• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kegiatan Intervensi Spesifik Program 1000 Hari Pertama Kehidupan Dengan Status Kesehatan Dan Status Gizi Baduta Di Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kegiatan Intervensi Spesifik Program 1000 Hari Pertama Kehidupan Dengan Status Kesehatan Dan Status Gizi Baduta Di Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DENGAN STATUS

KESEHATAN DAN STATUS GIZI BADUTA

DI PROVINSI JAWA TENGAH

ULFA MAESYA ZULFIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Kegiatan Intervensi Spesifik Program 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan Status Kesehatan dan Status Gizi Baduta di Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Ulfa Maesya Zulfia NIM I14134002

________________________________

(4)
(5)

ULFA MAESYA ZULFIA. Hubungan Kegiatan Intervensi Spesifik Program 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan Status Kesehatan dan Status Gizi Baduta di Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR.

Gerakan 1000 HPK merupakan suatu upaya perbaikan gizi pada masa kehamilan sampai anak berusia dua tahun, terdiri dari dua jenis intervensi yaitu spesifik dan sensitif. Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan kegiatan intervensi gizi spesifik pada program 1000 HPK dengan status kesehatan dan status gizi baduta di Provinsi Jawa Tengah. Desain penelitian adalah cross

sectional study mengikuti desain penelitian Riskesdas (2013) karena seluruh data

dalam penelitian merupakan data Riskesdas (2013). Jenis intervensi spesifik diantaranya adalah pemeriksaan kehamilan dan suplementasi zat besi untuk ibu hamil, IMD dan pemeriksaan kesehatan untuk bayi baru lahir, serta ASI eksklusif, imunisasi, pemberian MP-ASI, suplementasi vitamin A, dan pemantauan pertumbuhan untuk bayi dan anak. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan pemeriksaan kesehatan pasca melahirkan, pemberian MP-ASI dengan status kesehatan baduta, serta imunisasi dan pemantauan pertumbuhan dengan status gizi baduta.

Kata kunci: 1000 HPK, baduta, intervensi spesifik, status gizi, status kesehatan.

ABSTRACT

ULFA MAESYA ZULFIA. The Correlation of Specific Intervention Activities of First 1000 Days of Life Program with Health Status and Nutritional Status in

Children Under Two Years in Central Java Province. Supervised by FAISAL

ANWAR.

The first 1000 days of life program is the effort of nutrition improvement on pregnancy stage until children two years old. The program has two types of intervention, there were specific and sensitive. The objective of this research was to analyze the correlation between specific intervention activities of first 1000 days of life program with health status and nutritional status in children under two years old in Central Java Province. Design of this study was cross sectional reffered the design study of Riskesdas (2013). There were several types of specific intervention, antenatal care and iron supplementation for pregnant woman, early initiations of breastfeeding and postnatal care for infant, also exclusive breastfeeding, immunization, breastfeeding complementary food, vitamin A supplementation, and growth monitoring for children. The result of Spearman analysis test showed that there were significant correlation between mother’s education with postnatal care, breastfeeding complementary food with health status, also immunization and growth monitoring with nutritional status.

(6)
(7)

1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DENGAN STATUS

KESEHATAN DAN STATUS GIZI BADUTA

DI PROVINSI JAWA TENGAH

ULFA MAESYA ZULFIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Hubungan Kegiatan Intervensi Spesifik Program 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan Status Kesehatan dan Status Gizi Baduta di Provinsi Jawa Tengah

Nama : Ulfa Maesya Zulfia

NIM : I14134002

Disetujui oleh,

Prof Dr Ir Faisal Anwar MS Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(11)
(12)

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini. Penelitian yang dipilih berjudul Hubungan Kegiatan Intervensi Spesifik Program 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan Status Kesehatan dan Status Gizi Baduta di Provinsi Jawa Tengah dan dilaksanakan selama November 2015 sampai Februari 2016 di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama proses penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan ilmu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

3. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI yang telah memberikan izin kepada penulis sehingga dapat menggunakan data hasil penelitian Riskesdas tahun 2013.

4. Ayah (H. Moch Amin Ismail), Ibu (Hj. Euis Aisyah, S.Pd, M.M.Pd), Adik (Tsani May Sharah), dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi dan mendoakan agar penyelesaian pendidikan dan skripsi ini diberikan kelancaran.

5. Rulia Ramaita S, Dwi Astuti, Masayu Nur Ulfa, dan Rifani Nabila selaku pembahas seminar atas saran dan koreksinya.

6. Teman-teman seperjuangan Nurul Hikmah, Fitrianisa Tiaranti, Nurzakiah Ulfah, Tia Rindjani, Meiliana Hanrizon, Syska Dita Violeta, dan Utari Diahningtias yang sama-sama berasal dari D3 Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi IPB.

7. Ika Yunivera, Rakian Nuzulia Utami, Annisa Maulida, Isra Maretfa, Wahyu Laila, Nunis Retia Mustika, Gusti Warni, Rinda Damayanti, dan Dinur Winda PM yang telah menjadi teman diskusi selama penulisan skripsi ini.

8. Keluarga besar Alih Jenis Gizi Masyarakat angkatan 7 atas kebersamaan dan dukungannya selama perkuliahan.

9. Seluruh staff Departemen Gizi Masyarakat yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10. Alih Jenis GM angkatan 6 dan 8 serta GM 49 dan pihak-pihak terkait yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu atas segala dukungannya.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Terimakasih.

Bogor, Maret 2016

(13)
(14)

iii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

KERANGKA PEMIKIRAN ... 3

METODE ... 5

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ... 5

Jumlah dan Teknik Penarikan Sampel ... 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 6

Pengolahan dan Analisis Data ... 7

Definisi Operasional ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Karakteristik Keluarga ... 11

Karakteristik Sampel ... 13

Status Kesehatan ... 14

Status Gizi ... 17

Intervensi Spesifik Program 1000 HPK ... 19

Pemeriksaan kehamilan ... 19

Suplementasi zat besi (Fe) ... 21

Inisiasi menyusu dini (IMD) ... 22

Pemeriksaan kesehatan ... 23

ASI eksklusif... 27

Imunisasi ... 30

Pemberian MP-ASI ... 32

Suplementasi vitamin A ... 34

Pemantauan pertumbuhan ... 35

Uji Hubungan Antar Variabel ... 36

Hubungan pendidikan ibu dengan kegiatan intervensi spesifik program 1000 hari pertama kehidupan ... 36

Hubungan kegiatan intervensi spesifik program 1000 hari pertama kehidupan dengan status kesehatan ... 37

Hubungan kegiatan intervensi spesifik program 1000 hari pertama kehidupan dengan status gizi ... 38

SIMPULAN DAN SARAN ... 39

Simpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 45

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Pengkategorian variabel penelitian 8

3 Sebaran karakteristik keluarga 11

4 Sebaran karakteristik sampel 13

5 Sebaran status kesehatan sampel 14

6 Sebaran jenis penyakit infeksi 15

7 Sebaran status gizi sampel 17

8 Sebaran pemeriksaan kehamilan 19

9 Sebaran konsumsi tablet besi 22

10 Sebaran pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) 23

11 Sebaran riwayat persalinan 24

12 Sebaran pemeriksaan postnatal 25

13 Sebaran pemberian kolostrum 28

14 Sebaran status pemberian ASI 28

15 Sebaran waktu pemberian ASI pertama kali dan pemberian makanan

prelakteal 29

16 Sebaran status imunisasi 30

17 Sebaran umur pemberian MP-ASI 33

18 Sebaran suplementasi vitamin A 34

19 Sebaran pemantauan pertumbuhan 35

20 Hubungan pendidikan ibu dengan kegiatan intervensi spesifik 36 21 Hubungan kegiatan intervensi spesifik dengan status kesehatan baduta 37 22 Hubungan kegiatan intervensi spesifik dengan status gizi (TB/U) baduta 38

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan kegiatan intervensi spesifik program 1000 hari pertama kehidupan dengan status kesehatan dan status gizi baduta di Provinsi

Jawa Tengah 4

2 Alur proses cleaning data 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran pemeriksaan kehamilan sampel tiap trimester 45 2 Sebaran postnatal care ibu dan anak tiap waktu kunjungan 45

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan. Upaya peningkatan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat yang dilakukan antara lain adalah perbaikan gizi yang juga menjadi sasaran pembangunan dalam bidang pangan dan gizi. Investasi dalam bidang gizi dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) hingga 2-3% per tahun (RANPG 2006-2010). Fokus dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan tersebut salah satunya adalah pada kelompok 1000 hari awal kehidupan melalui suatu program yang dalam skala global dikenal dengan program Scalling Up Nutrition (SUN)

Movement. Di Indonesia program tersebut lebih dikenal dengan Gerakan Nasional

Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan Perbaikan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan atau disingkat Gerakan 1000 HPK (Bappenas 2012).

Menurut Hadiat (2013), perbaikan gizi pada kelompok 1000 HPK akan menunjang proses tumbuh kembang janin, bayi, dan anak sampai usia dua tahun. Selama dalam kandungan, janin mengalami suatu periode kritis dimana sebagian besar organ dan sistem tubuhnya bersifat plastis dan sensitif terhadap lingkungannya. Plastisitas ini tidak hanya untuk keadaan kekurangan gizi, tetapi mencakup semua rentang lingkungan termasuk lingkungan dengan keadaan gizi yang berlebihan. Respon janin terhadap perubahan gizi ibu menyebabkan bayi membutuhkan lingkungan luar yang sama dengan saat dalam kandungan. Apabila lingkungan pasca-salin berbeda, maka akan terjadi suatu ketidaksesuaian antara apa yang sudah dipersiapkan oleh janin selama dalam kandungan untuk menghadapi lingkungan luar. Hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular (Cleal et al. 2007).

Setelah lahir otak tetap akan mengalami perkembangan fungsi, pada masa 0 – 2 tahun terjadi puncak perkembangan fungsi melihat, mendengar, berbahasa, serta fungsi kognitif lainnya dan setelah usia lebih dari dua tahun perkembangan fungsi-fungsi kognitif tersebut menurun diiringi dengan penurunan kebutuhan energi dan zat gizi per kilogram berat badan anak (Thompson dan Nelson 2001). Gangguan gizi pada masa janin dan usia dini akan memberikan dampak permanen sampai dewasa, dan dapat diekspresikan juga dengan tubuh pendek serta kemampuan kognitif yang rendah sehingga akan berdampak pada penurunan kualitas hidup yang mempengaruhi tingkat ekonomi dan kesejahteraan keluarga (Bappenas 2012). Selain itu, keadaan ini juga bisa menggiring pada siklus penyakit yang bersifat multi-generasi atau diturunkan pada generasi-generasi berikutnya. Bayi pendek kelak saat dewasa akan menjadi orang tua yang menyediakan kehidupan baru bagi anaknya, ibu bertugas untuk menyediakan zat gizi sedangkan ayah bertugas untuk mendonasikan gen, apabila kedua hal ini tidak optimal maka akan berdampak kurang optimal juga bagi pertumbuhan serta perkembangan bayinya dan kejadian ini akan terus berulang (Achadi 2014).

(17)

merupakan upaya bersama (collaborative efforts) antara pemerintah dan masyarakat. Implementasi kedua intervensi tersebut secara baik akan berdampak baik pula pada perbaikan status gizi. Intervensi gizi spesifik ditujukan untuk perbaikan masalah gizi dalam jangka waktu pendek sehingga penyelesaiannya adalah pada penyebab langsung terjadinya masalah gizi. Kegiatan intervensi ini dilakukan pada kelompok sasaran yang diklasifikasikan menjadi ibu hamil, bayi baru lahir, serta bayi dan anak. Intervensi gizi spesifik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang cukup cost effective untuk mengatasi masalah gizi, khususnya stunting. Intervensi ini telah banyak dilakukan, namun cakupan dan kualitasnya masih rendah dan berbeda-beda pada setiap daerah di Indonesia (Bappenas 2012).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi dengan implementasi program yang cukup baik, dapat dilihat salah satunya dari persentase cakupan pelayanan kesehatan balita yang mencapai target Renstra 2013 yaitu sebesar 83.07%. Cakupan pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan. Akan tetapi, Jawa Tengah masih termasuk salah satu provinsi yang memiliki prevalensi balita

stunting tinggi berdasarkan standar WHO (2010), meskipun masih lebih rendah

daripada rata-rata nasional Indonesia, yaitu sebesar 36.7%.

Keberhasilan gerakan 1000 HPK dalam bidang pembangunan memang tidak dapat dilihat secara langsung, akan tetapi setidaknya dapat memperbaiki status gizi anak itu sendiri selama dalam periode tersebut (0 - 23 bulan). Oleh karena itu, menjadi penting untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan intervensi gizi spesifik yang dilakukan sudah terlaksana dengan baik dan apakah kegiatan-kegiatan tersebut memiliki hubungan signifikan dengan status kesehatan dan status gizi baduta khususnya di Provinsi Jawa Tengah.

Tujuan

Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kegiatan intervensi gizi spesifik pada program 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan status kesehatan dan status gizi baduta di Provinsi Jawa Tengah.

Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini berdasarkan tujuan umum yang telah diuraikan adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik baduta. 2. Mengidentifikasi status kesehatan dan status gizi baduta.

3. Menganalisis kegiatan intervensi gizi spesifik program 1000 Hari Pertama Kehidupan.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan ibu) dengan kegiatan intervensi gizi spesifik.

5. Menganalisis hubungan kegiatan intervensi gizi spesifik dengan status kesehatan baduta.

(18)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu tolak ukur sekaligus bahan evaluasi atas kegiatan pembelajaran yang telah dijalani oleh peneliti. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai gerakan 1000 HPK yang saat ini tengah gencar dilakukan dan juga diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi berbagai pihak yang terlibat dalam gerakan 1000 HPK untuk melihat jenis kegiatan intervensi spesifik apa yang sudah baik dilakukan dan jenis intervensi apa yang perlu diperbaiki dalam implementasinya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan kerangka pikir penyebab masalah gizi yang dikeluarkan oleh UNICEF (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terbagi menjadi tiga bagian yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah. Gerakan 1000 HPK mendorong perbaikan masalah gizi pada semua faktor tersebut. Gerakan 1000 HPK dengan kedua jenis intervensi gizinya ditargetkan untuk memperbaiki masalah gizi pada faktor yang berbeda. Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang secara langsung dapat mempengaruhi status gizi sehingga ditujukan untuk perbaikan gizi dalam jangka pendek. Sasaran intervensi spesifik ini adalah pada penyebab langsung terjadinya masalah gizi. Sedangkan intervensi gizi sensitif merupakan kegiatan multisektoral karena merupakan upaya perbaikan dalam bidang-bidang dasar atau akar terjadinya masalah gizi sehingga intervensi ini ditujukan untuk pemecahan masalah gizi dalam jangka panjang (Bappenas 2012).

Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks karena berisiko untuk diturunkan kepada generasi berikutnya dan hal tersebut akan terus berulang, sehingga perbaikannya harus benar-benar tuntas. Status gizi seseorang, seperti telah diuraikan sebelumnya dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Akan tetapi, seorang anak khususnya baduta yang belum bisa melakukan apa-apa memiliki faktor lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi keadaan tubuhnya. Faktor tersebut adalah karakteristik orang tua atau keluarga dan karakteristik baduta itu sendiri. Faktor orang tua disini berperan sangat penting, karena baduta masih sangat tergantung kepada mereka. Karakteristik orang tua tersebut diantaranya ialah usia, pendidikan, dan pekerjaan. Sedangkan karakteristik baduta yaitu usia dan jenis kelamin.

(19)

Keterangan:

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan kegiatan intervensi spesifik program 1000 hari pertama kehidupan dengan status kesehatan dan status gizi baduta di Provinsi Jawa Tengah

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

= hubungan yang diteliti

= hubungan yang tidak diteliti Intervensi gizi spesifik

Ibu hamil:

 Pemeriksaan kehamilan  Suplementasi zat besi (TTD) Bayi baru lahir:

 Inisiasi menyusu dini (IMD)  Pemeriksaan kesehatan Bayi dan anak:

 ASI eksklusif  Imunisasi

 Pemberian MP-ASI  Suplementasi vitamin A  Pemantauan pertumbuhan

Intervensi gizi sensitif  Penyediaan air minum dan

sanitasi yang layak  Keluarga berencana  Jaminan kesehatan

masyarakat

 Jaminan persalinan universal  Program beras miskin  Fortifikasi

 Pendidikan gizi masyarakat  Kawasan bebas rokok  Wajib belajar 9 tahun  PMT-AS

 Promosi gizi seimbang dan aktivitas fisik, dsb.

Status gizi baduta (TB/U) Karakteristik keluarga:

Usia orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua

Karakteristik baduta:  Usia

 Jenis kelamin

(20)

5

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada desain penelitian Riskesdas (2013) yaitu cross sectional study mengingat data dalam penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder dari hasil survei skala nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh tim Riskesdas dari bulan Mei hingga Juli 2013 di 33 Provinsi dan 497 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Permintaan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 hingga Februari 2016 di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor-Jawa Barat.

Jumlah dan Teknik Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh rumah tangga yang memiliki baduta dan menjadi sampel penelitian Riskesdas (2013) di Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah dipilih sebagai lokasi penelitian secara purposive. Jawa Tengah memiliki 35 Kabupaten/Kota dengan jumlah RT dan ART yang berhasil diwawancarai sebanyak 99.29% dan 91.09%. Sampel yang kemudian digunakan dalam penelitian adalah yang memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu rumah tangga yang memiliki anak berusia 6 – 23 bulan, anak tidak BBLR, dan memiliki data lengkap sesuai dengan variabel penelitian. Alur cleaning data sehingga didapatkan sampel yang siap dianalisis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Alur proses cleaning data Jumlah sampel awal (baduta sampel Riskesdas di Jawa Tengah): 1 625

Proses cleaning data:  Usia 6 – 23 bulan: 400

 Tidak ada data BB dan PB: 122  Tidak ada data IMD: 46

 Tidak ada data BB dan PB lahir: 321  Bayi BBLR: 21

 Tidak ada data ASI dan MP-ASI: 179  Tidak ada data imunisasi: 116

(21)

Jumlah sampel yang digunakan untuk analisis setelah cleaning data adalah 321 rumah tangga atau 19.8% dari total populasi. Sampel tersebut kemudian terbagi menjadi dua berdasarkan daerah tempat tinggal mengacu pada Riskesdas (2013), yaitu 54.5% atau 175 di perkotaan dan 45.5% atau 146 di perdesaan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya berupa data sekunder dengan penelitian induk Riskesdas (2013). Data diperoleh dalam bentuk

electronic files dari Balitbangkes Kemenkes RI. Pengumpulan data Riskesdas

(2013) dilakukan melalui wawancara, pengamatan, dan pengukuran langsung serta pengisian kuesioner oleh tim Riskesdas dari Balitbangkes, Kemenkes RI. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data yang berhubungan dengan variabel penelitian yang ditetapkan, yaitu karakteristik keluarga, karakteristik baduta, status kesehatan baduta, status gizi baduta, pemeriksaan kehamilan, suplementasi zat besi, pelaksanaan IMD, pemeriksaan kesehatan pasca melahirkan, ASI eksklusif, imunisasi, pemberian MP-ASI, suplementasi vitamin A, dan pemantauan pertumbuhan. Jenis variabel data yang digunakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Sumber data yang

digunakan

Cara pengumpulan data 1. Karakteristik keluarga

Usia orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua

3. Tipe daerah tempat tinggal

Perdesaan

4. Status kesehatan baduta

(22)

7

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (Lanjutan)

No Variabel Sumber data yang

digunakan

Cara pengumpulan data Intervensi gizi spesifik ibu hamil

6. Pemeriksaan kehamilan

7. Suplementasi zat besi Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND)

Blok Ic No. Ic14 - Ic15

Wawancara dan kuesioner

Intervensi gizi spesifik bayi baru lahir 8. Inisiasi menyusu dini (IMD) Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND)

Intervensi gizi spesifik bayi dan anak

10. ASI eksklusif Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND)

Blok Jb No. Jb04 – Jb07

Wawancara dan kuesioner

11. Imunisasi Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND) Blok Ja No. Ja14 dan Ja20 – Ja22

Wawancara dan kuesioner

12. Pemberian MP-ASI Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND)

Blok Jb No. Jb08 – Jb12

Wawancara dan kuesioner

13. Suplementasi vitamin A Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND) Blok J No. Ja27

Wawancara dan kuesioner

14. Pemantauan pertumbuhan Kuesioner Riskesdas

(RKD13. IND)

Blok J No. Ja24 – Ja26

Wawancara dan kuesioner

Pengolahan dan Analisis Data

(23)

kemudian dilakukan pengkategorian variabel secara lebih spesifik (coding). Kategori tiap-tiap variabel penelitian secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori Acuan

(24)

9

Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian (Lanjutan)

No Variabel Kategori Acuan

Intervensi gizi spesifik ibu hamil 9. Pemeriksaan

Intervensi gizi spesifik bayi baru lahir 11. Inisiasi menyusu

Intervensi gizi spesifik bayi dan anak

14. ASI eksklusif 1. Ya

Setelah semua variabel dikategorikan, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensia. Statistik deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik masing-masing variabel penelitian. Statistik inferensia digunakan untuk melihat hubungan antar variabel dan jenis uji yang digunakan adalah uji korelasi Rank-Spearman. Uji ini digunakan karena semua variabel yang akan diuji hubungan memiliki jenis data kategorik.

Definisi Operasional

1000 HPK adalah upaya perbaikan gizi yang dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan yaitu mulai dari 270 hari selama dalam kandungan sampai 730 hari setelah lahir atau anak berusia dua tahun. Program ini memiliki dua jenis kegiatan intervensi yaitu spesifik dan sensitif.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman (cairan) lainnya kepada bayi sampai usia bayi enam bulan, tetapi pemberian ASI tetap dilanjutkan setidaknya sampai anak berusia dua tahun.

(25)

Imunisasi adalah upaya memasukkan virus yang dilemahkan ke dalam tubuh dengan maksud untuk kekebalan terhadap jenis-jenis penyakit tertentu. Inisiasi menyusu dini atau biasa disingkat IMD adalah proses mendekapkan bayi

kepada ibunya segera setelah bayi lahir selama kurang lebih satu jam. Bayi dibiarkan merangkak untuk mencari sendiri puting susu ibunya kemudian mulai menyusu untuk pertama kali.

Intervensi gizi spesifik adalah intervensi gizi yang ditujukan untuk perbaikan masalah gizi secara langsung dalam jangka pendek dan hanya melibatkan sektor kesehatan. Intervensi ini dibagi berdasarkan kelompok sasaran yaitu ibu hamil, bayi baru lahir, serta bayi dan anak.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh orang tua sampel yang terdiri dari: umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.

Karakteristik sampel adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh sampel terdiri atas usia dan jenis kelamin.

Pekerjaan adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh orang tua sampel yang merupakan sumber pendapatan bagi keluarga.

Pemantauan pertumbuhan adalah kegiatan memperhatikan pertumbuhan sampel dalam enam bulan terakhir melalui penimbangan berat badan di Posyandu setiap satu bulan sekali.

Pemberian MP-ASI adalah pemberian makanan tambahan bagi bayi setelah berusia lebih dari sama dengan enam bulan, pemberian ASI tetap dilanjutkan pada masa ini setidaknya sampai anak berusia dua tahun.

Pemeriksaan kehamilan adalah pemeriksaan keadaaan ibu dan janin dalam kandungan sebanyak minimal satu kali pada trimester 1, satu kali pada trimester 2, dan dua kali pada trimester 3.

Pemeriksaan kesehatan adalah pemeriksaan kesehatan pasca melahirkan atau disebut postnatal care, terdiri dari riwayat persalinan, tiga kali kunjungan bagi bayi pada usia 0 – 28 hari dan empat kali kunjungan untuk ibu pada hari ke 0 – 42 setelah melahirkan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan kunjungan ke tempat kesehatan atau dikunjungi oleh petugas kesehatan. Pendidikan adalah lamanya jenjang pendidikan yang berhasil ditempuh secara

formal dalam tahun.

Sampel adalah anak berusia 6 – 23 bulan yang menjadi sampel Riskesdas 2013 dan memenuhi kriteria inklusi penelitian ini.

Status gizi adalah keadaan tubuh sampel berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi atau panjang badan kemudian dihitung menggunakan nilai

z-score dan diterjemahkan dalam berbagai indikator yaitu TB/U, BB/U,

serta BB/TB.

Status kesehatan adalah keadaan tubuh sampel berdasarkan riwayat beberapa penyakit infeksi yang pernah di derita dalam satu tahun terakhir.

Suplementasi vitamin A adalah pemberian vitamin A dosis tinggi pada sampel yang didapatkan dalam enam bulan terakhir saat pengambilan data.

Suplementasi zat besi adalah pemberian tablet besi atau tablet tambah darah (TTD) kepada ibu saat mengandung sampel dan minimal dikonsumsi sebanyak 90 tablet selama kehamilan untuk dapat mencegah anemia.

(26)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh satu keluarga yang akan berbeda dengan keluarga lainnya yang menjadi sampel penelitian. Karakteristik keluarga tersebut terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. Analisis deskriptif dalam penelitian ini membedakan karakteristik keluarga dan variabel lainnya berdasarkan daerah tempat tinggal untuk mengetahui sebaran dari masing-masing variabel di kedua daerah tempat tinggal tersebut. Sebaran karakteristik keluarga selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran karakteristik keluarga Variabel

Ayah Ibu

Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan

n % n % n % n %

 Tidak sekolah/Tidak tamat SD  Tamat SD

(27)

dengan median 34 tahun. Sedangkan usia ayah paling muda di perdesaan adalah 18 tahun dan usia ayah paling tua adalah 67 tahun dengan median 35 tahun. Sebagian besar (52.6%) ibu di perkotaan berusia 30 – 49 tahun, begitu juga di perdesaan (56.2%). Usia ibu paling muda di perkotaan ialah 17 tahun dan di perdesaan adalah 16 tahun, sedangkan usia ibu paling tua baik di perkotaan maupun di perdesaan ialah 45 tahun dengan median yang juga sama yaitu 30 tahun. Semua ibu baik di perkotaan maupun di perdesaan termasuk muda karena tidak ada yang berusia lebih dari 45 tahun. Namun, ada pula orang tua yang tergolong masih sangat muda karena berusia kurang dari sama dengan 18 tahun, yaitu 0.7% ayah di perdesaan, 1.7% ibu di perkotaan, dan 1.4% ibu di perdesaan.

Berdasarkan hasil analisis, dapat dilihat bahwa usia orang tua sampel baik ayah maupun ibu tidak jauh berbeda antara yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Usia merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang termasuk salah satunya dalam pengambilan keputusan. Semakin bertambah usia, secara psikologis akan semakin baik pula dampaknya terhadap kedewasaan seseorang. Usia berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari diluar faktor pendidikan termasuk dalam hal merawat anak. Semakin bertambah usia, semakin bertambah pula kemampuannya (Sediaoetama 2006).

Pendidikan orang tua diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu tidak sekolah atau tidak tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, dan tamat Perguruan Tinggi (UU RI No. 20 Tahun 2003). Tingkat pendidikan ayah di perkotaan paling banyak (33.7%) adalah tamat SMA/sederajat, sedangkan tingkat pendidikan ayah di perdesaan paling banyak (39.0%) adalah tamat SD/sederajat. Tingkat pendidikan ibu di perkotaan (33.1%) adalah tamat SMA, sedangkan sebagian besar (37.7%) ibu di perdesaan hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD/sederajat. Secara umum, tingkat pendidikan orang tua di perkotaan lebih tinggi daripada tingkat pendidikan orang tua di perdesaan. Pendidikan adalah kegiatan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan teknologi serta pelatihannya (Sandjaja et al. 2010). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah (Azwar 2002). Pendidikan ibu juga akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman dalam perawatan kesehatan, higiene, serta kesadaran terhadap anak dan keluarga (Madanijah 2003).

(28)

13

bekerja, paling banyak adalah sebagai pegawai swasta (12.0%) dan wiraswasta (8.0%) di perkotaan serta sebagai petani (12.3%) dan wiraswasta (11.6%) di perdesaan. Akan tetapi, adanya ibu yang tidak bekerja bukan berarti tidak baik karena ibu yang sibuk bekerja akan memiliki waktu yang sedikit bersama keluarga sehingga kesehatan dan perkembangan anak menjadi kurang diperhatikan. Hal tersebut akan berdampak pada berkurangnya pemenuhan kebutuhan gizi yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk serta tumbuh kembang anak yang tidak optimal (Mulyani 1990).

Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. Usia sampel di klasifikasikan menjadi dua, yaitu 6 – 12 bulan dan 13 – 23 bulan. Baduta berusia 0 – 6 bulan tidak diikutsertakan dalam penelitian karena didalam penelitian ini terdapat variabel ASI eksklusif yang baru bisa dilihat jika anak telah berumur lebih dari sama dengan enam bulan sehingga dikhawatirkan akan mengganggu hasil penelitian. Sebaran karakteristik sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran karakteristik sampel

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % N %

(29)

pertumbuhan dan perkembangannya. Masa baduta merupakan masa yang sangat kritis dan tidak akan terulang (golden age), sehingga ketidaksempurnaan tumbuh kembang pada masa ini akan bersifat permanen.

Perkembangan motorik terjadi secara bertahap mulai dari mengangkat kepala, dada, telungkup, merangkak, duduk, berdiri, berjalan dan seterusnya meskipun tidak semua bayi melewatinya secara berurutan. Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya rasa ingin tahu bayi melalui panca indera dan organ-organ tubuhnya mulai dari mata, mulut, gigi, tangan, dan jari sehingga tidak jarang pada masa ini terlihat bayi memasukkan berbagai benda ke dalam mulutnya. Selain itu, pada masa ini bayi juga akan mengalami perkembangan bicara dan emosi. Bayi berusia lebih dari dua belas bulan biasanya sudah bisa mengucapkan satu kalimat atau lebih. Perkembangan emosi bayi nampak dari ekspresi wajahnya saat senang atau lainnya akibat adanya rangsangan seperti ia merasa kenyang, mengantuk, bertemu orang lain, dan sebagainya. Setelah berusia 18 bulan, ia akan mengalami tahap kebutuhan otonomi dimana ia ingin melakukan segala sesuatu sendiri dan ingin mendapatkan penghargaan atas itu (Gunarsa 2008).

Sebaran jenis kelamin sampel pada kedua daerah tempat tinggal juga hampir seimbang, namun sampel yang tinggal di perkotaan cenderung lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki (52.6%), sedangkan sampel yang tinggal di perdesaan cenderung lebih banyak perempuan (51.4%). Perbedaan jenis kelamin anak dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Anak perempuan akan memiliki kemampuan bicara yang lebih cepat daripada anak laki-laki. Anak perempuan juga memiliki kemampuan membaca tanda-tanda non

verbal lebih baik. Selain itu, anak perempuan akan lebih dahulu menguasai

kemampuan seperti memegang pensil atau menulis sedangkan anak laki-laki akan lebih cepat menguasai kemampuan motorik seperti melompat, menyeimbangkan tubuh, serta berlari. Anak laki-laki juga biasanya akan lebih agresif dan impulsif dalam hal berperilaku (Yusrina 2013).

Status Kesehatan

Status kesehatan pada baduta akan sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangannya, baduta yang tidak sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang kurang optimal. Status kesehatan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan riwayat beberapa jenis penyakit infeksi selama satu tahun ke belakang, yaitu ISPA, diare, pneumonia, TB paru, dan hepatitis (Riskesdas 2013). Sampel dinyatakan sehat apabila tidak pernah di diagnosis mengalami minimal satu dari penyakit infeksi yang disebutkan. Sebaran status kesehatan sampel selengkapnya terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran status kesehatan sampel

Variabel Perkotaan Perdesaan

N % n %

Status Kesehatan Sehat Tidak sehat

100 75

57.1 42.9

81 65

55.5 44.5

(30)

15

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, sebagian besar sampel baik di perkotaan (57.1%), maupun di perdesaan (55.5%) termasuk dalam kategori sehat. Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan keseimbangan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Berbagai kebiasaan baik dapat membantu menciptakan hidup sehat seperti memelihara kebersihan dan kesehatan pribadi, makan makanan sehat, memelihara kesehatan lingkungan, pemeriksaan kesehatan secara berkala, dan menghindari kebiasaan buruk yang merugikan kesehatan (Nasution 2004).

Status kesehatan yang baik atau dalam hal ini bebas dari penyakit infeksi merupakan salah satu faktor yang dapat ikut mempengaruhi status gizi berdasarkan kerangka pikir UNICEF (1990). Jenis-jenis penyakit infeksi yang pernah diderita oleh sampel seperti telah dijelaskan sebelumnya terdapat lima jenis. Penyakit ISPA dan diare adalah dua jenis penyakit yang paling banyak pernah diderita oleh sampel baik di perkotaan maupun di perdesaan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Sedangkan hepatitis adalah penyakit infeksi yang tidak pernah sama sekali diderita oleh sampel baik di perkotaan maupun di perdesaan. Sebaran jenis-jenis penyakit infeksi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran jenis penyakit infeksi

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

Penyakit infeksi yang paling banyak pernah diderita oleh sampel dalam satu tahun terakhir adalah ISPA baik di perkotaan (34.3%) maupun di perdesaan (38.4%). ISPA adalah suatu infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas atau saluran pernafasan bagian bawah akibat virus, jamur, atau bakteri yang biasanya ditandai dengan tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, serta batuk kering atau berdahak. Data Riskesdas (2013), menunjukkan bahwa kejadian ISPA di Provinsi Jawa Tengah masih lebih tinggi daripada rata-rata Indonesia dan merupakan provinsi dengan periode prevalence ISPA kedua tertinggi di Pulau Jawa. Hasil penelitian Marhamah et al. (2013), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita yaitu status imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, dan keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Penyakit ini lebih banyak dialami oleh penduduk pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan juga lebih banyak terjadi pada penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah serta menengah bawah (Riskesdas 2013).

(31)

terbanyak yang pernah di derita oleh sampel baik di perkotaan (12.6%) maupun di perdesaan (10.3%). Insiden diare pada balita di Jawa Tengah menempati urutan ketiga terendah di Pulau Jawa, tetapi masih sedikit lebih tinggi daripada rata-rata insiden diare pada balita di Indonesia. Kelompok usia 12 – 23 bulan memiliki insiden diare yang lebih tinggi daripada kelompok usia kurang dari 12 bulan (Riskesdas 2013).

Pneumonia pernah di derita oleh 1.4% sampel di perdesaan atau terbanyak ketiga dan terbanyak keempat yang pernah di derita oleh sampel di perkotaan (2.3%). Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menjadi penyebab utama kematian balita di dunia. Gejala pneumonia antara lain panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat, dan sesak. Riskesdas (2013), menunjukkan bahwa pneumonia pada balita banyak terjadi pada kelompok umur 12 – 23 bulan dan pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Faktor-faktor yang berperan terhadap kejadian pneumonia pada balita di Indonesia menurut hasil penelitian Anwar dan Dharmayanti (2014), adalah jenis kelamin, tipe tempat tinggal, pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga, pemisahan dapur dari ruangan lain, keberadaan/kebiasaan membuka jendela kamar, dan ventilasi yang cukup. Periode prevalence pneumonia di Jawa Tengah merupakan tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah DKI Jakarta, dan masih lebih tinggi daripada rata-rata nasional Indonesia tetapi sedikit menurun apabila dibandingkan enam tahun sebelumnya (Riskesdas 2013).

Penyakit TB paru atau tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebabkan kerusakan terutama pada

paru-paru dan dapat menyerang hingga ke tulang, otak, dan organ lainnya. TB paru merupakan jenis penyakit terbanyak ketiga yang pernah di derita sampel di perkotaan (2.9%) dan terbanyak keempat yang pernah di derita sampel di perdesaan (0.7%). Saat ini, tuberkulosis merupakan penyakit menular penyebab kematian utama di Indonesia dan Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan penderita tuberkulosis paling banyak di dunia dengan prevalensi 0.4%. Riskesdas (2013), menunjukkan bahwa Jawa Tengah masih memiliki prevalensi pneumonia yang cukup tinggi, tetapi masih lebih rendah daripada provinsi lain di Pulau Jawa. Jawa Tengah juga merupakan salah satu provinsi dengan penduduk yang mengobati TB dengan obat program terbanyak di Indonesia (50.4%). Tuberkulosis pada anak dapat ditularkan oleh ibu selama masih berada dalam kandungan atau selama persalinan karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terinfeksi, dapat pula ditularkan setelah lahir akibat menghirup udara yang terkontaminasi. Gejala anak yang terkena tuberkulosis antara lain demam, tampak mengantuk, tidak kuat mengisap, gangguan pernapasan, kegagalan pertumbuhan, serta terjadi pembesaran hati dan limpa. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit ini adalah dengan pemberian imunisasi BCG (Burhan 2016).

Hepatitis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis A, B, C, D, atau E yang ditularkan melalui makanan (food borne

diseases). Hepatitis dapat menimbulkan gejala demam, lesu, hilang nafsu makan,

(32)

17

ialah yang berusia 15 tahun ke atas pada kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan jenis hepatitis yang paling banyak terjadi adalah hepatitis B (Riskesdas 2013).

Status Gizi

Status gizi merupakan cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi. Status gizi secara parsial dapat diukur dengan antropometri, biokimia, atau klinis. Pengukuran status gizi sampel dalam penelitian ini menggunakan pengukuran antropometri karena ini merupakan pengukuran yang relatif sederhana dan banyak digunakan. Pengukuran antropometri dilakukan melalui pengukuran bagian tubuh seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, dan lingkar kepala (Sandjaja et al. 2010). Hasil pengukuran antropometri sampel selanjutnya dihitung dan dikategorikan menurut z-score dengan menggunakan indikator TB/U, BB/U, serta BB/TB dengan bantuan software WHO Anthro 2011. Hasil perhitungan status gizi sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran status gizi sampel

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

(33)

ekonomi yang rendah akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi, sehingga menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama untuk pangan yang berfungsi penting dalam pertumbuhan anak seperti protein, vitamin, dan mineral sehingga meningkatkan risiko terjadinya kurang gizi termasuk stunting.

Berat badan menurut umur (BB/U) merupakan indikator yang menunjukkan keadaan status gizi anak pada saat ini (current nutritional status) secara umum karena berat badan merupakan suatu parameter yang sangat labil dan sensitif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi seperti penyakit infeksi atau penurunan nafsu makan. Indikator ini dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya underweight atau overweight (Supariasa et al. 2002). Indikator BB/U mengklasifikasikan status gizi menjadi tiga yaitu gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk. Hampir sebagian besar sampel (85.1 %) di perkotaan dan 87.0% sampel di perdesaan memiliki status gizi baik. Akan tetapi, selain status gizi yang sudah baik masih ada pula sampel yang memiliki status gizi buruk yaitu sebesar 2.9% di perkotaan dan 4.1% di perdesaan. Prevalensi gizi kurang di Jawa Tengah lebih rendah daripada rata-rata nasional, namun menempati urutan kedua tertinggi di Pulau Jawa. Indikator BB/U yang rendah dapat terjadi karena adanya masalah gizi kronis seperti stunting atau masalah gizi akut seperti sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (Riskesdas 2013). Sampel yang menurut indikator BB/TB normal tetapi menurut indikator BB/U kurang dalam penelitian ini ialah sebesar 8.7% di perkotaan dan 10.7% di perdesaan. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel yang menurut indikator BB/TB normal padahal tinggi badannya pendek atau

stunting sebenarnya memiliki berat badan yang kurang menurut indikator BB/U.

(34)

19

Intervensi Spesifik Program 1000 HPK

Pemeriksaan kehamilan

Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan janin dalam kandungan. Ibu hamil penting untuk mengetahui tentang ANC dan manfaatnya karena ANC dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi kehamilan, kematian saat persalinan, serta membantu menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Setiap ibu hamil harus mendapatkan perawatan kehamilan secara baik dengan memeriksakan kehamilannya. Pemeriksaan yang dilakukan adalah penimbangan berat badan, pemeriksaan kehamilan, pemberian tablet besi, pemberian tablet kalsium dan vitamin, pemberian imunisasi TT (tetanus) dan konsultasi (Saifuddin 2001). Seluruh sampel dalam penelitian melakukan pemeriksaan kehamilan dengan frekuensi yang berbeda-beda setiap trimesternya. Kemenkes (2010), menyatakan bahwa pemeriksaan kehamilan ideal (ANC K4) ialah dilakukan minimal satu kali pada Trimester 1, satu kali pada Trimester 2, dan dua kali pada Trimester 3. Tempat pemeriksaan kehamilan dan petugas pemeriksa kehamilan yang dianjurkan adalah tenaga kesehatan agar dapat terdeteksi sedini mungkin apabila terjadi kelainan dan dapat segera dirujuk ke Puskesmas atau rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih baik. Sebaran pemeriksaan kehamilan sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran pemeriksaan kehamilan

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

(35)

93.7% dan di perdesaan sebanyak 95.9%. Adanya sampel dengan kategori pemeriksaan kehamilan yang tidak sesuai akibat adanya ketidaksesuaian frekuensi pemeriksaan selama hamil. Jawa Tengah merupakan provinsi ketiga di Indonesia dengan cakupan indikator ANC minimal empat kali paling tinggi setelah Bali dan DI Yogyakarta, juga ketiga tertinggi cakupan ANC K4 setelah DI Yogyakarta dan Bali (Riskesdas 2013).

Sampel di perkotaan diperiksa pada trimester pertama (0 – 3 bulan) dengan frekuensi pemeriksaan yang berbeda-beda, mulai dari satu kali (25.1%), dua kali (29.7%), tiga kali (34.8%), empat kali (2.9%), sampai enam kali (0.6%). Akan tetapi, ada pula sampel yang tidak diperiksa yaitu sebanyak 6.3% dan sampel yang tidak tahu berapa kali frekuensi pemeriksaan kehamilannya sebanyak 0.6%. Pada trimester kedua (4 – 6 bulan) masih ada sampel yang tidak diperiksa, namun jumlahnya jauh berkurang dari trimester pertama yaitu hanya sebesar 1.1%. Sebagian besar sampel (55.4%) diperiksa kehamilan pada trimester ini sebanyak tiga kali, dan sisanya melakukan pemeriksaan kehamilan dengan frekuensi satu kali (12.6%), dua kali (21.7%), empat kali (8.6%), serta lima kali (0.6%). Saat memasuki trimester ketiga (7 – 9 bulan), sampel diperiksa dengan frekuensi paling banyak adalah tiga kali (30.3%). Pada trimester ini terdapat sampel yang diperiksa hingga lebih dari enam kali yaitu sebanyak 5.1%. Hal ini diakibatkan salah satunya karena terjadi komplikasi pada ibu berupa bengkak kaki/badan (3.4%), perdarahan dan lainnya masing-masing 1.1%, serta hipertensi, ketuban pecah dini, masalah pada janin, nyeri kepala hebat, anemia, serta sesak nafas masing-masing 0.6%. Ibu yang mendapat ANC pada trimester 1 seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan sampai trimester 3 (Kemenkes 2010). Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu yang melakukan ANC pada trimester 3 di perkotaan lebih tinggi daripada trimester 1, hal ini dapat diartikan bahwa pemeriksaan kehamilan sudah dilakukan secara berkelanjutan di daerah perkotaan Provinsi Jawa Tengah.

(36)

21

mencapai puncak pada trimester terakhir. Sebaran pemeriksaan kehamilan ibu sampel tiap trimester secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sampel yang tinggal di perkotaan lebih banyak diperiksa kepada bidan (86.3%), akan tetapi tidak sedikit pula yang diperiksa oleh dokter kandungan (13.1%), dan dokter umum (0.6%). Tempat yang paling banyak digunakan oleh sampel di perkotaan untuk memeriksa kehamilan adalah tempat praktek bidan (66.3%). Sedangkan sampel yang tinggal di perdesaan hampir seluruhnya diperiksakan kepada bidan (96.6%) dan tempat yang paling banyak digunakan adalah tempat praktek bidan (73.3%). Petugas dan tempat pemeriksaan kehamilan yang dipilih oleh ibu baik di perkotaan maupun di perdesaan sudah sesuai dengan anjuran Kemenkes (2010). Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak memberikan pelayanan ANC baik di Provinsi Jawa Tengah maupun provinsi lain di Indonesia, dan dokter kandungan merupakan tenaga kesehatan yang paling sedikit memberikan pelayanan ANC di Provinsi Jawa Tengah dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Tempat praktek bidan juga merupakan tempat yang menerima pelayanan ANC paling banyak di seluruh provinsi di Indonesia (Riskesdas 2013).

Kategori pemeriksaan kehamilan yang tidak sesuai lebih banyak terjadi di perkotaan, hal ini terjadi karena adanya komplikasi seperti dapat dilihat bahwa ibu di perkotaan yang memiliki komplikasi ialah 10.9%, sedikit lebih banyak daripada di perdesaan (10.3%) sehingga lebih sering memeriksa kehamilan dan menyebabkan frekuensi pemeriksaan menjadi tidak sesuai. Hasil penelitian Diana

et al. (2013) menyatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan komplikasi

obstri kehamilan ibu adalah jarak kehamilan, penyakit ibu, riwayat komplikasi obstri sebelumnya, dan riwayat persalinan. Selain itu, ada cukup banyak pula ibu yang tidak memeriksakan kehamilan pada trimester pertama diduga karena ibu tidak mengetahui bahwa dirinya sedang hamil.

Suplementasi zat besi (Fe)

Suplementasi besi diberikan pada ibu hamil dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan zat besi (Fe) saat masa kehamilan sampai masa nifas karena kebutuhan Fe pada masa ini lebih besar dari biasanya. Kekurangan Fe dapat menimbulkan tubuh merasa lemas dan anemia. Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko berat badan bayi saat lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari 2500 gram dan perdarahan saat persalinan (Suharti 2012). Suplemen zat besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil tidak hanya yang berasal dari Pemerintah, tetapi juga yang dijual bebas atau multivitamin yang mengandung zat besi. Jenisnya juga dapat bermacam-macam tetapi yang paling banyak adalah dalam bentuk tablet. Tablet besi yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah minimal 90 tablet untuk dapat mencegah anemia gizi besi saat hamil dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal (Kemenkes 2010). Kepatuhan konsumsi tablet besi pada ibu sampel dibagi menjadi empat kelompok yaitu tidak mengonsumsi, konsumsi kurang, konsumsi cukup, dan tidak tahu. Sebaran cakupan suplementasi besi dan kepatuhan konsumsinya secara lebih lengkap terdapat pada Tabel 9.

(37)

suplementasi besi tertinggi di Indonesia. Kelompok dengan konsumsi tablet besi paling tinggi yaitu pada ibu yang berusia 20 – 34 tahun, ibu dengan pendidikan tinggi, dan kuintil indeks kepemilikan yang juga tinggi.

Tabel 9 Sebaran konsumsi tablet besi

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

Sampel yang cukup mengonsumsi tablet besi selama kehamilan tidak lebih dari setengahnya, yaitu hanya 49.7% di perkotaan dan 47.9% di perdesaan. Sampel yang tidak mendapat suplementasi zat besi sesuai anjuran minimal atau kurang dari 90 tablet selama kehamilan di perkotaan adalah sebesar 28.0% dan di perdesaan adalah sebesar 28.2%. Sumber zat besi bagi ibu selama hamil tidak hanya didapatkan dari TTD tetapi juga bisa dari makanan terutama pangan hewani karena zat besi yang berasal dari sumber hewani dapat diserap tubuh lebih cepat daripada zat besi yang berasal dari sumber lainnya (Sandjaja et al. 2010).

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada sampel yang tidak tahu jumlah tablet besi yang dikonsumsi yaitu sebesar 20.0% di perkotaan dan 21.2% di perdesaan, bahkan ada pula sampel yang tidak mengonsumsi tablet besi selama hamil yaitu sebanyak 2.3% di perkotaan dan 2.7% di perdesaan. Kepatuhan konsumsi pil TTD saat hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor berdasarkan hasil penelitian Ramawati et al. (2008), diantaranya adalah pengetahuan ibu dan petugas kesehatan mengenai manfaat mengonsumsi zat besi dan dampak yang mungkin timbul apabila terjadi anemia saat kehamilan, dukungan suami, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, dan ketersediaan tablet besi itu sendiri.

Inisiasi menyusu dini (IMD)

Menurut Roesli (2008), inisiasi menyusu dini atau IMD adalah segera setelah bayi lahir diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencari sendiri puting susu ibunya dan akhirnya mengisapnya tanpa bantuan. Bayi dibiarkan kontak dengan ibunya, setidaknya 1 jam untuk menjamin berlangsungnya proses menyusu yang benar. IMD penting untuk menjaga produktivitas ASI, isapan bayi dapat meningkatkan kadar hormon prolaktin yang berfungsi merangsang produksi ASI dan hormon oksitosin yang berfungsi untuk pengeluaran ASI. IMD juga merupakan rangsangan awal dalam pemberian ASI yang diharapkan dapat berkelanjutan selama enam bulan (ASI eksklusif). Data pelaksanaan IMD pada sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.

(38)

23

sedangkan di perdesaan ialah 82.8%. Persentase proses IMD kurang dari satu jam di Jawa Tengah lebih tinggi daripada rata-rata di Indonesia, dan merupakan ketiga tertinggi di Pulau Jawa (Riskesdas 2013).

Tabel 10 Sebaran pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD)

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n % Ket: *) persentase berdasarkan pada jawaban Ya

IMD dapat melindungi bayi dari infeksi dan kematian akibat hipotermi karena adanya kontak kulit bayi dengan ibu. IMD yang kurang tepat dapat mengurangi keberhasilan inisisasi awal menyusu karena bayi belum siap untuk minum dan menyusu. Keberhasilan IMD sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu pengetahuan, sikap, motivasi petugas kesehatan yang membantu proses persalinan, serta dukungan suami dan keluarga (Aprilia 2009). Keberhasilan IMD akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif dan menyusui, dengan demikian akan dapat memenuhi kebutuhan bayi hingga usia dua tahun dan mencegah anak kurang gizi (Depkes 2008). Beberapa alasan yang menjadi hambatan pelaksanaan IMD adalah ibu terlalu lelah untuk segera menyusui anaknya setelah melahirkan, tenaga kesehatan yang kurang memadai, bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur, bayi kedinginan, kamar operasi sibuk sehingga bayi harus segera di pindahkan ke ruang perawatan, ibu harus segera mendapatkan perawatan setelah melahirkan, bayi kurang siaga sehingga sulit bergerak untuk mencapai puting susu ibu, kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (Maretfa 2015).

Pemeriksaan kesehatan

Masa setelah kelahiran adalah masa kritis bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Banyak kasus kematian yang terjadi pada masa ini. Postnatal care ditujukan untuk ibu dan bayi sampai usia 6 minggu setelah kelahiran. Perawatan bagi bayi baru lahir adalah berupa penilaian tanda-tanda klinis lengkap (berat badan, mata, tali pusar, tanda-tanda lain), rekomendasi penggunaan chlorhexidine untuk perawatan tali pusar, kontak dengan kulit ibu dan IMD, pemberian vitamin K

prophylaxis dan imunisasi hepatitis B sesegera mungkin, serta promosi ASI

(WHO 2015).

(39)

sisanya melalui operasi sesar (6.8%), serta vakum (1.4%). Tingkat kelahiran dengan cara vakum dan operasi sesar di Jawa Tengah lebih tinggi daripada rata-rata Indonesia yaitu berturut-turut 1.4% dan 10.1%. Pola persalinan sesar menurut karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikian teratas, tinggal di perkotaan, pekerjaan sebagai pegawai, dan pendidikan tinggi (Riskesdas 2013). Petugas penolong persalinan dan tempat persalinan yang dianjurkan adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang kompeten sebagai penolong persalinan ialah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, serta bidan (Kemenkes 2010). Sebaran riwayat persalinan sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran riwayat persalinan

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

 Dokter umum dan bidan

 Bidan dan anggota keluarga

 Bidan dan dukun beranak

 Dokter kandungan dan bidan

 Dokter kandungan, bidan, dan anggota keluarga

 Dokter kandungan, bidan, perawat

 Tidak ada yang menolong

36

(40)

25

sudah dimanfaatkan dengan cukup baik sebagai penolong persalinan oleh ibu di perdesaan karena hanya 2.1% yang menggunakan jasa dukun beranak saat persalinan. Sebagai penolong dengan kualifikasi tertinggi, dokter kandungan lebih banyak membantu persalinan ibu di perkotaan sedangkan dukun beranak sebagai penolong dengan kualifikasi terendah lebih banyak digunakan di perdesaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Riskesdas (2013) yang menyatakan bahwa ibu yang tinggal di perkotaan, memiliki tingkat pendidikan tinggi, bekerja sebagai pegawai, dan termasuk kuintil indeks kepemilikan teratas lebih banyak menggunakan dokter kandungan sebagai penolong persalinan dan dukun beranak semakin banyak digunakan pada ibu yang berpendidikan rendah, bekerja sebagai petani/nelayan/buruh, tinggal di perdesaan, dan termasuk dalam kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah. Jawa Tengah termasuk salah satu provinsi yang sudah banyak menggunakan tenaga kesehatan kompeten sebagai penolong persalinan lebih tinggi daripada rata-rata nasional dan juga sudah meninggalkan dukun beranak sebagai penolong persalinan lebih tinggi dari rata-rata nasional Indonesia.

Tempat persalinan yang paling banyak digunakan oleh sampel di perkotaan adalah tempat praktek tenaga kesehatan (33.7%) dan rumah bersalin (21.7%). Sedangkan tempat persalinan yang paling banyak digunakan oleh ibu di perdesaan adalah tempat praktek tenaga kesehatan (32.2%) dan rumah (16.4%). Petugas dan tempat persalinan yang digunakan oleh ibu baik di perkotaan maupun di perdesaan sudah sesuai dengan anjuran Kemenkes (2010). Riskesdas (2013), menunjukkan bahwa di Jawa Tengah tempat persalinan yang paling banyak digunakan oleh ibu adalah rumah bersalin/klinik/tempat praktek tenaga kesehatan (51.9%), rumah sakit (25.8%), dan rumah (16.1%). Proses persalinan di rumah sebenarnya kurang dianjurkan karena apabila terjadi kondisi gawat darurat tidak dapat dengan segera ditangani. Ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi, kuintil kepemilikan teratas, tinggal di perkotaan, dan bekerja sebagai pegawai adalah yang paling banyak melahirkan di fasilitas kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan ibu setelah melahirkan atau lebih dikenal dengan kunjungan nifas dibagi menjadi empat kali dan pemeriksaan kesehatan untuk bayi baru lahir atau kunjungan neonatus dibagi menjadi tiga. Riwayat pemeriksaan kesehatan setelah melahirkan (postnatal care) pada ibu dan bayi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran pemeriksaan postnatal

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %  Pemeriksaan kesehatan pasca

(41)

Riskesdas (2013), membagi kunjungan nifas bagi ibu setelah melahirkan yaitu 6 jam – 3 hari setelah melahirkan, 4 – 6 hari setelah melahirkan, 7 – 28 hari setelah melahirkan, dan 29 – 42 hari setelah melahirkan. Sedangkan kunjungan neonatus bagi bayi yaitu 6 – 48 jam setelah lahir (KN 1), 3 – 7 hari setelah lahir (KN 2), dan 8 – 28 hari setelah lahir (KN 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya sedikit ibu yang melakukan pemeriksaan kesehatan setelah melahirkan dengan lengkap sampai empat kali yaitu 36.6% di perkotaan dan 32.2% di perdesaan. Akan tetapi, pemeriksaan kesehatan sampel setelah lahir cukup banyak yang memiliki status lengkap atau diperiksa sebanyak tiga kali yaitu 62.9% di perkotaan dan 50.7% di perdesaan.

Pemeriksaan kesehatan ibu dan anak pasca melahirkan dinyatakan sesuai apabila ibu diperiksa empat kali dan anak diperiksa tiga kali, selain itu dinyatakan tidak sesuai. Sampel yang mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang sesuai adalah hanya sebanyak 33.1% di perkotaan dan 25.3% di perdesaan. Rendahnya jumlah sampel yang melakukan pemeriksaan kesehatan dengan sesuai dapat terjadi karena pada saat setelah melahirkan banyak ibu yang tidak diperiksa secara lengkap sampai empat kali sehingga mempengaruhi status kesesuaian pemeriksaan kesehatan. Selain itu, ada pula sampel yang tidak diperiksa dengan lengkap meskipun ibunya diperiksa dengan lengkap, dapat dilihat dari jumlah sampel yang status pemeriksaannya sesuai lebih rendah daripada jumlah ibu yang diperiksa secara lengkap. Secara umum, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan cakupan pelayanan masa nifas lengkap 10 tertinggi di Indonesia tetapi terendah di Pulau Jawa.

Hasil analisis menunjukkan sebanyak 86.9% ibu yang tinggal di perkotaan mendapatkan pemeriksaan kesehatan setelah 6 jam sampai 3 hari melahirkan, tempat yang paling banyak digunakan ibu untuk pemeriksaan kesehatan pada masa ini adalah tempat praktek bidan (36.8%) dan rumah (19.1%). Pada masa 4 – 6 hari setelah melahirkan, ibu yang memeriksakan kesehatannya adalah sebanyak 73.1% dan tempat yang paling sering digunakan adalah rumah (38.3%) serta tempat praktek bidan (28.1%). Sebanyak 74.9% ibu memeriksa kesehatan pada hari ke 7 - 28 pasca melahirkan. Tempat yang paling banyak dikunjungi ibu untuk memeriksa kesehatan pada masa ini adalah tempat praktek bidan (31.3%) dan rumah (28.2%). Pada hari ke 29 – 42 setelah melahirkan, jumlah ibu yang memeriksakan kesehatannya jauh berkurang daripada masa-masa sebelumnya yaitu hanya 53.1% dengan tempat yang paling banyak digunakannya adalah praktek bidan (46.2%).

(42)

27

digunakan untuk pemeriksaan pada masa ini adalah tempat praktek bidan (46.2%) dan rumah (41.5%). Secara umum, ibu memeriksakan kesehatan setelah melahirkan dengan cara mengunjungi tempat praktek bidan atau dikunjungi petugas kesehatan di rumah baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Bayi di perkotaan yang melakukan KN 1 adalah sebanyak 91.4%, KN 2 85.1%, dan KN 3 71.4%. Sedangkan bayi di perdesaan yang melakukan KN 1 sebanyak 93.8%, KN 2 83.6%, dan KN 3 57.5%. Jumlahnya terus menurun setiap waktu kunjungan di kedua daerah tempat tinggal. Tempat kunjungan yang paling banyak digunakan di perkotaan untuk KN 1 adalah tempat praktek tenaga kesehatan (39.4%), pada KN 2 tempat praktek tenaga kesehatan (34.2%) dan rumah (33.6%), pada KN 3 tempat praktek tenaga kesehatan (40.8%). Sedangkan tempat kunjungan neonatus yang lebih banyak di perdesaan ialah tempat praktek tenaga kesehatan dan rumah masing-masing sebesar 32.1% pada KN 1, rumah (55.7%) pada KN 2, dan rumah (46.4%) pada KN 3. Sama seperti ibu, bayi diperiksa kesehatannya setelah lahir dengan cara dibawa mengunjungi tempat praktek tenaga kesehatan atau dikunjungi oleh petugas kesehatan di rumah baik di perkotaan maupun di perdesaan. Provinsi Jawa Tengah memiliki cakupan kunjungan neonatus lengkap lebih tinggi dari rata-rata nasional Indonesia, dan kunjungan neonatus pertama (6 – 48 jam setelah lahir) merupakan kunjungan paling tinggi daripada waktu lainnya. Persentase cakupan kunjungan neonatus di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan, dan semakin tinggi seiring meningkatnya kuintil indeks kepemilikan (Riskesdas 2013). Sebaran pemeriksaan postnatal ibu dan anak setiap waktu kunjungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Selain melaksanakan kunjungan neonatus yang telah ditetapkan dalam tiga waktu, terdapat beberapa sampel yang juga diperiksa oleh tenaga kesehatan karena mengalami sakit pada usia 0 – 28 hari yaitu sebanyak 16% di perkotaan dan 7.5% di perdesaan. Jenis keluhan yang dialami oleh sampel di perkotaan adalah bayi kuning (17.9%), bayi biru (3.6%), dan lainnya 78.6%. Sedangkan sampel di perdesaan mengalami keluhan kejang (18.2%), bayi kuning, sulit bernapas/asfiksia, dan tali pusar memerah masing-masing 9.1%, serta lainnya 45.5%.

ASI eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi secara langsung oleh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al. 2005). Depkes (2000), menyatakan bahwa ASI eksklusif ialah bayi diberikan ASI saja sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. Menyusui sejak dini mempunyai dampak positif baik bagi ibu maupun bayi. Bagi ibu, menyusui dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan. Sedangkan bagi bayi, proses menyusu mempunyai peran penting untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup (Riskesdas 2013).

(43)

2011). Status pemberian kolostrum pada sampel selengkapnya terdapat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran pemberian kolostrum

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

Menurut Roesli (2008), kolostrum merupakan cairan yang pertama kali di ekskresi oleh payudara dengan viskositas yang kental dan berwarna kekuningan yang dinamakan the gift of life. Bayi di perkotaan yang mendapatkan seluruh kolostrum dari ibunya yaitu 88.6%, yang mendapatkan hanya sebagian kolostrum sebesar 6.3%, yang tidak mendapatkan kolostrum sebesar 0.6%. Bayi di perdesaan yang mendapatkan semua kolostrum sebesar 91.1%, yang mendapatkan sebagian kolostrum 5.5%, dan yang tidak mendapatkan kolostrum 2.1%. Jawa Tengah memiliki persentase pemberian semua kolostrum pada anak ke-4 tertinggi di Indonesia dan ke-2 di Pulau Jawa setelah DI Yogyakarta. Perilaku ibu terhadap kolostrum yang dibuang sebagian atau dibuang semua di Jawa Tengah juga dapat dikatakan baik karena lebih rendah dari rata-rata nasional Indonesia (Riskesdas 2013). Hasil penelitian Warni (2015), menyatakan bahwa banyak ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada anaknya karena menganggap bahwa ASI yang pertama keluar dan berwarna kekuningan tidak baik diberikan kepada bayi karena dapat membuat bayi sakit. Penilaian status bayi mendapat ASI eksklusif atau tidak pada penelitian ini didasarkan pada makanan atau minuman apa yang diberikan pada sampel sebelum disusui pertama kali atau sebelum ASI keluar dengan lancar dan pada usia berapa sampel mendapat makanan pendamping ASI pertama kali. Sebaran status pemberian ASI sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran status pemberian ASI

Variabel Perkotaan Perdesaan

n % n %

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan kegiatan intervensi spesifik program
Gambar 2  Alur proses cleaning data
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji hipotesis simultan (Uji F) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan, ini dibuktikan pada perhitungan F

Selain itu, menurut Berry istilah ‘kejutan’ tidak mempunyai kaitan secara langsung dengan teori-teori budaya dan psikologikal, manakala istilah ‘stress’ mempunyai

Owner dari Alaska Mobil yang dalam posisinya merupakan pemilik perusahaan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat perekam suara melalui telepon genggam.

Abdulah Silondae merupakan jalan poros Kampus UHO ke Kota yang mana mobil angkutan melalui jalan tersebut.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Sistem Informasi Geografis Pemilihan Lahan Tembakau di Kabupaten Jember Berbasis Web Menggunakan Metode

Kepala Bidang Pembudayaan Olahraga, Kasi Pembinaan Sentra, PPLP dan PPLM PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017. DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN

 Neraca perdagangan Kalimantan Utara pada bulan April 2015 surplus sebesar US$ 84,90 juta, lebih kecil jika dibanding surplus bulan Maret 2015 sebesar US$ 248,99 juta,