• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Hutan Pendidikan Gunung Barus Sebagai Bahan Pestisida Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Hutan Pendidikan Gunung Barus Sebagai Bahan Pestisida Alami"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG BARUS SEBAGAI BAHAN

PESTISIDA ALAMI

SKRIPSI

Oleh :

FRANS FELLIX B O S 081202059

TEKNOLOGI HASIL HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG BARUS SEBAGAI BAHAN

PESTISIDA ALAMI

SKRIPSI

Oleh

FRANS FELLIX B O S 081202059

TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.

ABSTRAK

Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan senyawa kimia dari tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus.

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus adalah Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid adalah Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa terpenoid adalah Mussaenda glabra, Strobilanthus paniculata, dan Didymocarpus corchorifolia. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya adalah Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, dan Achimenes longiflora. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa saponin antara lain Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia.

(4)

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksploration of Plant Toxix in The Forest Education of Gunung Barus as Material of Natural Pestiside. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.

ABSTRACT

Plant contain a many chemical material to form secondary metabolit product and used by plant as material resistance from disturbed organism attack. Because that is, we can to make the plant as material pestiside. The research of purpose to knows kinds and chemical material of plant toxic in the Forest Education of Gunung Barus.

The kinds of plant toxic finded in the Forest Education of Gunung Barus are Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Plants of contain flavonoid compound are Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia. And plants of contain terpenoid compound are Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, and Didymocarpus corchorifolia. The plants of contain alkaloid compound are Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, and Achimenes longiflora. Plants of contain saponin compound are Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 04 Oktober

1990 dari seorang ayah H. Sitio dan ibu R. br. Sitorus. Penulis merupakan anak

kedua dari dua bersaudara.

Riwayat pendidikan yaitu Pendidikan Dasar di Timbul Jaya 2 Medan lulus

tahun 2002, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di sekolah

yang sama hingga lulus tahun 2005. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan

ke SMA Raksana Medan dan lulus pada tahun 2008. Kemudian penulis

melanjutkan ke perguruan tinggi. Melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN), penulis diterima di Program Studi Budidaya Hutan,

Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam pemilihan minat, penulis memilih minat Teknologi Hasil Hutan.

Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PEH)

di Lau Kawar dan TWA Deleng Lancuk, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Kemudian penulis juga melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di KPH

Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dan penulis

melalukan penelitian dengan judul “Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan

Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami” untuk memperoleh

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas segala berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Eksplorasi Tumbuhan Beracun di

Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu

Yunus Afifuddin, S.Hut, M. Si dan Lamek Marpaung, M. Phil, Ph. D yang telah

membimbing serta memberi masukan kepada penulis, hingga penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua

orangtua, abang dan serta teman-teman Kehutanan 2008 yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian

penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pengelola Balai Tahura Bukit

Barisan yang telah mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di

lapangan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan ke depannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2013

(7)

DAFTAR ISI

Defenisi Tumbuhan Beracun ... 4

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan ... 6

Beberapa Tumbuhan Yang Dikenal ... 8

METODE PENELITIAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus 14 Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus ... 34

Pengujian Fitokimia Tumbuhan ... 36

Flavonoid ... 38

Terpenoid ... 39

Alkaloid ... 39

Saponin ... 40

Potensi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

(8)

DAFTAR TABEL

1. Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung

(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Begonia muricata BL. ... 15

2. Homalonema singaporensis Regel. ... 18

3. Balanophora fungosa Forst. ... 19

4. Trevesia cheirantha Ridl. ... 22

5. Psychotaria stipulaceae Wall. . ... 23

6. Mussaenda glabra Vahl. ... 25

7. Aeschynanthus parvifolia R.BR. ... 28

8. Strobilanthes paniculata (Ness). ... 29

9. Achimenes longiflora DC. ... 31

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.

ABSTRAK

Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan senyawa kimia dari tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus.

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus adalah Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid adalah Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa terpenoid adalah Mussaenda glabra, Strobilanthus paniculata, dan Didymocarpus corchorifolia. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya adalah Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, dan Achimenes longiflora. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa saponin antara lain Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia.

(12)

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksploration of Plant Toxix in The Forest Education of Gunung Barus as Material of Natural Pestiside. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.

ABSTRACT

Plant contain a many chemical material to form secondary metabolit product and used by plant as material resistance from disturbed organism attack. Because that is, we can to make the plant as material pestiside. The research of purpose to knows kinds and chemical material of plant toxic in the Forest Education of Gunung Barus.

The kinds of plant toxic finded in the Forest Education of Gunung Barus are Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Plants of contain flavonoid compound are Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia. And plants of contain terpenoid compound are Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, and Didymocarpus corchorifolia. The plants of contain alkaloid compound are Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, and Achimenes longiflora. Plants of contain saponin compound are Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun,

menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,

kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai

pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi organisme

pengganggu tanaman (OPT). Di Indonesia, sebenarnya terdapat sangat banyak

jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati. Namun, sampai saat ini

pemanfaatannya belum dilakukan dengan maksimal. Tumbuhan penghasil

pestisida nabati diantaranya dibagi menjadi kelompok tumbuhan insektisida

nabati, atraktan (pemikat), rodentisida nabati, moluskisida nabati dan pestisida

serbaguna (fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida dan lainnya). Secara

umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya

berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan

dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami atau nabati

maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga

tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan

karena residunya mudah hilang. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and

run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan

setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam.

Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk

dikonsumsi. Penggunaan pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk

meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintesis, tetapi hanya

(14)

tergantung kepada pestisida sintesis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan

pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang

diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula (Kardinan, 2004).

Salah satu tumbuhan yang telah dikatakan mengandung bahan pestisida

alami adalah Tuba (Deris eliptica). Salah satu produksi metabolit sekunder yang

dikandung oleh tumbuhan tuba adalah rotenon. Kandungan rotenon tertinggi

terdapat pada akarnya, yaitu antara 0,3-12%. Selain rotenon, unsur-unsur utama

yang terkandung pada akar tuba adalah deguelin, eliptone dan toxicarol. Rotenon

merupakan racun perut dan kontak, tetapi tidak bersifat sistemik. Namun

demikian, rotenon relatif aman bagi kesehatan manusia. Rotenon larut dalam

pelarut organik polar, bekerja relatif lambat dan memerlukan beberapa hari untuk

membunuh serangga, serta mudah terdegradasi oleh sinar matahari dan udara

terbuka. Selain sebagai moluskisida, rotenon juga berperan sebgai insektisida,

akarisida dan racun ikan. Rotenoid merupakan racun penghambat metabolisme

dan sistem syaraf yang bekerja perlahan. Serangga yang teracuni sering mati

karena kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulut. Tepung akar

tuba dengan konsentrasi 1-5% sangat efektif mengendalikan beberapa serangga

hama gudang pada biji-bijian. Selain hama serangga, akar tuba sangat beracun

terhadap keong mas, yaitu dengan adukan akar tuba dalam air yang ditambahkan

sekitar 0,1% deterjen cair. Ekstrak akar tuba juga sangat beracun terhadap

serangga hama gudang Callosobruchus analis (Kardinan, 2004).

Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat

pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak

(15)

tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu.

Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif. Walaupun hanya sekitar 10.000

jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya

jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Lebih dari 2.400

jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengandung

bahan pestisida (Kardinan, 2004).

Keanekaragaman tumbuhan di Hutan Pendidikan Gunung Barus sangat

melimpah. Mulai dari tumbuhan tingkat bawah atau jenis semak hingga jenis

pohon sangat beranekaragam tumbuh di kawasan hutan tersebut. Oleh karena itu,

penulis melalukan eksplorasi tumbuhan yang terdapat di Hutan Pendidikan

Gunung Barus, terutama yang termasuk tumbuhan beracun, agar nantinya dapat

diaplikasikan sebagai bahan pestisida alami.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui jenis-jenis tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung

Barus.

2. Mengetahui jenis metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun di

Hutan Pendidikan Gunung Barus.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai agar nantinya kandungan

senyawa racun alami pada tumbuhan beracun tersebut dapat dimanfaatkan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Tumbuhan Beracun

Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan

berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis sehingga dapat

menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya

berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah

diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan

tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat

mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman

pangan seperti sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin,

dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen

penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis sayuran dan

buah-buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan kesehatan

manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan, dan

sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk

melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2012).

Terdapatnya racun atau anti nutrisi pada tumbuhan pada umumnya terjadi

karena faktor dalam (faktor intrinsik) yaitu suatu keadaan dimana tumbuhan

tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut

dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin

dan lain-lain adalah beberapa contohnya. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor

lingkungan) yaitu keadaan dimana secara genetik tumbuhan tidak mengandung

unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan atau

(17)

Contohnya adalah terdapatnya Se berlebihan pada tanaman yang mengakumulasi

Se dalam protein misalnya pada Astralagus sp. Juga unsur radioaktif yang masuk

dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur

berbahaya (Widodo, 2005).

Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara

biologis. Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai

penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolcisin

dan atropin). Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikomsumsi oleh ternak,

relatif sedikit yang menyebabkan keracunan. Kehadiran zat kimia tertentu dalam

tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator

tanaman seperti serangga dan ruminan (Widodo, 2005).

Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil

metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua

berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh

pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida,

inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter.

Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu

selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin dan lignin. Tanaman yang mengandung

metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan

(daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada

akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri

(18)

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan

dapat disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan

tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia

yang berbeda-beda, namun, ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai

macam jenis tumbuhan yang mengandung senyawa racun bersifat alami belum

sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa

tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen

kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980),

komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan

asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin dan mineral lainnya.

1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang

ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan

berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian

tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa

panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan

menyebabkan susah buang air.

2. Polipeptida dan asam amino

Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila

terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

3. Glikosida

Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses

(19)

banyak terdapat pada tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan

apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga

menyebabkan overdosis.

4. Oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan

iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur.

Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi

dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut

dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan

kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika

terhirup.

5. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan

penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis

tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh.

Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air

buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

6. Phytotoxin

Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian

kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat

terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan

(20)

Beberapa Tumbuhan Yang Dikenal

Beberapa jenis tumbuhan yang telah dikenal di Indonesia adalah antara

lain (Steenis, 2006):

1. Balanophora fungosa Forst

Spesies ini dibedakan dari spesies sebelumnya karena sisik daun tebal

yang merapat, perbedaan permukaan umbi rimpang dan perbungaan yang

membulat. Spesies tidak begitu umum. Hanya bunga betina yang diketahui,

sehingga tumbuhan ini disebut “tumbuhan janda”.

Spesies ini hanya dikenal di Jawa bagian barat dari Gunung Salak hingga

Priangan Timur, dalam hutan, pada 1250-2500 m. Hidup sebagai parasit pada

puspa dan mungkin juga pada Podocarpus.

2. Begonia muricata BL.

Batang berupa rimpang merayap yang memunculkan daun-daun dan

perbungaan. Daun panjang 5-17 cm, lebar 4-13 cm. Buah bersayap tipis sama

besar. Satu tumbuhan dapat mempunyai perbungaan jantan dan betina.

Di Jawa hanya ditemukan dari Nirmala ke arah timur hingga Garut, dalam

hutan lembab, sering pada lereng curam dan tempat-tempat berbatu, pada

ketinggian 900-2000 m. Juga terdapat di Sumatera.

3. Strobilanthes paniculata Ness

Terna tegak bercabang-cabang, tinggi 1-2 meter. Daun dari satu pasang

tidak sama, satu kadang-kadang lekas hilang, panjang 7-18 meter, lebar 3-7 cm.

Daun gantilan di bawah bunga kecil.

Di Jawa bagian barat, Jawa Tengah (Lawu) dan Jawa Timur (Tengger,

(21)

4. Mussaenda glabra Vahl.

Pohon kecil, kadang-kadang menyerabut, tinggi hingga 5 m. Saat

berbunganya segera diketahui dari munculnya beberapa daun pemikat kuning atau

keputihan pada perbungaan gundung. Bukan daun sejati, melainkan cuping

kelopak khusus, 4 cuping kelopak lainnnya tidak tampak, segitiga dan berbentuk

seperti gagang. Daun sangat bervariasi dalam bentuk dan ukuran, panjang 5-17

cm, lebar 2-7 cm, panjang daun pemikat 4-9 cm. Bunga jantan dan betina dalam

satu tumbuhan. Buah buni menjotong, panjang 1,5-2 cm, tertutup lentisel

terpencar, jika masak hitam.

Di seluruh Jawa, sepanjang tepi hutan, tempat bukaan, belukar,

pertumbuhan sekunder, dari pamah hingga ± 1700 m. Dalam pengertian luas

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November hingga Desember 2012.

Pengumpulan sampel tumbuhan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus,

Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Pengujian fitokimia dilakukan di Laboratorium

Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara.Kegiatan identifikasi tumbuhan beracun dilakukan di

Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantung plastik, kertas

label, parang, meteran, tali, tabung reaksi, beaker glass, dan pipet tetes.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, pereaksi

flavonoid, pereaksi alkaloid (Maeyer, Wagner, Bouchardart, Dragendorf),

pereaksi terpenoid (Salkowsky, Lieberman-Bouchard, CeSO4 1% dalam H2SO4

10%), dan pereaksi saponin (HCl 10% dan akuades).

Prosedur Penelitian Aspek Ethnobotani

Aspek ethnobotani. Aspek ethnobotani merupakan kegiatan pengumpulan

dan pengambilan sampel tumbuhan beracun yang akan diidentifikasi.

Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan beracun menggunakan metode

(23)

lingkaran dengan luas 0,05 ha. Data yang diperoleh dianalisis dengan

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

petak

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

%

e. Indeks Nilai Penting (INP)

INP = KR + FR

f. Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner

H’ = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)

Aspek Fitokimia

Aspek fitokimia. Menguji golongan metabolit sekunder dari

masing-masing ekstrak tumbuhan beracun dengan menggunakan pereaksi tertentu.

Berdasarkan hasil uji skirining fitokimia tumbuhan beracun akan dibuat

(24)

beracun tersebut. Adapun prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan adalah

(Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam, 2010):

1. Pengujian Alkaloid

Bagian tumbuhan yang telah dikeringkan, dihaluskan sebanyak 10 gram

dimasukkan ke beaker glass, kemudian ditambahkan larutan HCl 2N sampai

sampel terendam. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 2 jam pada

temperatur 600C, lalu disaring. Kemudian larutan ekstrak di test dengan pereaksi

alkaloid yaitu Bouchardart, Wagner, Maeyer, dan Dragendorf.

2. Pengujian Terpenoid/Steroid

Bagian dari tumbuhan diiris halus kemudian dikeringkan dalam oven pada

temperature 500C atau di bawah sinar matahari. Kemudian sampel yang telah

kerig ditimbang sebanyak 2-3 gram, kemudian masukkan ke dalam beaker glass

dan diekstraksi dengan 10 ml metanol dan dipanaskan selama 15 menit di atas

penangas air, kemudian disaring. Kemudian ekstraksi ditest dengan pereaksi

terpenoid.

3. Pengujian Flavonoid/Tanin

Sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 2-4 gram, kemudian

diekstraksi dengan metanol sebanyak 20 ml, ekstraksi dapat dilakukan pada

suasana panas atau dingin, lalu disaring. Kemudian ekstraksi ditest dengan

pereaksi NaOH 10%, FeCl 1%, Mg-HCl encer, H2SO4 pekat, dan Na-asetat

encer, kemudian amati hasil reaksinya.

4. Pengujian Saponin

Sampel bagian tumbuhan diekstraksi dengan metanol di atas penangas air

hingga diperoleh ekstrak. Kemudian ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi

(25)

terbentuk busa). Didiamkan busa yang terbentuk selama 1 menit. Kemudian

dilakukan test permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCl 10%.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) 2011 antara pihak

Universitas Sumatera Utara (USU) dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera

Utara, kawasan Hutan Pendidikan USU memiliki luas 1000 ha. Hutan Pendidikan

USU merupakan bagian dari Tahura Bukit Barisan. Letak geografis Hutan

Pendidikan USU berdasarkan penelitian Setiawan (2012) adalah 3013’ LU - 3011’

LU dan 98034’ BT - 98032’ BT, terletak pada jajaran Pegunungan Bukit Barisan

yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo.

Batas-batas Hutan Pendidikan USU antara lain, di sebelah utara berbatasan

dengan Desa Doulu dan Desa Bukum, di sebelah timur berbatasan dengan Desa

Bukum dan Desa Tanjung Barus, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa

Tanjung Barus dan Desa Barus Julu, serta di sebelah Barat berbatasan dengan

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus

Menurut peneliti, ciri-ciri yang tergolong tumbuhan beracun antara lain

warnanya yang mencolok, menimbulkan aroma yang menyengat atau bau yang

tidak menyenangkan bagi manusia, dan umumnya tidak ada tumbuhan lain yang

tumbuh di sekitar tumbuhan beracun tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka didapatlah 10 jenis

tumbuhan beracun yang terdapat di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai

berikut:

1. Begonia muricata BL.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Spermatopsida

Ordo : Cucurbitales

Famili : Begoniaceae

Genus : Begonia

Spesies : Begonia muricata BL.

Dekripsi Tumbuhan

Begonia muricata merupakan tanaman tahunan yang memiliki banyak

kandungan air, umumnya berupa semak. Mempunyai batang yang tegak,

kadang-kadang memiliki rimpang, atau tanaman dengan akar umbi dan dengan batang

yang pendek, umumnya berupa liana atau tanaman merambat atau memanjat

(27)

kelompok palma, berbentuk alternate atau berselang-seling, pada ujung berbentuk

miring dan simetris, ujung-ujungnya tidak beraturan atau bergerigi,

kadang-kadang bagian seluruhnya, pembulunya umumnya seperti jenis palma. Tangkai

daun panjang, tangkainya seperti keadaan layu. Bunga bersifat berkelamin

tunggal, merupakan tanaman berumah satu, umumnya berumah dua, dalam satu

batang terdapat 2-4 bunga, kadang-kadang bersifat malai. Bunga jantan terdiri dari

2-4 bagian, yang umumnya salah satu bagian luar besar, dan bagian dalamnya

kecil. Batang-batangnya berjumlah banyak, tidak memiliki filamen pada bagian

dasarnya. Kepala sari memiliki dua sel, yang berupa apikal atau lateral, yang

menyambung dengan bagian ujungnya, kadang-kadang berbentuk apiculate.

Bunga memiliki putik, yang terbagi 2-5 bagian, putik berada di bagian luar, yang

terdiri dair 1-3 bagian, plasenta berbentuk axile atau parietal, dengan 2-3 jenis

atau lebih, yang tergabung dengan bagian bawahnya, memiliki satu cabang atau

lebih. Pangkalnya kering, kadang-kadang seperti buah berri, memiliki 3 sayap

yang tidak rata atau tidak sama, umumnya tidak bersayap dan memiliki 3 hingga 4

tanduk. Biji-biji sangat banyak, berwarna cokelat pucat, berbentuk persegi dan

diselimuti kulit biji (Stang, 2012).

(28)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, Begonia muricata merupakan

jenis tanaman semak yang dapat tumbuh secara berkelompok dalam satu areal

tertentu. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tanah yang lembab, pada ketinggian

1450-2000 meter di atas permukaan laut. Umumnya dapat ditemukan pada

tempat-tempat yang agak datar atau landai pada hutan pegunungan. Dapat tumbuh

dalam keadaan yang terlindungi atau ternaungi hingga mendapat cahaya yang

sedikit. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri batang berwarna merah dan ditumbuhi

bulu-bulu halus, daun berwarna kehijauan yang pada permukaannya juga

ditumbuhi bulu-bulu halus.

Begonia dapat dikenali dengan mudah karena memiliki ciri-ciri yang

spesifik yaitu merupakan terna tegak. Semak atau menjalar, batang berair. Daun

tersebar, gagang daun jelas, mempunyai daun penumpu, helaian daun tidak

simetris. Perbungaan tersusun majemuk menggarpu ganda. Bunga berkelamin

tunggal, berumah satu, daun kelopak 2, berkatup. Bunga betina mempunyai 2-5

tenda, bunga dan 3 daun buah, tangkai kepala putik terbagi 3, bakal biji banyak

dalam satu ruang. Bunga jantan mempunyai 2 tenda bunga, benangsari banyak,

tangkai bertautan. Buah kapsul, bersudut atau bersayap tiga, jarang lebih atau

sayap tidak berkembang (Siregar dan Wiriadinata, 2004).

Begonia asli Indonesia pada umumnya mempunyai perawakan yang

kurang menarik, hidup secara liar, banyak dijumpai pada hutan-hutan tropik basah

pada tempat yang lembab, teduh, tepi sungai, dan daerah pegunungan mulai dari

dataran rendah sampai ketinggian 2000 mdpl. Di Indonesia Begonia masih belum

(29)

Padahal Begonia dapat dikembangkan sebagai komoditi tanaman hias eksotik

(Siregar dan Wiriadinata, 2004).

Begonia termasuk tumbuhan yang gampang dikoleksi dari hutan, karena

mudah dikenali. Faktor lingkungan tempat hidupnya mudah dijangkau, banyak

terdapat di hutan-hutan primer, sekunder, tempat-tempat terlindung, lembab,

pinggir-pinggir sungai, kawasan sekitar air terjun dan menyukai kelembaban yang

tinggi. Habitus tempat ditemukannya Begonia merupakan indikator bahwa hutan

tersebut masih bagus, artinya belum banyak gangguan dan belum mengalami

pengrusakan (Siregar dan Wiriadinata, 2004).

2. Homalonema singaporensis Regel.

Tumbuhan ini dapat dikalsifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

Ordo : Alismatales

Famili : Araceae

Genus : Homalomena

Spesies : Homalonema singaporensis Regel.

Deskripsi Tumbuhan

Homalonema merupakan tanaman herba, tanaman tahunan, dapat tumbuh

pada lahan basah atau lembab, kadang-kadang bersifat epifit atau memanjat.

Biasanya mengandung getah susu dan berair. Memiliki rimpang, umbi atau stolon.

Rimpang tumbuh secara vertikal atau horizontal, yang muncul dekat permukaan,

(30)

berkerumun. Tangkai daun jarang, berbentuk bulat panjang atau obovate.

Perbungaan bersifat spadices, tangkai bunga berbentuk silinder atau bulat telur.

Bunga bersifat biseksual atau berkelamin tunggal, jantan dan betina biasanya pada

tanaman yang sama (Stang, 2012).

Gambar 2. Homalonema singaporensis Regel.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan sejenis

talas-talasan. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan lembab dan dapat tumbuh

dalam keadaan yang terlindungi atau dinaungi. Tumbuh pada ketinggian

1450-2000 meter di atas permukaan laut. Dapat ditemukan pada areal yang datar hingga

kemiringan yang agak landai. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada habitatnya secara

berkelompok maupun secara soliter pada tempat tertentu. Ciri-ciri tumbuhan ini

adalah daun berwarna kehijauan, daun berbentuk seperti hati. Memiliki batang

semu berwarna hijau, dan dapat tumbuh tunas pada permukaan tanah.

3. Balanophora fungosa Forst.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

(31)

Ordo : Santales

Famili : Balanophoraceae

Genus : Balanophora

Spesies : Balanophora fungosa Forst.

Deskripsi Tumbuhan

Balanophora merupakan tumbuhan yang termasuk berumah satu atau

berumah dua. Rimpang bercabang atau tidak bercabang, mengandung getah lilin

(balanophorin), memiliki kulit yang menyerupai sisik-sisik yang halus atau kasar.

Daun opposite atau berlawanan, alternate atau selang-seling, atau spiral. Memiliki

bunga jantan dan bunga betina. Perbungaan berbentuk seperti gagang, silinder,

elipsoid, bulat telur hingga bundar, yang diperbesar setelah bunga mekar.

Batang-batang berbentuk setengah bulat atau bulat (Hwang dan Murata, 2003).

Gambar 3. Balanophora fungosa Forst.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini adalah tumbuhan yang

bersifat parasit pada akar pohon. Tumbuhan ini hanya dapat tumbuh pada

akar-akar pohon yang masih hidup, dan juga dalam keadaan kelembaban tinggi. Dapat

(32)

ciri-ciri seperti bunga yang mekar, berwarna merah terang, dan bila dipegang

mengandung cairan atau getah yang lengket.

Balanophora fungosa adalah tumbuhan yang termasuk tumbuhan berumah

satu atau umumnya berumah dua. Memiliki rimpang yang berwarna cokelat

kekuningan, tidak memiliki cabang. Pada permukaannya memiliki

benjolan-benjolan yang menyerupai kutil dan berwarna kekuningan. Memiliki batang yang

berwarna merah muda, oranye kemerahan, atau kadang-kadang berwarna

kekuning-kuningan. Daun berbentuk spiral atau kadang-kadang opposite atau

berlawanan. Perbungaan berbentuk elipsoid, ovoid atau bulat telur, atau berbentuk

kerucut. Bunga jantan, pada dasarnya perbungaan berkelamin dua, bersifat

actinomorfik, tangkai berukuran 4,5 mm, kepala sari berjumlah 4 atau 5. Bunga

betina, berwarna kekuning-kuningan, dan pada umumnya perbungaan terdapat

pada sumbu utama (Hwang dan Murata, 2003).

Balanophora fungosa adalah tanaman akar parasit tanpa akar dan

klorofil. Penyebaran tanaman ini tergantung pada banyak faktor seperti tanaman

inang, penyerbuk, penyebar dan kelembaban. Oleh karena itu, B. fungosa

mungkin dapat digunakan sebagai indikator kesehatan hutan (Hsiao, et al, 2010).

Biasanya Balanophora fungosa digunakan untuk pengobatan antara lain

untuk menghentikan pendarahan di dalam organ tubuh dan juga dapat mengobati

eksim. Tumbuhan ini juga dapat dikonsumsi pada bagian rimpangnya.

4. Trevesia cheirantha Ridl.

Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

(33)

Class : Magnoliopsida

Ordo : Apaiales

Famili : Araliaceae

Genus : Trevesia

Spesies : Trevesia cheirantha Ridl.

Deskripsi Tumbuhan

Trevesia cheirantha sinonim Trevesia burckii merupakan tumbuhan

berupa semak atau pohon yang tingginya dapat mencapai 5 m. Memiliki cabang

yang sangat kecil, cabang-cabang berbentuk tegak lurus hingga kadang-kadang

barsandar atau menempel. Batang-batang menyebar yang memiliki panjang

0,2-0,7 cm. Daun-daun pada pohon yang kecil sangat sederhana, berbentuk delta

hingga ovate atau bulat telur. Tangkai daun berukuran 20 x 0,5-50 x 1 cm,

bertektur licin dan dengan ditumbuhi duri-duri yang panjangnya 1-3 mm, pada

bagian bawahnya memiliki duri-duri dengan panjang 1-2 mm. Perbungaan bersifat

terminalia atau mengelilingi daun-daun, yang berbentuk seperti gugusan, memiliki

6-12 cabang sekunder. Pembungaan berjumlah 30-50 bunga, yang seluruhnya

berukuran 3-8 cm, tangkai berukuran 10 x 0,2 – 35 x 0,7 mm. Bunga-bunga

berbentuk seperti wadah yang melingkar yang berukuran 3,5 x 7 mm. Kelopak

bergerigi, kelopak berjumlah 7-10, yang terdapat di dalam calyptra.

Batang-batang berjumlah 7-10, kepala sari berbentuk elips yang berukuran 3 x 2 mm.

Butiran-butiran putik berukuran 30-35 µm. Buah berbentuk bundar, kerucut yang

berukuran 2 cm. Tumbuhan ini biasanya tumbuh di hutan-hutan, dengan

(34)

Gambar 4. Trevesia cheirantha Ridl.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, Trevesia chirantha merupakan jenis

tanaman semak atau perdu. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan tanah yang

lembab, terlindungi dari cahaya matahari atau ternaungi, pada ketinggian

1450-1600 mdpl. Dapat ditemukan pada areal yang datar hingga kemiringan yang

landai. Tumbuhan ini tumbuh secara soliter atau menyebar. Ciri-ciri tumbuhan ini

adalah daun berwarna kehijauan, berbentuk seperti tangan manusia dengan

jari-jarinya, memiliki batang yang tegak yang ditumbuhi duri-duri kecil pada

permukaannya.

5. Psychotaria stipulaceae Wall.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Gentianales

Famili : Rubiaceae

Genus : Psychotaria

(35)

Deskripsi Tumbuhan

Merupakan tumbuhan tegak, semak, sangat kuat, licin, memiliki cabang

dengan diameter hingga 2 cm, lembut, pipih, cabang mempunya sisi yang longgar.

Daun berwarna coklat kemerahan pada saat kering. Memiliki tangkai daun yang

panjangnya 2,5-3,5 cm. Daun sangat panjang, berbentuk oblanceolate (berbentuk

seperti pisau) atau obovate atau bulat lonjong, saraf sekitar 20 pasang, ramping,

tidak seperti kulit. Tangkai dan cabang yang sangat kuat. Bunga yang sangat kecil,

memiliki tangkai bunga, kelopak bunga memiliki bentuk seperti gerigi kecil,

berbentuk segitiga atau triangular, memiliki pangkal mahkota yang berbentuk

seperti tabung dengan panjang 3 mm, dan bertekstur licin. Buah berbentuk

elipsoid atau bundar, sangat beralur dengan ukuran diameter 4-6 mm, kelopak

kecil yang bergerigi hadir pada buah-buahan (Das, et al, 2012).

Gambar 5. Psychotaria stipulaceae Wall.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan jenis

tanaman semak. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan yang terlindungi atau

dinaungi dari cahaya matahari, kelembaban yang tinggi, dapat ditemukan pada

areal yang datar hingga landai, pada ketinggian 1450-1600 mdpl. Tumbuh secara

(36)

berbentuk bulat lonjong dan berwarna hijau tua. Memiliki batang seperti keadaan

layu, yang ditumbuhi duri-duri pada permukaan batangnya.

6. Mussaenda glabra Vahl.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Gentianales

Famili : Rubiaceae

Genus : Mussaenda

Spesies : Mussaenda glabra Vahl.

Deskripsi Tumbuhan

Mussaenda merupakan jenis pohon, tumbuhan semak, atau tanaman

merambat atau memanjat, liana, umumnya berumah dua. Daun opposite

(berlawanan) atau kadang-kadang tersusun melingkar. Pembungaan bersifat

terminalia atau mengelilingi dan kadang-kadang juga terdapat pada daun paling

atas. Bunga bersifat biseksual dan umumnya berumah tunggal. Mahkota bunga

berwarna kuning, merah, oranye, putih atau umumnya berwarna biru. Buah

berwarna ungu hingga berwarna hitam, yang memiliki daging buah, yang

berbentuk bundar atau elips. Biji-bijinya sangat banyak, berukuran kecil, yang

(37)

Gambar 6. Mussaenda glabra Vahl.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tumbuhan ini termasuk jenis

tanaman perdu. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1500-1600 mdpl,

pada keadaan tanah yang lembab, dan tumbuh dengan cahaya matahari yang

sedikit. Tumbuh secara berkelompok pada tempat tertentu. Memiliki ciri-ciri yaitu

daun berwarna hijau, berbentuk bulat lonjong dan memiliki batang yang tegak.

Mussaenda glabra sinonim Mussaenda frondosa merupakan tumbuhan

semak, merambat. Daun opposite atau berlawanan, dengan tangkai daun yang

memiliki panjang 4-10 mm. Pada bagian bawah daun berwarna hijau gelap hingga

hijau kecokelatan, pada bagian atas berwarna hijau pucat hingga berwarna

kekuningan, yang bentuknya bulat memanjang, ovate atau bulat hingga

oblanceolate (berbentuk seperti pisau). Perbungaan sangat lebat dengan sumbu

yang memanjang dengan ukuran 4-8 x 8-20 cm dengan sumbu lateral hingga 8

cm. Tangkai bunga berukuran 1-3 cm, yang berbentuk segitiga atau elips yang

berdiameter 4-10 mm. Kelopak memiliki hypanthium yang berbentuk elips, yang

berukuran 3-4 mm. Mahkota bunga berbentuk seperti talam, pada bagian luarnya

memiliki bulu-bulu, dengan diameter 22-25 mm. Buah berbentuk bulat telur atau

(38)

Mussaenda frondosa merupakan sinonim dengan Mussaenda glabra

ditemukan di daerah tropis. Beberapa bagian tanaman ini misalnya bagian

bunganya digunakan sebagai diuretik, antiasthmatik, antiperiodic. Daun dan

bunga digunakan untuk mengobati luka. Akar digunakan dalam pengobatan kusta.

Bunga mengandung anthocyanin, hyperin, quercetin, rutin, dan ferulic sinapic

asam, beta sitosterol glukosida (Koul dan Chaudhary, 2011).

7. Aeschynanthus parvifolia R.BR.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Gesneriaceae

Genus : Aeschynanthus

Spesies : Aeschynanthus parvifolia R.BR.

Deskripsi Tumbuhan

Aeschynanthus merupakan tumbuhan semak atau memanjat, epifit, tidak

memiliki rimpang. Batang-batang sangat pendek, memiliki cabang atau tidak.

Daun-daun selalu banyak di seluruh atau di sepanjang cabang. Daun opposite atau

berlawanan, kadang-kadang mengitari cabang, permukaan daun licin dan tebal,

pada bagian dasar berbentuk cuneate (bulat tajam) hingga rounded atau bundar.

Perbungaan kadang-kadang sangat padat, axillary (terdapat pada bagian ketiak

daun) atau pseudoterminal atau semu terminal, dapat berisi 1-10 bunga, yang pada

(39)

bersifat actinomorfik, yang terdiri dari 5 bagian dari bawah hingga 5 bagian di

atas, yang terbagi atas ruas yang sama, kadang-kadang tidak sama. Mahkota

bunga berwarna merah hingga oranye, kadang-kadang berwarna hijau, kuning,

atau putih, bersifat zygomorphic, dengan permukaan yang licin dengan ditumbuhi

bulu-bulu halus. Pembuluh sangat tipis dan berbentuk seperti tabung hingga

berbentuk seperti corong, sering pula melengkung, dan memiliki tungkai atau

dahan berdiameter 0,4-1,5 cm, dengan dahan yang tidak jelas atau jelas pada

kedua bagian seperti mulut. Umumnya sama atau setara, kadang-kadang hingga ½

kali panjangnya bagian mulut abaxial atau bagian atas daun, mulut abaxial (bagian

atas daun) yang terbagi 3 bagian, yang bentuknya sama atau tidak sama, yang

ujungnya berbentuk bulat hingga tajam. Batang-batang terbagi 4, yang dekat

dengan mahkota atau di bagian tengah. Kepala putik saling berpadu dengan

bagian ujungnya, berbentuk paralel, kadang-kadang longitudinal, yang saling

menyambung, yang terdapat pada bagian atas hingga bawah daun dari mahkota.

Putik berbentuk linear, yang hanya ada 1 putik, dengan 2 plasenta, yang di

dalamnya terdapat dua celah. Kuncupnya lurus yang terikat dengan tangkai,

berbentuk linear, lebih panjang daripada kelopak, dengan 2 hingga 4 katup yang

sangat lurus dan tidak bengkok atau melingkar. Biji-biji dengan 1 (atau 2 hingga

50) dilengkapi atau diselimuti oleh seperti bulu-bulu halus, ujungnya berbentuk

opposite atau berlawanan dengan dilengkapi 1 yang menyerupai rambut halus, dan

(40)

Gambar 7. Aeschynanthus parvifolia R.BR.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini termasuk jenis

tanaman yang bersifat epifit atau merambat pada inang tanaman atau pohon

lainnya. Dapat tumbuh dalam keadaan yang lembab, pada ketinggian 1650 meter

di atas permukaan laut. Ciri-ciri tumbuhan ini adalah daun berbentuk bulat telur,

berwarna hijau, permukaan daun licin dan daun sangat tebal. Tumbuhan ini juga

memiliki bunga yang berwarna kemerahan.

8. Strobilanthes paniculata Ness.

Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Achantaceae

Genus : Strobilanthes

(41)

Deskripsi Tumbuhan

Strobilanthes paniculata merupakan tanaman tahunan, yang tumbuh

dengan mudah dalam hutan, sungai dan ladang ditinggalkan. Tanaman ini

biasanya digunakan sebagai tanaman pelindung atau tanaman pagar. Tanaman ini

berasal dari negara-negara dari Madagaskar ke Indonesia, yang dapat tumbuh

50-1200 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini berupa semak. Tumbuhan ini

dapat mencapai ketinggian antara 1 sampai 2 m. Kulit bundar dapat dibagi

menjadi segmen dan mirip dengan cabang-cabangnya, berbulu dan hijau. Daun

berbentuk lonjong-lanset, agak tumpul. Permukaan atas daun adalah hijau gelap

dalam warna dan kurang kasar dibandingkan dengan permukaan bawah. Daun

sangat scabrous atau sangat licin pada kedua permukaan dan ditutupi dengan

rambut atau bulu-bulu halus yang pendek, sedangkan bunga adalah singkat, padat,

dan terdiri dari paku pensil. Daun memiliki panjang 9-18 cm dan lebar 3-8 cm

(Afrizal, 2008).

Gambar 8. Strobilanthes paniculata (Ness).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan jenis

tanaman perdu. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri daun berwarna keunguan hingga

(42)

terlindungi atau ternaungi, maupun pada tempat yang mendapat cahaya matahari

sedikit, pada ketinggian 1800-2000 mdpl, dapat ditemukan pada kemiringan yang

landai hingga agak curam. Tumbuhan ini dapat tumbuh secara soliter maupun

secara berkelompok dalam satu areal tertentu.

9. Achimenes longiflora DC.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Gesneriaceae

Genus : Achimenes

Spesies : Achimenes longiflora DC.

Deskripsi Tumbuhan

Achimenes merupakan tumbuhan tahunan, tumbuh di daerah teresterial

atau di darat, memiliki bulu-bulu halus atau sangat licin dari rimpang yang dilapisi

sisik-sisik. Tumbuhan ini memiliki batang yang sederhana. Daun opposite

(berlawanan) atau selang-seling, memiliki tangkai daun, yang pada beberapa

bagiannya tidak sama. Ujung-ujung daun tipis dan memiliki tekstur bergerigi pada

bagian ujungnya. Perbungaan axillary atau terdapat di bagian ketiak daun, tangkai

bunga soliter atau bergerombol atau satu tangkai dengan beberapa bunga. Kelopak

berbentuk seperti mangkok, yang melekat pada putik. Mahkota bunga berbentuk

seperti corong atau talam, kadang-kadang berbentuk seperti lonceng, yang

(43)

benang-benangnya tersisip dekat dengan bagian pangkal mahkota. Kepala sari berbentuk

persegi. Sebagian putik atau hampir seluruhnya berada di bagian bawah, yang

bentuknya memanjang. Buah berbentuk kapsul, berbentuk cembung atau kerucut

pada bagian atas. Biji-bijinya sangat kecil dan banyak (Standley, et al, 1974).

Gambar 9. Achimenes longiflora DC.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini termasuk jenis semak

atau tanaman merambat. Dapat tumbuh pada tanah yang lembab, pada ketinggian

1600-1700 mdpl, dan dapat ditemukan pada areal yang datar hingga landai.

Memiliki ciri-ciri fisik yaitu daun berwarna hijau muda hingga hijau gelap,

berbentuk lonjong, memiliki batang semu berwarna kehijauan dan sangat licin,

dan juga tumbuhan ini memiliki bunga yang berwarna putih.

Achimenes longiflora merupakan tumbuhan tegak atau merambat,

merupakan tumbuhan kecil. Memiliki batang yang sederhana dengan panjang

10-40 cm, dengan pembuluh yang berwarna kemerahan. Daun opposite (berlawanan)

atau selang-seling, tangkai daun pendek, yang ujungnya berbentuk ovate atau

bulat telur hingga lanceolate (berbentuk seperti pisau), dengan panjang 2-8 cm.

Pada bagian dasarnya berbentuk acute atau tajam, dengan pembuluh yang pendek,

(44)

keunguan, yang pada bagian tepinya bergerigi, dengan pembuluh lateral 3-5

bagian. Perbungaan axillary atau terdapat pada bagian ketiak daun, soliter, dengan

panjang tangkai bunga 2-10 mm. Kelopak penuh dengan pembuluh, yang

berbentuk lanceolate atau seperti pisau dengan panjang 7-12 mm. Agak kasar

namun beberapa diantaranya ditumbuhi bulu-bulu halus. Mahkota umumnya

berwarna ungu atau biru, namun beberapa ada yang berwarna merah atau putih,

atau pangkal kelopak berwarna putih dengan daun berwarna ungu, biasanya

berwarna putih pada bagian pangkalnya dengan panjang 3,5-6,5 cm. Mahkota

umumnya memiliki panjang 4,5-6,5 cm. Biasanya hidup di daerah lembab atau

basah, pada lahan yang terjal, gelap atau ternaungi dan pada tebing-tebing yang

curam., kadang-kadang pada bebatuan, di hutan, dan sering tumbuh pada hutan

pinus dengan ketinggian 250-2600 m (Standley, et al, 1974).

10. Didymocarpus corchorifolia BR.

Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Scrophulariales

Famili : Gesneriaceae

Genus : Didymocarpus

Spesies : Didymocarpus corchorifolia BR.

Deskripsi Tumbuhan

Didymocarpus merupakan tanaman herba, kadang-kadang berupa semak,

(45)

batang yang sederhana. Daun-daun sedikit hingga banyak di sepanjang batangnya,

berbentuk opposite atau berlawanan, melingkar atau alternate (selang-seling),

terbagi sama pada setiap bagiannya, ujung daun kadang-kadang tajam hingga

tumpul, biasanya permukaannya licin, atau kadang-kadang memiliki bulu-bulu,

pada bagian dasar atau bawahnya berbentuk cuneate atau bulat tajam hingga

cordate (berbentuk seperti hati). Perbungaan axillary atau terdapat pada bagian

ketiak daun, dengan 1 hingga banyak bunga pada satu bagian, berbentuk opposite

(berlawanan). Mahkota bunga berwarna biru hingga berwarna merah anggur,

kadang-kadang berwarna merah muda, putih, atau kuning, bersifat zygomorphic,

permukaannya licin, kadang-kadang kasar. Pangkalnya berbentuk silinder hingga

menyerupai tabung corong, yang diameternya 2-13 mm. Batang-batangnya terbagi

dua, yang terletak dekat dengan mahkota atau di tengahnya. Kepala sari berada di

permukaan pada bagian bawah daun, yang bertemu pada bagian ujungnya, yang

terbagi menjadi 2 atau 3 bagian. Putik berbentuk linear, dengan hanya 1 bagian.

Pangkalnya lurus yang berkait dengan tangkai daun, umumnya berbentuk linear,

yang jumlahnya melebihi kelopak, yang terdiri dari 2 hingga 4 katup yang lurus

dan tidak melingkar. Biji-bijinya tidak terlindungi (Stang, 2012).

(46)

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan jenis

tanaman perdu atau pohon. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tempat yang

lembab, terhindar dari cahaya matahari atau ternaungi, pada ketinggian 1600-1800

mdpl, dapat ditemukan pada areal yang landai hingga agak curam. Tumbuh secara

berkelompok maupun secara soliter. Ciri-ciri tumbuhan ini adalah daun berbentuk

bulat lonjong, berwarna hijau gelap. Memiliki batang yang tegak, dan tumbuh

bunga-bunga kecil pada batang langsung yang berwarna putih.

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus

Berdasarkan penelitian, tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan

Pendidikan Gunung Barus ada 10 jenis tumbuhan. Data analisis tumbuhan

beracun dapat ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Analisis tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus

Jenis

Homalonema singaporensis Regel 2560 24.56 0.40 14.49 39.05

Balanophora fungosa Forst 80 0.76 0.04 1.44 2.20

Trevesia cheirantha Ridl 1060 10.17 0.36 13.04 23.21

Psychotaria stipulaceae Wall 580 5.56 0.18 6.52 12.08

Mussaenda glabra Vahl 620 5.95 0.20 7.24 13.19

Aeschynanthus parvifolia R. BR 120 1.15 0.08 2.89 4.04

Strobilanthes paniculata Ness 1200 11.51 0.40 14.49 26.00

Achimenes longifolia DC 1020 9.78 0.40 14.49 24.27

Didymocarpus corchorifolia BR 580 5.56 0.30 7.24 12.80

Total 10420 99.95 2.76 99.95 199.90 1.97

Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi terdapat pada jenis Begonia

muricata BL dengan nilai sebesar 24,95%. Tingginya nilai ini menunjukkan

bahwa jenis Begonia muricata BL banyak terdapat di Hutan Pendidikan Gunung

(47)

fungosa Forst dengan nilai sebesar 0,76%. Ini disebabkan karena sifat tumbuh

Balanophora fungosa Forst yang bersifat parasit pada akar pohon, dan tidak dapat

tumbuh di atas tanah. Sehingga populasi jenis tersebut hanya sedikit. Beragamnya

nilai kerapatan relatif ini mungkin disebabkan karena kondisi hutan yang memiliki

variasi lingkungan yang tinggi. Menurut Loveless (1989), sebagian tumbuhan

dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga

tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas.

Nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi terdapat pada jenis Begonia

muricata BL dengan nilai sebesar 18,11%. Dari nilai tersebut dapat dikatakan

bahwa jenis Begonia muricata BL sangat dominan di hutan tersebut. Sedangkan

nilai frekuensi relatif yang terendah adalah jenis Balanophora fungosa Forst

dengan nilai sebesar 1,44%, yang artinya jenis ini tidak dominan ditemukan di

hutan tersebut. Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan dengan konstansi.

Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat

kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%), jenis assesori (25-50%), jenis

konstan (50-75%), dan jenis absolut (di atas 75%) (Suin, 2002). Berdasarkan data

tabel 1, bahwa tumbuhan yang ada di Hutan Pendidikan Gunung Barus termasuk

dalam kategori jenis aksidental dengan frekuensi 0-25%. Hal ini memperlihatkan

jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas, dan menyebarkan bijinya

hanya pada sekitar lokasi hutan tempat tumbuhnya saja.

Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta

memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Indeks Nilai Penting (INP)

tertinggi adalah jenis Begonia muricata BL dengan nilai sebesar 43,06%. Ini

(48)

Siregar et al (2004), habitus tempat ditemukannya Begonia merupakan salah satu

indikator bahwa hutan tersebut masih bagus, artinya belum banyak gangguan dan

belum mengalami pengrusakan.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman tumbuhan di

Hutan Pendidikan Gunung Barus sebesar 1,97. Hal ini menunjukkan jumlah jenis

diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori

rendah. Hal ini berdasarkan Barbour et al (1987), yang menyatakan bahwa nilai

H’ berkisar antara 0-7 dengan kriteria; 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong

sedang, dan lebih dari 3 yang tergolong tinggi.

Pengujian Fitokimia Tumbuhan

Pengujian fitokimia tumbuhan untuk dapat mengetahui senyawa metabolit

sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan. Golongan senyawa metabolit

sekunder yang umumnya diuji adalah alkaloid, terpenoid, flavonoid dan saponin.

(49)

Tabel 2. Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun

Jenis METABOLIT SEKUNDER

Flavonoid Terpenoid Alkaloid Saponin FeCl3 Liberman

Burchard

Cerik Sulfat Bouchardat Wagner Meyer Dragendorff Ag+HCl

Begonia muricata BL. ++ - - - +

Lieberman-Bouchard : H2SO4 (p) + CH3COOH an-hidrat Cerik Sulfat : CeSO4

Bouchardart : KI + Aquadest + Iodium Wagner : KI + Aquadest + Iodium Mayer : HgCl2 + Aquadest + KI

Dragendorf : BiNO3 + HNO3 + KI + Aquadest

(50)

Flavonoid

Pengujian flavonoid menggunakan pereaksi FeCl3. Tanda yang

ditunjukkan oleh reaksi yang terjadi antara ekstrak tumbuhan dengan pereaksi

FeCl3 adalah adanya perubahan warna larutan menjadi warna hitam pekat. Dari

hasil pengujian flavonoid pada tabel 2, bahwa ekstrak daun tumbuhan

Homalonema singaporensis, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata,

Didymocarpus corchorifolia dan ekstrak kelopak tumbuhan Balanophora fungosa

dicampurkan dengan pereaksi FeCl3, dalam beberapa saat terjadi perubahan warna

larutan menjadi hitam pekat. Sedangkan ekstrak daun tumbuhan Begonia

muricata dan Achimenes longiflora dicampurkan dengan pereaksi FeCl3

menunjukkan perubahan warna larutan menjadi hitam. Dan campuran ekstrak

daun tumbuhan Mussaenda glabra dengan pereaksi menunjukkan perubahan

warna larutan menjadi hitam kekuningan.

Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol

yang terbanyak di alam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab

terhadap zat warna ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam

tumbuhan. Kegunaan dari flavonoid antara lain, pertama terhadap tumbuhan, yaitu

sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus.

Kedua, terhadap manusia, yaitu sebagai antibiotik terhadap kanker dan ginjal,

menghambat perdarahan. Ketiga, terhadap serangga, yaitu sebagai daya tarik

untuk melakukan penyerbukan.

Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan, sehingga

sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk

(51)

mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik. Dalam beberapa kasus, flavonoid

dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari

mikroorganisme seperti bakteri atau virus (Harborne, 1987).

Terpenoid

Pereaksi yang digunakan pada pengujian terpenoid adalah

Liberman-Burchard dan Cerik Sulfat. Perubahan warna yang terjadi apabila dicampurkan

dengan pereaksi Liberman-Burchard menunjukkan warna larutan menjadi hijau

kebiruan. Sedangkan dengan menggunakan pereaksi Cerik Sulfat menunjukkan

perubahan warna larutan menjadi coklat.

Dari hasil pengujian terpenoid pada tabel 2, maka ekstrak tumbuhan yang

bereaksi dengan pereaksi Liberman-Burchard adalah daun dan batang tumbuhan

Mussaenda glabra yang ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi

hijau kebiruan. Sedangkan dengan menggunakan pereaksi Cerik Sulfat, ekstrak

daun tumbuhan Strobilanthes paniculata dan Didymocarpus corchorifolia

menunjukkan perubahan warna larutan menjadi coklat.

Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik yang juga

terdapat pada lemak atau minyak esensial, yaitu sejenis lemak yang sangat penting

bagi tubuh. Zat-zat terpenoid membantu tubuh dalam proses sintesa organik dan

pemulihan sel-sel tubuh. Banyak senyawa ini yang menghambat pertumbuhan

tumbuhan pesaingnya dan dapat juga bekerja sebagai insektisida atau berdaya

racun terhadap hewan tinggi. Kegunaan terpenoid bagi tumbuhan antara lain anti

(52)

Menurut Widiyati (2005), sebagian besar senyawa triterpenoid mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol sehingga dalam kehidupan sehari-hari banyak

dipergunakan sebagai obat seperti untuk pengobatan penyakit diabetes, gangguan

menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Sedang bagi

tumbuhan yang mengandung senyawa triterpenoid terdapat nilai ekologi karena

senyawa ini bekerja sebagai anti fungus, insektisida, anti pemangsa, anti bakteri

dan anti virus. Selain itu, menurut Kemeda et al (1992), senyawa terpenoid juga

dapat digunakan sebagai obat anti kanker.

Alkaloid

Pengujian alkaloid menggunakan empat pereaksi yaitu Bouchardat,

Wagner, Meyer dan Dragendorff. Perubahan warna larutan yang ditunjukkan oleh

pereaksi Bouchardat adalah coklat, sedangkan dengan pereaksi Wagner

ditunjukkan dengan adanya endapan warna coklat. Untuk pereaksi Meyer,

perubahan warna larutan menjadi putih kekuningan, dan dengan pereaksi

Dragendorff ditunjukkan dengan adanya endapan warna merah bata.

Dari hasil pengujian alkaloid yang ditunjukkan pada tabel 2, bahwa semua

ekstrak tumbuhan yang dicampurkan dengan pereaksi Bouchardat, Wagner dan

Meyer dapat dikatakan tidak bereaksi terhadap pereaksi tersebut. Sedangkan

dengan menggunakan pereaksi Dragendorff, ekstrak tumbuhan yang bereaksi

adalah daun Trevesia cheirantha, daun Psychotaria stipulaceae, ekstrak daun dan

batang Mussaenda glabra, daun Ahimenes longiflora dan kelopak Balanophora

(53)

Alkaloid didefinisikan sebagai senyawa yang bersifat basa, mengandung

atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkaloid seringkali beracun

bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jika

digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Fungsi alkaloid pada tumbuhan

adalah sebagai pengatur tumbuhan, penolak dan pemikat serangga

(Suradikusumah, 1989). Sementara itu manfaatnya bagi manusia adalah sebagai

analgesik (morfina dan kokaina), obat batuk (kodeina), digunakan untuk

membengkakkan pupil pada obat tetes mata, dan sebagai racun bagi hewan

dengan mengakibatkan sirosis hati, tumor hati hingga kematian. Manfaat lain

senyawa alkaloid adalah sebagai penghambat sel-sel kanker (Murningsih, 1998).

Dalam dosis tinggi (nikotin) bersifat toksik dan pernah digunakan sebagai

insektisida, namun dalam dosis rendah dapat bertindak sebagai stimulan terhadap

syaraf otonom. Menurut Yin et al (2007), senyawa alkaloid juga dapat digunakan

sebagai obat anti hepatitis.

Saponin

Pereaksi yang digunakan untuk pengujian saponin adalah Ag+HCl.

Ekstrak tumbuhan yang diuji dengan pereaksi saponin, kemudian larutan dikocok

hingga dapat ditunjukkan dengan adanya buih atau busa permanen selama

beberapa waktu. Dari hasil pengujian saponin pada tabel 5, ekstrak tumbuhan

yang bereaksi adalah ekstrak daun Begonia muricata, daun Trevesia cheirantha,

daun Mussaenda glabra, daun Strobilanthes paniculata, daun Achimenes

(54)

Saponin adalah senyawa aktif dengan permukaan yang kuat yang

menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah

sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer

saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin

telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Peran saponin

pada tanaman sebagai bagian sistem pertahanan dapat menunjukkan aktivitas

alelopati, antimikroba, anti-jamur dan anti serangga. Menurut Hostettmann dan

Martin (1995), saponin mempunyai peranan yang diantaranya adalah antimikroba,

aktivitas terhadap fungi, piscidal activity atau aktivitas terhadap ikan,

moluskisida, insektisida dan antifeedant.

Metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan adalah alkaloid, terpenoid,

flavonoid dan saponin. Senyawa metabolit sekunder tersebut dapat dimanfaatkan

untuk membuat pestisida alami. Untuk pemanfaatan pestisida alami, penggunaan

senyawa alkaloid dan saponin lebih baik. Karena senyawa tersebut mempunyai

aktivitas yang tinggi dan sangat beracun terhadap serangga. Oleh karena itu,

senyawa metabolit sekunder alkaloid dan saponin dari tumbuhan beracun yang

ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus harus dikaji dan di teliti lebih

lanjut seberapa besar komposisi yang baik untuk digunakan sebagai pestisida

alami.

Potensi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus

Tumbuh-tumbuhan yang terdapat di Hutan Pendidikan Gunung Barus

dapat dikatakan masih cukup banyak dan beranekaragam jenisnya. Saat ini

(55)

termasuk dalam kawasan yang dilindungi. Tumbuh-tumbuhan yang ada di

kawasan Hutan Pendidikan Gunung Barus masih banyak yang belum

dimanfaatkan. Dalam ilmu pengetahuan saat ini, banyak cara-cara pemanfaatan

tumbuh-tumbuhan, salah satunya adalah sebagai bahan pembuatan pestisida

alami. Tumbuhan sendiri memiliki sistem pertahanan diri dari serangan serangga

atau predator, sehingga diindikasikan tumbuhan tersebut memiliki senyawa

penting yang menghindarkannya dari serangan hama atau predator. Sehingga

untuk ke depannya, tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Pendidikan

Gunung Barus dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pestisida alami.

Selain dari itu, tumbuh-tumbuhan yang ada di Hutan Pendidikan Gunung

Barus juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Misalnya jenis Begonia

muricata BL dan Achimenes longiflora DC. Jenis tumbuhan ini memiliki bunga

yang sangat cantik dan indah, sehingga sangat menarik untuk dapat dikoleksi

Gambar

Gambar 1. Begonia muricata BL.
Gambar 2. Homalonema singaporensis Regel.
Gambar 3. Balanophora fungosa Forst.
Gambar 4. Trevesia cheirantha Ridl.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat 17 jenis tumbuhan beracun yang diskrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekundernya, diantaranya 10

Pemetaan Batas dan Potensi Alam Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Taman Hutan Raya Bukit Barisan Desa Tongkoh Kabupaten Karo.. Skripsi Program Studi

Hasil penelitian menunjukan terdapat 9 jenis tumbuhan beracun yang di temukan yaitu Apus Tutung ( Clidemia hirta), Modang lalisiak ( Ficus sinuata Thunb), Sitanggis )

Dari 131 jenis tumbuhan di Hutan Lindung Gunung Masarang, terdapat 7 jenis tumbuhan pakan alami monyet hitam Sulawesi dengan kerapatan populasi dan peran dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan potensi tumbuhan beracun, serta analisis metabolit sekunder dari jenis- jenis tumbuhan beracun tersebut

Pengujian fitokimia pada tumbuhan beracun yang ditemukan menunjukan bahwa tumbuhan Sempuyung ( Hibiscus heterophyllus ) dan Krisan ( Crhysantemum Sp. ) mengandung

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II di Taman Hutan Raya Bukit Barisan.. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK

Beberapa jenis tumbuhan beracun mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya. Hanenson (1980) menyatakan bahwa