IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Aditya Prasetya(1), I Dewa Putu Nyeneng(2), Abdurrahman(3)
(1) Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Unila adityaprasetya@hotmail.co.id (2) Dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila
idewaputunyeneng@yahoo.com (3) Dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila
abe@unila.ac.id
ABSTRACT
Keywords: The development of character, Attitude, Interest,Problem Solving,
Problem Based Learning.
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam berelasi dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara), yang nantinya ber-ujung pada pembentukan manusia yang paripurna disetiap komunitas dimana manusia itu berada. Dalam konteks dunia internasional maupun regional (negara).
Berbicara masalah bangsa Indo-nesia dan pendidikannya pastinya kita bisa melihaat kenyataan yang menun-jukan bahwa perkembangan bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengarah kepada peruba-han yang bersifar regresif mundur terutama dalam bidang etika dan moral (akhlak). Perubahan bangsa baik yang mengarah kepada ke-majuan (progresif) maupun yang mengarah kepada kemunduran (regresif) merupakan masalah yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan penyelengaraan pendidikan, baik formal, maupun informal. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi,
serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarak-ter, cerdas dan bermoral tinggi.
Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu ber-moral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, seka-ligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Singkatnya, bagaimana membentuk individu yang menghargai kearifan nilai-nilai lokal sekaligus menjadi warganegara dalam masyarakat glo-bal dengan berbagai macam nilai yang menyertainya.
didik yang ingin dikembangkan ternyata lebih dekat dengan karakter.
Namun, tidak bisa dipungkiri untuk menjalankan pendidikan karakter dengan sepenuhnya sesuai dengan tujuannya bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam mengimplemen-tasikan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan harus ada metode pembelajaran yang sesuai dan efektif untuk menjadi pendekatan penguatan karakter itu sendiri.
Terdapat beberapa model pembelajaran yang mampu mengem-bangkan karakter positif dari siswa diantaranya adalah model Problem Solving (PS) dan Problem Based Learning (PBL). PS dan PBL adalah model pembelajaran yang mengede-pankan masalah sebagai titik poin pembelajarannya. Hal ini dapat memi-cu siswa untuk dapat lebih mengem-bangkan karakter pribadi dengan menggunakan permasalahan yang dia hadapi sebagai proses proses pembe-lajaran yang berujung pada peningka-tan perkembangan karakter personal individu tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu pastinya pernah meng-hadapi masalah-masalah. Bahkan da-pat dikatakan orang yang tidak mempunyai masalahlah dalam hidup-nya adalah individu yang bermasalah. Oleh karena itu, dalam pengem-bangan karakter seseorang, permasa-lahan yang dia hadapi dapat menjadi proses kedewasaan berpikir yang berujung pada pengembangan karak-terdirinya sendiri.
Problem solving adalah model pembelajaran yang menemukan masalah dan memecahkanya ber-dasarkan data dan informasi dari pe-ngamatan yang akurat, sehingga da-pat mencapai kesimpulan dan dada-pat diambil solusi atas permasalahan itu dengan tepat. Analisis pemecahan masalah yang komperhensif merupa-kan titik temerupa-kan pendekatan pem-belajaran model ini, yang diawali de-ngan identifikasi masalah, kemudian diteruskan ke tahapan sintesis, dan terjadi penganalisaan yang men-dalam, yang didalamnya ada pemilah-an seluruh masalah sehingga dapat mencapai tindakan aplikatif berupa solusi atas permasalahan yang terjadi. Sedangkan, Problem Based Learning merupakan model pembela-jaran yang menggunakan masalah se-bagai langkah awal dalam mengum-pulkan dan mengintegrasikan penge-tahuan baru. Dengan menggunakan
PBL sebagai model pembelajaran siswa akan dengan sendirinya membi-na kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu, yang berkaitan de-ngan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan sehingga juga ber-ujung pada peningkatan karakter yang semula diharapkan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik pembelajar-an menggunakpembelajar-an model PS maupun
terbangun menjadi lebih baik secara kese-luruhan.
Masing-masing memiliki karak-teristik dan sintaks pembelajaran yang mengarah pada peningkatan perkembangan karakter siswa. Na-mun mengajar fisika menggunakan model PS dan PBL bukanlah suatu perkara yang mudah. Strategi-strategi pembelajaran dalam model-model pembelajaran tersebut bukan meru-pakan suatu proses yang mengandung langkah tetap melainkan memiliki proses yang dinamis.
Selain itu, secara teoritisPS dan
PBL juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada kenyataannya, guru-guru masih be-lum mampu menerapkan strategi pembelajaran tersebut di kelas untuk meningkatkan pekembangan karakter siswa. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih minimnya pengetahuan guru terhadap berbagai macam stra-tegi pembelajaran baru sehingga guru juga belum mengetahui strategi pem-belajaran mana yang lebih efektif untuk meningkatkan perkembangan karakter siswa ke arah yang lebih baik.
Bertitik tolak dari latar bela-kang tersebut, maka penelitian ini pun dilakukan bertujuan untuk me-ngetahui model pembelajaran mana yang lebih efektif untuk mening-katkan hasil belajar siswa dengan juga mengutamakan perkembangan karak-ter siswa pada makarak-teri pelajaran fisika dengan judul Implementasi Pem-belajaran Berbasis Karakter Melalui
Model Problem Solving dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa .
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan: (1) Apakah terjadi peni-ngkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model PS berbasis karakter?; (2) Apakah terjadi pening-katan hasil belajar siswa dengan me-nggunakan modelPBLberbasis karak-ter?; (3) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara modelPS dan PBL
berbasis karakter?
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah un-tuk mengetahui: (1) Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaran PS
berbasis karakter; (2) Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaran
PBL berbasis karakter; (3) Model pembelajaran yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa diantara model pembelajaran
PSdanPBLberbasis karakter.
METODE PENELITIAN
Desain eksperimen pada peneli-tian ini menggunakan bentuk Pre-Eksperimental Design dengan tipe
One-Group Pretest-Posttest Design. Pada desaign ini, terdapat pretest
sebelum diberi perlakuan dan post-test setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan sebelum diberi perlakuan dengan sesudah diberi perlakuan. Pada penelitian ini siswa yang menjadi sampel penelitian dianggap memiliki kemampuan yang relatif sama dan siswa mendapatkan materi pelajaran yang sama.
Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variable intervening dan variabel terikat. Variabel bebas dalam pene litian ini adalah pembelajaran meng-gunakan model pembelajaran PS
berbasis karakter (X1) danPBL berba-sis karakter (X2), dengan variabel intervening adalah perilaku berka-rakter, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa aspek afektif pada pembelajaranPS(Y1) dan aspek afektif pada pembelajaran padaPBL(Y2).
Instrumen untuk mengukur hasil belajar (afektif) siswa adalah berbentuk angket sikap dan minat siswa. Tes ini digunakan pada saat
pretest dan posttest dengan jumlah sebanyak 10 butir pertanyaan. Sedangkan untuk mengukur perkem-bangan perilaku berkarakter siswa digunakan penilaian guru dengan
bobot penilaian sebesar 70% dan dengan teman sejawat (peer assessment) dengan bobot penilaian 30% yang dilakukan tiap pertemuan.
HASIL PENELITIAN
Penelitian pembelajaran suhu dan kalor dengan sub pokok bahasan asas black ini mulai dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2012 di SMA Negeri 2 Bandar Lampung. Proses pembelajar-an berlpembelajar-angsung selama 3 kali tatap muka dengan alokasi waktu 2x45 menit setiap pertemuan pada setiap kelas eksperimen. Hasil yang diper-oleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif (kompetensi afektif dan perilaku berkarakter) yang selanjut-nya diolah dengan menggunakan SPSS versi 16.
A. Hasil Uji Instrument
Sebelum dilakukan pengum-pulan data mengenai perilaku ber-karakter dan kompetensi afektif siswa (sikap dan minat), dilakukan uji coba instrumen angket kompetensi afektif siswa yang meliputi angket sikap dan siswa pada kelas di luar sampel, tetapi masih dalam satu populasi. Adapun jumlah responden uji coba angket adalah 30 siswa. Uji coba ini dilaksa-nakan untuk mengetahui validitas tiap-tiap butir soal dan reliabilitas instrumen tersebut. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Angket Sikap Siswa (a) Uji Validitas
30 dan = 0,05 maka adalah 0,361. Dari hasil uji validitas dapat dilihat bahwa untuk setiap instrumen
pretestmaupunposttestnilaiPearson Correlation le- bih besar dari oleh karena itu semua instrumen valid.
(b) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas yang dilakukan diambil dari 30 koresponden dengan jumlah soal sebanyak 10 butir. Relia-bilitas soal dilakukan dengan menggu-nakan program SPSS 16.0. Berdasar-kan hasil uji reliabilitas dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alphasebesar 0,960 untuk angket pretest dan 0,81 untuk posttest . Ini berarti item-item soal bersifat sangat reliabel dan dapat digunakan sebab nilai Cronbach's Alpha> 0,6.
(2) Angket Minat Siswa (a) Uji Validitas
Uji validitas soal diolah menggu-nakan program SPSS 16.0. Dengan N = 30 dan = 0,05 maka adalah 0,361. Dari hasil uji validitas dapat dilihat bahwa untuk setiap instrumen
pretestmaupunposttestnilaiPearson Correlation lebih besar dari
oleh karena itu semua instrumen valid.
(b) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas yang dilakukan diambil dari 30 koresponden dengan jumlah soal sebanyak 10 butir. Reliabilitas soal dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alpha
sebesar 0,819 untuk angket pretest
dan 0,843 untuk posttest . Ini berarti item-item soal bersifat sangat reliabel dan dapat digunakan sebab nilai
Cronbach's Alpha> 0,6.
B. Data Kuantitatif
(1) Data Aspek Kompetensi Afektif Data aspek kompetensi ini di ambil dari masing-masing kelas de-ngan jumlah siswa pada kelasProblem Solving (PS) sebanyak 30 siswa dan pada kelas Problem Based Learning (PBL) sebanyak 30 siswa. Data kompetensi afektif diperoleh dengan cara memberikan pretest pada awal pembelajaran danposttestpada akhir pembelajaran yang terdiri dari data sikap dan minat. Data aspek kompetensi afektif diperoleh dari pengisian angket. Untuk angket sikap dan minat terdiri dari 10 item soal. Adapun data perkembangan sikap dan minat setiap kelas dapat dilihat sebagai berikut :
(a) Perkembangan Sikap Siswa Dari hasil angket yang diberikan didapat data skor total angket sikap pada setiap kelas yang ditampilkan dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Ringkasan data skor total angket sikap
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Post Test Pretest Post Test
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 31,33 32,13 32,90 31,83
3 Nilai Tertinggi 39 40 41 39
4 Nilai Terendah 22 20 18 25
5 Rata-rataGain 0,80 -1,07
6 Rata-rataN Gain 0,05 -0,15
Tabel 2. Ringkasan data skor total angket minat
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Post Test Pretest Post Test
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 30,50 30,83 29,53 34,37
3 Nilai Tertinggi 39 40 37 43
4 Nilai Terendah 19 20 18 19
5 Rata-rataGain 0,33 4,83
6 Rata-rataN Gain -0,04 0,23
(2) Data Aspek Perilaku Berkarakter Data aspek perilaku berkarakter diperoleh dari pengamatan perilaku berkarakter siswa selama pembelajar-an berlpembelajar-angsung dalam kelas problem solving dan problem based learning. Penilaian perilaku berkarakter siswa selama proses pembelajaran dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan lembar penilaian dengan beberapa sikap yaitu kejujuran, kerjasama (kepedu-lian) dan tanggung jawab. Skala peni-laian yang digunakan adalah: 1 =
be-lum terlihat, 2 = mulai terlihat,3 = mu-lai berkembang dan 4 = membudaya. Selain guru, siswa juga diberi kesempatan untuk menilai teman-temannya (peer assessment). Penen-tuan skor total dilakukan dengan cara mengambil persentase 70% penilaian dari guru dan 30% penilaian dari siswa. Data skor total penilaian perilaku berkarakter dapat dilihat pada kelas problem solving dan
problem based learningdalam Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Ringkasan data skor total perkembangan perilaku berkarakter
No Parameter Kelas Eksperimen
PS PBL
1 Jumlah Siswa 30 30
2 Rata-rata 8,51 10,40
3 Nilai Tertinggi 9,60 11,57
C. Hasil Uji Normalitas Angket Sikap Minat dan Penilaian Perilaku Berkarakter
Hasil uji normalitas pada data angket sikap skor pretest dan
posttest, angket minat skor pretest
dan posttest, dan penilaian perilaku berkarakter ditampilkan pada tabel 4, 5 dan 6 sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 4 dan 5 dapat di-ketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada data pretest maupun
posttest yang diperoleh lebih dari 0,05. Hal tersebut juga terjadi pada tabel 6 dimana nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) pada data kelas PS dan PBL
yang diperoleh lebih dari 0,05. Hal ini berarti data data tersebut berdistri-busi normal.
D. Hasil Uji Paired Sample T Test Pada Perkembangan Sikap dan Minat Siswa
Setelah melakukan uji
norma-litas skor pretest dan posttest dari kedua kelas eksperimen tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian dua sampel berhubungan menggunakan
Paired Sample T Test untuk menge-tahui ada tidaknya perbedaan
rata-Tabel 4. Hasil uji normalitas skorpretestdanposttestangket sikap
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 31,33 32,13 32,90 31,83
3 Nilai Tertinggi 39 40 41 39
4 Nilai Terendah 22 20 18 25
5
Asymp. Sig
(2-tailed) 0,63 0,55 0,44 0,62
Tabel 5. Hasil uji normalitas skorpretestdanposttestangket minat
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 30,50 30,83 29,53 34,47
3 Nilai Tertinggi 39 40 37 43
4 Nilai Terendah 19 20 18 19
5
Asymp. Sig
(2-tailed) 0,73 0,50 0,81 0,96
Tabel 6. Hasil uji normalitas penilaian perilaku berkarakter
No Parameter Kelas Eksperimen
PS PBL
1 Jumlah Siswa 30 30
2 Rata-rata 8,51 10,40
3 Nilai Tertinggi 9,60 11,57
4 Nilai Terendah 7,23 9,90
5
Asymp. Sig
Tabel 7. Hasil ujipaired sample t testperkembangan sikap siswa
KelasPS KelasPBL
Mean -0,800 1,067
T -2,017 1,212
Df 29 29
Sig. (2-tailed) 0,053 0,235
rata perkembangan sikap dan minat siswa sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran pada masing-masing kelas eksperimen. Adapun yang diuji adalah nilai pretest dan posttest dari masing-masing kelas eksperimen. Hasil data yang diperoleh disajikan dalam data Tabel 7.
Dari hasil analisis data uji 2 sampel berhubungan pada Tabel 9, dengan menggunakan uji Paired Sample T Test diketahui bahwa pada kelas PS dan PBL nilai sig. (2-tailed)
adalah 0,053 untuk kelas problem solvingdan 0,023 untuk kelasproblem based learning. Dengan menggunakan nilai df sebesar 29 di kedua kelas maka dapat dicari nilai = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) didapat nilai ttabel sebesar 2,045.
Pada kelas problem solving
dengan nilai sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,053. Sedangkan berdasarkan Tabel di atas didapat
ni-lai thitung sebesar -2,017 dan nilai ttabel
sebesar 2,045. Hasil uji tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun perbandingan thitung menunjukkan
bahwa H0 diterima karena nilai -ttabel
< thitung < ttabel(-2,045< -2,017 < 2,045)
dan signifikansi (0,053 >0,05) sehing-ga kesimpulan dari hasil uji tersebut adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata perkembangan sikap siswa sebelum dan sesudah pembelajaran fisika dengan problem solving.
Sedangkan, pada kelas problem based learning dengan nilai sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,235. Sedangkan berdasarkan tabel 9 diatas didapat nilai thitung sebesar
1,212 dan nilai ttabel sebesar 2,045. Hasil uji tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun
perbandi-ngan thitung menunjukkan bahwa H0
diterima karena nilai -ttabel< thitung <
tabel
t (-2,045 < -2,017 < 2,045) dan signifikansi (0,235 >0,05) sehingga ke-simpulan dari hasil uji tersebut adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata perkembangan sikap siswa sebelum dan sesudah pembelajaran fisika denganproblem based learning.
Tabel 8. Hasil ujipaired sample t testperkembangan minat siswa
Kelas PS Kelas PBL
Mean -0,333 -4,833
T -0,265 -5,009
Df 29 29
Sig. (2-tailed) 0,793 0,043
analisis data uji 2 sampel berhu-bungan pada Tabel 8, dengan meng-gunakan uji Paired Sample T Test
diketahui bahwa pada kelas PS dan
PBL nilai sig. (2-tailed) adalah 0,793 untuk kelasproblem solvingdan 0,043 untuk kelasproblem based learning.
Pada kelasproblem solving nilai
dengan sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,793. Sedangkan ber-dasarkan tabel 14 di atas didapat nilai
hitung
t sebesar -0,265 dan nilai ttabel
sebesar 2,045. Hasil uji tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun perbandingan thitung menunjukkan
bahwa H0 diterima karena nilai -ttabel
< thitung < ttabel(-2,045< -0,265 < 2,045)
dan signifikansi (0,793 >0,05) sehing-ga kesimpulan dari hasil uji tersebut adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata perkembangan minat siswa sebe-lum dan sesudah pembelajaran fisika dengan problem solving.
Sedangkan, pada kelas problem based learning nilai sig. (2-tailed)
kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,043. Sedangkan berdasarkan tabel 10 di atas didapat nilai thitung sebesar -5,009
dan nilai ttabel sebesar 2,045. Hasil uji
tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun perbandingan
hitung
t menunjukkan bahwa H0
ditolak karena nilai - thitung < -ttabel (-5, 045< -2,045) dan signifikansi (0,043 < 0,05) sehingga kesimpulan dari hasil uji tersebut adalah terdapat
per-bedaan rata-rata perkembangan minat siswa sebelum dan sesudah pembelajaran fisika dengan problem based learning.
E. Hasil Uji Independent Sample T Test Pada Perkembangan Sikap, Minat dan Perilaku Berkarakter Siswa
Uji t test (Independent Sample T Test) dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata perkembangan sikap, minat dan ka-rakter siswa antara kelas eksperimen
setiap pertemuan. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
(1) Perbedaan Perkembangan Sikap Siswa
Hasil uji Independent Sample T Test perkembangan sikap siswa antara kelas PBL dan PS ditampilkan pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9, nilai signi-fikansi pada uji F adalah 26,450 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa varian kelompok kelas PS dan PBL adalah sama. Dengan ini penggunaan uji t menggunakan Equal Variances Assumed. Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t. Hasil yang diperoleh dari uji t adalah nilai thitung Equal Variances Assumed seperti yang tertera pada tabel di atas sebesar -2,971 sedangkan nilai ttabel pada = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) sebesar 58 adalah 2,002. Nilai -thitung < -ttabel
(-2,971 < -2,002) dan signifikansi
(0,004 < 0,05) maka dapat disim-pulkan H0 ditolak.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan rata-rata N-gain
perkembangan sikap siswa kelas PS
dengan rata-rata N-gain perkem-bangan sikap siswa kelas PBL. Nilai
hitung
t yang bernilai negatif menunjuk-an bahwa rata-rata kelas eksperimen 1 (PBL) lebih rendah daripada rata-rata kelas eksperimen 2 (PS). Hal ini berarti perkembangan siswaPS lebih tinggi dibandingkan siswa PBL. Dengan rata-rata N-Gain perkem-bangan sikap PS sebesar 0,047 diban-dingkan kelasPBLsebesar -0,147.
(2) Perbedaan Perkembangan Minat Siswa
Hasil uji Independent Sample T Testperkembangan minat siswa anta-ra kelasPBLdan PS ditampilkan pada Tabel 10.Berdasarkan tabel 10, nilai signifikansi pada uji F adalah 5,927 lebih besar dari 0,05, maka H0
diterima dan dapat disimpulkan
Tabel 9. Hasil ujiindependent sample t testperkembangan sikap siswa
Gain Equal Variances
Assumed
Equal Variances Not Assumed
Levene's Test For F 26,450
Equality Of Variances
Sig 0,000
t-test for equality T -2,971 -2,971
of Means Df 58 34,523
Sig
bahwa varian kelompok kelas PS dan
PBLadalah sama. Dengan ini penggu-naan uji t menggunakan Equal Variances Assumed.
Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, maka dilakukan uji t. Maka didapatkan nilai thitung Equal Variances Assumed pada tabel di atas sebesar 3,333 sedangkan nilai ttabel
pada = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) sebe-sar 58 adalah 2,002. Nilai thitung > ttabel
(3,333 < 2,002) dan signifikansi (0,001 < 0,05) maka disimpulkan bahwa H0
ditolak.
Berdasarkan hasil pengujian ter-sebut, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan rata-rata N-gain
perkembangan minat siswa kelas PS
dengan rata-rata N-gain perkem-bangan minat siswa kelas PBL. Nilai
hitung
t positif, berarti rata-rata kelas eksperimen 1 (PBL) lebih tinggi dari-pada kelas eksperimen 2 (PS). Artinya, perkembangan minat siswa PBL lebih tinggi dibandingkan siswa PS. Dengan
rata-rata N-Gain perkembangan
mi-nat PBL sebesar 0,229 dibandingkan kelasPSsebesar -0,042.
(3) Perbedaan Perkembangan Peri-laku Berkarakter Siswa
Hasil uji Independent Sample T Test perkembangan perilaku berka-rakter siswa antara kelas PBL dan PS
ditampilkan pada Tabel 13. Berdasar-kan Tabel 11, nilai signifiBerdasar-kansi pada uji F adalah 1,351 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa varian kelompok kelas PS dan PBL adalah sama. Dengan ini penggunaan uji t menggunakan Equal Variances Assumed. Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t. Didapatkan Nilai thitung Equal Variances Assumed pada tabel di atas sebesar 15,688 sedangkan nilai
tabel
t pada = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) sebesar 58 adalah 2,002. Nilai thitung >
tabel
t (15,688 > 2,002) dan signifikansi
(0,000 < 0,05) maka H0 ditolak.
Tabel 10. Hasil ujiindependent sample t testperkembangan minat siswa
Gain Equal Variances Assumed
Equal Variances Not Assumed
Levene's Test For F 5,927
Equality Of Variances
Sig 0,018
t-test for equality T 3,333 3,333
of Means Df 58 48,606
Sig
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan rata-rata perkembang-an perilaku berkarakter siswa kelasPS
dengan rata-rata perkembangan perilaku berkarakter siswa kelas PBL. Nilai thitung positif, berarti rata-rata perkembangan peri- laku berkarakter siswa kelas ekspe- rimen 1 (PBL) lebih tinggi daripada rata-rata perkembangan perilaku ber- karakter siswa kelas eksperimen 2 (PS). Artinya, perkembangan perilaku berkarakter siswa PBL lebih tinggi dibandingkan siswa PS. Dengan rata-rata perkembangan karakter PBL
sebesar 10,40 dibandingkan kelas PS
sebesar 8,51.
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perilaku Berka-rakter
Dari hasil rata-rata akumulatif nilai perkembangan karakter siswa didapatkan grafik perbedaan perkem-bangan perilaku berkarakter sebagai-mana terlihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata perkembangan karakter kelas
problem based learning (PBL) lebih besar dibandingkan dengan perkembangan karakter kelas
problem solving (PS). Dengan perbe-daan sebagai berikut; kelas problem solving dengan rata-rata perkem-bangan karakter siswa sebesar 8,51 (mulai berkembang) dengan perincian sebanyak 25 siswa (83%) berkategori mulai berkembang, dan 5 siswa (17%) dengan kategori telah memiliki karakter yang menonjolkan (membu-daya). Sedangkan, untuk kelas PBL
dengan rata-rata perkembangan ka-rakter siswa sebesar 10,41 berkate-gori telah membudaya, yang 30 siswa (100%) mengalami karakter yang menonjol untuk terus berkembang.
Adapun perbedaan perkemban-gan karakter siswa berdasarkan kategorinya dapat dilihat dalam Gambar 2. Dari Gambar 2 dan hasil uji t test menggunakan ujiindependent t test maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan karakter siswa yang lebih menonjol dialami dengan menggunakan model pembelajaran
PBLdibandingkan modelPS. Gambar 1. Grafik perbedaan perkembangan perilaku berkarakter
Tabel 10. Hasil ujiindependent sample t testperkembanganPerilaku berkarakter siswa
Gain Equal Variances
Assumed
Equal Variances Not Assumed
Levene's Test For F 1,351
Equality Of Variances
Sig 0,250
t-test for equality T 15,688 15,688
of Means Df 58 54,155
Sig
0 2 4 6 8 10 12 Model Pembelajaran 8.51 10.4 S ko r R a ta -R a ta P e rke m b a n g a n P e ri la ku B e rka ra kt e r Problem Solving
Problem Based Learning
0 5 10 15 20 25 30
Problem Solving Problem Based Learning 25 5 30 Ju m a la h S is w a Model Pembelajaran Mulai Berkembang Membudaya
Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada pembelajaran menggunakan model PBL siswa diminta untuk melibatkan seluruh kemampuan yang ada dalam diri siswa untuk dapat memecahkan masalah secara berke-lompok sehingga setiap aspek kerja yang meli- batkan individu-idividu siswa dapat lebih mengena bagi perkembangan karakter mereka, terlebih dalam 3 aspek ini, yaitu kejujuran, kerjasama (kepedulian) dan tanggung jawab. Hal ini disejalan dengan pendapat Kurniya (2009) yang menyatakan PBL bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan menguasai keteram-pilan-keterampilan, baik keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang akan berguna nanti dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal ini pun diperkuat oleh pendapat Syaodih (2010) yang me-nyatakan kegiatan pembelajaran kelompok memberikan hasil yang le-bih baik dalam pengembangan kete-rampilan sosial karena banyak mem-berikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih keterampilan sosial, hingga berujung pada peningkata karakter individu siswa kearah yang lebih baik. Gambar 1. Grafik perbedaan perkembangan perilaku berkarakter
B. Perkembangan Ranah Afektif (1) Perkembangan Sikap
Berdasarkan hasil analisis pada uji
Paired Sample T Test diketahui bahwa pada kelas problem solving tidak ada perbedaaan yang significant antara sikap siswa sebelum diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan. Walaupun terlihat bahwa dari nilai
mean (rata-rata) sikap siswa lebih besar posttest dibandingkan dengan
pretest.
Hal yang sama pun terjadi pada kelas problem based learning dimana tidak terjadinya perbedaaan yang
significantantara sikap siswa sebelum diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan. Akan tetapi jika dilihat dari perbedaan mean, terjadi perbedaan. Dimana adanya penurunan nilai mean
yang terjadi antara sebelum dengan
sesudah perlakuan. Dengan nilai
mean sebelum perlakuan adalah sebesar 32,90 dan mean sesudah perlakuan adalah 31,83.
Ketiadaan perubahan perkem-bangan sikap sebelum dan sesudah
yang pada kedua kelas menunjukan bahwa pembelajaran dengan meng-gunakan model problem solving dan
problem based learning tidak ber-pengaruh secara significant terhadap perubahan sikap siswa. Akan tetapi jika melihat dari skor rata-rata perkembangan siswa dapat dilihat bahwa ada sedikit perubahan kearah lebih baik jika menggunakan model pembelajaran problem solving.
Sedangkan pada pembelajaran menggunakan model problem based learning terjadi perubahan kearah negatif atau terjadi penurunan nilai rata-rata (mean) skor total perkembangan sikap siswa. Adapun perbedaan dari perkembangan sikap sebelum dan sesudah perlakuan didua kelas yang berbeda tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 3.
Sedangkan, berdasarkan hasil analisis pada uji Independent Sample T Testmaka dapat disimpulkan bahwa rata-rata perkembangan sikap siswa dengan PS lebih tinggi dibandingkan
30.5 31 31.5 32 32.5 33
Problem Solving Problem Based Learning 31.33 32.9 32.13 31.83 R e ra ta N il a i S ko r T o ta l Model Pembelajaran Pre Test Post Test
rata-rata perkembangan sikap siswa denganPBL.
Perbedaan nilai rata-rata per-kembangan sikap pada masing masing kelas eksperimen terkait fase-fase pembelajaran dari kedua kelas tersebut. Fase-fase Problem Solving
meliputi: (1) Mendefinisikan masalah secara tepat, (2) menentukan sumber dan akar penyebab dari suatu masa-lah, (3) membuat solusi yang efektif, (4) mengambil kesimpulan. Sedang-kan fase-fase pembelajaran Problem Based Learning meliputi: (1) orientasi siswa terhadap masalah, (2) mengor-ganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembang-kan dan menyajimengembang-kan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi pro-ses pemecahan masalah (6) mengam-bil kesimpulan. Perbedaan fase dari kedua pembelajaran tersebut menye-babkan perbedaan nilai rata-rata perkembangan sikap siswa. Faktor utama yang menyebabkan rata-rata perkembangan sikap siswa kelas PS
lebih tinggi daripada kelas PBLkarena fase pembelajaran pada kelasPSlebih mudah dalam menarik kesimpulan disebabkan karena tahapan pembe-lajaran yang singkat dan berujung pada peningkatan perkembangan si-kap siswa terhadap kegiatan pem-belajaran.
Hal lain yang tidak kalah pen-tingnya yang juga menjadi penyebab perbedaan rata-rata perkembangan sikap siswa kedua kelas eksperimen tersebut adalah kurangnya
konsen-trasi siswa-siswa pada kelas PBL saat melakukan sesi review dan post test
pada pertemuan ke-3. Hal ini di-sebabkan kondisi pikiran siswa yang lelah dan sudah tidak fokus pada pembelajaran yang dilakukan pada sa-at itu. Kurangnya konsentrasi tersebut berpengaruh terhadap hasil posttest
yang mengukur perkembangan sikap siswa. Seperti dikatakan oleh Hamalik (2001:33), salah satu faktor belajar adalah faktor fisiologis, kondisi siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan mela-kukan kegiatan belajar yang sem-purna.
Lain halnya dengan kelasPSpada saat pengukuran perkembangan sikap, siswa-siswa pada kelas ini sangat bersemangat mengikuti sesi
review dan posttest pada pertemuan ke-3 karena pada jam belajar sebelumnya, siswa hanya belajar biasa tidak melakukan hafalan atau olahraga yang menyebabkan siswa kelelahan. Sehingga hasil posttest
siswa pada kelas PS mengalami kenaikan.
(2) Perkembangan Minat
Berdasarkan hasil analisis pada uji
Paired Sample T Testdiketahui bahwa pada kelas problem solved tidak ada perbedaaan yang significant antara minat siswa sebelum diberikan perla-kuan dan sesudah perlaperla-kuan. Walau-pun terlihat bahwa dari nilai mean
posttest dibandingkan dengan pre-test. Dimana nilai mean skortotal
posttest sebesar 30,83 dari nilai pre-testadalah 30,50 tetapi hal ini secara umum tidak dapat menyimpulkan bahwa adanya perbedaan signifiant sebelum perlakuan dan sudah diberi-kan perlakuan.
Akan tetapi, hal yang berbeda terjadi pada kelas problem based learning dimana terdapat perbe-daaan rata-rata perkembangan minat antara siswa sebelum diberikan perla-kuan dan sesudah perlaperla-kuan. Dengan nilai mean sebelum perlakuan adalah sebesar 29,53 dan men sesudah perlakuan naik menjadi 34,37. Ada-pun perbedaan dari nilai rata-rata (mean) perkembangan minat siswa sebelum dan sesudah perlakuan didua kelas yang berbeda tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut :
Sedangkan pada kelas PBL, diketahui rerata N-gain sebesar 0,23 (kategori rendah), dengan rincian: 2
siswa (7 %) mengalami penurunan minat, 1 siswa (3 %) tidak mengalami perubahan mibat (tetap) dan 27 siswa (92 %) mengalami kenaikan minat. Dengan kenaikan skor rata-rata minat siswa sebesar 9,67 %.
Memang pada dasarnya baik dikelas PS maupun PBL perkembang-an minat siswa cenderung naik, na-mun kenaikan yang cukup siginificant lebih dialami oleh pembelajaran menggunakan model PBL. Hal ini terjadi dikarenakan pada model PBL
dalam sintaks pembelajarannya ditun-tut untuk menonjokan hasil karya nyata yang berhubungan dengan pemecahan atas masalah yang dihadapi. Metode ini dapat kembali membangkitkan motivasi siswa untuk semakin tertarik terhadap pembela-jaran fisika. Hal ini senada dengan Arikunto (2010:133) bahwa ada
be-berapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat siswa yaitu menghubungkan bahan
27 28 29 30 31 32 33 34 35
Problem Solving Problem Based Learning 30.5 29.53 30.83 34.37 R e ra ta N il a i S ko r T o ta l Model Pembelajaran Pre Test Post Test
pelajaran yang diberikan dengan per-soalan pengalaman yang dimiliki sis-wa, sehingga siswa mudah menerima bahan pelajaran dan memberikan ke-sempatan kepada siswa untuk men-dapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. Kedua hal ini terdapat dalam sintaks pembelajaran modelPBL.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Rata-rata perilaku berka-rakter siswa kelas X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajaran fisika menggunakan pembelajaran Problem Based Learning dengan rata (10,40), 100% siswa telah mengalami peruba-han karakter yang membudaya, lebih tinggi dibandingkan dengan pembela-jaran Problem Solving (8,51) dengan 95 % siwa mengalami perubahan karakter membudaya; (2) Tidak terda-pat perbedaan perkembangan rata-rata yang significant pada sikap siswa sebelum dilakukan pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran ke-las X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajaran fisika dengan Problem Solving dan Problem Based Learning; (3) Perolehan skor N-gain rata-rata perkembangan sikap pada kelas
Problem Solving sebesar 0,05 (kate-gori rendah) dan kelasProblem Based Learning sebesar -0,15 (kategori rendah) mengindikasikan bahwa
Problem Solving lebih efektif diguna-kan sebagai upaya untuk
meningkat-kan perkembangan sikap siswa dalam pembelajaran; (4) Terdapat perbe-daan perkembangan rata-rata yang significant pada minat siswa sebelum dilakukan pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran kelas X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajar-an fisika hpembelajar-anya pada pembelajarpembelajar-an kelas Problem Based Learning; (5) Perolehan skor N-gain rata-rata perkembangan minat siswa pada ke-las Problem Solving sebesar -0,04 (kategori rendah) dan kelas Problem Based Learningsebesar 0,23 (kategori rendah) mengindikasikan bahwa
Problem Based Learning lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara Efendy.2010.Pendidikan Karakter
Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo
Hamalik, Oemar. 2001.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Ismail. 2000.Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction). Makalah. Jakarta: Depdiknas
Koesoema, Doni. 2010.Pendidikan Karakter. Jakarta: Gramedia
Sanjaya, Wina. 2006.Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan, pembelajar harus melibatkan keseluruhan dari dirinya
untuk mengetahui ataupun mendalami hal-hal yan tidak diketahuinya. Dengan
tujuan agar pengetahuan baru dapat ia ambil untuk dimanfaatkan sebagaimana
mestinya. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan intelektual, emosional dan
spiritual. Hingga berujung pendidikan yang membentuk insan yang paripurna. Hal
inilah yang dikatakan oleh pedagog jerman F.W. Foerster yang dinamakan dengan
pendidikan karakter.
Pendidikan karakter hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang
pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya,
dalam berelasi dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan.
Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun
internasional (antar negara), yang nantinya berujung pada pembentukan manusia
yang paripurna disetiap komunitas dimana manusia itu berada. Dalam konteks
dunia intenasional maupun regional (negara).
Berbicara masalah bangsa Indonesia dan pendidikannya pastinya kita bisa melihat
kenyataan yang menunjukan bahwa perkembangan bangsa Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir ini mengarah kepada perubahan yang
2
Perubahan bangsa baik yang mengarah kepada kemajuan (progresif) maupun yang
mengarah kepada kemunduran (regresif) merupakan masalah yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan penyelengaraan pendidikan, baik formal,
maupun informal. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi,
serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam
mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya
manusia yang berkarakter, cerdas dan bermoral tinggi.
Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada
pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam
perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan
bersama. Singkatnya, bagaimana membentuk individu yang menghargai kearifan
nilai-nilai lokal sekaligus menjadi warganegara dalam masyarakat global dengan
berbagai macam nilai yang menyertainya.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU Sisdiknas).
Berdasarkan kutipan UU Sisdiknas tersebut, 5 dari 8 potensi peserta didik yang
ingin dikembangkan ternyata lebih dekat dengan karakter. Namun, tidak bisa
dipungkiri untuk menjalankan pendidikan karakter dengan sepenuhnya sesuai
dengan tujuannya bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam mengimplementasikan
3
yang sesuai dan efektif untuk menjadi pendekatan penguatan karakter itu sendiri.
Terdapat beberapa model pembelajaran yang mampu mengembangkan karakter
positif dari siswa diantaranya adalah modelProblem Solving (PS)danProblem
Based Learning (PBL).
PSdanPBLadalah model pembelajaran yang mengedepankan masalah sebagai
titik poin pembelajarannya. Hal ini dapat memicu siswa untuk dapat lebih
mengembangkan karakter pribadi dengan menggunakan permasalahan yang dia
hadapi sebagai proses proses pembelajaran yang berujung pada peningkatan
perkembangan karakter personal individu tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu pastinya pernah menghadapi
masalah-masalah. Bahkan dapat dikatakan orang yang tidak mempunyai
masalahlah dalam hidupnya adalah individu yang bermasalah. Oleh karena itu,
dalam pengembangan karakter seseorang, permasalahan yang dia hadapi dapat
menjadi proses kedewasaan berpikir yang berujung pada pengembangan karakter
dirinya sendiri.
Problem Solvingadalah model pembelajaran yang menemukan masalah dan
memecahkanya berdasarkan data dan informasi dari pengamatan yang akurat,
sehingga dapat mencapai kesimpulan dan dapat diambil solusi atas permasalahan
itu dengan tepat. Analisis pemecahan masalah yang komperhensif merupakan titik
tekan pendekatan pembelajaran model ini, yang diawali dengan identifikasi
masalah, kemudian diteruskan ke tahapan sintesis, dan terjadi penganalisaan yang
mendalam, yang didalamnya ada pemilahan seluruh masalah sehingga dapat
4
Sedangkan,Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru. Dengan menggunakanPBLsebagai model
pembelajaran siswa akan dengan sendirinya membina kemampuan berpikir secara
kritis secara kontinu, yang berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan
dilakukan sehingga juga berujung pada peningkatan karakter yang semula
diharapkan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik pembelajaran
menggunakan modelPSmaupunPBLdapat meningkatkan perkembangan
karakter positif siswa dimana sisi intelektual (ide) maupun keterampilan softskill
(kognitif ),PSikomotorik dan afektif (sikap) dapat terbangun menjadi lebih baik
secara keseluruhan.
Masing-masing memiliki karakteristik dan sintaks pembelajaran yang mengarah
pada peningkatan perkembangan karakter siswa. Namun, mengajar fisika
menggunakan modelPSdanPBLbukanlah suatu perkara yang mudah.
Strategi-strategi pembelajaran dalam model-model pembelajaran tersebut bukan
merupakan suatu proses yang mengandung langkah tetap melainkan memiliki
proses yang dinamis.
Selain itu, secara teoritisPSdanPBLjuga memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Pada kenyataannya, guru-guru masih belum mampu menerapkan
strategi pembelajaran tersebut di kelas untuk meningkatkan pekembangan
karakter siswa. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih minimnya
5
guru juga belum mengetahui strategi pembelajaran mana yang lebih efektif untuk
meningkatkan perkembangan karakter siswa ke arah yang lebih baik.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini pun dilakukan
bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran mana yang lebih efektif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan juga mengutamakan perkembangan
karak Implementasi
Pembelajaran Berbasis Karakter Melalui Model Problem Solving dan Problem
Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
Problem Solvingberbasis karakter pada pembelajaran fisika kelas X SMAN 2
Bandar Lampung?
2. Apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
Problem Based Learningberbasis karakter pada pembelajaran fisika kelas X
SMAN 2 Bandar Lampung?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara modelProblem Solvingdan
Problem Based Learningberbasis karakter?
6
Berdasarkan latar belakang dari rumusan masalah maka tujuan penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMAN 2 Bandar
Lampung pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaranProblem
Solvingberbasis karakter.
2. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMAN 2 Bandar
Lampung pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaranProblem
Based Learningberbasis karakter.
3. Mengetahui model pembelajaran yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa diantara model pembelajaranProblem SolvingdanProblem
Based Learningberbasis karakter.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat penelitian ini adalah:
a. Untuk Guru dan Sekolah
1. Dapat menjadi alternatif baru bagi guru dalam menyajikan materi
pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan
perkembangan karakter siswa.
2. Dapat mengetahui model dan juga strategi pembelajaran yang lebih efektif
untuk membentuk karakter positif siswa.
b. Bagi Peneliti
1. Dapat mengetahui perkembangan karakter siswa terhadap suatu materi belajar
7
2. Dapat mengetahui perkembangan karakter siswa terhadap suatu materi belajar
dalam proses pembelajaran denganProbelem Based Learning.
3. Dapat menjadi bahan referensi untuk menambah khasanah pengetahuan
tentang model pembelajaran yang lebih menekankan pada perkembangan
karakter siswa.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaranProblem Solvingadalah suatu cara pembelajaran yang
menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan .
Langkah-langkah pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) mendefinisikan masalah secara tepat , (2) menentukan sumber dan akar
penyebab dari suatu masalah, (3) membuat solusi yang efektif, (4)
mengambil kesimpulan.
2. ModelProblem Based Learningadalah model pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik
dapat belajar kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditunjukkan
untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan
pelajaran. Sintaks pembelajaran berbasis masalah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: (1) orientasi siswa terhadap masalah, (2)
mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil
karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, (6)
8
3. Pembelajaran berbasis karakter merupakan suatu proses pembelajaran untuk
memperoleh pengetahuan yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis,
mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan
mengevaluasi.
4. Aspek yang diamati dalam penelitian ini adalah perbandingan perkembangan
hasil belajar pada ranah afektif (minat dan sikap) dan perkembangan perilaku
berkarakter yang diamati melalui proses pembelajaran berbasis karakter.
5. Materi pokok dalam penelitian ini adalah Suhu dan Kalor dengan Sub materi
pokok Asas Black.
6. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X RSBI 1 dan X RSBI 2
9
II. KERANGKA TEORITIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Berbasis Karakter
Wynne & Walberg dalam Juniarso (2011 : 68) mengungkapkan banyak ahli yang
berpendapat secara berbeda-beda mengenai karakter. Beberapa definisi tentang
karakter adalah sebagai berikut :
engaging in morally relevant conduct or words, or refraining from certain conduct or words" (Wynne & Walberg, 1984); a complex set of relatively persistent qualities of the individual person, and generally has a positive connotation when used in discussions of moral education.
Dalam kajian pendidikan dikenal sejumlah ranah pendidikan, seperti pendidikan
intelek, pendidikan keterampilan, pendidikan sikap, dan pendidikan karakter
(watak). Pendidikan karakter berkenaan dengan psikis individu, diantaranya segi
keinginan (nafsu), motif, dan dorongan berbuat.
Koesoema (2010 : 192) menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, ke-benaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan,
10
Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatankokurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Menurut Foerster dalam Efendy (2010 :105) ada empat ciri dasar dalam
pendidikan karakter yaitu (1) keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur
berdasar hirarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. (2)
koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak
mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi
merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya
koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. (3) Otonomi. Disitu seseorang
menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini
dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan serta tekanan dari pihak lain. (4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan
merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan
kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat empat ciri dasar dalam pendidikan
karakter yaitu pertama seseorang harus mempunyai nilai yang menjadi pedoman
dalam setiap tindakan yang dilakukannya, kedua seseorang harus memiliki
koherensi yang menjadi dasar dalam membangun keberanian, percaya diri, teguh
11
seseorang harus mampu memberikan keputusan tanpa dipengaruhi oleh orang
lain, dan yang keempat seseorang harus memiliki rasa keteguhan dan kesetiaan.
Dalam Efendy (2010 : 56) juga telah menyusun karakter mulia yang selayaknya
diajarkan kepada anak, yang kemudian disebut sebagai 9 pilar, yaitu: (1) cinta
Tuhan dan kebenaran (love Allah, trust, reverence, loyalty), (2) tanggungjawab,
kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline,
orderliness), (3) amanah (trustworthiness, reliability, honesty), (4) hormat dan
santun (respect, courtessy, obedience) (5) kasih sayang, kepedulian, dan
kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation,
cooperation), (6) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah (confidence,
assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and
enthusiasm), (7) keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy,
leadership), (8) baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty),
(9) toleransi dan cinta damai (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
Adapaun untuk metodelodi pendidikan karakter menurut Koesoema (2010 : 113),
yaitu ;
MengajarkanPendidikan karakter mengandaikan pengetahuan teoritis tentang konsep nilai tertentu yaitu ; (a) Keteladanan. Anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Kata kata itu memang dapat
menggerakkan orang, namun keteladanan itulah yang menarik hati. (b) Menentukan prioritas. Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi lembaga pendidikan. (c) Praksis Prioritas. Bukti dari penentuan prioritas.
Ridwan (2010) dalam Artikel yang dikutip http://nurulfikri.sch., untuk
mengidentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan karakter sebagai berikut ini:
12
Nilai Deskripsi
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung jawab Sikap dan perilaku seserang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan berbasis karakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperolehnya
selama dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi
upaya penanggulangan persoalan hidupnya. Seperti yang diungkapkan Koesoema
(2010 : 178) bahwa pendidikan berbasis karakter akan menunjukkan jati dirinya
sebagai manusia yang sadar diri sebagai makhluk, manusia, warga negara, dan
pria atau wanita.
Kesadaran itu dijadikan ukuran martabat diri sehingga siswa berpikir obyektif,
ter-buka, dan kritis, serta memiliki harga diri yang tidak mudah diperjualbelikan.
Sosok dirinya tampak memiliki integritas, kejujuran, kreativitas, dan perbuatannya
menunjukkan produktivitas. Inilah alasan perlunya pendidikan berbasis karakter
untuk menjadikan bangsa yang berkarakter.
Selain itu, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tatarankognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di
13
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Buchori (2007) yang tercantum dalam situs
onlinenya, menyatakan bahwa pendidikan karakter seharusnya membawa peserta
didik ke pengenalan nilai secarakognitif, penghayatan nilai secaraafektif, dan
akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
Selain itu, dalamScience and Character Educationmenyebut beberapa nilai dari
pembelajaran sains yang terkait dengan karakter, yaitu :objectivity, accuracy,
precision, pursuit of truth, problem solving, regard for human significance,
protect human life (safety and risks), intellectual honesty, academic honesty,
courage, humility, decision-making, willingness to suspend judgment, scientific
inquiry (being fair and just), questioning of all things, demand for verification,
respect for logic, integrity, diligence, persistence, curiosity, open-mindedness,
critical evaluation of alternatives, danimagination.
Dengan demikian jelas sekali bahwa pembelajaran sains memiliki nilai-nilai yang
sangat dekat pembentukan karakter siswa. Apabila pembelajaran sains (fisika)
dengan nilai-nilai seperti disebut di atas dapat dilaksanakan maka mutu
pendidikansainsakan makin baik dan secara utuh dapat membentuk lulusan yang
baik pula.
2. Problem Solving
Menurut Aadesanjaya (2011) dalam blognya menyatakan bahwaProblem
Solvingadalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah
dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat
diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.Problem solvingyaitu suatu
14
dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi
selanjutnya komperhensif untuk mendapatkan solusi dalam penyelesaian masalah
tersebut.
Penyelesaian masalah masalah menurut Syaodih (2010) yang diunduh dalam
jurnalonline, merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha usaha untuk
menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran
penyelesaian masalah merupaka tindakan guru dalam mendorong siswa agar
menerima tantangan dari pertanyaan bersifat menantang dan mengarahkan siswa
agar dapat menyelesaikan pertanyaan tersebut.
Lebih lanjut Slameto dalam Sulatra(2005 : 24)juga menyatakan bahwa berpikir
memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang
kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya
tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan
pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan
sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan
sesuatu, itu mencakupproblem solving. Ini berarti informasi fakta dan
konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu
untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan
dalamproblem solvingdan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan
intelektual sangat penting dalamproblem solving.
Wina Sanjaya (2006 : 59) juga mengungkapkan bahwa
model pembelajaranproblem solvingtidak mengharapakan siswa hanya
sekedar mendengarkan,mencatat,kemudian menghafal materi pelajaran akan
tetapi melalui model pembelajaranproblem solvingsiswa dapat aktif
15
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian secara ilmiah adalah pembelajaran
problem solving.
Problem solvingdapat menjadikan rendahnya aktifitas belajar siswa dapat teratasi.
Model pembelajaranproblem solvingdapat diterapkan; (a) manakala guru
menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar memngingat materi pelajaran, akan
tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh; (b) apabila guru bermaksud
untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan
menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi
baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan dalam membuatjudgementsecara objektif; (c)
manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
serta membuat tantangan intelektual siswa; (d) jika guru ingin mendorong siswa
untuk lebih bertanggung jawab; (e) jika guru ingin agar siswa memahami
hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya.
Menurut Zuhairni dalam Suchaini (2008) dalamblognyamengungkapkan bahwa
metode pemecahan masalah atauproblem solving merupakan suatu metode
dalam pendidikan dan pengajaran yang sejalan, untuk melatih siswa
menghadapi masalah dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit .
Adapun tujuan utama penggunaan model pembelajaranproblem solvingdalam
kegiatan belajar mengajar yaitu: (a) mengembangkan kemampuan berfikir,
terutama dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu permasalahan; (b)
16
bagi keperluan kehidupan sehari-hari; (c) belajar bertindak dalam situasi baru dan;
(d) belajar bekerja sistematis dalam memecahkan masalah.
Model pembelajaranproblem solvingdapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah, terdapat 3 ciri utama dari model pembelajaranproblem solving,
yaitu ; (a) Model pembelajaranproblem solvingmerupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan siswa; (b) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Model pembelajaran ini menempatkan masalah sebagai
kunci dari proses pembelajaran; (c) pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Hal yang diutamakan dalam metodeproblem solvingadalah kesenjangan antara
situasi nyata dan kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu maka materi pelajaran
atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja,
akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum
yang berlaku. Hal ini akan semakin menunjang adanya sikap kemandirian pada
siswa yang akan berujung pada peningkatan karakter pada siswa.
3. Problem Based Learning (PBL)
Padiya (2008) mengungkapkan pengertianproblem based learning merupakan
model pembelalajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat
tinggi.Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah
17
sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan
pengetahuan dasar maupun kompleks.
PBLmerupakan salah satu inovasi pendidikan. Berdasarkan definisi dari
Wikipedia,
Problem Based Learningis a student-centered instructional strategy in wich students collaboratively solve problems and refrect on their experiences.
Dari pengertian diatas dijelaskan bahwaPBLadalah suatu strategi pembelajaran
yang berpusat pada siswa, strategi ini mengkaloborasikan antara pemecahan
masalah dan refleksi terhadap suatu pengalaman.
Pendapat lain mengatakan bahwa
PBLis an instructional method that challenges
working coorperatively in groups to seek solution to real world problems
Lebih lanjut seperti dijelaskan oleh Stepien dikutip oleh Suchaini (2008) bahwa
PBLjuga dapat mengubah pola proses belajar-mengajar tradisional di mana
sebuah proses yang memberikan topik demi topik kepada siswa sehingga mereka terjadi proses asimilasi dan akomodasi bagian demi bagian
pengetahuan untuk membantu siswa sampai ia menjadi profesional dalam bidang tertentu.
Menurut Trianto (2009 : 51)
Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik .
DalamPBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga
18
masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh
sebab itu, pembelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan
masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar
yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam
pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis, yang berujung pada
berkembangnya aspek-aspek yang bersentuhan langsung terhadap peningkatan
karakter siswa.
Ismail (2000 : 57 - 59) mengungkapkan ciri utamaPBLmeliputi pengajuan
pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin,
penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peragaan.
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis
masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
Ada beberapa cara menerapkanPBLdalam pembelajaran. Secara umum
penerapannya dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan oleh peserta
didik. Masalah tersebut dapat berasal dari peserta didik atau pendidik. Peserta
didik akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain,
peserta didik belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah
yang menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalamPBLharus sesuai
dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian peserta didik belajar
memecahkan masalah secara sistematis dan terencana.
19
Menurut Arikunto (2010 : 25-31), hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranahkognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Selain hal di atas Oemar Hamalik dalam Ismawati (2007 : 30) mengatakan bahwa
hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Ranah penilaian berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam Zaif (2009) dibagi
dalam tiga kategori ranah antara lainkognitif,afektif,psikomotor. Perinciannya
adalah sebagai berikut: (1) ranahkognitif. Berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan penilaian. (2) Ranahafektif. Berkenaan dengan sikap dan
nilai. Ranahafektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab
atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks
nilai. (3) Ranahpsikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi
benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Sementara itu, untuk ranahafektifPopham dalam Sudrajat (2008)
mengungkapkan bahwa ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan,
minat, sikap, emosi, atau nilai. Ranahafektifmenentukan keberhasilan belajar
seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk
mencapai kerhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu
20
Sudrajat (2008) dalam bolgnya pun mengatakan bahwa:
Kemampuanafektifberhubungan dengan minat dan sikap yang dapat
berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuanafektifadalah
kemampuan yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Kemampuanafektifmencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri hasil
belajarafektifakan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Seperti, perhatiannnya terhadap mata pelajaran, kedisiplinannya dalam mengikuti
mata pelajaran disekolah, motivasinya yan