RENCANA REVITALISASI LANSKAP KOTA TUO
SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT
ALVINO
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Alvino
ABSTRAK
ALVINO. Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh SITI NURISYAH.
Indonesia memiliki banyak kota tua peninggalan masa kolonial, salah satunya adalah bagian dari kota Sawahlunto. Kota ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang kuat namun karena perkembangan kota yang sangat pesat, sebagian peninggalan tersebut telah mengalami perubahan dan kerusakan sehingga sangat dibutuhkan upaya revitalisasi lanskap. Revitalisasi lanskap bertujuan untuk memperbaiki lanskap kota tua kearah standar-standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarah dan budaya yang ada. Penelitian ini mengambil pendekatan lanskap sejarah dengan metode penelitian deskriptif kuantitatif yaitu dengan melakukan wawancara untuk memperoleh data, melakukan pengamatan langsung pada area tersebut serta melakukan studi pustaka. Hasil penilaian, Kota Tuo Sawahlunto mengalami perubahan luas kota, bentuk dan tata kota, penduduk, sosial budaya dan ekonomi. Namun kota ini masih memiliki nilai keunikan dan keaslian walaupun telah mengalami sedikit perubahan. Untuk itu perlu dilakukan upaya revitalisasi kota tua untuk meningkatkan nilai keaslian dan keunikan yang dimiliki. Nilai keaslian yang dimiliki Kota Tuo Sawahlunto dapat ditingkatkan dengan menjaga dan merevitalisasi pola penggunaan lahan, pola pemukiman, bangunan, dan pola sirkulasi. Sedangkan nilai keunikan yang dimiliki Kota Tuo Sawahlunto dapat ditingkatkan dengan menjaga dan merevitalisasi hubungan kesejarahan yang dimiliki elemen/lanskap kota, menjaga integritas elemen lanskap sejarah yang ada sehingga membentuk kesatuan lanskap bersejarah dengan karakter yang kuat, menjaga keragaman elemen lanskap bersejarah yang dimiliki, serta menjaga kualitas estetik. Program revitalisasi yang dapat membantu meningkatkan dan menjaga karakteristik kota: (1) meningkatkan keindahan fisik kawasan dengan mengembalikan lanskap kota pada bentuk kolonial; (2) menerapkan kegiatan baru dalam kawasan yang terkait erat dengan keterlibatan masyarakat; dan (3) memberikan masukan mengenai arahan kebijakan kepada Pemerintah Daerah untuk mendukung perencanaan serta mengawasi kegiatan pelaksanaannya.
Kata kunci: Perencanaan lanskap, lanskap sejarah, kota tua, revitalisasi.
ABSTRACT
ALVINO. Revitalization Plan of the “Kota Tuo Sawahlunto”, West Sumatra. Supervised by SITI NURISYAH.
methods (quantitative) either by conducting interviews to obtain data, perform direct observation in the area as well as conduct studies of the literature. From the results of the analysis that has been done, the old town of Sawahlunto experienced extensive change, shape and city planning, population, and economic, social and cultural. However, this town has a value of uniqueness and originality but has undergone little change. For it needs to be done to revitalize the old city's efforts to boost values of authenticity and uniqueness. The value of the originality of the “Kota Tuo Sawahlunto” can be improved by maintaining and revitalizing land use pattern, the pattern of settlements, buildings, and patterns of circulation. While the value of the uniqueness of the “Kota Tuo Sawahlunto” can be increased by keeping the historical relations and revitalize the owned elements/cityscape, keeping the integrity of the historical landscape elements that form a unity of the historical landscape with a strong character, keeping the historic landscape elements of the diversity of societies, as well as maintaining the quality of aesthetics. Revitalization Program that can help improve and maintain the city's characteristics: (1) improve the physical beauty of the area by restoring the cityscape on colonial forms; (2) implement new activities in the area that is closely related to community involvement; and (3) provide input on policy orders to local governments to support the planning and supervise the activities of its implementation.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
RENCANA REVITALISASI LANSKAP KOTA TUO
SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT
ALVINO
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.
Nama : Alvino NIM : A44090046
Disetujui oleh
Dr Ir Siti Nurisyah, MSLA Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah perencanaan lanskap, dengan judul Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat.
Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membina dan membantu dengan penuh kesabaran. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Alinda F. M. Zain, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti. Selain itu, terima kasih kepada Bang Dani yang telah membantu selama proses pengambilan data di lapang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, kak icha, kak ina, Elsa Melany dan seluruh keluarga, serta teman-teman ARL 46 atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna dan masih memiliki kekurangan. Semoga penelitian ini dapat menjadi pedoman dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Lanskap Sejarah 4
Kota Tua Sebagai Lanskap Sejarah 4
Pelestarian Lanskap Sejarah 7
Perencanaan Lanskap Kota 7
KONDISI UMUM WILAYAH 10
Geografis dan Administratif 10
Pemerintahan 10
Sejarah Perkembangan Kota 11
Kependudukan 12
Perekonomian 12
Tata Guna Lahan 13
Sarana dan Prasarana Kota 14
METODOLOGI 16
Lokasi dan Waktu 16
Alat dan Bahan 16
Pendekatan Perencanaan Lanskap 17
Proses dan Tahapan Perencanaan Lanskap 19
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Data dan Analisis 23
Bentuk dan Tata Ruang Kota (Lanskap Kota) 23
Sosial Budaya 42
Kesejarahan 44
Aspek Legal 48
Sintesis 49
Konsep 50
Konsep Dasar 50
Konsep Pengembangan 51
Perencanaan Lanskap 53
Rencana Lanskap Revitalisasi 55
Rencana Ruang Pendukung Revitalisasi Lanskap 55
Rencana Aktivitas dan Fasilitas 56
Rencana Sirkulasi Kota Tua 57
Rencana Tapak Revitalisasi Kota Tua 57
SIMPULAN DAN SARAN 66
DAFTAR PUSTAKA 67
RIWAYAT HIDUP 68
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Penggunaan Lahan Tahun 2001 dan 2008 14
2 Waktu Pelaksanaan Kegiatan 16
3 Alat dan Bahan 17
4 Kriteria Penilaian Keaslian 17
5 Kriteria Penilaian Keunikan 18
6 Jenis, Tipe, dan Cara Pengambilan Data 20
7 Identifikasi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013 28 8 Perubahan Bentuk dan Fungsi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto 35 9 Kelebihan dan Kekurangan Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto 36 10 Penilaian Keaslian 44 11 Penilaian Keunikan 45
12 Penilaian Gabungan Aspek Keaslian dan Keunikan 47
13 Program Revialisasi Lanskap 50
14 Rencana Vegetasi 55
15 Alokasi Ruang 55
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pikir Penelitian 3
2 Kawasan Tiong Bahru Singapura 5
3 Kawasan Saitama Perfecture 6
4 Kawasan Pemugaran Malaka, Malaysia 6
5 Kota Tua Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat 10
6 Peta Orientasi Kota Sawahlunto 16
7 Proses dan Tahapan Perencanaan Lanskap 19
8 Diagram Analisis Sintesis 21
9 Diagram Perencanaan Lanskap 22
10 Kota Tua Sawahlunto dan Pemekaran Wilayah Administrasi 23 11 Kota Tua Sawahlunto tahun 1921 24 12 Peta Kondisi Kota Tua Sawahlunto Masa Kolonial 25 13 Peta Kondisi Eksisting Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013 26 14 Peta Identifikasi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013 27 15 Peta Tata Guna Lahan Kota Tua Sawahlunto Masa Kolonial 36
16 Peta Tata Guna Lahan Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013 37 17 Perubahan Bentuk Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto 38 18 Perubahan Fungsi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto 39
19 Peta Komposit 49
20 Konsep Dasar Perencanaan 50
21 Diagram Pengembangan Konsep Ruang dan Sirkulasi 52
22 Rencana Blok 53
23 Rencana Lanskap Revitalisasidan Potongan 58
24 Perbesaran Area Komersil dan Sempadan Sungai 59 25 Perbesaran Area Parkir Sepeda dan Sempadan Sungai 60 26 Ilustrasi (a) Semak berbunga dan (b) Area Parkir Sepeda 61 27 Ilustrasi (a) Area Sempadan Sungai dan (b) Jembatan 62 28 Ilustrasi Area Penjual Cinderamata dan Pameran Seni 63
29 Ilustrasi Kafe Teras 63
30 Detail Lampu Jalan dan Lampu Taman 64
31 Detail Gazebo 64
32 Detail Pagar 65
33 Detail Payung Kafe Teras 65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Sawahlunto memiliki banyak peninggalan sejarah kolonial zaman penjajahan Belanda sehingga menjadikan kota ini sebagai kawasan sejarah. Sebagian dari bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda telah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai cagar budaya dan objek wisata. Peninggalan sejarah ini menjadi aset penting Kota Sawahlunto untuk memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan kota kedepannya.
Potensi Kota Sawahlunto adalah pada aset sejarah dan budaya perkotaan yang multietnis, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu aset terpenting yang membentuk karakteristik utama sosial-ekonomi masyarakat Sawahlunto. Aset budaya ini bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu warisan budaya semata, namun dapat juga dimanfaatkan sebagai aset pariwisata ataupun hal-hal lain yang memberi manfaat ekonomi cukup tinggi. Selain itu aset sejarah juga menjadikan kota ini sebagai kota yang memiliki nilai sejarah yang tinggi sehingga berpotensi untuk menunjang perekonomian daerahnya.
Sebagian besar peninggalan sejarah yang ada di Kota Sawahlunto sudah dipugar dan refungsi. Sebagian bangunan dan struktur kota tua sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya tetapi lanskap yang melingkupinya belum diteliti termasuk taman-taman dan ruang terbuka pendukung kondisi kota tua ini. Beberapa bagian kota digunakan untuk kepentingan yang tidak mendukung seperti taman yang berubah fungsi menjadi playground dan peletakan sculpture yang tidak mendukung nilai kesejarahan (Historic value) kawasan. Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu: 1. Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya.
2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah.
3. Memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya. 4. Memberi kenyamanan publik (public amenity).
5. Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.
Pelestarian pada lanskap sejarah dan budaya dilakukan dengan tujuan menjaga karakter dan identitas yang terkandung. Nurisjah dan Pramukanto (2001), berpendapat ada lima manfaat yang diperoleh dari pelestarian yang dilakukan, antara lain:
1. Mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang dimiliki karakter spesifik suatu kawasan.
2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan. Adanya areal sejarah atau yang bernilai budaya tinggi di suatu kawasan tertentu yang relatif moderen akan memiliki kesan visual dan sosial yang berbeda.
3. Kebutuhan psikis manusia. Untuk melihat dan merasakan ekstensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan yang tercermin dalam objek atau karya lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri.
2
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu.
Dalam pelestarian kawasan bersejarah, pemerintah kota Sawahlunto telah melakukan berbagai upaya konservasi hampir pada seluruh bangunan tua yang ada disana. Reruntuhan bekas tambang tidak dianggap perusak pemandangan tetapi dijadikan monumen sejarah. Langkah ini yang membedakan Sawahlunto dengan kota lain yang malah meratakan dengan tanah berbagai bangunan tua bersejarah.
Oleh karena itu, perlu dilakukan rencana revitalisasi lanskap kota guna mendukung upaya pelestarian Kota Tuo Sawahlunto, yaitu tindakan untuk memperbaiki lanskap Kota Tua ke arah standar-standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarahnya. Selain itu harus dipertimbangkan bahwa di area pelestarian yang terdapat kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya, perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif. Dalam upaya pelestarian ini, juga perlu diketahui tata lanskap Kota Tuo Sawahlunto masa lampau untuk mendukung eksistensi kota tua ini. Dengan adanya perencanaan revitalisasi lanskap Kota Tuo Sawahlunto ini, diharapkan pembangunan dan pelestariannya dapat terintegrasi, sehingga peninggalan-peninggalan sejarah tersebut tidak hancur dan masih memiliki karakter dan atmosfer/suasana sejarahnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum perencanaan lanskap ini adalah merencanakan lanskap untuk revitalisasi Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan bentuk dan tata ruang, jumlah dan persebaran penduduk, kondisi sosial budaya dan ekonomi kota pada masa lampau dan saat ini.
2. Mengidentifikasi dan menilai aspek kesejarahan untuk revitalisasi Kota Tua. 3. Menyusun program revitalisasi lanskap kota sesuai dengan arah
perkembangan Kota Sawahlunto berdasarkan RTRW Kota Tua. 4. Menyusun rencana revitalisasi lanskap Kota Tuo Sawahlunto.
Manfaat Penelitian
Penelitian Perencanaan Lanskap untuk Revitalisasi Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
1. Memberikan informasi tentang elemen-elemen lanskap pembentuk Kota Tuo Sawahlunto, tata ruang kota serta arah perkembangan Kota Tuo Sawahlunto. 2. Melestarikan lanskap sejarah Kota Tuo Sawahlunto
3 4. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah setempat dalam upaya revitalisasi lanskap yang memiliki nilai penting bagi penduduk sekitar dan potensi pengembangan kawasan tersebut.
Kerangka Pikir
Kota Sawahlunto mengalami perkembangan kota yang relatif pesat secara fisik dan ekonomi terutama pada beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan tersebut memberikan dampak positif dan negatif. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan rencana kota yang juga akan melestarikan aset sejarah kota. Aspek penting yang dinilai untuk pelestarian tersebut adalah bentuk dan tata kota (lanskap kota), jumlah dan persebaran penduduk, kondisi sosial budaya, serta kondisi ekonomi kota. Aspek legal, terutama terkait dengan RTRW perlu untuk dipertimbangkan dalam penataan kota karena hal ini terkait dengan tata ruang, sirkulasi, dan fasilitas yang telah direncanakan yang juga akan mempengaruhi rencana revitalisasi lanskap Kota. Kerangka pikir ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Aspek Legal RTRW Kota Sawahlunto Kondisi Ekonomi Kota
Kondisi Sosial Budaya Jumlah dan Persebaran
Penduduk
Rencana Revitalisasi Lanskap
Saat Ini Bentuk dan Tata Ruang
Lanskap Kota Kota Tambang Sawahlunto
Penilaian Aspek Kesejarahan untuk Revitalisasi Lanskap Kota Tua Masa Kolonial
4
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Sejarah
Lanskap sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Suatu lanskap dikatakan seimbang apabila memiliki dua aspek, yaitu aspek fungsional dan aspek estetik. Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki oleh manusia. Dikenal dua bentuk lanskap, yaitu lanskap alami (natural landscape) dan lanskap buatan atau binaan (man made landscape).
Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau, yang didalamnya terdapat bukti fisik tentang keberadaan manusia di dalamnya. Goodchild (1990) juga menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki nilai kesejarahan sejarah jika di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut ini:
1. Merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah. 2. Memuat bukti yang menarik untuk dipelajari.
3. Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau peristiwa penting dalam sejarah.
4. Memiliki nilai-nilai penting dalam sejarah terkait dengan bangunan atau monumen sejarahnya.
Sedangkan menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah (historical landscape) adalah bagian dari suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Lanskap sejarah ini dapat mempunyai bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini. Waktu yang tertera dalam suatu lanskap sejarah yang membedakan dengan desain lanskap lainnya adalah keterkaitan pembentukan karakter esensial dari lanskap ini pada waktu periode yang lalu yang didasarkan pada sistem periodikal yang khusus (seperti sistem politik, ekonomi, dan sosial). Oleh karena itu lanskap sejarah akan memainkan peranan penting dalam mendasari dan membentuk berbagai tradisi budaya, ideologikal, dan etnikal dalam satu kelompok masyarakat.
Attoe (1988) menyatakan bahwa nilai sejarah dari suatu kota selain pada penampakan bangunannya juga terdapat pada lingkungan sekitarnya yang mencakup kawasan alamiah yang berhubungan dengan kota tersebut seperti wajah jalan, lokasi-lokasi bersejarah, taman-taman, serta muka bangunan yang merupakan unsur penting dari bentuk dan sifat kota tersebut.
Assessment lanskap sejarah dilakukan untuk mengetahui nilai signifikansi lanskap sejarah Kota Tua. Penilaian dilakukan terhadap beberapa aspek penting menurut Harris dan Dines (1988), meliputi penilaian keaslian (originality) dan keunikan (uniqueness).
Kota Tua Sebagai Lanskap Sejarah
5 mempertahankan dan membangkitkan kembali kekayaan warisan sejarah kotanya. Kawasan Tiong Bahru Singapura merupakan salah satu contoh utama. Dibangun pada tahun 1930, bangunan-bangunan pendek bergaya Art Deco di sana jauh berbeda dengan menara-menara kaca dan baja yang banyak mendominasi Singapura saat ini.
Kompleks perumahan dari masa kolonial Inggris ini memperoleh status konservasi pada tahun 2003. Dengan status ini, setiap rencana merobohkan kompleks ini otomatis dilarang. Kebangkitan Tiong Bahru membantu menunjukkan bahwa bangunan bersejarah juga memiliki nilai ekonomi. Berikut Kawasan Tiong Bahru pada Gambar 2.
Contoh Negara lain yang memiliki kota Tua yang dilestarikan adalah Jepang. Kawasan Saitama Perfecture di sisi barat laut Tokyo mempunyai Kawagoe. Di Kawagoe bangunan tua dilestarikan dan menjadi aset yang sangat berharga dan luar biasa bagi dunia wisata. Inilah salah satu contoh sebuah tatanan kota yang justru mempertahankan dan melestarikan sisi ketuaanya untuk disandingkan secara harmonis dengan sisi modernitas jaman.
Masyarakat lokal setempat menjuluki Kawagoe sebagai Edo Kecil (“little Edo”, Edo merupakan nama lama dari kota Tokyo). Kota ini didirikan oleh para Shogun yang bertugas mengawal kaisar di Tokyo. Kuil Kawagoe semula merupakan pusat pemerintahan Tokugawa Shogunate. Banyak bangunan yang diruntuhkan pada tahun 1870, akan tetapi masih banyak sisa bangunan istimewa yang masih bertahan dan dipertahankan hingga masa kini. Sebelum bergabung menjadi Saitama Perfecture pada tahun 1873, Kawagoe merupakan ibukota pemerintahan Kawagoe Prefecture (1871) dan kemudian Iruma Prefecture (1871 -1873). Berikut Kawasan Saitama Perfecture pada Gambar 3.
6
Pelestarian lanskap sejarah juga dilakukan di kawasan pemugaran Malaka, Malaysia. Revitalisasi dilakukan dengan pelestarian bangunan bersejarah sebagai tengaran dengan skala lingkungan yang nyaman. Pedagang Kaki Lima yang tertata dengan baik sebagai atraksi bagi wisatawan dan lingkungan hunian lama yang terjaga proporsi dan skalanya. Berikut Kawasan Pemugaran Malaka pada Gambar 4.
Kawasan kota tua merupakan salah satu contoh lanskap bersejarah karena memiliki kriteria-kriteria sebagai lanskap yang mencirikan karakter dan identitas lanskap pada periode waktu tertentu pada masa lampau. Nilai lanskap sejarah suatu kota tidak dapat terlepas dari nilai sejarah kota itu sendiri. Nilai sejarah suatu kota selain terdapat pada bangunannya, juga pada lingkungan ataupun kawasan yang berhubungan dengan kota tersebut misalnya, wajah jalan, lokasi sejarah, fasade bangunan atau taman-taman sebagai unsur-unsur penting dari bentuk dan sifat kota (Attoe, 1998).
Gambar 3 Kawasan Saitama Perfecture, Jepang (Sumber: www.google.co.id)
7 Pelestarian Lanskap Sejarah
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimilikinya.
Gejala penurunan kualitas fisik dapat dengan mudah diamati pada kawasan kota bersejarah/tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tersebut umumnya berada dalam tekanan pembangunan (Serageldin et al, 2000). Sejarah perkembangan kota di Barat mencatat bahwa memang kegiatan revitalisasi ini diawali dengan pemaknaan kembali daerah pusat kota setelah periode tahun 1960-an. Bahkan ketika isu pelestarian di dunia Barat meningkat pada periode pertengahan tahun 1970-an, kawasan (pusat) kota tua menjadi fokus kegiatan revitalisasi. Namun bukan berarti bahwa kegiatan revitalisasi hanya terbatas kawasan kota bersejarah/tua (Anonim, 2011).
Revitalisasi adalah upaya untuk mengembalikan serta menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada pada kawasan kota yang mengalami degradasi, melalui intervensi fisik dan nonfisik (rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosial-budaya serta pengembangan institusional). Selain itu, pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat). Dengan dukungan mekanisme kontrol/pengendalian rencana revitalisasi harus mampu mengangkat isu-isu strategis kawasan, baik dalam bentuk kegiatan/aktifitas sosial-ekonomi maupun karakter fisik kota (Anonim, 2011).
Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota (Anonim, 2011).
Perencanaan Lanskap Kota
8
dan dirancang oleh Belanda, termasuk di dalamnya penempatan distrik-distrik gedung pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, struktur jalan serta fasilitas lain (Mulyandari, 2011). Pembangunan gedung-gedung pemerintahan, pasar, permukiman, rel kereta api, jalan raya, pabrik gula dan bangunan-bangunan lain di Indonesia adalah kontribusi dari zaman kolonial Belanda.
Menurut Lynch (1960), elemen penting pada suatu kota dapat diklasifikasikan ke dalam lima bentukan fisik, yaitu paths (jalur/jalan), nodes
(simpul), districs (distrik), landmarks (tengaran), dan edges (tepian). Paths atau jalur/jalan merupakan suatu unsur penting pembentuk kota. Berdasarkan elemen pendukungnya, paths meliputi jaringan jalan sebagai prasarana pergerakan dan angkutan darat, sungai, laut, udara, terminal sebagai sarana pengangkutan. Nodes
atau simpul merupakan pertemuan antara beberapa jalan/lorong yang ada di kota, sehingga membentuk suatu ruang tersendiri. Nodes merupakan suatu pusat kegiatan fungsional yang menjadi pusat penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup. Distrik yang terdapat dipusat kota merupakan daerah komersial yang didominasi oleh kegiatan ekonomi dan pada daerah yang berbatasan dengan distrik terdapat banyak tempat yang digunakan sebagai pasar lokal, pertokoan dan sebagian lain digunakan sebagai tempat tinggal. Landmarks merupakan citra suatu kota dimana memberikan suatu kesan terhadap kota tersebut. Edges merupakan suatu masa bangunan yang membentuk dan membatasi suatu ruang di dalam kota.
Menurut Mulyandari (2011) kondisi kota yang ada di Indonesia sangat kompleks yaitu pertumbuhan/perkembangan kota yang tidak merata, masih dipengaruhi oleh pasar, terjadi proses-proses komersial yang cenderung tidak terkontrol, kerusakan lingkungan yang semakin parah, inefisiensi sumber daya, bahkan terjadi ketidakadilan sosial. Sehingga kota di Indonesia dapat dikarakteristikkan sebagai berikut:
a. tumbuh secara tidak terencana (organis) b. cenderung tidak terkendali (sprawl)
c. mengabaikan aspek tata guna lahan, sehingga tata guna lahan tercampur (mixed-uses)
d. dualisme ekonomi : formal – informal e. budaya kota yang khas
f. aturan-aturan pemerintah kota banyak yang tidak terlaksana.
Mulyandari (2001) menyatakan lebih lanjut, untuk membentuk suatu kota yang memiliki karakteristik, humanisme dan spiritualisme maka diperlukan kualitas dasar manusia yang menjadi penghuni sebuah kota, yaitu
a. filosof, yang akan merumuskan konsep ideologi, konsep ketatanegaraan dan ilmu-ilmu filsafat lainnya.
b. seniman, yang memiliki kreativitas dan karakteristik nilai keindahan yang akan membentuk watak dan karakteristik masyarakat.
c. teknokrat, yang akan mempengaruhi perkembangan sistem ekonomi, politik sekaligus melakukan percepatan pertumbuhan kehidupan kearah yang lebih baik dengan ilmu pengetahun dan teknologi.
d. pebisnis, yang mempengaruhi proses urbanisasi dengan cepat.
9 Perencanaan lanskap merupakan penataan lanskap berdasarkan potensi,
amenity, kendala dan bahaya lanskap tersebut guna mewujudkan suatu bentukan lahan yang berkelanjutan, indah, fungsional dan memuaskan bagi penggunanya. Proses perencanaan meliputi proses pengumpulan dan penginterpretasian data, proyeksi ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam suatu bentang alam (Chiara dan Koppelman, 1994). Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1. Pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe secara alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya:
1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar. 2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan.
3. Menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik.
4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya.
Nurisjah dan Pramukanto (2001) mengatakan bahwa perencanaan daerah kawasan bersejarah dan bangunan arsitektural harus dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan bagian-bagian lain dari kota atau lokasi dimana obyek tersebut berada, dan juga permasalahan fisik, ekonomi, dan sosial dari daerah tersebut.
10
KONDISI UMUM WILAYAH
Geografis dan Administratif
Kota Sawahlunto dapat dibagi atas dua bagian yaitu kota tua dan kota baru. Kota tua memiliki luas 779,6 Ha mulai terbentuk seiring dengan pembukaan areal tambang batu bara. Kota tua berada dalam sebuah lembah yang dikelilingi oleh bukit-bukit. Secara administrasi pemerintahan kota tua sebelum dimekarkan mempunyai batas wilayah sebelah utara berbatas dengan Nagari Kolok (Kecamatan Barangin) dan Sijantang (Kecamatan Talawi), sebelah timur dan barat berbatas dengan Nagari Kubang (Kecamatan Lembah Segar), sebelah selatan berbatas dengan Nagari Kubang (Kecamatan Lembah Segar) dan Nagari Silungkang (Kecamatan Silungkang). Secara topografi, Sawahlunto terletak pada daerah perbukitan dengan ketinggian antara 250 - 650 meter di atas permukaan laut.
Gambar 5 Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat
Pemerintahan
Sejak tahun 1918, Sawahlunto telah berstatus gemeente (kota). Namun belum sempat menjadi stadsgemeente walaupun hingga tahun 1930 telah memiliki penduduk yang banyak. Pada tanggal 10 Maret 1949, Sawahlunto bersama dengan wilayah Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Dharmasraya sekarang, ditetapkan menjadi Afdeeling Solok yang dipimpin oleh seorang bupati. Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, status Sawahlunto kemudian berubah menjadi Daerah Tingkat II dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto dan mulai dipimpin oleh seorang wali kota.
11 Walikota kedua (tahun 1971-1983), Drs. Shaymoery WS mulai memahami ketergantungan Sawahlunto pada pertambangan dan merasakan kemungkinan perkembangan kota untuk kedepannya. Shaymoery menyadari bahwa kota kecil yang didirikan kolonial Belanda ini tidak mungkin mengharapkan perkembangannya pada perkebunan, pertanian, maupun perdagangan karena topografi tanah dan geografisnya tidak menguntungkan. Menurut Shaymoery kota ini bisa dikembangkan dalam bidang pendidikan dan pariwisata karena sejarah, struktur sosial budaya, serta keindahan alamnya sangat mendukung.
Walikota ketiga (tahun 1983-1988), Drs. Nuraflis Salam dianggap masyarakat menjadi pelanjut kebijakan awal orde baru. Tidak terdapat perubahan besar saat ia memimpin karena saat itu garis kebijakan digariskan dari pusat sehingga kreativitas kepemimpinannya tidak tampak menonjol.
Walikota keempat (tahun 1988-1993), Drs. Rahmatsyah memperluas wilayah kota Sawahlunto pada tahun 1990 (PP no. 44 tahun 1990/ tertulis dalam lembaran negara no. 99 tahun 1990 dan tambahan no. 3423). Setelah perluasan itu administrasi kota sawahlunto menjadi empat kecamatan sementara sebelumnya adalah dua kecamatan.
Walikota kelima (tahun 1993-2003), Drs. Subari Sukardi tidak melanjutkan apa yang telah dirintis oleh walikota sebelumnya. Tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam tata ruang kota sehingga kurangnya peningkatan fungsi bangunan-bangunan yang sudah ada, bahkan sebagian banyak yang terabaikan. Kemudian walikota selanjutnya Ir. H. Amran Nur mulai menerapkan visi jangka panjang Kota Sawahlunto menjadi kota wisata tambang yang berbudaya tahun 2020.
Sejarah Perkembangan Kota
Sejarah panjang kota Sawahlunto dimulai, ketika para ahli geologi dari Belanda menemukan cadangan batu bara dalam jumlah yang besar pada akhir abad ke-19. Sawahlunto mulai menjadi pemukiman pekerja tambang yang didatangkan dari berbagai kawasan pada tahun 1887, yakni ketika uang sejumlah sekitar ± 5,5 juta Gulden diinvestasikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk membangun fasilitas beserta infrastruktur yang diperlukan guna membangun pertambangan batu bara yang akan diberi nama Tambang Batu Bara Ombilin.
Pada Tahun 1894, Sawahlunto telah terhubung dengan kota Padang oleh jalur kereta api, sehingga hal tersebut turut membantu perkembangan kota Sawahlunto. Penemuan dan penggalian batu bara oleh pihak kolonial dengan nama Tambang Batu Bara Ombilin dan dimasa orde lama/baru dimana telah terjadi nasionalisasi aset-aset negara menjadi perusahaan negara, kita mengenalnya dengan sebutan PTBA. UPO (Perusahaan Tambang Bukit Asam Unit Produksi Ombilin).
12
kerugian akan tetapi pedagang-pedagang kecil (Sektor Riil) yang berjualan di pasar Tradisional pun mengalami penurunan permintaan.
Setelah tahun 2002, kota Sawahlunto terus mencoba melakukan terobosan-terobosan untuk tetap bertahan dari pengaruh sosial budaya, kerusakan ekologi, hambatan, dan konflik ekonomi. Suatu upaya dan gagasan muncul yaitu dengan memutar haluan kebijakan. Awalnya kebijakan-kebijakan yang diterapkan adalah ekonomi pertambangan. Karena ekonomi pertambangan tidak bisa mendukung lagi 100 persen permintaan dan penawaraan maka ekonomi pariwisata pun dicoba untuk dimunculkan ke permukaan. Upaya tersebut secara institusional dilakukan dengan cara pengalihan visi kota Sawahlunto pada 24 Desember 2002 yang dituangkan dalam Perda 6 tahun 2003 yaitu menjadikan “ Sawahlunto tahun 2020 menjadi Kota Tambang Wisata yang Berbudaya”.
Kependudukan
Jumlah penduduk kota Sawahlunto mengalami penurunan yang sangat tajam sejak merosotnya produksi batu bara di kota ini pada tahun 1940, dari 43.576 orang pada tahun 1930 menjadi 13.561 orang pada tahun 1980. Kemudian secara perlahan, jumlah penduduk kota ini meningkat pada tahun 1990, sejalan dengan kembali pulihnya produksi batu bara sejak tahun 1980.
Pada tahun 1990, wilayah administrasi kota Sawahlunto diperluas dari hanya 0,778 km² menjadi 27,345 km² dan membawa konsekuensi jumlah penduduknya meningkat. Sehingga pada tahun 1995, jumlah penduduk kota Sawahlunto mencapai 55.090 orang. Namun pada tahun 2000, jumlah penduduk kota Sawahlunto menurun menjadi 50.668 orang, artinya selama lima tahun telah terjadi penurunan sekitar 8%. Hal ini disebabkan oleh sebagian perumahan pegawai Perusahaan Tambang Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin (PTBA. UPO) dipindahkan ke luar daerah kota Sawahlunto. Sehingga dari segi ini tampak kaitannya antara usaha pertambangan batu bara dengan jumlah penduduk kota Sawahlunto.
Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk kota Sawahlunto mengalami peningkatan, dari sebelumnya 54.310 orang pada tahun 2008 menjadi 56.812 orang. Kecamatan Talawi merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak, yaitu 17.676 orang atau sekitar 31,11% dari jumlah penduduk kota Sawahlunto. Kepadatan penduduk kota Sawahlunto pada tahun 2010 adalah 238 orang per km², dimana kecamatan Lembah Segar adalah kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya yaitu 431 orang per km². Sedangkan rasio jenis kelamin penduduk kota Sawahlunto adalah 98, yang artinya jumlah penduduk laki-laki 2% lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan.
Perekonomian
13 tertinggi di Sumatera Barat, dimana mata pencarian penduduk sebagian besar ditopang oleh sektor pertambangan dan jasa. Selain itu, sektor lain seperti pertanian dan peternakan juga masih diminati masyarakat. Bahkan beberapa kawasan sedang dikembangkan untuk menjadi daerah sentral industri kerajinan dan makanan kecil.
Selama seratus tahun lebih, batu bara telah dieksploitasi mencapai sekitar 30 juta ton, dan masih tersisa cadangan lebih dari 100 juta ton. Namun masa depan penambangan batu bara di kota Sawahlunto masih belum jelas, sebab cadangan yang tersisa hanya bisa dieksploitasi sebagai tambang dalam. Sedangkan dapat atau tidaknya eksploitasi tersebut sangat bergantung kepada penguasaan teknologi dan permintaan pasar. Selain itu, penyelenggaraan pertambangan batu bara juga sedang mengalami reorientasi oleh berkembangnya semangat desentralisasi atau tuntuntan otonomi daerah yang membangkitkan keinginan masyarakat setempat untuk melakukan penambangan sendiri.
Tata Guna Lahan
Berdasarkan hasil penelitian BPN Kota Sawahlunto tahun 2008: penguasaan lahan Kota Sawahlunto pada tahun 2001 didominasi oleh hutan sebesar 12.666,34 Ha atau sekitar 46,32% dari total luas administratif Kota Sawahlunto. Sedangkan pada tahun 2008 penggunaan lahan didominasi oleh kebun campuran yaitu sebesar 9.783 Ha atau sebesar 35,8% dari luas wilayah Kota Sawahlunto. Luas penggunaan lahan yang mengalami perluasan dari tahun 2001-2008 diantaranya perumahan dari luasnya sebesar 2.266,15 Ha menjadi 3.036 Ha atau meningkat sebesar 2.91 %. Penggunaan lahan lain yang mengalami kenaikan perluasan pada tahun 2001-2008 yaitu sawah yang memiliki luas 1.966 Ha pada tahun 2001 menjadi 2.097 Ha pada tahun 2008, atau mengalami kenaikan sebesar 0.51%.
Terdapat penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luas guna lahan yaitu diantaranya Tegalan pada tahun 2001 sebesar 4.335 Ha menjadi 292 Ha atau mengalami penurunan luas sebesar 14,75%. Penggunaan lahan lain yang mengalami penurunan besaran luas yaitu hutan pada tahun 2001 sebesar 12.666,34 Ha menjadi 4.752 Ha pada tahun 2008 dan mengalami penurunan sebesar 28,92 %. Kolam pada tahun 2001 mempunyai luas sebesar 42,2 Ha menjadi 29 Ha pada tahun 2008 dan mengalami penurunan sebesar 0,14%.
Pada tahun 2008 terdapat penggunaan lahan baru yaitu industri sebesar 971 Ha, Semak/alang-alang sebesar 4.157 Ha, perkebunan 1.665 Ha, Kebun Campuran sebesar 9.783 Ha, dan Taman Rekreasi/olahraga sebesar 49 Ha. Dengan perkembangan perubahan guna lahan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan masyarakat di Kota Sawahlunto turut juga berkembang, begitupun dengan dengan aktifitas juga semakin beragam dengan terdapatnya guna lahan baru di tahun 2008.
14
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perubahan penggunaan lahan yang signifikan di Kota Sawahlunto. Berikut dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan penggunaan lahan Kota Sawahlunto tahun 2001 dan 2008 No Jenis Penggunaan
Tanah
Sumber : BPN Kota Sawahlunto, 2008
Sarana dan Prasarana Kota
Menurut Pebrinaldi (2009) sarana perhubungan berupa jaringan jalan raya untuk menunjang kelancaran usaha investasi di Kota Sawahlunto adalah sebagai berikut: jalan negara sepanjang 8,15 km dengan kondisi baik dan permukaan diaspal, jalan kota sepanjang 234,11 km dengan kondisi baik dan pada umumnya permukaan diaspal. Kesemua jalan ini merupakan penghubung kegiatan ekonomi dan perdagangan, baik dalam wilayah Kota Sawahlunto sendiri maupun dengan daerah lain, seperti Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Tanah Datar.
Sedangkan untuk jalan kereta api (rel kereta api) yang semula digunakan untuk mengangkut batubara dari Kota Sawahlunto ke pelabuhan Teluk Bayur Padang sejak 2 tahun belakang tidak dimanfaatkan lagi oleh PT BA. Hal ini disebabkan batu bara yang akan diangkut menggunakan jasa kereta api kapasitasnya tidak banyak lagi. Beberapa bulan terakhir, kereta tersebut sudah mulai beroperasi lagi, bukan untuk mengangkut batu bara, melainkan sebagai kereta angkutan penduduk.
Di Kota Sawahlunto tersedia sarana angkutan umum yang siap melayani angkutan barang dan penumpang ke berbagai daerah tujuan, diantaranya, bus umum 17 unit, truk 127 unit, angkot dalam kota 50 unit, dan 1 unit kereta api.
Sebagai daerah pedalaman yang dilingkari bukit, Kota Sawahlunto tidak mempunyai daerah pantai. Perhubungan laut hanya dapat melalui pelabuhan Teluk Bayur Padang dengan jarak 95 km dari Kota Sawahlunto.
15 alur sungai ini mengalir pada lembah perbukitan melalui suatu daerah aliran sungai, yaitu Batang Ombilin. Sungai tidak digunakan untuk angkutan dan jalur transportasi.
Menurut Pebrinaldi (2009) fasilitas listrik untuk penerangan di Kota Sawahlunto dilayani oleh: PT. PLN (Persero) yang memberikan jasa kepada pelanggan terdiri dari rumah tangga, usaha/bisnis, industri perhotelan, industri perkantoran, sosial dan penerangan. Energi listrik tersebut diperoleh dari:
1. PLTU Sijantang tahap I dengan kapasitas II 200 megawatt (sudah beroperasi) 2. PLTA Singkarak dengan kapasitas 175 megawatt (sudah beroperasi)
3. PLTA Maninjau dengan kapasitas 68 megawatt (sudah beroperasi) 4. PLTA Koto Panjang dengan kapasitas 114 megawatt (sudah beroperasi )
Dari semua sumber energi listrik yang disediakan oleh PLN (Persero), tenaga listrik akan didistribusikan dengan sistem interconnected melalui transmisi 150 KVA, kemudian didistribusikan ke setiap wilayah kecamatan dan tempat-tempat tertentu sampai ke lokasi perusahaan/industri melalui transmisi 20 KVA. Sampai akhir tahun 2005, dari 10 Kelurahan, 27 desa dengan 4 kecamatan yang ada di Kota Sawahlunto, hampir seluruhnya sudah dijangkau aliran listrik.
Menurut Pebrinaldi (2009) Kota Sawahlunto telah memiliki sarana telepon otomatis, HP, telegraf, jasa pelayanan kantor pos dan jasa pelayanan swasta TIKI. Untuk prasarana telekomunikasi ini, terdapat 1 (satu) unit sentral lokal (STO). Jumlah sambungan telepon terpasang sebanyak 2894 unit. Prasarana telekomunikasi ini sudah semakin lengkap dengan sudah dibangunnya menara pemancar untuk telepon seluler (HP), ditambah lagi dengan sudah adanya kantor Pos Pembantu di setiap Kecamatan yang sudah dilengkapi pula dengan fasilitas kendaraan yang dihapakan semakin mempelancar distribusikan informasi dari dan ke Kota Sawahlunto.
Menurut Pebrinaldi (2009) sampai saat ini daerah Sawahlunto masih sering mengalami kekurangan air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut, baik di Kota Sawahlunto maupun di desa/kelurahan, pemerintah kota telah melakukan berbagai upaya di antaranya secara bertahap membangun sarana air bersih. Pada saat ini di Kota Sawahlunto telah tersedia fasilitas air minum yang dikelola oleh PDAM dan fasilitas air minum tersedia pada tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Talawi, Kecamatan Barangin, dan Kecamatan Lembah Segar. Sumber-sumber air minum di Kota Sawahlunto diperoleh dari Batang Ombilin, Batang Lunto, Batang Sumpahan, dan sumber mata air lainnya.
Menurut Pebrinaldi (2009) lembaga keuangan (perbankan) merupakan salah satu sarana yang cukup penting untuk mendukung kegiatan ekonomi. Di Kota Sawahlunto terdapat lima lembaga keuangan (Perbankan), yaitu Bank Mandiri, Bank BNI 46, Bank Nagari, Bank BRI juga mempunyai BRI Unit Desa di semua kecamatan yang ada dan BPR.
16
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Kegiatan perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian tapak dilakukan pada bulan Februari 2013 dan berakhir dengan penyusunan skripsi pada bulan Januari 2014 dengan alokasi waktu seperti yang tertera pada Tabel 2. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Peta orientasi Kota Tuo Sawahlunto Tabel 2 Waktu pelaksanaan kegiatan (tahun 2013-2014)
Alat dan Bahan
Penelitian perencanaan lanskap kota tua menggunakan alat dan bahan untuk mendukung kegiatan di lapang maupun dalam mengolah data (Tabel 3).
17 Tabel 3 Alat dan bahan
Alat dan Bahan Tujuan
Kamera digital Mengambil langsung gambar di lapangan
GPS Menginventarisasi titik koordinat tapak
Laptop Mengolah dan menganalisis data
Program CAD, SketchUp, dan
Photoshop
Menggambar grafis komputer hasil perencanaan lanskap
Peta Orientasi tapak dan batas kawasan
RTRW Kota Sawahlunto Panduan dalam perencanaan lanskap
Pendekatan Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap dilakukan dengan menggunakan pendekatan kesejarahan, yaitu pendekatan dengan memperhatikan nilai keaslian dan keunikan sejarah yang dimiliki dengan kriteria yang digunakan menurut Harris dan Dines (1988), yaitu: pola penggunaan lahan dan bangunan, asosiasi kesejarahan, dan kualitas estetik.
Kriteria yang digunakan sebagai dasar penilaian untuk mengetahui tingkat keaslian dan keunikan disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Selanjutnya skor penilaian dijumlahkan untuk mengetahui tingkat keaslian dan keunikan dari kawasan Kota Tua.
18
Lanjutan Tabel 4 Kriteria penilaian keaslian
19 Penilaian terhadap aspek tersebut dihitung menggunakan metode skoring yang dikemukakan oleh Selamet (Selamet, 1983 dalam Allindani 2007) dengan rumus interval kelas :
Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi) Jumlah Kategori
Tinggi = SMi + 2IK + 1 sampai SMa
Sedang = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2IK) Rendah = SMi sampai SMi + IK
Hasil penilaian kedua aspek tersebut menghasilkan peta keaslian dan peta keunikan yang menampilkan skor-skor dengan skala (Goodchild, 1990) :
Skor 1 = tingkat keaslian/keunikan rendah, mengalami banyak perubahan, namun lanskap sejarah di beberapa lokasi masih dipertahankan.
Skor 2 = tingkat keaslian/keunikan sedang, mengalami sedikit perubahan. Skor 3 = tingkat keaslian/keunikan tinggi,lanskap sejarah tidak mengalami perubahan.
Proses dan Tahapan Perencanaan Lanskap
Metode penelitian yang akan dilakukan adalah metode survei dengan tahapan kerjanya meliputi: persiapan studi, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan lanskap (Gambar 7).
Gambar 7 Proses dan tahapan perencanaan lanskap Analisis
Sintesis
Perencanaan Lanskap
Studi pustaka, pengumpulan informasi, perizinan penelitian
Bentuk dan tata kota/lanskap kota, jumlah dan persebaran penduduk, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi kota (masa kolonial dan saat ini)
Persiapan Studi
Pengumpulan Data
Tata ruang (fungsi dan aktivitas), sirkulasi, fasilitas pendukung revitalisasi lanskap kota
Peta batas kawasan perencanaan, peta perubahan bentuk dan fungsi elemen lanskap, kawasan yang memiliki nilai kesejarahan (keaslian dan keunikan), pola kehidupan sosial dan budaya, serta ekonomi kawasan
20
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Observasi lapang atau survei. Hal ini dilakukan untuk mengetahui langsung kondisi tapak, yaitu kondisi fisik dan biofisik lanskap, sosial, dan budaya.
b. Wawancara untuk memperoleh data dan informasi dari pihak-pihak yang terkait tujuan perencanaan. Wawancara dilakukan dengan metode indepth interview yaitu secara langsung dan mendalam dengan narasumber terkait.
Wawancara dilakukan kepada masyarakat sekitar dan tokoh masyarakat mengenai kondisi lanskap, sejarah kawasan, persepsi masyarakat, pengembangan dan kebijakan pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengetahui persepsi dan keinginan terhadap rencana revitalisasi Kota Tuo Sawahlunto.
c. Studi pustaka melalui kepustakaan/dokumen, untuk mendapatkan data dan informasi sekunder sebagai penunjang yang tidak didapatkan dari observasi lapang.
Jenis, tipe, dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis, tipe, dan cara pengambilan data
Kelompok Data Jenis Data Tipe Data Cara Pengambilan
Bentuk dan tata
Letak, batas, dan luas Kota Tua saat ini, dan masa lalu. Tata guna lahan Kota Tua saat ini, dan masa lalu.
Keadaan penduduk, Aspek keaslian dan keunikan.
Peraturan, kebijakan dan
Setelah data terkumpul, tahapan selanjutnya adalah menganalisis data. Aspek dan metode analisisnya adalah:
a. Analisis bentuk dan tata ruang (lanskap kota)
21 b. Analisis aspek sosial budaya
Sosial budaya yang dianalisis adalah keadaan penduduk, masyarakat lokal dan pendatang, persepsi dan keinginan masyarakat, serta aktivitas budaya dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
c. Analisis aspek ekonomi
Aspek ekonomi yang dianalisis adalah keadaan ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
d. Analisis kesejarahan
Penilaian lanskap sejarah dilakukan untuk mengetahui nilai signifikansi lanskap sejarah Kota Tuo Sawahlunto. Penilaian dilakukan terhadap aspek penting menurut Harris dan Dines (1988), meliputi penilaian keaslian (originality) dan keunikan (uniqueness). Penilaian ini dilakukan dengan metode skoring.
e. Analisis aspek legal
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sawahlunto sangat diperlukan untuk menentukan batas kawasan perencanaan. RTRW juga menjadi panduan dalam perencanaan, kawasan yang dapat dikembangkan dan kawasan yang akan dilestarikan oleh pemerintah daerah. Hal ini bertujuan agar perencanaan yang dibuat tidak bertolak belakang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial dan deskriptif.
Selanjutnya hasil-hasil analisis diproses untuk mendapatkan batas kawasan perencanaan, zonasi kawasan yang memiliki nilai keaslian dan keunikan, perubahan bentuk dan fungsi elemen lanskap, pola kehidupan sosial dan budaya, dan ekonomi kawasan, serta aspek legal. Sintesis dilakukan untuk menentukan ruang yang akan dihasilkan dengan mempertimbangkan lima aspek tersebut untuk mendapatkan zonasi lanskap untuk revitalisasi Kota Tuo Sawahlunto. Hasil dari tahap sintesis akan disajikan dalam bentuk peta komposit. Diagram analisis-sintesis dapat dilihat pada Gambar 8.
22
Perencanaan Lanskap
Dari hasil sintesis dibuat suatu produk perencanaan sehingga menghasilkan pengembangan lanskap Kota Tuo Sawahlunto berupa rencana tata ruang (fungsi dan aktivitas), rencana sirkulasi, rencana fasilitas pendukung, dan detil perencanaan. Perencanaan revitalisasi ini merupakan salah satu cara pelestarian lanskap sejarah dengan melindungi bangunan bersejarah dan nilai-nilai sejarah pada kawasan serta membangun kembali nilai-nilai tersebut agar dapat diterapkan pada dunia modern saat ini tanpa menghilangkan rasa historis sebuah kawasan. Berikut dijelaskan dalam Gambar 9.
23 HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dan Analisis
Bentuk dan Tata Ruang Kota (Lanskap Kota)
a. Letak, batas, dan luas Kota Tuo Sawahlunto masa lalu
Tapak secara geografis terletak di 0o 33' 40"- 0o 48' 33" Lintang Selatan dan 100o 41' 59"- 100o 49' 60" Bujur Timur. Kota tua memiliki luas 779,6 Ha mulai terbentuk seiring dengan pembukaan areal tambang batu bara. kota tua tumbuh dan berkembang menjadi pusat pemerintahan, perekonomian, pendidikan dan lain sebagainya. Saat ini setelah dimekarkan pada tahun 1990, luas Kota Sawahlunto mencapai 27.347,7 Ha. Secara administrasi mempunyai batas wilayah sebelah utara berbatas dengan Kabupaten Tanah Datar, sebelah selatan dan barat berbatas dengan Kabupaten Solok, sebelah timur berbatas dengan Kabupaten Sijunjung. Berikut dijelaskan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
24
Kota Sawahlunto terbagi menjadi beberapa area yang ditata berdasarkan fungsinya yaitu area perdagangan atau CBD, permukiman staf, permukiman buruh, unit prosesing, dan lahan pertambangan. Kota ini awalnya terbentuk seiring berlangsungnya kegiatan pertambangan sehingga luas kota yang terlihat hanya bagian yang terbangun pada masa kolonial saja yaitu sebesar 46 Ha yang terdiri dari area perdagangan atau CBD, permukiman staf, dan unit prosesing. Luas wilayah terbangun inilah yang menjadi patokan pemerintah daerah dalam menetapkan batas wilayah Kota Tuo Sawahlunto saat ini dan acuan dalam melakukan upaya revitalisasi. (Gambar 11 dan Gambar 12)
25
Gambar 12 Peta kondisi Kota Tuo Sawahlunto masa kolonial
26
b. Letak, batas, dan luas Kota Tuo Sawahlunto saat ini
Perkembangan Kota Tuo Sawahlunto dari dulu sampai sekarang meninggalkan jejak-jejak sejarah dalam bentuk fisik dan budaya. Kondisi Eksisting Kota Tuo Sawahlunto Tahun 2013 menggambarkan Perubahan ruang kota yang terjadi antara masa kolonial dan masa sekarang dengan penambahan beberapa elemen lanskap seperti bangunan dan ruang terbuka. Berikut dapat dilihat Peta Kondisi Eksisting Kota Tuo Sawahlunto Tahun 2013 pada Gambar 13.
27 Dari peta kondisi eksisting Kota Tuo Sawahlunto tahun 2013, identifikasi elemen lanskap sejarah dalam bentuk fisik dianalisis dengan menelusuri sejarah perkembangan kawasan dan melihat peta kondisi Kota Tuo Sawahlunto masa kolonial, sehingga diketahui fitur lanskap yang berperan dalam pembentukan karakteristik kawasan. Kondisi elemen lanskap sejarah saat ini diketahui dengan melakukan pengecekan lapang dan wawancara. Berikut dapat dilihat Peta Identifikasi Elemen Lanskap Kota Tuo Sawahlunto Tahun 2013 pada Gambar 14 dan dijelaskan pada Tabel 7.
Tabel 8. Identifikasi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto tahun 2013
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun
Pembangunan
Fungsi/ Jenis
Keterangan
Dahulu Sekarang
1. Ruang Terbuka Vegetasi Vegetasi Jenis vegetasi yang ada
telah menghilangkan
2. Jaringan Jalan Jaringan Jalan
Jaringan Jalan Terdapat penambahan
beberapa jaringan jalan seperti jalan raya dan pedestrian.
Seiring dengan terbentuknya kota tua
Jaringan jalan Jaringan jalan Jaringan jalan mengalami
Alamiah Sungai Sungai Tidak terjadi
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun Pembangunan
Fungsi/ Jenis
Keterangan
Dahulu Sekarang
5. Ruang Terbuka SILO dan Sizing Plant Tiga buah kolom
berukuran raksasa dan mesin pencuci batu bara yang berada di ujung rel stasiun kereta api kota sawahlunto
6. Bangunan Kantor Kantor PTBA Ombilin Gedung PTBA
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun Pembangunan
Fungsi/ Jenis Keterangan
Dahulu Sekarang
8. Bangunan Kantor Kantor Polsek Bangunan ini telah
mengalami banyak yang tebal dan jendela pada bagian atas serta lobang angin
9. Bangunan Rumah Hotel Ombilin Bangunan ini masih
terawat dan arsitekturnya masih mencirikan arsitek Eropa. Hal ini terlihat dari bentuk jendela yang besar dan banyak serta didinding yang
10. Bangunan Koperasi Koperasi Karyawan
PTBA Ombilin
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun Pembangunan
Fungsi/ Jenis
Keterangan
Dahulu Sekarang
11. Bangunan Kantor Museum Gudang
Ransoem
12. Bangunan Rumah Rumah Dinas DKK Berada di Kawasan
Tanah Lapang tepatnya di daerah Gang I. Bentuk bangunan ini seperti rumah petak yang terdiri dari 4 buah bangunan yang saling
13. Bangunan Museum Museum Kereta Api Bangunan ini terdiri
atas bangunan utama yang dibedakan atas bentuk atapnya yang lebih besar dari dua bangunan lain yang terletak di samping kiri dan kanan bangunan utama ini, atap bagian depan melindungi salah satu rel kereta. Terdapat tiga rel di depan stasiun ini.
Dibangun pada tahun 1918
Stasiun kereta api Museum kereta api
Bentuk dan fungsi tidak berubah
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun Pembangunan
Fungsi/ Jenis
Keterangan
Dahulu Sekarang
14. Bangunan Rumah Rumah Pek Sin Kek Kondisi bangunan
masih kokoh. Pada bagian teras terdapat empat buah pilar dari beton. Unsur ornamen yang terdapat pada bangunan ini banyak dipengaruhi ornamen cina seperti pada bagian mahkota bangunan
15. Bangunan Kantor Kantor Pegadaian Arsitektur bangunan
kolonial yang masih
Gedung komedi Pegadaian Bentuk dan
fungsi berubah
16. Bangunan Pasar Pasar Bagonjong Bangunan tersusun
berjajar pada pinggiran
Sempadan sungai Toko Bentuk dan
fungsi berubah
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun Pembangunan
Fungsi/ Jenis
Keterangan
Dahulu Sekarang
17. Bangunan Pasar Pasar lama Pasar ini sekarang
menjadi pasar modern
Pasar tradisional Pasar modern Bentuk
berubah namun fungsi tetap
18. Terminal Terminal Terminal Bus Terminal ini terletak
pada pertengahan antara pasar lama dengan pasar bagonjong
Tidak ada data Tidak terdapat terminal
Terminal Bentuk dan
fungsi berubah
19. Bangunan Pasar Pasar Penampungan Terbuat dari bangunan
semi permanen
Dibangun saat dimulainya pembangunan pasar modern
Jalur rel kereta api Pasar
penampungan
Bentuk dan fungsi berubah
Zona Fasilitas Umum dan Sosial
20. Bangunan Gereja Gereja ini terletak di
Kategori Jenis Elemen/Lanskap Kondisi Fisik Tahun Pembangunan
Fungsi/ Jenis
Keterangan
Dahulu Sekarang
21. Bangunan Sekolah Sekolah Santa Lucia Gedung SD ini
berbentuk memanjang dan persegi dengan bagian tengah bangunan berupa lapangan kosong. Terdiri dari dua lantai dengan atap yang berbentuk limas
RSUD Sawahlunto Sampai saat ini arsitek kolonialnya masih dapat dilhat dari bentuk atap, dinding yang tebal dan sangat kokoh serta
23. Bangunan Rumah Rumah Dinas Walikota Ciri khas bangunan
kolonial masih terlihat pada bagian atap dan dinding bangunan yang
24. Bangunan Masjid Masjid Agung Nurul
35 Dari Tabel 7. Identifikasi Elemen Lanskap dapat dianalisis bahwa sebagian besar elemen lanskap telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi sehingga kurang sesuai dengan lingkungan kolonial yang ada, dan sebagian elemen tidak terawat sehingga semakin lama semakin hancur dan hilang. Dari perubahan bentuk dan fungsi elemen lanskap Kota Tuo Sawahlunto pada Tabel 7, dapat dilihat lebih rinci mengenai tingkat perubahan bentuk dan fungsinya yang terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8 Perubahan bentuk dan fungsi elemen lanskap Kota Tuo Sawahlunto
No. Elemen Bentuk Fungsi Total Boleh
Zona Perkantoran dan Jasa
4. Taman PTBA* 1 1 2 √
Zona Perdagangan dan Komersil
13. Museum Kereta Api 3 3 6 √
Zona Fasilitas Sosial dan Umum
20. Gereja 3 3 6 √
21. Sekolah Santa Lucia 3 3 6 √
22. RSUD Sawahlunto 2 3 5 √
23. Rumah Dinas Walikota 2 2 4 √
24. Masjid Agung Nurul Islam 1 2 3 √
36
Perubahan bentuk atau fungsi dengan skor 3 tidak mengalami perubahan signifikan, skor 2 mengalami sedikit perubahan, dan skor 1 mengalami perubahan total atau baru dibangun. Perubahan bentuk dan fungsi dapat dijumlahkan sehingga menghasilkan nilai total skor yang memiliki rentang antara 2 sampai 6. Total skor 2-3 mengalami perubahan bentuk dan fungsi secara keseluruhan, total skor 4-5 mengalami sedikit perubahan bentuk dan fungsi, total skor 6 tidak mengalami perubahan bentuk dan fungsi.
c. Tata guna lahan Kota Tuo Sawahlunto masa lalu
Kota Tuo Sawahlunto dengan luas 46 Ha hanya terdiri dari gabungan tiga area yaitu perdagangan, permukiman staf, dan unit prosesing (Gambar 11). Dari ketiga fungsi atau tata guna lahan ini pemerintah Belanda mengembangkan lagi menjadi empat fungsi yaitu area pertambangan dan administrasi, area permukiman, area pasar, dan area pelayanan kesehatan. Semua ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan pertambangan dan agar para pekerja merasa nyaman untuk tinggal dan hidup di kota ini. Berikut Tata Guna Lahan Kota Tuo Sawahlunto pada masa kolonial dapat dilihat pada Gambar 15.
37 d. Tata guna lahan Kota Tuo Sawahlunto saat ini
Saat ini terdapat empat tata guna lahan Kota Tuo Sawahlunto yang telah disesuaikan dengan kebutuhan sekarang yaitu perkantoran dan jasa yang sebelumnya merupakan area pertambangan dan adminisrasi, pada area ini terdapat banyak sekali peninggalan sejarah kolonial yang sekarang digunakan untuk perkantoran dan jasa. Kemudian area permukiman yang pada jaman dulu juga digunakan sebagai tempat permukiman pegawai pekerja tambang. Selain itu juga terdapat area perdagangan, area ini dulunya merupakan pasar. Terakhir adalah area fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dulunya merupakan area pelayanan kesehatan. Tata guna lahan Kota Tuo Sawahlunto pada tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Peta tata guna lahan Kota Tuo Sawahlunto tahun 2013
38
dikembalikan kenuansa kolonial. Selain itu juga perlu dibatasi pembangunan yang boleh dilakukan pada kawasan ini agar upaya revitalisasi berjalan sesuai rencana.
Dari Tabel 8, dilihat dari segi perubahan bentuk yang terjadi maka zona yang paling banyak berubah adalah zona perdagangan dan komersil sehingga perlu untuk diperbaiki. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh kurang tegas dan kurang hati-hatinya pemerintah daerah dalam mengontrol pembangunan yang terjadi di dalam kawasan Kota Tuo Sawahlunto. Kerusakan ini dapat diperbaiki dengan melakukan revitalisasi lanskap Kota Tuo Sawahlunto sesuai dengan perubahan yang terjadi pada elemen lanskap tersebut. Berikut dijelaskan perubahan bentuk elemen lanskap Kota Tuo Sawahlunto pada Gambar 17.
39 menunjukkan tidak terjadinya perubahan dan tidak diperlukan perbaikan. Kemudian perubahan fungsi dan aktivitas juga terjadi pada beberapa elemen lanskap. Berikut dijelaskan dalam Gambar 18.
40
sehingga tidak merusak karakter kota. Berikut dijelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing elemen lanskap beserta solusinya dalam Tabel 9. Tabel 9 Kelebihan dan kekurangan elemen lanskap Kota Tuo Sawahlunto
No. Elemen Kelebihan Kekurangan Solusi
1. Vegetasi Jenis vegetasi dapat
meningkatkan 2. Jaringan Jalan Memiliki jalur kereta
api, jalan aspal dan pedestrian sehingga
tambang tidak terlihat
Merevitalisasi kawasan ini dengan bentuk dan fasilitas pertambangan semula
6. Kantor PTBA Arsitektur bangunan
meningkatkan
8. Kantor Polsek Arsitektur bangunan meningkatkan
9. Hotel Ombilin Arsitektur bangunan meningkatkan
10. Koperasi Karyawan PTBA Ombilin
Arsitektur bangunan meningkatkan karakter kota kolonial
Kurang terawat Melakukan
perawatan pada
41
No. Elemen Kelebihan Kekurangan Solusi
13. Museum Kereta
14. Rumah Pek Sin Kek Arsitektur bangunan masih asli
Kurang terawat Melakukan
perawatan pada struktur bangunan 15. Kantor Pegadaian Arsitektur bangunan
meningkatkan
16. Pasar Bagonjong Letaknya yang berada di pinggir sungai
17. Pasar Lama Pasar tradisional
memperkuat karakter
18. Terminal Bus Berada didekat pasar dengan view kearah 19. Pasar Penampungan Berada di sekitar rel
kereta api yang memiliki karakter kolonial dan pertambangan
Tidak sesuai untuk dijadikan pasar karena berada di sekitar rel kereta api
Mengganti tata guna lahan menjadi fungsi lain yang lebih sesuai
20. Gereja Arsitektur bangunan
meningkatkan
22. RSUD Sawahlunto Arsitektur bangunan meningkatkan