• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Tebang Terhadap Kekuatan Lentur Bambu Andong (Gigantochloa Pseudoarundinaceae (Steudel) Widjaja).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Tebang Terhadap Kekuatan Lentur Bambu Andong (Gigantochloa Pseudoarundinaceae (Steudel) Widjaja)."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN DAN AKTIVITAS HARIAN

ORANGUTAN KALIMANTAN (

Pongo pygmaeus

) DI PUSAT

PRIMATA SCHMUTZER

HESTILIA ANGGRAINI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Kesejahteraan dan Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HESTILIA ANGGRAINI. Pengelolaan Kesejahteraan dan Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASYUD.

Orangutan kalimantan merupakan salah satu jenis primata besar yang dilindungi di Indonesia. Pusat Primata Schmutzer (PPS), Taman Margasatwa Ragunan adalah salah satu lembaga konservasi yang melakukan pelestarian orangutan kalimantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan, menilai tingkat kesejahteraan orangutan kalimantan, mengkaji persepsi pengunjung terhadap kesejahteraan orangutan kalimantan dan mengkaji aktivitas harian orangutan kalimantan di PPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan difokuskan pada pengelolaan kandang, pakan dan kesehatan. Tingkat kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS termasuk dalam klasifikasi baik. Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS sudah sejahtera. Aktivitas harian yang sering dilakukan oleh individu dewasa dan remaja adalah aktivitas istirahat dan aktivitas yang sering dilakukan individu anak adalah bermain.

Kata kunci: kesejahteraan satwa, orangutan kalimantan, Pusat Primata Schmutzer

ABSTRACT

HESTILIA ANGGRAINI. Borneo orangutan (Pongo pygmaeus) Welfare Management and Daily Behavior in Schmutzer Primate Center. Supervised by LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASYUD.

Borneo Orangutan is one of protected large primate in Indonesia. Schmutzer Primate Center (PPS), Ragunan Zoo is one of conservation institute which preserve borneo orangutan. This research purposes are to identify the borneo orangutan welfare management, to asses the welfare rate, to study visitor perception toward the borneo orangutan welfare, and to study its daily behavior in PPS. The research result showed that the borneo orangutan welfare management focused on its cage, food, and health management. Borneo orangutan welfare rate in PPS was classified into „good‟. Visitors perception toward the borneo orangutan welfare management in PSS was already well-maintained. Dominating daily behavior of adult and adolescent was rest activity, whereas it was playing activity for juvenile.

(5)

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN DAN AKTIVITAS HARIAN

ORANGUTAN KALIMANTAN (

Pongo pygmaeus

) DI PUSAT

PRIMATA SCHMUTZER

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengelolaan Kesejahteraan dan Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer Nama : Hestilia Anggraini

NIM : E34100136

Disetujui oleh

Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing I

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

Judul Skripsi: Pengelolaan Kesejahteraan dan Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Pus at Primata Schmutzer

Nama : Hestilia Anggraini

NIM : E34100136

Disetujui oleh

4�

Ir Lin Nuriah MSi

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

0 9 APR 201l.

-��

( Dr Ir Burhanuddin MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai September 2014 ini ialah Pengelolaan Kesejahteraan dan Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Lin Nuriah Ginoga MSi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan, serta dosen dan staf Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah banyak membantu. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir Marsawitri Gumay selaku Kepala BLUD Taman Margasatwa Ragunan, Ibu drh Isminarti Aida selaku Kepala Seksi Kesejahteraan dan Peragaan Satwa dan Bapak Haerul Azhar yang telah memberikan izin serta mas Wawan, mas Made dan mas Dedi selaku perawat satwa yang telah mendampingi selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 47 atas semangatnya.

Kritik dan saran sangat diharapkan guna menyempurnakan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Deskripsi Orangutan Kalimantan di PPS 5

Pengelolaan Kesejahteraan Orangutan Kalimantan di PPS 7 Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kalimantan di PPS 16 Persepsi Pengunjung terhadap Kesejahteraan Orangutan Kalimantan 17

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan di PPS 19

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengambilan data 3

2 Klasifikasi dan jumlah pengunjung sebagai responden 4

3 Parameter kesejahteraan satwa 4

4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa 5

5 Umur orangutan kalimantan di PPS 6

6 Jenis, jumlah dan waktu pemberian pakan orangutan kalimantan di PPS 8 7 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh orangutan di kandang

enclosure di PPS 9

8 Jenis, gejala dan pengobatan terhadap orangutan yang sakit di PPS 10 9 Jenis, jumlah, ukuran, bahan pembuatan kandang dan perlengkapan

kandang orangutan kalimantan di PPS 11

10 Jenis pengkayaan kandang di PPS 14

11 Capaian implementasi kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS 16 12 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan orangutan

kalimantan di PPS 18

DAFTAR GAMBAR

1 Pakan orangutan kalimantan di PPS 7

2 Tempat minum orangutan di PPS 10

3 Kandang orangutan kalimantan di PPS 12

4 Kandang peraga sentral orangutan kalimantan di PPS 12 5 Kandang peraga enclosure orangutan kalimantan di PPS 13

6 Gua yang digunakan sebagai shelter di PPS 13

7 Pembersihan kandang orangutan di PPS 14

8 Pengkayaan kandang orangutan kalimantan di PPS 15

9 Latar Pendidikan dan pekerjaan pengunjung 18

10 Objek pengamatan aktivitas harian orangutan kalimantan 19 11 Persentase frekuensi aktivitas harian orangutan kalimantan 20 12 Grafik pola aktivitas individu anak orangutan di PPS 20

13 Grafik pola aktivitas individu remaja orangutan di PPS 21

14 Grafik pola aktivitas individu dewasa orangutan di PPS 22

15 Aktivitas istirahat orangutan 23

16 Aktivitas bermain orangutan 24

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan salah satu jenis primata besar yang terdapat di Pulau Kalimantan dan merupakan salah satu jenis satwa endemik Indonesia. Populasi orangutan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Penurunan populasi ini antara lain disebabkan oleh perburuan liar yang dilakukan terhadap orangutan yang dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan. Menurunnya populasi orangutan juga disebabkan oleh tekanan dari penduduk di sekitar hutan dan konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan (Meijaard dan Rijksen 2001).

Orangutan kalimantan dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui PP No 7 tahun 1999. Orangutan juga telah terdaftar dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) (CITES 2013). International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) juga telah memasukkan orangutan kalimantan ke dalam satwa dengan status endangered yaitu spesies yang mengalami kepunahan tinggi di habitat alaminya di masa yang akan datang (IUCN 2013).

Langkah yang dapat diambil untuk menghindari kepunahan orangutan kalimantan adalah dengan melakukan upaya konservasi. Upaya ini dapat dilakukan di habitat alaminya (in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ). Kebun Binatang Ragunan atau disebut juga dengan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan salah satu lembaga konservasi yang melakukan upaya konservasi satwa secara ex situ terhadap orangutan. Taman Margasatwa Ragunan memiliki tempat khusus untuk menampung koleksi primatanya yang dikenal dengan Pusat Primata Schmutzer, dan salah satu koleksinya adalah orangutan kalimantan.

Prinsip yang harus dipenuhi oleh setiap lembaga konservasi yang melakukan konservasi ex situ satwa adalah prinsip kesejahteraan satwa (animal welfare). Prinsip kesejahteraan satwa merupakan indikator tentang gambaran praktek pengelolaan yang dilakukan suatu lembaga konservasi. Dalam pengelolaan satwa ex situ, aktivitas satwa juga perlu diperhatikan, karena dengan mengetahui pola perilaku satwa khususnya di dalam kandang kita dapat menentukan bagaimana pengelolaan yang tepat sesuai pola aktivitasnya. Berdasarkan pemikiran tersebut penelitian mengenai pengelolaan kesejahteraan dan aktivitas harian orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan menjadi penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan di Pusat Primata Schmutzer.

(13)

2

3. Mengkaji persepsi pengunjung mengenai kesejahteraan orangutan kalimantan di Pusat Primata Schmutzer.

4. Mengkaji aktivitas harian orangutan kalimantan di Pusat Primata Schmutzer.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai data dasar untuk menjadi pertimbangan dalam melakukan perbaikan dan pengembangan pengelolaan orangutan kalimantan oleh pihak pengelola dalam memenuhi prinsip pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan di TMR.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Pusat Primata Schmutzer (PPS), Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Pusat Primata Schmutzer ini didirikan oleh Nyonya Schmutzer seorang pencinta satwa dan Yayasan Gibbon Foundation. Satwa yang terdapat di PPS berasal dari sitaan, pemberian sukarela dan dari hasil reproduksi satwa di PPS. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah pH meter, kamera, termometer dry wet, panduan wawancara, alat tulis menulis dan meteran. Adapun bahan yang digunakan yaitu tallysheet. Objek penelitian yaitu orangutan kalimantan.

Jenis dan Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan, persepsi pengunjung dan aktivitas hariannya di PPS. Data sekunder merupakan data yang digunakan sebagai penunjang data primer, meliputi kondisi umum dan fasilitas penunjang di lokasi pengamatan.

(14)

3 Pengamatan aktivitas harian orangutan kalimantan di dalam kandang dilakukan dengan metode focal animal sampling (Martin dan Bateson 1988). Pengamatan dilakukan terhadap tiga individu yang terdiri dari anak, remaja dan dewasa. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.00-16.00 WIB dengan interval waktu 10 menit selama 14 hari.

Pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran kondisi air minum dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan menggunakan termometer dry wet pada ketinggian 1,5 meter di atas permukaan tanah (Suyanti et al. 2008), dilakukan tiga kali yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 12.00WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB selama penelitian. Pengukuran dimensi kandang dengan mengukur panjang dan lebar kandang. Pengukuran jumlah pakan dilakukan dengan cara menimbang pakan yang diberikan kepada satwa.

Wawancara mendalam dilakukan kepada pengelola atau staff, dokter hewan, animal keeper dan pengunjung secara terbuka dan tidak kaku dengan berpedoman pada daftar pertanyaan.

Tabel 1 Jenis dan metode pengambilan data

No Jenis Data Metode Pengambilan Data

Pengamatan Pengukuran Wawancara 1 Pengelolaan kesejahteraan

orangutan kalimantan

A. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus

√ √ √

B. Aspek bebas dari rasa tidak nyaman

√ √ √

C.Aspek bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit

√ √

D.Aspek bebas berperilaku alami √ √ √

E. Aspek bebas dari rasa takut dan menderita

√ √

2 Persepsi pengunjung √

3 Aktivitas harian orangutan kalimantan

(15)

4

Tabel 2 Klasifikasi dan jumlah pengunjung sebagai responden

Klasifikasi Umur (tahun) Jumlah (orang)

Remaja 13-19 25

Dewasa muda 20-24 25

Dewasa 25-50 25

Tua >50 25

Jumlah 100

Analisis Data

Analisis data pengelolaan kesejahteraan satwa

Data kesejahteraan satwa di PPS yang terkumpul diolah dengan menggunakan metode penilaian yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal PHKA No.6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi yaitu dengan memberikan nilai pada setiap variabel. Nilai untuk setiap variabel adalah 1= buruk (tidak ada ketetapan pengelola), 2= kurang (ada ketetapan namun tidak sesuai), 3= cukup (ada ketetapan, sesuai, namun tidak dijalankan), 4= baik (ada ketetapan, sesuai, namun baru sebagian yang dijalankan) dan 5= memuaskan (ada ketetapan, sesuai, sudah dijalankan). Penilaian dilakukan berdasarkan rataan dari penilaian oleh peneliti dan pengelola, dengan lima penilaian kesejahteraan satwa yang memiliki berbagai kriteria. Total nilai dari setiap parameter dimasukkan ke dalam kolom skoring (Tabel 3).

Penentuan bobot komponen dilakukan berdasarkan tingkat kepentingannya, dalam hal ini komponen bebas dari rasa lapar dan haus memiliki bobot yang paling tinggi (bobot 30) karena pakan merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup satwa karena menurut Thohari (1987) makanan merupakan pemegang peranan penting dalam suatu usaha penangkaran atau konservasi exsitu. Bobot untuk komponen bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit serta bebas dari rasa tidak nyaman diberikan bobot yang sama (bobot 20) begitu pula untuk bobot komponen bebas berperilaku alami dan bebas dari rasa takut dan menderita juga diberi bobot yang sama (bobot 15), karena komponen-komponen tersebut memiliki kesepadanan makna dengan kepentingan yang sama (Tabel 3).

Tabel 3 Parameter kesejahteraan satwa

No Komponen Bobot Skoring Nilai

terbobot 1 Bebas dari rasa lapar dan haus 30 1 - 5 30 – 150 2 Bebas dari rasa sakit, luka dan

penyakit

20 1 - 5 20 – 100 3 Bebas dari rasa tidak nyaman 20 1 - 5 20 – 100

4 Bebas berprilaku alami 15 1 - 5 15 – 75

5 Bebas dari rasa takut dan menderita 15 1 - 5 15 – 75

Total 100

(16)

5 Nilai kesejahteraan satwa dihitung dengan menggunakan rumus:

Skor penilaian dimasukkan ke dalam klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa dengan empat kategori klasifikasi nilai kesejahteraan satwa yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik sesuai Peraturan Direktur Jendral PHKA No.6 Tahun 2011 (Tabel 4).

Tabel 4 Klasifikasi penilaian kesejateraan satwa

No Klasifikasi penilaian Skor

1 Sangat baik 80,00-100

2 Baik 70,00-79,99

3 Cukup 60,00-69,99

4 Kurang < 60

Analisis data persepsi pengunjung

Data hasil wawancara mengenai persepsi pengunjung mengenai kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS disajikan dalam bentuk persentase dan dianalisis secara deskriptif.

Analisis data aktivitas harian

Data hasil pengamatan aktivitas harian di dalam kandang dianalisis secara deskriptif. Untuk mempermudah interpretasi hasil data olahan disajikan dalam bentuk gambar atau grafik. Perhitungan nilai persentase frekuensi perilaku mengacu kepada Sudjana (1992) dengan menggunakan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Orangutan Kalimantan di Pusat Primata Schmutzer

Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) yang terdapat di Taman Margasatwa Ragunan berjumlah 39 individu, terdiri dari 20 individu jantan, 18 individu betina dan 1 individu belum diketahui jenis kelaminnya. Khusus di Pusat Primata Schmutzer, jumlah orangutan kalimantan yang dikoleksi berjumlah sembilan individu, dengan rincian empat betina dewasa, dua betina remaja, dua jantan anakan dan satu betina anakan.

(17)

6

Tabel 5 Umur orangutan kalimantan di PPS N saat ini berumur 17 tahun 4 Mada Betina Maret 2005 pada saat umur 1.5 tahun saat ini berumur 10.5 tahun

6 Olief Betina remaja 7 - 12 Hasil reproduksi Billy dengan Gombloh, lahir tahun 2007, saat ini berumur 7 tahun

7 Bejo Jantan 2010 saat ini berumur 4 tahun

*Sumber : Galdikas (1984)

(18)

7

Pengelolaan Kesejahteraan Orangutan Kalimantan

Aspek bebas dari rasa lapar dan haus

Aspek bebas dari rasa lapar dan haus dipenuhi dengan mencukupi kebutuhan pakan dan air. Pemenuhan aspek pakan dapat dilihat dari jenis dan jumlah pakan yang diberikan. Jenis dan jumlah pakan yang diberikan tergantung banyaknya pakan yang dikirim dari gudang pakan pusat. Jika pakan yang dikirim dalam jumlah banyak maka pakan yang diberikan juga dalam jumlah yang banyak, begitupun sebaliknya. Pakan orangutan kalimantan di PPS dikirim dari gudang pakan pusat untuk kebutuhan makan dua hari, sehingga pakan yang diberikan selalu dalam kondisi segar. Pakan yang diberikan dibedakan menjadi dua kategori yaitu pakan utama dan pakan tambahan (Gambar 1).

Gambar 1 Pakan orangutan kalimantan di PPS a. Pakan utama b. Pakan tambahan

Pemberian pakan orangutan dilakukan oleh perawat satwa (animal keeper) dengan cara mencampur buah dan sayuran, untuk buah yang berukuran besar seperti melon dan pepaya akan dipotong menjadi beberapa bagian dan untuk buah kelapa langsung diberikan kepada orangutan, karena orangutan mampu membuka buah kelapa dengan menggunakan gigi dan tangannya.

Jenis dan jumlah pakan yang diberikan yang terdapat pada tabel 6 untuk memenuhi kebutuhan tiga individu orangutan kalimantan yaitu anak, remaja dan dewasa. Berdasarkan asumsi untuk bahan kebutuhan pakan harian suatu jenis satwa adalah 10% dari bobot badannya, maka kebutuhan pakan untuk anak orangutan kalimantan dengan asumsi berat badan 10 kg adalah sebanyak 1 kg, untuk individu remaja dengan asumsi berat badan 20 kg adalah 2 kg dan untuk individu dewasa dengan asumsi berat badan 30 kg adalah 3 kg. Ini berarti bahwa jumlah pakan yang diberikan oleh pengelola yaitu antara 6 kg sampai 8 kg per hari dapat dipandang sudah memenuhi kebutuhan minimum pakan orangutan kalimantan. Asumsi bobot badan orangutan kalimantan mengacu kepada Galdikas (1984).

Jenis pakan utama yang diberikan kepada orangutan di PPS sudah sesuai dengan pakan orangutan di alamnya yaitu dengan pemberian jenis buah-buahan dalam jumlah yang lebih banyak. Menurut Sinaga (1992) jenis makanan yang dimakan oleh orangutan di alam adalah buah-buahan, bunga, kulit kayu, daun muda, rayap dan jamur. Pakan tambahan diberikan tergantung kepada jenis yang tersedia. Pemberian pakan tambahan berupa roti tawar, telur rebus dan susu asam dimaksudkan untuk meningkatkan dan menjaga daya tahan tubuh orangutan, namun dalam praktek pemberiannya perlu diperhatikan lagi karena jenis pakan

(19)

8

tersebut kurang sesuai karena orangutan di alam tidak mengkonsumsi jenis pakan tersebut.

Tabel 6 Jenis, jumlah dan waktu pemberian pakan orangutan kalimantan di PPS N

o

Kategori Pakan

Jenis Pakan Nama Ilmiah Jumlah Pakan

Pepaya Carica papaya 500 gr

Tomat Solanum

lycopersicum

500 gr Markisa Passiflora edulis 250 gr Semangka Citrulus vulgaris 250 gr Belimbing Averhoa bilimbi 250 gr Bengkuang Pachyrrhizus erosusi 250 gr Jambu biji Eugenia malaccensis 250 gr Ketimun Cucumis sativus 250 gr

Pear Pyrus communis 250 gr

Terong Solanum molongenae

250 gr

Melon Cucumis melo 250 gr

Jeruk Citrus sp. 250 gr

Sirsak Annona muricata 200 gr

Nanas Ananas comosus 200 gr

Apel Pyrus malus 200 gr

Wortel Daucus carota 200 gr

Brokoli Brassica oleracea 100 gr Kangkung Ipomoea reptana 100 gr

Letuce Lactuca sativa 100 gr

Kacang panjang

Vigna sinensis 100 gr

Paprika Capsicum annuum 100 gr

Pakcoy Brassica rapa 100 gr

Pisang Musa paradisiaca 1-2 sisir 2 Pakan

tambahan

Kacang tanah Arachis hypogaea 250 gr 13.00 WIB Kuaci Helianthus annus 250 gr

Anggur Vitis vinera 250 gr

Lengkeng Dimocarpus longan 250 gr

Kurma 100 gr

Buah kelapa Cocos nucifera 1 buah

Roti tawar ± 100 gr

Madu ± 100 ml

Susu asam ± 65 ml

Telur rebus 1-2 butir

(20)

9 Orangutan kalimantan yang dilepaskan di kandang enclosure juga memanfaatkan tumbuhan yang ada di dalam kandang enclosure (Tabel 7). Pakan orangutan di alam diantaranya yaitu buah bandang (Borassodendron bomeensis), mata pelanduk (Baccaurea stipulata), terap (Arthocarpus anisophyllus), kapul (Baccaurea macrocapd), banitan (Polyalthia sumatrand), kempas (Kompassia spp), Monocarpia euneura, Diospyros sp, orangutan juga memakan bunga lae (Durio aaitifolius), umbut rotan, umbut Zingiberaceae serta kulit kayu (Kuncoro et al. 2008). Gironniera nervosa (siluk), Xanthophyllum rufum (minyak berok), Tetrameristra glabra (punak), Chaetocarpus castanocarpus (Galdikas 1984). Orangutan di alam juga memakan simpur (Dilenia reticulata), rambutan, jambu, nangka, manggis, petai, ficus dan durian. Ficus merupakan sumber pakan alami orangutan yang sangat penting Zuraida (2004).

Tabel 7 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh orangutan di kandang enclosure di PPS

No Nama tumbuhan Nama ilmiah Manfaat

1 Glodokan tiang Polyathea longifolia Makanan dan kulit buah dipakai untuk membuat sarang

2 Merbau Instia bijuga Untuk membuat sarang 3 Ketapang Terminalia catappa Buahnya dimakan 4 Angsana Pterocarpus indicus Kulit kayu dipakai untuk

membuat sarang 5 Kelapa Cocos nucifera Buahnya dimakan

6 Lamtoro Leucaena

leucocephala

Hampir semua dari bagian pohon ini dimanfaatkan oleh orangutan

7 Belimbing Averhoa bilimbi Buahnya dimakan 8 Srikaya Annona squamosa Buahnya dimakan

9 Ficus Ficus spp Buah

Dirjen PHKA (2011) menyebutkan bahwa syarat pakan bagi satwa diantaranya adalah pakan harus bersih, segar, dan bebas dari kontaminasi, cocok dan sesuai selera satwa, tidak menimbulkan gangguan metabolisme, pakan harus dalam jumlah yang cukup, mutu baik, seimbang dan bervariasi.

Air juga menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi satwa, karena digunakan untuk minum. Air yang diberikan atau disediakan di PPS adalah air tanah dengan tempat minum yang sudah permanen (water nipple) di kandang sentral dan kolam di kandang enclosure (Gambar 2). Hasil pengukuran kualitas air minum diketahui air yang digunakan memiliki pH 6, berarti kualitas air yang diminum cukup bagus, karena menurut Gambiro (2012) nilai pH air normal adalah 6.00-8.00. Orangutan di alam minum air dari sungai, genangan rawa dan lubang-lubang di dalam pohon (Galdikas 1984).

Dimocarpus longan

ocos nucifera

(21)

10

Gambar 2 Tempat minum orangutan kalimantan di PPS a. Water nipple b. Kolam

Aspek bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit

Hasil pengamatan diketahui tidak ada tanda-tanda orangutan kalimantan yang sedang sakit. Pengecekan kesehatan dilakukan oleh perawat satwa setiap hari sebelum orangutan dikeluarkan ke dalam kandang peraga. Pengecekan dilakukan dengan melihat kotoran dan sisa makanan orangutan. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan dilakukan berdasarkan laporan perawat satwa. FAWC (2009) menyatakan bahwa bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit adalah pencegahan, pengobatan dan perawatan cepat terhadap sakit, luka dan penyakit satwa. Hasil wawancara dengan perawat satwa, diketahui bahwa penyakit yang pernah diderita oleh orangutan kalimantan adalah diare, jamur dan infeksi saluran pernafasan (batuk dan pilek). Berikut adalah jenis, gejala, dan pengobatan yang dilakukan dalam mengobati penyakit tersebut (Tabel 8).

Tabel 8 Jenis, gejala dan pengobatan terhadap orangutan kalimantan yang sakit di PPS

No Jenis penyakit Gejala Pengobatan

1 Diare Satwa tidak nafsu makan dan kotoranya berupa cairan

Pemberian antibiotik dan obat anti diare yaitu Mebendazole

3 Jamur Adanya bintik-bintik putih seperti koreng

Pemberian obat anti jamur (Ceteme)

Sebagai tindakan pencegahan penyakit sekaligus untuk meningkatkan daya tahan tubuh orangutan diberi vitamin dan obat. Vitamin yang diberikan yaitu B complex, becombion, vitamin C dan scott’s emulsion yang diberikan satu bulan sekali. Pemberian obat cacing untuk pencegahan dan pengobatan dilakukan tiga bulan sekali. Menurut McArdle (1972) dalam Trisaputra (2009) pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui penanganan aspek pengandangan dan pemberian makanan yang baik.

Fasilitas medis yang terdapat di lokasi penelitian adalah laboratorium parasit, ambulance, laboratorium darah, rontgen, USG, ruang operasi, mesin anastesi, dan gudang obat yang terjaga kebersihannya.

(22)

11

Aspek bebas dari rasa tidak nyaman

Aspek bebas dari rasa tidak nyaman dapat diketahui dengan melihat kondisi suhu, kelembaban, bentuk shelter/cover, bahan pembuat kandang dan kebersihan kandang. Aspek bebas dari rasa tidak nyaman yaitu dengan memperhatikan lingkungan yang sesuai termasuk tempat tinggal dan tempat istirahat yang nyaman bagi satwa (FAWC 2009). Kondisi suhu dan kelembaban kandang merupakan salah satu aspek penting yang terkait rasa nyaman satwa. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban kandang diketahui suhu rata-rata kandang orangutan kalimantan adalah 30.5 0C. Suhu kandang pada pagi hari adalah 27.9 0C, siang hari 32 0C dan sore hari 31.8 0C. Kelembaban rata-rata kandang orangutan adalah 50%-70%. Suhu dan kelembaban orangutan kalimantan di PPS juga berbeda dengan suhu dan kelembaban orangutan kalimantan di alam. Menurut Rahman (2010) suhu di alam berkisar antara 24 0C – 27 0C, dan kelembabannya berkisar antara 95%-86%. Suhu dan kelembaban ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas orangutan di dalam kandang, karena pada saat suhu panas orangutan cenderung diam atau tidak banyak melakukan aktivitas. Menurut Yani et al. (2007) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suhu di dalam kandang diantaranya adalah radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam kandang, produksi panas oleh tubuh satwa dan kondisi konstruksi kandang.

Kandang orangutan kalimantan di PPS terdiri dari dua jenis kandang yaitu kandang tidur dan kandang peraga. Kandang peraga terdiri dari dua jenis kandang yaitu kandang sentral dan kandang enclosure (Tabel 9).

Tabel 9 Jenis, jumlah, ukuran, bahan pembuatan kandang dan perlengkapan kandang orangutan kalimantan di PPS

(23)

12

individu orangutan; kandang yang diisi oleh lebih dari satu individu adalah induk dengan anaknya. Kandang tidur tidak memiliki perlengkapan di dalam kandang. Kandang tidur yang satu dengan yang lainnya dan kandang tidur dengan kandang enclosure dibatasi oleh pintu sorong.

Gambar 3 Kandang orangutan kalimantan di PPS a. Kandang tidur b. Sketsa kandang tidur

Kandang peraga orangutan di PPS dibagi menjadi dua unit yaitu kandang sentral dan kandang enclosure. Kandang sentral berfungsi untuk peragaan satwa (Gambar 4) memiliki ukuran 21.5x5m. Kandang sentral biasanya ditempati oleh 2-3 individu orangutan. Kandang enclosure (Gambar 5) juga berfungsi untuk peragaan orangutan tapi bedanya kandang enclosure didisain seperti habitat alami orangutan di alam. Kandang enclosure memiliki luas 1 ha dan bisa ditempati lebih dari 3 individu orangutan. Pelepasan orangutan di kandang sentral dengan kandang enclosure dilakukan secara bergantian untuk mengurangi kebosanan orangutan di dalam kandang sentral. Kedua kandang peraga ini berbentuk terbuka sehingga sirkulasi udara dan sinar matahari cukup baik.

Gambar 4 Kandang peraga sentral orangutan kalimantan di PPS a. Kandang sentral b. Sketsa kandang sentral

Kandang peraga orangutan kalimantan di PPS sudah memenuhi syarat minimum kandang, sedangkan untuk kandang tidur belum semuanya memenuhi syarat minimum kandang. Dirjen PHKA (2011) menyatakan bahwa syarat kandang dalam pengelolaan dan perawatan satwa diantaranya luas kandang harus cukup untuk satwa bergerak secara bebas, harus ada enhrichment, kontruksi kandang harus kuat sehingga tidak membahayakan satwa, terdapat tempat untuk berlindung satwa, ketersediaan udara yang segar dan ketersediaan kualitas air.

Luas kandang peraga dan kandang tidur yang terdapat di Pusat Primata Schmutzer Ragunan sudah mencukupi kebutuhan satwa untuk bergerak. Menurut

a

a

b

(24)

13 Commission on Life Sciences National Research Council (1996) untuk kelompok kera yang memiliki berat badan lebih dari 35 kg membutuhkan minimal luas kandang 1.35 m2 untuk satu individu satwa.

Gambar 5 Kandang peraga enclosure orangutan kalimantan di PPS a. Kandang enclosure b. Sketsa kandang enclosure

Kandang peraga juga dilengkapi dengan shelter. Untuk kandang sentral, disediakan shelter berbentuk gua sedangkan untuk kandang enclosure shelter yang digunakan oleh orangutan adalah vegetasi yang ada di dalam kandang. Shelter berfungsi untuk tempat berlindung orangutan dari sinar matahari dan cuaca yang buruk. Orangutan di alam memanfaatkan vegetasi yang ada untuk tempat berlindungnya. Menurut Nowak (1999) orangutan di alam memanfaatkan ranting yang berdaun lebat di atas kepala atau lehernya untuk menghindari dari cuaca terik. Gambar shelter orangutan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Gua yang digunakan sebagai shelter di PPS

Pembersihan kandang (Gambar 7) dilakukan setiap hari. Kandang tidur dibersihkan pada pagi hari setelah orangutan dikeluarkan ke kandang peraga. Kandang tidur dibersihkan dengan penyiraman air yang diberi desnfektan yakni untuk membersihkan kandang dari sisa pakan dan kotoran. Kandang sentral dibersihkan setiap sore hari setelah orangutan dimasukkan ke kandang tidur. Pembersihan kandang sentral dilakukan dengan cara menyapu sisa pakan, dan menyiram dengan air untuk menghilangkan debu tanah dan juga untuk menjaga kelembaban di dalam kandang agar tidak terlalu kering. Adapun kandang enclosure dibersihkan sebulan sekali dengan cara pemotongan rumput dan ranting pohon, serta pembersihan kolam. Menurut Sajuthi (1984) pembersihan kandang minimal dilakukan satu kali dalam sehari.

Setio dan Takandjandji (2007) mengatakan bahwa tindakan yang dibutuhkan untuk menjaga kebersihan kandang adalah:

(25)

14

a. Mengeruk, menyikat dan menyapu kotoran yang melekat pada bagian-bagian kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disiapkan.

b. Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang telah dibersihkan secara rutin.

c. Menyemprot kandang dengan desinfektan secara reguler satu bulan sekali.

Gambar 7 Pembersihan kandang orangutan di PPS

Aspek bebas berperilaku alami

Bebas berperilaku alami merupakan kebebasan satwa untuk berperilaku seperti di habitat alaminya (Ecclestone 2009). Perilaku orangutan di habitat alaminya dilihat dari orangutan yang termasuk satwa arboreal, aktivitas bergerak, bermain dan membuat sarang. Untuk mendukung orangutan berperilaku seperti di habitat alaminya maka di dalam kandang diperlukan sarana dan prasarana yang sesuai, yang lazim disebut dengan pengkayaan kandang (enrichment). Jenis pengkayaan kandang yang terdapat di PPS berupa tali, ban, vegetasi pohon bola dan pohon artifisial (Tabel 10 ; Gambar 8).

Tabel 10 Jenis pengkayaan kandang orangutan di PPS No Jenis Kandang Pengkayaan (enrichment)

1 Kandang tidur -

2 Kandang sentral Tali, ban, pohon artifisial

(26)

15

Gambar 8 Pengkayaan kandang orangutan kalimantan di PPS : a. Pohon artifisial b. Ban

Orangutan kalimantan di PPS juga diketahui mampu membuat sarang di pohon yang terdapat di kandang enclosure. Berdasarkan wawancara dengan perawat satwa orangutan kalimantan di PPS diketahui telah beberapa kali melakukan aktivitas pembuatan sarang, dengan memanfaatkan vegetasi yang ada di dalam kandang enclosure seperti cabang pohon yang kuat, ranting-ranting pohon dan daun muda. Pembuatan sarang merupakan aktivitas alami yang dilakukan oleh orangutan liar. Hasil wawancara dengan perawat satwa juga diketahui bahwa pembuatan sarang oleh orangutan di PPS dilakukan pada siang hari. Kuncoro (2004) menyatakan bahwa sebagian besar pembuatan sarang oleh orangutan rehabilitan di hutan lindung Pegunungan Meratus tidak dilakukan pada malam hari. Berbeda dengan penelitian Galdikas (1984) bahwa pembuatan sarang baru selalu dilakukan pada malam hari.

Orangutan kalimantan di PPS menggunakan satu sarang lebih dari satu kali dan mereka hanya memperbaiki sarang yang telah digunakan sebelumnya. Aktivitas ini juga dilakukan oleh orangutan kalimantan di alam, karena menurut Muin (2007) orangutan liar membangun sarang baru setiap hari, namun kadang juga ditemukan orangutan liar menggunakan sarang lamanya dengan cara merekontruksi sarang tersebut. Hal ini juga disampaikan oleh Kuncoro (2004) bahwa sebagian orangutan membuat sarang baru bila akan beristirahat dan sebagian lainnya memilih menggunakan sarang yang lama atau memperbaiki sarang yang rusak atau kurang kokoh sebagai tempat istirahat.

Aspek bebas dari rasa takut dan menderita

Mencegah dari rasa takut dan menderita merupakan konsep akhir kesejahteraan satwa. Hasil wawancara dengan perawat satwa diketahui bahwa pengelolaan yang dilakukan pada aspek bebas dari rasa takut dan menderita antara lain penanganan satwa yang baru datang dan penanganan satwa yang stress. Penanganan satwa yang baru datang, diawali dengan pemeriksaan kondisi kesehatan oleh dokter hewan sebelum di masukkan ke dalam kandang. Satwa yang dinyatakan sehat akan dimasukkan ke dalam kandang bersama dengan sejenisnya sedangkan satwa yang tidak sehat akan di masukkan ke dalam kandang karantina.

Ciri-ciri orangutan yang takut berdasarkan hasil wawancara adalah orangutan akan menghindar atau bersembunyi jika dirinya merasa terancam. Untuk anak biasanya akan bersembunyi dibelakang induknya dan orangutan tidak mau masuk ke dalam kandang. Rasa takut ini biasanya akan muncul saat melihat orang baru dari jarak dekat. Perlakuan oleh perawat satwa adalah dengan

(27)

16

melakukan pendekatan dengan orangutan. Menurut Jones (1997) rasa takut merupakan emosi dasar yang dapat dijumpai pada satwa sebagai respon dari lingkungan fisik dan sosialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa rasa takut pada satwa dalam kondisi tertentu dapat membahayakan mental, pertumbuhan dan reproduksi satwa itu sendiri.

Ciri-ciri orangutan yang mengalami stress dilihat dari rambutnya, karena biasanya orangutan yang mengalami stress rambutnya akan berdiri, konsumsi terhadap makanan berkurang dan orangutan akan memukul-mukul kandangnya. Penanganan yang dilakukan yaitu dengan memisahkan kandang orangutan yang stress dengan yang lainnya, juga orangutan tersebut tidak dikeluarkan ke kandang peraga. Jones (1997) menyatakan bahwa pengelolaan dalam menghadapi satwa stress dapat dilakukan dengan pengadaan area pakan, shelter yang sesuai dan stimulus lainnya yang membuat satwa nyaman.

Kondisi orangutan di PPS saat penelitian tidak ada yang mengalami rasa takut dan menderita. Orangutan di PPS juga telah mampu beradaptasi dengan baik ditandai dengan kemampuan menghasilkan keturunan. Masyud (2002) menyatakan bahwa suatu penangkaran dinilai berhasil jika dapat mengembangbiakan satwa yang ditangkarkan. Hal ini dapat menjadi ciri bahwa satwa tersebut telah dikelola dengan baik dan mampu beradaptasi baik dengan lingkungannya.

Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kalimantan di Pusat Primata Schmutzer

Peraturan Direktur Jendral Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam No.P.9/IV-SET/2011 pada pasal 1 menyebutkan bahwa kesejahteraan satwa adalah keberlangsungan hidup satwa yang perlu diperhatikan oleh pengelola agar satwa hidup sehat, cukup pakan, dapat mengekpresikan perilaku secara normal serta tumbuh dan berkembangbiak dengan baik dalam lingkungan yang aman dan nyaman.

Hasil pengamatan lapang dan wawancara yang dilakukan dengan pengelola menunjukkan capaian implementasi kesejahteraan orangutan kalimantan di Pusat Primata Schmutzer yang mengacu kepada lima prinsip kesejahteraan satwa dengan skor penilaian sebesar 73.4 (Tabel 11)

Tabel 11 Capaian implementasi kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS

No Komponen Bobot Skoring Nilai

Terbobot 1 Bebas dari rasa lapar dan haus 30 3.4 102 2 Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit 20 3.9 78

3 Bebas dari rasa tidak nyaman 20 3.6 72

4 Bebas berperilaku alami 15 3.9 59

5 Bebas dari rasa takut dan menderita 15 3.75 56

Total 367

Skor penilaian 73.4

Klasifikasi Baik

(28)

17 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS termasuk dalam klasifikasi baik (73.4). Secara umum, klasifikasi ini memiliki arti bahwa kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS diperhatikan oleh pengelola. Penilaian terhadap orangutan sebelumnya telah dilakukan oleh COP (Centre for Orangutan Protection) pada tahun 2009 terhadap lima kebun binatang terbesar di Indonesia yang salah satunya adalah kebun binatang ragunan yang dilakukan dengan menempatkan orangutan di kandang berjeruji dan kandang terbuka, dan hasilnya menunjukkan bahwa orangutan di kandang terbuka kondisinya lebih baik dari pada orangutan yang ditempatkan di kandang yang berjeruji (COP 2011). Beradasarkan hasil analisis yang dilakukan terdapat beberapa yang perlu ditambahkan maupun diperbaiki yang sebaiknya dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS.

Aspek bebas dari rasa haus dan lapar dalam praktik pengelolaannya sudah baik hal ini ditandai dengan pemberian pakan yang sesuai dengan pakan orangutan di alamnya yaitu buah-buahan dan sayuran. Menurut Napier dan Napier (1985) pakan orangutan dapat berubah-ubah tergantung ketersediaan pakan di alamnya, ketika musim buah orangutan akan mengosumsi buah 100% tetapi saat tidak musim buah orangutan akan memakan dedaunan, kulit kayu dan serangga. Praktik pengelolaan yang perlu di perbaiki pada aspek ini yaitu pendistribusian pakan ke seluruh areal kandang agar orangutan terdorong untuk mencarinya sendiri, selain itu ketersediaan tempat pakan diseluruh areal kandang juga perlu untuk ditambahkan agar pakan yang diberikan tidak terkontaminasi.

Aspek bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit sudah baik yang ditandai dengan adanya pemberian vitamin, pemeriksaan kondisi fisik dan kesehatan orangutan oleh perawat satwa setiap hari. Praktik pengelolaan yang sudah baik pada aspek bebas dari rasa tidak nyaman yaitu ketersediaan ventilasi yang cukup dan kondisi kandang yang sudah sesuai dengan kebutuhan orangutan. Aspek bebas berperilaku alami dalam praktik pengelolaannya sudah cukup baik, praktik pengelolaan yang sudah baik yaitu kondisi kandang dan pengkayaan kandang sudah sesuai dengan kebutuhan orangutan dalam melakukan aktivitasnya.

Praktik pengelolaan bebas dari rasa takut dan menderita sudah cukup baik, praktik ini dapat dilihat dengan tidak adanya orangutan yang mengalami rasa takut dan stress. Ecclestone (2009) menyatakan bahwa bebas dari rasa takut dan menderita adalah jaminan kondisi dan perlakuan satwa yang baik untuk menghindari satwa dari ancaman takut dan stress. Praktik pengelolaan yang perlu ditambah pada aspek ini yaitu perlunya ketersediaan kandang khusus untuk orangutan yang sedang bunting.

Persepsi Pengunjung terhadap Kesejahteraan Orangutan Kalimantan di Pusat Primata Schmutzer

Karakteristik pengunjung

(29)

18

dari kondisi jalan dan kemudahan mendapatkan transportasi umum akan memberikan arti bagi pengunjung sehingga akan menumbuhkan keinginan untuk berkunjung kembali. Jenis kelamin pengunjung yang paling banyak datang ke Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan adalah perempuan yaitu sebanyak 57%.

Latar belakang pendidikan pengunjung yang datang ke Pusat Primata Schmutzer paling banyak adalah sarjana yaitu sebanyak 52 % (Gambar 10a). Persentase pekerjaan pengunjung paling banyak adalah karyawan kantor yaitu sebanyak 40% (Gambar 10b).

Gambar 10 Latar pendidikan dan pekerjaan pengunjung a. Latar pendidikan b. Pekerjaan

Persepsi pengunjung

Persepi pengunjung Pusat Primata Schmutzer terhadap kesejahteraan orangutan kalimantan, fasilitas dan pelayan TMR dapat dilihat pada Tabel 12. Persepsi adalah pengindraan terhadap kesan yang ditimbulkan dari lingkungan (Effendy 1984).

Tabel 12 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan orangutan kalimantan di PPS

Persepsi Kelas Umur (%) Rata-rata

(%)

Hasil penilaian pengunjung terhadap kondisi kesejahteraan orangutan kalimantan dilihat dari ukuran tubuh, makanan dan kondisi kandang menunjukkan bahwa 51% pengunjung mengatakan bahwa orangutan kalimantan di PPS sudah sejahtera dan 49% pengunjung mengatakan orangutan kalimantan masih kurang sejahtera. Alasan pengunjung mengatakan orangutan kalimantan sudah sejahtera

(30)

19 karena orangutan kalimantan bertubuh gemuk, makanannya melimpah dan sebagian kandang di PPS sudah seperti di alamnya.

Hasil rataan persentase dari pengunjung berdasarkan kelompok umur terhadap penilaian fasilitas dan pelayanan TMR menunjukkan 63% pengunjung mengatakan fasilitas dan pelayanan sudah memuaskan, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperbaiki seperti perbaikan papan interpretasi yang sudah ada.

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan di Pusat Primata Shmutzer

Individu orangutan kalimantan yang diamati yaitu anak, remaja dan dewasa (Gambar 11). Individu anak yang diamati memiliki ciri-ciri seperti ukuruan tubuh lebih kecil dari individu lainnya dan memiliki sedikit rambut berdiri di atas kepala. Ciri-ciri individu remaja yang diamati yaitu memiliki rambut yang banyak dibagian kepala dan bagian dada berwarna coklat terang. Individu dewasa yang diamati memiliki ciri-ciri seperti bagian dada dan hampir seluruh tubuh berwarna coklat kehitaman dengan sedikit rambut. Menurut Galdikas (1984) ciri-ciri individu anak berdasarkan sifat morfologinya yaitu wajah masih lebih putih dari pada individu yang lebih tua dan bercak-bercak putihnya semakin hilang. Ciri-ciri individu remaja berdasarkan sifat morfologinya wajah tetap putih dari pada individu yang lebih dewasa, ukuran tubuhnya lebih kecil dari individu dewasa. Ciri-ciri individu betina dewasa secara morfologi yaitu wajah sangat gelap, kadang-kadang berjanggut dan puting susu membesar.

Gambar 11 Objek pengamatan aktivitas harian orangutan kalimantan anak (a) remaja (b) dan dewasa (c)

Hasil pengamatan aktivitas terhadap individu anak, remaja dan dewasa orangutan kalimantan (Gambar 12) dapat dilihat bahwa aktivitas yang dominan dilakukan oleh individu anak adalah bermain yaitu 35.84% dari seluruh total aktivitasnya. Saczawa (2005) menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia anak orangutan maka anak orangutan lebih banyak bermain dan bergerak. Aktivitas dominan yang dilakukan oleh individu remaja dan dewasa adala istirahat yaitu 54.06% dan 49.71%. Aktivitas ini berbeda dengan orangutan liar yang lebih banyak melakukan aktivitas makan. Santosa et al.(2011) menyatakan bahwa rata-rata proporsi waktu untuk makan orangutan di hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur adalah 47%.

(31)

20

Gambar 12 Persentase frekuensi aktivitas harian orangutan kalimantan Perubahan aktivitas orangutan di PPS dengan orangutan yang hidup liar salah satunya yaitu orangutan kalimantan di PPS lebih banyak melakukan aktivitas hariannya diatas permukaan tanah hal ini berbeda dengan orangutan di alam. Cassella (2012) menyatakan bahwa orangutan rehabilitasi atau kebun binatang cenderung menghabiskan waktunya diatas permukaan tanah (terestrial) tidak seperti orangutan liar yang sebagian aktivitasnya adalah arboreal.

Hasil pengamatan aktivitas individu anak orangutan kalimantan di PPS berdasarkan jam pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Grafik pola aktivitas individu anak orangutan di PPS

25,86

makan istirahat bermain bergerak merawat diri

(32)

21 Hasil pengamatan aktivitas harian individu anak orangutan berdasarkan jam pengamatan dapat dilihat bahwa anak orangutan banyak melakukan aktivitas di pagi hari sekitar pukul 08.00-12.00 WIB, aktivitas anak orangutan kalimantan cenderung menurun pada siang hari sekitar pukul 12.00-13.00 WIB kemudian meningkat kembali pada pukul 13.00-16.00 WIB. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rijksen (1978) perilaku makan anak orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser banyak dilakukan pada pagi hari, perilaku bergerak banyak dilakukan pada sore hari sedangkan pada siang hari anak orangutan secara umum sangat sedikit melakukan aktivitas.

Hasil pengamatan aktivitas individu remaja dan dewasa orangutan kalimantan dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

Gambar 14 Grafik pola aktivitas individu remaja orangutan di PPS

(33)

22

Hasil pengamatan terhadap aktivitas individu remaja dan dewasa orangutan kalimantan berdasarkan jam pengamatan dapat dilihat bahwa antara orangutan remaja dan dewasa memiliki pola aktivitas yang hampir sama yaitu baik orangutan individu remaja maupun individu dewasa mengalami peningkatan aktivitas istirahat antara pukul 10.00-11.00 WIB. Hal ini hampir sama dengan penelitian Zuhra et al. (2009) aktivitas makan dan lokomosi orangutan menurun pada siang hari (pukul 10.30-13.00 WIB) dan meningkat kembali pada sore hari (pukul 13.30-16.00 WIB).

Gambar 15 Grafik pola aktivitas individu dewasa orangutan di PPS

1. Aktivitas makan

(34)

23 Hal ini dikarenakan pada pukul 08.00 WIB dan pukul 13.00 WIB dilakukan pemberian pakan oleh pengelola.

Rata-rata persentase aktivitas makan orangutan di alam yang meliputi pencarian makanan, memproses dan mengkonsumsi makanan membutuhkan waktu yang lama yaitu 47% dari waktu terjaganya (Santosa et al. 2011). Berbeda dengan orangutan di kebun binatang, hal ini dikarenakan di kebun binatang pakan telah disediakan oleh pengelola, berbeda dengan di alam yang membutuhkan proses dan waktu yang lama dalam mencari makanan karena pakan di alam bergantung kepada musim dan tidak selalu tersedia seperti di kebun binatang ataupun penangkaran.

Aktivitas lain yang teramati adalah aktivitas berbagi makanan yang dilakukan oleh individu dewasa dengan individu anak. Nowel dan Fletcher (2006) menyatakan bahwa aktivitas berbagi makanan merupakan aktivitas yang penting karena berguna untuk mengenalkan kepada individu muda berbagai jenis makanan yang dapat dikonsumsi maupun yang tidak dapat dikonsumsi.

2. Aktivitas istirahat

Aktivitas istirahat adalah aktivitas yang dilakukan orangutan pada saat tidak bergerak seperti duduk, berdiri dan tidur (Galdikas 1984). Aktivitas istirahat dominan dilakukan oleh individu remaja dan dewasa. Menurut Maple dan Hoff (1982) tentang perilaku anak gorila menyatakan bahwa ketika bayi anak gorila banyak melakukan aktivitas istirahat dan sedikit bermain, tapi ketika anak-anak gorila banyak melakukan aktivitas bergerak serta bermain dan sedikit istirahat, ketika dewasa perilaku bergerak dan bermain kembali menurun karena faktor bobot tubuh yang semakin besar.

Aktivitas istirahat individu orangutan paling banyak dilakukan sekitar pukul 10.00-13.00 WIB, hal ini disebabkan karena suhu yang terus meningkat pada siang hari. Menurut Santosa et al. (2011) orangutan kalimantan di alam pada siang hari lebih banyak melakukan aktivitas istirahat, kondisi cuaca yang cenderung panas pada siang hari menyebabkan orangutan mengurangi aktivitas makan dan bergeraknya. Aktivitas istirahat orangutan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Aktivitas istirahat orangutan

3. Aktivitas bermain

(35)

24

yaitu bermain dengan individu remaja dengan melakukan gulat. Pergulatan dilakukan dengan saling menarik rambut, menggigit, memegang kaki dan tangan individu lain. perilaku bergulat biasanya dilakukan oleh orangutan anak atau remaja (Rijksen 1978). Aktivitas bermain lebih banyak dilakukan oleh individu anak, remaja dan dewasa pada siang hari sekitar pukul 14.00-15.00 WIB.

Tanah berpasir di dalam kandang juga dijadikan objek permainan oleh individu anak dan remaja yaitu dengan cara mengumpulkan tanah kemudian melemparkan tanah berpasir tersebut ketubuh atau mukanya sendiri. Saat pengamatan juga terlihat aktivitas individu remaja bermain air, dari hasil pengamatan terlihat individu remaja sangat menyukai bermain air yang berasal dari water nipple. Individu remaja sering mengganjal water nipple dengan biji atau ranting sehingga airnya terus keluar dan membuat genangan, genangan air tersebut dipukul-pukul oleh individu remaja sehingga menimbulkan ciprakan, individu anak dan dewasa tidak pernah terlihat bermain air dan cenderung takut. Aktivitas bermain orangutan dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Aktivitas bermain orangutan

4. Aktivitas bergerak

Aktivitas bergerak pada primata meliputi berjalan, memanjat, melompat dan berlari (Alikodra 2002). Aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan oleh individu anak yaitu 18.94%. Aktivitas bergerak orangutan lebih banyak dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00-10.00 WIB, cenderung menurun pada siang hari sekitar pukul 10.00-13.00 WIB dan kembali meningkat pada pukul 13.00-16.00 WIB. Aktivitas bergerak yang dilakukan ketiga orangutan yang diamati antara lain aktivitas berpindah dari tanah menuju pohon, berpindah menuju pintu jeruji menuju kandang enclosure dan berpindah menuju pintu kandang tidur.

(36)

25

5. Aktivitas merawat diri

Aktivitas merawat diri (self care) adalah suatu perilau yang dilakukan oleh orangutan seperti membersihkan diri, menelisik diri sendiri, buang air kecil, defekasi, merenggangkan badan dan menguap (Maple 1980). Aktivitas merawat diri lebih banyak dilakukan oleh individu dewasa yaitu 16.76%. Aktivitas merawat diri yang dilakukan paling banyak yaitu menelisik diri sendiri menggunakan jari-jari tangan. Menurut Rijksen (1978) perilaku menelisik diri juga dilakukan oleh orangutan liar di alam. Aktivitas menelisik diri ini lebih banyak dilakukan pada siang hari yaitu pada pukul 14.00-15.00 WIB. Aktivitas merawat diri dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Aktivitas menelisik diri orangutan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS difokuskan kepada pengelolaan kandang, pengelolaan pakan dan pengelolaan kesehatan.

2. Tingkat kesejahteraan orangutan kalimantan yang ada di PPS termasuk kedalam klasifikasi baik dengan skor penilaian 74.3.

3. Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan orangutan kalimantan di PPS 51% sejahtera.

4. Aktivitas harian yang dilakukan dapat dilihat bahwa aktivitas paling banyak dilakukan oleh individu dewasa dan individu remaja adalah aktivitas istirahat sedangkan aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh individu anak adalah bermain.

Saran

(37)

26

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Atmojo IRW. 2008. Perilaku anak orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Safari Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Cassella CM. 2012. Relationships among captive orangutan diets, undesirable behaviors, and activity: implications for health and welfare [tesis]. Departement of Biology Case Western Reserve University.

[CITES] Convention on international trade in endangered species of wild fauna and flora. 2013. Appendices I, II, III [internet]. [diunduh 20 Maret 2014]. Tersedia pada: http://www.cites.org

Commission on Life Sciences National Research Council. 1996. Guide for the Care and Use of Laboratory Animals. Washington (US): National Academy Press.

[COP] Centre for Orangutan Protection. 2011. Penilaian terhadap orangutan di kebun binatang [internet]. [diunduh 22 Februari 2015]. Tersedia pada: http://www.orangutanprotection.com/indexina.php?menu=show_weblog.ph p&id=136&lang=ina.

[COP] Centre for Orangutan Protection. 2013. Pengkayaan kandang orangutan [internet]. [diunduh 3 Oktober 2014]. Tersedia pada: http://www.orangutanp rotection.com

[Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2011. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

[Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2011. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Eccleston KJ. 2009. Animal welfare di Jawa Timur: Model kesejahteraan binatang di Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang. Effendy OU. 1984. Hubungan Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung (ID):

Remaja Karya.

[FAWC] Fram Animal Welfare Council. 2009. Lima aspek kebebasan satwa [internet]. [diunduh 8 April 2014]. Tersedia pada: http://www.fawc.org.uk/freedoms.htm

Galdikas BMF. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

(38)

27 [IUCN] International union for conservation of nature and natural resources. 2013.

IUCN redlist [internet]. [diunduh 3 April 2014]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org

Jones RB. 1997. Animal Welfare: Fear and distres. Wallingford (GB): CABI Publishing.

Kuncoro P. 2004. Aktivitas harian orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) rehabilitan di Hutan Lindung Pegunungan Meratus, Kalimantan Timur [skripsi]. Bali (ID): Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Kuncoro P, Sudaryanto, Kusuma E. 2008. Perilaku dan jenis pakan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus 1760) di Kalimantan. Jurnal Biologi XI (2):64-69.

MacKinnon JR. 1974. The behavior and ecology of wild orangutan (Pongo pygmaeus). Animal Behavior 22:3-7.

Maple TL. 1980. Orang-utan Behavior (VanNostrand and Reinhold Primate Behavior and Development Series). New York (US): Van Nostrand Reinhold Company.

Maple TL, Hoff MP. 1982. Gorilla Behavior. New York (US): Van Nostrand Reinhold Company.

Martin P, Bateson P. 1988. Measuring Behaviour An Introduction Guide 2nd ed. Cambridge (US): Cambridge Univ Pr.

Masyud B. 2002. Penangkaran Cucak Rawa. Jakarta (ID): Agromedia.

Meijaard E, Rijksen HD. 2001. Di Ambang Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Kartikasari SN, penerjemah. Jakarta(ID): The Gibbon Foundation Indonesia. Terjemahan dari: The Status of Wild Orang-Utans at The Close of The Tweenty Century.

Muin A. 2007. Analisis tipologi pohon tempat bersarang dan karakteristik sarang orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of The Primates. Massachusetts (US): The MIT Press.

Nawangsari VA. 2014. Teknik pemeliharaan dan perilaku adaptasi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837) di Taman Satwa Cikembulan Garut [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Nowak RM. 1999. Walkers Primate Of The World. Baltimore (GB): The Johns Hopkins University Press.

Nowel AA, Fletcher AW. 2006. Food transfer in immature wild western lowland gorillas (Gorilla gorilla gorilla). Primate 47:294-299.

[PP] Peraturan Pemerintah. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

(39)

28

Rahayu E. 2005. Studi persepsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan kawasan Simpang Lima sebagai ruang terbuka publik [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Rianse U, Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Teori dan Aplikasi). Bandung (ID): Alfabeta.

Rijksen HD. 1978. A field study on sumatran orangutans (Pongo pygmaeus abelii Lesson 1827): Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen (NL): Madedelingen landbouwhogeschool.

Saczawa M. 2005. The types and duration of play in a solitary species (Pongo pygmaeus) versus a social spesies (Mandrillus leucophaeus ). Oxford Journal of Anthropology 1:1-10.

Sajuthi D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Santosa Y, Krisdijantoro A, Thohari M, Rahman DA. 2011. Analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linneaus 1760) di hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(2):109-117.

Setio P, Takandjandji M. 2007. Konservasi ex-situ burung endemik langka melalui penangkaran. Di dalam: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian; 20 September 2006. Bogor (ID): Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor 47-61.

Sinaga T. 1992. Studi habitat dan perilaku orangutan (Pongo pygmaeus abelii) di Bahorok Taman Nasional Gunung Leuser [tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung (ID): Tarsito.

Suyanti L, Rushayati SB, Hermawan R. 2008. Penurunan populasi timbal oleh jalur hijau tanjung (Mimusopselengi Linn) di Taman Monas Jakarta Pusat. Media Konservasi 13(1):16-20.

Thohari AM. 1987. Upaya penangkaran satwa liar. Media Konservasi 1(3):23-25. Thorpe SKS, Crompton RH. 2005. Locomotor ecology of wild orangutans (Pongo

pygmaeus abelii) in the Gunung Leuser ecosystem, Sumatra, Indonesia: A multivariate analysis using log-linear modelling. American Journal of Physical Anthropology 127:58-78.

Trisaputra D. 2009. Burung perkutut (Geopelia striata Linn.) sebagai hewan potensial. [karya ilmiah]. [12 Januari 2015]. Dalam: https://uripsantoso.wordpress.com/2009/11/10/burung-perkutut-geopelia-striata-linn-sebagai-hewan-potensial/.

Wibowo S. 1987. Persepsi pengunjung tentang lingkungan rekreasi dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Taman Mini Indonesia Indah dan Kebun Raya Cibodas [tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Widyaningrum A. 2010. Analisis segmentasi dan preferensi pengunjung terhadap

kawasan wisata alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(40)

29 Zuhra R, Dyah PF, Entang I. 2009. Aktivitas makan orangutan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer Jakarta. Jurnal Primatologi Indonesia 6(2):21-26.

(41)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baruah Gunuang pada tanggal 31 Juli 1991. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Busraini dan Ibu Liartinef. Pendidikan formal ditempuh diTK Pertiwi Baruah Gunuang, SD Negeri 01 Baruah Gunuang, MTsN Payakumbuh, dan SMA Negeri 2 Payakumbuh. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan tahun 2011 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar

Tabel 5  Umur orangutan kalimantan di PPS
Tabel 6  Jenis, jumlah dan waktu pemberian pakan orangutan kalimantan di PPS
Tabel 7  Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh orangutan di kandang enclosure
Gambar 2 Tempat minum orangutan kalimantan di PPS a. Water nipple b. Kolam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh  :  anda  sedang  mereview  suatu  obligasi  yang  memberikan   kupon  tahunan  sebesar  

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT UNDANG-UNDANG. NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK

Pada dasarnya pola retak yang terjadi pada benda uji balok beton bertulang bambu dengan berbagai variasi jumlah tulangan mempunyai pola retak keruntuhan yang sama dengan

Pangeran Sulaeman Sulendraningrat memberi catatan bahwa pembangunan di keraton Cirebon terus berlangsung, mulai pembangunan istana kerajaan Cirebon dan juga Masjid

Universitas Padjadjaran 29-30 Maret 2005 2004 Workshop Penelitian Humaniora Sastra Inggris,

[r]

Islam disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian Muslim.

media. Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi serta memberikan