• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Subsektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Subsektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Sumatera Utara"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUBSEKTOR PERKEBUNAN

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

SEKTOR PERTANIAN SUMATERA UTARA

T E S I S

OLEH :

RIZKA AMALIA

097018020/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH SUBSEKTOR PERKEBUNAN

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

SEKTOR PERTANIAN SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKA AMALIA

097018020/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

SEKTOR PERTANIAN SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Rizka Amalia Nomor Pokok : 097018020

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof.DR.Sya’ad Afifuddin, SE.M.EC.) (Drs. Rahmat Sumanjaya, M.A) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.DR.Sya’ad Afifuddin,SE.M.EC.)(Prof. Dr. Ir. A.Rahim, Matondang,MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 24 Juli 2008

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, M.A

2. Dr. Rahmanta, M.Si

3. Irsyad Lubis, Ph.D., M.Si

(5)

PERNYATAAN

“PENGARUH SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR PERTANIAN SUMATERA UTARA”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

(6)

PENGARUH SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR PERTANIAN

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalis pengaruh subsektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, dengan menggunakan data sekunder dari tahun 1981 – 2010 yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan berbagai sumber lainnya.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis path dengan variabel endogen adalah nilai produksi komoditi perkebunan, luas lahan perkebunan, kurs, dan investasi pada subsektor perkebunan, variabel intervening yaitu nilai ekspor komoditi perkebunan dan variabel eksogen adalah pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang diproksi dengan nilai PDRB sektor pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi perkebunan, luas lahan perkebunan pada t-4, kurs, nilai ekspor komoditi perkebunan dan investasi pada t-4 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Adapun nilai ekspor perkebunan hanya dipengaruhi oleh nilai produksi perkebunan.

(7)

THE INFLUENCE OF PLANTATION SUBSECTOR ON THE ECONOMIC GROWTH OF AGRICULTURAL SECTOR

ON NORTH SUMATERA

ABSTRACT

This research aim to analysis the influence of plantation sub-sector on economic growth in North Sumatera by using secondary data from 1981 to 2010 taken from Statistics Center Bureau (BPS) North Sumatera and the other various sources. The method of research used path analysis with endogenous variables are the value of production plantation commodity, the plantation area, the exchange rate, and the investments in plantation sub-sector, the intervening variable is the exports of plantation commodity and the exogenous variables is economic growth in North Sumatra which proxied by GRDP of agricultural sector.

The results show that the value of production plantation commodity, the plantation area in t-4, the exchange rate, the exports of plantation commodity and the investments in plantation sub-sector in t-4 have significant influence on economic growth in North Sumatera. The value of plantation commodity exports just affected by the production plantation commodity.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Subsektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Sumatera Utara.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Master pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis ini dapat terselesaikan, untuk itu perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana, Prof. Dr. Erman Munir, MSc dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I atas arahan dan bimbingannya kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli S.E, M.S. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara arahan dan bimbingannya kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

(9)

6. Bapak Drs. Rujiman, MA., Bapak Dr. Rahmanta, M.Si., Bapak Drs. H.B. Tarmizi, SU., sebagai dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan berharga dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

9. Ibunda Salbiah tercinta atas segala dukungan, do’a, pengorbanan yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan angkatan XVIII sebagai rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu yang telah memberikan motivasi dalam mengikuti perkuliahan di kampu dan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Amalia

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 13 April 1983

Alamat : Jl. Cemara Gg. Waringin No. 14 PBD II Medan

Pekerjaan : PNS

Status : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 060862 Medan 2. SLTPN 24 Medan 3. SMUN 3 Medan

4. Universitas Brawiijaya Malang

(11)

DAFTAR ISI

2.2. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.3. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 15

2.3.1. Teori Pertumbuhan Klasik ... 15

2.3.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ... 16

2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 17

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi ... 19

2.5. Model Dinamik Komoditi Pertanian 43 2.6. Penelitian Terdahulu ... 45

2.7. Kerangka Konseptual ... 49

2.8. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1.Ruang Lingkup Penelitian ... 52

3.2.Jenis dan Sumber Data ... 52

3.3.Batasan Penelitian ... 52

3.4.Definisi Operasional Variabel ... 54

3.5.Model Analisis ... 55

3.6.Uji Asumsi Klasik ... 61

3.6.1. Uji Normalitas ... 61

3.6.2. Uji Multikolinieritas ... 62

(12)

3.7.Pengujian Hipotesis ... 63

3.7.1. Pengujian Secara Parsial (Uji t) ... 63

3.7.2. Pengujian Secara Simultan ... 64

3.7.3. Pengujian Koefisien Determinasi R2 ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66

4.1.Tinjauan Umum Daerah Penelitian ... 66

4.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 66

A. Lokasi dan Keadaan Geografis ... 66

B. Kondisi Iklim dan Topografi ... 66

C. Kondisi Demografi ... 67

D. Potensi Wilayah ... 68

4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ... 69

4.1.3. Perkembangan Ekspor Perkebunan Sumatera Utara ... 78 4.1.4. Perkembangan Produksi Subsektor Perkebunan Sumatera Utara ... 81

4.1.5. Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Sumatera Utara ... 88 4.1.6. Perkembangan Fluktuasi Kurs ... 96

4.1.7. Perkembangan Investasi Subsektor Perkebunan 98 4.2.Analisis Data ... 100

4.2.1. Pengaruh Nilai Produksi Komoditi Subsektor Perkebunan, Luas Lahan Perkebunan Dan Kurs Terhadap Nilai Ekspor Komoditi Subsektor Perkebunan Sumatera Utara ... 100

A. Uji Normalitas ... 100

B. Uji Multikolinieritas ... 101

C. Uji Autokorelasi ... 102

D. Pengujian Hipotesis ... 102

4.2.2. Pengaruh Nilai Produksi Komoditi Subsektor Perkebunan, Luas Lahan Perkebunan, Kurs, Nilai Ekspor Komoditi Subsektor dan Investasi Pada SubSektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ... 104

A. Uji Normalitas ... 104

B. Uji Multikolinieritas ... 105

C. Uji Autokorelasi ... 106

D. Pengujian Hipotesis ... 106

(13)

Effect) ... 112

C. Pengaruh Total (Total Effect) ... 112

4.3.Pembahasan ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

5.1.Kesimpulan ... 120

5.2.Saran ... 121

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Sumatera Utara dan Subsektor

Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1990 – 2010 (Milyar Rupiah) .... 2

1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Sumatera Utara dan Subsektor Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1996 – 2010 ... 3

4.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005 – 2010 Persen ... 71 4.2. Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005 – 2010 ... 72 4.3. Perkembangan PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1981 – 2010 (Milyar Rupiah) ... 75 4.4. Kontribusi Subsektor Perkebunan Terhadap PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1981 – 2010 ... 77 4.5. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Tahun 1981 – 2010 ... 80

4.6. Perkembangan Produksi Komoditi Perkebunan dan Nilai Produksi Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1981 – 2010 ... 82

4.7. Persentase Perkembangan Produksi Komoditi Perkebunan dan Nilai Produksi Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1981 – 2010 (%) ... 83

4.8. Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1981 – 2010 (Hektar) ... 89

4.9. Persentase Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Sumatera Utara Tahun 19981 – 2010 (%) ... 90

4.10. Perkembangan Fluktuasi Kurs di Indonesia (Rupiah / US $) ... 96

4.11. Investasi Subsektor Perkebunan di Sumatera Utara Tahun 1980 – 2010 (Juta Rupiah) ... 98

4.12. Persentase Perkembangan Investasi Subsektor Perkebunan di Sumatera Utara Tahun 1980 – 2010 (%) ... 99

4.13. Uji Kolmogorov Smirnov (Variabel Dependen Nilai Ekspor) ... 101

4.14. Pengujian Multikolinieritas (Variabel Dependen Nilai Ekspor) ... 101

4.15. Uji Durbin Watson (Variabel Dependen Nilai Ekspor) ... 102

4.16. Uji Kesesuaian Model (Variabel Dependen Nilai Ekspor) ... 103

4.17. Uji Kolmogorov Smirnov (Variabel Dependen Pertumbuhan Ekonomi) ... 105

4.18. Pengujian Multikolinieritas (Variabel Dependen Pertumbuhan Ekonomi) ... 106

4.19. Uji Durbin Watson (Variabel Dependen Pertumbuhan Ekonomi) ... 106

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kebijaksanaan Stabilisasi Kurs ... 33

2.2 Kerangka Konseptual ... 49

3.1 Model Diagram Jalur ... 58

4.1 Perkembangan PDRB ADHK Tahun 2000 Provinsi Sumatera Utara ... 76

4.2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Sumatera Utara (US $ 000) ... 79

4.3 Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit (CPO) Sumatera Utara (Ton) ... 84

4.4 Perkembangan Produksi Karet Sumatera Utara (Ton) ... 85

4.5 Perkembangan Produksi Kakao Sumatera Utara (Ton) ... 86

4.6 Perkembangan Produksi Kopi Sumatera Utara (Ton) ... 87

4.7 Perkembangan Nilai Produksi Perkebunan Sumatera Utara (Rupiah) ... 88

4.8 Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Sumatera Utara (Ha) .. 91

4.9 Perkembangan Luas Kebun Kelapa Sawit Sumatera Utara (Ha) ... 92

4.10 Perkembangan Luas Kebun Karet Sumatera Utara (Ha) ... 93

4.11 Perkembangan Luas Kebun Kakao Sumatera Utara (Ha) ... 94

4.12 Perkembangan Luas Kebun Kopi Sumatera Utara (Ha) ... 95

4.13 Perkembangan Nilai Kurs (Rp/US $) ... 97

4.14 Perkembangan Investasi Subsektor Perkebunan di Sumatera Utara (juta Rupiah) ... 99

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Sumatera Utara (Raw Data) ... 127 2. Hasil Output SPSS 18 Untuk Pengujian Pengaruh Nilai Produksi

Komoditi Subsektor Perkebunan, Luas Lahan Perkebunan Dan Kurs Terhadap Nilai Ekspor Komoditi Subsektor Perkebunan

Sumatera Utara ... 128 3. Hasil Output SPSS 18 Untuk Pengujian Pengaruh Nilai

Produksi Komoditi Subsektor Perkebunan, Luas Lahan Perkebunan, Kurs, Nilai Ekspor Komoditi Subsektor dan Investasi Pada SubSektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ...

(17)

DAFTAR SINGKATAN

PE = Pertumbuhan Ekonomi

NE = Nilai Ekspor

NP = Nilai Produksi LL = Luas Lahan I = Investasi

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Sumatera Utara tersohor karena perkebunannya yang hingga kini tetap menjadi primadona perekenomian provinsi. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan yang dikelola oleh perusahaan swasta, negara maupun rakyat.

Provinsi Sumatera Utara menghasilkan komoditi karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, tebu dan tembakau. Namun dari beberapa komoditi yang terdaftar sebagai tanaman perkebunan yang menjadi komoditi unggulan di Provinsi Sumatera Utara adalah kelapa sawit, karet, kakao, dan kopi. Penetapan keempat komoditi tersebut sebagai unggulan didasarkan kepada kemampuan bersaing dengan komoditi yang sama dari daerah lain bahkan dari luar negeri baik terhadap pemasarannya yang berkesinambungan (sustainabel) maupun kemampuannya memberikan keuntungan kepada pengelolanya. (Hasnudi dan Iskandar, 2005)

Subsektor perkebunan merupakan subsektor penting dalam sektor pertanian yang mempunyai kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional maupun Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terlihat pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada akhir tahun 1997, sub sektor perkebunan di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan peran strategisnya.

(19)

pada tahun 1998 mengalami penurunan menjadi Rp 1.314.202 milyar dari Rp 1.512.780,90 milyar pada tahun 1997, demikian juga pada PDRB Sumatera Utara mengalami penurunan tahun 1998 menjadi Rp 64.305,42 milyar dari pada tahun 1997 yang telah mencapai Rp 71.533,28 milyar, namun pada saat yang sama PDRB perkebunan Sumatera Utara mengalami peningkatan dari Rp 5.781,22 milyar di tahun 1997 menjadi Rp 6.243,58 milyar tahun 1998.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Sumatera Utara dan Subsektor Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1990 – 2010 (Milyar Rupiah)

Tahun PDB PDRB Sumatera

Utara

PDRB Perkebunan Sumatera Utara

1990 949.641,10 43.353,76 2.905,88

1991 1.018.062,60 46.495,54 3.115,87

1992 1.061.248,00 50.085,73 3.562,71

1993 1.151.490,20 52.447,64 4.110,87

1994 1.238.312,30 57.416,67 4.592,80

1995 1.340.101,60 62.778,81 4.957,80

1996 1.444.873,30 68.284,94 5.357,75

1997 1.512.780,90 71.533,28 5.781,22

1998 1.314.202,00 64.305,42 6.243,58

1999 1.324.599,00 65.934,40 6.577,50

2000 1.389.770,20 69.154,11 6.815,38

2001 1.442.984,60 71.908,36 7.072,98

2002 1.504.380,60 75.189,14 7.247,58

2003 1.577.171,30 78.805,61 7.392,71

2004 1.656.516,80 83.328,95 8.097,00

2005 1.750.815,20 87.897,79 8.574,74

2006 1.847.292,90 93.347,40 9.099,53

2007 1.964.327,30 99.792,27 9.561,60

2008 2.082.456,10 105.431,88 10.235,55

2009 2.178.850,40 110.850,71 10.813,82

2010 2.313.838,00 117.901,00 11.475,71

Sumber : BPS Sumatera Utara

(20)

subsektor perkebunan di Sumatera Utara menunjukkan kontribusinya dengan laju pertumbuhan yang meningkat sebesar 8%.

Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Sumatera Utara dan Subsektor Perkebunan Sumatera Utara Tahun 1996 – 2010 (%)

Sumber : BPS Sumatera Utara diolah

(21)

rakyat, juga bertujuan untuk menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor.

Subsektor perkebunan memberikan peranan terhadap pembangunan ekonomi dan pembangunan daerah Sumatera Utara, hal ini terlihat pada keragaan sebagai berikut :

1. Kontribusi terhadap PDRB

Keberadaaan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara mempunyai peranan penting secara ekonomi, dengan indikasi sumbangan Produk Domestrik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2010 sebesar 41,07% terhadap sektor pertanian atau 9,73 % terhadap Propinsi Sumatera Utara.

2. Peranan dalam perkembangan luas lahan dan produksi perkebunan

Luas lahan perkebunan di Sumatera Utara ± 9,44 % dari seluruh luas lahan perkebunan yang dimiliki Indonesia (17.181.000 Ha), yang penyelenggaranya adalah rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan negara. Selama kurun waktu 1981 – 2010 perkembangan luas lahan perkebunan di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 3,98 % per tahun, dengan komoditi utama adalah kelapa sawit, karet, kakao dan kopi. Hal ini didorong oleh animo petani pekebun dalam mengembangkan komoditi perkebunan relatif tinggi karena prospek pasar sangat baik.

(22)

3. Peranan dalam Penyerapan Tenaga Kerja

Pembangunan perkebunan yang dilaksanakan telah menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara, sampai saat tahun 2002 mencapai 4.405.950 KK, yang bekerja pada budidaya tanaman perkebunan. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja mengalami peningkatan rata-rata 0,65 % per tahun.

4. Peranan dalam Peningkatan Produktifitas Tanaman Perkebunan.

Produktifitas perkebunan terutama perkebunan rakyat mengalami peningkatan terutama ditunjukkan oleh lima komoditi yang paling diminati yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan kelapa. (Hasnudi dan Iskandar, 2005).

Data Ditjen Perkebunan menunjukkan sampai pada tahun 2011 produktifitas perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara adalah sebesar 275.269,67 kg/ha/thn, karet sebesar 34.354,26 kg/ha/thn, kakao sebesar 23.093,47 kg/ha/thn dan kopi sebesar 8.999,50 kg/ha/thn.

Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu belakangan ini telah menjadi perhatian berbagai kalangan. Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Komoditas perkebunan Sumatera Utara telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia.

(23)

sumber penghasil dan penghemat devisa. Komoditi ekspor andalan Sumatera Utara dari subsektor perkebunan adalah kelapa sawit (palm oil), karet, kakao, kopi, dan sebagainya yang semuanya merupakan komoditi primadona di pasar dunia.

Ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara yang meliputi komoditi kelapa sawit, karet, kakao dan kopi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Nilai ekspor empat komoditi utama perkebunan Sumatera Utara pada tahun 1981 hanya sekitar US$ 56 juta sedangkan pada tahun 2010 nilai ekspor telah mencapai angka US$ 6.628 juta. Perkembangan nilai ekspor ini tentu saja menunjukkan peningkatan yang menggembirakan.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa sektor perkebunan memiliki arti yang sangat penting dan strategis dalam mempertahankan dan meningkatkan pembangunan ekonomi nasional. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang subsektor perkebunan Sumatera Utara dan menuangkannya dalam tesis yang berjudul :

Pengaruh Subsektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor

(24)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah nilai produksi komoditi perkebunan memberikan pengaruh terhadap nilai ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara?

2. Apakah luas lahan perkebunan memberikan pengaruh terhadap nilai ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara?

3. Apakah nilai kurs memberikan pengaruh terhadap nilai ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara?

4. Apakah nilai produksi komoditi subsektor perkebunan, luas lahan perkebunan, dan kurs secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap nilai ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara?

5. Apakah nilai produksi komoditi perkebunan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

6. Apakah luas lahan perkebunan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

7. Apakah nilai kurs memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

8. Apakah nilai ekspor komoditi perkebunan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

9. Apakah nilai investasi pada subsektor perkebunan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

(25)

secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh nilai produksi komoditi perkebunan terhadap nilai ekspor perkebunan Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis pengaruh luas lahan perkebunan terhadap nilai ekspor perkebunan Sumatera Utara.

3. Untuk menganalisis pengaruh nilai kurs, terhadap nilai ekspor perkebunan Sumatera Utara.

4. Untuk menganalisis pengaruh nilai produksi komoditi perkebunan, luas lahan perkebunan, dan kurs secara bersama-sama terhadap nilai ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara.

5. Untuk menganalisis pengaruh nilai produksi komoditi perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

6. Untuk menganalisis pengaruh luas lahan perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

7. Untuk menganalisis pengaruh nilai kurs terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

8. Untuk menganalisis pengaruh ekspor komoditi perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

(26)

10.Untuk menganalisis pengaruh nilai produksi komoditi perkebunan, luas lahan perkebunan, kurs, nilai ekspor komoditi perkebunan dan investasi pada subsektor perkebunan secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:

1. Diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah khususnya yang berkaitan dengan peningkatan produksi komoditi perkebunan dan pengembangan wilayah perkebunan di Sumatera Utara. 2. Untuk menambah wawasan, baik penulis maupun pihak lain yang

mempunyai perhatian terhadap perkebunan di Sumatera Utara.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkebunan

Perkebunan merupakan usaha pemanfaatan lahan kering dengan menanam komoditi tertentu. Berdasarkan jenis tanamannya, perkebunan dapat dibedakan menjadi perkebunan dengan tanaman musim, seperti perkebunan tembakau dan tebu, serta perkebunan tanaman tahunan, seperti perkebunan kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh, dan pala. Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi :

1. Perkebunan rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual, dengan area pengusahaan dalam skala yang terbatas luasnya.

2. Perkebunan besar, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum dikelola secara komersial dengan areal pengusahaan yang sangat luas. Perkebunan Besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing.

(28)

Secara spesifik tujuan pembangunan perkebunan, antara lain:

a. meningkatkan produksi komoditas perkebunan baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas penyediaannya dalam rangka mendorong peningkatan konsumsi langsung oleh masyarakat, memenuhi bahan baku industri dalam negeri, dan peningkatan ekspor non migas;

b. meningkatkan produktivitas lahan, tenaga kerja, dan modal;

c. meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani, karyawan, dan pengusaha perkebunan;

d. meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan;

e. meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha; f. ikut membantu program transmigrasi;

g. membantu pengembangan wilayah dan memperkecil ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah;

h. meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan, iklim, dan sumber daya manusia serta sekaligus memelihara kelestarian alam dan lingkungannya; i. ikut memantapkan Wawasan Nusantara serta meningkatkan ketahanan

nasional dan keamanan ketertiban masyarakat. (Syamsulbahri, 1996).

(29)

diusahakan baik oleh perkebunan besar maupun perkebunan rakyat tidak dapat dipungkiri selalu diarahkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara sektor ekonomi dan lingkungan.

Strategi pengembangan peningkatan produksi perkebunan tidak lagi diletakkan pada intensifikasi saja sebagai titik berat, tetapi secara simultan berwawasan diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi serta rehabilitasi. Prospek pengembangan tanaman perkebunan mengacu pada penggunaan lahan, upaya meningkatkan produktivitas lahan tidak berbasis pada satu macam komoditi, tetapi disesuaikan dengan potensi sumber daya alam pada setiap wilayah. Di samping itu pula untuk menghindari kerugian yang fatal apabila terjadi kegagalan panen maupun harga jual dari suatu komoditi tertentu, dan dengan penanaman aneka komoditi tanaman perkebunan beresiko kerugian akan dapat ditekan. Oleh sebab itu potensi suatu wilayah akan menentukan jenis tanaman perkebunan yang akan dibudidayakan. Kenyataan ini akan memberikan peluang pasar yang dinamik, karena akan menghindari peledakan hasil komoditi tertentu yang pada akhirnya ekonomi pasar dalam negeri akan bergairah.

(30)

2.2. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu tujuan pembangunan secara makro adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat dan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembangan dan peningkatan hasil produksi dan pendapatan. Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai bila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar jumlahnya dari tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan produksi total oleh suatu perekonomian oleh beberapa ahli ekonomi didefenisikan sebagai kenaikan PDRB/GNP riil suatu daerah atau negara. (Siboro, 2004)

Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periode-periode selanjutnya.

(31)

pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar harga berlaku maupun berdasarkan atas dasar harga konstan. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan ekonomi menggunakan PDRB bukan indikator lainnya diantaranya adalah bahwa PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktifitas produksi di dalam perekenomian daerah. Data PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengolah sumber daya yang dimiliki menjadi suatu proses produksi.

Dalam teori ekonomi pembangunan, dikemukakan ada enam karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat.

2. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya perbaikan teknologi dan kualitas input yang digunakan.

3. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.

4. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daeah perkotaan (urbanisasi).

5. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan adanya kekuatan hubungan internasional.

(32)

2.3. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi

Di dalam ilmu ekonomi terdapat banyak teori pertumbuhan. Para ekonom mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori sebagai berikut :

2.3.1. Teori Pertumbuhan Klasik

Teori pertumbuhan klasik dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus dan John Stuart Mill yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini memfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan.

Menurut teori klasik pertumbuhan ekonomi dilambangkan oleh fungsi : Q = Y = f (K, L, R, T)

Dimana:

(33)

Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap.

Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus dalam ekonomi. Namun David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya dengan hanya mengandalkan modal pada jangka panjang (long run) perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali.

Menurut Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the law of diminishing return, walaupun teknologi bersifat rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan yang berarti.

2.3.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik diwakili oleh teori pertumbuhan Joseph Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (Suryana, 2000)

a. Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi;

(34)

c. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif; d. Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;

e. Aspek Internasional merupakan faktor bagi perkembangan.

Menurut paham neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat tertentu, tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka akan berakibat menurunnya tingkat bunga dan menyebabkan hasrat menabung masyarakat juga akan menurun.

2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000) pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Masyarakat tradisional (The traditional society); b. Prasyarat lepas landas (The precondition for take-off); c. Lepas landas (The take-off);

d. Tahap kematangan (The driven to maturity);

e. Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption).

Kuznet (dalam Suryana, 200) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.

(35)

a. Barang modal telah mencapai kapasitas penuh;

b. Tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional; c. Ratio modal produksi tetap;

d. Perekonomian terdiri dua sektor.

Sedangkan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan analisis klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu.

Selanjutnya menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = COR) dapat berubah dan bersifat dinamis. Untuk menciptakan sejumlah output

tertentu, biasa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya fleksibilitas ini suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu.

2.4. Faktor-F aktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

(36)

mewujudkan pertumbuhan ekonomi adalah: tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, sistem sosial dan sikap masyarakat, dan luas pasar. (Sukirno, 2002)

Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada subsektor perkebunan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi :

1. Ekspor

2. Luas Lahan dan 3. Produksi

4. Kurs 5. Investasi

2.4.1. Ekspor

Menurut Amir (2004), ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing ataupun ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan bayaran dengan valuta asing.

(37)

Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut maka negera-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki. (Todaro dan Stephen, 2003)

Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan. (Jhingan, 2007)

Adapun tujuan ekspor antara lain yaitu : (Amir, 2004)

1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor).

3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).

4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat. (Amir, 2004)

(38)

1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.

2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu, unik atau lainnya, bila dibandingkan dengan komoditi serupa dengan yang diproduksi negara lain.

3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking industries) atapun industri yang pindah lokasi (relocation industries).

4. Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor. (Amir, 2004) Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1995), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain:

1. Harga internasional. Semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak.

2. Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka harga ekspor negara itu di pasar internasional akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

3. Quota ekspor-impor yakni kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.

(39)

Menurut model basis ekspor, pertumbuhan suatu daerah adalah tergantung dari pertumbuhan industri-industri ekspornya dan kenaikan permintaan yang bersifat ekstrim bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu pokok dari pertumbuhan regional. Bertambah luasnya basis ekspor suatu daerah akan cenderung menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi.

2.4.2. Luas Lahan

Lahan adalah tanah yang digunakan untuk usaha pertanian. Penggunaan lahan sangat tergantung kepada keadaan dan lingkungan lahan berada. Masing-masing keadaan akan menyebabkan cara penggunaan yang berbeda yang harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.

Jenis tanah di Sumatera Utara di dominasi oleh tanah litosol, podsolik dan regosol, yaitu seluas 1.601.601 hektar atau sekitas 22.34 persen dari seluruh luas wilayah Sumatera Utara yang tersebar di Kabupaten Asahan, Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias dan Tapanuli Selatan. Jenis tanah ini sesuai untuk pengembangan komoditi perkebunan seperti karet, kelapa sawit dan tanaman keras lainnya. (Kusuma, 2006).

Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabrik-pabrik hasil pertanian, yaitu tempat dimana proses produksi berjalan dan dari mana hasil-hasil produksi keluar. (Mubyarto, 1989). Pentingnya faktor produksi tanah dapat dilihat dalam luas atau sempitnya lahan. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, yang akhirnya mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. (Soekartawi, 1995)

(40)

dimiliki akan membuat semakin banyak bibit yang ditanam sehingga produktifitas diharapkan nantinya semakin tinggi. Komoditi kelapa sawit, kakao dan kopi pada umumnya mulai berproduksi 3 sampai 4 tahun sejak ditanam dilapangan. Sedangkan untuk komoditi karet unggul bisa mulai berproduksi sekitar 4 sampai 5 tahun setelah masa tananm.

Lahan adalah salah satu dari faktor produksi yang jumlahnya terbatas. Untuk perkebunan banyak diusahakan di Sumatera (bahkan di tiga provinsi: Sumatera Utara, Riau, Jambi mempunyai lahan seluas 1 juta ha lebih untuk perkebunan). Dengan luas lahan yang terbatas yang telah tersedia, maka para petani pemilik perkebunan akan menyeleksi tanaman perkebunan apa yang cocok dengan lingkungan lahan mereka dengan keuntungan yang paling baik dan resiko yang paling sedikit. Analisis yang dilakukan hanya pendeteksian prospek pasar saja karena hasilnya telah cukup untuk mengetahui tanaman yang berprospek cerah. (Indrian, 1992).

Luas lahan menghasilkan adalah merupakan luas lahan tanaman pertanian yang terdapat pokok-pokok yang mengeluarkan hasil. Luas lahan menghasilkan pada satu periode ( jangka waktu ) tertentu adalah tergantung kepada keputusan untuk menanam pada masa lalu.

(41)

Dengan perkembangan populasi penduduk maka secara langsung juga dapat mengakibatkan terjadinya pengurangan lahan perkebunan. Atau juga dapat menambah jumlah luas lahannya karena alih fungsi lahan pertanian masyarakat ke bidang perkebunan karena anggapan masyarakat sekarang ini berfikir bahwa perkebunan terutama sawit lebih menguntungkan dari pada mengusahakan lahannya untuk pertanian pangan, palawija dan hortikultura.

Dengan semakin pesatnya perkembangan industri dan populasi penduduk maka akan membuat terjadinya konversi lahan-lahan pertanian. Dengan meningkatnya konversi lahan pertanian tersebut maka mempengaruhi tingkat perbandingan antara luas lahan dengan manusia (land man ratio). Semakin rendah tingkat land man ratio maka semakin besar pula konversi lahan yang terjadi sehingga banyak lahan pertanian yang akan dialihfungsikan. Hal ini akan membuat petani kehilangan lahannya, sehingga petani dapat menjadi buruh di lahannya.

Dengan semakin rendahnya land man ratio maka lahan akan semakin berkurang terutama lahan pertanian itu sendiri sehingga akan membuat petani kehilangan penghasilan utamanya. Dengan demikian maka pendapatan petani akan terus berkurang karena jumlah lahan yang diusahakan berkurang juga. Disamping itu dengan berkurangnya lahan pertanian maka secara otomatis akan mempengaruhi jumlah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Hal ini karena lahan pertanian yang semakin menyusut sehingga pendapatan asli daerah yang berasal dari produk-produk pertanian akan terpengaruh. (Simanjuntak, 2008)

2.4.3. Produksi

(42)

yang baik kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat diperdagangkan.

Suatu bangsa harus berproduksi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Produksi harus dilakukan dalam keadaan apapun, oleh pemerintah atau swasta. Produksi tentu saja tidak akan dilakukan kalau tidak ada bahan-bahan yang memungkinkan proses produksi itu sendiri untuk melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua unsur-unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of productions). Jadi semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor produksi.

Seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi terdiri atas:

1. Tanah

Hal yang dimaksud dengan tanah (land) di sini bukanlah sekedar tanah untuk ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk juga di dalamnya segala sumber daya alam (natural resources). Itulah sebabnya faktor produksi yang pertama ini sering kali disebut dengan natural resources di samping juga sering disebut land. Dengan demikian istilah tanah ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal atau tersedia di alam mini tanpa usaha manusia, yang antara lain meliputi:

(43)

b. Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran, termasuk juga di sini adalah, misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh Perusahaan Air Minum

c. Ikan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya)

d. Tanah yang di atasnya didirikan bangunan

e. Living stock, seperti ternak dan binatang-binatang lain yang bukan ternak dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu-kayuan.

Sehingga yang dimaksud dengan istilah tanah (land) di sini adalah egala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia, dan bisa diperjual belikan.

2. Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja manusia (labor) bukanlah semata-mata kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji, bertukang, dan segala kegitatan fisik lainnya, tetapi lebih luas lagi, yaitu human resources (sumber daya manusia). Jadi, pengertian human resources adalah semua atribut atau kemampuan manusiawi yang dapat disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya proses produksi barang dan jasa.

3. Modal

Faktor produksi modal ini sering juga disebut dengan real capital goods (barang- barang modal riil), yang meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang- barang lain serta jasa. Modal juga mencakup arti uang yang tersedia di dalam perusahaan untuk membeli mesin-mesin serta faktor produksi lainnya.

(44)

Kecakapan (skill) atau disebut dengan entrepreneurship. Entrepreneurship ini merupakan faktor produksi yang intangible (tidak dapat diraba), tetapi sekalipun demikian peranannya justru sangat menentukan.

Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor utama, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Bila hanya tersedia tanah, modal dan manajemen saja, tentu proses produksi atau usahatani tidak akan berjalan karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, tidak ada yang dapat dilakukan, begitu juga dengan faktor lainnya, seperti modal.

Dalam proses produksi pertanian/perkebunan, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya. b. Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya. (Soekartawi, 1995).

Menurut Joesron dan Tati (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktifitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input produksi dengan output dapat dijelaskan dengan suatu fungsi produksi.

(45)

Q = f (X1, X2, X3, ..., Xn)

Dimana : Q = output X = input

Input produksi sangat banyak, dan dalam hal ini input produksi hanyalah input yang tidak mengalami proses nilai tambah. Dengan demikian dalam fungsi produksi di atas tidak bisa dimasukkan material sebab dalam fungsi produksi ada substitusi antara faktor produksi.

2.4.4. Kurs

Nilai tukar, yang biasanya juga disebut dengan kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, dimana terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang suatu negara dengan negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut dan inilah yang disebut dengan nilai tukar atau kurs. Jadi, secara umum kurs dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang suatu negara terhadap mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik.

(46)

nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Soft currency umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang seperti mata uang Indonesia (Rupiah), Philipina (Peso), Thailand (Bath), dan India (Rupee).

Perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal :

a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing atau bank, dimana kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing atau bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual valuta asing. Selisih kurs jual dan kurs beli merupakan keuntungan bagi para pedagang.

b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan waktu pembayaran, dimana kurs TT (telegraphic transfer) lebih tinggi karena lebih cepat dibanding dengan kurs MT (mail transfer)

Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan selalu mengalami fluktuasi (perubahan-perubahan) yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain :

Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.

(47)

adalah produk negara itu bagi pihak luar negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah,sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal.

Sistem kurs valas yang digunakan oleh beberapa negara berbeda – beda satu sama lainnya. Sifat kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Apabila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta asing akan berubah – ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Apabila pemerintah menjalankan kebijakan stabilitasi kurs, tetapi tidak dengan mempengaruhi transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan berubah – ubah di dalam batas yang kecil, meskipun batas – batas ini dapat diubah dari waktu ke waktu. Pemerintah harus turut campur tangan dalam pasar valuta asing untuk menghindari fluktuasi nilai kurs yang besar dan berlebihan. Dalam hal ini kurs tidak lagi dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Sistem ini disebut exchange control. Oleh karena itu, dalam jangka pendek ekspansi moneter akan mendorong perubahan yang segera pada harga relatif dan daya saing. (Dornbusch dan Fischer, 1997).

Kegiatan stabilitas kurs dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut : apabila tendensi kurs valuta asing akan turun maka pemerintah membeli valuta asing di pasar. Dengan tambahnya permintaan dari pemerintah maka tendensi kurs turun dapat dicegah. Sebaliknya apabila tendensi kurs naik, maka pemerintah menjual valuta asing di pasar sehingga penawaran valuta asing bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah.

(48)

S1 ke S2). Kalau permintaan tetap pada D1, kurs US$ cenderung turun menjadi US$1 = Rp. 600,00. Untuk mencegah penurunan ini pemerintah membeli dolar di pasar bebas. Pembelian ini akan mengakibatkan permintaan naik, yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva permintaan ke atas (dari D1 ke D2). Tindakan ini akan terus dilakukan sampai kurs kembali pada tingkat US$1 = Rp. 670,00. Gambar (b) karena kenaikan pendapatan atau inflasi di dalam negeri misalnya, impor akan naik, kenaikan impor akan mengakibatkan permintaan valuta asing naik (ditunjukkan dengan kurva permintaan ke atas dari D1 ke D2). Kalau penawarannya tetap kurs akan naik menjadi US$1 = 730,00. Untuk menurunkan kembali pada tingkat semula, pemerintah menjual dolar di pasar. Penjualan ini akan terus dilakukan sampai kurva penawaran bergeser kekanan dari S1 ke S2.

Gambar berikut menjelaskan operasi stabilitasi kurs tersebut.

Gambar 2.1. Kebijaksanaan Stabilisasi Kurs

(49)

menyebabkan pemerintah tidak bisa sepenuhnya untuk mengembalikan kurs ke tingkat yang dikehendaki. Sedangkan usaha untuk mencegah penurunan kurs lebih mudah dijalankan sebab pembelian valuta asing oleh pemerintah dilakukan dengan menggunakan cadangan mata uang sendiri. Besarnya cadangan mata uang sendiri di bawah kekuasaan/pengawasan pemerintah, bahkan kalau kekurangan pemerintah dapat mencetak uang.

2.4.5. Investasi

Todaro dan Stephen (2003), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal atau pembentukan modal.

(50)

Dornbush dan Fischer (1997) menjelaskan bahwa investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal (meliputi pabrik, mesin, kantor dan produk-produk tahun lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi) digolongkan atas investasi tetap perusahaan, investasi tempat tinggal dan investasi persediaan. Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan penurunan pengeluaran investasi (Mankiw, 2000). Investasi sebagai suatu kegiatan penggunaan uang untuk penyediaan barang-barang modal yang dipergunakan dalam suatu kegiatan ekonomi untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. (Sukirno, 2002)

Investasi merupakan penanaman modal di mana penanaman modal tersebut bisa berasal dari Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi ini merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia.

Dalam hal investasi, pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu kebijaksanaan tentang penanaman modal melalui UU No. 1 Tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kemudian disempurnakan dengan berlakunya masing-masing UU No. 11 dan UU No. 12 Tahun 1970.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967, pengertian Penanaman Modal Asing (PMA) adalah:

(51)

2. Alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing atau bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.

3. Bagian dari perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 ini diperkenankan ditransfer tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan Indonesia.

Penanaman modal asing sangat besar fungsinya terhadap pembangunan karena:

1. Dengan adanya penanaman modal asing maka hal ini menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat pula meningkatkan pendapatan masyarakat.

2. Sumber modal asing dapat dimanfaatkan oleh negara yang sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

3. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka perlu diikuti dengan perubahan struktural produksi dan perdagangan.

4. Modal asing berperan aktif dalam mobilisasi dan transformasi struktural. Menurut Kotler (1998) investasi asing memperhatikan minimum empat ciri daya tarik suatu negara bagi investasi asing, yaitu:

1. Keuntungan Komperatif dan Bersaing.

Menurut Michael Porter dalam Kotler (1998) bahwa daya tarik suatu bangsa untuk mengadakan investasi dalam suatu industri terletak dalam empat atribut yang luas, yaitu:

(52)

Daya tarik suatu bangsa bagi investasi akan makin besar bila sumber daya alamnya, lokasinya, tenaga kerjanya yang terampil dan prasarana dasar makin baik.

b) Kondisi permintaan

Makin tinggi kecanggihan permintaan ditempatnya sendiri baik produk dan pelayanan industri tersebut makin besar daya tarik suatu bangsa untuk menanamkan modalnya.

c) Industri-industri terkait dan pendukung

Daya tarik suatu bangsa bagi investasi akan makin besar dengan makin adanya industri yang terkait dan pendukung dalam bangsa tersebut.

d) Strategi, struktur dan persaingan yang tegas

Makin besar intensitas persaingan di dalam negeri, makin besar daya tarik suatu bangsa bagi penanaman modal.

2. Stabilitas Ekonomi dan Politik Dalam Negeri

Situasi pemerintahan yang tidak stabil dan keadaan ekonmi yang perkembangannya tidak menentu dapat mengakibatkan perusahaan bisnis akan ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di negara-negara lain. Stabilitas ekonomi dan politik merupakan kunci keberhasilan dalam menarik investasi asing langsung.

3. Perlindungan Hak Cipta

(53)

untuk pengalihan keuntungan dan perolehan input hendaknya diterapkan, arah penanaman modal asing sering kuatir untuk mempribumikan hak milik atau nasionalisasi secara langsung.

4. Zona-Zona Perdagangan Asing

Salah satu cara untuk menarik investasi asing langsung adalah dengan membangun zona perdagangan asing Foreign Trade Zone (FTZ) di mana perusahaan yang hanya mengekspor dapat didirikan bebas dari kebanyakan perundang-undangan lokal. Multi National Corperation (MNC) diperbolehkan untuk beroperasi, mengimpor, membuat dan bahkan memiliki secara keseluruhan suatu bisnis di dalam lingkungan FTZ.

Selama MNC tidak menjual barang-barang impornya di dalam negara tuan rumah, tidak akan ada efek pada pasar setempat. Negara tuan rumah mendapat untung dari penciptaan kerja, keterampilan yang dipakai angkatan kerjanya, pengalihan teknologi dan pendapatan yang meningkat bagi warganya. Zona perdagangan asing didirikan tidak hanya di negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga di negara-negara yang sudah berkembang.

Berbagai kebijakan investasi PMA di atas harus didukung oleh PMDN yang baik sehingga memberi hasil yang maksimal. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah sebagai berikut:

(54)

tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan, pasal-pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

2. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut di dalam ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1968 dapat terdiri atas perorangan dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maka Indonesia memasuki era baru dalam kebijaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan adanya kebijaksanaan tersebut maka para investor asing dan swasta nasional berani melakukan penanaman modal untuk kegiatan ekonomi.

Jenis - jenis investasi :

a. Investasi yang terdorong (induced investment) dan investasi otonom (Autonomous Investment).

Investasi yang terdorong yakni investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, baik pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi otonom adalah investasi yang dilakukan pemerintah karena disamping biayanya yang sangat besar juga investasi ini kurang memberikan keuntungan, dimana besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan baik itu pendapatan daerah maupun pendapatan nasional. Tetapi dapat berubah karena adanya perubahan – perubahan faktor – faktor diluar pendapatan, seperti tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya.

(55)

Public investment adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah, yang dimaksud pemerintah disini adalah pemerintah pusat atau daerah. Sedangkan

private investment adalah investasi yang dilakukan oleh swasta, dimana keuntungan menjadi prioritas utama, berbeda dengan public investment yang diarahkan untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak. c. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan

foreign investment adalah penanaman modal asing. d. Gross Investment atau Net Investment

Gross investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu waktu. Net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan, misalnya investasi tahun ini adalah 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun yang lalu sebesar 10 juta maka investasi netto adalah 15 juta.

Investasi yang ditanamkan pada suatu negara atau daerah, ditentukan oleh beberapa faktor, yang antara lain : (Kelana, 1997)

a. Tingkat bunga

(56)

membungakan uang tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk investasi. Dalam hal dimana pendapatan yang akan diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga, maka pilihan terbaik adalah mendepositokan uang tersebut dan akan menggunakannya untuk investasi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga yang akan dibayar.

b. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan

Ramalan mengenai keuntungan di masa depan akan memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang – barang modal yang diperlukan.

c. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan – perubahannya.

Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total agregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (induced investment)

d. Keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan.

Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan mendorong para investor untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan yang diperoleh untuk investasi – investasi baru.

e. Situasi politik

(57)

yang ditanam dan memperoleh keuntungan sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh para investor.

f. Kemajuan teknologi

Dengan adanya temuan – temuan teknologi (inovasi), maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh investor, sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang akan dicapai.

g. Kemudahan – kemudahan yang diberikan pemerintah

Tersedianya berbagai sarana dan prasarana awal, seperti jalan raya, listrik dan sistem komunikasi akan mendorong para investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Disamping itu adanya bentuk insentif yang diberikan pemerintah seperti keringanan – keringanan di dalam perpajakan (tax holiday). Yaitu suatu keringanan di dalam pembebanan pajak yang diberikan kepada suatu perusahaan yang mau menanamkan kembali ke dalam bentuk investasi baru atau jika perusahaan yang bersangkutan mau dan bersedia menanamkan investasinya di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Penciptaan investasi membawa pengaruh kepada perkembangan suatu daerah. Dampak tersebut disebut dengan spared effect yaitu apabila suatu investasi yang ditanamkan didalam suatu daerah membawa perkembangan baik/positif bagi daerah lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri pelengkap atau penunjang bagi industri utama di daerah pusat investasi.

(58)

Efek 1, terjadi pada sisi permintaan agregat, yaitu bila pengeluaran investasi meningkat, pengeluaran agregat di pasar uang akan meningkat, yang kemudian akan menaikkan tingkat pendapatan nasional melalui proses multiplier.

Efek 2, terjadi pada sisi penawaran agregat dan efek ini bersifat jangka panjang sehingga kenaikan pengeluaran investasi akan meningkatkan jumlah kapital. Dengan meningkatnya jumlah kapital, produksi perekonomian meningkat yang kemudian akan meningkatkan penawaran agregat.

2.5. Model Dinamik Komoditi Pertanian

Menurut Labys (1973) permintaan bagi suatu komoditi pertanian adalah secara dinamik. Karena permintaan biasanya berinteraksi tidak secara serta merta (cepat) terhadap faktor yang mempengaruhinya, misal harga dan pendapatan. Tetapi biasanya pengaruh pemrintaan dibagi-bagi pada periode tertentu. Faktor institusi dan keterbatasan teknologi (technological rigidities) sering menjadi penghambat terhadap cepatnya pengaruh faktor-faktor terhadap permintaan suatu produk, artinya ada faktor time lag.

Menurut Afifuddin (1989), untuk menentukan bentuk suatu model bagi setiap hubungan antar variabel ekonomi adalah sangat penting dalam suatu penelitian, selain memenuhi ciri-ciri yang terdapat dalam memilih sutau model, sifat dan konsep-konsep yang terdapat dalam suatu model itu perlu juga diambil perhatian terutama sekali semasa menganalisis suatu model yang telah dibina (dibentuk) .

(59)

terjadinya kolinieritas ganda antar peubah tenggang waktu tersebut. Dengan demikian, diperlukan modifikasi model respon produksi

Model penyesuaian parsial Nerlove diterapkan untuk menganalisis perilaku permintaan yang dinamis. Pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan perilaku permintaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Asumsi dasar pada model penyesuaian parsial Nerlove bahwa permintaan pada suatu periode tertentu (t) menyesuaikan diri secara parsial terhadap permintaan yang diharapkan.

Terdapat beberapa cara mengklasifikasikan model komoditi. Pada umumnya ada tujuh jenis metodologi yakni model pemasaran ekonometrik, model proses

ekonometrik, model keseimbangan ‘spatial’, model perdagangan internasional,

model rekursif, model perindustrian dinamik dan model sistem (Labys, 1973). Model-model komoditi dapat juga diklasifikasikan pada bentuknya yang statis atau dinamik, linier atau non linier, stokastik atau non stokastik, terbuka atau tertutup, rekursif atau simultan (Afifuddin, 1989).

2.6. Penelitian Terdahulu

Gambar

Gambar berikut menjelaskan operasi stabilitasi kurs tersebut.
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Gambar 3.1. Model Diagram Jalur
Tabel 4.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Menurut Lapangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Lowongan kerja per-Tahun semua kelompok lowongan kerja – rerata gaji pertama untuk setiap jenjang kerja setiap bidan keahlian Nasional/Propinsi/Kabupaten.

Pengukuran risiko dengan menggunakan standard deviasi hanya dapat melihat penyimpangan dari return saham, tetapi tidak dapat mengukur berapa kira-kira jumlah kerugian yang

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Kenali Besar pada tanggal 15 Juni terhadap 10 ibu yang mempunyai bayi terdapat 6 ibu yang tidak mengetahui

Tetapi dengan kebiasaan buruk yang dicontohi di atas, (misalnya, glotal tidak diwakili, vokal panjang tidak diwakili, schwa tidak dibedakan dari vokal lain, bunyi-bunyi yang

pengaruh yang signifikan latihan pliometrik single-leg tuck jump dan double-leg tuck jump terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai pada pemain sepakbola mahasiswa FIK UNM

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

Hal ini dibuktikan dengan Fhitung> Ftabel, yaitu 13,538>1,79 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh