• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BAHAN MAKANAN CAMPURAN (BMC) DARI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) DAN TEPUNG KACANG BENGUK (Mucuna pruriens L.) GERMINASI PADA KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDUGAAN UMUR SIMPAN BAHAN MAKANAN CAMPURAN (BMC) DARI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) DAN TEPUNG KACANG BENGUK (Mucuna pruriens L.) GERMINASI PADA KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BAHAN MAKANAN CAMPURAN (BMC) DARI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) DAN TEPUNG KACANG

BENGUK (Mucuna pruriens L.) GERMINASI PADA KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh

RINI SAPUTRI

(2)

0,0768g/m2/24jam pada suhu ruang 25oC adalah 690,30 hari.

(3)

ABSTRACT

ESTIMATION SHELF LIFE OF FOOD MIXED (BMC) FROM FLOUR BREADFRUIT (Artocarpus communis) AND VELVET BEAN FLOUR (Mucuna pruriens L.) GERMINATION METHOD TO ACCELERATION IN

ALUMUNIUM FOIL PACKAGING

By

RINI SAPUTRI

Food ingredients mixed (BMC) of breadfruit flour and benguk bean flour surly germination is a new food product shelf life is to know to maintain nutritional value and get the economic value of BMC. The purpose of this study to determine the shelf life of BMC using aluminum foil packaging. This study uses the three treatments, namely the storage temperature 30oC, 40oC, and 50oC in the incubator for each temperature for one month (28 days). The parameters in the test to determine the shelf life of BMC is the moisture content, flour flavor, flavor porridge, flour color, pulp color and flavor porridge. The data obtained were used to estimate the shelf life of BMC by using the Arrhenius acceleration model. The results give that BMC shelf life of breadfruit flour and velvet bean germination surly are packed by packing aluminum foil with a thickness of 0.10 mm water vapor permeability of 0,0768 at room temperature 25oC g/m2/24jam of 690,30 days.

(4)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Setyani dkk (2010), BMC (Bahan Makanan Campuran) adalah salah satu bentuk bahan hasil proses suplementasi dengan menggunakan beberapa jenis bahan makanan untuk saling melengkapi dalam hal kandungan gizi. Salah satu kegunaan BMC MP (Makanan Pendamping) ASI adalah sebagai makanan tambahan untuk balita yang sangat rentan mengalami gizi buruk. Bahan makanan campuran yang digunakan antara lain sukun dan kacang benguk. Penelitian yang telah dilakukan oleh Setyani dkk (2010), menghasilkan formulasi produk BMC yang sesuai dengan standar SNI 01-07111. 1-2005.

(5)

Masalah utama yang dihadapi adalah belum diketahui umur simpan yang optimum untuk mendapatkan karakteristik BMC dari tepung sukun dan kacang benguk yang sesuai standar SNI. Untuk menjamin bahwa BMC masih layak untuk dikonsumsi dan belum mengalami kerusakan diperlukan informasi mengenai umur simpan. Studi umur simpan sangat penting terutama untuk produk pangan baru seperti produk BMC dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi sebagai suatu hasil penelitian dan pengembangan.

Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT), yaitu dengan cara penyimpanan produk pangan pada lingkungan

yang menyebabkan cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi (Kusnandar, 2010). Menurut Hariyadi (2004), penentuan suhu pada produk pangan kering seperti BMC yaitu dengan suhu pengujian 25oC, 30oC, 35oC,40oC, dan 45oC, sedangkan kontrol dilakukan pada suhu 18oC. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai masa simpan produk BMC dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi dan meningkatkan nilai ekonomis produk BMC dari tepung sukun dan tepung kacang benguk germinasi.

1.2 Tujuan Penelitian

(6)

1.3 Kerangka Pemikiran

Produk BMC kaya akan komponen makro dan mikro sehingga akan mudah sekali mengalami penurunan mutu pangan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Setyani dkk (2010), menunjukkan bahwa penggunaan tepung sukun 35-40%, tepung kacang benguk germinasi 19,4-26,4 %, bahan tambahan tepung susu skim 10-25 %, tepung gula 10%, minyak jagung 10%, soda kue 0,1%, dan garam 0,5% akan menghasilkan BMC MP (Makanan Pendamping) ASI dengan komposisi zat gizi makro dan mikro serta energi yang memenuhi SNI 01-7111.1-2005. Produk ini memiliki komposisi: protein sekitar 12%, lemak 10%, karbohidrat 70%, mineral: Na, Fe, Ca, Zn dan vitamin A 26,0 eq. retinol, PER sebesar 2,828, DC sejati sebesar 83,627, HCN 0,041 mg/g, asam fitat 0,096 mg/g, produk berasa manis, aroma dan penerimaan secara keseluruhan disukai.

Kemasan alumunium foil dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, kerusakan fisik, dapat menahan perpindahan gas dan uap air, dan

menghindarkan BMC dari kerusakan akibat pencahayaan dan oksidasi sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohima, 2010).

(7)

mengikuti model reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi pencoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam reaksi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982). Produk BMC dari tepung sukun dan tepung kacang benguk germinasi dapat mengikuti model ordo nol dan ordo satu karena merupakan makanan kering dan kerusakannya dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi.

1.4 Hipotesis

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Benguk (Mucuna pruriens L.)

Tanaman benguk (Mucuna pruriens var. utilitis) berbentuk perdu dan tergolong tanaman yang melilit pada batang/pohon tanaman lain. Buahnya menggerombol pada batang dan termasuk jenis buah polong-polongan. Panjang buah antara 5-8 cm dan berisi sekitar 7 biji. Biji benguk umumnya sebesar ujung kelingking dan bentuknya mendekati persegi dengan ketebalan sekitar 5 mm. Biji yang telah tua mempunyai kulit luar yang sangat keras, sehingga dapat di simpan lama. Warna kulit luar biji benguk ada beberapa macam yaitu putih bercak-bercak hitam, hitam, merah ungu berbintik-bintik coklat dan putih bersih (Haryoto, 2000). Kacang benguk disajikan pada Gambar 1.

(9)

Tanaman benguk yang paling bermanfaat adalah bijinya, pemanfaatan biji benguk hampir serupa dengan kedelai, yaitu sebagai sumber bahan makanan. Sebagian masyarakat sudah terbiasa memanfaatkan buah benguk yang masih muda sebagai sayur dan bijinya yang sudah tua (kering) sebagai bahan baku tempe benguk (Haryoto, 2000).

Biji benguk lebih keras daripada biji kedelai dan mengandung asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Asam sianida (HCN) tersebut mudah dihilangkan dengan cara yang sederhana, yakni direndam dalam air bersih selama 24-48 jam. Selama perendaman setiap 6-8 jam sekali airnya harus diganti (Haryoto, 2000).

Usaha mempopulerkan tanaman benguk dan hasil olahannya perlu dilakukan karena kacang benguk berpotensi untuk mendampingi atau mensubsitusi kedelai sebagai sumber protein. Selain kandungan proteinnya yang tinggi, kacang benguk juga merupakan sumber kalsium yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan kesehatan tulang. Nilai gizi benguk seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi biji benguk per 100 g bahan.

(10)

2.2 Sukun (Artocarpus communis)

Tanaman sukun berasal dari daerah New Guinea Pasifik yang kemudian dikembangkan di daerah Malaysia sampai ke Indonesia. Buah sukun berbentuk bulat agak lonjong seperti buah melon. Warna kulit buah hijau muda sampai kuning kecoklatan. Ketebalan kulit berkisar antara 1-2 mm. Buah muda permukaan kulit buahnya kasar dan menjadi halus setelah buah tua. Tekstur buah saat mentah keras, dan menjadi lunak-masir setelah matang. Daging buah berwarna putih, putih kekuningan dan kuning, tergantung jenisnya. Rasa buahnya saat mentah agak manis dan manis setelah matang, dengan aroma spesifik. Ukuran berat buah dapat mencapai 4 kg. Panjang tangkai buah (pedicel), berkisar antara 2,5-12,5 cm tergantung varietas. Gambar sukun disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Sukun (Artocarpus communis). Sumber: Sutanto, 2010.

(11)

tanaman sukun secara monokultur jarang dilakukan. Umumnya pohon sukun ditanam sebagai tanaman pinggiran, untuk penghalang angin, atau kadang – kadang sebagai pelindung tanaman kopi. Musim panen sukun biasanya dua kali setahun, yaitu bulan Januari – Februari dan Juli – September (Widowati, 2003).

Dari hasil penelitian Medikasari (2005) terhadap sifat fisik, sifat kimia dan amilograf tepung sukun pada berbagai tingkat kematangan buah, diperoleh kadar protein berkisar antara 0,65-4,66%, kadar lemak 0,20-1,88%, kadar karbohidrat 84,61-90,71%, kadar serat kasar 32,23-39,66%, kadar pati 31,32-42,44%, kadar abu 1,98-4,40% dan kadar air 5,88-7,07%. (Siddhuraju dan Becker, 2005), kacang benguk tiap 100 g kacang benguk mengandung 332 kalori, 3 g lemak, 55 g karbohidrat, 130 mg kalsium, 200 mg fosfor, 2 mg besi, 70 S.I vitamin A, 0,3 vitamin B dan 15 g air .

Buah sukun mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin cukup tinggi (Tabel 2). Setiap 100 g buah sukun mengandung karbohidrat 27,12 g, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium 490 mg dan nilai energi 103 kalori. Dibandingkan dengan beras, buah sukun mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga dapat digunakan untuk makanan diet (Widowati, 2003). Dengan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%), buah sukun berpeluang untuk diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan terigu sampai 50 hingga 100% tergantung jenis produknya.

(12)
(13)

Tabel 2. Kandungan kimia buah sukun per 100 g bahan. As. lemak tak jenuh Polyunsaturated

0,048 g

(14)

digunakan untuk pertumbuhan akar dan batang. Pada peristiwa perkecambahan akan terjadi beberapa proses yang berpengaruh terhadap keberhasilan perkecambahan, yaitu penyerapan air, aktifitas air, pertumbuhan embrio, dan pecahnya kulit biji. Proses berkecambah (germinasi) dipengaruhi oleh kondisi dan tempat. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh adalah air, gas, suhu, dan cahaya. Temperatur optimum untuk proses perkecambahan adalah 27˚C (Ezeagu, 2003).

Selama proses germinasi, beberapa kandungan pati diubah menjadi bagian yang lebih kecil yaitu bentuk gula dan maltose. Molekul protein dipecah menjadi asam amino sehingga dalam germinasi terjadi kenaikan konsentrasi asam amino yaitu lisin 24%, threonin 19%, dan phenilalanin 7%. Lemak juga dihidrolisis menjadi asam-asam lemak yang lebih mudah dicerna. Beberapa mineral kalsium dan zat besi yang biasa terikat kuat dilepaskan menjadi bentuk yang lebih bebas dengan demikian lebih mudah dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan (Winarno, 1995).

(15)

mengurangi kandungan antitrypsin sebesar 22,4%, aktifitas hemaglutinin sebesar 79,0% dan asam phytat sebesar 30,5%.

2.4 Bahan Makanan Campuran (BMC)

Peningkatan taraf gizi anak–anak balita (di bawah lima tahun) pada umumnya dapat dicapai dengan cara penyediaan bahan makanan campuran (food supplement) atau dalam hal ini makanan sapihan (weaning food) dengan menggunakan bahan baku setempat, sehingga harganya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi lemah (Winarno, 1992).

Pencarian dan penggunaan bahan mentah yang terdapat di daerah setempat dan murah harga, tetapi kaya akan gizi, merupakan alternatif terbaik makanan dari bahan kacang – kacangan sangat kaya akan lisin dan karena itu kombinasi antara serealia dan leguminosa memberikan campuran protein yang dapat mendekati penyediaan sumber protein yang ideal. Kadar metionin dan sistin yang relatif rendah pada leguminosa dapat diisi dengan kandungan asam amino dalam sebagian besar biji – bijian. Oleh karena itu serealia dan biji – bijian dapat saling mengisi dan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi penyediaan gizi masyarakat di daerah pedesaan yang kurang mampu.

(16)

kecuali bahan tersebut telah secara khusus mendapat perlakuan sehingga dapat dicerna dengan sempurna (Winarno, 1992).

Bahan makanan yang diproduksi dan diteliti pada umumnya dibuat dalam bentuk bubuk, ditujukan sebagai makanan yang melengkapi ASI/PASI atau sebagai makanan tambahan untuk golongan rawan. BMC digunakan sebagai makanan tambahan untuk melengkapi kekurangan protein dan kalori pada makanan keluarga. Pemberian BMC kepada anak di bawah umur tiga tahun (Batita) ditujukan untuk memberi 20 – 25 % kecukupan protein (Winarno, 1992). Pengembangan produk BMC sebaiknya mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7111.1-2005) tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) – bagian 1 : bubuk instan (SNI 01-7111.1-2005).

No Kriteria Uji Persyaratan

1 Keadaan

4 Kepadatan Energi Tidak kurang dari 0,8 kkal/100 g produk siap konsumsi

5 Protein Tidak kurang dari 2 g/100 kkal atau 8 g/100 g dan tidak lebih dari 5,5 g/100 kkal atau 22 g/100 g dengan mutu protein tidak kurang dari 70 % kasein standar.

6 Karbohidrat Jika sukrosa, fruktosa, glukosa, sirup glukosa atau madu ditambahkan pada produk maka

a) Jumlah karbohidrat yang ditambahkan dari sumber tersebut tidak lebih dari 7,5 g/100 kkal atau 30 g/100g

b) Jumlah fruktosa tidak lebih dari 3,75 g/100 kkal atau 15 g/100g

(17)

8 Lemak Tidak kurang dari 1,5 g/100 kkal atau 6 g/100 g dan tidak lebih dari 3,75 g/100 kkal atau 15 g/100 g 9 Vitamin Yang wajib ada pada produk MP-ASI bubuk adalah

vitamin A, D, C dengan ketentuan :

Vitamin A tidak kurang dari 62,5 retinol ekivalen/ 100 kkal atau 250 retinol ekivalen/100 g dan tidak lebih dari 180 retinol ekivalen/ 100 kkal atau 700 retinol ekivalen per 100 g

Vitamin D tidak kurang dari 0,75 mikogram/100 kkal atau 3 mikogram/100 g dan tidak lebih dari 2,5 mikogram/100 kkal atau 10 mikogram/100g

Vitamin C tidak kurang dari 6,25 mg/100 kkal atau 4 mg/100 g

Vitamin lain dapat ditambahkan ketentuan yang sudah diatur

10 Mineral Mineral yang wajib ada dalam produk MP-ASI bubuk adalah Na, Ca, Fe, Zn, dan I dengan ketentuan :

Kandungan Na tidak lebih dari 100 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk bayi Kandungan Na tidak lebih dari 200 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk anak usia diatas 12 bulan

Kandungan Ca tidak kurang dari 50 mg/ 100 kkal atau 200 mg/100 g

Perbandingan Ca dengan P tidak kurang dari 1,2 dan tidak lebih dari 2,0

Kandungan Fe tidak kurang dari 0,6 mg/100 kkal atau 2,5 mg/100 g dengan ketersediaan hayati (bioavailability) 5%

Perbandingan Fe dan Zn tidak kurang dari 1 dan tidak lebih dari 2,0

(18)

Mono dan digliserida tidak lebih dari 1,5 g/100

Tokoferol tidak lebih dari 300 mg/1 kg lemak Alfa – tokoferol tidak lebih dari 300 mg/kg lemak

L-askorbilpalmitat tidak lebih dari 200 mg/kg lemak

Perisa (Flavouring) :

Ekstrak bahan alami : secukupnya

Etil vanilin, vanilin tidak lebih dari 7 mg/ 100g Penegas rasa : secukupnya untuk tujuan produksi

yang baik

Enzim : secukupnya untuk tujuan produksi yang baik

Bahan pengembang :

Amonium karbonat/ Amonium hydrogen karbonat : secukupnya untuk tujuan produksi yang baik

12 Cemaran Logam :

Kandungan Arsen (As) tidak lebih dari 0,38 mg/kg Kandungan Timbal (Pb) tidak lebih dari 1,14 mg/kg Kandungan Timah (Sn) tidak lebih dari 152 mg/kg Kandungan Raksa (Hg) tidak lebih dari 0,114 mg/kg

Mikroba :

Angka lempeng total tidak lebih dari 1,0 x 104 koloni/g

MPN coliform kurang dari 20/gr dan E.coli negative

Salmonella : negative

Staphylococcus sp. tidak lebih dari 1,0 x 104 koloni/g

Clostridium botulinum : negative

(19)

BMC dengan komposisi zat gizi makro dan mikro serta energi yang memenuhi syarat SNI 01-7111.1-2005. Produk BMC terbaik dari hasil penelitian tersebut adalah formula dengan komposisi tepung sukun 38%, tepung kacang benguk 26,4%, tambahan susu skim 15%, gula 10%, minyak jagung 10%, soda kue 0,1%, dan garam 0,5%. Produk ini memiliki komposisi: protein sekitar 12%, lemak 10%, karbohidrat 70%, mineral: Na, Fe, Zn, dan vitamin A 26,0 eq. Retinol, PER sebesar 2,828, Dc sejati sebesar 83,627, HCN 0,041mg/g, asam fitat 0,096 mg/g, produk berasa manis, aroma dan penerimaan secara keseluruhan disukai.

2.5 Pendugaan Umur Simpan

Menurut Speigel (1992), penentuan umur simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk mengalami kerusakan. Umur simpan produk berkaitan erat dengan nilai kadar air, suhu dan kelembaban.

Menurut Hine (1987), pada proses perkiraan umur simpan sangat tergantung pada tersedianya data mengenai:

1. Makanisme penurunan mutu produk yang dikemas.

2. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk.

3. Mutu produk dalam kemasan.

4. Bentuk dan kemasan yang diinginkan. 5. Mutu produk pada saat dikemas.

6. Mutu dari produk masih dapat diterima.

(20)

8. Resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan.

9. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk.

Menurut Syarief dkk (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut:

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya.

3. Kondisi atmosfir ( terutama suhu dan kelembaban) di mana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

(21)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan. Floros (1993) menyatakan terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk.

Umur simpan suatu produk yang dikemas dapat ditetapkan dengan menggunakan dengan metode Accelerated Storage Studies (ASS) (Floros, 1993). Metode ini menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerated) terjadinya reaksi-reaksi penurunan mutu produk pangan. Metode ASS dapat menggunakan Studi Kinetika Reaksi dengan menggunakan bantuan persamaan Arrhenius. Pada metode Arrhenius, produk pangan disimpan pada kondisi suhu yang ekstrim, sehingga parameter kritisnya mengalami penurunan mutu akibat pengaruh panas.

(22)

sukun dan kacang benguk germinasi dapat diketahui melalui penurunan parameter mutu yang kemudian di hitung dengan persamaan Arrhenius.

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau sering disebut dengan metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang lebih banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memilki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : (1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa dan (2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kenetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Syarief dan Halid, 1993).

(23)

Maillard, denaturasi protein, dsb. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mie instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi pencoklatan) ( Kusnandar, 2010).

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu, dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan faktor suhu harus selalu diperhitungkan. Dalam penyimpanan makanan, keadaan suhu ruangan penyimpanan selayaknya dalam keadaan tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaan suhu penyimpanan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila keadaan suhu penyimpanan tetap dari waktu ke waktu (atau dianggap tetap) maka perumusan masalah bisa lebih sederhana, yaitu untuk menduga laju penurunan mutu cukup dengan menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1993).

(24)

pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982).

Persamaan reaksi ordo 0:

- dA = KA (1)

Dt

Persamaan reaksi ordo 1:

- dA = KA (2)

Dt

dimana:

A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t Ao = nilai mutu awal

t = waktu penyimpanan (dalam hari, bulan atau tahun) K = konstanta laju reaksi ordo nol atau satu

(25)

tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai berikut:

k = ko.exp (-Ea/RT) (3) dimana:

k = konstanta laju penurunan mutu

ko = konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu) Ea = energi aktivasi

T = suhu mutlak (Kelvin)

R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)

(26)

Tabel 4. Penentuan suhu pengujian umur simpan produk.

Jenis Produk uhu n panan C uhu n C

Makanan dalam kaleng 25, 30, 35, 40 4

Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 -18

Pangan dingin 5, 10, 15, 20 0

Pangan beku -5, -10, -15 <-40

Sumber : Labuza dan Schmidl (1985).

2.5.1 Pendugaan Umur Simpan Makanan Sapihan

Pendugaan umur simpan makanan sapihan dengan metode akselerasi (penyimpanan dipercepat) model Arrhenius. Metode ini menggunakan suatu kondisi lingkungan ekstrim (suhu tinggi) sehingga dapat mempercepat terjadinya penurunan mutu produk pangan. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan umur simpan makanan sapihan:

Langkah pendugaan umur simpan dengan kinetika reaksi:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang menentukan umur simpan produk. 2. Menentukan batas awal mutu dan batas minimum mutu yang

diharapkan/dijanjikan atau masih layak pajang/jual.

3. Produk disimpan pada suhu akselerasi, minimum 3 suhu yang dapat meningkatkan kecepatan penurunan mutu produk.

4. Dari studi penyimpanan, prediksi tingkah laku penurunan mutu dengan memplot grafik kinetika reaksi untuk ordo nol atau ordo satu. Lakukan untuk semua faktor kritis terpilih.

(27)

6. Membuat persamaan Arrhenius yang menunjukkan hubungan antara 1/T (dalam Kelvin) dan Ln k (untuk 3 suhu pengamatan).

7. Menghitung nilai k pada suhu penyimpanan atau distribusi yang dikehendaki. Nilai k dari persamaan ini merupakan laju penurunan mutunya per hari (penurunan unit mutu organoleptik per hari atau k) pada suhu tersebut.

8. Menentukan dugaan umur simpan produk. Selisih skor awal produk dan skor pada saat produk tidak sesuai dibagi laju penurunan mutu (k) pada suhu distribusi merupakan umur simpan produk (Koswara dkk, 2004).

2.6 Alumunium Foil

(28)

sterilisasi, resisten terhadap penetrasi lemak, minyak atau komponen makanan lainnya (Rohima, 2010).

Alumunium merupakan bahan kemasan yang juga banyak digunakan. Alumunium tidak memiliki ketahanan terhadap oksigen sehingga pada lapisan atas sering dilapisi dengan alumunium oksida. Namun, ada berbagi macam gas, uap air dan cairan yang agresif yang dapat merusak lapisan tersebut. Misalnya air kontak dengan logam berat. Keuntungan utama penggunaan alumunium dibandingkan bahan kemasan lain adalah sifat absolut kedap terhadap cahaya dan gas. Kelemahan utama adalah tingginya kebutuhan energi pada saat produksi, dimana telah diupayakan menguranginya dengan menggunakan kembali bahan-bahan kemasan alumunium (Syarief dkk, 1989).

Pengujian fisik dilakukan terhadap bahan kemasan alumunium foil dengan tiga ketebalan yang berbeda yaitu 50 µm, 80 µm dan 100 µm. Pengujian ini meliputi densitas, gramatur, laju transmisi gas oksigen atau oksigen transmission rate (02 TR), dan laju transmisi uap air atau water vapor transmission rate (WVTR).

(29)

Alumunium foil ketebalan 0,08 mm memiliki densitas 1,058 g/cm3, gramatur 84,617 g/m2, WVTR 0,1298 g/m2/24jam dan O2TR 0,2933 cc/m2/24 jm.

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung pada bulan September-November 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah kacang benguk yang diperoleh dari Metro, buah sukun yang diperoleh dari salah satu petani di Kemiling Bandar Lampung. Bahan pembantu yang digunakan adalah tepung gula, vanili, susu full cream, garam, susu skim dan soda kue, sedangkan bahan kimia yang digunakan antara lain NaOH, Phenolpthalein (PP) dan aquades. Bahan kemasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaran alumunium foil ketebalan 0,10 mm dengan densitas 1,103 g/cm3, transmisi oksigen (O2TR)

0,3199 cc/m2/24jam dan permeabilitas uap air 0,0768 g/m2/24jam .

(31)

tanur, inkubator, desikator dan alat – alat lain untuk analisis kimia serta perlengkapan uji organoleptik.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan metode deskriptif. Tiga perlakuan penyimpanan BMC dilakukan pada suhu 30˚C, 40˚C dan 50˚C dengan dua kali ulangan dan produk BMC dikemas dengan menggunakan kemasan alumunium foil. Penyimpanan dilakukan selama satu bulan (28 hari). Pengujian dilakukan terhadap kadar air, kadar asam lemak bebas (ALB), dan sifat organoleptik produk BMC pada setiap satu minggu sekali yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Data hasil pengujian digunakan untuk menentukan umur simpan dengan menggunakan metode akselerasi (penyimpanan dipercepat) dengan model persamaan Arrhenius (kinetika reaksi).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari tahap persiapan BMC, tahap penyimpanan dan analisis pendugaan umur simpan.

3.4.1 Tahap persiapan BMC

(32)

3.4.1.1Pembuatan tepung kacang benguk germinasi

(33)

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung kacang benguk germinasi. Sumber : Setyani dkk, 2011

3.4.1.2Pembuatan tepung sukun

Daging buah sukun yang telah dipisahkan dari kulit dan hati buah dipotong menjadi beberapa bagian, dicuci dan kemudian direndam di dalam air selama 5-10 menit. Sukun yang telah direndam selanjutnya dikukus selama 20 menit. Kemudian sukun di potong – potong dengan ukuran 1 cm dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600C sampai kadar air 12%. Selanjutnya dilakukan penepungan

Sortasi dengan perendaman selama 24 jam Kacang Benguk

Tepung Kacang Benguk Germinasi

Penebaran pada tempat berlubang dan tutup dengan kain basah

Pengupasan

Germinasi di ruang gelap selama ± 48 jam (tumbuh tunas 3 mm)

Perendaman dengan air panas 20 menit (1:3 b/v)

Penjemuran dilanjutkan pengovenan (600C) sampai kadar air 12%

Pengayakan (80 mesh)

Kulit ari Perebusan selama 20 menit

(34)

terhadap buah sukun kering dan dilakukan pengayakan dengan ukuran 80 mesh. Diagram alir pembuatan tepung sukun dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung sukun. Sumber : Setyani dkk, 2010

3.4.1.3 Proses pembuatan bahan makanan campuran MP-ASI

Bahan-bahan pembuat BMC yaitu tepung kacang benguk germinasi, tepung sukun, garam, susu skim, susu full cream, soda kue, vanili dan tepung sukun disiapkan dan ditimbang masing-masing bahan. Kemudian bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen. Diagram alir pembuatan BMC dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Buah Sukun Pengupasan

Pemotongan 1 cm

Pengovenan (600C) sampai kadar air 12 % Penepungan (80 mesh)

Tepung Sukun

Kulit

Air Pencucian

Perendaman 5-10 menit

(35)

Gambar 5. Diagram alir pembuatan BMC Sumber : Setyani dkk, 2010

3.4.2 Tahap penyimpanan

1. BMC dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi dikemas dalam alumunium foil, kemudian disimpan pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C dengan menggunakan tiga inkubator untuk masing-masing suhu penyimpanan. BMC disimpan selama satu bulan (28 hari) di dalam inkubator. Pada setiap minggu atau hari 0, 7, 14, 21 dan 28 pada setiap suhu penyimpanan dilakukan pengamatan organoleptik yang meliputi, (1). Aroma tepung, (2). Aroma bubur, (3). Warna tepung, (4). Warna bubur, (5). Rasa bubur. Menggunakan panelis 16 orang semi-terlatih.

Penimbangan masing-masing bahan

Pencampuran sampai homogen

BMC MP-ASI

Tepung sukun (telah dikukus) 43%, tepung kacang benguk germinasi 31%, soda kue 0,1%, garam 0,5%,

(36)

3.4.3 Tahap analisis umur simpan

Metode penentuan umur simpan yang digunakan yaitu metode akselerasi (penyimpanan dipercepat) dengan model persamaan Arrhenius (kinetika reaksi). Penyimpanan BMC menggunakan kondisi lingkungan ekstrim(suhu tinggi) yaitu pada suhu 30˚C, 40˚C dan 50˚C sehingga mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu BMC. Data hasil pengamatan yang diperoleh pada suhu 30˚C, 40˚C dan 50˚C diplotkan menjadi hubungan waktu penyimpanan (sumbu x) dan parameter mutu yaitu kadar air, kadar ALB dan sifat organoleptik (sumbu y) pada setiap kondisi suhu penyimpanan sehingga diperoleh bentuk grafik yang menghasilkan persamaan regresi liniernya yaitu nilai slope (k), intercept (konstanta) dan koefisien korelasi (r). Persamaan tersebut kemudian diterapkan ke dalam persamaan Arrhenius yaitu hubungan 1/T (sumbu x) dan ln k (sumbu y) untuk menghitung nilai umur simpan. Nilai umur simpan yang diperoleh kemudian dikonversi pada keadaan suhu ruang untuk menunjukkan umur simpan produk yang sebenarnya. Analisis data menggunakan program excel (Kusnandar, 2004) meliputi :

1. Menghitung rata-rata kondisi suhu dan waktu penyimpanan untuk setiap parameter mutu yaitu kadar air, kadar ALB dan sifat organoleptik (aroma tepung, aroma bubur, warna tepung, warna bubur dan rasa bubur).

(37)

3. Menentukan ordo laju reaksi yaitu ordo o dibuat dengan hubungan antara nilai rata-rata parameter (sumbu y) dan waktu penympanan (sumbu x) untuk mesing-masing penyimpanan. Sedangkan ordo 1 dibuat dengan hubungan antara ln (nilai rata-rata perameter) pada sumbu y dan waktu penyimpanan (sumbu x) untuk masing-masing suhu penyimpanan.

4. Menghitung nilai slope (k), konstanta (intercept), energi aktifasi dan koefisien korelasi berdasarkan rumus Arrhenius.

A – Ao = -kt untuk ordo o (1) Ln A – Ln Ao = -kt untuk ordo 1 (2)

k = ko.exp (-Ea/RT) (3)

dimana:

A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t/ skor kritis BMC yaitu 3 Ao = nilai mutu awal

t = waktu penyimpanan (dalam hari, bulan atau tahun) K = konstanta laju reaksi ordo nol atau satu

k = konstanta laju penurunan mutu (nilai k pada suhu penyimpanan) ko = konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu)

Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (Kelvin)

R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)

(38)

t (waktu simpan hari) = (nilai mutu awal-batas mutu akhir)/k (4)

6. Membandingkan umur simpan berdasarkan parameter mutu organoleptik (aroma tepung, aroma bubur, warna tepung, warna bubur dan rasa bubur) dan fisikokimia (kadar air dan kadar ALB).

Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan BMC tepung sukun dan kacang benguk germinasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir tahap analisis umur simpan BMC tepung sukun dan kacang benguk germinasi.

3.5Pengamatan

Pengamatan terhadap produk BMC tepung sukun dan tepung kacang benguk germinasi yang dikemas dengan alumunium foil dan disimpan pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C didalam tiga inkubator untuk masing-masing perlakuan suhu dilakukan setiap satu minggu sekali selama satu bulan (28 hari) yaitu pada hari ke

Regresi linier hubungan waktu penyimpanan (x) dan parameter mutu (y) untuk ordo 0 dan ordo 1

Persamaan Arrhenius hubungan 1/T (Kelvin) dan Ln k untuk ordo 0 dan ordo 1

Ekstrapolasi pada suhu ruang k = ko.exp (-Ea/RT)

Umur Simpan A – Ao = -kt (ordo 0) Ln A – Ln Ao = -kt (ordo 1)

(39)

0, 7, 14, 21 dan 28. Pengamatan dilakukan terhadap kadar air, kadar ALB, dan sifat organoleptik produk BMC.

3.5.1 Penentuan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven AOAC (1996). Cawan dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak dua sampai lima gram ditimbang dan ditempatkan di dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 105˚C selama lima sampai enam jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Hal ini diulangi hingga berat sampel konstan.

Keterangan :

A = bobot cawan (g)

B = bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) C = bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

3.5.2 Penentuan asam lemak bebas

(40)

pada kebanyakan minyak lemak. Untuk minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat. Sedangkan pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % ALB atau sebagai angka asam

%ALB = ml NaOH x N x Berat molekul asam lemak Berat contoh x 100

3.5.3 Uji organoleptik

Analisis organoleptik menggunakan uji skoring dalam bentuk quisioner (Tabel 6, Lampiran). Menurut Koswara dkk (2004) panelis yang digunakan pada uji organoleptik BMC berjumlah 16 orang. Parameter organoleptik meliputi aroma tepung, aroma bubur, warna tepung, warna bubur dan rasa bubur. Skor yang digunakan antara lain 5 yaitu khas BMC, 4 yaitu agak khas BMC, 3 yaitu agak tengik, 2 yaitu tengik dan apek (warna agak pucat gelap) dan 1 yaitu sangat tengik dan apek (pucat/gelap). Skor mulai tidak diterima oleh panelis yaitu 3 (agak tengik) yang dapat digunakan sebagai parameter kritis untuk penentuan (perhitungan) umur simpan BMC. Pada uji organoleptik terdapat dua bahan BMC yang akan di uji oleh panelis yaitu BMC yang berupa bubuk yaitu yang belum dimasak dan BMC yang berupa bubur yaitu telah dimasak. BMC bubuk dimasak dengan ditambahkan air sebanyak 100 ml air untuk 20 g BMC bubuk dan dimasak selama 5 ±10 menit.

3.6 Pendugaan Umur Simpan

(41)

dipercepat) pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (kinetika reaksi) .

Pendugaan umur simpan Bahan Makanan Campuran (BMC):

1. Produk BMC dikemas dalam kemasan alumunium foil disimpan pada suhu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C selama 1 bulan (28 hari).

2. Pada setiap minggu atau hari 0, 7, 14, 21 dan 28 pada setiap suhu penyimpanan dilakukan pengamatan organoleptik yang meliputi, (1). Aroma tepung, (2). Aroma bubur, (3). Warna tepung, (4). Warna bubur, (5). Rasa bubur. Menggunakan panelis 16 orang semi-terlatih.

3. Penilaian metode skor 1-5 (uji organoleptik). Skor yang tidak dapat diterima adalah 3.

4. Skor kritis uji fisikokimia untu kadar air 7% dan kadar asam lemak bebas (skor kadar air yang sudah tidak diterima konsumen pada uji organoleptik pendahuluan sebelum penyimpanan dalam inkubator, BMC dalam kemasan alumunium foil disimpan pada suhu ruang dan diuji organoleptik hingga ditolak).

Langkah pendugaan umur simpan BMC dengan kinetika reaksi:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang menentukan umur simpan produk. 2. Menentukan batas awal mutu dan batas minimum mutu yang

diharapkan/dijanjikan atau masih layak pajang/jual.

(42)

4. Dari studi penyimpanan, prediksi tingkah laku penurunan mutu dengan memplot grafik kinetika reaksi untuk ordo nol atau ordo satu sehingga diketahui nilai slope (k), intercept (konstanta) dan koefisian korelasi (r). Lakukan untuk semua faktor kritis terpilih yaitu parameter mutu. Grafik tersebut merupakan hubungan waktu penyimpanan (sumbu x) dan nilai parameter mutu (sumbu y) untuk setiap masing-masing suhu penyimpanan. 5. Menentukan nilai k untuk tiap suhu penyimpanan terhadap semua faktor yang

dipilih. Nilai k (slope) akan semakin meningkat dengan semakin tinggi suhu. 6. Membuat persamaan Arrhenius yang menunjukkan hubungan antara 1/T

dalam Kelvin (sumbu x) dan Ln k (sumbu y) (untuk 3 suhu pengamatan). 7. Menghitung nilai k pada suhu penyimpanan atau distribusi yang dikehendaki.

Nilai k dari persamaan ini merupakan laju penurunan mutunya per hari (penurunan unit mutu organoleptik per hari atau k) pada suhu tersebut.

k = ko.exp (-Ea/RT)

8. Menentukan pendugaan umur simpan produk. Selisih skor mutu awal produk dan skor mutu pada saat produk tidak sesuai dibagi laju penurunan mutu (k) pada suhu distribusi merupakan umur simpan produk.

t (waktu simpan hari) = (nilai mutu awal-batas mutu akhir)/k A – Ao = -kt (ordo 0)

(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Perubahan pada hari ke-28 pada suhu 30ºC, 40 ºC dan 50 ºC BMC MP-ASI

yang dikemas menggunakan alumunium foil mengalami penurunan kadar air dan kadar asam lemak.

2. Penyimpanan BMC tepung sukun dan tepung kacang benguk dalam kemasan alumunium foil selama 28 hari pada suhu 30ºC, 40 ºC dan 50 ºC, menghasilkan sifat organoleptik secara keseluruhan memiliki skor rata-rata skor 4 yang berarti BMC mempunyai sifat organoleptik diterima oleh panelis. 3. Umur simpan BMC tepung sukun dan kacang benguk germinasi yang dikemas

dengan menggunakan alumunium foil adalah 690,30 hari (23 bulan).

4.2 Saran

1. Ruang penyimpanan sebaiknya menggunakan kontrol RH, sehingga kondisi lingkungan penyimpanan bisa seragam.

(44)

3. Alumunium foil sebaiknya menggunakan sealer sebagai alat perekat sehingga lebih kedap terhadap udara.

(45)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BAHAN MAKANAN CAMPURAN (BMC) DARI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) DAN TEPUNG KACANG

BENGUK (Mucuna pruriens L.) GERMINASI PADA KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh RINI SAPUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(46)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BAHAN MAKANAN CAMPURAN (BMC) DARI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) DAN TEPUNG KACANG

BENGUK (Mucuna pruriens L.) GERMINASI PADA KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI

(Skripsi)

Oleh Rini Saputri

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(47)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Kacang benguk (Mucuna pruriens L.) ... 5

2. Sukun (Artocarpus communis) ... 8

3. Diagram alir pembuatan tepung kacang benguk germinasi ... 29

4. Diagram alir pembuatan tepung sukun ... 30

5. Diagram alir pembuatan BMC MP-ASI ... 31

6. Diagram alir analisis umur simpan ... 34

7. Grafik hubungan kadar air dengan lama penyimpanan ... 41

8. Grafik hubungan kadar asam lemak bebas dengan lama penyimpanan .... 42

9. Histogram hubungan skor aroma tepung dengan lama penyimpanan ... 45

10. Histogram hubungan skor aroma bubur dengan lama penyimpanan ... 46

11. Histogram hubungan skor warna tepung dengan lama penyimpanan ... 47

12. Histogram hubungan skor warna bubur dengan lama penyimpanan ... 49

13. Histogram hubungan skor rasa bubur dengan lama penyimpanan ... 50

14. Regresi linier kadar air BMC MP-ASI pada ordo 0 ... 78

15. Regresi linier kadar air BMC MP-ASI pada ordo 1 ... 89

16. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air pada ordo 0 ... 80

17. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air pada ordo 1 ... 81

(48)
(49)

43. Gambar kacang benguk ... 107

44. Gambar potongan buah sukun yang direndam dalam air ... 107

45. Gambar potongan buah sukun didalam loyang ... 108

46. Gambar potongan sukun setelah dioven ... 108

47. Gambar proses penepungan sukun ... 108

48. Gambar tepung sukun ... 109

49. Gambar tepung kacang benguk germinasi ... 109

50. Gambar proses pencampuran BMC MP-ASI ... 109

51. Gambar tepung BMC ... 110

52. Gambar bahan tambahan pembuatan BMC ... 110

53. Gambar BMC didalam inkubator ... 110

54. Gambar pemasakan BMC ... 111

(50)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kacang Benguk ... 5

2.2 Sukun ... 8

2.3 Germinasi ... 10

2.4 Bahan Makanan Campuran (BMC) ... 12

2.5 Pendugaan Umur Simpan ... 16

2.6 Pendugaan Umur Simpan Makanan Sapihan ... 23

2.7 Alumunium Foil ... 24

III.BAHAN DAN METODE ... 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.2 . Bahan dan Alat ... 26

(51)

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 27

3.4.1 Tahap persiapan BMC ... 27

3.4.2 Pembuatan tepung kacang benguk germinasi ... 28

3.4.3 Pembuatan tepung sukun ... 29

3.4.4 Pembuatan bahan makanan campuran MP-ASI ... 30

3.4.5 Penyimpanan ... 31

4.1 Perubahan Selama Penyimpanan pada Kondisi Ekstrim ... 39

4.1.1 Kadar air ... 39

4.3 Kebijakan Penentuan Umur Simpan ... 59

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Simpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Daftar komposisi bahan makanan. http//itp.gizinet.id/daftar-komposisi-bahan-makanan. Diakses pada tanggal 21 Januari 2010.

AOAC. 1996. Official Methods of Analysis. Association of Official Agricultural Chemist. 16th ed. AOAC. Washington DC. Chapter 45, p.5-65

Baskara, K., R. Basito, dan T. H. Hatmaryani . 2005. Pengeringan vanili pada berbagai kemasan palstik. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.UNS. Agrointek 4(2): 148-149 hlm

Direktorat Gizi dan Departemen Kesehatan R.I. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 57 hlm.

Ezeague, I.E., B. Mayiza-Dixon, and G Tarawati. 2003. Seed characteristics and nutrient antinutrient composition of 12 Mucuna accessions from Nigeria. Tropical and subtropical Agroecosystem 1:129-139

Floros, J. D. 1993. Shelf life prediction of packaged foods. Dalam: Pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota L.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi (Skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm

Hariyadi. 2004. Masa kadaluarsa produk. Dalam: Modul II Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Self Life) bahan dan produk pangan. IPB. Bogor, 1-2 arrhenius kinetics and sorpsi isothermic methods. Balai Teknologi dan Industri Pangan XI (2): 36-37 hlm

(53)

Institute of Food Technology. 1974. Teknologi pangan. Dalam: Pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota L.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi (skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm Ketaren, S. 2005. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Penerbit

Universitas Indonesia. Jakarta: 316 hlm

Koswara, S dan F. Kusnandar 2004. Contoh kasus pendugaan masa kadaluarsa produk-produk spesifik. Dalam: Modul V pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (shelf life) bahan dan produk pangan. IPB. Bogor, 1-2 Desember 2004: 14 hlm

Kusnandar, F. 2010. Pendugaan umur simpan metode ASLT. http//itp.feteta.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 28 Januari 2011.

Kusnandar, F. 2004. Aplikasi progaram komputer sebagai alat bantu penentuan umur simpan produk pangan metode Arrhenius. Dalam: Modul VI Pendugaan Waktu kadaluarsa (shelf life) bahan dan produk pangan. IPB. Bogor, 1-2 Desember 2004, Bogor.

Labuza,T.P. 1982. Shelf life dating of foods. Food and nutrition press inc., westport, connecticut. Dalam: Pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota L.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi (skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm

Labuza dan Schmidl.1985. Penetuan suhu pengujian umur simpan produk. Dalam: Modul II pendugaan waktu kadaluarsa (shelf life) bahan dan produk pangan. IPB. Bogor, 1-2 Agustus 2004: 16 hlm

Medikasari. 2005. Sifat fisik, sifat kimia dan amilograf tepung sukun pada berbagai tingkat kematangan sukun. Dalam: Pengaruh formulasi bahan makanan campuran (BMC) dari tepung sukun (Artocarpus communis) dan tepung kacang benguk (Mucuna pruriens L.) terhadap kandungan gizinya. (Skripsi). 2010. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung: 45 hlm

Mizrahi, S. and M. Karel. 1977. Accelerated stability test of moisture sensitive product im permeable package by programming rate of moisture content increase. Cc J. Food Sci. 42 (4) :458.

Mubarak, A.E. 2005. Nutritional composition and antinutritional factors of mung

bean seed (Paseolus aureuas as affected by some home traditional processes. J.Food Chemistry 89 :489-495.

(54)

Reynaldy, M. P. 2010. Pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota L.) dalam kemasan Alumunium foil dengan metode akselerasi (skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas IPB: 88 hlm

Rohima, S. 2010. Bahan pengemas pangan. bahan kuliah. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. IPB. Bogor. Dalam: Optimalisasi daya simpan BMC dari buah sukun (Artocarpus communis) dan kacang benguk (Mucuna prurien L). 2010. Laporan Pratikum. THP. Umiversitas Lampung. Lampung:12 hlm

Samsiar, D. 2010. Pengaruh formulasi bahan makanan campuran (BMC) dari tepung sukun, tepung kacang benguk germinasi dan susu skim terhadap sifat fisik, mikrobiologi, dan organoleptik (skripsi). Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung: 92 hlm

Setyani, S. Medikasari, and R. Adawiyah. 2010. Formulation of Weaning Food and Evaluation Protein Quality from Composite Flour of Breadfruit and Velvet Bean (Mucana pruriens L). Procceding International Seminar on Horticulture to Support Food Security 2010, 22-23 Juni 2010.

Siddhuraju and Becker. 2005. Nutritional and Antinutritional Composition, ini vitro Amino Acid Aviability, Starch Digestibility and Predicted Glicemic Index of Differrentially Processed Mucuna Beans (Mucuna pruriens var. utilis): an Under-utulised Legume. Food Chemistry 91:275-286

Soekarto, S. T.1981. Penelitian organoleptik. Dalam: Pengaruh formulasi bahan makanan campuran (BMC) dari tepung sukun, tepung kacang benguk germinasi dan susu skim terhadap sifat fisik, mikrobiologi, dan organoleptik (skripsi). 2010. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung: 92 hlm

Soekarto, S. T.1990. Penelitian organoleptik. pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota L.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi (skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm

Speigel, A.1992. Shelf life testing. Pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota L.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode Akselerasi (skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2005. Syarat mutu makanan pendamping air susu Ibu (MP-ASI) – Bagian 1 : Bubuk Instan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta: 138 hlm

(55)

campuran untuk anak balita. Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI. Yogyakarta: 425-431 hlm

Sutanto, I. 2010. Pengaruh formulasi bahan makanan campuran (BMC) dari tepung sukun (Artocarpus communis) dan tepung kacang benguk (Mucuna pruriens L.) terhadap kandungan gizinya. (skripsi). Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung: 45 hlm Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan monograf teknologi

pengemasan pangan. Dalam: pendugaan umur simpan keripik wortel (Daucus carota l.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi (skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm

Syarief, R dan Halid. 1993. Teknologi penyimpanan pangan. penerbit arcan. bandung. Dalam : Pendugaan umur simpan keripik wortel (daucus carota l.) dalam kemasan alumunium foil dengan metode akselerasi (Skripsi). 2010. FATETA. IPB. Bogor: 88 hlm

Widowati, Sri. 2003. Prospek tepung sukun untuk berbagai produk makanan olahan dalam upaya menunjang diversifikasi pangan. Pengaruh formulasi bahan makanan campuran (BMC) dari tepung sukun (artocarpus communis) dan tepung kacang benguk (Mucuna pruriens l.) terhadap kandungan gizinya (skripsi). 2010. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung: 45 hlm

Winarno, F.G. 1992. Kimia pangan dan gizi. Gramedia. Jakarta: 251hlm Winarno, F.G. 1995. Enzim pangan. Gramedia PU. Jakarta: 115 hlm

(56)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Sri Setyani, M.S. ...

Sekretaris : Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. ...

Penguji

Bukan pembimbing : Dr. Ir. Hi. Suharyono, M.S ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(57)

Judul Skripsi : PENDUGAAN UMUR SIMPAN BAHAN

MAKANAN CAMPURAN (BMC) DARI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) DAN TEPUNG KACANG BENGUK (Mucuna pruriens L.) GERMINASI PADA KEMASAN ALUMUNIUM FOIL DENGAN METODE AKSELERASI Nama Mahasiswa : RINI SAPUTRI

No. Pokok Mahasiswa : 0714051017

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Sri Setyani, M.S.

NIP 19531014 198303 2 003

Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. NIP 19670824 199303 2 002

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

(58)

Serahkanlah seluruh urusan kepada Allah,

niscaya kalian tergolong orang yang beruntung”

(hadist Rasulullah SAW)

.

“Berdoalah kamu sekalian kepada Alloh dengan

perasaan yakin akan dikabulkannya doamu.

Ketahuilah bahwasannya Allah SWT tidak akan

mengabulkan doa orang yang hatinya lalai dan

(59)

PERSEMBAHAN

KEPADA

MAMA DAN PAPA

SAUDARA-SAUDARAKU

(

MBA ALA, RINA, RESTI,BELA)

KELUARGA BESARKU

UNTUK SEMUA

KETULUSAN DAN KASIH

(60)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 8 September 1988 dan merupakan anak ke dua dari empat bersaudara pasangan Rahmad dan Sri Sulastri. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Darma Wanita PTP N VII Lampung, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Kedaton, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Bandar Lampung dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung. Pada bulan September 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Penyelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).

Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktik Umum di KPBS Pengalengan Bandung Selatan Jawa Barat dengan topik “Mempelajari Proses Uji Kualitas Susu Pasteurisasi Murni Di Koperasi Peternakan Bandung Selatan Jawa barat”. Pada

akhir masa akademik penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pendugaan Umur Simpan Bahan Makanan Campuran (BMC) Dari Tepung Sukun (Artocarpus communis) Dan Tepung Kacang Benguk (Mucuna pruriens L.) Germinasi Pada

Kemasan Alumunium Foil Dengan Metode Akselerasi”.

(61)
(62)

SANWACANA

Bismilahirohmanirohim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala karunia dan hidayah-Nya serta kekuatan yang diberiakan Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Sri Setyani, M.S. selaku pembimbing utama dan Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.S. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, saran, motivasi, kesabaran dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Hi. Suharyono, M.S. selaku pembahas atas saran, nasehat dan kritik

yang membangun selama penulis melakukan penulisan skripsi ini.

(63)

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Februari 2012

(64)

(Artocarpus communis) Dan Tepung Kacang Benguk Germinasi (Mucuna pruriens L.) Pada Kemasan Alumunium Foil Dengan Metode Akselerasi

Rini Saputri 0714051017

Bahan makanan campuran (BMC) antara sukun dan kacang benguk merupakan bahan hasil proses suplementasi yang dapat digunakan untuk melengkapi kandungan gizi pada balita, sebagai

pendamping ASI (MP-ASI). BMC MP-ASI dari tepung sukun dan kacang benguk memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi yaitu 12% protein dan 70% karbohidrat (Setyani dkk, 2010). Pengemasan BMC MP-ASI menggunakan kemasan alumunium foil merupakan salah satu usaha untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan nilai tambah BMC MP-ASI dari tepung sukun dan kacang benguk germinasi. Alumunium foil merupakan kemasan yang

mempunyai sifat tahan panas, kedap udara, permeabilitas yang rendah terhadap uap air, tidak korosif dan , kedap cahaya (Rohima, 2010).

Penelitian ini bertujuan menentukan umur simpan BMC dengan menggunakan kemasan alumunium foil. Penelitian ini menggunkan metode deskriptif dengan tiga perlakuan suhu penyimpanan yaitu 30˚C, 40˚C, dan 50˚C dalam inkubator untuk masing-masing suhu selama satu bulan (28 hari). Parameter yang di uji untuk menentukan umur simpan BMC adalah kadar air, kadar asam lemak bebas, aroma tepung, aroma bubur, warna tepung, warna bubur dan rasa bubur.

Gambar

Tabel 1.  Kandungan gizi biji benguk per 100 g bahan.
Gambar 2.
Tabel 2. Kandungan kimia buah sukun per 100 g bahan.
Tabel 3. Syarat mutu makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) – bagian 1 : bubuk instan (SNI 01-7111.1-2005)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Col-Ocolan merupakan mainan khas Desa Perante, Asembagus-Situbondo. Mainan yang terbuat dari kayu ini memiliki bentuk seperti ikan dan bidang permukaannya dihias

Eksplorasi perkembangan fisiologis alat pencernaan, khususnya usus halus, dengan mengukur kapasitas ribosomal pada ayam yang berasal dari pemeliharaan in situ merupakan

Arsitek yang mengemukakan konsep simbiosis adalah Kisho Kurokawa. Ada dua pendekatan konsep simbiosis yang digunakan, yaitu Symbiosis of History and Present dan Symbiosis

Abstrak : Penelitian Tindakan Kelas dengan 2 siklus untuk mengetahui Apakah Penerapan Permainan Lempar Tangkap Bola Tenis dapat Meningkatkan Prestasi Siswa Dalam Gerak

memperhatikan kegunaan ruang dan kebutuhan pengguna sesuai kriteria tertentu 7. Perancangan Interior Resort Hotel di Lokasi Wisata Rambut Monte kabupaten Blitar, mempunyai fungsi

1. Sebelum memulai pelajaran, praktikan sudah bisa menenangkan para siswa dan praktikan tahu kapan proses pembelajaran dalam keadaan kondusif. Namun, perlu

Islam bukanlah milik bangsa Arab, namun ia adalah sebuah tatanan kehidupan yang mengatur manusia untuk berprilaku baik yang dilaksanakan oleh keturunan

4-. Pemeriksaan untuk menentukan ineksi hepatitis $irus &amp; akut adalah : a. 0e$ersibel bila penyakit dasar ditangani  b. Pen'egahan renal osteodysthrophy dilakukan pada