STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI
LUAR DAN DI DALAM KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI
KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH
TESIS
OLEH :
SANDRI SASTRAWAN 127040003
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI
LUAR DAN DI DALAM KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI
KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH
TESIS
OLEH :
SANDRI SASTRAWAN
Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam Program Studi Ilmu Peternakan
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH
NamaMahasiswa : Sandri Sastrawan
Nim : 127040003
Program Studi : Ilmu Peternakan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Dr. Ir. Rahmanta, M.Si
A.n Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2014 Tanggal Lulus : 20 Agustus 2014
Tesis ini telah diuji di Medan pada
Tanggal : 20 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Anggota : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si
Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS
2. Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGEMBANGAN SAPI BALI DI LUAR DAN DI DALAM KAWASAN PETERNAKAN TERPADU DI KECAMATAN LINGE KABUPATEN ACEH TENGAH adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang di gunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.
Medan, Agustus 2014
Sandri Sastrawan NIM 127040003
ABSTRAK
Sandri Sastrawan (127040003). Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, dibawah bimbingan Ma’ruf Tafsin dan Rahmanta.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni tahun 2014 di dalam dan di luar kawasan peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variabel-variabel yeng mempengaruhi produktivitas sapi bali di kedua lokasi, mengetahui perbedaan penambahan populasi sapi bali di kedua lokasi serta mengetahui strategi pengembangan usaha sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan linge di Kabupaten Aceh Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan data skunder. Analisa data dilakukan dengan metode analisis regresi linier berganda dan strategi analisis SWOT. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas di dalam kawasan peternakan adalah mortalitas dan manajemen, sedangkan di luar kawasan peternakan adalah pekerjaan dan mortalias. Sedangkan penambahan populasi yang tertinggi peternak sapi bali yang berada di luar kawasan peternakan dengan persentasi sebesar 48,97 sedangkan di dalam kawasan peternakan sebanyak 0,17 persen. Strategi pengembangan sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah berfokus pada WO yaitu memanfaatkan seluruh peluang dan dengan cara meminimalkan kelemahan, antara lain 1) memberikan pelatihan dan penerapan teknologi kepada peternak, 2) menerapkan pengawasan yang efektif oleh dinas terkait, 3) mengaktifkan peranan penyuluh peternakan di lapangan.
Kata Kunci : Sapi Bali, Penambahan Populasi, Kawasan Peternakan Terpadu, Strategi Pengembangan
ABSTRACT
Sandri Sastrawan (127040003). Comparative study of Bali Cattle Development System Outside and Inside Integrated Ranch area in District Linge in Central Aceh, with Supervisor Ma’ruf Tafsin and Rahmanta.
This research was condukted from March to June 2014 inside and outside integrated Ranch area in district Linge in Central Aceh, the purpose of this research is to know about variables that affecting productivity Bali cattle in the both location, to know the different addition population of bali cattle in the both location and then to know the development strategy business of bali cattle inside and outside area in district Linge in Central Aceh. The Reseach method used is survey method and observation location with questionnaires, using primary data and secondary data. Analysis of data doing with multiple regression linear analysis method and SWOT analysis strategy. The Result regression analysis give point that variables is affecting to productivity in ranch area is mortality and management, while the outside ranch area is main zob and mortality. The addition population of bali cattle at the outside integrated ranch (49,97%), the area of the farm us much us (0.17 %). The development strategy of bali cattle inside and outside in district Linge Central Aceh is focus to WO that is opportunity and to minimalize the weakness, include : 1). Provide training and application of technology to farmer, 2). Applying see the affective by relevant office, 3). Activate farm extention of ranch in the location.
Keyword : Bali cattle, Addition population, Region Ranch integrated, Development Strategy.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kutacane pada tanggal 27 Maret 1987 dari ayahanda M. Saleh. SH dan Ibunda Sumarni sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Takengon pada tahun 2005. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Peternakan dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai staf pengajar di SMK Negeri 2 Takengon. Akhir tahun 2011 di rekomendasi sebagi staf pengajar di Universitas Gajah Putih Takengon hingga saat ini.
Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Peternakan di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menikah dengan Malahayati, Amd, Kep pada tahun 2012 dan dikaruniai satu orang putri yang bernama Rana Balqi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada ALLAH SWT atas segala karunia- Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Adapun judul tesis penelitian saya
adalah Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan
Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Tesis ini tidak akan mungkin bisa
tanpa bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Ucapan Terimakasih penulisan
sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku ketua pembimbing dan kepada
Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, selaku anggota pembimbing, Ketua Program Megister Ilmu
Peternakan (Alm) Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP, Sekertaris Program Magister Ilmu
Peternakan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP,
selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ungkapan terima kasih juga
saya sampaikan kepada Ayah , Ibu tersayang, istri tercinta, dan seluruh keluarga atas segala
do’a dan kasih sayang nya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam
penulisan dan pengembangannya. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan tesis ini kami harapkan sehingga sempura dan dapat bermanfaat.
Medan, Agustus 2014
Penulis
METODE PENELITIAN
Variabel yang mempengaruhi Populasi di dalam dan di luar kawasan.. ... ... 34
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jumlah Peternak di lokasi penelitian ……… 18
2. Matriks SWOT ……… 21
3. Lokasi penelitian di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah ……… 25
4. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan usia ……… 25
5. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan tingkat pendidikan …. 26
6. Status pekerjaan responden ………. 27
7. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan tingkat pengalaman … 28
8. Karakteristik responden dilokasi penelitian berdasarkan jumlah tanggungan … 29
9. Jumlah responden yang mengikuti pelatihan ……….. 30
10. Penambahan populasi sapi bali di dalam kawasan ………. 31
11. Penambahan populasi sapi bali di luar kawasan peternakan ……….. 32
12. Penambahan ternak di lokasi penelitian ………. 33
13. Mortalitas/kematian ternak dilokasi penelitian ……….. 33
14. Hasil uji asumsi multikolinieritas ……….. 34
15. Analisa faktor penambahan populasi di luar kawasan ……… 38
16. Analisa faktor penambahan populasi di dalam kawasan ……….. 38
17. Matriks IFAS (Internal Factors Analysis Sumary) ………. 48
18. Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis Sumari) ……… 53
19. Hasil Matriks SWOT ……… 56
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Kerangka pemikiran ……….. 15
2. Regression Standardized residual di luar kawasan ……….. 35
3. Regression Standardized residual di dalam kawasan ……….. 35
4. Devenden variabel populasi di luar dan di dalam kawasan ……… 36
5. Matriks grand strategi di dalam kawasan ……… 59
6. Matriks grand strategi di dalam kawasan ……… 60
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Multikolonieritas penambahan populasi sapi bali di luar kawasan peternakaN ……….66
2. Multikolonieritas penambahan populasi sapi bali di dalam kawasan peternakan …. 67
3. Penambahan populasi sapi bali di luar kawasan peternakan ………. 71
4. Kwisioner penelitian ………. 75
ABSTRAK
Sandri Sastrawan (127040003). Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, dibawah bimbingan Ma’ruf Tafsin dan Rahmanta.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni tahun 2014 di dalam dan di luar kawasan peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variabel-variabel yeng mempengaruhi produktivitas sapi bali di kedua lokasi, mengetahui perbedaan penambahan populasi sapi bali di kedua lokasi serta mengetahui strategi pengembangan usaha sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan linge di Kabupaten Aceh Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan data skunder. Analisa data dilakukan dengan metode analisis regresi linier berganda dan strategi analisis SWOT. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas di dalam kawasan peternakan adalah mortalitas dan manajemen, sedangkan di luar kawasan peternakan adalah pekerjaan dan mortalias. Sedangkan penambahan populasi yang tertinggi peternak sapi bali yang berada di luar kawasan peternakan dengan persentasi sebesar 48,97 sedangkan di dalam kawasan peternakan sebanyak 0,17 persen. Strategi pengembangan sapi bali di dalam dan di luar kawasan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah berfokus pada WO yaitu memanfaatkan seluruh peluang dan dengan cara meminimalkan kelemahan, antara lain 1) memberikan pelatihan dan penerapan teknologi kepada peternak, 2) menerapkan pengawasan yang efektif oleh dinas terkait, 3) mengaktifkan peranan penyuluh peternakan di lapangan.
Kata Kunci : Sapi Bali, Penambahan Populasi, Kawasan Peternakan Terpadu, Strategi Pengembangan
ABSTRACT
Sandri Sastrawan (127040003). Comparative study of Bali Cattle Development System Outside and Inside Integrated Ranch area in District Linge in Central Aceh, with Supervisor Ma’ruf Tafsin and Rahmanta.
This research was condukted from March to June 2014 inside and outside integrated Ranch area in district Linge in Central Aceh, the purpose of this research is to know about variables that affecting productivity Bali cattle in the both location, to know the different addition population of bali cattle in the both location and then to know the development strategy business of bali cattle inside and outside area in district Linge in Central Aceh. The Reseach method used is survey method and observation location with questionnaires, using primary data and secondary data. Analysis of data doing with multiple regression linear analysis method and SWOT analysis strategy. The Result regression analysis give point that variables is affecting to productivity in ranch area is mortality and management, while the outside ranch area is main zob and mortality. The addition population of bali cattle at the outside integrated ranch (49,97%), the area of the farm us much us (0.17 %). The development strategy of bali cattle inside and outside in district Linge Central Aceh is focus to WO that is opportunity and to minimalize the weakness, include : 1). Provide training and application of technology to farmer, 2). Applying see the affective by relevant office, 3). Activate farm extention of ranch in the location.
Keyword : Bali cattle, Addition population, Region Ranch integrated, Development Strategy.
PENDAHULUIAN Latar Belakang
Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia berdampak pada peningkatan
kebutuhan protein yang berasal dari ternak, semakin meningkatnya permintaan daging maka
akan semakin meningkatkan pengembangan disektor peternakan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa permintaan telur dan daging ayam dalam negeri saat ini telah dapat dipenuhi oleh
produksi lokal, akan tetapi daging sapi masih memerlukan pasokan dari luar negeri. Berbagai
usaha pembangunan peternakan telah diupayakan oleh pemerintah sampai kepelosok daerah
namun masih terdapat kekurangan produksi yang akan mensuplai kebutuhan protein hewani
(Rahmat , 2000).
Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi
Aceh yang memiliki jumlah penduduk yang lebih dari 300.000 jiwa, merupakan pasar yang
menjanjikan dibidang peternakan, peternakan merupakan sub sektor pertanian yang menjadi
salah satu preoritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Aceh Tengah, terkait dengan
peranannya terhadap peningkatan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan serta mengacu perkembangan wilayah. Setiap tahunnya sektor
peternakan mengalami peningkatan yang sangat siknifikan, jumlah ternak sapi mencapai
4.561 ekor, sapi perah 2 ekor, dan kerbau sebanyak 15.654, menurut data tahun 2011 jumlah
ternak sapi sebanyak 6.203 ekor, sapi perah 3 ekor, dan kerbau sebanyak 23.423 ekor (Dinas
Peternakan, 2005)
Kawasan peternakan terpadu dibentuk pada tahun 2005 berada di Kecamatan Linge dan
seluruh pengelolaanya di jalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggah sebagai
kawasan peternakan. Mendukung hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah
memberikan anggaran secara bertahap disebabkan anggarannya begitu besar mencapai
puluhan milyar, sesuai pendataan awal pada kawasan peternakan penyaluran ternak mencapai
1.214 ekor sapi untuk 100 kepala keluarga. Adapun fasilitas yang diberikan Pemerintah
Daerah diantaranya, pengembangan fisik, pakan ternak, jatah hidup yang diberikan
Pemerintah Daerah terhadap peternak sejumlah Rp 750.000/bulan, serta fasilitas yang
mendukung dalam pengembangan peternakan diberikan diantaranya perumahan 1 unit/ KK,
lahan seluas 2 Ha dan pembekalan beternak. Fasilitas yang diberikan tidak berkolerasi positif
terhadap peningkatan jumlah ternak yang ada di dalam Kawasan Peternakan Terpadu.
Melalui Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor 119 tahun 2004 tentang penetapan
Tengah. Kecamatan Linge merupakan salah satu kawasan pengembangan peternakan di Aceh
Tengah dengan penetapan lokasi perencanaan di Kawasan Peternakan dengan Luas 650 Ha.
Sementara di luar Kawasan Peternakan Terpadu, lahan dalam pengembangan peternakan tidak
diberikan oleh pemerintah melainkan hanya mengandalkan lahan kosong dan hutan
perbukitan.
Pola pengembangan yang dilaksanakan adalah dengan sistem mini Ranch dan Kreman
(Penggemukan). Lahan yang dikembangkan seluas 200 Ha diperuntukkan pada 100 kepala
keluarga. Masing-masing kepala keluarga diberi 2 Ha lahan dimana dalam lahan tersebut
dibangun tempat tinggal, bak penampung air, pagar, kandang, lahan penanaman pakan ternak
dan lahan pengembalaan, sedangkan peternak di luar Kawasan Peternakan Terpadu hanya
mengandalkan alam dalam pengembangan ternaknya yaitu hutan sebagai lahan pengembalaan
dan pola pengembangannya dengan sistem tradisional yang merupakan pemahaman secara
turun temurun dalam pengembangan ternak.
Kawasan Peternaka Terpadu merupakan lokasi yang baik untuk pengembangan sapi
bali, memiliki ketinggian 500-700 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata
1500-2000 mm3
Selain di kawasan peternakan terpadu Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Tengah
membina peternak yang berada di luar kawasan, namun yang membedakan keduanya ialah
peternak yang diluar kawasan peternakan terpadu tidak diberikan fasilitas yang mendukung
dalam pengembangan usaha peternakan diantaranya tidak diberi lahan hijauan, rumah, gaji,
tenaga teknis, dan bibit hijauan disini peternak hanya mengandalkan fasilitas yang ada dan
pengalaman dalam menjalankan pengembangan usaha.
pertahun. Topografi lahan di lokasi kawasan ini bergelombang dan berbukit
landai, sehingga secara teknis cocok untuk pengembangan sapi bali. Kawasan Peternakan
Terpadu telah berjalan selama 7 tahun. Pengadaan ternak sapi dimulai dari tahun 2005 hingga
tahun anggaran 2009 dari APBN, APBA dan APBD. Ternak yang diberikan kepada
masyarakat sebanyak 16 ekor dengan pertimbangan teknis dari Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Aceh Tengah dan UPTD, ukuran sapi yang diberikan berkisar 18-24
bulan. Sama halnya dengan peternak yang diluar kawasan peternakan terpadu ukuran sapi
yang mulai dipelihara dengan rataan umur berkisar 18-24 bulan, sedangkan Penambahan
ternak ini tersebar di 30 Kepala Keluarga (KK). Secara matematis bahwa dapat dikatakan dari
100 KK peternak telah berhasil mengembangkan sapi yang diberikan yaitu sebesar 30 %,
akan tetapi sapi bali di kawasan peternakan terpadu di Kecamatan Linge memiliki laju
Rumusan Masalah
Dalam upaya pengembangan sapi bali di kawasan peternakan terpadu yang telah di
programkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah, yang dilihat masih kurang
baik maka perlu adanya perbandingan antara peternak sapi bali yang berada di luar kawasan
peternakan terpadu.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana perbedaan peningkatan populasi ternak sapi bali di luar dan di dalam
kawasanan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
b. Variabel apa saja yang mempengaruhi penambahan populasi sapi bali di luar dan di
dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
c. Bagaimana strategi pengembangan sapi bali di luar dan di dalam Kawasan Peternakan
Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
Hipotesis
a. Kawasan peternakan terpadu lebih tinggi penambahan populasinya dibandingkan
dengan di luar Kawasan Peternakan.
b. Kawasan peternakan terpadu lebih banyak variabel yang mempengaruhi penambahan
populasinya dibandingkan dengan di luar kawasan peternakan terpadu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui fakto-faktor apa saja yang
menyebabkan lambatnya penambahan populasi sapi di dalam kawasan peternakan terpadu
serta membandingkan dengan di luar kawasan peternakan dengan melihat perkembangan
ternak diantaranya :
a. Mengetahui perbedaan penambahan populasi sapi bali di luar dan di dalam Kawasan
Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
b. Menganalisis Variabel apa saja yang mempengaruhi penambahan populasi di luar dan di
dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
c. Mengetahui strategi pengembangan usaha sapi bali di luar dan di dalam Kawasan
Manfaat Penelitian
a. Pemerintah : Agar pemerintah dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang berpihak
terhadap peternak, sehingga kesejahteraan peternak akan dapat ditingkatkan.
b. Peternak :Agar peternak mampumengevaluasi program yang dibuat Pemerintah Daerah
dalam usaha peternakan sehingga program tersebut dapat terlaksana sesuai harapan.
c. Akademisi : Dengan adanya penelitian ini maka kalangan akademisi dapat berperan
aktif pada program pemerintah daerah ini dengan cara memberi masukan dan sebagai
referensi lebih lanjut bagi pengembangan usaha peternakan sapi bali.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan peternakan terpadu dan di luar kawasan
peternakan terpadu di Kecamatan Linge Kebupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. Lokasi
penelitian ditingkat Kecamatan yang merupakan basis pengembangan dan usaha
penggemukan sapi bali yang melibatkan 30 kepala keluarga yang merupakan peternak di
dalam kawasan dan 30 kepala keluarga yang merupakan peternak yang berada di luar
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Sapi Potong
Sulistia, 2007 menjelaskan bahwa sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang
sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya
dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan di budidayakan di Indonesia dalam
waktu yang sangat lama, sehingga sudah mempunyai ciri khas tertentu. Sapi Bali (Bos
sondaekus) merupakan sapi potong asli Indonesia, sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah
sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (PO). (Anggorodi, 1984) menjelelaskan bahwa di
Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang
sudah cukup popular dan banyak dikembang biakan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
Sapi Bali, 2. Sapi Madura, 3. Sapi Ongole, 4. Sapi American Brahman.
Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif, dan
intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari
berada dalam kandang dan diberi pakan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan
secara ekstensif sapi-sapi dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari
(Rahardi, 2003). Dijelaskan oleh (Sembiring et al, 2002) sektor peternakan sejak awal masa
pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan
berprofesi sebagai peternak.
Pertumbuhan Ternak Sapi
Pertumbuhan pada hewan merupakan satu fenomena universal yang bermula dari telur
yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan
pengukuran bobot badan yang dilakukan dengancara penimbangan, (Tillman et al, 1991).
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan
pembangun seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali
jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni
adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat - zat mineral, sedangkan pertambahan
akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni, (Tilman et al,
1991).
Proses pertumbuhan ternak sapi digambarkan dalam kurva berbentuk seperti huruf ” S”,
kurva ini menunjukan saat pembuahan berlangsung, kelangsungan lambat, dan menjadi agak
usia penyapihan dan usia pubertas masih bertambah pesat. Akan tetapi dari usaha pubertas
hingga usia dijual laju mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa dan
akhirnya pertumbuhan berhenti.
Perkembangan usaha peternakan di Provinsi Aceh sampai saat ini masih relatif rendah
tingkat kemampuan pasokan produksi ternak dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan
hasil ternak yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan wilayah Provinsi Aceh menjadi salah
satu pasar hasil ternak yang sangat terbuka bagi wilayah lain. Pemenuhan kebutuhan daging
sapi banyak dipenuhi dari daerah lain seperti Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan
Sumatera Selatan.
Potensi pengembangan komoditas peternakan di Provinsi Aceh sangat besar, mengingat
kapasitas produksi yang masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh tahun 2006 dan 2007,
rata-rata peluang bisnis peternakan di Provinsi Aceh sebesar 46%. Salah satu komoditas
peternakan unggulan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Aceh adalah
sapi potong. Kapasitas Produksi daging sapi tahun 2007 di Provinsi Aceh sebesar 5.277.864
kg sedangkan kebutuhan akan daging sebesar 6.877.800 kg, berarti sebesar 1.599.936 kg
(23,26%) daging sapi belum terpenuhi. (Diskeswan, 2002)
Karakteristik Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng Bibos
banteng dan merupakan sapi asli pulau bali (Panjono, 2004). Ditinjau dari taksonominya, sapi
bali termasuk family Bovidae yang memiliki keunggulan sebagai berikut :
1. Persentase karkas tinggi
2. Memiliki daya cerna pakan yang baik
3. Dapat hidup dilahan kritis
4. Mudah beradaptasi dengan lingkungan
5. Kandungan lemak rendah
6. Fertilitas berkisar 83-86 %
7. Periode kebuntingan 280-294 hari
8. Persentase kebuntingan mencapai 86,56 %
Karakteristik Peternak
(Miriani, 2011) menyatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan
Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah
faktor-faktor ini akan mempengarihi respon peternak terhadap inovasi.
Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang.
Kerakteristik ini mendasari tinggkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi
lainnya (David, 2006).
Pendidikan
David (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi
cara berfikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna
itu pendidikan sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha
pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan prilaku berdasarkan ilmu dan
pengalaman yang sudah diketahui.
David (2006) menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama
pengetahuan bagi setiap orang yaitu : (1) Pendidikan informal yaitu proses pendidikan yang
panjang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup
dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan dalam
masyarakat. (2) Pendidikan formal, yaitu struktur dari sisitem pendidikan/pengajaran yang
kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan
tinggi. (3) Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar
pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk mengetahui keperluan khusus seperti
penyuluhhan pertanian.
Pengalaman Peternak
Gitingger (1968) menyatakan bahwa pengalaman beternak akan mempengaruhi
kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih
banyak akan hati-hati dalam bertindak, pengalaman beternak cukup lama akan lebih mudah
diberi pengertian. Selanjutnya dijelaskan oleh Sutrisno (2002) menerangkan bahwa
pengalaman yang baik, menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh pada
belajar seseorang.
Umur Peternak
Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak
dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan
berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam
Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam
mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya umur pengajar maupun pelajar
merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar
seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas belajar akan naik sampai usia
dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.(Ayuni, 2005)
umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang
berkaitan dengan efektivitas belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas
belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
Daryanto ( 2009) menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus naik sejak anak
mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada dewasa yaitu 25 tahun sampai
28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.
Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan peternak merupakan satu karakteristik yang dapat mempengaruhi
keputusan produksi. Selanjutnya Soetanto (2000) menjelaskan jumlah tanggunga keluarga
dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
suatu teknologi baru.
Rangguti (2002) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu
sumber daya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut
membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak
aktif bekerja.
Penambahan populasi Ternak
Pakan
Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi
protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari
pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan
ternak (Santosa, 2003).
Syamsu (2005) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan
sebanyak 10 % dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2 % dari jumlah
tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karna itu hijauan dan sejenisnya
terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.
Pakan adalah semua bahan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak dan tidak
berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,
karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Sudrajad, 2000).
Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses
pencernaannya berlangsung secara optimal. Sumber utama serat kasar adalah hijauan. Oleh
karna itu, ada batasan minimal pemberian hijauan dalam ternak ruminansia. Untuk
penggemukan ternak ruminansia miasalnya, kebutuhan mineral hijauan berkisar antara 0,5-0,8
% bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan (Anggorodi, 1984).
Calving Interval
Pohan, AC (2004) menjelaskan bahwa Calving interval atau jarak beranak adalah
jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran yang berikutnya. Panjang
pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak. Selang beranak
dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa
kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi
lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak
dan lama kebuntingan pada sapi bali sekitar 280-294 hari.
Lama kebuntingan dipengaruhi oleh jenis kelamin, iklim, kondisi pakan dan umur induk
Panjono (2004), selanjutnya ditambahkan oleh Hardjusubroto (1994) bahwa perkembangan
fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh
anestrus pasca beranak (62 %) gangguan fungsi ovarium dan uterus (26 %) 12 % oleh
gangguan lain (Wiyatna, 2000). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas
sapi yang mengalami keadaan seperti itu, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi
secara terpadu antara induksi birahi dan ovulasi dengan Insiminasi Buatan (IB). Performans
reproduktivitas yang tinggi pada sapi bali ditandai dengan aktivitas ovarium dan perkawinan
kembali kurang dari 2 bulan sesudah beranak (Ayuni, 2005). Sehingga memberikan tingkat
efisien reproduksi yang blebih baik dibandingkan dengan sapi PO (Tanari, 1999).
Selanjutnya (Sutardi, 1997) menyatakan bahwa sapi bali rela mengorbankan anaknya dengan
cara meminimkan produksi susunya agar aktifitas reprokuksinya (siklus birahi) aktif kembali
setelah melahirkan, sedangkan sapi potong lainnya kebalikannya yaitu menghentikan aktivitas
reproduksinya dan fokus pada pembesaran anaknya. (Ayuni, 2005).
Reproduksi
Haryanto (2002) menjelaskan bahwa usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini
masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah.
pada ternak betina, akibatnya, efisiensi reproduksinya akan rendah dan kelambanan
perkembangan populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih
agar daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang
diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula.
Berbagai permasalahan dalam pengembangan sapi potong yaitu : 1) Usaha bakalan
kurang diminati para pemilik modal, 2) Keterbatasan pejantan unggul, 3) Ketersediaan pakan
tidak kontinyu, 4) Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan kurang efektif, 5) Efisien
reproduksi masih rendah dengan jarak beranak yang panjang (Pohan, 2004).
Produksi
Tingkat produksi rendah akibat faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum
memadai, serta pakan yang tersedia. Pada umumnya ternak sapi yang dipelihara terdiri dari
beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per unit rendah, hal ini menyebabkan ternak
sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus ini akan menyebabkan penundaan
pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani masih menggunakan ternak sapi
sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan sampai kapan sapi tidak dipergunakan
untuk tenaga kerja (Purbowati, 2009)
Beberapa faktor yang menyebabkan produksi rendah yaitu :
a. Populasi rendah, karena umumnya sebagai besar ternak sapi potong yang dipelihara
oleh peternak masih dalam sekala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.
b. Produksi rendah, diakibatkan faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum
memadai, serta pakan yang masih rendah (Susanto, 2010).
Rasio Pejantan dan Betina
Disamping kualitas genetik pejantan, perbandingan pejantan dengan betina sangat
mempengaruhi produktivitas. Penentuan antara pejantan dan betina dipengaruhi banyak
faktor, antara lain keadaan tofografi padang pengembalaan, umur pejantan, kondisi pasture,
pakan dan sumber air yang tersedia dan lama perkawinan. Pakan merupakan faktor penting
pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama pasca beranak, perbandinga jantan
dan betina antara 30-60 telah diperaktekan secara luas, (Siregar, 2007)
Perbandingan jantan dan betina, jumlah pejantan per satu kelompok perkawinan juga
dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina
ataupun sistem rotasi dimana selalu satu ekor pejantan per satuan jangka waktu tertentu.
Mortalitas
Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah
ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian
antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim, (Sofyan, 2003).
Regresi Linier Berganda
Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari Varibel sebab akibat. Artinya
Variabel yang satu dipengaruhi Variabel yang lain. Besarnya pengaruh variabel ini dapat
diduga dengan besar yang ditunjukan oleh koefisien regresi. Persamaan regresi yaitu Y = f(
X1, X2, X3, X4
dimana
…….. Xn )
Y = variabel yang dijelaskan ( dependen variabel )
X = variabel yang menjelaskan ( indevenden variabel )
Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y, dan tidak
mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karna itu dalam model development, maka
pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar (Soekartawi, 1984).
Analisa regresi berganda merupakan salah satu metode regresi untuk mengitemasi α dan
β yang disebut dengan metode Ordinary Leas Squars Method (OLS), dengan regresi linier
berganda dapat mengedintifikasi hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah-peubah
bebas dengan peubah tetap. Analisis ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang
diberikan oleh peubah bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi
dan bisnis, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering
dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara simultan
(Soekartawi, 1984) dalam Daslina 2006. Model umum regresi linier berganda adalah :
Yi = α + βX1i + β2X2i + β3X3
Dengan α merupakan intercept/ constanta , β i………+ βnXni +εi
1, β2 …….βn koefisien regresi yang mengambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X1, X2, …Xn) terhadap peubah tak bebas (Y), dan ε merupakan galat model yang mengkombinasikan kesalahan pendugaan,
sedangkan subscript I menunjukan amatan (responden) ke i
Kerangka pemikiran
Dalam rangka pengembangan di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, maka perlu diketahui masalah apa saja yang
sehingga didapat solusi yang bersifat membangun. Dalam penelitian ini akan mengamati
perbedaan yang terdapat di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu yang merupakan
kawasan peternakan yang dibiayai Pemerintah Daerah dengan dana, APBN, APBA, dan
APBD.
Populasi
Luar kawasan Dalam kawasan peternakan peternakan Terpadu Kec. Linge Terpadu Kec. Linge
Faktor yang mempengaruhi penambahan populasi
Ternak Peternak
Dalam kawasan peternakan Luar kawasan peternakan Kecamatan Linge Kabupaten Kecamatan Linge Kabupaten
Aceh Tengah Aceh Tengah
Pakan Umur Faktor
Selang beranak Pendidikan penambahan
Pertama birahi Jumlah tanggungan populasi
Umur pertama beranak Pengalaman
Mortalitas Pekerjaa Starategi
Manajemen
SWOT
Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan
MengetahuiPerbedaan penambahan populasi sapi bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitan
Penelitan ini dilaksanakan di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
sampai dengan Juni 2014.
Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey dan analisis
dengan jenis penelitian studi kasus, yang dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner. Penggunaan jenis penelitian survey ditujukan untuk menggambarkan keadaan
secara detail dari objek yang diteliti, sehingga diketahui faktor-faktor strategi yang
berpengaruh dalam usaha pengembangan ternak sapi potong di luar dan di dalam kawasan
peternakan terpadu di Kabupaten Aceh Tengah.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini meliputi 1. Umur, 2. Pendidikan, 3. Jumlah
tanggungan, 4. Pengalaman, 5. Pekerjaan, 6. Pakan, 7. Calving interval, 8. Umur
pertamabirahi, 9. Umur pertama beranak, 10. Mortalitas, 11. Manajemen.
Keseluruhan datanya diambil dari peternak di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu
dengan menggunakan metode wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder meliputi 1.
Populasi Ternak sumber data dari Dinas Peternakan, 2. Jumlah Penduduk sumber data dari
Dinas Kependudukan, 3. Penyuluhan sumber data dari Badan Penyuluh, 4.
Perencanaan sumberdata dari Bapeda.
Teknik Pengumpulan Data dan Informasi
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara :
Metode wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang
telah dibuat sebelumnya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan
terhadap responden yaitu peternak sapi bali dan juga responden penentu kebijakan peternakan
sapi potong dari instansi terkait yaitu Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh
Metode Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan tentang strategi
dan pola pengembangan ternak sapi potong yang telah dilaksanakan selama ini dan
menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola pengembangan ternak sapi bali
tersebut. Data primer yang dikumpulkan dari penentu kebijakan adalah dari Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah meliputi keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan
peternakan, faktor internal dan eksternal yang paling berpengaruh, strategi pengelolaan yang
diharapkan, dan pandangan terhadap kebijakan yang berhubungan dengan pemberdayaan
peternak. Data sekunder terdiri dari strategi, kebijakan, dan program kegiatan peternakan,
perkembangan populasi ternak sapi bali, perkembangan produksi dan konsumsi,
perkembangan usaha dan laporan-laporan penelitian yang relevan. Data sekunder diperoleh
melalui studi pustaka dengan mengkaji laporan, bahan tertulis dan hasil penelitian yang
berasal dari instansi terkait seperti BPS, Bappeda, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Aceh Tenggah.
Metode Penentuan Sampel
Jumlah sampel ditetapkan secara kuota, mengacu pada pengambilan sampel dengan
asumsi popuplasi menyebar secara normal. Menurut Cooper dan Emory (1996) untuk ukuran
sampel cukup besaran (n > 30) rata-rata sampel akan terdistribusi disekitar rata-rata populasi
yang mendekati distri normal. Penetapan peternak yang akan dijadikan sampel dilakukan
memilih beberapa peternak yang sifatnya pengacakan yang ada pada lokasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini ialah peternak yang mengusahakan penggembangan sapi
potong di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan dengan sengaja, sedangkan tempat penelitian dilakukan secara acak (random).
Jumlah peternak pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Jumlah peternak di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Lokasi Penelitian Jumlah peternak Sampel penelitian
di Dalam Kawasan Peternakan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Komparasi Produktivitas Ternak
Analisis yang digunakan meliputi : 1. Analisis Komparasi, 2. Analisa Faktor yang
mempengaruhi rendahnya penambahan populasi sapi bali di luar dan di dalam kawasan
peternakan terpadu dengan Regresi Linier Berganda. Dalam pengolahan data tahap pertama
yang dilakukan adalah 1. Pegeditan kuisioner,2. Tabulasi data, 3. Pengolahan data, 4.
Interpretasi data.
Selanjutnya untuk menyelesaikan masalah 1, digunakan model faktor yang
mempengaruhi rendahnya penambahan populasi suatu usaha ialah 1. Umur, 2. Pendidikan, 3.
Jumlah tanggungan, 4. Pengalaman, 5. Pekerjaan utama, 6. Pakan, 7. Calving interval, 8.
Umur pertama birahi, 9. Umur pertama beranak, 10. Mortalitas, 11. Manajemen.
Analisis Variabel
Metode yang digunakan menganalisa variabel yang diduga mempengaruhi rendahnya
penambahan populasi ternak sapi bali di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu ialah
Persamaan regresi linier Berganda dengan rumus :
Y= α+β1X+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6β7X7+β8X8+β9X9+β10X10+β11D11 Dimana :
+€
Y = Penambahan Populasi (ekor/tahun)
X1
= Jumlah tanggungan (Orang)
4
= Umur pertama Birahi (Bulan)
9
X
= Umur pertama beranak (Tahun)
10
X
= Mortalitas (Ekor)
11
Buruk (0) = Tidak memiliki kandang, tidak memanfaatkan kandang, tidak tersedia lahan
hijauan, tidak menanam hijauaan, waktu mengurus ternak di bawah 5 jam per hari. = Manajemen (variabel dummy 0 = Buruk, 1 = Baik)
Baik (1) = Memiliki kandang dan di manfaatkan dengan baik, tersedianya lahan hijauan dan
telah ditanami pakan, waktu mengurus ternak di atas 5 jam per hari.
β = Koefisien regresi
€ = Error (galat)
Pengujian hipotesis :
1. Uji kesesuaian
a. Koefisien determinasi (R2
b. Uji tingkat penting
)
c. Uji serempak (uji statistik)
2. Uji asumsi pada regresi linier berganda
a. Uji normalitas
b. Uji multikolinieritas
c. Uji heteroskedastisitas
Serta menggunakan program SPSS 17 For Window, agar variabel yang diduga
berpengaruh tersebut dapat dianalisis dengan baik.
Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT)
Metode yang digunakan yaitu analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan
dengan mengidentifikasikan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh baik internal maupun
eksternal melalui proses curah pendapat dari para pakar. Dari hasil tersebut akan diperoleh
kekuatan dan kelemahan sebagai faktor strategis internal serta peluang dan ancaman sebagai
faktor strategis eksternal. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
untuk masing-masing faktor kemudian dilakukan analisis SWOT. Dalam mengembangkan
alternatif strategi juga digunakan matriks SWOT untuk membantu dalam melakukan
pencocokkan antar kekuatan dan peluang (strategi SO), kekuatan dan ancaman (strategi ST),
peluang dan kelemahan (strategi WO) serta kelemahan dan ancaman (strategi WT). Matriks
SWOT dapat dilihat pada Tabel 2. Tahapan yang dilakukan dalam menggunakan matriks
SWOT adalah sebagai berikut:
a. Membuat daftar peluang eksternal
b. Membuat daftar ancaman eksternal
c. Membuat daftar kekuatan internal
d. Membuat daftar kelemahan internal
e. Mencocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal serta melakukan pencatatan
terhadap hasil dalam kolom strategi SO
f. Mencocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal serta melakukan pencatatan
g. Mencocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal serta melakukan
pencatatanterhadap hasil dalam kolom strategi ST
h. Mencocokkan kelemahan internal dan ancaman eksternal serta melakukan pencatatan
terhadap hasil dalam kolom strategi WT.
Tabel 2. Contoh Matriks SWOT.
IFE STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
EFE Tentukan faktor kekuatan
internal organisasi
Tentukan faktor kelemahan internal organisasi
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI S-O STRATEGI W-O Tentukan peluang
THREATS (T) STRATEGI S-T STRATEGI W-T Tentukan ancaman
Batasan Penelitian atau operasional variabel
Operasional variabel adalah penarikan batasan yang lebih menjelaskan ciri-ciri spesifik
yang lebih substanstif dari suatu konsep. Tujuan agar peneliti dapat mencapai suatu alat ukur
yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah di defenisikan konsepnya, maka peneliti
harus memasukan proses atau oprasional alat ukur yang digunakan untuk kuantivikasi gejala
atau variabel yang diteliti.
a. Populasi dan sampel : Semua karakteristik yang berhubungan dengan objek penelitian
yaitu studi komparatif sistem pengembangan sapi bali di dalam dan di luar kawasan
peternakan terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
b. Teknik pengumpulan data : Data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjaring
data primer adalah daftar pertanyaan atau kuesioner serta dibantu dengan teknik
Adapun operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak
dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan
berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam
mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua.
Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam
mencoba inovasi baru demi kemajuan usaha taninya.
b. Tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berfikir dan tingkat
penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna itu pendidikan sedikit
banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha
c. Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang dimiliki
peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usaha ternaknya tanggungan
keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja.
d. Pengalaman beternak akan mempengaruhi kemampuan peternak dalam menjalankan
usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan hati-hati dalam bertindak
dalam pemeliharaan sapi.
e. Pekerjaan akan mempengaruhi menjalankan usaha peternak, semakin fokusnya peternak
mengangembangkan usaha peternakannya maka semakin baik pula hasil yang didapat
dalam meningkatkan populasi ternak, sehingga tujuan dari pengembangan usaha
peternakan dapat tercapai secara maksimal.
f. Pakan Sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi
protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari
pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan
ternak.
g. Selang beranak adalah jumlah hari/bulan antara kelahiranyang bsatu dengan kelahiran yang
berikutnya. Panjang pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas
ternak. Selang beranak dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu
kosong ditambah masa kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan
produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode
produktif menjadi lebih banyak.
h. Reproduksi Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak
kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala
tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran pada ternak
populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih agar daya
reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efesiensi reproduksi tinggi yang diikuti
dengan produktivitas ternak yang tinggi pula sehingga perlunya mengetahui awal birahi
ternak yang dipelihara.
i. Perlunya memaksimalkan umur pertama beranak pada sapi bali dapat meningkatkan
produksi sehingga produksi rendah yang disebabkan beberapa faktor. Pada umumnya
ternak sapi yang dipelihara terdiri dari beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per
unit rendah, hal ini menyebabkan ternak sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus
ini akan menyebabkan penundaan pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani
masih menggunakan ternak sapi sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan
sampai kapan sapi tidak dipergunakan untuk tenaga kerja
j. Mortalitas merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah
ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kematian antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim,
k. Manajemen merupakan penilaian cara pemeliharaan ternak sapi bila baik 1 dan buruk 0,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kabupaten Aceh Tengah Topografi
Kabupaten Aceh Tengah terletak di Provinsi Aceh beradapada ketinggian 100-2.500
meter diatas permukaan laut, letak geografis Kabupaten ini berada pada 04010.330- 0505.7500
Lintang Utara (LU) dan 95015.40’’- 9702.025’’ Bujur Timur (BT). Kawasan peternakan
terletak pada ketinggian antara 500-700 meter diatas permukaan laut, tergolong wilayah
beriklim sedang dengan curah hujan berkisar antara 1500-2000 mm3
Kawasan peternak berada di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah merupakan
salah satu Kecamatan sebagai kawasan pengembangan peternakan pola terpadu di Kabupaten
Aceh Tengah. Luas lahan ± 650 Ha, potensi Kecamatan Linge sebagaian besar merupakan
hutan belantara, hutan pinus dan tanah tandus. Secara geografis, Kecamatan Linge berada
pada ketinggian sekitar 942 – 990 meter diatas permukaan laut.
pertahun serta memiliki
musim basah 8-9 bulan dan musim kering 3-4 bulan dalam setahunya.
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bintang dan Kecamatan Lut Tawar.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Timur.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jagong Jeget, Kecamatan Atu Lintang.
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues.
Jumlah Penduduk
Mengacu pada data Kabupaten Aceh Tengah dalam angka, jumlah penduduk di
Kecamatan Linge sampai tahun 2011 tercatat sebanyak 8.958 jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduk 5 Jiwa/km2
Tabel 3. Lokasi penelitian di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
. Jumlah tersebut terdiri atas 4401 jiwa laki-laki dan 4.557 jiwa
perempuan. Kepadatan dan persebaran penduduk menurut data yang ada di enam kampung
yang merupakan cakupan yang menjadi tempat penelitian.
Jumlah 649 2.273 19 19,07 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah 2011
Peternakan
Awalnya di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, masyarakat lebih banyak
memelihara ternak kerbau di bandingkan dengan sapi Bali, hal ini dibuktikan dengan
banyaknya bekas kubangan kerbau yang tampak pada lokasi penelitian, dengan berselangnya
waktu ternak kerbau sudah mulai berkurang, sehingga ternak sapi bali pada saat ini telah
mendominasi di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tenggah.
Gambaran Umum responden
Penelitian ini berlangsung di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah dengan
responden sebanyak 60 responden yaitu 30 responden yang berada di dalam kawasan
peternakan dan 30 responden yang berada diluar kawasan peternakan terpadu.
Tabel 4. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Usia Usia Luar Kawasan Dalam Kawasan
Sumber : Data primer diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 4 diatas diperoleh data usia responden diluar kawasan peternakan
antara 25-35 tahun sebanyak 13 orang atau sebesar 43.33 persen, usia 36-45 sebanyak 8 orang
atau sebesar 26.67 persen, usia 46-55 tahun sebanyak 5 orang atau sebesar 16.67 persen, usia
56-65 tahunsebanyak 4 orang atau sebesar 13.33 persen. Untuk responden didalam kawasan
peternakan usia 25-35 tahun sebanyak 9 orang atau sebesar 30 persen, usia 36-45 tahun
sebanyak 16 orang atau sebesar 53.33 persen, usia 46-55 tahun sebanyak 3 orang atau sebesar
10 persen, usia 56-65 tahun sebanyak 2 orang atau sebanyak 6.67 persen. Petani usia lanjut
umumnya panatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberi pengertian yang dapat mengubah
cara berfikir, begitu pula sebaliknya semakin muda usia peternak umumnya rasa keingin
tahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap teknologi
semakin tinggi (Rosnah, 1998). Secara umum dapat dinyatakan bahwa sebahagian besar
peternak didaerah penelitian masih dikatagorikan sebagi umur produktif. Hal ini didukung
dengan pernyataan Pambudi dkk (2000) yang menyatakan bahwa umur produktif untuk
Tingkat pendidikan peternak yang di jadikan sebagi responden
Dalam suatu usaha, tingkat pendidikan sangat berperan untuk meningkat dan
mengembangkan usaha. Pendidikan merupakan faktor pelancar yang dapat mempercepat
pembangunan usaha pertanian dan peternakan, dengan pendidikan yang baik seorang peternak
akan mudah mengadopsi teknologi baru, mengembangkan keterampilan dan memecahkan
permasalahan yang dihadapi (David FR, 2006)
Tabel 5. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Luar Kawasan Dalam Kawasan Sumber : Data primer diolah, 2014
Tabel 5 menerangkan bahwa karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan
tingkat pendidikan di luar kawasan peternakan tingkat SD sebanyak 16 orang atau sebesar
53.33 persen, untuk SMP sebanyak 8 orang atau sebesar 26.67 persen, untuk SMA sebanyak 5
orang atau sebesar 16.67 persen, untuk sarjana sebanyak 1 orang atau sebesar 3.33 persen,
sedangkan tingkat pendidikan didalam kawasan peternakan, SD sebanyak 8 orang atau
sebesar 26.67 persen, untuk SMP sebanyak 10 orang atau sebesar 33.33 persen, untuk SMA
sebanyak 12 orang atau sebesar 40 persen, sedangkan untuk sarjana tidak ada. Soekartawi
(1984) menyatakan tingkat pendidikan cenderung mempengaruhi cara berfikir dan tingkat
penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.
Tebel 6. Status pekerjaan tingkat responden.
Status Luar Kawasan Dalam Kawasan
Sumber : Data primer diolah, 2014
Tabel 6 menunjukan tingkat pekerjaan responden pada lokasi penelitian, data tersebut di
persen, peternak sebanyak 10 orang atau sebesar 33.35 persen, sedangkan responden yang
bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 1 orang atau 3.33 persen dan pegawai negeri sipil
sebanyak 1 orang atau sebesar 3.33 persen. Sedangkan status pekerjaan sebagai peternak yang
di dalam kawasan sebanyak 17 orang atau sebesar 56.67 persen, patani sebanyak 10 orang
atau 33.33 persen, sementara itu yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 3 orang atau 10
persen dan tidak ada responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil atau 0 persen.
Pekerjaan sebelum beternak akan sangat mempengaruhi peternak dalam mengelola
ternaknya. Pada umumnya pekerjaan sebagai peternak dapat meningkatkan motivasi untuk
pengembangan usaha peternakan sebelumnya, semakin sering pekerjaan dilakukan khususnya
pada bidang peternakan maka semakin memahami dan timbul rasa kecintaan terhadap
pekerjaan tersebut sehingga beternak dirasakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan
pendatan keluarga.
Tabel 7. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan tingkat pengalaman
Pengalaman Luar Kawasan Dalam Kawasan Sumber : Data primer diolah, 2014
Pengalaman beternak akan mempengaruhi peternak dalam mengembangkan usaha
peternakannya. Semakin lama beternak maka peternak semakin tahu bagai mana cara
mengembangkan usaha peternakannya dan semakin mengarah peternakan yang menuju
keberhasilan dan lebih mampu menangkap peluang dalam usaha peternakan yang dijalani.
Tabel 7. Menunjukan tingkat pengalaman responden dari lokasi penelitian, responden
diluar kawasan peternakan yang memiliki pengalaman beternak selama 1-5 tahun sebanyak 19
orang atau sebesar 63.33 persen, selama 6-10 tahun sebanyak 7 orang atau sebesar 23.34
persen, selama 11-15 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 6.67 persen, selama 16-20 tahun
senanyak 1 orang sebanyak 3.33 persen dan > 20 tahun sebanyak 1 orang atau sebanyak 3.33
persen, sedangkan untuk responden didalam kawasan peternak yang memiliki pengalaman
beternak selama 1-5 tahun sebanyak 24 orang atau sebesar 80 persen, selama 6-10 tahun
6.66 persen, selama 16-20 tahun sebanyak 2 orang atau sebanyak 6.67 persen, sedangkan
responden yang beternak > 20 tahun tidak ditemukan.
Tabel 8. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan jumlah tanggungan keluarga Sumber : Data primer diolah, 2014
Tabel 8 menunjukan karakteristik responden di lokasi penelitian, responden di dalam
kawasan peternakan jumlah tanggungan responden 0 orang sebanyak 1 orang atau sebesar
3.33 persen, jumlah tanggungan responden 1 orang sebanyak 4 orang atau 13.33 persen,
sedangkan tanggungan responden sebanyak 2 orang sebanyak 7 orang atau sebanyak 23,34
persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 3 orang sebanyak 8 orang ataupun sebanyak
26.67 persen, jumlah tanggungan responden 4 orang sebanyak 4 orang atau sebesar 13.33
orang, responden yang jumlah tanggungannya sebanyak 5 orang sebanyak 6 orang atau
sejumlah 20 persen, sedangkan jumlah tanggungan 6 dan > 6 tidak terdapat pada lokasi diluar
kawasan peternakan atau sebanyak 0 persen. Sedangkan responden yang berada di luar
kawasan peternakan jumlah tanggungan responden 0 orang sebanyak 1 orang atau sebesar
3.33 persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 1 orang sebanyak 1 orang atau sebesar
3.33 persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 2 orang sebanyak 4 orang atau
sebanyak 13.33 persen, untuk tanggungan responden 3 orang sebanyak 12 orang atau sebesar
40 persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 4 orang sebanyak 3 orang atau sebesar 10
persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 5 orang sebayak 4 orang atau sebesar 13.34
persen, sedangkan jumlah tanggungan responden 6 orang sebanyak 4 orang atau sebesar 13.34
persen dan jumlah tanggungan responden> 6 orang berjumlah 1 orang atau sebesar 3.33
Jumlah tanggungan peternak merupakan salah satu yang berperan dalam melakukan
kegiatan pengembangan sapi, jumlah tanggungan biasanya di identik dengan anggota keluarga
sehingga dapat membantu dalam melaksanakan kegiatan beternak.
Tabel 9. Jumlah responden yang mengikuti pelatihan.
Keikut Sertaan
Dalam Pelatihan Luar Kawasan Dalam Kawasan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%)
Belum Pernah 17 56.67 10 33.33 1-2 Kali 11 36.67 15 50.00
3-5 Kali 2 6.66 3 10.00
Rutin 0 0 2 6.67
Total 30 100 30 100 Sumber : Data primer diolah, 2014
Dari Tabel 9 diatas menunjukan diluarkawasan peternakan terdapat 17 orang atau 56.67
persen yang belum pernah mengikuti pelatihan, 1-2 kali mengikuti pelatihan sebanyak 11
orang atau 36.67 persen, 3-5 kali sebanyak 2 orang atau 6.66 persen, sedangkan responden
yang rutin mengikuti pelatihan tidak ada. Sedangkan didalam kawasan terdapat 10 orang atau
33.33 persen yang belum pernah mengikuti pelatihan, 1-2 kali sebanyak 15 orang atau sekitar
50 persen, 3-5 kali sebanyak 3 orang atau sebesar 10 persen sedangkan mengikuti pelatihan
Tabel 10. Penambahan populasi sapi bali didalam kawasan dari tahun 2009 sampai dengan
Tabel 10 menunjukkan penambahan populasi sapi bali di dalam kawasan dari tahun
2009 sampai dengan 2014 di dalam kawasan yang sampel diambil sebanyak 30 responden
dari tabel diatas dapat dilihat jumlah populasi awal sebanyak 480 ekor terdiri dari 30 ekor
jantan dan 480 ekor betina, sedangkan penambahan populasi sapi saat ini berjumlah17
ekor/tahun atau penembahan 0,17 persen/tahun, sehingga di peroleh populasi tahun 2014
Tabel 11. Penambahan populasi ternak di luar kawasan dari tahun 2009 sampai dengan 2014
Tabel 11 menunjukan penambahan populasi sapi bali dari tahun 2009 sampai dengan
2014 di luar kawasan yang sampel diambil sebanyak 30 responden dari tabel diatas dapat
dilihat jumlah populasi awal sebanyak 100 ekor terdiri dari 18 ekor jantan dan 82 ekor betina,
sedangkan penambahan populasi sapi saat ini berjumlah 196 ekor dari tahun 2009 sampai
dengan 2014 atau penembahan 48,97 persen/tahun, sehingga di peroleh populasi tahun 2014
adalah sebanyak 407 ekor.
Tabel 12. Penambahan ternak di lokasi penelitian
Ternak Awal Penambahan Persentase Lokasi Penelitian (Ekor) populasi (ekor) penambahan tahun
tahun 2009 (2009-2014) (2009-2014)
Tabel 12 menunjukkan tingkat penambahan jumlah ternak pada lokasi penelitian
menunjukkan perbedaan yang sangat jelas pada responden yang berada di luar kawasan
peternakan dengan persentase 48,97 persen sedangkan peningkatan populasi sebanyak 196
ekor/tahun dari jumlah ternak awal 100 ekor, sedangkan dikawasan peternakan tampak
penambahan populasi yaitu sebesar 66 ekor/tahun atau jumlah ternak awal sebanyak 480
dengan persentase 3,43.
Tabel 13. Mortalitas ternak di lokasi penelitian
Peternak Jumlah Ternak Jumlah Persentase Lokasi Penelitian (Orang) Awal Mortalitas (%) (Ekor) (2009-2014)
Luar Kawasan 30 100 62 3,1 Dalam Kawasan 30 480 235 48,95 Sumber : Data primer diolah, 2014
Tabel 13 diatas menunjukkan lebih tingginya tingkat mortalitas pada kawasan
peternakan sebanyak 48,95 persen/ekor/tahun dengan populasi awal sebanyak 480 dengan
jumlah kematian ternak sebanyak 235 dari tahun 2009 sampai dengan 2014, sedangkan diluar
kawasan peternakan sebanyak 3.1 persen/ekor/tahun dengan populasi awal sebanyak 100 ekor
dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 dengan jumlah mortalitas 62 ekor.
Variabel yang mempengaruhi penambahan populasi di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
A. Hasil Analisisdi luar dan di dalam kawasan peternakan Uji asumsi klasik di luar dan di dalam kawasan peternakan
Sebelum melakukan uji kesesuaian (Goodness of fit) model. Untuk mendeteksi
terpenuhinya asumsi dalam analisis regresi linier, model regresi linier penambahan populasi
ternak pertahun, hasil pengujian asumsi klasik akan dibahas pada bagian dibawah ini.
a. Uji asumsi multikolinierritas
Uji asumsi multikolinierritasadalah untuk melihat nilai toleransi dengan nilai lebih
besar dari 0.1 dan nilai VIF dengan nilai lebih besar dari 5. Jika asumsi ini sesuai maka tidak
terjadi multi kolinieritas. Nilai toleransi dan VIF didaerah penelitian dapat dilihat pada tabel
Tabel 14. Hasil uji asumsi multikolinierritas model penambahan populasi ternak di dalam kawasan dan diluar kawasan peternakan Kabupaten Aceh Tengah.
Signifikasi Divisiation
Dalam kawasan Luar kawasan
Variabel Bebas Tolerance VIF Tolerance VIF
Umur 0,619 1,61 0,415 2,411 Pendidikan 0,707 1,299 0,727 1,376 Jumlah tanggungan 0,676 1,480 0,632 1,583 Pengalaman 0,620 1,612 0,497 2,013 Pekerjaan 0,125 8,029 0,801 1,249 Pakan 0,556 1,799 0,786 1,272 Selang Beranak 0,555 1,802 0,663 1,597 Awal birahi 0,678 1,474 0,631 1,584 Umur pertama beranak 0,520 1,921 0,569 1,578 Mortalitas 0,720 1,389 0,571 1,753 Manajemen 0,179 5,596 0,587 1,705
Sumber : Data primer diolah, 2014
Tabel 14 menunjukan tidak terjadi multi kolinieritas yang mana nilai toleransi lebih
besar dari 0.1 dan nilai VIF lebih besar dari 5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
regresi linier penambahan jumlah ternak di dalam kawasan peternakan dan diluar kawasan
peternakan di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah terbebas dari masalah
Multikolinieritas.
B. Uji Asumsi Heteroskedastisitas di luar dan di dalam kawasan peternakan
Uji asumsi heteroskedastisitas dianalisis dengan menggunakan grafik model regresi
linier berganda diantaranya terbebas dari masalah hetoroskedastisitas adalah :
a. Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0
b. Titik data tidak mengumpul pada titik tertentu baik diatas ataupun disamping
c. Penyebaran titik tidak membentuk suatu pola bergelombang atau menyebar kemudian