landasan bagi penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat
memberikan masukan bagi pembaca terutama bagi pembentukan hukum
khususnya perlindungan terhadap laut. Serta memberikan masukan
kepada pejabat yang berwenang dalam menentukan arah kebijakan
perlindungan terhadap laut dari risiko pencemaran laut (sea pollution
risk) yang bersumber dari lalu lintas pelayaran. Penulis juga berharap
tulisan ini dapat menjadi sebuah pedoman dalam pembelajaran hukum
lingkungan khususnya perlindungan terhadap laut serta upaya penegakan
hukum (law enforcement) dalam kasus-kasus pencemaran laut. Penulis
juga berharap supaya tulisan ini secara tidak langsung bisa melindungai
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perlindungan Hukum
Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian perlindungan hukum
adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang
hukum.(Purwadarminta, 1959 : 224)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud
perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
1999 tentang perlindungan konsumen dalam pasal 1 ayat (1) menyatakan
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan
hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adat yang berlaku bagi
semua orang dalam masyarakat (Negara). R. Soeroso mengungkapkan beberapa
definisi mengenai hukum yang dikeluarkan oleh para ahli dalam
bukunya.(Soeroso: 2007, 26) antara lain :
1. P. Borst, menyatakan hukum ialah keseluruan peraturan bagi kelakuan atau
perbuatan manusia didalam masyarakat, yang pelaksanaanya dapat
dipaksakan dan betujuan mendapat tata atau keadilan.
2. Van Kan, menyatakan hukum adalah keseluruan peraturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam
masyarakat.
3. Tirtaamidjaja, menyatakan hukum ialah semua aturan (norma) yang harus
ditaati dalam tingkah laku, tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu, akan
menbahayakan diri sendiri atau harta, umpama orang akan kehilangan
kemerdekaan, didenda dan sebagainya.
4. Leon Duguit, menyatakan hukum ialah tingkah laku para anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan
oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap
orang yang melakukan pelanggaran itu.
2.2 Perlindungan terhadap laut
Perlindungan laut, hal tersebut awalnya telah menjadi perdebatan besar
antara Portugal, Spanyol, Inggris dan Belanda pada abad 17, sehingga timbullah
apa yang dinamakan “battle of the books”, yaitu terutama antara Inggris dan
Belanda(djalal: 1979, 14). Ada 3 (tiga) teori yang terkenal dalam sejarah
perlindungan laut internasional, diantaranya:
1. Mare liberum dikeluarkan oleh Grotius yang memandang bahwa
pemanfaatan lingkungan laut berdasarkan konsepsi the freedom of the sea.
Pendapat ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan "pelayaran
internasional" bagi perdagangan, atau sebagai jus communis. Mengenai
perikanan, Grotius mempunyai pandangan yang sejalan dengan konsep
ini didasarkan pada pendapat bahwa laut merupakan sumber kekayaan
yang tidak ada habisnya.
2. Mare clausum ini dikeluarkan oleh Jhon Selden yang menyatakan teori mare
liberum tidak berdasar, karena selden berasumsi bahwa argumentasi yang
menyatakan laut merupakan sumber kekayaan yang tidak terhabiskan
(inexhaustible) sama sekali tidak beralasan.
3. Teori campuran adalah teori yang diungkapkan oleh Pontanus, dimana teori
ini merupakan perpaduan antara kedua teori diatas. Sehingga sekarang
pemilikan kekuasaan hak atas laut dapat dibagi 2 (dua). Yaitu mare adiacens
dan mare alterium. Dimana setiap Negara pantai berhak atas wilayah lautnya
sampai beberapa mil keluar sedangkan diluar hal tersebut masuk zona bebas.
Lautan yang merupakan wilayah air pada dasarnya dapat dibagi dalam 3
bagian yaitu permukaan lautan, dalam lautan, dan dasar lautan. Ketiga bagian
tersebut merupakan satu kesatuan yang berada pada satu pengawasan yang
berdasar pada kedaulatan suatu negara atau hukum internasional. Bagi wilayah
perairan territorial suatu negara, berarti pengelolaan kepentingan, pemeliharaan
dan pengawasan pada prinsipnya tanggung jawab ada pada negara tersebut dalam
pelaksanaannya tetap memperhatikan hukum kebiasaan maupun konvensi
internasional yang berlaku.(Subagyo, 2002 : 38)
Wilayah perairan laut yang bukan merupakan wilayah teritorial suatu
negara, berarti hukum internasional yang berlaku dan menguasai wilayah
perairan tersebut, bukan diperlakukan hukum nasional negara manapun. Misalnya
mengenai hak-hak dan kebebasan-kebebasan dilaut lepas, sama sekali tidak ada
Untuk wilayah landas kontinen Indonesia meliputin dasar laut dan tanah
di bawanya air di luar perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 4/Prp/Tahun 1960, yaitu wilayah di luar 12 mil
laut dengan kedalaman sampai 200 meter atau lebih di mana masih mungkin
diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.(Subagyo, 2002 : 41)
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dengan bentangan
wilayahnya yang 2/3 merupakan wilayah lautan, merupakan kondisi yang
mendukung dan menunjang seluruh potensi bahari Bangsa Indonesia dalam
mengupayakannya dengan direalisasikannya wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) sejak 200 mil laut, membawa beberapa konsekuensi terhadap
pemetaan wilayah Indonesia dan beberapa aspek lainnya, yaitu :
1. Menambah luas wilayah Indonesia lebih kurang 1,5 juta mil persegi.
2. Menambah intensifnya pengawasan wilayah laut secara preventif maupun represif terhadap pelanggaran wilayah dalam arti terjadinya pencurian hasil sumber daya alam hayati, khususnya ikan maupun penyalahgunaan atas kelonggaran yang diberikan.
3. Berupaya untuk mendapatkan perluasan kemampuan dalam menunjang potensi alam yang harus diusahakan dan diimbangi keadaannya.
4. Berupaya melakukan pencegahan terhadap kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran laut bahkan sampai mempengaruhi ekosistem laut. (Subagyo, 2002 : 41)
Perlindungan wilayah Laut Indonesia tidak hanya dititik beratkan pada
luas wilayah atau hak untuk mengelola tetapi juga bertanggung jawab atas
wilayah laut tersebut. Perlindungan terhadap laut juga difokuskan pada bidang
pencemaran atau perusakan terhadap baku mutu dari air laut. Seperti yang
dijelaskan dalam bagian umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
74 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Penjelasan
dari PP tersebut mengatakan bahwa :
dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan lingkungan hidup, seperti pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran laut. Agar pengelolaan B3 tidak mencemari lingkungan hidup dan untuk mencapai derajat keamanan yang tinggi, dengan berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup manusia, maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya dengan lebih baik dan terpadu.”
Perlidungan terhadap laut juga diatur dalam Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan
mengenai perlindungan terhadap laut dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 57
yang berbunyi.
“Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran”
Masalah perlindungan terhadap laut diatas juga telah diatur dalam
beberapa peraturan pemerintah (PP) yang lebih spesifik baik mengenai
pencemaran terhadap wilayah perairan yang secara keseluruhan termaksud
wilayah laut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2010 Tentang Perlindungan Lingkungan Maritim. Diatur juga dalam peraturan
pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut.
2.3 Laut dan Pencemaran Terhadap Laut
Laut menurut sejarahnya terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana
awalnya bersifat sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar
100 °C) karena panasnya bumi pada saat itu. Asamnya air laut terjadi karena saat
itu atmosfer Bumi dipenuhi oleh karbon dioksida. Keasaman air inilah yang
menyebabkan tingginya pelapukan dan menyebabkan air laut menjadi asin seperti
asteroid menghantam Bumi. Pasang surut laut yang terjadi juga bertipe mamut
atau tinggi sekali tingginya karena jarak Bulan dengan bumi yang begitu dekat.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Laut#Sejarah, diunduh pada tanggal 04 april 2011,
pukul 20.00)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (2008)
pengertian laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas)
yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau. jadi laut
adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan
umumnya mengandung garam dan berasa asin. Biasanya air mengalir yang ada di
darat akan bermuara ke laut. Definisi laut juga dapat dilihat dari macam-macam /
jenis-jenis laut :
1. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Sebab Terjadinya:
1.1. Laut Ingresi : Adalah laut yang terjadi karena penurunan dasar laut
dengan kedalaman 200 meter lebih.
1.2. Laut Transgresi : Adalah laut yang terjadi karena terjadi peninggian
permukaan air laut yang memiliki kedalaman kurang dari 200 meter.
1.3. Laut Regresi : Adalah laut yang ada karena proses sedimentasi lumpur
daratan yang masuk ke laut akibat erosi daratan.
2. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Letak Laut :
2.1. Laut Tepi adalah laut yang ada di tepi benua.
2.2. Laut Pedalaman adalah laut yang dikelilingi oleh daratan benua yang
hampir seluruhnya terkepung benua.
2.3. Laut Tengah adalah laut yang ada di tengah-tengah antara benua.
3.1. Zona litoral atau pesisir, yaitu daerah pantai yang terletak di antara
garis pasang naik dan pasang surut.
3.2. Zona neritik (laut dangkal), yaitu dari batas garis pasang surut sampai
kedalaman 150 meter.
3.3. Zona batial (wilayah laut dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki
kedalaman antara 150 meter dan 1.800 meter.
3.4. Zona abisal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang
memiliki kedalaman antara 1.800 meter dan 5.000 meter.
3.5. Zona hadal (wilayah laut paling dalam), yaitu wilayah laut yang
kedalamannya lebih dari 5.000 meter. (Dahuri 2001 : 6)
Dilihat secara biologis, kehidupan dilaut terjalin dalam berbagai jaringan
makanan yang saling berkaitan (interrelated food webs) yang kesemuanya pada
analisis akhir bergantung pada keadaan kimiawi dan fisik dari lingkungan laut.
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan dalam buku Bunga Rampai Hukum
Laut bahwa :
Pada umumnya organism-organisme laut terlindung dari perubahan-perubahan mendadak selama pertumbuhannya oleh sifat kimiawi dan lingkungan fisik laut dan air asinnya. Karenanya ekosistem laut sangat peka terhadap akibat pencemaran. Apabila terjadi pencemaran maka jaringan-jaringan makanan yang stabil dan kompleks yang meliputi beraneka jenis binatang laut akan cenderung untuk berubah menjadi jaringan-jaringan makanan tidak stabil dan yang mengandung jenis-jenis kehidupan laut yang lebih kecil. (Sumardi, 1996 : 15)
Mengenai pencemaran laut itu sendiri maka “report of the secretary
general U.N.” tahun1971 menyebutkan bahwa hal ini dapat terjadi karena:
1. Disposal of domestic sewage, industrial and agriculture wastes.
2. Deliberate and operational discharge of shipborne pollutants.
3. Interference with the marine environment from the exploration and exploitation of marine minerals.
5. Military uses of the ocean. (Kantaatmadja, 1982 : 202)
Menurut the joint group of expert on scientific aspects on marine
pollution (GESAMP), zat-zat pencemar itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
1. Halogenated hydrocarbons termaksuk PCBs (polychlorinated biphenyls) dan pestisida misalnya DDT.
2. Minyak bumi dan bahan-bahan yang dibuat dari minyak bumi (derivatives). 3. Zat kimia organik misalnya biotoksin laut (marine biotoxine), deterjen
(detergents).
4. Pupuk buatan (kimia) maupun alami yang terdapat dalam kotoran dan yang berasal dari bahan pertanian.
5. Zat kimia anorganik terutama logam berat misalnya merkuri dsn timah hitam (lead).
6. Benda-benda padat (sampah) bail organic maupun anorganik. 7. Zat-zat radio aktif.
8. Buangan (air) panas (thermal waste). (Sumardi,1996 : 16)
Dari beberapa zat pencemar yang diidentifikasikan oleh GESAMP
tersebut diatas, minyak bumi merupakan zat pencemar yang jika dilihat dari sudut
pencemaran laut adalah lebih dominan. (Sumardi,1996:16)
Kalau kita memperhatikan zat pencemar yang masuk kedalam
lingkungan laut tersebut maka dapat dibatasi dengan memperhatikan kepada
beberapa sumber yang dianggap member peran penting dalam mencemari laut,
yaitu pada :
1. Pencemaran karena pestisida 2. Pencemaran karena zat logam
3. Pencemaran karena zat hydrocarbon. (Kantaatmadja, 1982 : 202)
Minyak yang tertumpah ke laut tersebut selain membawa akibat buruk
terhadap lingkungan laut karena seperti juga pestisida, minyak bumi ini
memasuki jaringan makanan laut (marine food web). miyak bumi merupakan zat
pencemar laut yang sangat menyolok karena tampak nyata dalam pandangan
mata terutama gumpalan-gumpalan minyak mentah yang berat (heavy crude oil).
kebersihan pantai dan merugikan tempt-tempat tamasya tepi
pantai.(Kantaatmadja, 1982 : 181)
Menangani masalah “marine environment” pada dasarnya adalah
mempersoalkan tentang bagaimana kita dapat mempertahankan kualitas
lingkungan laut tertentu yang dianggap sebagai kondisi terbaik, untuk
penggunaan fungsional dari penggunaan laut tersebut. Karena penggunaan
fungsional masing-masing lingkungan laut adalah berlainan maka juga kualitas
lingkungan laut diberbagai tempat tidak perlu bersamaan. Adapun upaya yang
harus diambil dan dilakukan untuk dapat mempertahankan kualitas lingkungan
laut tertentu itu misalnya dengan mencegah dilakukannya pencemaran terhadap
lingkungan laut yang dikehendaki atau untuk lingkungan laut yang sudah
tercemar dilakukan berbagai langkah dan preservasi dan
treatment.(Kantaatmadja, 1982 : 201)
Pada hakekatnya menangani masalah pencemaran lingkungan laut oleh
minyak bumi adalah mempersoalkan masalah bagaimana kita dapat
mempertahankan suatu kualitas ligkungan laut tertentu yang dianggap sebagai
suatu kondisi yang terbaik untuk penggunaan fungsional dari lingkungan laut
tersebut. Untuk maksud tersebut upaya yang harus diambil dan dilaksanakan agar
supaya dapat mempertahankan atau mencapai kualitas lingkungan laut tertentu
tersebut adalah dengan mengadakan peraturan mengenai pencemaran lingkungan
laut yang dikehendaki.(Syahmin, 1988 : 125)
2.4 Peraturan Transnasional Tentang Pencemaran Laut
Ketentuan hukum transnasional yang berkaitan dengan masalah
pencemaran laut yang sangat menonjol perannya adalah konvensi-konvensi
Organization (IMCO) yang selanjutnya disusul oleh konvensi-konvensi yang
dipelopori oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Konvensi
internasional yang pertama diprakarsai oleh Inter-Govermental Maritime
Consultative Organization (IMCO) mengenai pencemaran laut adalah
“International Convention For The Prevention Of Pollution From Ships” tahun
1954 yang telah diperbaharui dan ditambah pada tahun 1962, 1969, dan tahun
1971. Konvensi ini diadakan untuk mengatasi masalah pencemaran laut yang
disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal laut baik yang dibuang dengan
sengaja maupun yang tidak disengaja.(Sumardi, 1996 : 21)
Ruang lingkup pengaturan pencemaran laut yang disebabkan oleh/ atau
berasal dari kapal kemudian diperluas pada tahun 1973 dengan suatu konvensi
yang berjudul International Convention For The Prevention Of Pollution From
Ships. (Sumardi, 1996 : 22)
Berdasarkan International Convention For The Prevention Of Pollution
From Ships 1973, konvensi yang baru akan berlaku pada tahun 1978 ini
mengembangkan lebih jauh standar tambahan tahun 1969 terhadap International
Convention For The Prevention Of Pollution Of The Sea By Oil 1954, 1962,
1969, dengan antara lain menentukan keharusan akan adanya International Oil
Pollution Prevention Certificate dan alat pencatat otomatis dari buangan minyak
pada kapal-kapal tanker.(Kantaatmadja, 1982 : 7)
Menyadari adanya bahaya laut yang disebabkan oleh minyak maka
diperlukan adanya suatu jaminan tersedianya suatu ganti kerugian yang memadai
bagi orang-orang atau Negara yang mengalami kerugian akibat pencemaran yang
Berdasarkan International Convention On Civil Liability For Oil
Pollution Damage,1969. Konvensi yang lebih dikenal dengan nama civil liability
convention (CLC) 1969 ini merupakan konvensi yang mengatur ganti kerugian
polusi minyak dilaut, yang terpenting yang dikenal sekarang. (Kantaatmadja,
1982 : 8) Konvensi ini berlaku terhadap :
1. Kapal yang mengangkut minyak sebagai bulk sebagai kargo.
2. Minyak yang diangkut adalah termaksut kategori persistant oil seperti, crude oil, fuel oil, heavy diesel oil, lubricating oil and whale oil. Baik diangkut sebagai kargo atau sebagai bunker.
Jangkauan pertanggungan jawab adalah pemilik kapal bertanggung jawab
atas kerugian yang diakibatkan karena polusi minyak sebanyak 2.000 franch
(US$ 134) per ton dengan jumlah maksimum sebanyak 201.000.000 franch (US$
14,4 juta). Dengan tonnage kapal dimaksudkan net tonnage ditambah jumlah
hasil pengurangan dari gross tonnage dengan ruang mesin. Ada beberapa
pengecualian terhadap hal diatas ialah:(Kantaatmadja, 1982 : 9)
1. Jika kecelakaan timbul karena perang, perbuatan permusuhan, perang
saudara, pemberontakan atau bencana alam yang sifatnya tidak bisa dicegah
dan dihindari.
2. Jika kecelakaan timbul sebagai akibat perbuatan atau kelalaian pihak ketiga
dengan maksud untuk menimbulkan kerugian tersebut.
3. Jika kecelakaan ditimbulkan oleh kesalahan atau kelalaian dari Negara pantai
yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan mercu suar atau alat navigasi
lain.
4. Hak untuk mendapat pembatasan tanggung jawab hilang jika polusi terjadi
karena kesalahan atau kesengajaan dari pihak pemilik kapal.
Konvensi mewajibkan kapal yang mengangkut lebih dari 2 ton minyak
lainnya. Adanya asuransi dan atau jaminan keuangan sedemikian harus
dibuktikan dengan sertifikat yang harus dibawa serta dalam kapal.(Kantaatmadja,
1982 : 9)
Berdasarkan geneva convention on the high seas tahun 1958 termuat
ketentuan penting menyangkut pollusi minyak dilaut yang mengatur bahwa setiap
Negara akan menciptakan peraturan-peraturan untuk mencegah pollusi laut
karena tumpahnya minyak dari kapal, atau dari pipa-pipa saluran minyak atau
karena eksploitasi dari seabed dan subsoilnya.(Kantaatmadja, 1982 : 7)
2.5 Peraturan Hukum Pencemaran Laut Yang Berlaku Di Indonesia
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda tidak terdapat pengaturan yang
secara tegas mengatur tentang pencemaran lingkungan laut, disana sini dijumpai
berbagai ketentuan yang pada pokoknya mengatur mengenai asas-asaspokok
tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut oleh minyak bumi,
misalnya :
1. Het reedenreglement of 1925 (SG 1925/500 as amended in 1927/237,1930/38).
2. Looddienst ordonnantie of 1927 (SG. 1927/62).
3. Petroleum opslag of ordonnantie 1927 (SG. 1927/199 as amended in 1927/547, 1930/39. 1931/168, 1935/79, 1940/252).
4. Petroleum opslag verordening of 1927 (1927/200, as amended in 1927/482, 1927/435, 1929/30, 1931/371, 1931/510, 1935/80, 1940/150).
5. Petroleum vervoer ordonnantie of 1927 (SG. 1927/214)
6. Petroleum vervoer verordening of 1928 (SG. 1928/44, as amended in 1940/82, 1947/50).
7. Mijnpolitie reglement of 1930 (SG. 1930/314) which later on is regulated by the minister of mines regulatin no. 04/p/m/pertamb./1973.(Syahmin : 1988, 126)
Ketentuan-ketentuan peraturan pencegahan pencemaran terhadap
lingkungan laut akibat dampak negatif lalu lintas pelayaran setelah kemerdekaan
1. Surat keputusan gubernur kepala daerah khusus ibukota Jakarta nomor Bd.
15/4/36/70 tentang larangan bagi kapal-kapal tanki minyak dilarang
membuang minyak keatas permukaan air laut sekeliling gugusan pulau
seribu.
2. Instruksi direktur perkapalan pertamina nomor. 97/Instr/PSH/1973, instruksi
ini ditujukan kepada semua nakhoda armada pertamina sendiri baik kapal
milik maupun kapal-kapal lain dalam kesatuan bare boat charter/hire
puschase. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinnya pengotoran air laut
oleh awak kapal armada pertamina di lingkungan daerah pelabuhan seluruh
Indonesia dan luar negeri.
3. Surat keputusan direktur utama pertamina No. 390/Kpts/DR/DU/1974
tentang peraturan-peraturan umum pencegahan pencemaran.
4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1983 tentang zona ekonomi
eksklusif Indonesia. Ketentuan-ketentuan mengenai pencemaran laut ini
ditentukan dalam pasal 8 undang-undang diatas.
5. Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran yang kemudian
diganti oleh Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008, karena dianggap sudah
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan penyelenggaraan pelayaran di Indonesia.
6. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
7. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut.
8. Peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 21 tahun 2010 tentang
9. Peraturan daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengendalian lingkungan hidup.
2.6 Kewenangan Daerah Terhadap Wilayah Laut
Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
yang dikenal dengan istilah otonomi daerah, dimana titik sentral pembangunan
terletak di kabupaten/kota, maka akan memacu eksploitasi sumber daya alam di
kabupaten/kota yang bersangkutan. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak
terkontrol akan menimbulkan gangguan terhadap kestabilan ekosistem dan
merusak lingkungan hidup di sekitarnya.
Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah yang sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, adalah peluang bagi pemerintah dan masyarakat daerah untuk mengambil
peran aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut secara
berkelanjutan. Untuk itu dibutuhkan komitmen dan peran serta pemerintah di
daerah baik di tingkat propinsi, kabupaten atau kota dan desa-desa, untuk aktif
mengatur dan menjaga pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam.
Penyusunan perda sebagai penjabaran lebih lanjut kewenangan
pemerintah dan masyarakat daerah di wilayah pesisir adalah implementasi dari
komitmen dan sekaligus menjadi dasar bagi pengaturan pengelolaan wilayah
pesisir daerah. Keberadaan suatu Perda dirasa penting agar ada arahan fungsi dan
pemanfaatan wilayah pesisir dan laut daerah sesuai dengan yang diamanatkan
undang-undang.
Pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kewenangan pengelolaan
1. Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Kewenangan daerah di wilayah laut meliputi :
a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut.
b. Pengaturan kepentingan administratif c. Pengaturan tata ruang
d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
e. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
3. Kewenangan daerah kabupaten dan kota di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah sepertiga dari batas laut daerah propinsi.
4. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Undang-undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. Yang dalam Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah Nomor
32 Tahun 2004 Pasal 1 poin 5 nya menyebutkan bahwa Otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Atas asas otonomi daerah tersebut, daerah
tingkat propinsi maupun kabupaten mempunyai wewenang dalam mengelola
daerahnya, baik itu yang berupa daratan ataupun perairan. Daerah bebas untuk
mengelola dalam berbagai bidang, kecuali yang tertulis dalam Pasal 10 Ayat 3,
yaitu meliputi politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan
fiskal nasional; dan agama. Tentang wilayah perairan sendiri, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 ini mengatur di dalam Pasal 18:
1. Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut.
2. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut
4. Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. 5. Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh
empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
7. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pemilikan wilayah laut yang cukup luas, dengan berbagai kekayaan alam
yang terdapat di dalamnya, ditopang dengan wilayah garis pantai konseptual
sepanjang 18,10 km. maka laut memiliki potensi yang sangat besar dalam
perekonomian Semarang. Karena itu sudah selayaknya jika dimasa depan laut
dijadikan sebagai pengggerak utama dalam perekonomian daerah. Meskipun
demikian agar terhindar dari kerusakan, maka pemanfaatan sumber daya laut
mesti dibarengi dengan pengelolaan yang lebih intensif.
Kewenangan daerah terhadap wilayah lingkungan disini bukan berarti
daerah melegalkan aspek perusakan lingkungan serta mengekploitasi semua
kekayaan alam demi peningkatan pendapatan asli daerah. Tapi juga memiliki
kewenangan untuk melakukan pelestarian terhadap lingkungan hidup guna
menjaga sumber kekayaan alam yang ada saat ini masih bisa dinkmati oleh
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam penyusunan karya ilmiah.
Maka tidak terlepas dari penggunaan metode yang tepat pula, yaitu suatu
metode-metode yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
Pada umumnya manusia sifat ingin mengetahui yang sangat tinggi dan
tidak pernah merasa puas akan sesuatu, sampai pada suatu kepuasan mutlak
untuk menerima suatu realita yang dianggap sebagai titik pemecahannnya. Salah
satu jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu pemenuhan kebenaran tersebut
dilakukan manusia dengan sebuah penelitian yang menjadi satu kesatuan
perangkat dengan ilmu pengetahuan.
3.2. Dasar Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. (Bogdan dan Taylor dalam Moleong. 2005
: 4)
Penelitian ini membahas mengenai upaya yang akan dilakukan
Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini badan lingkungan hidup (BLH) Kota
Semarang dalam melindungi wilayah Laut Kota Semarang dari dampak negatif
lalu lintas pelayaran, upaya perlindungan hukum apa yang akan dilakukan BLH
Kota Semarang dalam melindungi wilayah Laut Kota Semarang dari dampak
negatif lalu lintas pelayaran serta bagaimana proses perlindungan hukum yang
dilakukan BLH Kota Semarang bila terjadi kasus pencemaran lingkungan laut
dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
3.3. Metode Pendekatan
Pada penelitian hukum yang sosologis, hukum dikonsepkan sebagai
pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel sosial yang lain.
Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai
variabel bebas / sebab (independent variable), yang menimbulkan pengaruh dan
akibat pada bebagai aspek kehiupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum
yang sosiologis (social – legal research). Namun jika hukum dikaji sebagai
variabel tergantung / akibat (dependent variable) yang timbul sebagai hasil dari
berbagai kekuatan dalam proses sosial, kajian itu merupakan kajian sosiologis
hukum (sociology of law). (Amirudin dan zainal, 2004 : 133)
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis (sosiologis
hukum), dimana metode yuridis sosiologis ini melakukan pendekatan tidak hanya
dari kaidah-kaidah hukum yang berlaku saja tapi juga melihat keadaan yang
timbul dan berkembang dalam pelaksanaan. Faktor yuridis disini didasarkan pada
beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya
pengelolaan dan pencegahan pencemaran terhadap laut dari dampak negatif lalu
lintas pelayaran baik yang bersifat nasional, regional dan internasional. Faktor
sosiologis disini berdasarkan pada kenyataan yang terjadi sebagai dampak dari
suatu perubahan sistem atau penggunaan sistem baru, dimana Negara kita telah
3.4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kota Semarang dan penelitian
dilakukan pada badan yang berwenang menangani masalah pencemaran terhadap
laut di Kota Semarang yaitu, di wilayah kerja badan lingkungan hidup (BLH)
Kota Semarang. Hal itu dikarenakan BLH Kota Semarang juga sebagai unsur
penunjang dan sebagai pelaksana tugas pemerintahan daerah di bidang
perlindungan terhadap lingkungan termasuk kewenangannya dan penegakan
hukum terhadap perlindungan laut di Kota Semarang. Semarang yang menjadi
ibukota provinsi juga memiliki wilayah laut yang cukup luas serta sebuah
pelabuhan yang cukup besar di Jawa Tengah, sehingga banyak menjadi pusat lalu
lintas pelayaran baik domestik maupun internasional. Sehingga perlu diteliti
upaya-upaya perlindungan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang.
3.5. Fokus Penelitian
Penentuan fokus penelitian dalam penulisan skripsi memiliki dua tujuan.
Pertama, fokus dapat membatasi studi, jadi dalam hal ini fokus akan membatasi
bidang inkuiri. Kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria
inekuisi-ekusi atau memasukan-mengeluarkan suatu informasi yang diperoleh.
(Moleong, 2005 : 94)
Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan apa yang menjadi pusat
perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian
adalah :
1. Eksistensi peraturan hukum yang berlaku dalam upaya perlindungan terhadap
2. Upaya preventif yang dilakukan BLH Kota Semarang dalam melindungi Laut
Semarang dari dampak negatif lalulintas pelayaran.
3. Prospek perlindungan hukum kedepannya dalam melindungi wilayah Laut
Semarang dari dampak negatif lalu lintas pelayaran.
3.6. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini dibagi menjadi dua
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk lebih jelasnya akan
diberikan detailnya dibawah ini :
1. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pemerintah kota
Semarang yang diwakilkan melalui badan lingkungan hidup (BLH) kota
Semarang yang memiliki wewenang mengenai upaya pelindungan terhadap
wilayah laut di kota Semarang.
2. Sumber data sekunder
Selain dari sumber data primer, data dari penelitian ini juga diperoleh
dari sumber tertulis yang berupa buku, arsip, dan segala literatur yang terkait
dengan penelitian ini, yang disebut sebagai sumber data sekunder.
3.7. Alat Dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, dalam
melaksanakan penelitian diperlukan adanya metode pengumpulan data yang
tepat. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
3.7.1.Metode Observasi
Observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indera.(Arikunto, 2006:156), sedangkan
menurut Hadari Nawawi observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara
sistematik terhadap gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian
(Nawawi,1990:100). Hal-hal yang akan diobservasi dalam penelitian ini tentunya
tidak terlepas dari beberapa pokok permasalah yang ada. Dalam peneltian ini,
peneliti menggunakan observasi secara langsung yaitu observasi berdasarkan
fakta-fakta hasil pengamatan yang ada dilapangan dengan cara terjun langsung ke
lapangan yang dilakukan dalam waktu singkat, mengenai suatu peristiwa, melihat
dan mendengar orang yang sedang diamati.
Observasi yang disertai pendekatan eksploratif dan terbuka diharapkan
dapat mendekatkan peneliti sepersonal mungkin dengan subjek penelitian. Guba
dan Lincoln menyebutkan beberapa alasan mengapa penelitian kualitatif
pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Alasannya sebagai berikut:
pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman langsung. kedua,
teknik pengamatan juga memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian bagimana yang terjadi pada keadaan
sebenarnya. Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa
dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun
pengetahuan yang langsung diperoleh dari data. Keempat, sering terjadi ada
keraguan peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau
bias. Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit. Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik
komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat