• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN

(STUDI KASUS PUTUSAN NO 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

IVO RANDY SEMBIRING 090200087

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK

PIDANA PENCURIAN

(STUDI KASUS PUTUSAN NO 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

Oleh:

IVO RANDY SEMBIRING 090200087

Disetujui Oleh

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Dr. Muhammad Hamdan, S.H., M.H NIP. 195703261986011001

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Muhammad Hamdan, S.H., M.H Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum NIP. 195703261986011001 NIP. 197407252002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan bagi nama Tuhan Yang Maha

Esa, yang telah memberi kekuatan, hikmat, kebijaksanaan, pengetahuan dan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini disusun berdasarkan

pengalaman dan kegiatan yang penulis lakukan selama masa perkuliahan.

Skripsi ini berjudul: PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK

PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS PUTUSAN NO

2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

Pelaksanaan pendidikan guna memperoleh gelar sarjana ini diakui banyak

mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta

petunjuk dari dosen pembimbing, maka tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh

karena itu diharapkan adanya suatu masukan serta saran yang bersifat membangun

di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, banyak bantuan, bimbingan dan motivasi dari

berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, selaku Pembantu Dekan I

(4)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH. MHum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, SH, M.H, selaku Ketua Jurusan Departemen

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen

Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Rafiqoh Lubis , SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Alwan,SH, M.Hum , selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti

perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan

administrasi selama mengikuti perkuliahan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada :

1. Orang tua penulis: alm. Ayahanda Sastra Sembiring Colia, SH, dan ibunda

Nurlayasi Br. Ketaren yang telah memberikan segenap kasih sayang, perhatian

(5)

2. Abang saya Ivan Giovani Sembiring Colia, SH dan Indriani Maya Sari Br.

Sembiring Colia yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan moril

kepada penulis.

3. Teman-teman penulis: Rahadi Paskah Sembiring Colia, Sony Bangun, Imka

Singarimbun.

4. Kepada teman-teman organisasi IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo)

“ERKALIAGA” Fakultas Hukum USU: Bg.Rezky Diapani Bangun, SH , Bg.

Edy Milala,SH , Bg.Egi Tarigan,SH , Kak.Henni Tarigan, SH, Kak.Alva

Monica Tarigan, SH, Kak.Christy Ginting, SH, Kak. Emi Milala, SH, Bg.Juna

Kaban, SH, Meilani Sabrina Sitepu,SH, Febrina Sari Kacaribu,SH , Bg.Enos

Sipahutar, SH, David Adrian Sembiring, Mario Borneo Tarigan, Amin

Manalu, Elly Carolina Barus,SH , Dila Christy Sitepu,SH , Aditya Nehemia

Karo-karo, Mario Riqki Sinaga, Dicky Palma Kacaribu, Tiwi Sebayang , dan

teman-teman IMKA lainnya yang telah banyak membantu menyelesaikan

skripsi ini.

5. Kepada teman-teman saya di KMK SANTO FIDELIS Fakultas Hukum USU :

Bg. Renius Juni Anto Simamora, SH, Jigora Lumbanraja, Wisman Goklas

Siagian, Ruba Franklin Silaen, Agustinus Christopher Silaban, Andre

Gregorian Sinaga, Anggie Yosephine Sinaga, Frans Sinuraya, Ivan

Ferdinandus, Richard Stevanus Sitio, Maruli Simalanggo, Angnes Sinaga,

Jannes Sitanggang

6. Kepada teman-teman seperjuanganku dari Ikatan Mahasiswa Karo : Dedy

(6)

Sembiring(Wakil Ketua Imka Siroga FIB USU), Brando Primsa Barus ( Ketua

Imka Ersinalsal FE USU), Apri Sembiring(Imka UNIKA), Elfanta Purba

(Imka UNIKA),Arif Ginting (Imka Unimed),Rico Sembiring(Imka Al-Azhar)

Eliyas Br.Surbakti(Imka Amik Mbp),Gary Lingga (Imka Fisip USU), yang

tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas segalanya.

7. Kepada saudara-saudaraku terima kasih atas dukungan, doa, dan perhatian

yang sangat besar dan selalu mendukungku, terima kasih kepada seluruh

keluarga besarku yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

8. Kepada teman-teman Stambuk 2009 Fakultas Hukum USU yaitu Mulkan

Balya, SH, Dhirgan A. Segara, Raja Karsito Purba, M. Iqbal Harahap ,

Yudhistira Frandana, M. Andry Fauzan, SH yang tidak bisa disebutkan satu

per satu, terima kasih atas segalanya.

9. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang

tidak bisa disebutkan satu per satu.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatiannya

penulis ucapkan terima kasih.

Medan, September 2012

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK ... vii

BAB I :PENDAHULUAN…... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penulisan... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan……... 8

F. Tinjauan Pustaka……... 9

1. Batasan Usia Anak……... 9

2. Tindak Pidana Pencurian Menurut KUHP ……... 10

3. Faktor Penyebab Tindak Pidana yang Dilakukan Anak Dibawah Umur... 20

G. Metode Penelitian……... 35

H. Sistematika Penulisan……... 37

BAB II : KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA ……...39

A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur ... 39

B. Sistem Pemidanaan Dalam UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadi-lan Anak……... 48

(8)

BAB III : FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU

TINDAK PIDANA PENCURIAN ……… 61

A. Faktor Yuridis ……... 61

B. Faktor Non Yuridis ……... 66

BAB IV : PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN No. 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn) ... 71

A. Saksi Pidana Sebagai Salah Satu Bentuk Sanksi terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana………71

B. Kasus……… 74

1. PosisiKasus……… 74

2. Dakwan………. 76

3. Tuntutan Jaksa Penuntun Umum………. 77

4. Pertimbangan Hakim ……… 77

5. Putusan Hakim ……….. 80

C. Analisis Putusan………... 81

BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN... 83

A. Kesimpulan……… 83

(9)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan NO 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn.) ini

di-latarbelakangi karena Anak sebagai pelaku tindak pidana harus diperlakukan secara manusiawi untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk mewujudkan pertumbuhan dan memberikan perkembangan fisik, mental dan sosial. Negara dan Undang-Undang wajib memberikan perlindungan hukum yang berlandaskan hak-hak anak, sehingga diperlukan pemidanaan edukatif terhadap anak. Penjatuhan sanksi merupakan salah satu hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang Hakim dalam mengadili suatu perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya sanksi yang adil dan layak dijatuhkan kepada seorang anak yang telah melakukan tindak pidana, Apakah berupa hukuman atau tindakan pembinaan.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana ke-bijakan hukum pidana yang mengatur tentang sistem pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana. Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana. Bagaimana penerapan sanksi terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur (Studi Putusan No. 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn)

Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normative, yaitu pendekatan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer, data sekunder dan bahan hukum tersier dengan adanya hasil wa-wancara langsung dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan. Selain itu penu-lis juga menggunakan buku-buku dan peraturan perundang undangan yang berkaitan langsung dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur.

Setelah selesainya penulisan skripsi ini, penulisa mendapatkan kesimpulan bahwasanya penerapan sanksi pidana penjara tidak menjadikan salah satu pilihan ha-kim dalam menjatuhkan hukuman terhadap Anak dibawah umur. Dikarenakan anak masih diharapkan mempunyai masa depan yang lebih baik, sehingga masih dapat memperbaiki diri dikemudian hari.

(10)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan NO 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn.) ini

di-latarbelakangi karena Anak sebagai pelaku tindak pidana harus diperlakukan secara manusiawi untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk mewujudkan pertumbuhan dan memberikan perkembangan fisik, mental dan sosial. Negara dan Undang-Undang wajib memberikan perlindungan hukum yang berlandaskan hak-hak anak, sehingga diperlukan pemidanaan edukatif terhadap anak. Penjatuhan sanksi merupakan salah satu hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang Hakim dalam mengadili suatu perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya sanksi yang adil dan layak dijatuhkan kepada seorang anak yang telah melakukan tindak pidana, Apakah berupa hukuman atau tindakan pembinaan.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana ke-bijakan hukum pidana yang mengatur tentang sistem pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana. Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana. Bagaimana penerapan sanksi terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur (Studi Putusan No. 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn)

Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normative, yaitu pendekatan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer, data sekunder dan bahan hukum tersier dengan adanya hasil wa-wancara langsung dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan. Selain itu penu-lis juga menggunakan buku-buku dan peraturan perundang undangan yang berkaitan langsung dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur.

Setelah selesainya penulisan skripsi ini, penulisa mendapatkan kesimpulan bahwasanya penerapan sanksi pidana penjara tidak menjadikan salah satu pilihan ha-kim dalam menjatuhkan hukuman terhadap Anak dibawah umur. Dikarenakan anak masih diharapkan mempunyai masa depan yang lebih baik, sehingga masih dapat memperbaiki diri dikemudian hari.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan sejak dahulu hingga sekarang selalu mendapatkan sorotan, baik

itu dari kalangan pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. Persoalan

kejahatan bukanlah merupakan persoalan yang sederhana terutama dalam

masyarakat yang sedang mengalami perkembangan seperti Indonesia ini. Dengan

adanya perkembangan itu dapat dipastikan terjadi perubahan tata nilai, dimana

perubahan tata nilai yang bersifat positif berakibat pada kehidupan masyarakat

yang harmonis dan sejahtera, sedang perubahan tata nilai bersifat negatif

menjurus ke arah runtuhnya nilai-nilai budaya yang sudah ada. Hal ini

menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru yang menghapus pola-pola

lama yang mana akan menimbulkan permasalahan sosial. Problem sosial inilah

merupakah salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya kejahatan. kejahatan

secara umum adalah perbuatan atau tindakan yang jahat yang dilakukan oleh

manusia yang dinilai tidak baik, tercela dan tidak patut dilakukan. Simandjuntak

menyatakan bahwa “Kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan,

tidak pantas, tidak dapat dibiarkan yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam

masyarakat1.”

1 B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung : Tarsito,

(12)

Manusia dalam kehidupannya harus berdampingan dengan manusia yang

lain (hidup bermasyarakat). Dalam kehidupan bermasyarakat itu, telah ada

ketentuan- ketentuan atau norma-norma pergaulan hidup yang berkembang sejak

zaman dahulu kala sampai sekarang ini. Ketentutan-ketentuan atau norma-norma

hidup tercipta dan di ciptakan sedemikian rupa untuk mengatur tata tertib

masyarakat, mengatur hubungan individu dengan individu, antara individu dengan

penguasa dan lain- lainnya yang ada kaitannya dengan kehidupan manusia

bermasyarakat.

Kejahatan pencurian merupakan salah satu masalah yang tidak akan ada

habis-habisnya yang terjadi dalam masyarakat baik yang tinggal di pedesaan

maupun di perkotaan, hal ini juga berpengaruh terhadap ketentraman dan

kedamaian di dalam kehidupan bermasayarakat. Penomena meningkatnya

pencurian ini bukan saja mengusik rasa aman tetapi menarik perhatian, sehingga

timbul pertanyaan, kenyataan apa yang sedang berlangsung.

Kehidupan bermasyarakat itu, sering terdapat adanya

penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup yang di kenal dengan

nama norma hukum. Penyimpangan norma hukum di masyarakat di sebut dengan

kejahatan. Kejahatan merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul di

tengah-tengah mayarakat juga.

Kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari gejala sosial itu tidak berdiri

sendiri, melainkan ada hubungan dengan berbagai perkembangan kehidupan

(13)

perkembangan-perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negatif dari

setiap kemajuan atau perkembangan sosial di masyarakat.

Pada saat ini kejahatan meningkat dimana - mana baik di kota maupun di

desa. Informasi ini banyak kita lihat di berbagai media massa seperti surat kabar,

majalah, tabloid, dan lain-lainnya, maupun melalui media elektronik seperti radio

dan televisi. Kejahatan-kejahatan itu seperti pembunuhan, pemerkosaan,

penganiyaan, perampokan, pencurian dan kejahatan-kejahatan tersebut tentunya

sangat mengganggu masyarakat untuk berpergian, merasa terancam baik di luar

maupun di dalam rumah.

Masalah kejahatan adalah salah satu masalah sosial yang selalu menarik

dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu terlebih dari menurut

asumsi umum serta beberapa hasil penelitian dari berbagai pihak, terdapat

kecendungrungan perkembangan peningkatan dari bentuk dan jenis kejahtan

tertentu, baiuk secara kualitas maupun kuantitas.

Kejahatan pencurian itu bukan hanya di lakukaan oleh orang dewasa saja.

Akan tetapi anak-anak juga menjadi seorang pelaku tindak pidana, meskipun anak

adalah sebagai bagian dari generasi muda yang merupakan penerus cita-cita

perjuangan bangsa dan sebagai salah satu sumber daya manusia bagi

pembangunan nasional. Namum pada kenyataannya seringkali dijumpai

penyimpangan perilaku atau perbuatan dikalangan anak, bahkan seringkali

mereka perilaku atau melakukan perbuatan melanggar hukum yang dapat

(14)

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh anak biasanya disebabkan oleh berbagai faktor antara lainnya

adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus

globalisasi di budang komunkasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah

membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang

sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak tersebut

Selain itu, anak yang kurang kasih sayang atau tidak memperoleh kasih

sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam perkembangan sikap, perilaku,

penyesuaian diri, serta pengawasan dan orang tua, wali, atau orang tua asuh akan

memudahkan anak terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya

yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.

Penegakan hukum kepada pelaku tindak pidana harus di kenakan suatu

akibat hukum, hal yang sangat erat kaitanya adalah masalah pemidanaan. Hal

tersebut berkaitan dengan tujuan dari penegakan hukum yang hendak dicapat

yaitu pemenuhan rasa keadilan dan pencapaian kepastian hukum. Dengan

demikian pemahaman tentang tujuan dari pemidanaan hal ini penting untuk

mengetahui maksud di tegakkan hukum itu.

Sifat pemidanaan ini bukan semata-mata bersifat menghukum maupun

mencari-cari kesalahan anak tetapi untuk memperbaiki anak dengan

menghindarkan dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Pemidanaan

terhadap anak bukanlah merupakan balasan atas perbuatannya kalaupun anak

(15)

harus ditekankan kepadanya bahwa bentuk hukuman bukanlah harga mati atau

pembalasan atas perbuatannya dan anak yang berkonflik dengan hukum

merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang tertulis dalam Pasal

59 dan Pasal 64 ayat (1) dan ayat (2) ada peraturan bagaimana seharusnya

pemerintah dalam berkewajiban dan bertanggung jawab dalam memberikan

per-lindungan terhadap anak:2

Pasal 59 yang berbunyi :

“Pemerintah dan lembaga negara lainyan berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (napza), anak korban penculikan, perjualan, perdagangan , anak korban kekerasan baik secara fisik dan/atau mental, anak yang menyadang cacat dan anak korban perlakuan salan dan

penelantaran.”

Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup luas.

bahwa perlunya perlindungan hukum bagi anak dapat meliputi berbagai

aspek.Perlakuan bagi anak yang berorientasi terhadap perlindungan serta

pemenuhan hak-hak bagi anak sudah merupakan suatu kewajiban bagi seluruh

komponen bangsa terutama para aparat penegak hukum dan perlindungan anak

tersebut dapat dilihat pada Pasal 64 UU Nomor 23 tahun 2002 Tentang

Perlin-dungan Anak :

(16)

Pasal 64 yang berbunyi :

1. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

2. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yang di maksud dengan ayat (1) dilaksanakan melalui : a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat

dan hak-hak anak;

b. Penyedianan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c. Penyedian sarana dan prasarana khusus;

d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

e. Pemantuan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;

f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga;dan

g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melaui media massa untuk menghindari labelisasi.

Dalam Pasal tersebut di atas dijelaskan bahwa pemidanaan terhadap anak

bukanlah semata-mata penghukuman tetapi rehabilitasi dalam pendidikan dan

pencegahan. Dengan demikian diberikannya hukuman kepada anak bukanlah

sebagai pemberi rasa sakit namun sebagai pembinaan sehingga dengan pembinaan

diharapkan anak dapat menyadari perbuatanya dan dapat kembali ketengah-tengah

masyarakat untuk melanjutkan masa depannya.

Berdasarkan dari penjelasan di atas, penulis tertarik untuk membahas

bagaimana penerapan sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian dalam

skripsi penulis yang berjudul “PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS PUTUSAN NO

(17)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, saya merumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah kebijakan hukum pidana yang mengatur tentang

sistem pemindanaan terhadap anak pelaku tindak pidana ?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana

pencurian?

3. Bagaimanakah penerapan sanksi terhadap tindak pidana pencurian

yang dilakukan oleh anak dibawah umur (Studi putusan

no.2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn) ?

C. Tujuan Penelitian

Ada pun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai berikut

1. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana yang mengatur tentang

sistem pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana

pencurian.

3. Untuk mengetahui penerapan sanksi pidana pencurian yang dilakukan

oleh anak di bawah umur menurut sutdi putusan

(18)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penulisan skripsi diharapkan dapat memberikan

manfaat dan memperkaya ilmu hukum, terkhususnya hukum pidana.

Terlebih lagi menambah pembendaharaan karya-karya ilmiah yang

membahas mengenai tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh

anak di bawah umur.

2. Manfaat Praktis

Skripsi ini diharapkan pula, nantinya dapat bermanfaat bagi kalangan

praktis dan penegak hukum dalam memutuskan sanksi pidana terhadap

tindak pidana pencurian yang dilakukakan oleh anak dibawah umur,

sehingga para pengak hukum dapat memutuskan suatu perkara tindak

pidana pencuriaan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dan dapat

menciptakan suatu pembaruan hukum pidana di Indonesia.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Penerapan sanksi terhadap anak pelaku tindak

pidana pencurian”, sepanjang penulusuran yang dilakukan dan diketahui, belum ada tulisan yang mengakat mengenai masalah ini di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal ini di buktikan setelah melalui

pemeriksaan oleh pihak perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, mengenai judul tersebut dan tidak ada yang sama ataupun

(19)

F. Tinjauan Pustaka

1. Batasan Usia Anak

Anak menjadi satu masalah di Indonesia terutama karena dalam berbagai

peraturan yang ada di Indonesia batasan usia anak itu berbeda-beda.Ada beberapa

Undang-Undang itu memyebutkan bahwa batasan usia anak itu :

a. Dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)

tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai batas usia anak,

namun dalam tersebut dapat dilihat dalam kententuan Pasal 153

ayat 3 yang memberikan wewenang pada hakim untuk melarang

anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk menghadiri sidang

sedangkan Pasal 171 (a) memutuskan bahwa anak yang belum

berusia 15 tahun dan belum pernah kawin dapat memberikan

keterangan tanpa sumpah3.

b. Pasal 330 KUH Perdata, anak adalah belum mencapai usia 21

tahun dan belum pernah kawin4.

c. Undang-Undang No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejaterahaan Anak.

Pasal 1 ayat 2 menegaskan bahwa anak adalah mereka yang belum

berusia 21 tahun dan belum menikah5.

3 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana 4 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

(20)

d. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

membatasi usia anak dibawah kekuasaan orang tua atau perwalian

sebelum 18 tahun (Pasal 47 ayat 2) dan (Pasal 50 ayat 1)6.

e. Undang-Undang No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

membatasi usia anak tersebut adalah telah mencapai 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas ) tahun dan

belum pernah kawin7.

f. Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pi-dana Anak yang membatasai umur anak yaitu telah berumur 12

tahun tetapi belum berumur 18 tahun.8

g. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Anak

yang ditandatangani oleh Pemerintah RI tanggal 26 Januari 1990

batas umur adalah dibawah umr 18 tahun9.

2. Tindak Pidana Pencurian Menurut KUHP

Ketentuan umum mengenai tindak pidana pencurian telah diatur dan

dijelaskan dalam KUHP oleh karena itu tidak ada lagi alasan bagi seseorang

tindak pidana untuk tidak dapat dihukum. Dan ada macam-macam tindak pidana

pencurian tersebut yaitu :

6 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 7 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak 8 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

9 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Anak yang ditandatangani

(21)

a. Pasal 362 KUHP merumuskan :

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau

sebagaian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan

memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena

pencurian dengan pidana penjara, selama-lamnya lima tahun atau

denda paling banyak Rp.900,-,”

Unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP adalah

1. Unsur-unsur obyektif, terdiri dari:

a) Mengambil

Menurut Van Bemmelen dan van Hattum, unsur

mengambil merupakan unsur terpenting atau

unsur yang pertama dalam tindak pencurian10.

Unsur mengambilinimengalami berbagaipen

afsiran,mengambil yang diartikan setiap per

buatan untuk membawa sesuatu benda di

bawah kekuasaannya yang nyata dan multak11.

Perbuatan mengambil berarti perbuatan yang

mengakibatkan barang dibawah kekuasaan

yang melakukan atau yang mengakibatkan

barang diluar kekuasan pemiliknya. Dalam

10P.A.F. Lamintang, Delikdelik Khusus Kejahatankejahatan Terhadap Harta Kek ayaan, Bandung: Sinar Baru, 1989, Cet‐1, hal. 11.

11P.A.F. Lamintang dan Djisman Samosir, Delikdelik Khusus Kejahatan Yang Ditujuk an

Terhadap Hak Milik Dan Lain‐lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, Bandung : Tarseto, 1990

(22)

pencurian, mengambil yang dimaksud adalah

mengambil untuk menguasai benda tersebut

secara melawan hukum12 maksudnya adalah

waktu pencuri mengambil barang, barang

tersebut belum ada dalam kekuasaannya,

apabila waktumemilikibarang itu sudah ada

ditangannya, maka perbuatan tersebut bukan

termasuk pencurian tetapi penggelapan,

pencurian dikatakan selesaiapabila barang

ter-sebut sudah pindah tempat13.

b) Suatu barang atau benda

Pengertian “barang ”dalam Pasal

362KUHPjuga mengalami perkembangan

makna. Pengertian“barang” dalamPasal362

KUHP ini pada awalnya menunjuk

pada pengertian barang atau bendabergerak

dan berwujud, termasuk binatang14.

Dalam perkembangannya pengertian “barang”

atau“benda” tidak hanya terbatas pada benda

atau barang berwujud dan bergerak,

12 Ibid, hal.12

13 Sugandhi, K.U.H.P Dengan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1980, hal. 376 14 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Huk um Pidana (KUHP) serta Komemntar -

(23)

tetapitermasuk dalampengertian barang atau

benda adalah “barang atau benda tidak terwujud dan tidak bergerak”15. Benda yang

dikategorikan sebagaibenda tidak terwujud da

n tidak bergerak tersebut antara lain halaman

dengan segala sesuatu yang dibangun

diatasnya, pohon-pohon dan tanaman

yang tertanam dengan akarnya di dalam tanah,

buah-buahan yang belum dipetik, dan

sebagainya. Barang yang tidak ada pemiliknya,

tidak dapat menjadi obyek pencurian, yaitu

barang dalam keadaan res nullus (barang

yang pemiliknya telah melepaskan haknya)

danresderelictae16

c) Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”

Unsur ini mengandung suatu pengertian,

bahwa benda yang diambil itu haruslah

barang atau bendan yang ada pemiliknya17,

barang atau benda yang tidak ada pemikinya

15Ibid

16 H.A.K. Moch. Anwar, Huk um Pidana Bagian Khusus (KHHP Buku II), Bandung:CitraA

ditya Bakti, Cet‐5, 1989, hal. 19.

(24)

tidak dapat menjadi obyek pencurian. Terha

dap unsur “yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain” ini dapat diilustrasikan dalam contoh sebagai berikut: “Dua orang A dan B secara bersama-sama ( patungan ) membeli

sepeda.Sepeda tersebut kemudian disimpan di

rumah A. ketika A sedang keluar rumah

sepeda tersebut di curi oleh B dan kemudian

di-jualnya. Dalam hal ini perbuatan B tersebut

tetap merupakan tindak pidana pencurian,

sekalipun sebagian dari sepeda tersebut adalah

miliknya sendiri”.

2. Unsur –unsur subyektif, terdiri dari : a) Dengan maksud

Istilah ini terwujud dalam kehendak, atau tuju

an pelaku untuk memilki barang secara

melawan hukum. Sebagaimana telah

dikemukakan, bahwa unsur kesengajaan

dalam, rumusan tindak pidana dirumuskna

dengan berbagai istilah, termasuk didalamnya

(25)

362 KUHP menunjuk adanya unsure keseng

ajaan dalam tindak pidana pencurian.

b) Yang ditujukan untuk memiliki

Unsur “memiliki” untuk dirinya sendiri dal am rumusan Pasal 362 KUHP merupakan

terjemahan dari kata zich toeeigenen.

Istilah zich toeeigenen sebenarnya mempunyai

makna yang lebih luas dari sekedar

“memiliki”. Oleh beberapa sarjana, istilah

tersebut diterjemahkan distilah “menguasai”. Berkaitan dengan istilah zich toeeigenen ini,

Prodjodikoro berpendapat , bahwa isitlah

tersebut harus diterjemahkan sebagai berbuat

sesuatu terhadap suatu barang/benda

seolah-olah pemilik barang itu, dan dengan perbuatan

tertentu si pelaku melangar hukum. Bentuk dari

perbuatan darizich toeeigenen tersebut dapat

bermacam-macam seperti menjual,

menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri,

menggadaikan dan sering bahkan

bersifat negative, yaitu tidakberbuat apa- apa

(26)

mempersilahkan orang lain berbuat sesuatu

dengan barang itu tanpa persetujuannya18.

c) Secara melawan hukum

Secara melawan hukum yakni perbuatan

memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau

kekuasaansendiridarisipelaku. Pelaku harus

sadar bahwa barang yang diambilnya

adalah milik orang lain.19

b. Pasal 363 KUHP merumuskan :

1) Diancam dengan pidana paling lama 7 tahun :

1. Pencurian ternak

2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir,

gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung meletus,

kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api,

huru-hara, pemberontakan, atau kesengsaraan dimasa perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam suatu rumah atau

pekarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan

oleh orang yang ada disitutiada dengan setahunya atau

betentangan dengan kemauan orang yang berhak.

4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama

atau lebih

18 Wirjono Projodikoro, Tindak -Tindak Pidana tertentu di Indonesia, Bandung : Eresco,

1986, hal.78

(27)

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk

ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang

diambilnya dengan jalan membongkar, memecah dan

memanjat, atau dengan jalan memakai kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan

salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5, maka dikenakan

pidana penjara paling lama 9 tahun

Kemudian unsur-unsur dari tindak pidana pencurian dengan

pemberatan sebagaimana bunyi Pasal di atas adalah20 :

a. Pencurian ternak (vee). Objek dari pencurian adalah

ternak sebagai unsure tambahan. Pasal 101 yang

ber-bunyi Ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan

yang memamah biak dan babi. Binatang yang berkuku

satu misalnya : kuda, kedelai,dsb dan binatang yang

memamah biak umpamanya : sapi, kerbau, kambing,

biri-biri, dsb. Harimau, anjing, dan kucing tidak

ma-suk golongan hewan, karena bukan binatang yang

berkuku satu, bukan binatang yang memamah biak

dan juga bukan babi21 .

20 H.A.K. Moch. Anwar, Op.cit, hal 20

(28)

b. Dalam butir 2 dari Pasal 363 KUHP juga disebut

pencurian pada waktu ada kebakaran, peletusan,

ban-jir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung

api, kapal karam atau terdampar, kecelakaan kereta

api, huru-hara, dan pemberontakan. Keadaan-keadaan

tersebut adalah bencana. Pencurian ini dilakukan

sewaktu terjadi bencana, dimana orang- orang

diseki-tar tempat terjadinya bencana itu ada dalam keadaan

panik dan cemas hingga mereka kurang

memper-hatikan barang-barang miliknya. Keadaan ini

memu-dahkan pencurian. Sebenarnya para pelaku pencurian

berkewajiban untuk menolong korban seseuai dengan

rasa pri-kemanusiaan.

c. Macam unsur pemberatan yang ketiga adalah

pen-curian pada malam hari di dalam sebuah rumah

kedi-aman, dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa

se-tahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak.

Apa yang dimaksud dengan “malam hari” sudah jelas,

yaitu sebagaimana dikatakan oleh Pasal 98 KUHP,

yang mengatakan: “Malam berarti masa antara

(29)

“pencurian pada waktu istirahat malam” (voor de

nachtrust bestemdetijd)

d. Unsur pemberatan keempat yaitu: apabila pencurian

itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih

(twee of meerverenigde personen). Istilah “bersama

-sama” (verenigde personen) menunjukkan, bahwa dua

orang atau lebih mempunyai kehendak melakukan

pencurian bersama-sama. Jadi disini diperlukan unsur,

bahwa para pelaku bersama-sama atau bersekutu

da-lam kaitannya dengan “mededaderschap” yang

mempunyai kesengajaan (gezamenlijk opzet) untuk

melakukan pencurian. Menurut Pasal 55 KUHP

“Mededaderschap” terdiri dari empat macam

per-buatan yang dapat berupa:

1. Melakukan sendiri atau pelaku (pleger)

2. Menyuruh orang lain untuk melakukan

(doenpleger)

3. Turut serta melakukan kejahatan

(medepleger)

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan

suatu kejahatan (uitlokker)22.

22Sudarsono, Pengantar Ilmu Huk um , Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, Cet. III, hal

(30)

Tidak cukup apabila para pelaku itu secara kebetulan

bersa-ma-sama melakukan pencurian di tempat yang sama. Apabila

seorang pencuri melakukan pencurian di suatu tempat,

kemudi-an seorkemudi-ang pencuri lain ingin melakukkemudi-an juga di tempat tersebut

tanpa sepengatahuan pencuri yang pertama, maka hal ini tidak

pula termasuk istilah mencuri bersama-sama sebagaimana

dis-yaratkan oleh Pasal 363 (1) butir 4 KUHP.

e. Unsur pemberatan kelima adalah dengan

menggunakan cara-cara:

a. Merusak

Maksudnya di dalam melakukan

pencu-rian tersebut disertai dengan perbuatan

pe-rusakan terhadap sebuah benda. Misalnya

memecah kaca jendela.

b. Memotong

Maksudnya di dalam melakukan pencurian

tersebut diikuti dengan perbuatan-perbuatan

lain. Misalnya: memotong pagar kawat

c. Memanjat

Mengenai perbuatan memanjat dapat

ditafsirkan secara autentik pada Pasal 99

KUHP ialah: yang disebut memanjat

(31)

me-mang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk

atau masuk melalui lubang di dalam tanah

yang dengan sengaja digali, begitu juga

me-nyeberangi selokan atau parit yang

digunakan sebagai batas penutup.

d. Memakai anak kunci palsu

Mengenai ini diterangkan dalam Pasal 100

KUHP ialah: “Yang dimaksud anak kunci

palsu termasuk juga segala perkakas yang

tidak dimaksud untuk membuka kunci”. Penafsiran ini merupakan peluasan. Dengan

demikian setiap benda atau alat itu tidak

di-pergunakan untuk membuka kunci tetapi

benda atau alat itu tidak diperuntukkan

un-tuk membuka kunci, seperti antar lain

sepotong kawat, paku, dan besi. Anak kunci

biasa yang sama pasnya dengan anak kunci

aslinya, tetapi bukan anak kunci yang

di-pergunakan untuk membuka kunci oleh

pemilik rumah, termasuk dalam pengertian

anak kunci palsu.

(32)

Menurut Yurisprudensi yang dimaksud

dengan perintah palsu hanyalah menyangkut

perintah palsu untuk memasuki tempat

kedi-aman dan pekarangan orang lain. Perintah

palsu tersebut berwujud perintah yang

kelihatannya seperti surat perintah asli yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang,

tetapi sebenarnya bukan. Misalnya: seorang

pencuri yang mengakui petugas dinas air

minum yang memasuki rumah dengan

alasan akan memperbaiki pipa-pila ledeng

dengan menunjukkan surat perintah resmi,

akan tetapi sebenarnya ia bukan petugas

Di-nas Air Minum dan yang ditunjukkan bukan

surat perintah resmi.

f. Memakai pakaian jabatan palsu

Yang dimaksud dengan pakaian jabatan

palsu adalah seragam yang dipakai oleh

seseorang yang tidak berhak untuk itu.

Ser-ing terjadi di dalam masyarakat bahwa

seorang pencuri mengenakan pakaian jaksa

(33)

tadi ia dapat memasuki rumah korban

dengan mudah.

c. Pasal 364 KUHP merumuskan :

Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363

No 4, begitu juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 No-5,

asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam

pekarangan yang tetutup yang ada rumahnya, maka jika harga

barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah,

dihukum karena pencurian ringan dengan hukum penjara paling

lama tiga bulan atau denda paling banyak-banyaknyaRp.900,-.

Unsur-unsur dalam Pasal 364 KUHP adalah

a. Pencurian biasa (Pasal 362), asal barang yang dicuri

tidak lebih dari Rp.250,-

b. Pencurian dilakukan oleh dua orang lebih (Pasal 363

sub 4), asal harga tidak lebih dari Rp.250,- dan

c. Pencurian dengan masuk ketempat barang yang

diambilnya dengan jalan membongkar, memecah, dsb

(Pasal 363 sub 5 ). Jika :

1. Harga tidak lebih dari Rp.250,-dan

2. Tidak dilakukan dalam rumah atau

perkarangan tertutup yang ada

ru-mahnya.23

(34)

d. Pasal 365 KUHP merumuskan :

1. Hukuman dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun,

dihukum pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang,

dengan maksud akan memyiapkan atau memudahkan

pencurian itu , atau jika tertangkap tangan ( terpergok), supaya

ada kesempatan bagi diri sendiri atau bagi kawannya yang

turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya

barang yang dicuri itu tetap, ada di tangannya.

2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun,dijatuhkan:

Ke 1. Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam dalam

sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang

ada tempat kediamannya, dijalan umum atau dalam kereta api

atau trem yang sedang berjalan;

Ke 2. Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih

dengan bersekutu

Ke 3. Jika masuknya ke tempat melakukan pencurian dengan

merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci

palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

Ke 4. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat.

3. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat, maka dikenakan

(35)

4. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur

hidup atau selawa waktu tertentu paling lama 20 tahun. Jika

pencurian itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan

dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan

disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir

1 dan butir 3.

Unsur-unsurnya sebagai berikut :

1. Unsur-Unsur Obyektif :

1)Cara atau upaya-upaya yang diguanakan berupa :

a. Kekerasan

b. Ancaaman kekerasan

2)Yang ditujukan pada orang

3)Waktu penggunaan upaya kekerasan atau ancaman

kekerasan itu ialah :

a. Sebelum

b. Pada saat

c. Setelah berlangsungnya pencurian

2. Unsur-Unsur Subyektif

Digunakan kekerasan atau ancaman kekerasan itu,

dengan maksud yang di tujukan :

a. Untuk mempersiapkan pencurian

(36)

c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri

atau peserta lainnya apabila tertangkap tangan

d. Untuk tetap menguasai benda yang dicuri

apabi-la tertangkap tangan24.

Bentuk kedua, yakni pada ayat 2 dengan ancaman pidana

penjara paling lama 12 tahun, yang dibagi lagi menjadi 4

bentuk, yang masing- masing memuat unsur-unsur berupa ;

1. Semua unsur pencurian bentuk pokok

2. Unsur-unsur khusus dalam ayat 1 Pasal 365

3. Unsur-unsur lebih khusus lagi bersifat alternative, yang

merupakan masing-masing bentuk dari empat bentuk yang

dimaksud dalam ayat 2 Pasal 365,yaitu;

a. Pertama yang terdiri dari tiga bentuk, yakni;

1. Pencurian yang dilakukan waktu malam atau

perkarangan tertutup yang didalamnya ada tempat

kediamaannya

2. Dijalan umum

3. Didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

b. Kedua, pelaku lebih dari satu orang dengan bersekutu.

Unsur lebih dari orang dengan bersekutu adalah kualitas

dari orang-orang yang terlibat kejahatan sebagai yang di

24 Adami Chazawi , Pelajaran Huk um Pidana bagian 2, Jakarta: PT Raja Grafika Persada

(37)

sebutkan dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP, atau dalam

doktrin dikenal dengan petindak peserta

c. Ketiga, cara masuk atau sampai pada benda yang dicuri

dengan;

a. Merusak,

b. Memanjat

c. Memakai anak kunci palsu

d. Perintah palsu

d. Keempat timbulnya akbiat luka berat. Antara kekerasan

dengan luka berat harus ada hubungan sebab dan akibat,

yang dimaksudnya adalah bahwa luka berat itu

disebabkan langsung oleh digunakannya kekerasan.

Adapun luka berat itu, menurut Pasal 90 KUHP adalah :

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak lagi

memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau

yang dapat menimbulkan bahaya maut,

2. Menjadi tidak mampu secara terus-menerus

untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

yang merupakan mata pencaharian

3. Kehilangan salah saru pancaindra

4. Menjadi cacat,

(38)

6. Tergangu kekuatan akan selama empat minggu

lebih,

7. Gugurnya atau matinya kandungan seorang

perempuan

1) Pencurian dengan kekerasan bentuk ketiga, yakni yang

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pencurian bentuk ketiga ini adalah sebagaimana diatur dalam

Pasal 365 ayat 3, yang harus memenuhi unsur-unsur sebagai

berikut

a. Semua unsur pencurian bentuk pokok (Pasal 362)

b. Unsur-unsur dengan kekerasan ( Pasal 365 ayat 1)

c. Adanya akibat kematian seseorang

2) Pencurian dengan kekerasan bentuk keempat, adalah yang

terberat, karena diancam dengan pidana mati atau pidana

seumur hidup atau pidana penjara sementara setinggi-tingginya

20 tahun, yaitu apabila tergabungnya unsur-unsur sebagai

berikut :

a. Semua unsur pencurian bentuk pokok ( Pasal 362 )

b. Semua unsur pencurian dengan kekrasan (Pasal 365 ayat 1)

c. Unsur timbulnya akibat, luka berat atau matinya orang,

d. Dilakukan oleh dua orang dengan bersekutu

(39)

1. Waktu pencurian yakni malam, ditambah unsur tempat

yakni dalam sebuah tempat kediaman atau perkarangan

tertutup yang ada tempat kediamannya

2. Unsur cara-caranya untuk masuk atau sampai pada

tempat melakukan kejahatan dengan jalan;

a. Merusak

b. Memanjat

c. Memakai anak kunci palsu

d. Memakai perintah palsu

e. Memakai pakaian jabatan palsu.

e. Pasal 366 KUHP merumuskan :

Dalam pemidanaan karena salah satu perbuatan yang diterangkan

dalam Pasal 362,363 dan 365 dapat dijatuhkan pencabutan hak

tersebut dalam Pasal 35 no 1-4

f. Pasal 367 KUHP merumuskan :

1. Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam bab ini adalah suami (istri) orang yang kena

kejahatan itu, yang tidak,bercerai meja makan dan tempat

tidur atau bercerai hasrat benda, maka pembuat atau pembantu

ituutak dapat dituntut hukuman.

2. Jika suaminya (istrinya) yang sudah diceraikan meja makan

dan tempat tidur atau harta benda, atau sanak atau keluarga

(40)

maupun keturunan yang meyimpang dalam derajat yang

kedua, maka bagi diri sendiri hanya dapat dilakukan

penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan

kejahatan itu.

3. Jika menurut adat istiadat keturunan, kekuasaan bapak

dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan

dalam ayat kedua, berlaku bagi orang itu.

3. Faktor Penyebab Tindak Pidana yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Umur

Berbagai faktor memungkinkan bagi anak untuk melakukan

kenakalan dan kegiatan kriminal yang dapat membuat mereka

terpaksa berhadapan dengan hukum dan sistem peradilan pidana.

Mungkin ada macam-macam faktor seseorang itu melakukan tindak

pidana pencurian yang dilakukan oleh anak tersebut yaitu25 :

1. Faktor Keluarga

2. Faktor Ekstenal

3. Faktor Lingkungan

4. Faktor Psikologi

5. Faktor Pendidikan

Ad.1 Faktor Keluarga

25 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenak alan Remaja, Jakarta:Raja Grafindo

(41)

Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk

membesarkan, mendewasakan dan dimana anak mendapatkan pendidikan

untuk yang pertama kali. Keluarga merupakan lingkungan yang paling

kuat dalam membsarkan anak dan terutama bagi perkembangan tingkah

laku anak, sehingga keluarga memiliki peranan yang penting dalam

perkembangan anak.

Keluarga yang baik akan berpegaruh positif, bagi perkembangan

anak sedangkan keluarga yang kurang baik akan berpengarug negatif.

Oleh karena itu baik buruknya suatu keluarga mempunyai pengaruh yang

kuat terhadap perkembangan seorang anak.

Keluarga dalam keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu

dan orang tua tidak mampu memenuhi keluarga yang kurang mampu dan

orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya, terutama

pada masa usian remaja (puber) yang penuh dengan keinginan-keinginan,

cita-cita, anak-anak itu. Setidaknya memerlukan pakaian yang layak,

pendidikan untuk masa depannya. Ketika hampir semua kebutuhan anak

tersebut tidak dapat dipenuhi, maka anak tersebut mencoba dengan

jalannya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya itu dengan suatu bentuk

kejahatannya, yaitu dengan melakukan tindak pidana pencurian. Karena

(42)

yang kurang kontrol orang tua terhadapa anak-anaknya dalam pergaulan,

maka tanpa di ketahui anak itu dapat saja melakukan kejahatan.26

Ad.2 Faktor Ekomomi Sosial

Krisis dibidang ekonomi membawa pada peningkatan jumlah

pengangguran, gelandangan dan meningkatnya kejahatan konvensional

yang tinggu, khususnya kejahatna pencurian. Adanya patologi sosial atau

penyakit masyarakat apabila ditammbah dengan adanya kemerosotan

nilai-nilai agama dapat membawa kearah penurunan moral khususnya kejahatan

yang dilakukan oleh anak.

Faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.

Susunan masyarakat dimana terdapat perbedaan golongan kelas ekonomi

menengah keatas atau menegah kebawah ataupun golongan masyarakat

yang golongan miskin dibangkitkan dengan adanya kekeyaan yang sering

dipertontonkan.

Apalagi jika dilihat dari masa pertumbuhan anak-anak yang suka

meniru dan berkeinginan besar untuk memiliki akan mudah tergiur

terhadap apa yang didemonstrasikan oleh anak-anak kalangan atas baik

(43)

ssecara langsung maupun tidak langsung. Hal ini tentu saja akan lebih

cepaat mendorong anak tersebut melakukan kejahatan.

Ad.3 Faktor Lingkungan

Lingkungan yang mempegaruhi setiap perkembangan jiwa dan

perilaku seorang anak biasanya dimulai dari lingkungan yang terkecil

yaitu keluarga dan lingkungan tempat tinggal anak tersebut. Pada

lingkungan keluarga kejahatan anak dapat terjadi karena kurang dapatnya

orang tuanya sehingga anak merasa tidak diperhatikan, atau karena

keberadaan orang tua mereka yang telah terpisah atau karena keberadaan

orang tua mereka yang telah terpisah dan kurang kontrol orang tua

terhadap setiap langkah pergaulan anaknya.

Faktor lingkungan tempat tinggal anak berpengaruh pada

perkembangan jiwa dan kepribadiannya karena memang sudah merupakan

naruli manusisa untuk berkumpul dengan teman-teman untuk bergaul,

namun terkadang pergaulan akan menimbulkan efek yang baik dan tidak

baik. Kebiasaan anak-anak yang jahat tampaknya mempunyai sifat terbuka

dan baik seta tolong menolong, asal temannya itu suka pula bergaul

dengan merekan dan sama-sama melakukan aktivitas yang sama pula

seperti melakukan pencurian, pencurian ini awalnya dilakukan dalam

lingkungan keluarga.

Faktor lingkungan yang tak kurang pertingnya dalam memberi

(44)

disepakati oleh semua pihak bahwa media masa memegang peranan yang

posiitif dalam meningkatkan ilmu pengetahuan. Masyarakat dengan

alat-alat tersebut dapat mengketahui peristiwa dalam dan luar negeri dengan

segera, namun tanpa disadari kemajuan teknologi dapat membawa dampak

negatif dari perkembangan jiwa anak tersebut ketika membaca koran,

menonton TV banyak dilihat bahwa karena angka kemiskinan yang sangat

tinggi para orang dewasa banyak yang melakukan pencurian agar mudah

dan mempercepat mendapatkan uang, dengan sifat dan sikap anak yang

masih lugu anak cepat mengikuti cara-cara orang dewasa dengan mudah

dan cepat mendapaatkan uang.

Jadi, nampaklah bahwa faktor lingkungan, juga memegang peranan

dalam mempengarugi atau mendorong anak untuk melakukan kejahatan.

Pendidikan dirumah tangga paling menentukan dalam membina

kepribadian, sedangkan lingkungan sehari-hari dan sekolah merupakan

kejadian nyata bagi kehidupan anak, yang ternyata anak dibwah umur

dapat pulan melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana.

Ad.4 Faktor Psikologi

Psikologi atau ilmu jiwa adalah suatu ilmu yang memperlajari

tindakan-tindakan atau tingkah alaku manusia dihubungkan dengan jiwa

para perlakunya27. Karena disini dari masa anak ke masa dewasa dan disini

lah banyak membuat anak tersebut banyak melakukan kejahatan

27 A. Qirom Syamsuddin meliala dan E.Sumaryono, Kejahatan Anak suatu Tinjauan dari

(45)

disebabkan anak pada masa perubahan itu lah pemikiraan anak itu labil.

Maka dari itu anak banyak cenderung melakukan kejahatan, karena

menurut pemikiran anak tersebut, kebutuhannya harus terpenuhi walapun

anak tersebut melakukan tindak pidana dalam memenuhi perkara tersebut.

Ad.5 Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan ini merupakan salah satu faktor yang sangat

besar pengaruhnya terhadap tindak pidana pencurian. Umumnya pelaku

tindak pidana pencurian adalah orang-orang yang tidak berpendidikan dan

kalaupun berpendidikan hanya berpendidikan rendah saja.

Hal tersebut mengakibatkan kecilnya kemungkinan untuk

memperolah pekerjaan karena bagaimana kita ketahui pada masyarakat

sekarang ini tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa untuk memperoleh

pekerjaan maka seseorang harus menguasai ilmu pengetahuan dan

keterampilan, sebab pekerjaan yang tersedia pada masa sekarang ini,

sebagai besar telah menggunakan teknologi modern tersebut, oleh karena

itu maka dibutuhkan para pekerja yang mempunyai ilmu pengetahuan dan

keterampilan untuk menguasai teknologi modern tersebut.

G. Metode penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu

dengan pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi

(46)

langsung kelapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan

dengan penulisan skripsi tersebut .

2. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data skunder diperoleh dari :

a).Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang

mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni

berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya

b) Bahan Hukum Skunder, yaitu semua dokumen yang merupakan

informasi atau hasil kajian tentang pidana pencurian seperti : seminar

hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan

tindak pidana pencurian dan beberapa sumber dari situs internet yang

berkaitan dengan persoalnya diatas.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi

konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan sekunder sedangkan data primer diperoleh dari

wawancara langsung dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri

Medan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data tersebut dapat diperoleh :

1. Penelitian Pustaka,yaitu data-data dan keterangan yang

(47)

ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukaan. Data ini

merupakan data sekunder

2. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari

lapangan dengan melakukan wawancara pada Hakim Anak di

Pengadilan Negeri Medan.

4. Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh melalui penelitian

keperpustakaan dan penelitian lapangan kemudian dianalisis secara

kualitatif. Analisis Kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan

yang diangkat didalam skripsi.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ibi terbagi dalam beberapa bagian

yang di sebut dengan bab, dimana masing-masing bab merupakan penjelasan

permasalahan pada skrpisi ini. Namun bab tersebut masih dalam konteks yang

berkaiatan satu sama lainnya. Secara sistematika menempatkan materi

pembahasan keseluruhan dalam lima bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I :Meliputi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian, sistematika penulisan.

BAB II :Meliputi sub bab yaitu bagaimana kebijakan hukum pidana

dalam penanggulangan kejahatan yang di lakukan oleh anak

dibawah umur, tindak pidana pencurian menurut KUHP,

(48)

Tentang Pengadilan Anak, dan sistem pemidanaan dalam UU

No. 11 Tahun 2012 Tentang Pengadilan Pidana Anak.

BAB III :Meliputi bagaimana faktor – faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap

anak pelaku tindak pidana pencurian.

BAB IV : Meliputi tentang bagaimana suatu perkara tersebut apakah

penerapan sanksi pidana tersebut terhadap tindak pidana

pencurian yang melihat suatu putusan pengadilan negeri

medan.

BAB V : Meliputi ini penulis membuat kesimpulan dan saran menjadi

bahan masukan untuk penelitian mengenai masalah dalam

skripsi ini.

(49)

BAB II

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI

INDONESIA

A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur

Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum

terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara

atau lembaga permasyarakatan28. Anak-anak tersebut belum dapat berfikir secara

baik dan kritis terhadap sesuatu yang sudah akan mereka perbuat, tingkah laku

atau perbuatannya masih lebih banyak bersifat emosional dari pada rasional.

Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

akibat yang terjadi. Oleh karena itu tindak pidana anak adalah masalah nasional

meliputi lingkup nasional, maka penanggulangan masalah tindak pidana anak ini

harus dilakukan secara bersama-sama dari pemerintah sampai masyarakat29.

Adapun upaya penanggulangan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh

anak dibawah umur antara lain :

1. Kebijakan Hukum Pidana (Penal) dalam Penanggulangan Kejahatan

yang dilakukan Anak

Kebijakan hukum pidana (penal) merupakan pelaksanaan atau pen-erapan hukum acara pidana berdasarkan undang-undang oleh alat-alat kelengkapan negara, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan balai

28Soejono Dirdjosisworo, Ruang Lingk up Kriminologi, Bandung Penerbit Remaja Karya,

Bandung, 1984, hal 19-20

29 Samidjo, Ringk asan dan Tanya Jawab Huk um Pidana, Bandung CV.armico,1992, hal

(50)

pemasyarakatan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Sistem Peradi-lan Pidana. Menurut A. Mulder, “Strafrechtpolitiek” ialah garis ke-bijakan untuk menentukan30 :

a. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui

b. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana

c. cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.

Upaya penanggulangan tindak pidana menurut Pasal 24

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu :

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua

asuh

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti

pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau

Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di

bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja

Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh anak

dibawah umur dapat juga dilihat dari Undang-Undang No 11 Tahun

2012 Pasal 82 yaitu :

a. pengembalian kepada orang tua/Wali;

b. penyerahan kepada seseorang;

30Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijak an Huk um Pidana:(Perk embangan

Penyusunan Konsep KUHP Baru, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Kencana Prenada Media group,

(51)

c.perawatan di rumah sakit jiwa;

d. perawatan di LPKS;

e.kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan

yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

f.pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

g.perbaikan akibat tindak pidana.

2. Kebijakan Non-Penal dalam Penanggulangan Kejahatan yang

dil-akukan Anak

Kebijakan non-penal dalam penanggulangan kejahatan terhadap

anak pelaku tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 11

Ta-hun 2012 tampak dengan adanya penerapan Diversi dan Keadilan

Restoratif yang dimasukkan dalam proses sistem peradilan pidana

anak.

Kebijakan tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang Republik

In-donesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak yaitu :

a. Proses Penyelesaian Perkara Anak Pelaku Tindak

Pi-dana Melalui Diversi dan Keadilan Restoratif

Diversi dalam Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 harus selalu diupayakan pada setiap

proses pemeriksaan perkara Anak, atau dengan kata

lain proses diversi merupakan bahagian yang tidak

(52)

terse-but dilaksanakan jika perbuatan yang dilakukan

di-ancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh)

ta-hun, dan bukan pengulangan tidak pidana.

Tujuan dari dilakukannya Proses Diversi

da-lam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ialah

a. mencapai perdamaian antara korban dan

Anak

b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses

peradilan;

c. menghindarkan Anak dari perampasan

ke-merdekaan;

d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;

e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada

Anak

Sehingga dalam pelaksanannya, Proses Diversi

wajib memperhatikan :

a. Kepentingan anak

b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;

c. penghindaran stigma negarif;

d. penghindaran pembalasan;

e. keharmonisan masyarakat; dan

(53)

Penerapan atau pelaksanaan proses Diversi tidak

dapat terhadap semua Anak yang melakukan atau

semua jenis tindak pidana yang dilakukan oleh

Anak, sehingga dalam Penyidik, Penuntut Umum,

dan Hakim dalam melakukan Diversi harus

mem-pertimbangkan :

a. kategori tindak pidana

Ketentuan ini merupakan indikator

bahwa semakin rendah ancaman pidana

semakin tinggi prioritas Diversi.Diversi

tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan

terhadap pelaku tindak pidana yang

seri-us, misalnya pembunuhan, pemerkosaan,

pengedar narkoba, dan terorisme, yang

diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun.

b. umur Anak

Umur anak dalam ketentuan ini

dimak-sudkan untuk menentukan prioritas

pem-berian Diversi dan semakin muda umur

anak, semakin tinggi prioritas Diversi.

Hal ini terlihat dalam Pasal 21 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

(54)

12 (dua belas) tahun melakukan atau

diduga melakukan tindak pidana,

Penyi-dik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan

Pekerja Sosial Profesional mengambil

keput

Referensi

Dokumen terkait

D. Guru menugaskan siswa untuk menilai hasil analisis dokumen tahap pra-produksi dengan menggunakan format penilaian yang sudah ada dengan jujur dan bertanggungjawab.. E. Siswa

Pada penelitian ini, uji statistik dengan Chi Square menunjukkan nilai yang signifikan (p value) sebesar 0,006 berarti nila p value kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan

Hal ini dapat dilihat pada perlakuan pemberian cuka kayu 2% (B4) pada biomas sengon, diperoleh total kandungan karbon pada akar, batang dan daun paling tinggi yaitu 11.029,92 g,

Sebagaimana terjadi pada semua komoditi pertanian, terutama yang diusahakan oleh petani, persoalan pokok adalah masalah produksi dan pemasaran (Anwar, 1995). Masalah

1. Media big book adalah buku bacaan yang berkarakteristik khusus, yaitu berisi tulisan dan gambar yang dibesarkan sehingga memudahkan peserta didik untuk membacanya dan

Status gizi ibu hamil KEK adalah kehamilan pada ibu berusia muda (kurang dari 20 tahun), kehamilan yang terlalu sering serta kehamilan pada usia terlalu tua (> 35

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi menulis itu sangat banyak, salah satunya bagi siswa Sekolah Dasar yaitu; dengan menulis siswa akan lebih