ABSTRAK
KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI LATAR DALAM CERPEN
DEMI BU CAMAT KARYA YUSRIZAL K.W.SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
Mei Yusevan Sari
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuanmengidentifikasi latar
dalam cerpenDemi Bu Camat karya Yusrizal K.W. siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuanmengidentifikasi latar dalam cerpenDemi Bu Camat
karya Yusrizal K.W. siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, maksudnya penulis mendeskripsikan kemampuan siswa, yaitu kemampuan mengidentifikasi latar
dalam cerpenDemi Bu Camat Karya Yusrizal K.W. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.
penentuan sampel, peneliti menggunakan teknik cluster random sampling atau
pengambilan sampel secara acak. Data kemampuan mengidentifikasi latar dalam
cerpen diperoleh melalui tes tertulis dalam bentuk pemberian tugas, yaitu siswa diberi tugas mengidentifikasi latar dengan memanfaatkan cerpen Demi Bu Camat karya Yusrizal K.W.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan mengidentifikasi latar dalam
cerpenDemi Bu Camat karya Yusrizal K.W. siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 tergolong dalam kategori baik, berada pada
interval 75%-84%. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kemampuan siswa secara keseluruhan, yaitu 77,89. Kemampuan mengidentifikasi latar ditinjau dari menunjukkan latar tempat tergolong dalam kategori baik sekali dengan nilai
rata-rata 85. Kemampuan mengidentifikasi latar ditinjau dari menunjukkan latar sosial tergolong dalam kategori baik dengan nilai rata-rata 76,6 sedangkan kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen ditinjau dari menunjukkan latar waktu
tergolong dalam kategori cukup dengan nilai rata-rata 71,5.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan cabang seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa adalah bahan baku kesusastraan. Karya sastra yang indah bukan saja karena bahasanya yang beralun dan penuh irama, melainkan karena adanya dua unsur pembangun di dalamnya yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik merupakan unsur pembangun dari dalam suatu karya sastra tersebut sedangkan ekstrinsik merupakan unsur pembangun dari luar karya tersebut.
Sebagai salah satu unsur yang membangun dari dalam karya sastra itu, unsur intrinsik inilah yang menyebabkan karya sastra hadir melalui kepaduan antarberbagai unsur intrinsik, yaitu unsur-unsur yang dikemas dalam wujud struktur karya sastra yang terdapat dalam latar, tema, tokoh, dan alur. Unsur tersebut menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca atau pendengar.
nilai moral, nilai sosial, dan nilai-nilai keagamaan. Hal ini memberikan tanggapan bahwa sastra merupakan realitas sosial budaya. Kata realitas yang merupakan tekanan dari fiksi memiliki arti apa-apa yang terjadi (tetapi belum tentu terjadi) (Tarigan, 1985: 122).
Suatu karya fiksi harus terjadi pada suatu tempat dan dalam suatu waktu, seperti halnya dengan kehidupan ini juga berlangsung dalam ruang dan waktu. Fiksi adalah sebuah dunia dalam kata yang di dalamnya terjadi pada kehidupan, yakni kehidupan para tokoh dalam peristiwa-peristiwa tertentu. Jika dalam fiksi lama (klasik) tempat kejadian cerita dan tahun-tahun terjadinya cerita disebutkan secara panjang lebar dan kurang digarap sebagai elemen struktural fiksi yang penting, tidak demikian dengan fiksi modern. Di dalam fiksi modern, ruang dan waktu terjadinya
peristiwa digarap pengarang menjadi elemen cerita yang penting, yang terjalin erat dengan pengarang menjadi elemen lainnya, seperti dengan karakter dan plot. Oleh karena itu, pembaca fiksi modern hanya mengetahui kapan dan di mana suatu cerita terjadi tidaklah cukup.
Latar sebagai unsur intrinsik sastra berpengaruh dalam membentuk sebuah cerita. Unsur latar sangat penting dalam menciptakan sebuah cerpen. Dengan kejelasan latar seseorang akan mudah dalam mengapresiasi suatu karya sastra di mana dan bagaimana terjadinya sebuah cerita. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca dan menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1998:217).
kehidupan nyata. Siswa akan memperoleh manfaat dari karya sastra yang diapresiasinya, yakni membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, dan rasa serta menunjang pembentukan watak.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), silabus mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung terdapat butir yang menyebutkan salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa, yakni mengidentifikasi unsur intrinsik pada pembacaan cerpen. Salah satu indikator pembelajarannya yaitu dapat mengidentifikasi latar pada cerpen.
Tujuannya agar peserta didik memiliki kemampuan memahami unsur intrinsik suatu karya sastra dan mengetahui di mana, kapan dan status sosial para tokoh dalam cerita serta dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Unsur intrinsik dalam cerpen juga khususnya aspek latar sangat penting dipelajari agar dapat lebih memahami pesan yang ada di dalam cerpen.
Guru dapat memanfaatkan cerpen dalam proses pembelajaran, melalui cerpen, pengarang dapat menumpahkan pikirannya dengan bahasa yang menarik, penuh imajinatif, dan mengandung nilai-nilai kehidupan serta tak jarang ditemui cerpen yang dapat menghibur pembacanya. Latar sebagai unsur intrinsik sastra berpengaruh dalam membentuk sebuah cerita. Mengingat
pentingnya deskripsi latar yaitu untuk mengetahui bagaimana keadaan, pekerjaan, dan status sosial para tokoh dan fungsinya, selain itu agar siswa mampu memahami latar serta dapat mengidentifikasi waktu, tempat, dan suasana kejadian-kejadian dalam cerita. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang latar dalam cerpen karya Yurizal K.W.
mengakibatkan adanya tingkat sosial antara orang yang lebih tinggi status sosialnya dengan orang yang status sosialnya lebih rendah dalam masyarakat. Dengan cerpen tersebut, diharapkan pembaca khususnya siswa SMP Negeri 3 Bandar Lampung dapat menentukan tempat dan waktu kejadian dalam cerita serta dapat mengambil nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Pemilihan SMP Negeri 3 Bandar Lampung sebagai tempat penelitian karena SMP Negeri 3 Bandar Lampung adalah sekolah berstandar nasional dengan status akreditasi A dan termasuk salah satu SMP favorit di Bandar Lampung. Pemilihan SMP Negeri 3 Bandar Lampung juga disebabkan tempat penulis mengenyam bangku SMP di sekolah tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti kemampuan siswa SMP Negeri 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 dalam mengidentifikasi latar pada cerpen “Demi Bu Camat” karya Yusrizal K. W..
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu Camat” karya Yusrizal K. W. siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu Camat” karya Yusrizal K. W. siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.
1.4 Manfaat Penelitian
2. Menambah pengetahuan siswa SMP Negeri 3 Bandar Lampung dalam menggolongkan unsur-unsur latar dalam cerpen tersebut.
3. Informasi bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 3 Bandar Lampung tentang tingkat kemampuan siswa dalam menentukan latar dalam cerpen.
4. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan mahasiswa yang akan menjadi calon guru Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012.
2. Objek penelitian ini adalah kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu Camat” karya Yusrizal K. W.
3. Tempat penelitian dilakukan di SMP Negeri 3 Bandar Lampung.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kemampuan Mengidentifikasi
Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, keuletan, dalam mengungkapkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya (Poerwadarminta, 2000:628). Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Dapat diartikan pula bahwa kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Ketika seseorang melakukan berbagai tugas dalam satu pekerjaan dan dinilai oleh orang lain, maka dapat diketahui kemampuan yang dimiliki orang tersebut.
Mengidentifikasikan adalah menetapkan atau menentukan identitas (orang,benda, dsb),
memastikan, memutuskan,memberi batasan (Depdiknas, 2005:417). Taksonomi Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Cognitive Domain(Ranah Kognitif) merupakan salah satunya yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan pada aspek intelektual, seperti pengetahuan (Knowledge) yang berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, dan urutan. Jenis pertanyaan yang sesuai salah satunya adalah mengidenifikasi.
Kemampuan mengidentifikasi dapat dilihat dari proses belajar. Proses belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh pebelajar pada
saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik
yang terjadi di kelas maupun di luar kelas (Soedijarto, 1993: 94). Proses belajar yang berkualitas
merupakan kegiatan aktif pebelajar dalam membangun makna atau pemahaman sehingga
diperlukan dorongan kepada pebelajar dalam membangun gagasan. Oleh karena itu diperlukan
penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pebelajar untuk
belajar sepanjang waktu. Dengan adanya proses belajar yang berkualitas dan pebelajar yang
aktif, hal itu dapat memengaruhi kemampuan masing-masing pebelajar.
Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, yang melibatkan setiap kata, pikiran,
tindakan, dan sampai sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan
rancangan pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu berlangsung. Ini
berarti, dalam pembelajaran diharapkan dapat mengarahkan perhatian pebelajar ke dalam nuansa
proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Di dalam proses pembelajaran masih terdapat
kendala-kendala yang dihadapi siswa sehingga tujuan pembelajaran kurang tercapai. Adapun kendalanya yakni 1) pebelajar kurang respon tehadap pembelajaran yang diberikan, seperti kurang memperhatikan tugas yang diberikan, 2) pebelajar malas berpikir kreatif terhadap tugas yang diberikan, 3) pebelajar kurang termotivasi sehingga cenderung tidak sungguh-sungguh mengerjakan tugas yang diberikan, dan 4) Keadaan internal dan eksternal kelas juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran, seperti ribut, cuaca panas sehingga keadaan kelas menjadi tidak nyaman dan tidak kondusif.
Untuk itu diperlukan membangun ikatan emosianal dengan pebelajar, yaitu dengan menciptakan
kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal ini merupakan
faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Studi-studi
menunjukkan bahwa pebelajar lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang,
berhubungan dengan bahan pelajaran, hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dari
masing-masing pebelajar, dari kemampuan yang dimiliki pebelajar yang cenderung kurang menjadi lebih
baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman terhadap fenomena belajar dan pembelajaran,
sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif dan efesien (Walberg, 1997 dalam Deporter,
B., 2002: 23).
2.2 Pengertian Cerita Pendek (Cerpen)
Cerita pendek atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan short story, merupakan satu karya sastra yang sering kita jumpai di berbagai media massa. Bentuk cerpen adalah bentuk yang paling banyak digemari dalam dunia kesusastraan Indonesia. Bentuk ini tidak saja digemari oleh para pengarang yang dengan sependek itu bisa menulis dan mengutarakan kandungan pikirannya. Pembaca yang ingin menikmati hasil sastra tidak usah mengorbankan terlalu banyak waktu. Dalam satu jam saja seseorang bisa menikmati sebuah cerpen (Ajip Rosidi, 1968:11). Cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan baik diri sendiri ataupun orang lain yang memberikan kesan pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi oleh hal-hal yang tidak perlu (Notosusanto dalam Tarigan, 1985:176). Cerita pendek adalah karangan nasihat yang bersifat fiktif yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan pelakunya relatif singkat tetapi padat (Susanto dalam Tarigan, 1985:176).
Cerita pendek adalah cerita yang hanya menceritakan satu peristiwa dari seluruh kehidupan pelakunya (Asul Wiyanto, 2005:77). Secara umum dapat penulis simpulkan bahwa cerita pendek adalah karangan narasi yang bersifat fiktif yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan pelakunya yang memberikan kesan pada jiwa pembaca relatif singkat tetapi padat.
Masih banyak orang belum mengetahui ciri-ciri sebuah cerita pendek. Mengenai hal tersebut, di bawah ini penulis kemukakan ciri-ciri sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut.
1. Ceritanya pendek, bersifat rekaan (fiction), dan bersifat naratif. 2. Singkat, padu, dan intensif.
3. Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak. 4. Bahasa cerita pendek harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
5. Cerita Pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan, dan baru menarik pikiran pembaca.
7. Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
8. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita. 9. Cerita pendek harus mempunyai pelaku utama.
10. Cerita pendek harus satu efek atau kesan yang menarik. 11. Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
12. Cerita pendek memberikan impresi tunggal. 13. Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek. 14. Cerita pendek menyajikan satu emosi.
15. Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 (Tarigan, 1984:177).
Mengadakan pembagian atau klasifikasi terhadap cerpen dapat dilakukan dari berbagai sudut pandangan. Adapun pembagian cerpen sebagai berikut.
2.2.2.1 Berdasarkan Jumlah Kata
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung oleh cerpen maka dapatlah dibedakan menjadi 2 tipe, yakni:
1. cerpen yang pendek (short short story).
Cerpen dengan jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata
maksimum 5000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca dalam waktu kira-kira seperempat jam.
2. cerpen yang panjang (long short story).
Cerpen yang jumlah katanya mencapai 5000 sampai 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca kira-kira setengah jam.
2.2.2.2 Berdasarkan Nilai Sastra
Setelah membaca cerita pendek, maka dapat diketahui cerpen yang benar-benar bernilai sastra, yaitu memenuhi norma-norma yang dituntut oleh seni sastra, dan di samping itu ada pula beberapa yang tidak bernilai sastra, tetapi lebih ditunjukkan untuk menghibur saja. Klasifikasi cerpen tersebut dibedakan menjadi 2 tipe, yakni.
1. Cerpen Sastra
Cerpen yang isinya mengandung sastra, biasanya terfokus pada satu tema dengan plot dan jalan cerita yang sangat jelas. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta).
Cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot (alurnya) tidak terstruktur dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat
kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat
dipahami.
Memang sulit membuat batas yang tegas antara cerpen sastra dengan cerpen hiburan, karena cerpen sastrapun mungkin pula mengandung hiburan, dan cerpen hiburan pula mengandung sastra. Dari buku atau majalah yang memuat cerpen itu dapat diketahui termasuk jenis mana cerpen tersebut. Di Indonesia misalnya, cerpen-cerpen yang dimuat dalam majalah-majalah: Indonesia, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Cerita Pendek Horison, Budaya Jaya, adalah
cerpen sastra, dan yang dimuat dalam majalah Terang Bulan dan sejenisnya, adalaha cerpen hiburan (Tarigan, 1984:178).
2.2.3 Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur intrinsik cerpen adalah unsur yang membangun kelengkapan dan keutuhan sebuah cerpen. Adapun unsur-unsur intrinsik cerpen sebagai berikut.
1. Tema
Tema adalah ide sebuah cerita yang diyakini dan dijadikan sumber cerita. Tema dalam karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Pengalaman yang dibeberkan cerita harus mempunyai permasalahan. Macam tema banyak sekali sebab
2. Plot/alur
Unsur yang sangat menonjol dalam karya fiksi adalah jalannya cerita. Fiksi di mulai dengan menceritakan suatu keadaan, keadaan itu mengalami perkembangan dan pada akhirnya ditutup dengan sebuah penyelesaian. Jadi pola cerita selalu perkenalan, keadaan,
perkembangan penutup. Alur merupakan rangkaian peristiwa yang membentuk suatu cerita. Peristiwa-peristiwa tersebut saling berhubungan secara runtut sehingga terjalin suatu cerita yang bulat.
Alur dibagi menjadi 3 yaitu
1. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutanwaktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus.
2. Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback).
3. Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.
3. Penokohan
Penokohan disebut juga perwatakan. Perwatakan atau karakteristik adalah pemberian sifat pada pelaku-pelaku cerita. Sifat yang diberikan itu akan tercermin pada pikiran dan perbuatan, ucapan, dan pandangannya terhadap sesuatu. Sifat inilah yang membedakan tokoh satu
dengan yang lainnya.
4. Latar atau Setting
Latar (setting) adalah tempat, waktu, suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita
1. Latar Waktu
Latar waktu adalah keterangan tentang kapan peristiwa dalam cerpen itu terjadi.
Misalnya, pagi hari, siang hari, atau malam hari. Dapat juga mengacu pada bulan, tahun, atau periode sejarah.
2. Latar Tempat
Latar tempat menunjukkan keterangan tempat peristiwa itu terjadi. Misalnya di rumah, di dalam bus, di halaman, atau di Jakarta.
3. Latar Suasana
Latar suasana menggambarkan suasana peristiwa yang terjadi. Misalnya suasana gembira, sedih atau romantis.
5.Sudut Pandang/Point of View
Sudut Pandang/Point of View adalah visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Ada 4 macam sudut pandangan pencerita, yakni: 1. sudut pandangan yang mahakuasa, seluruh cerita dituturkan pengarang seolah dia maha tahu
segalanya.
2. sudut pandangan orang pertama, pengarang memilih seorang tokoh saja yang mengetahui seluruh cerita. Pengarang biasanya menggunakan gaya “aku” untuk bercerita.
3. sudut pandangan peninjau, pengarang memilih salah satu tokohnya untuk diikuti ceritanya. Lazim juga disebut dengan gaya “dia”.
Gaya adalah ciri khas pengarang, baik dari segi bahasa maupun tema cerita. Setiap pengarang biasanya mempunyai gayanya sendiri. Pengarang yang religius akan tampak dalam
karangannya. Pengarang yang matang dalam kehidupan akan menghasilkan karangan yang penuh dengan filosofi kehidupan. Pengarang remaja biasanya mengungkapkan kehidupan atau problema remaja dalam cerita.
7. Amanat
Tiap cerita ditulis dengan maksud tertentu. Suasana cerita dan lewat dialog-dialog menegaskan maksud pengarang. Amanat atau tujuan pengarang terkadang tampil secara tersirat juga kadang dengan lugas ditampilkan lewat dialog-dialognya.
2.2.4 Unsur Ekstrinsik Cerpen
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra.
Unsur ekstrinsik meliputi:
1. nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, sosial, ekonomi). 2. latar belakang kehidupan pengarang.
3. situasi sosial ketika cerita itu diciptakan.
2.3 Latar
karakter seorang tokoh tidak terlepaskan dari waktu dan tempat tokoh bertindak (Nurgiyantoro, 1998:216).
Untuk memahami suatu latar dalam cerpen, siswa harus mampu menguasai ke-terampilan berbahasa, yaitu keterampilan membaca. Membaca itu sendiri merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan untuk memperoleh tempat dan waktu suatu kejadian dalam cerita serta untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Informasi yang diperoleh pembaca semakin baik jika pembaca mempunyai kemampuan yang lebih baik. Dalam menentukan latar siswa juga harus menguasai keterampilan menyimak.
Menyimak adalah suatu proses. Proses itu sangat rumit dan terbagi pula atas beberapa fase. Perlu diketahui bahwa setiap fase itu hampir bersamaan terjadinya atau lebih cepat terjadinya secara berurutan dalam selang waktu yang relatif singkat.
2.3.1 Pengertian Latar
Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung. Latar mencakup tempat dalam waktu dan kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dari kegiatan itu. Latar acapkali sangat penting dalam memberi sugesti akan ciri-ciri tokoh, dan dalam menciptakan suasana suatu karya sastra. Semua ini selalu dikembangkan dengan pemerian atau deskripsi (Tarigan, 2008:164).
Latar atau setting disebut juga dengan landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1998:216). Jadi, latar (setting) adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana, kapan dan lingkungan sosial suatu kejadian dalam suatu cerita berlangsung. Latar mencakup tempat dalam waktu dan kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dari cerita tersebut.
Tiap-tiap karya sastra mengambil tempat dalam suatu latar tertentu yang terdiri dari daerah pemukiman (rumah, masyarakat, wilayah, negara) dan kepercayaan-kepercayaan serta nilai-nilai (sosial, moral, ekonomi, politik, psikologis) dari orang-orang yang tinggal di situ. Dalam satu dua karya, kalaupun ada latarnya tidak begitu berarti, tetapi kepentingannya mungkin sekali beraneka ragam bergantung pada maksud dan tujuan kepercayan seorang pengarang bahwa lingkungan membayangkan, menentukan serta mengawasi kehidupan manusia atau bahwa suatu karya akan menggambarkan sikap serta moral orang-orang.
2.3.2 Hubungan Latar dengan Unsur Intrinsik yang Lain
tokoh. Akan tetapi latar yang mendapat penekanan dan dilengkapi dengan sifat-sifat khasnya sangat memengaruhi pengaluran dan penokohan. Perbeedaan latar baik yang menyangkut
hubungan tempat, waktu, dan sosial akan memengaruhi pengaluran dan penokohan (Nurgiantoro, 1994:225).
Antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar akan mempengaruhi Sifat-sifat tokoh. Jadi Sifat-sifat tokoh akan dibentuk oleh latarnya. Status sosial tokoh juga berpengaruh dalam penokohan. Pengangkatan tokoh dari kelas sosial rendah akan berbeda dengan tokoh dari kelas sosial tinggi.
Penokohan dan pengaluran memang tidak hanya ditentukan oleh latar, namun peranan latar tetap diperhitungkan supaya tidak terjadi ketidakseimbangan antara latar dengan penokohan yang menyebabkan cerita kurang wajar dan kurang meyakinkan.
Jadi, latar yang baik adalah latar yang dapat menopang penokohan. Penunjukan latar dalam karya sastra akan mempengaruhi sifat tokoh. Jafi, sifat tokoh akan dipengaruhi oleh latarnya. Selain itu, latar itu harus dapat menopang alur dan gaya bahasa. Gaya bahasa pengarang yang digunakan dalam mengungkapkan latar dalam ceritanya akan berfungsi sebagai suatu proyeksi keadaan internal tokoh.
2.3.3 Unsur Latar
Unsur latar fiksi secara garis besar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni tempat, waktu, sosial, atau keadaan. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
Unsur-unsur latar meliputi: 2.3.3.1 Latar Tempat
Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadi peristiwa yang dibicarakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu cerita terjadi. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal yang mungkin dapat berpengaruh pada tokoh dan karakteristiknya. Misalnya saja tingkah laku dan tata nilai masyarakat yang tinggal di desa berbeda dengan yang tinggal di kota. Tempat-tempat yang berupa desa, jalan, laut, rumah, dan lain-lain tentu memiliki ciri khas yang memadainya. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis penting untuk mengesani pembaca seolah-olah yang diceritakan itu sungguh ada dan terjadi, yaitu di tempat dan waktu yang diceritakan itu.
Contoh latar tempat adalah sebagai berikut:
…aneh sekali, ketika dunia mengerutkan kening karena laju pertumbuhan penduduk yang mengerikan, Kota Ningi malah makin lama makin berkurang penduduknya. Ketika aku membongkar-bongkar arsip catatan tahun 1974 menunjukkan jumlah 688.771 orang, namun ketika aku menghitungnya kembali pada tahun1979 ternyata ternyata penduduknya sudah menjadi 329.271 orang. Kemana yang 359.500 orang itu pergi? (Kota Ningi, 2002: 83-83).
Penggunaan latar dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat memiliki karakteristiknya sendiri yang membedakannya dengan yang lain, jika terjadi ketidaksesuaian deskripsi antara keadaan tempat secara realistis menyebabkan karya yang bersangkutan kurang meyakinkan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi, yaitu di tempat (dan waktu) seperti yang diceritakan itu.
Unsur latar sebagai bagian keseluruhan karya dapat jadi dominan dan koherensif, namun hal itu lebih ditentukan oleh unsur latar yang lain. Ketidakjelasan menunjukkan tempat dapat juga mengisyaratkan bahwa peristiwa yang diceritakan dapat terjadi di tempat lain sepanjang memiliki sifat khas latar sosial (dan waktu) yang mirip. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur yang lain sehingga semuanya saling mengisi. Keberhasilan penampilan unsur latar itu sendiri antara lain dilihat dari segi koherensinya dengan unsur fiksi yang lain dan tuntutan cerita secara keseluruhan.
2.3.3.2 Latar Waktu
waktu dapat ditinjau dari jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakanginya.
Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berupaya memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan atau kesejahteraan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi.
Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat dan sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu. Misalnya, Gunung Kidul tahun 1950-an seperti dalam cerpen Gunung Kidul karya Nugroho, tentunya tidak sama dengan Gunung Kidul dewasa ini. Ceritanya mungkin sekali tidak bisa lagi diterapkan dalam waktu kini walau untuk lokasi yang sama sekalipun. Ketidaksesuaian antara deskripsi tempat dengan perkembangan waktu pun menyebabkan adanya “anakronisme”. Anakronisme adalah adanya ketidaksesuaian dengan urutan (perkembangan) waktu dalam sebuah cerita. Dalam sebuah cerita fiksi yang mengandung anakronisme terjadi kekacauan dan kerancuan penggunaan waktu.
2.3.3.3 Latar Sosial
kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Status tokoh fiksi di dalam kehidupan sosialnya dapat
digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar sosial menengah kebawah atau rendah, latar sosial menengah ke atas atau tinggi.
Jika untuk mengangkat latar tempat ke dalam karya fiksi pengarang perlu menguasai medan, hal itu juga berlaku untuk latar sosial. Ini mencakup unsur tempat, waktu, dan sosial budaya sekaligus. Di antara ketiganya unsur latar sosial memiliki peranan yang cukup menonjol. Hal ini karena deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai deskripsi latar tempat sekaligus latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan.
Tentu saja tidak selalu ketiga deskripsi latar tersebut memberikan kontribusi yang memadai bagi pembentukkan karakter tokoh, tetapi kita tidak bisa mengabaikan bahwa cukup banyak pengarang yang memerhatikan deskripsi latar dalam fiksinya untuk mengendapkan karakter tokoh.
Hal-hal tersebut yang telah dikemukakan mengarahkan kepada kita pada simpulan bahwa paling tidak terdapat empat unsur yang membentuk latar fiksi, yaitu (1) lokasi geografis, termasuk di dalamnya gambaran pemandangan bahkan detail interior sebuah ruangan (2) pekerjaan dan cara hidup tokoh sehari-hari (3) waktu terjadinya peristiwa/tindakan (4) lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-tokohnya.
Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi, ia berada dalam
tersebut dalam satu kepaduan jelas akan menyarankan pada makna yang lebih khas dan meyakinkan daripada secara sendiri-sendiri. Ketepatan latar sebagai salah satu unsur fiksi pun tak dilihat secara terpisah dari berbagai unsur yang lain, melainkan justru dari
kepaduan dan koherensinya dengan keseluruhan (Nurgiyantoro,1998:227).
2.3.4 Tipe Latar
Biasanya latar suatu fiksi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu neutral setting ‘latar netral’ dan spiritual setting ‘latar spiritual’. Perbedaan ini merupakan perbedaan teknis karena jarang
dijumpai latar yang hanya bersifat netral atau spiritual saja.
Kadang kita jumpai latar pada sebuah fiksi dengan porsi lebih sedikit daripada suatu hal yang merefleksikan kebenarannya, dalam kasus ini pengarang lebih terfokus pada tokoh dan karakternya, sedangkan latar hanya diciptakan secukupnya.
2.3.4.1 Latar Netral (Neutral Setting)
Pengarang yang piawai akan selalu berupaya jika perhatiannya juga tercurahkan untuk menggarap latar fiksinya melalui pengamatan dan penggambaran yang tepat dan hati-hati, sehingga pembaca akan menyadari adanya kompleks nilai-nilai yang saling berbenturan, yang mungkin bersatu pada suatu tempat dan waktu.
Latar netral tak memiliki dan tak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar. Sifat yang ditunjukkan latar netral lebih merupakan sifat umum terhadap hal yang sejenis, misalnya desa, kota, hutan, pasar sehingga dapat berlaku di mana saja. Artinya jika tempat-tempat tersebut dipindahkan (diganti namanya). Hal itu akan mempengaruhi pemplotan dan penokohan. Hal yang sama dapat juga berlaku untuk latar waktu dan hubungan sosial.
Dalam latar netral kadang-kadang kita tidak tahu cerita terjadi di mana, kapan dan lingkungan sosial yang mana. Dengan demikian, latar tak bersifat fungsional, tak terjalin secara koherensif dengan unsur fiksi yang lain. Namun, hal itu tak harus berarti
melemahkan karya fiksi yang bersangkutan. Mungkin sekali pengarang sengaja tak berniat menonjolkan unsur latar dalam karya itu,melainkan lebih menekankan unsur yang lain khususnya alur atau tokoh.
Latar tidak hanya merupakan suatu latar yang statis tempat kejadian, tindakan dan peristiwa berlangsung membentangkan dirinya, tapi juga bersifat dinamis. Dia mampu mendorong dirinya masuk kedalam tindakan, memengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut, sampai akhirnya latar dapat nampak mengangkat peran karakternya.
Latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang berisfat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Hal-hal inilah yang disebut dengan latar spiritual (spiritual setting). Jadi latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. Latar spiritual dalam fiksi, khususnya karya-karya fiksi Indonesia, pada umumnya dihadirkan bersama dengan latar fisik. Hal itu akan memperkuat kehadiran, kejelasan, dan kekhususan latar fisik yang bersangkutan.
Latar spiritual adalah latar yang hanya mengumpulkan atau mengisyratkan nilai-nilai tertentu seperti tampak pada pelukisan latar pedesaan karya-karya Ahmad Tohari, baik kubah maupun trilogi spiritualnya, yang menunjukkan bagaimana pranata nilai
1
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode
yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah dengan
cara mengumpulkan data, menyusun data, menganalisis, dan
menginterpretasikannya.
3.2 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3
Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012, yang berjumlah 258 orang yang
tersebar dalam delapan kelas. Perinciannya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Jumlah Populasi Penelitian
Kelas Jumlah Siswa
VII.A 33
VII.B 33
VII.C 33
VII.D 32
VII.E 32
VII.F 33
VII.G 31
VII.H 31
Jumlah 258
2
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti oleh peneliti (Arikunto,
2002: 109). Mengingat jumlah populasi lebih dari 100 siswa, peneliti hanya
mengarah pada sampel. Untuk mengambil sampel, penulis mengacu pada
pendapat Arikunto (2002: 112) yang menyatakan apabila jumlah subjeknya besar
dapat diambil antara 10% sampai dengan 15% atau 20% sampai 25% atau lebih
bergantung pada kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana, sempit
luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, dan besarnya resiko yang
ditanggung oleh peneliti.
Dalam pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan propotional cluster random samplingatau teknik random sampling (sampel acak). Sampel random sampling dilakukan dengan cara mengadakan undian. Pada kertas kecil-kecil kita tuliskan nomor subjek sebanyak jumlah populasi, yaitu 258 orang, satu nomor untuk setiap kertas kemudian kertas digulung. Selanjutnya kita mengambil kertas tersebut sebanyak sampel yang telah ditentukan. Karena jumlah populasi yang lebih dari 100 dalam pengambilan sampel tidak menggunakan perhitungan statisktik. Berdasarkan hal tersebut, sampel diambil sebesar 10% dari jumlah siswa setiap kelas sehingga sampelnya berjumlah 24 siswa. Berikut ini tabel perhitungan sampel dari jumlah siswa.
3
Kelas Jumlah Siswa 10% dari jumlah siswa Sampel yang ditetapkan
VII.A 33 3,3 3
VII.B 33 3,3 3
VII.C 33 3,3 3
VII.D 32 3,2 3
VII.E 32 3,2 3
VII.F 33 3,3 3
VII.G 31 3,1 3
VII.H 31 3,1 3
Jumlah 24
3.4 Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan berupa hasil kerja siswa. Cerpen yang
digunakan adalah cerpen “Demi Bu Camat” karya Yusrizal K.W. sebagai alat
untuk memperoleh sumber datanya. Alasan penulis memilih cerpen tersebut
karena cerita tersebut sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Kesenjangan
sosial mengakibatkan adanya tingkat sosial antara orang yang lebih tinggi status
sosialnya dengan orang yang status sosialnya lebih rendah dalam masyarakat.
Dengan cerpen tersebut, diharapkan pembaca khususnya siswa SMP Negeri 3
Bandar Lampung dapat menentukan tempat dan waktu kejadian dalam cerita serta
dapat mengambil nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari 24 siswa yang dijadikan sampel
dalam penelitian yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2011/2012.
4
Untuk memperoleh data yang diinginkan maka peneliti menggunakan teknik tes.
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok,
mengukur keterampilan, dan pengetahuan intelegensi (Arikunto, 2010:193).
Bentuk tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bentuk tes tertulis, terdiri
atas soal esai (uraian) yang berisi tentang latar, meliputi latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial. Soal esai (uraian) berfungsi untuk mengukur hasil belajar yang
kompleks, seperti kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, memahami,
memecahkan masalah dan menerapkan sesuatu. Dalam wktu 80 menit siswa
diperintahkan untuk membaca dan memahami cerpen “Demi Bu Camat” karya
Yusrizal K.W. serta dilanjutkan mengerjakan tes kemampuan mengidentifikasi
latar tempat, waktu, dan suasana.
3.6Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan penulis dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.
1. Mengoreksi hasil tes mengidentifikasi latar dalam cerpen pada sampel
terpilih. Dalam hal ini penulis menggunakan dua penskor yang
dimaksudkan agar skor yang diperoleh siswa benar-benar objektif. Adapun
penskor pertama adalah penulis (penskor1) dan penskor kedua adalah
teman sejawat bernama Shinta Putrie, S.Pd., dari Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Indonesia.
2. Memberikan skor per siswa berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.
5
Tabel 3 Indikator Penilaian dan Skor Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen “Demi Bu Camat” Karya Yusrizal K. W.
No. Indikator Deskriptor penilaian skor Skor maksimal 1. Dapat menunjukkan
latar tempat dalam cerita.
Menunjukkan latar tempat dengan tepat, lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita diuraikan secara terperinci.
Menunjukkan latar tempat dengan tepat, lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita tidak terperinci.
Menunjukkan latar tempat tidak tepat, lokasi
terjadinya peristiwa dalam cerita diuraikan secara terperinci.
Menunjukkan latar tempat tidak tepat, lokasi
terjadinya peristiwa dalam cerita tidak diuraikan secara terperinci. 4 3 2 1 4
2. Dapat menunjukkan latar waktu dalam cerita.
Menunjukkan latar waktu dengan tepat, waktu peristiwa dalam cerita diuraikan secara terperinci.
Menunjukkan latar waktu dengan tepat, waktu peristiwa dalam cerita diuraikan tidak terperinci.
Menunjukkan latar waktu tidak tepat, waktu
peristiwa dalam cerita diuraikan secara terperinci.
Menunjukkan latar waktu tidak tepat, waktu
[image:32.595.118.521.147.756.2]6
3. Ketepatan
menunjukkan latar sosial dalam cerita.
Menunjukkan latar sosial dengan tepat, status sosial tokoh dalam cerita
diuraikan secara terperinci.
Menunjukkan latar sosial dengan tepat, status sosial tokoh dalam cerita
diuraikan tidak terperinci.
Menunjukkan latar sosial tidak tepat, status sosial tokoh dalam cerita
diuraikan secara terperinci.
Mampu menunjukkan latar sosial tidak tepat, status sosial tokoh dalam cerita tidak diuraikan secara terperinci. 4 3 2 1 4
Kisi-kisi pengumpulan data dalam memahami latar, dapat dilihat pada tabel
[image:33.595.111.517.101.381.2]berikut.
Tabel 4 Kisi-Kisi Pengumpulan Data Memahami Latar
No.
Soal Latar Tempat Latar Waktu Latar Sosial
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jumlah 3 3 3
3. Menentukan rata-rata kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen
7
Keterangan:
X = Skor rata-rata
=Jumlah skor hasil kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen N =Jumlah skor maksimal.
4. Menentukan kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu
Camat” karya Yusrizal K. W. siswa kelas VII SMP Negeri 3 Bandar
lampung tahun pelajaran 2011/2012. Tingkat kemampuan
mengidentifikasi latar dalam cerpen berdasarkan tolok ukur penilaian
[image:34.595.103.517.414.525.2]dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5 Tolok Ukur Penilaian Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen “Demi Bu Camat” Karya Yusrizal K. W.
Interval Presentasi Tingkat Kemampuan Keterangan
85%-100% Baik Sekali
75%-84% Baik
60%-74% Cukup
40%-59% Kurang
0%-39% Sangat Kurang
KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI LATAR DALAM CERPEN DEMI BU CAMAT KARYA YUSRIZAL K.W. SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
(Skripsi)
Oleh
Mei Yusevan Sari 0813041031
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI LATAR DALAM CERPEN DEMI BU CAMAT KARYA YUSRIZAL K.W. SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 3BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
Mei Yusevan Sari
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK ... ii
HALAMAN JUDUL ... iv
PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
MOTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
SANWACANA ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian ... 5
1.5 Ruang Lingkup ... 6
II. LANDASAN TEORI. ... 7
2.1Kemampuan Mengidentifikasi ... 7
2.2 Pengertian Cerita Pendek (cerpen) ... 9
2.2.1 Ciri-Ciri Cerita Pendek ... 10
2.2.2 Pembagian Cerpen ... 11
2.2.2.1 Berdasarkan Jumlah Kata ... 11
2.2.2.2 Berdasarkan Nilai Sastra ... 12
2.2.3Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen ... 13
2.2.4Unsur Ekstrinsik Cerpen ... 16
2.3Latar ... 16
2.3.1 Pengertian Latar ... 17
2.3.2 Hubungan Latar dengan Unsur Intrinsik yang Lain ... 19
2.3.3 Unsur Latar ... 20
2.3.3.1 Latar Tempat ... 20
2.3.3.2 Latar Waktu ... 22
2.3.3.3 Latar Sosial ... 23
2.3.4 Tipe Latar ... 25
2.3.4.1 Latar Netral ... 25
2.3.4.2 Latar Spiritual ... 27
III. METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Desain Penelitian ... 28
3.3 Sampel ... 29
3.4 Sumber Data ... 30
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.6 Teknik Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL DAN BAHASAN PENELITIAN ... 35
4.1 Hasil Penelitian ... 35
4.1.1 Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Ditinjau dari Indikator Menunjukkan Latar Tempat ... 36
4.1.2 Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Ditinjau dari Indikator Menunjukkan Latar Waktu ... 37
4.1.3 Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Ditinjau dari Indikator Menunjukkan Latar Sosial ... 38
4.2 Bahasan Penelitian ... 39
4.2.1 Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Ditinjau dari Indikator Menunjukkan Latar Tempat ... 43
4.2.2 Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Ditinjau dari Indikator Menunjukkan Latar Waktu ... 49
4.2.3 Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Ditinjau dari Indikator Menunjukkan Latar Sosial ... 55
4.2.4 Tingkat Keseluruhan Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen “Demi Bu Camat” Karya Yusrizal K.W. Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 ... ... 62
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Simpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
68
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta: bumi Aksara.
2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Budianta, Melani. 2006. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera.
Darmawati, Uti. 2009. Bahasa Indonesia Untuk SMA. Klaten: Intan Pariwara.
Depdiknas. 2001. Pedoman umum Ejaan Bahasa. Bandung: Yrama Widia.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2011. Media Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (Bahan Ajar). Bandar Lampung: Kementerian Pendidikan Nasional RI, FKIP Unila.
Nawawi, Hadari dan Martini Mimi. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengakajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2001. Penilaian dan Pengajaran Bahasa Indonesia dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Sayuti, Suminto A. 1997. Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.
69
Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar. Yogyakarta: Ardana Media.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
2008. Menulis Sebagai Suatu Ketererampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Jumlah Populasi Penelitian ... 28 2 Sampel Penelitian ... 30 3 Indikator Penilaian dan Skor Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu Camat karya Yusrizal K. W... 32 4 Kisi-Kisi Pengumpulan Data Memahami Latar ... 33 5 Tolak Ukur Penilaian Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat karya Yusrizal K. W. ... 34 6 Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi
Bu Camat Karya Yusrizal K.W. Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 35 7 Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Tempat ... 36 8 Hasil Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu Camat
Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Waktu ... 37 9 Hasil Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Sosial ... 38 10 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 40 11 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Tempat ... 43 12 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat KaryaYusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Waktu ... 49 13 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Jumlah Populasi Penelitian ... 28 2 Sampel Penelitian ... 30 3 Indikator Penilaian dan Skor Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu Camat karya Yusrizal K. W... 32 4 Kisi-Kisi Pengumpulan Data Memahami Latar ... 33 5 Tolak Ukur Penilaian Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat karya Yusrizal K. W. ... 34 6 Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi
Bu Camat Karya Yusrizal K.W. Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 35 7 Hasil Tes Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Tempat ... 36 8 Hasil Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu Camat
Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Waktu ... 37 9 Hasil Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Sosial ... 38 10 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 ... 40 11 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Tempat ... 43 12 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat KaryaYusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Latar Waktu ... 49 13 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen Demi Bu
Camat Karya Yusrizal K.W. Ditinjau dari Indikator Menunjukkan
Judul Skripsi :KemampuanMengidentifikasiLatardalamCerpenDemi Bu
CamatKaryaYusrizal K.W.SiswaKelas VII SMP Negeri 3 Bandar
Lampung TahunPelajaran 2011/2012
Nama : Mei Yusevan Sari
Nomor Pokok Mahasiswa : 0813041031
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas : KeguruandanIlmuPendidikan
MENYETUJUI
1. KomisiPembimbing
Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. Drs. KahfieNazaruddin, M.Hum. NIP 195907221986031003 NIP 196101041987031004
2. Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni
MOTO
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlahsabardanshalatmusebagaipenolongmu, sesungguhnya
Allahbeserta orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah: 153)
Jangantundasampaibesokapa yang bisadikerjakanhariini.
(Benjamin Franklin)
Tujuandariilmuadalahmengamalkannya, makailmu yang hakikiadalah yang
terefleksikandalamkehidupan, bukannya yang bertengger di kepala.
i
Judul Skripsi : Kemampuan Mengidentifikasi Latar dalam Cerpen
Demi Bu Camat Karya Yusrizal K.W. Siswa Kelas
VII SMP Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012
Nama Mahasiswa : Mei Yusevan Sari
No. Pokok Mahasiswa : 0813041031
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum.
NIP 195907221986031003 NIP 196101041987031004
2. Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni
ii
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. ...
Sekretaris : Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Edi Suyanto, M.Pd. ...
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur atas nikmat pendidikan yang telah Tuhan Yang Maha Esa berikan,
makadenganketulusan dan kerendahanhatikupersembahkan karya ini kepada
1. ibu dan bapak tercinta, yang senantiasa memberikan doa, cinta, dan pengorbanan;
2. kakak-kakakku yang telah memberikan doa, motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti;
3. keluarga besarku, atas motivasi yang telah diberikan dan doa yang terus terucap untuk
keberhasilanku;
4. sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani, memberikan dukungan dan
doanya untuk keberhasilanku, terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu
yang kita lalui bersama;
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 1 Mei 1990. Penulis adalah anak kelima dari pasangan
Sajuman dan Nurhaeti.
Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar di SDNegeri 3 Talang pada 1996 dan selesai pada
2002. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Bandar
Lampung pada 2005. Jenjang pendidikan selanjutnyaadalah Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 4 Bandar Lampung, diselesaikan pada 2008.
Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pengalaman mengajar didapatkan penulis ketika melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan
SANWACANA
Penulis bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Pembimbing I, yang tak henti-hentinya
memberikan dorongan, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan
skripsi ini;
2. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku Pembimbing II sekaligus
Pembimbing Akademik penulis, yang telah memberikan petunjuk, saran, dan
bimbingan kepada penulis;
3. Dr. Edy Suyanto, M.Pd., selaku Penguji bukan pembimbing, yang telah
mem-berikan bimbingan, nasihat, dan saran kepada penulis sertaselaku Ketua
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas
Lampung;
4. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
FKIP Universitas Lampung;
5. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;
6. Bapak dan Ibu dosen FKIP Universitas Lampung yang telah membekali
7. Bapak dan Ibu staf administrasi FKIP Unila;
8. Drs. Bahrunsyah, M.Pd., selaku kepala SMP Negeri 3 Bandar Lampung yang
telah memberikan izin penelitian sehingga penelitian ini dapat terlaksana
dengan baik;
9. Dra. Meilastutik, selaku guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 3 Bandar
Lampung sekaligus sebagai guru pendamping yang telah membimbing dan
mambantu dalam pelaksanaan penelitian;
10. Bapak dan Ibu guru SMP Negeri 3 Bandar Lampung yang telah membantu
penulis selama melaksanakan penelitian;
11. Bapak Sajuman dan Ibu Nurhaeti tercinta, untuk semua doa, pengorbanan
dan kasih sayang yang telah diberikan;
12. Kakak-kakakku, Basuni Sajuman, Amd., Oom Rahmawati, Neneng Susanti,
Selviyani serta adik-adikku tersayang Zoelvia Desvy, dan M. Dofa Mejrin
Okvianto untuk doa dan motivasinya yang tiada henti.
13. Sahabat-sahabatku, Arya Dwi Putri, Santi Noviana, Shinta Putrie,
S.Pd.,Metha Yulanda, Afrida Wati, Zesy Oktaviana, S.Pd., Pristia Rida,
S.Pd., Nelisa Putri Utami, Norma Indah,S.Pd., Kesuma Aryanti, Rima Gusti
Anita, Selviyani Melia, Messa Warinka, S.Pd.,dan Asih Kurniawati yang
selalu memberi bantuan dukungan, dan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
14. Seseorang yang selalu menemani hari-hariku, terima kasih atas dukungan,
15. Teman-teman Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2008 yang tidak bisa
pe-nulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk kebersamaan, bantuan, dan
kerjasamanya yang tidak mungkin penulis lupakan.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam kelancaran penyusunan
skripsi ini.
Semoga ketulusan dan kebaikan Bapak, Ibu, serta rekan-rekan mendapat pahala
dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan
pendidikan khususnya pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bandarlampung, September 2012
Penulis
35
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 3 BandarLampung Tahun Pelajaran
2011/2012 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu Camat”karya
Yusrizal K.W. pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 BandarLampung
tergolong dalam kategoribaik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
kemampuan siswa secara keseluruhan, yaitu77,89.
2) Kemampuan mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu Camat”karya
Yusrizal K.W. ditinjau dari tiga indikator, yaitu (1) menunjukkan latar tempat
tergolong baik sekali (85%); (2) menunjukkan latar waktu tergolong
cukup(71,5%); dan (3) menunjukkan latar sosial tergolong baik (76,6%).
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyampaikan beberapa
saran, sebagai berikut.
1) Hasil kemampuan ini membuktikan bahwa rata-rata kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi latar dalam cerpen “Demi Bu Camat”karya Yusrizal K.W.,
terutama pada aspek menunjukkan latar waktu paling rendah bila
dibandingkan dengan aspek yang lain. Oleh sebab itu, penulis menyarankan
agar siswa mempelajari pokok bahasan yang berkaitan denganmenunjukkan
36
2) Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 3 Bandar Lampung diharapkan lebih
memperhatikan dan memfokuskan pembelajaran mengenai menentukan latar
dalam cerpen pada aspek menunjukkan latar waktu karena kemampuan siswa
SMP Negeri 3 Bandar Lampung dalam mengidentifikasi latar waktu masih
dapat ditingkatkan menjadi baik sebab berdasarkan hasil penelitian
ke-mampuan siswa mengidentifikasi latar dalam cerpen pada aspekmenunjukkan
latar waktu tergolong kategori cukup.
3) Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 3 Bandar Lampung diharapkan lebih
memahami teori sastra agar pemahaman siswa mengenai karya sastra khususnya