STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG
REJO KECAMATAN STABAT
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Oleh :
NURCHALIS FARID
070304002
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
NURCHALIS FARID (070304002/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM, Ph.D
dan Ir. Lily Fauzia, M.Si
Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan permintaan kakao di pasar internasional terus terjadi. Hal ini diikuti dengan harga yang cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tidak diiringi dengan produksi nasional sebagai negara pengekspor Kakao. Produksi yang rendah disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu perlu kiranya untuk menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas Kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012) 2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian.
RIWAYAT HIDUP
NURCHALIS FARID, dilahirkan di Medan pada tanggal 31
Agustus 1989, sebagai anak dari Ayahanda Ir.Ahamad Arifin Hsb, dan
Ibunda NurAini Rabe. Penulis merupakan anak pertama dari enam
bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai
berikut: pada tahun 1995 masuk sekolah dasar di SD Negeri 1. Binjai
tamat tahun 2001. Tahun 2001 masuk sekolah menengah pertama di
SMPN 1 Binjai tamat tahun 2004. Tahun 2004 masuk sekolah menengah
atas di SMAN 5 Binjai tamat tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP.
Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi
kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(IMASEP) dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi
Pertanian (FSMM-SEP).
Pada bulan April 2011 penulis melaksanakan penelitian skripsi di
Desa Karang Rejo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Kemudian
pada bulan Juli 2012 melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Desa Air putih, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan, Provinsi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Skripsi ini berjudul STRATEGI PENINGKATAN
PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN
STABAT KABUPATEN LANGKAT. Adapun tujuan dari penulisan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Iskandarini, MM selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk mengajar, dan membimbing serta memberi masukan
dan semangat yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini
2. Ibu Lily Fauzia,M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu dan wawasan ilmiah secara detail, yang mengayomi
dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.
3. Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku penguji saya yang memberikan
banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi saya.
4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku penguji dan Ketua Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh petani Kakao yang menjadi sampel dalam penelitian di Desa
Karang rejo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat
Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada
Ibunda tersayang NurAini Rabe dan Ayahanda Ir. Ahmad Arifin Hsb dan keluarga
besar atas motivasi, kasih sayang dan doa yang tiada hentinya yang diberikan
kepada penulis selama menjalani kuliah, serta adik-adiku tersayang Akbar Arif,
Debby Juwita Ayu, Tasya Rifa Nabila, Balqis Rafifa Artanti, Rizky Ananda Hafiz
yang telah turut mendoakan dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih setulusnya penulis ucapkan kepada teman – teman
Agribisnis FP USU stambuk 2007, kakak-kakak senior. Teman – teman
seperjuangan yang teristimewa hakim, facreza, azhar, holong, rony, ella,
rovil, dan kawan-kawan di PJK USU (bang Rizal, kak Rina, dan Bang
Titok) yang telah banyak membantu, memberi semangat dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
untuk kita semua. Amin.
Medan Agustus 2013
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 5
2.1 Tinjauan Aspek Agronomi Kakao ... 5
2.2 Landasan Teori ... 8
2.3 Kerangka Pemikiran ... 13
2.4 Hipotesis Penelitian ... 15
III.METODOLOGI PENELITIAN ... 16
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 16
IV.DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 26
5.1 Usaha Kakao Kec.Stabat Kab. Langkat ... 32
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao Kec. Stabat Kab. Langkat ... 34
5.3 Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal Peningkatan Produksi Kakao ... 40
5.4 Strategi Peningkatan Produksi Kakao ... 44
IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 53
No Judul Halaman
1. Matriks Posisi SWOT ... 18
2. Skema Kerangka Pemikiran ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
1. Karakteristik Petani Kakao di Desa Karang Rejo Tahun 2011
2. Jumlah Luas Lahan, Bibit, Umur Tanaman, Jarak Tanam, dan Jumlah Produksi Tahun 2011
3. Penggunaan Faktor Produksi Per Petani Pertahun pada Usahatani
Kakao
4. Data Faktor Produksi dalam Bentuk
5. Skor Kekuatan Petani dalam Peningkatan Kakao
6. Skor Kelemahan Petani dalam Peningkatan Kakao
8. Skor Peluang dalam Peningkatan Produksi Kakao
8. Skor Ancaman Petani dalam Peningkatan Produksi Kakao
9. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi yang
Mempengaruhi Produksi Kakao
ABSTRAK
NURCHALIS FARID (070304002/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM, Ph.D
dan Ir. Lily Fauzia, M.Si
Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan permintaan kakao di pasar internasional terus terjadi. Hal ini diikuti dengan harga yang cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tidak diiringi dengan produksi nasional sebagai negara pengekspor Kakao. Produksi yang rendah disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu perlu kiranya untuk menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas Kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012) 2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar ketiga di dunia
hingga saat ini. Tahun 2009 produksi biji kakao mencapai 849.875 ton per tahun.
Produsen terbesar kakao di dunia ditempati Pantai Gading sebesar 1,3 juta ton
sementara Ghana sebanyak 750.000 ton. Produksi ini dihasilkan dari perkebunan
rakyat, perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perkebunan
swasta, serta perkebunan rakyat. Luas perkebunan kakao yang dimiliki
masyarakat sekitar 92,7 persen dari luas total perkebunan kakao di Indonesia pada
tahun 2009 yang mencapai 1.592.982 Ha (Anonimous a, 2012).
Permintaan kakao ke Indonesia khususnya Sumatera Utara pada tahun 2012
masih tetap tinggi di tengah harga jual di pasar internasional yang tren melemah
atau sekitar Rp21.000 per kilogram. Padahal di 2011, harga kakao cukup mahal di
kisaran Rp27.000 Rp28.000 per kg mengikuti mahalnya harga ekspor. Tetapi
meski permintaan dari pasar internasioanl tetap kuat, eksportir kesulitan
memenuhi permintaan karena pasokan dari petani semakin kecil. Pasokan ketat
dari petani merupakan dampak produksi yang tidak banyak akibat faktor cuaca
yang masih juga tidak menentu (Waspada, 2012).
Produksi perkebunan kakao rakyat Sumatera Utara masih menunjukkan
peluang pengembangan yang baik. Meskipun dari 23 kabupaten/kota yang
memiliki lahan perkebunan kakao, Deli Serdang merupakan kabupaten dengan
ton, disusul Nias Utara 6.239,5 ha dengan produksi 2.116,3 ton, Simalungun
5.705,26 ha dengan produksi 5.508,80 ton dan Nias Selatan 3.654,5 ha dan
produksi 1.904 ton. Sementara itu, untuk produksi kakao perkebunan swasta dari
7 kabupaten di Sumut, yakni Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Tapanuli
Selatan, Asahan, Mandailing Natal dan Serdang Bedagai di tahun 2009, sebesar
6.419 ton dan persentase peningkatan sebesar 4,25 %, sedangkan produksi
perkebunan PTPN, di tahun 2009 di 7 kabupaten yang sama sebanyak 20.340 ton
dengan presentase peningkatan sebesar 0,09 %. Tapi khusus untuk Kabupaten
Langkat pertumbuhannya masih sangat rendah (anonimous b, 2012).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010), produktivitas rata-rata kakao
dari Kabupaten Langkat hanya 0,66 ton per hektar. Angka ini masih belum
mencapai produktivitas 1 ton per hektar. Padahal produktivitas kakao per hektar
per tahun mencapai 1,75 ton per hektar. Di bawah ini terdapat data luas dan
produksi tanaman kakao di kabupaten Langkat
Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Kakao Menurut per Kecamatan di Kabupaten Langkat
17.
Sumber :BPS Kabupaten Langkat dalam Angka 2012
Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang strategi peningkatan
produktivitas kakao dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal
serta faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kakao di daerah penelitian.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah penelitian ini dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat produktivitas dari usahatani kakao di daerah penelitian
selama 5 tahun terahir (2008-2012)?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di
daerah penelitian?
3. Bagaimana strategi untuk meningkatkan produksi kakao di daerah
penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penellitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi
usahatani kakao di daerah penelitian
3. Untuk menentukan strategi peningkatkan produksi kakao di daerah
penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan bagi petani dan pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
3. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Aspek Agronomi Kakao
Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi
Perkebunan Unggulan, hal ini tergambar dari banyaknya permintaan bibit Kakao
yang bermutu dari petani/kelompok tani. Hal ini didukung oleh banyak potensi
lahan yang cocok secara ekologis untuk tanaman ini disamping harga yang cukup
stabil dan baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani/masyarakat pertanian. Sesuai dengan sifat tumbuhnya tanaman Kakao
memerlukan pelindung maka dapat dikembangkan pada lahan-lahan yang ada
tanaman kelapa, karet, lamtoro sekaligus dalam rangka meningkatkan
produktifitas lahan usaha tani. Dalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik
budidaya yang baik dan benar agar memperoleh produksi yang optimal, juga
memperhatikan kondisi lingkungan dan agroklimat di lokasi pembukaan kebun
kakao harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao (Pertanian Centre. Com,
2008).
Syarat Tumbuh
1. Tanah
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang
mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk
membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang
gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7
Menurut Situmorang (1988), tanah mempunyai hubungan erat dengan
sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal
dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan
tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao
menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak
terhambat. Perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar
yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah. Tanaman
kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang
dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman
kurang kuat.
2. Iklim
Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan
demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin
merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao. Tanaman kakao dapat
tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan laut. suhu
yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao adalah sekitar 25 - 27˚ C dengan
fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13 - 21˚ C
dan rata-rata suhu maksimum adalah 30 - 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap
suhu tersebut maka tanaman kakao secara komersial sangat baik dikembangkan di
daerah tropis. intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kakao
berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap intensitas
cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan umur tanaman.
Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50 – 70% (Siregar,
Jenis-jenis Kakao
Ada tiga jenis kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini
merupakan tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat
baik dan dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna
merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya
berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu
basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador,
Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman
kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah
buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan
kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ±
93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika
barat, brasil dan dominika.
Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari
jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat
heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa
ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan
bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Destian,
2.2. Landasan Teori
Produksi dan Produktivitas
Produksi adalah suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi
output. Produksi dapat juga didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau
aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan
demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai
masukan untuk menghasilkan keluaran. Sedangkan produktivitas dalam bidang
pertanian adalah produksi yang dihasilkan dibagi dengan luas lahan yang
digunakan (Agung, dkk., 2008).
Faktor Produksi
Faktor produksi adalah segala input produksi yang digunakan untuk
menghasilkan output atau keluaran. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan
kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, modal, tanah, dan keahlian
keusahawanan. Untuk faktor-faktor produksi usahatani meliputi bibit/benih,
tenaga kerja, luas lahan, pupuk, pengendali hama penyakit dan gulma serta faktor
lainnya (Sukirno, 1996).
Fungsi Produksi
Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan yang namanya fungsi produksi
yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik dengan faktor-faktor
produksi. Fungsi produksi digambarkan dalam persamaan yang menunjukkan
hubungan ketergantungan fungsional antara tingkat input yang digunakan dalam
Perkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
diciptakan disebut dengan fungsi produksi. Dalam bentuk matematika sederhana
fungsi produksi ini ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1,X2, X3,…., Xn)
Dimana :
Y = hasil produksi fisik
X1, X2…, Xn = faktor-faktor produksi
(Mubyarto, 1994).
Strategi
Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana
yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan
kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi
strategi adalah rencana yang mengandung cara komperhensif dan integratif yang
dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk
memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan
tergantung pada kriteria yang digunakan.
Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:
1. Tahap pengumpulan data
2. Tahap analisis
3. Tahap pengambilan keputusan
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan
pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis.
Data dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh
− Matriks faktor strategi internal
− Matriks faktor strategi eksternal
(Soepeno, 1997).
Sebelum melakukan analisis, maka diperlukan tahap pengumpulan data
yang terdiri atas tiga model yaitu:
a. Matrik Faktor Strategi Internal
Sebelum membuat matriks faktor strategi internal, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel IFAS.
− Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan).
− Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar
kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi internal, mulai dari
nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1
(tidak baik) terhadap kekuatan dan nilai “rating” terhadap
kelemahan bernilai negatifnya.
− Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot
(kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis
perusahaan.
− Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk
memperoleh skoring dalam kolom 4.
− Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategi internalnya.
Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan
kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor Strategi
Internal (IFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan antara total
skor kekuatan dan kelemahan.
b. Matrik Faktor Strategi Eksternal
Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel EFAS.
− Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor eksternalnya (peluang dan
ancaman).
− Beri rating dalam masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai
besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal,
mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik)
dan nilai 1 (tidak baik) terhadap peluang dan nilai “rating”
terhadap ancaman bernilai negatif.
− Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot
(kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis
perusahaan.
− Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk
memperoleh skoring dalam kolom 4.
− Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategi eksternalnya.
Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan
kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor
Strategi eksternal (EFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian
diperbandingkan antara total skor peluang dan ancaman.
Matrik SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis
yaitu:
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
b. Strategi ST
Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki petani
untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan meminimalkan kelemahan yang ada
serta menghindari ancaman. Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada tabel
2.3. Kerangka Pemikiran
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao
termasuk salah satu dari tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan
sumbangan devisa yang sangat tinggi bagi Indonesia. Namun di beberapa daerah
penghasil biji kakao masih terjadi penurunan produksi yang disebabkan beberapa
faktor seperti penyakit buah kakao dan hama pengganggu.
Peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas buah kakao
mutlak diperlukan untuk memenuhi permintaan lokal dan dunia terhadap biji
kakao. Harga kakao yang terus meningkat menjadikan usahatani kakao menjadi
cukup menjanjikan bagi para petani yang ada di daerah Kabupaten Langkat.
Selain kondisi tanah dan iklimnya yang cocok juga karena petani yang
mengusahakan usahatani kakao cukup berpengalaman.
Sama halnya dengan usahatani kamoditas yang lain, usahatani kakao juga
memiliki kelemahan dalam kegiatan budidayanya. Hal inilah yang berpengaruh
beberapa kelemahan, usahatani ini memiliki kekuatan dan peluang pasar yang
cukup signifikan. Untuk itu perlu dikaji analisis faktor internal dan eksternal.
Kajian ini digunakan untuk dapat merumuskan strategi yang tepat untuk
usahatani kakao guna meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas ini.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani kakao (lahan, bibit,
pupuk, obat-obatan, tenaga kerja) juga perlu dilakukan untuk mengetahui faktor
mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi kakao. Secara
sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar skema berikut ini.
Keterangan : : Ada hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Petani Kakao
Usahatani kakao Faktor-faktor produksi:
1. Luas lahan 2. Tenaga
Kerja 3. Bibit 4. Pupuk 5. Pengalaman
Bertani Produksi
Strategi peningkatan
produksi Kekuatan
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun
terahir.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao (lahan,
bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) berpengaruh nyata
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yaitu Desa
Banyumas Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Berdasarkan hasil pra survey
dan wawancara yang dilakukan diketahui bahwa daerah ini merupakan daerah
dengan produksi yang masih rendah padahal kondisi lingkungan kecamatan ini
mendukung dan potensial untuk mengembangkan usahatani kakao. Seperti terlihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Luas Tanaman Keras Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman dan Desa/Kelurahan Kec. Stabat tahun 2012 (Ha)
Desa/Kelurahan Kelapa Karet Aren Kakao Sawit Pinang
Banyumas 66 6 0 10,5 44 4
Kwala Bingai 0 0 0 1 841 0
Sidomulyo 7 0 0 0 7 0
Pantai Gemi 27 27 0 10 299 18
Perdamaian 5 0 0 0 15 0
Stabat Baru 0 0 0 0 0 0
Ara Condong 0 1 1 0 0 0
Kwala Begumit 0 0 0 0 59 0
Mangga 5 1 0 2 73 0
Karang Rejo 0 0 0 2 73 2
Dendang 12 0 0 1 44 3
Paya Mabar 0 0 0 5 229 0
Jumlah 122 34 1 31,5 1.683 27
Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2012
Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang strategi peningkatan
produktivitas kakao dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Populasi penelitian adalah petani yang melakukan usahatani Kakao di
Kecamatan Stabat. Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan
sifat antara lapisan-lapisan tersebut. Presisi dan hasil yang dapat di capai dengan
penggunaan suatu metode pengambilan sampel, antara lain dipengaruhi oleh
derajat keseragaman populasi yang bersangkutan.
Dalam praktek sering dijumpain populasi yang tidak homogen. Untuk
dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen,
maka populasi yang bersangkutan harus di bagi-bagi dalam lapisan-lapisan yang
seragam, dan dari setiap lapisan dapat dapat di ambil sampel secara acak. Dalam
sampel berlapis, peluang untuk terpilih antara satu srata dengan yang lain
mungkin sama, mungkin berbeda.
Populasi di daerah penelitian sebanyak 75 KK. Metode penentuan sampel
dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling yaitu pemilihan sampel secara
acak sebanyak 30 KK dikarenakan populasi yang terdapat di daerah penelitian
homogen (Azwar, 2010).
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara peneliti langsung dengan
responden yang menjadi sampel dengan daftar kuesioner yang telah disiapkan
sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang
3.4. Metode Analisis Data
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu
statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2
peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda ialahsebagai berikut :
Y= a + biX1 + b2X2 + b3X3 +...+ bnXn + e
Dimana :
Y = Produksi (Ton)
a = Intersep
b1,b2,..bn = Koefisien Variabel Bebas
X1 = Lahan (Ha)
X2 = Bibit (Batang)
X3 = Pupuk (Kg)
X4 = Biaya Tenaga Kerja
X5 = Herbisida (cc)
X6 = Insectisida (cc)
e = Error
(Ilmu Statistik.com, 2008).
Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil
estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala
heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model
regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi
heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat
autokorelasi. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga
dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka
akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga
tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi
mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja
menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan.
Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Dalam model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas.
Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila
nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada
10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
2. Uji Normalitas
Normalitas dalam statistik parametric seperti regresi dan Anova merupakan
syarat pertama. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Jika
asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid atau bias terutama
untuk sampel kecil. Uji normalitas dapat dilakukan melalui dua pendekatan
yaitu melalui pendekatan grafik (histogram dan P-P Plot) atau uji
(Supriana, 2009).
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT
merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk
menemukan faktor intenal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Dari hasil analisis akan ditemukan
strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara keempatnya. Setelah
diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya petani tersebut
dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya
untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis
ini juga dapat digunakan untuk memperkecil atau mengatasi kelemahan yang
dimiliki untuk menghindari ancaman yang ada (Rangkuti, 2008).
Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara
sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.
a. Untuk menyelesaikan hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif dengan cara
menggambarkan dan menjelaskan produktivitas kakao di daerah penelitian
dan membandingkannya dengan produktivitas kakao pada 5 tahun
sebelumnya.
b. Untuk menyelesaikan hipotesis 2 digunakan regresi linear berganda. Untuk
mengetahui faktor produksi yang mana yang berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kakao. Di gunakan analisis regresi linier berganda
Y= a + biX1 + b2X2 + b3X3 +...+ bnXn + e
Dimana :
Y = Produksi (Ton)
a = Intersep
b1,b2,..bn = Koefisien Variabel Bebas
X1 = Luas Lahan (Ha)
X2 = Bibit BCL (Batang)
X3 = Bibit RCL (Batang)
X4 = Pupuk Organik (Kg)
X5 = Pupuk Non Organik (Kg)
X6 = Biaya Tenaga Kerja (HKO)
X7 = Pengalaman Bertani (Tahun)
e = Error
Kriteria uji F :
F hitung > F tabel = Ho ditolak, H1 diterima
F hitung < F tabel = Ho diterima, H1 ditolak
Dimana :
• Ho ditolak, H1 diterima berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,
pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman
petani secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
• Ho diterima, H1 ditolak berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,
pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman
Kriteria uji t :
t hitung > t tabel = Ho ditolak, H1 diterima
t hitung < t tabel = Ho diterima, H1 ditolak
Dimana :
• Ho ditolak, H1 diterima berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,
pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman
petani secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
• Ho diterima, H1 ditolak berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,
pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman
petani secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.
c. Untuk menyelesaikan masalah 3, digunakan metode analisis SWOT. Sesuai
dengan teori yang telah dikemukakan alat yang dipakai untuk menyusun
faktor-faktor strategis adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif
Sebelum melakukan analisis data seperti diatas maka terlebih dahulu
dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan
model matrik faktor strategi internal, matrik faktor strategi eksternal seperti
dibawah ini :
Tabel 3. Penilaian Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal
Rating Kategori Faktor internal Faktor Eksternal
4 Sangat Baik Kekuatan Peluang
3 Baik Kekuatan Peluang
2 Cukup Baik Kekuatan Peluang
1 Tidak Baik Kekuatan Peluang
-4 Sangat Baik Kelemahan Ancaman
-3 Baik Kelemahan Ancaman
-2 Cukup Baik Kelemahan Ancaman
-1 Tidak Baik Kelemahan Ancaman
Total skor
Setiap faktor internal kekuatan dan faktor eksternal peluang diberi
kategori sangat baik sampai tidak baik dan diberi rating mulai dari 4 untuk
internal kelemahan dan faktor eksternal ancaman diberi kategori sangat baik
sampai tidak baik dan diberi rating mulai dari -4 untuk kategori sangat baik
sampai -1 untuk kategori tidak baik.
Tabel 3. Penilaian Bobot Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi internal/eksternal
Rating Bobot Skoring
(Rating x Bobot)
Total Bobot kekuatan/peluang 100
Kelemahan/Ancaman:
Berdasarkan tabel diatas, tahapan yang dilakukan dalam menentukan
faktor strateginya adalah menentukan faktor-faktor yang menjadi
kelemahan-kekuatan serta peluang ancaman dalam kolom 1, lalu beri bobot masing-masing
faktor tersebut yang jumlahnya tidak boleh melebihi total 100 pada kolom 2.
kemudian peringkatkan setiap faktor dari 4 (sangat baik) sampai 1 (tidak baik)
dalam kolom 3 berdasarkan respon petani terhadap faktor itu. Kemudian yang
terakhir, kalikan setiap bobot faktor dengan rating untuk mendapatkan skoring
dalam kolom 4. Setelah itu hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal
3.5. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran
penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
1. Petani Kakao adalah petani yang mengusahakan kakao
2. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses
produksi untuk menghasilkan buah kakao yang meliputi luas lahan
(Hektar), tenaga kerja (HKO), bibit RCL (Batang), bibit BCL (Batang),
pupuk organik (Kg) dan pupuk non organik (Kg).
3. Produksi adalah jumlah semua hasil panen tanaman kakao (kg).
4. Strategi peningkatan produksi adalah hal-hal yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi kakao
5. Strengths adalah kekuatan-kekuatan yang dimiliki petani kakao
6. Weaknesses adalah kelemahan-kelemahan yang dimiliki petani kakao.
7. Opportunities adalah berbagai peluang yang muncul terhadap petani
kakao.
8. Threats adalah berbagai ancaman yang muncul terhadap petani kakao.
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.
2. Sampel penelitian ini adalah petani yang mengusahakan tanaman kakao
Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1. Luas dan Letak Geografis
Kecamatan Stabat merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Langkat. Kecamatan Stabat terbagi ke dalam enam Desa dan enam Kelurahan.
Desa Banyumas letaknya sangat strategis dalam rangka pengembangan kota / tata
ruang kota umtuk pengembangan kota stabat sebagai ibu kota Kabupaten Langkat
dengan luas 424,5 ha. Desa Banyumas memiliki 2040 mm curah hujan per tahun
dan terletak 9 meter diatas permukaan laut. Jarak desa Banyumas dengan
Kecamatan Stabat / kantor bupati Langkat sekitar ±5 km. Secara administratif,
Desa Banyumas mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan PTPN II Kwala Bingai.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN II Kwala Bingai dan
Desa Perdamaian Kec. Binjai.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pertumbukan Kec. Wampu
• Sebelah Timur berbatsan dengan Desa Perdamaian Kec. Binjai.
4.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Banyumas sebanyak 1555 kepala keluarga. Jumlah
penduduk laki-laki berjumlah 2891 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah
2780 jiwa. Keadaan penduduk menurut kelompok umur adalah sebanyak 632
orang laki-laki dan 586 orang perempuan untuk kelompok umur 0 sampai
dengan 14 Tahun, 1977 orang laki-laki dan 1912 orang perempuan untuk
orang perempuan untuk kelompok umur 65 tahun. Hal ini dapat dilihat pada
tabel :
Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Usia Laki - Laki Perempuan
(Tahun) (Orang) (Orang)
0-14 632 586
15-64 1977 1912
>65 282 282
Jumlah 2891 2780
Demografi Desa banyumas 2012
Menurut kepercayaan penduduk desa Banyumas umumnya beragama
Islam dan hanya 7 orang yang beragama budha. Total ada 2890 orang laki – laki
dan 2774 orang wanita yang memeluk islam dan 1 orang laki – laki dan 6 orang
perempuan yang memeluk budha. Hal ini dapat dilihat pada tabel :
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Kepercayaan
Kepercayaan Laki - Laki Perempuan
/ Agama (Orang) (Orang)
Islam 2890 2774
Budha 1 6
Lainnya - -
Jumlah 2891 2780
Demografi Desa banyumas 2012
4.3. Perekonomian Desa
Sebagian besar mata pencaharian penduduk desa adalah petani. Selain
petani, penduduk juga berprofesi sebagai buruh tani, pegawai negeri sipil, ahli
Tabel 6. Persentase Mata Pencaharian Penduduk di Desa Banyumas Berdasarkan Tahun 2012
Pekerjaan Laki - Laki Perempuan Persentase
(Orang) (Orang)
Petani 271 229 56.18 Buruh Tani 145 105 28.09 PNS 32 23 6.18 Ahli Kesehatan 5 6 1.24 PRT - 28 3.15 Polisi dan POLRI 35 - 3.93 Arsitektur 1 - 0.11 Seniman 1 - 0.11 Pensiunan 9 - 1.01 Jumlah 499 391 100.00
Sumber: Monografi desa 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas mata pencaharian
penduduk di Desa Banyumas Induk adalah Petani (kelapa, kelapa sawit, kakao,
cengkeh, kakao, dan tanaman lainnya) dengan persentase 55,18%. Sedangkan
mata pencaharian penduduk paling banyak kedua adalah buruh tani sebesar 28,09
%, dan yang paling sedikit adalah arsitektur dan seniman dengan persentase
sebesar 0,11%.
4.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam suatu desa akan sangat mempengaruhi
perkembangan dan kemajuan desa. Sarana dan prasarana di Desa Banyumas Induk
cukup memadai. Hal ini dapat dilihat bahwa sarana penting seperti sarana
pendidikan tersedia mulai dari TK hingga SMA. Untuk lebih jelasnya dapat
Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Banyumas Berdasarkan Tahun 2010.
No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1. Sarana Pendidikan - TPA/MDA
- Taman Kanak-kanak (TK) - Sekolah Dasar (SD)
- Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Sekolah Menengah Atas (SMA) Tempat Ibadah
Sumber: Monografi Desa 2012
4.5. Karakteristik Petani Sampel
Umur
Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
kemampuan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur
petani kecenderungan kemampuan bekerja semakin menurun. Hal ini berpengaruh
pada produktivitasnya dalam mengelola usahataninya. Kegiatan usahatani banyak
mengandalkan fisik. Keadaan umur petani rata-rata 34,7 tahun dengan interval
antara 21-66 tahun. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada tabel
berikut:
Tabel 8. Umur Petani Responden di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.
Berdasarkan tabel diatas persentase terbesar di daerah penelitian berada
sampel di daerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi
dalam mengoptimalkan usahataninya.
Pendidikan
Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola
usahatani. Respon petani dalam hal menerima teknologi untuk mengoptimalkan
usahataninya sangat erat dengan pendidikan formal. Berikut ini tabel tingkat
pendidikan petani di daerah penelitian:
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
(Orang)
Sumber: Data dari lampiran 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata petani memiliki tingkat
pendidikan menengah, yaitu 90% sedangkan sisanya memiliki tingkat sekolah
dasar dan tidak sekolah.
Pengalaman Bertani
Faktor yang cukup berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan
usahatani adalah pengalaman bertani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani
maka akan semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman
Tabel 10. Klasifikasi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.
No. Pengalaman
Sumber: Data dari lampiran 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase jumlah yang mempunyai
pengalaman bertani paling lama adalah berada pada kisaran 11-20 tahun, dengan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Usahatani Kakao Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Kakao mulai menghasilkan buah ketika berumur 2 tahun. Umur produktif
dari tanaman ini adalah 2tahun sampai dengan 25 tahun. Pada umur 25 tahun ke
atas produktivitas sudah mulai menurun. Tidak hanya produktivitas, tetapi juga
kualitasnya. Hal ini disebabkan pada umur tanaman yang semakin tua hama dan
penyakit sudah mulai menyerang. Oleh karena itu banyak petani yang menyetek
atau mengganti batang tanaman kakao dengan bibit yang baru tanaman lama
sehingga tanaman dapat berumur panjang. Berikut luas lahan, produksi dan
produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Stabat 5 tahun terakhir :
Tabel 11 .Rekapitulasi Produktivitas Perkebunan Kakao 5 Tahun Terakhir
No Tahun TM (Ha) TBM
(Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (ton/Ha)
1 2008 152.00 16.00 129.00 0.85
2 2009 153.00 18.00 130.00 0.85
3 2010 153.00 20.00 134.00 0.88
4 2011 153.00 22.00 133.00 0.87
5 2012 153.00 22.00 145.35 0.95
Rerata 152.80 19.60 134.27 0.88
Sumber : Lampiran 2 dan 3
Pada tahun 2007 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum
menghasilkan (TBM) adalah 152 ha dan 16 ha. Dari 152 ha tanaman
menghasilkan mempunyai produksi sebesar 129 ton dengan tingkat produktivitas
sebesar 0,85 ton per ha per tahun. Pada tahun 2008 jumlah tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 18 ha. Dari
153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan
tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah
153 ha dan 20 ha. Dari 153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi
sebesar 129 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,88 ton per ha per tahun.
Pada tahun 2010 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum
menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 22 ha. Dari 153 ha tanaman
menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan tingkat produktivitas
sebesar 0,87 ton per ha per tahun. Pada tahun 2011 jumlah tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 22 ha. Dari
153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan
tingkat produktivitas sebesar 0,95 ton per ha per tahun.
Gambar 2. Produksi Kakao Kec. Stabat
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa produksi kakao di selama 5
tahun terkahir mengalami tren menaik walaupun pada tahun 2010 mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya serangan hama dan
pengalihan tanaman dari bibit BCL ke bibit RCL karena bibit RCL lebih tahan
terhadap hama dan penyakit tanaman yang dihadapi tanaman kakao yang
diusahakan olah petani selain itu hasil panen yang lebih tinggi dari tanaman kakao
Gambar 3. Produktivitas Kakao Kec. Stabat
Dari penjelasan dan gambar 3 dapat diambil kesimpulan bahwa
Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir.
5.2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Produksi Usahatani Kakao
Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Faktor produksi adalah komponen utama yang mutlak harus diperlukan
dalam melaksanakan proses produksi untuk menghasilkan barang. Di daerah
penelitian, digunakan berbagai input produksi untuk menunjang kegiatan
usahatani kakao. Input-input produksi tersebut antara lain luas lahan, bibit, pupuk,
dan tenaga kerja.
Adapun variable-variabel yang digunakan dalam model fungsi penduga
variabel yang tidak bebas yaitu produksi kakao (Y), dan variabel-variabel bebas
yang diduga mempengaruhi produksi kakao (X) yang terdiri dari Luas Lahan
(X1), Bibit BCL (X2), Bibit RCL (X3), Pupuk Organik (X4), Pupuk Non Organik
Dari data penelitian yang dilakukan di lapangan dan telah diolah dengan
menggunakan SPSS didapat hasil pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Analisis Fungsi Produksi Kakao
Variabel Koefisien Regresi thitung Sig.
Konstanta 88,893 7,153 *
Luas Lahan (Ha) 1.952,412 3,239 *
Bibit BCL (Batang) 1,283 4,596 *
Bibit RCL (Batang) -0,410 -2,341 *
Pupuk Organik (Kg) -0,870 -1,000 **
Pupuk Non Organik (Kg) -0,122 -0,149 **
Tenaga Kerja (HKO) -2,786 -0,440 **
Pengalaman Bertani 8,589 2,756 *
R2=0,934 Keterangan :Nyata pada α 0,05
R=0,967 * = Nyata
ttabel=2,045 ** = Tidak Nyata
Sumber : Data Diolah, lampiran 5
Berdasarkan Tabel 12 di atas, maka dibuatlah model fungsi produksi pada
usahatani kakao, yaitu :
Y = 88,893 + 1.952,412X1 + 1,283X2 – 0,410X3 – 0,870X4 – 0,122X5 – 2,786X6
+ 8,589X7 + e
Untuk nilai koefisien regresi X1 (Luas Lahan) yang menunjukkan besaran
yaitu sebesar 1.952,412 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan luas
lahan sebesar 1 Ha dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi
rata-rata akan meningkat sebesar 1.952,412 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X2 (Bibit BCL) yang menunjukkan besaran
yaitu sebesar 1,283X2 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan bibit
BCL sebesar 1 batang dengan input-input lainnya dianggap konstan maka
Untuk nilai koefisien regresi X3 (Bibit RCL) yang menunjukkan besaran
yaitu sebesar –0,410 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan bibit BCL
sebesar 1 batang dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi
rata-rata kakao akan berkurang sebesar –0,410 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X4 (Pupuk Organik) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar –0,870 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan
Pupuk Organik sebesar 1 Kg dengan input-input lainnya dianggap konstan maka
produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar –0,870 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X5 (Pupuk Non Organik) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar –0,122 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan
pupuk kandang sebesar 1 Kg dengan input-input lainnya dianggap konstan maka
produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar –0,122 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X6 (Tenaga Kerja) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar –2,786 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan
tenaga kerja sebesar 1 HKO dengan input-input lainnya dianggap konstan maka
produksi rata-rata kakao akan berkurang sebesar –2,786 Kg.
Untuk nilai koefisien regresi X7 (Pengalaman Bertani) yang menunjukkan
besaran yaitu sebesar 8,589 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan
pengalaman bertani sebesar 1 tahun dengan input-input lainnya dianggap konstan
maka produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar 8,589 Kg.
Secara Serempak
Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan input terhadap produksi
kakao secara serempak terhadap produksi, maka digunakan uji F. Dari hasil SPSS
sebesar 2,34. Dari nilai tersebut diketahui bahwa nilai Fhitung (44,738) > Ftabel
(2,34). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 dtolak yang artinya
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao (lahan, bibit,
pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) secara serempak berpengaruh nyata
terhadap hasil produksi kakao diterima.
Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa variabel luas
lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga
kerja, dan pengalaman petani secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi
kakao dapat diterima.
Secara Parsial
Kemudian untuk melihat hubungan antara input produksi secara parsial
(masing-masing) terhadap produksi kakao, yaitu apakah ada pengaruh
penggunaan input produksi secara parsial terhadap produksi kakao, maka
digunakan uji t. Secara parsial variabel luas lahan (X1) berpengaruh terhadap hasil
produksi kakao (Y), dimana thitung = 3,239 lebih besar daripada ttabel. = 2,045.
Variabel bibit BCL (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y)
dimana thitung = 4,296 lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini dapat disebabkan
karena varietas yang digunakan bersifat resisten terhadap hama dan penyakit
sehingga hasil panennya terjaga.
Variabel bibit RCL (X3) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y)
dimana thitung = |- 2,341| lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini berarti setiap
penambahan 1 batang bibit akan mengurangi produksi sebesar 2,341 Ton. Hal ini
disebabkan karena varietas yang digunakan bersifat kurang resisten terhadap hama
Variabel Pupuk Organik (X4) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
kakao (Y) dimana thitung = |- 1,000| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal ini
disebabkan karena dosis pemberian pupuk yang tidak merata.
Variabel Pupuk Non Organik (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi kakao (Y) dimana thitung = |- 0,149| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal
ini disebabkan karena dosis pemberian pupuk yang berlebihan.
Variabel tenaga kerja (X6) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
kakao (Y) dimana thitung = |- 0,44| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal ini
disebabkan karena satuan yang digunakan adalah hari kerja per orang (HKO)
bukan Hari Kerja Pria (HKP). Petani di daerah penelitian menghitung upah untuk
tenaga kerja yang digunakannya per hari..
Variabel Pengalaman Bertani (X7) berpengaruh nyata terhadap produksi
kakao (Y) dimana thitung = 2,756 lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini
disebabkan oleh semakin tingginya pengalaman petani akan bercocok tanam
tanaman kakao maka semakin tahu dengan mendatail mengenai cara berbudidaya,
penanganan hama dan penyakit dan serta penanganan prapenanaman hingga pasca
panen malah ada yang sampai mengembangkan usaha penyetekan batang kakao
varietas RCL kepada tanaman kakao varietas BCL
Dari Tabel dapat kita lihat bahwa ada empat variabel yang memiliki nilai
thitung > ttabel. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa input produksi yang
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi adalah lahan, bibit BCL, bibit
RCL dan pengalaman bertani sedangkan input lainnya yaitu pupuk organik,
pupuk non organik dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
Untuk mengetahui sejauh mana persentase variasi produksi kakao (Y)
dapat ditentukan oleh input produksi (Xi), maka digunakanlah nilai koefisien
determinasi (R2) = 0,934. Hal ini menyatakan bahwa 93,4% variasi produksi
ditentukan oleh variabel faktor-faktor produksi, dan sisanya 6,6% ditentukan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Dan untuk mengetahui
keeratan antara variabel tidak bebas (Y) dan variabel bebas dapat dilihat dari
besarnya nilai koefisien korelasi (R). Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa besarnya
nilai R adalah 0,967. Dari nilai ini dapat dikatakan bahwa variabel produksi kakao
(Y) memiliki keeratan hubungan dengan semua variabel bebasnya (Xi).
Uji Gejala Multikolinearitas
Setelah melihat tabel Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing
variabel mempunyai nilai < 10 dan nilai Tolerance > 0,1 (Lampiran 5), elain itu
pada tabel correlation (Lampiran 5) diketahui bahwa tidak ada nilai pearson
correlation yang melebihi 0,8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala
multikolinearitas tidak terdapat dalam persamaan ini.
Uji Gejala Autokorelasi
Uji Autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson yang bernilai 2,244
(Lampiran 5) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan
keputusan ada atau tidaknya autokorelasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan
poin 4 yakni autokorelasi pada tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin
Watson (2,244) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dL) yakni
5.3. Analisis Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan Faktor
Eksternal (Peluang dan Ancaman) pada Peningkatan Produksi Kakao
di Desa Banyumas
Berdasarkan peninjauan ke lapangan dan sesuai dengan beberapa metode
yang digunakan, untuk mengetahui faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada usahatani kakao. Tahap pertama
yang harus dilakukan adalah “Tahap Pengumpulan Data”. Melalui tahap ini maka
diketahui faktor internal dan eksternal sebagai berikut:
Beberapa kekuatan pada usahatani kakao di daerah penelitian.
1. Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai.
Di daerah penelitian memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan
ketinggian diatas 0 – 600 mdpl. Selain itu, agroklimat setempat sangat cocok
untuk budidaya kakao. Hal ini didukung dengan suhu yang sesuai.
2. Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan kakao.
Hampir setiap warga memiliki pengalaman dalam membudidayakan
kakao.Budidaya Kakao sudah dilakukan secara turun temurun karena hampir
setiap warga memiliki kebun kakao sejak dahulu.
3. Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan.
Buah kakao dan biji kakao sangat mudah untuk dijual karena banyaknya
pedagang pengumpul dan ada kelompok tani yang menampung hasil panen kakao.
4. Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah Lain.
Kakao memiliki produksi dan kualitas yang lebih baik. Hal ini dilihat dari
implementasi bibit BCL yang yang cepat berbuah dengan hasil yang tinggi dan
lebih mudah dalam penanganan hama dan penyakit dan mudah dalam penanganan
5. Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama.
Bibit Kakao BCL di daerah penelitian tahan terhadap hama helopeltis dan
penggerek buah kakao yang biasanya menyerang tanaman kakao serta jarangnya
ditemui serangan penyakit yang parah.
Beberapa kelemahan yang ada pada usahatani kakao.
1. Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL.
Bibit BCL masih belum mendapat kepercayaan bagi petani meskipun
sudah diadakan pengarahan bagi penyuluh. Petani masih enggan mereplanting
semua tanaman kakaonya menjadi bibit kakao varietas BCL
2. Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi
Penggerek buah kakao menjadi momok utama bagi petani petani. Hal ini
disebabkan banyak tanaman yang diusahakan oleh petani sudah menjelang masa
tua sehingga rentan terhadap serangan penggerek buah kakao dan hama lainnya.
3. Luas lahan rata-rata masih sempit.
Petani di daerah penelitian masih membagi lahan mereka dengan tanaman
lain seperti tanaman kakao Kakao, jagung, padi sawah, dan tanaman hortikultura
lainnya. Sebagian petani memiliki lahan dibawah 1 hektar. Hal ini meyebabkan
produksi Kakao masih rendah bila dibandingkan daerah lain.
4. Banyaknya tanaman yang berumur tua
Tanaman kakao memiliki masa produktif kurang lebih 20 tahun. Setelah
itu petani harus melakukan penanaman tanaman baru (replanting). Banyak
tanaman yang diusahakan petani merupakan tanaman tua hasil sengketa dengan
5. Kekurangan modal dan pemasaran.
Petani mengalami kekurangan modal untuk membeli input produksi dan
biaya tenaga kerja. Selain itu pemasaran yang ada hanya kepada pengumpul saja
Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai faktor pendorong
peningkatan produksi kakao.
1. Harga jual kakao kering tinggi.
Harga kakao kering Rp. 18.000- Rp. 21.000/kg. Kakao hasil panen
dikeringkan minimal 2 sampai dengan 5 hari dan djual kepada pengumpul.
2. Terdapat jenis varietas unggul baru.
Bibit BCL yang yang cepat berbuah dengan hasil yang tinggi dan lebih
mudah dalam penanganan hama dan penyakit dan mudah dalam penanganan
pasca panen. Petani saharusnya menerima dan melakukan replanting ataupun stek
batang dengan varietas jenis ini.
3. Produksi produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian
Produksi daerah lain di langkat lebih rendah dari pada rata – rata produksi
kakao yang ada di daerah penelitian hal ini yakni sekitar 2 ton per ha.
4. Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan.
Selama beberapa satu tahun belakangan ini harga kakao membaik yang
mulanya dilevel Rp. 15.000,00 an menjadi Rp.18.000,00- Rp 20.000,00 an untuk
kakao kering.
5. Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar
Beberapa dari petani tidak lagi hanya menggantungkan dirinya dari
batang kakao jenis BCL ke batang kakao RCL yang sudah tua. Sehingga umur
ekonomis dari tanaman kakao bisa diperbaharui.
Beberapa ancaman yang dihadapi usahatani kakao.
1. Serangan hama penyakit.
Meskipun tanaman Kakao di daerah penelitian cenderung tahan hama
utama (penggerek batang kakao) dan penyakit utama (karat daun), namun petani
juga harus siap menghadapi hama dan penyakit lain.
2. Penyimpangan iklim.
Pada saat ini sering terjadi penyimpangan iklim (anomali cuaca) yang
ditandai dengan musim hujan dan musim kemarau yang berubah dari periode yang
seharusnya. Hal ini berdampak pada waktu panen, jumlah produksi, dan masalah
pengeringan kakao.
3. Kelangkaan tenaga kerja.
Petani setempat mengalami kesulitan dengan jumlah tenaga kerja yang
sedikit. Setiap petani membutuhkan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan
pemanenan.
4. Perkembangan produksi di daerah lain.
Perkembangan kakao di daerah lain seperti di simalungun dan beberapa
daerah lain cukup pesat. Hal ini menjadi ancaman bagi usahatani kakao daerah
penelitian.
5. Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian
Sebelumnya pihak luar ada yang meminati kakao dari desa penelitian,
namun semenjak harga turun dan kualitas kakao menurun akibat serangan hama
Strategi Peningkatan Produksi Kakao
Strategi adalah perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencapai suatu
tujuan. Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang
mengaitkan keunggulan strategi dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang
untuk mengetahui apakah tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang
tepat.
Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data adalah kegiatan pengumpulan data dan
pengklasifikasian serta pra analisis. Pada tahap ini data akan dibedakan menjadi
dua, yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dapat digunakan dalam
tahap ini adalah:
i. Matriks faktor strategi internal
Matriks Faktor Strategi
Tabel . Matriks Faktor Strategi Internal
Sumber: data diolah dari lampiran 9
Matriks Faktor Strategi Eksternal
Tabel . Matriks Faktor Strategi Eksternal
Faktor dan Elemen Strategi Eksternal Rating Bobot
Skoring
(Rating x Bobot) Peluang:
Harga jual kakao kering tinggi 4 12 48 Terdapat jenis varietas unggul baru 4 12 48 Produksi daerah lain lebih rendah dibanding
tempat penelitian
2 7 14
Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan
4 10 40
Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar
Perkembangan produksi di daerah lain -3 12 -36 Pihak luar kurang tertarik buah kakao di
tempat penelitian
-2 7 -14
Sumber: Data diolah dari lampiran 10
Faktor dan Elemen Strategi Internal Rating Bobot
Skoring (Rating x
Bobot) Kekuatan:
Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai 4 15 60 Petani setempat berpengalaman dalam
membudidayakan kakao 4 12 48
Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan 3 10 30 Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao
Daerah Lain di Langkat 2 6 12
Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama 2 7 14
Kelemahan:
Masih banyak petani yang menggunakan bibit
RCL. -4 8 -32
Tabel . Gabungan Matrik Faktor Strategi Internal-Eksternal Usahatani Kakao
Faktor dan Elemen Strategi Internal dan Eksternal Rating Bobot
Skoring (Rating x
Bobot) Kekuatan:
Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai 4 15 60 Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan
kakao 4 12 48
Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan 3 10 30 Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah
Lain di Langkat 2 6 12
Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama 2 7 14
Total Skor Kekuatan 50 164
Kelemahan:
Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL. -4 8 -32 Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi -4 14 -56
Luas lahan rata-rata masih sempit -2 15 -30
Terdapat jenis varietas unggul baru 4 12 48
Produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian 2 7 14 Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan 4 10 40 Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar 4 9 36
Total Skor Peluang 50 186
Ancaman:
Serangan hama penyakit -3 12 -36
Penyimpangan iklim -2 7 -14
Kelangkaan tenaga kerja -3 12 -36
Perkembangan produksi di daerah lain -3 12 -36 Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian -2 7 -14
Total Skor Ancaman 50 -136
Selisih Skor Anacaman Dan Peluang 50
Setelah melakukan perhitungan bobot dari masing-masing faktor internal
maupun eksternal kemudian dianalisis dengan menggunakan matrik posisi. Matrik
ini digunakan untuk melihat posisi strategi peningkatan produksi kakao di daerah
penelitian. Berdasarkan Tabel diperoleh nilai X > 0 yaitu 4, dan nilai Y > 0 yaitu
50. Posisi titik kordinatnya dapat dilihat pada kordinat Cartesius berikut ini.
Y(+)
Kuadran III Kuadran I
Strategi Turn-around Strategi agresif
X(-) X(+)
Kuadran IV Kuadran II
Strategi Defensif Strategi Diversifikasi
Y(-)
Gambar 3. Matriks Posisi SWOT Usahatani Kakao
Dari hasil hasil matriks internal-eksternal yang diperoleh dari nilai total
skor pembobotan pada usaha peningkatan pendapatan petani kakao oleh petani di
daerah penelitian adalah untuk faktor internal, bernilai 4 yang artinya nilai ini
merupakan selisih antara kekuatan dan kelemahan dimana kekuatan lebih besar
dibandingkan dengan kelemahan. Untuk faktor eksternal, bernilai 50 yang artinya EKSTERNAL FAKTOR
50
nilai ini merupakan selisih antara peluang dan ancaman dimana ternyata nilai
peluang lebih besar daripada ancaman.
Hasil ini menunjukkan bagaimana usahatani tersebut memperoleh strategi
lebih detail dan mengetahui reaksi besar kecilnya usaha peningkatan produksi
produksi kakao, maka usaha peningkatan produksi ini berada pada daerah I
(Strategi Agresif). Situasi pada daerah I menguntungkan. Petani memiliki
peluang yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan, selain itu usahatani ini juga
memiliki beberapa kekuatan yang lebih dominan dari kelemahannya. Oleh karena
itu, kekuatan – keuatan itu tersebut harus didukung dengan beberapa strategi yang
tepat. Strategi agresif ini lebih fokus kepada strategi SO (Strenghs-Opportunities),
yaitu dengan memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Tahap Analisis Data
• Tersedianya lahan dan agroklimat yang
• Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah Lain di Langkat.
• Kakao lebih tahan penyakit dan serangan bentuk buah basah jika
STRATEGI WO
1. Menanam bibit