• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

TORU BAGIAN BARAT TAPANULI UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai Gelar

Sarjana Sains

RAHMAD ZUBEIR HARAHAP

090805034

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) Di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Rahmad Zubeir Harahap

Nomor Induk Mahasiswa : 090805034

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Desember 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing1

Panut Hadisiswoyo, M.Sc Drs. Arlen Hanel John, M.Si Founding Director YOSL-OIC NIP. 19581018 199003 1 001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(3)

PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (

Pongo abelii

Lesson, 1827) DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BATANG

TORU BAGIAN BARAT TAPANULI UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2013

Rahmad Zubeir Harahap 090805034

(4)

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-Nya pula setelah melalui berbagai rintangan akhirnya skripsi ini dapat selesai. Skripsi

dengan judul “PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongoo

abelii Lesson, 1827) DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BATANG TORU

BAGIAN BARAT TAPANULI UTARA” didedikasikan untuk Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mendukung dan berkorban demi pendidikan dan masa depan penulis. Skripsi ini mungkin tidak bisa menggantikan pengorbanan yang sudah Ayah dan Ibu lakukan, namun dengan skripsi ini penulis ingin menunjukkan betapa pengorbanan Ayah dan Ibu sangat berarti.

Penyusunan skripsi ini tentunya melibatkan dari bantuan banyak pihak, dan untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayah dan Ibu Tercinta serta keluarga yang selalu mendukung dan memberikan bantuan selama penyusunan skripsi ini.

2. Abangda Sanusi dan Nurmila yang telah membiayai perkuliahan penulis sampai selesai.

3. Dekan FMIPA USU Dr. Sutarman, M.Sc yang selalu menyemangati dan memberi arahan yang baik agar terciptanya suasana kampus yang kondusif serta selalu mendengarkan suara mahasiswa.

4. Drs. Arlen Hanel John, M.Si dan Panut Hadisiswoyo, M.Sc sebagai pembimbing skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan sejak penulis memulai proposal penelitian sampai dengan skripsi ini selesai.

5. Dr. Erni Jumilawaty, M.Si dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS sebagai penguji I dan Penguji II, yang telah memberikan banyak saran dan masukan serta keluangan waktu untuk mengkoreksi skripsi ini sehingga lebih baik lagi.

6. Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga penulis memiliki kesempatan untuk meneliti orangutan Sumatera.

7. Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) terutama YEL Pandan di Tapanuli Tengah sebagai salah satu sponsor penelitian ini, yang telah memberikan materi dan dukungan yang luar biasa. Ibu Gabriela Frederickson yang telah memberikan begitu banyak bantuan baik materi dan moril selama penulis berada di lapangan. Kepada Mathew Nowak terimakasih atas keluangan waktu yang diberikan untuk berdiskusi.

(5)

9. Staf YEL Pandan Tapanuli Tengah kak Rita, Lina, Friska dan bang Eben juga kepada Bapak Siti yang luar biasa pengorbanannya mengantarkan bahan makanan setiap minggu ke hutan. Kedatanganmu bapak sangat kami harapkan di setiap hari Jum’at.

10. Spesial thank’s to: Arfah Nasution dan Siska Handayani sebagai partner penelitian. Terimakasih telah memberikan semangat dan menjadi keluarga sekaligus sahabat selama penulis berada di Kawasan Hutan Batang Toru.

11. Nurasiah Harahap, Ummi Saudah Harahap dan juga ponakanku yang lucu-lucu dan imut-imut (Ririn, Afgan, Rizka dan Dahyar) senyuman, tawa dan tangisan kalian sungguh enak didengar.

12. Rekan-rekan mahasiswa Biologi FMIPA USU (Zulfan, Afni, Nurul, Fauziah, Fivin, Fika, Wulan, Icip, Putri, Rita, Esy dkk). Rekan-rekan dari ALKAMIL MEDAN, UKMI AL FALAK, Inkubator Sains USU, Biopalas, PEMA, IPKB, Paguyuban KSE USU yang telah memberikan warna bagi kehidupan penulis selama di Kampus USU.

13. Sahabat-sahabat terbaik penulis Andrean, Ansor, Ambosa, Sufyan, Parwis, Marwan, Hakim, Nagan, Mamat, Hasry, Nurul, Anwar, Amrun, Ontang, Fery, Alfian, Syarif, Daud, Malik, Isnan, Yasman, Saddam, Ricky, Faisal, Abduh, Mustofa, Taqwa. Sahabatku, semoga kita tetap bisa berkumpul lagi walau sesaat untuk bercerita tentang mimpi-mimpi konyol yang pernah ada sewaktu

di Asrama Nurul „Ilmi. Penghuni setia wisma Ar-Rijal Sufyan, Ramlan,

Parwis, Iskandar, Abdurrahman Pebe, Fenda, Martua, Marwan besi dan bang Marwan. Terimakasih atas canda tawa dan presser-presser yang luar biasa. Semangat.

Tentunya masih banyak pihak yang membantu penyusunan skripsi ini dan mohon maaf apabila penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu. Penulis juga menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Yayasan Ekositem Lestari-Pandan apabila ada kesalahan selama penulis berada di Lapangan. Dengan selesainya skripsi ini, penulis berharap pembaca akan lebih memperhatikan kelestarian satwa liar Indonesia. Semoga apa yang disajikan dalam skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan kelestarian orangutan di Indonesia.

Medan, November 2013

(6)

Rahmad Zubeir Harahap lahir di Kota Padangsidimpuan 28 April 1991 tepatnya di Desa Ujunggurap. Menempuh pendidikan Sekolah Dasar 200305 Padangsidimpuan, SMPN 10 Padangsidempuan, SMA Swasta Nurul „Ilmi Padangsidimpuan dan pendidikan S1 di Departemen Biologi Univesitas Sumatera Utara pada tahun 2009 melalui Jalur UMB dan lulus pada tahun 2013.

(7)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii

Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat-Tapanuli Utara” telah dilakukan. Pengumpulan data mulai dari bulan Februari hingga April 2013. Pengamatan perilaku makan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling-Instantaneous-Ad Libitum Sampling. Obeservasi dilakukan selama 339,31 jam. Persentase jenis makanan orangutan jantan remaja yaitu: buah 69,8%, daun 16,2%, umbut 10,1%, bunga 2,4% dan serangga 1,5%. Persentase jenis makanan orangutan betina dewasa yaitu: buah 65,5%, daun 15,51%, umbut 8,6%, kulit kayu 6,6%, bunga 2,1% dan serangga 2,1%. Persentase jenis makanan orangutan betina remaja yaitu: buah 57,3%, daun 15,53%, umbut 13%, bunga 12,3%, kulit kayu 1,2% dan serangga 0,9%. Perilaku makan orangutan Batang Toru adalah menggunakan buah sebagai makanan utama dan selanjutnya berupa makanan alternatif yaitu daun, umbut, bunga, kulit kayu dan serangga. Makanan yang diperoleh terdiri dari 63 spesies tumbuhan dan dua spesies serangga. Penggunaan alat tidak ditemukan pada orangutan Batang Toru dalam memproses makanan. Penggunaan kanopi pohon pada saat makan oleh orangutan betina dewasa yaitu: kanopi bawah 10,19%, kanopi tengah 63,82% dan kanopi atas 25,97%. Orangutan betina remaja yaitu: kanopi bawah 3,81%, kanopi tengah 62,45% dan kanopi atas 33,72%. Orangutan jantan remaja yaitu: kanopi bawah 5,61%, kanopi tengah 78,06% dan kanopi atas 16,31%.

(8)

ABSTRACT

The study of "Feeding Behaviour Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) at Batang Toru Forest Research Station West Block-North Tapanuli" was conducted from February to April 2013. Observation of feeding behaviour was performed using Focal Animal Sampling - Instantaneous - Ad Libitum method. The observation was done for 339,31 hours in total. Percentage of food consumed by adolescent male orangutan was comprised of 69,8% fruits, 16,2% leaves, 10,1% pith, 2,4% flowers, and 1,5% insects. Percentage of food consumed by adult female orangutan was comprised of 65,5% fruits, 15,51% leaves, 8,6% pith, 6,6% bark, 2,1% flowers, and 2,1% insects. Percentage of food consumed by juvenile female orangutan was comprised of 57,3% fruits, 15,53% leaves, 13% pith, 12,3% flowers, 1,2% bark and 0,9% insects. It was observed that Batang Toru orangutans in the study area mainly feed on fruits as the main food and alternative foods include leaves, pith, flowers, bark and insects. Foods consumed by the orangutans in the study area consists of 63 species of plant and two species of insect. The use of tool was not found in Batang Toru orangutan for extracting food. The use of tree’s canopy for feeding by adult female orangutan is 10,19% in lower canopy, 63,82% in middle canopy and 25,97% at the top of canopy. For juvenile female orangutan, 3,81% spend in lower canopy for feeding, 62,45% in middle canopy and 33.72% in the top canopy. While adolescent male orangutan spend 5,61% in lower canopy for feeding, 78,06 % in middle canopy and 16,31% in top canopy

(9)

Halaman

2.3 Perilaku Makan Orangutan 6

2.4 Daya Dukung Habitat 10

2.5 Kondisi dan Penurunan Habitat 12

2.6 Fragmentasi habitat 13

BAB 3 Bahan dan Metode 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 16

(10)

4.1 Persentase Jenis Makanan Orangutan 23

4.2 Perilaku Makan Orangutan 29

4.3 Penggunaan kanopi Oleh Orangutan Pada Saat Makan 37

4.4 Perilaku Harian Orangutan Sumatera 41

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 49

(11)

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Foto Orangutan 6

2.2 Lokasi Penemuan Sarang Orangutan dan Individu di DAS Batang Toru

12

2.3 Kondisi Perubahan Peningkatan Kerusakan Habitat Alamiah Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan Batang Toru Barat Tahun 2001 Dibandingkan Pada Tahun 2003

14

2.4 Kerusakan Habitat Alamiah Berupa Penebangan Kayu Liar Adalah Ancaman Bagi Habitat dan Populasi Orangutan di DAS Batang Toru

15

3.1 Peta Lokasi Penelitian di Hutan Batang Toru Bagian Barat

16

4.1 Persentase Jenis Makanan Orangutan Sumatera di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat Melakukan Aktifitas Makan Daun Muda Gironera sp.

4.6 Penggunaan Kanopi Pohon Untuk Aktifitas Makan Oleh Sasaran di Stasiun Penelitian Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

42

4.9 Rata-Rata Perilaku Harian di Stasiun Penelitian Orangutan Sumatera Kawasan Hutan Batang Toru

44

4.10 Aktifitas Harian Orangutan Sumatera dan Kalimantan

(12)

Nomor Lampiran Judul Halaman

1 Peta Jalur Penelitian di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

56

2 Tabulasi Data Penelitian 57

3 Foto-Foto Orangutan di Stasiun Penelitian Batang Toru Blok Barat

59

4 Foto Pakan Orangutan 61

5 Daftar Pakan Orangutan 62

6 Uji Statistik 64

(13)

Nomor Tabel Judul Halaman

3.1 Biodata Singkat Orangutan Target di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat

19

4.1 Pakan Orangutan di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat

23

4.2 Analisis Statistik Perilaku Makan Orangutan Batang Toru

35

4.3 Analisis Statistik Penggunaan Kanopi Pohon Pada Saat Makan Oleh Orangutan Batang Toru

40

4.4 Analisis Statistik Perilaku Harian Orangutan Batang Toru

(14)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii

Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat-Tapanuli Utara” telah dilakukan. Pengumpulan data mulai dari bulan Februari hingga April 2013. Pengamatan perilaku makan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling-Instantaneous-Ad Libitum Sampling. Obeservasi dilakukan selama 339,31 jam. Persentase jenis makanan orangutan jantan remaja yaitu: buah 69,8%, daun 16,2%, umbut 10,1%, bunga 2,4% dan serangga 1,5%. Persentase jenis makanan orangutan betina dewasa yaitu: buah 65,5%, daun 15,51%, umbut 8,6%, kulit kayu 6,6%, bunga 2,1% dan serangga 2,1%. Persentase jenis makanan orangutan betina remaja yaitu: buah 57,3%, daun 15,53%, umbut 13%, bunga 12,3%, kulit kayu 1,2% dan serangga 0,9%. Perilaku makan orangutan Batang Toru adalah menggunakan buah sebagai makanan utama dan selanjutnya berupa makanan alternatif yaitu daun, umbut, bunga, kulit kayu dan serangga. Makanan yang diperoleh terdiri dari 63 spesies tumbuhan dan dua spesies serangga. Penggunaan alat tidak ditemukan pada orangutan Batang Toru dalam memproses makanan. Penggunaan kanopi pohon pada saat makan oleh orangutan betina dewasa yaitu: kanopi bawah 10,19%, kanopi tengah 63,82% dan kanopi atas 25,97%. Orangutan betina remaja yaitu: kanopi bawah 3,81%, kanopi tengah 62,45% dan kanopi atas 33,72%. Orangutan jantan remaja yaitu: kanopi bawah 5,61%, kanopi tengah 78,06% dan kanopi atas 16,31%.

(15)

ABSTRACT

The study of "Feeding Behaviour Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) at Batang Toru Forest Research Station West Block-North Tapanuli" was conducted from February to April 2013. Observation of feeding behaviour was performed using Focal Animal Sampling - Instantaneous - Ad Libitum method. The observation was done for 339,31 hours in total. Percentage of food consumed by adolescent male orangutan was comprised of 69,8% fruits, 16,2% leaves, 10,1% pith, 2,4% flowers, and 1,5% insects. Percentage of food consumed by adult female orangutan was comprised of 65,5% fruits, 15,51% leaves, 8,6% pith, 6,6% bark, 2,1% flowers, and 2,1% insects. Percentage of food consumed by juvenile female orangutan was comprised of 57,3% fruits, 15,53% leaves, 13% pith, 12,3% flowers, 1,2% bark and 0,9% insects. It was observed that Batang Toru orangutans in the study area mainly feed on fruits as the main food and alternative foods include leaves, pith, flowers, bark and insects. Foods consumed by the orangutans in the study area consists of 63 species of plant and two species of insect. The use of tool was not found in Batang Toru orangutan for extracting food. The use of tree’s canopy for feeding by adult female orangutan is 10,19% in lower canopy, 63,82% in middle canopy and 25,97% at the top of canopy. For juvenile female orangutan, 3,81% spend in lower canopy for feeding, 62,45% in middle canopy and 33.72% in the top canopy. While adolescent male orangutan spend 5,61% in lower canopy for feeding, 78,06 % in middle canopy and 16,31% in top canopy

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru merupakan salah

satu daerah yang mempunyai karakter ekologi yang khas di pulau Sumatera,

karena diperkirakan merupakan kawasan transisi biogeografis antara kawasan

biogeografis Danau Toba bagian Utara dan Danau Toba bagian Selatan. Kawasan

ini memiliki beberapa tipe ekosistem mulai dataran rendah, perbukitan hingga

pegunungan yang menjadi habitat bagi orangutan Sumatera (Pongo abelii) (Perbatakusuma et al. 2007).

Terjadinya kawasan transisi biogeografis ini kemungkinan disebabkan

kekuatan tektonik dan letusan Gunung Berapi Toba sekitar ± 75.000 tahun yang

lalu (Rijksen et al. 1999). Pada kurun waktu itu, Sungai Batang Toru dan Sungai Batang Gadis menjadi satu dan kemudian kedua sungai besar tersebut terpisah,

sehingga menjadi faktor penghalang ekologi yang efektif bagi penyebaran satwa

dan tumbuhan liar. Bukan hanya sungai, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang

Toru telah terbentuk penghalang karakter ekologis lainnya (ecological barrier), seperti pegunungan yang tinggi, perbukitan, habitat yang spesifik (rawa dan

danau) serta tingkat perbedaan intensitas matahari pada wilayah basah dan kering

(Siringoringo et al. 2007).

Perbatakusuma et al. (2006) menyatakan bahwa kondisi transisi ini mengakibatkan kawasan memiliki keunikan dan keanekaragaman hayati yang

tinggi. Hal ini terlihat dari fenomena pada kawasan yang dapat dijumpai fauna

dari kawasan biogeografis Danau Toba bagian Utara, seperti tapir Sumatera

(Tapirus indicus) dan kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis), sedangkan di Danau Toba bagian Selatan terdapat orangutan Sumatera (Pongo abelii).

Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat ini semakin penting, karena

(17)

population), apabila habitatnya aman dari berbagai ancaman. Orangutan Sumatera

telah didaftar dalam IUCN Red List of Threatened Species (IUCN, 2004) sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global (Critically Endangered).

Keberadaan orangutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan

ekosistem. Menurut Galdikas (1986) dan Suhandi (1988) orangutan memiliki

peran penting dalam memencarkan biji-biji dari tumbuhan yang dimakannya.

Menurut Russon et al. (2009) sekitar 1.666 jenis tumbuhan sangat tergantung penyebarannya oleh orangutan. Orangutan termasuk hewan frugivora (pemakan buah), walaupun primata ini juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga

dan kadang-kadang memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat

lebih dari 1000 spesies tumbuhan, hewan kecil, dan jamur yang menjadi pakan

orangutan (Galdikas, 1982; Perbatakusuma et al. 2006).

Aktivitas utama orangutan didominasi oleh kegiatan makan yang meliputi,

memproses dan mempersiapkan makanan, pergerakan saat makan, minum dan

penggunaan alat untuk makan. Menurut Meijaard et al .(2001) perilaku makan sangat berpengaruh terhadap kondisi biologis dan aktivitas hidup hewan, yang

pada akhirnya akan mempengaruhi organisasi sosialnya.

Pada kondisi alami, orangutan lebih banyak mengkonsumsi buah

dibandingkan jenis pakan lainnya. Saat ketersediaan buah menurun, orangutan

juga mengkonsumsi berbagai pakan lain yang dapat ditemui. Pakan lain yang

dikonsumsi orangutan adalah daun, pucuk, bunga, epifit, liana, kulit kayu

(Galdikas, 1984; Sinaga, 1992), dan tanah (Meijaard et al. 2001). Pada beberapa

kasus, orangutan juga mengkonsumsi kukang (Nycticebus coucang) (Utami & van Hooff, 1997). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan judul “Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat Tapanuli Utara”.

1.2. Permasalahan

Belum diketahui bagaimanakah perilaku makan orangutan sumatera

(Pongo abelii Lesson, 1827) di Stasiun Penelitian Batang Toru Blok Barat Tapanuli Utara sehingga perlu dilakukan penelitian untuk kepentingan upaya

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a. Mengetahui perilaku makan orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat.

b. Mengetahui penggunaan kanopi pohon pada saat aktifitas makan oleh

orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui perilaku makan

(feeding behaviour) meliputi persentase jenis makanan dan teknik makan orangutan Sumatera. Selain itu, dapat diketahui penggunaan kanopi pohon pada

saat aktifitas makan oleh orangutan Sumatera di Stasiun Penelitian Batang Toru

Blok Barat Tapanuli Utara-Sumatera Utara secara pasti sehingga informasi yang

diperoleh dapat digunakan sebagai bahan pengelolaan konservasi orangutan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Orangutan

Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Homonidae (Groves,

2001), dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrae

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Famili : Homonidae

Genus : Pongo

Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827 Pongo pygmaeus Linneus, 1760.

Nama orangutan merujuk pada kata orang (manusia) dan hutan yang

berarti "manusia hutan" seperti yang dikemukakan oleh Galdikas & Briggs

(1999). Sebelum genus Pongo digunakan, sebutan untuk keluarga kera besar ini

dengan nama spesies Ourangus outangus. Nama ini tidak diberlakukan lagi setelah International Commission for Zoological Nomenclature (ICZN) memberikan sebutan Pongo untuk genus keluarga kera besar ini (Mapple, 1980).

Orangutan termasuk ke dalam anggota primata dan merupakan salah satu

jenis kera besar yang masih hidup sampai saat ini. Kegiatan pengklasifikasian

yang didasarkan pada perbandingan anatomi dan imunologi memberikan petunjuk

bahwa orangutan bersama-sama dengan dua kera besar lainnya, yaitu simpanse

dan gorila merupakan kerabat bangsa manusia yang paling dekat dalam dunia

hewan. Perkataan orangutan berasal dari bahasa Melayu yang berarti manusia

(20)

2.2. Morfologi Orangutan

Orangutan memiliki postur tubuh mirip dengan keluarga kera besar lainnya.

Memiliki lengan yang panjang dan kuat, kaki orangutan lebih pendek, tidak

memiliki ekor serta rambut berwarna cokelat kemerahan. Beberapa peneliti

mengatakan bahwa jenis rambut orangutan dapat dijadikan acuan untuk

mengidentifikasi dan membedakan satu individu dengan individu lainnya

berdasarkan warna rambut dan alur tumbuhnya rambut (Groves, 1999).

Perbedaan morfologi orangutan dapat dikenali dari perawakannya,

khususnya struktur rambut. Dilihat melalui mikroskop, jenis dari Kalimantan

berambut pipih, dengan kolom pigmen hitam tebal di tengah; jenis dari Sumatera

berambut lebih tipis, membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan

sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang

berujung hitam di bagian luarnya (MacKinnon, 1973). Ciri yang kedua, orangutan

Kalimantan lebih tegap dan mempunyai kulit dan warna rambut lebih gelap

daripada yang ada di Sumatera. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri-ciri umum

yang membedakan kedua anak jenis ini tidak mudah dilihat di lapangan (Meijard

et al. 2001).

Menurut Supriatna (2000), rambut orangutan Sumatera lebih terang bila

dibandingkan orangutan Kalimantan. Warna rambut coklat kekuningan, dan

umumnya rambut agak tebal atau panjang. Seperti halnya orangutan Kalimantan,

anak yang baru lahir mempunyai kulit muka dan tubuh berwarna pucat, dan

rambutnya coklat sangat muda. Menginjak dewasa warnanya akan berubah sesuai

dengan perkembangan umur. Jantan dewasa ukuran tubuhnya dua kali lebih besar

daripada betina yaitu sekitar 125-150 cm.

Morfologi dari orangutan itu sendiri baik orangutan Sumatera dan

Kalimantan akan terlihat serupa (Gambar 2.1). Akan tetapi, apabila dikenali lebih

dalam maka akan terlihat perbedaan antara orangutan Sumatera dan Kalimantan.

Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), khususnya bila telah dewasa mengarah kepada warna cokelat kemerah-merahan, sedangkan rambutnya terlihat kasar dan

jarang-jarang. Pada orangutan Sumatera (Pongo abelii), biasanya berwarna lebih

pucat, khasnya “ginger” (jahe), dan rambutnya lebih lembut dan lemas. Kadang

(21)

pada orangutan Kalimantan tidak ditemukan hal tersebut. Perbedaan ini bukan

merupakan sifat yang mantap tetapi dapat digunakan sebagai penuntun kasar

(Galdikas, 1986).

a b

c d

Gambar 2.1 Foto Orangutan dari Jenis a) Pongo abelii betina (Batang Toru, YEL-SOCP) b) Pongo abelii jantan (Harahap, 2013) c) Pongo abelii betina (Suaq, sumber Jeef Oonk) d) Pongo pygmaeus

2.3. Perilaku Makan Orangutan

Orangutan merupakan satwa diurnal dan arboreal. Orangutan dewasa pada

umumnya menjalani perilaku yang diawali dari bangun tidur sekitar pukul 06.00

WIB dan tidur kembali sekitar pukul 18.00 WIB. Beberapa saat setelah bangun

kegiatan hariannya dimulai dengan mengeluarkan kotoran di luar sarang. Jika di

sekitar sarang tercium bau khas kotoran dan urin berarti orangutan telah memulai

perilaku hariannya, dan bila terjadi sebaliknya berarti orangutan masih berada di

sarangnya. Selanjutnya orangutan akan menuju sumber makanan yang terdekat.

(22)

orangutan akan langsung makan di pohon tersebut. Setelah itu aktivitasnya

berkisar antara makan, istirahat, bergerak dan sosial (YEL, 2007).

Rodman (1979) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan didominasi

oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan di antara

pepohonan dan membuat sarang. Kegiatan membuat sarang ini umumnya

dilakukan dalam persentase waktu yang relatif kecil. Menurut Fakhrurradhi

(1998) di Suaq Balimbing, orangutan Sumatera rata-rata dalam satu hari

menggunakan waktu 65% untuk melakukan aktivitas makan, 16% untuk bergerak

pindah, 17% untuk beristirahat, 1% untuk membuat sarang dan 0,5% untuk

aktivitas sosial.

Orangutan merupakan hewan diurnal, yaitu hewan yang aktif di siang hari

(Galdikas, 1984; Rodman, 1977). Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagian besar

waktu kehidupan orangutan di siang hari (57%) dihabiskan untuk mencari makan

sebesar 45.9% dan berpindah tempat sebesar 11,1% dan 43% digunakan untuk

istirahat pada malam hari.

Menurut van Schaik (2006) bahwa kehidupan sehari-hari orangutan semua

mengenai makanan. Sebagian besar waktu aktif orangutan dilewati dengan

menemukan, memproses, dan memakan makanan, sehingga jadwal kehidupan

mereka sehari-hari mudah disimpulkan: makan dan berjalan, berjalan dan makan.

Selanjutnya Kuncoro et al. (2008) menyatakan bahwa orangutan merupakan satwa arboreal. Fungsi lain kehidupan arboreal pada orangutan berhubungan dengan

ketersediaan pakan yang sesuai. Saat musim buah orangutan banyak beraktivitas

pada kanopi tengah dan atas.

Perubahan produksi buah sangat mempengaruhi perilaku makan orangutan

(van Schaik, 2001; Morrogh-Bernard et al. 2009). Hal tersebut dikarenakan orangutan adalah primata frugivorus, yaitu hewan yang makanan utamanya adalah

buah (Mackinnon, 1974; Rijksen, 1978; Galdikas, 1986; Rodman, 1999). Pada

saat terjadi kelangkaan buah di Gunung Palung, orangutan memilih memakan

kambium dari kulit pohon atau liana sebagai makanan alternatif (Knott, 1998). Di

Sumatera, orangutan juga terlihat banyak makan daun saat buah langka (Delgado

(23)

Buah-buahan yang telah matang, apalagi kalau jumlahnya banyak,

merupakan menu utama makanan orangutan. Buah-buahan merupakan sumber

energi yang baik, akan tetapi bukan merupakan sumber protein. Kebanyakan

diantara para primata menemukan jalan tengah dengan menambah dedaunan muda

atau serangga yang dua-duanya kaya akan protein (van Schaik, 2006).

Perubahan musim hujan dan kemarau dapat mempengaruhi fenologi

tumbuhan, khususnya waktu terjadinya pertunasan, perbungaan dan perbuahan

yang menggambarkan produktivitas dari tumbuhan. Perubahan waktu berbunga

dari tumbuhan tersebut juga dapat mempengaruhi produksi buah yang dimakan

oleh orangutan (Suhud & Saleh, 2007).

Aktifitas harian orangutan dipengaruh oleh musim buah. Pada saat tidak

musim buah, orangutan menghabiskan waktunya untuk berjalan dan waktu untuk

makan hanya sedikit (MacKinnon, 1974 dalam Rijksen, 1978). MacKinnon juga menemukan perbedaan pola aktifitas harian orangutan sumatera pada saat hari

kering dan hari basah. Pada saat hari kering waktunya lebih banyak dihabiskan

untuk beristirahat daripada aktifitas makan dan berjalan. Pada saat hari kering

orangutan menghabiskan waktunya untuk istirahat sampai tengah hari.

Perilaku makan yang tinggi sepanjang hari, dan agak menurun pada siang

hari karena meningkatnya perilaku istirahat (Kuncoro et al. 2008). Hal ini sedikit berbeda dengan yang di Sungai Wain, yaitu perilaku makannya tinggi, perilaku

istirahat sedikit dan perilaku pergerakan juga sedikit (Frederiksson, 1995). Hal

tersebut berbeda dengan perilaku orangutan liar di Ulu Segama Sabah dan Sungai

Ranun Sumatera (MacKinnon, 1972), Ketambe Sumatera (Rijksen, 1978) serta

Mentoko Kutai (Rodman, 1988), karena perilaku makan orangutan banyak terjadi

pada pagi dan sore hari, sedangkan siang hari yang banyak dilakukan adalah

perilaku istirahat. Frederiksson (1995) menduga hal tersebut terjadi karena

perbedaan umur, penelitian pada orangutan liar umumnya umurnya sudah dewasa,

sedangkan penelitian pada orangutan rehabilitan umumnya umurnya masih muda.

Perilaku makan orangutan berbeda-beda di setiap daerah yang dipengaruhi

oleh tipe habitat, musim, umur serta jenis kelamin (Mackinnon, 1974). Menurut

(Rowe, 1996; Supriatna & Wahyono, 2000) bahwa perbedaan ukuran tubuh

(24)

jelajah harian dan luas daerah teritori orangutan jantan dewasa lebih besar bila

dibandingkan dengan betina dewasa mengakibatkan perbedaan perilaku makan

antara orangutan jantan dan betina. Menurut Singleton (2000) bahwa pada

orangutan betina dewasa, anak juga sangat mempengaruhi dalam perilaku makan,

karena kehidupan anak sangat bergantung pada induknya.

Perubahan produksi buah akan direspon oleh orangutan dan kera besar

lainnya, yaitu dengan melakukan perubahan perilaku makan (Meijaard et al. 2001; Yamagiwa, 2001). Perilaku makan termasuk perilaku yang cukup penting dalam

kehidupan orangutan karena sebagian besar aktivitas orangutan digunakan untuk

mencari, memproses dan memakan makanan (van Schaik, 2006). Dalam

pengamatan perilaku makan, orangutan terlihat memiliki daya ingat terhadap

perubahan fenologi bunga dan buah yang dimakan (Rijksen, 1978; Utami et al. 1997). Selain itu, orangutan juga memperlihatkan perilaku dalam memilih bagian

yang dimakan dari makanannya (van Schaik, 2003; Russon, 2009). Hasil

penelitian perilaku makan buah yang dilakukan di Gunung Palung terlihat bahwa

orangutan hampir selalu memakan daging buah yang matang, sementara biji

biasanya dimakan dari buah yang mentah. Orangutan memilih makan kambium

saat terjadi kelangkaan buah (Knott, 1998).

Orangutan memiliki strategi dalam perilaku makan, yaitu dengan memilih

makanan yang tersedia di alam dan menentukan bagian yang dimakan dari suatu

jenis makanan. Orangutan akan memilih makan daging buah yang matang dan

makan biji yang mentah dari jenis tumbuhan yang sama (van Schaik, 2006).

Penelitian perilaku makan orangutan di Tanjung Puting menunjukkan bahwa,

orangutan jantan dewasa sering memakan rayap (Galdikas, 1986). Penelitian lain

dari Utami & van Hoof (1997) memperlihatkan bahwa orangutan betina dewasa di

Ketambe dan Suaq Balimbing secara kebetulan memakan kukang (Nycticebus coucang).

Hasil penelitian Harrison (2009) di Sebangau, Kalimantan Tengah

menunjukkan perbedaan perilaku makan orangutan jantan dan betina dewasa,

disebabkan oleh perbedaan aktivitas harian yang dilakukan. Perbedaan tersebut

menurut Knott (1998) disebabkan karena orangutan jantan dewasa memerlukan

(25)

melimpah dari orangutan jantan dewasa adalah 8422 kkal/hari dan 7404 kkal/hari

untuk betina dewasa. Saat buah langka, orangutan jantan dewasa menkonsumsi

3824 kkal/hari dan 1793 kkal/hari untuk betina dewasa. Konsumsi makanan

dengan energi yang besar dari orangutan jantan digunakan dalam menjelajah dan

mempertahankan daerah teritori, sedangkan orangutan betina dewasa

mengkonsumsi makanan dengan kualitas lebih tinggi digunakan untuk kebutuhan

pada waktu hamil, menyusui dan merawat anak (Knott, 1988).

Mencari makanan seharusnya merupakan tantangan berat bagi para

orangutan. Di hutan telah tersedia banyak tanaman yang beracun atau berserat

tinggi yang mungkin saja bisa dimakan, akan tetapi makanan yang mudah dicerna

lagi pula bebas kandungan kimia yang dicari orangutan ini sangat sedikit tersedia.

Para orangutan memakan aneka ragam makanan dan menyantap jajaran luas

berbagai macam jenis, hanya akan memakan buah yang matang dari jenis yang

satu, akan tetapi memakan semua tahap kematangan dari jenis buah berikutnya.

Menyobek hingga lepas kulit dari batang pohon dan melumatkan umbi yang

penuh zat makanan dan banyak airnya dari epifit. Kebanyakan satwa

mengandalkan rasa dan konsistensi makanan untuk menentukan apa saja yang

layak dimakan, dan banyak pula diantaranya mungkin akan menghindar dari jenis

makanan yang telah membuat mereka sakit setelah mereka pernah mencobanya

(van Schaik, 2006).

2.4. Daya Dukung Habitat

Hutan berfungsi bukan hanya sebagai sumber kehidupan bagi manusia, tetapi juga

bagi satwa liar. Hutan telah berperan secara ekologi sebagai sumber air dan

hidrologi, penyimpan sumberdaya alam lainnya, pengatur kesuburan tanah dan

iklim, serta cadangan karbon yang mampu menyediakan kebutuhan manusia.

Begitu pula, beragam jenis satwa liar telah memanfaatkan hutan sebagai habitat

untuk mencari makan, berkembangbiak, dan kehidupan sosial lainnya. Dengan

demikan, terjadinya kerusakan hutan tidak saja mengancam kehidupan manusia,

lebih jauh lagi akan mengakibatkan punahnya beragam jenis satwa liar yang

(26)

Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, orangutan membutuhkan

persyaratan habitat kawasan hutan alam yang relatif utuh dan cukup luas sebagai

tempat mencari makan, beristirahat, berlindung dari pemangsa dan pemenuhan

kebutuhan sosial lainnya (Perbatakusuma et al. 2007). Selain itu, hutan yang luas diperlukan orangutan Sumatera mengingat areal jelajah individu dapat mencapai

1500-4000 hektar untuk individu jantan dewasa dan 850-950 hektar untuk

individu betina dewasa (Singleton & van Schaik, 2001).

Diperkirakan total luasan bentang alam daya dukung habitat yang dapat

mendukung kelangsungan hidup orangutan (orangutan landscape) di Ekosistem Batang Toru adalah 148.570 hektar yang terdiri dari Blok-blok Hutan di Batang

Toru Barat dan di Batang Toru Timur atau Blok Hutan Sarulla (Conservation

International, 2006). Habitat orangutan di kawasan hutan Batang Toru sebagian

berupa hutan sekunder dan hutan bekas tebangan masyarakat. Berdasarkan

ketinggiannya tipe vegetasi habitat orangutan meliputi hutan dataran rendah,

hutan campuran dan hutan dataran tinggi. Habitat orangutan didominasi oleh

pohon berdiameter 10-30 cm (75,6%) dengan tinggi antara 10-30 m (80,4%)

(Simorangkir et al.2009).

Orangutan sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropis yang

menjadi habitatnya. Dimana hutan tropis yang menjadi habitatnya harus

menyediakan beragam tumbuhan buah yang menjadi sumber pakan utamanya

sehingga primata ini dapat bertahan hidup. Dengan demikian pembukaan hutan

tropis sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasinya (Supriatna & Edy,

2000).

Fakta terkini mengenai habitat orangutan di Sabah dan Kalimantan Timur

menunjukkan orangutan dapat beradaptasi di hutan komersial dan hutan sekunder

(Ancrenaz et al. 2007), walaupun habitat yang demikian berdampak negatif terhadap populasi orangutan di alam. Hutan sekunder atau komersil menyebabkan

dampak negatif bagi populasi orangutan, karena pada daerah seperti ini orangutan

sering berinteraksi dengan manusia. Dengan interaksi yang terjadi maka

perubahan perilaku dari liar menjadi jinak juga terjadi, sehingga orangutan lebih

(27)

2.5. Kondisi dan Penurunan Habitat

Berdasarkan hasil temuan fosil, sekitar 10.000 tahun yang lalu orangutan tersebar

hampir di seluruh daratan Asia Tenggara dan sebagian dari daratan Cina bagian

Selatan. Namun saat ini populasi orangutan hanya dapat ditemui di Pulau

Sumatera dan Pulau Kalimantan. Penyebaran orangutan di alam saat ini, sebagian

besar orangutan liar berada di wilayah Indonesia serta sebagian kecil di wilayah

Malaysia dan Brunei Darussalam (Ancrenaz et al. 2007).

Saat ini hampir semua orangutan Sumatera hanya ditemukan di Provinsi

Sumatera Utara dan Provinsi Nangro Aceh Darussalam, dengan Danau Toba

sebagai batas paling Selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil

berada di sebelah Barat Daya Danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di

Batang Toru Barat. Sebaran orangutan di Hutan Batang Toru Blok Barat terdapat

pada Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Kabupaten

Tapanuli Selatan. Peta sebaran orangutan Sumatera di Daerah Aliran Sungai

Batang Toru yang merupakan kompilasi terkini para peneliti disajikan pada

Gambar 2.2 berikut ini.

(28)

Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap

lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan

di dalamnya. Selama periode tahun 1980-1990, hutan Indonesia telah berkurang

akibat konversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman, kebakaran

hutan, serta praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan

otonomi daerah dan penerapan 10 desentralisasi pengelolaan hutan pada 1998

juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi

di Indonesia. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang

dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi

orangutan (Soehartono et al. 2007).

Kawasan hutan tropis dalam lingkup Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang

Toru yang menjadi kawasan habitat orangutan Sumatera berdasarkan peta vegetasi

Sumatera yang disusun oleh Laumonier et al. (1987) dapat dikategorikan menjadi 2 sub-tipe formasi hutan. Pertama, sub-tipe Formasi Air Bangis-Bakongan yang

menjadi bagian dari tipe Formasi Bukit Barisan Barat perbukitan berelevasi

menengah (300 sampai 1000 meter di atas permukaan laut). Kedua, sub-tipe

Hutan Montana (1000-1800 meter di atas permukaan laut) yang menjadi bagian

dari tipe Formasi Bukit Barisan di atas 1000 meter dari permukaan laut

(Perbatakusuma et al. 2007).

2.6. Fragmentasi Habitat

Tilson et al. (1993), Rijksen & Meijaard (1999), van Schaik et al. (2001), dan

Robertson & van Schaik (2001) menyatakan bahwa orangutan yang sudah

dikategorikan terancam secara global, kelangsungan hidupnya sangat terancam

akibat dari rusak dan hilangnya habitat alamiah serta terpecahnya habitat

(fragmentasi) yang diakibatkan oleh penebangan kayu liar, penebangan kayu

komersil yang tidak berkelanjutan, perladangan berpindah dan konversi hutan

alam skala besar untuk perkebunan atau pertambangan mineral secara terbuka.

Ditambahkan karakter perilaku orangutan yang rentan terhadap kepunahan, seperti

mempunyai daerah jelajah yang luas (1500-4000 hektar untuk individu jantan

dewasa dan 850-950 hektar untuk individu betina dewasa (Singleton & van

(29)

kelompok secara tetap atau sementara, menghendaki lingkungan habitat yang

relatif stabil dari gangguan dan tidak mempunyai kemampuan menyebar dan

adaptasi yang baik jika habitatnya mengalami gangguan yang berat. Ancaman

kerusakan habitat orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru semakin tinggi akibat

dari aktifitas pertambangan, perambahan hutan dan illegal logging. Peta 2.3 berikut ini menunjukkan laju kerusakan habitat orangutan di Kawasan Hutan

Batang Toru Blok Barat dari tahun 2001 sampai 2003.

Gambar 2.3. Kondisi Perubahan Peningkatan Kerusakan Habitat Alamiah Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan DAS Batang Toru Barat pada Tahun 2001 Dibandingkan pada Tahun 2003 ( CI Indonesia, PT. Newmont Horas Nauli, Departemen Kehutanan)

Hutan yang telah terdegradasi komposisi pohonnya sudah bercampur

dengan tanaman budidaya masyarakat seperti karet, coklat, durian, aren,

kemenyan, kopi dan petai. Pada titik-titik orangutan ditemukan, kondisi

vegetasinya masih sangat baik walaupun itu hanya merupakan pecahan-pecahan

hutan alam yang disekelilingnya sudah berubah menjadi kebun-kebun masyarakat.

Situasi ini mengindikasikan bahwa walaupun tekanan perubahan fungsi lahan dari

hutan menjadi non hutan yang sangat tinggi, orangutan di Blok Batang Toru Barat

masih dapat bertahan hidup, karena didukung ketersediaan sumber pakan (aren,

durian, petai) dan tajuk berlapis kebun-kebun masyarakat. Hal itu juga

menunjukan terjadinya kompetisi sumber makanan antara manusia dan orangutan,

(30)

menjadikan masyarakat setempat pada beberapa tempat menyatakan orangutan

sebagai hama pengganggu tanaman budidaya masyarakat. Kondisi ini tentunya

menyebabkan kelangsungan hidup orangutan secara jangka panjang tidak berjalan

harmonis dengan pemanfaatan sumberdaya oleh masyarakat yang ada sekarang ini

disekitar habitat orangutan. Sehingga habitat alami orangutan menjadi penting

untuk tidak dirusak guna mendukung ketersediaan sumber pakannya

(Perbatakusuma et al. 2007).

Gambar 2.4. Kerusakan Habitat Alamiah Berupa Penebangan Kayu Liar Adalah Salah Satu Ancaman Bagi Habitat dan Populasi Orangutan Sumatera di DAS Batang Toru (CI Indonesia, PT. Newmont Horas Nauli, Departemen Kehutanan).

Menurut Meijaard et al. (2001), penebangan hutan telah menurunkan produktivitas makanan satwa liar frugifora karena mengganggu siklus hara dan

keseimbangan ekosistem. Menurut Conservation International, (2006) di Pulau

Sumatera dalam kurun waktu 25 tahun populasi orangutan menurun hingga 80%.

Penebangan hutan secara langsung telah mengakibatkan penurunan

kualitas habitat satwaliar, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kegiatan

eksploitasi kayu secara resmi ataupun illegal yang mencapai puncaknya pada tahun 1980-an telah merusak habitat orangutan antara 50 % sampai kerusakan

total (Populationand Habitat Viability Assessment/ PHVA, 2004). Dampaknya, komunitas orangutan terpecah menjadi unit-unit yang lebih kecil dan tidak mampu

bertahan hidup. Selain itu, kerusakan habitat sangat mempengaruhi kemampuan

orangutan untuk melakukan reproduksi, yang akhirnya akan menyebabkan

(31)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2013. Lokasi

penelitian berada di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli

Utara-Sumatera Utara (Gambar 3.1), tepatnya di Stasiun Penelitian Yayasan

Ekosistem Lestari Sumateran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP). Kegiatan penelitian dilakukan pada area seluas 2.400 ha.

(32)

3.2.Deskripsi Area

Hutan Batang Toru (HBT) memiliki luasan sekitar 136.000 ha dan terbagi dalam

dua blok, yaitu blok Timur dan blok Barat. Secara administratif Hutan Batang

Toru terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli

Selatan, sedangkan secara geografis berada antara 98o 53’ – 99o 26’ Bujur Timur

dan 02o 03’ – 01o 27’ Lintang Utara. Stasiun penelitian Batang Toru (SOCP–

YEL) sendiri termasuk dalam kawasan hutan lindung, berada di Hutan Batang

Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara, dengan luas area sekitar 2.400 Ha.

Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat memiliki ketinggian mulai dari 50

mdpl sampai dengan 1875 mdpl. Titik terendahnya berada di Sungai Sihaporas

(dekat kota Sibolga), dan titik tertingginya berada pada Dolok Lubuk Raya di

bagian Selatan Kawasan Hutan Batang Toru. Kelerengan antara 16% sampai

dengan lebih dari 60%, bentuk medan di wilayah tersebut didominasi oleh bentuk

topografi yang berbukit dan bergunung. Tanah di Hutan Batang Toru termasuk

yang peka terhadap erosi.

PT. Newmont Horas Nauli, LIPI dan Hatfield (2005) dalam kajian

biodiversitasnya menyimpulkan adanya kekayaan flora cukup tinggi dan telah

teridentifikasi 194 jenis pohon dari 127 genus dan 54 famili dan 10 jenis

dikategorikan jenis tumbuhan langka, diantaranya 2 jenis tumbuhan endemik dan

langka, yaitu Bunga raksasa Amorphophalus baccari dan Amorphophalus gigas dan tumbuhan langka lainnya, yaitu Bunga Bangkai Raksasa Raflesia gadutnensis dan 3 jenis tumbuhan kantong semar yang terancam bahaya kepunahan, yaitu

Nephentes sumatrana, Nephentes eustachya dan Nephentes albomarginata. Disamping itu diantaranya juga ditemukan jenis-jenis baru, seperti Bahaunia sp., Macaranga sp. dan Wrigtea sp. Menurut YEL (2007) Hutan Batang Toru juga memiliki diversitas anggrek yang sangat tinggi.

PT. Newmont Horas Nauli, LIPI, Hatfield (2005) dalam kajian

biodiversitasnya menyimpulkan bahwa Kawasan Hutan Batang Toru Barat,

termasuk Blok Anggoli dapat ditemukan 60 jenis satwa liar, diantaranya 15 jenis

satwa liar yang terancam punah secara global, diantaranya orangutan Sumatra

(33)

brachyura), beruk (Macaca nemestrina), beruang madu (Helarctos malayanus),

kucing emas (Pardofelis marmomata). Hutan Batang Toru merupakan habitat terakhir bagi populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang jauh terpisah dari orangutan lain di Sumatera Utara dan Aceh (YEL, 2007).

Survey yang dilakukan oleh PT. Newmont Horas Nauli, LIPI dan Hatfield

(2005) telah menemukan jumlah jenis yang lebih besar, yaitu 247 jenis burung,

diantaranya 3 jenis terancam punah secara global, yaitu Bucheros sp. Ictinaetus malayensis dan Spilornis cheela dan 52 jenis sedang menuju kepunahan dan 20 jenis diantaranya merupakan jenis burung migran. Untuk herfetofauna sebanyak

48 jenis satwa reptilia dan 36 jenis amphibia yang ditemukan, 5 jenis reptilia

diantaranya terancam punah secara global, seperti Phyton reticulates, Manouria emys, Cyclemis detante, Cuoraam boinensis. Disamping itu masih ditemukan jenis-jenis baru, seperti 8 jenis reptilia dan 4 jenis amphibia.

3.3. Alat dan Bahan

Dalam melakukan pengamatan perilaku makan orangutan di lapangan

menggunakan peralatan antara lain: teropong binokuler, papan kerja, jam tangan

digital, peta lokasi, alat tulis, pita berwarna, camera digital, Global Positioning System, kompas, parang, jas hujan. Adapun bahan yang digunakan adalah form

tabulasi data pengamatan perilaku harian orangutan (Lampiran 2), alkohol 96%,

koran, spidol, label gantung.

3.4. Objek Penelitian

Dalam pengamatan perilaku makan, orangutan yang dijadikan sebagai

objek penelitian adalah 7 individu orangutan yang terdiri dari 3 betina dewasa, 2

betina remaja dan 2 jantan remaja. Setiap individu orangutan yang menjadi objek

penelitian dibedakan melalui ciri-ciri fisik, antara lain dapat dilihat dari bekas

luka, bentuk muka, mata atau bibir. Untuk memudahkan dalam pengamatan yang

berkelanjutan, maka tiap individu orangutan telah diberi nama. Menurut Peterson

(1992) bahwa proses identifikasi juga dibantu dengan pencatatan morfologi

penting dan pemotretan orangutan sasaran. Tabel 3.1 berikut ini adalah biodata

(34)

Tabel 3.1 Biodata Singkat Orangutan Target di Kawasan Hutan Batang Toru Jenis Kelamin Nama Orangutan Estimasi Usia Lama Pengamatan Betina Dewasa Beta 30-40 tahun 80 jam 13 menit

Perilaku makan yang diteliti meliputi persentase jenis makanan, teknik makan dan

penggunaan kanopi pohon saat makan oleh orangutan. Pengamatan perilaku

dilakukan dengan metode focal animal sampling, yaitu mengamati orangutan dengan mengikuti individu tersebut sepanjang hari, sedangkan pencatatan data

dilakukan secara instantaneous, yaitu mencatat segala perilaku dalam satuan interval waktu (setiap 2 menit). Selain itu, dalam penelitian juga digunakan

metode ad libitum sampling, yaitu mengamati individu orangutan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak secara sistematis terdapat pada interval waktu

pengamatan (van Schaik, 2003).

Pengumpulan data penunjang lain yang dilakukan selama pengamatan

berlangsung adalah identifikasi spesies tumbuhan dan satwa (insekta) yang

menjadi makanan orangutan. Selain itu, pohon yang menjadi tempat orangutan

melakukan aktifitas makan juga dicatat. Pengumpulan data dalam penelitian ini

difokuskan pada satu individu orangutan sebagai objek atau sasaran dalam setiap

pengamatan. Pencatatan data perilaku makan orangutan dilakukan setiap dua

menit sebagai “point sample”. Metode ini cocok dengan orangutan yang semi

soliter dan memiliki karakter pergerakan yang lambat. Pengamatan aktifitas atau

perilaku makan orangutan dilakukan satu hari penuh, mulai orangutan tersebut

bangun di pagi hari (sekitar pukul 06.00-07.00 WIB) sampai dengan tidur dan

tidak melakukan aktifitas di malam hari (sekitar pukul 18.00-19.00 WIB) karena

orangutan termasuk ke dalam hewan diurnal atau hewan yang aktifitasnya

(35)

3.5.1. Pengamatan Perilaku Makan

Pengambilan data perilaku makan untuk melihat pemilihan makanan oleh

orangutan dilakukan berdasarkan metode dari Russon (2007) dan van Schaik

(2003). Perilaku makan yang diamati dalam penelitian ini adalah pemilihan jenis

makanan berupa buah, daun, kulit kayu, bunga, umbut dan serangga. Perilaku

makan tersebut juga dihitung bila orangutan berpindah dari pohon pakan ke pohon

lain sambil membawa atau mengunyah makanan sampai ada atau tidak ada sisa

makanan yang dibuang.

Pengambilan data dilakukan dengan mencatat perilaku makan yang dibagi

menjadi enam kategori, yaitu: buah (Fr); daun (Lv); bunga (Fl), kulit kayu (bark), empulur/umbut (pith); serangga (Ins). Tiap kategori makanan dicatat dan diidentifikasi nama jenis makanan tersebut (misalnya: jenis tumbuhan dan jenis

serangga).

3.5.2. Teknik Makan Orangutan

Apabila individu target orangutan sedang melakukan makan lalu teramati

teknik makannya maka dicatat dalam lembar data sedang makan apa dan

bagaimana teknik makannya. Teknik makan tersebut dilihat dari cara orangutan

mengambil atau meraih makanan, misalnya dengan menggunakan alat bantu

berupa ranting pohon, menggunakan mulut untuk serangga-serangga kecil, dengan

tangan, dan lain-lain.

3.5.3. Penggunaan Kanopi Pohon

Perilaku orangutan liar hampir seluruhnya di atas pohon. Orangutan yang

sedang makan dicatat berapa ketinggian orangutan dari permukaan tanah dengan

cara estimasi/perkiraan dan juga pohon yang dijadikan sebagai tempat makan.

Apabila orangutan berada pada ketinggian 1-10 m disebut kanopi bawah, 10-25 m

kanopi tengah dan > 25 m disebut kanopi atas.

3.6. Lama Pengamatan

Minimum durasi pengamatan perilaku makan orangutan dalam satu hari yang

(36)

Pengambilan Data Orangutan” dari Morrogh-Bernard et al. (2002). Tetapan minimal lama pengamatan dalam penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan

oleh Rijksen (1978) yang menggunakan minimal lama pengamatan aktivitas

orangutan dalam satu harinya adalah 90 menit atau 1,5 jam.

Alasan pemilihan minimal pengamatan selama 3 jam ini adalah karena

sifat dari orangutan, baik orangutan rehabilitan maupun orangutan liar yang dapat

melakukan perilaku tertentu hingga lebih dari 2 jam, seperti pada perilaku istirahat

dan makan. Hal ini jelas akan cukup menimbulkan kesulitan saat analisa data

dilakukan, karena gambaran perilaku harian dari orangutan sasaran tidak secara

lengkap tercatat dan tidak terwakili. Sehingga kemungkinan besar terjadi

dominasi data perilaku harian secara tidak proporsional apabila pengamatan

berlangsung dibawah 3 jam. Untuk data pengamatan yang memiliki durasi

pengamatan dibawah 3 jam, maka data tersebut tidak digunakan dalam analisa

penelitian ini (Kuncoro, 2004).

Lama pengamatan pada orangutan dalam penelitian ini berkisar antara 3

jam sampai 12 jam, tergantung pada kondisi lapangan. Pengamatan dihentikan

apabila pergerakan orangutan sasaran tersebut keluar dari daerah penelitian atau

kondisi cuaca yang buruk. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias pada data

penelitian. Untuk data pengamatan yang memiliki durasi pengamatan dibawah 3

jam, maka data tersebut tidak digunakan dalam analisa penelitian ini (Kuncoro,

2004).

3.7. Pencarian

Sebagian besar kegiatan di stasiun penelitian Batang Toru adalah mencari

orangutan. Pencarian orangutan masih difokuskan di sekitar camp penelitian saja

(sekitar 4 km² atau 33,3% dari luas total stasiun penelitian). Pencarian orangutan

dilakukan secara tim (2-3 orang), tergantung jumlah personil yang ada. Metode

pencarian orangutan yang kami lakukan adalah dengan berjalan cepat di jalur

(dapat melewati hutan yang lebih luas), berjalan pelan dengan tidak berisik sambil

banyak mendengar (orangutan di lokasi ini cenderung menghindari perjumpaan

dengan manusia atau terkadang mereka sembunyi, terkait perburuan orangutan

(37)

orangutan (misal, menunggu di dekat Agathis borneensis yang berbuah)

(YEL-SOCP, 2012).

Menurut Kuncoro (2004), orangutan adalah satwa soliter yang cenderung

hidup sendiri dan memiliki pergerakan lambat (sloths) dalam rimbunan pohon-pohon

di hutan. Hal ini menyebabkan orangutan menjadi sulit untuk ditemukan. Apabila

orangutan focal berhasil ditemukan hingga individu tersebut membuat sarang untuk tidur, maka pengambilan data untuk keesokan harinya cukup dilakukan

dengan mengunjungi sarang terakhir yang dibuat sebelumnya. Apabila orangutan

tidak bisa diikuti sampai sarang maka proses pencarian diulangi lagi dari awal.

3.8. Analisis Data

Dalam menguji hipotesis digunakan teknik pengujian non-parametrik. Menurut

Siegel (1986) data-data yang diperoleh merupakan distribusi bebas, sehingga tidak

ada anggapan bahwa data-data yang diperoleh telah ditarik dari suatu populasi

dengan distribusi tertentu. Dengan kata lain tidak adanya perlakuan yang

diberikan terhadap obyek penelitian.

Data-data yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk tabel dan gambar

serta dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak “Statistic Programme for Scientific and Social science” (SPSS) 19,0 untuk windows. Penganalisaan data yang diperoleh yaitu dengan menggunakan Crostabs, uji Krusskall Wallis; yaitu suatu uji non-parametric yang digunakan apabila yang didapat lebih dari dua individu (orangutan betina dewasa, betina remaja dan jantan remaja) dan

dilanjutkan dengan uji Man Whitney. Tes tersebut dilakukan untuk menganalisis pemilihan makanan orangutan sasaran dan untuk menganalisis pola penggunaan

kanopi pohon pada saat aktifitas makan. Keseluruhan tes yang diujikan, kemudian

(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persentase Jenis Makanan Orangutan Sumatera

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan 65 jenis makanan yang

terdiri dari 63 jenis tumbuhan dan dua jenis serangga. Tabel 4.1 berikut ini

adalah daftar pakan orangutan yang ditemukan di Stasiun Penelitian Kawasan

Hutan Batang Toru Bagian Barat Tapanuli Utara.

Tabel 4.1. Pakan Orangutan di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru

Famili Jenis Tumbuhan Kategori Makanan

Alangiaceae 1 Alangium sp. Daun

Anacardiaceae 2 Camnosperma auriculatum Buah 3 Dracontomelum mangiferum Daun Araucariaceae 4 Agathis borneensis Buah

Arecaceae 5 Calamus caesus Umbut

6 Daemonorops sp. Umbut

7 Khorthalsia grandis Umbut

Casuarinaceae 8 Gimnostoma sumaterana Bunga

Clusiaceae 9 Garcinia sp. Buah

Euphorbiaceae 10 Baccaurea sp. Buah

Fabaceae 11 Parkia speciosa Buah

Fagaceae 12 Castanopsis costata Buah

13 Lithocarpus sp. Buah

Flacourtinaceae 14 Hydnocarpus sp. Kulit Kayu Flagellariaceae 15 Flagellaria indica Daun

Lauraceae 16 Cinnamomun sp. Daun

17 Cinnamomun iners Daun

Marantaceae 18 Clinogyne sp. Kulit Kayu Moraceae 19 Antiaris toxicaria Buah

20 Artocarpus sp. Buah

21 Artocarpus elasticus Umbut

22 Ficus sp. Buah

23 Ficus deltoidea Daun

24 Ficus fistulosa Buah

25 Ficus grossularioides Buah

26 Ficus magnoliaefolia Buah

27 Ficus ribes Buah

33 Syzygium claviflora Buah

34 Syzygium cymosa Buah

35 Syzygium helferi Buah

(39)

37 Cymbidium sp. Umbut

38 Dendrobium sp. Umbut

39 Dipodium sp. Umbut

40 Spathoglotis sp. Umbut

Pandanaceae 41 Freycinetia imbricate Umbut

42 Freycinetia sumaterana Umbut dan Bunga

43 Pandanus sp. Umbut

44 Pandanus artocarpus Umbut dan Buah

45 Pandanus helicopus Umbut

Poaceae 46 Bambusa sp1. Umbut

47 Bambusa sp2. Umbut

48 Bambusa sp3. Umbut

Podocarpaceae 49 Dacrydium beccarii Bunga Polygalaceae 50 Xanthophyllum sp. Daun

Sapotaceae 51 Mahuca sp. Buah

52 Madhuca kunstuleri Buah

53 Madhuca laurifolia Buah

54 Palakium hexandrum Bunga

55 Palakium rostratum Bunga

Theaceae 56 Eurya trichocarpa Bunga

Ulmaceae 57 Gironera parfivolia Daun

58 Gironera subaequalis Daun

59 Sp1 (Liana Fog) Buah

60 Sp2 (Liana Kantong) Buah 61 Sp3 (Liana Sulur) Buah 62 Sp4 (Liana Gitan) Buah 63 Sp5 (Buah Legum) Buah

Formicidae 64 Xenomyrmex sp. Serangga

Termitidae 65 Macrotermes sp. Serangga

Dari Tabel 4.1 diperoleh jenis tumbuhan yang teridentifikasi sebanyak 58

jenis yang terdiri dari 24 famili dan dua jenis serangga dari dua famili dan

terdapat lima jenis yang tidak teridentifikasi. Jenis makanan orangutan yang

didapatkan dikelompokkan menjadi enam bagian, yaitu buah, daun, bunga, kulit

kayu, umbut dan serangga. Famili Moraceae merupakan tumbuhan yang paling

banyak dimakan oleh orangutan dan dilanjutkan oleh famili Pandaneceae,

Myrtaceae, Sapotaceae, dan Orchidaceae. Kategori makanan yang paling banyak

di makan adalah buah. Hal ini disebabkan karena orangutan merupakan hewan

frugifora sehingga orangutan menggunakan buah sebagai makanan utama. Semua

kategori makanan tersebut (buah, daun, umbut, bunga, kulit kayu, dan serangga)

harus digabungkan oleh orangutan dalam menu makanan yang sehat dan

berimbang.

Menurut van Schaik (2006) bahwa buah-buahan yang telah masak apalagi

(40)

merupakan sumber energi yang baik akan tetapi bukan merupakan sumber protein.

Kebanyakan diantara para orangutan menemukan jalan tengah dengan menambah

dedaunan muda atau serangga, yang dua-duanya kaya akan protein. Saat

produktifitas buah berkurang di habitatnya, orangutan akan pindah ke tempat lain

atau tetap bertahan di wilayah teritorinya dengan mencari cara lain untuk

menanggulangi masa paceklik dan mengandalkan makanan alternatif (fallback foods).

Pada saat buah sedikit di Batang Toru, orangutan akan berpaling mencari

makanan lain seperti pucuk daun muda, umbut, bunga dan bahkan orangutan

Batang Toru juga memakan kulit kayu dengan gizi yang sedikit untuk

menanggulangi rasa laparnya. Menurut van Schaik (2006) bahwa orangutan

memakan kulit kayu sebagai upaya menanggulangi rasa lapar. Perobekan kulit

pohon merupakan reaksi yang paling utama dalam pencegahan akibat paceklik di

Kalimantan. Akan tetapi orangutan Suaq di Sumatera jarang berpaling pada

tindakan alternatif yang drastis ini.

Dari hasil penelitian mengenai persentase jenis makanan orangutan Batang

Toru didapatkan cukup bervariasi, seperti terlihat pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Persentase Jenis Makanan Orangutan Sumatera di Stasiun Penelitian Hutan Batang Toru Blok Barat

Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa persentase jenis makanan yang paling

Buah Daun Umbut Bunga Kulit Kayu Serangga

(41)

terbanyak kedua dari jenis daun, yaitu sebesar 16,2% (jantan remaja), 15,3%

(betina remaja) dan 15,1% (betina dewasa), kemudian dari jenis umbut, yaitu

sebesar 13% (betina remaja), 10,1% (jantan remaja) dan 8,6% (betina dewasa),

selanjutnya dari jenis bunga, yaitu sebesar 12,3% (betina remaja), 2,4% (jantan

remaja) dan 2,1% (betina dewasa), selanjutnya kulit kayu, yaitu sebesar 6,6%

(betina dewasa), 1,2% (betina remaja) dan 0% (jantan remaja) dan dari jenis

serangga, yaitu sebesar 2,1% (betina dewasa), 1,5% (jantan remaja) dan 0,9%

(betina remaja).

Konsumsi buah yang paling tinggi adalah orangutan jantan remaja. Hal ini

disebabkan karena orangutan jantan remaja aktif bergerak sebagai pengembara di

hutan dan ukuran tubuh juga lebih besar dari orangutan betina remaja sehingga

dibutuhkan nutrisi yang banyak. Selain itu, nutrisi juga dibutuhkan dalam tahap

perkembangan dan pertumbuhan. Konsumsi buah tertinggi kedua adalah

orangutan betina dewasa. Hal ini disebabkan karena orangutan masih mengasuh

anak, menyusui anak, membantu pergerakan anak saat menyeberangi kanopi

pohon dan ukuran tubuh yang besar. Orangutan yang sedang mengasuh anak

membutuhkan asupan makanan yang tinggi agar kualitas dan kuantitas Air Susu

Ibu (ASI) yang dihasilkan baik. Kandungan energi yang besar pada buah sangat

cocok untuk memenuhi kebutuhan energi orangutan betina. Knott (1988)

menjelaskan bahwa orangutan betina dewasa mengkonsumsi makanan dengan

kualitas lebih tinggi terutama buah yang digunakan untuk kebutuhan pada waktu

hamil, menyusui dan merawat anak. Konsumsi buah terendah yaitu pada

orangutan betina remaja. Orangutan betina remaja lebih sering dijumpai pada

bulan kedua penelitian (Maret 2013). Pada bulan tersebut produktifitas buah

sedang berkurang sehingga orangutan betina remaja mencari makanan alternatif

lain.

Buah merupakan sumber makanan utama yang sering dimakan orangutan,

mengandung nutrien lengkap berupa air, karbohidrat dan energi yang dibutuhkan

(42)

orangutan memilih buah sebagai makanan utama yang selalu dimakan tiap bulan

untuk memenuhi kebutuhan energi.

Jenis makanan tertinggi kedua adalah daun, yaitu sebesar 16,2% (jantan

remaja), 15,3% (betina remaja) dan 15,1% (betina dewasa). Orangutan jantan

remaja yang paling banyak memakan daun adalah untuk mengatasi kekurangan

protein karena makanan jenis serangga orangutan jantan remaja yang paling

sedikit. Hal ini dapat diasumsikan sebagai strategi makan yang dilakukan oleh

orangutan Batang Toru untuk melengkapi kebutuhan nutrisi tubuhnya. Daun

yang lebih disukai adalah daun muda daripada daun tua. Daun tua sangat jarang

ditemukan di makan oleh orangutan. Hal ini disebabkan karena daun tua sulit

dicerna. Menurut Slamet et al. (2009) daun muda mengandung kadar protein yang tinggi. Daun tua yang melimpah di hutan biasanya mengandung serat dan

tanin yang sulit dicerna.

Jenis daun yang dimakan oleh orangutan di Batang Toru Blok Barat adalah

daun Cinnamumun iners, Calamus caesis, Gironera subaequalis, Gironera farvifolia, Korthalsia grandis, Xanthophyllum sp., Bambusa sp., dan tangkai daun liana. Daun muda Gironera subaequalis dan Gironera parvifolia adalah daun

yang paling disukai orangutan di Hutan Batang Toru Blok Barat karena selalu

tersedia banyak di hutan tersebut.

Menurut Meijard et al. (2001) bahwa daun dan tangkainya merupakan makanan bagi orangutan untuk bertahan hidup ketika ketersediaan buah rendah.

Di Kalimantan, daun muda dan tunas daun pucuk serta lapisan dalam tangkai daun

tua tanaman palem lontar (Borassodendron borneensis) yang melimpah secara lokal adalah sumber makanan yang sangat penting ketika buah menjadi jarang.

Penduduk lokal di Kalimantan Tengah menegaskan bahwa orangutan hanya dapat

bertahan hidup di tempat yang palem Bendang-nya (yaitu lontar) melimpah. Hal ini terlihat jelas selama musim paceklik buah, palem ini sering rusak berat karena

dimakan oleh orangutan.

Makanan alternatif selanjutnya adalah umbut, yaitu sebesar 13% (betina

remaja), 10,1% (jantan remaja) dan 8,6% (betina dewasa). Orangutan memakan

umbut juga merupakan salah satu bentuk strategi saat buah berkurang. Umbut

Gambar

Gambar 2.1 Foto Orangutan dari Jenis a) Pongo abelii betina (Batang Toru, YEL-
Gambar 2.2 berikut  ini.
Gambar 2.3. Kondisi Perubahan Peningkatan Kerusakan Habitat Alamiah Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan DAS Batang Toru Barat pada Tahun 2001 Dibandingkan pada Tahun 2003 ( CI Indonesia, PT
Gambar 2.4. Kerusakan Habitat Alamiah Berupa Penebangan Kayu Liar Adalah Salah Satu Ancaman Bagi Habitat dan Populasi Orangutan Sumatera di DAS Batang Toru (CI Indonesia, PT
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) Proses pembuatan karya pop art WPAP (Wedha’s Pop Art Portrait ) ini terdiri dari 2 macam cara, yaitu dengan cara manual dan dengan cara komputer (digital).. (4)

SEKRETARIAT JENDERAL UNIT LAYANAN PENGADAAN. KELOMPOK

dibandingkan dengan verbal semata. 19 Kelebihan media gambar di bandingkan media tulis yaitu lebih efisien dan mempersingkat waktu pengajaran. b) Gambar dapat mengatasi

dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 2) Bahwa Bank Permata bertanggung jawab atas akibat hukum dalam perjanjian. jual beli piutang dan akta cessie antara Silver

Untuk mengetahui apakah faktor pengisian mangkuk dan frekwensi pemuatan bak alat angkut tersebut masih sesuai dengan yang direncanakan berdasarkan catalog pabrik pembuat alat,

Hasil penelitian setelah dilakukan terapi realaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia pada kelompok eksperimen, tingkat kualitas tidur lanjut usia terlihat

Dian Ayu Linovia, Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Bilangan Romawi Pada Siswa Kelas IV MI Mafatihul Ulum

Salah satu faktor yang dilakukan untuk menekan biaya operasional peledakan dengan cara melakukan perbaikan geometri peledakan dan mengefektifkan pemakaian ANFO, setelah perbaikan