• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan grey literature di Perpustakaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan grey literature di Perpustakaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)

Oleh

MARINI BADZLINA NIM. 1111025100061

JURUSAN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)
(4)
(5)

Marini Badzlina (1111025100061). Pemanfaatan Grey literature di Perpustakaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Di bawah bimbingan Pungki Purnomo, MLIS. Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan koleksi grey

literature di Perpustakaan MPR RI, faktor-faktor yang melatar belakangi

pemustaka, dan kendala-kendala apa saja dalam pemanfaatannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah teknik accidental

sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kebetulan melalui penyebaran

kuesioner. Selanjutnya teknik analisis datanya adalah menggunakan perhitungan presentase sederhana dengan parameter penafsiran data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemanfaatan koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI hampir seluruhnya (90%) responden mengetahui bahwa Perpustakaan MPR RI memiliki koleksi grey literature dan hampir seluruhnya (76%) responden pernah memanfaatkannya. Tetapi dalam frekuensi pemanfaatan 73,9% responden menyatakan kadang-kadang dalam memanfaatkan koleksi grey literature. Sedangkan faktor-faktor yang melatar belakangi pemustaka dalam memanfaatkan koleksi grey literature adalah kebutuhan informasi, motivasi, keinginan, kelengkapan koleksi, keterampilan pustakawan dalam melayani, dan mudahnya akses temu kembali informasi. Pendapat responden terhadap faktor-faktor tersebut yaitu sebagian besar (67,8%) responden memanfaatkan koleksi grey literature untuk memenuhi kebutuhan informasi. Selain itu faktor yang melatar belakangi pemanfaatan grey literature menurut sebagian besar (60,9%) responden menyatakan karena koleksi lengkap, kemudian dari hampir seluruhnya (87%) menyatakan karena pustakawan terampil dan dari hampir setengahnya (39,1%) menyatakan karena mudah digunakan. Kemudian kendala dalam pemanfaatan koleksi grey literature adalah kurangnya fasilitas komputer, OPAC yang kurang update, koleksi yang kurang lengkap, jumlah eksemplar yang kurang, dan kurangnya rak buku untuk koleksi grey literature.

(6)

Marini Badzlina (1111025100061). The Utilization of Grey Literature in the Libr ry of the eople’ Con ult tive A mbly of the Republic Indone i (MPR RI). under the guidance of Pungki Purnomo, MLIS. The Study Program of Library Science of Faculty of Adab and Humanities of the State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

The aim of this research is to find out the utilization of grey literature collection in the Library of the eople’ Con ult tive Assembly of the Republic of Indonesia (MPR RI), the factors background of the user use it, and any constraints in their utilization. This research is a descriptive study, using a quantitative approach. The technique used for data collection is accidental sampling technique that is sampling by chance through questionnaires. Then, the technique of data analysis uses a simple percentage calculation with parameter data interpretation. The results of the research show that the utilization of grey literature collections in the Library of the eople’ Con ult tive A embly of the Republic of Indone i (MPR RI) is almost entirely (90%) of the respondents know that the MPR Library has a collection of grey literature and nearly all (76%) of respondents ever use it. But on the frequency of utilization is 73.9% of respondents said sometimes in the utilize of grey literature collections. While the factors underlying the users in utilizing the grey literature collections are the need for information, motivation, desire, completeness of collection, librarian skills in serving, and easy access to information retrieval. Opinions of respondents to these factors that most (67.8%) of respondents utilize grey literature collections to fullfil the information need. In additional to the background factors the utilization of grey literature by most (60.9%) of respondents stated as a complete collection, then almost entirely (87%) stated as a skilled librarian and nearly half (39.1%) stated being easy to use. Then constraints in the use of grey literature collections is the lack of computer facilities, less OPAC updating, incomplete collections, number of copies less, and the lack of a shelf of books for a collection of grey literature.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

All mdulill hhir bbil ‘Al min, r yu ur t henti-hentinya penulis

panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena selalu memberikan nikmat,

karunia, kekuatan , dan kemampuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini guna melengkapai persyaratan mencapai gelar saarjana. Shalawat serta

salam penulis hanturkan kepada kekasih Ilahi, kecintaan kita semua, Nabi

Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya semoga beliau

senantiasa memberikan y f ’ tny di y umil hir n nti, min.

Penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada Ayahanda

Novianto, Ibunda Nina Mulianti, Adik-Adikku tersayang Fathaniah Qistina dan

Hatman Abiyyu Salim karena telah memberikan dukungan serta dorongan kepada

penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari

dukungan dari semua pihak yang selalu meluangkan waktunya untuk membantu

penulis. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syukron Kamil, M.A., selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Pungki Purnomo, MLIS., selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan

dan dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membantu, mengarahkan,

(8)

4. Ibu Siti Maryam, M. Hum., selaku dosen pembimbing akademik yang

membantu, mengarahkan, dan menuntun penulis dalam proses perkuliahan

dan penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dra. Roosiah Yuniarsih, M. Kom., selaku kepala Perpustakaan MPR

RI yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam penelitian

dan memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Para responden dan seluruh staf Perpustakaan MPR RI yang telah bersedia

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan yang telah

mencurahkan ilmunya yang begitu berharga untuk masa depan penulis.

8. Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada seluruh

teman-teman seangkatan Jurusan Ilmu Perpustakaan 2011 terlebih kepada

IPI C, teman KKN AKSARA 2014, sahabat-sahabat BJP,

teman-teman karang taruna RT 02 yang sama-sama berjuang dan saling memberi

semangat untuk menyelesaikan tugas akhirnya masing-masing.

9. Tidak akan terlupa terima kasih kepada sahabat-sahabat istimewa penulis

terutama kepada Jundiah, Puti, Donna, Iim, Muthia, Rayen, Nisa yang

selalu berbagi ilmunya kepada penulis, dukungan, dorongan, semangat,

masukkan, dan waktu yang begitu berharga semasa kuliah dan tidak dapat

dilupakan.

10.Semua orang yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang mendukung

(9)

Sesungguhnya penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih

terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis terbuka dan

menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis juga

mohon maaf apabila terdapat kekeliruan atau hal yang tidak berkenan dalam

penyusunan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan setiap pembacanya.

W l mu’ l i um Wr. Wb.

Depok, 16 September 2015

(10)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Definisi Istilah ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Perpustakaan Khusus 1. Pengertian Perpustakaan Khusus ... 13

2. Fungsi dan tujuan Perpustakaan Khusus ... 16

3. Tugas Perpustakaan Khusus ... 19

B. Pemanfaatan Koleksi oleh Pemustaka 1. Koleksi Perpustakaan Khusus dan Pemanfaatannya ... 20

2. Frekuensi Pemanfaatan Koleksi ... 22

C. Literatur Kelabu (Grey literature) 1. Pengertian Literature Kelabu (Grey literature) ... 25

2. Pemanfaatan Grey literature di Perpustakaan ... 31

D. Penelitian Terdahulu ... 34

(11)

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Teknik Analisis Data ... 40

F. Jadwal Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan MPR RI ... 44

2. Visi dan Misi Perpustakaan MPR RI ... 46

3. Tugas dan Fungsi Perpustakaan MPR RI ... 47

4. Struktur Organisasi ... 47

5. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 49

6. Koleksi Perpustakaan MPR RI ... 50

7. Layanan Perpustakaan MPR RI ... 52

8. Fasilitas Perpustakaan MPR RI ... 55

9. Statistik Pengunjung Perpustakaan MPR RI ... 58

10. Anggaran Perpustakaan MPR RI ... 58

B. Hasil Penelitian 1. Pemanfaatan Koleksi Grey literature di Perpustakaan MPR RI ... 63

2. Faktor-Faktor Pendorong dalam Pemanfaatan Koleksi Grey literature di Perpustakaan MPR RI ... 70

3. Kendala Pemanfaatan Koleksi Grey Literature di Perpustakaan MPR RI ... 73

C. Pembahasan ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

Tabel 1. Jadwal Penelitian ... 43

Tabel 2. Sumber Daya Manusia Perpustakaan MPR RI ... 49

Tabel 3. Koleksi Perpustakaan MPR RI ... 50

Tabel 4. Data Pengunjung Perpustakaan MPR RI ... 58

Tabel 5. Jenis Kelamin Responden ... 59

Tabel 6. Pekerjaan Responden ... 60

Tabel 7. Status Pendidikan ... 60

Tabel 8. Anggota Perpustakaan MPR RI ... 61

Tabel 9. Frekuensi Kunjungan dalam satu Minggu ... 61

Tabel 10. Tujuan Mengunjungi Perpustakaan MPR RI ... 62

Tabel 11. Mengetahui Perpustakaan MPR RI Memiliki Koleksi Grey literature ... 63

Tabel 12. Sumber Informasi Pemustaka Mengetahui Koleksi Grey literature ... 63

Tabel 13. Pernah Memanfaatkan Koleksi Grey literature ... 64

Tabel 14. Jenis Koleksi Grey literature yang Dimanfaatkan ... 65

Tabel 15. Tujuan Memanfaatkan Koleksi Grey literature ... 66

Tabel 16. Cara Mencari Koleksi Grey literature ... 67

Tabel 17. Cara Memanfaatkan Koleksi Grey literature ... 67

Tabel 18. Frekuensi Pemanfaatan Koleksi Grey literature ... 68

Tabel 19. Pendapat Pentingnya Ketersediaan Koleksi Grey literature ... 68

Tabel 20. Jumlah Koleksi Grey literature ... 69

Tabel 21. Faktor yang Melatar Belakangi Pemanfaatan Koleksi Grey literature ... 70

Tabel 22. Pendapat Faktor Kelengkapan Koleksi Grey literature ... 71

Tabel 23. Pendapat Faktor Keterampilan Pustakawan ... 72

(13)
[image:13.595.110.498.183.618.2]
(14)

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya teknologi, informasi menjadi

berkembang sangat pesat. Di zaman seperti sekarang ini, yang dapat

dikatakan sebagai zaman globalisasi informasi, perpustakaan merupakan

suatu institusi pengelola informasi yang berkembang dengan pesat dengan

menerapkan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi tersebut

dapat terlihat pada perkembangan perpustakaan dari waktu ke waktu.

Perpustakaan berkembang dari perpustakaan manual (tradisional),

perpustakaan terotomasi, sampai kepada perpustakaan digital (digital

library). Meski begitu perpustakaan tetap memiliki tugas yang sama yaitu

mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan melayani informasi kepada

pemustaka yang membutuhkan dimanapun dan kapanpun. Seperti pengertian

perpustakaan dalam Undang-Undang tentang Perpustakaan yang menetapkan

bahwa.

“Perpustakaan adalah institusi pengolah koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.”1

Menurut Sulistyo-Basuki, sejatinya perpustakaan didirikan dengan

alasan yang berbeda dari masing-masing jenis perpustakaan yang ada di

Indonesia, “... Jenis perpustakaan yang ada dewasa ini adalah perpustakaan

internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan

1

(15)

keliling, perpustakaan swasta (pribadi), perpustakaan khusus, perpustakaan

sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi.”2

Dilihat dari jenis-jenis perpustakaan yang telah disebutkan, salah

satunya adalah perpustakaan khusus. Disebut khusus karena perpustakaan

tersebut dirancang atau ditugaskan untuk tujuan tertentu. Jika dilihat dari

keberadaannya perpustakaan khusus berada dan dikelola oleh sebuah lembaga

atau organisasi seperti organisasi bisnis, asosiasi atau lembaga pemerintah

yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan informasi dan memberikan

informasi yang relevan khusus kepada orang-orang yang bekerja di lembaga

atau organisasi tersebut. Hal ini didukung oleh Rachmawan Hermawan dan

Zulfikar Zen yang menyatakan bahwa perpustakaan khusus termasuk di

dalamnya perpustakaan kedinasan adalah perpustakaan yang diselenggarakan

oleh lembaga/instansi pemerintah dan swasta. Perpustakaan khusus berada di

bawah lingkungan suatu lembaga tertentu.3

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan, perpustakaan

yang berada dalam instansi pemerintahan dan atau berada di bawah suatu

lembaga atau instansi dapat dikategorikan sebagai perpustakaan khusus.

Selain keberadaannya yang berada di bawah suatu lembaga perpustakaan

khusus juga dapat dibedakan berdasarkan koleksi yang disediakan yaitu

perpustakaan yang hanya menyediakan koleksi dengan subjek-subjek tertentu

(khusus) saja dan pemustaka yang menggunakan perpustakaan tersebut.

2

Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: PT. Gramedi Pustaka Utama, 1993), h. 42.

3

(16)

Pemustaka perpustakaan khusus adalah pengguna perpustakaan yang berasal

dari lembaga atau instansi dimana perpustakaan tersebut berada.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (disingkat

dengan MPR RI) merupakan lembaga legislatif dan lembaga tinggi negara

Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi anggota MPR RI dan

pegawai-pegawainya, MPR RI memiliki perpustakaan yang terletak di

kawasan komplek MPR/DPR dan DPD RI di Senayan. Perpustakaan MPR RI

termasuk ke dalam jenis perpustakaan khusus, meskipun kekhususan

perpustakaan terletak pada keberadaan perpustakaan yang berada di lembaga

pemerintah saja. Karena aspek koleksi dan pengguna (pemustaka)

perpustakaan tidak dapat dikategorikan sebagai aspek dari perpustakaan

khusus.

Perpustakaan MPR RI memenuhi kebutuhan informasi bagi pimpinan

MPR, DPR, dan DPD RI, staf ahli MPR, DPR, dan DPD RI, anggota MPR,

DPR, dan DPD RI, pegawai-pegawai MPR, DPR, dan DPD RI, dan dalam

hal-hal tertentu melayani khalayak luas atau masyarakat umum dalam

mencari informasi yang dibutuhkan seperti dalam hal melakukan penelitian,

mencari sumber-sumber atau referensi yang berkaitan dengan MPR RI.

Karena itu koleksi atau bahan pustaka yang dimiliki Perpustakaan MPR RI

cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna jasa

Perpustakaan MPR RI. Salah satu koleksi Perpustakaan MPR RI adalah

koleksi grey literature yaitu bahan pustaka yang diterbitkan tidak tidak

(17)

Menurut pendapat yang dinyatakan oleh Irwin Weintraub, bahwa grey

literature (literatur kelabu) yaitu publikasi yang dihasilkan oleh pemerintah,

akademisi, bisnis, dan industri, baik dalam format cetak maupun elektronik,

tetapi tidak dikendalikan oleh kepentingan penerbitan komersial, dan

penerbitan bukan aktivitas utama dari organisasi. Literatur kelabu yang

diproduksi oleh lembaga pemerintah, organisasi profesional, pusat penelitian,

universitas, lembaga-lembaga publik, kelompok kepentingan khusus, dan

asosiasi dan masyarakat mempunyai tujuan yaitu untuk menyebarkan

informasi terkini untuk khalayak luas.4

Koleksi grey lierature Perpustakaan MPR RI antara lain adalah hasil

terbitan dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh MPR RI yang

diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal MPR RI, Pusat Kajian, Biro Umum, dan

Biro Humas yang berupa hasil-hasil rapat kerja, ketetapan MPR, keputusan

MPR, amandemen UUD, risalah SU MPRS, risalah SU MPR, buku tulisan

anggota MPR, koleksi akademis MPR, risalah amandemen, sejarah gedung

MPR RI, empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, warta pustaka,

jurnal & pustaka akademik, majalah majelis, dan lainnya yang berkaitan

dengan MPR RI. Selain yang diterbitkan oleh MPR RI sendiri koleksi grey

literature lainnya yang dimiliki Perpustakaan MPR RI antara lain skripsi,

tesis, disertasi, laporan penelitian, dan lembar negara.

Arti kata pemanfaatan adalah “proses, cara, perbuatan

memanfaatkan.”5

Pada Perpustakaan MPR RI yang dimaksud dengan

4Weintraub, Irwin, “

The Role of Grey Literature in the Science”, artikel diakses pada 13

Februari 2015 dari http://library.brooklyn.cuny.edu/access/greyliter.htm.

5

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa

(18)

pemanfaatan adalah bagaimana para pemustaka menggunakan bahan pustaka,

contohnya membaca koleksi yang tersedia, meminjam koleksi, dan

memfotokopi. Pemanfaatan koleksi grey literature yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah pemanfaatan koleksi grey literature di perpustakaan

yang dilihat dari faktor yang melatar belakangi pemustaka dalam

memanfaatkan koleksi tersebut.

Berdasarkan pengalaman penulis selama melakukan praktek kerja

lapangan, hasil observasi awal, pengamatan, dan melalui wawancara yang

penulis lakukan dengan pustakawan dan kepada bagian pengadaan

Perpustakaan MPR RI, penulis menemukan bahwa beberapa jenis koleksi

grey literature kurang dimanfaatkan dengan baik oleh pemustaka

perpustakaan MPR RI. Sehingga timbul pertanyaan mengapa koleksi tersebut

kurang dimanfaatkan dengan baik dan jenis grey literature apa yang lebih

sering dimanfaatkan. Salah satu fungsi dari perpustakaan khusus adalah

menjadi pusat deposit setiap publikasi atau terbitan yang dihasilkan oleh

lembaga induknya juga sebagai pusat sumber belajar bagi orang yang bekerja

di lingkungan perpustakaan itu berada. Sehingga perpustakaan khusus

tersebut seharusnya mengoleksi setiap terbitan-terbitan yang dihasilkan oleh

lembaga induknya dan terbian lainnya yang berhubungan dengan lembaga

induknya tersebut agar informasi yang terkandung di dalamnya dapat

digunakan bagi para pencari informasi yang membutuhkannya.

Dari penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai pemanfaatan koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI, yang

(19)

“Pemanfaatan Grey Literature di Perpustakaan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan di latar belakang penulisan

ini, untuk memperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan masalah yang

telah diungkapkan maka penelitian ini akan dibatasi pada tiga hal yaitu:

pemanfaatan grey litetature oleh pemustaka di Perpustakaan MPR RI,

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pemustaka dalam

memanfaatkan koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI, dan apa

saja kendala dalam pemanfaatan koleksi grey literature di Perpustakaan

MPR RI.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang penulis kemukakan, maka penulis

merumuskan permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana pemanfaatan grey literature MPR RI oleh pemustaka di

Perpustakaan MPR RI?

b. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pemustaka

memanfaatkan koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI?

c. Apa saja kendala dalam pemanfaatan koleksi grey literature di

(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui pemanfaatan grey literature di Perpustakaan MPR RI.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pemustaka dalam

memanfaatkan koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI.

c. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemanfaatan koleksi grey

literature di Perpustakaan MPR RI

Diharapkan bermanfaat sebagai:

a. Masukan atau kontribusi kepada pihak Perpustakaan MPR RI untuk

meningkatkan pemanfaatan koleksi grey literature guna memenuhi

kebutuhan informasi pemustakanya.

b. Pengalaman kepada penulis dalam penerapan teori dan pengetahuan yang

telah diterima selama perkuliahan pada kegiatan nyata dan memperluas

dan memperdalam pengetahuan penulis tentang pemanfaatan grey

literature.

D. Definisi Istilah

a. Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus merupakan salah satu dari jenis-jenis perpustakaan.

Perpustakaan khusus berada pada suatu instansi atau lembaga tertentu,

baik pemerintah mapun swasta, dan sekaligus sebagai pengelola dan

(21)

b. Pemanfaatan

Pemanfaatan koleksi merupakan kegiatan atau aktifitas pemustaka dalam

mencari informasi yang dibutuhkan baik dengan membaca koleksi di

perpustakaan, meminjam, maupun menfotokopi koleksi.

c. Grey Literature (Literatur Kelabu)

Grey literature atau literatur kelabu merupakan terbitan yang dihasilkan

oleh lembaga pemerintah, atau lembaga pendidikan biasanya tidak

didistribusikan secara luas. Umumnya grey literature berisi berbagai

macam hasil penelitian sehingga informasinya sangat diperlukan.

E. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan skripsi ini penulis akan menguraikan secara

sistematis ke dalam lima bab, pada setiap bab akan menguraikan secara

terperinci bagian-bagian yang dipaparkan. Adapun sistematika penulisan

dalam skripsi ini adalah :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat argumentasi seputar penelitian, meliputi: latar

belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Literatur

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang sesuai dengan

jenis perpustakaan yang diambil dan sejumlah variabel penelitian

(22)

khusus, pemanfaatan koleksi oleh pemustaka, grey literature

(literature kelabu), dan penelitian terdahulu.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini penulis menjabarkan tentang jenis dan pendekatan

penelitian, sumber data, pemilihan populasi dan sampel, teknik

pengolahan data, teknik analisis data dan jadwal penelitian.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini penulis membagi ke dalam tiga bagian yakni: a. Profil

Objek Penelitian; b. Hasil Penelitian; c. Pembahasan. Meliputi:

Profil Objek Penelitian

Bab ini memuat gambaran tentang MPR RI dan Perpustakaan MPR

RI yang meliputi sejarah perpustakaan, visi dan misi perpustakaan,

struktur organisasi perpustakaan, layanan perpustakaan, koleksi

perpustakaan, fasilitas perpustakaan, serta statistik pengunjung

perpustakaan.

Hasil Penelitian

Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian dengan menyajikan data

yang diperoleh sesuai dengan tujuan pertama dan kedua. Data

disajikan dengan bentuk tabulasi beserta penjelasannya

sebagaimana data yang dihasilkan di lapangan.

Pembahasan

Pada bab ini penulis membahas mengenai pemanfaatan grey

(23)

faktor-faktor yang melatarbelakangi pemustaka memanfaatkan

koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI.

Bab V : Penutup

Bab ini merupakan bab akhir dari penelitian, meliputi: penarikan

(24)

A. Perpustakaan Khusus

Perpustakaan terbentuk dari asal kata pustaka, dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia arti pustaka adalah kitab atau buku.6 Dalam Kamus

Kepustakawanan Indonesia menyebutkan perpustakaan dari berbagai bahasa

yaitu dalam “bahasa Arab berarti maktabah, bibliotheca (B. Italia),

bibliotheque (B. Perancis), bibliothek (B. Jerman), bibliotheek(B. Belanda).”7

Semua istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani yaitu biblia yang artinya

tentang buku atau kitab. Jika dilihat dari asal katanya perpustakaan erat

kaitannya dengan buku, seperti yang diungkapkan oleh Sutarno.

“Perpustakaan sebagai suatu ruangan, bagian dari gedung/bangunan, atau gedung tersendiri, yang berisi buku-buku koleksi, yang disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga mudah dicari dan

dipergunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan untuk pembaca.”8

Berkembangnya informasi pada era teknologi modern, sepertinya

sudah tidak relevan lagi bila perpustakaan hanya dipandang sebagai suatu

ruangan yang hanya menyimpan buku saja. Pengertian tersebut merupakan

paradigma yang berlaku untuk perpustakaan yang masih bersifat tradisional

atau perpustakaan konvensional. Kini perpustakaan menjadi lebih

berkembang berkat adanya teknologi informasi, karena kini merupakan era

baru bagi perpustakaan dan pusat informasi (information center) dilihat dari

6

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 951.

7

Lasa HS, kamus Kepustakawanan Indonesia (Jogjakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), h. 262.

8

(25)

pertumbuhan yang luar biasa dalam penyebaran informasi elektronik.

Perpustakaan tidak lagi ditentukan oleh ukuran koleksi fisiknya saja,

melainkan dengan jumlah informasi yang diberikan oleh perpustakaan untuk

dapat diakses.9

Tidak asing ditelinga ketika mendengar istilah “library without wall”

yang berarti perpustakaan tanpa dinding, maksud dari istilah ini adalah kini

perpustakaan sudah tidak dapat dibatasi hanya sebagai ruang dan memiliki

koleksi sebatas buku tercetak saja. Tapi kini perpustakaan sudah berkembang

menjadi perpustakaan digital (digital library, e-library). Perpustakaan

tradisional memiliki keterbatasan yang berkaitan dengan penyimpanan dan

akses informasi, karena sebagian besar pengetahuan yang dikumpulkan oleh

perpustakaan direkam dan dikumpulkan dalam media fisik.10

Jadi dilihat dari perkembangannya perpustakaan berkembang dari

perpustakaan tradisional, perpustakaan elektronik, perpustakaan digital,

hingga pada perpustakaan virtual. Di Indonesia terdapat banyak jenis

perpustakaan diantaranya adalah perpustakaan desa, perpustakaan masjid,

perpustakaan pribadi, perpustakaan umum, perpustakaan khusus,

perpustakaan sekolah, perpusakaan perguruan tinggi, dan lain sebagainya.

Namun dari sekian jenis perpustakaan di Indonesia, perpustakaan secara

umum dapat digolongkan menjadi perpustakaan umum dan perpustakaan

khusus. Perpustakaan tersebut disesuaikan dengan cara pengelolaan,

pengguna, tujuan, jenis koleksi serta tujuan perpustakaan tersebut didirikan.

9

Fourie, Denise K. dan Dowell, David R., Libraries in the Information Age: An Introduction And Career Exploration (California: ABC-CLIO,LLC, 2009), h. 1.

10Imam Yuadi, “Perpustakaan Digital: Paradigma, Konsep, dan Teknologi Informasi

yang Digunakan”, Artikel diakses pada 08 Mei 2015 dari

(26)

Hampir seluruh perpustakaan di Indonesia telah mengenal

perpustakaan digital dan berlomba untuk menjadikan perpustakaannya

menjadi perpustakaan berbasis teknologi. Dari perpustakaan sekolah,

perguruan tinggi, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, hingga

perpustakaan anak mengembangkan dirinya menjadi perpustakaan digital.

1. Pengertian Perpustakaan Khusus

Ellis Mount dalam Tara E. Muraymendefinisikan perpustakaan khusus

yaitu:

“Special libraries more generally as “those which are sponsored by business and industrial firms, not-for-profit

organizations, government agencies, and professional

associations”.11

Pengertian menurut Ellis Mount ini dapat diartikan bahwa perpustakaan

khusus secara umum yaitu mereka yang disponsori oleh perusahaan dan

suatu badan, organisasi non-profit, yang termasuk di dalamnya lembaga

pemerintah dan asosiasi profesi.

Sependapat dengan Ellis Mount, Fourie dan Dowell juga menjelaskan

perpustakaan yang termasuk ke dalam perpustakaan khusus adalah

perpustakaan perusahaan, bidang medis, hukum, agama, perpustakaan

pemerintah, penjara, organisasi non-profit, dan perpustakaan dengan

koleksi dengan subjek khusus lainnya.12

Dari dua pendapat tokoh di atas mengenai perpustakaan khusus yang

telah diuraikan, keduanya berpendapat perpustakaan khusus merupakan

11Murray, Tara E., “What’s So Special About Special Libraries?”

, Journal of Library Administration, Vol. 53 No. 4 Tahun 2013, h. 275. Artikel diakses pada 05 Agustus 2015 dari http://dx.doi.org/10.1080/01930826.2013.865395.

12

(27)

perpustakaan yang berada di lingkungan sebuah organisasi maupun

lembaga khusus yang didalamnnya mencakup informasi mengenai

lembaga tersebut, kemudian Fourie dan Dowell menambahkan

perpustakaan khusus mempunyai koleksi dengan subjek khusus sesuai

dengan lembaga induk perpustakaan itu berada.

Jika diperhatikan lebih dalam lagi ada karakteristik khusus yang

membuat sebuah perpustakaan dapat dinyatakan sebagai perpustakaan

khusus. Pertama adalah koleksi, koleksi yang dimiliki perpustakaan

tersebut merupakan bahan pustaka yang berhubungan dengan bidang dari

lembaga induk perpustakaan tersebut. Dengan kata lain perpustakaan

hanya mengoleksi subjek-subjek khusus yang berkaitan dengan lembaga

induknya saja. Kedua adalah penguna (user), dalam dunia perpustakaan

istilah yang kini lebih b anyak dikenal adalah pemustaka. Pada

perpustakaan khusus pemustaka yang memanfaatkan perpustakaan dan

koleksi yang berada di dalamnya juga menentukan termasuk jenis apa

perpustakaan tersebut. Pemustaka tersebut adalah orang-orang yang

berada dapat juga yang bekerja di lingkungan dimana perpustakaan itu

berada. Jadi dengan dilihat siapa pemustaka yang datang memanfaatkan

koleksi dan layanan di perpustakaan kita dapat mengkatagorikan

termasuk ke dalam jenis perpustakaan apa.

Dan karakteristik yang ketiga adalah perpustakaan tersebut berada di

bawah atau dalam badan suatu lembaga. Perpustakaan khusus memang

berada di bawah suatu lembaga atau instansi karena yang bertanggung

(28)

adalah lembaga induk dimana perpustakaan itu berada. Perpustakaan

khusus yang memang berfungsi sebagai information center lembaga

induknya berarti memang dibentuk oleh lembaga yang menaunginya

untuk memenuhi informasi dan membantu pelaksanaan tugas dan

pekerjaan para pekerja di lingkungan perpustakaan tersebut.

Dari beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai pengertian

perpustakaan khusus, pengertian yang disebutkan sama-sama

menjelaskan bahwa perpustakaan khusus merupakan perpustakaan yang

berada di bawah suatu instansi atau lembaga baik itu lembaga pemerintah

maupun non pemerintah dan lembaga tersebut menjadi penanggungjawab

atas perpustakaan tersebut. Perpustakaan pemerintah (Federal

Government Libraries), perpustakaan ini merupakan sumber informasi

penting untuk sumber informasi nasional kita. Perpustakaan khusus

pemerintah termasuk ke dalam jenis perpustakaan khusus karena mereka

melayani tujuan dari lembaga induknya dan pengguna mereka biasanya

anggota lembaga-lembaga ini.13

Pengertian mengenai perpustakaan khusus pemerintah juga diperkuat

dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7496:2009 mengenai

perpustakaan khusus instansi pemerintah, menjelaskan bahwa.

“Perpustakaan khusus instansi pemerintah adalah salah satu jenis perpustakaan yang dibentuk oleh lembaga pemerintah yang menangani atau mempunyai misi bidang tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan materi perpustakaan/informasi di

13

(29)

lingkungannya dalam rangka mendukung pencapaian misi instansi induknya.”14

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan khusus merupakan

perpustakaan yang berada di bawah suatu lembaga pemerintah maupun

non pemerintah yang berdiri untuk memenuhi kebutuhan informasi

karyawan dilingkungan lembaga dan mendukung visi dan misi dari

lembaga tersebut. Kemudian sebuah perpustakaan khusus pemerintah

merupakan perpustakaan khusus karena koleksi, pemustaka (pengguna),

dan status kelembagaannya berada di bawah wewenang dan

tanggungjawab lembaga induk perpustakaan itu sendiri.

2. Fungsi dan Tujuan Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus dapat berfungsi sebagai tempat penelitian,

pengembangan, pusat kajian, serta penunjang pendidikan dan pelatihan

sumber daya manusia.15

Menurut Mudjito, fungsi utama perpustakaan khusus adalah

menyediakan sumber-sumber informasi dan mendukung kelancaran

kegiatan organisasi atau lembaga yang bersangkutan. Perpustakaan

khusus mempunyai fungsi, antara lain:

a. Pusat referensi bagi para karyawan maupun anggota dari instansi

atau lembaga yang bersangkutan.

b. Pusat penelitian bagi petugas dari instansi atau lembaga yang

bersangkutan.

14

Badan Standarisasi Nasional (BSN), Standar Nasional Indonesia (SNI) 7496:2009: Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah (Jakarta: Badan Standarisasi Nasional, 2009) h. 2.

15

(30)

c. Sarana untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan tugas

instansi atau lembaga yang bersangkutan.16

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa

fungsi perpustakaan khusus adalah mendukung segala tugas dan kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga yang menaunginya dengan

informasi-informasi yang dimilikinya. Selain itu perpustakaan khusus yang berada

pada suatu lembaga juga berfungsi sebagai tempat penelitian dan

pengembangan dari lembaga yang bersangkutan tetapi tidak

meninggalkan fungsinya sebagai tempat rekreasi edukatif yang

memberikan informasi yang menyenangkan di tengah-tengah kesibukkan

pemustaka atau pegawai yang memanfaatkan perpustakaan tersebut.

Tujuan perpustakaan khusus lazimnya sama yaitu membantu tugas badan

induk tempat perpustakaan tersebut bernaung.17Sedangkan pendapat lain

dari Mudjito yang mengatakan perpustakaan khusus mempunyai tujuan

sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Perpustakaan khusus bertujuan untuk memberikan informasi dan

kelengkapan rujukan yang berupa bahan-bahan tercetak dan terekam

untuk memperlancar pelaksanaan tugas sehari-hari pada instansi

yang bersangkutan.

16

Mudjito, Pembinaan Minat Baca (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993) h. 14.

17

(31)

b. Tujuan khusus

1) Mengembangkan keterampilan karyawan/karyawati untuk

belajar mandiri

2) Memupuk minat dan bakat pada umumnya dan minat baca

karyawan/karyawati pada khususnya

3) Memotivasi karyawan/karyawati untuk dapat memelihara dan

memanfaatkan bahan pustaka secara efektif dan efisien

4) Mengembangkan kemampuan karyawan/karyawati untuk

mencari, menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi

yang tersedia di perpustakaan khusus.18

Menurut beberapa penjelasan mengenai fungsi dan tujuan perpustakaan

khusus di atas dapat diambil kesimpulan bahwa didirikannya sebuah

perpustakaan pasti memiliki fungsi dan tujuan masing-masing dan fungsi

perpustakaan khusus, yaitu untuk mendukung instansi/lembaga induknya

dan untuk menyimpan, mengolah, menyediakan, dan menyebarkan

informasi kepada karyawan maupun pengguna perpustakaan lainnya.

Sedangkan tujuan perpustakaan khusus adalah untuk memberikan serta

menyediaan fasilitas dan sumber informasi yang menjadi pusat

pembelajaran dan membantu kepentingan dan kelancaran tugas-tugas

lembaga/instansi induknya, karena perpustakaan khusus adalah bagian

dari lembaga/instansi yang menaunginya.

18

(32)

3. Tugas Perpustakaan Khusus

Ditinjau dari fungsi dan tujuannya, tugas perpustakaan khusus pada

umumnya adalah memenuhi informasi lembaga induk dan menunjang

pelaksanaan tugas lembaga induk serta mengolah informasi yang

dihasilkan lembaga induk maupun informasi khusus yang dibutuhkan

sesuai dengan misi lembaga induk. Hal ini sesuai dengan penjabaran

tugas yang termuat dalam SNI perpustakaan khusus instansi pemerintah

yaitu:

a. Menunjang terselenggaranya pelaksanaan tugas lembaga induknya

dalam bentuk penyediaan materi perpustakaan dan akses informasi.

b. Mengumpulkan terbitan dari dan tentang lembaga induknya.

c. Memberikan jasa perpustakaan dan informasi.

d. Mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk

menunjang tugas perpustakaan.

e. Meningkatkan literasi informasi.19

Berdasarkan pada penjabaran tugas perpustakaan khusus instansi

pemerintah menurut SNI tentang perpustakaan khusus instansi

pemerintah maka, tugas perpustakaan tersebut secara garis besar adalah

mengumpulkan, mengolah, menyediakan, melestarikan, informasi kepada

pemustaka sesuai dengan fungsi dan tujuan perpustakaan. Perpustakaan

juga bertugas mengikuti perkembangan teknologi dibidang perpustakaan,

dan menjembatani pemustaka dengan informasi yang dibutuhkannya.

19

(33)

B. Pemanfaatan Koleksi oleh Pemustaka

1. Koleksi Perpustakaan Khusus dan Pemanfaatannya

Unsur penting untuk dapat diselenggarakannya sebuah perpustakaan

adalah ketersediaan koleksi. Koleksi adalah inti sebuah perpustakaan dan

menentukan keberhasilan layanan. Bukanlah perpustakaan namanya bila

tidak memiliki koleksi. Koleksi bukan dilihat dari jumlah eksemplarnya

saja, tetapi lebih kepada kualitas isi, jumlah judul, dan kemutakhirannya

(up to date).20 Pendapat tersebut juga didukung oleh Sutarno NS dalam

bukunya yang mengatakan bahwa koleksi perpustakaan merupakan salah

satu faktor utama yang menentukan kriteria dan jenis sebuah

perpustakaan.21 Bahwa koleksi perpustakaan selalu dikaitkan dengan

tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai misi

dan mewujudkan visi yang bersangkutan.

Dari pengertian mengenai koleksi perpustakaan secara umum di atas,

koleksi pada perpustakaan khusus pastinya memiliki kekhususan yang

menjadikan perpustakaan tersebut disebut perpustakaan khusus.

Perpustakaan khusus mempunyai jenis-jenis koleksi yang termuat dalam

berbagai media, koleksi yang dimiliki mempunyai informasi tertentu

(tergantung spesifikasi bidang perpustakaan tersebut). Koleksi

perpustakaan khusus difokuskan pada koleksi muktahir di dalam subyek

yang menjadi tujuan perpustakaan tersebut atau untuk mendukung

kegiatan badan induknya. Menurut Perpustakaan Nasional RI koleksi

20

Dady P. Rachmanata, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Profesi dan Kode Etik Kepustakawanan Indonesia (Jakarta: Sagung Seto, ) h.

21

(34)

suatu perpustakaan khusus adalah tidak terletak dalam banyaknya

jumlah bahan pustaka atau jenis terbitan lainnya melainkan

ditekankan kepada kualitas koleksinya, agar dapat mendukung jasa

penyebaran informasi muktahir serta penelusuran

informasi.22Berdasarkan SNI yang membahas perpustakaan khusus

instansi pemerintah koleksi perpustakaan adalah semua materi

perpustakaan baik dalam bentuk karya tulis, karya cetak dan karya rekam

yang dikumpulkan dan diproses berdasarkan aturan tertentu untuk

dilayankan dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi pengguna.23

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa koleksi yang merupakan inti

dari sebuah perpustakaan. Koleksi juga dapat menentukan jenis sebuah

perpustakaan dan menentukan kualitas layanan yang diberikan

perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi pemustakanya.

Selanjutnya, Sutarno memaparkan pendapatnya mengenai pemanfaatan

koleksi dalam bukunya yaitu:

“Pemanfaatan koleksi adalah bahwa bahan pustaka yang disediakan harus dibaca dan dipergunakan oleh kelompok masyarakat yang memang menjadi target untuk memakainya dan bentuk nyata pemanfaatan koleksi ialah bahan pustaka yang dibaca, dipinjam, diteliti, dikaji, dianalisis, dikembangkan untuk berbagai keperluan.”24

Pemanfaatan koleksi merupakan suatu proses dari perbuatan yang

dilakukan oleh pemustaka yang menggunaan koleksi di perpustakaan

dalam hal memenuhi kebutuhan informasi mereka.

22

Perpustakaan Nasional RI, Panduan Koleksi Perpustakaan Khusus (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, ) h.

23

Perpustakaan Nasional RI, SNI Bidang Kepustakaan dan Kepustakawanan (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2011) h.

24

(35)

Dapat disimpulkan bahwa koleksi merupakan unsur penting dalam

sebuah perpustakaan. Koleksi menentukan kriteria atau jenis dari sebuah

perpustakaan karena koleksi yang tersedia berkaitan dengan tugas dan

fungsi perpustakaan. Koleksi perpustakaan khusus yaitu koleksi yang

bersifat khusus dimana koleksi atau bahan pustaka tersebut harus

memenuhi kebutuhan informasi dan menunjang tugas dan kinerja di

lingkungan perpustakaan itu berdiri. Koleksi yang tersedia di

perpustakaan seharusnya dimanfaatkan oleh pemustakanya karena tujuan

dari sebuah perpustakaan adalah menyediakan sumber informasi berupa

bahan pustaka untuk dimanfaatkan oleh pemustaka. Pemanfaatan koleksi

yang dilakukan oleh pemustaka menjadi bahan penilaian bagi

perpustakaan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksinya

yang nantinya perpustakaan akan mengevaluasi kinerjanya demi

meningkatkan layanan yang terbaik bagi para pemustakanya dalam

memenuhi kebutuhan informasi.

2. Frekuensi Pemanfaatan Koleksi Perpustakaan Khusus

Dalam frekuensi pemanfaatan koleksi di perpustakaan setiap pemustaka

memiliki perbedaan dalam memanfaatkan koleksi, hal ini tergantung

pada kesempatan dan waktu yang dimiliki oleh pemustaka dalam

mengakses informasi yang ada di perpustakaan dan sesuai pada tingkat

kebutuhan informasi dari setiap pemustaka. Tingkatan frekuensi

pemanfaatan koleksi, ketersediaan dan kelengkapan koleksi perpustakaan

juga dapat mempengaruhi frekuensi pemanfaatan koleksi karena pada

(36)

dalam koleksi yang ada di perpustakaan maka pemanfaatan koleksi di

perpustakaan akan maksimal. Berdasarkan arti katanya frekuensi

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti kekerapan, maka

frekuensi pemanfaatan berarti kekerapan dalam penggunaan. Dalam hal

ini berarti kekerapan pemustaka dalam menggunakan koleksi

perpustakaan. Oleh karena itu, frekuensi pemanfaatan merupakan

indikator untuk mengetahui sejauh mana pemustaka memanfaatkan

koleksi yang ada di perpustakaan.

Pemanfaatan koleksi perpustakaan dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan

informasi. Kebutuhan informasi masing-masing pemustaka dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang mendukung pemustaka untuk memanfaatkan

koleksi perpustakaan diantaranya:

a. Faktor Internal

1) Kebutuhan

Setiap individu mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda.

Kebutuhan informasi timbul dari rasa ingin tahu. Oleh karena

itu, koleksi yang ada di perpustakaan harus memenuhi

kebutuhan informasi setiap penggunanya, agar koleksi dapat

dimanfaatkan dengan baik.

2) Motif

Motif merupakan penggerak atau alasan-alasan seseorang untuk

melakukan sesuatu yang kemudian disebut motivasi. Jika

(37)

yang ada, tetapi ditentukan pula adanya faktor harapan akan

dapat terpenuhinya suatu kebutuhan.

3) Minat

Minat merupakan sesuatu kekuatan untuk mendorong sesorang

yang menyebabkan ia menaruh perhatian pada suatu objek atau

aktifitas tertentu. Jadi dapat diartikan minat adalah keinginan

hati untuk melakukan suatu tindakan tertentu.

b. Faktor Eksternal

1) Kelengkapan Koleksi

Perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang lengkap

koleksinya. Setiap perpustakaan tentu melakukan kegiatan

pengembangan koleksi untuk menambah kelengkapan koleksi

yang dimilikinya. Kegiatan pengadaan dilakukan dengan

membeli, tukar-menukar, hadiah dari perorangan atau lembaga,

bahkan tidak jarang untuk koleksi yang sulit didapatkan karena

tidak dijual seperti koleksi yang diterbitkan oleh penerbit

komersial pada umumnya seperti koleksi grey literature,

perpustakaan memburu (hunting) kepada bagian atau lembaga

yang menerbitkannya.

2) Keterampilan Pustakawan dalam Melayani Pemustaka

Pemanfaatan koleksi perpustakaan juga dapat dipengaruhi oleh

cara pustakawan dalam melayani pemustaka dalam mencari

(38)

melayani akan membuat pemustaka nyaman dan senang untuk

memanfaatkan koleksi perpustakaan.

3) Ketersediaan Fasilitas Pencarian Temu Kembali Informasi

Pada intinya perpustakaan yang menyediakan fasilitas untuk

mencari informasi yang ada di perpustakaan akan memudahkan

pemustaka dalam menemukan informasi dalam koleksi

perpustakaan yang mereka cari. Sehingga kebutuhan

informasinya terpenuhi.25

C. Literatur Kelabu (Grey literature)

1. Pengertian Literatur Kelabu (Grey literature)

Grey literature atau literatur kelabu merupakan istilah pada dunia

perpustakaan dan pekerja informasi. Istilah ini berasal dari frase Jerman

Graue literatur yang berarti literatur kelabu yaitu istilah kolektif untuk

semua publikasi penerbit non-terikat. Berdasarkan artikel jurnal yang

ditulis oleh Pungki Purnomo, menurut beliau grey literature dipahami

oleh banyak kalangan sebagai suatu karya yang merujuk kepada berbagai

publikasi yang diterbitkan oleh badan-badan pemerintah, akademik

(pendidikan), bisnis dan industri baik dalam bentuk tercetak maupun

elektronik, adalah jenis publikasi yang tidak dikontrol oleh penerbitan

komersial, dan dalam penerbitan tersebut faktor komersial atau bisnis

adalah bukan merupakan aktifitas utama dari penerbitan-penerbitan

25Tatik Ilmiyah, “

Pengaruh Pemanfaatan Koleksi Local Content Terhadap Kegiatan Penelitian...,” Jurnal Ilmu Perpustakaan Vol. 2 No. 2 Tahun 2013, h. 6. Artikel diakses pada 08

(39)

itu.26Sependapat dengan Pungki Purnomo, dalam artikelnya The Role of

Grey literature in the Science, Irwin Weintrab memaparkan pendapatnya

sebagai berikut:

“Grey literature refers to publications issued by government, academia, business, and industry, in both print and electronic formats, but not controlled by commercial publishing interests, and where publishing is not the primary business activity of the organization. Grey literature is produced by government agencies, professional organizations, research centers, universities, public institutions, special interest groups, and associations and societies whose goal is to disseminate current information to a wide audience”.27

Pendapatnya diartikan bahwa literatur kelabu mengacu pada publikasi

yang dikeluarkan oleh pemerintah, akademisi, bisnis, dan industri. Baik

dalam format tercetak maupun elektronik. Penerbitan literatur kelabu

tidak dikendalikan oleh penerbit komersial dan penerbitannya pun bukan

kegiatan utama organisasi tersebut. literatur kelabu dihasilkan oleh

lembaga-lembaga seperti instasi penerintah, organisasi profesi, pusat

penelitian, universitas, lembaga publik, kelompok kepentingan khusus,

asosiasi, dan masyarakat yang tujuannya adalah untuk menyebarkan

informasi terbaru kepada khalayak luas.

Kedua pendapat ahli di atas didukung oleh definisi yang disampaikan

pada The Fourth International Conference on Grey literature di

Washington, DC, pada Oktober 1999. Konferensi tersebut

mendefinisikan secara simpel dan konsisten dari konferensi sebelumnya

bahwa grey literature adalah

26Pungki Purnomo, “

Grey Literarure, Koleksi yang Terlupakan pada Perpustakaan Utama UIN ...,” Jurnal Al-Maktabah, Vol. 9 No. 1 Tahun 2007, h. 39. Artikel diakses pada 16 Juni 2015 dari http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-maktabah/article/view/1618.

27Weintrab, Irwin, “

The Role of Grey Literature in the Science,” Artikel diakses pada 13

(40)

“That which is produced on all levels of gevenment, academics, business, and industry in print and electronic formats, but which is not controlled by commercial publishers”.28

Didefinisikan bahwa literature kelabu merupakan hasil produksi pada

semua tingkah pemerintahan, ekonomi, bisnis, dan industri dalam format

tercetak maupun elektronik. Dan tidak dikendalikan oleh penerbit

komersial. Sehingga jika disimpulkan dari penjabaran mengenai definisi

grey literature diatas adalah Grey literature atau literatur kelabu adalah

publikasi yang dikeluarkan dan diproduksi oleh pemerintah, akademisi,

bisnis, dan industri, baik dalam format cetak maupun elektronik, tetapi

tidak dikendalikan oleh kepentingan penerbitan komersial, dan di mana

penerbitan bukan aktivitas bisnis utama organisasi. Literatur kelabu

memiliki tujuan yaitu untuk menyebarkan informasi saat ini untuk

khalayak luas.

Istilah grey literature ini digunakan karena jenis dokumen ini sukar

untuk didapatkan dan sulit ditemukan.Grey literature dapat juga disebut

dengan istilah local content atau muatan lokal atau dengan kata lain

terbitan lokal yaitu bahan pustaka yang diproduksi dan diterbitkan oleh

suatu lembaga yang memuat informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga tersebut seperti penelitian, seminar, sidang,

program-program yang telah dijalankan dan lain sebagainya. Seperti

yang dipaparkan oleh Purwono:

“Sesungguhnya tiap lembaga atau instansi dari waktu ke waktu menghasilkan dokumen sebagai produk atau hasil tercatat/terekam dari kegiatan mereka. Dokumen tersebut ada

28Frater, Jonathan, dkk., “

What Would You Tell Me if I Said Grey Literature?,” Journal

(41)

yang dipublikasikan ada pula yang tidak. Kandungan informasi dari dokumen tersebut adakalanya sangat penting. Bahkan

adakalanya merupakan informasi satu-satunya.”29

Menurut Sulistyo‐Basuki dalam Rasiman, yang dimaksud dengan koleksi

lokal adalah koleksi buku, peta, cetakan, ilustrasi dan materi lainnya

yang berkaitan dengan lokasi khusus.30 Terdapat berbagai definisi

muatan lokal untuk bidang ilmu perpustakaan dan informasi.

Muatan lokal = Literatur kelabu + Koleksi lokal

atau

Local Content = Grey literature + Local Collection

Menurut Harrod's librarians' glossary and reference book dalam Liauw,

literatur kelabu adalah bahan-bahan perpustakaan yang tidak

dipublikasikan melalui jalur publikasi formal (semi-published) atau tidak

tersedia secara komersial. Literatur kelabu pada umumnya sulit dilacak

secara bibliografis. Sedangkan koleksi lokal didefinisikan sebagai

bahan-bahan perpustakaan yang berhubungan dengan lokasi atau tempat dari

perpustakaan di mana koleksi lokal tersebut disimpan.31 Dalam hal ini

kriteria literatur kelabu lebih menekankan pada karakteristik produksi -

yang lokal - dari bahan-bahan perpustakaan tersebut, sedangkan kriteria

koleksi lokal lebih menekankan pada karakteristik dari topik atau

subjeknya yang lokal. Liauw mendefinisikan muatan lokal sebagai:

29

Purwono, Dokumentasi (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 36

30Rasiman, “

Digitalisasi Local Content:Peluasan Pemanfaatan dan Akses Layanan

Perpustakaan.” Makalah seminar dan workshop Pemberdayaan Repositori Perpustakaan untuk Meningkatkan Mutu dan Pelayanan Perpustakaan 1 Desember 2011 (Medan: Universitas HKBP Nommensen, 2011), h. 3.

31Tjiek, Liauw Toong, “Open Access: Menyuburkan Plagiarisme?” Jurnal Visi Pustaka

(42)

“Sumber-sumber informasi yang "memiliki karakteristik sebagai produksi lokal dan atau mengandung karakteristik dari suatu entitas lokal (orang atau kelompok, institusi, kejadian, lokasi geografis, budaya, dll).”32

Seperti telah dijelaskan bahwa literatur kelabu merupakan bahan-bahan

atau koleksi perpustakaan yang tidak dipublikasikan secara komersial.

Koleksi-koleksi perpustakaan yang termasuk kedalam jenis grey

literature atau literatur kelabu seperti yang dikatakan oleh Alberani

berikut ini adalah beberapa jenis utama grey literature adalah laporan

(pra-cetak, perkembangan awal dan laporan lanjutan, laporan teknis,

laporan statistik, memorandum, state-of-the-art, laporan riset pasar, dan

lainnya), tesis, laporan konferensi, spesifikasi teknis dan standar,

terjemahan non-komersial, bibliografi, dokumentasi teknis dan

komersial, dan dokumen resmi tidak dipublikasikan secara komersial

(terutama laporan pemerintah dan dokumen).33

Sekarang grey literature tidak hanya dalam bentuk fisik seperti kertas

kerja, laporan-laporan, video, dan mikrofiche saja, menurut Ranger,grey

literature kini termasuk di dalamnya lebih luas dari sekedar dokumen,

kini termasuk website, dataset elektronik, dan artikel elektronik yang

diterbitkan dan laporan-laporan. Sebelumya, grey literature hanya terdiri

dari kategori dari dokumen seperti laporan teknis, tesis dan disertasi,

32 Ibid 33

Alberani V. Pietrangeli PDC. Mazza AMR. “The Use of Grey Literature in Health

(43)

newsletter, dan dataset, seringnya tidak dikatalogisasi dan tersembunyi

dari pandangan publik.34

Dari pengertian-pengertian dan penjelasan mengenai literatur kelabu

diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa literatur kelabu memiliki sifat

yang ekslusif dan mempunyai nilai informasi yang tinggi. Karena

publikasi ini ditujukan untuk melayani komunitas ilmiah dengan

menyajikan data yang menyeluruh dan topik yang menarik. Seperti yang

disimpulkan oleh Crowford mengatakan

“I believe I was right in my conclusion: the grey literature of

librarianship is the most compelling, worthwhile, and –I’ll add-

important literature in the field at this point. I doubt that librarianship is the only field where this is true- where the grey literature has become more compelling, worthwhile, and important than the formal literature.”35

Dalam kesimpulannya ia mengatakan bahwa literatur kelabu

kepustakawanan adalah yang paling menarik, bermanfaat, dan

merupakan sastra penting di lapangan pada saat ini. Ia ragu bahwa

kepustakawanan adalah satu-satunya bidang di mana ini adalah benar-

mana literatur kelabu yang menjadi lebih menarik, berharga, dan penting

daripada literatur formal.

34

Ranger, Sara L, “Grey Literature in Special Libraries: Access and Uses.” Publishing Research Quarterly, h. 53. Artikel diakses pada 05 Agustus 2015 dari

http://e-resources.perpusnasa.go.id/

35Crawford, Walt, “Thingking About Library Literature.”

(44)

2. Pemanfaatan Grey literature di Perpustakaan

Grey literature seringnya merupakan penelitian diawal pengembangan

dan mungkin alat yang baik untuk mengungkap informasi yang inovatif

dan untuk mempersingkat waktu antara penelitian dan praktek.36

a. Pengguna Grey Literature

Sama seperti jenis koleksi perpustakaan lainnya, koleksi grey

literature di perpustakaan juga dapat dimanfaatkan oleh siapa pun

yang membutuhkannya. Koleksi grey literature yang tersedia di

perpuatakaan biasanya merupakan hasil terbitan atau produk dari

suatu badan atau lembaga dimana perpustakaan itu berada walaupun

tidak menutup kemungkinan perpustakaan juga mengkoleksi

jenis-jenis grey literature yang didapatkan dari lembaga lain yang

berkaitan dengan lembaga induk yang menaungi perpustakaan.

Sehingga tentunya ada pengguna potensial yang memanfaatkan

koleksi grey literature tersebut. Menurut Jeffery dalam Ranger,

pengguna potensial yang memanfaatkan grey literature adalah

sebagai peneliti, pegawai universitas, pegawai dewan riset,

perniagaan dan industri, perantara-perantara, media, dan masyarakat

umum. Dengan kata lain, menurutnya siapapun dapat menjadi

pengguna grey literature.37 Pendapat dari Jeffery juga didukung oleh

Auger dalam Ranger,dalam list organisasi-organisasi yang

36Pappas and Williams, “

Grey Literature:Its Emerging Importance” Journal of Hospital

Librarianship Vol. 11 No. 3 Tahun 2011, h. 228. Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari http://dx.doi.org/10.1080/15323269.2011.587100.

37

Ranger, Sara L, “Grey Literature in Special Libraries: Access and Uses.” Publishing Research Quarterly, h. 54. Artikel diakses pada 05 Agustus 2015 dari

(45)

memberikan kontribusi kepada Comittee on Scientific and Technical

Information (COSATI), mengidentifikasikan hampir semua orang

merupakan pengguna potensial, dari pejabat pemerintah, akademisi,

dan para ahli perusahaan, guru-guru, dan kalangan yang termasuk

masyarakat umum dan organisasi-organisasi.38

Sehingga dapat disimpulkan bahwa grey literature yang dihasilkan

dari lembaga-lembaga seperti pemerintahan, akademisi, bisnis,

industri dan lain sebagainya dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang

memang membutuhkan informasi yang terdapat di dalamnya.

Pengguna yang memanfaatkan koleksi grey literature jenis tertentu

tentunya bekerja dan memahami bidang tempat dimana

literatur-literatur kelabu tersebut diterbitkan, jadi mereka dapat disebut

sebagai pengguna potensial dari koleksi grey literature yang dimiliki

oleh perpustakaan.

b. Mengapa Pengguna Memanfaatkan Grey Literature

Dalam pemanfaatan literatur kelabu, sebelumnya perlu

mengidentifikasi jenis dan sumber informasi yang dibutuhkan serta

metode penelusurannya. Sehingga pemanfaatannya bisa optimal.

Berdasarkan jenisnya, pustaka kelabu memiliki 2 (dua) bentuk,

yaitu: tercetak dan non cetak. Bentuk tercetak berupa kertas kerja,

proseding, kumpulan rapat kerja. Literatur kelabu tersebut

merupakan hasil dari berbagai forum ilmiah. Dalam menelusur

informasinya secara manual dapat menggunakan bibliografi

(46)

yangditerbitkan lembaga penelitian atau assosiasi ilmiah atau pusat

informasi penelitian (Rattahpinusa, n.d).39

Berdasarkan jenisnya, masing-masing literatur kelabu memiliki

pemanfaatan yang berbeda-beda. literatur kelabu yang diterbitkan

setiap lembaga juga memiliki pemanfaatan yang berbeda oleh

pemustaka perpustakaan. Karena hal itu dipengaruhi oleh kebutuhan

informasi dari para pencari informasi. Seperti jenis literatur kelabu

yang dihasilkan oleh akademisi yang antara lain skripsi, tesis,

disertasi, laporan-laporan penelitian, jurnal ilmiah, dan lain

sebagainya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tatik Ilmiyah,

menyimpulkan bahwa latar belakang mahasiswa memanfaatkan

koleksi local content untuk mendapatkan referensi terkait skripsi

atau tugas akhir yang mereka tulis, berupa gambaran umum teori dan

format penulisan skripsi yang dibimbing oleh dosen yang sama

dengan dosen pembimbingnya sekarang.40 Selain itu, ada sebagian

mahasiswa yang memanfaatkan koleksi local content sebagai bahan

perbandingan untuk menyempurnakan penulisan skripsinya.

Pengaruh pemanfaatan koleksi local content antara lain adalah

sebagai berikut untuk bahan referensi dan sumber informasi

sekunder, panduan penulisan skripsi, bahan acuan dan inspirasi

dalam menentukan judul skripsi yang akan ditulis. Pemanfaatan

39

Rattahpinusa, “Pemanfaatan Kepustakaan Kelabu bagi Penelitian.” Artikel diakses

pada 17 Agustus 2015 dari http://pustakawan.pnri.go.id/uploads/journal/submission/24/8-Pemanfaatan-Grey-Literature-Bagi-Penelitian.doc.

40Tatik Ilmiyah, “

(47)

koleksi local content sangat berpengaruh dalam kegiatan penelitian

mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi atau tugas akhir.

Selain bahan pustaka grey literature yang dihasilkan oleh lembaga

akademisi, bahan pustaka grey literature yang dihasilkan oleh lembaga

pemerintahan atau khusus lainnya juga memiliki pemanfaatan yang

berbeda. Bahan pustaka grey literature yang dihasilkan lembaga

pemerintahan atau khusus antara lain seperti laporan pemerintah,

hasil-hasil rapat, laporan penelitian, pernyataan kebijakan-kebijakan, dan lain

sebagainya dimanfaatkan oleh pemustaka yang berbeda dan penggunaan

yang berbeda pula. Hal ini didasari pada kebutuhan informasi pemustaka

dan keberadaan perpustakaan yang menyimpan koleksi grey literature

yang berbeda.

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang sebelumnya telah

dilakukan dan penelitian tersebut berkaitan dengan judul penelitian ini

diambil dari judul skripsi.

Skripsi pertama yaitu Pemanfaatan Laporan Penelitian di Pusat Perpustakaan, Dokumentasi, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (PPDI-LP3ES) oleh Pemakai Non Karyawan LP3ES dan Tinjauannya dari Ajaran Islam yang disusun oleh Arizon, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Yarsi tahun 2005. Dengan tujuan

mengetahui pemanfaatan laporan penelitian di perpustakaan LP3ES oleh

(48)

pemanfaatan laporan penelitian, dan mengetahui upaya meningkatkan

pemanfaatan laporan penelitian di perpustakaan LP3ES. Metode yang

digunakan dalam penelitiannya adalah jenis penelitian deskriptif dengan

metode penelitian kuantitatif. Pada peneltian yang penulis lakukan terdapat

perbedaan yaitu pada fokus penelitian, skripsi yang ditulis oleh Arizon

terfokus hanya kepada jenis grey literature laporan penelitian saja sedangkan

penulis kepada semua jenis grey literature yang dikoleksi Perpustakaan MPR

RI. kemudian responden yang dipilih juga berbeda penulis memilih yang

menjadi responden penelitian adalah semua pengunjung perpustakaan

sedangkan pada penelitian yang dilakukan Arizon, beliau memilih responden

pengunjung perpustakaan dari luar atau umum.

Skripsi yang kedua adalah Pemanfaatan Koleksi Referensi sebagai Sumber Daya Perpustakaan dalam Jasa Layanan Informasi: Studi Kasus pada Perpustakaan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang disusun oleh Ramdani, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui

pemanfaatan koleksi referensi di Perpustakaan Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia. Dengan menggunakan metodelogi penelitian kuantitatif

sedangkan jenisnya adalah penelitian deskriptif. Meskipun sama-sama

melakukan penelitian mengenai pemanfaatan koleksi disalah satu

perpustakaan khusus di Indonesia, pada penelitian terdahulu yang ke dua ini

yang membedakan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah jenis

koleksi yang diteliti oleh Ramdani adalah koleksi referensi sedangkan penulis

(49)

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian

deskriptif. Penelitian dengan metode deskriptif dipilih karena penulis akan

mengumpulkan informasi dan menjelaskannya sesuai dengan gejala atau

keadaan seperti apa adanya. Seperti yang dikatakan oleh Prasetya Irawan

dalam bukunya:

“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya.”41

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai

pemanfaatan koleksi grey literature di Perpustakaan MPR RI.

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantatif merupakan

penelitian yang dimaksudkan untuk mengukur gejala yang ada saat

penelitian berlangsung. Penelitian kuantitatif dekat kaitannya dengan data

yang berbentuk angka-angka. Menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J.,

penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi Perpustakaan MPR RI  ........................................
tabel untuk mempresentasekan hasil perolehan data terebut kemudian
Tabel 1 Jadwal Penelitian
Gambar 1  Struktur Organisasi Perpustakaan MPR RI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Hubungan kewenangan antara lembaga kekuasaan Legislatif antara MPR, DPR, dan DPD, misalnya antara DPR dan DPD sebagai fungsi legislasi, DPD mempunyai kewenangan

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Koleksi Buku mana yang paling sering dimanfaatkan pemustaka pada periode 2011-2012 di Perpustakaan

bahwa terbentuknya Negara Kesatuan RI, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Penggunaan istilah 4 Pilar MPR RI yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menarik

Oleh karena itu, masuknya kembali Ketetapan MPR dalam hierarki akan membawa dampak besar pada sistem hukum di Indonesia, terlebih Tap MPR di posisikan

Penggunaan istilah 4 Pilar MPR RI yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menarik

Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, meskipun MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan produk hukum Ketetapan MPR tetapi masih ada 3 (tiga) TAP MPR yang dinyatakan

paling berkuasa adalah siapa yang memegang kedaulatan, kedaulatan itu ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR, setelah perubahan berbunyi kedaulatan berada di