• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor Yang Memengaruhirisiko Produksi Ikan Gurame Di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor Yang Memengaruhirisiko Produksi Ikan Gurame Di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

GUSPIANTI NURMELIA SARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

(2)
(3)

Produksi Ikan Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.

Tahun 2005 – 2013 produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat mengalami fluktuasi yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Tahun 2013 adalah puncak Provinsi Sumatera Barat memproduksi ikan gurame dengan total produksi tertinggi se Indonesia. Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung adalah daerah di Provinsi Sumatera Barat yang dijadikan sebagai acuan minapolitan ikan gurame di Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Penelitian dilakukan menggunakan model fungsi produksi Just and Popedengan melihat nilai – nilai dari fungsi produksi rata – rata dan fungsi varians untuk menganalisis faktor–faktor produksi yang memengaruhi risiko.Hasil pendugaan parameter produktivitas menunjukkan bahwa penggunaan pakan alami, obat–obatan dan kapur yang berlebih dapat menyebabkan penurunan produktivitas ikan gurame. Sedangkan semakin banyak benih, pakan buatan berupa pelet, dan pupuk yang lebih banyak akan meningkatkan produktivitas ikan gurame. Berdasarkan hasil parameter fungsi varians produktivitas menunjukkan bahwa pupuk dan kapur dapat menimbulkan risiko.

Kata kunci : Fungsi Produksi, Fungsi Varians, Just and Pope, Ikan Gurame, Risiko Produksi.

ABSTRACT

GUSPIANTI NURMELIA SARI. Analysis of Production Factors Affecting Production Risk of Gourame in 2 x 11 Enam Lingkung, West Sumatra. Supervised by NETTI TINAPRILLA.

In 2005 - 2013 the gourame production in West Sumatra has fluctuated it was indicate production risk . 2013 was the peak of West Sumatra province producing gourame with the highest total production in Indonesia. District of 2 x 11 Enam Lingkung is an area in the province of West Sumatra were used as reference Minapolitan gourame. The aimed of study is to analyze the influence of factors production towards the production risks faced by the gourame farmers in District 2 x 11 Six Lingkung . The study was conducted with models Just and Pope production function to analyze factors - factors that affect the production risk. The result of average productivity estimation parameter showed that the use of natural feed, drugs - drugs and excess lime can cause a decrease in gourame productivity. Additional seeds, artificial feed (pellets), and fertilizer will increase carp productivity. Based on the results of productivity variance function parameters indicate that fertilizer and lime may pose a risk.

(4)
(5)

GUSPIANTI NURMELIA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

(6)
(7)

Nama

NIM : H34134041

Disetujui Oleh

Dr Ir N e i T nap rill a, MM Pembimbing

achmina MSi

i Departemen

(8)
(9)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor–Faktor Yang Memengaruhi Risiko Produksi Ikan Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Baratadalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(10)
(11)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalampenelitian yang pengumpulan datanya dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai Mei 2015 ini ialah risiko produksi, dengan judul Analisis Risiko Budidaya Ikan Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla MM selaku pembimbing, Bapak Suharno M Adv selaku Dosen Evaluator, saudari Hayyu Draifi Marla sebagai pembahas pada saat seminar hasil, Ibu Dr Ir Anna Fariyanti Msi selaku dosen penguji utama, Bapak Feryanto W. Karo-Karo Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan penilaian dalam penyempurnaan pembuatan skripsi. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada UngkuH.Asman, Ibu Hj. Syamsuarni, Papa Sabaruddin, Kakak Leni, Abang Hendra dan Doni yang selalu mendoakan serta memberikan dukungan baik secara moril dan materil, semangat dan kasih sayang yang tak hingga. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Camat 2 x 11 Enam Lingkungbeserta staff dan jajarannya, kepada Bapak wali Nagari Sungai Asam beserta jajaran wali korong, wali Nagari Lubuak Pandan beserta jajaran wali korong, wali Nagari Sicincin beserta jajaran wali korong, terkhusus kepada uni uun, serta para petani ikan gurame di kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Serta sahabat-sahabat, kawan, dan teman-teman alih jenis angkatan 4 atas kerjasama dan dukungannya selama ini.

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(12)
(13)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Prospek Perikanan di Indonesia 8

Risiko Budidaya Ikan Gurame 9

Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian 10

Sumber–Sumber Risiko Ikan Air Tawar 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Pengambilan Data 18

Metode Pengumpulan Data 19

Metode Analisis 19

Analisis Model Fungsi Produksi Just And Pope 19

Model Analisis Regresi Berganda 23

Multikolinearitas Pada Variabel Independent 23

Komponen Error Heteroscedaticity 24

Uji Durbin Watson d Statistics 24

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25

Potensi Umum Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung 25

Batas Wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung 25

Luas Wilayah Menurut Penggunaan 26

Potensi Perikanan Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung 26

Budidaya Gurame di Kolam 28

Potensi Sumberdaya Manusia 29

ANALISIS RISIKO PRODUKSI IKAN GURAME 30

Hasil Pengujian Asumsi Klasik 30

Uji Multikolinieritas 30

Uji Autokolerasi 31

Uji Heteroskedastisitas 32

Analisis Faktor – Faktor yang Memengaruhi Produktivitas Ikan Gurame 32 Analisis Faktor – faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Ikan Gurame 35

KESIMPULAN 39 Kesimpulan 39 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

(14)

1 Volume produksi perikanan tahun 2008–2012 1

2 Produksi ikan gurame tahun 2013 2

3 Jumlah pembudidaya ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2013 4

4 Produksi perikanan budidaya per kecamatan 5

5 Produksi ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2009 -2012 6 6 Batas wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun 2015 25 7 Luas daerah menurut nagari atau korong di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung 26

8 Persentase luas lahan menurut penggunaan 26

9 Produksi perikanan budidaya di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun 27 10 Luas dan produksi perikanan darat menurut nagari atau korong 27 11 Perbedaan sistem budidaya ikan gurame di kolam 28 12 Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2014 29

13 Hasil pengujian multikolinieritas 31

14 Nilai d pada kedua fungsi 31

15 Hasil dugaan fungsi produksi rata-rata budidaya ikan gurame 32 16 Takaran pakan alami dari dedaunan untuk 100 ekor gurame 34 17 Hasil pendugaan persamaan Variance produktivitas ikan gurame 36

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 – 2013 3 2 Fluktuasi produksi ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung 6 3 Produktivitas ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun, 2015 7

4 Kurva Produksi 13

5 Kerangka operasional 17

6 Statistik d Durbin - Watson 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner penelitian 42

2 Hasil pengujian produksi rata–rata 49

3 Hasil pengujian varians produktivitas 53

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan salah satusektoragribisnis yang pada saat ini masih memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan volume produksi perikanan nasional yang berasal dari perikanan budidaya terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kenaikan rata-rata dari volume produksi perikanan tahun 2008-2012 terbesar pada sektor perikanan budidaya yaitu sebesar 25.95 persen. Persentase terbesar disumbang oleh perikanan budidaya dengan kolam yaitu sebesar 32.07 persen selama kurun waktu 2008-2012.

Tabel 1 Volume produksi perikanan tahun 2008 - 2012

Rincian Tahun Kenaikan (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2008-2012

Perikanan Tangkap

Perikanan laut

4 701 933 4 812 235 5 039 446 5 345 729 5 435 633 3.71

Perairan umum

301 182 295 736 344 972 368 542 393 561 7.12

Perikanan Budidaya

B. laut 1 966 002 2 820 083 3 514 702 4 605 827 5 769 737 31.10 Tambak 959 509 907 123 1 416 038 1 602 748 1 756 799 18.36 Kolam 479 167 554 067 819 809 1 127 127 1 433 820 32.07 Keramba 75 769 101 771 121 271 131 383 178 367 24.39 Jaring

Apung

263 169 238 606 309 499 375 430 455 012 15.72

Mina Padi

111 584 86 913 96 605 86 448 81 818 -6.71

Jumlah 8 858 315 9 816 536 11 662 341 13 643 233 15 504 747 15.06 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan,2012 (diolah)

Peningkatan volume produksi perikanan budidaya tahun 2008-2012 memperlihatkan bahwa sektor perikanan sangat baik dikembangkan.Persentase kenaikan dari tahun 2008-2012 menunjukkan bahwa hampir disemua sektor perikanan budidaya kecuali mina padi mengalami kenaikan rata-rata diatas 10 persen, berbanding terbalik dengan persentase kenikan dari perikanan tangkap yang hanya mengalami rata-rata peningkatan kenaikan lima persen. Hal ini dapat disebabkan karena sektor perikanan budidaya menghasilkan produk yang dapat ditakar nilai produksinya sehingga menghasilkan kuantitas dan kualitas konstan dan berkesinambungan.

(16)

visi KKP itu. Volume produksi perikanan budidaya yang lebih besar dibanding perikanan tangkap juga menunjukkan perkembangan yang pesat pada perikanan budidaya.

Salah satu jenis perikanan budidaya yang saat ini digemari adalah ikan gurame. Gurame merupakan salah satu komoditas unggulan ikan konsumsi air tawar yang cukup prospektif untuk dapat dikembangkan (Mahyuddin 2009). Selain itu adanya program Mina Politan dari pemerintah untuk mendongkrak produksi perikanan budidaya komoditi gurami semakin cerah (Saparianto 2011). Mina politan merupakankonsep pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan (DKPPP2015). Program ini menetapkan tujuh komoditas ikan andalan diantara adalah ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias sp), ikan patin (Pengasius pengasius), ikan baung (Hemibgrus sp), ikan bawal (Colossoma sp), ikan sepat siam (Trichogaster sp), udang galah (Macrobrachium rosenbergii), ikan nila (Orechromis niloticus) dan ikan gurame (Osphronemus gouramy).

Menurut Firshat FAO (2013),perbandingan total produksi ikan gurame nasional terhadap total produksi ikan gurame dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2011 Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi produk gurame dunia dengan memberikan sharesekitar 95.6 persen (terhadap total produksi ikan gurame dunia), disusul Thailand dengan share sebesar 4.06 persen.Ini membuktikan bahwa dikalangan pebisnis ikan gurame, bisnis usaha ikan gurame memang sangat menjanjikan sehingga mereka tertarik untuk berbisnis ikan gurame.

Selain itu, fakta dilapangan menunjukkan bahwa ikan gurame merupakan salah satu komoditas unggulan ikan konsumsi air tawar yang cukup prospektif utuk dapat dikembangkan karena harga jualnya yang cukup stabil tinggi di tingkat petani yaitu mencapai Rp 25000 – Rp 28000 per kilogram dibandingkan ikan lele, ataupun ikan mas. Ikan gurame memiliki nilai ekonomi tinggi, karena harga jual dipasaran paling baik dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, permintaan pasar akan ikan gurame juga masih cukup tinggi dan masih belum terpenuhi karena produksinya masih kurang. Sebagai bahan pangan ikan gurami juga memiliki nilai gizi yang baik, rasanya lezat, gurih dan berteskstur daging yang lembut sehingga usaha budidaya ikan ini sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Provinsi Sumatera Barat, merupakan salah satu dari tiga provinsi sentra ikan gurame di Indonesia. Dimana pada tiap tahunnya provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur saling bersaing untuk menjadi provinsi dengan produksi ikan gurame paling tinggi. Pada tahun 2013 provinsi Sumatera Barat memperoleh hasil produksi perikanan budidaya tertinggi dengan total produksi yang mampu dicapai oleh Provinsi ini adalah sebesar 19 950 ton. Tabel 2 menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Barat bahkan mampu menyaingi Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang merupakan sentra perikanan budidaya ditahun-tahun sebelumnya.

Tabel 2 Produksi ikan gurame tahun 2013

No Daerah Tahun 2013 (ton)

1 Sumatera Barat 19 951

2 Jawa Barat 19 771

3 Jawa Tengah 9 753

4 Jawa Timur 17 979

Total Nasional 94 605

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan 2014 (diolah)

(17)

erat keaitannya dengan adanya wabah bakteri aeromonas yang terjadi di rentang tahun 2008 -2010, dimana sampai saat ini belum ditemukan obat atau penaggulangan terbaik yang dapat dilakukan ketika ikan terjangkit bakteri aeromonas. Penyakit aeromonas atau yang lebih dikenal dikalangan petani dengan sebutan penyakit borok ikan berasal dari bakteri Aeromonas hydrophila, bakteri ini umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi, salah satu ciri ikan yang terjangkit bakteri ini adalah ditemukannya borok di tubuh gurame (Mahyuddin 2009).

Gambar 1 Produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 – 2013 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, 2013 (diolah)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa provinsi Sumatera Barat kerap mengalami penurunan produksi, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor dan beberapa diantaranya diduga disebabkan oleh faktor risiko produksi. Adanya risiko produksi dalam kegiatan budidaya ikan gurame menyebabkan penurunan jumlah produksi bahkan menyebabkan gagal panen. Ikan gurame merupakan ikan budidaya dengan masa waktu budidaya yang lama dibanding ikan konsumsi air tawar jenis lainnya. Proses produksi yang lama ini tentunya memiliki konsekuensi terhadap biaya peluang hama dan penyakit yang lebih tinggi dibanding ikan konsumsi air tawar lainnya dengan umur produksi yang lebih pendek, terutama penyakit aeromonas yang pernah menjadi wabah ikan besar di provinsi ini. Penyakit aeromonas sangat sulit ditangani dan penularannya dapat melalui air irigasi, selain itu penyakit ini dapat mengakibatkan kematian massal ikan gurame. Selain itu, faktor-faktor produksi diduga juga memiliki faktor risiko dalam berbudidaya ikan gurame karena penggunaan pakan, benih yang unggul, pupuk, kapur dan obat – obatan yang digunakan yang lebih panjang dibandingkan ikan tawar konsumsi lainnya.

Melihat dari adanya tingkat risiko yang dihadapi dalam budidaya ikan gurame tersebut, maka perlu dilakukan pengelolaan atas risiko yang dihadapi tersebut untuk mendapatkan keputusan yang tepat sehingga risiko dapat dihindari ataupun dikurangi. Kedua upaya tersebut merupakan cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko yang akan atau belum terjadi, namun sebelumnya petani harus mengetahui terlebih dahulu sumber-sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko. Strategi pengelolaan risiko yang bertujuan menekan dampak risiko dalam budidaya ikan gurame menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko budidaya ikan gurame penting untuk dilakukan.

0 5000 10000 15000 20000 25000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Produksi Ton

(18)

Perumusan Masalah

Kabupaten Padang Pariaman merupakan daerah penghasil ikan gurame terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Kemapuan memproduksi yang tinggi ini didukung oleh faktor alam yang mendukung budidaya ikan gurame dan disokong oleh pemerintah kabupaten yang menetapkan nagari Lubuk Pandan sebagai pelaksana program Prasasti Mina (Program Akselerasi dan Sosialisasi Teknologi Inovasi Kelautan dan Perikanan) dari Pusat Pengembangan Penyuluhan Departemen Kelautan dan Perikanan. Tercatat pada tahun 2013 Kabupaten Padang Pariaman mampu memproduksi ikan gurame sebanyak 14 601.23 ton. Capaian ini menjadikan Kabupaten ini menjadi satu-satunya kabupaten yang mampu memproduksi ikan gurame di atas 10 000 ton, disusul kemudian Kabupaten Lima Puluh Kota yang memproduksi ikan gurame sebesar 4 598.64 ton, selisih 10 000 ton lebih dengan kabupaten Padang Pariaman.

Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.41/MEN/2009 tentang penetapan lokasi minapolitan yang salah satunya termasuk Kabupaten Padang Pariaman, maka pemerintah Kabupaten Pdang Pariaman telah menindaklanjuti Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan tersebut dalam bentuk Keputusan Bupati Padang Pariaman Nomor 37/KEP/BPP/2010 Tahun 2010 tentang penetapan kawasan minapolitan dan kawasan hinterland Kabupaten Padang Pariaman, yang kemudian diperbaharui dengan Surat Keputusan Bupati Padang Pariaman Nomor 315/KEP/BPP-2014 guna mengoptimalkan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Padang Pariaman dimana dalam keputusan bupati tersebut sesuai dengan potensi perikanan daerah, maka yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan adalah Nagari Sungai Asam kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dengan kawasan hinterland antara lain Kecamatan Lubuk Alung, Kecamatan Enam Lingkung, Kecamatan Patamuan, Kecamatan VII Koto Sungai Sarik dan Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam.Kedua nagari yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Prasasti Mina dan Kawasan Minapolitan Kabupaten Padang Pariaman terletak pada satu Kecamatan yaitu Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Tabel 3 memperlihatkan bahwa keseluruhan total jumlah pembudidaya ikan di padang pariaman adalah 704.

Tabel 3 Jumlah pembudidaya ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2013

No Kecamatan Jumlah (orang)

1 Aur Malintang 25

2 Batang Anai 3

3 Batang Gasan 81

4 Enam Lingkung 45

5 Lubuk Alung 30

6 Nan Sabaris 10

7 Padang Sago 47

8 Sintuk Toboh Gadang 11

9 Sungai Limau 48

10 Sungai Garinggiang 9

11 Ulakan Tapakis -

12 2 x 11 Enam Lingkung 233

13 2 x 11 Kayu Tanam 18

14 Patamuan 23

15 V koto Timur 15

16 V Koto Kampuang Dalam 70

17 VII Koto Sungai Sarik 36

Jumlah 704

(19)

Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung juga merupakan kecamatan yang memiliki tingkat produksi budidaya perikanan yang tinggi pada tahun 2013. Pada tahun 2011 sampai 2013 kenaikan produksi perikanan budidaya di kecamatan ini menunjukkan tren naik yang tajam dibanding kecamatan yang lain di kabupaten padang pariaman. Tabel 4 menjelaskan bahwa kenaikan produksi yang cukup tajam dikecamatan ini terjadi pada tahun 2012 yang mencapai produksi 4 261 ton.

Tabel 4Produksi perikanan budidaya per kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2011 – 2013 (Ton)

No Kecamatan 2011 2012 2013

1 Batang Anai 283.29 1 513.38 2 073.40

2 Lubuk Alung 163.11 1 471.62 2 031.60

3 Sintuk Toboh Gadang 88.97 669.67 1 230.37

4 Ulakan Tapakis 36.92 231.95 492.65

5 Nan Sabaris 52.60 251.95 354.22

6 2 X 11 Enam Lingkung 861.74 4 261.62 6 293.72

7 Enam Lingkung 577.68 2 806.86 3 367.56

8 2 X 11 Kayu Tanam 674.57 3 851.22 4 411.82

9 VII Koto Sungai Sarik 577.93 1 891.94 2 452.64

10 Patamuan 486.05 972.78 1 543.40

11 Padang Sago 343.59 897.55 1 458.25

12 V koto Kampung Dalam 1 998.37 1 410.54 1 971.24

13 V koto Timur 1 298.41 1 100.84 1 661.54

14 Sungai Limau 828.39 909.44 1 469.44

15 Batang Gasan 524.79 570.88 670.28

16 Sungai Geringging 298.40 1 562.07 1 762.30

17 IV Koto Aur Malintang 390.19 1 667.12 2 327.82

Jumlah 9 485.00 26 040.80 35 572.25

Sumber : Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman , 2013

(20)

Tabel 5 Produksi ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2009 -2012 (Ton)

No Kecamatan 2009 2010 2011 2012

1 Batang Anai 86.10 46.10 20.65 407.56 2 Lubuk Alung 133.85 93.85 41.04 472.72 3 Sintuk Toboh Gadang 119.40 79.40 33.50 543.15 4 Ulakan Tapakis 144.90 104.90 18.70 109.63 5 Nan Sabaris 78.80 38.80 16.72 123.54 6 2 X 11 Enam Lingkung 906.35 876.35 320.80 1991.39 7 Enam Lingkung 707.05 677.05 230.05 1543.00 8 2 X11 Kayu Tanam 243.44 213.44 201.80 786.48 9 VII Koto Sungai Sarik 580.72 550.72 167.20 786.07 10 Patamuan 430.24 400.24 166.90 385.77 11 Padang Sago 380.89 350.89 122.90 358.57 12 V Koto Kampung Dalam 474.74 444.74 1114.93 780.19 13 V Koto Timur 507.81 467.81 907.58 822.29 14 Sungai Limau 244.11 204.11 525.46 352.05 15 Batang Gasan 140.53 100.53 229.29 220.31 16 Sungai Geringging 309.58 260.42 122.92 322.63 17 IV Koto Aur Malintang 247.98 217.98 99.10 386.33

Jumlah 5 736.49 5 127.33 4 339.54 10 391.68

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, 2014 (diolah)

Pada Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa ternyata, kemampuan memproduksi ikan gurame yang tinggi, tidak menutupi kemungkinan bahwa kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung mengalami penurunan produksi. Sebelum mengalami kenaikan tajam di tahun 2012, pada tahun 2011 produksi ikan gurame di kecamatan ini hanya mampu menembus angka 320.80 ton. Ini mengindikasikan bahwa produksi ikan gurame menghadapi risiko produksi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produksi ikan gurame yang dibudidayakan oleh petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini (Gambar 2).

Gambar 2Fluktuasi produksi ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman, 2015 (diolah) 0

500 1000 1500 2000 2500

2009 2010 2011 2012

Ton

(21)

Gambar 3Produktivitas ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun, 2015

Selain itu, gambar diatas menggambarkan bahwa dari 40 responden yang dianalisis menunjukkan sebanyak 18 responden saja yang produkivitasnya berada diatas produktivitas standar atau rata-rata, yaitu sebesar 2.97 kg/m2, sisanya sebanyak 22 responden berada dibawah garis standar atau rata-rata. Banyaknya responden yang berada dibawah garis standar dikarenakan kurangnya penanganan dalam mengatasi berbagai kemungkinan yang terjadi di areal kolam karena pengetahuan yang dimiliki cukup terbatas. Selain itu, penggunaan teknologi dan sistem budidaya masih menganut semi intensif. Keberagaman produktivitas dari petani di Kecamatan ini menunjukkan bahwa adanya indikasi risiko produksi yang dihadapi oleh petani.

Adanya risiko produksi dalam kegiatan budidaya ikan gurame dapat merugikan petani dan realisasi atas tujuan pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung gagal tercapai, mengingat risiko produksi berpengaruh terhadap hasil panen ikan gurame yang dihasilkan petani. Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan masalah yang dapat dikaji lebih dalam lagi adalah bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan penelitian yaitu menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dengan melihat nilai–nilai dari produktivitas rata–rata dan varians produktivitas. Tujuan ini sejalan dengan perumusan masalah yang hendak dikaji yakni, mengetahui bagaimana pengaruh faktor – faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung.

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39

produktivitas (kg/m²) standar

(22)

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Bagi petani ikan gurame, hasil kajian yang dilakukan dapat digunakan sebagai literature untuk meminimalkan resiko, dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberlangsungan usaha ikan gurame agar dapat meningkatkan hasil produksi yang nantinya akan berimplikasi pada peningkatan pendapatan petani ikan gurame.

2. Bagi institusi penellitian dapat digunakan sebagai literatur dan sumber acuan mengenai analisis risiko produksi serta faktor-faktor yang memengaruhi budidaya ikan gurame di kecamatan 2 x 11 enam lingkung.

Ruang Lingkup

Penelitian ini berfokus pada Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Ikan Gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman dengan ruang lingkup, antara lain :

1 Komoditas yang dibudidayakan petani diantaranya pembenihan, pendederan dan pembesaran. Dalam penelitian ini, produk yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini hanya komoditas ikan gurame pembesaran (konsumsi).

2 Standar benih gurame siap tebar dapat dimulai dari jenis benih larva, biji oyong, daun kelor, silet, korek, bungkus rokok, dan super/tempelan. Pada penelitian ini, standar benih yang diteliti adalah jenis korek dengan ukuran 5–8 cm. Sehingga jangka waktu dari saat benih ditebar sampai ikan siap dipanen adalah 9-11 bulan.

3 Penetapan variabel input produksi disesuaikan dengan penggunaan input di lapangan dan berdasarkan studi literatur.

4 Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung terbagi menjadi tiga nagari (desa) yaitu Nagari Sungai Asam, Nagari Lubuak Pandan, Nagari Sicincin. Dalam penelitian ini mengambil studi kasus pada petani responden di ketiga Nagari.

5 Penelitian ini mengambil sampel keseluruhan responden yang pernah panen ikan gurame konsumsi pada tahun 2014 maupun awal tahun 2015 (1 kali panen)

TINJAUAN PUSTAKA

Prospek Perikanan di Indonesia

(23)

Secara umum perikanan tangkap adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan ikan tanpa melalui proses produksi, karena proses produksi telah dilakukan secara alami di alam. Hal ini cenderung berbeda dengan perikanan budidaya dimana dibutuhkan tenaga manusia dan waktu yang tidak sebentar untuk memproduksi jenis ikan yang akan dipanen.

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Perikanan Budidaya telah menetapkan sepuluh komoditas unggulan perikanan yang mempunyai potensi untuk di ekspor. Komoditas tersebut adalah komoditas udang, rumput laut, ikan gurame, lele (dumbo), ikan kerapu, nila, bandeng, patin, abalone dan ikan hias. Sebagai salah satu jenis ikan yang masuk dalam program revitalisasi, ikan gurame (kegiatan budidaya) diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan pembudidaya.

Purwitasari (2011) dan Pratiwi (2013) menyatakan bahwa kontirbusi perikanan terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan prime mover perekonomian nasional, potensi perikanan ini dapat terlihat dari total produksi perikanan yang semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga sektor perikanan sangat berpotensi sebagai salahsatu tumpuan ekonomi nasional dimasa mendatang.

Penelitian Sitepu (2013) mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha pembesaran ikan gurame kelompok tani mina makmurKecamatan Dramaga kabupaten Bogor juga menjelaskan bahwa usaha pembesaran gurame merupakan salah satu usaha budidaya perikanan yang memiliki potensi dalam menumbuhkembangkan industri kecil dan menengah. Usaha ini dinilai sebagai salah satu usaha yang sangat prospektif, mengingat tingginya permintaan pasar terhadap gurame konsumsi.

Risiko Budidaya Ikan Gurame

Penelitian terdahulu terkait dengan budidaya ikan gurame sudah banyak dilakukan, namun hanya terkait dengan cara pembudidayaan dan analisis atau evaluasi budidaya ikan gurame saja. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian tentang risiko produksi ikan gurame, dimanapenelitian mengenai risiko produksi pada ikan gurame jarang ditemukan. Kesulitan dalam mencari penelitian-penelitian yang terkait dengan risiko budidaya ikan gurame menyebabkan kurangnya literatur yang dapat dijadikan bahan acuan relevan. Keadaan ini diduga karena masa waktu produksi ikan gurame yang cukup panjang dibandingkan dengan ikan budidaya lainnya.

(24)

Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor) oleh Astrid Bagjariani tahun 2013.

Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian

Analisis risiko oleh rata-rata peneliti terdahulu banyak menggunakananalisis ukuran risiko seperti mencari nilai expected return, variasi atau ragam (variance), standar deviasi atau simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variance). Salah satu penelitian terdahulu melakukan pendekatan ukuran risiko tersebut dengan menambahkan kajian dampak sumber risiko produksi terhadap pendapatan dengan mengggunakan metode Value at Risk/ VaR (Bagjariani2013; Pratiwi 2013)

Sedangkan Dewiaji (2011), Purwitasari(2011) dan Lestari (2009) melakukan analisis risiko produksi dengan cara menilai probabilitas terhadap sumber-sumber risiko produksi yang ada di dalam objek penelitian yang ditelitinya, serta mengukur besarnya dampak yang ditimbulkan dari masing-masing sumber risiko. Analisis tersebut dilakukan dengan cara metode pengukuran probababilitas dengan menggunakan metode Z-Score dan pengukuran besarnya dampak sumber risiko dengan menggunakan metode Value at Risk (VaR). Setelah dilakukannya analisis probabilitas dan dampak risiko dari sumber risiko, hasil dari analisis probabilitas dan dampak risiko dipakai untuk memetakan risiko sehingga didapat alternatif penanganan terhadap sumber-sumber risiko yang dihadapi oleh kegiatan budi daya objek penelitian. Metode penelitian analisis probabilitas dan dampak risiko sangat tepat dilakukan pada penelitian-penelitian tersebut, karena penelitan-penelitian tersebut hanya mengkaji satu komoditas yang ada di salah satu perusahaan, sehingga mendalami pengetahuan tentang sumber-sumber risiko yang terjadi beserta dampak yang ditimbulkan dari sumber risiko tersebut.

Hal yang berbeda tampak pada penelitian Sinaga (2011) yang menggunakan metode analisis Just and Pope dengan mengidentifikasi variabel variabel pada faktor inputyang memepenaruhi produksi. Variabel tersebut berhasil merumuskan beberapa faktor yang dianggap memengaruhi produkstivitas udang windu yaitu benur, pupuk urea, obat-obatan, saponin, dan tenaga kerja.

Berdasarkan tiga metode pendekatan analisis tersebut peneliti mencoba menggunakan metode analisis Just and Pope dengan harapan menemukan salah satu faktor yang paling beresiko pada input produksi. Hal ini didasarkan pada ruanglingkup penelitian yang hanya terbatas pada faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas ikan gurame pada input.

Sumber–Sumber Risiko Ikan Air Tawar

(25)

Sedangkan pada penelitian Farman (2013) yang menganalisis ririko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi ikan lele adalah hama, penyakit, kualitas air, dan kanibalisme, dari keseluruhan sumber risiko yang diidentifikasi tersebut diperoleh hasil bahwa sumber risiko kualitas air dan kanibalesme merupakan sumber risiko yang paling utama diperhatikan dalam berbisnis ikan lele sangkuriang. Hal ini didasari sifat alamiah dari ikan lele tersebut yang memakan ikan lele lain yang ukurannya lebih kecil.

Hal berbeda didapat pada penelitian Sahar (2010) yang mengidentifikasi sumber– sumber risiko pada ikan pembenihan larva ikan bawal. Penelitian ini menyebutkan bahwa sumber–sumber risiko pada ikan bawal adalah penyakit berupa white spot, cuaca, dan faktor kesalahan manusia. Hal ini kemudian dibenarkan oleh penelitian Bagjariani (2013) yang menyatakan bahwa sumber risiko pada produksi pembenihan ikan bawal adalah kesalahan SDM, faktor cuaca, kanibalisme, dan penyakit yang dapat memicu kematian. Berdasarkan informasi tersebut maka dapat dipetakan pada Tabel 6 sumber–sumber risiko yang dihadapi pada ikan air tawar.

Tabel 6 Sumber - sumber risiko pada ikan air tawar Jenis Ikan SDM Cuaca Hama dan

Penyakit

Kanibalisme Kualitas Air

Nila Ada Ada Ada Tidak Tidak

Lele Tidak Tidak Ada Ada Ada

Bawal Ada Ada Ada Ada Tidak

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori Produksi

Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi. Jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi akan dipengaruhi oleh penggunaan input produksi. Selain itu hasil output produksi tidak hanya ditentukan oleh penggunaan input tapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kondisi cuaca atau iklim, hama dan penyakit. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi dan pengaruh eksternal terhadap kegiatan produksi maka diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai teori produksi.

(26)

Keputusan dalam kegiatan proses produksi terbagi dalam tiga kategori, yaitu jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Keputusan jangka pendek dilakukan dimana satu atau lebih faktor produksi adalah tetap. Keputusan jangka panjang dilakukan dimana seluruh faktor produksi bersifat variabel tetapi dengan kondisi teknologi tertentu. Keputusan jangka sangat panjang dilakukan dimana seluruh faktor bersifat variabel termasuk teknologi. Input tetap adalah input yang tidak berubah atau tidak dapat ditambah, dinamakan sebagai faktor tetap, sedangkan input variabel adalah input yang dapat berubah dalam jangka waktu tertentu dinamakan sebagai faktor variabel (Lipsey et al. 1995).

Hubungan kuantitatif antara input dengan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi (Dillon dan Hardaker 1984). Jika Y adalah produksi dan Xi adalah input i, maka nilai Y bergantung kepada nilai X1, X2, X3, …, Xn yang digunakan. Jika suatu persamaan fungsi produksi menggunakan m input, maka persamaan itu disebut fungsi produksi dengan m faktor. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)

Hubungan faktor-faktor produksi menjelaskan hubungan antara produksi dengan satu faktor variabel produksi, dan disebut sebagai fungsi produksi (Suratiyah 2006). Gambar 4 menjelaskan mengenai hubungan fungsi produksi antara satu output dengan satu input. Dari fungsi produksi juga dapat digambarkan Marginal Product (MP) yang menjelaskan tambahan produksi per satuan tambahan input serta Average Product (AP) yang menjelaskan produksi per satuan input. Gambar 4 juga menjelaskan elastisitas produksi (Ep) yang terjadi yang menunjukkan persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase input yang digunakan.

(27)

Sumber : Suratiyah (2009)

Gambar 4 Kurva Produksi

Salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk mewakili kondisi yang sesungguhnya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan salah satu model yang umum dibahas dan digunakan oleh para peneliti. Fungsi ini menunjukkan hubungan antara variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dalam kasus produksi pertanian, variabel independen mewakili faktor produksi sedangkan variabel dependen mewakili hasil produksi. Soekartawi (2002) juga menyebutkan bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi. Persyaratan tersebut antara lain, tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, tidak ada perbedaan teknologi, tiap variabel independen adalah perfect competition, dan perbedaan lokasi seperti iklim sudah tercakup pada komponen kesalahan. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = boX1b1X2b2X3b3,...,Xnbneu

Dimana:

Y = variabel dependen (variabel yang dijelaskan) X = variabel independen (variabel yang menjelaskan) Xn = besaran yang akan diduga

u = kesalahan (distrubance term) e = logaritma natural (e=2,718)

(28)

yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale.

Risiko Produksi Pertanian

Dunia usaha tidak terlepas dari adanya risiko. Kata risiko telah banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam dunia bisnis maupun usaha. Kegiatan bisnis bidang pertanian pun erat kaitannya dengan istilah risiko ini. Pengusaha maupun petani umumnya menggunakan istilah risiko untuk menggambarkan suatu kejadian yang merugikan. Pemahaman setiap orang terhadap risiko bisa berbeda-beda tergantung pada sejauh mana orang tersebut mengerti konsep dan definisi risiko.

Secara garis besar, situasi keputusan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu situasi keputusan yang pasti, dan situasi keputusan yang tidak pasti atau dalam kondisi risiko. Risiko secara umum didefinisikan sebagai peluang suatu kehilangan atau kerugian

(Harwood, et al 1999).

Vose (2008) mendefinisikan risiko sebagai kejadian acak yang mungkin terjadi dan jika terjadi akan berdampak negatif pada tujuan organisasi. Menurut Kountur (2006) terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap risiko yaitu (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, yang berarti bisa saja terjadi atau bisa saja tidak terjadi, (3) jika sampai terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian.

Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian. Bahkan istilah risiko sering disamakan dengan ketidakpastian, walaupun kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Robison dan Barry (1987) dan Ellis (1993) memberikan definisi berbeda antara risiko dengan ketidakpastian. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa sebelumnya sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian sebelumnya dapat digunakan untuk mengestimasikan peluang kejadian berikutnya. Sedangkan ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya. Sementara itu, menurut Ellis (1993) risiko dibatasi pada situasi dimana suatu kejadian dapat dihubungkan dengan kemungkinan munculnya kejadian-kejadian tersebut yang dapat memengaruhi hasil dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana peluang terjadinya kejadian tersebut tidak dapat ditentukan. Kemungkinan terjadinya tidak diketahui oleh pembuat keputusan maupun orang lain. Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko merupakan kejadian merugikan yang dapat dihitung peluang terjadinya sedangkan ketidakpastian merupakan peluang kejadian merugikan yang tidak dapat dihitung besarnya peluang kejadian tersebut terjadi.

Terjadinya risiko pada kegiatan usaha dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber penyebab terjadinya risiko. Menentukan sumber risiko adalah penting karena memengaruhi penanganannya (Darmawi 2006). Menurut Harwood, et al (1999) terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani yaitu:

1. Risiko produksi

Risiko produksi yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca, curah hujan, suhu ekstrem, serangan hama dan penyakit.

2. Risiko harga

(29)

3. Risiko Institusional

Risiko institusional disebabkan oleh perubahan kebijakan dan regulasi yang memengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input maupun output, kebijakan penggunaan input pertanian, kebijakan penggunaan lahan, pajak dan kredit.

4. Risiko Sumber Daya manusia

Kejadian yang merugikan seperti meninggal, perceraian, kecelakaan, kondisi kesehatan yang menurun dari pelaku usaha dapat memengaruhi hasil dari kegiatan usaha. Selain itu adanya pencurian dan kebakaran karena kelalaian pekerja juga dapat memengaruhi hasil perusahaan.

5. Risiko finansial

Petani mungkin menghadapi persoalan seperti besarnya tingkat suku bunga pinjaman, atau menghadapi kesulitan keuangan untuk membayar pinjaman.

Analisis risiko melibatkan tidak hanya pada peluang terjadinya tetapi juga bagaimana cara mengikutsertakannya dalam keputusan ekonomi. Oleh karena itu, istilah risiko digunakan untuk menguraikan keseluruhan mekanisme tersebut dimana petani mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kejadian yang tidak pasti (Ellis 1993). Terdapat hubungan antara penggunaan faktor produksi terhadap risiko. Petani seringkali dihadapakan pada situasi pengambilan keputusan dengan mengakomodasi terjadinya risiko. Salah satu risiko yang sering dialami oleh petani adalah risiko produksi.

Terjadinya risiko produksi dapat diidentifikasi dengan adanya fluktuasi pada produktivitas hasil. Produktivitas yang beragam sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor produksi dan faktor eksternal. Menurut Asche dan Tveteras (1999), faktor produksi atau input produksi dapat bersifat meningkatkan risiko dan ada pula yang mengurangi risiko. Pengaruh faktor eksternal juga dapat meninimbulkan risiko diantaranya pengaruh musim dan serangan hama dan penyakit (Ellis 1993).

Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry 1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat diketahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut dibedakan menjadi dua yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dan faktor produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987):

q = f(x) + h(x)e

dimana:

q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi produksi rata-rata

h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)

x = Input atau faktor produksi yang digunakan e = Komponen error

(30)

Format fungsional yang paling umum digunakan dalam kerangka model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi Cobb-Douglas. Model Just and Pope menyediakan uji untuk risiko produksi dan melakukan estimasi terhadap parameter dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko dalam langkah yang berbeda.

Fungsi varian pada model Just and Pope mewakili fungsi risiko karena fungsi tersebut dapat diintrepretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan Tveteras 1999). Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance error memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap observasi (Gujarati 2007). Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas. Fluktuasi produktivitas ini menyebabkan data produksi sangat bervariasi sehingga dalam pengukuran risiko produksi diggunakan pendekatan nilai variance error. Pengukuran risiko dengan menggunakan variance error produksi dapat menggunakan pendekatan Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variance error. Secara umum model Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variance error dapat dirumuskan sebagai berikut (Gujarati 2007).

lnei

2

= B

0+BI ln Xi+vi

dimana:

ei2 = Variance error Xi = Variabel penjelas Vi = Faktor residu Bi = Koefisien parameter i = 1,2,3,...,n

Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung di Kabupaten Padang Pariaman memiliki

karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. Kondisi

alam dan sumberdaya lingkungan di kecamatan ini memberikan keuntungan

tersendiri kepada masyarakatnya. Petani di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

sebagian besar membudidayakan ikan konsumsi air tawar berupa ikan nila, mas

dan gurame dengan produksi ikan gurame paling tinggi dibandingkan produksi di

kecamatan lain di Kabupaten Padang Pariaman. Dalam kegiatan budidaya, petani

tidak terlepas dari permasalahan risiko. Risiko yang sering dihadapi oleh petani

ikan gurame adalah risiko produksi. Hal ini terlihat dari adanya fluktuasi

produktivitas ikan gurame yang dibudidayakan. Sumber internal yang

menyebabkan risiko produksi diantaranya karena adanya perbedaan penggunaan

jumlah input pada masing-masing petani. Beberapa input yang biasa digunakan

dalam proses budidaya ikan gurame di antaranya adalah benih, pakan buatan

berupa pelet, pakan alami berupa dedaunan, pupuk, obat-obatan, dan kapur.

Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, dilakukan analisis risiko

produksi menggunakan model

Just and Pope

. Analisis tersebut dilakukan dengan

melakukan pendekatan terhadap fungsi produktivitas dan fungsi varians

produktivitas. Hasil analisis akan memberikan gambaran mengenai pengaruh

penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi.

(31)

ringkas, kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

5.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena didasarkan Kabupaten Padang Pariaman merupakan sentra perikanan

Gambar 5 Kerangka operasional analisis faktor-faktor yang memengaruhi risiko produksi ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung Sumatera Barat

Kegiatan Budidaya ikan gurame yang dilakukan petani di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

Faktor produksi :

1. Benih

2. Pakan Buatan 3. Pakan Alami 4. Pupuk 5. Obat-Obatan 6. Kapur

Fluktuasi produktivitas yang terjadi di antara petani gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung

Adanya Risiko Produksi

Model Fungsi Produksi Just and Pope

Pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi

(32)

budidaya khususnya ikan guramedi Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkungmerupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Padang Pariaman, yang rata–rata masyarakatnya mengusahakan ikan gurame sabagai mata pencariannya, ini terbukti dari penyumbang produksi perikanan budidaya paling tinggi di Kabupaten Padang Pariaman adalah kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Pengambilan data dari responden dilakukan pada bulan Maret–April 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. Data primer diperoleh langsung pada kegiatan di lapang dan melalui wawancara dengan petani, penyuluh pertanian, perangkat desa, ketua kelompok tani, maupun pemerintah dinas untuk mengetahui keadaan umum lokasi usaha, proses produksi, penanganan produk, pemasaran, dan sumber risiko yang dihadapi dalam melakukan usaha pembudidayaan ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung.

Data sekunder diantaranya diperoleh dalam bentuk data historis yang dimiliki pemerintah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung berupa data monografi desa, literatur pada instansi–instansi terkait dengan data Produk Domestik Bruto, data produksi, konsumsi, data geografi Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, Unit Pelaksana Teknis Daerah Kabupaten Padang Pariaman, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Padang Pariaman dan literatur penelitian terdahulu yang terkait dengan risiko produksi dan pembudidayaan ikan gurame dari perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, buku, jurnal, penelusuran melalui internet dan literatur–literatur lain yang relevan dengan topik dan komoditas penelitian.

Metode Pengambilan Data

(33)

Data yang digunakan dalam penelitian adalah cross section pada 2013 dan 20 14. Hal ini didasarkan karena petani ikan gurame tidak memiliki catatan khusus mengenai penggunaan input-input yangdibutuhkan dan produksi yang dihasilkan sehingga menggunakan tahunsebelumnya agar memudahkan petani dalam mengingatnya. Lalu, dasarpenentuan titik dengan saru siklus budidaya, hal ini dikarenakan masa produksi ikan gurame yang mencapai sebelas bulan dalam satu kali panen.

Data dan informasi yang telah didapat akan langsung diolah dengan menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Exel 2010, dan SAS 9.1. Penelitian ini juga dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif dimana analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum dan alternatif strategi apa yang cocok untuk diterapkan oleh para petani tradisional khusus komoditas ikan gurame di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan diskusi. Kegiatan observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Pengumpulan data melalui wawancara dan diskusi kepada pihak-pihak terkait dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian, proses kegiatan teknis seperti kegiatan produksi dan pemasaran, sumber risiko, dan keterangan lain yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Metode Analisis

Pengolahan serta analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif yangmerupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu setkondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang.Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secarasistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber yangmenjadi penyebab terjadinya risiko yang muncul pada aspek teknis maupun aspekekonomis. Analisis dilakukan berdasarkan penilaian pengambilan keputusan para petani ikan gurame secara subjektif yang dilakukan untuk melihatapakah manajemen risiko yang diterapkan sudah cukup efektif untuk meminimalkan risiko. Metode analisis deskriptif untuk menganalisis faktor-faktor risiko yang berpengaruh serta diterapkan para petani ikan gurame. Hal ini dilakukan secara observasi, wawancara dan diskusi dengan para peani ikan gurame di kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung.

Analisis Model Fungsi Produksi Just And Pope

(34)

produktivitas. Fungsi produksi yang digunakan dalam model ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural.

Produksi Ikan Gurame di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung dipengaruhi oleh faktor produksi dan faktor eksternal. Perbedaan penggunaan faktor produksi dapat memengaruhi hasil produksi ikan gurame hal ini menyebabkan produktivitas ikan gurame yang dihasilkan oleh petani beragam.

Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa analisis fungsi produksi adalahkelanjutan dari aplikasi analisis regresi, yaitu analisis yang menjelaskan hubungansebab-akibat. Jadi bila produksi (Y) dipengaruhi oleh pakan (X), maka pakan akanselalu memengaruhi produksi dan tidak akan terjadi sebaliknya (produksimemengaruhi jumlah pakan yang dipakai). Hubungan Y dan X dapat beruparegresi berganda dimana jumlah variabel X lebih dari satu, yaitu :

Y = f (X1,X2, X3…Xn)

Terdapat enam variabel X (variabel yang memengaruhi produksi) yang penting dalam budidaya ikan gurame yaitu :

X1 = Benih (ekor/m2) X2 = Pakan Buatan (kg/m2) X3 = Pakan Alami (kg/m2) X4 = Pupuk (kg/m2) X5 = Obat-Obatan (kg/m2) X6 = Kapur (kg/m2)

Disamping itu, dalam menganalisis perlu memperhatikan tentang ada atautidaknya hubungan (korelasi) antara variabel (X) yang dianalisis. Perlu dilihatmengenai multikolinearitas yaitu hubungan yang sempurna antara beberapa atausemua variabel bebas (X) dalam model regresi yang digunakan. Soekartawi(1990) besarnya koefisien korelasi antara variabel bebas (X) tersebut dianggapcukup tinggi jika bernilai sama dengan atau sampai lebih besar dari nilai 0,8.Sedangkan model fungsi produksi Just And Pope, antara lain :

Y = f (x,ß) + h (x,Ø) e Dimana :

Y = Hasil Produktivitas

F = Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dalam rata – rata hasil produktivitas

h = Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dalam variance hasil produktivitas

x = Faktor- faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input) ß, Ø = Besaran yang akan diduga

e = Error

Adapun fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance produktivitas ikan gurame sebagai berikut:

Fungsi Produksi Rata – Rata :

Y = f (x) Ln Yi =

(35)

Fungsi

Variance

Produktivitas :

=

=

+

+

+

+

+

+

+

Variance Produktivitas :

Yi = Yi − Ŷi ²

Dimana :

Y = Produktivitas ikan gurame (kg/m2)

Ŷ = Produktivitas ikan gurame dugaan (kg/m2) X1 =Jumlah benih per siklus (ekor/m2)

X2 = Pakan buatan per siklus (kg/m2) X3 = Pakan Alami per siklus (kg/m2) X4 = Pupuk per siklus (kg/m2) X5 = Obat-obatan per siklus (kg/m2) X6 = Kapur per siklus (kg/m2)

Y = Variance Produktivitas ikan gurame

ε = Error term I = Petani reponden

ß1, ß2… ß6 = Koefisien parameter dugaan X1,X2, X3, X4, X5, X6

Ө1,Ө2… Ө6 = Koefisien parameter dugaan X1,X2, X3, X4, X5, X6

Hipotesis :

 Jika ß1, ß2… ß6> 0 artinya semakin banyak input X yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas ikan gurame semakin meningkat.

 Jika Ө1,Ө2… Ө6> 0 artinya semakin banyak input X yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produktivitas ikan gurame semakin meningkat.

Hipotesis Fungsi Produktivitas

a. Jumlah Benih

Benih ikan gurame merupakan faktor produksi yang juga penting untuk diperhatikan. Jumlah benih yang ditebar dalam kolam memengaruhi hasil produksi. Padat tebar benih berbeda – beda tergantung umur dan ukuran benih yang ditebar. Untuk penelitian ini ukuran sampel yang diambil adalah rata –rata benih ukuran 3 inchi dengan berat 40 – 50 gram atau yang biasa disebut ukuran korek. Saparianto (2011) menyatakan bahwa padat tebar benih dengan berat 40 – 50 gram adalah 5 -7 ekor/m2. Jika β1> 0 artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka rata – rata hasil produksi ikan gurame akan meningkat.

b. Pakan Buatan

(36)

c. Pakan Alami

Pakan alami merupakan faktor produksi yang penting untuk diperhatikan. Karena sistem budidaya yang digunakan di penelitian ini masih berupa semi intensif. Pakan alami yang digunakan adalah dedaunan atau tumbuhan air yang disukai gurame dewasa. Pakan alami jenis dedaunan umumnya diberikan sebagai pakan tambahan, selain pelet. Pemberian pakan alami biasanya dimaksudkan untuk menekan biaya produksi dari pakan pelet. Jika β3> 0 artinya semakin banyak pakan alami yang digunakan dalam proses produksi maka rata –rata hasil produksi ikan gurame akan meningkat.

d. Pupuk

Pemupukan berguna untuk menyediakan media tumbuh pakan alami daan unsur hara bagi tanaman atau plankton yang menjadi pakan bagi ikan gurame. Pupuk yang sering digunakan terdiri dari kotoran ternak besar (sapi, domba, atau kerbau) dengan dosis 150 g/m2, kotoran ternak unggas (ayam, itik atau burung puyuh) sebanyak 250 – 500 g/m2, pupuk urea 15g/m2, dan TSP 10 g/m2. Dosis tersebut tidak mutlak, tetapi disesuaikan dengan kesuburan kolam. Jika β4> 0 artinya semakin banyak pupuk yang digunakan dalam proses produksi maka rata –rata hasil produksi ikan gurame akan meningkat.

e. Obat – Obatan

Manfaat pemakaian obat – obatan adalah untuk memperkuat daya tahan tubuh ikan dan mencegah dari timbulnya bibit – bibit penyakit dalam tubuh ikan gurame. Jika

β5> 0 artinya semakin banyak obat - obatan yang digunakan dalam proses produksi maka rata –rata hasil produksi ikan gurame akan meningkat.

f. Kapur

Pengapuran dilakukan bertujuan untuk menaikkan pH tanah, membunuh hama, parasit, dan penyakit ikan serta mempercepat pembongkaran bahan-bahan organik. Jenis kapur yang biasa digunakan adalah kapur pertanian atau dolomit dengan dosis 60 – 200 g/m2. Dosis kapur yang digunakan tergantung pada kondisi pH tanah. Semakin rendah pH tanah, kebuituhan kapur untuk pengapuran semakin banyak. Jika

β6> 0 artinya semakin banyak pakan alami yang digunakan dalam proses produksi maka rata –rata hasil produksi ikan gurame akan meningkat.

Hipotesis Fungsi

Variance

Produktivitas

Hipotesis ini digunakan sebagai pertimbangan bahwa semua faktor produksi yang ada berpengaruh positif terhadap variasi hasil produksi ikan gurame. Penjelasan hipotesis ini yaitu : θ1, θ2, θ3 , θ4, θ5, θ6> 0, artinya semakin banyak luasan lahan, benih, pakan alami, pakan buatan, pupuk, obat-obatan dan kapur maka variasi hasil atau risiko produktivitas ikan gurame akan semakin meningkat.

a. Benih

θ1> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas ikan gurame semakin meningkat, sehingga benih dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). b. Pakan Buatan

θ2> 0, artinya semakin banyak pakan buatan yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas ikan gurame semakin meningkat, sehingga pakan buatan dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).

c. Pakan Alami

(37)

pakan alami dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).

d. Pupuk

θ4> 0, artinya semakin banyak pupuk yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas ikan gurame semakin meningkat, sehingga pupuk dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). e. Obat -obatan

θ5> 0, artinya semakin banyak obat – obatan yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas ikan gurame semakin meningkat, sehingga obat – obatan dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).

f. Kapur

θ6> 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas ikan gurame semakin meningkat, sehingga kapur dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).

Model Analisis Regresi Berganda

Model analisis regresi berganda merupakan model yang bertujuan untukmerepresentasikan pola hubungan fungsional, satu variabel dependent (metrik) yangdipengaruhi oleh > 1 variabel independent (metrik). Model terbaik untuk :

1 Memprediksikan arah, besar dan sensitifitas perubahan variabel dependentsebagai respon atas perubahan variabel independent.

2 Peramalan nilai variabel dependent, berdasarkan atas variabel independent. Adapun unsur error (εt) dalam model mewakili, antara lain :

1 Variabel yang tidak dimasukkan ke model.

2 Komponen nonlinearitas hubungan variabel independent dengan dependent. 3 Salah ukur saat observasi dilakukan.

4 Kejadian yang sifatnya random.

5 Hubungan parameter variabel dependent.

6 Error menyebar normal, mean = 0 ragam dari error homogen.

Multikolinearitas Pada Variabel Independent

Multikolinier pada variabel independent adalah kondisi dimana terdapathubungan linier diantara variabel independent.

1 Variabel independent berkorelasi.

Sempurna tidak mungkin mengestimasi koefisien regresi. 2 Variabel independent saling bebas.

Tidak perlu regresi berganda karena estimasi dapat dilakukan untuk masing– masingvariabel independent.

3 Sebagian besar kasus yang ditemui berada diantara 2 kondisi yang ekstrimtersebut.

Adapun penyebab multikolinier dikarenakan adanya kecenderungan variabel-variabelekonomi yang bergerak secara bersamaan. Selanjutnya perlu dilakukantindakan perbaikan model, seperti :

1 Tambah observasi akan menyebabkan ragam jadi turun.

2 Mengeluarkan variabel-variabel independent yang berkorelasi kuat denganvariabel independent lainnya.

(38)

4 Gunakan teknik pendugaan partial least square

Komponen

Error Heteroscedaticity

Homoskedastisitas adalah kondisi dimana komponen error pada modelregresi memiliki ragam yang sama, untuk setiap nilai variabel independent. Akibat heteroskedastisitas, antara lain : koefisien regresi dugaan masih konsistendan tidak bias, namun ragam koefisien regresi underestimate maka uji T tidak valid. Heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan menggunakan grafik,yaitu plot komponen error kuadrat menurut dependent variabel dugaan ataumenurut masing-masing independent variabel, yaitu jika tidak berpola berartihomoskedastisitas.

Uji Durbin Watson d

Statistics

Selain tidak boleh adanya multikolinieritas, dalam asumsi model linier klasik juga tidak boleh adanya autokorelasi. Autokorelasi yaitu adanya korelasi di antara komponen error, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain (Gujarati 2007). Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW).

Pengujian Durbin-Watson dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software statistik untuk mendapatkan nilai DW hitung. Nilai uji DW tabel diperoleh dengan menentukan jumlah sampel (n) dan jumlah variabel penjelas diluar konstanta (k). Kemudian melihat nilai DW pada tabel dan diperoleh nilai DW batas atas (dU) dan DW batas bawah (dL). Kriteria hasil uji dapat dilihat pada Gambar 6.

Ada Daerah Daerah Ada Autokorelasi Autokorelasi meragukan Meragukan negatif

positif

Tidak ada

Autokorelasi

Gambar 3 Statistik d Durbin – Watson Sumber : Gujarati (2007)

[image:38.595.81.477.332.823.2]

0 dL du d 4 - du 4 – dL 4

(39)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Potensi Umum Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

Batas Wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

Kabupaten Padang Pariaman terletak di pesisir barat Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah Kabupaten Padang Pariaman adalah 1.328,79 Km2 yang membentang dari utara ke selatan dengan panjang garis pantai ± 60,5 Km, terletak pada posisi 00 11’ – 0.49’ Lintang selatan dan 980 36’ – 1000 28’ Bujur Timur. Kabupaten Padang Pariaman memiliki batasan langsung dengan beberapa Kabupaten lain dan juga Lautan, dimana sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Agam, sebelah selatan berbatasan dengan Kota Padang, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar.

Secara administratif, pemerintah Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari tujuh belas wilayah kecamatan dengan 60 nagari. Salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Padang Pariaman adalah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung. Secara Geografis kecamatan ini terletak pada 1000 16’ 00” Bujur Timur dan 00 39’ 00” Lintang Selatan dengan ketinggian dari permukaan laut ± 25 – 1000 mdpl. Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung memiliki luas daerah 36,25 Km2 dengan penggunaan lahan terdiri dari persawahan, kabun campuran, perkebunan rakyat, hutan belukar, pemukiman dan lainnya. Adapun batas wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Batas wilayah Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun 2015

Batas Kecamatan

Utara Kec. Patamuan dan Kec. 2 x 11 Kayu Tanam Selatan Kec. Enam Lingkung

Barat Kec. VII Koto

Timur Kec. 2 x 11 Kayu Tanam

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2014

(40)
[image:40.595.37.483.62.782.2]

Tabel 8 Luas daerah menurut nagari atau korong di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

Nagari / Korong Luas Daerah (Km2)

Lubuk Pandan 6.84

Kampung Panyalai 1.29

Padang Bukik 2.54

Balai Satu 0.91

Kampung Guci 0.91

Kiambang 1.91

Sicincin 21.80

Ladang Laweh 12.27

Sicincin 2.54

Pauh 4.33

Bari 2.66

Sungai Asam 7.61

Sungai Asam 2.80

Ganting 2.81

Singaung 2.00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2014

Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Wilayah yang ada di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung terdiri dari lima wilayah yang cukup besar penggunaannya, antara lain wilayah sawah, kebun campuran, perkebunan rakyat, hutan belukar, pemukiman. Sebagian besar penggunaan lahan ini adalah kebun campuran dan sawah. Hal ini didasari bahwa mata pencarian sebagai petani. Persentase luas lahan yang digunakan di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Persentase luas lahan menurut penggunaan

Penggunaan Luas Area (Ha) Persentase (%)

Sawah 912 25.16

Kebun Campuran 1 135 31.31

Perkebunan Rakyat 772 21.30

Hutan Belukar 52 1.43

Pemukiman 325 8.97

Lainnya (perairan umum dan kolam)

429 11.83

Total 3 625 100

Sumber : Kantor Camat Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, 2015

Potensi Perikanan Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung

[image:40.595.43.487.96.316.2]
(41)

Tabel 10 Produksi perikanan budidaya di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung tahun 2010 -2012

No Jenis Ikan Produksi (Ton)

2010 2011 2012

1 Mas 79.83 16.75 125.76

2 Nila 1 490.65 236.80 1 437.54

3 Gurame 876.35 320.80 1 991.39

4 Bawal - - 5.78

5 Lele 126.70 257.35 602.40 7 Lainnya 71.15 30.04 98.75 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Padang Pariaman, 2015

Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa produksi komoditas ikan gurame pada tahun 2010 – 2012 mengalami fluktuasi. Penurunan produksi terjadi pada tahun 2011, namun di tahun 2012 produksi ikan gurame secara meningkat. Berdasarkan fakta lapangan yang didapat, fluktuasi ini dapat terjadi dikarenakan adanya wabah bakteri Aeromonas punctata dan Aeromonas hydrophylla atau sering disebut dengan penyakit bercak merah, dimana badan gurami yang terserang penyakit ini akan berwarna gelap dan kulitnya menjadi kasar (akibat kekurangan lendir) dan penyakit white spot yang disebabkan oleh protozoa yang memiliki bulu getar, yaitu Ichthyophthirius multifillis. Parasit ini biasanya berada di bawah lapisan epidermis kulit yang menyebabkan warna tubuh gurami menjadi pucat akibat dari adanya bintik putih di seluruh badan ikan. Kedua penyakit ini pada umumnya menyebabkan kematian ikan yang berimplikasi pada penurunan jumlah produksi.

[image:41.595.109.515.480.718.2]

Secara keseluruhan berdasarkan data statistik dari UPTD–Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah III Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2013, diketahui bahwa luas keseluruhan perairan umum dan kolam rakyat yang digunakan untuk memproduksi perikanan darat adalah seluas 261 Ha dengan total produksi 6422 Ton. Produksi dari masing – masing korong (desa) dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Luas dan produksi perikanan darat menurut nagari atau korong

Nagari/Korong Perairan Umum Kolam Rakyat

Luas Produksi Luas Produksi

Lubuk Pandan 52.89 45.20 62.67 3 135.90

Kampung Panyalai 7.75 7.27 9.41 471.81

Padang Bukik 6.40 6.46 8.73 436.60

Balai Satu 13.48 9.68 18.86 943.54

Kampung Guci 10.78 7.27 7.41 370.95

Kiambang 14.48 14.52 18.26 913.01

Sicincin 44.61 45991 31.10 1638.31

Ladang Laweh 15.50 15.33 7.43 371.60

Sicincin 7.48 10.49 3.33 248.83

Pauh 8.13 8.88 9.16 458.51

Bari 13.50 11.30 11.19 559.37

Sungai Asam 37.74 36.30 32.02 1519.50

Sungai Asam 12.48 14.52 11.01 550.76

Ganting 13.78 7.27 11.07 471.08

Singaung 11.48 14.52 9.95 497.66

Jumlah 135 128 126 6 294

(42)

Budidaya Gurame di Kolam

Mahyuddin (2009), menjelaskan bahwa tubuh ikan gurame dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Sedangkan badan, dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal dan dari sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Gurame memiliki beberapa sirip yaitu sirip dada (pektoral), sirip perut (sirip ventral), sirip punggung (sirip dorsal), sirip dubur (sirip anal) dan sirip ekor.

Saparianto (2011) menjelaskan bahwa gurame mempunyai bentuk pipih dan tinggi (compress), dibagian perut terlihat lebih cekung. Bentuk kepala agak moncong ke depan hampir berbentuk segitiga. Pada bagian kepala memiliki mata yang terletak di atas lipatan sudut bibirnya. Memiliki mulut yang kecil miring dimana rahang bawah dan atas tidak sama, bibir bawah lebih tebal menjorok kedepan dan dapat disembulkan. Di dalam mulut terdapat lidah yang dapat dijulurkan. Dirahang terdapat gigi kecil berventuk kerucut, sedangkan deretan gigi sebelah luar lebih besar. Tubuh gurame ditutupi sisik yang nampak besar-besar dan tertata rapi. Warna sisik tergantung jenis gurame namun rata-rata pada bagian punggung berwarna hitam-coklat relatif gelap. Sedang pada bagian perut putih kekuningan relatif lebih terang dari warna punggungnya. Gurame dilengkapi sirip-sirip yang nampak nyata. Dibagian tubuh gurame mepunyai sepasang sirip-sirip perut yang berbetuk benang yang panjang dan berfungsi sebagai alat peraba. Dilengkapi dengan sirip dorsal berjumlah 12–13 duri dan 11–13 jari-ari yang letaknya jauh dibelakang sirip dada dan diatas atau dibelakang permulaan sirip dubur. Di atas atau dibelakang sirip dubur mempunyai 9–11 duri dan 19–21 jari–jari. Sirip perut terletak dibawah permulaan sirip dada terdiri dari sebuah duri dan 5 buah jari- jari. Jari–jari sirip perut pertama merupakan filamen yang bergaris – garis dan sirip ekor berbentuk kipas.

Budidaya gurame di kolam adalah kegiatan usaha pemeliharaa

Gambar

Tabel  1 Volume produksi perikanan tahun 2008 - 2012
Gambar 1 Produksi ikan gurame di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 – 2013
Tabel  3 Jumlah pembudidaya ikan gurame di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2013
Tabel  4Produksi perikanan budidaya per kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman  tahun 2011 – 2013 (Ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) formula pupuk NPK majemuk berbasis amonium nitrat relatif lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman kentang dan meningkatkan produktivitas

Jika dilihat dari aspek regulasi terkait yaitu UU Pilkada, UU ASN, dan UU Kepolisian, disebutkan bahwa yang dapat menduduki jabatan sebagai Pj Gubernur yaitu jabatan pimpinan

Di sisi lain, sekolah yang sifatnya membantu mencerdaskan anak didik, dengan sebagian biaya ditanggung oleh yayasan tertentu; hasilnya berbeda dengan sekolahan yang

Artinya nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari 5% (0,00 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap hasil

Hal tersebut mengingat bahwa ketentuan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 hanya memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi

1100- Manajemen nutrisi (hal.274) 5246- Konseling nutrisi (hal.276).. Hasil Workshop Nasional Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia tahun 2014 *Regional Barat: Jakarta,

Perubahan dalam proses produksi mengakibatkan penentuan harga pokok dengan sistem biaya tradisional (konvensional) akan memberikan hasil yang kurang tepat. Harga pokok

Disarankan penjahit dengan durasi kerja >8 jam harus merubah waktu kerjanya guna menghindari terjadinya keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) menjadi lebih tinggi yang