• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MEMINIMALISASI MISKONSEPSI PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MEMINIMALISASI MISKONSEPSI PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO

STRAY (TSTS) BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER

UNTUK MEMINIMALISASI MISKONSEPSI PADA MATERI

MOMENTUM DAN IMPULS

SKRIPSI

diajukan untukmemenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika

Oleh :

ASEP DEDY SUTRISNO NIM. 1005400

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

Simulasi Komputer untuk

Meminimalisasi Miskonsepsi pada

Materi Momentum dan Impuls

Oleh

Asep Dedy Sutrisno

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Asep Dedy Sutrisno 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

ASEP DEDY SUTRISNO

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK

MEMINIMALISASI MISKONSEPSI PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

AchmadSamsudin,S.Pd., M.Pd. NIP. 198310072008121004

Pembimbing II,

Dr. Winny Liliawati, S.Pd., M.Si. NIP. 197812182001122001

Mengetahui

KetuaJurusanPendidikanFisika

(4)
(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 4

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II Kajian Teori ... 8

A. Model Pembelajaran Kooperatif ... 8

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan Simulasi Komputer ... 10

C. Miskonsepsi dan Cara Mengidentifikasinya ... 13

D. Kerangka Pemikiran ... 21

E. Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III Metodologi Penelitian ... 30

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Desain Penelitian ... 31

D. Definisi Operasional ... 32

E. Instrumen Penelitian ... 33

(6)

G. Teknik Pengumpulan Data ... 41

H. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 48

A. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian... 48

a. Pelaksanaan Uji Coba Instrumen ... 48

b. Pelaksanaan Penelitian ... 48

c. Uji Normalitas, Homogenitas dan Hipotesis ... 49

d. Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran ... 51

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53

a. Profil Miskonsepsi ... 53

b. Pembelajaran Kooperatif TSTS berbantuan Simulasi Komputer dalam Meminimalisasi Miskonsepsi ... 54

c. Efektifitas Pembelajaran TSTS berbantuan Simulasi Komputer ... 58

BAB V Simpulan dan Saran ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

(7)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK

MEMINIMALISASI MISKONSEPSI PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS

Asep Dedy Sutrisno, Achmad Samsudin(1), Winny Liliawati(2) Jurusan Pendidikan Fisika

Universitas Pendidikan Indonesia

asepdedysutrisno@gmail.com

ABSTRAK

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai konsep bersyarat untuk setiap jenjang materi. Siswa pada dasarnya sudah mempunyai konsepsi tersendiri sebelum belajar fisika. Konsepsi siswa mungkin saja samaatau berbeda dengan konsep yang didapat dari para ahli. Konsepsi siswa yang berbeda dapat dikatakan sebagai miskonsepsi. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan tes diagnosis yangberupa tes pilihan ganda dengan menggunakan skala Certainty of Response Index (CRI). Penelitian ini bertujuan untuk meminimalisasi miskonsepsi siswa pada materi momentum dan impuls dengan menggunakan model pembelajaran two stay two stray (TSTS) berbantuan simulasi komputer. Penelitian ini menggunakan metode quasi-experimental dengan desain nonequivalent control group design dengan melibatkan dua kelas (eksperimen dan pembanding masing-masing 37siswadan 35 siswa) sebagai subyek penelitian. Kelas pembanding menggunakan model ceramah interaktif untuk membandingkan efektivitas pembelajaran dalam meminimalisasi miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Profil miskonsepsi siswa SMA pada materi momentum dan impuls setelah pembelajaran lebih dari 20%, 2) Penggunaan model pembelajaran two stay two stray (TSTS) berbantuan simulasi komputer dapat meminimalisasi miskonsepsi dengan persentase miskonsepsi hasil post-test 21,3%, lebih kecil dari kelas pembanding dengan persentase miskonsepsi hasil post-test sebesar 40,2%, 3) Efektivitas pembelajaran model TSTS berbantuan simulasi komputer lebih baik dibanding model ceramah interaktifdilihat dari nilai Gain yang dinormalisasi kedua kelas tersebut yaitu 0,64 dan 0,14.

Kata kunci: two stay two stray (TSTS), simulasi komputer, miskonsepsi, momentum dan impuls

ABSTRACT

(8)

misconception of students on the concepts momentum and impulse with model of learning by using two stay two stray (TSTS) and computer-assisted simulations. This research method using quasi-experimental design with nonequivalent control group design involves two classes (experimental and comparison of each of the 37 students and 35 students) as a subject of research. Classroom interactive lecture using model comparison to compare the learning effectiveness in minimizing any misconception. The research results showed that: 1) profile of the popular high school students on the concepts momentum and impulse after learning of more than 20%, 2) learning model Uses two stay two stray (TSTS) and computer-assisted simulations can minimize the misconception by misconception results percentage of post-test up 21.3%, smaller than the comparison class with the grade percentage misconception results post-test of 40.2%, 3) Effectiveness of learning model-assisted computer simulation of TSTS is better than an interactive lecture model viewed from the value of the Normalized Gain such that both classes of 0.64 and 0.14.

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Fisika merupakan mata pelajaran yang mempunyai konsep bersyarat untuk setiap jenjang materi.Hal ini menunjukkan bahwa materi baru membutuhkan beberapa konsep prasyarat yang diperoleh dari materi sebelumnya. Untuk mempelajari materi gaya, siswa terlebih dahulu harus memahami konsep-konsep kinematika. Jika pemahaman konsep siswa dalam mempelajari konsep-konsep kinematika masih kurang,hal ini dapat berpengaruh dalam memahami konsep gaya.Van den Berg (dalam Tayubi, 2005, hlm. 4) mengatakan bahwa salah satu sumber kesulitan utama dalam mempelajari fisika adalah akibat terjadinya kesalahan konsep atau miskonsepsi pada diri siswa. “Miskonsepsi dapat dikatakan sebagai konsepsi yang berbeda dengan konsep yang diakui secara ilmiah” (Abubakar & Rahmatsyah, 2012, hlm. 50).Menurut Tayubi (2005, hlm. 4),“Miskonsepsi ini dapat muncul pada diri siswa berasal dari pengalaman sehari-hari ketika berinteraksi dengan alam sekitarnya”.Contohnya, peristiwa benda jatuh bebas, mengangkat benda berat menggunakan bidang miring, mengetahui akan adanya listrik dan lain sebagainya. Siswa yang mengamati fenomena fisika dapat mengemukakan sendiri konsepsinya atau tafsiran tentang fenomena tersebut. Konsepsi siswa tersebut dapat sama dengan konsep yang diakui secara ilmiah, dapat juga berbeda.

Miskonsepsi yang dibiarkan akan menjadikan hasil belajar siswa menurun, sehingga dikhawatirkan akan berakibat buruk dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) atau untuk meneruskan dalam jenjang selanjutnya. Menurut Suparno (2013, hlm. 28), “dalam bidang fisika, miskonsepsi meliputi semua subkonsep yang ada, seperti mekanika; optika dan gelombang; panas dan termodinamika; listrik dan magnet; fisika modern;

(10)

miskonsepsi seharusnya dapat didiagnosis terlebih dahulu dengan cara mengidentifikasi kesalahan dalam pemahaman konsep.Isliyanti &Kurniadi (2011, hlm. 144)mengungkapkan bahwa “ada beberapa langkah untuk mengatasi dan juga meminimalisasi miskonsepsi, salah satunya adalah mendeteksi prakonsepsi siswa.”Untuk mendeteksi prakonsepsi siswa baik yang sesuai maupun yang miskonsepsi dapat dilakukan dengan tes diagnostik. Tes Diagnostik dapat dilakukan melalui tes tulis, wawancara maupun diskusi kelas. Peneliti melakukan tes diagnostik pada siswa kelas XII di salah satu SMA kota Bandung. Penelitian tersebut menggunakan tes diagnostik berupa tes pilihan ganda dengan skala Certainty of Response Index(CRI) dengan rentang skala 0 sampai 5 untuk mengetahui tingkat

keyakinan siswa.Materi yang diujikan adalah momentum dan impuls, yang termasuk dalam subkonsep mekanika. Berdasarkan hasil identifikasi miskonsepsi tersebut, diperoleh data awal bahwa potensi miskonsepsi sebesar 44%.

(11)

3

Tabel 1.1. Rerata Persentase Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran

No Sekolah Pre-test Post-test

1 SMA Negeri 2 Palu 63,75 17,92

2 SMA Negeri 3 Palu 61,18 24,86

3 SMA Negeri 5 Palu 61,27 22,97

4 SMA Negeri 7 Palu 67,81 23,75

5 MAN Model 58,75 17,18

6 SMA Muhammadiyah 50,00 17,00

Rata-rata 60,46 20,71

Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut, menunjukkan adanya penurunan tingkat miskonsepsi dari tahap awal sebelum pembelajaran dan sesudah pembelajaran. Adanya penurunan tingkat miskonsepsi yang cukup mencolok ini, salah satunya disebabkan karena siswa dapat mempelajari materi melalui simulasi komputer sehingga dapat lebih memahami konsep mekanika. Selain itu, siswa juga dapat mengkonfirmasi konsepsi awalnya dengan menggunakan simulasi komputer.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sebagai pendidik perlu melakukan hal-hal yang mampu meningkatkan kemapuan siswanya dalam meminimalisiasi miskonsepsi. Salah satu metodenya adalah penggunaan simulasi komputer dalam pembelajaran kooperatif (Saehana & Haeruddin, 2012). Studi pendahuluan yang peneliti lakukan bahwa rata-rata pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru adalah menggunakan model ceramah interaktif, sesekali menggunakan model lain seperti problem solving, dan eksperimen. Dengan model ceramah, beberapa siswa terlihat

(12)

positif, karena siswa dapat bekerjasama dalam belajar dan tidak ada yang mengatuk.

Menurut Huda (2013, hlm. 32),“Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerja samadalam belajar.”Namun banyak tipe pada pembelajaran kooperatif yang tentunya mempunyai kelemahan dan kelebihan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2012, hlm. 66) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif two stay two stray (TSTS) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada pelajaran fisika.”Demikian halnyaApriandi(2012),“prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS) dan tipe Numbered Heads Together (NHT) menunjukan hasil yang lebih baik dibanding dengan metode konvensional/ceramah.”

Hal ini menjadi alasan bagi peneliti untuk mencoba menggunakan model kooperatif tipe two stay two stray (TSTS) dengan bantuan simulasi komputer untuk meminimalisasi miskonsepsi pada konsep momentum dan impuls. Tipe TSTS memiliki keunggulan yaitu dapat diterapkan di semua mata pelajaran dan tingkatan umur serta memungkinkan setiap anggota dalam kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain (Kagan dalam Huda, 2013, hlm. 140).

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Dari latar belakang, ada beberapa masalah yang sering terjadi di lapangan yaitu:

a. Terjadinya miskonsepsi pada sebagian siswa SMA.

b. Guru kurang kreatif dalam mengajar, terutama dalam penggunaan model pembelajaran, rata-rata masih dengan modelceramah.

(13)

5

d. Kecenderungan siswa yang hanya ingin diajar daripada belajar sendiri, sehingga konsepsi siswa yang terbentuk dapat menimbulkan miskonsepsi.

Dengan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, peneliti mengajukan batasan masalah dalam penelitian ini yaitu miskonsepsi yang diakibatkan oleh diri peserta didik pada konsep momentum dan impuls.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana

profilmiskonsepsi siswa pada materi momentum dan impuls setelah diimplementasikan dengan pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan simulasi komputer?” Perumusan tersebut dapat dijabarkan dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana profil miskonsepsi siswa SMA pada materi momentum dan impuls antara hasil uji identifikasi awal, setelah diterapkan pembelajaran TSTS berbantuan simulasi komputer dan setelah pembelajaran dengan model ceramah interaktif?

b. Bagaimana pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TSTS berbantuan simulasi komputer dalam meminimalisasi miskonsepsi siswa?

c. Bagaimana efektivitaspembelajaran dalam meminimalisasi miskonsepsi antara model pembelajaran kooperatif tipe TSTSberbantuan komputer dibandingkan dengan model ceramah interaktif?

D. Tujuan Penelitian

(14)

pembelajaran two stay two stray (TSTS) berbantuan simulasi komputer. Berdasarkan maksud tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Membandingkanprofil miskonsepsi siswa SMA antara hasil uji identifikasi awal, setelah pembelajaran menggunakan model kooperatif TSTS berbantuan simulasi komputerdan setelah pembelajaran model ceramah pada materi momentum dan impuls. b. Mengidentifikasi pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif

tipe TSTS berbantuan simulasi komputer dalam meminimalisasi miskonsepsi siswa.

c. Membandingkan efektivitas pembelajaran antara modelpembelajaran kooperatif tipe TSTS berbantuan simulasi komputer dengan pembelajaran ceramah interaktif.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-pihak dalam dunia pendidikan. Dari segi teori, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif cara dalammeminimalisasi miskonsepsi. Meskipun penelitian ini hanya dilakukan untuk ruang lingkup yang sangat kecil, tetapi hasil yang telah diperolehcukup menunjukan hasil yang positif. Hal ini dikarenakan penelitian untuk meminimalisasi miskonsepsi pada konsep momentum dan impuls masih jarang dilakukan. Masih banyak materi fisika yang jarang diteliti, dalam hal mengurangi miskonsepsi siswa. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan dikembangkan lagi untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

F. Struktur Organisasi Skripsi

(15)

7

a. Bab pertama, Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah Penelitian, Rumusan Masalah Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Struktur Organisasi Skripsi.

b. Bab kedua, Kajian Teori yang meliputi: Model Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan Simulasi Komputer, Miskonsepsi dan Cara Mengidentifikasinya, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian.

c. Bab ketiga, Metodologi Penelitian yang meliputi: Lokasi dan Subjek Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Proses Pengembangan Instrumen, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data. d. Bab Keempat, Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi:

Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran, Hasil Penelitian dan Pembahasan.

(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untu dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013, hlm. 80). Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Arikunto (2010, hlm. 173-174) menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dengan demikian, Subyek penelitian ini adalah kelas XI di salah satu SMA Negeri di kota Bandung. Teknik pengambilan sampel dengan nonprobability sampling berupa sampling purposive, artinya teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi dan penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013, hlm. 84).

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitianQuasi-Experimental. Peneliti memilih metode ini karena sulit melaksanakan true experimental jika digunakan dalam penelitian pendidikan.Quasi-Experimentalmerupakan bentuk pengembangan dari true experimental yang mempunyai kelas kontrol, tetapi tidak sepenuhnya

(17)

31

C. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini yang digunakan untuk metode Quasi Experimental adalah Nonequivalent Control Group Design. Ini

dikarenakan peneliti ingin membandingkan antara kelompok kelas pembanding dan kelas eksperimen. Peneliti memilih sampel untuk kelas eksperimen dan kelas pembanding tidak secara acak atau ditentukandengan pertimbangan tertentu dari enam kelas yang ada pada sekolah tersebut. Sugiyono (2013, hlm. 77) menyatakan bahwa Quasi Experimental digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan

kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. Oleh karena itu, peneliti lebih memilih menggunakan kelas pembanding daripada kelas kontrol. Dalam desain ini, kelas eksperimen dan kelas pembanding diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal ada tidaknya perbedaan antara

kelas eksperimen dan pembanding. Selanjutnya, kelas eksperimen diberi perlakuan tertentu sedangkan kelas pembanding hanya diberi perlakuan menggunakan model ceramah interaktif. Setelah pembelajaran, keduanya di beri postest untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan setelah diberi treatment.

E O1 X O2

K O3 O4

Gambar 3.1. Skema Nonequivalent Control Group Design Keterangan:

E = Kelas Eksperimen

K = Kelas pembanding

O1 dan O3 = pretest O2 dan O4 = postest

(18)

D. Definisi operasional

a. Pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS)

Pembelajaran kooperatif tipe TSTS yaitu pembelajaran secara berkelompok, dimana satu kelompok terdiri dari empat orang yang mempunyai tugas berbeda. Di dalam pembelajarannya, setiap kelompok membahas topik tertentu, kemudian saling tukar anggota untuk mencari informasi pada kelompok lainnya. Dua orang pada masing-masing kelompok bertugas untuk mencari informasi, dua orang yang lainnya bertugas untuk menjelaskan informasi. Pembelajaran kooperatif ini dapat diukur melalui lembar observasi dalam bentuk angket skala Guttman dan dilakukan oleh dua orang observer. Observer tersebut menilai pelaksanaan pembelajaran, baik itu dari guru maupun kegiatan siswa. Selain itu juga memberikan angket untuk masing-masing siswa yang bertujuan untuk mengukur kepuasan dari pembelajaran yang dilakukan. Efektivitas pembelajaran diukur dengan menggunakan nilai gain yang dinormalisasi.

b. Miskonsepsi

(19)

33

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa: a. Tes

Tes ini berupa tes pilihan ganda dengan pilihan jawaban ada lima, dan menggunakan skala CRI yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya potensi miskonsepsi. Instrumen penelitian berupa tes ini, disusun oleh peneliti dan di-judgement oleh tiga orang ahli. Dua orang dosen ahli yaitu Asep Sutiadi, S.Pd., M.Si., sebagai dosen ahli bidang evaluasi, dan Endi Suhendi, S.Si., M.Si, sebagai dosen ahli bidang mekanika, serta satu guru fisika SMA yaitu Firdha Kustini, S.Pd, sebagai guru ahli bidang fisika.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berbentuk skala Guttman, diisi oleh observer yang terdiri dari dua orang. Masing-masing observer

menilai kegiatan yang dilakukan oleh guru dan juga kegiatan oleh siswa. Hasil dari kedua observer kemudian digabung dan diolah, selanjutnya dianalisis untuk menilai keterlaksanaan kegiatan pembelajaran. Jadi lembar observasi bertujuan untuk menilai kegiatan pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS). c. Angket

(20)

d. Wawancara

Wawancara yang dilakukan merupakan wawacara bebas-terbimbing pada siswa untuk memperjelas miskonsepsi yang dialami pada siswa tersebut. Wawancara digunakan sebagai data pendukung untuk menguatkan alasan siswa yang didiagnosis mengalami miskonsepsi. Siswa yang didiagnosis miskonsepsi diketahui dari hasil tes pilihan ganda dan skala CRI. Jadi wawancara tidak dilakukan untuk semua siswa, hanya mengambil beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh dari instrumen penelitian berupa tes pilihan ganda dengan skala CRI, untuk mengidentifikasi potensi miskonsepsi. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2010, hlm. 211). Instumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan saat dikatakan reliabel jika cukup dipercaya sebagai pengumpul data. Agar instrumen yang digunakan teruji validitas dan reabilitasnya maka instrumen diujikan terlebih dahulu di kelas non-penelitian. Kemudian diambillah soal yang memiliki validitas dan reliabilitas tinggi untuk diujikan di kelas penelitian. Selain itu, validitas dan reliabilitas dapat diperoleh dari hasil judgment dosen ahli. Untuk mengukur validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Validitas

(21)

35

mempunyai validitas yang rendah. Validitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

= �∑ − ∑ (∑ )

{�∑ 2( 2 )}{�∑ 2( 2)} ...Pers. (1)

Keterangan :

= Kosefien Korelasi antara variabel X dan Y

= Skor tiap buti soal

= Skor total tiap butir soal

� = Jumlah peserta tes

Interpretasi koefisien korelasi yang menunjukan nilai validitas ditunjukan oleh Tabel 3.1berikut (Arikunto,2011 hlm. 75):

Tabel 3.1. Interpretasi Koefisien Korelasi untuk Validitas

Koefisien Korelari Kriteria Validitas 0,800 – 1,00

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-rubah), relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Reliabilitas tes menggunakan persamaan sebagai berikut:

11 =

2 1/2 1/2

(22)

Keterangan:

r11= Reabilitias Instrumen

1/2 1/2 = Korelasi antara skor-skor tiap belahan tes

Interpretasi Reabilitas instrumen ditunjukan dalam Tabel 3.2 berikut(Arikunto, 2011, hlm. 75):

Tabel 3.2.Interpretasi Koefisien Korelasi untuk Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria

Taraf Kesukaran suatu butir soal ialah bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal (Arikunto, 2011, hlm. 207).Taraf

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS =jumlah seluruh siswa peserta tes

(23)

37

Tabel 3.3. Klasifikasi Taraf Kesukaran

Tingkat Kesukaran Nilai P

Sukar 0,00 – 0,30

Sedang 0,30 – 0,70

Mudah 0,70 – 1,00

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2011, hlm. 211). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut Indeks diskriminasi. Indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00.

Perhitungan daya pembeda menggunakan persamaan berikut:

��=

� − � ...Pers. (4)

dengan,

��=Indeks daya pembeda butir soal tertentu =Jumlah kelas atas yang menjawab benar

=Jumlah kelas bawah yang menjawab benar

� = Jumlah testee kelas atas

� = Jumlah testee kelas bawah

Pencapaian daya pembeda dapat ditentukan berdasarkan kriterianya pada Tabel 3.4dibawah ini (Arikunto, 2011, hlm. 218):

Tabel 3.4. Kriteria Daya Pembeda

Nilai Kriteria

0,00 – 0,20 Jelek

(24)

Tabel 3.4.Kriteria Daya Pembeda (Lanjutan) menunjukkan bahwa kelompok rendah lebih banyak menjawab butir soal tersebut.

Data uji instrumen soal tes diolah per butir soal. Namun hasil yang didapat tidak sesuai, karena untuk validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran rata-rata memperoleh kriteria sedang dan rendah. Namun demikian instrumen soal tersebut diperbaiki dan digunakan untuk penelitian. Selanjutnya hanya ada satu butir soal yang tidak digunakan, karena pertimbangan bahwa soal tersebut memuat pendapat seseorang. Secara ringkas disajikan dalam Tabel 3.5dibawah ini:

Tabel 3.5. Pengolahan Data Instrumen Soal

No

soal

Validitas Reabilitas Daya

(25)

39

Tabel 3.5. Pengolahan data Instrumen soal (Lanjutan)

No

soal

Validitas Reabilitas Daya

Pembeda

(26)

bahwa instrumen soal tersebut sudah valid. Hal ini dapat dilihat dari kriteria validitas yang sangat tinggi. Format untuk menguju validitas konstruksi menggunakan skala likert. Hasilnya dirata-ratakan dan dibagi skala likert tertinggi kemudian dinormalisasikan dalam kriteria product moment. Secara ringkas, hasilnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 3.6. Validitas Konstruksi dan Kriteria berdasarkan Hasil Judgment Ahli

Ahli Tingkat validitas Kriteria

Pen-judgment 1 0,95 Sangat Tinggi

Pen-judgment 2 0,94 Sangat Tinggi

Pen-judgment 3 1,00 Sangat Tinggi

Rata-rata 0,96 Sangat Tinggi

Untuk mencari Reliabilitas, dengan cara membandingkan hasil judgment para ahli tersebut. Peneliti memutuskan untuk membandingkan

hasil dari dosen ahli. Hal ini dikarenakan, dosen setingkat lebih tinggi jika dibandingkan dengan guru. Hasilnya terlebih dulu mencari korelasi product moment kemudian mencari reabilitas menggunakan rumus

Sperman-Brown. Hasilnya diperoleh dalam bentuk tabelberikut :

Tabel 3.7. Reliabilitas dengan Rumus Sperman-Brown

Jenis Korelasi Tingkat Reliabilitas Kriteria Korelasi product

moment 0,54

(27)

41

(28)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan data. Pada penelitian ini data diperoleh melalui hasil tes, observasi, wawancara, angket dan juga melalui dokumentasi. Cara untuk mengumpulkan data pun berbeda-beda, pengumpulan data hasil tes dengan melakukan pre-test dan post-test. Pejelasan dilakukannya pre-test dan post-test sebagai berikut:

a. Pre-Test

Pre-test ini dilakukan sebelum siswa mendapatkan pengajaran biasa dari guru. Tujuan pre-test ini untuk mengetahui kemampun awal siswa dalam pemahaman konsep awal.

b. Post-Test

Post-test dilakukan setelah pembelajaran baik pada kelas pembanding dan kelas eksperimen. Untuk kelas Eksperimen, data hasil post – test diolah dan dianalisis sehingga didapatkan kesimpulan akhir mengenai pengaruh penggunaaan model pembelajaran TSTS berbantuan simulasi komputer dalam meminimalisasi miskonsepsi pada materi momentum dan impuls. Sedangkan kelas pembanding, untuk mengetahui efektivitas dari pembelajaran dibanding dengan kelas eksperimen.

Teknik pengumpulan data yang digunakan selanjutnya yaitu wawancara, observasi, angket dan juga dokumentasi. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

a. Wawancara

(29)

43

dari siswa pada sub konsep yang masih mengalami miskonsepsi. Wawancara dilakukan secara face to face dan hasil wawancara dicatat poin pentingnya saja dalam lembar catatan.

b. Observasi

Observasi pada penelitian ini dalam proses pelaksanaannya termasuk dalam observasi berperan serta (participant observation). Hal ini bahwa dalam observasi, peneliti terlibat dengan kegiatan orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2013, hlm. 145). Sedangkan dari segi instrumen yang digunakan, observasi ini merupakan observasi terstruktur, di mana observasi telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan dan di mana tempatnya. Observasi terstruktur ini menggunakan lembar observasi tentang keterlaksanaan kegiatan pembelajaran. Data yang diperoleh dari pemberian cheklist pada kolom skala Guttman “ya-tidak” oleh observer. Observer terdiri dari dua orang yang ditunjuk untuk mengobservasi ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasilnya kemudian dihitung menggunakan persamaan berikut ini:

ℎ ℎ 100% ...Pers(5)

c. Angket

(30)

Skala 1 menunjukan ketidaksetujuan dengan kegiatan pembelajaran yang diterapkan sedangkan skala 5 menunjukan sangat setuju. Hasilnya dihitung menggunakan persamaan seperti di bawah ini:

ℎ ℎ 100% ...Pers(6)

d. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengabadikan proses kegiatan pembelajaran. Dokumentasi yang dilakukan menggunakan kamera pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Dengan adanya dokumentasi menunjukan bukti bahwa penelitian memang telah dilaksanakan.

H. Teknik Analisis Data a. Data Skor Tes

Setelah Instrumen tes diujikan kepada peserta didik diperoleh skor tes mereka. Dari skor tes kemudian dicari validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Selanjutnya instrumen tes yang sudah direvisi digunakan untuk pre-test dan post-test untuk masing-masing kelas. Data hasil pre-testmasing-masing-masing-masing kelas digunakan untuk menguji Normalitas dan Homogenitas kedua kelas sebelum diberi treatment. Data hasil post-test digunakan untuk menguji Hipotesis, dengan syarat bahwa kedua kelas sudah normal dan homogen. Selanjutnya untuk menguji efektivitas pembelajaran, dengan menggunakan perbedaan nilai gain yang dinormalisasi dari data hasil pre-test dan post-testmasing-masing kelas. Dalam melakukan uji normalitas, uji homogenitas, uji hipotesis dan nilai gain yang dinormalisasi dapat dijelaska sebagai berikut:

a) Uji Normalitas

(31)

45

variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal (Sugiyono, 2013, hlm. 172). Oleh karena itu, sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Karena terdapat kelas eksperimen dan kelas pembanding, maka kedua kelas tersebut diuji normalitasnya sebelum diberi treatment. Untuk menguji normalitas dapat dilakukan dengan uji

Chi Kuadrat.

Langkah-langkah pengujian normalitas data dengan Chi Kuadrat adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2013, hlm. 172):

1) Merangkum data seluruh variabel yang akan diuji normalitasnya. Dalam hal ini data hasil pre-testuntuk masng-masing kelas.

2) Menentukan jumlah interval kelas. Jumlah siswa untuk masing-masing kelas adalah 35 dan 37 siswa. Oleh karena itu, jumah kelas intervalnya = 6, karena luas kurva normal dibagi menjadi enam, masing-masing luasnya adalah 2,7%; 13,34%; 33,96%; 33,96&;13,34%; 2,7%.

3) Menentukan panjang kelas interval yaitu : (data terbesar-data terkecil) dibagi dengan jumlah kelas interval (6).

4) Menyusun ke dalam tabel distribusi frekuensi, yang sekaligus merupakan tabel penolong untuk menghitung Chi Kuadrat.

5) Menghitung frekuensi yang diharapkan (Fh) dengan

cara mengalikan persentase luas tiap bidang kurva normal dengan jumlah anggota sampel.

6) Memasukan harga Fhke dalam tabel kolom Fh, sekaligus

menghitung harga-harga (Fo-Fh) dan

(32)

menjumlahkannya. Jumlah harga (Fo− Fh)2

Fh adalah harga Chi Kuadrat (X2) hitung.

7) Menbandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel. Jika harga Chi Kuadrat hitung lebih keci atau sama dengan harga Chi Kuadrat tabel (Xh2 ≤Xt2), maka distribusi data dinyatakan normal. Jika (Xh2 >Xt2), maka distribusi data dinyatakan tidak normal.

b) Uji Homogenitas

Sebelum menguji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas kedua kelas. Uji homgenitas ini juga menggunakan data hasil pre-test sebelum pemberian treatment masing-masing kelas. Hipotesis yang akan diuji berdasarkan n yang tidak sama, n1= 35 dan n2 = 37, tetapi varians kedua sampel homogen atau

tidak, maka perlu diuji homogenitas variansnya terlebih dulu dengan uji F (Sugiyono, 2013, hlm. 197). Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

� = �

...Pers. (7)

Harga ini selanjutnya dibandingkan sengan harga F tabel dengan dk pembilang dan dk penyebut sesuai jumlah (n - 1) kedua kelas. Jika harga F hitung lebih keci dari F tabel (Fh< Ft) maka

kedua kelas homogen. Sedangkan jika harga (Fh> Ft), maka

kedua kelas tidak homogen. c) Uji Hipotesis

Jika kedua kelas sudah normal dan homogen, maka kedua kelas tersebut diberi tretment kemudian data hasil post-testdianalisis dan uji hipotesis dapat dilakukan. Pengujian

(33)

47

eksperimen dan kelompok pembanding, maka digunakan rumus t-test sampel related. Persamaannya dapat ditulis sebagai

berikut:

r = koefisien korelasi

s1 = simpangan baku kelas eksperimen

s2 = simpangan baku kelas pembanding

n1 = jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = jumlah sampel kelas pembanding

Selanjutnya t hitung tersebut dibandingkan dengan t tabel dengan taraf signifikansi 1 %. Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa, jika t hitung lebih kecil atau sama dengan t tabel (th≤tt),

maka Ho diterima. Jika t hitung lebih besar dari t tabel (th>tt),

maka Ho ditolak.

d) Efektivitas Pembelajaran dengan Nilai Gain yang Dinormalisasi Hasil dari pre-test dan post-testkemudian mencari besar gain dengan perhitungan sebagai berikut:

G = skor post test skor pre test ...Pers. (9) Peningkatan hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS) dan juga model pembelajaran konvensional dicari

(34)

digunakan untuk mengetahui model pembelajaran mana yang lebih efektiv dalam meminimalisasi miskonsepsi. Rumus yang digunakan untuk menghitung gain yang dinormalisasi(Hake, 2007, hlm. 8) adalah:

� = (<% >− <% >)

(100%− <% >) ...Pers. (10)

Interpretasi terhadap nilai gain yang dinormalisasi ditunjukan oleh tabel Tabel 3.8berikut:

Tabel 3.8.Interpretasi Nilai Gain yang dinormalisasi

Nilai <g> kriteria

� ≥0,7 Tinggi 0,7 > � ≥0,3 Sedang

� < 0,3 Rendah

Nilai rata-rata n-gain pada kedua kelas dibandingkan, kemudian dibuat kesimpulan untuk tingkat efektivitasnya.

b. Data Hasil Observasi dan Angket

Respon siswa terhadap pembelajaran berupa pemberian tanda cheklist (√) pada kolom tanggapan menggunakan skala likert maupun skala Guttman (metode check list), kemudian dihitung presentase jumlah siswa yang setuju atau skala yang terbesar.

c. Data Hasil Wawancara dan Dokumentasi

(35)

61 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan juga pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan secara umum yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan simulasi komputer dapat meminimalisasi miskonsepsi siswa pada materi momentum dan impuls. Secara khusus dijelaskan sebagai berikut:

a. Profil miskonsepsi untuk kelas XII di salah satu SMA di Bandung sebesar 44,375% pada materi momentum dan impuls. Miskonsepsi terjadi pada empat konsep esensial, yaitu konsep momentum, konsep impuls, konsep hubungan momentum dan impuls, dan konsep energi kinetik berdasarkan konsep momentum dan impuls.Profil miskonsepsi untuk kelas XI juga masih ada. Hal ini terlihat dari persentase miskonsepsi setelah pembelajaran pada kelas pembandingyang menggunakan model ceramah sebesar 40,2% dan kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran two stay two stray (TSTS) berbatuan simulasi komputer sebesar 21,3%.

b. Pengaruh dari penggunaan model pembelajaran two stay two stray(TSTS) berbantuan simulasi komputer, menunjukan hasil yang

positif dalam meminimalisasi potensi miskonsepsi siswa. Hal ini dibuktikan dengan persentase potensi miskonsepsi untuk siswa kelas XI dari hasil post-test sebesar 21,3%. Hasil ini lebih kecil dibanding dengan presentase miskonsepsi hasil pre-test sebesar 33,1%. Begitu juga jika dibandingkan dengan persentase miskonsepsi pada kelas pembanding. Persentase miskonsepsi dengan menggunakan pembelajaran model ceramah ini malah meningkat. Dari hasil pre-testsebesar 37,4% meningkat menjadi 40,2% dari hasil post-test.

(36)

gain yang dinormalisasi antara kedua kelas jauh berbeda. Nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk kelas ekpserimen sebesar 0,64 (kategori sedang), sedangkan untuk kelas pembanding sebesar 0,14 (kategori rendah). Dengan demikian metode pembelajaran two stay two stray(TSTS) berbantuan komputer lebih efektif dalam meminimaliasi

miskonsepsi dan peningkatan pemahaman konsep siswa dibanding metode pembelajaran secara ceramah.

B. Saran

Peneliti mengajukan beberapa saran terkait penelitian yang telah dilakukan. Miskonsepsi dapat mempengaruhi pemahaman siswa khususnya untuk konsep-konsep abstrak. Oleh karena itu, perlu dirancang suatu model pembelajaran yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan. Bisa juga menggunakan model yang peneliti lakukan, karena sudah terlihat pengaruhnya dalam meminimalisasi miskonsepsi. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika menggunakan model pembelajaran two stay two stray (TSTS) berbantuan simulas komputer, diantaranya:

a. Perlu diinformasikan terlebih dahulu kepada siswa tentang pembelajaran TSTS tersebut, pembagian kelompok, dan alat yang perlu dibawa untuk digunakan dalam pembelajaran.

b. Model pembelajaran seperti ini sangat cocok untuk kelas kecil, maksimal 6 kelompok (4 orang per kelompok).

c. Guru harus lebih ekstra dalam memfasilitas siswa, juga dalam hal pengkondisian kelas.

(37)

63

Asep Dedy Sutrisno, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, & Rahmatsyah. (2012). Menerapkan Model Konstruktivis untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Umum I Mahasiswa Semester I Jurusan Fisika UNIMED TA 2012/2013. Jurnal Pendidikan Fisika, 1, 49-54.

Apriandi, D. (2012). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dan Numbered Heads Together (NHT) terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Smp di Kabupaten Bantul ditinjau dari Aktivitas Belajar. Jurnal Ilmiah Prodi Matematika, 01, 1-14. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Hake, R. R. (2007). Design-Based Research in Physics Education: A Review. [Online] : http://www.physics.indiana.edu/~hake/DBR-Physics3.pdf. Diakses pada 25 Februari 2014.

Hidayat. (2011). Menyusun Skripsi & Tesis (edisi revisi). Bandung : Informatika. Huda, M. (2013). Cooperatif Learning, metode teknik struktur dan model

penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ihsan, D. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika Siswa (Skripsi FPMIPA UPI ed.). Bandung: Tidak Diterbitkan.

Isliyanti, A., & Kurniadi, R. (2011). Pembuatan Kumpulan Pembahasan Miskonsepsi pada Beberapa Topik Materi Mekanika. Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains (hal. 144-147).

[Online]. Tersedia di:

http://prosiding.papsi.org/index.php/SFN/article/viewFile/213/224. Diakases 11 Februari 2014.

(38)

Munir. (2013). Multimedia : Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Saehana, S., & Haeruddin. (2012). Pengembangan Simulasi Komputer Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Untuk Meminimalisir Miskonsepsi Fisika Pada Siswa SMA Di Kota Palu. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY, (hal. 286-290).

Sekercioglu, A. G., & Kocakula, M. S. (2008). Grade 10 Students' Misconception abaut Impulse and Momentum. Journal of Turkish Science Education, 5(2), 47-59.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suparno, P. (2013). Miskonsepsi & Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.

Jakarta: Grasindo.

Suprijono, A. (2010). Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tayubi, Y. R. (2005). Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Universitas Pendidikan Indonesia, Pendidikan Fisika. Bandung: Mimbar Pendidikan.

Gambar

Tabel 1.1. Rerata Persentase Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran
Gambar 3.1. Skema Nonequivalent Control Group Design
Tabel 3.1. Interpretasi Koefisien Korelasi untuk Validitas
Tabel 3.2.Interpretasi Koefisien Korelasi untuk Reliabilitas
+6

Referensi

Dokumen terkait

merefleksikan kondisi terkait kebijakan/program/kegiatan yang dianalisis. Terutama antara faktor kesenjangan dan faktor penyebab kesenjangan serta rencana aksi yang ditetapkan.

Istraživanje je provedeno na stvarnoj banci unutar bankarskog sektora Splitsko – dalmatinske županije, a dobiveni podaci o kreditnoj analizi zajmotražitelja

Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno ), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso ), dan Panitia Ekonomi

Lokasi penelitian yang berada di Perumahan Grand Puri Bunga Nirwana, merupakan bekas daerah persawahan yang sedang tahap pembangunan untuk dijadikan daerah

Dalam penelitian ini ditemukan peraturan yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta sudah mengacu pada kompetensi para pelaku di industri pariwisata namun bila dibandingkan dengan

Dalam perkembangannya derajat persaingan suatu perusahaan akan sangat tergantung pada kemampuan memanfaatkan kesempatan ekonomi dengan strategi yang tepat.. Selain

Penelitian bermain terapetik mewarnai sebelumnya telah ada, namun perlu inovasi dengan yaitu intervensi mewarnai dengan gambar tema Rumah Sakit yang masih

Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjian sesuatu mengenai warisan itu, sekalipun dengan