• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

IKA NOVITA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK

Oleh

Ika Novita Sari

Produksi pisang di Indonesia terus meningkat, secara berturut-turut dari tahun 2010 sebesar 5.755.073 ton, tahun 2011 sebesar 6.132.695 ton dan tahun 2012 sebesar 6.189.052 ton (BPS, 2013). Lampung merupakan produsen utama pisang di Indonesia, salah satunya pisang kepok. Untuk mengatasi ketersediaan pisang yang berlimpah diperlukan alternatif pengolahan menjadi produk setengah jadi salah satunya chip pisang, yang selanjutnya dapat dijadikan tepung. Pengeringan sistem hybrid yaitu pengeringan yang memanfaatkan energi matahari dengan tambahan energi lain dapat menjadi solusi alternatif untuk pengeringan chip pisang. Pengeringan chip pisang yang optimal akan menghasilkan tepung pisang yang berkualitas baik Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan chip pisang kepok.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Bioproses dan Pasca Panen Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juli sampai September 2013. Pengeringan chip pisang kepok dilakukan dengan tiga perlakuan. Ketiga

perlakuan tersebut adalah pengeringan menggunakan matahari, pengeringan menggunakan energi listrik, dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik.

Pola penurunan kadar air berbeda pada setiap perlakuan. Kadar air akhir rata-rata terendah tercapai pada pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik yaitu 9,61% dengan lama pengeringan selama 8 jam. Kadar air akhir rata-rata pada pengeringan menggunakan energi matahari adalah 10,16% dengan lama pengeringan 9 jam. Kadar air akhir rata-rata tertinggi yaitu pada pengeringan menggunakan energi listrik sebesar 10,47% dengan lama pengeringan 11 jam, Efisiensi pengeringan pada perlakuan mengggunakan energi matahari adalah sebesar 12,90%, untuk perlakuan menggunakan energi listrik sebesar 24,19%, dan untuk perlakuan menggunakan energi matahari dan listrik adalah sebesar 11,11%.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pisang Kepok ... 4

2.2 Chip Pisang Kepok ... 6

2.3 Pengeringan ... 9

2.4 Kadar Air ... 10

2.5 Alat Pengering ... 10

2.6 Alat Pengering Surya ... 12

2.7 Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) –Hybrid ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

(7)
(8)

4.3 Analisis Efisiensi ... 39

4.3.1 Lama Pengeringan ... 39

4.3.2 Laju Pengeringan ... 39

4.3.3 Energi yang Dihasilkan ... 40

4.3.4 Energi yang Digunakan ... 40

4.3.5 Efisiensi Pengeringan ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 44

(9)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah pisang merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang sangat unggul terkait

dengan ketersediaanya yang melimpah karena tidak mengenal musim untuk tumbuh dan

berbuah, serta harganya yang relatif terjangkau untuk berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena

itu buah pisang sangat digemari.

Produksi pisang di Indonesia meningkat secara berturut-turut selama tiga tahun terakhir, pada

tahun 2010 sebesar 5.755.073 ton, tahun 2011 sebesar 6.132.695 ton, dan tahun 2012 sebesar

6.189.052 ton (BPS, 2013). Relatif besarnya produktivitas pisang dibandingkan buah lainnya

menjadikan pisang tanaman unggulan nasional. Salah satu daerah sentra produksi pisang di

Indonesia adalah Propinsi Lampung. Tingkat produksi pisang tahun 2011 sebesar 687.761 ton,

dimana sebagian besar produksi pisang di Lampung (90,12%) dihasilkan oleh Kabupaten

Pesawaran yaitu sebesar 308.362 ton, diikuti Kabupaten Lampung Selatan sebesar 199.379 ton

dan Kabupaten Lampung Timur sebesar 112.167 ton (BPS Lampung, 2011). Dan meningkat

menjadi 817.606 ton pada tahun 2012 (BPS, 2013).

Pemanfaatan buah pisang saat ini masih dalam bentuk segar yaitu dikonsumsi langsung, atau

diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti pisang goreng, keripik, dan jajanan tradisional.

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan alternatif pengolahan lain untuk buah pisang yang lebih

(10)

yaitu tepung pisang. Tepung pisang merupakan tepung yang dibuat dari irisan buah pisang tua

yang telah dikeringkan sehingga berbentuk chip, yang kemudian ditumbuk secara manual

ataupun menggunakan mesin penepung (DPHP, 2009). Tepung pisang merupakan cara alternatif

yang sangat disarankan, karena sangat berpotensi untuk dikembangkan dan juga tidak

memerlukan banyak biaya. Dalam prosesnya sebelum menjadi tepung, pisang dibuat menjadi

chip pisang terlebih dahulu dengan melalui beberapa tahapan yaitu pengupasan, pengirisan, dan

pengeringan.

Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari dengan cara tradisional, atau

dengan menggunakan alat pengering buatan. Pengeringan menggunakan alat pengering buatan

lebih efisien dibandingkan secara tradisional, pengeringan chip pisang yang optimal akan

menghasilkan produk tepung yang berkualitas baik. Pengeringan dengan alat pengering selain

lebih efisien dalam waktu pengeringan, tidak memerlukan tempat yang luas, dan juga tidak

tergantung sinar matahari sebagai sumber energi dan sumber panas.

Pengeringan chip pisang yang optimal akan menghasilkan produk tepung yang berkualitas baik..

Chip pisang yang dapat diolah menjadi tepung harus benar-benar kering hingga mencapai kadar

air 10% - 12% (DPHP, 2009). Pengeringan merupakan proses penting dalam pembuatan chip

pisang kepok, karena itu diperlukan teknologi alternatif dalam proses pengeringan tersebut.

Salah satu alat pengering yang dapat digunakan adalah alat pengering hybrid tipe rak.

Pengeringan sistem hybrid yang memanfaatkan energi surya dengan tambahan sumber energi

lain seperti listrik, bahan bakar, dan lain-lain. Dari penggunaan alat pengering tersebut diperoleh

beberapa keuntungan antara lain, tidak tergantung kepada panas matahari dan cuaca, tidak

memerlukan tempat yang luas, dapat diawasi dengan alat ukur dan kapasitas pengeringan bahan

(11)

Pengukuran atau uji kinerja pada alat pengering hybrid tipe rak perlu dilakukan, dimana hasilnya

dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan pertimbangan terhadap perbaikan rancangan pada alat

pengering tersebut. Sehingga pada penelitian ini dilakukan uji kinerja alat pengering hybrid tipe

rak pada pengeringan chip pisang kepok.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja alat pengering hybrid tipe rak untuk pengeringan

chip pisang kepok dengan tiga perlakuan yaitu pengeringan menggunakan energi matahari,

pengeringan menggunakan energi listrik, pengeringan menggunakan energi matahari dan energi

listrik.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja alat pengering hybrid tipe rak pada

pengeringan chip pisang kepok serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hasil

(12)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang Kepok

Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah diolah

terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang

tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi kuning. Pisang kepok

memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang kepok putih dan

kepok kuning. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis pisangnya, yaitu putih

dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih enak, sehingga lebih

disukai oleh masyarakat (Prabawati dkk, 2008).

(13)

Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman pisang dapat diklasifikasikan

sebagai berikut (Anonim, 2013):

Kingdom : Plantae

Spesies : Musa paradisiacal

Semua jenis buah pisang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Rata-rata

dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein

1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5 g. Buah pisang juga kaya akan

potassium, sebanyak 400 mg/100 g. Potasium merupakan bahan makanan untuk

diet karena mengandung kolesterol, lemak dan garam yang rendah. Pisang kaya

akan vitamin C, B6, vitamin A, thiamin, riboflavin, dan niacin. Energi yang

terkandung dalam setiap 100 g daging buah pisang sebesar 275 kJ – 465 kJ

(Ashari, 2006).

Prabawati dkk (2008) menyebutkan bahwa kandungan karbohidrat buah pisang

merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang yang tersedia secara bertahap

sehingga dapat menyediakan energi dengan waktu tidak terlalu cepat.

Dibandingkan dengan karbohidrat yang ada pada gula pasir, sirup, karbohidrat

dalam buah pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat, namun lebih cepat

(14)

2.2 Chip Pisang Kepok

Pengolahan pisang adalah cara terbaik untuk menambah umur simpan, terlebih

saat musim panen raya. Pisang kepok dapat diolah menjadi berbagai makanan

olahan, diantaranya chip pisang dan tepung pisang. Chip pisang dibuat dari buah

pisang yang masih mentah, namun sudah cukup tua. Cara pembuatan chip pisang

termasuk mudah dan sederhana. Chip pisang selain bisa diolah menjadi tepung

juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti nasi, karena memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi (89,01%) (Prabawati dkk., 2008).

Rendemen chip pisang yang dihasilkan dipengaruhi oleh persentase daging

buahnya, pada pisang kepok diperoleh rendemen 18,9% chip. Pisang kepok

termasuk buah yang memiliki kulit tebal dengan daging buah pisang sekitar

55,5% (Antarlina, et al., 2005 dalam Prabawati dkk, 2008). Rendemen tepung

pisang, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan memiliki rata-rata

rendemen berkisar antara 16,25% - 22,5% (Suprapto, 2006).

Pada dasarnya semua jenis buah pisang dapat dibuat menjadi chip pisang. Untuk

mendapatkan chip yang baik dibutuhkan buah pisang dengan tingkat ketuaan yang

cukup tinggi (Murtiningaih, et al., 1990 dalam Prabawati dkk., 2008). Pisang

yang baik digunakan untuk tepung adalah pada tingkat kematangan tiga per empat

penuh atau pada kematangan 75 – 80 %, yaitu buah pisang kepok tua namun

masih berwarna hijau (Tabel 1 pada indeks warna nomor 1). Pada tingkat

kematangan ini kadar pati dalam pisang telah optimum (Putri, 2012). Standar

kematangan buah pisang berdasarkan indeks warna kulit dapat dilihat pada tabel

(15)

Tabel 1. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan indeks warna kulit

Indeks Warna Keadaan buah Deskripsi

1. atau sedikit warna kuning

3.

Warna hijau lebih

dominan dari pada kuning

4.

Kulit buah dengan warna kuning lebih banyak dari pada warna hijau

5.

Seluruh permukaan kulit buah berwarna kuning, bagian ujung masih hijau

6.

Seluruh jari buah pisang berwarna kuning

(16)

Buah pisang harus segera diolah dan tidak boleh mengalami penundaan proses,

karena buah akan menjadi matang yang menurunkan kadar pati dan mutu chip

pisang serta tepung yang dihasilkan. Jenis pisang kepok paling baik untuk

dijadikan chip dan tepung. Warna chip dan tepung yang dihasilkan lebih putih,

lebih menarik dibandingkan dengan jenis pisang yang lain.

Berikut ini adalah proses pengolahan chip pisang kepok. Pertama-tama buah

pisang dikukus selama 5-10 menit untuk menghilangkan getah yang ada pada kulit

pisang. Kemudian buah pisang dikupas, dipisahkan antara daging dan kulitnya.

Setelah itu daging buah pisang diiris tipis, dan direndam dalam larutan natrium

metabisulfit 0,2% selama 5 menit untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan

pada irisan daging buah pisang. Terakhir irisan daging buah pisang ditiriskan,

kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air ± 10-12%, irisan inilah yang

disebut dengan chip pisang (Prabawati dkk., 2008).

Semakin tipis irisan chip pisang, maka proses pengeringan akan semakin cepat.

Menurut Warji dkk (2010) pengeringan akan lebih cepat jika ubi kayu dirajang

terlebih dahulu. Proses pengeringan chip ubi kayu yang dirajang dengan

ketebalan 2 mm, penurunan kadar airnya akan lebih cepat daripada ubi kayu yang

utuh atau ubi kayu dengan ketebalan lebih dari 2 mm.

Perendaman chip pisang kepok dalam larutan natrium metabisulfit selain sebagai

antimikroorganisme, juga digunakan dalam bahan pangan lainnya untuk

menghambat pencoklatan non enzimatis, dan menghambat pencoklatan enzimatik

(17)

pereduksi. Dalam konsentrasi yang tinggi, SO2 akan ditolak karena rasanya

(Buckle et al., 2010 dalam Putri, 2012)

2.3 Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran atau pemisahan air dari bahan dalam

jumlah yang relatif kecil dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses

pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar

air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air

(aW) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Irawan,

2011).

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua dan paling banyak digunakan. Pengeringan atau dehidrasi adalah cara untuk

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian kandungan air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar kandungan air yang terdapat di dalamnya dengan memanfaatkan energi panas (Afrianti, 2008).

(18)

2.4 Kadar Air

Jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan secara total biasanya dinyatakan

dalam persen berat bahan pangan tersebut dan disebut dengan kadar air (Afrianti,

2008). Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot

bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan

bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Penentuan

kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam perhitungannya

berlaku rumus sebagai berikut :

Kadar Air bb = ………. (1)

keterangan: Kadar Air bb = kadar air bahan berdasarkan basis basah (%) m awal = massa bahan sebelum pengeringan (g) m akhir = massa bahan setelah pengeringan (g)

Sedangkan untuk penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot kering (dry basis)

berlaku rumus :

Kadar Air bk = ………. (2)

keterangan: Kadar Air bk = kadar air bahan berdasarkan basis kering (%) m awal = massa bahan sebelum pengeringan (g) m akhir = massa bahan setelah pengeringan (g)

2.5 Alat Pengering

Menurut Muchtadi dan Gumbira (1979) dalam Arifin (2011), proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, pertama penjemuran di bawah sinar matahari sebagai energi panas dan kedua dengan menggunakan alat pengering.

(19)

terkontrol. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering justru sebaliknya, lebih baik dibandingkan dengan dikeringkan langsung di bawah matahari. Pengeringan dengan alat tidak tergantung cuaca, suhu dan kelembaban, sehingga dapat lebih menghasilkan bahan kering sesuai dengan yang diharapkan, jika kondisi pengeringan benar-benar terkontrol. Pengeringan dengan alat pengering umumnya lebih cepat, semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses

pengeringan serta dapat lebih mempertahankan warna bahan yang dikeringkan.

Pemilihan jenis pengeringan yang sesuai untuk produk pangan ditentukan oleh

sifat bahan yang dikeringkan, kualitas produk akhir yang diinginkan dan biaya

produksi atau pertimbangan ekonomi. Penjemuran merupakan proses pengeringan

tradisional yang tidak memerlukan biaya terlalu banyak serta peralatan khusus.

Namun memiliki kelemahan yaitu sangat bergantung pada cuaca. Biasanya

produk yang dikeringkan dengan penjemuran di bawah sinar matahari masih

mempunyai kadar air yang tinggi. Penjemuran termasuk proses pengeringan yang

lambat, selain itu selama penjemuran berlangsung produk sering terkontaminasi

oleh debu, kotoran maupun serangga (Estiasih dan Ahmadi, 2009 dalam Putri,

2012).

Menurut (Desrosier, 1988 dalam Putri, 2012) daya tahan vitamin di dalam bahan

pangan yang dikeringkan menggunakan alat pengering umumnya lebih baik dari

bahan pangan yang dijemur langsung di bawah matahari. Pengeringan bahan

pangan akan mengubah sifat-sifat fisis dan kimia yang ada di dalamnya, dan

diduga dapat mengubah kemampuannya memantulkan, menyerap dan meneruskan

sinar, sehingga mengubah warna bahan pangan. Semakin tinggi suhu dan semakin

(20)

2.6 Alat Pengering Surya

Secara teknis, alat pengering surya dapat mempersingkat atau mempercepat lama

pengeringan, kebersihan dan mutu produk yang dikeringkan lebih terjamin.

Secara ekonomis, alat pengering surya ini sederhana dalam pembuatan dan biaya

yang dibutuhkan relatif murah, mudah dalam penggunaan dan untuk

dipindah-pindahkan, serta waktu pakai yang cukup lama.

Kelebihan alat pengering surya bila dibandingkan dengan pengering sederhana

adalah sebagai berikut :

1) Tidak tergantung pada cuaca, walaupun dengan sinar matahari yang kurang

terik, alat ini tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena suhu

yang ada di dalam lebih tinggi dari suhu di luar.

2) Dapat dibuat dari bahan apa adanya dan juga relatifmurah. Rangka alat dapat

terbuat dari bambu atau kayu, sedangkan dinding dapat dibuat dari lembaran

plastik bening dan plastik buram. Plastik bening berfungsi sebagai penutup,

sedangkan plastik hitam untuk menyerap sinar matahari.

3) Produk/bahan yang dikeringkan terlindung dari curah hujan, dan dapat

mencegah dihinggapi oleh serangga. Bahkan karena suhu di dalam alat

pengering ini cukup tinggi maka dengan otomatis dapat mematikan lalat dan

belatung.

Perbandingan antara alat pengering surya dengan pengering sederhana yang lebih

jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

(21)

No Alat Pengering Surya Pengeringan Sederhana

1. Suhu ruangan yang panas sehingga bahan lebih cepat kering

Sangat tergantung kepada intensitas cahaya matahari

2. Ruangan yang tertutup sehingga produk yang dihasilkan relatif lebih bersih

Dilakukan ditempat terbuka sehingga produk yang dihasilkan terkesan kotor (berdebu)

3. Apabila terjadi hujan, produk yang dikeringkan tidak perlu diangkat atau dipindahkan

Apabila terjadi hujan produk yang dikeringkan harus segera

dipindahkan atau diangkat

4. Ruangan yang tertutup sehingga produk terjamin mutunya karena terhindar dari jangkauan serangga

Bahan mudah tercemar karena serangga sehingga mutu kurang terjamin

Sumber: BPTP Kalimantan Timur, 2001

Gambar 2. Contoh alat pengering surya kombinasi

Gambar di atas merupakan contoh alat pengering surya sederhana yang

dikombinasikan dengan seng (dicat hitam) untuk menghasilkan panas yang lebih

(22)

C- 60° C. Dengan tingginya suhu dalam ruangan tersebut, proses pengeringan

bahan dapat berlangsung lebih singkat (BPTP Kalimantan Timur, 2001).

Menurut (Anwar, 2012) menyebutkan bahwa energi radiasi dari matahari

merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dimanfaatkan untuk berbagai

kepentingan guna menggantikan energi bahan bakar minyak, dan alat pengering

energi surya merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan energi yang dapat

diperbaharui tersebut. Teknologi pembuatan sale dengan alat pengering sangat

diperlukan untuk memperbaiki mutu sale pisang. Pengeringan sale yang

dilakukan dengan alat pengering lebih menguntungkan dibanding dengan sinar

matahari secara langsung dan terbuka, karena waktu yang diperlukan lebih singkat

dan pada prosesnya lebih terjamin kebersihannya.

Penggunaan energi terbarukan untuk pengeringan telah menjadi perhatian dan

diterapkan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar di banyak negara (Akanbi

dan Adeyemi, 2006 dalam Susilo dkk., 2012). Energi matahari merupakan salah

satu energi alternatif dengan pemanfaatan yang tinggi disebabkan ketersedianya di

daerah tropis tak terbatas (Prasad et al., 2006 dalam Susilo dkk., 2012).

2.7 Alat Pengering Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) - Hybrid

Alat pengering tipe efek rumah kaca merupakan pengering yang memanfaatkan

sumber energi surya untuk memanaskan udara pengering. Energi surya yang

masuk terperangkap dalam ruang pengering, sehingga meningkatkan suhu plat

beserta komponen pembangun ruang pengering. Energi panas yang diterima

(23)

peningkatan suhu udara yang masuk dari lingkungan ke ruang pengering. Energi

panas yang bersumber dari surya, walaupun melimpah, tetapi sangat tergantung

pada keadaan cuaca dan tidak seragam setiap waktu, oleh karena itu diperlukan

pemanas tambahan maupun penyimpan energi panas. Pada saat iradiasi surya

yang diterima sangat rendah atau tidak ada sama sekali, maka energi tambahan

dapat didistribusikan dari sumber energi tambahan yang digunakan untuk

mempertahankan suhu pengering yang diharapkan (Nababan, 2007 dalam

Nurfitrianitha, 2010).

1. Alat Pengering Surya Tipe Efek rumah kaca (ERK) - Hybrid dengan

pengering silinder berputar

Pengeringan dan penyimpanan merupakan tahapan pascapanen dari produk

pertanian yang kaitannya erat dengan kualitas, biaya dan kestabilan harga.

Pengering tipe efek rumah kaca (ERK) merupakan tipe pengering yang

memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi termal. Umumnya

pengering ini selalu menggunakan energi biomassa sebagai sumber energi

termal lainnya sehingga disebut juga ERK-Hybrid (Mulyantara et al., 2008).

a. Keseimbangan Panas pada Komponen dalam Ruangan

Keseimbangan termal komponen dalam ruangan dapat dinyatakan sebagai

selisih radiasi yang diserap oleh komponen-komponen dengan panas yang

dipindahkan secara konveksi udara ke absorber atau secara matematis

dapat dinyatakan sebagai :

…. (3)

b. Keseimbangan Uap Air pada Udara dalam Ruangan

(24)

……… (4)

c. Penurunan kadar air

Model pengeringan lapisan tipis diterapkan untuk menduga penurunan

kadar air pada setiap lapisan. Penurunan kadar air dapat dinyatakan

sebagai :

………. (5)

Gambar 3.Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder

keterangan :

1. Tongkol jagung 8. Penukar panas

2. Cerobong 9. Kipas inlet

3. Tungku 10. Motor penggerak

4. Tangki air 11. Silinder pengering

5. Pompa air 12. Kipas outlet

6. Pipa outlet-1 13. Inlet udara

7. Pipa outlet-2 14. Sistem pengering ERK

(25)

Menurut Warji (2009) yang dikutip Nurfitrianitha (2010) alat pengering

hybrid tipe rak dapat digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan pangan.

Alat pengering yang dibuat berdasarkan strukturnya terdiri dari beberapa

bagian, adapun spesifikasinya dijelaskan di bawah ini :

a. Ruang pengering

Ruang pengeringan terbuat dari besi siku dengan ukuran tebal 5 mm dan

lebar 5 cm yang dilapisi dinding transparan polycarbonate dengan

ketebalan ± 0,2mm. Ruang pengering dirancang berbentuk persegi panjang

dengan ukuran dimensi 151 x 100 x 130 cm. Ruang pengering diberi

penutup/atap melengkung dengan ukuran 190 cm x 137 cm dan tinggi

rangka atas 22 cm. Pada salah satu sisinya dibuat pintu pengeluaran.Di

dalam ruang pengering terdapat dudukan rak pengering.

b. Rak pengering

Rak pengering berjumlah 10 buah terletak di dalam ruang pengering,

berada tepat diatas ruang plenum. Rak pengering berukuran sisi 96 x 74

cm. Rak pengering dibuat bertingkat sebanyak 5 tingkat. Salah satu rak di

tiap tingkatnya dibuat celah berukuran 10 cm sebagai tempat lewatnya

aliran udara panas yang dihasilkan oleh sinar matahari dan energi listrik

sebagai sumber panas. Rak ini adalah temapt menaruh chip pisang kepok

yang akan dikeringkan. Rak pengering terbuat dari besi siku dengan

ukuran 2 mm sebagai rangka dan bagian bawah diberi kawat kassa Ø 2 - 5

mm sebagai lantai pengeringan.

(26)

Pintu pemasukkan dan pengeluaran merupakan bagian ruang pengering

yang terletak pada salah satu sisi ruang pengering. Pintu ini berfungsi

sebagai tempat keluar masuknya rak pengering dengan dimensi 99 cm x 75

cm.

d. Kipas

Kipas yang digunakan pada alat pengering sistem hybrid ini mempunyai

dimensi 15 cm x 14 cm. Spesifikasinya adalah 230 V – 50/60 Hz, 14/12

W, 0,08/0,07 A. Pada penelitian ini menggunakan dua buah kipas.Kipas

pertama dipasang pada sisi luar pada ruang pembakaran yang menghadap

ke saluran udara yang berfungsi sebagai penghembus udara panas yang

dihasilkan ruang pembakaran untuk dihembuskan ke ruang pengering.

Jika sumber panas yang digunakan adalah energi listrik, kipas ini berfungsi

sebagai kipas penghembus, dan bila sumber panasnya menggunakan sinar

matahari, kipas ini berfungsi sebagai kipas penghisap.

Kipas kedua dipasang pada salah satu sisi dinding alat pengering. Kipas

ini berfungsi sebagai penghembus udara panas jika sumber panas yang

digunakan adalah sinar matahari, dan berfungsi sebagai kipas penghisap

jika sumber panas yang digunakan adalah energi listrik berupa elemen

panas. Elemen panas yang digunakan berupa kumparan. Elemen panas

tersebut terdiri dari 3 set bahan baku elemen pemanas oven, yang

masing-masing memiliki daya pemanas sebesar 600 Watt. Elemen panas dililitkan

pada sebuah pipa besi bulat yang disambung pada sebuah kabel listrik

(27)

Gambar 4. Alat pengering hybrid tipe rak

keterangan gambar :

a. Ruang Pengering c. Pintu pengeluaran

b. Rak Pengering d. Kipas

Pengeringan chip pisang kepok dalam penelitian ini menggunakan alat pengering

tipe rak. Pengering jenis ini umumnya digunakan untuk mengeringkan hasil

pertanian seperti jagung, padi, kopi dan sebagainya. Pengering tipe rak

merupakan jenis pengering yang tersusun atas rak-rak untuk mengeringkan bahan

dan disusun secara bertingkat di dalam lemari pengering.

Menurut Nurfitrianitha (2010), alat pengering hybrid tipe rak ini dapat

mengeringkan chip ubi kayu sebanyak 30 kg dengan kadar airawal rata- rata 60%

menjadi 10% - 12%. Pengeringan yang paling efisien yaitu pengeringan

menggunakan energi matahari dan listrik berdasarkan kapasitas bahan yang

digunakan dan lama pengeringan yaitu sebesar 59,95%, sedangkan efisiensi

pengeringan menggunakan energi listrik adalah sebesar 42,67%. Pengeringan

a

b

c

(28)

menggunakan sinar matahari memakan waktu 18 jam, dengan suhu maksimal

mencapai 580C. Pengeringan menggunakan energi listrik memakan waktu 16 jam,

dengan suhu maksimal hingga 500C. Dan pengeringan menggunakan sinar

matahari dan energi listrik memakan waktu 12 jam, dengan suhu maksimal

mencapai 610C.

Hasil penelitian Nursanti (2010) menunjukkan, alat pengering hybrid tipe rak

mampu menghasilkan energi sebesar 137.160 kJ untuk pengeringan biji kakao

dengan masukan bahan sebesar 60 kg – 70 kg. Efisiensi pengeringan terbesar

terdapat pada pengeringan menggunakan listrik yaitu sebesar 67,93 %, sedangkan

pada pengeringan menggunakan energi matahari sebesar 26,35% dan pengeringan

menggunakan energi matahati dan listrik sebesar 30,34%. Perubahan suhu pada

pengeringan menggunakan sinar matahari berkisar antara 30°C - 53°C. Pada

pengeringan menggunakan sinar matahari dan energi listrik, suhu maksimal

mencapai 53°C. Dan untuk pengeringan menggunakan energi listrik, suhu

maksimal mencapai 54°C. Lama pengeringan pada semua perlakuan berkisar

antara 20-24 jam hingga mencapai kadar air akhir rata-rata yaitu 9,33% - 15,60%

dengan kadar air awal rata-rata sebesar 59,72% - 61,91. Dibutuhkan waktu

pengeringan yang lebih lama agar kadar air optimal tercapai pada setiap rak.

Berdasarkan hasil penelitian Oktaria (2010), alat pengering hybrid tipe rak dapat

mengeringkan ikan teri nasi dari kadar air awal rata-rata sebesar 77% - 79 %

hingga mencapai kadar air akhir rata-rata yaitu 18% - 20% dengan bahan

sebanyak 30 kg. Lama pengeringan yang dibutuhkan pada pengeringan

(29)

mencapai 54 °C pada rak paling atas, pengeringan menggunakan energi listrik

selama 24 jam dengan suhu maksimal 42 ° C pada rak paling bawah, dan

pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik mempunyai lama

pengeringan selama 20 jam dengan suhu maksimal berada pada rak paling atas

dan paling bawah sebesar 57 °C. Efisiensi pengeringan pada pengeringan

menggunakan energi listrik sebesar 38,58%, pengeringan menggunakan energi

matahari sebesar 21,24%, dan pada pengeringan menggunakan energi matahari

dan listrik sebesar 17,27%.

Menurut Rusdianto (2010), alat pengering hybrid tipe rak mampu menghasilkan

energi sebesar 251.317 kJ untuk mengeringkan kulit buah manggis sebanyak 50

kg. Efisiensi pengeringan terbesar terdapat pada pengeringan menggunakan

energi listrik yaitu sebesar 51,5%, pengeringan menggunakan energi matahari

sebesar 29,6% dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik sebesar

28,7%. Suhu ruang pengering tertinggi pada pengeringan menggunakan energi

listrik sebesar 47 °C, pengeringan menggunakan energi matahari sebesar 61 °C,

selama 24 jam. Dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik suhu

tertinggi mencapai 70 °C, selama 16 jam. Alat pengering hybrid tipe rak dapat

mengeringkan kulit buah manggis dari kadar air awal rata-rata sebesar 62,58% -

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya

dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Pertanian

Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering hybrid tipe rak, alat perajang

pisang kepok, pisau stainless steel, baskom, timbangan digital, timbangan manual, oven,

alumunium foil, tabung dessicator, thermometer, gelas ukur dan alat tulis.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang kepok yang cukup tua

namun belum matang, dengan tingkat kematangan ¾ penuh, air bersih dan Natrium Bisulfit

(NaHSO3) 0,2%.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan. Ketiga perlakuan tersebut yaitu:

A = Pengeringan dengan alat menggunakan energi matahari

(31)

C = Pengeringan dengan alat menggunakan energi matahari dan energi listrik (hybrid)

Kemudian juga dilakukan penjemuran pisang secara tradisional diatas tampah yang digunakan

sebagai kontrol atau pembanding dengan pengeringan menggunakan alata pengering hybrid tipe

rak. Jumlah bahan baku yang digunakan pada masing-masing perlakuan adalah 5 kg yaitu ½ kg

pada setiap raknya, kecuali pada penjemuran hanya menggunakan bahan sebesar 1 kg. Proses

pengeringan dilakukan hingga chip pisang kepok mencapai kadar air 10%-12%. Setelah itu

dilakukan pengamatan berupa perubahan suhu pengeringan, penurunan kadar air, lama

pengeringan, laju pengeringan dan perhitungan banyaknya energi yang dibutuhkan pada proses

pengeringan.

3.4 Prosedur Penelitian

Pertama-tama dilakukan proses persiapan bahan. Pisang kepok dikupas kulitnya menggunakan

pisau. Setelah diperoleh pisang kepok kupas, direndam dalam larutan Natrium Bisulfit

(NaHSO3) 0,2% selama ± 5 menit untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan. Pisang kepok

ditiriskan, dan dirajang menggunakan alat perajang pisang kepok untuk menperoleh bentuk chip.

Kemudian menimbang chip pisang kepok sebanyak 5 kg, lalu chip pisang kepok dibagi dalam

sepuluh bagian dengan masing-masing bagian sebanyak ½ kg. Setelah itu chip pisang kepok di

masukkan ke masing-masing rak, diusahakan tidak terjadi tumpukan saat chip pisang kepok

dimasukkan dalam rak.

Sebelum proses pengeringan, dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui kadar air awal

chip pisang kepok. Chip pisang kepok dikeringkan dengan alat pengering hybrid tipe rak dengan

menggunakan tiga perlakuan yaitu pengeringan dengan energi matahari, pengeringan dengan

(32)

langsung di bawah sinar matahari (tradisional) sebagai pembanding, kemudian diamati. Proses

pengeringan dihentikan sampai diperkirakan kadar air chip pisang kepok mencapai 10 – 12 %.

Proses pengeringan chip pisang kepok dapat dilihat pada Gambar 5.

(33)

3.5 Pengamatan

3.5.1 Suhu

Pengukuran suhu udara pengering dilakukan dengan menggunakan thermometer yang

dimasukkan pada setiap rak dan dilihat setiap jamnya, dan thermometer di luar alat untuk

mengetahui suhu lingkungan.

3.5.2 Perubahan Kadar Air

Kadar air diukur sebelum dan sesudah pengeringan yang bertujuan untuk mengetahui jumlah air

yang teruapkan dari bahan. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara mengambil sampel chip

pisang kepok sebelum pengeringan dan setiap satu jam sekali, pada tiga titik rak yaitu di depan,

di tengah dan di belakang pada masing-masing rak. Sampel chip pisang kepok dibungkus

dengan alumunium foil dan di masukkan dalam tabung dessicator, agar kandungan air pada

bahan tidak berubah. Kemudian sampel ditimbang, setelah itu sampel di masukkan dalam oven

dengan suhu 105 °C selama 24 jam, lalu ditimbang lagi. Pengukuran kadar air dihitung

berdasarkan persamaan untuk menghitung kadar air basis basah, berlaku Persamaan (1).

3.5.3 Lama Pengeringan

Lama pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan chip pisang kepok,

dimulai saat alat terkena sinar matahari atau saat listrik dihidupkan hingga kadar air chip pisang

kepok yang diinginkan tercapai.

3.5.4 Konsumsi Energi Listrik

(34)

3.5.5 Analisis Efisiensi

a) Beban Uap air

Beban uap air chip pisang kepok adalah jumlah uap air yang harus diuapkan hingga mencapai

kadar air yang diinginkan. Beban uap air dihitung berdasarkan persamaan berikut:

……… (6)

Laju perpindahan air (W) dihitung berdasarkan 2 (dua) persamaan:

, dan ... (7)

... (8)

keterangan: W1 = laju perpindahan air (kg H2O/jam) W2 = laju perpindahan air (% bb/jam) M1 = kadar air awal (%)

M2 = kadar air akhir (%) t = waktu pengeringan (jam) E = beban uap air (kg H2O)

c) Energi yang Dihasilkan

Energi Listrik yang termanfaatkan dihitung dengan persamaan :

QL = Konsumsi energi listrik (kWh) x ∑t (detik) ... (9)

keterangan: QL = energi listrik (kJ)

(35)

Energi matahari dihitung dengan menggunakan persamaan (Alexander, 2008 dalam Nursanti,

2010) :

Q sun = I x τ x A x t ... (10)

keterangan: Q sun = energi matahari (kJ) I = radiasi matahari (Watt/m2)

τ = transmisivitas polycarbonate (77%) A = luas bidang (m2)

t = lama pengeringan (detik)

Nilai radiasi matahari dihitung dengan mengkonversi hasil dari pengukuran menggunakan lux

meter ke satuan energi W/m2. Menurut hasil penelitian (Astawa dkk, 2011) nilai rata-rata radiasi

matahari tertinggi yang diukur menggunakan penyerap radasi surya tipe bergelombang berbahan

dasar beton yaitu sebesar 962,22 W/m2 dan nilai rata-rata radiasi matahari terendah yaitu sebesar

166,67 W/m2.

d) Energi yang Digunakan

Jumlah energi yang dibutuhkan selama pengeringan dapat dihitung dengan persamaan (Taib dkk,

1988 dalam Nursanti, 2010):

Q = Q1 + Q2 ... (11)

keterangan: Q = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air bahan (kJ)

Q1 = jumlah panas yang digunakan untuk menguapkan air bahan (kJ) Q2 = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan bahan (kJ)

Q1 = E x Hlb ………. (12)

(36)

keterangan: Hlb = panas Laten (kJ/kg) T = suhu bahan (oC)

Q2 = m x Cp x ∆T ... (14)

keterangan: m = massa bahan yang dikeringkan (kg)

Cp = panas jenis bahan yang dikeringkan (kJ/kg oC)

∆T = kenaikan suhu bahan (oC)

e) Efisiensi Energi

Efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah energi untuk

menguapkan air bahan dengan energi yang dihasilkan dari energi listrik, dengan menggunakan

persamaan :

x 100 % ……….. (15)

keterangan : Eff = efisiensi pemanasan, % Q out = energi yang digunakan , kJ Q in = energi yang dihasilkan, kJ

3.6 Analisis Data

Data-data hasil pengukuran parameter kadar air, laju pengeringan, suhu pengeringan, lama

pengeringan, konsumsi energi listrik dan efisiensi pemakain energi disajikan dalam bentuk tabel

(37)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa :

1. Alat pengering hybrid tipe rak dapat mengeringkan chip pisang kepok

sebanyak 5 kg bahan dengan kadar air awal rata-rata sebesar 61,25% -

63,09% hingga tercapai kadar air akhir rata-rata yaitu 9,61% - 10,47%.

Dengan lama pengeringan pada pengeringan menggunakan energi matahari

selama 9 jam, pengeringan menggunakan energi listrik selama 11 jam, dan

pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik selama 8 jam.

2. Rata-rata sebaran suhu ruang pengering pada pengeringan menggunakan

energi matahari adalah 34,25 °C, pengeringan menggunakan energi listrik

sebesar 30,73 °C, dan untuk pengeringan menggunakan energi matahari dan

listrik sebesar 37 °C.

3. Laju pengeringan pada pengeringan menggunakan energi matahari adalah

sebesar 0,32 kgH2O/jam, pengeringan menggunakan energi listrik sebesar

0,245 kgH2O/jam, dan pengeringan menggunakan energi matahari dan listrik

sebesar 0,357 kgH2O/jam.

4. Efisiensi pengeringan pada pengeringan dengan alat menggunakan energi

(38)

energilistrik sebesar 24,19%, dan pada pengeringan dengan alat

menggunakan energi matahari dan listrik adalah sebesar 11,11%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Saat proses pengeringan berlangsung perlu dilakukan pertukaran rak, agar

panas pada setiap rak lebih merata sehingga hasil pengeringan juga lebih

merata.

2. Kapasitas masukkan bahan dapat ditambahkan, agar panas yang dihasilkan

(39)

Afrianti, L. H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung. 207 hlm.

Anonim. 2012. http://www.plantamor.com/index.php?plant=877 [23 Maret 2013].

Anwar, Ch. H., B. Lanya., A. Haryanto., Tamrin. 2012. Rancang Bangun Alat Pengering Energi Surya Dengan Kolektor Keping Datar. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 1 No. 1. Oktober (29-36).

Arifin, S. 2011. Studi Pembuatan Pati Dengan Subtitusi Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca formatypica). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya (Edisi Revisi). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 481 hlm.

Astawa, K., M. Sucipta., I.P.G.A. Negara. 2011. Analisa Performansi Destilasi Air Laut Tenaga Surya Mengunakan Penyerap Radiasi Surya Tipe Bergeombang Berbahan Dasar Beton. JurnalIlmiah Teknik Mesin Cakram. Vol. 5 No. 1. April (7-13).

BPS. 2013. www.bps.go.id diakses tanggal 11 Desember 2013.

BPS Provinsi Lampung. 2011. Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Provinsi Lampung Tahun 2011. Katalog BPS: 5205003.18.

BPTP Kalimantan Timur. 2001. Alat Pengering Surya Sederhana yang

Serbaguna.http://pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/lip50103.pdf diakses tanggal 18 April 2013.

Departemen Pertanian. 2009. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pengolahan Pisang. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta.

Irawan, I. A. 2011. Pengeringan. Modul Laboratorium. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Banten.

(40)

Nursanti, L. S. 2010. Kinerja Alat Pengering Hybrid Tipe Rak Untuk Pengeringan Biji Kakao. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Oktaria, L. 2010. Kinerja Pengeringan Ikan Teri Nasi Dengan Alat Pengering Hybrid Tipe Rak. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Putri, A. R. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap Tekstur Dan Warna Keripik Pisang Kepok (Musa parasidiaca formatypica). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Prabawati, S., Suyanti., dan D.A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 64 hlm. Rusdianto, W. 2010. Karakteristik Pengeringan Kulit Manggis Dengan Alat Pengering Hybrid

Tipe Rak. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Suprapto, H. 2006. Pengaruh Perendaman Pisang Kepok (Musa acuminax balbisiana Calla). Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 2. Hlm 74-80.

Susilo, B., R. W. Okaryanti. 2012. Studi Sebaran Suhu Dan RH Mesin Pengering Hybrid Chip Mocaf. Jurnal Teknologi Petanian. Vol. 13 No. 2. Agustus (88-96).

Warji., S. Asmara. 2010. Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 24 No. 2. Oktober (75-80).

Warji., S. Asmara., S. Suharyatun. 2010. Rekayasa Mesin Perajang Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna Agroindustri. Polinela.

(41)
(42)

(menit) 1a 1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b Lingkungan

0 33 32 35 33 36 34 35 34 38 37 34

30 30 30 30 31 33 32,5 38 37 45 44 34

60 29,5 29 30 30 31 32 35 34 36 36 28

90 32,5 31 33 32 35 32,5 38 33 40 39,5 31

120 29,5 29 30 30 32 35 41,5 40 46,5 46 33

180 28,5 28,5 29 30 31 31 31 30 35 34 31

240 29 27,5 29 28 28,5 29 29,5 29 33 33 30

300 29 28,5 29,5 29,5 30 30 30 29 35 35 31

360 29 29 30 29,5 31 30,5 33 32 36 35 31

420 32 32,5 32 33 34,5 34 38,5 38 46 44 32,5

480 35 36 36 35 38 37,5 40 39 45 43 34

(43)

Tabel 2.Perubahan suhu ruang pengering pada pengeringan menggunakan energi listrik

Waktu (menit) Rak Suhu

Lingkungan

1a 1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b

0 28 27 27 27 27 26 26 26 25 25 28

30 30 29 29 28 28 27 27 27 27 26 28

60 35 28 30 28 29 28,5 29 29 30 27 29

90 33 30 31 29 30 28 29 28 30 27 28,5

120 33 29 31 28 31 28 30 28 30 28 27,5

180 35 30 32 29 31 29 30 29 31 28 28

240 35 30 32 30 31 29 31 30 32 30 28,5

300 33 29 31 28 31 28 31 28 31 27 28,5

360 34 31 32 30 32 29 32 29 31 29 28

420 36 32 34 30 33 30 32 30 32 30 28

480 34 31 32 30 32 29 31 29 31 29 28

540 37 34 36 33 35 32 34 32 33 31 29

600 37 35 35 34 36 33 35 34 35 32 30

(44)

Waktu (menit)

Suhu Lingkungan

1a 1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b

0 30 29 34 33 29 30 29 30 33 32 33

30 38 35 37 36 35 37 38,5 39 44 42 34

60 37 36 37 35,5 37 37 39,5 40,5 44 42 35

90 37,5 37 38 36,5 38 38 40 41,5 44 42,5 34

120 39 36,5 38 37 39 37 41 39,5 45 44 35

180 39 34,5 36 34 35,5 35 36 36 38 35 32

240 33 31 34 31 31 32 33 33 33 30 28

300 33 30,5 31 30,5 30 30 31,5 31 32 30 28

360 32 32,5 32 32 34 34,5 36 34 36 36 30

420 41 39,5 43 39 43 42 38 44 39 46 33

(45)

11:00 61400 726,56

11:30 70100 815,12

12:00 31900 426,25

12:30 25800 364,16

13:00 45600 565,72

13:30 14200 246,07

14:00 29500 401,82

14:30 23500 340,74

15:00 9100 194,15

15:30 21500 320,38

16:00 40000 508,71

11:00 18800 292,9

11:30 53000 641,04

12:00 78700 902,66

12:30 18000 284,75

13:00 13800 242

13:30 21800 323,43

14:00 73800 852,78

(46)

Waktu (jam) I Matahari (100 lux) W/m2

11:00 32100 428,29

11:30 74700 861,95

12:00 70500 819,19

12:30 30600 413,02

13:00 24200 347,87

13:30 8400 187,03

14:00 16600 270,5

14:30 17600 280,68

15:00 7100 173,79

15:30 3700 139,18

16:00 4600 148,34

9:00 38300 491,4

9:30 47600 586,07

10:00 90400 1021,77

10:30 41700 526,01

11:00 27600 382,48

(47)

Waktu

Tabel 7. Penurunan kadar air bahan pada pengeringan menggunakan energi listrik

(48)

Waktu

Tabel 9. Penurunan kadar air bahan pada proses penjemuran

(49)
(50)

= 469,40 w/m2x 0,77 x 4,77 m2 x 32400 s

= 55859520,02 J

= 55859,52 kJ

- Energi yang digunakan

o Panas Laten

 Hlb = (2,501 – (2,361x10-3) 33,59°C) x 1000

 Hlb = (2,501 – 0,079) x 1000

 Hlb = 2422 kJ/Kg

- Energi untuk menguapkan air

Q1 = E x Hlb

Q1 = 2,94 KgH2O x 2422 kJ

Q1 = 7120,68 kJ

- Energi untuk memanaskan bahan

Q2 = m x Cp x ∆T

Q2 = 5 kg x 3,35 kJ/Kg°C x (39,85 – 34,7)°C

Q2 = 86,26 kJ

Q = Q1 + Q2

(51)

=

= 12,90 %

B. Pengeringan dalam alat menggunakan energi listrik

(52)

= 4,62 % bb/Jam

- Energi yang dihasilkan

Pemakaian heater + kipas bawah selama 11 jam = 6 Kwh

Maka: 6/11 = 0,545 kWh selama 1 jam

0,545 kWh x 39600 s = 21582 kJ

Kipas atas ; 14 Watt x 11 jam = 154 Wh

= 0,154 kWh

= 0,154 kWh x 39600 s

= 6098,4 kJ

QListrik = (heater + kipas bawah) + kipas atas

= 21582 kJ + 6098,4 kJ

= 27680,4 kJ

- Energi yang digunakan

o Panas Laten

 Hlb = (2,501 – (2,361x10-3) 31,13°C) x 1000

 Hlb = (2,501 – 0,073) x 1000

 Hlb = 2428 kJ/Kg

(53)

Energi untuk memanaskan bahan

C. Pengeringan dalam alat menggunakan energi matahari dan listrik

(54)

- Laju Pengeringan

W1

= 0,357 Kg H2O/Jam

W2

= 6,45 % bb/Jam

- Energi yang dihasilkan

Q sun = I x τ x A x t

= 442,35 w/m2x 0,77 x 4,77 m2 x 28800 s

= 46791570,67 J

= 46791,57 kJ

Pemakaian heater + kipas bawah selama 8 jam = 4 kWh

4/8 = 0,5 kWh selama 1 jam

0,5 kWh x 28800 s = 14400 kJ

(55)

Q Listrik = (heater + kipas bawah + kipas atas

= 14400 kJ + 3225,6 kJ

= 17625,6 kJ

Q in = Q sun + Q Listrk

= 46791,57 kJ + 17625,6 kJ

= 64417,17 kJ

- Energi yang digunakan

o Panas Laten

 Hlb = (2,501 – (2,361x10-3) 37°C) x 1000

 Hlb = (2,501 – 0,087) x 1000

 Hlb = 2414 kJ/Kg

Energi untuk menguapkan air

Q1 = E x Hlb

Q1 = 2,86 KgH2O x 2414 kJ

Q1 = 6904,04 kJ

Energi untuk memanaskan bahan

Q2 = m x Cp x ∆T

Q2 = 5 kg x 3,35 kJ/Kg°C x (46,2– 30,9)°C

Q2 = 256,27 kJ

(56)
(57)

= 0,054 Kg H2O/Jam

W2

(58)

Gambar 1. Pisang kepok kupas

(59)

Gambar 3. Pengeringan chip pisang kepok menggunakan alat pengering hybrid tipe rak

(60)

Gambar 5. Chip pisang kepok kering pada rak

(61)

Gambar 7. Timbangan digital

(62)

Gambar 9. Tabung dessicator

(63)
(64)
(65)

Gambar

Gambar 1. Pisang kepok
Gambar 2.  Contoh alat pengering surya kombinasi
Gambar 3.Skematis alat pengering ERK-hybrid tipe silinder
Gambar 4. Alat pengering hybrid tipe rak
+7

Referensi

Dokumen terkait

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING TIPE EFEK RUMAH KACA BERENERGI HYBRID PADA PENGERINGAN IKAN.. PEPETEK

Dari Gambar 11 bisa dijelaskan bahwa energi yang hilang melalui ventilasi terjadi pada proses pengeringan hybrid yang lebih tinggi dari padal surya dimana pengeringan

pengujian alat pengering hybrid (surya-biomassa) tipe rak tanpa bahan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu pada alat

Dari Gambar 11 bisa dijelaskan bahwa energi yang hilang melalui ventilasi terjadi pada proses pengeringan hybrid yang lebih tinggi dari padal surya dimana pengeringan

pengujian alat pengering hybrid (surya-biomassa) tipe rak tanpa bahan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu pada alat

pengujian alat pengering hybrid (surya-biomassa) tipe rak tanpa bahan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu pada alat

Penelitian ini bertujuan ntuk menentukan karakteristik pengeringan biji pala menggunakan alat pengering tipe rak meliputi perubahan suhu, kelembaban relatif,

Berdasarkan data, Untuk pengeringan ransum berbentuk pellet, maka dipilih hasil terbaik didapat ,dengan alat pengering rak, dalam waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 60°C, dengan