• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS

DENGAN METODE HIDROTERMAL

NURUL YULIS FA’IDA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Nurul Yulis Fa’ida

NIM G74080048

(3)

ABSTRAK

NURUL YULIS FA’IDA. Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh Dr. Kiagus Dahlan dan Dr. Ir. Irmansyah, M.Si.

Kecelakaan merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya cedera di seluruh dunia dan rata-rata korban mengalami cedera tulang. Dengan meningkatnya kajian mengenai penanganan permasalahan ini, proses penyembuhan cedera tulang makin lama makin mengalami perbaikan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah penggunaan biomaterial. Biomaterial tulang yang umum digunakan adalah biokeramik. Jenis biokeramik yang digunakan salah satunya adalah hidroksiapatit. Pada penelitian ini dilakukan sintesis hidroksiapatit. Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan metode hidrotermal pada suhu 150, 200, 250, dan 300 oC selama 3 jam dan sintering pada suhu 900 oC. Pada hasil sintesis hidroksiapatit 200 oC diberikan perlakuan yang lebih lanjut. Pada suhu 200 oC disintesis kembali dengan variasi waktu, yaitu 1 jam dan 5 jam. Hasil dari karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy

(FTIR) untuk semua sampel menunjukan fase hidroksiapatit lebih banyak terdapat pada suhu sintesis 200 oC. Hasil dari karakterisasi Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk semua sampel menunjukkan hidroksiapatit yang terbentuk tidaklah murni karena masih terdapat beberapa fasa lain selain hidroksiapatit.

(4)

ABSTRACT

NURUL YULIS FA’IDA. Study the composition of Hydroxyapatite Synthesized by Hydrothermal Method. Supervised by Dr. Kiagus Dahlan and Dr. Ir. Irmansyah, M.Sc.

Accidents are the biggest factors causing injuries all over the world, and generally resulted is the form of stress fracture. The increase in the study on the handling procedures of this issue, the healing processes of bone injury are getting better one of the procedures used by many people’s by using biomaterials. Bone biomaterials commonly used are bioceramics. One of the types of bioceramics is hydroxyapatite. In this research, the synthesis of hydroxyapatite is reported. Synthesis of hydroxyapatite was done by hydrothermal method at a temperature of 150, 200, 250, and 300 oC for 3 hours and sintered at a temperature of 900 oC. At 200 oC synthesized hydroxyapatite was given a further treatment. At a temperature of 200 oC synthesizing procedure was back to the time variation, i.e. 1 hour and 5 hours. The results of the characterization of Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) for all the samples showed hydroxyapatite phase at a temperature of 200 oC. The results of the characterization of Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) for all samples showed hydroxyapatite formed is not pure because there are also some other phases.

(5)

KAJIAN KOMPOSISI YANG DISINTESIS DENGAN METODE

HIDROTERMAL

NURUL YULIS FA

IDA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal

Nama : Nurul Yulis Fa’ida

NIM : G74080048

Disetujui Oleh

Dr. Kiagus Dahlan

Pembimbing I

Dr. Ir. Irmansyah, M.Si

Pembimbing II

Diketahui Oleh

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si

Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal”.

Dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Kiagus Dahlan, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si, Ibu Setia Utami Dewi, S.Si, M.Si selaku pembimbing, serta kedua orang tua, kakak, dan semua keluarga besar yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis. selaku pembimbing skripsi I. Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff akademik, Saifuddin Cahyo Adhi dan teman-teman Lapak Community yang telah membantu dan selalu memberikan motivasi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Nurul Yulis Fa’ida

(8)

DAFTAR ISI

Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 10

(9)

DAFTAR TABEL

7 Transmisi ion yang Menandakan Hidroksiapatit pada Sampel Variasi Waktu 16 8 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor pada Sampel Variasi Waktu 16 9 Rasio Ca/P Variasi Suhu 17

HAP pada suhu 150 oC waktu 3 jam tanpa sintering 4 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11

HAP pada suhu 150 oC waktu 3 jam dengan sintering 5 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11

HAP pada suhu 200 oC waktu 3 jam tanpa sintering 6 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11

HAP pada suhu 200 oC waktu 3 jam dengan sintering 7 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12

HAP pada suhu 250 oC waktu 3 jam tanpa sintering 8 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12

HAP pada suhu 250 oC waktu 3 jam dengan sintering 9 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12

HAP pada suhu 300 oC waktu 3 jam tanpa sintering 10 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 13

HAP pada suhu 300 oC waktu 3 jam dengan sintering 11 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 13

HAP pada suhu 200 oC waktu 2 jam tanpa sintering 12 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14

HAP pada suhu 200 oC waktu 2 jam dengan sintering 13 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14

HAP pada suhu 200 oC waktu 5 jam tanpa sintering 14 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode Penelitian 22

2 Diagram Alir Penelitian 23

3 Komposisi Gugus Kalsium (Ca) 24

4 Komposisi Gugus Fosfor (P) 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kecelakaan merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya cedera di seluruh dunia, baik itu kecelakaan lalu lintas maupun dalam sebuah pekerjaan. Cedera sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan lebih dari dua per tiga dialami oleh Negara berkembang. Sebagian besar cedera yang terjadi dikarenakan kecelakaan lalu lintas, dan rata-rata korban mengalami patah tulang atau fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Pada dasarnya setiap fraktur terdapat proses penyembuhan, akan tetapi lama dari proses penyembuhan tersebut berbeda-beda bergantung dari jenis fraktur dan usia penderita. Dengan meningkatnya kajian mengenai penanganan permasalahan ini, proses penyembuhan cedera tulang dilakukan dengan menggunakan biomaterial. Sumber biomaterial dapat diperoleh secara alami atau sintesis. Biomaterial alami yaitu

allograft, xenograft, dan autograft.1 Penggunaan bahan ini mempunyai kelemahan seperti terjadi infeksi jika tulang donor tidak sehat, memiliki perbedaan karakter mineral tulang dan memberikan beban tambahan pada pasien.

Untuk mengurangi efek negatif dari biomaterial alami, dikembangkanlah biomaterial sintetik. Biomaterial tulang yang umum digunakan adalah biokeramik. Biokeramik memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi, antithrombogenic, tidak beracun, tidak beralergi, tidak memiliki sifat karsigonenik dan tahan lama. Jenis biokeramik yang digunakan yaitu senyawa apatit, salah satunya hidroksiapatit. Hidroksiapatit seringkali digunakan karena kristal apatit yang paling stabil, biokompatibel dan osteokonduktif.2

Pada penelitian ini dilakukan sintesis hidroksiapatit dengan metode hidrotermal. Dalam sintesis material ini digunakan sumber kalsium dari cangkang telur ayam negeri karena telah diketahui bahwa kandungan kalsiumnya 94 %.3 Metode yang digunakan untuk sintesis hidroksiapatit yaitu metode hidrotermal. Hidroksiapatit yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang cukup tinggi dan jumlah yang cukup banyak kemudian dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan Atomic Absorbtion Spectroscopy

(AAS).

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam Penelitian ini adalah:

1. Mensintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan metode hidrotermal.

2. Memahami pengaruh suhu dan waktu proses hidrotermal terhadap komposisi gugus fungsi dan kandungan unsur kalsium, fosfor, dan unsur lain hidroksiapatit yang dihasilkan dengan menggunakan spektroskopi

Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Atomic Absorption Spectroscopy

(12)

Perumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh perbedaan suhu (150, 200, 250, dan 300 oC ) proses hidrotermal terhadap komposisi hidroksiapatit? Berapakah waktu paling optimum ( 1, 3, dan 5 jam) proses hidrotermal untuk menghasilkan hidroksiapatit?

Hipotesis

Semakin tinggi suhu (150, 200, 250, dan 300 oC ) proses hidrotermal, maka akan semakin murni komposisi dari hidroksiapatit yang dihasilkan. Semakin lama waktu ( 1, 3, dan 5 jam) proses hidrotermal, maka akan semakin murni komposisi dari hidroksiapatit.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Mineral Apatit

Apatit adalah istilah umum untuk kristal mineral dengan komposisi M10(ZO4)6X2. Elemen-elemen yang dapat menempati M antara lain Ca, Mg, Sr,

Ba, Cd, Pb, dan lain-lain. Posisi Z dapat ditempati oleh P, V, As, S, Si, Ge, gugus fungsi CO3, dan lain-lain. Posisi X dapat ditempati oleh F, Cl, OH, O, Br, gugus

fungsi CO3, dan lain-lai. Tipe apatit diantaranya adalah oktakalsium fosfat (OKF),

tetrakalsium fosfat (TTKF), dan tipe Ca10(PO4)X yang terdiri dari hidroksiapatit

(X=OH), fluorapatit (X=F), dan cloropatit (X=Cl).4

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P dicirikan sebesar 1.67. Hidroksiapatit merupakan kristal paling stabil dibandingkan dengan tiga fase lainnya. Penggunaan hidroksiapatit sebagai material implan untuk aplikasi medis semakin meningkat saat ini. Beberapa penelitian seperti di India, telah memanfaatkan bahan alam seperti batu koral, ganggang laut, dan cangkang telur ayam sebagai sumber CaCO3 untuk pembentukkan hidroksiapatit.5

Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat. Pada struktur hidroksiapatit, karbonat dapat menggantikan ion OH- membentuk kristal apatit karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO43- membentuk kristal

apatit karbonat tipe B.6 Sintesa serbuk hidroksiapatit telah dilakukan dengan berbagai sumber Ca dan P, diantaranya kalsium nitrat (Ca(NO3)2) dengan

diammonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2)

dengan asam fosfat (H3PO4).7

Hidrotermal

Proses hidrotermal dapat didefinisikan sebagai proses mineralisasi di bawah tekanan tinggi dan temperatur tertentu untuk melarutkan, agar terbentuk kristal yang relatif tidak larut di bawah kondisi normal. Metode hidrotermal memungkinkan proses pembentukan material yang dapat diproses lebih lanjut, sehingga terbentuk padatan kristal tunggal, partikel murni atau nano-partikel. Perkembangan teknik hidrotermal dalam berbagai penelitian telah dibandingkan dengan metode konvensional pada pembuatan material.8

(14)

Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) adalah alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikatan kimia dalam senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur penyusunnya. Spektroskopi inframerah ini terdapat radiasi inframerah yang akan dilewatkan oleh sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan oleh sampel. Penyerapan inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika ada kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasionalmolekul pada sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi.10

Setiap molekul memiliki energi tertentu dalam bervibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Pada senyawa kalisum fosfat, gugus fungsi yang dapat diamati yaitu gugus PO4, gugus

CO3, dan gugus OH. Gugus PO4 memiliki 4 mode vibrasi, yaitu:

1. Vibrasi stretching (ν1), dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm-1. Pita absorpsi ν1 ini dapat dilihat pada bilangan gelombang 960 cm-1

2. Vibrasi bending (ν2), dengan bilangan gelombang sekitar 363 cm-1

3. Vibrasi asimetri stretching (ν3), dengan bilangan gelombang sekitar 1040 sampai 1090 cm-1. Pita absorpsi ν3 ini mempunyai dua puncak maksimum, yaitu pada bilangan gelombang 1090 cm-1 dan 1030 cm-1.

4. Vibrasi antisimetri bending (ν4), dengan bilangan gelombang sekitar 575 sampai 610 cm-1.

Spektrum senyawa kalsium fosfat dapat diteliti pada pita ν4. Pita absorpsi OH- dapat juga dilihat pada spektrum kalsium fosfat, yaitu sekitar 3576 cm-1 dan 632 cm-1 sedangkan pita absorpsi CO3 (karbonat) dilihat pada 1545, 1450, dan 890

cm-1.11

Pada pengujian sampel hidroksiapatit yang dilakukan oleh Rahmi Solihat menggunakan FTIR, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Gambar 1. Transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit dan adanya zat pengotor pada sampel dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit9

(15)

Tabel 2. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 9

Gambar 1. Spektra FTIR pada sampel dengan variasi konsentrasi dan tekanan.9

Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS)

Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) berguna untuk menentukan unsur-unsur logam dengan menggunakan prinsip penyerapan energi sinar atom. AAS dapat dilihat pada Gambar 2. Fenomena AAS dibagi menjadi dua proses, yaitu produksi atom bebas dari sampel dan serapan radiasi dari sumber luar atom. Serapan radiasi oleh atom bebas terjadi dari keadaan energi dasar. Biasanya transisi terjadi antara keadaan pertama dengan keadaan dasar, dikenal dengan garis resonansi pertama. Garis resonansi pertama memiliki absorptivitas yang paling tinggi. Atom-atom kalsium atau magnesium dalam larutan akan diuapkan dalam api dengan suhu tinggi, yang menyebabkan terurainya ikatan-ikatan kimia di dalam senyawa kalsium fosfat. Atom-atom tersebut akan menyerap sinar dari sumber lampu hollow cathode. Banyaknya sinar yang diserap menunjukkan besarnya konsentrasi logam dalam sampel.12

(16)

Gambar 2. Atomic Absorbtion Spectroscopy

(17)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika dan Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2012 sampai dengan November 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terdiri dari reaktor hidrotermal, FTIR, AAS, erlenmeyer, pipet, crucible, gelar piala, gelas ukur, labu takar, kertas saring, corong, spatula, alumunium foil, furnace, neraca digital, dan ember. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu cangkang telur ayam, (NH4)2HPO4, dan aquades.

Metode Penelitian

Persiapan Bahan

Sumber kalsium yang digunakan dalam peneliatian ini adalah cangkang telur ayam negeri. Sumber fosfat yang digunakan yang digunakan berasal dari (NH4)2HPO4. Persiapan sampel ini diawali dengan membersihkan cangkang telur

dari kotoran dan memisahkan membran dari cangkang. Kemudian cangkang telur yang sudah dibersihkan tersebut dikeringkan selama 24 jam pada suhu ruang.

Selanjutnya kalsinasi cangkang telur. Dimana cangkang telur dipanaskan dalam furnace pada suhu 1000 oC dengan waktu penahan selama 5 jam. Setelah proses kalsinasi ini akan dihasilkan serbuk putih CaO.

Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal

Pada metode hidrotermal ini, dibuat 4 variasi suhu saat dilakukan sintesis hidrotermal sehingga tercapainya homogenisasi yaitu 150, 200, 250, dan 300 oC. Perbandingan rasio molaritas antara kalsium dan fosfat adalah 1/0,6. Proses menggunakan metode hidrotermal ini dilakukan dengan variasi waktu penahan selama 1, 3, dan 5 jam serta kecepatan motor pengaduk (stirring) sebesar 300 rpm, kemudian setelah itu didiamkan selama 18 jam.

Serbuk putih CaO yang telah dihasilkan pada proses kalsinasi kemudian ditimbang sesuai dengan perhitungan rasio Ca/P yaitu 8,016 gram. Kemudian serbuk CaO dicampurkan dengan aquades sehingga volume mencapai 200 ml. Selain itu, larutan untuk sumber fosfat juga dibuat dari (NH4)2HPO4 yang

ditimbang sesuai dengan perhitungan rasio Ca/P yaitu 15,846 gram. Kemudian (NH4)2HPO4 dicampurkan dengan aquades sehingga volume mencapai 200 ml.

(18)

ditimbang dan dipisahkan beberapa gram untuk dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, dan AAS. Sisa dari komposit kemudian disintering pada suhu 900 oC dengan waktu penahan selama 5 jam. Setelah di sintering, komposit ditimbang lagi dan siap untuk dikarakterisasi menggunakan FTIR, dan AAS.

Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Sampel sebanyak 2 miligram dicampur dengan 100 miligram KBr, kemudian dibuat pellet. Setelah itu, sampel dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR ABB MB 3000 dengan menggunakan bilangan gelombang 450 — 4000 cm

-1

.

Karakterisasi Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Karakterisasi dengan AAS bertujuan untuk mengukur kadar Ca2+ dalam sampel. Sampel masing-masing sebanyak 0.1 gram ditambahkan 5 ml HCl, kemudian dibakar di atas hot plate lalu didinginkan. Sampel sebanyak 1 ml yang dihasilkan, dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan aquades sampai 100 ml kemudian dilakukan karakterisasi.

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kalsinasi Cangkang Telur

Sebelum diproses kalsinasi, cangkang telur ayam yang digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu dari zat pengotornya yaitu membran yang berada di bagian dalam cangkang tersebut. Hal ini dilakukan agar serbuk kalsium oksida (CaO) yang dihasilkan pada proses kalsinasi menjadi murni. Proses kalsinasi dilakukan pada suhu 1000 oC selama 5 jam. Kalsinasi bertujuan menghilangkan komponen-komponen organik dan mengubah senyawa kalsium karbonat (CaCO3)

pada cangkang telur ayam menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsinasi cangkang telur ayam dilakukan sebanyak dua kali. Pada kalsinasi yang pertama, sebanyak 135.76 gram cangkang telur menghasilkan 71.69 gram serbuk kalsium oksida. Pada kalsinasi yang kedua, sebanyak 188.48 gram cangkang telur menghasilkan 99.95 gram serbuk kalsium oksida.

Hasil Sintesis Hidroksiapatit

Sintesis hidroksiapatit menggunakan campuran larutan antara serbuk CaO dengan aquades dan (NH4)2HPO4 dengan aquades. Senyawa yang terbentuk dapat

diperlihatkan pada reaksi:

Pencampuran ini berdasarkan pada perbandingan molaritas sebesar 1 : 0.6. Larutan kemudian diproses menggunakan hidrotermal. Pada saat proses hidrotermal, senyawa H2 dan NH4OH melepas. Hal ini dikarenakan H2 merupakan

gas dan NH4OH merupakan senyawa hipotesis, dimana senyawa ini merupakan

senyawa yang tidak stabil dan mudah terurai. Senyawa yang terbentuk diperlihatkan pada reaksi:

Hasil dari proses sintesis hidroksiapatit menggunakan reaktor hidrotermal pada variasi suhu 150, 200, 250, dan 300 oC selama 3 jam selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 110 oC selama 5 jam. Hasil dari pengeringan kemudian dilakukan proses sintering pada suhu 900 oC selama 5 jam. Dari hasil sintering, didapatkan massa setelah sintering yang dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan hasil sintering dengan variasi waktu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa massa hasil sintering lebih kecil dari jumlah massa awal.

Hal ini dikarenakan adanya pelepasan uap air selama proses pengeringan dan juga sintering berlangsung. Efisiensi pada Tabel 3 dan Tabel 4 diperoleh dari

rumus

, dimana m’ adalah massa hasil sintering, m1 adalah

massa CaO dan m2 adalah massa (NH4)2HPO4. Sampel hidroksiapatit dengan

variasi suhu yang memiliki efisiensi terbesar yaitu pada suhu 200 oC sebesar 30.017 %, sedangkan efisiensi terkecil yaitu pada suhu 150 oC sebesar 24.992 %. Sampel hidroksiapatit dengan variasi waktu yang memiliki efisiensi terbesar yaitu

CaO + H2O Ca(OH)2 + H2

(NH4)2HPO4 + 2H2O 2NH4OH + H3PO4

(20)

pada suhu 200 oC waktu 3 jam sebesar 30.017 %, sedangkan efisiensi terkecil yaitu pada suhu 200 oC waktu 1 jam sebesar 21.442 %.

Tabel 3. Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Suhu

Tabel 4. Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Waktu

Hasil Karakterisasi FTIR

Dalam senyawa kalsium fosfat terdapat komponen gugus fungsi OH-, PO43-,

CO32-, dan gugus lain. Untuk mengidentifikasi gugus fungsi tersebut dilakukan

analisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Analisis gugus molekul pada Spektra FTIR yang terbentuk dari sintesis hidroksiapatit dengan variasi suhu dapat dilihat pada Gambar 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Sedangkan Analisis gugus molekul pada spektra FTIR yang terbentuk dari sintesis hidroksiapatit dengan variasi waktu dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13, dan 14.

Gambar 3. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 150 oC waktu 3 jam tanpa sintering

(21)

Gambar 4. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 150 oC waktu 3 jam dengan sintering

Gambar 5. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 oC waktu 3 jam tanpa sintering

Gambar 6. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 oC waktu 3 jam dengan sintering

(22)

Gambar 7. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 250 oC waktu 3 jam tanpa sintering

Gambar 8. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 250 oC waktu 3 jam dengan sintering

Gambar 9. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 300 oC waktu 3 jam tanpa sintering

(23)

Gambar 10. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 300 oC waktu 3 jam dengan sintering

Hasil Spektra FTIR pada variasi suhu tanpa sintering, masih terdapat gugus OH- yang cukup tinggi. Seperti terlihat pada Gambar 3 yaitu sampel HA 150 oC dengan waktu 3 jam tanpa sintering memperlihatkan bahwa masih terdapat gugus OH- pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 0.662 %. Pada suhu 200 oC tanpa sintering, gugus OH- terlihat pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 15.678 %. Pada suhu 250 oC tanpa sintering gugus OH- terlihat pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 2.518 %. Pada suhu 300 oC tanpa sintering, gugus OH- terlihat pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 6.753 %. Sedangkan pada suhu 150, 200, 250, dan 300 oC yang telah disintering, gugus OH- pada bilangan gelombang 617 cm-1 berturut-turut sebesar 4.738, 47.609, 29.512, dan 17.496 %. Persentase Transmitansi gugus OH- yang tinggi ini mengartikan bahwa gugus OH- semakin sedikit yang terdapat pada sampel. Sedangkan persentase Transmitansi OH- yang rendah mengartikan bahwa semakin banyak gugus OH- yang terdapat pada sampel. Adanya gugus OH- pada bilangan gelombang tersebut menunjukan bahwa masih terdapatnya H2O pada sampel tersebut, sehingga sampel belum kering

secara optimum.

Gambar 11. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 oC waktu 1 jam tanpa sintering

(24)

Gambar 12. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 oC waktu 1 jam dengan sintering

Gambar 13. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 oC waktu 5 jam tanpa sintering

Gambar 14. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 oC waktu 5 jam dengan sintering

(25)

Pada Gambar 6 yaitu sampel HA_200_3_S terlihat bahwa terbentuk hidroksiapatit yang paling optimum. Hal ini dikarenakan sampel memiliki pola transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit yang paling bagus. Selain itu, pada sampel HA_200_3_S memiliki kemurnian yang cukup tinggi pula. Hal ini dikarenakan sampel memiliki zat pengotor yang cukup rendah yaitu gugus karbonat (CO32-) yang terdapat pada sampel tidak ditemukan pada bilangan

gelombang 864 cm-1. Sedangkan pada bilangan gelombang 1396 cm-1 terdapat gugus CO32- dengan persentase transmitansi yang paling tinggi dari sampel yang

lain, yaitu sebesar 80.246 %. Hal ini mengartikan kandungan gugus CO32- yang

terdapat pada sampel sangat rendah. Transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit dan transmisi ion yang menandakan adanya zat pengotor pada sampel dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 5 dan Tabel 6. Sedangkan transmisi ion pada sampel dengan variasi waktu dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 5. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit

Tabel 6. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor

(26)

Tabel 7. Transmisi ion yang Menandakan Hidroksiapatit pada Sampel Variasi Waktu

Tabel 8. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor pada Sampel Variasi Waktu

Hasil Karakterisasi AAS

Kadar ion Ca yang ada pada sampel dapat diketahui dengan menggunakan AAS, sedangkan untuk mengetahui kadar ion P menggunakan spektroskopi UV-Vis. Hasil pengukuran kadar kalsium dan fosfor pada sampel beserta besar rasio yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Sampel pada variasi suhu yang memiliki kadar Ca paling tinggi adalah sampel HA_200_3_S sebesar 459592.64 ppm. Kadar P paling tinggi terdapat pada sampel HA_300_3_S sebesar 140696.72 ppm. Sedangkan pada sampel dengan variasi waktu kadar Ca yang paling besar terdapat pada sampel HA_200_3_S sebesar 459592.64 ppm. Kadar P paling tinggi terdapat pada sampel HA_200_5_S sebesar 144547.92 ppm.

Rasio Ca/P HAP murni adalah 1.67. Hasil yang didapatkan dari sampel menunjukan nilai Ca/P lebih besar dari 1.67. Pada sampel dengan menggunakan variasi suhu, yang memiliki rasio Ca/P mendekati literatur yaitu HAP_250_3_S sebesar 2.05. Pada sampel variasi waktu, didapatkan hasil yang mendekati yaitu pada sampel HA_200_5_S sebesar 1.80. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena adanya zat pengotor ataupun terbentuknya fase lain pada sampel. Zat pengotor tersebut dapat disebabkan oleh CO32- yang berasal dari cangkang telur.

(27)

Tabel 9. Rasio Ca/P Variasi Suhu

Tabel 10. Rasio Ca/P Variasi Waktu

Perbandingan hubungan antara kadar Ca terhadap suhu pada sampel dengan variasi suhu yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 15. Terlihat bahwa pada sampel suhu 200 oC sintering memiliki kadar Ca yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa sintering. Sedangkan pada sampel 150, 250, dan 300 oC sintering memiliki kadar Ca yang lebih sedikit dibandingkan dengan sampel tanpa sintering. Hal ini bisa terjadi karena adanya zat-zat pengotor atau terbentuknya fase selain hidroksiapatit. Perbandingan hubungan antara kadar P terhadap suhu pada sampel dengan variasi suhu yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 16. Terlihat bahwa pada sampel yang telah mengalami proses sintering memiliki kadar P yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada sampel tanpa sintering.

Perbandingan hubungan antara kadar Ca terhadap suhu pada sampel dengan variasi waktu suhu 200 oC yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 17. Terlihat bahwa pada variasi waktu 3 jam dan 5 jam yang telah disintering memiliki kadar Ca lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa sintering, sedangkan pada sampel variasi waktu 1 jam yang telah disintering memiliki kadar Ca yang lebih rendah daripada sampel yang telah disintering. Perbandingan hubungan antara kadar P terhadap suhu pada sampel variasi waktu suhu 200 oC yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 18. Terlihat bahwa sampel yang telah disintering memiliki kadar P lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa disintering.

(28)

Gambar 15. Hubungan Kadar Ca terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu

Gambar 16. Hubungan Kadar P terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu

Gambar 17. Hubungan Kadar Ca terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu 200 oC

(29)

Gambar 18. Hubungan Kadar P terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu 200 oC

(30)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Variasi suhu proses hidrotermal berpengaruh terhadap komposisi hidroksiapatit. Semakin tinggi suhu dihasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian yang semakin tinggi. Pada suhu sebesar 300 oC dihasilkan kadar kalsium dan fosfat sebesar 51.28 dan 14.07 %, tertinggi dibandingkan variasi suhu yang lain. Berdasarkan hasil pengamatan, variasi waktu berpengaruh terhadap rasio Ca/P. Pada sampel 5 jam setelah sintering memiliki rasio 1.80 yang mendekati rasio literatur sebesar 1.67.

Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi SU. Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dengan metode sonikasi [tesis]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2009.

2. Solechan A. Pengukuran Derajat Kristalinitas Tulang Tikus Pada Berbagai Umur Dengan XRD [skripsi]. Depok (ID) : UI Pr. 2001.

3. Aoki H. Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Institute for Medical and Dental Engineering. Tokyo (JP) : TMDU Pr. 1991.

4. Nurmawati M. Analisis Derajat Kristalinitas, Ukuran Kristal dan Bentuk Partikel Mineral Tulang Manusia Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Tulang [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2007.

5. Berlianty A. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental Pada Tulang Domba yang Diimplan Dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan (HA-K) [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2011.

6. Riyani E, dkk. Karakterisasi Senyawa Kalsium Fosfat karbonat hasil Pengaruh Penambahan Ion F- dan Mg2+. Biofisika. 2005; 1:82- 89.

7. Bigi A, dkk. The role of Magnesium on the Structure of Biological apatites. Calc Tiss Ress. 1992; 50:439-444.

8. Yoshimura EK, dkk. Hydrothermal Processing of Materials: Past, Present and Future. J Mater Sci. 2008; 43 : 2085-2103.

9. Solihat R. Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite From Eggshell: XRD, FTIR and SEM-EDXA Characterization [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2008.

10. Chatwall G. Spectroscopy Atomic and Molecule. Himalaya Publishing House : Bombay. 1985.

11. Mulyaningsih NN. 2007. Karakteristik Hidroksiapatit Sintetik dan Alami Pada Suhu 1400 oC [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2007.

(32)

LAMPIRAN

(33)

Lampiran 2 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan Bahan

Kalsinasi

Larutan Kalsium dan Fosfat 1/0,6

Sintesis HA Dengan Metode Hidrotermal

Aging

Beberapa Gram Sampel Sintering 900oC

Pengeringan 110oC

Karakterisasi

FTIR AAS

Analisis / Pengolahan Data

Penyusunan Laporan

Selesai

(34)
(35)

Lampiran 3 Komposisi Gugus Kalsium (Ca)

Rumus mencari ketepatan

X = Massa atom relatif kalsium literatur

Y = Kadar kalsium (%)

(36)

Lampiran 4 Komposisi Gugus Fosfor (P)

Rumus mencari ketepatan

X = Massa atom relatif fosfor literatur

Y = Kadar fosfor (%)

(37)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit9
Tabel 2. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 9
Gambar 2.  Atomic Absorbtion Spectroscopy
Gambar 3. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 1 Telaga.. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masak fisiologis benih keenam genotipe cabai pada 38-44 HSA, dicirikan oleh perubahan warna buah coklat hingga merah (Anis1) dan hijau tua

Dari uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat topik pembahasan terkait bisnis hotel berbasis syariah di hotel Andita Syariah Surabaya

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sitorus tahun 2009 yang menyimpulkan bahwa perilaku tidak ada hubungan antara pengetahuan responden yang baik dengan praktek pencegahan

Wahyu Sri Sejati. Supervisi Akademik dalam Peningkatan Kinerja Guru di Sekolah Dasar Pakintelan 01 Gunungpati Kota Semarang. Universitas Kristen Satya Wacana

Penelitian fitoremediasi ini menggunakan I pomoea aquatica yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan optimum dalam menurunkan parameter BOD 5 , COD, TSS dan sianida pada limbah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi jagung (sebagai makanan pokok maupun snack ) dan non jagung pada masyarakat berbasis pola pangan jagung di

Secara khusus, peneliti menemukan bahwa dalam pelaksanaan pendekatan Mastery Learning (belajar tuntas) pada pembelajaran matematika, guru dapat mengetahui tingkat