• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penggunaan media -al-qur'an dalam pembelajaran matematika terhadap pembentukan sikap keberagaman siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penggunaan media -al-qur'an dalam pembelajaran matematika terhadap pembentukan sikap keberagaman siswa"

Copied!
525
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AL-QUR’AN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

AEP SAEFULLAH NIM. 102017023924

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Aep Saefullah

NIM : 102017023924

Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Media Al-Qur’an Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Pembentukan Sikap Keberagamaan Siswa

Paraf Pembimbing No Judul dan halaman buku/referensi

1 2 1. K.H Fahmi Basya, Matematika Islam Sebuah Pendekatan

Untuk Yakin, Republika, 2004

2. http://mii.fmipa.ugm.ac.id/?p=121, 19 Juni 2006, 7:30 AM 3. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005), Cet. I, h. 35

4. H. Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, h. 13

5. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, suatu Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1996), H. 126

6. Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet. ke-6, h. 3.

7. Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2003), h. 120. 8. Saifuddin Azwar loc.cit. h. 5.

9. Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet-18, h. 141.

11. Abuddin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2001). Cet. Ke-6, h. 1.

12. Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia,2002), cet-ke-7, h. 96.

13. Djamaludin Ancok, et al, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), cet. Ke-6, h. 77.

14. Jalaludin. Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 54.

15. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-7, h.225

16. Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2004 ) Cet 4 h 152

17. Abah Salma alif sampayya, Keseimbangan Matematika dalam Al-Qur’an, Jakarta, Republika, h.16

(3)

19. Muhamad mas’ud, bilangan Al Qur’an, Jogyakarta, Diva Press, 2008, Cet. I. H. Subhanallah... Quantum Bilangan-326

20. Abdusysyakir, Ada Matematika dalam Al-Qur’an, UIN Malang Press, 2006, H. 60

21. Arief S. Sadiman, Pengembangan, dan Pemanfaatannyaet. al., Media Pendidikan, Pengertian, , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), Cet. VI, h. 6

22. H. Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) Cet. I, h. 11

23. H. Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) Cet. I, h. 11

24. Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 93

25. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,), cet. V, h. 72

26. Sudjana, Metode Statistika, (Bandung : Tarsito, 2001), h. 4

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA Dra. Muhlisrarini, M. Pd

(4)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AL-QUR’AN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA, yang disusun oleh Aep Saefullah Nomor Induk Mahasiswa: 102017023924, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan telah melalui bimbingan dinyatakan syah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, Juni 2010

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA Dra. Muhlisrarini, M. Pd

(5)

ABSTRAK

Rendahnya sikap keberagamaan siswa dan makin maraknya kenakalan remaja menuntut praktisi pendidikan untuk melakukan inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran. Seiring jalannya perkembangan zaman telah banyak melunturkan nilai-nilai keberagamaan dikalangan siswa. Untuk menghadapi perkembangan zaman dan sekaligus menanamkan nilai-nilai keberagamaan para siswa salah satunya adalah penggunaan media dalam proses belajar mengajar, media Al-Qur’an salah satunya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan media Al-Qur’an dapat mempengaruhi pembentukan sikap keberagamaan siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs Islamiyah Ciputat pada tahun ajaran 2009/2010 dengan sampel dua kelas dari enam kelas yang ada, yatiu kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan VII.2 sebagai kelas kontrol.

Metode penelitian adalah quasi eksperiment. Data diperoleh dengan menggunakan angket dengan lima alternatif jawaban. Pengujian analisis pada penelitian ini adalah dengan menguji kesamaan dua rata-rata menggunakan t-test. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan media Al-Qur’an dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT. penguasa alam semesta atas ridho dan kenikmatan lahir dan batin yang telah

dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarga, para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mendapat kesulitan dan

hambatan namun berkat bimbingan, dorongan serta masukan-masukan positif atas

karya ilmiah ini semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing informal bagi penulis.

3. Bapak Otong Suhyanto, M. Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika

sekaligus Dosen Penasehat Akademik.

4. Bapak Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, M.A, Dosen Pembimbing I yang secara sabar

dan ikhlas memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.

5. Ibu Dra. Muhlisrarini, M. Pd, Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan

pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran hingga selesainya skripsi ini.

(7)

6. Seluruh Dosen dan staf Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah memberikan ilmu

pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

Semoga ilmu yang Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah

SWT. Amin.

7. Ustadzah Hj. Yunelis. R, B.A., Wakil Kepala MTs Islamiyah Ciputat, , serta

seluruh ustadz dan ustadzah MTs Islamiyah Ciputat yang telah membantu penulis

dalam melaksanakan penelitian ini.

8. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

fasilitas kepada penulis untuk menelaah serta meminjamkan sumber literatur yang

diperlukan.

9. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ayahanda Hasbullah (Alm), dan Ibunda

Juhro yang tak henti-hentinya mendo’akanku dan melimpahkan kasih sayangnya

kepadaku dan memberikan dukungan moril dan materil kepadaku. Hanya Allah

SWT. yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik

untuk kalian.

10.Kakak-kakaku dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan do’a dan

dukungannya kepada penulis.

11.Dian Komalasari dan keluarga, yang tak henti-hentinya dan tak kenal bosan selalu

memberikan semangat dan do’anya kepada penulis.

(8)

12.Sahabat-sahabatku seperjuangan angkatan 2002 Pendidikan Matematika, Iik,

Faris, Endang, Ican, Mami dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah berjuang keras melewati hari-hari perkuliahan yang penuh suka dan duka.

Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Mudah-mudahan bantuan, bimbingan, arahan dan do’a yang telah diberikan menjadi amal

shaleh dan diterima oleh Allah SWT serta mendapat balasan yang berlipat ganda.

Amiin. Dan semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan umumnya. Wassalam.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Hubungan Antara Media dengan Tujuan Pembelajaran ... 35

Tabel 2 : Rancangan Penelitian... 44

Tabel 3 :Distribusi Frekuensi Sikap Keberagamaan Siswa Kelas Eksperimen 51 Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Sikap Keberagamaan Siswa Kelas Kontrol... 52

Tabel 5 : Pengelompokan Siswa Berdasarkan Tinggi, Menengah dan Rendah 56 Tabel 6 : Kisi-kisi Instrumen Sikap Keberagamaan Sebelum Uji Validitas …. 62 Tabel 7 : Validitas Instrumen Sikap Keberagamaan siswa... 66

Tabel 8 : Validitas Instrumen Setelah Drop... 67

Tabel 9 : Perhitungan Reliabilitas Instrumen... 68

Tabel 10 : Kisi-kisi Instrumen Sikap Keberagamaan Sesudah Validitas... 70

Tabel 11 : Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 73

Tabel 12 : Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol... 74

Tabel 13 : Nilai Kritis L Untuk Uji Lilifors... 81

Tabel 14 : Harga Kritik Untuk t ... 82

Tabel 15 : Tabel Harga Kritik Untuk F... 84

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Tes Kelas Eksperimen .. 51 Gambar 2 : Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Tes Kelas Kontrol ... 52

(11)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-kisi Instrumen Penelitian Sebelum Uji Validitas... 62

Lampiran 2 : Instrumen Sikap Keberagamaan Sebelum Uji Validitas ... 63

Lampiran 3 : Validitas Instrumen ... 66

Lampiran 4 : Validitas Instrumen Penelitian Setelah Uji Validitas ... 67

Lampiran 5 : Tabel Perhitungan Reliabilitas Instrumen ... 68

Lampiran 6 : Perhitungan Reliabilitas Instrumen ... 69

Lampiran 7 : Kisi-kisi Instrumen SikapKeberagamaan Siswa Sesudah Uji validitas... 70

Lampiran 8 : Angket Sikap Keberagamaan Siswa Sesudah Uji validitas... 71

Lampiran 9 : Tabel Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 73

Lampiran 10 : Tabel Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 74

Lampiran 11 : Perhitungan T-test ... 75

Lampiran 12 : Perhitungan Varians Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……... 76

Lampiran 13 : Perhitungan Uji Homogenitas ... 78

Lampiran 14 : Perhitungan Rata-rata Seluruh Sampel... 80

Lampiran 15 : Nilai Kritis L Untuk Uji Lilifors ... 81

Lampiran 16 : Harga Kritik Untuk t... 82

Lampiran 17 : Tabel Harga Kritik Untuk F ... 84

Lampiran 18 : Daftar Luas Distribusi Normal Standar... 88

Lampiran 19 : Bilangan dalam Al-Qur’an ... 89

Lampiran 20 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 120

Lampiran 21 : Surat Bimbingan Skripsi ... 129

Lampiran 22 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... 130

(12)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ... 7

BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Sikap Keberagamaan Siswa ... 8

a. Pengertian Sikap... 8

b. Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap... 9

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 10

d. Pengertian Sikap Keberagamaan... 12

e. Indikator Sikap Keberagamaan ... 18

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keberagamaan . 18 g. Pembentukan Sikap Keberagamaan... 21

2. Konsep Bilangan Dalam Al-Qur’an... 22

3. Media Pembelajaran... 32

a. Pengertian Media Pembelajaran... 32

b. Jenis-jenis Media Pembelajaran... 34

c. Manfaat Media Pembelajaran ... 36

d. Al-Qur’an Sebagai Media Pembelajaran ... 38

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 40

(13)

vi

C. Kerangka Berpikir ... 41

D. Hipotesis Penelitian... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 43

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

B. Populasi dan Sampling ... 43

C. Metode Penelitian... 43

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Instrumen Penelitian... 44

F. Teknik Analisis Data... 46

G. Hipotesis Statistik... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

A.Deskripsi Data ... 50

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 53

C. Analisis Data ... 53

D.Pembahasan... 54

BAB V PENUTUP... 58

A.Kesimpulan ... 58

B.Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur`an adalah mukjizat, atau suatu risalah dan bukti kerasulan Muhammad untuk menaklukan mereka yang membantah dan mengingkari kebenarannya. Tetapi bagi orang yang beriman, Al-Qur`an tidak menyebut dirinya sebagai mukjizat, melainkan petunjuk (hudan atau al-nuur). Artinya, jika seseorang telah beriman dan memiliki ilmu pengetahuan, maka akan semakin terbuka baginya pintu untuk memasuki rahasia Al-qur`an guna menggali hikmah dan ilmu yang dikandungnya.1

Al-Qur`an sangat mengagungkan kedudukan ilmu dengan pengagungan yang tidak pernah ditemukan bandingannya dalam kitab-kitab suci lainnya. Sebagai bukti, Al-Qur`an memberikan sifat kepada bangsa Arab pada masa pra-Islam dengan sebutan jahiliah (masa kebodohan).

Didalam Al-Qur`an terdapat ratusan ayat yang menyebutkan tentang ilmu dan pengetahuan. Pada sebagian besar ayat itu disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu tersebut. Untuk mengingatkan manusia terhadap anugrah yang telah diberikan kepadanya, Allah berfirman :

Allah akan meninggikan orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat. (QS. 58 : 11)

Katakanlah: "Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. 39 : 9)

1

K.H Fahmi Basya, Matematika Islam Sebuah Pendekatan Untuk Yakin, Republika, 2004

(15)

2

Lafaz ilmu dan pecahannya telah berulang kali disebutkan dalam Al-qur`an hingga sebanyak 765 kali (dalam berbagai tempat) dan mendorong manusia melakukan penelitian terhadap apa yang dipelajarinya dalam berbagai ayat, seperti pada:

- Surat Yunus [10]: 101

………

Katakanlah : perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi……….(Q. S. Yunus : 101).

- Surat Al-Ankabut [29]: 20

…..

“Katakanlah : berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya kemudian Allah menjadikannya sekali lagi…………” (Q. S. Al-Ankabut : 20)

Demikianlah Al-qur`an mengajak kaum muslimin berpengetahuan dan membimbing mereka yang belum pernah mereka pikirkan, yaitu : pengarahan pikiran untuk memikirkan sebab dan akibat, mengadakan observasi dan mengambil berbagai kesimpulan. Al-Qur`an mempertingatkan akal, agar (manusia itu) meneliti dan memikirkan juga dirinya sendiri dan alam sekitarnya, mempercayai deduksi tentang adanya bekas (pengaruh) menunjukan adanya yang berpengaruh, adanya makhluk, adanya Khalik, adanya tanda – tanda kekuasaan, adanya yang Maha Kuasa, dan adanya ciptaan serta menunjukan adanya pencipta.

(16)

3

Agama Islam merupakan agama yang amat memperhatikan masalah pendidikan, ada banyak dalam al-Quran ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan, salah satunya adalah surat Al-Alaq, .ayat 1 sampai 5 :

Artinya: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (1) dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3) Yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam (4) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui (5)

Dalam surat Al-Alaq, manusia diharapkan dapat belajar dan dapat mengetahui banyak ilmu sehingga manusia dapat menjadi manusia yang seutuhnya, atas dasar keimanan kepada Allah SWT.

Dalam menghadapi tuntutan zaman serta pembangunan yang semakin pesat ini pendidikan harus dapat secara tepat guna menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Dalam hal ini diharapakan yang tercipta bukan hanya kualitas dari segi intelektual juga segi religiusitasnya.

Pendidikan di sekolah formal berlangsung secara formal, artinya baik kegiatan, tujuan pendidikan, materi dan bahan ajar, serta metode penyampaiannya telah diprogram secara jelas dan dituangkan dalam seperangkat aturan atau pegangan yang telah disyahkan Semua itu bertujuan agar kegiatan pendidikan diselenggarakan di sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib dan teratur serta dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

(17)

4

sangatlah rendah. Berdasarkan data hasil survei lembaga Political and Economic Risk Consultan (PERC), kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan 12 dari 12 negara di Asia.2

Rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru berimplikasi terhadap prestasi siswa. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2007, siswa Indonesia hanya berada di rangking ke- 41 dari 48 negara dalam hal prestasi matematika.3 Untuk itu perlu adanya inovasi-inovasi baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, termasuk di dalamnya pembenahan dalam proses pembelajaran seperti kemampuan guru serta pengadaan sarana dan prasarana. Berarti pihak guru dan sekolah harus memberikan pelayanan yang memadai, agar proses belajar mengajar berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pada Bab XII Pasal 45 tentang Sarana dan Prasarana Pendidikan bahwa: “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.”

Pada tahun 1950-an, pendidikan dipandang sebagai proses komunikasi. Dengan komunikasi seseorang dapat mengajarkan atau memberitahukan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Berarti dalam komunikasi ada semacam pesan yang disampaikan. Kegiatan belajar-mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana guru dan siswa saling bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. Dalam komunikasi sering terjadi penyimpangan sehingga komunikasi menjadi tidak efektif dan efisien, antara lain disebabkan oleh kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan siswa, kurangnya minat dan sebagainya.

Salah satu usaha untuk mengatasi hal tersebut adalah penggunaan media secara terintegrasi dalam proses belajar mengajar, karena fungsi media dalam kegiatan tersebut disamping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap, dan

lain-2

http://mii.fmipa.ugm.ac.id/?p=121, 23 Agustus 2010, 7:30 AM 3

(18)

5

lain, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi.4 Komunikasi sedikitnya ada empat komponen yaitu komunikator, pesan, saluran, dan komunikan. Begitu juga dalam pembelajaran, ada pengajar (sebagai penyampai pesan), materi (pesan), media (penyalur pesan), dan siswa (penerima pesan). Ini berarti bahwa media merupakan wahana penyalur pesan atau informasi belajar.

Dalam proses pembelajaran, juga harus diperhatikan kemampuan siswa dalam menangkap, menerima, dan menyerap informasi belajar yang diberikan oleh guru. Perbedaan persepsi anak dalam menerima pesan yang disampaikan harus diperhatikan. Banyaknya konsep-konsep yang abstrak dalam pembelajaran matematika menjadikan matematika menjadi pelajaran yang dipandang sulit oleh siswa. Untuk itu diperlukan suatu alat bantu/media agar siswa lebih dapat memahami konsep-konsep yang abstrak. Selain itu media pembelajaran juga dapat memberikan penguatan serta motivasi kepada siswa. Sehingga nantinya diharapkan prestasi belajarnyapun, dalam hal ini prestasi belajar matematika, meningkat.

Penggunaan matematika atau berhitung dalam kehidupan sehari- hari menunjukan hasil nyata seperti dasar dari desain ilmu teknik misalnya : perhitungan untuk perkembangan antariksa, disamping dasar-dasar ilmu teknik, metode matematika dapat memberikan inspirasi kepada pemikir dibidang social ekonomi dan memberikan warna kepada kegiatan seni lukis, arsitektur dan musik.

Begitu pula dengan Al-qur`an yang merupakan pedoman dan petunjuk bagi ummat Islam dan merupakan sumber ilmu pengetahuan. Dan nyatanya hingga saat ini semakin banyak sarjana muslim yang menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, mereka malah semakin respek dan yakin bahwa Al-qur`an adalah kalam Ilahi yang didalamnya mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang tidak pernah habis-habisnya untuk digali.

Dengan demikian, matematika diperlukan oleh setiap muslim untuk mendewasakan dirinya, misalnya untuk membina sikap kritis, kejujuran, dsb. Juga

4

(19)

6

untuk meneliti alam, agar alam itu dapat dikelola untuk sebesar-besarnya kebaikan manusia. Dan matematika juga diperlukan supaya aturan-aturan Allah dapat dilaksanakan.

Pada kenyataannya, bahwa al-Qur`an dan matematika merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk difahami oleh siswa, sehingga kita banyak sekali menemukan siswa yang tidak mampu memahami al-qur`an dan matematika. Oleh karena itu sudah sepantasnya sebagai para guru harus jeli dalam membina dan mengarahkan siswanya dalam memahami al-qur`an dan matematika, sehingga akan terbentuk siswa yang mempunyai sikap keberagamaan yang mengarah kepada pembentukan `manusia ahli pikir dan dzikir`. Sehingga akan terwujud apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggiung jawab kemasyarakatan yang tinggi. Dari uraian diatas penulis terdorong untuk melakukan penelitian lapangan dengan judul : “Pengaruh Penggunaan Media Al Qur’an Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Pembentukan Sikap Keberagamaan Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Banyak faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan, antara lain faktor intern dan faktor ekstern. Berdasarkan faktor tersebut, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kebutuhan manusia akan pedoman hidup yang menunjukan jalan ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Banyak orang tua yang meninggalkan tanggungjawab dalam menentukan sikap keberagamaan anaknya

3. Lingkungam institusional (lembaga pendidikan) sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap keberagamaan siswa

(20)

7

5. Dalam penggunaan media Al-Qur’an pada pembelajaran matematika, siswa diharapkan akan lebih bersemangat dalam melakukan aktifitas proses belajar dan aktifitas keagamaannya

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian agar persoalan penelitian dapat dikaji dengan mendalam. Dalam hal ini peneliti membatasi pada masalah :

1. Materi yang diajarkan kepada siswa yaitu pada pokok bahasan Bilangan 2. Media pembelajaran yang digunakan adalah al Qur’an yaitu ayat-ayat yang

berkaitan dengan bilangan

3. Sikap keberagamaan Siswa dibatasi pada hal-hal berikut : - Keterlibatan tingkat ritual

- Keterlibatan intelektual - Keterlibatan ideologis - Keterlibatan pengalaman - Keterlibatan secara konsekuen

Adapun rumusan masalah penulisan skripsi ini sebagai berikut : Apakah terdapat pengaruh penggunaan media al Qur’an dalam pembelajaran matematika terhadap pembentukan sikap keberagamaan siswa ?

D. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui pengaruh penggunaan media al Qur’an dalam pembelajaran matematika terhadap pembentukan sikap keberagamaan siswa.

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak terkait agar dapat menggunakan media al Qur’an dalam pembelajaran matematika.

(21)

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Sikap Keberagamaan Siswa a. Pengertian Sikap

Sikap menurut J. P. Chaplin yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono adalah satu predisposisi atau kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku atau mereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, obyek, lembaga atau persoalan tertentu. Di lihat dari satu yang sedikit berbeda, sikap merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, institusi atau kejadian baik secara positif maupun negatif.

Sikap merupakan reaksi seseorang terhadap obyek atau institusi yang dihadapinya baik berupa reaksi positif maupun negatif. Sikap memiliki kecenderungan yang stabil bila dimiliki oleh orang-orang yang berkepribadian kuat, konsisten dengan segala tindakan yang telah diperbuatnya. Sedangkan sikap yang cenderung berubah-ubah terdapat pada orang-orang yang berkepribadian lemah karena dipengaruhi oleh lingkungannya.

Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sikap adalah suatu predisposisi yang stabil dari seseorang terhadap suatu obyek yang dihadapinya. Misalnya, seorang guru mempunyai anak didik yang kurang dapat bersosialisasi dengan temannya disebabkan anak tersebut baru pindah dari daerah, sehingga dalam berkomunikasi sering menggunakan dialek daerah. Guru tersebut harus dapat memahami keadaan anak tersebut dan berusaha membantu anak tersebut.

Dalam arti yang sempit, sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Frank J. Bruno, sikap (attitude) dapat dikatakan sebagai predisposisi untuk bertindak secara positif atau negatif terhadap kategori atau obyek tertentu. Dengan demikian pada prinsipnya sikap itu dapat

(22)

9

dianggap sebagai suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini perwujudan prilaku belajar siswa aka ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai , peristiwa dan sebagainya.1

Untuk membedakannya dengan aspek-aspek yang lain (seperti motif, kebiasaan, pengetahuan dan lain-lain) perlu dikemukakan ciri-ciri sikap sebagai berikut:

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannnya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

b. Proses Pembentukan dan Perubahan sikap

Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam cara:

1) Adopsi: kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap

1

(23)

10

diserap kedalam diri individu dan memepengaruhi terbentuknya suatu sikap. Misalnya, seseorang yang sejak lahir sampai ia dewasa tinggal di lingkungan yang fanatic Islam, ia akan mempunyai sikap negative terhadap daging babi.

2) Diferensiasi: dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap obyek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula. Misalnya, seorang anak kecil mula-mula takut pada setiap orang dewasa yang bukan ibunya, tetapi lama kelamaan ia dapat membeda-bedakan antara ayah, paman, bibi, kakak, yang disukainya dan orang asing yang tidak disukainya.

3) Integrasi: pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu, sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai suatu hal tersebut. Misalnya, seorang dewasa sering mendengar kehidupan kota, ia pun sering membaca surat kabar yang diterbitkan di kota, kawan-kawan yang datang dari kota membawa barang-barang yang bagus dan bercerita tentang keindahan kota. Setelah beberapa waktu, maka dalam diri orang dewasa tersebut timbul sikap positif terhadap kota dan hal-hal yang berhubungan dengan kota, sehingga pada akhirnya ia pun terdorong untuk pergi ke kota.

4) Trauma: trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

(24)

11

1). Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2). Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3). Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4). Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5). Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6). Faktor Emosional

(25)

12

d. Pengertian Sikap Keberagamaan

Secara historis, sikap (attitude) pertama kali digunakan Spencer pada tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Dimasa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang.2 Misalnya sikap hormat dengan membungkukkan badan sikap takut diekspresikan dalam perubahan wajah dan lain sebagainya. Proses kemapanan sikap bersumber pada perasaan yang dimunculkan pada fisik maupun perilaku, sehingga studi sikap pada awalnya lebih cenderung pada pengamatan perilaku fisik.

Sikap dalam arti yang sempit adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.3 Sejalan dengan pendapat Bruno, Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood menurut mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu, secara lebih spesifik, Thurshtone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis.4

Sudibyo mendefinisikan sikap sebagai keyakinan-keyakinan yang mengandung aspek kognitif, afektif, dan konatif yang merupakan kesiapan mental psokologis untuk bereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek tertentu.

Dari berbagai definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah keyakinan seseorang menanggapi objek tertentu dengan perasaan mendukung atau tidak mendukung yang mengandung tiga komponen

2

Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet. ke-6, h. 3.

3

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2003), h. 120.

4

(26)

13

psikologis, yaitu komponen kognitif, afektif, dan komponen konatif (psikomotorik) dengan sitem kerja yang sangat kompleks.

Sikap yang mengandung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (psikomotorik), akan terbentuk dari suatu objek, yang disertai perasaan positif atau negatif. Orang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, yang bernilai pada pandangannya, dan ia akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai atau merugikan. Sikap ini kemudian mendasari dan mendorong kearah sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya berhubungan. Informasi merupakan kondisi pertama untuk suatu sikap. Jika berdasarkan informasi itu timbul perasaan positif atau negatif terhadap objek dan menimbulkan kecenderungan untuk bertingkah laku tertentu, maka terjadilah sikap.

Menurut Ellis, sebagaimana yang dikutif oleh Purwanto, menyatakan bahwa yang memegang peranan penting dalam sikap adalah faktor perasaan atau emosi, dan faktor reaksi/respon, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senag (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhinya.5

Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama dalam kehidupan sehari-hari, di kenal dengan istilah religi (religio,

bahasa Latin; religion, bahasa Inggris), agama, dan din (al-diin, bahasa Arab). Religi berakar kata religare berarti mengikat, yaitu sesuatu yang dirasakan sangat dalam, yang bersentuhan dengan keinginan seseorang membutuhkan ketaatan dan memberikan imbalan atau mengikat seseorang dalam suatu masyarakat. Menurut Quraish Shihab, agama berasal dari

5

(27)

14

diin adalah ketetapan ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia, dan karakteristik agama adalah hubungan makhluk dengan Sang Pencipta, yang terwujud dalam sikap batinnya, tampak dalam ibadah yang dilakukannya, serta tercermin dalam perilaku kesehariannya. Agama juga meliputi tiga persoalan pokok, yaitu tata keyakinan (atas adanya kekuatan supranatural), tata peribadatan (perbuatan yang berkaitan dengan dzat yang diyakini sebagai konsekuensi keyakinan), dan tata kaidah (yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia dan dengan alam sekitar.

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, al-Qur’an dan hadist, nampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, eglifer, kemitraan, anti peodalistik, mencintai kebersihan mengutamakan persaudaraan berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya.6

Dari definisi di atas dapat disimpulkan agama adalah peraturan Allah yang diberikan untuk manusia yang berisi sistem keyakinan, sistem peribadatan tampak dalam ibadahnya, dan sistem kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan alam sekitar yang tercermin dalam tingkah laku kesehariannya. Semua itu bertujuan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.

Keberagamaan sering disebut juga religiusitas. Religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa

6

(28)

15

pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut. Untuk penelitian ini dibatasi pada orang Muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuanm keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam. Sikap keberagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorag yang mendorong sisi orang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama.7 Sikap keberagamaan juga dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang didasari oleh dasar kepercayaan terhadap nilai kebenaran yang diyakininya. Sikap keberagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif serta perasaan terhadap agama sebagai komponen apektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen konatif (psikomotorik).

Agama menyangkut kehidupan batin manusia, kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang menggambarkan sisi batin dalam kehidupan beragama seseorang. Dari kesadaran dan pengalaman inilah timbulnya sikap keberagamaan yang ditampilkan seseorang.

Untuk mengukur dan melihat bahwa sesuatu itu menunjukan sikap keberagamaan dilihat dari karakteristik sikap religiusitas, terdiri lima indikator yang sesuai dengan pendapat Glock dan Stark, yaitu keyakinan (the ideological dimension, religious belief), peribadatan atau praktik agama (the ritualistic dimension, religious practice), penghayatan (the experiential dimension,religious feeling), pengamalan (the consequential dimension, religious effect), dan pengetahuan agama (the intellectual dimension, religious knowledge).

Pertama, dimensi keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut, dan diharapkan akan taat. Kedua, dimensi praktik agama, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Ketiga,

7

(29)

16

dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta-fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengaharapan tertentu, dan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang. Keempat, dimensi pengetahuan agama dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Kelima, dimensi pengamalan atau konsekuensi, dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.8

Faktor-faktor yang memepengaruhi sikap keberagamaan bersumber dari kejiwaan pada seseorang, yaitu berfikir, sesuai pendapat Teori Monistik, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah satu sumber kejiwaan. Menurut Thomas Van Aquino yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah berfikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Menurut Fredrick Schleimacher bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya. Menurut Rudolf Otto sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari the wholly other

(yang sama sekali lain). Bila seseorang dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggap lain.9

Teori Fakulti berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas unsur, antara lain yang diaggap memegang peranan penting adalah fungsi cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will).

8

Djamaludin Ancok, et al, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), cet. Ke-6, h. 77.

9

(30)

17

a. Cipta (reason) berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.

b. Rasa (emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.

c. Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan logis.

Kemantapan jiwa seseorang setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang itu. Jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupannya. Sikap keberagamaan ini dapat membawa seseorang secara mantap menjalankan ajaran agama yang mereka anut.

Sikap keberagaman merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keberagaman tersebut dipengaruhi oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif. Jadi sikap keberagaman merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama dan tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sikap keberagaman menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.10

Dari beberapa definisi yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keberagamaan adalah kemantapan perilaku seseorang (siswa) yang terlihat dalam pola kehidupannya dalam melaksanakan ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya sebagai pedoman hidup, meliputi: keyakinan, peribadatan atau praktik agama, penghayatan, pengamalan dan pengetahuan agama.

10

(31)

18

e. Indikator Sikap Keberagamaan

Menurut pendapat Glock dan Stark, untuk mengukur tingkat keberagaman seseorang dapat dipakai kerangka sebagai berikut:

1). Keterlibatan tingkat ritual (ritual involvement), yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual agama mereka.

2) Keterlibatan ideologis (ideological involvement), yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka.

3) Keterlibatan intelektual (intelektual involvement), yaitu menggambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya, seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan agama.

4) Keterlibatan pengalaman (eksperimental involvement), yang menunjukan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. 5) Keterlibatan secara konsekuen (consequential involvement), yaitu

tingkatan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keberagamaan

Pembentukan atau perubahan sikap beragama pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1). Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Antara lain:

a) Kebutuhan manusia akan agama (naluri untuk beragama), yaitu kebutuhan manusia akan pedoman hidup yang dapat menunjukkan jalan kearah kebahagiaan dunia dan akhirat.

(32)

19

lainnya, seperti makan, minum, intelek dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu maka dorongan beragama pun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia itu mendapat kepuasan dan ketenangan. Selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniah tumbuhnya dari berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan.

b) Adanya dorongan untuk bersyukur, taat, patuh, atau mengabdi kepada Allah, sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah menegaskan tentang tujuan diciptakannya manusia, sesuai dengan firmannya dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariat ayat 56:

Artinya:. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merekamengabdi kepada-Ku.

c) Adanya cita-cita untuk memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

2). Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi seseorang dan merupakan stimulus yang dapat membentuk dan dapat mengubah sikap beragama, dapat dilihat dari:

a). Lingkungan Keluarga

(33)

20

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

b). Lingkungan Institusional

Lingkungan institusional yang berpengaruh terhadap sikap beragama antara lain adalah lembaga pendidikan.

Sekolah sebagai institusi formal mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap beragama anak (siswa). Pengaruh tersebut terjadi antara lain karena interaksi kurikulum dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan siswa atau bias saja terjadi karena hubungan siswa dengan sarana atau prasarana ibadah.

Dilihat kaitannya dengan sikap beragama, keempat interaksi tersebut jelas mempengaruhi.

c). Lingkungan Masyarakat

Umumnya siswa SLTP menghabiskan waktunya di luar rumah (sekolah dan masyarakat). Berbeda dengan di sekolah dan di rumah, umumnya pergaulan di masyarakat kurang memperhatikan disisplin atau aturan yang harus dipatuhi secara ketat.

(34)

21

Disamping itu faktor ekstern ini dapat pula berupa alat-alat komunikasi seperti: surat kabar, majalah, buku dan lain-lain.11 Dengan demikian jelaslah bahwa pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap dalam perkembangannya banyak dipengaruhi lingkungan, norma-norma, interaksi antar individu, perkembangan sarana komunikasi dan sebagainya.

g. Pembentukan sikap keberagamaan

Pembentukan sikap keberagamaan seseorang dapat dilakukan dengan melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan rasional , emosional dan keteladanan.

1). Pendekatan rasional

Pendekatan rasional adalah usaha memberikan peranan pada rasio (akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar materi serta kaitannnya dengan prilaku yang buruk dalam kehidupan duniawi

2). Pendekatan emosional

Pendekatan emosional adalah upaya untuk mengugah perasaan emosi peserta didik dalam menghayati prilaku yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa (serta dapat merasakan mana yang baik dan buruk). Dalam konteks ini terdapat dua metode yaitu:

a) Metode nasehat yang merupakan salah satu metode dalam membentuk sikap keberagamaan anak, mempersiapkannnya secara moral, psikis dan sosial, dikarenakan nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakekat, menghiasi dengan moral mulia dan mengajari tentang prinsip-prinsip Islam. Dalam menggunakan metode nasehat, hendaknya pendidik menghindari perintah atau larangan secara langsung, sebaiknya menggunakan teknik - teknik tidak langsung seperti membuat perumpamaan

11

(35)

22

b) Metode pengawasan yaitu seorang pendidik mendampingi dan mengawasi anak didiknya baik dalam hal jasmani maupun rohani dalam upaya membentuk aqidah, moral dan sosial yang baik. Aspek pengawasan juga harus memberikan nilai yang positif dan optimal oleh karena itu harus dilakukan dengan cara yang tidak terlalu mengekang anak, akan tetapi dengan cara menjelaskan dengan baik dan mudah dimengerti oleh anak.

c). Pendekatan keteladanan

Pendekatan keteladanan adalah menjadikan figur guru agama dan non agama dan seluruh warga sekolah sebagai cerminan manusia yang berkepribadian agama. Keteladanan dalam pendidikan amat penting dan lebih efektif, apalagi dalam usaha pembentukan sikap kebergamaan, seorang anak akan lebih mudah memahami atau mengerti bila ada seeorang yang dapat ditirunya. Keteladanan ini pun menjadi media yang amat baik bagi optimalnya pembentukan jiwa keberagamaan seseorang. Keteladanan Pendidik terhadap peserta didik kunci keberhasilan dalam mempersiapakan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak.

Sehubungan dengan pembentukan sikap Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan - pembiasan dan latihan - latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.

2. Konsep Bilangan Dalam Al qur’an

(36)

23

perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf yang kemurniannya senantiasa terpelihara, dan membacanya merupakan amal ibadah.

Al- Qur’an adalah rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, dimana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan, semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah) maupun sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagainya.(Q.S. Al-an’am: 38). Lebih lanjut Achmad Baiquni mengatakan, “sebenarnya segala ilmu yang diperlukan manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an.

Salah satu kemu’jizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuaan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali Q.S Al-‘alaq [96] : 1-5.

1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

(37)

24

qauniah manusia akan mampu menemukan konsep-konsep sains dan ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan umat Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. Tentunya ilmu pengetahuan diperoleh diawali dengan cara membaca, karena membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan, baik membaca ayat qauliah maupun ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengethui apa-apa, pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui pengalaman yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan penglihatan demi untuk mencapai kejayaan, kebahagian dunia dan akhirat. Dalam Al-Qur’an terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau kebudayaan lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam Al-Qur’an (Islam). Al-Qur’an selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkin.

Secara khusus, Al-Qur’an mengajak kita untuk mempelajari ilmu alam, matematika, filsafat, sastra dan semua ilmu pengetahuan yang dapat dicapai oleh pemikiran manusia. Anjuran Al-Qur’an untuk mempelajari ilmu-ilmu itu adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.

Al-Qur’an selalu mendorong akal pikiran dan menekankan pada upaya mencari ilmu pengetahuan serta pengalaman dari sejarah, dunia alamiah, dan dari diri manusia sendiri, karena Allah SWT menunjukan tanda-tanda kebesaran-Nya dalam diri manusia sendiri, ataupun di luar dirinya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban manusia untuk menyelidiki dan mengamati ilmu pengetahuan yang dapat menghasilkan kecakapan dalam semua segi dari pengalaman manusia.

(38)

25

sebuah rangkaian metode penelitian ilmiah untuk menghasilkan teori-teori ilmu pengetahuan yang semuanya terangkum dalam dua kegiatan yaitu membaca dan menulis, seperti halnya Allah memberikan Al Kitab yang berarti tulisan dan Al Qur’an yang berarti Bacaan. Dan dengan Qolam inilah Allah memproses penciptaan dan pengembangan alam semesta beserta isinya, baik yang di langit maupun di bumi, baik yang tampak maupun tidak, berjalan hingga detik ini dalam keteraturan dan ketentuan-Nya dalam bentuk ukuran, massa, kecepatan dan seluruh perhitungan-perhitungan di jagad raya ini dengan ketelitian yang tiada banding dan tidak akan ada yang mampu untuk menandingi-Nya. Semuanya dalam satuan angka.

Angka adalah “ruh” dari matematika dan matematika merupakan bahasa murni lmu pengetahuan (lingua pura)12. Peranan matematika dalam kehidupan juga pernah dilontarkan 1 abad sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW oleh seorang filosof, ahli matematika dan numerology yang juga sekaligus pemimpin spiritual Yunani, Phitagoras (569-500 SM), pada masa ketika bangsa disana masih menyembah berhala, ia mengatakan bahwa “anka-angka mengatur segalanya”. Dan 1 abad setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW, Galileo dari galilea (1564-1642 M) mengatakan bahwa “Mathematics is the language in which God wrote the universe” (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menulis alam semesta).

Matematika bukan ciptaan manusia-manusia berintelegensi tinggi seperti, Phitagoras, Aritoteles, Ptolemy, Euclid, Erosthatenus, Al khawarizme, Galileo, Kepler, Newton, Max Planck, Riemann, Einstein,

bahkan ilmuwan terkenal abad ini Stephen Hawking. Mereka tidak menciptakan matematika, mereka hanya menemukan bahwa ada satu aturan atau persamaan matematika dalam segala hal yang telah diciptakan Allah sebagai bahasa universal di alam semesta. Matematika sebagai

12

(39)

26

bahasa universal inilah diyakini oleh Carl Sagan, seorang fisikawan dan penulis novel fiksi ilmiah, Contactsebagai bahasa universal alam semesta. Seperti halnya seorang fisikawan terkenal Frank Drake yang meyakini bahwa bilangan prima menjadi bahasa dasar untuk menjalin komunikasi antar bintang dan makhluk-makhluk berintelegensi tinggi di alam semesta yang diwujudkan dalam proyek SETI (Search Extraterrestrial Intellegence).

Matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang dibutuhkan semua manusia dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung. Matematika merupakan ilmu yang tidak terlepas dari alam dan agama semua itu kebenarannya bisa kita lihat dalam Al-Qur’an.

Didorong dan dirangsang oleh studi Al-Qur’an, kaum muslimin memulai dengan pengetahuan tentang bilangan dan ilmu hisab. Ilmu-ilmu ini menduduki tempat istimewa dalam ilmu pengetahuan Islam. Sumber studi matematika, sebagaimana sumber ilmu pengetahuan yang lainnya dalam Islam, adalah konsep tauhid, yaitu Ke-Esaan Allah. Kecintaan kaum muslimin kepada matematika langsung dikaitkan dengan bilangan pokok dari keimanannya kepada Satu Tuhan (Tauhid). Ilmu pengetahuan tentang bilangan merupakan akar tunggangnya ilmu pengetahuan. Peranan bilangan sebagai symbol berperan amat besar dalam studi matematika. Angka satu memegang peranan penting baik sebagai permulaan maupun pada akhir studi, menjadi perangsang kuat ataupun tujuan akhir.13

Segala ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam bilangan angka di hamparan semesta raya merupakan bagian dari master plan penciptaan-Nya dalam hitungan matematis yang teramat tinggi. Oleh karena itu seluruh karya ciptaan-Nya sejak dentuman besar hingga saat ini berjalan dalam keteraturan. Detik ini tanpa disadari oleh para pengguna teknologi, semua bentuk teknologi yang kita pergunakan dari radio, televisi, komunikasi (Handphone, internet dll) dan bahkan teknologi tingkat tinggi

13

(40)

27

dan tercanggih sekalipun menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa matematika.

Seorang ahli matematika harus mempelajari angka-angka, permutasi dan sifat-sifatnya. Aspek ini disebut aritmetika atau perhitungan. Ketika berhadapan dengan persamaan atau untuk mengetahui sesuatu yang belum di ketahui tetap dapat disimbolkan dengan rumus dan persamaan maka lahirlah al jabar. Dan ketika berhadapan dengan format, ukuran dan posisi, lahirlah geometri. Banyak orang berpendapat bahwa antara aritmetika, aljabar dab geometri adalah tiga hal yang berbeda, padahal sesungguhnya semua saling bekerja sama, saling membantu dan terkait satu sama lain sehingga membentuk sebuah komposisi alam semesta yang sangat sempurna dan menkjubkan.

Stephen Hawking, yang pada awalnya tidak membutuhkan hipotesis Tuhan dalam mempelajari alam semesta, meyakini adanya unsur matematika yang mengagumkan yang melekat didalam struktur kosmos, sehingga akhirnya dia mengatakan :”Tuhanlah yang berbicara dengan bahasa itu”.

Aspek dari studi tentang ilmu matematika ini memperkenalkan tertib aturan, keseimbangan dan keserasian pada tiap cabang ilmu pengetahuan dalam dunia Islam. Jelaslah bahwa mempelajari bilangan dan angka-angka mendapat dorongan kuat dari Al-Qur’an yang membuka cakrawala baru dalam bidang matematika. Dengan kata lain, Tauhid adalah sumber ilmu pengetahuan karena semua ilmu pengetahuan berkembang dari padanya dan memperkaya kehidupan manusia.14 Demikianlah cara studi matematika, yang dimulai dari Esaan (Tuhan) dan berakhir pada Ke-Esaan, karena ke-Esaan membawa kearah kebergandaan yang kemudian berputar kembali kepada ke-Esaan, setelah mengembara jauh dalam keajaiban dan kegaiban angka dan bilangan yang rumit. Hal ini

14

(41)

28

menjadikan manusia lebih menyadari Tuhan-Nya dan lebih dekat Kepada-Nya, lalu berseru :

………

“ dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S Thaha : 114)

Dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 38 bilangan berbeda. Dari 38 bilangan tersebut, 30 bilangan merupakan bilangan asli dan 8 bilangan merupakan bilangan pecahan (rasional). Tiga puluh bilangan asli yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah

1 (Wahid) 11 (Ahada Asyarah) 99 (Tis’un wa Tis’una)

Sedangkan delapan bilangan rasional yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah: 1/3 (Tsulutsa); ½ (Nishf); 2/3 (Tsuluts); ¼ (Rubu’); 1/5 (Khumus); 1/6 (Sudus); 1/8 (Tsumun); dan 1/10 (Mi’syar)

Keterangan : nama ayat dan surat lihat lampiran

Mengenai relasi bilangan dalam Al-Qur’an, perhatikan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffaat ayat 147 yang menjelaskan bahwa nabi Yunus diutus kepada umat yang jumlahnya 100000 orang atau lebih. Secara matematika, jika umat nabi Yunus sebanyak x orang, maka x

(42)

29

x = 100000 atau x > 100000. Tulisan tersebut dapat diringkas menjadi

x ≥100000.

Masih terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan relasi bilangan. Relasi bilangan dalam Al-Qur’an, disebutkan dalam beberapa redaksi, misalnya, Adnaa (kurang dari), Aktsara (lebih dari), dan

Fauqa (lebih dari).

Selain berbicara bilangan dan relasi bilangan, ternyata Al-Qur’an juga berbicara tentang operasi hitung dasar pada bilangan. Operasi hitung dasar pada bilangan yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah operasi penjumlahan, pengurangan, dan pembagian.15

Perhatikan firman Allah SWT dalam surat Al Kahfi :25, ⌧

dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).

dan dalam surat Al Ankabut ayat 14

⌧ ☺

dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.

Dalam surat 18:25 dan surat 29:14, Al Qur’an telah berbicara tentang matematika.16 Konsep matematika yang disebutkan dalam dua ayat tersebut adalah :

1. Konsep bilangan, yaitu bilangan 300, 9, 1000, dan 50

15

Muhamad mas’ud, Subhanallah... Quantum Bilangan-bilangan Al Qur’an, Jogyakarta, Diva Press, 2008, Cet. I. H. 326

16

(43)

30

2. Operasi penjumlahan, yaitu 300 + 9; dan 3. Operasi pengurangan, yaitu 1000 – 50

Makna yang tersirat dalam dua ayat tersebut adalah bahwa setiap muslim perlu memahami setiap bilangan dan operasi bilangan. Bagaimana mungkin seorang muslim dapat mengetahui bahwa nabi Nuh tingal dengan kaumnya selama 950 tahun, jika tidak dapat menghitung 1000 – 50. Bagaimana mungkin seorang muslim dapat mengetahui bahwa Ashabul Kahfi tinggal di dalam gua selama 309 tahun, jika tidak dapat menghitung 300 + 9.

Operasi penjumlahan yang disebutkan secara tersirat dalam Al Qur’an dapat ditemui pada QS 2: 196, yaitu bahwa 3 + 7 = 10 dan pada QS 7 : 142 yaitu bahwa 30 + 10 = 40

Sekarang perhatikan fakta berikut : 1. Pada QS 2: 196 tersirat makna 3 + 7 = 10 2. Pada QS 7: 142 tersirat makna 30 + 10 = 40 3. Pada QS 18: 25 disebutkan 300 + 9

4. Pada QS 29: 14 disebutkan 1000 – 50

Jika melihat pada urutan nomor surat dan operasi yang disebutkan, terlihat bahwa Al Qur’an pertama kali mengajarkan operasi penjumlahan dan dimulai dengan penjumlahan bilangan satuan, puluhan, dan ratusan. Mengapa pada QS 2:196 dan QS 7: 142 langsung menyebutkan hasil penjumlahan tetapi pada QS 18: 25 dan QS 29: 14 tidak disebutkan hasilnya?

Berkaitan dengan operasi hitung bilangan, ternyata Al Qur’an tidak berbicara tentang operasi perkalian. Pada surat Al An’aam ayat 160, Al Qur’an menjelaskan :

⌧ ☺

(44)

31

jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

Dalam QS 6:160 tersebut sebenarnya tidak membicarakan operasi perkalian bilangan. Pernyataan sepuluh kali amalnya tidak dapat dimaknai operasi perkalian bilangan, karena secara kualitas amal bukan bilangan. Hal ini sama dengan menyatakan dua kali gunung atau tujuh kali lautan. Jika dilihat secara kuantitasnya saja, maka pernyataan sepuluh kali amalnya dapat bermakna perkalian bilangan. Sebagai contoh, jika seseorang membaca dzikir 33 kali maka berdasarkan QS 6 :160 pahala yang diperoleh sama dengan membaca dzikir 330 kali (33 x 10).

Walaupun Al Qur’an tidak berbicara operasi perkalian bilangan secara eksplisit (tegas), ternyata Al Qur’an memberikan suatu gambaran yang akan memunculkan operasi perkalian bilangan. Pada surat Al Baqoroh ayat 261, Al Qur’an menjelaskan :

☺⌧

perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

Pada QS 2:261 dijelaskan bahwa 1 biji akan menumbuhkan 7 batang, dan tiap-tiap batang terdapat 100 biji. Karena operasi penjumlahan telah disebutkan dalam Al Qur’an, maka untuk menentukan keseluruhan biji, seorang dapat melakukan dengan cara menghitung

100 + 100 + 100 + 100 + 100 + 100 + 100 = 700

(45)

32

+ 100 + 100 dan 7 x 100 adalah sama. Dengan demikian, munculnya operasi perkalian bilangan bersumber dari operasi penjumlahan, yaitu penjumlahan berulang.

Operasi pembagian dalam Al Qur’an diwakili dengan penyebutan bilangan 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/5, 1/6, 1/8, dan 1/10. Bilangan 2/3 tidak lain adalah 2 dibagi 3 atau 2 : 3. Operasi pembagian dalam Al Qur’an sangat berkaitan dengan masalah pembagian warisan (faraidh) dan pembagian harta rampasan perang (ghanimah).

2. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.17

Sedangkan Education Association (NEA) mendefenisikan media sebagai benda yang dapat dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional.18 Media hendaknya dapat dilihat, didengar dan dibaca. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa alat (media) untuk mengkaji alam ini adalah panca indera dan akal kita, yang bunyinya:

17

Arief S. Sadiman, et. al., Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), Cet. VI, h. 6

18

(46)

33

Artinya:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.

Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar-mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media sebagaimana yang dikatakan Bovee adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran.

Pembelajaran merupakan sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Ada yang menyebut media pembelajaran dengan media pengajaran. E. De Corte mengatakan bahwa media pengajaran adalah suatu sarana nonpersonal yang digunakan/disediakan oleh tenaga pengajar, yang memegang peranan dalam proses belajar-mengajar, untuk mencapai tujuan instruksional.

(47)

34

media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.

Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Salah satu kriterianya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media, semakin baiklah media itu.

b. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya :

1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik 2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan

sejenisnya

3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.

(48)

35

Tabel 1.

Hubungan Antara Media Dengan Tujuan Pembelajaran

Jenis Media 1 2 3 4 5 6

1 = Belajar Informasi faktual 2 = Belajar pengenalan visual

3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan 4 = Prosedur belajar

5= Penyampaian keterampilan persepsi motorik 6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi R = Rendah S = Sedang T= Tinggi

Gambar

Gambar 1 : Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Tes Kelas Eksperimen ..
Tabel 1. Hubungan Antara Media Dengan Tujuan Pembelajaran
Gambar 1.
Gambar 2. Histogram dan Poligon Frekuensi Kelas Eksperimen
+5

Referensi

Dokumen terkait