• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI

LUAR DAN DI DALAM KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI

KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

OLEH :

SANDRI SASTRAWAN 127040003

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI

LUAR DAN DI DALAM KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI

KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

OLEH :

SANDRI SASTRAWAN

Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam Program Studi Ilmu Peternakan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul : STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH

NamaMahasiswa : Sandri Sastrawan

Nim : 127040003

Program Studi : Ilmu Peternakan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

A.n Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP

Tanggal Ujian : 20 Agustus 2014 Tanggal Lulus : 20 Agustus 2014

(4)

Tesis ini telah diuji di Medan pada

Tanggal : 20 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

Anggota : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS

2. Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI LUAR DAN DI DALAM KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang di gunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.

Medan, Agustus 2014

Sandri Sastrawan NIM 127040003

(6)

ABSTRAK

Sandri Sastrawan (127040003). Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, dibawah bimbingan Ma’ruf Tafsin dan Rahmanta.

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni tahun 2014 di dalam dan di luar kawasan peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variabel-variabel yeng mempengaruhi produktivitas sapi bali di kedua lokasi, mengetahui perbedaan penambahan populasi sapi bali di kedua lokasi serta mengetahui strategi pengembangan usaha sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan linge di Kabupaten Aceh Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan data skunder. Analisa data dilakukan dengan metode analisis regresi linier berganda dan strategi analisis SWOT. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas di dalam kawasan peternakan adalah mortalitas dan manajemen, sedangkan di luar kawasan peternakan adalah pekerjaan dan mortalias. Sedangkan penambahan populasi yang tertinggi peternak sapi bali yang berada di luar kawasan peternakan dengan persentasi sebesar 48,97 sedangkan di dalam kawasan peternakan sebanyak 0,17 persen. Strategi pengembangan sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah berfokus pada WO yaitu memanfaatkan seluruh peluang dan dengan cara meminimalkan kelemahan, antara lain 1) memberikan pelatihan dan penerapan teknologi kepada peternak, 2) menerapkan pengawasan yang efektif oleh dinas terkait, 3) mengaktifkan peranan penyuluh peternakan di lapangan.

Kata Kunci : Sapi Bali, Penambahan Populasi, Kawasan Peternakan Terpadu, Strategi Pengembangan

(7)

ABSTRACT

Sandri Sastrawan (127040003). Comparative study of Bali Cattle Development System Outside and Inside Integrated Ranch area in District Linge in Central Aceh, with Supervisor Ma’ruf Tafsin and Rahmanta.

This research was condukted from March to June 2014 inside and outside integrated Ranch area in district Linge in Central Aceh, the purpose of this research is to know about variables that affecting productivity Bali cattle in the both location, to know the different addition population of bali cattle in the both location and then to know the development strategy business of bali cattle inside and outside area in district Linge in Central Aceh. The Reseach method used is survey method and observation location with questionnaires, using primary data and secondary data. Analysis of data doing with multiple regression linear analysis method and SWOT analysis strategy. The Result regression analysis give point that variables is affecting to productivity in ranch area is mortality and management, while the outside ranch area is main zob and mortality. The addition population of bali cattle at the outside integrated ranch (49,97%), the area of the farm us much us (0.17 %). The development strategy of bali cattle inside and outside in district Linge Central Aceh is focus to WO that is opportunity and to minimalize the weakness, include : 1). Provide training and application of technology to farmer, 2). Applying see the affective by relevant office, 3). Activate farm extention of ranch in the location.

Keyword : Bali cattle, Addition population, Region Ranch integrated, Development Strategy.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kutacane pada tanggal 27 Maret 1987 dari ayahanda M. Saleh. SH dan Ibunda Sumarni sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Takengon pada tahun 2005. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Peternakan dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai staf pengajar di SMK Negeri 2 Takengon. Akhir tahun 2011 di rekomendasi sebagi staf pengajar di Universitas Gajah Putih Takengon hingga saat ini.

Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Peternakan di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menikah dengan Malahayati, Amd, Kep pada tahun 2012 dan dikaruniai satu orang putri yang bernama Rana Balqi.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada ALLAH SWT atas segala karunia- Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Adapun judul tesis penelitian saya

adalah Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan

Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Tesis ini tidak akan mungkin bisa

tanpa bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Ucapan Terimakasih penulisan

sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku ketua pembimbing dan kepada

Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, selaku anggota pembimbing, Ketua Program Megister Ilmu

Peternakan (Alm) Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP, Sekertaris Program Magister Ilmu

Peternakan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP,

selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ungkapan terima kasih juga

saya sampaikan kepada Ayah , Ibu tersayang, istri tercinta, dan seluruh keluarga atas segala

do’a dan kasih sayang nya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam

penulisan dan pengembangannya. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam

penyempurnaan tesis ini kami harapkan sehingga sempura dan dapat bermanfaat.

Medan, Agustus 2014

Penulis

(10)
(11)

METODE PENELITIAN

Variabel yang mempengaruhi Populasi di dalam dan di luar kawasan.. ... ... 34

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jumlah Peternak di lokasi penelitian ……… 18

2. Matriks SWOT ……… 21

3. Lokasi penelitian di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah ……… 25

4. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan usia ……… 25

5. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan tingkat pendidikan …. 26

6. Status pekerjaan responden ………. 27

7. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan tingkat pengalaman … 28

8. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan jumlah tanggungan … 29

9. Jumlah responden yang mengikuti pelatihan ……….. 30

10. Penambahan populasi sapi bali di dalam kawasan ………. 31

11. Penambahan populasi sapi bali di luar kawasan peternakan ……….. 32

12. Penambahan ternak di lokasi penelitian ………. 33

13. Mortalitas/kematian ternak dilokasi penelitian ……….. 33

14. Hasil uji asumsi multikolinieritas ……….. 34

15. Analisa faktor penambahan populasi di luar kawasan ……… 38

16. Analisa faktor penambahan populasi di dalam kawasan ……….. 38

17. Matriks IFAS (Internal Factors Analysis Sumary) ………. 48

18. Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis Sumari) ……… 53

19. Hasil Matriks SWOT ……… 56

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Kerangka pemikiran ……….. 15

2. Regression Standardized residual di luar kawasan ……….. 35

3. Regression Standardized residual di dalam kawasan ……….. 35

4. Devenden variabel populasi di luar dan di dalam kawasan ……… 36

5. Matriks grand strategi di dalam kawasan ……… 59

6. Matriks grand strategi di dalam kawasan ……… 60

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Multikolonieritas penambahan populasi sapi bali di luar kawasan peternakaN ……….66

2. Multikolonieritas penambahan populasi sapi bali di dalam kawasan peternakan …. 67

3. Penambahan populasi sapi bali di luar kawasan peternakan ………. 71

4. Kwisioner penelitian ………. 75

(15)

ABSTRAK

Sandri Sastrawan (127040003). Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, dibawah bimbingan Ma’ruf Tafsin dan Rahmanta.

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni tahun 2014 di dalam dan di luar kawasan peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variabel-variabel yeng mempengaruhi produktivitas sapi bali di kedua lokasi, mengetahui perbedaan penambahan populasi sapi bali di kedua lokasi serta mengetahui strategi pengembangan usaha sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan linge di Kabupaten Aceh Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan data skunder. Analisa data dilakukan dengan metode analisis regresi linier berganda dan strategi analisis SWOT. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas di dalam kawasan peternakan adalah mortalitas dan manajemen, sedangkan di luar kawasan peternakan adalah pekerjaan dan mortalias. Sedangkan penambahan populasi yang tertinggi peternak sapi bali yang berada di luar kawasan peternakan dengan persentasi sebesar 48,97 sedangkan di dalam kawasan peternakan sebanyak 0,17 persen. Strategi pengembangan sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah berfokus pada WO yaitu memanfaatkan seluruh peluang dan dengan cara meminimalkan kelemahan, antara lain 1) memberikan pelatihan dan penerapan teknologi kepada peternak, 2) menerapkan pengawasan yang efektif oleh dinas terkait, 3) mengaktifkan peranan penyuluh peternakan di lapangan.

Kata Kunci : Sapi Bali, Penambahan Populasi, Kawasan Peternakan Terpadu, Strategi Pengembangan

(16)

ABSTRACT

Sandri Sastrawan (127040003). Comparative study of Bali Cattle Development System Outside and Inside Integrated Ranch area in District Linge in Central Aceh, with Supervisor Ma’ruf Tafsin and Rahmanta.

This research was condukted from March to June 2014 inside and outside integrated Ranch area in district Linge in Central Aceh, the purpose of this research is to know about variables that affecting productivity Bali cattle in the both location, to know the different addition population of bali cattle in the both location and then to know the development strategy business of bali cattle inside and outside area in district Linge in Central Aceh. The Reseach method used is survey method and observation location with questionnaires, using primary data and secondary data. Analysis of data doing with multiple regression linear analysis method and SWOT analysis strategy. The Result regression analysis give point that variables is affecting to productivity in ranch area is mortality and management, while the outside ranch area is main zob and mortality. The addition population of bali cattle at the outside integrated ranch (49,97%), the area of the farm us much us (0.17 %). The development strategy of bali cattle inside and outside in district Linge Central Aceh is focus to WO that is opportunity and to minimalize the weakness, include : 1). Provide training and application of technology to farmer, 2). Applying see the affective by relevant office, 3). Activate farm extention of ranch in the location.

Keyword : Bali cattle, Addition population, Region Ranch integrated, Development Strategy.

(17)

PENDAHULUIAN Latar Belakang

Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia berdampak pada peningkatan

kebutuhan protein yang berasal dari ternak, semakin meningkatnya permintaan daging maka

akan semakin meningkatkan pengembangan disektor peternakan. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa permintaan telur dan daging ayam dalam negeri saat ini telah dapat dipenuhi oleh

produksi lokal, akan tetapi daging sapi masih memerlukan pasokan dari luar negeri. Berbagai

usaha pembangunan peternakan telah diupayakan oleh pemerintah sampai kepelosok daerah

namun masih terdapat kekurangan produksi yang akan mensuplai kebutuhan protein hewani

(Rahmat , 2000).

Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi

Aceh yang memiliki jumlah penduduk yang lebih dari 300.000 jiwa, merupakan pasar yang

menjanjikan dibidang peternakan, peternakan merupakan sub sektor pertanian yang menjadi

salah satu preoritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Aceh Tengah, terkait dengan

peranannya terhadap peningkatan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat pedesaan serta mengacu perkembangan wilayah. Setiap tahunnya sektor

peternakan mengalami peningkatan yang sangat siknifikan, jumlah ternak sapi mencapai

4.561 ekor, sapi perah 2 ekor, dan kerbau sebanyak 15.654, menurut data tahun 2011 jumlah

ternak sapi sebanyak 6.203 ekor, sapi perah 3 ekor, dan kerbau sebanyak 23.423 ekor (Dinas

Peternakan, 2005)

Kawasan peternakan terpadu dibentuk pada tahun 2005 berada di Kecamatan Linge dan

seluruh pengelolaanya di jalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggah sebagai

kawasan peternakan. Mendukung hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah

memberikan anggaran secara bertahap disebabkan anggarannya begitu besar mencapai

puluhan milyar, sesuai pendataan awal pada kawasan peternakan penyaluran ternak mencapai

1.214 ekor sapi untuk 100 kepala keluarga. Adapun fasilitas yang diberikan Pemerintah

Daerah diantaranya, pengembangan fisik, pakan ternak, jatah hidup yang diberikan

Pemerintah Daerah terhadap peternak sejumlah Rp 750.000/bulan, serta fasilitas yang

mendukung dalam pengembangan peternakan diberikan diantaranya perumahan 1 unit/ KK,

lahan seluas 2 Ha dan pembekalan beternak. Fasilitas yang diberikan tidak berkolerasi positif

terhadap peningkatan jumlah ternak yang ada di dalam Kawasan Peternakan Terpadu.

Melalui Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor 119 tahun 2004 tentang penetapan

(18)

Tengah. Kecamatan Linge merupakan salah satu kawasan pengembangan peternakan di Aceh

Tengah dengan penetapan lokasi perencanaan di Kawasan Peternakan dengan Luas 650 Ha.

Sementara di luar Kawasan Peternakan Terpadu, lahan dalam pengembangan peternakan tidak

diberikan oleh pemerintah melainkan hanya mengandalkan lahan kosong dan hutan

perbukitan.

Pola pengembangan yang dilaksanakan adalah dengan sistem mini Ranch dan Kreman

(Penggemukan). Lahan yang dikembangkan seluas 200 Ha diperuntukkan pada 100 kepala

keluarga. Masing-masing kepala keluarga diberi 2 Ha lahan dimana dalam lahan tersebut

dibangun tempat tinggal, bak penampung air, pagar, kandang, lahan penanaman pakan ternak

dan lahan pengembalaan, sedangkan peternak di luar Kawasan Peternakan Terpadu hanya

mengandalkan alam dalam pengembangan ternaknya yaitu hutan sebagai lahan pengembalaan

dan pola pengembangannya dengan sistem tradisional yang merupakan pemahaman secara

turun temurun dalam pengembangan ternak.

Kawasan Peternaka Terpadu merupakan lokasi yang baik untuk pengembangan sapi

bali, memiliki ketinggian 500-700 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata

1500-2000 mm3

Selain di kawasan peternakan terpadu Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Tengah

membina peternak yang berada di luar kawasan, namun yang membedakan keduanya ialah

peternak yang diluar kawasan peternakan terpadu tidak diberikan fasilitas yang mendukung

dalam pengembangan usaha peternakan diantaranya tidak diberi lahan hijauan, rumah, gaji,

tenaga teknis, dan bibit hijauan disini peternak hanya mengandalkan fasilitas yang ada dan

pengalaman dalam menjalankan pengembangan usaha.

pertahun. Topografi lahan di lokasi kawasan ini bergelombang dan berbukit

landai, sehingga secara teknis cocok untuk pengembangan sapi bali. Kawasan Peternakan

Terpadu telah berjalan selama 7 tahun. Pengadaan ternak sapi dimulai dari tahun 2005 hingga

tahun anggaran 2009 dari APBN, APBA dan APBD. Ternak yang diberikan kepada

masyarakat sebanyak 16 ekor dengan pertimbangan teknis dari Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Aceh Tengah dan UPTD, ukuran sapi yang diberikan berkisar 18-24

bulan. Sama halnya dengan peternak yang diluar kawasan peternakan terpadu ukuran sapi

yang mulai dipelihara dengan rataan umur berkisar 18-24 bulan, sedangkan Penambahan

ternak ini tersebar di 30 Kepala Keluarga (KK). Secara matematis bahwa dapat dikatakan dari

100 KK peternak telah berhasil mengembangkan sapi yang diberikan yaitu sebesar 30 %,

akan tetapi sapi bali di kawasan peternakan terpadu di Kecamatan Linge memiliki laju

(19)

Rumusan Masalah

Dalam upaya pengembangan sapi bali di kawasan peternakan terpadu yang telah di

programkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah, yang dilihat masih kurang

baik maka perlu adanya perbandingan antara peternak sapi bali yang berada di luar kawasan

peternakan terpadu.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Bagaimana perbedaan peningkatan populasi ternak sapi bali di luar dan di dalam

kawasanan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

b. Variabel apa saja yang mempengaruhi penambahan populasi sapi bali di luar dan di

dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

c. Bagaimana strategi pengembangan sapi bali di luar dan di dalam Kawasan Peternakan

Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

Hipotesis

a. Kawasan peternakan terpadu lebih tinggi penambahan populasinya dibandingkan

dengan di luar Kawasan Peternakan.

b. Kawasan peternakan terpadu lebih banyak variabel yang mempengaruhi penambahan

populasinya dibandingkan dengan di luar kawasan peternakan terpadu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui fakto-faktor apa saja yang

menyebabkan lambatnya penambahan populasi sapi di dalam kawasan peternakan terpadu

serta membandingkan dengan di luar kawasan peternakan dengan melihat perkembangan

ternak diantaranya :

a. Mengetahui perbedaan penambahan populasi sapi bali di luar dan di dalam Kawasan

Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

b. Menganalisis Variabel apa saja yang mempengaruhi penambahan populasi di luar dan di

dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

c. Mengetahui strategi pengembangan usaha sapi bali di luar dan di dalam Kawasan

(20)

Manfaat Penelitian

a. Pemerintah : Agar pemerintah dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang berpihak

terhadap peternak, sehingga kesejahteraan peternak akan dapat ditingkatkan.

b. Peternak :Agar peternak mampumengevaluasi program yang dibuat Pemerintah Daerah

dalam usaha peternakan sehingga program tersebut dapat terlaksana sesuai harapan.

c. Akademisi : Dengan adanya penelitian ini maka kalangan akademisi dapat berperan

aktif pada program pemerintah daerah ini dengan cara memberi masukan dan sebagai

referensi lebih lanjut bagi pengembangan usaha peternakan sapi bali.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan peternakan terpadu dan di luar kawasan

peternakan terpadu di Kecamatan Linge Kebupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. Lokasi

penelitian ditingkat Kecamatan yang merupakan basis pengembangan dan usaha

penggemukan sapi bali yang melibatkan 30 kepala keluarga yang merupakan peternak di

dalam kawasan dan 30 kepala keluarga yang merupakan peternak yang berada di luar

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Sapi Potong

Sulistia, 2007 menjelaskan bahwa sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang

sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya

dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan di budidayakan di Indonesia dalam

waktu yang sangat lama, sehingga sudah mempunyai ciri khas tertentu. Sapi Bali (Bos

sondaekus) merupakan sapi potong asli Indonesia, sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah

sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (PO). (Anggorodi, 1984) menjelelaskan bahwa di

Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang

sudah cukup popular dan banyak dikembang biakan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.

Sapi Bali, 2. Sapi Madura, 3. Sapi Ongole, 4. Sapi American Brahman.

Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif, dan

intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari

berada dalam kandang dan diberi pakan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan

secara ekstensif sapi-sapi dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari

(Rahardi, 2003). Dijelaskan oleh (Sembiring et al, 2002) sektor peternakan sejak awal masa

pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup

besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan

berprofesi sebagai peternak.

Pertumbuhan Ternak Sapi

Pertumbuhan pada hewan merupakan satu fenomena universal yang bermula dari telur

yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya

dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan

pengukuran bobot badan yang dilakukan dengancara penimbangan, (Tillman et al, 1991).

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan

pembangun seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali

jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni

adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat - zat mineral, sedangkan pertambahan

akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni, (Tilman et al,

1991).

Proses pertumbuhan ternak sapi digambarkan dalam kurva berbentuk seperti huruf ” S”,

kurva ini menunjukan saat pembuahan berlangsung, kelangsungan lambat, dan menjadi agak

(22)

usia penyapihan dan usia pubertas masih bertambah pesat. Akan tetapi dari usaha pubertas

hingga usia dijual laju mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa dan

akhirnya pertumbuhan berhenti.

Perkembangan usaha peternakan di Provinsi Aceh sampai saat ini masih relatif rendah

tingkat kemampuan pasokan produksi ternak dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan

hasil ternak yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan wilayah Provinsi Aceh menjadi salah

satu pasar hasil ternak yang sangat terbuka bagi wilayah lain. Pemenuhan kebutuhan daging

sapi banyak dipenuhi dari daerah lain seperti Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan

Sumatera Selatan.

Potensi pengembangan komoditas peternakan di Provinsi Aceh sangat besar, mengingat

kapasitas produksi yang masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan. Berdasarkan

data dari Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh tahun 2006 dan 2007,

rata-rata peluang bisnis peternakan di Provinsi Aceh sebesar 46%. Salah satu komoditas

peternakan unggulan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Aceh adalah

sapi potong. Kapasitas Produksi daging sapi tahun 2007 di Provinsi Aceh sebesar 5.277.864

kg sedangkan kebutuhan akan daging sebesar 6.877.800 kg, berarti sebesar 1.599.936 kg

(23,26%) daging sapi belum terpenuhi. (Diskeswan, 2002)

Karakteristik Sapi Bali

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng Bibos

banteng dan merupakan sapi asli pulau bali (Panjono, 2004). Ditinjau dari taksonominya, sapi

bali termasuk family Bovidae yang memiliki keunggulan sebagai berikut :

1. Persentase karkas tinggi

2. Memiliki daya cerna pakan yang baik

3. Dapat hidup dilahan kritis

4. Mudah beradaptasi dengan lingkungan

5. Kandungan lemak rendah

6. Fertilitas berkisar 83-86 %

7. Periode kebuntingan 280-294 hari

8. Persentase kebuntingan mencapai 86,56 %

Karakteristik Peternak

(Miriani, 2011) menyatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan

(23)

Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah

faktor-faktor ini akan mempengarihi respon peternak terhadap inovasi.

Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang.

Kerakteristik ini mendasari tinggkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi

lainnya (David, 2006).

Pendidikan

David (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi

cara berfikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna

itu pendidikan sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha

pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan prilaku berdasarkan ilmu dan

pengalaman yang sudah diketahui.

David (2006) menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama

pengetahuan bagi setiap orang yaitu : (1) Pendidikan informal yaitu proses pendidikan yang

panjang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup

dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan dalam

masyarakat. (2) Pendidikan formal, yaitu struktur dari sisitem pendidikan/pengajaran yang

kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan

tinggi. (3) Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar

pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk mengetahui keperluan khusus seperti

penyuluhhan pertanian.

Pengalaman Peternak

Gitingger (1968) menyatakan bahwa pengalaman beternak akan mempengaruhi

kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih

banyak akan hati-hati dalam bertindak, pengalaman beternak cukup lama akan lebih mudah

diberi pengertian. Selanjutnya dijelaskan oleh Sutrisno (2002) menerangkan bahwa

pengalaman yang baik, menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh pada

belajar seseorang.

Umur Peternak

Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak

dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan

berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam

(24)

Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam

mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya umur pengajar maupun pelajar

merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar

seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas belajar akan naik sampai usia

dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.(Ayuni, 2005)

umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang

berkaitan dengan efektivitas belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas

belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

Daryanto ( 2009) menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus naik sejak anak

mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada dewasa yaitu 25 tahun sampai

28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.

Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan peternak merupakan satu karakteristik yang dapat mempengaruhi

keputusan produksi. Selanjutnya Soetanto (2000) menjelaskan jumlah tanggunga keluarga

dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak

suatu teknologi baru.

Rangguti (2002) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu

sumber daya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut

membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak

aktif bekerja.

Penambahan populasi Ternak

Pakan

Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi

protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari

pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan

ternak (Santosa, 2003).

Syamsu (2005) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan

sebanyak 10 % dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2 % dari jumlah

tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karna itu hijauan dan sejenisnya

terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.

Pakan adalah semua bahan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak dan tidak

(25)

berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,

karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Sudrajad, 2000).

Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses

pencernaannya berlangsung secara optimal. Sumber utama serat kasar adalah hijauan. Oleh

karna itu, ada batasan minimal pemberian hijauan dalam ternak ruminansia. Untuk

penggemukan ternak ruminansia miasalnya, kebutuhan mineral hijauan berkisar antara 0,5-0,8

% bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan (Anggorodi, 1984).

Calving Interval

Pohan, AC (2004) menjelaskan bahwa Calving interval atau jarak beranak adalah

jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran yang berikutnya. Panjang

pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak. Selang beranak

dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa

kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi

lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak

dan lama kebuntingan pada sapi bali sekitar 280-294 hari.

Lama kebuntingan dipengaruhi oleh jenis kelamin, iklim, kondisi pakan dan umur induk

Panjono (2004), selanjutnya ditambahkan oleh Hardjusubroto (1994) bahwa perkembangan

fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh

anestrus pasca beranak (62 %) gangguan fungsi ovarium dan uterus (26 %) 12 % oleh

gangguan lain (Wiyatna, 2000). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas

sapi yang mengalami keadaan seperti itu, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi

secara terpadu antara induksi birahi dan ovulasi dengan Insiminasi Buatan (IB). Performans

reproduktivitas yang tinggi pada sapi bali ditandai dengan aktivitas ovarium dan perkawinan

kembali kurang dari 2 bulan sesudah beranak (Ayuni, 2005). Sehingga memberikan tingkat

efisien reproduksi yang blebih baik dibandingkan dengan sapi PO (Tanari, 1999).

Selanjutnya (Sutardi, 1997) menyatakan bahwa sapi bali rela mengorbankan anaknya dengan

cara meminimkan produksi susunya agar aktifitas reprokuksinya (siklus birahi) aktif kembali

setelah melahirkan, sedangkan sapi potong lainnya kebalikannya yaitu menghentikan aktivitas

reproduksinya dan fokus pada pembesaran anaknya. (Ayuni, 2005).

Reproduksi

Haryanto (2002) menjelaskan bahwa usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini

masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah.

(26)

pada ternak betina, akibatnya, efisiensi reproduksinya akan rendah dan kelambanan

perkembangan populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih

agar daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang

diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula.

Berbagai permasalahan dalam pengembangan sapi potong yaitu : 1) Usaha bakalan

kurang diminati para pemilik modal, 2) Keterbatasan pejantan unggul, 3) Ketersediaan pakan

tidak kontinyu, 4) Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan kurang efektif, 5) Efisien

reproduksi masih rendah dengan jarak beranak yang panjang (Pohan, 2004).

Produksi

Tingkat produksi rendah akibat faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum

memadai, serta pakan yang tersedia. Pada umumnya ternak sapi yang dipelihara terdiri dari

beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per unit rendah, hal ini menyebabkan ternak

sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus ini akan menyebabkan penundaan

pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani masih menggunakan ternak sapi

sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan sampai kapan sapi tidak dipergunakan

untuk tenaga kerja (Purbowati, 2009)

Beberapa faktor yang menyebabkan produksi rendah yaitu :

a. Populasi rendah, karena umumnya sebagai besar ternak sapi potong yang dipelihara

oleh peternak masih dalam sekala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.

b. Produksi rendah, diakibatkan faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum

memadai, serta pakan yang masih rendah (Susanto, 2010).

Rasio Pejantan dan Betina

Disamping kualitas genetik pejantan, perbandingan pejantan dengan betina sangat

mempengaruhi produktivitas. Penentuan antara pejantan dan betina dipengaruhi banyak

faktor, antara lain keadaan tofografi padang pengembalaan, umur pejantan, kondisi pasture,

pakan dan sumber air yang tersedia dan lama perkawinan. Pakan merupakan faktor penting

pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama pasca beranak, perbandinga jantan

dan betina antara 30-60 telah diperaktekan secara luas, (Siregar, 2007)

Perbandingan jantan dan betina, jumlah pejantan per satu kelompok perkawinan juga

dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina

ataupun sistem rotasi dimana selalu satu ekor pejantan per satuan jangka waktu tertentu.

(27)

Mortalitas

Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah

ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian

antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim, (Sofyan, 2003).

Regresi Linier Berganda

Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari Varibel sebab akibat. Artinya

Variabel yang satu dipengaruhi Variabel yang lain. Besarnya pengaruh variabel ini dapat

diduga dengan besar yang ditunjukan oleh koefisien regresi. Persamaan regresi yaitu Y = f(

X1, X2, X3, X4

dimana

…….. Xn )

Y = variabel yang dijelaskan ( dependen variabel )

X = variabel yang menjelaskan ( indevenden variabel )

Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y, dan tidak

mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karna itu dalam model development, maka

pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar (Soekartawi, 1984).

Analisa regresi berganda merupakan salah satu metode regresi untuk mengitemasi α dan

β yang disebut dengan metode Ordinary Leas Squars Method (OLS), dengan regresi linier

berganda dapat mengedintifikasi hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah-peubah

bebas dengan peubah tetap. Analisis ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang

diberikan oleh peubah bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi

dan bisnis, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering

dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara simultan

(Soekartawi, 1984) dalam Daslina 2006. Model umum regresi linier berganda adalah :

Yi = α + βX1i + β2X2i + β3X3

Dengan α merupakan intercept/ constanta , β i………+ βnXni +εi

1, β2 …….βn koefisien regresi yang mengambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X1, X2, …Xn) terhadap peubah tak bebas (Y), dan ε merupakan galat model yang mengkombinasikan kesalahan pendugaan,

sedangkan subscript I menunjukan amatan (responden) ke i

Kerangka pemikiran

Dalam rangka pengembangan di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu di

Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, maka perlu diketahui masalah apa saja yang

(28)

sehingga didapat solusi yang bersifat membangun. Dalam penelitian ini akan mengamati

perbedaan yang terdapat di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu yang merupakan

kawasan peternakan yang dibiayai Pemerintah Daerah dengan dana, APBN, APBA, dan

APBD.

Populasi

Luar kawasan Dalam kawasan peternakan peternakan Terpadu Kec. Linge Terpadu Kec. Linge

Faktor yang mempengaruhi penambahan populasi

Ternak Peternak

Dalam kawasan peternakan Luar kawasan peternakan Kecamatan Linge Kabupaten Kecamatan Linge Kabupaten

Aceh Tengah Aceh Tengah

Pakan Umur Faktor

Selang beranak Pendidikan penambahan

Pertama birahi Jumlah tanggungan populasi

Umur pertama beranak Pengalaman

Mortalitas Pekerjaa Starategi

Manajemen

SWOT

Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan

MengetahuiPerbedaan penambahan populasi sapi bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan di

Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah

(29)

METODE PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitan

Penelitan ini dilaksanakan di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu di

Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret

sampai dengan Juni 2014.

Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey dan analisis

dengan jenis penelitian studi kasus, yang dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner. Penggunaan jenis penelitian survey ditujukan untuk menggambarkan keadaan

secara detail dari objek yang diteliti, sehingga diketahui faktor-faktor strategi yang

berpengaruh dalam usaha pengembangan ternak sapi potong di luar dan di dalam kawasan

peternakan terpadu di Kabupaten Aceh Tengah.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

Data primer dalam penelitian ini meliputi 1. Umur, 2. Pendidikan, 3. Jumlah

tanggungan, 4. Pengalaman, 5. Pekerjaan, 6. Pakan, 7. Calving interval, 8. Umur

pertamabirahi, 9. Umur pertama beranak, 10. Mortalitas, 11. Manajemen.

Keseluruhan datanya diambil dari peternak di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu

dengan menggunakan metode wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder meliputi 1.

Populasi Ternak sumber data dari Dinas Peternakan, 2. Jumlah Penduduk sumber data dari

Dinas Kependudukan, 3. Penyuluhan sumber data dari Badan Penyuluh, 4.

Perencanaan sumberdata dari Bapeda.

Teknik Pengumpulan Data dan Informasi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dengan cara :

Metode wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang

telah dibuat sebelumnya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan

terhadap responden yaitu peternak sapi bali dan juga responden penentu kebijakan peternakan

sapi potong dari instansi terkait yaitu Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh

(30)

Metode Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan tentang strategi

dan pola pengembangan ternak sapi potong yang telah dilaksanakan selama ini dan

menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola pengembangan ternak sapi bali

tersebut. Data primer yang dikumpulkan dari penentu kebijakan adalah dari Dinas Peternakan

dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah meliputi keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan

peternakan, faktor internal dan eksternal yang paling berpengaruh, strategi pengelolaan yang

diharapkan, dan pandangan terhadap kebijakan yang berhubungan dengan pemberdayaan

peternak. Data sekunder terdiri dari strategi, kebijakan, dan program kegiatan peternakan,

perkembangan populasi ternak sapi bali, perkembangan produksi dan konsumsi,

perkembangan usaha dan laporan-laporan penelitian yang relevan. Data sekunder diperoleh

melalui studi pustaka dengan mengkaji laporan, bahan tertulis dan hasil penelitian yang

berasal dari instansi terkait seperti BPS, Bappeda, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Aceh Tenggah.

Metode Penentuan Sampel

Jumlah sampel ditetapkan secara kuota, mengacu pada pengambilan sampel dengan

asumsi popuplasi menyebar secara normal. Menurut Cooper dan Emory (1996) untuk ukuran

sampel cukup besaran (n > 30) rata-rata sampel akan terdistribusi disekitar rata-rata populasi

yang mendekati distri normal. Penetapan peternak yang akan dijadikan sampel dilakukan

memilih beberapa peternak yang sifatnya pengacakan yang ada pada lokasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini ialah peternak yang mengusahakan penggembangan sapi

potong di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu. Penentuan lokasi penelitian

dilakukan dengan sengaja, sedangkan tempat penelitian dilakukan secara acak (random).

Jumlah peternak pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Jumlah peternak di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah

Lokasi Penelitian Jumlah peternak Sampel penelitian

di Dalam Kawasan Peternakan

(31)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Komparasi Produktivitas Ternak

Analisis yang digunakan meliputi : 1. Analisis Komparasi, 2. Analisa Faktor yang

mempengaruhi rendahnya penambahan populasi sapi bali di luar dan di dalam kawasan

peternakan terpadu dengan Regresi Linier Berganda. Dalam pengolahan data tahap pertama

yang dilakukan adalah 1. Pegeditan kuisioner,2. Tabulasi data, 3. Pengolahan data, 4.

Interpretasi data.

Selanjutnya untuk menyelesaikan masalah 1, digunakan model faktor yang

mempengaruhi rendahnya penambahan populasi suatu usaha ialah 1. Umur, 2. Pendidikan, 3.

Jumlah tanggungan, 4. Pengalaman, 5. Pekerjaan utama, 6. Pakan, 7. Calving interval, 8.

Umur pertama birahi, 9. Umur pertama beranak, 10. Mortalitas, 11. Manajemen.

Analisis Variabel

Metode yang digunakan menganalisa variabel yang diduga mempengaruhi rendahnya

penambahan populasi ternak sapi bali di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu ialah

Persamaan regresi linier Berganda dengan rumus :

Y= α+β1X+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6β7X7+β8X8+β9X9+β10X10+β11D11 Dimana :

+€

Y = Penambahan Populasi (ekor/tahun)

X1

= Jumlah tanggungan (Orang)

4

= Umur pertama Birahi (Bulan)

9

X

= Umur pertama beranak (Tahun)

10

X

= Mortalitas (Ekor)

11

Buruk (0) = Tidak memiliki kandang, tidak memanfaatkan kandang, tidak tersedia lahan

hijauan, tidak menanam hijauaan, waktu mengurus ternak di bawah 5 jam per hari. = Manajemen (variabel dummy 0 = Buruk, 1 = Baik)

Baik (1) = Memiliki kandang dan di manfaatkan dengan baik, tersedianya lahan hijauan dan

telah ditanami pakan, waktu mengurus ternak di atas 5 jam per hari.

(32)

β = Koefisien regresi

€ = Error (galat)

Pengujian hipotesis :

1. Uji kesesuaian

a. Koefisien determinasi (R2

b. Uji tingkat penting

)

c. Uji serempak (uji statistik)

2. Uji asumsi pada regresi linier berganda

a. Uji normalitas

b. Uji multikolinieritas

c. Uji heteroskedastisitas

Serta menggunakan program SPSS 17 For Window, agar variabel yang diduga

berpengaruh tersebut dapat dianalisis dengan baik.

Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT)

Metode yang digunakan yaitu analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan

dengan mengidentifikasikan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh baik internal maupun

eksternal melalui proses curah pendapat dari para pakar. Dari hasil tersebut akan diperoleh

kekuatan dan kelemahan sebagai faktor strategis internal serta peluang dan ancaman sebagai

faktor strategis eksternal. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

untuk masing-masing faktor kemudian dilakukan analisis SWOT. Dalam mengembangkan

alternatif strategi juga digunakan matriks SWOT untuk membantu dalam melakukan

pencocokkan antar kekuatan dan peluang (strategi SO), kekuatan dan ancaman (strategi ST),

peluang dan kelemahan (strategi WO) serta kelemahan dan ancaman (strategi WT). Matriks

SWOT dapat dilihat pada Tabel 2. Tahapan yang dilakukan dalam menggunakan matriks

SWOT adalah sebagai berikut:

a. Membuat daftar peluang eksternal

b. Membuat daftar ancaman eksternal

c. Membuat daftar kekuatan internal

d. Membuat daftar kelemahan internal

e. Mencocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal serta melakukan pencatatan

terhadap hasil dalam kolom strategi SO

f. Mencocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal serta melakukan pencatatan

(33)

g. Mencocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal serta melakukan

pencatatanterhadap hasil dalam kolom strategi ST

h. Mencocokkan kelemahan internal dan ancaman eksternal serta melakukan pencatatan

terhadap hasil dalam kolom strategi WT.

Tabel 2. Contoh Matriks SWOT.

IFE STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

EFE Tentukan faktor kekuatan

internal organisasi

Tentukan faktor kelemahan internal organisasi

OPPORTUNITIES (O) STRATEGI S-O STRATEGI W-O Tentukan peluang

THREATS (T) STRATEGI S-T STRATEGI W-T Tentukan ancaman

Batasan Penelitian atau operasional variabel

Operasional variabel adalah penarikan batasan yang lebih menjelaskan ciri-ciri spesifik

yang lebih substanstif dari suatu konsep. Tujuan agar peneliti dapat mencapai suatu alat ukur

yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah di defenisikan konsepnya, maka peneliti

harus memasukan proses atau oprasional alat ukur yang digunakan untuk kuantivikasi gejala

atau variabel yang diteliti.

a. Populasi dan sampel : Semua karakteristik yang berhubungan dengan objek penelitian

yaitu studi komparatif sistem pengembangan sapi bali di dalam dan di luar kawasan

peternakan terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

b. Teknik pengumpulan data : Data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjaring

data primer adalah daftar pertanyaan atau kuesioner serta dibantu dengan teknik

(34)

Adapun operasional variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak

dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan

berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam

mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua.

Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam

mencoba inovasi baru demi kemajuan usaha taninya.

b. Tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berfikir dan tingkat

penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna itu pendidikan sedikit

banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha

c. Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang dimiliki

peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usaha ternaknya tanggungan

keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja.

d. Pengalaman beternak akan mempengaruhi kemampuan peternak dalam menjalankan

usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan hati-hati dalam bertindak

dalam pemeliharaan sapi.

e. Pekerjaan akan mempengaruhi menjalankan usaha peternak, semakin fokusnya peternak

mengangembangkan usaha peternakannya maka semakin baik pula hasil yang didapat

dalam meningkatkan populasi ternak, sehingga tujuan dari pengembangan usaha

peternakan dapat tercapai secara maksimal.

f. Pakan Sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi

protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari

pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan

ternak.

g. Selang beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiranyang bsatu dengan kelahiran yang

berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas

ternak. Selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu

kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan

produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode

produktif menjadi lebih banyak.

h. Reproduksi Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak

kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala

tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran pada ternak

(35)

populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih agar daya

reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efesiensi reproduksi tinggi yang diikuti

dengan produktivitas ternak yang tinggi pula sehingga perlunya mengetahui awal birahi

ternak yang dipelihara.

i. Perlunya memaksimalkan umur pertama beranak pada sapi bali dapat meningkatkan

produksi sehingga produksi rendah yang disebabkan beberapa faktor. Pada umumnya

ternak sapi yang dipelihara terdiri dari beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per

unit rendah, hal ini menyebabkan ternak sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus

ini akan menyebabkan penundaan pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani

masih menggunakan ternak sapi sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan

sampai kapan sapi tidak dipergunakan untuk tenaga kerja

j. Mortalitas merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah

ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kematian antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim,

k. Manajemen merupakan penilaian cara pemeliharaan ternak sapi bila baik 1 dan buruk 0,

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Aceh Tengah Topografi

Kabupaten Aceh Tengah terletak di Provinsi Aceh beradapada ketinggian 100-2.500

meter diatas permukaan laut, letak geografis Kabupaten ini berada pada 04010.330- 0505.7500

Lintang Utara (LU) dan 95015.40’’- 9702.025’’ Bujur Timur (BT). Kawasan peternakan

terletak pada ketinggian antara 500-700 meter diatas permukaan laut, tergolong wilayah

beriklim sedang dengan curah hujan berkisar antara 1500-2000 mm3

Kawasan peternak berada di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah merupakan

salah satu Kecamatan sebagai kawasan pengembangan peternakan pola terpadu di Kabupaten

Aceh Tengah. Luas lahan ± 650 Ha, potensi Kecamatan Linge sebagaian besar merupakan

hutan belantara, hutan pinus dan tanah tandus. Secara geografis, Kecamatan Linge berada

pada ketinggian sekitar 942 – 990 meter diatas permukaan laut.

pertahun serta memiliki

musim basah 8-9 bulan dan musim kering 3-4 bulan dalam setahunya.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bintang dan Kecamatan Lut Tawar.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Timur.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jagong Jeget, Kecamatan Atu Lintang.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues.

Jumlah Penduduk

Mengacu pada data Kabupaten Aceh Tengah dalam angka, jumlah penduduk di

Kecamatan Linge sampai tahun 2011 tercatat sebanyak 8.958 jiwa dengan tingkat kepadatan

penduduk 5 Jiwa/km2

Tabel 3. Lokasi penelitian di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah

. Jumlah tersebut terdiri atas 4401 jiwa laki-laki dan 4.557 jiwa

perempuan. Kepadatan dan persebaran penduduk menurut data yang ada di enam kampung

yang merupakan cakupan yang menjadi tempat penelitian.

(37)

Jumlah 649 2.273 19 19,07 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah 2011

Peternakan

Awalnya di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, masyarakat lebih banyak

memelihara ternak kerbau di bandingkan dengan sapi Bali, hal ini dibuktikan dengan

banyaknya bekas kubangan kerbau yang tampak pada lokasi penelitian, dengan berselangnya

waktu ternak kerbau sudah mulai berkurang, sehingga ternak sapi bali pada saat ini telah

mendominasi di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tenggah.

Gambaran Umum responden

Penelitian ini berlangsung di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah dengan

responden sebanyak 60 responden yaitu 30 responden yang berada di dalam kawasan

peternakan dan 30 responden yang berada diluar kawasan peternakan terpadu.

Tabel 4. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Usia Usia Luar Kawasan Dalam Kawasan

Sumber : Data primer diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 4 diatas diperoleh data usia responden diluar kawasan peternakan

antara 25-35 tahun sebanyak 13 orang atau sebesar 43.33 persen, usia 36-45 sebanyak 8 orang

atau sebesar 26.67 persen, usia 46-55 tahun sebanyak 5 orang atau sebesar 16.67 persen, usia

56-65 tahunsebanyak 4 orang atau sebesar 13.33 persen. Untuk responden didalam kawasan

peternakan usia 25-35 tahun sebanyak 9 orang atau sebesar 30 persen, usia 36-45 tahun

sebanyak 16 orang atau sebesar 53.33 persen, usia 46-55 tahun sebanyak 3 orang atau sebesar

10 persen, usia 56-65 tahun sebanyak 2 orang atau sebanyak 6.67 persen. Petani usia lanjut

umumnya panatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberi pengertian yang dapat mengubah

cara berfikir, begitu pula sebaliknya semakin muda usia peternak umumnya rasa keingin

tahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap teknologi

semakin tinggi (Rosnah, 1998). Secara umum dapat dinyatakan bahwa sebahagian besar

peternak didaerah penelitian masih dikatagorikan sebagi umur produktif. Hal ini didukung

dengan pernyataan Pambudi dkk (2000) yang menyatakan bahwa umur produktif untuk

(38)

Tingkat pendidikan peternak yang di jadikan sebagi responden

Dalam suatu usaha, tingkat pendidikan sangat berperan untuk meningkat dan

mengembangkan usaha. Pendidikan merupakan faktor pelancar yang dapat mempercepat

pembangunan usaha pertanian dan peternakan, dengan pendidikan yang baik seorang peternak

akan mudah mengadopsi teknologi baru, mengembangkan keterampilan dan memecahkan

permasalahan yang dihadapi (David FR, 2006)

Tabel 5. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Luar Kawasan Dalam Kawasan Sumber : Data primer diolah, 2014

Tabel 5 menerangkan bahwa karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan

tingkat pendidikan di luar kawasan peternakan tingkat SD sebanyak 16 orang atau sebesar

53.33 persen, untuk SMP sebanyak 8 orang atau sebesar 26.67 persen, untuk SMA sebanyak 5

orang atau sebesar 16.67 persen, untuk sarjana sebanyak 1 orang atau sebesar 3.33 persen,

sedangkan tingkat pendidikan didalam kawasan peternakan, SD sebanyak 8 orang atau

sebesar 26.67 persen, untuk SMP sebanyak 10 orang atau sebesar 33.33 persen, untuk SMA

sebanyak 12 orang atau sebesar 40 persen, sedangkan untuk sarjana tidak ada. Soekartawi

(1984) menyatakan tingkat pendidikan cenderung mempengaruhi cara berfikir dan tingkat

penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.

Tebel 6. Status pekerjaan tingkat responden.

Status Luar Kawasan Dalam Kawasan

Sumber : Data primer diolah, 2014

Tabel 6 menunjukan tingkat pekerjaan responden pada lokasi penelitian, data tersebut di

(39)

persen, peternak sebanyak 10 orang atau sebesar 33.35 persen, sedangkan responden yang

bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 1 orang atau 3.33 persen dan pegawai negeri sipil

sebanyak 1 orang atau sebesar 3.33 persen. Sedangkan status pekerjaan sebagai peternak yang

di dalam kawasan sebanyak 17 orang atau sebesar 56.67 persen, patani sebanyak 10 orang

atau 33.33 persen, sementara itu yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 3 orang atau 10

persen dan tidak ada responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil atau 0 persen.

Pekerjaan sebelum beternak akan sangat mempengaruhi peternak dalam mengelola

ternaknya. Pada umumnya pekerjaan sebagai peternak dapat meningkatkan motivasi untuk

pengembangan usaha peternakan sebelumnya, semakin sering pekerjaan dilakukan khususnya

pada bidang peternakan maka semakin memahami dan timbul rasa kecintaan terhadap

pekerjaan tersebut sehingga beternak dirasakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan

pendatan keluarga.

Tabel 7. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan tingkat pengalaman

Pengalaman Luar Kawasan Dalam Kawasan Sumber : Data primer diolah, 2014

Pengalaman beternak akan mempengaruhi peternak dalam mengembangkan usaha

peternakannya. Semakin lama beternak maka peternak semakin tahu bagai mana cara

mengembangkan usaha peternakannya dan semakin mengarah peternakan yang menuju

keberhasilan dan lebih mampu menangkap peluang dalam usaha peternakan yang dijalani.

Tabel 7. Menunjukan tingkat pengalaman responden dari lokasi penelitian, responden

diluar kawasan peternakan yang memiliki pengalaman beternak selama 1-5 tahun sebanyak 19

orang atau sebesar 63.33 persen, selama 6-10 tahun sebanyak 7 orang atau sebesar 23.34

persen, selama 11-15 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 6.67 persen, selama 16-20 tahun

senanyak 1 orang sebanyak 3.33 persen dan > 20 tahun sebanyak 1 orang atau sebanyak 3.33

persen, sedangkan untuk responden didalam kawasan peternak yang memiliki pengalaman

beternak selama 1-5 tahun sebanyak 24 orang atau sebesar 80 persen, selama 6-10 tahun

(40)

6.66 persen, selama 16-20 tahun sebanyak 2 orang atau sebanyak 6.67 persen, sedangkan

responden yang beternak > 20 tahun tidak ditemukan.

Tabel 8. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan jumlah tanggungan keluarga Sumber : Data primer diolah, 2014

Tabel 8 menunjukan karakteristik responden di lokasi penelitian, responden di dalam

kawasan peternakan jumlah tanggungan responden 0 orang sebanyak 1 orang atau sebesar

3.33 persen, jumlah tanggungan responden 1 orang sebanyak 4 orang atau 13.33 persen,

sedangkan tanggungan responden sebanyak 2 orang sebanyak 7 orang atau sebanyak 23,34

persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 3 orang sebanyak 8 orang ataupun sebanyak

26.67 persen, jumlah tanggungan responden 4 orang sebanyak 4 orang atau sebesar 13.33

orang, responden yang jumlah tanggungannya sebanyak 5 orang sebanyak 6 orang atau

sejumlah 20 persen, sedangkan jumlah tanggungan 6 dan > 6 tidak terdapat pada lokasi diluar

kawasan peternakan atau sebanyak 0 persen. Sedangkan responden yang berada di luar

kawasan peternakan jumlah tanggungan responden 0 orang sebanyak 1 orang atau sebesar

3.33 persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 1 orang sebanyak 1 orang atau sebesar

3.33 persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 2 orang sebanyak 4 orang atau

sebanyak 13.33 persen, untuk tanggungan responden 3 orang sebanyak 12 orang atau sebesar

40 persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 4 orang sebanyak 3 orang atau sebesar 10

persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 5 orang sebayak 4 orang atau sebesar 13.34

persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 6 orang sebanyak 4 orang atau sebesar 13.34

persen dan jumlah tanggungan responden> 6 orang berjumlah 1 orang atau sebesar 3.33

(41)

Jumlah tanggungan peternak merupakan salah satu yang berperan dalam melakukan

kegiatan pengembangan sapi, jumlah tanggungan biasanya di identik dengan anggota keluarga

sehingga dapat membantu dalam melaksanakan kegiatan beternak.

Tabel 9. Jumlah responden yang mengikuti pelatihan.

Keikut Sertaan

Dalam Pelatihan Luar Kawasan Dalam Kawasan

Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%)

Belum Pernah 17 56.67 10 33.33 1-2 Kali 11 36.67 15 50.00

3-5 Kali 2 6.66 3 10.00

Rutin 0 0 2 6.67

Total 30 100 30 100 Sumber : Data primer diolah, 2014

Dari Tabel 9 diatas menunjukan diluarkawasan peternakan terdapat 17 orang atau 56.67

persen yang belum pernah mengikuti pelatihan, 1-2 kali mengikuti pelatihan sebanyak 11

orang atau 36.67 persen, 3-5 kali sebanyak 2 orang atau 6.66 persen, sedangkan responden

yang rutin mengikuti pelatihan tidak ada. Sedangkan didalam kawasan terdapat 10 orang atau

33.33 persen yang belum pernah mengikuti pelatihan, 1-2 kali sebanyak 15 orang atau sekitar

50 persen, 3-5 kali sebanyak 3 orang atau sebesar 10 persen sedangkan mengikuti pelatihan

(42)

Tabel 10. Penambahan populasi sapi bali didalam kawasan dari tahun 2009 sampai dengan

Tabel 10 menunjukkan penambahan populasi sapi bali di dalam kawasan dari tahun

2009 sampai dengan 2014 di dalam kawasan yang sampel diambil sebanyak 30 responden

dari tabel diatas dapat dilihat jumlah populasi awal sebanyak 480 ekor terdiri dari 30 ekor

jantan dan 480 ekor betina, sedangkan penambahan populasi sapi saat ini berjumlah17

ekor/tahun atau penembahan 0,17 persen/tahun, sehingga di peroleh populasi tahun 2014

(43)

Tabel 11. Penambahan populasi ternak di luar kawasan dari tahun 2009 sampai dengan 2014

Tabel 11 menunjukan penambahan populasi sapi bali dari tahun 2009 sampai dengan

2014 di luar kawasan yang sampel diambil sebanyak 30 responden dari tabel diatas dapat

dilihat jumlah populasi awal sebanyak 100 ekor terdiri dari 18 ekor jantan dan 82 ekor betina,

sedangkan penambahan populasi sapi saat ini berjumlah 196 ekor dari tahun 2009 sampai

dengan 2014 atau penembahan 48,97 persen/tahun, sehingga di peroleh populasi tahun 2014

adalah sebanyak 407 ekor.

Tabel 12. Penambahan ternak di lokasi penelitian

Ternak Awal Penambahan Persentase Lokasi Penelitian (Ekor) populasi (ekor) penambahan tahun

tahun 2009 (2009-2014) (2009-2014)

(44)

Tabel 12 menunjukkan tingkat penambahan jumlah ternak pada lokasi penelitian

menunjukkan perbedaan yang sangat jelas pada responden yang berada di luar kawasan

peternakan dengan persentase 48,97 persen sedangkan peningkatan populasi sebanyak 196

ekor/tahun dari jumlah ternak awal 100 ekor, sedangkan dikawasan peternakan tampak

penambahan populasi yaitu sebesar 66 ekor/tahun atau jumlah ternak awal sebanyak 480

dengan persentase 3,43.

Tabel 13. Mortalitas ternak di lokasi penelitian

Peternak Jumlah Ternak Jumlah Persentase Lokasi Penelitian (Orang) Awal Mortalitas (%) (Ekor) (2009-2014)

Luar Kawasan 30 100 62 3,1 Dalam Kawasan 30 480 235 48,95 Sumber : Data primer diolah, 2014

Tabel 13 diatas menunjukkan lebih tingginya tingkat mortalitas pada kawasan

peternakan sebanyak 48,95 persen/ekor/tahun dengan populasi awal sebanyak 480 dengan

jumlah kematian ternak sebanyak 235 dari tahun 2009 sampai dengan 2014, sedangkan diluar

kawasan peternakan sebanyak 3.1 persen/ekor/tahun dengan populasi awal sebanyak 100 ekor

dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 dengan jumlah mortalitas 62 ekor.

Variabel yang mempengaruhi penambahan populasi di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah

A. Hasil Analisisdi luar dan di dalam kawasan peternakan Uji asumsi klasik di luar dan di dalam kawasan peternakan

Sebelum melakukan uji kesesuaian (Goodness of fit) model. Untuk mendeteksi

terpenuhinya asumsi dalam analisis regresi linier, model regresi linier penambahan populasi

ternak pertahun, hasil pengujian asumsi klasik akan dibahas pada bagian dibawah ini.

a. Uji asumsi multikolinierritas

Uji asumsi multikolinierritasadalah untuk melihat nilai toleransi dengan nilai lebih

besar dari 0.1 dan nilai VIF dengan nilai lebih besar dari 5. Jika asumsi ini sesuai maka tidak

terjadi multi kolinieritas. Nilai toleransi dan VIF didaerah penelitian dapat dilihat pada tabel

(45)

Tabel 14. Hasil uji asumsi multikolinierritas model penambahan populasi ternak di dalam kawasan dan diluar kawasan peternakan Kabupaten Aceh Tengah.

Signifikasi Divisiation

Dalam kawasan Luar kawasan

Variabel Bebas Tolerance VIF Tolerance VIF

Umur 0,619 1,61 0,415 2,411 Pendidikan 0,707 1,299 0,727 1,376 Jumlah tanggungan 0,676 1,480 0,632 1,583 Pengalaman 0,620 1,612 0,497 2,013 Pekerjaan 0,125 8,029 0,801 1,249 Pakan 0,556 1,799 0,786 1,272 Selang Beranak 0,555 1,802 0,663 1,597 Awal birahi 0,678 1,474 0,631 1,584 Umur pertama beranak 0,520 1,921 0,569 1,578 Mortalitas 0,720 1,389 0,571 1,753 Manajemen 0,179 5,596 0,587 1,705

Sumber : Data primer diolah, 2014

Tabel 14 menunjukan tidak terjadi multi kolinieritas yang mana nilai toleransi lebih

besar dari 0.1 dan nilai VIF lebih besar dari 5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model

regresi linier penambahan jumlah ternak di dalam kawasan peternakan dan diluar kawasan

peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah terbebas dari masalah

Multikolinieritas.

B. Uji Asumsi Heteroskedastisitas di luar dan di dalam kawasan peternakan

Uji asumsi heteroskedastisitas dianalisis dengan menggunakan grafik model regresi

linier berganda diantaranya terbebas dari masalah hetoroskedastisitas adalah :

a. Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0

b. Titik data tidak mengumpul pada titik tertentu baik diatas ataupun disamping

c. Penyebaran titik tidak membentuk suatu pola bergelombang atau menyebar kemudian

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Jumlah peternak di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Tabel 2. Contoh Matriks SWOT.
Tabel 3. Lokasi penelitian di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

BRIDGESTONE TIRE INDONESIA, berdasarkan sumber dan penggunaan modal kerja dengan tingkat likuiditas dilihat pada tahun 2003 ke tahun 2004 mengalami kenaikkan berarati kinerja

Harga minyak turun hampir dua persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena investor fokus pa- da pembengkakan pasokan minyak mentah global, yang meningkat lebih

[r]

Many studies have shown that measurement of Lp(a) in old frozen samples is likely to result in a preferential decrease and false lower Lp(a) concentrations in patient groups

30 SEPTEMBER 2013 DAN 31 DESEMBER 2012 (Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain). PT PANIN SEKURITAS Tbk, Indonesia Stock Exchange Tower II Suite

These controversial findings may have many explanations: selection bias by mortal- ity in retrospective analysis; bias against studies with small samples; the different role played by

[r]

Membantu Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah merumuskan kebijakan daerah dalam pelaksanaan kewenangan daerah di bidang perhubungan, komunikasi dan informatika