• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN MEDIA PICTURE SERIES DAN MIND MAPPING DENGAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMA N 2 MENGGALA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN MEDIA PICTURE SERIES DAN MIND MAPPING DENGAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMA N 2 MENGGALA TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN MEDIA PICTURE SERIES DAN MIND MAPPING DENGAN

KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMA N 2 MENGGALA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh DESSYANNA

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis : (1) interaksi antara penggunaan media picture series dan media mind mapping dengan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan menulis narasi, (2) kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media mind mapping, (3) perbedaan kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media mind mapping untuk siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, (4) perbedaan kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media mind mapping untuk siswa yang memiliki kemampuan awal rendah.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Populasi penenlitian ini adalah siswa kelas X SMAN 2 Menggala semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013. Pengumpulan data mernggunakan instrumen tes, dan dianalisis menggunakan analisis varian dua arah anava dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Ada interaksi antara penggunaan media dan kemampuan awal terhadap prestasi menulis narasi siswa dengan nilai signifikan 0,000, (2) kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media picture series lebih tinggi yaitu 64,20 dan yang menggunakan media mind mapping 55,56 (3) kemampuan menulis narasi siswa berkemampuan awal tinggi yang mengunakan media picture series adalah 23,31 lebih tinggi dari siswa yang menggunakan media mind mapping (4) kemampuan menulis narasi siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan media picture series adalah 12,62 lebih tinggi dari rata-rata prestasi menulis narasi siswa yang menggunakan media mind mapping.

(2)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES ACHIEVEMENT OF WRITING NARRATIVE COMPOSITION USING PICTURE SERIES AND MIND MAPPING

MEDIA WITH INITIAL ABILITY OF X GRADE STUDENTS OF SENIOR HIGH SCHOOL 2 MENGGALA IN 2012/2013

By DESSYANNA

The Purpose of this reserach is to analyze : (1) the interaction between media and initial ability toward students achievement, (2) students’ achievement who write narrative composition by using picture series is higher than the students who write narrative composition using mind mapping media, (3) the difference of students’ achievement who write narrative composition by using picture series is higher than the students narrative composition using mind mapping media for high initial ability students, and (4) the difference of students’ achievement who write narrative by using picture series is higher than the students’ narrative composition using mind mapping media for low initial ability students.

The research was the quaesy experiment research using 2x2 factorial design. The population was the first grade students of Senior High School Students 2 Menggala in the first semester, 2012-2013. The data collection was conducted by test, and it analyzed using two-way analysis variance and t test.

The research result showed that : (1) there was an interaction between media and initial ability toward students’ achievement in significance 0,000, (2) students’ achievement on narative composition using media picture series 64,20 which is higher than using mind mapping, 55,56, (3) the students’ achievement who make narrative composition using picture series is 25,31 higher than mind mapping, and (4) the students’ achievement who make narrative composition using picture series is 12,62 higher than mind mapping.

(3)

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN

MEDIA

PICTURE SERIES

DAN

MIND MAPPING

DENGAN

KEMAMPUAN AWAL YANG BERBEDA PADA SISWA

KELAS X SMAN 2 MENGGALA TAHUN

PELAJARAN 2012/2013

(Tesis)

Oleh

DESSYANNA

NPM 0923011013

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(4)

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN

MEDIA

PICTURE SERIES

DAN

MIND MAPPING

DENGAN

KEMAMPUAN AWAL YANG BERBEDA PADA SISWA

KELAS X SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2

MENGGALA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

DESSYANNA

NPM 0923011013

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(5)

Judul Tesis : PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN MEDIA PICTURE SERIES DAN MIND MAPPING DENGAN KEMAMPUAN AWAL YANG BERBEDA PADA SISWA KELAS X

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 MENGGALA TAHUN PELAJARAN 2012-2013 Nama Mahasiswa : Dessyanna

Nomor Pokok Mahasiswa : 0923011013

Program Studi : Teknologi Pendidikan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Cucu Sutarsyah, M.A Dr. Adelina Hasyim, M.Pd.

NIP. 19570406 198603 1 002 NIP. 19531018 198112 2 001

2. Ketua Program Pasca Sarjana Teknologi Pendidikan

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Cucu Sutarsyah, M.A ...

Sekretaris : Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. ...

Penguji Anggota : I. Dr. Dwi Yulianti, M.Pd. ...

II. Dr. Herpratiwi, M.Pd. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. NIP. 19530528 198103 1 002

(7)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul “Perbedaan Kemampuan Menulis Narasi

Menggunakan Media Picture Series dan Mind Mapping Dengan Kemampuan Awal Pada Siswa Kelas X SMAN 2 Menggala” adalah karya

saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan/pengutipan atas karya

penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang

berlaku dalam masyarakat akademik/yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang

berlaku.

Bandar Lampung, Januari 2013

Pembuat Pernyataan,

Dessyanna

(8)

!

" # #

(9)

SANWACANA

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah subhanawataala, atas

segala rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya dapat menyelesaikan

penyususnan tesis yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Menulis Narasi

Menggunakan Media Picture Series dan Mind Mapping Dengan Kemampuan

Awal Yang Berbeda Pada Siswa Kelas X SMAN 2 Menggala”.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan pada Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan

bantuan-bantuan dari berbagai pihak. Secara khusus pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sugeng P. Haryanto, M.Si, selaku Rektor Unila.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Pascasarjana Universitas

Lampung

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si, selaku Dekan FKIP Unila.

Dr. Adelina Hasyim, M. Pd., selaku Ketua Program Pascasarjana

Teknologi Pendidikan dan Pembimbing 2, yang telah memberi bantuan

kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan S2 Program Studi

(10)

Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku Sekretaris Program Pascaarjana yang selalu

mengingatkan, memotivasi dan memberikan kritik dan saran kepada

peneliti demi sempurnanya tesis ini.

Prof. Cucu Sutarsyah, selaku Pembimbing I yang telah banyak

mencurahkan perhatian untuk membimbing dan mengarahkan penulis

selama penyusunan tesis ini dari awal hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Kepala SMA N 2 Menggala, Febriansyah, S.Pd. dan Guru Bahasa Inggris,

Uswatun Hasanah, S.Pd., Bety, S.Pd. dan Darmalina, S.Pd. yang telah

memberikan bantuan dan kerjasamanya kepada penulis dalam

melaksanakan penelitian di SMA N 2 Menggala.

Kepala SMP N 3 Menggala, Suradi, S.Pd.,M.M.Pd dan Rekan-rekan guru

yang dengan ikhlas mengizinkan penulis menyelesaikan studi S2.

Rekan-rekan mahasiswa Pasca TP khususnya angkatan 2009: Husnul

Khotimah, Herita Dewi, Lidya Aryani, yang selalu memberikan support.

Kepada orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga besar ku yang tidak

henti-hentinya memberikan do’a dan semangat demi selesainya

pendidikan.

Penulis berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan,

khususnya bagi kemudahan pendidikan bahasa Inggris bagi SMA dan umumnya

bagi dunia pendidikan untuk menghadapi tantangan zaman era globalisasi ini.

Bandar Lampung, Februari 2013

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...

ix

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ...

x

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...

1

1.2 Identifikasi Masalah ...

11

1.3 Batasan Masalah ...

12

1.4 Rumusan Masalah ...

12

1.5 Tujuan Penelitian ...

13

1.6 Manfaat Penelitian ...

14

II KAJIAN PUSTAKA

2.1

Teori Belajar dan Pembelajaran ...

15

2.1.1

Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 15

2.1.2

Teori Belajar dan Pembelajaran ... 16

2.2 Desain Pembelajaran ...

24

2.3 Karakeristik Pembelajaran Bahasa Inggris ...

31

2.4 Kemampuan Menulis ...

37

2.4.1 Karakteristik Pembelajaran Menulis ... 40

2.4.2 Karangan Narasi ...

44

2.5

Media Pembelajaran ...

47

2.5.1

Media

Picture

Series

……… ... 52

2.5.2

Hakekat Pembelajaran Menulis dengan

Picture Series ...

55

(12)

2.5.4 Hakikat Pembelajaran Menulis dengan

Mind

Mapping ...

62

2.6

Kemampuan Awal ... 63

2.7

Kajian Penelitian yang Relevan ... 66

2.8

Kerangka Pikir ...

69

2.8.1

Interaksi Antara Penggunaan Media dan Kemampuan

Awal Terhadap Kemampuan Menulis Narasi Siswa ....

69

2.8.2

Perbedaan Kemampuan Menulis Narasi Siswa yang

Menggunakan Media

Picture Series

dan

Mind Mapping

70

2.8.3

Perbedaan Kemampuan Menulis Narasi Siswa yang

Menggunakan Media

Picture Series

dengan Siswa yang

Menggunakan

Mind Mapping

untuk Siswa Berkemampuan

Awal Tinggi ...

73

2.8.4

Perbedaan Kemampuan Menulis Narasi Siswa yang

Menggunakan Media

Picture Series

dengan Siswa yang

Menggunakan

Mind Mapping

untuk Siswa Berkemampuan

Rendah ...

74

2.9 Hipotesis ...

75

III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ...

77

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...

78

3.3 Populasi dan Teknik Sampling ...

79

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ...

80

3.5 Instrumen Penelitian ...

80

3.5.1 Variabel Penenlitian ...

80

3.5.2 Definisi Konseptual dan Operasionala ... 82

3.5.3 Kisi-Kisi Instrumen Evaluasi Karangan Narasi ...

84

3.6. Tehnik Analisis Data ...

85

3.6.1 Uji Normalitas Data ...

86

(13)

3.7 Hipotesis Statistik ... 88

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data ... 91

4.1.1 Data Kemampuan Awal ...

91

4.1.1 Data Hasil Inter-rater ...

93

4.2 Pengujian Hipotesis ... 96

4.2.1 Hipotesis Pertama ... 96

4.2.2 Hipotesis Kedua ... 99

4.2.3 Hipotesis Ketiga ... 101

4.2.4 Hipotesis Keempat ... 103

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 105

4.4. Keterbatasan Penelitian ... 108

V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 109

5.2 Implikasi ... 110

5.3 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 PERANGKAT PEMBELAJARAN ... 115

LAMPIRAN 2 PERANGKAT TES ... 128

LAMPIRAN 3 MEDIA

PICTURE SERIES ...

134

LAMPIRAN 4 MEDIA

MIND MAPPING ...

136

LAMPIRAN 5 HASIL UJI NORMALITAS DAN HOMOGENITAS ... 138

LAMPIRAN 6 HASIL PERBANDINGAN ANTAR RATER ... 139

LAMPIRAN 7 HASIL MENULIS NARASI SISWA ... 160

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

3.1 Pengelompokkan Jumlah Siswa Berdasarkan Kemampuan

Awal ... 71

3.2 Desai Penenlitian ... 73

3.3 Kisi-kisi Instrumen Karangan Narasi ... 75

3.4 Hasil Uji Normalitas Data ... 80

3.5 Hasil Uji Homogenitas Data ... 81

4.1Data Kemampuan Awal Siswa Yang Menggunakan Media Picture Series ... 85

4.2 Data Kemampuan Awal Siswa Yang Menggunakan Media Mind Mapping ... 85

4.3 Hasil Perolehan Rata-rata Akhir ... 86

4.4 Hasil Perbandingan Antar Rater ... 87

4.5 Perolehan Data Kemampuan Menulis Siswa ... 88

4.6 Test of Between-Subjects Effects of Kemampuan Menulis ... 90

4.7 Hasil Perhitungan Rata-rata Berdasarkan Penggunaan Media ... 93

4.8 Independent Sample Test of Kemampuan Menulis ... 93

4.9 Hasil Perhitungan Rata-rata Kemampuan Menulis Siswa Berdasarkan Penggunaan Media Kemampuan Awal Tinggi ... 95

4.10 Independent Sample Test ... 95

4.11 Hasil Perhitungan Rata-rata Kemampuan Menulis Siswa Berdasarkan Penggunaan Media Kemampuan Awal Rendah ... 97

(15)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Contoh Mind Mapping Yang Digunakan Sebagai Kerangka

Karangan ...

71

2.2 Contoh Mind Mapping Berpikir Lurus ...

73

(16)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

4.1 Grafik Interaksi Antara Penggunaan Media dan Kemampuan Awal

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional diarahkan (1) untuk mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (2) untuk menembangkan potensi siswa

agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun demikian, untuk mewujudkan

tujuan mulia tersebut tidak semuah yang dibayangkan, berbagai upaya harus

dilakukan untuk mewujudkannya.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah berupaya mewujudkan tujuan Pendidikan

Nasional dengan memulai berbagai cara, antara lain dengan menyempurnakan

Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana telah ditetapkan melalui

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Salah satu aspek penting dalam Sistem

Pendidikan Nasional adalah kurikulum. Pada tahun pelajaran 2006/2007

kurikulum yang diterapkan adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

KTSP diharapkan benar-benar dapat diterapkan dan efektif dalam mencapai

(18)

2

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa Inggris tahun 2006,

kurikulum yang digunakan sebagai dasar pendidikan saat ini, dijelaskaan bahwa

keterampilan berbahasa (language skills) mencakup empat aspek, yaitu

keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills), keterampilan berbicara

(speaking skills), keterampilan membaca (reading skills) dan keterampilan

menulis (writing skills). Tujuan pembelajaran Bahasa Inggris secara umum di

tingkat SMA adalah siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan

kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa Inggris yang merupakan

keterampilan menuangkan atau mengungkapkan gagasan atau pikiran melalui

saluran tulis. Macdonald and Macdonald (1996: xii) mengatakan, “Writing is a

vital part of any education, because writing is basic to thinking and education is

all about thinking.”

Hal ini membuktikan bahwa menulis tidak dapat dipisahkan dari proses

pembelajaran karena keterampilan menulis merupakan suatu rangkaian proses

mulai dari memikirkan gagasan yang akan disampaikan kepada pembaca sampai

menentukan cara mengungkapkan atau menyajikan gagasan itu dalam rangkaian

kalimat.

Pembelajaran menulis harus diajarkan walaupun kemampuan tersebut tidak

diujikan dalam ujian semester, ujian nasional maupun ujian masuk perguruan

(19)

3

disebabkan oleh siswa, guru, dan proses pembelajarannya, seperti yang

diungkapkan oleh Bell and Burnaby (1984:127):

“writing is an extremely complex cognitive activity in which the writer required to demonstrate control of a number of variables simultaneously. At the sentence level these include control of content, format, sentence structure, vocabulary, punctuation, spelling, and letter formation. Beyond the sentence, the writer must be able to structure and integrated information into cohesive and coherent paragraph and text.”

Menulis adalah menyusun atau mengkoordinasikan buah pikiran atau ide ke

dalam rangkaian kalimat yang logis dan terpadu dalam bahasa tulis. Menulis

merupakan salah satu kegiatan keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh

siswa. Dengan menulis, siswa dapat mengekspresikan atau menginformasikan

kekayaan ilmu, pikiran, perasaan, pengalaman, dan imajinasinya kepada orang

lain dalam bentuk tulisan.

Sesuai dengan penjelasan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa keterampilan

menulis (writing skills) merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran

Bahasa Inggris. Oleh karena itu, guru bahasa Inggris dituntut untuk melakukan

berbagai upaya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menuangkan ide

dan gagasannya ke dalam bentuk tulisan atau karangan guna mencapai tujuan

pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya. Hal ini selaras dengan konsep bahwa

kemampuan menggunakan bahasa, baik secara lisan maupun secara tulisan

merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sebagai alat

komunikasi dan sebagai alat untuk mengungkapkan informasi dan ide yang

(20)

4

Proses pembelajaran saat ini masih menggunakan model konvensional, serta

berhadapan dengan kelas yang kurang atraktif, guru masih menganggap bahwa

kemampuan siswa sama sehingga penyelenggaraan pembelajaran bersifat klasikal.

Pada dasarnya kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru

dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar.

Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan

pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai- nilai

kesusilaan, seni, agama, sikap, dan ketrampilan. Hubungan antara guru, siswa dan

bahan ajar bersifat dinamis dan kompleks. Untuk mencapai keberhasilan dalam

kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat menunjang, yaitu

komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar mengajar, dan

komponen evaluasi.

Proses pembelajaran, khususnya bahasa Inggris, selama ini masih banyak

mengalami kendala antara lain dominasi guru dalam pembelajaran yang masih

tinggi, kurangnya penggunaan media dan alat peraga, penggunaan strategi

pembelajaran yang kurang tepat dan kurangnya guru memahami karakteristik

siswa dengan memperlakukan seluruh siswa dengan perlakuan yang sama,

walaupun kenyataannnya kemampuan siswa dalam menyerap materi

berbeda-beda. Khususnya pada SMA N 2 Menggala, sebagian siswa ada yang dapat

mengikuti dengan baik namun tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan

dalam menguasainya. Hal ini dikarenakan keterampilan menulis dianggap lebih

sulit dibandingkan keterampilan berbahasa lain, karena meliputi beberapa

(21)

5

pengorganisasian ide, dan tanda baca sehingga sangat diperlukan penguasaan

yang cukup untuk membuat suatu karangan selain itu juga perlu adanya kriteria

penilaian menulis yang sangat mendetail agar hasil dari sebuah keterampilan

menulis bisa dikatagorikan berhasil atau tidak. Komponen-komponen yang harus

dikuasai siswa merupakan suatu kemampuan awal yang harus dimiliki siswa

untuk dapat menulis dengan baik dan berurutan sehingga dapat dibaca dan

dipahami oleh pembaca dengan baik. Dengan kata lain kemampuan awal yang

dimiliki siswa akan berpengaruh pada tingkat berfikir dalam membuat suatu

karangan, karenanya perlu adanya alat pembelajaran yang bersifat konkrit.

Proses pembelajaran Bahasa Inggris pada menulis disajikan kurang menarik siswa

dalam belajar, karena dominasi guru masih tinggi dan tidak melibatkan siswa

secara aktif, sehingga berakibat banyak siswa mengalami kesulitan untuk

memahami materi dan akibatnya mereka memiliki prestasi belajar rendah.

Rendahnya hasil menulis dapat dilihat pada data ketuntasan belajar dan rata-rata

nilai yang diperoleh siswa kelas X SMA N 2 Menggala tahun 2012 masih banyak

siswa yang belum dapat mencapai standard ketuntasan, yaitu siswa dinyatakan

tuntas belajar bila mencapai KKM 67 secara individual.

Dalam kegiatan pembelajaran menulis, guru pada umumnya tidak memberikan

bekal yang cukup pada siswa sehingga siswa mampu menggunakan buah

pikirannya dalam tulisan yang benar. Banyak siswa sulit menemukan ide dan

menuangkannya ke dalam bentuk tulisan yang terorganisasi dengan baik. Hal

(22)

6

menemukan ide dan mampu mengungkapkan buah pikirannya dalam tulisan yang

runtut dan baik.

Dari semua komponen tersebut salah satu yang tidak kalah penting adalah

menjadikan siswa sebagai subjek belajar yang aktif dalam proses pembelajaran

karna selama ini peran aktif siswa dalam proses pembelajaran masih rendah

terutama dalam menulis. Selain itu alur, alur proses belajar tidak harus berasal

dari guru menuju siswa akan tetapi dari siswa ke siswa. Dengan demikian

diharapkan dapat memacu motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada prestasi belajar.

Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik jika guru mengawali pembelajaran

dari yang diketahui oleh siswa. Pembelajaran akan sukar dipahami oleh siswa,

jika tidak atau belum memiliki pengetahuan dasar tentang materi yang akan

dipelajari. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa

sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini

dapat menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan

disampaikan oleh guru. Dari gambaran tersebut jelas bahwa kemampuan awal

siswa penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran dan

Kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa SMAN 2 Menggala rata-rata masih

(23)

7

Tabel 1.1. Data nilai ulangan harian siswa kelas X.1 dan X.6 mata pelajaran Bahasa Inggris untuk kemampuan menulis semester Ganjil T.P 2012-2013

Kategori Interval Jumlah siswa Presentase (%)

Baik sekali 75 5 8,33 %

Baik 65 nilai siswa < 75 8 13,3 %

Cukup 56 nilai siswa < 65 11 18,3 %

Kurang 41 nilai siswa < 56 15 25 %

Gagal < 41 21 35 %

Berdasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa hanya 8,33% siswa yang memiliki nilai

dengan katagori baik sekali sedangkan siswa lainnya memiliki nilai baik

berjumlah 13,3%, kategori cukup sebanyak 18,3%, kurang 25% dan yang gagal

35% dari jumlah siswa 60 orang

Berdasarkan permasalahan yang muncul di kelas X.1 dan X.6 yaitu rendahnya

hasil tes pada pembelajaran menulis bahasa Inggris khususnya pada teks

narrative. Persoalan ini muncul diantaranya disebabkan oleh pembelajaran yang

monoton dan jarangnya guru menggunakan media pembelajaran bahasa Inggris,

media yang memudahkan siswa belajar. Tehnik pembelajaran dan media dalam

pembelajaran merupakan sumber belajar yang dapat menyampaikan pesan-pesan

pendidikan pada siswa. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan

indera, hambatan jarak dan waktu dan lain-lain dapat dibantu dengan

(24)

8

media dan tehnik pembelajaran tidak mungkin diabaikan dalam proses

pembelajaran.

Upaya mengatasi siswa dalam memahami dan menerapkan unsure instrinsik

dalam menulis teks narrative yang dibuatnya serta kesulitan dalam

mengembangkan ide cerita, dipilihlah media yang dirancang oleh peneliti guna

memudahkan siswa dalam mengembangkan menulis narasi.

Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara

terjadinya proses belajar, dapat berwujud perangkat lunak, maupun perangkat

keras. Berdasarkan fungsinya media pembelajran dapat berbentuk alat peraga dan

sarana. Banyak macam media pembelajaran dan alat peraga yang digunakan

dalam menyajikan suatu meteri pembelajaran. Untuk keterampilan menulis

biasanya diberikan suatu perintah agar siswa dapat menuliskan beberapa kalimat

berdasarkan contoh yang terkadang membuat siswa bingung serta siswa kurang

tertarik karena penyajiannya terlalu monoton sehingga membuat siswa tidak

begitu antusias dan menimbulkan kejenuhan dalam belajar.

Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam rangka

menulis karangan narasi adalah dengan menggunakan gambar berseri (picture

series). Menurut Atmazaki (2006: 28), karangan narasi adalah cerita yang

didasarkan atas urutan serangkaian kejadian atau peristiwa. Dalam kejadian

tersebut, terdapat satu atau berapa tokoh dan tokoh tersebut mengalami satu

(25)

9

sebuah narasi, dan ketiganya secara bersama-sama bisa pula membentuk plot

atau alur.

Penggunaan media picture series dapat dijadikan solusi terhadap permasalahan

yang dihadapi dalam pembelajaran keterampilan menulis karangan narasi. Media

picture series dalam menulis karangan narasi diharapkan dapat membantu siswa

dalam memecahkan suatu permasalahan dan membereskan peluang siswa untuk

menemukan ide, gagasan, pendapat dan pengetahuan secara tertulis serta siswa

memiliki kegemaran menulis karangan narasi.

Selain media picture series, penelitian ini juga menggunakan media yang

dirancang oleh peniliti yang merupakan hasil dari peta pemikiran mengenai

sebuah cerita yaitu mind mapping. Peta pikiran (mind mapping) merupakan

tehnik pencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan, yang didasarkan pada riset

tentang cara kerja otak. Peta pikiran menggunakan pengingat visual dan sensorik

alam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide

orisinil dan memicu ingatan yang mudah.

Buzan (2004:15) mengatakan bahwa mind mapping adalah alat yang lebih ampuh

untuk berpikir karena alat ini memungkinkannya (dan juga para pengguna mind

maping) membuat sketsa ide utama dan melihat dengan cepat serta jelas

bagaimana semua data saling berkaitan. Mind mapping membekali penggunanya

dengan tahap antara yang bermanfaat, antara proses berpikir, dan benar-benar

(26)

10

menggunakan teknik mind mapping dalam menulis berarti menjembatani

kesenjangan antara berpikir dan menulis narrative.

Terciptanya partisipasi siswa dapat dilakukan dengan diadakannya program

pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa binaan, secara alamiah

siswa memang siswa sudah memiliki karakteristik yang berbeda. Ragam

karakteristik ini ternyata mempengaruhi bagaimana hasil implementasi

pembelajaran yang telah dirancang. akan tetapi yang terjadi di lapangan program

pembelajaran yang ada hanya mementingkan satu sisi saja tidak sesuai dengan

yang dibutuhkan.

Program pembelajaran yang kurang sesuai dapat ditanggulangi dengan adanya

kegiatan pembelajaran kelompok. Hal ini sangat penting untuk membantu siswa

dalam menyelesaikan masalah dengan cara berdiskusi dalam proses pembelajaran,

namun kegiatan kerja berkelompok yang diterapkan oleh guru bahasa Inggris

belum berbentuk pembelajaran kooperatif akan tetapi hanya bertujuan

menyelesaikan tugas.

Dalam penelitian ini dilakukan studi untuk mengetahui perbandingan dua media

pembelajaran dalam menulis narasi yaitu media picture series dan media mind

mapping yang telah di rancag oleh peneliti. Pemilihan dua media pembelajaran ini

didasarkan atas karakteristik yang terdapat didalamnya, terutama kesempatan

siswa untuk mengeksplorasi kemampuan belajarnya secara kelompok, sehingga

dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menghadapi materi yang

(27)

11

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi

masalah yang ada sebagai berikut:

1. Dominasi guru sangat tinggi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga

pembelajaran menjadi monoton dan membosankan yang menimbulkan

kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Siswa kurang kreatif dalam pembelajaran karena pembelajaran berpusat

pada guru.

3. Proses pembelajaran masih menggunakan model konvensional,

kemampuan siswa dianggap sama sehingga penyelenggaraan pembelajaran

bersifat klasikal.

4. Peran aktif siswa di dalam menulis narasi masih rendah

5. Rata-rata kemampuan awal siswa di SMAN 2 Menggala masih rendah

6. Program pembelajaran yang di rancang oleh guru kurang memperhatikan

karakteristik siswa binaan

7. Kegiatan belajar kelompok yang diterapkan oleh guru bahasa Inggris

belum berbentuk pembelajaran kooperatif tetapi hanya bertujuan

menyelesaikan tugas.

8. Dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya menulis narasi guru belum

(28)

12

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disebutkan, maka

penulis membatasi masalah yang akan di teliti sebagai berikut:

1. Pemilihan model pembelajaran belum tepat sehingga tidak optimal dalam

proses pembelajaran.

2. Peran aktif siswa di dalam menulis narasi masih rendah

3. Rata-rata kemampuan awal siswa di SMAN 2 Menggala masih rendah

4. Dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya menulis narasiguru belum

menggunakan media picture series.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, di susun rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah ada interaksi antara penggunaan media picture series dan media

mind mapping dengan kemampuan awal berbeda terhadap kemampuan

menulis narasi.

2. Apakah kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media

picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis siswa yang

menggunakan media mind mapping?

3. Apakah kemampuan menulis narasi bagi siswa yang menggunakan media

picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi bagi siswa

yang menggunakan media mind mapping pada siswa berkemampuan awal

(29)

13

4. Apakah kemampuan menulis narasi bagi siswa yang menggunakan media

picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi bagi siswa

yang menggunakan media mind mapping pada siswa berkemampuan awal

rendah?

1.5 Tujuan Penelitian

Seiring dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini untuk

mengetahui:

1. Interaksi antara penggunaan media picture series dan media mind

mapping dengan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan menulis

narasi.

2. Kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media picture series

lebih tinggi dari kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan

media mind mapping.

3. Perbedaan kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media

picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi siswa yang

menggunakan media mind mapping untuk siswa yang memiliki

kemampuan awal tinggi.

4. Perbedaan kemampuan menulis narasi siswa yang menggunakan media

picture series lebih tinggi dari pada kemampuan menulis narasi siswa yang

menggunakan media mind mapping untuk siswa yang memiliki

(30)

14

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat untuk kepentingan Ilmu

pengetahuan khususnya pada teknologi pendidikan dalam kawasan pengelolaan

dan desain pembelajaran.

1.6.2 Manfaat Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktis dan mampu

diaplikasikan ke dalam kegiatan proses pembelajaran baik di kelas maupun

pembelajaran di luar kelas terutama bagi:

a. Penulis

Penelitian ini memberikan pengalaman yang sangat berguna dam menambah

pengetahuan serta meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan penelitian.

b. Guru

Memberikan wawasan dalam pembelajaran bahasa Inggris agar dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris, dan secara khusus

sebagai rujukan dalam mengatasi masalah dalam menulis narasi.

c. Siswa

Mendapatkan pembelajaran menulis narasi yang lebih sistematis, menarik,

menyenangkan dan bermakna

d. Sekolah

Sebagai masukan dalam usaha peningkatan kualitas pembelajaran dan

(31)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Hakekat Belajar dan Pembelajaran

Istilah pembelajaran mengandung makna ada siswa yang belajar dan ada guru

yang mengajar, keduanya membutuhkan proses yang panjang. Slameto (2003:2)

menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan

hal yang kompleks, dari segi siswa yang belajar dialami sebagai proses mental

dalam menghadapi bahan belajar. Sedangkan dari sisi guru proses belajar

merupakan prilaku belajar tentang satu hal. Siswa yang belajar diharapkan dapat

mengalami perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku,

keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada

pada individu, dan perubahan tersebut sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.Seperti dikatakan Gredler dalam Winataputra

(2006;4b) tentang pengertian belajar, “... is the process by which human beings acquire a vast variety of competencies, skills, and attitudes.” Suatu proses dimana manusia mencapai suatu keanekaragaman yang luar biasa berupa kompetensi,

(32)

(2001:38) mengatakan “... the process whereby knowledge is created through the transformation of experience.” Belajar merupakan proses pengetahuan dibentuk melalui transformasi pengalaman.

Selanjutnya Thorndike dalam Suciati (2001:32) menyatakan belajar adalah

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.

Belajar dipandang sebagai suatu proses yang aktif melibatkan eksplorasi daripada

sekedar penerimaan informasi yang pasif yang diberikan oleh guru. Hal ini juga

dikemukakan oleh Mc. Pherson dalam Siregar (2005:21) yaitu “Learning is an active process, involving exploration, rather than the passive receipt of information downloaded by teachers.” Belajar merupakan suatu proses pencarian makna oleh karena itu belajar sebagai suatu proses atau aktifitas yang

menekankan kepada suatu hasil atau produk.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses

perubahan tingkah laku yang mengakibatkan bertambahnya pengetahuan,

keterampilan dan nilai sikap yang diperoleh melalui interaksi yang aktif dari diri

siswa dengan lingkungannya.

2.1.2 Teori Belajar dan Pembelajaran

(33)

Masing-masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. Beberapa

teori yang mendukung penelitian ini diantaranya:

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut pandangan teori konstruktivisme, belajar merupakan usaha

pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnannya melalui asimilasi dan

akomodasi yang menuju struktur kogniifnya. Untuk itu pembelajaran

diupayakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan

tersebut seara optimal pada diri siswa. Proses belajar sebagai usha pemberian

makna kepada siswa oleh siswa kepada pengalamannya akan membentuk

suatu konstruksi pengetahuan. Konstruktivisme sebagai aliran psikologi

kognitif menyatakan manusialah yang membangun makna terhadap suatu

realita. Siswa dalam belajar kostruktivistik harus aktif melakukan kegiatan,

aktif berfikir, menyusun konsep, dan member makna tentang hal-hal yang

sedang dipelajari. Sedangkan guru memiliki peran sebagai pemberdaya

potensi siswa agar siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran.

Untuk itu menurut Zahronik (1995:28) dalam proses pembelajaran guru harus

dapat mengkondisikan siswanya untuk memecahkan masalah, menemukan

sesuatu yang berguna bagi dirinya dengan belajar dari mengalami sendiri

bukan dari menghafal. Dalam mengkondisikan atau mewujudkan system

pembelajaran yang mendukung kemudahan belajar bagi siwa agar memiliki

peluang optimal berlatih untuk memperoleh kompetensi, guru harus dapat

(34)

Pembelajaran dalam konteks konsruktivistik harus lebih menekankan

penggunaan media sebagai satu-satunya sarana untuk mempercepat

pemahaman terhadap materi. Oleh sebab itu guru mutlak memiliki

kemampuan untuk memberdayakan media pembelajaran. Dengan sarana

tersebut siswa akan berlaih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang

dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif dan mampu mempertanggungjawabkan

pemikirannya secara rasional.

Pembelajaran penting bagi siswa untuk mengetahui ‘untuk apa’ ia belajar, dan

bagaimana ia menggunakan pengetahuannya serta keterampilan yang telah ia

miliki. Atas dasar itulah pembelajaran harus dikemas menjadi proses

mengkonstruksi bukan hanya sekedar transfer pengetahuan siswa hanya

menerima, tetapi siswa harus dikondisikan untuk membangun pengetahuannya

sendiri melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Untuk itu dalam

pembelajaran konstruktivis harus berlandaskan pada pengetahuan dibangun

(dikonstruksi) secara aktif oleh diri subyek belajar, bukan secara pasif

diterima dari lingkungan belajar dan peranjakan dalam memahami suatu

pengetahuan merupakan proses adaptif, yang mengorganisasikan pengalaman

si pebelajar dalam interaksi dengan lingkungannya Vigotsky (1986;26)

b. Teori Belajar Humanistik

Menurut teori belajar humanistic, proses belajar harus dimulai dan ditujukkan

untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Ide pokok teori belajar

(35)

sendiri dalam belajar dan tidak pasif dalam proses pembelajaran. Dalam

pembelajaran, toeri ini menekankan pentingnya emosi atau perasaan dan

adanya komunikasi terbuka serta nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.

Tujuan yang ingin dicapai bukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan

menjadikan siswa bertanggung jawab, perhatian penuh pada lingkungannya,

dan dewasa secara emosi dan spiritual. Prinsip lain dalam teori humanistik

adalah mengajarkan siswa bagaimana belajar dan menilai kegunaan belajar

bagi dirinya sendiri. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan

dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Factor motivasi dan

emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, karena tanpa motivasi dan

keinginan dari pihak si pebelajar, maka tidak aakan terjadi asimilasi

pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori

belajar humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat

dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memenusiakan manusia, yaitu untuk

mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, dan relisasi diri si pebelajar secara

optimal.

Kolb dalam Saekhan (2008:82) sebagai penganut aliran humanistic membagi

tahap-tahap belajar menjadi (a) tahap pengalaman konkret, (b) tahap

pengamatan aktif dan reflektif, (c) tahap konseptualisasi, (d) tahap

eksperimentsi aktif. Pada tahap pengelaman konkret, siswa harus dapat

melihat dan merasakan sendiri agar mereka dapat merumuskan konsep atau

prinsip-prinsip, dengan kata lain belajar akan efektif jika didesain dengan cara

(36)

merasakan suatu kejadian apa adanya namun belum dapat memahami dan

menjelaskan bagaimana atau mengapa peristiwa itu terjadi. Kemampuan inilah

yang dimiliki seseorang pada tahap yang paling awal dalam proses belajar.

Konsekuensinya guru harus menyediakan fasilitas atau kondisi yang

memungkinkan siswa untuk mengelaborasikan segala pengalaman sehingga

dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Tahap pengamatan aktif dan reflektif, pada tahap ini belajar harus member

kebebasan kepada seluruh siswa untuk melakukan observasi secara aktif

terhadap peristiwa yang dialaminya. Tahap konseptualisasi, tahap ketiga ini

siswa diberi kebebasan untuk merumuskan (konseptualisasi) terhadap hasil

pengamatannya, artinya siswa berupaya untuk membuat abstraksi,

mengembangkan suatu teori atau konsep dan prosedur tentang suatu obyek

yang menjadi perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk

merumuskan suatu aturan umum atau sebagai contoh peristiwa yang

dialaminya. Walaupun kejadian yang diamatinya berbeda-beda, namun

memiliki komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.

Tahap eksperimentasi aktif, tahap ini didasarkan atas hasil dari asumsi bahwa

hasil dari proses belajar harus bersifat produk nyata. Oleh sebab itu siswa

harus mampu melakukan eklsperimentasi aktif dengan mengaplikasikan

konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan untuk memecahkan masalah

yang belum ia jumpai sebelumnya. Tahap-tahap belajar yang demikian

dianggap oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan

(37)

Dalam prakteknya teori humanistik cendrung mengarahkan siswa untuk

berfikir induktif, mementingkan pengalaman, membutuhkan keterlibatan

secara aktif dalam belajar. Langkah-langkah pembelajaran humanistic dimulai

dari menentukan tujuan, menentukan materi, mengidentifikasikan kemampuan

awal (entry behavior) siswa, mengidentifikasikan topic-topik pembelajaran, merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran,

membimbing siswa untuk belajar aktif, memahami hakikat makna

pembelajaran, membuat konseptualisasi pengalaman belajar, mengaplikasikan

konsep baru ke situasi nyata, dan mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Suciati (2001;70).

c. Teori Belajar Kognitif

Teroi kognitif lebih menenkankan bagaimana proses atau upaya untuk

mengoptimalkan kemampuan aspek rasional. Asumsi teori ini adalah bahwa

setiap siswa telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata

dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Skema kognitif tersebut

berbeda untuk setiap siswa, dan senantiasa berkembang sejalan dengan

perkembangan usia mereka serta menjadi dasar dan motivasi bagi dirinya

untuk berfikir dan bertindak (memahami hubungan-hubungan) atas situasi

yang dihadapi.

Belajar adalah proses reorganisasi atau restrukturisasi (struktur atau skema),

pengetahuan, proses informasi dan pengambilan keputusan secara cerdas dan

(38)

dari konkrit menuju abstrak; serta melalui proses asimilasi dan akomodasi

(Piaget); pengaitan (Ausebel), antara bahan dan materi atau informasi baru

yang dipelajari dengan struktur kognitif siswa. Belajar tidak sekedar

melibatkan hubungan antara stimulus dan respon namun juga elibatkan proses

berfikir yang kompleks. Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari pada

prestasi belajar itu sendiri.

Meurut Piaget dalam Saekhan (2008;60), bahwa belajar akan lebih berhasil

apabila disesuakan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Siswa

hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek

fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh

pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan

kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari

dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Istilah belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses belajar yang

sengaja diciptakan atau intentional learning, bukan belajar yang terjadi secara spontan atau incidental learning. Agar dapat berlangsung efektif dan efisien, proses belajar perlu dirancang menjadi sebuah kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan

terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Dengan kata lain,

pembelajaran merupakan sesuatu hal yang bersifat eksternal yang sengaja

dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar internal dalam diri

(39)

Menurut teori belajar kognitif, belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan

dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaknya diberi

kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang

oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan pengarah dari

guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar

mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan

berbagai hal dari lingkungan.

Ada tiga prinsip belajar dalam teori belajar kognitif, yaitu belajar aktif akan

menghindarkan siswa dari kebosanan, belajar lewat interaksi sosial manusia,

dan belajar lewat pengalaman sendiri. Pada pembelajaran ini proses mencari

ilmu dilakukan secara tidak sengaja, jadi siswa merasa tidak terpaksa untuk

belajar.

Implikasi teori belajar kognitif ini dalam belajar, yakni (1) bahasa dan cara

berpikir siswa berbeda dengan orang dewasa, oleh karena itu guru

membelajarkan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir

siswa, (2) siswa-siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi

lingkungan dengan baik, guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi

dengan lingkungan sebaik-baiknya, (3) bahan yang harus dipelajari siswa

hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, (4) berikan peluang agar siswa

belajar sesuai tahap, (5) di dalam kelas, para siswa hendaknya diberi peluang

(40)

Jean Piaget dalam Sukmadinata, (2006:50) mengemukakan tahap-tahap

perkembangan kemampuan kognitif anak. Menurut Piaget, yang terpenting

adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan konsep,

anak mengenal lingkungan dan memecahkan berbagai problema yang

dihadapi dalam kehidupannya.

Aplikasi teori belajar kognitif dalam penelitian ini terjadi pada saat siswa aktif

dalam menulis narasi dengan media picture series dan mind mapping. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran akan menghindarkan

siswa dari kebosanan. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris siswa belajar lewat

interaksi sosial antar manusia yang ada terlibat dalam pembelajaran, yakni

guru dan teman sekelas.

Sementara itu, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan

bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu

dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap

dan kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses

untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran

dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan

kapanpun.

2.2 Teori Desain Pembelajaran

Menurut Sagala (2005:136) Desain pembelajaran adalah proses pengembangan

(41)

pembelajaran unuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut

mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai

dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang

digunakan.

Desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi

pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang

memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro

untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.

Menurut Sagala (2005:138) komponen utama desain pembelajaran adalah :

1. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi,

karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.

2. Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang

akan dikuasai oleh pembelajar.

3. Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang

akan dipelajari

4. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun

atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.

5. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar

6. Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang sudah

dikuasai atau belum.

Terdapat beberapa model desain pembelajaran salah satunya adalah ASSURE

(42)

desain pembelajaran ASSURE menggabungkan semua kegiatan instruksional

seperti; timbulnya minat siswa kemudian berlanjut pada penyajian material baru,

melibatkan para siswa dalam praktik dengan umpan balik, menilai pemahaman

mereka dan memberikan kegiatan tindak lanjut yang relevan.

Model untuk membantu belajar ASSURE menurut Smaldino (2011; 110) yaitu:

1. Menganalisis Pembelajar ( Analyze Learner)

Menganalisis karakteristik siswa yang disesuaikan dengan hasil-hasil belajar

sangat penting. Analisis tersebut menyediakan informasi yang memungkinkan

guru secara strategis merencanakan pelajaran yang disesuaikan agar memenuhi

kebutuhan spesifik para siswa. Faktor yang harus diperhatikan dalam analisis

pemelajar adalah; karakteristik umum, kompetensi dasar spesifik dan gaya belajar.

a. Karakteristik umum mencakup usia, gender, kelas, dan faktor budaya atau

sosioekonomi.

b. Kompetensi dasar spesifik merujik pada pengetahuan dan keterampilan

yang dimiliki siswa atau yang belum dimiliki

c. Gaya belajar merujuk pada serangkaian sifat psikologis yang menentukan

bagaimana seorang individual merasa, berinteraksi, merespon secara

emotional terhadap uji terhadap lingkungan belajar.

2. Menyatakan standar dan tujuan (State Objektives)

Langkah kedua dalam model ASSURE yaitu menyatakan standar dan tujuan

belajar untuk mata pelajaran. Tujuan belajara akan bersumber dari standar

(43)

merupakan pernyataan dari apa yang akan dicapai siswa bukan bagaimana mata

pelajaran diajarkan. Standard an tujuan sangat penting dengan daftar periksa

“ABCD”. Proses dimulai dengan menyebutkan audiensi (Audience) yang men jadi sasaran tujuan. Prose situ kemudian merinci perilaku (Behavior) yang harus ditampilkan dan kondisi (Condition) dimana perilaku tersebut akan diamati. Akhirnya, proses tersebut merinci tingkat (Degree) sampai dimana pengetahuan atau kemampuan baru harus dikuasai.

Tujuan belajar yang muncul dalam standar kurikulum, buku teks, mata pelajaran

online dan material pembelajaran lainnya. Dalam pembelajaran bahasa Inggris

biasanya siswa mengalami kesulitan. Siswa akan merasa mudah apabila guru

dapat menyesuaikan tujuan tersebut dengan menambah kondisi dengan diberi

rekayasa sepeti halnya diberikan teknik picture series

3. Memilih Strategi, Teknologi, media dan Material ( Select Methods, Media and Material)

Langkah selanjutnya dalam menyusun mata pelajaran yang efektif adalah salah

satunyan dengan memilih strategi. Ketika mengidentifikasi strategi pengajaran

untuk mata pelajaran guru harus memilih dua jenis strategi yaitu: startegi yang

berpusat pada guru dan strategi yang berpusat pada siswa. Strategi guru adalah

kesiatan yang digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran, contohnya,

menyajikan sebuah konsep dengan permainan kartu yang dicocokkan atau berupa

permainan kelompok. Strategi yang berpusat pada siswa merupakan kegiatan yang

melibatkan siswa dalam belajar aktif seperti membahas kelebihan dan

(44)

Ketika kita telah memilih strategi maka kemudian kita memilih materi yang

diperlukan unttuk mendukung pelaksanaan mata pelajaran. Langkah ini

melibatkan pilihan sebagai berikut:

(1) Memilih materi yang tersedia

Mayoritas materi pembelajaran yang digunakan oleh para guru adalah ‘siap pakai’

jadi sebagai seorang guru kita harus memilih mana materi yang tepat yang sesuai

dengan kondisi siswa. Guru yang berpengalaman harus dilibatkan karena

pengetahuan mereka tentang materi alternative memberi mereka kemampuan yang

lebih kritis. Pendekatan lainnya untuk memilih materi adalah menyurvey panduan

referensi melalui media online atau tulisan dan meninjau materi yang gratis dan

murah.

(2) Mengubah materi yang ada

Guru berusaha memenuhi kebutuhan yang beragam dari para siswa . Materi yang

siap pakai sering kali membutuhkan modifikasi agar selaras dengan tujuan belajar.

Merancang materi baru harus sesuai dengan kebutuhan dan tujuan siswa.

4. Menggunakan Teknologi, Media dan Materi (Utilize Technology, Media and Materi)

(45)

(1) Pratinjau

Selama proses seleksi guru harus mempratinjau materi yang dipilih terkait dengan

tujuan belajar. Tujuannya adalah memilih bagian yang langsung selaras dengan

mata pelajaran. Materi yang peneliti gunakan disini adalah question tag maka

peneliti harus menggunakan teknik mam dan tgt untuk menemukan aktifitas

latihan dan praktik yang sesuai dengan tujuan.

(2) Menyiapkan materi

Guru harus menyiapkan materi yang akan mendukung aktifitas pembelajaran.

Langkah pertama yang harus disiapkan dalam materi ini adalah pembentukan

kelompok , memberikan tema mengenai sebuah cerita fiksi.

(3) Menyiapkan Lingkungan

Penggunaan materi harus efektif baik itu diruang kelas, laboratorium ataupun

pusat media. Guru harus mengatur tempat duduk sehingga para siswa bisa

melihatr dan mendengar satu sama lain jika sedang membahas suatu topik.

(4) Menyiapkan pemelajar

Apa yang dipelajari dari sebuah kegiatan sangat bergantung pada bagaimana para

siswa disiapkan untuk mata pelajaran tersebut. Dalam tujuan pembelajarannya

kita harus menginformasikan kepada siswa contohnya seperti memperkenalkan

(46)

(5) Menyediakan Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar berpusat pada guru, maka akan melibatkan presentasi,

demonstrasi, latihan, dan praktik. Jika menggunakan presentasi sebagai salah satu

strategi adalah penting untuk menggunakan kemampuan presentasi diruang kelas.

2. Mengharuskan Partisipasi Pemelajar (Require Learner Participation) Belajar merupakan proses mental aktif yang dibangun berdasarkan pengalaman

autentik yang relevan dimana para siswa akan menerima umpan balik informatif,

respons yang memungkinkan mereka mengetahui sejauh mana mereka telah

mencapai tujuan dan bagaimana meningkatkan kinerja mereka. Siswa menerima

umpan balik mengenai ketepatan response mereka. Umpan balik bisa berasal dari

guru, atau para siswa yang bekerja di dalam kelompok kecil dan saling member

umpan balik. Umpan balik bisa diperoleh melalui aktivitas sendiri. Umpan balik

dari guru membantu para siswa meningkatkan pembelajaran siswa.

5. Mengevaluasi dan Merevisi (Evaluate and Revise)

Komponen terakhir dari model ASSURE untuk belajar yang efektif adalah

mengevaluasi dan merevisi. Evaluasi dan revisi sangat penting bagi

pengembangan pengajaran yang berkualitas, tetapi komponen dari perancangan

mata pelajaran ini sering kali diabaikan. Ada dua tujuan dari komponen ini yaitu:

(1) Menilai prestasi siswa

Metode dalam menilai prestasi bergantung pada sifat dari tujuan belajar. Beberapa

tujuan belajar mengharuskan kemampuan kognitif yang relative sederhana

(47)

kalimat sesuai rumus dan membuat kalimat menjadi paragraf. Tujuan belajar

seperti itu semua bermanfaat bagi ujian tertulis konvensional.

(2) Mengevaluasi dan merevisi strategi, teknologi dan media

Salah satu komponen kunci bagi evaluasi dan revisi sebuah mata pelajaran adalah

masukan dari siswa. Siswa lebih menyukai belajar mandiri ketimbang presentasi

kelompok.

2.3 Karakteristik Pembelajaran Bahasa Inggris

Menurut Bloom (1977;14), bahasa adalah sistem yang sangat kompleks yang

dapat dipahami dengan baik dengan merincinya menjadi elemen atau komponen

fungsinya. Bahasa dapat dibagi menjadi tiga komponen yang terdiri dari pola, isi,

dan kegunaan. Pola termasuk syntax, morphology, dan phonology yang berhubungan dengan bunyi atau simbol-simbol dengan makna. Secara tradisional,

belajar bahasa telah dianggap sama dengan belajar pola bahasa. Isi meliputi

makna atau semantics, dan kegunaan termasuk pragmatics. Lima komponen ini

syntax, morphology, phonology, semantics, dan pragmatics adalah sistem aturan dasar dalam bahasa.

Tujuan belajar bahasa Inggris adalah agar siswa dapat berkomunikasi dalam

bahasa Inggris baik secara lisan maupun tulisan, secara lancar dan sesuai dengan

konteks sosialnya (Depdiknas, 2003:15). Kompetensi Bahasa Inggris siswa

mencakup keterampilan: mendengar, membaca, berbicara, dan menulis.

Pembelajaran bahasa Inggris di SMA/MA ditargetkan agar siswa dapat mencapai

(48)

masalah sehari-hari Bahasa Inggris. Berkomunikasi adalah memahami dan

mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam

pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan

memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan

dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).

Dalam belajar bahasa Inggris ada dua keterampilan yang perlu dikembangkan

yaitu keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Keterampilan reseptif

meliputi keterampilan menyimak (listening) dan keterampilan membaca (reading), sedangkan keterampilan produktif meliputi keterampilan berbicara (speaking) dan keterampilan menulis (writing).

Selain itu di dalam kurikulum bahasa Inggris SMA, siswa wajib mengenal

beberapa jenis teks. Teks tersebut adalah teks descriptive, report, narrative, recount dan procedure. Klasifikasi teks ini dibuat berdasarkan beberapa elemen dari teks tersebut yang meliputi tujuan penulisan teks (purpose), sistematika penulisan (generic structure), paragraf-paragrafnya dan aspek gramatikal lainnya yang digunakan penulis untuk membangun tulisan/teksnya.

Agar dapat mempelajari teks tersebut di atas dengan baik, siswa perlu dibekali

dengan unsur-unsur bahasa, misalnya kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan

(49)

dapat membantu seseorang untuk mengungkapkan gagasannya dan membantu si

pendengar untuk memahami gagasan yang diungkapkan oleh orang lain. Sekali

lagi perlu ditekankan bahwa tata bahasa hanyalah sebagai unsur pembantu dalam

penguasaan keterampilan berbahasa.

Bahasa Inggris sendiri memiliki komponen makna. Menurut Halliday dalam

Tjahyono (2006: 51), komponen makna yang fundamental dalam bahasa adalah

komponen yang fungsional. Makna ideasional, interpersonal, dan tekstual

merupakan tiga macam makna yang terangkum dalam bahasa sebagai suatu

kesatuan yang membentuk landasan semantik semua bahasa. Makna ideasional

merupakan wujud dari pengalaman seseorang, baik pengalaman di dunia nyata

maupun pengalaman di dunia imajiner. Menurut Halliday makna ideasional

merupakan makna yang terkandung didalamnya (in the sense of content).

Selanjutnya, makna interpersonal merupakan makna sebagai bentuk dari tingkah

laku yang kita (sebagai yang berbicara atau yang menulis) tujukan kepada orang

lain (sebagai pendengar atau pembaca). Dalam kalimat, makna interpersonal ini

ditampilkan dalam perubahan peran dalam interaksi, misalnya statements, questions, offers, dan commands, serta kata kerja bantu modalilities (may, could, must, would) yang menyertainya. Misalnya, empat kalimat berikut ini berisi makna ideasional yang sama, namun makna interpersonalnya berbeda:

1. Bill, close the door.

(50)

3. If I were you, I would close the door. 4. Why don’t you close the door, Bill?

Menurut Setiadi (2006: 5), pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah bertujuan

meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengaplikasian siswa tentang

kecakapan hidup sehingga menjadi manusia yang terampil dengan cara

menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan tentang bahasa Inggris sehingga

menjadi manusia yang terampil dalam hal-hal lain yang membutuhkan

kemampuan berbahasa Inggris. Pembelajaran Bahasa Inggris hendaknya

dilakukan melalui pendekatan komunikatif dengan langkah-langkah penyajian

yang mengarah pada ketrampilan berbicara, menyimak, dan membaca.

Pelaksanaannya dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan anak. Untuk

melakukan pendekatan komunikatif maka guru memiliki kemampuan komunikatif

(comunikative skill) dan metode mengajar (teaching method) yang memadai. Sementara Tjahyono (2006: 12) menyatakan kemampuan seseorang dalam

berkomunikasi dapat ditunjukkan dalam dua cara, yaitu komunikasi lisan dan

komunikasi tertulis. Kalau komunikasi berlangsung secara lisan, ada unsur yang

lain yang perlu diperhatikan oleh guru, dan tentu saja perlu diajarkan kepada para

siswanya, yaitu mengenai ucapan atau pronunciation. Lebih-lebih bahasa Inggris yang antara ejaan dan ucapannya kadang-kadang berbeda jauh. Kesalahan dalam

ucapan akan menyebabkan seseorang tidak akan dapat mengemukakan

(51)

Sementara Agustian (2005: 34-36) menyatakan bahwa sebagai salah satu alat

untuk berkomunikasi, bahasa Inggris sangat diperlukan, sebab dengan menguasai

bahasa Inggris, seseorang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya

dan ini akan dapat dijadikan sebagai bekal untuk memperoleh serta membuka

lapangan kerja. Dengan demikian, seluruh elemen lembaga pendidikan dan

pelatihan dalam negeri harus berbenah dan memperbaiki diri jika ingin eksis di

persaingan mendatang, atau akan ditinggalkan masyarakat. Mereka dituntut untuk

mengkreasikan visi yang cocok pada lembaga yang dimiliki. Maka itu siswa

belum dapat dikatakan menguasai bahasa Inggris kalau dia belum dapat

menggunakan bahasa Inggris untuk keperluan komunikasi, meskipun dia

mendapat nilai yang bagus pada penguasaan kosa kata dan tata bahasanya.

Memang diakui bahwa seseorang tidak mungkin akan dapat berkomunikasi

dengan baik kalau pengetahuan kosa katanya rendah. Oleh karena itu, penguasaan

kosa kata memang tetap diperlukan tetapi yang lebih penting bukan semata-mata

pada penguasaan kosa kata tersebut tetapi memanfaatkan pengetahuan kosa kata

tersebut dalam kegiatan komunikasi dengan bahasa Inggris.

Menulis merupakan proses penyampaian pesan dari penulis kepada pembaca,

Sugiarto (2001:3). Menulis dapat pula diartikan sebagai kegiatan menggali pikiran

dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis,

menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan

(52)

Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan berbahasa

paling akhir yang dikuasai pelajar setelah kemampuan mendengarkan, berbicara

dan membaca. Dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain

kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang

bersangkutan. Hal tersebut disebabkan kemampuan menulis menghendaki

penguasaan berbagai unsur, dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan

menjadi isi karangan. Selain terampil menulis, siswa sudah sewajarnya memiliki

sikap positif terhadap pembelajaran menulis, artinya sebagai pandangan dan

perbuatan yang didasarkan pada pendirian terhadap kegiatan pembelajaran

menulis baik di kelas atau di luar kelas.

Gie (2002: 3) menyatakan bahwa menulis adalah segenap rangkaian kegiatan

seseorang mengungkapkan gagasan djuan menyampaikannya melalui bahasa tulis

kepada masyarakat pembaca untulkk dipahami. Proses menulis merupakan

serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa tahap yaitu pra

menulis (pre writing), pengedrapan (drafing), perbaikan (revising), pengeditan (editing), dan publikasi (publishing).

Sementara itu menurut Finoza (2009: 189), menulis adalah kegiatan seseorang

dalam menuangkan ide atau gagasannya ke dalam sebuah tulisan. Menulis

karangan adalah kesanggupan, kecukupan, dan kejayaan untuk menuangkan

ide-ide yang merupakan ungkapan perasaan dan berisikan pengetahuan dan berbagai

pengalaman hidup. Mengarang adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan

(53)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa menulis

karangan merupakan sebuah proses menuangkan suatu gagasan atau pikiran ke

dalam bahasa tulis yang berisikan pengetahuan dan berbagai pengalaman hidup

secara teratur agar dapat dipahami oleh pembacanya.

2.4 Kemampuan Menulis

Menulis pada hakikatnya adalah mengarang, yakni memberi bentuk kepada segala

sesuatu ya

Gambar

Tabel 1.1. Data  nilai ulangan harian siswa kelas X.1 dan X.6 mata pelajaran Bahasa Inggris untuk kemampuan menulis semester Ganjil T.P 2012-2013
Gambar 2.1 Contoh Mind Mapping yang Digunakan Sebagai Kerangka Karangan
Gambar 2.2 Contoh Berpikir Lurus
Gambar 3.1 Desain Pembelajaran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Demi mengembangkan Ilmu Pemngetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Dian Nuswantoro Hak Bebas Royalti Non Eksklusif atas karya ilmiah saya yang berjudul :

This study focuses on the role of education in the Palestine women on Michael Gorkin and Rafiqa Othman’s Three Mothers, Three Daughters novel seen from the theories

Setelah dirasa mampu, peserta diminta untuk membuat karya puisi secara mandiri pada langkah berikutnya (un- juk kerja mandiri). Langkah terakhir adalah melakukan

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran matematika pada mata pelajaran matematika materi bilangan bulat,

Dari hasil penelitian diketahui bahwa laki-laki memiliki peran yang lebih tinggi secara nyata dalam kegiatan produktif, pengambilan keputusan kegiatan domestik,

bahwa faktor teknikal yang terdiri atas harga saham masa lalu dan volume. saham masa lalu mempunyai pengaruh signifikan terhadap

Penelitian ini menggunakan metode quasi-experimental dengan desain nonequivalent control group design dengan melibatkan dua kelas (eksperimen dan pembanding masing-masing

Tiba-tiba menjawablah tuan Kadi mengatakan, &#34;Janganlah engkau berkata begitu dindaku.. Inilah hajatku datang ke man, karena apabila meninggal Dg Basomu dan jika engkau cinta juga