• Tidak ada hasil yang ditemukan

Babatw Skipsi koreksi bab 1 2 dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Babatw Skipsi koreksi bab 1 2 dan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Pernikahan adalah gambaran mengenai kasih Allah bagi manusia. Ketika Allah menciptakan pernikahan yang pertama yaitu Adam dan Hawa, Tuhan berkata bahwa tidak baik bagi seorang manusia untuk hidup sendiri (Kej.2:18). Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut urusan

keluarga dan masyarakat. Proses membangun pernikahan yang intim dan bahagia sering tidak semulus yang diinginkan banyak pasangan, kendala di dalam pernikahan selalu ada. Keperbedaan janganlah dipandang sebagai sebuah masalah, melainkan suatu keragamann yang saling melengkapi.

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu hal yang religius di mana suatu hubungan antara dua insan manusia yaitu laki – laki dan perempuan yang telah dewasa memiliki hasrat untuk bersatu dan berjanji dalam ikatan yang suci sebagai suami isteri untuk membentuk keluarga yang bahagia serta memperbanyak keturunan. “Pernikahan melibatkan dua orang yang tidak sempurna dan menempatkan keduanya dalam hubungan yang berkomitmen agar keduanya dapat bertumbuh bersama dengan aman serta dewasa dalam menangani ketidaksempurnaan dan permasalahan.”1

Pernikahan adalah lembaga di bumi. “Ikatan pernikahan adalah ikatan yang sementara dalam kehidupan di bumi (Mat.22:23-33).”2 Inisiatif Allah untuk membentuk

1 Dale Mathis, M. A. dan Susan Mathis, Menuju Pernikahan yang Sehat dan solid. (Yogyakarta: Andi, 2010), 13.

2 Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling, (Malang: Gandum Mas, 2003), 140.

(2)

lembaga pernikahan adalah supaya manusia menemukan penolong yang sepadan (Kej.2:18) dalam mengerjakan pekerjaan yang sudah dipersiapkan Allah (Ef. 2:10), yaitu “untuk menjadi partner Allah (2 Kor.6:1) dalam melahirkan anak-anak Allah, menaklukan dan mengerjakan bumi (menyelesaikan rencan penciptaan Allah).”3

“Keluarga adalah sebuah proses ketika dua orang yang berlainan jenis menyatakan komitmen untuk hidup bersama, untuk tujuan meneruskan keturunan, melahirkan anak, membesarkan, menidiknya, dan selanjutnya menikahkan.”4

Adam dan Hawa memberi contoh hubungan yang paling mendalam dan paling intim sebagai pasangan. Antara Adam dan Hawa ada keterbukaan yang dalam

di mana keduanya saling mengetahui keadaan masing-masing, dan Adam-Hawa tidak malu. Segala kelebihan dan kekurangan boleh diketahui dan hal itu baik karena pasangannya menerima dirinya sepenuhnya dan tetap mengasihi. Pasangan yang baru menikah akan menghadapi tekanan-tekanan baru. Tekanan itu mungkin berasal dari dalam ataupun luar pernikahan, bisa juga dari masa lalu yang sudah terpendam di dalam diri masing-masing. Menyesuaikan menyeimbangkan diri dengan pasngannya merupakan suatu hal yang harus dilakukan agar tujuan pernikahan itu tercapai. Selain itu ada beberapa faktor lainnya untuk menjalin hubungan yang abadi dan berkesan

diantaranya,” keinginan, penghargaan, komitmen, kepercayaan dan keyakinan yang sama.”5

Pasangan baru akan menemui banyak konflik di dalam rumah tangga yang dibangun, apalagi dasar bangunan itu tidak sama (beda agama), akan terdapat konflik yang tidak terduga.

Setiap konflik menunjukkan adanya tuntutan dari masing-masing pihak untuk saling mengerti, menyesuaikan diri satu dengan yang lain, memahami pasangan masing-masing, saling

3 Ibid., 13.

4 Elisa B. Surbakti, Konseling Praktis Mengatasi Berbagai Masalah, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2008), 171.

(3)

mempercayai dan perlu pengorbanan dari masing-masing pihak. Pasangan yang berbahagia menemukan cara mengatasi masalah mereka dengan sebuah langkah yang baik dan benar.

Terkadang pasangan yang baru menikah seringkali terlibat beda pendapat yang bisa saja menimbulkan percekcokan, untuk menghindari hal tersebut perlu ada yang mengalah, kapan harus dengan perkataan yang keras, kapan harus lembut, kapan harus diam. Pernikahan antar agama dapat menimbulkan banyak masalah misalnya hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai, moral, waktu, persahabatan, keuangan dan lain-lain. Karena perbedaan yang jelas diantara keduanya bisa saja menimbulkan konflik yang berkepanjangan bahkan meluas jika pihak-pihak yang bersangkutan tidak intropeksi diri atau saling mengalah, merendahkan diri, mendengarkan pendapat pasangannya. Hal terburuk yang terjadi dari konflik itu adalah kekerasan kepada pasangannya, bahkan kepada anak-anak di dalam rumah tangga baik secara psikis maupun fisik, bahkan sampai kepada perceraian. “Smith menyebutkan kekerasan dalam rumah tangga sebagai kekerasan fisik, serangan seksual dan kekerasan psikis kepada orang yang dikasihi”. 6 Kekerasan dalam rumah tangga tidak

diinginkan oleh semua pihak termasuk pasangan yang menikah beda agama.

Permasalahan itu bukan saja datang dari pasangannya, tetapi juga datang dari luar seperti pihak keluarga besar yang banyak menunutut atau bahkan juga memusuhi, mengintimidasi dengan berbagai macam cara, misalnya: mengejek atau mengolok-olok. Jika tahu kalau anaknya tetap di dalam kondisi seperti itu (beda agama), tentunya orangtua mana yang ingin pernikahan anaknya berada dalam kondisi yang berbeda, tentunya orangtua berharap agar keduanya satu iman.

Tentunya orangtua mengharapkan iman yang sama ketika menghadapi hari raya ataupun persekutuan keluarga, ketemu keluarga besar di hari raya dan merayakan hari raya bersama-sama keluarga besar. Masalah-masalah lain yang juga timbul di kemudian hari adalah pengakuan negara atau pengakuan dari agama atas perkawinan tersebut, pengakuan negara atas anak yang dilahirkan, pembagian harta warisan. Belum lagi berkembangnya gaya hidup kumpul kebo atau menjalin

(4)

hubungan suami- istri tanpa ikatan pernikahan yang dipicu akibat belum diterimanya pernikahan beda agama oleh negara. Masalah lainnya yang timbul yaitu kepada iman anak , tentunya suami-istri berharap agar anaknya ikut iman dari orangtua.

Anak berada di dua persimpangan, kebingungan mana yang harus dipilih atau agama apa yang baik atau benar. Apakah ketika anak memilih salah satu iman dari orang tuanya bisa menjadi masalah kedepannya, terutama di lingkungan sekitar. Hal itu menjadi kekwatiran bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan keluaraga yang berbeda Agama dan lingkungan sekitar tempat ia bermain atau bersosialisasi.

Masalah lainnya yang bisa terjadi diantara pasangan tersebut adalah renggangnya hubungan kedua pasangan, bahkan terjadi pisah ranjang atau pisah rumah sementara dan jika tidak ada jalan tengah diantara keduanya, bisa saja kedua pasangan itu bercerai. Jalan ini tidak dapat terelakkan lagi jika keduanya bersikukuh dengan pandangan masing-masing dan tak ada yang mau mengalah. Maleakhi 2:16, berkata Tuhan membenci perceraian, apapun penyebabnya Tuhan tidak menginginkan hal itu terjadi karena apapun yang terjadi ada tujuan dan maksud Tuhan di balik semuanya itu. Jadi ketika menghadapi persoalan yang pelik pasangan yang Kristen harus mempertahankan pernikahannya tersebut terkecuali pihak pasangannya yang menolak dan ingin bercerai.

Tuhan menghendaki agar pasangan tersebut tetap didalam pernikahannya dan jangan menceraikan orang yag tidak percaya tersebut. Yesus sendiri berkata, "Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh di ceraikan manusia" (Mrk 10:9). Nasihat Yesus tersebut menunjukkan betapa kokohnya ikatan dalam pernikahan Kristen. Itulah sebabnya, Alkitab memperingatkan setiap orang agar teliti dalam menentukan pasangannya sebelum mengikrarkan janji sebab kekeliruan sekecil apapun dalam menentukan pasangan dapat berakibat fatal dan penyesalan seumur hidup.

(5)

melainkan komitmen seumur hidup, karena kekristenan tidak mengenal perceraian.”7 Dari hal-hal

yang telah diuraikan dalam latar belakang tersebut dapat dilihat bahwa mengingat di negara kita hidup serta diakui berbagai macam agama dan kepercayaan, maka tidak mengherankan apabila kita sering menjumpai atau mendengar adanya perkawinan antar orang-orang yang berbeda agama atau kepercayaan.

Berdasarkan pengamatan sementara penulis mengindentifikasikan masalah yang terjadi di Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung sebagai berikut:

1. Pernikahan yang sering terjadi di antara jemaat Gereja bethel Indonesia yaitu sesama anggota jemaat Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung.

2. Jemaat Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung bisa dibilang Gereja Keluarga karena mayoritas jemaat di Pudakpayung masih ada hubungan kerabat.

3. Jemaat masih menggunakan sistem kekeluargaan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi di dalam Gereja

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana pandangan Alkitab mengenai pernikahan beda agama. Pertama, bagaimana aspek hukum pernikahan beda agama. Kedua, pengaruh dari pernikahan beda agama terhadap pertunbuhan iman jemaat. Ketiga, sejauh mana jemaat Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung yang berbeda agama di dalam kerohaniannya mengikut Tuhan apakah kendor, atau semakin tekun.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah, pertama untuk mendeskripsikan pernikahan beda

(6)

agama. Kedua, aspek hukum dari pernikahan beda agama. Ketiga, pengaruh dari pernikahan beda Agama terhadap pertumbuhan iman jemaat menikah beda agama.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap melalui penulisan skripsi ini akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi perkembangan teologi, bagi lembaga yang diteliti, peneliti dan pihak lain.

Pertama bagi perkembangan teologi, diharapkan dengan adanya kasus seperti ini membuka wawasan terhadap gereja mengenai pernikahan yang kudus dan yang berkenan, bagaimana Allah dapat dimuliakan melalui pernikahan beda agama.

Kedua, bagi lembaga yang diteliti yaitu Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung,

diharapkan jemaat belajar dari pasangan yang menikah beda agama, agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama, bahwa pernikahan beda agama dapat menimbulkan konflik yang

berkepanjangan, dan dari sudut pandang Alkitab saja melarang pernikahan beda agama. Ketiga, bagi peneliti yaitu belajar dan memahami akibat yang ditimbulkan dari pernikahan beda agama, dan dari kesalahan orang lain belajar untuk menetapkan komitmen agar mencari pasangan yang seimbang dan seiman.

Keempat bagi pihak lain atau pembaca, dengan penulisan ini para pembaca dapat mengambil hikmah dan mengerti pengaruh dan bahayanya pernikahan beda agama bagi kelangsungan rumah tangga kedepannya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

(7)

Pertama, Penelitian ini hanya membahas tentang pernikahan antara pasangan yang menikah beda agama.

Kedua, Penelitian ini hanya mengukur sejauh mana pengaruh pernikahan beda agama terhadap pertumbuhan iman jemaat, khususnya bagi jemaat Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung yang menikah dengan beda agama.

Ketiga, Penelitian ini hanya dilakukan kepada warga jemaat di Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung periode September 2013 hingga april 2014.

F. Sistematika Penulisan

Pada bagian ini untuk lebih mempermudah memahami dan mempelajari dalam

penulisan Skripsi ini, maka penulis mencoba menguraikan dalam lima bab secara singkat di bawah ini:

Bab pertama, Pendahuluan yang mencakup: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, sistematika penelitian.

Bab kedua, membahas kajian pustaka yang meliputi, kajian Alkitab, dampak yang timbul dari pernikahan beda agama, kerangka berpikir, hipotesis.

Bab ketiga membahas tentang: metodologi penelitian yang meliputi: rancangan dan ancangan penelitian, pendekatan penelitian, populasi dan sampling, sumber data, instrumen penelitian, analisis data, interpretasi data.

Bab keempat, membahas tentang pembahasan hasil penelitian yakni, deskritif objek penelitian, analisis data dan interpretasi data.

(8)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pernikahan Beda Agama

Pernikahan merupakan hal yang penting dan sakral bagi sebagian orang yang ingin menjalani hubungan lebih jauh lagi, yaitu jenjang pernikahan. Lembaga pernikahan merupakan institusi manusia pertama yang ada di dunia. Hubungan cinta beda agama bisa terjadi pada siapa saja. Ada yang merasa tidak terganggu oleh hal ini, tapi banyak juga yang tidak setuju dan bahkan menentangnya. Alasannya bermacam-macam, ada yang berkata nikah beda agama itu tidak baik bagi iman, bahkan ada yang percaya bahwa hal ini dosa. Salah satu jalan tengah yang diambil oleh beberapa pasangan adalah pindah agama.

Allah menghendaki agar pernikahan itu dijalani oleh yang seiman agar iman salah satu tidak akan menjadi gugur atau berbalik menjauhi Allah. Komitmen dalam pernikahan Kristen sebuah perjanjian yang disahkan oleh Allah sendiri, berbeda dengan pernikahan tradisional maupun modern, yang didasarkan pada budaya dan hukum. Pernikahan yang didasarkan Alkitab akan mengubah komitmen pernikahan dari landasan budaya dan hukum yang berpusat kepada Kristus.

(9)

1. Dasar Alkitab

Rasul Paulus menekankan dan memperingati betapa pentingnya sebuah landasan yang kokoh di dalam pernikahan. Artinya pernikahan yang dikehendaki Tuhan adalah pernikahan yang kudus dan berkenan di mata Allah, pernikahan yang dimaksud adalah pernikahan yang membangun mezbah yang suci dan bersekutu bersama anggota keluarga dengan Allah sang pencipta. Dengan adanya perbedaan keyakinan maka mezbah akan terputus.

Rasul Paulus menegaskan di suratnya pada Jemaat Korintus pada saat itu yang mempunyai pandangan yang keliru mengenai hubungan seksual, “Jemaat Korintus dapat membiarkan hubungan seks dengan seorang pelacur, namun meremehkan hubungan

perkawinan yang normal (1 Kor. 6:12-20).”8 Pernikahan itu menjadi masalah bagi Jemaat di

korintus pada saat itu, bukan bagi Paulus. Sehingga Paulus mengingatkan akan perilaku jemaat Korintus yang salah.

1.1 Pasangan yang Beriman Menguduskan Pasangan Yang Tidak Beriman (1 Kor 7:12-16)

Korintus merupakan bangunan dari kota Yunani kuno, yang telah dihancurkan dan dibangun kembali oleh pemerintah Romawi. Kota ini letaknya sangat strategis untuk mengontrol perdagangan, sebuah pusat perdagangan yang kaya dan kota kosmopolitan di mana berkumpul orang –orang Yunani, Latin (Spanyol, Italia, Prancis), Siria, Asia, Mesir dan Yahudi. Kota Korintus didominasi oleh kuil Afrodite (Dewi cinta), ribuan kuil

percabulan, sejumlah besar penduduk yang tidak menetap, dan aneka suku dan bangsa yang ada.

(10)

Penduduk Korintus terdiri dari beberapa suku bangsa dan tingkatan sosial. Di Korintus juga terdapat permasalahan seperti kasus inses (hubungan seksual antar anggota keluarga dekat). Kasus ini sangat mengejutkan, sekalipun bagi orang-orang kafir yang terkenal bejat di kota itu. Kebejatan iu semakin berakar. Namun tidak semua nya begitu, ada orang-orang yang bertobat di kota Korintus walaupun berlatar belakang kafir atau penyembah berhala. Rasul Paulus berkata didalam Pasal 7:10, ”Kepada orang-orang yang telah kawin, aku-tidak, bukan aku, tetapi Tuhan-perintahkan, supaya seorang istri tidak boleh menceraikan suaminya.”

Dalam ayat 12 ia berkata, ”Kepada orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristrikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Artinya ialah, “ peraturan dalam hal orang yang sudah menikah telah ditentukan oleh Tuhan sendiri (Mat. 5: 31,32; 19:5-9; Mrk. 10:11; Luk. 16:18), sedang soal orang Kristen yang suami atau isterinya masih kafir, belum ditentukan demikian.“9

Rasul Paulus coba katakan di dalam ayat yang ke 14 “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.” Kata dikuduskan dalam bahasa yunani

 (Egiastai) dengan kata dasar (Agiazo) yang memiliki arti menguduskan, menganggap kudus, mengkhususkan, tetapi dalam konteks 1Korintus 7:14 ini dapat

diterjemahkan yaitu menguduskan. Kata  ini memiliki analisa dalam kasus perfek pasif indikatif orang ketiga tunggal, di mana dalam kasus perfek merupakan kala Yunani yang menyatakan tindakan rampung atau sudah selesai.

(11)

tercapai) dan akibatnya merupakan suatu keberadaan yang lanjut, tetapi tekanan utamanya adalah pada keberadaan yang berlanjut sehingga dapat dikatakan kala perfek melibatkan adanya suatu proses dan proses itu dilihat sebagai sesuatu yang telah mencapai

penyelesaian dan menghasilkan suatu akibat yaitu suatu keberadaan yang telah

terselesaikan, sehingga dapat disimpulkan kala perfek adalah kala tindakan di masa lampau dan akibatnya masih ada sampai masa kini.

Orang ketiga tunggal adalah orang yang dibicarakan dalam bentuk tunggal berarti satu orang sehingga dalam konteks 1 Korintus 7:14 orang ketiga tunggal adalah suami atau istri yang tidak beriman dikuduskan oleh pasangannya yang beriman, sehingga dapat ditafsirkan bahwa kata h`gi,astai yang memiliki kasus Perfek Pasif Indikatif Orang ketiga dalam 1 Korintus 7:14 yaitu telah selesai dikuduskan, di mana seorang suami atau istri yang tidak beriman telah selesai dikuduskan oleh suami atau istri yang beriman dan proses pengudusan tersebut masih terus berlanjut, sehingga keturunannya yaitu anak-anaknya juga mengalami pengudusan yang dimiliki orangtuanya.

Paulus menekankan secara khusus pada pasangan yang Kristen dari pernikahan beda agama tersebut dimana dikatakan tak seorang kristenpun yang boleh berusaha atau melakukan langkah-langkah unuk bercerai dengan alasan keagamaan. Pernikahan tetap merupakan tatanan Allah yang baik bahkan dengan pasangan yang tidak percaya. Bahkan pernikahan sekular antara dua non-kristen termasuk dalam tatanan ini. Perlu di ingat bahwa situasi di ayat 12-16 adalah pasangan yang dulu sama-sama tidak Kristen tetapi kemudian salah satu di antara mereka bertobat atau percaya dan mengikut Yesus.

Dengan kata lain, “perkawinan ini “sudah terlanjur” terjadi, bahkan memiliki anak-anak (1 Kor.7:14b).”10 Paulus menjawab bahwa suami atau istri yang tidak percaya

dikuduskan melalui suami atau istri yang percaya. Tapi dalam hal pengudusan bukan berarti

(12)

bahwa iman yang Kristen itu secara otomatis di pindahkan kepasangannya di dalam pernikahan. “Iman harus selalu merupakan iman yang pribadi, tak seorangpun yang dapat percaya untuk orang lain, tidak pula untuk istri atau suaminya.”11 Jika pasangan yang tidak

seiman itu bersedia untuk tetap mempertahankan pernikahan itu, maka orang yang beriman itu tidak boleh menceraikan atau menolak orang yang tidak beriman itu. Karena

kesediaannya untuk tinggal bersama dengan orang yang tidak beriman itu mungkin akan mengungkapkan kepadanya kekuatan kasih karunia Allah yang menyucikan melalui pasangan yang beriman itu.

Pernikahan campuran harus diselamatkan bukan hanya untuk melestarikan tatanan Allah, tetapi juga demi anak-anak. Pernikahan campuran adalah kesempatan yang sudah tersedia untuk bersaksi bagi Kristus, dan kesaksian ini mungkin akan menyelamatkan pasangan yang tidak percaya itu dengan membawanya pada iman. Setiap orang yang

menikah terpanggil untuk melayangkan kasih karunia Allah kepada pasangannya. Paulus setuju dengan 1 Petrus 3:1,2,15: suami dapat dimenangkan tanpa kata-kata yang diucapkan oleh istri mereka; dan bila mereka bersaksi dengan kata-kata, mereka harus melakukannya dengan lemah lembut dan hormat, untuk memastikan bahwa pasangan mereka tidak mempunyai alasan yang sah untuk menuduh atau mengeluh.

Konteks di atas berdasarkan keadaan pada jemaat di Kota Korintus. Keadaan yang di Korintus dan saat ini masih relevan terjadi di Pudakpayung, khususnya jemaat Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung. Jemaat ada yang menikah seagama dalam hal ini menikah secara muslim dan hidup sebagai orang muslim. Tetapi berjalannya pernikahan ibu ini percaya kepada iman Kristen di mana ibu ini menyaksikan bahwa orang Kristen

hidupnya damai, tentrem, ada kasih sehingga membuat ibu ini bertanya-tanya dalam dirinya kenapa orang Kristen itu cinta damai dan tidak mau mebalas perbuatan jahat, tentrem. Ibu ini melihat hal itu yang membuatnya penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam lagi,

(13)

sehingga ibu ini mau belajar dan mengenal Tuhan lebih dekat lagi. Pendek cerita ibu ini mau menjadi orang Kristen dan di baptis.

Iman ibu ini bertumbuh di dalam Tuhan, walaupun ibu ini merasa takut ketika ke gereja, karena suami yang belum percaya (masih Muslim), ibu ini takut mendahului karena suami adalah imam di dalam rumah tangga. Proses demi proses di lalui sampai akhirnya suaminya harus dirawat di rumah sakit karena harus menderita sakit yang parah, dalam rasa sakit bapak ini meminta didoakan oleh pendeta dan akhirnya melalui mujiat yang terjadi bapak ini memperoleh kesembuhan sehingga ia percaya kepada Tuhannya orang Kristen dan tunduk menyembah kepadanya hingga sekarang. 1 Korintus 7:14, mengatakan suami atau istri yang kudus menguduskan pasangannya dengan tetap beriman kepada Tuhan dan berharap pasangannya kelak akan seiman dengannya. Itu tergantung iman dari pasangannya dan terus berharap kepada Tuhan agar suatu kelak pasangannya mau percaya kepada Yesus Kristus.

1.2 Terang dan Gelap Tidak Dapat Bersatu (2 Kor 6:14)

Rasul Paulus dalam 2 Korintus 6: 14 mengatakan “ Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya, sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap.” Bahasa Yunani untuk "menjadi pasangan yang tidak seimbang" adalah  atau ετεροζυγεω – heterozugeô.

(14)

1. Dalam posisi Atributif (ada artikel di partisif, ada kata benda sepadan dalam hal kasus, jenis dan jumlah). Terjemahannya yang.

2. Dalam posisi Predikatif (tidak ada artikel dipartisif), terjemahannya selagi, sementara, sambil, pada saat.

3. Dalam posisi Substantif (ada artikel dipartisif, tidak ada kata benda sepadan), terjemahannya pria yang, wanita yang, hal yang.

Dalam kasus ini diterjemahkan pria-pria yang merupakan pasangan yang tidak seimbang. Dari penggunaan kata bahasa Yunani ini timbullah arti "salah menjodohkan " yang digunakan oleh beberapa terjemahan untuk teks kitab (Alkitab versi RSV. NEB, "Jangan kamu berpasangan dengan orang-orang yang tidak percaya; mereka bukan pasangan yang cocok bagimu").12 Dari terjemahan kata ini muncullah penafsiran yaitu, Paulus

memberikan peringatan yang menentang pernikahan antara orang percaya dan orang-orang yang tidak percaya. Paulus katakan, "Hentikan kebiasaanmu menjadi terikat secara heterogen dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus". Prinsip ini mengacu balik kepada Taurat yang diturunkan kepada Musa (bandingkan Im. 19:19, Ul 22:10).

Orang-orang Kristen adalah "ciptaan baru" ( 2 Kor 5:17); secara rohani orang Kristen tidak boleh bersatu dengan orang yang belum percaya yang mati secara rohani (Ef. 2:1). Prinsip ini digunakan oleh Paulus untuk menekankan bahwa tidak boleh dan sungguh bertentangan bila orang beriman merupakan pasangan yang tidak seimbang (menikah) dengan orang yang tidak beriman kepada Yesus Kristus.

Paulus mengatakan ada banyak kesalahan besar di dalam Jemaat Korintus ini, yaitu banyak orang Kristen menikah dengan orang yang tidak beriman kepada Kristus, dan orang itu kemudian ditarik untuk tidak lagi menuruti Firman Tuhan dan bahkan beribadah kepada ilah-ilah lain. Orang Kristen itu ditarik kepada hal-hal duniawi sehingga ia meremehkan Firman Tuhan dan prinsrip-prinsip Kristiani yang lain. Ia seperti lembu dan

(15)

keledai yang merupakan pasangan tidak seimbang. Atau ia seperti lembu dan keledai yang memakai kuk, ikatan atau pikulan di leher (sebagai lambang dari hukum) yang berbeda. Pernikahan semacam ini seringkali melemahkan orang Kristen untuk tidak lagi setia kepada keimanannya.

Firman Allah mengatakan orang Kristen adalah bait Allah, Paulus

mengemukakan hal itu kepada jemaat di Korintus, Paulus mengingatkan bahwa bait Allah itu keramat atau kudus. Kiasan mengenai bait Allah itu melambangkan kesucian. Paulus berkata,”Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah (2 Kor. 7:1). Ini berarti bahwa orang Kristen berada dalam proses menuju kesucian. Artinya bahwa

kehidupan manusia itu terpisah dari yang jahat yang ditunjukkan melalui cara hidup yang berbeda yang membuktikan tingkah laku moral yang sangat mulia dan pengabdian kepada Allah ditunjukkan melalui penolakan terhadap semua campur tangan berhala (1 Kor. 10: 14; 2 Kor. 6:16).

Paulus prihatin kepada kehidupan jemaat Korintus, ketika hidup di dunia dan dalam hubungan dengan orang yang tidak beriman, orang Kristen tidak memiliki persamaan dengan kegelapan, kejahatan, ketidakbenaran, dan kebejatan yang menuntut kesetiaan dari orang-orang yang belum di perdamaikan dengan Allah. Karena itu, orang percaya jangan berhubungan intim dengan orang tidak percaya, sebab hubungan semacam itu dapat merusakkan hubungan mereka dengan Kristus.

2 Pengertian Pernikahan

(16)

yaitu suami dan istri dalam membentuk keluarga dan rumah tangganya. Oleh karena itu, tak heran apabila perkawinan merupakan suatu tradisi yang sangat penting di belahan bumi manapun, bahkan begitu pentingnya masalah perkawinanpun banyak diatur dalam berbagai aspek penghidupan, baol dari sisi agama, tradisi kemasyarakatan dan institusi Negara sekalipun.

UU Perkawinan No.I th.1974 (UUP) ” perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.” 13

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 disebutkan bahwa perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah. Karena itu menikah adalah wajib menurut Islam, untuk menjadi keluarga yang bahagia, taat dan tekun beribadah kepada Tuhan.

Selain rumusan pada dua peraturan tersebut, beberapa pakar hukum juga memberikan pengertian tentang perkawinan. Subekti, mengatakan “Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam waktu yang lama.”14 Sedangkan menurut R. Wirjono Prodjodikoro. Perkawinan adalah suatu hidup

bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syara-syarat yang termasuk dalam hukum pernikahan.15 Jadi pernikahan adalah pertalian antara dua orang

yang berlainan jenis bersatu untuk waktu yang cukup lama.

2.1 Pengertian Pernikahan Menurut Islam

13 Djaja S Meliala, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Perkawinan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, 1.

14 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa:[ t.th]), 25.

(17)

Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.16 CLD (Counter Legal Draft), memberikan definisi sebagai berikut,

”Perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzan) yang dilkakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua pihak.”17 Hukum asal

pernikahan adalah mubah. Namun dmikian, dilihat dari keadaan dan situasinya, ”hukum nikah dapat menjadi wajib, sunah, makruh bahkan menjadi haram.”18

Pernikahan menurut Sajuti Thalib ialah “suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dan seorang permpuan membentuk kelaraga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.”19

2.2 Pengertian Pernikahan Menurut Kristen Protestan

“Pernikahan adalah lembaga yang diteguhkan oleh Allah sebagai sebuah hubungan permanen antara dua orang manusia yang berlainan jenis.”20 Alkitab berkata, “

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istirinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24). Artinya sejak semula rencana

16 Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum menuju Hukum Yang Berperspektif kesetaraan dan keadilan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), 151.

17 Ibid, 151.

18 Ibid, 60

19 Idris Ramulya, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1996), 1.

(18)

Allah tentang pernikahan adalah “satu orang laki-laki dan satu orang permpuan yang menjadi “satu daging”, Yaitu bersatu secara jasmani dan rohani.21

Pernikahan kristen adalah ikatan dan persekutuan hidup yang menyeluruh ( total ) dari seorang pria (suami) dengan seorang wanita (istri) yang telah diteguhkan Allah dalam pernikahan kudus; yang meliputi roh, jiwa dan tubuh; masa kini dan masa yang akan datang ( sampai salah seorang meninggal dunia ), dengan tujuan untuk membentuk secara bertanggung jawab suatu rumah tangga kristiani yang kudus, harmonis, dan bahagia serta memuliakan dan melayani Tuhan.22

Pernikahan atau perkawinan menurut Bonaventura ialah “penggabungan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri (maritalis), antara orang yang menurut hukum (legitmae) dapat nikah.”23 Berdasar paparan tersebut pernikahan Kristen adalah bersatunya dua insan

kedalam pernikahan yang kudus dan hidup bersama-sama sampai maut memisahkan.

2.3 Pengertian Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama atau perkawinan antar agama dapat diartikan sebagai perkawinan dua insan yang berbeda agama, kepercayaan atau faham-faham. Menurut Slamet Abidin, “pernikahan beda agama adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda agama dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang dianutnya.”24 Hilman Hadikusuma

21 Ibid., 24.

22 N. L. Tobing, Pernikahan Beda Agama,

https://www.facebook.com/kasihtuhantiadaduanya/posts/242204562598894, diakses 13 Desember 2013.

23 C. Groenen, OFM. Pustaka Teologi Perkawinan Sakramental Antropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, (Yogyakarta :Kanisius, 1993), 224.

(19)

dalam bukunya “Hukum perkawinan Indonesia”, perkawinan beda agama terjadi apabila seorang pria dengan seorang wanita yang berbeda agama yang dianutnya melakukan pernikahan dengan tetap mempertahankan agamanya masing-masing, termasuk dalam pengertian ini, walaupun agamanya satu kiblat namun berbeda dalam pelaksanaan upacara-upacara agama dan kepercayaannya.25

Pernikahan beda agama terjadi disebabkan karena gejala perkembangan zaman yang semakin modern yang menyebabkan pelemahan terhadap nilai-nilai Agama.

Pernikahan beda agama tidak akan terjadi, jika ada pemahaman yang benar, dan dampak pernikahan beda agama bagi kelangsungan hidup kedepannya. Hal ini perlu penangan yang serius dari pemuka Agama dalam hal ini Pendeta, gereja dan yang paling utama adalah orang tua, karena hidup bersama. Orang tua adalah pengajar atau guru di dalam keluarga, orang tua memiliki peran yang vital dalam keluarga untuk menanamkan ajaran-ajaran agama.

3. Tujuan Pernikahan

Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup sendiri. Ia pasti membutuhkan orang lain untuk berkomunikasi, melaksanakan tugas dan memenuhi segala kebutuhannya. Selain itu manusia juga dikaruniai nafsu berupa kecenderungan tabiat kepada sesuatu yang dirasa cocok. Kecenderungan ini merupakan satu bentuk ciptaan yang ada pada diri manusia, sebagai urgensi kelangsungan hidupnya. Seperti makan, minum dan menikah.

Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan seperti yang diangan-angankan banyak muda-mudi sebelum menikah, melainkan pertumbuhan. “Kebahagiaan itu justru ditemukan di tengah-tengah perjalanan (proses) pernikahan yang dilandasi cinta kasih Kristus.”26

25 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1990), 18.

(20)

Kalau tujuan kita menikah adalah bahagia, maka pasangan akan peralat pasangannya demi mencapai kebahagiaan itu. Itu sebabnya, orang yang menikah dengan tujuan bahagia justru menjadi yang paling tidak bahagia dalam pernikahannya. Bahkan, tujuan ini banyak mengakibatkan perceraian, dengan alasan ia tidak merasa bahagia dengan pasangannya. Heuken menyebutkan beberapa tujuan lain yang kuat sebagai landasan untuk menikah. Pertama, demi keperluan psikologis, yakni supaya merasa tidak sendirian atau kesepian. Kedua,

demi kebutuhan biologis, yakni agar dapat memuaskan nafsu seks secara wajar. Ketiga, demi rasa aman, yakni supaya memunyai status sosial dan dihargai masyarakat. Keempat, agar memunyai anak. Ini semua bukan merupakan alasan atau tujuan yang kuat mengapa seseorang menikah.27

4. Bentuk Pernikahan Beda Agama

Islam dengan tegas melarang seorang wanita Islam kawin dengan seorang pria non-Muslim, baik musyrik maupun Ahlul kitab. Dan seorang pria Islam secara pasti dilarang menikahi seorang wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan. Gereja sebagai lembaga Kristen juga melarang bentuk pernikahan semacam itu, pada umumnya gereja tidak mau memberkati acara pernikahan tersebut.

Jadi agar pernikahan legal secara hukum dan agama, salah satu pihak mengalah, yaitu menikah secara kesepakatan bersama (nikah secara Islam atau secara Kristen), atau beberapa pasangan beda agama harus melakukan pernikahan di Singapura, Australia atau Thailand, hal ini bagi yang punya uang.

5. Dasar Perundang-undangan

Pernikahan merupakan suatu hal yang religius di mana suatu hubungan antara dua insan manusia yaitu, seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah dewasa dan memilki hasrat untuk bersatu dan berjanji dalam ikatan suci sebagai suami-istri untuk membentuk keluarga yang bahagia serta memperbanyak keturunan. Indonesia dikenal

(21)

dengan beraneka ragam budaya, adat-istiadat yang sudah tertanam sejak dahulu, serta agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Tentunya memiliki aturan yang berbeda pula. Sama halnya dengan pernikahan.

Dalam acara pernikahanpun setiap daerah berbeda-beda adat dan acaranya. Budaya pernikahan yang beraneka ragam serta aturan di dalamnya tidak lepas dari pengaruh agama dan para pemuka agama, dan lingkungan di mana masyarakat itu berada. Untuk menyelaraskan aturan Hukum yang beraneka ragam tersebut, maka dibuatlah hukum

perkawinan nasional yang merupakan landasan hukum serta aturan pokok dalam perkawinan di Indonesia, agar semua berjalan dengan tertib dan tidak menimbulkan kekisruhan.

5.1. UU No.1 Tahun 1974

Pernikahan di dalam UU No.1 Tahun 1974 diatur dalam pasal (1) yang mengatakan, “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami/istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”28 Pernikahan beda agama pada dasarnya

dilarang oleh agama (tidak diperkenankan), karena menimbulkan banyak masalah, dan juga akan mengganggu keimanan salah satu pasangan. Menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang pengaturan perkawinan, sistemnya tidak mengatur secara tegas bahkan tidak ada hukum yang mengatur perkawinan beda agama.

UU No.1 Tahun 1974 hanya mengatur mengenai pernikahan campuran. Namun di dalam kenyataannya sering terjadi untuk mudahnya pasangan tersebut kawin berdasarkan agama salah satu pihak, dan kemudian setelah perkawinannya disahkan mereka kembali kepada keyakinannya masing-masing. Di Indonesia perkawinan antar agama masih merupakan suatu problem yang masih perlu dicarikan jalan keluarnya dengan

(22)

baiknya. Pengaturan mengenai pernikahan beda agama di berbagai Negara sangat beragam. Disatu sisi ada yang memperbolehkan pernikahan beda agama, di sisi yang lain ada yang melarang baik secara tegas maupun tidak. Fenomena pernikahan beda agama bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sementara seluruh agama yang diakui di Indonesia tidak

memperbolehkan adanya perkawinan yang dilakukan secara beda agama. UU No.1 Tahun 1974 pasal 2 sahnya pernikahan apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya.

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agam dan kepercayaannya itu.

5.2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Peraturan pernikahan menurut Kompilasi hukum Islam pasal 2 menyatakan perkawinan menurut hukum Islam yaitu “akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”29 Menurut pasal 4

perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam. Artinya pernikahan yang sah adalah pernikahan yang sesuai dengan kaidah hukum Islam yang berlaku. Ordinansi perkawinan Kristen pasal 75 ayat (1) menyatakan bahwa “perkawinan seorang laki-laki bukan Kristen dengan seorang wanita Kristen atas permohonan kedua suami-istri dapat dilaksanakan dengan memperlakukan ketentuan ordinansi ini dan ketentuan-ketentuan peraturan penyelenggaraan Reglemen catatan sipil untuk orang-orang Indonesia

(23)

Kristen.”30 Apabila pernikahan tidak dilaksanakan menurut agamanya masing-masing

berarti pernikahan itu tidak sah.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 40 dan 44 jelas melarang perkawinan orang yang beragama Islam dengan orang yang bukan agama Islam sebagaimana juga tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20 ayat 2, bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya. 6. Faktor-faktor Pernikahan Beda Agama

Rasul Petrus mengingatkan orang-orang yang sedang mengambil keputusan untuk menikah agar jangan memikul kuk yang sama dengan orang yang tidak percaya. Orang-orang yang tidak percaya tidak melibatkan Tuhan dalammengambil keputusan. Jika seseorang ingin menikah, jangan abaikan faktor seiman dengan pasangan, karena Allah ingin menjadikan bagian dari hubungan dengan yang mau menikah. Dalam pandangan Allah ada beberapa faktor penting yang menjadi fondasi yang kokoh untuk membangun suatu hubungan yang abadi dan berkesan. “Faktor-faktor itu adalah keinginan, penghargaan, komitmen, kepercayaan, dan keyakinan yang sama.”31 Selain itu ada beberapa faktor lagi

yang menentukan di dalam kelangsungan rumah tangga. 6.1 Faktor Penghambat

Agama masih menjadi salah satu faktor penghambat, banyak pasangan yang kemudian putus oleh perbedaan agama. Yang tetap bersikukuh, dihadapkan pada dua pilihan yaitu nikah beda agama, atau salah satu mengalah mengikut agama pasangannya. Dari segi agama ada beberapa faktor menikah beda agama menjadi suatu paradigma di dalam masyarakat. Yang pertama, seperti pragmatisme atau hal kemudahan untuk melakukan

30 Ibid, 75.

(24)

praktik keagamaan bersama, kesamaan adat atau budaya yang terkait dengan agama, dan perayaan hari raya dalam keluarga ke depan. Faktor yang kedua, lebih ideologis, yaitu faktor pengajaran agama. Pada faktanya hampir setiap agama mengharamkan pernikahan beda agama, bahkan ada gereja yang menolak menikahkan kedua pasangan tersebut.

“Agama Islam melarang pernikahan beda agama seperti yang tertulis di dalam Al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 221.”32 Al-quran menunjukkan beberapa hal yang

dapat menghalangi pernikahan. Halangan tersebut bersifat mutlak, sehingga hukum maupun para pemimpin agama Islam tidak dapat memberikan dispensasi.

Al-Quran melarang semua orang Islam untuk menikah dengan seorang penyembah berhala. Dalam hal ini, ajaran agama memiliki peran amat penting dan merupakan faktor fundamental mengapa masyarakat cenderung enggan untuk menikah beda agama. Pragmatisme masyarakat sedikit banyak didasari atau dipengaruhi oleh larangan ajaran agama.

UU No.1 Tahun 1974 tenang perkawinan di Indonesia yang melarang pernikahan beda agama pasal 2 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 huruf c secara eksplisit melarang terjadinya perkawinan antara laki-laki (muslim) dengan wanita non-muslim (baik Ahl al-Kitab maupun non Ahl al-al-Kitab). Pasal ini memberikan penjelasan bahwa wanita non-muslim apapun agama yang dianutnya tidak boleh dinikahi oleh laki-laki yang beragama Islam. dan pasal 44 menyatakan Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam, menjadi penghambat pernikahan beda agama dari segi hukum.

6.2 Faktor Pendukung

Perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam

(25)

menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri, bahkan juga bebas memilih pasangan hidupnya kelak. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya.

Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya konsekuen dan setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Cinta tidak mengenal batas. Seringkali perbedaan agama pun tidak menjadi batas antara dua orang yang sudah saling mencintai. Cinta terhadap pasangan merupakan salah satu faktor terjalinnya suatu hubungan yang intim dan tak terpisahkan. Cinta di sini bukanlah sekedar keinginan untuk menguasai, melainkan hasrat untuk membahagiakan orang yang dicintainya.

Ketika cinta menjadi dasar segalanya, maka perbedaan apapun bukanlah sebuah penghalang untuk melangsungkan perkawinan, meskipun harus dengan agama yang berbeda dan dengan melalui proses yang panjang dan akan membawa berbagai dampak untuk kedua belah pihak. Faktor pendukung lainnya adalah kondisi ekonomi keluarga yang mapan juga memegang peranan penting. Salah satu pasangan memiliki kerja yang baik, bahkan

mempunyai kedudukan atau bisa dibilang kehidupannya sudah mapan baik dalam hal materiil dan hal lainnya.

7. Dampak-dampak Pernikahan Beda Agama

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana orang belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan

(26)

yang bebas, tidak ada pengekang di dalam pergaulan. Dampak-dampak yang timbul

terhadap pasangan yang menikah yaitu, anak dari hasil pernikahan mengalami kebingungan dalam memilih agama yang akan diikuti, kehidupan sosial di dalam masyarakat, dalam artian pandangan masyarakat mengenai pernikahan yang berbeda agama, tekanan psikologis yang dialami pihak yang menikah beda agama, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar, apalagi jika di dalam komunitas itu mayoritas memeluk agama Islam.

7.1. Iman

“Pernikahan yang bahagia tidak hanya dilihat dari segi material (harta benda) saja, melainkan kebahagiaan terletak pada materi kasih Tuhan.”33 Oleh sebab itu materi

kasih Tuhan itu harus diterima dan dimiliki, bahkan dihayati terus menerus lewat kasih dan iman kepada Tuhan. Walaupun ada pasangan yang menikah beda agama, iman pasangan yang percaya kepada Tuhan Yesus jangan menjadi kendur, tetapi terus bertumbuh melalui hubungan yang intim dengan Tuhan.

7.1.1 Pilihan Iman Kepada Anak Ikut Ibu Atau Ayah

Pernikahan beda agama mengakibatkan dampak psikologis pada keluarga. “Masalah iman anak dalam pernikahan beda agama menjadi rumit dan pelik karena kedua orang tua, baik suami atau istri yang berbeda iman terikat oleh kewajiban dan tanggung jawab untuk mewartakan dan mewariskan imannya kepada anak melalui pendidikan.”34

33 M. Ndoen, Firman Hidup 52, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 52.

(27)

Bagi anak, muncul keraguan atas agama atau keyakinan yang dianut.

Anak mau mengikuti salah satu agama dari orang tuanya (ayah atau ibunya) yang diyakini si anak, namun karena orang tua mereka terikat satu perjanjian, mengakibatkan si anak mengikuti keyakinan berdasarkan kesepakatan orang tua.

Sementara, orang tuapun sebenarnya merasakan tekanan psikologis, baik berupa goncangan ringan maupun goncangan berat akibat perbedaan agama suami-istri. Sebagian orang tua merasakan hilangnya tanggungjawab, baik sebagai kepala rumah tangga maupun guru utama bagi anak-anaknya. Tanggungjawab orangtua dalam menanamkan nilai-nilai/ajaran agama (internalisasi sebuah keyakinan) kepada anak-anaknya. Ada sementara keluarga, yang karena semata-mata untuk menjaga keutuhan rumah tangga, mereka harus rela membuat perjanjian, dengan mengorbankan keinginan hati yang paling dalam, bahwa sesungguhnya perkawinan beda agama tidaklah mereka kehendaki.

Perkawinan beda agama juga menghadapi kendala terbatasnya komunikasi di antara orang tua, dan antara orang tua dengan anak, serta kurangnya kedekatan akibat terikat perjanjian. Hal ini berakibat mudah hadirnya pihak ketiga dari keluarga dekat masing-masing pihak (ayah dan ibu) yang turut campur tangan dalam memberikan pendidikan agama kepada anak. Bagi masyarakat yang akan menikah beda agama, perlu persiapan mental dan memahami resiko-resiko yang akan dihadapi (resiko jangka pendek maupun jangka panjang) seandainya ingin melakukan perkawinan beda agama.

“Kesatuan ayah dan ibu demikian pentingnya sebagai alas yang kuat dalam keluarga, sehingga bilamana kesatuan ini kurang kuat dapat menyebabkan kegoncangan dalam keluarga dengan segala akibatnya, baik secara khusus dalam keluarga, maupun dalam masyarakat.”35

(28)

7.1.2. Pengaruh Terhadap Kerohanian Pasangannya di Dalam Rumah Tangga

Pasangan yang berbeda agama masing-masing akan berharap dan yakin suatu saat pasangannya akan berpindah agama. Perbedaan iman di dalam satu rumah tangga pasti akan mempengaruhi peribadahan pasangan suami-istri untuk datang bersama-sama kehadirat Tuhan.

Karena tidak mungkin keduanya dapat dipersatukan menyembah Tuhan yang sama, bisa jadi memudarnya keintiman di dalam rumah tangga yang telah dibina. Awalanya baik-baik saja perbedaan bukanlah suatu masalah, tetapi seiring dengan berjalannya waktu perbedaan tersebut bisa jadi runtuh dalam membangun kokohnya rumah tangga.

8. Hukum

Mengenai sahnya perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaanya yang diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan keputusannya sesuai dengan ajaran dari agama masing-masing. Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam [Al Baqarah (2):221]. Selain itu juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (I Korintus 6: 14-18). Indonesia belum mengtur tentang pernikahan beda agama secara jelas, Undang-undang No.1 Tahun 1974 hanya mengatur pernikhan secara umum, (contoh: orang Kristen dengan Kristen, Islam dengan Islam) dan pernikahan campuran antara penduduk pribumi dengan penduduk luar (orang asing).

(29)

tersebut melangsungkan pernikahan. Orang asing harus tunduk kepada hukum yang berlaku di mana keduanya melakukan pernikahan, jika keduanya melangsungkan pernikahan berarti keduanyaharus tunduk kepada hukum Indonesia. Apabila perkawinan beda agama tersebut dilakukan oleh orang yang beragama Islam dan Kristen, maka terjadi permasalahan

mengenai pencatatan perkawinan. Apakah di Kantor Urusan Agama (KUA) atau di Kantor Catatan Sipil (KCS) oleh karena ketentuan pencatatan perkawinan untuk agama Islam dan di luar agama Islam berbeda.

Apabila ternyata pencatatan perkawinan beda agama akan dilakukan di KCS, maka akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah perkawinan beda agama yang dilangsungkan tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan tentang syarat sahnya suatu perkawinan. Apabila pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-Undang Perkawinan maka ia dapat menolak untuk melakukan pencatatan perkawinan [pasal 21 ayat (1) UUP].

8.1. Keabsahan Anak

Pengertian anak menunjukkan adanya bapak dan ibu dari anak itu dalam arti sebagai hasil perbuatan bersetubuh dari seorang pria dan seorang wanita, maka si wanita melahirkan manusia lain yang dapat menyatakan bahwa seorang pria adalah ayahnya dan seorang wanita adalah ibunya.36 Menurut ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan,

anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa dan, negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa. “Hak asasi anak dilindungi di dalam pasal 28 (B) (2) UUD 1945 yang berbunyi

(30)

setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”37

Selain itu, Negara juga menjamin agar hak-hak anak terpenuhi melalui peraturan perundang-undangan yang melindungi anak. “Indonesia telah meratifikasi (menandatangani dan mengesahkan) konvensi tentang hak-hak anak dengan mengeluarkan keputusan

Presiden No.36/1999, UU No.4/1979 tentang kesejahteraan anak, UU No.23/2002 tentang perlindungan anak, UU No.3/1997 tentang peradilan anak.”38

8.2 Hak Waris

Agama yang berbeda telah menjadi penghalang dalam hal pembagian harta warisan. Menurut ajaran Islam, salah satu hijab hak waris adalah perbedaan agama. Seorang anak yang menganut agama lain di luar agama orangtuanya yang Muslim dengan sendirinya terhalang untuk mendapatkan waris. Prodjohamidjojo mengatakan; “ Bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahiran akibat dari persetubuhan setelah dilakukan nikah.”39 UUP No.1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1 “ Anak yang dilahirkan di luar

perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. “ Anak boleh mendapatkan hak waris menurut Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan dikabulkan karena hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Anak Luar Kawin dalam Burgelijk Wetboek dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata bisa mendapat bagian waris melalui proses pengakuan yang ditetapkan oleh pengadilan. Walaupun dengan adanya

37 Ibid., 4.

38 Alpura Hadiwardoyo, Perkawinan menurut Islam dan Katolik, Implikasinya Dalam kawin Campur, (Yogyakarta:Kanisius, 1990), 28.

(31)

perbuatan hukum pengakuan ini sang anak maksimal mendapat sepertiga bagian waris.

9. Psikologi

Psikologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “ilmu yang mempelajari tentang jiwa.”40 Dalam hal ini bagaimana psikologi yang dialami oleh

pasangan yang berbeda agama di dalam berumah tangga. Agar setiap perbedaan

menemukan jalan keluar bagi permasalahan yang dialami, bukannya menjadi buruk bahkan menuju ambang perceraian, karena sudah tidak ada lagi kecocokan dan pudarnya rasa cinta diantara keduanya. Faktor kejiwaan pasangan beda agama patut menjadi perhatian bagi yang menikah beda agama, karena terdapat banyak sekali perbedaan yang bisa menimbulkan depresi bagi keduanya, jika tidak ada keterbukaan dan komunikasi yang baik.

Keluarga yang menikah harus memiliki sikap saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangannya masing-masing dan belajar dari keberbedaan untuk mencapai kebahagiaan dalam bahtera rumah tangga. Sikap menerima terhadap kekurangan ini sangat perlu, supaya tidak menimbulkan kekesalan yang kronis. “Kekecewaan yang disebabkan kegagalan tidak tercapainya harapan, dapat merusak suasana keluarga dan mempengaruhi perkembangan-perkembangan lainnya.”41

9.1 Tekanan Psikologi Pasangan di Gereja

Pasangan yang menikah beda agama terutama yang beragama Kristen pasti akan mengalami tekanan dalam hal bersosialisasi dengan jemaat dan gereja. Mungkin ada beberapa jemaat yang menyayangkan pernikahan yang terjadi, tetapi mungkin juga ada yang

40 Tim Penyususn, KBBI (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 901.

(32)

menerima keberadaan sipasangan di dalam jemaat. Gereja perlu membangun suatu

lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan iman para anggotanya. “Pengajaran teologi, konsep-konsep Alkitab, pertumbuhan iman dan praktik kegiatan gereja harus dapat

menjawab kebutuhan rohani yang penting bagi anggota gerejanya.”42

Pemimpin gereja atau Gembala, pengurus dan seluruh jemaat harus memberi dukungan dan arahan agar jemaat yang menikah beda agama terasa disisihkan atau dikucilkan. Dengan Seluruh jemaat dan gembala beserta pengurus memberi dukungan pastilah jemaat tersebut merasa dirinya diterima, dan imannya akan bertumbuh di dalam Tuhan, dan merasa bahwa dirinya tidak ditolak. Harus ada kerjasama antara gereja dan rumah tangga. Ketika ada pergumulan dalam rumah tangga, gereja dapat berperan untuk mencarikan jalan keluar yang terbaik. “Selain itu, kerjasama akan memberdayakan fungsi gereja sebagai lembaga yang perduli terhadap pergumulan anggotanya.”43

9.2 Tekanan Psikologi Suami atau Istri di Lingkungan

Pernikahan mengandung segi-segi psikologis berupa ikatan perasaan yang kuat antara suami dan istri. Tekanan juga dialami di sekitar lingkungan pasangan tersebut, warga pasti akan bertanya-tanya ataupun tidak senang akan keberadaan sipasangan dengan

berbagai alasan tertentu, atau diterima tapi dicurigai keberadaan Pasangan yang menikah beda agama sebagai warga setempat.

Pasangan beda agama dalam satu keluarga harus bekerjasama memelihara tumah tangga yang harmonis. Walaupun tekanan ada tetapi keharmonisan rumah tangga harus tetap terjaga, agar lingkungan sekitar melihat walaupun terdapat perbedaan tetapi rumah tangga yang dibina tetap rukun. Sebagai contoh suami yang Islam tetap mengantar istri

42 Debora K. Malik, Kesatuan Dalam Keragaman, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002), 98.

(33)

beribadah ke gereja, atau di dalam hari raya besar keagamaan saling menjaga dan menghormati satu dengan yang lain.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kerjasama juga merupakan hal yang tak terhindarkan. Sebab dalam banyak hal banyak masalah yang dapat ditemui, karena itu bersosialisasi sangatlah penting. Untuk itu harus saling mengenal tetangga masing-masing, saling hormat-menghormati, tenggang rasa, dan menjaga kerukunan beragama.

9.3 Keluarga Besar

Harapan dan cita-cita semua orang adalah ingin agar rumah tangganya bahagia dan terus bertahan. Manusia selalu hidup dengan suatu rencana untuk masa depannya. Sebuah keluarga yang sehat adalah keluarga yang memiliki lebih banyak komunikasi positif daripada komunikasi negatif atau keluarga yang berinteraksi secara normal dan tidak

menyembunyikan sesuatu pada saat mereka bertukar pikiran. Tekanan hidup merupakan bagian dari kehidupan normal. Selama manusia hidup, tekanan hidup akan terus menjadi bagian dari kehidupannya. Tekanan dari keluarga besar bukanlah menjadi penghalang untuk cinta itu bertumbuh. Setiap pernikahan pasti ada saja masalah yang dihadapi, tergantung bagaimana cara menyelesaikan persoalan itu dengan jalan damai dan kekeluargaan, apalagi masih keluarga besar. Keluarga adalah bagian di dalam kehidupan rumah tangga yang tidak dapat dipisahkan.

9.4 Perkembangan Anak di lingkungan Sekitar

(34)

di dalam keluarga membantu perkembangan anak dalam hal berfikir dan mengambil suatu keputusan mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk dilakukan.

Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan faunannya.44

Lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi psikologi anak, karena anak-anak jika tidak diajar sedari kecil ia akan banyak meniru lingkunganya. Jika orang tua tidak hati-hati dalam hal mendidik dan mengajarkan kepada anak hal-hal yang baik yang di bolehkan oleh agama dan mana yang dilarang oleh agama, seorang anak akan jatuh ke dalam hal-hal yang tidak baik.

9.5 Perkembangan Anak di Sekolah

Sekolah sebagai lingkup hidup sosial anak merupakan bagian utama bagi anak dalam membangun sifat religius. “Oleh sebab itu, peranan guru dan teman-teman sekolah sangat menentukan pula sebagaimana iman itu muncul dan berkembang dari pengalaman berfikir, merasakan dan berbuat.”45

Maka aktivitas dalam memperoleh pengalaman harus mendapat prioritas di dalam pendidikan iman seorang anak. Anak-anak di sekolah diajar untuk berkreativitas dan berfikir kreatif untuk mengembangkan kreativitas dan pola berfikir yang benar. Guru memiliki andil yang besar di dalam membimbing dan mengarahkan anak untuk berfikiran maju ke depan. Hendaklah setiap orang tua, disamping guru menyediakan waktu khusus bagi anak-anaknya, sehingga dapat membantu pengembangan pendidikan iman bagi

44 Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 55

(35)

anaknya. Keberhasilan pendidikan iman seorang anak sangatlah bergantung pada kerjasama antara guru dan orang tua. Di sini peran guru dan orang tua diperlukan untuk mendampingi anak di dalam melanjutkan proses pengembangan iman.

B. Pertumbuhan Iman Jemaat

“Orang percaya yang dewasa adalah orang yang adalah orang yang menjadi hamba Yesus Kristus, dikuasai oleh-Nya secara penuh dan kepribadiannya berubah seperti kepribadian Kristus (Gal.2: 20; Flp 1:8; 2:5; 2 Kor.3:3).”46 Orang yang seperti ini, yakni

orang yang mendirikan rumahnya di atas batu. Badai, taufan, persoalan melanda, tetapi rumah itu tidak rubuh, bahkan bertumbuh. “Iman yang dewasa adalah iman yang bisa mengorbankan diri dan menyerahkan diri untuk orang lain, dan rela berkorban.”47

1. Dasar Alkitab

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1). Itu adalah landasan dari pengharapan dan iman setiap orang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai bukti dari pertumbuhan iman. Bgaimana iman seseorang dapat bertumbuh tergantung dari pengharapan dan keyakinan yang penuh walaupun belum melihat tapi percaya bahwa hal itu akan terjadi.

1.1 Pertumbuhan Iman Menurut Efesus 3:16-20

Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, sebagai luapan penyataan Paulus yang melimpah sebagai hasil dari kehidupan doa pribadi Pulus. Di mana Paulus dengan

46 Woo Young Kim, Yesuslah Jawaban Kumpulan Khotbah (Jakarta: BPK Gunun Mulia, 2005), 160.

(36)

tekun berdoa sambil merindukan agar para pembacanya bertumbuh dalam iman, kasih, hikmat, dan penyataan bapa yang mulia. Oleh karena itu Paulus berusaha untuk

menguatkan iman dan dasar rohani jemaat Efesus agar hidup jemaat Efesus layak dihadapan Tuhan dengan menyatakan kepenuhan maksud kekal Allah dari penebusan dalam Kristus (Ef. 1:3-14; Ef. 3:10-12).

Paulus mengirim surat kepada jemaat Di Efesus ketika Paulus berada di penjara karena Kristus. Paulus menulis surat ini dengan maksud agar sidang pembaca akan lebih luas daripada jemaat di Efesus saja, mungkin surat ini ditulisnya sebagai surat edaran untuk gereja-gereja diseluruh Propinsi Asia.

1.1.1 Berakar di Dalam Tuhan (Ayat 17)

Berakar dapat juga digambarkan sebuah pohon yang memiliki akar yang kuat masuk ke dalam tanah. Akar berfungsi menyerap makanan dari tanah yang mendukung kebutuhan pokok pohon itu sehingga menjadi kuat. Keluarga Kristen yang berakar dalam Tuhan tak ubahnya seperti gambaran tersebut, Kristuslah yang menjadi pondasi keluarga. Iman kepada Allah dalam segala hal adalah iman yang diperlukan oleh manusia ketika menghadapi pelbagai permasalahan ataupun pergumulan dalam hidupnya.

Setiap orang percaya perlu mendasari hidup dengan beriman penuh, sebab iman itu harus bertumbuh sesuai dengan usaha yang dilakukan. Pertumbuhan iman terjadi sebagai proses yang berjalan terus-menerus sampai iman manusia menjadi dewasa. Paulus katakan dalam surat Kolose 2:7, “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”

(37)

Kudus, dan dalam kesehariannya ada buah-buah Roh yang nampak. Orang yang seperti ini memiliki keyakinan yang teguh kepada Tuhan. “Keyakinan mereka bukan karena emosi semata, karena keyakinan yang berdasarkan emosi sangat mudah mengalami erosi atau imannya mudah goyah ketika menghadapi masalah.”48

Tuhan memberikan kuasa yang tetap dalam hati orang yang kehidupannya sungguh-sungguh Kristen. Tuhan membentuk kemauan, sikap dan motifnya. Kristus harus tinggal tetap dalam kehidupan orang yang percaya pada-Nya. Kasih adalah satu-satunya dasar bagi orang orang yang telah didiami oleh Kristus. Orang tersebut akan hidup dalam suasana kasih. Perkataan, perbuatan, dan pemikirannya akan terserap oleh kasih. Kasih seperti itu akan nyata dalam hubungannya dengan orang lain.

1.1.2 Dipenuhi Dalam Kepenuhan Allah (Ayat 19)

Paulus menjelaskan di dalam Surat Kolose, “bahwa kepenuhan Allah diam di dalam Kristus, dan bahwa dalam Kristus orang yang percaya kepada-Nya di penuhi oleh kepenuhan Ke-Allahan (Kol. 1:19; 2:9-10).”49 Dalam Surat Efesus Paulus menjelaskan,

bahwa bagi orang percaya tersedia tempat untuk bertambah dalam kepenuhan, artinya setiap orang yang percaya kepada-Nya dapat terus dipenuhi oleh Roh Kudus. Doa Paulus yang terakhir bagi pembaca suratnya di Asia adalah supaya mereka dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah (ay.19).

Maksud Paulus di sini kepenuhan Allah berarti kasih karunia yang berlimpah-limpah yang dianugerahkan-Nya. Atau, kepenuhan-Nya berarti kepenuhan yang memenuhi Allah sendiri, dengan kata lain kesempurnaan-Nya. Allah mengharapkan setiap orang yang percaya bertumbuh hari demi hari, karena manusia adalah gambaran dari Allah sendiri,

48 Darwin Lumbantobing, Kasih itu Gratis (Pematangsiantar: L- Sapa, 2010), 104.

(38)

yang artinya setiap orang dibentuk menjadi serupa dan segambar dengan Kristus dalam kemuliaan yang semakin besar (2 Kor. 3:18).

1.1.3 Berbuah

Hidup di dalam Kristus menghasilkan buah-buah yang baik. Paulus

menyebutnya buah kebaikan, keadilan, dan kebenaran (5:9). Buah-buah ini hanya ada di dalam Yesus, dan tidak mungkin ada di dalam kegelapan. Perbuatan orang yang hidup di dalam kegelapan begitu memalukan. Tetapi kehidupan orang percaya itu bagaikan buku yang terbuka. Kata hatinya murni, selalu ada perhubungan dengan Allah.

Galatia 5:22-23, mnjelaskan tentang buah-buah Roh itu sendiri. Orang yang hidup di dalam Kristus haruslah berbuah, sehingga mencerminkan kasih Allah hidup di dalam hidup orang percaya. Bila hidup untuk menyenangkan Allah , maka hidup orang percaya akan menuai hidup dan karakter yang dihasilkan Roh Kudus dalam diri orang percaya. Hidup orang yang berbuah adalah hidup yang baru dimana Roh Kudus memimpin dan bekerja di dalam kehidupannya, meninggalkan karakter yang lama menuju karakter Kristus yang terus bertumbuh dan berbuah. Roh Kudus mengendalikan hidup, mengubah hubungan yang lebih baik lagi dengan Tuhan dan sesama.

2. Pengertian Pertumbuhan Iman

Paulus melihat Allah sebagai sumber pertumbuhan dalam hidup iman. “Tumbuh berarti menjalani hidup dan mengalami anugerah serta pemeliharaan Allah, berdasarkan koinonia yang kokoh, baik dengan Allah maupun dengan sesama orang beriman.”50 Bagi

Paulus pertumbuhan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama dari setiap orang percaya dan jemaat. Setiap orang mempunyai pertumbuhan yang berbeda-beda tergantung

(39)

keimanannya kepada Tuhan.

Semua orang percaya memulai perjalanan iman sebagai bayi rohani dan ketika mereka berjalan dalam iman, setiap orang percaya diperhadapkan dengan tugas untuk tumbuh dalam imannya. Oang percaya perlu saling membangun satu dengan yang lain, dimana yang imannya sudah bertumbuh, perlu mendorong atau membantu yang masih lemah agar imannya bertumbuh.

2.1 Faktor-faktor Pertumbuhan Iman

Pertumbuhan berkaitan erat dengan perubahan. Tak ada pertumbuhan yang tak mengalami perubahan. Iman tidak berhenti ketika kita mengambil keputusan percaya dan bertobat kepada Yesus Kristus. Iman harus di jalani, iman harus bertumbuh, berbuah, sampai mencapai tingkat kedewasaan iman. Efesus 4: 14-15 memerintahkan kita agar bertumbuh dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus, dan mencapai kedewasaan penuh. Orang percaya yang imannya bertumbuh bukan lagi iman yang seperti anak-anak yang mudah di goyahkan, tetapi Paulus menginginkan agar iman setiap orang percaya itu bertumbuh menjadi dewasa di dalam segala hal di dalam Tuhan Yesus yang adalah kepala dari setiap orang percaya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang imannya dapat bertumbuh atau stagnan, bahkan tidak bergerak atau tidak bertumbuh. Kadar keimanan seseorang tidak dapat diukur, tetapi iman seseorang dikatakan dapat bertumbuh atau tidak lihat

buah-buahnya di dalam kehidupan kesehariannya.

2.1.1 Faktor Penghambat

(40)

hidup kudus, sama seperti Allah yang adalah kudus. Walaupun Tuhan telah menebus umat manusia dari dosa, manusia masih cenderung untuk berbuat dosa lagi. Karena di dalam diri manusia masih terdapat sifat manusia lamanya yang ditandai dengan dosa. Dosa inilah yang menghambat manusia untuk dapat bertumbuh imannya kepada Tuhan.

Faktor penghambat lainya adalah hidup sama seperti dunia atau hidup di dalam keduniawian. Keduniawian berarti mencintai dunia dalam cara-caranya dan keinginannya yang penuh dengan dosa. Ini berarti suatu kehidupan yang manusia bertanya-tanya kepada Allah karena hanya memuaskan keinginan-keinginan diri sendiri.51 Dunia menjadi pusat

perhtian dan kasih manusia bukan lagi Allah, melainkan diri sendiri atau segala sesuatu disekeliling dan di dalam diri sendiri.

2.1.2 Faktor Pendukung

Doa adalah salah satu faktor yang mendorong iman itu bertumbuh kepada Tuhan. Doa adalah komunikasi dengan Allah dan merupakan percakapan timbal balik antara dua pihak, yaitu pihak manusia dengan Allah.

“Doa juga cara yang diberikan oleh Allah agar manusia dapat menyampaikan rasa terima kasih kepada-Nya dan mengajukan permohonan atas keterlibatan-nya dalam kehidupan manusia.”52

Doa orang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yak. 5:

51 Team ISCF Philippina, Langkah-langkah Pertumbuhan Iman, (Jakarta: Persekutuan Kristen Antar Universitas, 1993), 44.

(41)

16b). Setiap doa yang dipanjatkan kepada Tuhan dengan iman yang teguh dan tak putus-putusnya akan besar kuasanya, jika orang tersebut meyakininya tanpa ada keraguan di dalam hatinya.

Ibadah juga merupakan faktor pendukung untuk iman itu bertumbuh. “Ibadah menurut kamus Alkitab merupakan rasa hormat kepada Allah yang dinyatakan dalam gerak isyarat dan perkataan tepat, pantas, tetapi juga dituntut oleh para nabi, dalam sikap

perbuatan dan hidup (ams. 5:21-24).”53

R.C. Sproul menulis kenapa manusia beribadah yaitu, ” Manusia beribadah sebagai suatu kewajiban yang diberikan pencipta kepada ciptaan-Nya.”54 Di dalam ibadah

terdapat unsur kepatuhan yang merupakan wujud iman percaya kepada Allah, ketulusan , kejujuran dan kebenaran yang dimiliki orang percaya saat menyembah Tuhan. Ibadah adalah ketaatan umat kepada Allah untuk berbakti. Setiap orang yang mengalami

perjumpaan pribadi kepada Allah pasti memiliki kerinduan untuk terus beribadah, seperti cara hidup jemaat yang pertama, mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, dan dalam persekutuan (Kis. 2: 42a).

2.2 Hubungan Pernikahan Beda Agama Dengan Pertumbuhan Iman

Pernikahan beda agama bukanlah suatu penghambat hubungan manusia kepada sang pencipta. Setiap orang pati akan menikah, ada yang menikah seiman, ada juga yang berbeda agama. Di dalam kasus ini terjadi pernikahan yang berbeda keyakinan, tetapi karena imannya tidak gugur, orang yang menikah beda agama itu tetap kepada imannya, bahkan membawa suami dan anak-anak datang beribadah kepada Tuhan yang sama (Yesus Kristus).

53 W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2002), 145.

(42)

Tuhan punya maksud tertentu kepada semua ciptaannya, yang tujuannya satu yaitu memuliakan nama Tuhan di dalam setiap perbuatan dan tindakan manusia. Tuhan bisa memakai siapa saja dan bagaimana supaya umatnya bertobat dan berbalik, bahkan

memenangkan jiwa-jiwa yang belum mengenal Tuhan sebagai penyelamat di dalam hidupnya.

C. Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung 1. Latar Belakang Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung

Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung adalah merupakan salah satu gereja yang mandiri di kota Semarang. Gereja ini mulai dirintis oleh bapak Winarno sekitar tahun 1984. Gereja ini memiliki dua cabang yaitu di Lerep yang di Gembalakan oleh bapak Yohanes Taryono dan juga Gereja Bethel Indonesia Cabang Derekan yang di Gembalakan oleh bapak Ignatius Budiono. Secara menyeluruh Gereja Bethel Indonesia di pimpin oleh bapak Winarno A.S, sekarang ini di pimpin oleh ibu Maria Margaretha Andriyani sepeninggalnya pak Winarno ke rumah Bapak di Surga tahun 2012. Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung dirintis dari 10-15 orang yang terdiri dari sebagian kecil anggota keluarga yang menjalin persekutuan bersama di bawah penggembalaan bapak Winarno.

Bapak Winarno merintis dari gereja rumah (pinjam rumah pak Sumo untuk beribadah karena belum ada tempat yang pasti). Berkat perjuangan, kegigihan dan doa yang tekun, jemaat semakin bertambah, hingga akhirnya Pak Winarno membeli sebidang tanah sebagai bangunan gereja, sehingga ada bangunan permanen sebagai tempat peribadahan jemaat Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung hingga sekarang.

2. Program Kerja Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung

(43)

Setiap hari selalu diisi dengan ibadah, pagi dan sore hari. Jam – jam ibadah itu meliputi : Pertama, Ibadah pagi (jam 04.30-0530), Ibadah pagi dengan susunan acara pujian penyembahan, Firman Tuhan (renungan) dan doa syafaat bagi program Gereja, pergumulan jemaat dan berdoa bagi bangsa dan negara.

Kedua, Menara doa (jam 18.30 - selesai), Jam ibadah ini diikuti oleh hamba-hamba Tuhan dan jemaat yang terbeban, acaranya pujian - penyembahan disertai dengan doa syafaat bagi pergumulan gereja dan jemaat. Tapi yang datang keseringan hanya Hamba- hamba Tuhan dan beberapa jemaat.

Ketiga, Ibadah wanita (jam 18.30 – selesai). Ibadahnya bervariasi supaya tidak membosankan seperti;

a. Sharing (Firman Tuhan atau pergumulan jemaat). b. Renungan (Firman Tuhan).

c. Acara ketrampilan. (masak – memasak dan ketrampilan tangan) d. Pujian dan penyembahan (Praise and Whorsip)

Keempat, Ibadah pembekalan (Rabu, jam 18.30 - selesai). Acara di isi dengan pujian penyembahan dan pembekalan (bahan yang akan di berikan untuk kubu - kubu doa) di sampaikan oleh Pak Budiono, untuk pembekalan Firman Tuhan di wilayah masing - masing.

Kelima, Ibadah Praise and Worship (Kamis, 06.30 – selesai). Ibadah ini di peruntukan bagi pelayan Tuhan yang melayani di mimbar. Acara ini berupa pujian dan penyembahan, serta doa syafaat untuk acara ibadah minggu raya, dan pergumulan gereja ( melengkapi sound sistem, alat musik ), serta pergumulan jemaat yang mengalami beban berat, dan pergumulan untuk bertambahnya jiwa-jiwa.

Keenam, Kubu doa ( Ju’mat, jam 18.30 - sampai selesai). Ibadah ini dilakukan di rumah jemaat ( wilayah masing - masing setiap kubu doa ). Susunan acaranya pujian penyembahan, renungan dan doa syafaat. Bahan renungan yang akan di sampaikan berasal dari pembekalan yang di sampaikan oleh pak Budi ataupun gembala di hari rabu.

(44)

penyembahaan dan berdoa bagi pergumulan gereja, Bangsa dan Negara, pergumulan jemaat dan lain-lain.

Kedelapan, Ibadah pemuda - remaja( Sabtu, jam 18.30 - selesai ). Ibadah ini diikuti pemuda - remaja setempat (pemuda - remaja pudak payung, Setelah ibadah pemuda - remaja, ada latihan untuk ibadah Minggu raya

Kesembilan, Ibadah raya (06.30- selesai). Ibadah ini diisi dngan puji-pujian yang dipimpin oleh Whorship Leader yang dipilih secara bergantian tiap minggunya sesuai jadwal yang disusun oleh pengurus Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung. Pembawa Firman Tuhanpun sudah di susun dan sesekali mengundang tamu atau pembicara dari luar. Acara perjamuan Kudus dilaksanakan sebulan sekali.

Kesepuluh, Sekolah Minggu. Acara diadakan setelah ibadah raya sekitar jam 10 pagi. Acaranya dibuat bervariasi agar tidak monoton dan menjemukan. Kelasnya dibagi berdasarkan umur.

3. Pertumbuhan Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung

Pertumbuhan jemaat berjalan seiringnya waktu gereja Gereja Bethel Indonesia Pudakpayung yang di gembalakan oleh bapak Winarno A.S dari 10-15 orang, mulai bertumbuh dan Tuhan juga menambahkan jiwa- jiwa baru yang ada hingga sekarang. Sehingga dengan adanya pertumbuhan jemaat gereja sudah tidak muat menampung jemaat lagi, sehingga mereka bergumul buat dana untuk membangun gereja. Gereja bertumbuh dan pada tahun 1990, tepatnya di bel

Gambar

Gambar ini memiliki pemahaman bahwa orang yang menikah beda agama akan

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pengerukan yang hasil material keruknya tidak dimanfaatkan, adalah kegiatan pekerjaan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan atau untuk

( involuntar) drunkeness !, yakni mabuk yang disebabkan karena paksaan atau karena perbuatan rang lain, menjadi alasapn penghapus pidana apabila dalam keadaan mabuknya

(3) rata-rata persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas yang diharapkan mencapai 100% dan hal ini berarti aktivitas siswa telah mencapai kriteria aktif (4) angket respon

Dengan mengacu pada riset sebelumnya, penelitian ini mencoba untuk menemukan bukti adanya konvergensi pertumbuhan ekonomi daerah dengan cakupan wilayah yang lebih sempit:

Momen kapasitas balok dapat diperhitungkan sebagai momen rencana yang bekerja pada kolom jika daerah sendi plastis sudah direncanakan penulangannya. Ukuran kolom

Hasil dari studi menunjukkan bahwa kolaborasi perancangan interior dan visual grafis pada Museum “Rumah Air” PDAM Surya Sembada Surabaya dapat menghadirkan “cerita” dalam 4 bagian,

Akhibatnya, bertumbuh subur perilaku menyimpang, seperti: bangga melanggar hukum, kurang sikap kritis, kurang jujur, kurang mengakui dan menghargai kelebihan orang

Tanaman ini telah diteliti sebelumnya dan menunjukkan bahwa fraksi n -heksan dari ekstrak metanol yang diperoleh melalui metode kromatografi telah dilakukan uji aktivitas