1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 1990-an sektor industri manufaktur mulai menggantikan peran sektor pertanian sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi kedua sektor tersebut dalam pembentukan Produk Domestik Bruto sejak tahun 1995 hingga sekarang. Menurut Hidayanti dan Kuncoro (2004), kontribusi sektor industri manufaktur pada tahun 1995 sebesar 24,13 persen dan meningkat menjadi 26,16 persen di tahun 2000. Sebaliknya kontribusi sektor pertanian tahun 1995 sebesar 17,14 persen dan menurun pada tahun 2000, yaitu sebesar 17,03 persen. Peningkatan nilai kontribusi ini semakin memantapkan kedudukan sektor manufaktur sebagai engine of growth perekonomian Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan industri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Jika persebaran industri tersebut merata secara spasial, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi juga akan merata di setiap daerah. Akan tetapi pada kenyataannya, pertumbuhan industri tersebut tidak diiringi dengan persebaran industri yang merata secara spasial. Hal ini dikarenakan setiap daerah belum tentu mempunyai syarat-syarat untuk dapat menjadi lokasi industri. Banyak faktor yang diperhitungkan pada saat menentukan suatu lokasi industri. Oleh karena itu industri cenderung berkelompok di suatu daerah tertentu. Fenomena pengelompokkan aktivitas ekonomi pada wilayah tertentu dikenal dengan istilah aglomerasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bale (1984), yang mendefinisikan aglomerasi industri sebagai pengumpulan jenis industri dalam suatu wilayah.
2 perkembangan aktivitas industri pada kota-kota ini (core region) seperti Jakarta dan Bandung cenderung menurun. Sebaliknya aktivitas industri di daerah-daerah pinggiran (fringe region) seperti Bogor, Bekasi dan Tanggerang justru semakin meningkat.
Berkaitan dengan penetapan pusat-pusat pertumbuhan serta hirarki pelayanan, maka ditentukan sistem kota-kota yang berlaku di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) terdiri dari PKN, PKWp, PKLp, PKLd, dan PPK. Berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR, Cikarang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan kegiatan utama berupa industri dan permukiman. Menurut rencana sistem perkotaan Kabupaten Bekasi dalam RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031, Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi perkotaan Cikarang Pusat, sedangkan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) meliputi perkotaan Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Timur. Pengembangan beberapa kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan daya tarik kecamatan di dalam wilayah Kabupaten Bekasi menunjukkan adanya beberapa kota kecamatan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan yaitu Cikarang Pusat, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, dan Cikarang Utara. Keempat kecamatan tersebut mengakomodir aktivitas sosial ekonomi penduduk kota-kota kecamatan lain yang menjadi hinterland-nya.
3 Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan
Usaha Tahun 2013 (Juta/Million Rp). Lapangan
Usaha 2010 2011 2012 2013
Pertanian 2.233.339,67 2.523.637,72 2.690.275,44 3.036.423,03 Pertambangan
dan
Penggalian
1.777.325,22 1.922.218,79 1.756.856,54 1.558.577,92 Industri
Pengolahan 75.037.439,62 81.544.745,73 91.449.277,94 102.673.539,21 Listrik, Gas
dan Air Bersih 2.302.109,32 2.533.408,84 2.774.182,79 3.246.078,41 Bangunan 1.645.158,89 1.865.102,11 2.311.302,78 2.809.997,67 Perdagangan,
Hotel dan Restoran
9.424.761,75 10.692.526,06 12.118.726,43 14.069.134,67 Pengangkutan
dan
Komunikasi
1.666.072,72 1.866.135,85 2.054.348,22 2.399.237,26 Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
1.306.609,45 1.468.226,72 1.591.333,27 1.820.346,00
Jasa-Jasa 2.133.905,64 2.357.284,62 2.593.518,34 2.934.951,96 TOTAL 97.526.722,28 106.773.286,44 119.339.821,75 134.548.286,13 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.
4 Tabel 1.2 Kontribusi PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku
menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 (%). Lapangan
Usaha 2010 2011 2012 2013
Pertanian 2,28 2,36 2,25 2,25
Pertambangan dan
Penggalian
1,82 1,80 1,47 1,15
Industri
Pengolahan 76,94 76,37 76,62 76,30
Listrik, Gas
dan Air Bersih 2,36 2,37 2,32 2,41
Bangunan 1,68 1,74 1,93 2,08
Perdagangan, Hotel dan Restoran
9,66 10,01 10,15 10,45
Pengangkutan dan
Komunikasi
1,70 1,74 1,72 1,78
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1,33 1,37 1,33 1,35
Jasa-Jasa 2,18 2,20 2,17 2,18
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014. (diolah)
5 Internasional (ZONI) yang memiliki fasilitas khusus di bidang perpajakan, infrastruktur, keamanan dan fiskal. Tahun 2006 dan 2013 dipilih oleh peneliti karena pada tanggal 6 Desember 2006 Gubernur Provinsi Jawa Barat Danny Setiawan meresmikan perancangan pembangunan infrastruktur serta kesepakatan bersama antara Departemen Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan PT Jasa Marga (Persero) mengenai Zona Ekonomi Internasional (ZONI) yang terdiri dari 7 kawasan industri diatas. Sedangkan tahun 2013 dipilih oleh peneliti karena data terakhir yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi tentang daftar perusahaan industri adalah tahun 2013.
6 1.2 Perumusan Masalah
Cikarang mengalami perkembangan aktivitas industri pengolahan yang sangat pesat dilihat dari banyaknya kawasan industri yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi belum ada penelitian yang menjelaskan aktifitas pengelompokkan industri di Cikarang sebagai indikator aglomerasi, serta perkembangan wilayah aglomerasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha menjawab pertanyaan:
1. Bagaimana perkembangan aglomerasi industri pengolahan di Cikarang antara tahun 2006 dan 2013.
2. Bagaimana karakteristik aglomerasi industri pengolahan di Cikarang tahun 2006 dan 2013.
1.3 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan aglomerasi industri pengolahan di Cikarang antara tahun 2006 dan 2013 dan mengetahui karakteristik aglomerasi industri pengolahan di Cikarang tahun 2006 dan 2013. 1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan di atas, diperlukan sasaran sebagai landasan dan arah dalam melakukan tahapan-tahapan yang terdapat di dalam penelitian ini, berikut adalah sasarannya:
- Mengidentifikasi perkembangan aglomerasi industri pengolahan di Cikarang antara tahun 2006 dan 2013.
7 1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua yakni, ruang lingkup wilayah yang menjelaskan batasan pembahasan penelitian berdasarkan batas geografis dan ruang lingkup materi yang menjelaskan tentang batasan pembahasan berdasarkan batas kajian ilmu.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah yang membatasi penelitian ini adalah seluruh lahan terbangun kawasan industri yang terletak di wilayah perkotaan Cikarang Kabupaten Bekasi yang tersebar diberbagai kecamatan yakni, Kecamatan Cikarang Utara, Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Barat, Kecamatan Cikarang Timur dan Kecamatan Cikarang Pusat, lihat Gambar 1.1.
8 1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang membatasi penelitian ini adalah: 1) Industri
Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri pengolahan, yaitu cabang industri yang mencakup segala kegiatan pengumpulan, peningkatan terhadap kegunaan melalui perubahan bentuk serta pengiriman komoditi yang lebih berharga ke tempat lain (Daldjoeni, 1986).
2) Industri Pengolahan
Industri pengolahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri pengolahan skala besar dan menengah. Industri pengolahan skala besar dan menengah merupakan industri yang termasuk Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI) pada Daftar Perusahaan Industri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pemerintah Kabupaten Bekasi.
3) Jenis Industri
Jenis industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggolongan industri berdasarkan komoditinya. Klasifikasi jenis industri yang digunakan mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Dalam penelitian ini digunakan KBLI dua dijit.
4) Kepadatan Industri
Tingkat kepadatan industri menunjukkan banyaknya jumlah industri yang terdapat pada suatu daerah. Dalam penelitian ini tingkat kepadatan industri ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah perusahaan yang terdapat pada sebuah daerah yang akan dikelompokkan kedalam grid berukuran 1x1 km2.
5) Aglomerasi Industri
9 6) Wilayah Aglomerasi
Wilayah aglomerasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh garis khayal yang memiliki karakteristik tertentu dengan adanya pengelompokkan aktivitas industri di dalamnya. Dalam penelitian ini wilayah aglomerasi digambarkan pada grid berukuran 1x1 km2 yang mempunyai lebih dari 2 perusahaan di dalamnya.
7) Karakteristik Wilayah Aglomerasi
Karakteristik wilayah aglomerasi yang dimaksud adalah gambaran wilayah aglomerasi yang dilihat berdasarkan jumlah perusahaan industri, jumlah tenaga kerja, jumlah jenis industri, luas wilayah, tingkat kepadatan industri, tingkat kepadatan tenaga kerja, dan aksesibilitas.
8) Perkembangan Wilayah Aglomerasi
10 1.5 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah/ilmu atau dapat dikatakan juga sebagai cara sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan. Berikut adalah penjelasan tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
1.5.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian yang dilakukan ini tergolong ke dalam penelitian kuantitatif perkembangan suatu objek menurut pola dan urutan berdasarkan fungsi waktu. Untuk dapat mengetahui perkembangan tersebut dibutuhkan suatu data dari rentang waktu tertentu sampai batas waktu tertentu atau yang biasa disebut dengan data time series.
1.5.2 Metode Penelitian
Metode analisis deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan persebaran industri pengolahan, mengetahui lokasi terjadinya aglomerasi, serta karakteristik wilayah aglomerasi industri pengolahan di Kabupaten Bekasi.
1) Variabel-Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Jumlah perusahaan industri
b. Jumlah tenaga kerja industri c. Jumlah jenis industri
11 2) Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh data primer dan data sekunder.
Data Primer
Data Primer yang akan diperoleh untuk penelitian ini langsung dari sumbernya dengan cara observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Observasi dilakukan pada lahan industri terbangun di Cikarang Kabupaten Bekasi berupa gambar atau foto kawasan industri eksisting dengan kegunaan sebagai bukti dasar dalam uji verifikasi lapangan.
Data Sekunder
Data sekunder yang akan diperoleh untuk penelitian ini melalui literatur atau studi pustaka yang berkaitan dengan wilayah penelitian. Data sekunder juga dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait berupa hardcopy maupun softcopy. Untuk lebih jelasnya mengenai data-data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian.
No Data Bentuk
Data Sumber Data
1 Peta Administrasi Kabupaten Bekasi
Dokumen
dan Peta BPS dan BAPPEDA
2 Peta Guna Lahan Peta BPS dan BAPPEDA
3
Jumlah Perusahaan Industri Pengolahan skala Besar dan Menengah
Dokumen
Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 4 Jumlah Tenaga Kerja Industri di
Kabupaten Bekasi Dokumen
Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
5 Jaringan Jalan Peta BAPPEDA
6 Informasi Klasifikasi Jaringan
Jalan Dokumen BPS
7 Klasifikasi Jenis Industri
Berdasarkan KBLI Dokumen BPS
12 3) Teknik Analisis
Penelitian ini menggunakan berbagai macam teknik analisis yang penjelasannya dibedakan berdasarkan hasil (output) dari analisis tersebut, berikut adalah penjelasannya:
a. Melakukan proses digitasi pada Peta Administrasi Kabupaten Bekasi menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.2, untuk menentukan batas daerah penelitian.
b. Melakukan proses plotting menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.2 untuk mendapatkan informasi sebaran perusahaan industri pengolahan besar dan menengah di Cikarang Kabupaten Bekasi tahun 2006 dan 2013. Informasi sebaran perusahaan industri tersebut mengacu pada Data Perusahaan Industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pemerintah Kabupaten Bekasi.
c. Mengelompokkan jenis-jenis industri berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dua dijit.
d. Membuat grid dengan ukuran 1x1 km2 yang disesuaikan dengan skala peta.
e. Membuat peta klasifikasi tingkat kepadatan industri di Kabupaten Bekasi pada tahun 2006 dan 2013 dengan menggunakan grid dengan ukuran 1x1 km2. Menurut Shidiq (2009), tingkat kepadatan industri tiap grid didapatkan dengan menggunakan rumus:
�ℎ � �ℎ��
� �
13 Tabel 1.4 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Industri.
Tingkat Kepadatan Nilai (Industri/km2)
Rendah 1-2
Sedang 3-7
Tinggi 8-11
Sumber: Pengolahan Data, 2016.
f. Membuat peta klasifikasi tingkat kepadatan tenaga kerja industri di Cikarang Kabupaten Bekasi pada tahun 2006 dan 2013 dengan menggunakan grid dengan ukuran 1x1 km2.
Tingkat kepadatan tenaga kerja industri didapatkan dengan menggunakan rumus:
�ℎ � ��� �
� �
Hasil klasifikasi berdasarkan sebaran data, adalah sebagai berikut: Tabel 1.5 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Tenaga Kerja Industri.
Tingkat Kepadatan Nilai (Orang/km2)
Rendah 1-300
Sedang 301-550
Tinggi 551-1405
Sumber: Pengolahan Data, 2016.
g. Mendeskripsikan tiap wilayah tingkat kepadatan industri berdasarkan jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah jenis industri pada tahun 2006 dan 2013.
14 1.6 Kerangka Pemikiran
Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pemikiran Aktivitas Industri di
wilayah perkotaan Cikarang Tenaga Kerja Industri Pengolahan Tahun 2006 dan 2013 Jumlah Jenis Industri Pengolahan Tahun 2006 dan 2013 Persebaran Perusahaan Industri Tahun 2006 dan 2013 Perusahaan Industri Pengolahan Jaringan Jalan Tingkat Kepadatan Tenaga Kerja Tahun 2006 dan 2013 Tingkat Kepadatan Industri Tahun2006 dan 2013 Aglomerasi Industri Pengolahan
Karakteristik Aglomerasi Industri Pengolahan di Cikarang Kabupaten
15 1.7 Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup atau batasan wilayah dan materi, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, serta sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka berisikan tentang industri, industri pengolahan, pengelompokan industri, kriteria industri, konsep dan teori aglomerasi, aglomerasi industri, karakteristik wilayah aglomerasi industri, serta penelitian terdahulu.
BAB III: GAMBARAN UMUM
Pada bab ini berisikan gambaran umum daerah atau wilayah penelitian tentang kondisi geografis, kondisi fisik dan non fisik, kondisi industri pengolahan di Cikarang Tahun 2006, kondisi industri pengolahan di Cikarang Tahun 2013, serta kondisi perindustrian pengolahan.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan mengenai analisis atau penyelesaian dari data yang ada yang akan dibahas secara terperinci.
16 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya (PP. No. 24 tahun 2009). Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
2.2 Industri Manufaktur/Pengolahan
Kegiatan manufaktur mencakup proses perubahan bentuk suatu barang menjadi lebih berguna dan bernilai. Barang yang dirubah bentuknya dapat berasal dari sumber primer (seperti bahan tambang) atau produk-produk yang telah mengalami proses fabrikasi sebelumnya (produk-produk sekunder, seperti pipa aluminium). Barang-barang yang digunakan pada proses manufakturisasi tahap pertama disebut dengan bahan mentah (raw material). Proses tersebut menghasilkan barang setengah jadi (semifinished goods), yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Perubahan secara mekanik atau kimiawi dapat digolongkan sebagai proses manufakturisasi. Persyaratan lain yang harus dipenuhi sebagai proses manufakturisasi adalah barang yang diproduksi tidak dapat dibuat menurut pesanan (custom-made). Barang tersebut juga diproduksi untuk dijual dalam partai besar. Secara umum pada proses menufakturisasi digunakan peralatan menggunakan tenaga, aktifitasnya pun berjalan pada suatu fasilitas yang spesifik (Hartshorn, 1980).
17 jumlah/besarnya modal, serta (4) nilai tambah. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui kekuatan dan kelemahan suatu industri.
Industri manufaktur juga digolongkan berdasarkan jenis kegiatannya. Penggolongan atau klasifikasi industri telah terstandarisasi dan dikenal dengan Standart Industrial Classification (SIC). Di Indonesia dikenal dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI (lihat Tabel 2.1). Penggolongan industri tersebut dibagi ke dalam beberapa tingkatan mulai dari dua dijit hingga lima dijit.
Tabel 2.1 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2005 (dua dijit).
KBLI Jenis Industri
15 Makanan dan Minuman 16 Pengolahan Tembakau 17 Tekstil
18 Pakaian Jadi
19 Kulit dan barang dari kulit
20 Kayu, barang-barang dari kayu (tidak termasuk furniture), dan barang-barang anyaman
21 Kertas dan barang-barang dari kertas
22 Penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman 23
Batu bara, pengilangan minyak bumi, dan pengolah gas bumi, barang-barang dari hasil pengilangan minyak bumi, dan bahan bakar nuklir
24 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 25 Karet dan barang dari karet
26 Barang galian bukan logam 27 Logam dasar
28 Barang-barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya 29 Mesin dan perlengkapannya
30 Mesin dan peralatan kantor, akutansi, dan pengolahan data 31 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
32 Radio, televisi, dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya 33 Peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan
optik, jam, dan lonceng 34 Kendaraan bermotor
35 Alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih 36 Furnitur dan industri pengolahan lainnya
37 Daur ulang
18 2.3 Pengelompokan Industri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi
manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial.
Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam
industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju
tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak
jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha
tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda.
Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu
berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi
yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara
tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi,
maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
Menurut Menteri Perindustrian Republik Indonesia dalam Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Setiap pendirian Perusahaan Industri
wajib memiliki Izin Usaha Industri (IUI), kecuali bagi industri kecil. Industri kecil
wajib memilki Tanda Daftar Industri (TDI), yang diberlakukan sama dengan IUI.
Adapun makna dari kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Izin Usaha Industri (IUI) adalah izin yang wajib diperoleh untuk mendirikan perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha diatas Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
19 Disamping itu, menurut Badan Pusat Statistik (2002), pengelompokan industri dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan kriteria masing-masing. Adapun pengelompokan industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan
menjadi:
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri
tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan
industri pengolahan rotan.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki
keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji
kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil,
20 2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan
industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri
yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry),
yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk,
terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu
industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri
semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk
di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri
BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di
tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan
dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan
pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry),
yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri
ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan
pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri
elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
3. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan
Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat
produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan
industri percetakan.
b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk
dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri
21 4. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), yaitu industri
yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha
nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata,
dan industri makanan dan minuman.
b. Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu industri yang
modalnya berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri
komunikasi, industri perminyakan, dan industri pertambangan.
c. Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang
modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya:
industri otomotif, industri transportasi, dan industri kertas.
5. Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian
Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:
modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara
pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil,
teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari
kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya
masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative
besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200
orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas
(berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri
mainan anak-anak.
c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar,
teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam
jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau
internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
22 6. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian
industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986
yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun
pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
a. Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang
besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri
yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1. Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri
bahan kimia tekstil.
2. Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat,
dan industri kaca.
3. Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri
pestisida.
4. Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan
industri ban.
b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam
menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang
termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1. Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin
traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2. Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu,
buldozer, excavator, dan motor grader.
3. Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin
gergaji, dan mesin pres.
4. Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.
5. Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
6. Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan gerbong.
7. Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan
23 8. Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
9. Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri
alumunium, dan industri tembaga.
10.Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
11.Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi,
peralatan pabrik, the blower, dan kontruksi.
c. Aneka Industri (AI)
Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan
bermacammacam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk
industri ini adalah sebagai berikut:
1. Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2. Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan
mesin jahit, televisi, dan radio.
3. Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik,
obatobatan, dan pipa.
4. Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam
dan makanan kemasan.
5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu
lapis, dan marmer.
d. Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja
sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga,
misalnya: industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari
tanah (gerabah).
e. Industri pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari
kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya:
pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan,
arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam
(misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan
kehutanan), dan wisata kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat
24 2.4 Kriteria Industri Dagang Kecil, Menengah, dan Besar
Menurut Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Kriteria Industri dibagi menjadi 3 yakni:
1. Industri Kecil dan Dagang Kecil
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, definisi usaha kecil termasuk industri dan dagang kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Memiliki kekayaan paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau:
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
2. Usaha Menengah
Sesuai dengan Inpres Nomor 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah menyebutkan usaha menengah adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah). 3. Industri Besar
Yang dimaksud dengan industri besar adalah industri dengan kriteria di luar kriteria di atas.
2.5 Konsep dan Teori Aglomerasi
25 pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimalisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi (Montgomery, 1988).
Pengertian ekonomi aglomerasi juga berkaitan dengan eksternalitas kedekatan geografis dari kegiatan – kegiatan ekonomi, bahwa ekonomi aglomerasi merupakan suatu bentuk dari eksternalitas positif dalam produksi yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan suatu kota (Bradley and Gans, 1996 dalam Matitaputty 2010). Sementara Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2002). Selanjutnya dengan mengacu pada beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aglomerasi merupakan konsentrasi dari aktifitas ekonomi dan penduduk secara spasial yang muncul karena adanya penghematan yang diperoleh akibat lokasi yang berdekatan.
Menurut Sitorus (1997), teori aglomerasi terbentuk berdasarkan konsep analisis lokasi industri perkotaan. Teori tersebut menyatakan bahwa areal industri cenderung mengarah kepada pusat kota yang terbesar. Teori aglomerasi juga lebih menekankan pada perspektif pengembangan ekonomi sebagai faktor utama kegiatan industri yang terkonsentrasi. Hal inilah yang membedakan teori industri dengan teori konsentrasi.
a. Teori Neo Klasik
26 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aglomerasi
Purwaningsih (2011) dalam penelitiannya menguji trend konsentrasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur besar dan sedang di Jawa Barat, dari hasil analisis menyatakan bahwa konsentrasi industri yang semakin meningkat (terkonsentrasi) kurang sejalan dengan ketimpangan ekonomi antar wilayah di Jawa Barat. Banyak terdapat daerah konsentrasi industri, namun dampak yang muncul adalah adanya ketimpangan antar daerah yang tinggi, hal ini mengindikasikan adanya interkoneksi antar daerah yang kurang bagus. Selain itu Purwaningsih (2011) juga menyatakan faktor-faktor yang secara positif mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur di Jawa Barat yaitu ukuran perusahaan, keanekaragaman industri, kepemilikan modal asing, besarnya pasar dan insfrastruktur jalan. Orientasi ekspor dan impor, konsumsi listrik dan indeks persaingan (struktur pasar) tidak berpengaruh secara statistik terhadap aglomerasi. Pada penelitian Landiyanto (2005) variabel independen meliputi Indeks konsentrasi spasial yaitu Location Quotient dan Indeks Spesialisasi, kemudian dilakukan komparasi antara indeks konsentrasi spasial tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang signifikan, pasar domestik akan mempengaruhi lokasi industri yaitu bahwa semakin padat penduduk suatu daerah akan menarik konsentrasi produksi manufaktur. Pendapatan per kapita merupakan salah satu alat ukur yang sederhana untuk melihat tingkat daya beli masyarakat. Peningkatan pendapatan per kapita suatu daerah akan mendorong terkonsentrasinya industri manufaktur pada daerah tersebut khususnya industri yang berorientasi pada pasar.
27 2.6 Aglomerasi Industri
Aglomerasi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan pengusaha. Industri cenderung beraglomerasi (Ngayuningsari, 2001). Hal ini disebabkan karena aktivitas industri yang terkonsentrasi pada suatu wilayah akan memberikan keuntungan kolektif daripada industri yang terisolasi pada suatu wilayah (Smith, 1981).
Keuntungan kolektif yang mungkin terjadi adalah adanya jumlah tenaga kerja yang cukup banyak dengan keahlian khusus atau adanya suatu institusi pendidikan khusus yang dapat memenuhi kebutuhan industri akan tenaga kerja. Suatu perusahaan mungkin dapat mengembangkan riset secara bersamaan ataupun mengorganisasi system pemasarannya. Suatu kota atau wilayah yang terspesialisasi dalam suatu jenis industri biasanya akan memiliki pabrik pembuatan mesin dan perawatannya; persediaan komponen; sarana pengankutan; ataupun aktivitas lainnya yang mendukung penyediaan barang-barang produksi dan pemasaran dari industri tersebut (Smith, 1981).
2.7 Karakteristik Wilayah Aglomerasi Industri
Karakteristik wilayah aglomerasi industri merupakan gambaran wilayah aglomerasi yang terlihat pada fenomena aglomerasi industri di suatu daerah. Karakteristik wilayah aglomerasi industri dapat dilihat berdasarkan komponen-komponen aktivitas industri antara lain adanya perusahaan industri, tenaga kerja, jumlah jenis industri, serta limpahan ilmu pengetahuan (knowledge spillover).
Ngayuningsari (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, aglomerasi industri dapat dilihat dari jumlah industri yang ada pada suatu daerah. Pada wilayah aglomerasi, jumlah industri tinggi atau dapat dikatakan mempunyai tingkat kepadatan industri yang tinggi. Tinggi jumlah industri tersebut dikarenakan industri-industri tersebut berlokasi secara berdekatan, guna mengurangi biaya produksi serta meningkatkan pasar produksi.
28 menjelaskan apa yang disebut dengan “labor pooling”, yang disebabkan oleh perusahaan/industri yang berlokasi berdekatan satu dengan lainnya (Ellison, 2007). Sementara itu Smith (1981) menjelaskan bahwa industri yang terkonsentrasi dapat menyebabkan berkumpulnya tenaga kerja dengan keahlian khusus yang sesuai dengan kebutuhan industri di sekitarnya. Hal ini tentunya akan mengurangi biaya untuk melatih para pekerja tersebut.
29 2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan tema aglomerasi sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berikut tabel yang terkait dengan penelitian ini: Tabel 2.2 Penelitian Terkait Aglomerasi Industri.
Penulis Judul Tahun Variabel Kesimpulan
Ngayuningsari Identifikasi Fenomena Aglomerasi di Kabupaten Bogor 1976-1996
2001 Jumlah
Industri/Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah industri/perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang tinggi pada suatu daerah merupakan indikasi terjadinya aglomerasi industri pada daerah tersebut Hidayanti dan
Kuncoro
Konsentrasi Geografis Industri Manufaktur Pada Greater Jakarta dan Bandung tahun 1980-2000
2004 Jumlah Industri
Nilai Tambah
Jumlah Tenaga Kerja
Wilayah Jakarta dan Bandung telah menjadi suatu daerah aglomerasi dilihat dari persebaran industri manufakturnya dengan menggunakan variabel jumlah industri, nilai tambah, dan jumlah tenaga kerja
Erlangga Agustino Ladiyanto
Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur: Tinjauan Empiris di Kota Surabaya
2005 Jumlah Tenaga Kerja
Indeks Konsentrasi Spasial
Industri manufaktur di Kota Surabaya terkonsentrasi di dua kecamatan yang didamnya terdapat kawasan industri yaitu Kecamatan Rangkut dan Kecamatan Tandes. Konsentrasi spasial yang terjadi di dua kecamatan tersebut menciptakan penghematan
lokalisasi dan penghematan urbanisasi dan mendorong pertumbuhan industri Kota Surabaya secara
keseluruhan Shidiq Karakteristik Wilayah
Aglomerasi Industri Manufaktur di Kota Tanggerang Tahun 1998 dan 2006
Jumlah Perusahaan Industri
Jumlah Tenaga Kerja
Jaringan Jalan
31 III. GAMBARAN UMUM
3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABOTEDABEKPUNJUR, Kota Cikarang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan kegiatan utama berupa industri dan permukiman. Sedangkan menurut rencana sistem perkotaan Kabupaten Bekasi, yaitu:
a) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabekpunjur, meliputi perkotaan Tarumajaya, Setu, dan Tambun Selatan;
b) Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi perkotaan Cikarang Pusat, Cibarusah, Sukatani dan Cibitung;
c) Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) meliputi, perkotaan Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Timur;
d) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) melputi perkotaan Serang Baru, Bojomangu, Kedungwaringin, Karang Bahagia, Tambelang, Pebayuran, Babelan, Tambun Utara, Sukakarya, Cabangbungin, Muaragembong dan Sukangi;
e) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi, Nagasari, Hegarmukti, Sukabungah, Cibarusah kota, Serang, Sukaragam, Cibening, Tamansari, Tanjungbaru, Karang Satria, Bahagia, Pusaka Rakyat, Pantai Bahagia, Sindang Jaya, Sukamantri, Karanghaur, Karang Mukti, Karang Mekar, Sukatenang, Sukamulya (lihat Gambar 3.1).
32 Untuk mendistribusikan pembangunan di wilayah Kabupaten Bekasi, dibutuhkan pusat-pusat yang mendukung perkembangan tiap zona wilayah. Dengan pertimbangan utama keseimbangan dan daya dukung wilayah. Pengembangan beberapa kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah, berdasarkan daya tarik masing-masing kota kecamatan, kondisi eksisting aktivitas interaksi antar kota kecamatan di dalam wilayah Kabupaten Bekasi menunjukkan adanya beberapa kota kecamatan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan, yaitu: Cikarang Pusat, Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Setu, Cibitung dan Tarumajaya. Kedelapan kecamatan tersebut mengakomodir aktivitas sosial ekonomi penduduk kota-kota kecamatan lain yang menjadi hinterland-nya.
Sebagaimana yang tertulis pada RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031 tentang Rencana Perwilayahan Pembangunan, adapun pembagian Wilayah Pengembangan (WP) Kabupaten Bekasi yang terdiri atas 4 WP, adalah sebagai berikut:
a) Wilayah Pengembangan I yaitu Bekasi bagian tengah, dengan pusat di perkotaan Tambun dan meliputi wilayah pelayanan Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur, dan Cikarang Selatan;
b) Wilayah Pengembangan II yaitu Bekasi bagian selatan, dengan pusat di perkotaan Sukamahi dan meliputi wilayah pelayanan Cikarang Pusat, Setu, Serang Baru, Cibarusah, dan Bojongmangu;
c) Wilayah Pengembangan III yaitu Bekasi bagian timur, dengan pusat di perkotaan Sukamulya dan meliputi wilayah pelayanan Sukatani, Karang Bahagia, Pebayuran, Sukakarya, Kedungwaringin, Tambelang, Sukawangi, dan Cabangbungin;
33 Tabel 3.1 Orde Kota Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031.
No
Wilayah Pengembangan
(WP)
Kecamatan Pusat
WP Fungsi WP
1
I
Tambun Selatan ● Pengembangan industri, perdagangan dan jasa, perumahan dan
permukiman, pariwisata dan pendukung kegiatan industri
2 Cibitung
3 Cikarang Timur
4 Cikarang Barat
5 Cikarang Utara
6 Cikarang Selatan
7
II
Cikarang Pusat ● Pengembangan pusat pemerintahan kabupaten, industri, perumahan dan permukiman skala besar, pertanian dan pariwisata
8 Cibarusah
9 Bojongmangu
10 Setu
11 Serang Baru
12
III
Sukatami ● Pengembangan pertanian
lahan basah, perumahan dan permukiman
13 Pebayuran
14 Sukakarya
15 Tambelang
16 Sukawangi
17 Cabangbungin
18 Karang Bahagia
19 Kedungwaringin
20
IV
Trumajaya ● Pengembangan wilayah, simpul transportasi laut dan udara, pertambangan, perumahan dan
permukiman, pertanian lahan basah dan pelestarian kawasan hutan lindung
21 Muaragembong
22 Babelan
23 Tambun Utara
Sumber: RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2013.
34 Gambar 3.1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bekasi. (RTRW Kabupaten
35 Gambar 3.2 Peta Rencana Wilayah Pengembangan Kabupaten Bekasi. (RTRW
36 Gambar 3.3 Peta Rencana Rencana Pola Ruang Kabupaten Bekasi. (RTRW
37 3.2 Kondisi Geografis Cikarang
3.2.1 Administrasi
Cikarang adalah ibukota Kabupaten Bekasi yang diresmikan pada tanggal 6 Juni 2004, dan juga merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi). Luas wilayah perkotaan Cikarang mencapai 243,8 km2 yang terbagi menjadi 5 kecamatan diantaranya yaitu kecamatan Cikarang Pusat dengan luas wilayah 47,60 km2, Cikarang Barat dengan luas wilayah 52,78 km2, Cikarang Timur dengan luas wilayah 50,63 km2, Cikarang Utara dengan luas wilayah 43,30 km2 dan Cikarang Selatan dengan luas 49,49 km2 di Kabupaten Bekasi (BPS, 2015). Adapun batas-batas administrasi Cikarang tahun 2013, antara lain (lihat Peta 1):
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukatani dan Kecamatan Cikarang Bahagia Kabupaten Bekasi.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tambun Selatan Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Serang Baru dan Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.
39 3.3 Kondisi Fisik dan Non Fisik
3.3.1 Topografi
Wilayah perkotaan Cikarang rata-rata berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut. Bagian Utara memiliki rata-rata ketinggian 11-16 meter di atas permukaan laut seperti Kecamatan Cikarang Utara, sedangkan Bagian Selatan memiliki rata-rata ketinggian 15 meter di atas permukaan laut. Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagian besar wilayah perkotaan Cikarang mempunyai tingkat kemiringan tanah yang tergolong landau yaitu sebesar 10o-25o (BPS, 2015). 3.3.2 Guna Lahan
Cikarang merupakan ibukota kabupaten bekasi dengan luas wilayah 243,8 km2. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbagun kota. Data terakhir tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di wilayah perkotaan Cikarang pada setiap kecamatan meliputi (lihat Peta 2):
1. Kecamatan Cikarang Utara (BPS, 2015f):
Sawah Irigasi (260 Ha)
Sawah Non Irigasi (108 Ha)
Pertanian Non Sawah (257 Ha)
Non Pertanian (2980 Ha)
2. Kecamatan Cikarang Barat (BPS, 2015g):
Perumahan (2071,47 Ha)
Sawah (126 Ha)
Ladang/Tegalan (67 Ha)
Industri (2556,13 Ha)
3. Kecamatan Cikarang Selatan (BPS, 2015h):
Sawah Irigasi (54 Ha)
Sawah Non Irigasi (486 Ha)
Pertanian Non Sawah (80 Ha)
40 4. Kecamatan Cikarang Timur (BPS, 2015i):
Sawah Irigasi (15 Ha)
Sawah Non Irigasi (5 Ha)
Pertanian Non Sawah (5 Ha)
Non Pertanian (24 Ha)
5. Kecamatan Cikarang Pusat (BPS, 2015j):
Sawah Irigasi (0 Ha)
Sawah Non Irigasi (518 Ha)
Pertanian Non Sawah (499 Ha)
42 3.3.3 Jumlah Penduduk dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk Cikarang mencapai 1.791.250 jiwa (BPS, 2015). Tiap kilometer rata-rata dihuni oleh 7.347 jiwa, dan Kecamatan Cikarang Utara menduduki daerah terpadat dengan jumlah penduduk 6.205 jiwa/km2. Jumlah penduduk terbanyak adalah kelompok umur produktif (15-64) dengan rasio ketergantungan sebesar 36,41% (tiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 36 orang penduduk non produktif) (BPS, 2015a).
3.3.4 Sektor Industri
43 Gambar 3.6 Grafik Persentase Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri di Cikarang Tahun 2011. (Dinas Perindustrian Perdagangan
Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi, 2011)
Berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Bekasi, Cikarang termasuk dalam Wilayah Pengembangan (WP) I, arah fungsi WP I diarahkan dengan fungsi utama pengembangan industri, perdagangan dan jasa, perumahan dan pemukiman, pariwisata dan pendukung kegiatan industri. Kawasan peruntukan industri di Kabupaten Bekasi sebesar 23.437 Ha, meliputi; Industri Besar, Industri Menengah, Industri Mikro dan Rumah Tangga.
Persentase
Makanan, minuman dan tembakau 7.23
Tekstil, pakaian jadi dari kulit 7.94
Kayu dan rumah tangga dari kayu 3.67
Kertas, percetakan dan penerbitan 4.85
Kimia, minyak bumi, dan batu bara 21.45
Barang-barang galian bukan logam 3.79
Logam Dasar 3.32
Logam, mesin, dan perlengkapannya 46.33
Industri pengolahan lainnya 1.42
7.23 7.94 3.67 4.85 21.45 3.79 3.32 46.33 1.42 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
44 3.4 Kondisi Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2006 (data tahun
2006 dan 2007)
Berdasarkan data yang diperoleh dari daftar perusahaan industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi tahun 2006 dan 2007, tercatat sebanyak 120 perusahaan industri terdapat pada wilayah penelitian. Jika diklasifikasikan berdasarkan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dimana 5>19 orang (industri kecil), 20>99 orang (industri menegah) dan 100+ (industri besar) dari 120 perusahaan industri di seluruh Kecamatan Cikarang, terdapat 84 perusahaan industri besar dan menengah dan 35 perusahaan industri kecil/rumah tangga, dan 1 perusahaan industri tidak teridentifikasi.
Secara administratif, 84 perusahaan industri besar dan menengah tersebar di seluruh Kecamatan Cikarang, sebagai berikut (lihat Gambar 3.2):
26 perusahaan atau sekitar 31% berlokasi di Kecamatan Cikarang Utara
34 perusahaan atau sekitar 41% berlokasi di Kecamatan Cikarang Selatan
20 perusahaan atau sekitar 24% berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat
2 perusahaan atau sekitar 2% berlokasi di Kecamatan Cikarang Timur
2 perusahaan atau sekitar 2% berlokasi di Kecamatan Cikarang Pusat
45 Gambar 3.7 Grafik Presentase Industri Besar dan Menengah di Cikarang Tahun 2006 (data tahun 2006 dan 2007). (Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan
UMKM Kabupaten Bekasi, 2007) 3.5 Kondisi Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2013
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi, tercatat jumlah perusahaan industri di Cikarang pada tahun 2013 kurang lebih mencapai 666 perusahaan industri. Jika dilihat secara administratif sebanyak 461 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Selatan, 99 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Utara, 19 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Timur, 26 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Pusat, dan 61 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat.
Pengolahan data klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dimana 5>19 orang (industri kecil), 20>99 orang (industri menegah) dan 100+ (industri besar) dari 666 perusahaan industri di seluruh Kecamatan Cikarang, terdapat 152 perusahaan industri besar dan menengah, 73 perusahaan industri kecil, dan 438 perusahaan industri tidak teridentfikasi. Tidak teridentifikasinya perusahaan industri tersebut dikarenakan minimnya data yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM dan juga dikarenakan perusahaan bangkrut atau berpindah lokasi.
Cikarang Utara 31%
Cikarang Selatan 41% Cikarang Barat
24% Cikarang Timur
2%
Cikarang Pusat 2%
46 Secara administratif, 152 perusahaan industri besar dan menengah tersebar di seluruh Kecamatan Cikarang, sebagai berikut (lihat Gambar 3.3):
39 perusahaan atau sekitar 26% berlokasi di Kecamatan Cikarang Utara
62 perusahaan atau sekitar 41% berlokasi di Kecamatan Cikarang Selatan
33 perusahaan atau sekitar 22% berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat
8 perusahaan atau sekitar 5% berlokasi di Kecamatan Cikarang Timur
10 perusahaan atau sekitar 6% berlokasi di Kecamatan Cikarang Pusat
[image:46.595.115.511.324.532.2]Pada tahun 2013 terdapat 15174 orang Tenaga Kerja Indonesia dan 9 orang Tenaga Kerja Asing yang bekerja pada perusahaan-perusahaan industri besar dan menengah.
Gambar 3.8 Grafik Presentase Industri Besar dan Menengah di Cikarang Tahun 2013. (Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi,
2013)
Cikarang Utara 26%
Cikarang Selatan 41% Cikarang Barat
22% Cikarang Timur
5%
Cikarang Pusat 6%
47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Persebaran Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2006
Dari hasil pengamatan lapang, sebanyak 84 perusahaan industri besar dan menengah yang masih berdiri hingga tahun 2006 telah dipetakan dalam penelitian ini (lihat Peta 3). Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan persebaran industri Pengolahan besar dan menengah di Cikarang pada tahun 2006.
49 Gambar 4.2 Grafik Presentase Perusahan Industri di Cikarang Tahun 2006 Hasil
Pengamatan. (Daftar Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2006, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi dan
[image:49.595.112.512.82.288.2]Pengolahan Data)
Tabel 4.1 Jumlah Perusahaan Industri, Jumlah Tenaga Kerja, dan Jumlah Jenis Industri di Cikarang Tahun 2006.
Kecamatan
Jumlah Perusahaan
Industri
Tenaga Kerja Jumlah Jenis Industri
Cikarang Utara 26 3145 12
Cikarang Selatan 34 2682 10
Cikarang Barat 20 3560 10
Cikarang Timur 2 100 1
Cikarang Pusat 2 117 -
JUMLAH 84 9604 33
Sumber: Data Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2006, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi.
Cikarang Utara 31%
Cikarang Selatan 41% Cikarang Barat
24% Cikarang Timur
2%
Cikarang Pusat 2%
50 4.2 Persebaran Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2013
Berdasarkan hasil pengamatan, sebanyak 142 perusahaan industri besar dan menengah yang masih beroperasi hingga tahun 2013 telah dipetakan dalam penelitian ini (lihat Peta 4). Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan persebaran industri Pengolahan besar dan menengah di Cikarang pada tahun 2013.
Persebaran perusahaan industri besar dan menengah pada tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan persebaran industri Pengolahan besar dan menengah pada tahun 2006. Perusahaan-perusahaan tersebut tersebar secara acak, akan tetapi terlihat mendominasi di beberapa bagian. Persebaran di bagian Utara terlihat mendominasi mencakup wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara bagian selatan. Persebaran di bagian Selatan terlihat juga mendominasi mencakup wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan bagian utara dan tengah. Selain itu, persebaran industri juga sedikit terlihat di bagian Barat yang mencakup wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat.
52 Gambar 4.4 Grafik Presentase Perusahan Industri di Cikarang Tahun 2013 Hasil
Pengamatan. (Daftar Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2013, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi dan
Pengolahan Data)
Tabel 4.2 Jumlah Perusahaan Industri, Jumlah Tenaga Kerja, dan Jumlah Jenis Industri di Cikarang Tahun 2013.
Kecamatan
Jumlah Perusahaan
Industri
Tenaga Kerja Jumlah Jenis Industri
Cikarang Utara 40 3875 15
Cikarang Selatan 56 6759 13
Cikarang Barat 33 3672 11
Cikarang Timur 7 430 4
Cikarang Pusat 6 447 3
JUMLAH 142 15183 46
Sumber: Data Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2006, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi.
Cikarang Utara 28%
Cikarang Selatan 40% Cikarang Barat
23% Cikarang Timur
5%
Cikarang Pusat
4%
[image:52.595.114.512.477.667.2]53 4.3 Kepadatan Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2006
Klasifikasi tingkat kepadatan industri di Cikarang pada tahun 2006 didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid 1x1 km2 menggunakan data persebaran industri. Klasifikasi yang terlihat pada tahun 2006 terdiri dari tiga kelas, antara lain:
Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-2 perusahaan industri/km2
Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 3-7 perusahaan industri/km2
Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 8-11 perusahaan industri/km2
55 a. Tingkat Kepadatan Rendah
Wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah terlihat tersebar di seluruh bagian wilayah penelitian Cikarang. Persebaran industri tingkat kepadatan rendah tidak terlihat dominan pada bagian Utara dan Barat Cikarang, dan juga terlihat sedikit dominan pada bagian Selatan Cikarang. Terdapat 37 grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Secara keseluruhan terdapat 45 perusahaan industri yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Grid 15O, 11I, 8K, 7K, 6F, 6G, 6I, 5F merupakan grid dengan jumlah perusahaan terbanyak yaitu sebanyak dua perusahaan dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Jumlah total tenaga kerja yang terdapat dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah adalah 5682 orang. Grid 8F merupakan grid yang paling besar dalam jumlah tenaga kerja, yaitu sebesar 1405 orang. Sebanyak 14 jenis industri terdapat pada klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Grid 11I, 8K, 7K, 6G, dan 6I merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu 2 jenis (lihat Tabel 4.3).
b. Tingkat Kepadatan Sedang
56 c. Tingkat Kepadatan Tinggi
Wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi terlihat pada bagian Utara wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan Cikarang. Secara keseluruhan terdapat 1 grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan tinggi. Jumlah total perusahaan yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan tinggi yaitu sebanyak 9 perusahaan industri. Grid 9N merupakan satu-satunya grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan tinggi dengan jumlah perusahaan sebanyak sembilan perusahaan. Jumlah total tenaga kerja yang terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi adalah 550 orang. Sebanyak 5 jenis industri terdapat pada grid 9N atau wilayah kasifikasi tingkat kepadatan tinggi (lihat Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Industri Tahun 2006.
Tingkat
Kepadatan Jumlah Grid Luas
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Jenis Industri
Rendah 37 33 km2 5682 14
Sedang 6 6 km2 3372 10
Tinggi 1 1 km2 550 5
57 4.4 Kepadatan Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2013
Klasifikasi tingkat kepadatan industri di Cikarang pada tahun 2013 didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid 1x1 km2menggunakan data persebaran industri. Klasifikasi tersebut terdiri dari tiga kelas, antara lain:
Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-2 perusahaan industri/km2
Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 3-7 perusahaan industri/km2
Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 8-11 perusahaan industri/km2
59 a. Tingkat Kepadatan Rendah
Kondisi yang sedikit berbeda terlihat pada persebaran industri wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah tahun 2006 dengan tahun 2013. Persebaran perushaan industri wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah pada tahun 2013 terlihat dominan mengelompok pada bagian Utara wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara dan pada bagian Tengah wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat, dan hanya terlihat beberapa pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Timur, dan Kecamatan Cikarang Pusat.
Sebanyak 44 grid termasuk ke dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Jumlah total perusahaan yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah adalah sebanyak 55 perusahaan. Jumlah ini meningkat sebesar 10 perusahaan jika dibandingkan denga tahun 2006. Terdapat 11 grid dengan jumlah perusahaan terbanyak dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah, antara lain grid 15O, 12H, 8K, 7G, 7Q, 6I, 6J, 6M, 5H, 5I, dan 4N. Masing-masing grid mempunyai dua perusahaan industri yang terdapat dalam wilayahnya. Jumlah total tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah ialah sebanyak 5556 orang. Grid 14J merupakan grid dengan jumlah tenaga kerja terbesar yakni sebanyak 688 orang. Sebanyak 15 jenis industri terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Grid 8K, 6I, 6M, 5H, dan 5I merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu dua jenis (lihat Tabel 4.4).
b. Tingkat Kepadatan Sedang
60 Sebanyak 16 grid termasuk dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Jumlah perusahaan industri yang termasuk dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang adalah sebanyak 67 perusahaan industri besar dan menengah. Jumlah ini meningkat sebesar 37 perusahaan jika dibandingkan dengan tahun 2006. Grid 13K merupakan grid yang mempunyai jumlah perusahaan industri paling tinggi, yakni sebesar 7 perusahaan industri. Jumlah total keseluruhan tenaga kerja pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang adalah sebanyak 7853 orang. Sebanyak 1237 orang tenaga kerja bekerja pada grid 10J, jumlah tersebut merupakan jumlah tenaga kerja terbanyak pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Sebanyak 16 jenis industri terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Grid 5L merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu lima jenis industri (lihat Tabel 4.4).
c. Tingkat Kepadatan Tinggi
Berbeda dengan klasifikasi tingkat kepadatan tinggi tahun 2006, pada tahun 2013 tedapat 2 grid tingkat kepadatan tinggi pada wilayah administrasi Cikarang. Dua grid klasifikasi tingkat kepadatan tinggi tersebut yakni grid 7L dan 9N, grid 7L berada pada bagian Tengah wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara dan grid 9N berada pada bagian Utara wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan.
61 Tabel 4.4 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Industri Tahun 2013.
Tingkat
Kepadatan Jumlah Grid Luas
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Jenis Industri
Rendah 44 44 km2 5556 15
Sedang 16 16 km2 7853 16
Tinggi 2 2 km2 1774 6
62 4.5 Kepadatan Tenaga Kerja Industri di Cikarang Tahun 2006
Berdasarkan data perusahaan industri dan hasil pengamatan di atas, tercatat sebanyak 9604 orang tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan industri besar dan menengah tahun 2006. Kecamatan Cikarang Barat mempunyai jumlah tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 3560 orang.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid, pada tahun 2006 terdapat tiga klasifikasi tingkat kepadatan tenaga kerja. Tiga klasifikasi tersebut antara lain:
Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-300 orang/km2
Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 301-550 orang/km2
Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 551-1405 orang/km2
64 a. Tingkat Kepadatan Rendah
Pada tahun 2006, terdapat 37 grid yang menggambarkan tingkat kepadatan tenaga kerja rendah. Semua grid tersebut tersebar di seluruh wilayah administrasi Cikarang. Kepadatan tenaga kerja dengan klasifikasi tingkat kepadatan rendah ini terlihat mendominasi pada bagian Barat dan Utara wilayah administrasi Cikarang, terlihat juga sedikit mendominasi pada bagian Selatan wilayah administrasi Cikarang. Grid 8G yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat merupakan grid dengan indeks kepadatan tenaga kerja paling tinggi, yaitu 300 orang tenaga kerja/km2.
b. Tingkat Kepadatan Sedang
Pada tahun 2006, terdapat 4 grid yang menggambarkan tingkat kepadatan sedang. Grid-grid tersebut terdapat pada Kecamatan Cikarang Barat (1 grid) dan Kecamatan Cikarang Selatan (3 grid). Grid 9N yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan merupakn grid dengan indeks kepadatan paling tinggi, yaitu 550 orang tenaga kerja/km2.
c. Tingkat Kepadatan Tinggi
65 Tabel 4.5 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Tenaga Kerja Tahun 2006.
Tingkat Kepadatan
Jumlah
Grid Persebaran
Nilai (Orang/km2)
Rendah 37
Kecamatan Cikarang Utara, Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Barat, Kecamatan Cikarang Timur, dan
Kecamatan Cikarang Pusat
20-300
Sedang 4 Kecamatan Cikarang Selatan, dan
Kecamatan Cikarang Barat 350-550 Tinggi 3 Kecamatan Cikarang Utara, dan
66 4.6 Kepadatan Tenaga Kerja Industri di Cikarang Tahun 2013
Berdasarkan data perusahaan industri dan hasil pengamtan, terdapat sebanyak 15183 orang tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan indusri besar dan menengah tahun 2013. Kecamatan Cikarang Selatan merupakan daerah yang mempunyai tenaga kerja terbanyak. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid, pada tahun 2013 terdapat tiga klasifikasi tingkat kepadatan tenaga kerja. Tiga klasifikasi tersebut antara lain:
Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-300 orang/km2
Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 301-550 orang/km2
Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 551-1405 orang/km2
Gambar
Dokumen terkait
Hasil analisis Indeks penyerapan tenaga kerja (CI) konsentrasi industri unggulan Kabupaten Sragen, menjelaskan bahwa konsentrasi tertinggi tenaga kerja industri
Hasil analisis Indeks penyerapan tenaga kerja (CI) konsentrasi industri unggulan Kabupaten Sragen, menjelaskan bahwa konsentrasi tertinggi tenaga kerja industri
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi dan Jumlah Industri terhadap Permintaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di
Tenaga kerja industri pengolahan karet juga banyak dipekerjakan pada bidang kerja di fungsi keamanan yaitu sebanyak 23 % jumlah responden. Tenaga kerja yang bekerja
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh PDRB, jumlah industri, output, dan upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja pada industri pengolahan
Berdasarkan hasil analisis regresi dijelaskan bahwa variabel jumlah produksi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor
2 Modal manusia yang mendorong eksistensi home industri pengolahan ikan bandeng di Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo adalah jumlah tenaga kerja yang dimiliki
Kepala Subbagian Tata Usaha UPTD Bina Marga Wilayah III (Cikarang Utara, Cikarang Timur, Cikarang Pusat, Kedungwaringin, Karangbahagia) pada Dinas Bina Marga dan Pengelolaan Sumber