• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Produksi Kakao Di Desa Karang Rejo Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Peningkatan Produksi Kakao Di Desa Karang Rejo Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG

REJO KECAMATAN STABAT

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

NURCHALIS FARID

070304002

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

NURCHALIS FARID (070304002/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM, Ph.D

dan Ir. Lily Fauzia, M.Si

Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan permintaan kakao di pasar internasional terus terjadi. Hal ini diikuti dengan harga yang cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tidak diiringi dengan produksi nasional sebagai negara pengekspor Kakao. Produksi yang rendah disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu perlu kiranya untuk menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas Kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012) 2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian.

(3)

RIWAYAT HIDUP

NURCHALIS FARID, dilahirkan di Medan pada tanggal 31

Agustus 1989, sebagai anak dari Ayahanda Ir.Ahamad Arifin Hsb, dan

Ibunda NurAini Rabe. Penulis merupakan anak pertama dari enam

bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai

berikut: pada tahun 1995 masuk sekolah dasar di SD Negeri 1. Binjai

tamat tahun 2001. Tahun 2001 masuk sekolah menengah pertama di

SMPN 1 Binjai tamat tahun 2004. Tahun 2004 masuk sekolah menengah

atas di SMAN 5 Binjai tamat tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP.

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi

kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(IMASEP) dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi

Pertanian (FSMM-SEP).

Pada bulan April 2011 penulis melaksanakan penelitian skripsi di

Desa Karang Rejo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Kemudian

pada bulan Juli 2012 melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Desa Air putih, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan, Provinsi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,

hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

Skripsi ini berjudul STRATEGI PENINGKATAN

PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN

STABAT KABUPATEN LANGKAT. Adapun tujuan dari penulisan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan

berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan

kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Iskandarini, MM selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk mengajar, dan membimbing serta memberi masukan

dan semangat yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini

2. Ibu Lily Fauzia,M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan ilmu dan wawasan ilmiah secara detail, yang mengayomi

dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.

3. Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku penguji saya yang memberikan

banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi saya.

4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku penguji dan Ketua Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi

(5)

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh petani Kakao yang menjadi sampel dalam penelitian di Desa

Karang rejo, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada

Ibunda tersayang NurAini Rabe dan Ayahanda Ir. Ahmad Arifin Hsb dan keluarga

besar atas motivasi, kasih sayang dan doa yang tiada hentinya yang diberikan

kepada penulis selama menjalani kuliah, serta adik-adiku tersayang Akbar Arif,

Debby Juwita Ayu, Tasya Rifa Nabila, Balqis Rafifa Artanti, Rizky Ananda Hafiz

yang telah turut mendoakan dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih setulusnya penulis ucapkan kepada teman – teman

Agribisnis FP USU stambuk 2007, kakak-kakak senior. Teman – teman

seperjuangan yang teristimewa hakim, facreza, azhar, holong, rony, ella,

rovil, dan kawan-kawan di PJK USU (bang Rizal, kak Rina, dan Bang

Titok) yang telah banyak membantu, memberi semangat dan memotivasi

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

untuk kita semua. Amin.

Medan Agustus 2013

(6)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 5

2.1 Tinjauan Aspek Agronomi Kakao ... 5

2.2 Landasan Teori ... 8

2.3 Kerangka Pemikiran ... 13

2.4 Hipotesis Penelitian ... 15

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 16

IV.DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 26

(7)

5.1 Usaha Kakao Kec.Stabat Kab. Langkat ... 32

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao Kec. Stabat Kab. Langkat ... 34

5.3 Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal Peningkatan Produksi Kakao ... 40

5.4 Strategi Peningkatan Produksi Kakao ... 44

IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53

(8)

No Judul Halaman

1. Matriks Posisi SWOT ... 18

2. Skema Kerangka Pemikiran ... 22

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1. Karakteristik Petani Kakao di Desa Karang Rejo Tahun 2011

2. Jumlah Luas Lahan, Bibit, Umur Tanaman, Jarak Tanam, dan Jumlah Produksi Tahun 2011

3. Penggunaan Faktor Produksi Per Petani Pertahun pada Usahatani

Kakao

4. Data Faktor Produksi dalam Bentuk

5. Skor Kekuatan Petani dalam Peningkatan Kakao

6. Skor Kelemahan Petani dalam Peningkatan Kakao

8. Skor Peluang dalam Peningkatan Produksi Kakao

8. Skor Ancaman Petani dalam Peningkatan Produksi Kakao

9. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Faktor-faktor Produksi yang

Mempengaruhi Produksi Kakao

(10)

ABSTRAK

NURCHALIS FARID (070304002/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI KAKAO DI DESA KARANG REJO KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM, Ph.D

dan Ir. Lily Fauzia, M.Si

Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan permintaan kakao di pasar internasional terus terjadi. Hal ini diikuti dengan harga yang cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tidak diiringi dengan produksi nasional sebagai negara pengekspor Kakao. Produksi yang rendah disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu perlu kiranya untuk menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas Kakao. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012) 2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di daerah penelitian.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar ketiga di dunia

hingga saat ini. Tahun 2009 produksi biji kakao mencapai 849.875 ton per tahun.

Produsen terbesar kakao di dunia ditempati Pantai Gading sebesar 1,3 juta ton

sementara Ghana sebanyak 750.000 ton. Produksi ini dihasilkan dari perkebunan

rakyat, perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perkebunan

swasta, serta perkebunan rakyat. Luas perkebunan kakao yang dimiliki

masyarakat sekitar 92,7 persen dari luas total perkebunan kakao di Indonesia pada

tahun 2009 yang mencapai 1.592.982 Ha (Anonimous a, 2012).

Permintaan kakao ke Indonesia khususnya Sumatera Utara pada tahun 2012

masih tetap tinggi di tengah harga jual di pasar internasional yang tren melemah

atau sekitar Rp21.000 per kilogram. Padahal di 2011, harga kakao cukup mahal di

kisaran Rp27.000 Rp28.000 per kg mengikuti mahalnya harga ekspor. Tetapi

meski permintaan dari pasar internasioanl tetap kuat, eksportir kesulitan

memenuhi permintaan karena pasokan dari petani semakin kecil. Pasokan ketat

dari petani merupakan dampak produksi yang tidak banyak akibat faktor cuaca

yang masih juga tidak menentu (Waspada, 2012).

Produksi perkebunan kakao rakyat Sumatera Utara masih menunjukkan

peluang pengembangan yang baik. Meskipun dari 23 kabupaten/kota yang

memiliki lahan perkebunan kakao, Deli Serdang merupakan kabupaten dengan

(12)

ton, disusul Nias Utara 6.239,5 ha dengan produksi 2.116,3 ton, Simalungun

5.705,26 ha dengan produksi 5.508,80 ton dan Nias Selatan 3.654,5 ha dan

produksi 1.904 ton. Sementara itu, untuk produksi kakao perkebunan swasta dari

7 kabupaten di Sumut, yakni Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Tapanuli

Selatan, Asahan, Mandailing Natal dan Serdang Bedagai di tahun 2009, sebesar

6.419 ton dan persentase peningkatan sebesar 4,25 %, sedangkan produksi

perkebunan PTPN, di tahun 2009 di 7 kabupaten yang sama sebanyak 20.340 ton

dengan presentase peningkatan sebesar 0,09 %. Tapi khusus untuk Kabupaten

Langkat pertumbuhannya masih sangat rendah (anonimous b, 2012).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010), produktivitas rata-rata kakao

dari Kabupaten Langkat hanya 0,66 ton per hektar. Angka ini masih belum

mencapai produktivitas 1 ton per hektar. Padahal produktivitas kakao per hektar

per tahun mencapai 1,75 ton per hektar. Di bawah ini terdapat data luas dan

produksi tanaman kakao di kabupaten Langkat

Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Kakao Menurut per Kecamatan di Kabupaten Langkat

(13)

17.

Sumber :BPS Kabupaten Langkat dalam Angka 2012

Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang strategi peningkatan

produktivitas kakao dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal

serta faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kakao di daerah penelitian.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah penelitian ini dapat

diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat produktivitas dari usahatani kakao di daerah penelitian

selama 5 tahun terahir (2008-2012)?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kakao di

daerah penelitian?

3. Bagaimana strategi untuk meningkatkan produksi kakao di daerah

penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penellitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis tingkat produktivitas usahatani kakao di daerah

(14)

2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi

usahatani kakao di daerah penelitian

3. Untuk menentukan strategi peningkatkan produksi kakao di daerah

penelitian

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi petani dan pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana di

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Aspek Agronomi Kakao

Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi

Perkebunan Unggulan, hal ini tergambar dari banyaknya permintaan bibit Kakao

yang bermutu dari petani/kelompok tani. Hal ini didukung oleh banyak potensi

lahan yang cocok secara ekologis untuk tanaman ini disamping harga yang cukup

stabil dan baik sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

petani/masyarakat pertanian. Sesuai dengan sifat tumbuhnya tanaman Kakao

memerlukan pelindung maka dapat dikembangkan pada lahan-lahan yang ada

tanaman kelapa, karet, lamtoro sekaligus dalam rangka meningkatkan

produktifitas lahan usaha tani. Dalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik

budidaya yang baik dan benar agar memperoleh produksi yang optimal, juga

memperhatikan kondisi lingkungan dan agroklimat di lokasi pembukaan kebun

kakao harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao (Pertanian Centre. Com,

2008).

Syarat Tumbuh

1. Tanah

Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang

mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk

membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang

gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7

(16)

Menurut Situmorang (1988), tanah mempunyai hubungan erat dengan

sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal

dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan

tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao

menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak

terhambat. Perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar

yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah. Tanaman

kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang

dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman

kurang kuat.

2. Iklim

Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan

demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin

merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao. Tanaman kakao dapat

tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan laut. suhu

yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao adalah sekitar 25 - 27˚ C dengan

fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13 - 21˚ C

dan rata-rata suhu maksimum adalah 30 - 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap

suhu tersebut maka tanaman kakao secara komersial sangat baik dikembangkan di

daerah tropis. intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kakao

berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap intensitas

cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan umur tanaman.

Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50 – 70% (Siregar,

(17)

Jenis-jenis Kakao

Ada tiga jenis kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini

merupakan tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat

baik dan dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna

merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya

berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu

basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador,

Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.

Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman

kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah

buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan

kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ±

93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika

barat, brasil dan dominika.

Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari

jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat

heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa

ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan

bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan

kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Destian,

(18)

2.2. Landasan Teori

Produksi dan Produktivitas

Produksi adalah suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi

output. Produksi dapat juga didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau

aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan

demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai

masukan untuk menghasilkan keluaran. Sedangkan produktivitas dalam bidang

pertanian adalah produksi yang dihasilkan dibagi dengan luas lahan yang

digunakan (Agung, dkk., 2008).

Faktor Produksi

Faktor produksi adalah segala input produksi yang digunakan untuk

menghasilkan output atau keluaran. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan

kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, modal, tanah, dan keahlian

keusahawanan. Untuk faktor-faktor produksi usahatani meliputi bibit/benih,

tenaga kerja, luas lahan, pupuk, pengendali hama penyakit dan gulma serta faktor

lainnya (Sukirno, 1996).

Fungsi Produksi

Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan yang namanya fungsi produksi

yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik dengan faktor-faktor

produksi. Fungsi produksi digambarkan dalam persamaan yang menunjukkan

hubungan ketergantungan fungsional antara tingkat input yang digunakan dalam

(19)

Perkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang

diciptakan disebut dengan fungsi produksi. Dalam bentuk matematika sederhana

fungsi produksi ini ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1,X2, X3,…., Xn)

Dimana :

Y = hasil produksi fisik

X1, X2…, Xn = faktor-faktor produksi

(Mubyarto, 1994).

Strategi

Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana

yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan

kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi

strategi adalah rencana yang mengandung cara komperhensif dan integratif yang

dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk

memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan

tergantung pada kriteria yang digunakan.

Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:

1. Tahap pengumpulan data

2. Tahap analisis

3. Tahap pengambilan keputusan

Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan

pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis.

Data dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh

(20)

− Matriks faktor strategi internal

− Matriks faktor strategi eksternal

(Soepeno, 1997).

Sebelum melakukan analisis, maka diperlukan tahap pengumpulan data

yang terdiri atas tiga model yaitu:

a. Matrik Faktor Strategi Internal

Sebelum membuat matriks faktor strategi internal, kita perlu mengetahui

terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel IFAS.

− Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor internal (kekuatan dan

kelemahan).

− Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar

kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi internal, mulai dari

nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1

(tidak baik) terhadap kekuatan dan nilai “rating” terhadap

kelemahan bernilai negatifnya.

− Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot

(kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis

perusahaan.

− Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk

memperoleh skoring dalam kolom 4.

− Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

(21)

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap

faktor-faktor strategi internalnya.

Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan

kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor Strategi

Internal (IFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan antara total

skor kekuatan dan kelemahan.

b. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui

terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel EFAS.

− Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor eksternalnya (peluang dan

ancaman).

− Beri rating dalam masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai

besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal,

mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik)

dan nilai 1 (tidak baik) terhadap peluang dan nilai “rating”

terhadap ancaman bernilai negatif.

− Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot

(kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis

perusahaan.

− Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk

memperoleh skoring dalam kolom 4.

− Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

(22)

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap

faktor-faktor strategi eksternalnya.

Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan

kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor

Strategi eksternal (EFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian

diperbandingkan antara total skor peluang dan ancaman.

Matrik SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis

yaitu:

a. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan

memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

sebesar-besarnya.

b. Strategi ST

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki petani

untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan

cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan meminimalkan kelemahan yang ada

serta menghindari ancaman. Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada tabel

(23)

2.3. Kerangka Pemikiran

Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao

termasuk salah satu dari tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan

sumbangan devisa yang sangat tinggi bagi Indonesia. Namun di beberapa daerah

penghasil biji kakao masih terjadi penurunan produksi yang disebabkan beberapa

faktor seperti penyakit buah kakao dan hama pengganggu.

Peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas buah kakao

mutlak diperlukan untuk memenuhi permintaan lokal dan dunia terhadap biji

kakao. Harga kakao yang terus meningkat menjadikan usahatani kakao menjadi

cukup menjanjikan bagi para petani yang ada di daerah Kabupaten Langkat.

Selain kondisi tanah dan iklimnya yang cocok juga karena petani yang

mengusahakan usahatani kakao cukup berpengalaman.

Sama halnya dengan usahatani kamoditas yang lain, usahatani kakao juga

memiliki kelemahan dalam kegiatan budidayanya. Hal inilah yang berpengaruh

(24)

beberapa kelemahan, usahatani ini memiliki kekuatan dan peluang pasar yang

cukup signifikan. Untuk itu perlu dikaji analisis faktor internal dan eksternal.

Kajian ini digunakan untuk dapat merumuskan strategi yang tepat untuk

usahatani kakao guna meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas ini.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani kakao (lahan, bibit,

pupuk, obat-obatan, tenaga kerja) juga perlu dilakukan untuk mengetahui faktor

mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi kakao. Secara

sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar skema berikut ini.

Keterangan : : Ada hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Petani Kakao

Usahatani kakao Faktor-faktor produksi:

1. Luas lahan 2. Tenaga

Kerja 3. Bibit 4. Pupuk 5. Pengalaman

Bertani Produksi

Strategi peningkatan

produksi Kekuatan

(25)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun

terahir.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao (lahan,

bibit, pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) berpengaruh nyata

(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yaitu Desa

Banyumas Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Berdasarkan hasil pra survey

dan wawancara yang dilakukan diketahui bahwa daerah ini merupakan daerah

dengan produksi yang masih rendah padahal kondisi lingkungan kecamatan ini

mendukung dan potensial untuk mengembangkan usahatani kakao. Seperti terlihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Luas Tanaman Keras Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman dan Desa/Kelurahan Kec. Stabat tahun 2012 (Ha)

Desa/Kelurahan Kelapa Karet Aren Kakao Sawit Pinang

Banyumas 66 6 0 10,5 44 4

Kwala Bingai 0 0 0 1 841 0

Sidomulyo 7 0 0 0 7 0

Pantai Gemi 27 27 0 10 299 18

Perdamaian 5 0 0 0 15 0

Stabat Baru 0 0 0 0 0 0

Ara Condong 0 1 1 0 0 0

Kwala Begumit 0 0 0 0 59 0

Mangga 5 1 0 2 73 0

Karang Rejo 0 0 0 2 73 2

Dendang 12 0 0 1 44 3

Paya Mabar 0 0 0 5 229 0

Jumlah 122 34 1 31,5 1.683 27

Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2012

Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang strategi peningkatan

produktivitas kakao dengan mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal

(27)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah petani yang melakukan usahatani Kakao di

Kecamatan Stabat. Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan

sifat antara lapisan-lapisan tersebut. Presisi dan hasil yang dapat di capai dengan

penggunaan suatu metode pengambilan sampel, antara lain dipengaruhi oleh

derajat keseragaman populasi yang bersangkutan.

Dalam praktek sering dijumpain populasi yang tidak homogen. Untuk

dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen,

maka populasi yang bersangkutan harus di bagi-bagi dalam lapisan-lapisan yang

seragam, dan dari setiap lapisan dapat dapat di ambil sampel secara acak. Dalam

sampel berlapis, peluang untuk terpilih antara satu srata dengan yang lain

mungkin sama, mungkin berbeda.

Populasi di daerah penelitian sebanyak 75 KK. Metode penentuan sampel

dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling yaitu pemilihan sampel secara

acak sebanyak 30 KK dikarenakan populasi yang terdapat di daerah penelitian

homogen (Azwar, 2010).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara peneliti langsung dengan

responden yang menjadi sampel dengan daftar kuesioner yang telah disiapkan

sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang

(28)

3.4. Metode Analisis Data

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu

statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2

peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda ialahsebagai berikut :

Y= a + biX1 + b2X2 + b3X3 +...+ bnXn + e

Dimana :

Y = Produksi (Ton)

a = Intersep

b1,b2,..bn = Koefisien Variabel Bebas

X1 = Lahan (Ha)

X2 = Bibit (Batang)

X3 = Pupuk (Kg)

X4 = Biaya Tenaga Kerja

X5 = Herbisida (cc)

X6 = Insectisida (cc)

e = Error

(Ilmu Statistik.com, 2008).

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil

estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala

heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model

regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi

(29)

heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat

autokorelasi. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga

dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka

akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga

tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi

mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja

menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan.

Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Dalam model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas.

Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance

Inflation Factor (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila

nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada

10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.

2. Uji Normalitas

Normalitas dalam statistik parametric seperti regresi dan Anova merupakan

syarat pertama. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Jika

asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid atau bias terutama

untuk sampel kecil. Uji normalitas dapat dilakukan melalui dua pendekatan

yaitu melalui pendekatan grafik (histogram dan P-P Plot) atau uji

(30)

(Supriana, 2009).

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT

merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk

menemukan faktor intenal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal

(peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Dari hasil analisis akan ditemukan

strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara keempatnya. Setelah

diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya petani tersebut

dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya

untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis

ini juga dapat digunakan untuk memperkecil atau mengatasi kelemahan yang

dimiliki untuk menghindari ancaman yang ada (Rangkuti, 2008).

Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara

sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

a. Untuk menyelesaikan hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif dengan cara

menggambarkan dan menjelaskan produktivitas kakao di daerah penelitian

dan membandingkannya dengan produktivitas kakao pada 5 tahun

sebelumnya.

b. Untuk menyelesaikan hipotesis 2 digunakan regresi linear berganda. Untuk

mengetahui faktor produksi yang mana yang berpengaruh secara signifikan

terhadap produktivitas kakao. Di gunakan analisis regresi linier berganda

(31)

Y= a + biX1 + b2X2 + b3X3 +...+ bnXn + e

Dimana :

Y = Produksi (Ton)

a = Intersep

b1,b2,..bn = Koefisien Variabel Bebas

X1 = Luas Lahan (Ha)

X2 = Bibit BCL (Batang)

X3 = Bibit RCL (Batang)

X4 = Pupuk Organik (Kg)

X5 = Pupuk Non Organik (Kg)

X6 = Biaya Tenaga Kerja (HKO)

X7 = Pengalaman Bertani (Tahun)

e = Error

Kriteria uji F :

F hitung > F tabel = Ho ditolak, H1 diterima

F hitung < F tabel = Ho diterima, H1 ditolak

Dimana :

• Ho ditolak, H1 diterima berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,

pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman

petani secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.

• Ho diterima, H1 ditolak berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,

pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman

(32)

Kriteria uji t :

t hitung > t tabel = Ho ditolak, H1 diterima

t hitung < t tabel = Ho diterima, H1 ditolak

Dimana :

• Ho ditolak, H1 diterima berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,

pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman

petani secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.

• Ho diterima, H1 ditolak berarti variabel luas lahan,bibit BCL, bibit RCL,

pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga kerja, dan pengalaman

petani secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao.

c. Untuk menyelesaikan masalah 3, digunakan metode analisis SWOT. Sesuai

dengan teori yang telah dikemukakan alat yang dipakai untuk menyusun

faktor-faktor strategis adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal

yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang

dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif

(33)

Sebelum melakukan analisis data seperti diatas maka terlebih dahulu

dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan

model matrik faktor strategi internal, matrik faktor strategi eksternal seperti

dibawah ini :

Tabel 3. Penilaian Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal

Rating Kategori Faktor internal Faktor Eksternal

4 Sangat Baik Kekuatan Peluang

3 Baik Kekuatan Peluang

2 Cukup Baik Kekuatan Peluang

1 Tidak Baik Kekuatan Peluang

-4 Sangat Baik Kelemahan Ancaman

-3 Baik Kelemahan Ancaman

-2 Cukup Baik Kelemahan Ancaman

-1 Tidak Baik Kelemahan Ancaman

Total skor

Setiap faktor internal kekuatan dan faktor eksternal peluang diberi

kategori sangat baik sampai tidak baik dan diberi rating mulai dari 4 untuk

(34)

internal kelemahan dan faktor eksternal ancaman diberi kategori sangat baik

sampai tidak baik dan diberi rating mulai dari -4 untuk kategori sangat baik

sampai -1 untuk kategori tidak baik.

Tabel 3. Penilaian Bobot Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal

Faktor Strategi internal/eksternal

Rating Bobot Skoring

(Rating x Bobot)

Total Bobot kekuatan/peluang 100

Kelemahan/Ancaman:

Berdasarkan tabel diatas, tahapan yang dilakukan dalam menentukan

faktor strateginya adalah menentukan faktor-faktor yang menjadi

kelemahan-kekuatan serta peluang ancaman dalam kolom 1, lalu beri bobot masing-masing

faktor tersebut yang jumlahnya tidak boleh melebihi total 100 pada kolom 2.

kemudian peringkatkan setiap faktor dari 4 (sangat baik) sampai 1 (tidak baik)

dalam kolom 3 berdasarkan respon petani terhadap faktor itu. Kemudian yang

terakhir, kalikan setiap bobot faktor dengan rating untuk mendapatkan skoring

dalam kolom 4. Setelah itu hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal

(35)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran

penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Petani Kakao adalah petani yang mengusahakan kakao

2. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses

produksi untuk menghasilkan buah kakao yang meliputi luas lahan

(Hektar), tenaga kerja (HKO), bibit RCL (Batang), bibit BCL (Batang),

pupuk organik (Kg) dan pupuk non organik (Kg).

3. Produksi adalah jumlah semua hasil panen tanaman kakao (kg).

4. Strategi peningkatan produksi adalah hal-hal yang dapat digunakan untuk

meningkatkan produksi kakao

5. Strengths adalah kekuatan-kekuatan yang dimiliki petani kakao

6. Weaknesses adalah kelemahan-kelemahan yang dimiliki petani kakao.

7. Opportunities adalah berbagai peluang yang muncul terhadap petani

kakao.

8. Threats adalah berbagai ancaman yang muncul terhadap petani kakao.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.

2. Sampel penelitian ini adalah petani yang mengusahakan tanaman kakao

Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.

(36)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Luas dan Letak Geografis

Kecamatan Stabat merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Langkat. Kecamatan Stabat terbagi ke dalam enam Desa dan enam Kelurahan.

Desa Banyumas letaknya sangat strategis dalam rangka pengembangan kota / tata

ruang kota umtuk pengembangan kota stabat sebagai ibu kota Kabupaten Langkat

dengan luas 424,5 ha. Desa Banyumas memiliki 2040 mm curah hujan per tahun

dan terletak 9 meter diatas permukaan laut. Jarak desa Banyumas dengan

Kecamatan Stabat / kantor bupati Langkat sekitar ±5 km. Secara administratif,

Desa Banyumas mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan PTPN II Kwala Bingai.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN II Kwala Bingai dan

Desa Perdamaian Kec. Binjai.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pertumbukan Kec. Wampu

• Sebelah Timur berbatsan dengan Desa Perdamaian Kec. Binjai.

4.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Banyumas sebanyak 1555 kepala keluarga. Jumlah

penduduk laki-laki berjumlah 2891 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah

2780 jiwa. Keadaan penduduk menurut kelompok umur adalah sebanyak 632

orang laki-laki dan 586 orang perempuan untuk kelompok umur 0 sampai

dengan 14 Tahun, 1977 orang laki-laki dan 1912 orang perempuan untuk

(37)

orang perempuan untuk kelompok umur 65 tahun. Hal ini dapat dilihat pada

tabel :

Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

Usia Laki - Laki Perempuan

(Tahun) (Orang) (Orang)

0-14 632 586

15-64 1977 1912

>65 282 282

Jumlah 2891 2780

Demografi Desa banyumas 2012

Menurut kepercayaan penduduk desa Banyumas umumnya beragama

Islam dan hanya 7 orang yang beragama budha. Total ada 2890 orang laki – laki

dan 2774 orang wanita yang memeluk islam dan 1 orang laki – laki dan 6 orang

perempuan yang memeluk budha. Hal ini dapat dilihat pada tabel :

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Kepercayaan

Kepercayaan Laki - Laki Perempuan

/ Agama (Orang) (Orang)

Islam 2890 2774

Budha 1 6

Lainnya - -

Jumlah 2891 2780

Demografi Desa banyumas 2012

4.3. Perekonomian Desa

Sebagian besar mata pencaharian penduduk desa adalah petani. Selain

petani, penduduk juga berprofesi sebagai buruh tani, pegawai negeri sipil, ahli

(38)

Tabel 6. Persentase Mata Pencaharian Penduduk di Desa Banyumas Berdasarkan Tahun 2012

Pekerjaan Laki - Laki Perempuan Persentase

(Orang) (Orang)

Petani 271 229 56.18 Buruh Tani 145 105 28.09 PNS 32 23 6.18 Ahli Kesehatan 5 6 1.24 PRT - 28 3.15 Polisi dan POLRI 35 - 3.93 Arsitektur 1 - 0.11 Seniman 1 - 0.11 Pensiunan 9 - 1.01 Jumlah 499 391 100.00

Sumber: Monografi desa 2012

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas mata pencaharian

penduduk di Desa Banyumas Induk adalah Petani (kelapa, kelapa sawit, kakao,

cengkeh, kakao, dan tanaman lainnya) dengan persentase 55,18%. Sedangkan

mata pencaharian penduduk paling banyak kedua adalah buruh tani sebesar 28,09

%, dan yang paling sedikit adalah arsitektur dan seniman dengan persentase

sebesar 0,11%.

4.4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam suatu desa akan sangat mempengaruhi

perkembangan dan kemajuan desa. Sarana dan prasarana di Desa Banyumas Induk

cukup memadai. Hal ini dapat dilihat bahwa sarana penting seperti sarana

pendidikan tersedia mulai dari TK hingga SMA. Untuk lebih jelasnya dapat

(39)

Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Banyumas Berdasarkan Tahun 2010.

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. Sarana Pendidikan - TPA/MDA

- Taman Kanak-kanak (TK) - Sekolah Dasar (SD)

- Sekolah Menengah Pertama (SMP)

- Sekolah Menengah Atas (SMA) Tempat Ibadah

Sumber: Monografi Desa 2012

4.5. Karakteristik Petani Sampel

Umur

Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan

kemampuan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur

petani kecenderungan kemampuan bekerja semakin menurun. Hal ini berpengaruh

pada produktivitasnya dalam mengelola usahataninya. Kegiatan usahatani banyak

mengandalkan fisik. Keadaan umur petani rata-rata 34,7 tahun dengan interval

antara 21-66 tahun. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada tabel

berikut:

Tabel 8. Umur Petani Responden di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.

Berdasarkan tabel diatas persentase terbesar di daerah penelitian berada

(40)

sampel di daerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi

dalam mengoptimalkan usahataninya.

Pendidikan

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola

usahatani. Respon petani dalam hal menerima teknologi untuk mengoptimalkan

usahataninya sangat erat dengan pendidikan formal. Berikut ini tabel tingkat

pendidikan petani di daerah penelitian:

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

(Orang)

Sumber: Data dari lampiran 1

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata petani memiliki tingkat

pendidikan menengah, yaitu 90% sedangkan sisanya memiliki tingkat sekolah

dasar dan tidak sekolah.

Pengalaman Bertani

Faktor yang cukup berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan

usahatani adalah pengalaman bertani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani

maka akan semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman

(41)

Tabel 10. Klasifikasi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Banyumas Induk Berdasarkan Tahun 2012.

No. Pengalaman

Sumber: Data dari lampiran 1

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase jumlah yang mempunyai

pengalaman bertani paling lama adalah berada pada kisaran 11-20 tahun, dengan

(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Usahatani Kakao Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

Kakao mulai menghasilkan buah ketika berumur 2 tahun. Umur produktif

dari tanaman ini adalah 2tahun sampai dengan 25 tahun. Pada umur 25 tahun ke

atas produktivitas sudah mulai menurun. Tidak hanya produktivitas, tetapi juga

kualitasnya. Hal ini disebabkan pada umur tanaman yang semakin tua hama dan

penyakit sudah mulai menyerang. Oleh karena itu banyak petani yang menyetek

atau mengganti batang tanaman kakao dengan bibit yang baru tanaman lama

sehingga tanaman dapat berumur panjang. Berikut luas lahan, produksi dan

produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Stabat 5 tahun terakhir :

Tabel 11 .Rekapitulasi Produktivitas Perkebunan Kakao 5 Tahun Terakhir

No Tahun TM (Ha) TBM

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (ton/Ha)

1 2008 152.00 16.00 129.00 0.85

2 2009 153.00 18.00 130.00 0.85

3 2010 153.00 20.00 134.00 0.88

4 2011 153.00 22.00 133.00 0.87

5 2012 153.00 22.00 145.35 0.95

Rerata 152.80 19.60 134.27 0.88

Sumber : Lampiran 2 dan 3

Pada tahun 2007 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum

menghasilkan (TBM) adalah 152 ha dan 16 ha. Dari 152 ha tanaman

menghasilkan mempunyai produksi sebesar 129 ton dengan tingkat produktivitas

sebesar 0,85 ton per ha per tahun. Pada tahun 2008 jumlah tanaman menghasilkan

(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 18 ha. Dari

153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan

(43)

tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah

153 ha dan 20 ha. Dari 153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi

sebesar 129 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 0,88 ton per ha per tahun.

Pada tahun 2010 jumlah tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum

menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 22 ha. Dari 153 ha tanaman

menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan tingkat produktivitas

sebesar 0,87 ton per ha per tahun. Pada tahun 2011 jumlah tanaman menghasilkan

(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 153 ha dan 22 ha. Dari

153 ha tanaman menghasilkan mempunyai produksi sebesar 130 ton dengan

tingkat produktivitas sebesar 0,95 ton per ha per tahun.

Gambar 2. Produksi Kakao Kec. Stabat

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa produksi kakao di selama 5

tahun terkahir mengalami tren menaik walaupun pada tahun 2010 mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya serangan hama dan

pengalihan tanaman dari bibit BCL ke bibit RCL karena bibit RCL lebih tahan

terhadap hama dan penyakit tanaman yang dihadapi tanaman kakao yang

diusahakan olah petani selain itu hasil panen yang lebih tinggi dari tanaman kakao

(44)

Gambar 3. Produktivitas Kakao Kec. Stabat

Dari penjelasan dan gambar 3 dapat diambil kesimpulan bahwa

Produktivitas kakao di daerah penelitian meningkat selama 5 tahun terahir.

5.2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Produksi Usahatani Kakao

Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

Faktor produksi adalah komponen utama yang mutlak harus diperlukan

dalam melaksanakan proses produksi untuk menghasilkan barang. Di daerah

penelitian, digunakan berbagai input produksi untuk menunjang kegiatan

usahatani kakao. Input-input produksi tersebut antara lain luas lahan, bibit, pupuk,

dan tenaga kerja.

Adapun variable-variabel yang digunakan dalam model fungsi penduga

variabel yang tidak bebas yaitu produksi kakao (Y), dan variabel-variabel bebas

yang diduga mempengaruhi produksi kakao (X) yang terdiri dari Luas Lahan

(X1), Bibit BCL (X2), Bibit RCL (X3), Pupuk Organik (X4), Pupuk Non Organik

(45)

Dari data penelitian yang dilakukan di lapangan dan telah diolah dengan

menggunakan SPSS didapat hasil pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis Fungsi Produksi Kakao

Variabel Koefisien Regresi thitung Sig.

Konstanta 88,893 7,153 *

Luas Lahan (Ha) 1.952,412 3,239 *

Bibit BCL (Batang) 1,283 4,596 *

Bibit RCL (Batang) -0,410 -2,341 *

Pupuk Organik (Kg) -0,870 -1,000 **

Pupuk Non Organik (Kg) -0,122 -0,149 **

Tenaga Kerja (HKO) -2,786 -0,440 **

Pengalaman Bertani 8,589 2,756 *

R2=0,934 Keterangan :Nyata pada α 0,05

R=0,967 * = Nyata

ttabel=2,045 ** = Tidak Nyata

Sumber : Data Diolah, lampiran 5

Berdasarkan Tabel 12 di atas, maka dibuatlah model fungsi produksi pada

usahatani kakao, yaitu :

Y = 88,893 + 1.952,412X1 + 1,283X2 – 0,410X3 – 0,870X4 – 0,122X5 – 2,786X6

+ 8,589X7 + e

Untuk nilai koefisien regresi X1 (Luas Lahan) yang menunjukkan besaran

yaitu sebesar 1.952,412 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan luas

lahan sebesar 1 Ha dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi

rata-rata akan meningkat sebesar 1.952,412 Kg.

Untuk nilai koefisien regresi X2 (Bibit BCL) yang menunjukkan besaran

yaitu sebesar 1,283X2 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan bibit

BCL sebesar 1 batang dengan input-input lainnya dianggap konstan maka

(46)

Untuk nilai koefisien regresi X3 (Bibit RCL) yang menunjukkan besaran

yaitu sebesar –0,410 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan bibit BCL

sebesar 1 batang dengan input-input lainnya dianggap konstan maka produksi

rata-rata kakao akan berkurang sebesar –0,410 Kg.

Untuk nilai koefisien regresi X4 (Pupuk Organik) yang menunjukkan

besaran yaitu sebesar –0,870 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan

Pupuk Organik sebesar 1 Kg dengan input-input lainnya dianggap konstan maka

produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar –0,870 Kg.

Untuk nilai koefisien regresi X5 (Pupuk Non Organik) yang menunjukkan

besaran yaitu sebesar –0,122 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan

pupuk kandang sebesar 1 Kg dengan input-input lainnya dianggap konstan maka

produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar –0,122 Kg.

Untuk nilai koefisien regresi X6 (Tenaga Kerja) yang menunjukkan

besaran yaitu sebesar –2,786 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan

tenaga kerja sebesar 1 HKO dengan input-input lainnya dianggap konstan maka

produksi rata-rata kakao akan berkurang sebesar –2,786 Kg.

Untuk nilai koefisien regresi X7 (Pengalaman Bertani) yang menunjukkan

besaran yaitu sebesar 8,589 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan

pengalaman bertani sebesar 1 tahun dengan input-input lainnya dianggap konstan

maka produksi rata-rata kakao akan bertambah sebesar 8,589 Kg.

Secara Serempak

Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan input terhadap produksi

kakao secara serempak terhadap produksi, maka digunakan uji F. Dari hasil SPSS

(47)

sebesar 2,34. Dari nilai tersebut diketahui bahwa nilai Fhitung (44,738) > Ftabel

(2,34). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 dtolak yang artinya

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kakao (lahan, bibit,

pupuk, pengalaman bertani, tenaga kerja) secara serempak berpengaruh nyata

terhadap hasil produksi kakao diterima.

Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa variabel luas

lahan,bibit BCL, bibit RCL, pupuk organik, pupuk non organik, biaya tenaga

kerja, dan pengalaman petani secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi

kakao dapat diterima.

Secara Parsial

Kemudian untuk melihat hubungan antara input produksi secara parsial

(masing-masing) terhadap produksi kakao, yaitu apakah ada pengaruh

penggunaan input produksi secara parsial terhadap produksi kakao, maka

digunakan uji t. Secara parsial variabel luas lahan (X1) berpengaruh terhadap hasil

produksi kakao (Y), dimana thitung = 3,239 lebih besar daripada ttabel. = 2,045.

Variabel bibit BCL (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y)

dimana thitung = 4,296 lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini dapat disebabkan

karena varietas yang digunakan bersifat resisten terhadap hama dan penyakit

sehingga hasil panennya terjaga.

Variabel bibit RCL (X3) berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Y)

dimana thitung = |- 2,341| lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini berarti setiap

penambahan 1 batang bibit akan mengurangi produksi sebesar 2,341 Ton. Hal ini

disebabkan karena varietas yang digunakan bersifat kurang resisten terhadap hama

(48)

Variabel Pupuk Organik (X4) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

kakao (Y) dimana thitung = |- 1,000| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal ini

disebabkan karena dosis pemberian pupuk yang tidak merata.

Variabel Pupuk Non Organik (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi kakao (Y) dimana thitung = |- 0,149| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal

ini disebabkan karena dosis pemberian pupuk yang berlebihan.

Variabel tenaga kerja (X6) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

kakao (Y) dimana thitung = |- 0,44| lebih kecil daripada ttabel. = 2,045. Hal ini

disebabkan karena satuan yang digunakan adalah hari kerja per orang (HKO)

bukan Hari Kerja Pria (HKP). Petani di daerah penelitian menghitung upah untuk

tenaga kerja yang digunakannya per hari..

Variabel Pengalaman Bertani (X7) berpengaruh nyata terhadap produksi

kakao (Y) dimana thitung = 2,756 lebih besar daripada ttabel. = 2,045. Hal ini

disebabkan oleh semakin tingginya pengalaman petani akan bercocok tanam

tanaman kakao maka semakin tahu dengan mendatail mengenai cara berbudidaya,

penanganan hama dan penyakit dan serta penanganan prapenanaman hingga pasca

panen malah ada yang sampai mengembangkan usaha penyetekan batang kakao

varietas RCL kepada tanaman kakao varietas BCL

Dari Tabel dapat kita lihat bahwa ada empat variabel yang memiliki nilai

thitung > ttabel. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa input produksi yang

berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi adalah lahan, bibit BCL, bibit

RCL dan pengalaman bertani sedangkan input lainnya yaitu pupuk organik,

pupuk non organik dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

(49)

Untuk mengetahui sejauh mana persentase variasi produksi kakao (Y)

dapat ditentukan oleh input produksi (Xi), maka digunakanlah nilai koefisien

determinasi (R2) = 0,934. Hal ini menyatakan bahwa 93,4% variasi produksi

ditentukan oleh variabel faktor-faktor produksi, dan sisanya 6,6% ditentukan oleh

variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Dan untuk mengetahui

keeratan antara variabel tidak bebas (Y) dan variabel bebas dapat dilihat dari

besarnya nilai koefisien korelasi (R). Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa besarnya

nilai R adalah 0,967. Dari nilai ini dapat dikatakan bahwa variabel produksi kakao

(Y) memiliki keeratan hubungan dengan semua variabel bebasnya (Xi).

Uji Gejala Multikolinearitas

Setelah melihat tabel Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing

variabel mempunyai nilai < 10 dan nilai Tolerance > 0,1 (Lampiran 5), elain itu

pada tabel correlation (Lampiran 5) diketahui bahwa tidak ada nilai pearson

correlation yang melebihi 0,8. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa gejala

multikolinearitas tidak terdapat dalam persamaan ini.

Uji Gejala Autokorelasi

Uji Autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson yang bernilai 2,244

(Lampiran 5) dengan signifikansi 0,05%. Berdasarkan syarat pengambilan

keputusan ada atau tidaknya autokorelasi diperoleh kesimpulan sesuai dengan

poin 4 yakni autokorelasi pada tidak dapat disimpulkan dikarenakan nilai Durbin

Watson (2,244) berada diantara nilai (4 – du) dan (4 – dL) yakni

(50)

5.3. Analisis Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan Faktor

Eksternal (Peluang dan Ancaman) pada Peningkatan Produksi Kakao

di Desa Banyumas

Berdasarkan peninjauan ke lapangan dan sesuai dengan beberapa metode

yang digunakan, untuk mengetahui faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan

faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada usahatani kakao. Tahap pertama

yang harus dilakukan adalah “Tahap Pengumpulan Data”. Melalui tahap ini maka

diketahui faktor internal dan eksternal sebagai berikut:

Beberapa kekuatan pada usahatani kakao di daerah penelitian.

1. Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai.

Di daerah penelitian memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan

ketinggian diatas 0 – 600 mdpl. Selain itu, agroklimat setempat sangat cocok

untuk budidaya kakao. Hal ini didukung dengan suhu yang sesuai.

2. Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan kakao.

Hampir setiap warga memiliki pengalaman dalam membudidayakan

kakao.Budidaya Kakao sudah dilakukan secara turun temurun karena hampir

setiap warga memiliki kebun kakao sejak dahulu.

3. Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan.

Buah kakao dan biji kakao sangat mudah untuk dijual karena banyaknya

pedagang pengumpul dan ada kelompok tani yang menampung hasil panen kakao.

4. Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah Lain.

Kakao memiliki produksi dan kualitas yang lebih baik. Hal ini dilihat dari

implementasi bibit BCL yang yang cepat berbuah dengan hasil yang tinggi dan

lebih mudah dalam penanganan hama dan penyakit dan mudah dalam penanganan

(51)

5. Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama.

Bibit Kakao BCL di daerah penelitian tahan terhadap hama helopeltis dan

penggerek buah kakao yang biasanya menyerang tanaman kakao serta jarangnya

ditemui serangan penyakit yang parah.

Beberapa kelemahan yang ada pada usahatani kakao.

1. Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL.

Bibit BCL masih belum mendapat kepercayaan bagi petani meskipun

sudah diadakan pengarahan bagi penyuluh. Petani masih enggan mereplanting

semua tanaman kakaonya menjadi bibit kakao varietas BCL

2. Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi

Penggerek buah kakao menjadi momok utama bagi petani petani. Hal ini

disebabkan banyak tanaman yang diusahakan oleh petani sudah menjelang masa

tua sehingga rentan terhadap serangan penggerek buah kakao dan hama lainnya.

3. Luas lahan rata-rata masih sempit.

Petani di daerah penelitian masih membagi lahan mereka dengan tanaman

lain seperti tanaman kakao Kakao, jagung, padi sawah, dan tanaman hortikultura

lainnya. Sebagian petani memiliki lahan dibawah 1 hektar. Hal ini meyebabkan

produksi Kakao masih rendah bila dibandingkan daerah lain.

4. Banyaknya tanaman yang berumur tua

Tanaman kakao memiliki masa produktif kurang lebih 20 tahun. Setelah

itu petani harus melakukan penanaman tanaman baru (replanting). Banyak

tanaman yang diusahakan petani merupakan tanaman tua hasil sengketa dengan

(52)

5. Kekurangan modal dan pemasaran.

Petani mengalami kekurangan modal untuk membeli input produksi dan

biaya tenaga kerja. Selain itu pemasaran yang ada hanya kepada pengumpul saja

Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai faktor pendorong

peningkatan produksi kakao.

1. Harga jual kakao kering tinggi.

Harga kakao kering Rp. 18.000- Rp. 21.000/kg. Kakao hasil panen

dikeringkan minimal 2 sampai dengan 5 hari dan djual kepada pengumpul.

2. Terdapat jenis varietas unggul baru.

Bibit BCL yang yang cepat berbuah dengan hasil yang tinggi dan lebih

mudah dalam penanganan hama dan penyakit dan mudah dalam penanganan

pasca panen. Petani saharusnya menerima dan melakukan replanting ataupun stek

batang dengan varietas jenis ini.

3. Produksi produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian

Produksi daerah lain di langkat lebih rendah dari pada rata – rata produksi

kakao yang ada di daerah penelitian hal ini yakni sekitar 2 ton per ha.

4. Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan.

Selama beberapa satu tahun belakangan ini harga kakao membaik yang

mulanya dilevel Rp. 15.000,00 an menjadi Rp.18.000,00- Rp 20.000,00 an untuk

kakao kering.

5. Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar

Beberapa dari petani tidak lagi hanya menggantungkan dirinya dari

(53)

batang kakao jenis BCL ke batang kakao RCL yang sudah tua. Sehingga umur

ekonomis dari tanaman kakao bisa diperbaharui.

Beberapa ancaman yang dihadapi usahatani kakao.

1. Serangan hama penyakit.

Meskipun tanaman Kakao di daerah penelitian cenderung tahan hama

utama (penggerek batang kakao) dan penyakit utama (karat daun), namun petani

juga harus siap menghadapi hama dan penyakit lain.

2. Penyimpangan iklim.

Pada saat ini sering terjadi penyimpangan iklim (anomali cuaca) yang

ditandai dengan musim hujan dan musim kemarau yang berubah dari periode yang

seharusnya. Hal ini berdampak pada waktu panen, jumlah produksi, dan masalah

pengeringan kakao.

3. Kelangkaan tenaga kerja.

Petani setempat mengalami kesulitan dengan jumlah tenaga kerja yang

sedikit. Setiap petani membutuhkan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan

pemanenan.

4. Perkembangan produksi di daerah lain.

Perkembangan kakao di daerah lain seperti di simalungun dan beberapa

daerah lain cukup pesat. Hal ini menjadi ancaman bagi usahatani kakao daerah

penelitian.

5. Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian

Sebelumnya pihak luar ada yang meminati kakao dari desa penelitian,

namun semenjak harga turun dan kualitas kakao menurun akibat serangan hama

(54)

Strategi Peningkatan Produksi Kakao

Strategi adalah perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencapai suatu

tujuan. Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang

mengaitkan keunggulan strategi dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang

untuk mengetahui apakah tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang

tepat.

Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data adalah kegiatan pengumpulan data dan

pengklasifikasian serta pra analisis. Pada tahap ini data akan dibedakan menjadi

dua, yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dapat digunakan dalam

tahap ini adalah:

i. Matriks faktor strategi internal

(55)

Matriks Faktor Strategi

Tabel . Matriks Faktor Strategi Internal

Sumber: data diolah dari lampiran 9

Matriks Faktor Strategi Eksternal

Tabel . Matriks Faktor Strategi Eksternal

Faktor dan Elemen Strategi Eksternal Rating Bobot

Skoring

(Rating x Bobot) Peluang:

Harga jual kakao kering tinggi 4 12 48 Terdapat jenis varietas unggul baru 4 12 48 Produksi daerah lain lebih rendah dibanding

tempat penelitian

2 7 14

Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan

4 10 40

Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar

Perkembangan produksi di daerah lain -3 12 -36 Pihak luar kurang tertarik buah kakao di

tempat penelitian

-2 7 -14

Sumber: Data diolah dari lampiran 10

Faktor dan Elemen Strategi Internal Rating Bobot

Skoring (Rating x

Bobot) Kekuatan:

Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai 4 15 60 Petani setempat berpengalaman dalam

membudidayakan kakao 4 12 48

Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan 3 10 30 Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao

Daerah Lain di Langkat 2 6 12

Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama 2 7 14

Kelemahan:

Masih banyak petani yang menggunakan bibit

RCL. -4 8 -32

(56)

Tabel . Gabungan Matrik Faktor Strategi Internal-Eksternal Usahatani Kakao

Faktor dan Elemen Strategi Internal dan Eksternal Rating Bobot

Skoring (Rating x

Bobot) Kekuatan:

Tersedianya lahan dan agroklimat yang sesuai 4 15 60 Petani setempat berpengalaman dalam membudidayakan

kakao 4 12 48

Buah/biji kakao mudah untuk diuangkan 3 10 30 Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah

Lain di Langkat 2 6 12

Kakao lebih tahan penyakit dan serangan hama 2 7 14

Total Skor Kekuatan 50 164

Kelemahan:

Masih banyak petani yang menggunakan bibit RCL. -4 8 -32 Tingkat serangan penggerek buah kakao timggi -4 14 -56

Luas lahan rata-rata masih sempit -2 15 -30

Terdapat jenis varietas unggul baru 4 12 48

Produksi daerah lain lebih rendah dibanding tempat penelitian 2 7 14 Harga kakao cenderung meningkat satu tahun belakangan 4 10 40 Peluang usaha dari bisnis kakao terbuka lebar 4 9 36

Total Skor Peluang 50 186

Ancaman:

Serangan hama penyakit -3 12 -36

Penyimpangan iklim -2 7 -14

Kelangkaan tenaga kerja -3 12 -36

Perkembangan produksi di daerah lain -3 12 -36 Pihak luar kurang tertarik buah kakao di tempat penelitian -2 7 -14

Total Skor Ancaman 50 -136

Selisih Skor Anacaman Dan Peluang 50

(57)

Setelah melakukan perhitungan bobot dari masing-masing faktor internal

maupun eksternal kemudian dianalisis dengan menggunakan matrik posisi. Matrik

ini digunakan untuk melihat posisi strategi peningkatan produksi kakao di daerah

penelitian. Berdasarkan Tabel diperoleh nilai X > 0 yaitu 4, dan nilai Y > 0 yaitu

50. Posisi titik kordinatnya dapat dilihat pada kordinat Cartesius berikut ini.

Y(+)

Kuadran III Kuadran I

Strategi Turn-around Strategi agresif

X(-) X(+)

Kuadran IV Kuadran II

Strategi Defensif Strategi Diversifikasi

Y(-)

Gambar 3. Matriks Posisi SWOT Usahatani Kakao

Dari hasil hasil matriks internal-eksternal yang diperoleh dari nilai total

skor pembobotan pada usaha peningkatan pendapatan petani kakao oleh petani di

daerah penelitian adalah untuk faktor internal, bernilai 4 yang artinya nilai ini

merupakan selisih antara kekuatan dan kelemahan dimana kekuatan lebih besar

dibandingkan dengan kelemahan. Untuk faktor eksternal, bernilai 50 yang artinya EKSTERNAL FAKTOR

50

(58)

nilai ini merupakan selisih antara peluang dan ancaman dimana ternyata nilai

peluang lebih besar daripada ancaman.

Hasil ini menunjukkan bagaimana usahatani tersebut memperoleh strategi

lebih detail dan mengetahui reaksi besar kecilnya usaha peningkatan produksi

produksi kakao, maka usaha peningkatan produksi ini berada pada daerah I

(Strategi Agresif). Situasi pada daerah I menguntungkan. Petani memiliki

peluang yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan, selain itu usahatani ini juga

memiliki beberapa kekuatan yang lebih dominan dari kelemahannya. Oleh karena

itu, kekuatan – keuatan itu tersebut harus didukung dengan beberapa strategi yang

tepat. Strategi agresif ini lebih fokus kepada strategi SO (Strenghs-Opportunities),

yaitu dengan memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Tahap Analisis Data

• Tersedianya lahan dan agroklimat yang

• Produksi dan kualitas Kakao lebih baik dari Kakao Daerah Lain di Langkat.

• Kakao lebih tahan penyakit dan serangan bentuk buah basah jika

STRATEGI WO

1. Menanam bibit

Gambar

Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Kakao Menurut per Kecamatan di
Tabel 2. Luas Tanaman Keras Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman  dan Desa/Kelurahan Kec
Tabel 3. Penilaian Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal
Tabel 3. Penilaian Bobot Matrik Faktor Strategi Internal, Matrik Faktor Strategi Eksternal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cici Suarni Bakkara, Nim. Penerapan Panca Usaha Tani Dalam Meningkatkan Produksi Tanaman Kakao di Desa Ujung Teran Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi. Skripsi,

Faktor Eksternal yang mempengaruhi peningkatan produksi kedelai yaitu: Sarana pendukung dan infrastruktur, Penguasaan petani terhadap teknik budidaya kedelai, Luas Lahan, Jumlah

kedelai, merupakan provinsi yang mempunyai produksi kedelai berfluktuatif. Tetapi

Dampak Impor Terhadap Produksi Kedelai Nasional. Kebijakan Pengembangan Budidaya

Dengan jumlah lahan yang demikian, Indonesia hanya mampu memproduksi kedelai.. sebanyak 700-800 ribu ton rata-rata per

Menurut Kotler (1997), mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu usahatani adalah dengan analisis internal yang merupakan proses yang mana perencanaan

Terdapat lima strategi yang menjadi prioritas kebijakan pengembangan kakao rakyat di Sumatera Utara yaitu: Meningkatkan produktivitas kakao rakyat pada seluruh daerah

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan pengabdian kepada masyarakat guna meningkatkan kapasitas petani kakao dalam mengelola tanaman dan memproduksi kakao