• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BORAKS PADA BAKSO TUSUK DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BORAKS PADA BAKSO TUSUK DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

LENI YASINTA FAJRIANA 20120350075

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

LENI YASINTA FAJRIANA 20120350075

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat tak lupa selalu dihaturkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul "Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Boraks pada Bakso Tusuk di Wilayah Kota Yogyakarta " ini kami susun untuk memenuhi persyaratan kurikulum sarjana strata-1 (S-1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut kami sampaikan kepada:

1. dr. Ardi Pramono Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt selaku kepala prodi farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga selaku dosen pembimbing yang telah memberi kesempatan dan fasilitas guna menyelesaikan penelitian ini dan yang telah membimbing dan membantu penulis dengan penuh kesabaran, serta selalu memberi perhatian dan motivasi dalam pelaksanaan program penelitian dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. M. Thesa Ghozali, M.Sc, Apt selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah ini yang berkenan meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penulis.

4. Hari Widada, M.Sc, Apt selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah ini yang berkenan meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penulis.

(6)

v

8. Mbak Zelmi dan Satriaji Amurwa Wijaya yang bersedia membantu dan menyediakan alat-alat di Laboratorium.

9. Teman riset payung, Asep Setyawan dan Friccillia Dwi Putri yang bekerjasama dan bahu membahu dalam project ini.

10.Sahabat–sahabatku, Friccillia Dwi Putri, Iffani Fardan, Idarotul Mukaromah yang selalu ada dan selalu mendukung penulis.

11.Nadia Imara Fasa dan Rizka Kharisma Putri, sahabat “Kos Hidayatullah” yang setia menemani penulis 4 tahun ini.

12.Teman-teman seperjuangan, Farmasi 2012 “ASPARTIC” yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung.

13.Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Yogyakarta, 20 Agustus 2016

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan ... 5

E. Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 6

1. Pangan ... 6

2. Makanan sehat ... 8

3. Keamanan pangan ... 9

4. Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 10

5. Zat pengawet pada makanan ... 16

6. Boraks ... 17

7. Bakso ... 21

8. Analisis Kadar Boraks... 25

B. Kerangka Konsep ... 27

C. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel ... 30

D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

E. Instrumen Penelitian... 31

F. Cara Kerja ... 32

G. Skema Langkah Kerja ... 36

H. Analisis Data ... 36

BAB lV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 37

B. Pembahasan ... 39

1. Preparasi Sampel Uji ... 41

2. Analisis Kualitatif ... 41

(8)
(9)

viii

(10)

ix

(11)

x

Penyalahgunaan boraks pada makanan semakin banyak ditemukan. Bakso tusuk adalah salah satu makanan yang mudah ditemui dan banyak digemari karena harganya yang murah. Penambahan boraks pada makanan sudah dilarang oleh Pemerintah karena dapat membahayakan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah bakso tusuk di Kota Yogyakarta bebas dari bahan tambahan pangan yang berbahaya yaitu boraks.

Metode penelitian ini adalah deskriptif laboratorik dan pengambilan sampel per kecamatan diambil 2 sampel secara cross sectional. Analisis kualitatif berupa uji kebusukan, uji nyala menggunakan etanol dengan asam sulfat, dan uji kertas turmerik. Analisis kuantitatif dengan cara titrasi menggunakan HCl 0,057N dengan indikator metil oranye.

Dari hasil penelitian, uji kebusukan sebanyak 3 sampel diduga mengandung boraks, uji nyala api hanya 1 sampel yang positif nyala hijau, uji kertas turmerik seluruh sampel positif boraks. Untuk analisis kuantitatif berupa titrasi, seluruh sampel didapatkan positif mengandung boraks dengan kadar rata-rata sebanyak 3,26% kadar tertinggi 5,83% kadar terendah 1,51%.

(12)

xi

Abuse of borax in food is increasingly happened. Meatballs pricker is one food that is easy to find and loved because of the price is very cheap. Using borax in food additives have been banned by the government because it can be dangerous to human body. The purpose of this research is to know whether the meatball pricker in Yogyakarta is free of harmful food additives etc borax.

This research method is descriptive laboratory and sampling by district and taken two cross-sectional samples. The qualitative analysis is rottenness test, flame test using ethanol and sulfuric acid, and turmerik paper test. Quantitative analysis is titration using HCl 0,057N and methyl orange as indicator.

Result from the research are 3 samples from rottenness suspected of containing borax, only 1 flame test positive samples of green flame, all samples positive borax on turmerik paper test. For quantitative analysis such as titration, all positive samples were obtained containing borax with the average level 3,26%, the highest levels of as much as 5.83% and 1.51% is the lowest levels.

(13)
(14)

x

Penyalahgunaan boraks pada makanan semakin banyak ditemukan. Bakso tusuk adalah salah satu makanan yang mudah ditemui dan banyak digemari karena harganya yang murah. Penambahan boraks pada makanan sudah dilarang oleh Pemerintah karena dapat membahayakan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah bakso tusuk di Kota Yogyakarta bebas dari bahan tambahan pangan yang berbahaya yaitu boraks.

Metode penelitian ini adalah deskriptif laboratorik dan pengambilan sampel per kecamatan diambil 2 sampel secara cross sectional. Analisis kualitatif berupa uji kebusukan, uji nyala menggunakan etanol dengan asam sulfat, dan uji kertas turmerik. Analisis kuantitatif dengan cara titrasi menggunakan HCl 0,057N dengan indikator metil oranye.

Dari hasil penelitian, uji kebusukan sebanyak 3 sampel diduga mengandung boraks, uji nyala api hanya 1 sampel yang positif nyala hijau, uji kertas turmerik seluruh sampel positif boraks. Untuk analisis kuantitatif berupa titrasi, seluruh sampel didapatkan positif mengandung boraks dengan kadar rata-rata sebanyak 3,26% kadar tertinggi 5,83% kadar terendah 1,51%.

(15)

xi

Abuse of borax in food is increasingly happened. Meatballs pricker is one food that is easy to find and loved because of the price is very cheap. Using borax in food additives have been banned by the government because it can be dangerous to human body. The purpose of this research is to know whether the meatball pricker in Yogyakarta is free of harmful food additives etc borax.

This research method is descriptive laboratory and sampling by district and taken two cross-sectional samples. The qualitative analysis is rottenness test, flame test using ethanol and sulfuric acid, and turmerik paper test. Quantitative analysis is titration using HCl 0,057N and methyl orange as indicator.

Result from the research are 3 samples from rottenness suspected of containing borax, only 1 flame test positive samples of green flame, all samples positive borax on turmerik paper test. For quantitative analysis such as titration, all positive samples were obtained containing borax with the average level 3,26%, the highest levels of as much as 5.83% and 1.51% is the lowest levels.

(16)

1 A. Latar Belakang

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, definisi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman.

Keamanan dari bahan pangan erat kaitannya dengan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia. Keamanan pangan adalah keadaan dan usaha yang dilakukan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan pathogen lain yang mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman, bergizi baik dan bermutu tinggi penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Cahyadi, 2008).

Menurut Al Qur’an Surat Al Maidah : 88

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang

(17)

Membahas tentang pangan tidak terlepas dari istilah Bahan Tambahan Pangan (BTP). Pengertian BTP adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah kecil untuk menambah cita rasa, tekstur, mempercantik penampilan dan memperpanjang lama simpan (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) bahwa salah satu zat aditif yang dilarang digunakan dalam makanan adalah asam borat dan senyawanya (termasuk boraks), dan makanan yang mengandung bahan tersebut dinyatakan sebagai makanan berbahaya. Belakangan ini bakso menjadi salah satu makanan yang ditambahkan BTP berupa boraks dalam produksinya. Bakso adalah jenis makanan populer dan digemari masyarakat. Bakso dapat ditemui dari restoran hingga pedagang keliling (Deptan, 2009). Keberadaan boraks pada bakso ini berfungsi sebagai pengenyal dan memperpanjang lama simpan. Menurut data BPOM tahun 2009 penyalahgunaan zat aditif boraks dalam bakso di Indonesia mencapai 8,80%. Di Tangerang ditemukan 25 sampel bakso yang positif mengandung boraks (25%) dan rata-rata kandungan boraks sebanyak 806,86mg/kg (Windayani, 2010).

(18)

kolaps dan sianosis. Liver dan ginjal adalah organ kedua yang paling beresiko terkena efek negatif boraks. Boraks dapat menimbulkan gangguan fungsi dan susunan syaraf (Kastalani, 2011).

Mengingat cemaran boraks dalam makanan semakin marak terjadi dan dampak boraks sangat membahayakan tubuh, penulis ingin melakukan penelitian tentang ada tidaknya cemaran boraks pada beberapa sampel acak bakso tusuk di Wilayah Kota Yogyakarta.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas maka bias dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Berapa lama bakso tersebut layak konsumsi pada suhu ruang?

2. Apakah terdapat cemaran bahan berbahaya boraks pada bakso tusuk di Kota Yogyakarta?

3. Berapa kadar boraks pada bakso tusuk di Kota Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Penelitian yang sudah dilakukan tentang analisis kandungan boraks pada makanan

No HAL KETERANGAN

1. Judul Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks Dalam Bakso Jajanan di Kota Manado

Peneliti Indra Tubagus, Gayatri Citraningtyas, Fatimawali Tahun 2013

Desain Penelitian

Uji nyala dan metode Uji warna dengan kertas turmerik

Hasil Semua sampel bakso yang diuji tidak mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks

2. Judul Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan Peneliti Jansen Silalahi, Immanuel Meliala, Labora Panjaitan Tahun 2010

Desain Penelitian

(19)

menggunakan larutan standar NaOH 0,2N dan indikator fenolftalein

Hasil

80% dari sampel yang diperiksa mengandung boraks dan kadar boraks yang ditemukan dalam bakso berkisar antara 0.09 - 0.29 %. Pereaksi kurkumin lebih sensitif daripada reaksi nyala dengan asam sulfat pekat. Metode pengabuan lebih sensitif daripada metode sentrifugasi, akan tetapi metode sentrifugasi lebih cepat dan memakai alat sederhana.

3. Judul Analisi Kandungan Zat Pengawet Boraks pada Jajanan Bakso di SDN Kompleks Mangkura Kota Makassar Peneliti Pramutia Sultan,Saifuddin Sirajuddin, Ulfah Tahun 2013

Desain Penelitian

Deskriptif Laboratorik dengan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dengan metode nyala api dan kuantitatif dengan metode titrasi asam basa.

Hasil

Identifikasi senyawa boraks pada sampel bakso dengan metode nyala api, diketahui bahwa sampel bakso A, B dan C yang diuji tidak menghasilkan nyala hijau yang berarti tidak terdeteksi adanya kandungan boraks pada sampel.

4.

Judul Analisis Kandungan Boraks Pada Pangan Jajanan Anak di SDN Kompleks Lariangbangi, Makassar

Peneliti Sakinah Amir, Saifuddin Sirajuddin, Zakaria Tahun 2014

Desain Penelitian

Survei diskriptif dengan uji kualitatif menggunakan nyala api. Uji kuantitatif menggunakan titrasi asam basa.

Hasil

10 sampel yang diuji dengan metode nyala api yang direaksikan dengan pereaksi H2SO4 dan methanol

menghasilkan reaksi nyala api berwarna biru yang menunjukkan bahwa pada semua sampel tidak mengandung bahan pengawet boraks

5. Judul

Analisis Boraks dalam Daging Sapi A dan B di daerah Tenggilis Mejoyo Surabaya dengan Metode Spektrofotometri

Peneliti Mela Sastaviyana Suhendra Tahun 2013

Desain Penelitian

Uji kualitatif menggunakan nyala api, pereaksi asam sulfat dan metanol

(20)

Dari berbagai jurnal penelitian yang bisa dilihat pada Tabel 1, perbedaan penelitian yang akan saya teliti yaitu pada jenis sampel (bakso tusuk), lokasi pengambilan sampel (Kota Yogyakarta), penambahan pengamatan lama bakso tusuk layak konsumsi.

D. Tujuan

1. Mengetahui berapa lama bakso layak konsumsi pada suhu ruang

2. Mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada bakso tusuk yang beredar di Kota Yogyakarta

3. Mengetahui berapa kadar boraks pada bakso tusuk di Kota Yogyakarta E. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat bagi peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan dapat menerapkan seluruh pembelajaran kuliah yang didapat.

2. Manfaat bagi masyarakat

Masyarakat dapat lebih berhati-hati, selektif, dan menambah tingkat kewaspadaan dalam memilih makanan yang halal dan thayyib.

3. Manfaat bagi pemerintah

(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang dapat diolah maupun tidak diolah yang berasal dari sumber hayati untuk konsumsi manusia dalam bentuk makanan ataupun minuman. Termasuk di dalamnya adalah Bahan Tambahan Pangan (BTP), bahan baku pangan dan bahan lain yang ada dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman (Saparinto dan Hidayati, 2006).

(22)

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 (Saparinto dan Hidayati, 2006) :

a. Pangan segar


Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung.

b. Pangan olahan


Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi, pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak siap saji.

1) Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

2) Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutkan untuk dapat dimakan atau minuman.

c. Pangan olahan tertentu


(23)

menjalani diet rendah lemak. 2. Makanan sehat

Secara umum definisi makanan sehat adalah makanan yang higienis dan bergizi dalam segi kesehatan (mengandung hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral). Banyak penyakit-penyakit pada masyarakat yang diakibatkan oleh makanan, oleh karena itu makanan memegang peranan penting dalam kesehatan manusia. Kasus penyakit yang diakibatkan oleh makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan dalam pengolahan makanan, menyimpan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Anwar, 1997). Ada dua faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia antara lain (Chandra, 2006) :

a. Kontaminasi

1) Parasit, misalnya: cacing dan amuba

2) Golongan mikroorganisme, misalnya: Salmonela dan Shigella. 3) Zat kimia, misalnya: bahan pengawet dan pewarna.

4) Bahan-bahan radioaktif, misalnya kobalt, dan uranium.

5) Toksin atau racun yang dihasilkan mikroorganisme, misalnya: 


Clostridium botulinum.

b. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan:

(24)

beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN ikan, dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf.

2) Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri.

3) Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agent penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit.

3. Keamanan pangan

Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan merupakan masalah yang serius sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang dapat menimbulkan masalah terhadap status gizi bahkan menyebabkan suatu penyakit (Seto, 2001).

(25)

mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang berbahaya (Syah, 2005).

Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara sengaja atau tidak kedalam bahan makanan atau makanan jadi (Moehyi, 2000).

4. Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Pengertian BTP adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah kecil untuk menambah cita rasa, tekstur, mempercantik penampilan dan memperpanjang lama simpan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

(26)

Pengertian lain mengatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan atau tidak dipakai sebagai campuran khusus makanan, mungkin bergizi mungkin juga tidak (Fardiaz, 2007).

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat baik maupun buruk bagi masyarakat. Penyalahgunaan dalam penggunaan BTP akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa karena efek jangka panjang yang ditimbulkan dari penyalahgunaan tersebut. Kebutuhan masyarakat akan pangan yang berkualitas semakin bertambah, pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian dari kebijakan pangan nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).

a. Fungsi dasar bahan tambahan pangan yaitu (Hughes, 1987):

1) Untuk menambah nilai gizi suatu makanan, biasanya untuk makanan diet dengan jumlah secukupnya.

(27)

bahan pengawet pada makanan, terutama bahan pengawet yang dilarang dan tidak seharusnya ditambahkan pada makanan.

3) Untuk menjamin makanan diproses secara efisien dan dapat menjaga keadaan makanan selama penyimpanan.

4) Untuk memodifikasi pandangan kita. Bahan tambahan ini mengubah cara kita memandang, mengecap, mencium, merasa dan bahkan mendengar bunyi makanan yang kita makan (kerenyahan). Ada dua alasan utama mengapa menggunakan bahan tambahan ini, pertama karena ekonomi, misalnya makanan dengan bahan dan bentuk yang kurang bagus dapat dibuat lebih menarik dengan meniru produksi yang lebih berkualitas. Kedua, adalah karena permintaan publik, misalnya dalam masakan modern dimana bahan makanan dasar dimodifikasi.

b. Jenis Bahan Tambahan Pangan

Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan

hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.

c. Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan

Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah

(28)

1) Antioksidan

Bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Contoh: asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan dan buah-buahan kaleng. Butilhidroksi anisol (BHA) atau butilhidroksi

toluen (BHT) untuk lemak, minyak dan margarin.


2) Anti kempal

Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung atau bubuk. Contoh: Calcium silikat dan Mg karbonat.

3) Pengatur keasaman

Bahan tanbahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat digunakan pada jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksida digunakan sebagai penetral pada mentega.

4) Pemanis buatan

Bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin dan siklamat.

5) Pemutih dan pematang tepung

(29)

memperbaiki mutu penanganan. 6) Pengemulsi, pemantap dan pengental

Bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es krim dan kue, peltin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim, gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu dan keju.

7) Pengawet

Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman/ penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya dan ester para hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju dan margarin, asam propionat untuk keju dan roti.

8) Pengeras


(30)

9) Pewarna


Bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh: karmin, ponceau 4R, eritrosin warna merah, green FCF, kurkumin, karoten, yellow

kuinolin, tartazin warna kuning dan karamel warna coklat.


10) Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa

Bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging.

11) Sekuestran

Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya.

d. Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan

BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 adalah

(Cahyadi, 2008):


1) Natrium tetraborat (boraks)


2) Formalin (formaldehyd)


(31)

4) Kloramfenikol (chloramphenicol)


5) Kalium klorat (potassium chlorate)


6) Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)

7) Nitrofurazon (nitrofurazone)


8) P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9) Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid andm its salt)


10) Potasium bromat (pengeras) 5. Zat pengawet pada makanan

Bahan pengawet makanan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan yang bertujuan untuk mencegah atau menghambat terjadinya kerusakan makanan oleh kehadiran organisme (Davletshina, dkk., 2003). Tujuan pemberian bahan pengawet ke dalam makanan dan minuman adalah untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan (Abrams dan Atkinson, 2003; Rodriguez-Martin, 2010).

(32)

natrium propionat, natrium sulfit, nisin, dan propel-p-hidroksi- benzoat. Senyawa pengawet lain yang digunakan sebagai bahan pengawet makanan memiliki efek terhadap kesehatan apabila terdapat di dalam makanan dan minuman dalam jumlah ambang batas.

Penambahan bahan pengawet makanan perlu diwaspadai karena pengaruh senyawa pengawet makanan ini masih ada yang diragukan keamanannya (Bevilacqua, 2010). Beberapa bahan pengawet dan yang dimasukkan ke dalam makanan yang sudah digolongkan senyawa berbahaya bagi kesehatan seharusnya tidak dipergunakan dalam proses pengolahan suatu makanan. Ada juga bahan pengawet yang dilarang ditambahkan kedalam makanan, namun masih dipergunakan secara ilegal seperti formalin dan boraks yang sering digunakan untuk mengawetkan bakso, tahu dan mie.

6. Boraks

a. Pengertian Boraks

(33)
[image:33.595.191.484.111.259.2]

Gambar 1. Struktur boraks

Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7

10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan

tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).

(34)

Asam borat merupakan senyawa boron yang dikenal juga dengan

nama borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa

Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan/

ditambahkan ke dalam pangan/ bahan pangan sebagai pengental ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2008).

Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008): 1) Warna adalah jelas bersih

2) Kilau seperti kaca

3) Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya 4) Sistem hablur adalah monoklin

5) Perpecahan sempurna di satu arah 6) Warna lapisan putih

7) Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam boron yang lain.

8) Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali. b. Fungsi Boraks

(35)

c. Toksisitas Boraks

Boraks mempunyai beberapa keuntungan sebagai pestisida, memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia daripada pestisida lainnya, dan lebih sedikit serangga yang resisten karenanya. Namun demikian boraks dan zat-zat kimia yang berhubungan dapat menyebabkan keracunan. Boraks dapat membunuh beberapa jenis organisme dengan cara berbeda. Serangga terbunuh oleh boraks karena boraks ini berperan sebagai racun perut dan juga sebagai zat abrasive pada permukaan luar serangga. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Silvia (2004), ditemukan kenaikan berat badan mencit jantan galur Swiss Webster dan ditemukan penurunan berat organ hati dan ginjal pada pemberian 300mg/kg bb, serta ditemukan juga perubahan gambaran histologi jaringan hati dan ginjal. Kadar NOAEL (Non Observed Adverse Effect Level) adalah sebesar 95,9 mg/kgBB. d. Dampak boraks bagi kesehatan

(36)

menyebabkan gejala pusing, muntah, diare, dan kram perut. Boraks juga dapat mempengaruhi metabolism enzim (BPOM, 2004).

Efek jangka panjang dari penggunaan boraks dapat menyebabkan merah pada kulit, gagal ginjal, iritasi pada mata, iritasi pada saluran respirasi, mengganggu kesuburan kandungan dan janin (U.S. National Institutes of Health). Menurut WHO, dosis fatal boraks berkisar 3-6 gram perhari untuk anak-anak dan bayi dan sebanyak 15-20 gram untuk dewasa dapat menyebabkan kematian. Pada binatang dosis letal boraks sebesar 5 gram (BPOM, 2004).

7. Bakso

a. Pengertian Bakso

[image:36.595.248.431.582.719.2]

Menurut Andarwulan, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor, bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik dari daging sapi, ayam ikan, maupun udang dan dibentuk bulatan-bulatan kemudian direbus. Selain protein hewani, aneka daging itu juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk asam amino esensial yang penting bagi tubuh (Cahyadi, 2009).

(37)

Saat ini, ada tiga jenis bakso yang biasa dijual di pasaran. Ada bakso yang terbuat dari daging sapi, ikan, udang atau ayam. Bakso yang baik, tentu harus dibuat dari bahan yang berkualitas. Daging yang tidak berlemak, merupakan bahan yang baik untuk membuat bakso. Daging yang berkadar lemak tinggi mengakibatkan tekstur bakso menjadi kasar. Selain daging, bakso membutuhkan bahan lainnya. Bahan yang tak kalah pentingnya berupa tepung tapioka. Kualitas bakso akan makin baik, bila komponen daging lebih banyak dari tepung tapioka. Bakso yang berkualitas biasanya mengandung 90% daging dan 10% tepung tapioka. Agar terasa lebih lezat, tambahkan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, merica bubuk, dan garam. Kualitas bakso dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bahan pengisi, kadar air, lemak, dan protein bakso. Penurunan kadar air terjadi akibat mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat diikat secara sempurna karena ikatan hidrogen yang seharusnya mengikat air telah dipakai untuk interaksi pati dan protein (Manullang, dkk., 1995)

(38)

semua bakso yang dijual dipasaran menggunakan STF sebagai pengenyal. Bakso yang dijual murah biasanya mengandung boraks. Menurut Andarwulan, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor, bakso yang menggunakan boraks cenderung lebih kenyal di banding bakso yang menggunakan STF (Cahyadi,2009). Ciri lain dari bakso yang menggunakan boraks adalah warnanya tampak lebih putih. Hal itu berbeda dengan bakso yang baik, biasanya berwarna abu–abu segar merata disemua bagian, baik pinggir maupun tengah. Bakso memiliki keasaman rendah dan pH yang tinggi. Sehingga makanan favorit berbagai kalangan itu tidak bertahan lama. Terlebih bakso memiliki kadar air yang tinggi, sehingga bakteri mudah berkembang karena itu penyimpanannya harus baik.

b. Komposisi Bakso

1) Daging, daging dicuci bersih kemudian digiling halus

2) Tepung, yang digunakan adalah tepung tapioka, gandum, atau tepung aren, dapat digunakan salah satu maupun campuran, dalam jumlah 10-100% atau lebih berat dari daging.

3) Pati, semakin tinggi kandungan patinya semakin rendah mutu dan harganya.

4) Garam dapur dan bumbu, digunakan sebagai adonan penyedap untuk mendapatkan rasa yang enak.

(39)

c. Cara Pembuatan Bakso

Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri dari empat tahap, yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan, dan pemasakan. Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah atau menggiling sampai lumat atau halus (Indrarmono, 1987 ; Pandisurya, 1983 ; dan Wilson, dkk., 1981). Pembentukan adonan dapat dilakukan dengan mencampur seluruh bagian bahan kemudian menghancurkannya sehingga membentuk adonan atau menghancurkan daging bersamaan dengan garam dan bumbu lain terlebih dahulu, baru kemudian dicampurkan dengan bahan-bahan lainnya (Koswara, dkk., 2001).

Menurut Wibowo (2009), pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Ukuran bola bakso diusahakan seragam, tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu, keseragaman ukuran juga mempengaruhi mutu bakso. Elviera (1988) juga menyatakan bahwa pembentukan adonan menjadi bakso umumnya dilakukan dengan membuat adonan menjadi bola-bola kecil berdiameter 2-7 cm dengan menggunakan tangan, menggunakan sendok, atau alat pencetak bakso.

(40)

perubahan suhu yang terlalu cepat. Perendaman bakso pada suhu

50-60C selama 10 menit bertujuan untuk membentuk bakso, selanjutnya

bakso direbus dalam air bersuhu 100C untuk mematangkannya.

Perebusan dilakukan sampai bakso matang, yang ditandai dengan mengapungnya bakso di atas permukaan air perebusan, kemudian bakso ditiriskan dan setelah dingin dapat dikemas, ditusuk, dan dipasarkan (Pandisurya, 1983 dan Widyaningsih dan Murtini, 2006). d. Zat kimia yang ditambahkan pada bakso

1) Benzoat. 2) Boraks.

3) Tawas digunakan untuk mengeringkan sekaligus mengeraskan permukaan.

4) Titanium dioksida (TiO2), penambahan zat ini dalam adonan,

digunakan

5) sebagai bahan pemutih untuk menghindarkan bakso yang berwarna gelap.

6) STPP (Sodium Tri-polyphosphate), STPP secara umum diizinkan dan banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan meningkatkan daya cengram air (Pratomo, 2009). 8. Analisis Kadar Boraks

a. Kualitatif

(41)

1) Asam Sulfat Pekat dan Alkohol (uji nyala api)

Jika sedikit boraks dicampurkan dengan 1 ml asam sulfat pekat 5 ml metanol atau etanol (yang pertama lebih disukai karena lebih mudah menguap) dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan ; alkohol akan terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau, disebabkan oleh pembentukan metilborat B(OCH3)3 atau etilborat B(OC2H5)3. Kedua ester ini beracun.

Garam tembaga dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa.

H3BO3+ 3CH3OH B(OCH3)3 + 3 H2O

2) Uji Kertas Kunyit (turmerik)

Jika sehelai kertas kunyit dicelup ke dalam larutan suatu borat yang diasamkan dengan asam klorida encer. Lalu

dikeringkan pada 100C, kertas ini menjadi coklat-kemerah-merahan. Kertas dikeringkan paling sederhana dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2-3 menit. Setelah kertas dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer, kertas menjadi hitam-kebiruan atau hitam-kehijauan.

b. Kuantitatif

(42)

spektroskopi emisi.

Penetapan kadar boraks dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi menggunakan larutan standar NaOH dengan penambahan manitol akan menghasilkan warna merah muda yang mantap pada titik akhir titrasi (Cahyadi, 2008). Penetapan kadar boraks berdasarkan titrasi asam basa dengan menggunakan larutan standar HCl 0,5N ( Depkes RI, 1979).

[image:42.595.135.518.330.726.2]

B. Kerangka Konsep

Gambar 3. Skema kerangka konsep Bakso Tusuk

Tidak Mengandung Boraks Mengandung Boraks

Ciri – ciri fisik

Lebih kenyal, berwarna putih, tidak mudah busuk Makanan sehat

Analisis Laboratorium

Analisis Kuantitatif

Titrasi asam basa Analisis Kualitatif

a. Uji nyala api

(43)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Laboratorik dengan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai suatu kejadian dan bertujuan mengumpulkan data (Nazir, 2003). Berdasarkan waktu pelaksanaannya, desain studi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat cross-sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antar faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoadmojo, 2003). Pada penelitin yang dilakukan, peneliti ingin menggambarkan bagaimana kandungan boraks pada bakso tusuk yang dijual di Kota Yogyakarta bulan Juni 2015-Februari tahun 2016 melalui uji laboratorium.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(44)

C. Populasi dan Sampel

(45)
[image:45.595.130.520.155.531.2]

D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Tabel 2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Skala Pengukuran 1. Bakso

tusuk

Suatu jenis bakso yang cara penyajiannya dengan ditusuk lidi.

Timbangan Numerik

2. Boraks Bahan tambahan makanan yang dilarang

Titrasi Numerik 3. Kadar

boraks

Jumlah boraks yang dapat diukur

Titrasi Numerik 4. Analisis

nyala api

Metode analisis kualitatif boraks pada bakso dengan indikator nyala api

Warna api Deskriptif

5. Analisis kertas turmerik

Metode analisis kualitatif boraks pada bakso dengan indikator kertas turmerik

Perubahan warna kertas

Deskriptif

6. Analisis lama pembus ukan

Metode uji kualitatif dengan mengamati berapa lama bakso membusuk

Waktu / lama busuk

Numerik

7. Titrasi asam basa

Metode analisis kuantitatif boraks pada bakso dengan cara titrasi sampel dengan indikator MO (Methyl Orange) sehingga terjadi perubahan warna Volume yang berkurang dalam buret sampai perubahan warna Numerik

E. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass (Pyrex) ,

mortar dan stamper, buret (Pyrex), cawan porselen, erlenmeyer (Pyrex),

labu ukur (Pyrex), pipet volume (Pyrex), pipet ukur (Pyrex), corong,

gelas ukur (Pyrex), klem dan statif, korek api.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air bebas CO2

(46)

(NaOH) (Brataco), asam oksalat (H2C2H4) (Brataco), asam sulfat (H2SO4)

(Brataco), kertas saring, boraks BPFI, indikator metil oranye dan PP

(Brataco), etanol (Brataco), sampel bakso tusuk.

F. Cara Kerja

1. Prosedur pengambilan sampel

a. Bakso tusuk diambil dari pedagang bakso tusuk b. Dimasukkan ke dalam kantong plastik

c. Dibawa ke laboratorium d. Dilakukan prosedur uji boraks 2. Preparasi sampel

Sampel bakso tusuk dipotong-potong dan timbang sebanyak 1 gram secara seksama kemudian ditambahkan aquadest 50 ml. Sampel kemudian diblender dan disaring menggunakan kertas saring. Filtratnya diambil untuk dianalisis.

3. Prosedur uji kebusukan

Sampel yang telah diambil dari pedagang bakso tusuk, sebanyak 1 butir diambil dan diletakkan ke wadah plastik dan diberi label, kemudian diamati selama 3 hari pada suhu ruang.

4. Prosedur uji nyala api

(47)

5. Uji kertas tumerik (Putri, 2011) a. Pembuatan kertas turmerik

Menyiapkan beberapa potong kunyit ukuran sedang lalu kunyit ditumbuk dan disaring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning. Kertas saring yang disiapkan sebelumnya dicelupkan ke dalam cairan kunyit tersebut hingga kering. Hasil dari proses ini disebut kertas turmerik.

b. Uji kualitatif boraks dengan kertas turmerik

Membuat kertas turmerik yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan memasukkan satu sendok teh boraks ke dalam gelas yang berisi air dan aduk larutan boraks. Meneteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan, lalu mengamati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif.

Bahan makanan yang diuji tersebut diteteskan pada kertas tumerik. Apabila terjadi perubahan warna sama dengan kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks. Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks (Roth, 1988)

6. Analisis metode titrasi asam basa

a. Pembakuan HCl 0.05 N (baku sekunder) 1) Pembuatan HCl 0.05 N

(48)

ukur. Lalu dilakukan pengenceran 2x untuk mendapatkan HCl 0.05 N.

2) Pembuatan larutan baku primer

Sebanyak 40 gram NaOH ditimbang secara seksama, lalu dimasukkan dalam labu ukur kemudian dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 dan di add hingga 1000 ml.

b. Titrasi pembakuan NaOH

Sebanyak 0,63 gram asam oksalat dilarutkan dengan aquadest hingga 100 ml dalam labu ukur, kemudian campuran tersebut diambil 25 ml dimasukkan dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan larutan baku primer NaOH 1N. Hasil titrasi digunakan sebagai baku primer NaOH untuk pembakuan HCl yang digunakan dalam penetapan kadar boraks sampel bakso tusuk.

c. Titrasi pembakuan HCl 0,05N

(49)

Perhitungan pembakuan HCl :

V1 . M1 = V2 . M2 (1) Keterangan :

V1 : volume NaOH N1 : normalitas NaOH V2 : volume HCl N2 : normalitas HCl

d. Penetapan Kadar Boraks pada Sampel

Larutan sampel diambil sebanyak 10ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian diambahkan metil oranye dan dititrasi dengan HCl 0,057N sampai terjadi perubahan warna orange berubah menjadi merah. Percobaan dilakukan sebanyak 3x setiap sampelnya dan dihitung rata-rata volume titran yang diperlukan untuk titrasi kemudian dilakukan perhitungan kadar dengan rumus sebagai berikut

Perhitungan penetapan kadar boraks :

(2) Keterangan :

(50)
[image:50.595.129.523.138.393.2]

G. Skema Langkah Kerja

Gambar 4. Skema langkah kerja

H. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil uji laboratorium kemudian diolah dan dideskripsikan dengan jelas.

Bakso Tusuk

Pengambilan Sampel

Preparasi Sampel Uji lama pembusukan

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif

Uji Nyala Uji Kertas Tumerik

(51)

37 BAB lV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

[image:51.595.134.509.361.745.2]

Sampel bakso tusuk yang telah diteliti sebanyak 28 sampel dari masing-masing kecamatan di wilayah Kota Yogyakarta. Tabel 3 dan 4 adalah data hasil uji kuantitatif (uji titrasi) dan uji kualitatif (uji kebusukan, uji nyala, uji turmerik). Hasil pengukuran kadar boraks dengan metode titrasi terdapat pada Tabel 3. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Boraks dengan Metode Titrasi No. Sampel Berat (mg) Kadar rata-rata(%)

1 Danurejan 1 10.527 1,84

2 Danurejan 2 10.480 3,80

3 Gedongtengen 1 12.327 3,10 4 Gedongtengen 2 11.680 3,71 5 Gondokusuman 1 10.205 3,50 6 Gondokusuman 2 11.540 2,94

7 Gondomanan 1 11.580 2,82

8 Gondomanan 2 13.211 2,66

9 Jetis 1 10.453 5,82

10 Jetis 2 11.045 5,25

11 Kotagede 1 12.100 3,64

12 Kotagede 2 11.766 1,72

13 Kraton 1 13.095 2,52

14 Kraton 2 11.262 1,51

15 Mantrijeron 1 15.780 1,94 16 Mantrijeron 2 12.528 2,08

17 Mergangsan 1 13.025 2,60

18 Mergangsan 2 10.897 2,71

19 Ngampilan 1 14.440 4,30

20 Ngampilan 2 11.890 5,13

21 Pakualaman 1 12.719 2,32

22 Pakualaman 2 14.342 3,35

23 Tegalrejo 1 13.440 2,98

24 Tegalrejo 2 12.886 3,89

25 Umbulharjo 1 13.450 3,69

26 Umbulharjo 2 12.550 5,82

27 Wirobrajan 1 13.276 2,46

28 Wirobrajan 2 15.460 3,15

Rata-rata 3,25

(52)
[image:52.842.72.794.135.496.2]

38 Tabel 4. Hasil Analisis Kualitatif Boraks

No. SAMPEL

UJI KEBUSUKAN

UJI TURMERIC

UJI NYALA API

HARI KE-1 HARI KE-2 HARI KE-3

BUSUK BAU JAMUR BUSUK BAU JAMUR BUSUK BAU JAMUR

1. Danurejan 1 + + - + ++ + +++ +++ ++ ++ -

2. Danurejan 2 - - - + + - ++ + + + -

3. Gedongtengen 1 - + - + + - ++ ++ + ++ -

4. Gedongtengen 2 - + - + + + +++ ++ + ++ -

5. Gondokusuman 1 - + - + + + ++ ++ ++ ++ -

6. Gondokusuman 2 - - + + + + ++ ++ + ++ -

7. Gondomanan 1 + + + ++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ -

8. Gondomanan 2 + + + ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ -

9. Jetis 1 - - - - + - + + - ++ +

10. Jetis 2 - - - + + - ++ + + ++ -

11. Kotagede 1 - + - + + - ++ + + ++ -

12. Kotagede 2 + + + ++ ++ + +++ +++ + + -

13. Kraton 1 - + - + ++ + +++ ++ + ++ -

14. Kraton 2 + + + ++ ++ ++ +++ +++ ++ ++ -

15. Mantrijeron 1 + ++ - +++ +++ + +++ +++ ++ ++ -

16. Mantrijeron 2 + + - ++ + + +++ ++ + ++ -

17. Mergangsan 1 + + - + + + +++ ++ + + -

18. Mergangsan 2 + + + + + + ++ +++ + + -

19. Ngampilan 1 + - - + + - ++ + - ++ -

20. Ngampilan 2 - - - - + - + + - ++ -

21. Pakualaman 1 + + - + + + ++ ++ + ++ -

22. Pakualaman 2 + + - + + + ++ ++ + ++ -

23. Tegalrejo 1 + ++ - + ++ + +++ +++ ++ +++ -

24. Tegalrejo 2 + + - + + - +++ ++ + ++ -

25. Umbulharjo 1 - + - + + _ ++ +++ + ++ -

26. Umbulharjo 2 - - - - + - + + - ++ -

27. Wirobrajan 1 + + + + + + +++ +++ +++ +++ -

(53)

Keterangan : 1. Busuk

- : segar

+ : sedikit menghitam

++ : sebagian besar menghitam +++ : seluruh menghitam

2. Bau

- : bau rempah (bawang dll) + : bau rempah hilang ++ : bau basi

+++ : bau basi dan berlendir 3. Jamur

- : tidak ditumbuhi jamur + : ada sedikit jamur

++ : separuh bagian tumbuh jamur +++ : seluruh bagian tumbuh jamur B. Pembahasan

(54)

tidak terlepas dari Bahan Tambahan Pangan (BTP). Tidak semua BTP boleh ditambahkan dalam makanan, ada beberapa jenis BTP yang penggunaannya wajib dibatasi bahkan dilarang penggunaannya menurut Departemen Kesehatan yang diatur dalam PP Republik Indonesia Nomor 1168/PP/X/1999. BTP yang dibatasi dalam penggunaan salah satunya yaitu BTP pengawet makanan Natrium Tetraborat (boraks).

Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral

dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dengan pH: 9,5.

(55)

Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso, kerupuk bahkan mie basah yang berada di pasaran. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam borat.

1. Preparasi Sampel Uji

Identifikasi kadar boraks dalam 28 sampel bakso tusuk telah dilakukan di wilayah Kota Yogyakarta. Setiap kecamatan diambil 2 sampel uji. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cross sectional, dimana metode untuk menentukan sampel dengan teknik sampling daerah apabila obyek yang akan diteliti sangat luas misalnya suatu kabupaten, provinsi maupun negara (Sugiyono, 2012) dan tidak adanya kriteria inskusi dan ekslusi. Pengambilan jumlah bakso masing-masing sampel bervariasi dengan kisaran berat 10-15 gram. Sampel bakso tusuk yang sudah ditimbang dihaluskan terlebih dahulu dengan mortir, lalu ditambahkan dalam 50ml aquadest bebas CO2 (aquades yang didihkan)

yang kemudian disaring. 2. Analisis Kualitatif

a. Uji Kebusukan

(56)

jamur. Pada hari ke 3 bahkan nilai kebusukan hanya menunjukkan positif 1 (+) yang artinya hanya sebagian kecil dari bagian bakso yang busuk.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bakso yang dicurigai mengandung boraks atau tidak diketahui bahwa tidak terdapat suatu perbedaan yang nyata antara bakso yang mengandung boraks dan yang tidak. Beberapa hal merupakan ciri bakso mengandung boraks dalam penelitian ini adalah bakso lebih kenyal dan awet/tahan selama 3 hari.

Menurut Putra (2009) ciri yang bisa dilihat untuk membedakan bakso yang mengandung boraks dan tidak adalah sebagai berikut : 1) Bakso mengandung boraks lebih kenyal disbanding bakso tanpa

boraks.

2) Bakso mengandung boraks bila digigit sedikit lebih keras disbanding bakso tanpa boraks.

3) Bakso mengandung boraks tahan lama atau awet selama 3 hari sedang yang tidak mengandung boraks dalam 1 hari sudah berlendir.

4) Bakso mengandung boraks warnanya tampak lebih putih tidak merata. Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik dipinggir maupun tengah.

(57)

6) Bila dilempar ke lantai akan memantul seperti bola bekel.

Menurut Egan et al. (1981), boraks merupakan pengawet makanan yang sudah ada sejak dulu, tetapi dilarang penggunaannya sejak tahun 1925. Larangan ini dilonggarkan selama perang dunia II dengan mengizinkan penggunaan boraks di dalam minyak babi dan margarin. Kelonggaran ini dicabut kembali pada tahun 1959 oleh FSC (Food Standard Committee) dengan alasan bahwa pengawet boron sebagai bahan yang tidak diinginkan karena bersifat kumulatif (menimbulkan efek dengan penambahan berturut-turut) yang dapat membahayakan tubuh manusia. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), daya pengawetan boraks kemungkinan disebabkan adanya senyawa aktif asam borat. Asam borat merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai antiseptik. Sifat antiseptik inilah yang digunakan sebagai pengawet dan menghambat mikroba yang tumbuh. Bakso yang tidak ditumbuhi jamur dan mikroba selama 3 hari dalam suhu ruang patut dicurigai bakso tersebut mengandung boraks.

b. Uji nyala api

Borat-borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat

(HBO2). Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih, yang sedikit

(58)

metaborat. Jika dilihat dalam keadaan dingin, tidak akan terjadi sesuatu yang dapat diamati meskipun asam ortoborat (H3BO3)

dibebaskan. Namun, ketika dipanaskan, asap putih asam borat dilepaskan.

Jika sedikit boraks dicampurkan dengan 1 ml asam sulfat pekat 5 ml methanol dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan ; alkohol akan terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau, disebabkan oleh pembentukan metilborat B(OCH3)3 (Vogel,

1985). Kedua ester ini beracun. Garam tembaga dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa.

H3BO3 + 3 CH3OH B(OCH3)3 + 3 H2O

(59)

c. Uji Kertas Turmerik

[image:59.595.170.512.223.375.2]

Dari hasil Tabel 3. semua sampel bakso tusuk menunjukkan hasil positif (+) dengan pengamatan menggunakan kertas turmerik (kertas kunyit) ditandai dengan terbentuknya noda merah kecoklatan.

Gambar 5. Reaksi boraks dengan kurkumin

Deteksi boraks menggunakan asam klorida yang ditambahkan pada larutan sampel dapat mengidentifikasi adanya boraks pada

konsentrasi lebih dari 20g/ml. Hal ini dikarenakan sifat HCl yang

dapat melepaskan boraks dengan ikatannya dan membentuk kompleks kelat rosasianin yang berwarna merah (Azas, 2013). Dengan adanya asam kuat, asam borat dengan kurkumin membentuk kompleks kelat rosasianin yaitu suatu zat warna merah karmesin (Roth, 1988).

3. Analisi Kuantitatif

(60)

Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam.

Pada penelitian ini adalah penentuan kadar dengan metode asidimetri menggunakan indikator metil oranye, hal ini dilakukan karena jika meggunakan indikator yang lain, adanya kemungkinan trayek pH-nya jauh dari titik ekuivalen. Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin. Penetapan kadar Na2B4O7 berdasarkan reaksi netralisasi dengan

menggunakan metode asidimetri dan menggunakan larutan baku HCl sebagai titran dan dengan penambahan indikator metil merah, dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah muda menjadi kuning.

(61)

terendah sebanyak 1,51%. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua sampel bakso di kota Yogyakarta mengandung boraks, seperti penelitian yang dilakukan oleh Widayat (2013). Dalam penelitian itu ditemukan sebanyak 22 sampel dari 33 sampel bakso positif boraks dan penelitian Silalahi,dkk (2009) bahwa 80% dari sampel yang diperiksa positif mengandung boraks.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/88 boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Dari beberapa literatur didapatkan bahwa konsumsi boraks dalam jangka panjang berefek buruk pada hati, otak dan ginjal. Menurut See (2010) asam borat menyebabkan keracunan jika kadarnya melebihi 2g/Kg dan 3g/Kg pada neonatus. Masuknya boraks yang terus menerus akan menyebabkan rusaknya membran sel hati, kemudian diikuti kerusakan pada sel parenkim hati. Hal ini terjadi karena gugus aktif boraks B=O akan mengikat protein dan lemak tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak dapat merusak permaebilitas sel karena membran sel kaya akan lemak. Akibatnya semua zat dapat keluar masuk ke dalam sel yang dapat menyebabkan kerusakan sel- sel hati (Hanna dkk, 2009).

(62)
(63)

49 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan data uji kebusukan, sampel bakso tusuk di Wilayah Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta layak konsumsi apabila disimpan maksimal 1 hari pada suhu ruang.

2. Dari hasil analisis kualitatif berupa uji kebusukan dapat disimpulkan sebanyak 3 sampel dicurigai mengandung boraks yaitu sampel Jetis 1, Ngampilan 2 dan Umbulharjo 2, hasil uji warna didapatkan hanya 1 sampel positif boraks yaitu sampel Jetis 1, sedangkan uji kertas turmerik semua sampel yaitu sebanyak 28 positif boraks.

3. Hasil analisis kuantitatif berupa uji titrasi dapat disimpulkan bahwa seluruh bakso tusuk positif mengandung boraks. Dengan kadar tertinggi yaitu sampel Jetis 1 sebesar 5,83%, Umbulharjo 2 (5,83%), Jetis 2 (5,26%), dan Ngampilan 2 (5,14%).

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan lebih dari satu metode analisis kuantitatif agar hasil lebih akurat.

(64)

3. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan kerjasama dengan BPOM setempat untuk melakukan pengawasan secara periodik terhadap penjual bakso tusuk di Yogyakarta

(65)

51

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, S.A dan Atkinson, S.a, (2003), Calcium, magnesium, phosporus and vitamin D fortification of comlementary foods, The Journal of Nutrition 133 (9): S2994-S2999.

Aminah, Mia S. Himawan, Candra. 2009. Bahan-bahan Berbahaya Dalam Kehidupan. Salamadani, Bandung

Anwar, 1997. Sanitasi Makanan Dan Minuman Pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi, Pusat Pendidikan Tenaga Sanitasi, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Depkes RI. Jakarta.

Azas. 2013. Analisis Kadar Boraks pada Kurma yang Beredar di Pasar Tanah Abang dengan Spektrofotometer. Skripsi. UIN : Jakarta

Bambang. 2008. Dampak Penggunaan Formalin dan Borax. Lampung.

Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). 2004. Bahan Tambahan Ilegal-Boraks, Formalin, Rhodamin B, Institut Pertanian Bogor, dan WHO Bevilacqua, A., Corbo, M.R., dan Sinigaglia, M., (2010), In Vitro Evaluation of

the Antimicrobial Activity of Eugenol, Limonene, and Citrus Extract against Bacteria and Yeasts, Representative of the Spoiling Microflora of Fruit Juices, Journal of Food Protection, 73(5): 888-894.

Budiyanto, AK. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.

Davletshina, T.A., Shul gina, L.V., Lazhentseva, L.Y., Blinov, Y.G. and Pivnentoko, T.N. 2003. Inhibitory Effect of an Antimicrobial Preparation from Lipids Of Marine Fishes on Tissue and Microbial Enzimes, Applied Biochemistry and Microbiology, 39 ( 6 ): 596-598.

Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88, Bahan Tambahan Makanan. Jakarta .

(66)

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Ekaningsih, Elisa. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012. Skripsi Sarjana. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara, Medan Elveira, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso sapi.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 2007. Bahan Tambahan Makanan. Institut Pertanian Bogor. Bandung. Hanna, dkk. 2009. Pemeriksaan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) sebagai Biomarker Keracunan Zat Hepatotoksin. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Hardinsyah dan Atmodjo Sumali. 2001. Pengendalian Mutu Dan Keamanan Pangan.

Hughes, C., 1987. The Additives Guide. Jhon Wiley and Sons, Chichester.

Indrarmono, T.P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan terhadap sifat psikokimia bakso sapi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kastalani. 2011. Informasi Kapuas Jilid 5 : Kapuas

Koswara, S., P. Hariyadi, dan E.H. Purnomo. 2001. Tekno Pangan dan Agroindustri. UI-Press, Jakarta.

Manullang, M., Theresia, dan Irianto H.E. 1995. Pengaruh konsentrasi tepung tapioka dan sodium tripolifosfat terhadap mutu dan daya awet. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 6(2):21-26.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Moehyi, S. 2000. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Nazir. 2003. Metode Penelitian, Salemba Empat, Jakarta,63. Bunafit Nugroho.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka 
Cipta. Jakarta. Pandisurya, C. 1983. Pengaruh jenis daging dan penambahan tepung terhadap

(67)

Prasetyono, D.S. 2009. ASI Eksklusif Pengenalan,Praktik dan Kemanfaatan- kemanfaatannya. Diva Press.

Pratomo, Ardian. 2009. Identifikasi Boraks pada Bakso yang Dijual di Pasar Pucang Gading Kabupaten Demak. Tesis. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci di Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Putra. 2009. Kandungan Boraks pada Bakso di Makassar : Makassar Putri, P. 2011. Identifikasi Boraks Dalam Makanan. Politeknik Kesehatan.

Semarang.

Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman. Shakti Adiluhung. Bandung.

Rodr guez-Martin, A., Acosta, R., Liddell, S., N ez, F., Benito, M.J., dan Asensio, M.A., (2010), Characterization of the novel antifungal chitosanase pgChP and the encoding gene from Penicillium chrysogenm, Appl Microbiol Biotechnol 88: 519-528.

Rohman, A. dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Roth, H.J. dan G. Blaschke. 1988. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh : Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 430–431, 482–493.

Saparinto, C. dan Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I. Kanisius. Yogyakarta.

See, AW. 2010. Risk and Health Effect of Boric Acid. American Journal of Applied Sciencies 7(5): 620-627

Seto, Sagung. 2001. Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdagangan Internasional. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor

Silalahi 2009. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan: Medan Sugiarto (2003). Teknik Sampling. Gramedia: Jakarta

(68)

Suklan, H.2002. Info Penyehatan Air dan Sanitasi, Direktorat Penyehatan Air dan Sanitasi. Dep Kes RI , Jakarta.

Syah, Dahrul. dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor

Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6. Erlangga. Jakarta. Vogel.1985.Analisis Anorganik Kualitatif makro dan semimikro.Jakarta : PT.

Kalman Media Pusaka

Wibowo, S. 2009. Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widayat 2013. Uji Kandungan Boraks Pada Bakso. Universitas Jember

Widyaningsih, T.D. dan E.S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G, 1993. Pangan dan Gizi Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

(69)
(70)

HCl pekat 9,90 ml Lampiran 1.

PEMBAKUAN HCL DAN PERHITUNGAN KADAR KANDUNGAN BORAKS

A. Pembakuan HCl dengan NaOH HCl Pekat 37% =>

Diperoleh HCl pekat dengan konesentrasi 10,1 M, maka dilakukan pengenceran untuk membuat HCl menjadi konsentrasi 0,1 M.

1. Pengenceran HCl M1 X V1 = M2 X V2

10,1 X V1 = 0,1 X 1000 ml

V1 = 9,90 ml dalam 1 liter Aquadest

2. Pembuatan Larutan HCl 0,1 M ~ 0,1 N

HCl encer 1000 ml dengan konsentrasi 0,1 N

Sebelum membakukan HCl yang sudah dibuat dengan larutan NaOH, maka NaOH harus dilakukan pembakuan terlebih dahulu dengan larutan Asam Oxalat.

3. Pembuatan Larutan HCl 0,057 N

Melakukan pengenceran point 2. Sebanyak 500ml HCl 0,1N diencerkan dalam 500ml aquadest.

(71)

B. Pembakuan NaOH dengan Asam Oxalat

Sebanyak 0,63 gram Asam Oxalat dilarutkan dalam aquadest sampai batas labu ukur.

0,63 gram aquadest

Asam Oxalat ad batas

Asam Oxalat dengan Aquadest sebanyak 100 ml

C. Membuat Larutan Baku NaOH 1 N ~ 1 M

Gram = 40,13 gram dalam 1000 ml

D. Pembuatan Larutan NaOH

40 gram NaOH Aquadest ad batas

Campuran NaOH yang telah di encerkan

E. Pembakuan NaOH Dengan Asam Oxalat (H2C2O4)

Diambil 25 ml 3 tetes pp NaOH

100 ml Asam Oxalat

(72)

1. Hasil titrasi NaOH dengan Asam Oxalat Rep 1 2,1 Rep 2 2,3 Rep 3 3,0

Rata2 2,46

2. Perhitungan Normalitas H2C2O4 (Asam Oxalat)

N = n x M = = 0,1051 N

F. Penentuan Normalitas NaOH

Penentuan Normalitas NaOH dari hasil titrasi dengan larutan Asam Oxalat berikut adalah perhitunganya :

Mek NaOH = Mek H2C2O4

2,1 X N1 = 25 X 0,1051

2,1 X N1 = 2,627

N1 = 1,251 N

Mek NaOH = Mek H2C2O4

2,3 X N1 = 25 X 0,1051

2,3 X N1 = 2,627

N1 = 1,142 N

Mek NaOH = Mek H2C2O4

3,0 X N1 = 25 X 0,1051

3,0 X N1 = 2,627

(73)

G. Pembakuan HCl dengan NaOH

` NaOH 1 N

25ml HCl PP 3 tetes

HCl 1000 ml 25ml HCl

1. Hasil Titrasi NaOH dengan HCl

Reaksi Titrasi HCl dengan NaOH: HCl + NaOH NaCl + H2O

2. Penentuan Normalitas HCl

Penentuan Normalitas HCl dari hasil titrasi dengan larutan NaOH berikut adalah perhitunganya :

Mek HCl = Mek NaOH 25 X N1 = 3 X 0,875

N1 = 0,105 N

Mek HCl = Mek NaOH 25 X N1 = 2,6 X 1,142

N1 = 0,118 N

Mek HCl = Mek NaOH 25 X N1 = 2,5 X 1,251

N1 = 0,120 N

Replikasi Normalitas HCl

I 0,105

II 0,120 II 0,118 Rata2 0,1143 Rep 1 3,0 Rep 2 2,5 Rep 3 2,6

(74)

Hasil perhitungan didapat bahwa Normalitas HCl adalah 0,1143, namun normalitas HCl yang didapat terlalu pekat sehingga a

Gambar

Tabel 1. Penelitian yang sudah dilakukan tentang analisis kandungan  boraks pada makanan
Gambar 1. Struktur boraks
Gambar 2. Bakso
Gambar 3. Skema kerangka konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,

1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merrupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

772/menkes/Per/IX/88No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai

722 tahun 1988 dan No.116 tahun 1999, bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas makanan,

1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,

Menurut PP RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan