Analysis Of Tax Penalties and Tax Collection To Tax Compliance
( Study At
Bandung and Cimahi Small Tax Payers Office)SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
RIRIN RAHMANITA 21107087
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
iii
Pajak (Studi pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung dan Cimahi)”, Dibawah bimbingan : Prof.Dr.Hj.Umi Narimawati, Dra.,SE.,M.Si.
Kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama wilayah Kota Bandung dan Cimahi belum maksimal sesuai harapan Direktorat Jendral Pajak, hal itu ditandai dengan masih adanya wajib pajak yang tidak membayar sanksi administrasi sesuai dengan yang ditetapkan DJP, terdapat pula kendala dalam pelaksanaan penagihan pajak yaitu saat dilakukan penagihan ternyata wajib pajak tidak ada ditempat. Demikian halnya kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT masih banyak yang terlambat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis sanksi administrasi perpajakan dan pelaksanaan penagihan pajak pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel sanksi administrasi perpajakan, penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak sedangkan verifikatif untuk mengetahui pengaruh antara sanksi administrasi perpajakan dan penagihan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Sampel dalam penelitian ini adalah petugas penagihan pajak , sejumlah 32 orang petugas penagihan pajak, teknik pengambilan sampel menggunakan sensus. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi berganda, korelasi Person Product Moment, koefisien determinasi, uji hipotesis dengan uji t dan uji F dengan menggunakan aplikasi SPSS17.0for windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan sanksi administrasi perpajakan termasuk dalam kategori baik, namun untuk sanksi denda masih banyak wajib pajak yang tidak membayar sesuai yang ditetapkan DJP, penagihan pajak termasuk dalam kategori baik dan kepatuhan wajib pajak termasuk dalam kriteria baik, namun masih ada wajib pajak yang menyampaikan terlambat. Sanksi administrasi perpajakan dan pelaksanaan penagihan berdampak positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Secara simultan pengaruhnya lebih besar yaitu 49,14% dari pada pengaruh secara parsial sebesar 24,02% dan 26,86%. Hal ini berarti keberadaan sanksi administrasi perpajakan dan pelaksanaan penagihan pajak lebih baik dilakukan secara bersama-sama sehingga menimbulkan kepatuhan wajib pajak yang lebih optimal.
iv
Regional KPP Pratama Bandung and Cimahi)," Under the guidance: Prof.Dr.Hj.Umi Narimawati, Dra., SE., M . Si.
Tax compliance at Bandung and Cimahi Small Tax Payers Office have not been up to expectations Directorate General of Taxes, it is characterized by the persistence of the taxpayers do not pay the administrative penalty in accordance with established DJP, there are also constraints in the implementation of tax collection that is when the billing was done the taxpayer is not there. Similarly, tax compliance in the SPT is still much too late. The purpose of this study to analyze tax penalties and implementation of tax collection tax effect on the compliance of taxpayers in Bandung and Cimahi Small Tax Payers Office.
The method used in this research is descriptive method and verifikatif. Descriptive method used to determine the variable picture of the tax penalties, tax collection and taxpayer compliance while verifikatif to determine the effect of sanctions tax administration and collection of tax on taxpayer compliance. The sample in this study is the tax collection officers, some 32 officers of tax collection, sampling techniques using the census. Statistical analysis used is multiple regression analysis, Person Product Moment correlation, coefficient of determination, hypothesis test with t test and F test using SPSS 17.0 for windows applications.
The results of this study indicate that the implementation of tax penalties included in either category, but still a lot of financial penalties for taxpayers who do not pay the stipulated DJP, tax collection is included in both categories and taxpayer compliance is included in the criteria of good, but there is still mandatory taxes are delivered late. Tax penalties and implementation of billing and significant positive impact on taxpayer compliance. The simultaneous influence of 49.14% greater than the effect of partially 26.86% and 24.02%. This means the existence of sanctions and the implementation of tax administration of tax collection is better done together, giving rise to taxpayer compliance is more optimal.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan atas Kehadirat Allah
SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisa Atas Sanksi Administrasi Perpajakan dan Pelaksanaan Penagihan Pajak Pengaruhnya terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”. Untuk memenuhi
persyaratan dalam menempuh ujian sidang sarjana di Fakultas Ekonomi Program
Studi Akuntansi Universitas Komputer Indonesia.
Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis
menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat Prof.Dr.Hj.Umi Narimawati,
Dra. SE., M.Si. selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat
berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan doa, semangat
ikhtiar penulis mampu melewatinya.
Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada
vi
1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto., M.Sc, selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia Bandung.
2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M,Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung
3. Sri Dewi Anggadini, S.E., M.Si, selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Komputer Indonesia Bandung, Dosen Wali kelas Ak-2.
4. Ely Suhayati,S.E.,M.Si.,Ak., dan Siti Kurnia Rahayu, S.E.,M.Ak.,Ak.,
selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan saran-sarannya
dalam perbaikan penulisan skripsi ini.
5. Semua Bapak Ibu Dosen dan Karyawan Universitas Komputer Indonesia
Bandung yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
6. Seluruh Staff Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung dan
Cimahi yang telah bersedia menyediakan waktu dan tempat kepada penulis
untuk melakukan pengumpulan data guna penyusunan skripsi.
7. Untuk Papah dan Mamah, penulis mengucapkan banyak terima kasih
untuk semua yang telah diberikan kepada penulis atas doa, dukungan dan
kasih sayang serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan selalu
memberi semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Untuk Adik-adik ku tersayang, wini, vera dan rani atas dukungan dan doa
vii
9. Untuk sahabat-sahabat terbaiku, Rini, Yunita, Ira, Hera, Pasca, Ester ,
Angky, Esti dan yang lainnya yang selalu memberikan dukungan dalam
segala hal, terima kasih atas kebersamaanya selama ini.
10.Untuk semua anak kelas 4AK2 khususnya yang selalu kompak terimakasih
atas bantuan dan dukungannya.
11.Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak atas
terselesaikannya Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, Juli 2011 Penulis
1
1.1Latar Belakang Penelitian
Pajak, sebagai salah satu sumber penerimaan terbesar negara, telah banyak
memberi manfaat. Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga
atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan
dan pos-pos pengeluaran. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk
dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai
sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana
umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi
dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga
digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh
lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan
meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang
semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas
bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
(Rizya Sanjaya: 2010)
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga
melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya
tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan
ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
(Maria Christiana: 2011)
Pemerintah mengandalkan penerimaan perpajakan sebagai penopang
APBN. Permerintah menggunakan pajak untuk membiayai pelayanan publik dan
pembangunan seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya sampai belanja
untuk alat pertahanan Negara. Hasil pemanfaatan dari penerimaan pajak dapat
dinikmati oleh semua orang. Namun dalam pelaksanaan masih terdapat beberapa
hambatan seperti masih banyak saja wajib pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.(Kursyiyah Ratna A.: 2009)
Jika dikaji lebih lanjut kepatuhan wajib pajak badan di wilayah kota
Bandung masih belum mampu memenuhi target yang telah ditetapkan seperti
yang tersaji dalam tabel berikut ini :
Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak Badan dalam Mengembalikan SPT Di Wilayah Kota Bandung
Periode 2005-2009
Tahun SPT Dikirim SPT Masuk % SPY Masuk/ SPT
Dikirim
2005 15.725 8.844 56,24
2006 16.729 9.119 54,51
2007 17.992 9.294 51,65
2008 17.929 9.896 49,65
2009 18.650 8.987 48,18
perpajakan dalam hal penyetoran pajak yaitu masih banyaknya wajib pajak yang
belum melunasi tunggakan pajaknya.
Tabel 1.2
Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Mengembalikan SPT Tepat Waktu
Di Wilayah Kota Bandung
Periode 2005-2009
Tahun SPT Dikirim SPT Masuk % SPY Masuk/
SPT Dikirim
2005 15.725 6.981 44,39
2006 16.729 6.591 39,40
2007 17.992 7.050 39,18
2008 17.929 8.750 43,91
2009 18.650 9.077 48,67
Sumber : KPP Wilayah Kota Bandung
Tabel diatas menjelaskan bahwa rata-rata persentase dari surat
pemberitahuan yang masuk dari surat pemberitahuan (SPT) yang telah dikirim.
Selain itu jumlah tunggakan pajak hingga akhir Maret 2010 mencapai
Rp50,5 triliun atau turun dibanding jumlah tunggakan awal Januari tahun ini yang
mencapai Rp50,8 triliun. Per 1 Januari 2010, ada 1,8 juta wajib pajak (WP) yang
memiliki tunggakan senilai Rp50,8 triliun, dan pihaknya terus melakukan
penagihan tunggakan itu. Sepanjang Januari hingga Maret, pencairan tunggakan
dari penagihan sebesar Rp6,2 triliun. Namun, sepanjang Januari-Maret lalu, ada
tunggakan-tunggakan pajak baru yang nilainya mencapai Rp5,9 triliun, sehingga
total tunggakan pajak per akhir Maret menjadi Rp50,5 triliun. Angka tunggakan
ini sangat dinamis, berubah-ubah karena ada pembayaran tapi ada pula tunggakan
Perkembangan Tunggakan Pajak pada KPP Pratama Bandung Cicadas Periode 2007-2009
Tahun Triwulan Penerbitan Surat Paksa
I 220 997,437,109 966,914,977 20,536,546,132
II 220 2,513,464,970 91,965,393 22,958,045,709
III 62 260,034,557 459,475,909 22,758,604,357
IV 26 239,422,762 120,659,781 22,877,367,338
2008
I 267 235,177,616 1,393,222,998 21,719,321,956
II 256 296,352,680 194,660,277 21,821,014,359
III 241 280,842,265 53,086,979 22,048,769,645
IV 206 168,447,328 118,634,937 22,098,582,036
2009
I 79 83,272,289 179,367,277 22,002,487,048
II 250 7,045,387,614 82,545,213 28,965,329,449
III 230 1,142,198,411 21,608,535 30,085,919,325
IV 166 793,839,698 327,430,171 30,552,328,852
Sumber: KPP Pratama Bandung Cicadas
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat, dalam lima tahun terakhir
hingga 31 Desember 2009, tunggakan pajak 100 perusahaan penunggak pajak
terbesar mencapai Rp 17,5 triliun atau 33,7 persen dari total tunggakan pajak
sebanyak Rp 52 triliun. Ditjen Pajak menyerahkan daftar penunggak pajak itu ke
Komisi XI DPR yang membidangi masalah keuangan dan perbankan. Sejumlah
perusahaan pelat merah menghiasi daftar 100 penunggak pajak terbesar, seperti
PT Pertamina, PT Garuda Indonesia, PT Jamsostek, serta PT Bank BNI Tbk.
(Martina P :2010)
Hukum pajak sudah mengatur bahwa setiap wajib pajak (WP) yang terbukti
melakukan tindak pidana, harus menanggung sanksi cukup berat, baik sanksi
administrasi ataupun sanksi pidana. Kasus pidana pajak yang sudah diproses
perpajakan ke Kejaksaan. Sudah divonis 24 kasus dengan jumlah terdakwa 26
orang. Jumlah wajib pajak (WP) yang dipidana memang bisa dipandang sangat
sedikit. Tapi, jumlah sedikit atau banyak sangat relatif. Tujuan hukum pajak
bukan semata-mata memperbanyak jumlah WP yang akan dipidana, melainkan
lebih pada tujuan memenuhi pundi-pundi APBN. (Ricarrd Burton:2009)
Menurut APBN sumber pendapatan tertinggi yang kita peroleh adalah dari
sektor perpajakan meskipun masih banyak sektor lain seperti sektor migas (
minyak bumi dan gas ), maupun bantuan luar negeri. Hal ini dapat dibuktikan saat
Negara kita dilanda krisis berkepanjangan , sampai saat inipun masih diragukan
apakah Negara kita dapat meningkatkan perekonomian. Sektor pajak masih tetap
memiliki nilai besar bahkan mengalami kenaikan serta menembus sampai pada
persentasi terbesar dari sektor nonmigas sementara sektor nonmigas lainnya
cenderung mengalami penurunan. Dengan demikian diharapkan pemasukan dari
pajak dapat ditingkatkan salah satunya dengan cara mengadakan
kebijakan-kebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi perpajakan
dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah pajak dan objek pajak baru
sedangkan intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan
pajak melalui wajib pajak yang sudah terdaftar, untuk melaksanakan kewajiban
pajaknya. Kegiatan intensifikasi ini dapat berupa penyuluhan langsung kepada
masyarakat mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku, memberikan pelayanan
Pemberitahuan (SPT) Tahunan hingga April 2010 telah mencapai 54,84 % atau
7,73 juta Wajib Pajak. Jumlah SPT diterima mencapai 7.733.271 dari total WP
terdaftar wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh sebesar 14.101.933. Pada 2009
rasio kepatuhan WP hanya 5.413.114 atau sebesar 52,61 % dengan jumlah WP
terdaftar sebanyak 10.289.590. (Petrus Tambunan:2010)
Dirjen Pajak akan melakukan berbagai cara untuk menagih pajak terutang
tersebut. Bahkan, mereka tidak segan-segan melakukan penyitaan aset, termasuk
yang tersimpan di bank, milik penunggak pajak yang tidak mempunyai itikad baik
melunasi tunggakan pajaknya. Caranya bisa lewat pemblokiran rekening,
pencegahan, bahkan penyanderaan alias gijzeling. (Martina P: 2010)
Selain itu, menurut pegawai penagihan pajak pada KPP mereka menemukan
kendala dalam pelaksanaan penagihan pajak yaitu saat dilakukan penagihan
ternyata wajib pajak tidak ada di tempat (bubar, bankrut, kabur, meninggal atau
dll).(Stiven Agusta:2011)
Tindakan penagihan pajak dilakukan berdasarkan UU no.19 tahun 2000
sebagai ganti UU No.19 tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan
Surat Paksa. Disamping itu penagihan pajak juga diatur dalam UU No.16 tahun
2000 tentanga Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan. Pasal 18 menyebutkan
bahwa surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan
keberatan, putusan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
dapat berupa SKPKB, STP, SKPKBT. Dengan adanya Surat Ketetapan Pajak
tersebut wajib pajak harus segera melunasi tunggakan pajaknyasesuai batas waktu
yang ditentukan. Apabila wajib pajak tidak mematuhinya akan diberikan
penegakan hukum yang bersifat memaksa. (Armin Purnaman: 2004)
Setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang
(Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 JO Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 ). Pengumuman lelang dilaksanakan sekurang-kurangnya
14 (empat belas hari) sejak pengumuman lelang. Sebelum pengumuman lelang
dimuat di mass media, pejabat menulis surat kepada Kepala Kantor Lelang
setempat untuk minta jadwal waktu dan tempat pelelangan diadakan. Pejabat
bertindak sebagai penjual atas barang yang disita dan sekaligus pejabat atau
wakilnya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya
barang yang dilelang, sekaligus menandatangani asli risalah lelang. Hasil lelang
digunakan lebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak dan sisanya untuk
membayar utang pajak. apabila lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk
melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan
walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Selanjutnya sisa barang beserta
kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada WP/PP segera
setelah pelaksanaan lelang. Terhadap Pejabat yang lalai melaksanakannya
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan .(Marwanto:2006)
Fenomena banyaknya penunggak pajak yang mencapai triliunan
yang sengaja tidak membayar atau memberikan laporan kewajiban pajaknya
secara keliru diancam pidana di bidang perpajakan paling lama enam tahun dan
denda paling tinggi empat kali jumlah pajak terutang. Pasal 44B UU KUP No. 6
Tahun 2000 yang diubah dengan UU 16 tahun 2009 menegaskan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan pajak bila ada permintaan dari Menteri Keuangan
yang didasarkan pada kepentingan penerimaan negara. Penghentian penyidikan
dilakukan bila WP mau melunasi utang pajak ditambah sanksi denda empat kah
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. Dengan begitu, dapat disimpulkan
bahwa penyelesaian pembayaran pajak (penyelesaian administratif) lebih penting
daripada persoalan tindak pidana yang dilakukan. Undang-Undang Pajak berbeda
dengan pidana, yang pada hakikatnya merupakan ketentuan hukum administrasi,
yakni mengatur kewenangan negara untuk memungut pajak. Oleh karena itu,
penggunaan sanksi pidana hanya bersifat pelengkap. Sanksi administratif berupa
denda atau kenaikan pajak harus lebih dahulu dikedepankan sehingga bagi WP
yang karena kelalaian ataupun kesengajaan menyebabkan terjadinya pelanggaran
pajak tidak mutlak harusdiusut secara pidana. (Endi Sungkono: 2010)
Dalam ketentuan perpajakan dikenal adanya sanksi administrasi yang
dikenakan terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan tertentu dalam
Undang-undang Perpajakan. Dalam prakteknya, pengenaan sanksi administrasi ini
bisa terjadi bukan karena kesalahan Wajib Pajak atau akibat kekhilafan Wajib
administrasi. (Dudi:2008)
Apa yang telah terjadi tersebut merupakan gambaran dari system dalam
institusi-institusi. Namun masih saja terdapat hambatan-hambatan dalam
pelaksanaannya. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai “ANALISA ATAS SANKSI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK PENGARUHNYA TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KPP PRATAMA WILAYAH KOTA BANDUNG DAN CIMAHI”.
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka
penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
1) Penunggak pajak yang mencapai triliunan menyebabkan banyaknya wajib
pajak yang dikenakan sanksi perpajakan;
2) Pengenaan sanksi administrasi bisa terjadi bukan karena kesalahan wajib
pajak atau akibat kehilafan wajib pajak sendiri.
3) Terdapat kendala dalam pelaksanaan penagihan pajak yaitu saat dilakukan
penagihan ternyata wajib pajak tidak ada di tempat (dalam artian bubar,
tersimpan di bank, milik penunggak pajak yang tidak mempunyai itikad baik
melunasi tunggakan pajaknya;
5) Wajib Pajak badan diwilayah kota Bandung belum patuh dalam membayar
tunggakan pajaknya;
6) Jumlah tunggakan pajak hingga akhir Maret 2010 mencapai Rp50,5 triliun
atau turun dibanding jumlah tunggakan awal Januari tahun ini yang mencapai
Rp50,8 triliun;
7) Saat ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat rasio
kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan hingga April 2010 telah mencapai 54,84 %;
1.2.2. Rumusan Masalah
Dalam penyusuna usulan penelitian ini penulis merumuskan beberapa
masalah yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Bagaimana Tanggapan penerapan Sanksi Administrasi Perpajakan di KPP
Pratama wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
2) Bagaimana pelaksanaan Penagihan Pajak di KPP Pratama Wilayah Kota
Bandung dan Cimahi.
3) Bagaimana Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Wilayah Kota
Penagihan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Wilayah Kota
Bandung dan Cimahi.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data mengenai sanksi
administrasi perpajakan dan pelaksanaan penagihan pajak serta kepatuhan wajib
pajak.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui bagaimana Tanggapan Sanksi Administrasi Perpajakan
di KPP Pratama Wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
2) Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Penagihan Pajak di KPP
Pratama Wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
3) Untuk mengetahui bagaimana Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama
Wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
4) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Sanksi Administrasi Perpajakan dan
Pelaksanaan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di KPP
1.4.1. Kegunaan Praktis
Sebagai tambahan informasi mengenai Analisis Sanksi Administrasi
Perpajakan dan Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama wilayah Kota Bandung dan Cimahi, sehingga akan
menjadi lebih baik dan berkembang.
1.4.2. Kegunaan Akademis
1. Bagi Peneliti
Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan untuk
menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang Sanksi
Aadministrasi Perpajakan dan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
2. Bagi Instansi
Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang
Sanksi Administrasi dan penagihan Pajak yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib
Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama wilayah Kota Bandung dan Cimahi.
3. Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam
penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Analisis Sanksi
Administrasi Perpajakan dan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
1.5.1 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama di wilayah kota Bandung dan Cimahi.
1.5.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada April 2011
sampai dengan Juli 2011
Tabel 1.4 Waktu Penelitian
No Kegiatan
Maret 2011 April2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 Pra Survei :
a. Persiapan Judul b. Persiapan teori
c. Pengajuan Judul Skripsi d. Mencari Perusahaan Proses Usulan Penelitian: a. Penulisan UP
b. Bimbingan UP c. Seminar UP d. Revisi UP Pengumpulan Data Pengolahan Data
Proses Penyusunan Skripsi: a. BimbinganSkripsi
b. Sidang Skripsi c. Revisi Skripsi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian Sanksi Administrasi Perpajakan
Pengertian sanksi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa seseorang untuk
menepati perjanjian atau menaati apa-apa yang sudah dikemukakan.
Menurut Mardiasmo (2006:47) Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Menurut Mardiasmo (2006:47) Sanksi Administrasi merupakan
pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa denda bunga dan
kenaikan.
Pengertian sanksi administrasi dapat berupa:
a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran
yang berkitan dengan kewajiban pelaporan.
b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran
yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.
c. Kenaikan adalah sanksi administrsi yang berupa kenaikan jumlah pajak
yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban
1. Kelompok sanksi administrasi berupa denda
a. Pasal 7
Besarnya denda Rp 50.000 dan Rp 100.000 terlambat memasukan SPT
masa dan SPT tahunan atau menyampaikan SPT masa/tahunan tidak sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan.
b. Pasal 8 ayat 3
Besarnya denda dua kali lipat pajak kurang bayar, membetulkan SPT telah
diperiksa, tetapi belum dilakukan penyidikan.
c. Pasal 14 ayat 4
Besarnya denda 2 % dari dasar pengerjaan pajak
d. Pasal 44 B ayat 2
Besarnya denda empat kali lipat jumlah pajak yang tidak dibayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan. Penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan atas permintaan menteri keuangan untuk kepentingan
keuangan Negara.
2. Kelompok sanksi administrasi berupa bunga
a. Pasal 8 ayat 2
Besarnya 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung
sejak penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran
b. Pasal 9 ayat 2
Apabila pembayaran penyetoran dalam 1 dan 2 dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi
administrsi berupa bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari jatuh
tempo pembayaran sampsi dengan tanggal pembayaran dan bagian dari
bulan dihitung satu bulan.
c. Pasal 13 ayat 2
Besarnya 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan, dihitung sejak
terutangnya pajak atau berakhirnya masa/bagian tahun sampai dengan
diterbitkannya SKPKB.
d. Pasal 13 ayat 5
Besarnya 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang
ditambahakan dalam SKPKB. Wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun
dipidana dibidang perpajakan berdasarkan berdasrkan putusan pengadilan
yang telah diperoleh kekuatan hokum tetap.
e. Pasal 14 ayat 3
Besarnya 2% sebulan, selama-lamnya 24 bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau bagian tahun pajak sampai dengan diterbitkannya
STP.
- Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salsh satu dan atau salah hitung.
Besarnya 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang
ditambahakan dalam SKPKBT. Wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun
dipidana dibidang perpajakan berdasarkan berdasrkan putusan pengadilan
yang telah diperoleh kekuatan hokum tetap.
g. Pasal 19 ayat 1
Besarnya 2% sebulan, untuk seluruh masa, dihitung dari jatuh tempo s/d
hari pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
h. Pasal 19 ayat 2
Besarnya 2% sebulan. Wajib pajak yang diperbolehkan mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
i. Pasal 19 ayat 3
Besarnya 2% sebulan dihitung dari saat berkahirnya kewajiban
menyampaikan SPT s/d hari dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut.
3. Kelompok sanksi administrasi berupa kenaikan
a. Pasal 8 ayat 5
Besarnya 50% dari pajak yang kurang dibayar. Wajib pajak sekalipun
jangka waktu pembetulan SPT telah berkahir tetapi belum diterbitkan SKP
mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan.
b. Pasal 13 ayat 3
- Besarnya 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun
- Besarnya 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong dalam satu
dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetorkan.
- Besarnya 100% dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar. PKP
yang menyampaikan kembali SPT masa, berdasarkan pemeriksaan
PPN/PPnBM ternyta tidak seharusnya dikenakan tariff 0%.
c. Pasal 15 ayat 2
Besarnya 100% dari jumlah kekurangna pajak. Dikemukakan novum dan
data semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak yang
terutang (penerbitan SKP KBT).
d. Pasal 17 ayat 5
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata wajib pajak yang telah
menerima SKP PKP diperiksa kurang bayar maka diterbitkan SKPKB
ditambah kenaikan sebesar 100%.
Sebelum melaksanakan sanksi administrasi petugas kantor pajak
melaksanakan penagihan pajak dengan memberikan Surat Tagihan Pajak pada
wajib pajak.
Indikator Sanksi Administrasi Perpajakan
Menurut Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas
Undang –undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
1. Denda
Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran
yang berkitan dengan kewajiban pelaporan.
2. Bunga
Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran
yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.
3. Kenaikan
Kenaikan adalah sanksi administrsi yang berupa kenaikan jumlah pajak
yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang
diatur dalam ketentuan material
2.1.2. Penagihan Pajak
2.1.2.1. Pengertian Penagihan Pajak
Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka
perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang efektif kepada Wajib Pajak yang
melakukan tunggakan pajak.
Pengertian Penagihan Pajak menurut M. Moeljohadi (2006:17), mendefinisikan
bahwa :
“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan dari Aparatur Direktorat Jenderal
Pajak, berhubung wajib pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang menurut undang-undang perpajakan yang
berlaku.”
Sedangkan Penagihan Pajak menurut Mardiasmo (2006:113),
“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,
menjual barang yang telah disista.”
Dari kedua definisi penagihan pajak tersebut, maka dapat dibagi menjadi
empat unsur :
a. Serangkaian tindakan, yaitu bahwa penagihan pajak dilakukan dalam tahap
dari diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Melakukan Penyitaan, dan
permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor
lelang Negara.
b. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak, yaitu juru sita pajak Negara yang telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan.
c. Wajib Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan,
yaitu utang pajak yang terdapat dalam STP, SKPKB, SKPKBT.
d. Menurut Undang-undang perpajakan, yaitu Undang-undang No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan surat paksa sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-undang No. 19 Tahun 2000.
Salah satu konsep penting dalam penagihan pajak adalah konsep
penanggung pajak. Penagihan pajak menggunakan konsep penanggung pajak
bukan Wajib pajak. Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2000 Pasal 1 angka
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak
dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2.1.2.1. Tindakan Penagihan Pajak
Penagihan pajak dapat dilakukan dengan 2 langkah, sebagai berikut:
1. Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP, SKPKB,
SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, dan Surat Putusan Banding, yang
menyebabkan pajak terutang lebih besar.
Jika dalam jangka waktu 30 hari sejak diterbitkannya surat-surat di atas,
Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya, yang tertera pada masing-masing
surat di atas, maka kepadanya akan dilakukan penagihan pajak aktif.
a. Surat Tagihan Pajak
Pengertian Surat Tagihan Pajak menurut Cyrus Sihaloho (2002:18),
mendefinisikan bahwa :
“Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa denda dan atau bunga.”
Sedangkan Surat Tagihan Pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia
Rahayu (2006:17) menyatakan bahwa :
“Surat Tagihan Pajak adalah untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi
Dari kedua penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
surat tagihan pajak diberikan kepada wajib pajak dalam rangka penagihan pajak
terutangnya dan penagihan sanksi administrasinya.
Adapun fungsi Surat Tagihan Pajak menurut Cyrus Sihaloho (2002:42)
dalam bukunya Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu :
“ Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak,
Sarana untuk mengenakan sanksi berupa denda dan atau bunga, Sarana untuk
menagih pajak.”
Penerbitan Surat Tagihan Pajak menurut Cyrus Sihaloho (2002:41),
disebabkan oleh :
1. “Pajak pada tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
2. Berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran akibat salah tulis dan atau salah hitung.
3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga. 4. Pengusaha yang dikenakan pajak tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai
PKP.
5. Pengusaha yang tidak atau bukan PKP membuat Faktur Pajak.
6. PKP tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tapi tidak
tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak dengan lengkap.”
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan
surat paksa.
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Menurut Mardiasmo (2006:26), definisi SKPKB adalah sebagai berikut :
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar.”
Sedangkan SKPKB menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu
(2006;17) menyatakan bahwa:
“Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan
besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang harus
dibayar.”
Dari kedua definisi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa SKPKB diterbitkan untuk menentukan :
a. besarnya jumlah pajak yang terutang
b. jumlah kredit pajak
c. jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak
d. besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang harus dibayarnya
SKPKB diatur dalam pasal 13 UU KUP yang dapat diterbitkan dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak.
Berdasarkan system self assessment yang dianut Undang-undang perpajakan, bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Penerbitan SKPKB akan
diikuti dengan sanksi administrasi yang bisa berupa denda maupun kenaikan.
Sanksi administrasi dapat berupa denda sebesar 2% sebulan (maksimum
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau
kurang membayar besarnya pajak yang terutang.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Menurut Mardiasmo (2006:27) dalam bukunya Perpajakan, definisi
SKPKBT adalah sebagai berikut :
“Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat keputusan yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.”
Sedangkan menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:172)
menyatakan bahwa :
“Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat keputusan yang menentukan tambahan atau jumlah pajak yang telah ditetapkan SKPKBT baru akan diterbitkan kalau sebelumnya pernah diterbitkan ketetapan pajak, SKPKBT
ini merupakan koreksi atas SKP sebelumnya.”
Dari kedua definisi di atas, maka dapat penulis ambil kesimpulan bahwa
seperti halnya SKPKB, maka SKPKBT dapat dikeluaran apabila :
1. Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap,
menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak
sebelumnya.
2. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan
SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari 1 kali.
SKPKBT menetapkan sanksi yang digunakan yaitu berupa sanksi
tersebut. Jangka waktu penerbitan SKPKBT adalah 10 tahun sesudah saat pajak
terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
c. Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak yang terutang
bertambah
Menurut Liberti Pandiangan (2007:116), mendefinisikan bahwa :
“Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat
Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
yang diajukan oleh Wajib Pajak menyebabkan pajak yang terutang bertambah.”
Hal keberatan ini diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
d. Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang bertambah
Menurut Liberti Pandiangan (2007:117), mendefinisikan bahwa :
“Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap
Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak menyebabkan pajak
terutang bertambah.”
Dalam hal Wajib Pajak masih merasa kurang puas terhadap keputusan
Direktorat Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan, Wajib Pajak masih diberi
kesempatan untuk mengajukan banding ke badan peradilan pajak dalam hal ini
seperti yang ada sekarang Majelis Pertimbangan Pajak, dalam jangka waktu tiga
bulan sejak tanggal keputusan keberatan tersebut diterima.
e. Surat Keputusan Pembetulan yang mengakibatkan pajak terutang
Menurut Liberti Pandiangan (2007:116), mendefinisikan bahwa :
“Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang mengakibatkan pajak terutang bertambah.”
Penanggung pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau
penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
Surat lain yang sejenis.
2. Penagihan secara aktif
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila jumlah utang pajak yang
tercantum pada STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, dan
Surat Putusan Banding setelah 1 bulan belum atau kurang bayar, maka akan
diikuti dengan tindakan paksa sampai penyitaan. Perlu diketahui bahwa
Undang-undang KUP No. 16 Tahun 2000 mendefinisikan penagihan pajak dalam arti
sempit, yaitu hanya meliputi penagihan pajak aktif. Sebagai tambahan, sebagian
besar aturan mengenai penagihan pajak aktif ini diatur dalam Undang-undang
tersendiri, yaitu Undang-undang No. 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
a. Surat Teguran
Menurut Rusjdi (2007:22), definisi Surat Teguran adalah :
“Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk mengatur
atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.”
Surat Teguran dikeluarkan oleh Kepala KPP segera setelah 7 hari sejak
saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang masih harus dibayar (Pasal 1
No. SE. 13/Pj. 75/1998 tanggal 20 November 1998). Dalam jangka waktu 21 hari
setelah Surat Teguran, Wajib Pajak atau penanggung pajak harus melunasi
pajaknya (Pasal 26 KMK No. 561/KMK. 04/2000) tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa tanggal 26
Desember 2000).
Menurut Mardiasmo (2003:45), definisi Pejabat Pajak adalah:
“Pejabat Pajak adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang
dan peraturan daerah.”
Dalam hal ini Menteri Keuangan berhak menunjuk Pejabat untuk
penagihan pajak pusat. Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk
penagihan pajak daerah.
Menurut Mardiasmo (2006:113), definisi Jurusita Pajak adalah :
“Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan
penyanderaan.”
Adapun Tugas Jurusita Pajak menurut Mardiasmo (2006:113), yaitu :
1. “Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. 2. Pemberitahuan Surat Paksa.
3. Melaksanakan Penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.”
Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan
menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat
tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang diduga sebagai tempat
penyimpanan objek sita.
b. Surat Paksa
Menurut Mardiasmo (2006:115), definisi Surat Paksa adalah:
“Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Sedangkan menurut Rusjdi (2007:33), definisi Surat Paksa adalah:
“Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak.”
Dari kedua definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa surat
paksa digunakan untuk melakukan penagihan atas utang pajak dan biaya-biaya
penagihannya.
Menurut Mardiasmo (2006:115), Surat Paksa sekurang-kurangnya
meliputi :
1. “Nama Wajib pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; 2. Besarnya utang pajak;
3. Perintah untuk membayar; 4. Saat pelunasan pajak.”
Menurut Mardiasmo (2006:115), Surat Paksa diterbitkan apabila :
“1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.”
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan
kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan
dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa
diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan, atau likuidator.
Catatan :
Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan
pelaksanaan Surat Paksa.
Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan
sebelum lewat 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa
diberitahukan.
c. Penyitaan
Menurut Mardiasmo (2006:116), definisi Penyitaan adalah :
“Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang penanggung
pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundang-undangan.”
Sedangkan menurut Rusjdi (2007:33), definisi Penyitaan adalah :
“Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung
pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
Dari kedua definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyitaan
merupakan tindakan yang dilakukan dalam rangka untuk menguasai barang milik
wajib pajak yang di dasari oleh peraturan perundang-undangan.
Apabila utang pajak tidak dilunasi penanggung pajak dalam jangka waktu
2 kali 24 jam setelah Surat Paksa diterbitkan. Pejabat menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh
Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita
Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita
Pajak, Penanggung Pajak, dan saksi-saksi.
Menurut Mardiasmo (2006:116), barang yang disita dapat berupa :
“1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor
tertentu.”
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita
Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah
disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan
Negeri atau instansi lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang
berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
Sedangkan instansi lain yang berwenang, menentukan pembagian hasil penjualan
barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara untuk tagihan
d. Pengumuman Lelang
Menurut Pedoman Penagihan Pajak 2005, definisi Pengumuman Lelang
adalah :
“Pengumuman lelang adalah pengumuman melaksanakan lelang apabila setelah
pelaksanaan penyitaan ternyata penanggung pajak tidak melunasi utang
pajaknya.”
Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling
singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman
lelang dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penyitaan. Pengumuman lelang
untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan
2 kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp.
20.000.000,00 tidak harus diumumkan melalui media massa.
e. Pelelangan
Menurut Mardiasmo (2006:118), definisi Lelang adalah sebagai berikut :
“Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon
pembeli.”
Sedangkan menurut E. Suandy (2006:55), definisi Lelang adalah :
“Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon
pembeli.”
Dari kedua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Lelang
dilakukan di muka umum, dengan penawaran harga baik lisan maupun tulisan
dengan pengumpulan calon peminat.
Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah
dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang
terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.
Hasil lelang digunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan
pajak yang belum di bayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal
penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang.
Dan secara tidak lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari hasil penjualan.
Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp. 50.000,00 untuk setiap pemberitahuan
Surat Paksa dan Rp. 100.000,00 untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi
biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh
Pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta
kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak
segera setelah pelaksanaan lelang.
Catatan :
Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.
Lelang tidak dilaksanakan apabila Penaggung Pajak telah melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan,
atau putusan badan peradilan pajak, atau objek lelang musnah.
2.1.2.2.Penagihan Seketika dan Sekaligus
Menurut Mardiasmo (2006:114), definisi Penagihan Seketika dan
Sekaligus adalah :
“Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak Masa Pajak dan Tahun Pajak.”
Sedangkan menurut E. Suandy (2006:57), definisi Penagihan Seketika dan
Sekaligus adalah :
“Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak masa pajak dan tahun pajak.”
Dari kedua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan
seketika dan sekaligus dilakukan kepada penanggung pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo.
Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Menurut Mardiasmo (2006:114), Surat Perintah Penagihan seketika dan
sekaligus diterbitkan apabila :
2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
4. Badan usaha yang akan dibubarkan oleh Negara.
5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.”
Menurut Mardiasmo (2006:115), Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus memuat :
1. “Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. 2. Besarnya utang pajak.
3. Perintah untuk membayar. 4. Saat pelunasan pajak.”
Keterangan : Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan
sebelum penerbitan Surat Paksa.
1.1.2.3.Daluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan,
dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 10 (sepuluh)
tahun terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK.
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Menurut Waluyo (2005:55), Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui
10 tahun apabila :
b) Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung.
c) Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT, dalam hal Wajib Pajak di pidana
perpajakan berdasarkan keputusan pengadilan negeri.”
Indikator Penagihan Pajak
Menurut Moeljohadi (2010:197) , Penagihan adalah serangkaian tindakan
dari aparatur jendral, berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian/
seluruh kewajiban perpajakan yang menurut Undang-Undang Perpajakan yang
berlaku. Serangkaian tindakan, bahwa penagihan dilakukan berurutan dari
diterbitkannya:
1. Surat Teguran
2. Surat Paksa
3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan
4. Pengumuman Lelang
5. Pelelangan
5.1.2. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995; 1013), istilah kepatuhan
berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat
memberi pengertian bahwa Kepatuhan Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk
dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.
Kepatuhan pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112)
“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannyasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.”
a. Kepatuhan Formal Wajib Pajak
Menurut Siti Kurnia (2009: 138) Rahayu Pengertian Kepatuhan Formal
adalah:
“Suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.”
b. Kepatuhan Material Wajib Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009: 138) Pengertian Kepatuhan Material
adalah:
“Suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive atau hakikatnya
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa
Undang-Undang Perpajakan.”
Berikut ini merupakan definisi mengenai kepatuhan material menurut
beberapa sumber, yaitu :
1. Safri Nurmantu dalam buku Siti Kurnia Rahayu( 2010:138),
mendefinisikan bahwa :
“Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.
2. Widi Widodo (2010:70) menyatakan bahwa :
“Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :
1. Kesesuaian jumlah jewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.
2. Penghargaan terhadap indepedensi akuntan public/konsultan pajak 3. Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak”
3. Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2006:111) menyatakan bahwa:
“Kepatuhan material wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan
Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
adalah suatu kepatuhan dimana wajib pajak dalam mengisi dengan jujur, lengkap,
dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke
KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut Chaizi Nasucha (2006:111)
kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :
1. “Kepatuhan pajak dalam mendaftarkan diri
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan 3. Kehehpatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”
Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000, bahwa
kriteria kepatuhan wajib pajak adalah:
Tepat waktu
Tidak mempunyai tunggakan
Tidak pernah dijatuhi hukuman
2.1.4 Keterkaitan antara Variabel Penelitian
2.1.4.1. Pengaruh Sanksi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada kas Negara,
khususnya berupa bunga, denda dan kenaikan. Kepatuhan wajib pajak dalam hal
ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan
sanksi administrasi perpajakan, investigasi, seksama, peringatan maupun ancaman
dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.(Solehuddin:2010)
2.1.4.2 Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Penagihan pajak merupakan perbuatan yang dilakukan Direktur Jendral
Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang, khususnya
mengenai pembayaran pajak. (Rahmat Soemitro:2006)
Di samping bertujuan untuk mencairkan tunggakan pajak, tindakan
penagihan pajak dengan surat paksa juga merupakan wujud law enforcement
untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib
pajak. (Gatot S.M. Faisal 2009:225)
2.1.4.3 Pengaruh Sanksi Administrasi Perpajakan dan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Aspek keadilan dalam penagihan pajak perlu memperhatikan
keseimbangan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan fiskus.Wajib pajak patuh
memenuhi kewajibannya bukan karena takut kena sanksi, melainkan wujud rasa
tanggung jawab dan sekadaran akan arti pentingnya pajak bagi pembangunan,
disisi lain pemerintah harus meningkatkan pelayanan kepada publik sebagai
wujud tanggung jawab kepada masyarakat.(Amin Purnawan:2004)
2.2 Kerangka Pemikiran
Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system. Pemungutan pajak dengan self assessment system, yaitu wajib pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang ke kantor pelayanan pajak,
membutuhkan kesadaran dari masyarakat. Hal ini menyebabkan wajib pajak
mendapatkan beban karena semua aktivitas pemenuhan kewajiban perpajakan
dilakukan oleh wajib pajak sendiri. Karena menuntut kepatuhan secara sukarela
dari wajib pajak maka sistem ini akan menimbulkan peluang besar bagi wajib
pajak untuk melakukan tindakan kecurangan, pemanipulasian perhitungan jumlah
pajak serta penggelapan jumlah pajak yanga harus dibayar.
Namun dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan, fungsi
pengawasan sekaligus pembinaan kepercayaan kepada wajib pajak. Oleh karena
itu selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus dijalankan oleh
menghindari adanya pelanggaran-pelanggaran dari wajib pajak yang tidak
bertanggung jawab maka dilakukan tindakan penegakan hukum pajak atau Tax Law Enforcement, yaitu tindakan pejabat guna mematuhi peraturan perpajakan.
Tax Law Enforcement tersebut diwujudkan untuk menegakan sanksi. Saksi administrasi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak
melakukan pelanggaran norma perpajakan. Sanksi administrasi perpajakan dapat
berupa sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan.
Sebelum melaksanakan sanksi administrasi salah satu upaya untuk
menegakan hukum perpajakan yaitu dengan penagihan pajak. Penagihan pajak
merupakan sarana dalam menegakkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan
pembinaan kepada wajib pajak serta melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Penagihan pajak dilakukan agar dapat
mengoptimalkan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Dengan melakukan tindakan penagihan secara efektif kepada wajib pajak yang
mempunyai tunggakan pajak pemerintah berharap agar wajib pajak dapat
melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar guna membantu
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
NO Penulis / Judul Kesimpulan Persamaan Perbedaan
1 Penulis: Michael Doran (Hardvard Journal on Legislation vol.46: 2009)
Judul: Tax Penalties and Tax Compliance
(Sanksi Pajak dan Kepatuhan Pajak)
Literatur hukum dan ekonomi konvensional
menganggap bahwa
hubungan ini murni instrumental: fungsi sanksi pajak semata-mata untuk mendukung kepatuhan pajak. Artikel ini telah mengidentifikasi dan memeriksa aspek lain dari hubungan antara sanksi pajak yang umumnya telah diabaikan oleh literature yang ada. Artikel ini menjelaskan standar prilaku untuk wajib pajak , praktisi pajak, pejabat pemerintah, yang menentukan kepatuhan pajak lebih tepat untuk
2 Penulis :Annette Nellen Judul : California’s Use Tax Collection
Challenges
And Possible Remedies
California dan negara-negara lain dengan pendapatan meningkat kebutuhan tidak dapat lagi mengabaikan tumbuh pajak menggunakan penagihan pajak. Sudah digunakan lama dan teknik pengumpulan dapat lebih menghindari kebutuhan untuk menciptakan pajak baru atau menaikkan tarif
pajak lainnya
pajak. Sementara
3 Penulis : Amin Purnawan
Judul:“Pelaksanaan
Tindakan Penagihan Pajak Kaitannya Dengan Kepatuhan Wajib Pajak
Dan Aspek Keadilannya”
Praktek pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan penagihan pajak, sebaiknya dilakukan dengan tetap berlandaskan pada asas praduga tidak bersalah, dan menjaga keseimbangan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan fiskus. Jangan hanya karena mengerjar
“target” penerimaan pajak,
mengabaikan hak-hak wajib pajak bahkan melanggar hak-hak asasi manusia. Kedepan perlu semakin diperhatikan aspek keadilan dalam perpajakan yakni adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan fiskus. Wajib pajak
patuh memenuhi
kewajibannya bukan karena takut kena sanksi, melainkan wujud rasa tanggung jawab dan kesadaran akan arti pentingnya pajak bagi pembangunan. Pajak Penghasilan di Tiga Kantor Pelayanan
Pajak”
Ditemukan fakta bahwa wajib pajak melunasi utang pajaknya setelah diberikan Surat Teguran yaitu sekitar 95% dan sebagian lagi melunasinya setelah diterbitkan surat paksa.diperlukan sebuah perbaikan, sehingga nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan tersebut.
pajakyang tidak memenuhi
semua kewajiban
Bagan 2.1
Skema kerangka pemikiran
Self Assesment System Tax Law Enforcement (Penegakan Hukum Pajak)
Kepatuhan Wajib Pajak
Diwujudkan untuk menegakkan
sanksi Pilar-pilar penegakan hukum
Sanksi Pidana
Sanksi Administrasi
Pemeriksaan Penyidikan Penagihan
Surat Teguran Surat Paksa Surat Perintah melakukan penyitaan Pengumuman Lelang Pelelangan
Denda Bunga Kenaikan Tepat Waktu
Tidak mempunyai tunggakan Tidak pernah dijatuhi hukuman Menyelenggarakan pembukuan
Judul:
Analisis Sanksi Administrasi Perpajakan dan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Hipotesis:
2.3Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010:93) hipotesis adalah sebagai berikut :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah peneliktian biasanya disusun
dalam bentuk kalimat pertanyaan”.
Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat
sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka
pemikiran diatas, maka dapat disajikan oleh penulis adalah berhipotesis
bahwa Sanksi Administrasi perpajakan dan Penagihan Pajak secara simultan