• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nama : Fathmah Syafiqoh

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk

Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan

FTIR dan KCKT

Gelatin sering digunakan secara luas dalam industri farmasi pada pembuatan cangkang kapsul keras. Penggunaan gelatin pada cangkang kapsul keras menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenai kehalalan sumber gelatin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi pada cangkang kapsul keras dengan FTIR

(Fourier Transform Infared Spectroscopy) dan KCKT (Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi). Analisis Komposisi asam amino pada cangkang kapsul keras dilakukan dengan KCKT, sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan HCl 6N kemudian diderivatisasi menggunakan AQC (Aminokuinolil-N-hidroksisuksini-midil karbamat). Analisis gugus fungsi pada sampel cangkang kapsul keras dilakukan dengan FTIR, sampel diekstraksi terlebih dahulu menggunakan aseton dingin pada suhu -20oC lalu dianalisis dengan alat FTIR pada panjang gelombang 4000-750cm-1. Setelah itu dilakukan analisis data menggunakanPrincipal Component Analysis(PCA) untuk mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan babi pada cangkang kapsul keras. Berdasarkan kurva

score plotFTIR standar gelatin babi berada pada kuadran 2 dan standar gelatin

sapi berada pada kuadran 1. Pada lembar cangkang kapsul babi berada pada kuadran 3 dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 4. Sedangkan hasil kurva score plote KCKT standar gelatin babi dan lembar cangkang kapsul babi berada pada kuadran 2. Standar gelatin sapi dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 3. Hasil analisis gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode FTIR dan KCKT dapat disimpulkan bahwa metode FTIR dan teknik kemometrik PCA dapat mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan gelatin babi sedangkan analisis menggunakan KCKT dan teknik kemometrik PCA dapat membedakan komposisi asam amino pada standar gelatin sapi dan babi serta lembar cangkang kapsul yang dibuat sendiri, tetapi belum bisa membedakan sumber gelatin yang dipakai pada produk cangkang kapsul keras yang diambil dari pasaran.

(7)

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nama : Fathmah Syafiqoh

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Analysis Bovine Gelatin and porcine Gelatin in Hard Shell

Capsule Products on Drugs and Vitamin Using FTIR dan

HPLC

Gelatin was widely used in pharmaceutical industry for manufacturing of hard shell capsules. The use of gelatin in the capsule caused controversy due to consumer concerns about halal gelatin source. This study aimed to determine differences of bovine and porcine gelatin used in the hard shell capsule by FTIR and HPLC. Analysis of amino acid composition in hard shell capsule was determined by HPLC, the sample was hydrolyzed with HCl 6N and derivatization with AQC (Aminokuinolil- N- hidroksisuksini- midil carbamate). Analysis of functional groups in hard shell capsule was determined by FTIR, the samples were extracted using cold acetone at -20°C and analyzed by FTIR at a wavelength 4000-750cm-1. Analysis of the data was performed using the Principal Component Analysis (PCA) to classify between bovine and porcine gelatin in hard shell capsule. Based on the score plot curve of FTIR standard gelatin of porcine was in quadrant 2 and standard gelatin of bovine was in quadrant 1. In sheets of hard shell capsule porcine were in quadrant 3 and sheets hard shell capsule bovine were in quadrant 4. While based on the score plot curve of HPLC standard gelatin of porcine and sheets hard shell capsule porcine were in quadrant 2. Standard gelatin of bovine and sheets hard shell capsule bovine were in quadrant 3. The results of the analysis of bovine and porcine gelatin with FTIR and HPLC could be concluded that the FTIR method and technique chemometric PCA can classify between bovine and porcine gelatin whereas analysis using HPLC and techniques chemometric PCA could classify standard bovine and porcine gelatin and capsule shells self made but was not successful for classification of commercial capsule shells.

(8)

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam,

kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala

sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Shalawat serta salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah

Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang

senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat

dinikmati oleh seluruh manusia di dunia.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana

farmasi dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Judul skripsi ini adalah “uji

aktivitas antibakteri ekstrak daun sintok (Cinnamomum sintoc Blume.)

terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta analisa

komponen senyawa fraksi aktif dengan kromatografi gas – spektrometri

massa”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi

ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu

Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing kedua yang senantiasa dengan

sabar tulus dan ikhlas memberikan arahan, bimbingan, dorongan,

semangat, saran dan solusi selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan

(9)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Para laboran Farmasi UIN, Ka Liken, Ka Rahmadi, Ka Eris, Mba Rani,

Ka Lisna dan Ka Tiwi yang telah banyak membantu selama praktikum

maupun penelitian.

6. Mama yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang

tiada henti serta dukungan baik moral maupun materil dan almarhum

ayah yang telah mendidik dan memberi nasehat semasa beliau ada.

Kasih sayang yang kalian berikan sungguh tak ternilai.

7. Kaka dan adikku tersayang, Rahmi Asyifani yang selalu memberikan

dukungan, semangat dan doa, Rahmah Nur Sabrina yang selalu

mendukung dan memberikan bantuan setiap kali dibutuhkan.

8. Teman – teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Farida

Kusumaningrum dan Afifah Nurul Izzah yang senantiasa dengan sabar

menemani, mendukung dan membantu disaat sedang dibutuhkan.

9. Teman – teman “ngocol” tersayang Amel, Zakiya, Afifah, Dita, Ipho,

Dias, Diah dan Desi Syifa, terima kasih karena kalian selalu mengerti,

membantu, mendukung dan berbagi cerita disaat senang maupun sedih,

semogaukhuwahkita akan selalu terjaga sampai kapanpun.

10. Teman – teman “Andalusia” Farmasi 2010 yang solid dan selalu

membantu satu sama lain.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan

kekurangan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi

ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan member

sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 1 September 2014

(10)
(11)

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

DAFTAR ISTILAH...xviii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Gelatin ... 5

2.1.1 Definisi Gelatin ... 5

2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin ... 5

2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin ... 7

2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin ... 9

2.2 Kapsul ... 9

2.2.1 Cangkang Kapsul Keras ... 10

2.2.2 Cangkang Kapsul Lunak ... 11

2.3 Protein... 12

(12)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.2 Struktur Sekunder... 13

2.3.3 Struktur Tersier... 14

2.3.4 Struktur Kuartener ... 15

2.4 Asam Amino... 15

2.5 Spektroskopi FTIR ... 18

2.6 Analisis Asam Amino dengan KCKT ... 20

2.7 PCA(Principal Component Analysis)... 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 27

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 27

3.2 Alat dan Bahan ... 27

3.2.1 Alat ... 27

3.2.2 Bahan... 27

3.3 Tahapan Penelitian ... 27

3.3.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran ... 27

3.3.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul ... 27

3.3.3 Analisis Gelatin dengan FTIR ... 28

3.3.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida ... 29

3.3.3.2 Ekstrasi Gelatin... 29

3.3.4 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR ... ..29

3.3.5 Analisis Data menggunakan PCA ... 29

3.3.6 Analisis Gelatin dengan KCKT... ..30

3.3.6.1 Hidrolisis Asam Amino ... 30

3.3.6.2 Derivatisasi Asam Amino ... 30

3.3.7 Analisis Profil Gelatin dengan KCKT... ..30

3.3.8 Analisis Data menggunakan PCA ... ..31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

4.1 Pengumpulan Sampel Dari Pasaran... 32

4.2 Pembuatan Lembaran Kapsul ... 32

4.3 Analisis Gelatin dengan FTIR ... 33

4.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida... 33

4.3.2 Ekstrasi Gelatin ... 34

(13)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3.4 Analisis Data menggunakan PCA ... 39

4.4 Analisis Gelatin dengan KCKT ... 44

4.4.1 Hidrolisis Asam Amino... 44

4.4.2 Derivatisasi Asam Amino ... 45

4.5 Analisis Profil Asam Amino dengan KCKT ... 47

4.5.1 Analisis Standar Asam Amino ... 48

4.5.2 Analisis Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Pasaran... 48

4.6 Analisis Data menggunakan PCA ... 49

BAB 5 PENUTUP... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

(14)

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel

2.1 Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Babi dan Sapi……….

2.2 Daftar Rantai Samping Asam Amino ……… 3.1 Formulasi Lembaran Cangkang Kapsul Keras ………. 4.1 Pengumpulan Sampel Kapsul dari Pasaran ………... 4.2 Karakteristik Serapan IR Pada Rantai Peptida ………..

4.3 Worksheet pada Penyusunan Standar Gelatin, Lembar Cangkang

Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul dari Pasaran

………

4.4 Kontribusi Masing-Masing Variabel terhadap Nilai Komponen Utama

………...

4.5 Komposisi Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang

Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul dari Pasaran

………

4.6 Worksheet pada Penyusunan Standar Gelatin, Lembar Cangkang

Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul keras dari

Pasaran ………..

4.7 Kontribusi Masing-Masing Variabel Terhadap Nilai Komponen

[image:14.595.117.536.66.489.2]

Utama ………

Halaman 6

18

28

32

38

40

40

48

50

(15)

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 1 Gelatin Berbentuk Serbuk, Serbuk Kasar……….

Gambar 2 Struktur Asam Amino Kolagen dan Gelatin……….

Gambar 3 Cangkang Kapsul Keras……….

Gambar 4 Cangkang Kapsul Lunak………

Gambar 5 Tingkatan Struktur Protein……….

Gambar 6 Struktur Asam Amino………

Gambar 7 Ion Amfoter ………

Gambar 8 Asam Amino dalam Suasana Asam………..

Gambar 9 Asam Amino dalam Suasana Basa……….

Gambar 10 Skema Kerja Alat FTIR……….

Gambar 11 Skema Kerja Alat KCKT………...

Gambar 12 Lembaran Cangkang Kapsul Gelatin Keras………

Gambar 13 Endapan Gelatin diperoleh dari Hasil Ekstraksi ………

Gambar 14 Penggabungan Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi dan Sapi…

Gambar 15 Penggabungan Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin

Babi dan Gelatin Sapi……….

Gambar 16 Penggabungan Spektrum Gelatin yang Diperoleh dari Produk

Cangkang Kapsul yang Ada Dipasaran……….

Gambar 17 Kurva Score Plot PC1 Dan PC2 pada Standar Gelatin, Lembar

Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul

Pasaran ………

Gambar 18 Kurva Loading Plot PC1 Dan PC2 Pada Standar Gelatin, Lembar

Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul

Pasaran ………...

Gambar 19 Reaksi Derivatisasi Reagen AQC……….

Gambar 20 Profil Standar Asam Amino………

Gambar 21 Kurva Score Plot PC1 Dan PC2 pada Standar Gelatin, Lembar

Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul

Keras dari Pasaran ………

(16)
[image:16.595.118.539.67.485.2]
(17)

xvii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Kerja………

Lampiran 2. Interferogram FTIR………...

Lampiran 3. Kromatogram KCKT………..

Lampiran 4.Rekaman Pengujian Asam Amino HPLC ……….

Lampiran 5. Pembuatan Larutan ………... Lampiran 6. Gambar Penelitian ………..

59

60

69

78

87

(18)

xviii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

AABA :α-aminobutyric acid

AMQ : 6-aminoquinoline

AQC : 6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil karbamate

BPS : Badan Pusat Statistik

DNA :Deoxyribosa Nucleic Acid

FTIR :Fourier Transform Infrared

GMIA : Gelatin Manufacturers Institute Of America

HPLC :High Performance Liquid Chromatography

KCKT : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

LCMS :Liquid Chromatography Mass Spectrometry

LPPOM : Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik

MPA : 3 Mercaptopropionic Acid

MUI : Majelis Ulama Indonesia

NHS : N-hidroksisuccimid

OPA : Orto-phatalaldehyde

PC :Principal Componentatau Komponen utama

PCA :Principal Component Analysis

PCR :Polymerase Chain Reaction

PEG : Polietilen Glikol

(19)

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.1 Latar Belakang

Gelatin merupakan campuran heterogen dari polipeptida yang

diperoleh melalui hidrolisis kolagen dari jaringan ikat hewan (GMIA, 2012).

Gelatin memiliki sifat yang unik sehingga digunakan secara luas dalam

industri makanan dan farmasi. Dalam industri makanan, gelatin ditemukan

dalam produk seperti jelly, es krim, yogurt, ataupun marshmallow. Industri

farmasi menggunakan gelatin sebagai pembuatan kapsul keras dan lunak,

(Nhari, Ismail & Che Man, 2012).

Gelatin bersumber dari tulang hewan yang berasal dari babi dan sapi.

Gelatin yang berasal dari babi dan sapi mempunyai kualitas yang lebih baik

dibandingkan dengan sumber lainnya seperti ikan (Jamaludin et al., 2011).

Meskipun demikian, ada masalah lain yang timbul yaitu status kehalalan

produk dengan bahan baku gelatin dari babi. Gelatin umumnya diimpor dari

negara-negara non-muslim yang tidak memperhatikan kehalalan produk

karena sebagian besar bahan dasarnya bersumber dari babi. Penggunaan kulit

babi sebagai bahan baku gelatin di seluruh dunia mencapai 44,9% dari total

gelatin yang dihasilkan. Eropa Barat merupakan penghasil gelatin terbesar di

dunia yaitu 68% gelatin yang diproduksi berasal dari kulit babi. Penghasil

gelatin kedua terbesar di dunia adalah NAFTA (The North American Free

Trade Agreement), konsorsium tiga negara yaitu Amerika, kanada dan

Meksiko (Jamaludin et al., 2011).

Obat vitamin dan mineral merupakan golongan bebas yang boleh

digunakan tanpa resep dan dapat dijual bebas di warung, toko obat berizin,

supermarket, serta apotek. Sediaan obat vitamin dan mineral sebagian besar

dalam bentuk cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak (ISO, 2014).

Cangkang kapsul baik keras maupun lunak banyak menjadi perhatian terkait

status kehalalan gelatin yang digunakan, karena dipasaran banyak beredar

produk kapsul yang tidak mencantumkan label halal pada kemasan. Dalam

jurnal halal LPPOM MUI No.94 edisi Maret-April 2012 baru tiga produk

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adanya jaminan kehalalan mengenai sumber gelatin (Jamaludinet al., 2011).

Keberadaan gelatin babi dan sapi dalam produk pangan sangat sukar untuk

diidentifikasi karena memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir mirip

(Nematiet al., 2004). Oleh karena itu perlu diupayakan metode yang selektif

untuk membedakan gelatin babi dan gelatin sapi.

Berbagai studi telah dilakukan dengan bermacam-macam metode

analisis untuk membedakan gelatin sapi dan babi (Nhari et al., 2012). Di

antaranya analisis berbasis DNA dengan Real Time PCR (Sahilah et al.,

2012) dan LCMS (zhang et al., 2008). Analisis perbedaan gelatin babi dan

gelatin sapi juga dilakukan dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform

Infra Red) (Hasyim et al., 2010). FTIR (Fourier Transform Infra Red)

merupakan metode spektroskopi IR yang banyak digunakan untuk analisis

kehalalan (Rohman and Che Man, 2012). Analisis menggunakan FTIR

banyak dikembangkan karena dinilai lebih mudah, cepat, murah dan ramah

lingkungan. Selain itu, analisis perbedaan antara gelatin sapi dan gelatin babi

dapat dilakukan dengan KCKT (kromatografi cair kinerja tinggi). KCKT

merupakan metode yang banyak digunakan untuk analisis asam amino

ditunjang dengan peralatan yang baik dan modern, menggunakan kolom yang

sangat efisien di bawah tekanan yang besar, sehingga analisis asam amino

dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat

dan teliti (Rediatning et al., 1987). Perkembangan metode analisis

menggunakan FTIR dan HPLC sekarang telah digabungkan dengan teknik

kemometrik yaitu analisis komponen utama. PCA (Principal component

analysis) adalah teknik proyeksi data yang sangat membantu dalam

klasifikasi suatu objek (Miller & Miller, 2005).

Analisis pada produk cangkang kapsul lunak komersial telah dilakukan

menggunakan HPLC berdasarkan profil asam amino dengan metode

derivatisasi ortho-phtalaldehyde (OPA) – 2-mercaptoethanol (MCE) dengan

teknik kemometrik (Widyaninggar et al., 2012). Dari hasil penelitian

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Principal component analysis) belum bisa mengklasifikasikan produk

cangkang kapsul lunak komersial yang beredar dipasaran. Analisis perbedaan

gelatin babi dan gelatin sapi juga telah dilakukan menggunakan FTIR dan

teknik kemometrik. Hasil penelitian tersebut metode FTIR dan teknik

kemometrik komponen utama dapat mengklasifikasikan kedua sumber gelatin

(Hasyim et al.,2010). Pada penelitian ini dilakukan analisis gelatin sapi dan

gelatin babi pada produk cangkang kapsul keras obat yang mengandung

vitamin dan mineral menggunakan FTIR dan HPLC, dikarenakan belum

banyak publikasi tentang pembeda gelatin sapi dan gelatin babi pada produk

cangkang kapsul keras. Penggabungan dua metode ini diharapkan dapat

memberikan data komposisi asam amino dan gugus fungsi dari gelatin sapi

dan gelatin babi yang dapat saling melengkapi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah metode FTIR dapat digunakan untuk membedakan antara

gelatin sapi dan gelatin babi yang terdapat dalam cangkang kapsul keras

pada obat vitamin dan mineral yang beredar dipasaran?

2. Apakah metode HPLC dapat digunakan untuk membedakan antara

gelatin sapi dan gelatin babi yang terdapat dalam cangkang kapsul keras

pada obat vitamin dan mineral yang beredar dipasaran?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan antara gelatin babi dan gelatin sapi pada

cangkang kapsul keras obat vitamin dan mineral dengan metode FTIR

2. Mengetahui perbedaan antara gelatin sapi dan babi yang digunakan

pada cangkang kapsul keras obat vitamin dan mineral dengan metode

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta FTIR dan KCKT dapat digunakan dalam mendeteksi adanya gelatin babi dan

sapi, sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk menguji kandungan babi

dalam gelatin pada cangkang kapsul obat. Manfaat lainnya adalah

memberikan informasi kepada masyarakat tentang kehalalan cangkang kapsul

(23)

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1 Gelatin

2.1.1 Definisi Gelatin

Gelatin merupakan campuran heterogen polipeptida yang diperoleh

melalui hidrolisis parsial kolagen dari jaringan ikat hewan dengan perlakuan

asam atau basa (GMIA, 2012). Gelatin adalah istilah umum untuk campuran

fraksi protein murni yang dihasilkan baik dengan hidrolisis parsial asam (tipe

A gelatin) atau dengan hidrolisis parsial basa (tipe B gelatin) dari kolagen

hewan yang diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (hide), kulit babi,

dan kulit ikan (Roweet al., 2009).

Istilah gelatin mulai populer sekitar tahun 1700 dan berasal dari bahasa

latin ‘gelatus’ yang berarti kuat atau kokoh. Secara fisik gelatin berbentuk

padat, kering, tidak berasa dan transparan. Ada tiga sifat yang paling

menonjol pada gelatin yaitu: kemampuan untuk membentuk gel, kekenyalan

dan kekuatan lapisan tinggi. Gelatin merupakan polimer tinggi alami yang

memiliki berat molekular dari 20.000 sampai 70.000. Gelatin ini dipersiapkan

dari bahan yang mengandung kolagen termasuk kulit, tulang dan tendon

dengan pemecahan hidrolisis melalui pendidihan dengan air atau dengan

menggunakan uap panas yang tinggi. (Perwitasari, 2008).

2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin

Gelatin sangat kaya dengan asam amino glisin (Gly) (hampir sepertiga

dari total asam amino), prolin (Pro) dan 4-hidroksiprolin (4Hyd). Struktur

gelatin yang umum adalah: -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyd-Gly-Pro-.

Kandungan 4Hyd berpengaruh terhadap kekuatan gel gelatin, makin tinggi

asam amino ini, kekuatan gel juga lebih baik. Meskipun diturunkan dari

protein hewani, gelatin tergolong sebagai protein dengan nilai biologis yang

rendah dan sering juga dianggap protein tidak lengkap. Hal ini disebabkan

karena tidak adanya triptophan (Trp) yang merupakan salah satu asam amino

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gelatin terutama mengandung asam amino glisin sebesar 33% , prolin 22%

dan hidroksiprolin 22 %. Gelatin komersial terdiri dari 84–90% protein,

[image:24.595.132.532.119.680.2]

8-12% air dan 2-4 % adalah garam mineral.

Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin kulit sapi dan kuilt babi

Asam amino BSG (residu per

1000 total residu

asam amino)

PSG (residu per 1000

total residu

asam amino )

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sumber : (Nhariet al.,2011)

Komposisi asam amino mempengaruhi sifat fisika dan kimia gelatin.

Analisis asam amino gelatin menunjukkan bahwa struktur molekul gelatin

memiliki perbedaan yang terlihat pada kandungan asam amino (Nhari et al.,

2011). Gelatin memiliki kadar asam amino yang rendah pada metionin,

sistein dan tirosin. Hal ini disebabkan karena ketiga asam amino ini

mengalami kerusakan karena hidrolisis pada proses pembuatan gelatin

(Hafidz et al., 2011). Perbedaan komposisi asam amino pada gelatin kulit

sapi dan kulit babi ditunjukkan oleh tabel 2.1

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi asam amino

dinyatakan sebagai residu per 1000 residu asam amino. Bovine skin gelatin

(BSG) dan Porcine skin gelatin (PSG) keduanya memiliki kandungan glisin,

prolin dan arginin dalam jumlah yang tinggi. PSG mengandung jumlah asam

amino glisin, prolin dan arginin yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSG.

Kedua gelatin memiliki jumlah tirosin yang rendah dan histidin tidak

terdeteksi pada keduanya (Nhariet al., 2011).

2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin

Fraksi protein pada gelatin hampir seluruhnya terdiri atas berbagai

macam asam amino yang bergabung melalui ikatan amida dan membentuk

polimer yang linear. Gelatin memiliki berat molekul yang bervariasi yaitu 20

kDa sampai 200 kDa. Gelatin tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol

(95%), eter, dan methanol. Larut dalam gliserin, asam, dan basa meskipun

asam kuat atau alkalis dapat menyebabkan pengendapan (Roweet al., 2009). Basa polar

Lisin

Arginin

Histidin

Total

11

47

Tidak terdeteksi

58

27

111

Tidakterdeteksi

(26)
(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gelatin larut dalam air minimal pada suhu 490C, atau biasanya pada suhu 600C sampai 700C (Ward dan Court, 1997). Gelatin tidak larut dalam air dingin, tetapi hanya akan mengembang. Perendaman dalam air dingin

menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10

kali bobotnya. Gelatin larut dalam air panas. Setelah pendinginan sampai

35-40°C, membentuk gel. Pada suhu 35-40°C, berbentuk sol (Singhet al., 2002).

2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin

Gelatin banyak digunakan di berbagai industri pangan, farmasi dan

fotografi. Dalam industry pangan gelatin sebagai pembentuk gel, agen

pembentuk busa, pengental, plasticizer, emulsifier, dan memperbaiki tekstur.

Gelatin banyak digunakan dalam produk susu dan roti terutama pada es krim,

yogurt, keju dan kue. Selain itu gelatin juga digunakan dalam industri

makanan lain seperti cokelat, es krim, marshmallow, permen, permen karet,

mentega, dan sosis (Sahilahet al., 2012).

Gelatin bernilai bagi industri farmasi karena dapat dibuat dalam

berbagai formulasi. Gelatin banyak digunakan pada larutan, sirup, tablet,

tablet salut gula, inhalansia, vagina, dan topikal dan suntikan. Gelatin juga

digunakan untuk membentuk kapsul gelatin keras dan lunak sebagai

pembentuk lapisan film (Singh et al., 2002). Gelatin juga digunakan dalam

bentuk spons untuk mengobati luka dan sebagai koloid untuk menambah

plasma pada luka yang banyak kehilangan darah (Nhari et al., 2012).

Penggunaan gelatin dalam farmasi karena membantu untuk melindungi

obat-obatan terhadap pengaruh berbahaya, seperti cahaya dan oksigen. Kapsul

lunak misalnya terutama digunakan untuk bahan cairan, sedangkan kapsul

keras yang digunakan untuk bahan serbuk (Sahilahet al., 2012).

2.2 Kapsul

Kapsul berasal dari bahasa latin “capsula” yang artinya wadah kecil.

Dalam ilmu farmasi, kapsul merupakan wadah kecil untuk melindungi obat.

Kapsul termasuk bentuk sediaan padat yang dapat diisikan obat atau zat kimia

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta komponen pembentuknya, kapsul dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu

kapsul keras (dua cangkang) dan kapsul lunak (satu cangkang). Bahan utama

yang digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul keras dan cangkang

kapsul lunak pada umumnya sama, yaitu gelatin, air, dan pewarna. Namun

yang membedakannya adalah bahan tambahan lainnya dan cara

pembuatannya. Selain terbuat dari gelatin, kapsul dapat terbuat dari HPMC,

PVA, danStarch. (Rabadiya, 2013).

2.2.1 Cangkang Kapsul Keras

Sebagian besar produk kapsul terbuat dari kapsul gelatin keras.

Cangkang kapsul keras gelatin harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan

kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian saling menutupi

bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian tubuh secara tepat

dan ketat. Cangkang kapsul kosong terbuat dibuat dari campuran gelatin,

gula, dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak berasa. Gelatin

USP dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari

kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang (Ansel, 2005)

Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi

mudah mengalami penguraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila

disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul yang lunak

mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras. Biasanya kapsul

keras gelatin mengandung uap air antara 9-12%. Bilamana disimpan dalam

lingkungan dengan kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan

diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk

kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering,

sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang

dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang

(Ansel, 2005). Jenis bahan untuk pengisian ke dalam kapsul gelatin keras

terdiri dari dry solid (Bubuk, pelet, butiran atau tablet), semisolid (suspensi

atau pasta), cairan (cairan non-air) (Rabadiya, 2013). Sebuah kapsul gelatin

(29)
(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kapsul gelatin lunak harus memiliki spesifikasi sebagai berikut :

 Kekuatan Gel 150-200 Bloom, tergantung pada jenis gelatin

 Viskositas (60°C/6-2/3% b / b dalam air) 2,8-4,5 MPa s, tergantung pada

tipe gelatin

 Ukuran partikel yang baik untuk memungkinkan disolusi yang cepat.

Pada gelatin konsentrasi tinggi kapsul lunak bentuknya bagus dan lebih

mudah ditelan oleh pasien.

 Kapsul gelatin lunak dapat digunakan untuk mengisi macam-macam

jenis bahan, bentuk cair dan kering. Cairan yang dapat dimasukkan ke

dalam kapsul gelatin lunak termasuk :

1. Tidak tersatukan dengan air, cairan yang mudah menguap dan tidak

menguap, seperti minyak nabati, hidrokarbon aromatik dan

hidrokarbon alifatik.

2. Tersatukan dengan air, cairan yang tidak menguap seperti polietilen

glikol dan surfaktan nonionik

3. Tersatukan dengan air dan kelompok kompnen yang tidak meguap

seperti propilen glikol dan isopropil alcohol (Ansel, 1989).

2.3 Protein

Protein berasal dari kata proteos yang berarti pertama atau utama.

Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau

manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein

yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam

pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Podjiadi,1994). Protein adalah polimer

dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein

mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur

logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Komposisi rata rata unsur

kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen

23%, nitrogen 16%, belerang 0–3 % dan fosfor 0–3 %. Protein mempunyai

molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan.

Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim , protein akan

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam molekul protein. Asam asam amino ini terikat satu dengan lain oleh

ikatan peptida. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH dan pelarut

organik (Poedjiadi, 1994). Terdapat empat tingkatan struktur yang saling

mempengaruhi konformasi fungsional biologis dari protein, yaitu:

2.3.1 Struktur Primer

Struktur ini merupakan urutan asam amino penyusun protein yang

disebutkan dari N-terminal (kiri) ke C-terminal (kanan). Ikatan peptida

kovalen merupakan satu-satunya jenis ikatan yang terlibat pada tingkat

struktur protein ini. Penetapan struktur primer suatu polipeptida atau protein

dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya, hidrolisis protein

dengan asam kuat (misalnya HCL 6 N), yang diikuti oleh pemisahan dan

identifikasi konstituen-konstituen dari hidrolisat (produk hidrolisis). Salah

satu pereaksi yang umum dipakai untuk menetapkan asam amino N-terminal

adalah 2,4-dinitrofluorobenzena (pereaksi Sanger). Selama bereaksi, atom

fluor menjalani pergantian nukleofilik oleh gugus amino bebas. Tripeptida

termodifikasi ini kemudian dihidrolisis, produk-produknya dipisahkan, dan

asam aminonya dimodifikasi dengan 2,4-dinitroflourobenzena sehingga dapat

diidentifikasi dengan kromatografi karena berwarna kuning. Enzim

karboksipeptidase mengkatalis dengan efektif reaksi pembelahan hidrolitik

pada ujung C-terminal dari peptide tersebut. Dengan demikian asam amino

C-terminal bisa diidentifikasi dengan segera. Struktur primer akan

menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila

protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya

kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak

mengandung asam amino dengan gugus hidrofil (Winarno, 2004, h. 65).

2.3.2 Struktur Sekunder

Struktur sekunder protein berkaitan dengan pelipatan struktur primer.

Ikatan hidrogen antara nitrogen amida dan oksigen karbonil merupakan gaya

yang menstabilkan yang utama. Ikatan ini dapat terbentuk antara bagian yang

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdampingan (Deman, 1997, h.110). Berbagai bentuk struktur sekunder

yaitu:

a. Alpha-helix, terbentuk oleh ‘backbone’ ikatan peptida yang membentuk

spiral, dinamakan alpha karena ketika dilihat tidak lurus dari atas, arah

putarannya adalah searah jarum jam menjauhi pengamat. Satu putaran

terdiri atas 3,6 residu asam amino. Struktur ini terbentuk karena adanya

ikatan hidrogen antara atom O pada gugus CO dengan atom H pada

gugus NH.

b. Beta-sheet (lempeng beta), terbentuk karena adanya ikatan hidrogen

atau ikatan tiol (S-H). Ikatan hidrogen terjadi antara dua bagian rantai

yang pararel sehingga membentuk lembaran yang berlipat-lipat.

c. Beta-turn(lekukan beta)

d. Gamma-turn(lekukan gamma)

2.3.3 Struktur Tersier

Struktur ini menggambarkan keseluruhan rantai polipeptida yang

dapat melipat atau menggulung sehingga membentuk struktur 3 dimensi yang

tepat. Pembentukan struktur tersier menyebabkan terbentuknya satuan yang

tersusun padat dan rapat dengan sebagian besar residu asam amino polar

terletak pada bagian luar dan dihidrasi. Hal ini mengakibatkan sebagian besar

rantai samping apolar berada pada bagian dalam dan sebenarnya tidak ada

hidrasi (Deman, 1997). Pelipatan dipengaruhi oleh interaksi antara gugus

samping (R) satu sama lain. Interaksi yang terlibat yaitu:

a. Ikatan ion, terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif dan

gugus negatif.

b. Ikatan hidrogen, terjadi antar gugus samping, seperti –OH, COOH,

-CONH2, atau–NH2.

c. Jembatan Sulfida, seperti pada sistein yang memiliki gugus samping–SH

yang dapat membentuk ikatan sulfida dengan –SH sistein lainnya. Ikatan

ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat dibandingkan dengan

ikatan yang lain.

(33)

2.3.4 Struktur Polipeptida

berinteraksi dan

menggambarkan

Struktur ini berka

rantai polipeptida

yang secara biolo

G

2.4 Asam A Asam ami

yang mengikat se

dan rantai sampi

Amino.

UIN Syarif Hiday tur Kuartener

ptida yang sudah memiliki struktur tersier

dan bergabung menjadi suatu multimer. Strukt

kan pengaturan sub unit protein dalam ruang

rkaitan dengan interaksi intermolekuler dimana

ida berasosiasi secara spesifik membentuk prot

ologis aktif.

Sumber :www.sciencebiotech.net

Gambar 5. Tingkatan struktur protein

Amino

mino merupakan unit penyusun protein. Satu

t secara kovalen gugus amino, gugus karboksi

mping (gugus R), ditunjukkan pada gambar

ayatullah Jakarta sier dapat saling

truktur kuartener

ng (Styer, 2000).

ana dua atau lebih

protein oligomerik

tu atom C sentral

boksil, satu atom H

(34)

Pada umum

pelarut organik non

amino dilarutkan

sedangkan gugus

(Poedjiadi, 2009)

Dengan adanya

membentuk ion

amfoter(zwitter i

Keadaan ini ber

ditambahkan asam

dengan ion -COO

molekul protein a

G

UIN Syarif Hiday

[image:34.595.131.538.65.495.2]

Sumber:www.sciencebiotech.net

Gambar 6. Struktur Asam Amino

umnya asam amino larut dalam air dan tida

k non polar seperti eter, aseton, dan kloroform

kan dalam air, gugus karboksilat akan melepa

us amina akan menerima ion H+, seperti pada , 2009)

COOH↔ COO-+ H+ NH2+ H+↔ NH3+

a kedua gugus tersebut, asam amino dalam

on yang bermuatan positif dan negatif atau di

er ion).

Sumber : Poedjiadi, 2009

Gambar 7.Ion amfoter (Zwitterion)

bergantung pada pH larutan. Jika asam am

sam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi m OO-sehingga membentuk gugus–COOH. Dala

n akan membentuk ion positif.

Sumber : Poedjiadi, 2009

Gambar 8. Asam amino dalam suasana asam

ayatullah Jakarta tidak larut dalam

orm. Apabila asam

elepaskan ion H+, ada reaksi berikut

lam larutan dapat

u disebut juga ion

amino dalam air

mampu berikatan

alam suasana asam

(35)

Sedangkan denga

mampu mengikat

G

Gugus fun

tetrahedral atau di

rantai samping (g

menentukan: strukt

air (Nelson, D

kecenderungan be

terdapat lima golon

1. Asam amino

gugus R alifa

dan prolin.

2. Asam amino de

air) tetapi tida

glutamin.

3. Asam amino

hidrofobik sepe

mampu meny

menentukan ka

4. Asam amino

polar mempun

seperti lisin, a

5. Asam amino

mempunyai

aspartat dan a

UIN Syarif Hiday ngan penambahan basa, konsentrasi ion –O

kat ion-ion H+pada gugus - NH3+.

Sumber : (Poedjiadi, 2009)

Gambar 9.Asam amino dalam suasana basa

fungsional pada asam amino merupakan

u dikenal sebagai C alpha (Cα). Asam amino

(gugus R) yang terikat pada Cα. Gugus R yan

struktur, ukuran, muatan elektrik, dan sifat kel

D.L., & Cox, M.M,2005). Berdasarkan

n berinteraksi dengan air pada pH biologis

olongan asam amino yaitu (Nelson, D.L., & Cox

no dengan gugus R non polar, bersifat hidrofobi

lifatik seperti glisin, alanin, valin, metionin, l

no dengan gugus R polar, bersifat hidrofilik (muda

tidak bermuatan seperti serin, threonin, sist

ino dengan gugus R aromatik, bersifat rel

k seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan. Asam

nyerap sinar UV λ 280 nm sehingga sering di

n kadar protein.

no dengan gugus R bermuatan positif pada pH

punyai gugus yang bersifat basa pada rant

n, arginin, dan histidin.

no dengan gugus R bermuatan negatif pada

i gugus karboksil pada rantai sampingnya

n asam glutamate.

ayatullah Jakarta –OH

-yang tinggi

sa

kan atom karbon

no dibedakan pada yang berbeda-beda

elarutan di dalam

n polaritas atau

is (dekat pH 7,0)

Cox, M.M,2005):

obik dan memiliki

n, leusin, isoleusin

mudah larut dalam

sistein, asparagin,

relatif non polar,

m amino aromatik

ng digunakan untuk

pH netral, bersifat

antai sampingnya,

da pH fisiologis,

(36)

T Asam Amino R Asam Aspartat — Serin — Glutamat — Glisin — Treonin — Alanin —

Sumber : Bailey,

2.5 Spektrosk Spektroskopi

bagi para ilmuwa

didasarkan pada

melalui pelewat

dilanjutkan deng

tersebut pada tin

spektrum absorbsi

bagian senyawa d

ini adalah dapat m

serbuk ataupun ga

Infra Red

infra merah de

memberikan gam

dihasilkan dengan

lebih banyak dig

kadang juga untuk

instrument spektr

[image:36.595.132.536.75.540.2]

UIN Syarif Hiday Tabel 2.2. Daftar rantai samping asam amino

Rantai Samping Asam

Amino

Ranta

—CH2—COOH Tirosin

—CH2—OH Lisin —(CH2)

—(CH2)2—COOH Metionin —(CH2)

—H Valin —CH2(C

—CHOH—CH3 Leusin —CH2—

—CH3 Sistein —CH2—

y, 1990

oskopi FTIR(Fourier Transform Infared Spe

oskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa

uwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan sua

da vibrasi atom dalam suatu molekul. Spekt

atan sinar inframerah pada sampel uji

ngan penentuan fraksi dalam molekul yang

tingkatan energi tertentu. Energi pada tiap

bsorbsi yang muncul berhubungan dengan frekue

a dari sampel tersebut. Keuntungan analisa me

at menguji semua bentuk sampel berupa cairan,

upun gas.

ed (IR) menyangkut interaksi antara radiasi ca

dengan materi. Spektra Infra Red dari

ambaran keadaan dan struktur molekul. Spe

gan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. An

digunakan untuk analisa bahan-bahan organik,

untuk molekul poliatomik anorganik atau organom

ktroskopi FTIR diantaranya adalah :

ayatullah Jakarta no

ntai Samping

2)4—H2N 2)2—SCH3 (CH3)2 —CH(CH3)2 —SH

pectroscopy)

nalisa yang tersedia

suatu teknik yang

pektrum dihasilkan

uji dan kemudian

g menyerap sinar

ap puncak dalam

kuensi vibrasi dari

menggunakan alat

ran, larutan, pasta,

si cahaya di daerah

i suatu senyawa

Spektra IR biasa

. AnalisaInfra Red

nik, tetapi

(37)

1. Sumber ene

yang disebut

yang dapat

2. Interferom

encoding be

sinyal inter

3. Sampel : si

dipantulkan

yang diing

4. Detektor :

Detektor y

sinyal inter

5. Komputer

dimana F

terakhir ini

Untuk ahli

untuk mengident

Dengan adanya i

serta komputer unt

spektroskopi IR

UIN Syarif Hiday energi: energi infra merah dipancarkan dari

sebut glowing black-body. Sinar ini kemudian

pat mengontrol jumlah energi yang mengenai sa

ometer: sinar memasuki interferometer di

ng berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan

nterferogram yang kemudian akan keluar dari int

: sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan

kan oleh permukaan sampel, tergantung pad

nginkan.

or : sinar diteruskan ke detektor untuk peng

or yang digunakan secara khusus dirancang unt

nterferogram khusus.

er : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikir

Fourier transformasi berlangsung. Spektrum

ini kemudian disajikan kepada pengguna untuk i

[image:37.595.131.531.69.593.2]

Sumber :www.chem.is.try.org

Gambar 10.Skema Kerja Alat FTIR

hli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi

dentifikasi struktur molekul khususnya gug

a interferometer dan penggunaan laser sebagai

r untuk memproses data, maka metode peng

IR berkembang dengan adanya metode ba

ayatullah Jakarta ri sebuah sumber

an melewati celah

i sampel.

dimana spectral

n diubah menjadi

interferometer.

kan diteruskan atau

pada jenis analisis

pengukuran akhir.

untuk mengukur

dikirim kekomputer

ktrum inframerah

uk interpretasi.

roskopi IR adalah

ugus fungsional.

gai sumber radiasi

pengukuran dengan

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Fourier Transform Infa Red). Dengan metode ini spektroskopi IR dapat

menyerap radiasi hingga frekuensi 4000-400 cm-1. Perbedaan antara spektroskopi FTIR dengan spektroskopi IR adalah pada pengembangan

sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel.

Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul

diatomik homonuklear seperti O2, N2 dan H2. Spektra IR dari molekul

poliatomik relatif kompleks karena adanya beberapa kemungkinan transisi

vibrasi, adanya overtone dan perubahan pita. Namun demikian pita absorpsi

untuk beberapa gugus fungsi tertentu cukup tajam dan karakteristik.

Keseluruhan spektra IR dari satu molekul tertentu adalah karakteristik

sehingga sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa. Ada beberapa hal

yang harus diperhatikan agar terjadi peresapan radiasi inframerah yaitu :

1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi

molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi.

2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi

elektromagnetik yang diserap.

3. Proses absorpsi (spectra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat

perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.

ATR adalah peralatan dimana sampel ditempatkan dipermukaan

kontak dengan elemen ATR (ZnSe kristal, 45oujung). ATR digunakan untuk sampel yang menggunakan pelarut air seperti gelatin. Kelebihan

menggunakan ATR yaitu sensitifitasnya tinggi, tidak memerlukan preparasi

sampel dan dapat meningkatkan reprodusibilitas antar sampel.

2.6 Analisis Asam Amino dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Analisis asam amino merupakan metode penentuan komposisi asam

amino atau kandungan protein dan peptida. Untuk mengidentifikasi adanya

asam amino, terlebih dahulu kita perlu menghidrolisis ikatan amin dengan

sempurna untuk memperoleh asam amino dalam keadaan bebas, kemudian

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilakukan pada kondisi asam dan basa yang kuat, atau menggunakan enzim

spesifik untuk memperoleh asam amino (Bailey ,1990 ).

Pada hidrolisis asam unsur yang diperlukan adalah HCl 6M, suhu 1100

C dan waktu 24 jam. Reaksinya biasanya dilakukan ditabung kaca yang

tertutup. Sementara itu pada hidrolisis basa, ikatan amida dapat diputus

dengan perlakuan terhadap peptida menggunakan NaOH 2M pada 1000C.

Hidrolisis basa menghasilkan destruksi arginin, sistein, serin dan treonin.

Selain itu adapula hidrolisis enzim. Peristiwa ini terjadi didalam tubuh. Untuk

menghancurkan makanan, perut memiliki enzim dengan kadar tertentu yang

dapat dikatalisasi untuk memotong ikatan peptida yang dikenal sebagai

peptidase. Aminopeptidase bekerja cepat dan efisien dalam hidrolisis ikatan

peptida sekaligus memotong suatu residu asam amino mulai dari ujung N.

Tahap selanjutnya, yaitu pemisahan. Pemisahan yang umum dilakukan adalah

dengan cara kromatografi. Diantara teknik kromatografi yang dapat dilakukan

untuk pemisahan yaitu kromatografi penukar ion, kromatografi kertas, dan

kromatografi cair kinerja tinggi ( Bailey ,1990 ).

Kromatografi penukar ion umumnya sangat efisien dalam memisahkan

campuran asam amino. Metode ini menggunakan kolom penukar ion secara

paralel dengan metode deteksi ninhidrin yang hasilnya reprodusibel sehingga

teknik ini sangat banyak digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran

asam amino. Kromatografi kertas digunakan dalam pemisahan asam amino

berdasarkan fakta bahwa gugus selulosa kertas memiliki afinitas kuat

terhadap molekul air ,yang terbentuk oleh ikatan hidrogen dengan gugus OH

pada rantai polisakarida. Jika asam amino tidak dapat dipisahkan dengan

sempurna dengan kromatografi kertas sederhana,maka kromatogram dua

dimensi dapat digunakan.

Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat

memisahkan dua atau tiga komponen dalam suatu campuran. HPLC atau

biasa disebut Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada

akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT merupakan salah satu teknik

kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KCKT didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam

kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada prakteknya,

pembandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan

satu standar. Oleh karena itu, maka pembandingan dilakukan dengan

menggunakan teknik kurva kalibrasi.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem

pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena

didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan

tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT) mampu menganalisa berbagai cuplikan secara

kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun

campuran. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa

tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi,

lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah

untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa

biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa

yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan

untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam

amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis,

menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa,

fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan ke

dalam fasa gerak dengan penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan

senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana terdapat fase gerak dan

fase diam. Fase gerak berupa zat cair yang disebut eluen atau pelarut,

sedangkan fase diam berupa silika gel yang mengandung hidrokarbon (Pare,

J.R.J., & Belanger, J.M.R, 1997). Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri

atas delapan komponen pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran

fase gerak, alat untuk memasukan sampel,kolom, detektor, wadah penampung

buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator

(41)
(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Ideal untuk molekul besar dan ion ( Johnson dan Stevenson, 1991).

KCKT banyak digunakan untuk analisis asam amino karena analisa

memerlukan waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat dan teliti.

Untuk mendeteksi asam amino dapat digunakan detektor UV atau detektor

fluoresen. Akan tetapi kebanyakan asam amino tidak mempunyai serapan

baik didaerah ultraviolet atau didaerah visibel. Dalam hal ini asam amino

harus diderivatisasi terlebih dahulu supaya membentuk derivat yang dapat

menyerap cahaya UV, tampak, atau berfluoresensi (Rediatning & Kartini

1987, h. 2-3).

Tujuan dari derivatisasi pada HPLC untuk meningkatkan deteksi,

mengubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan

puncak kromatogram yang lebih baik, mengubah matriks sehingga diperoleh

pemisahan yang lebih baik, dan menstabilkan analit yang sensitif. Suatu

reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yaitu

produk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau

sinar tampak atau dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat

dideteksi dengan spektrofotometri, proses derivatisasi harus cepat dan

menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100%), produk hasil

derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi, serta sisa

pereaksi untuk derivatisasi tidak mengganggu ketika pemisahan pada

kromatografi ( Abdul Rohmanet al., 2007 ).

Ada dua macam derivatisasi yaitu derivatisasi pascakolom dan

derivatisasi prakolom. Beberapa metode menggunakan pacakolom

derivatisasi di mana asam amino yang dipisahkan pada kolom pertukaran ion

diikuti dengan derivatisasi dengan ninhidrin, o-phthalaldehyde. Pada

derivatisasi pascakolom, pemisahan asam amino berdasarkan pertukaran ion

antara gugus amino yang terprotonasi dengan ion Na+ dari resin penukar kation (R-SO3-NA+) pada pH rendah. Pendekatan lain adalah untuk derivatisasi asam amino sebelum pemisahan pada kolom HPLC fase terbalik

seperti fenil isothiosianat; 6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kromatografi fase terbalik, silika non polar dimodifikasi melalui perlekatan

rantai-rantai hidrokarbon panjang berupa atom karbon 8 atau 18 dan

menggunakan pelarut polar berupa campuran air dan alkohol seperti metanol.

Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk

interaksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der

waals. Senyawa ini juga kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan

waktu untuk pemutusan hidrogen, sehingga senyawa non polar akan tertahan

lebih lama di dalam kolom, sedangkan molekul-molekul polar akan bergerak

lebih cepat melalui kolom.

2.7 PCA(Principal Component Analysis)

Teknik menggunakan kemometri untuk menginterpretasi sejumlah

besar data yaitu PCA (Principle Component Analysis). PCA adalah teknik

untuk menentukan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari

variabel asli. Analisis data komponen utama menggunakan software Minitab

15. Analisis komponen utama dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi

diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel

baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau multikolinearitas. PCA juga

digunakan untuk mengurangi dimensi dari satu set data, tetapi bisa

memberikan informasi terhadap seluruh variabel asli (Miller, J.N., & Miller,

J.C. 2005). Berdasarkan Kaiser Criterion, komponen utama atau Principal

Component (PC) yang digunakan adalah PC dengan eigen value (nilai ciri

atau varians setiap komponen utama) lebih dari 1 sedangkan proporsi

keragaman yang dianggap cukup mewakili total keragaman data jika

keragaman kumulatif mencapai 70-80% (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005).

Komponen utama dibentuk berdasarkan urutan varians yang terbesar

hingga terkecil. Komponen utama pertama (PC1) merupakan kombinasi linier

dari seluruh variabel yang diamati dan memiliki varians terbesar. Komponen

utama kedua (PC2) merupakan kombinasi linier dari seluruh variabel yang

diamati yang bersifat ortogonal terhadap PC1 dan memiliki varians kedua

terbesar. Komponen utama ke-n (PCn) merupakan kombinasi linier dari

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta PC(n-1) dan memiliki varians terkecil. Sebagian besar variasi (keragaman

atau informasi) dalam keseluruhan variabel cenderung berkumpul pada

komponen utama pertama, dan semakin sedikit informasi dari variabel asal

akan berkumpul pada komponen utama terakhir. Komponen utama bersifat

orthogonal (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005).

Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score

plot. Kurva score plot digunakan jika ada 2 komponen pertama merupakan

nilai terbanyak dalam variabilitas di dalam data. Komponen utama pertama

(PC1) sebagai absis sedangkan komponen utama kedua (PC2) sebagai

ordinat. Semakin dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin

(45)

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2014 di Laboratorium Product

Halal Analysis, Laboratorium Penelitian II Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Waters 2695 HPLC,

Shimadzu FTIR, lemari pendingin (refrigerator), sentrifuge 5417R, oven,

neraca analitik, hote plat, labu ukur, erlenmeyer, kaca arloji, tabung reaksi

bertutup, mikro pipet 100-1000 ul beserta tip nya, spatula, gelas ukur, beaker

glass, vortex, pipet tetes, pinset, syringe filter, termometer, membran filter

0,45 µm ,vial, cawan porselen, batang pengaduk.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: standar

asam amino yaitu: asam aspartat, serin, asam glutamat, glisin,

histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, sistein, tirosin,

L-valin, L- metionin, L- lisin, L- isoleusin, L- leusin, L- fenilalanin, triptofan,

standar gelatin sapi (sigma aldrich), standar gelatin babi (sigma aldrich),

internal standar AABA (alpha amino butiric acid), Accq-fluor borat, reagen

fluor A, HCl, asetonitril grade HPLC, aquabidest, aseton, sampel cangkang

kapsul, gliserin, titanium dioksida dan pewarna tartrazin.

3.3 Tahapan Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran

Pengumpulan sampel dilakukan secara acak dengan cara mendata

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdapat di dalam buku mims edisi 2014. Lalu didata semua produk vitamin

bercangkang kapsul keras dan diperoleh 25 produk vitamin bercangkang

kapsul keras. Kemudian diambil secara acak 5 produk kapsul bercangkang

keras dengan produsen yang berbeda-beda yang resmi beredar di Indonesia.

3.3.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul Gelatin Keras Simulasi Menggunakan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi

[image:46.595.135.534.122.471.2]

Formulasi lembaran cangkang kapsul gelatin keras simulasi dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 3.1 Formulasi Lembaran Cangkang kapsul gelatin keras

Bahan Jumlah

Gelatin 50%

Gliserin 10%

Titanium dioksida 1,25%

Tartrazin 0,05%

Aquadest Ad 100%

Dibuat total sediaan : 10 mL

Sebanyak 5 g gelatin dimasukkan ke dalam becker glass 50 mL,

dibasahi dengan 5 mL aquadest. Kemudian dipanaskan pada suhu 60oC sampai membentuk larutan jernih. Lalu ditambahkan 1 mL gliserin, 0,125 g

titanium dioksida (yang telah didispersikan dalam 1 mL aquadest) dan 5 mg

pewarna tartrazin (yang telah dilarutkan dalam 1 mL aquadest) lalu di add

kan dengan aquadest hingga 10 mL. Diaduk hingga homogen. Campuran

dituangkan ke dalam cetakan untuk memperoleh lapisan tipis larutan gelatin.

Lalu disimpan di dalam desikator bersilika untuk menurunkan kandungan air

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.3 Analisis Gelatin dengan FTIR (Fourier Transform Infared

Spectroscopy)

3.3.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida

Sebanyak 0,3 g lembaran cangkang kapsul keras simulasi dari standar

gelatin sapi dan babi, dan sampel uji cangkang kapsul keras dilarutkan

dengan 2 mL aquadest panas pada suhu 60oC. Campuran dimasukkan ke dalam mikrotube dan disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan

10.000 rpm.

3.3.3.2 Ekstraksi Gelatin

Sebanyak 2 mL supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi pada

proses pemisahan titanium dioksida dimasukkan ke dalam mikrosentrifuge

dan ditambahkan dengan 8 mL aseton dingin dengan perbandingan 1:4. Lalu

divortex selama 5 menit sampai homogen. Diinkubasi pada suhu -20oC selama semalam kemudian disentrifuge selama 25 menit dengan kecepatan

6000 rpm. Supernatan dibuang dan endapan yang diperoleh kemudian dicuci

dengan aseton sebanyak 3 kali. Setelah itu endapan ditimbang (Fic et al.,

2010)

3.3.4 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR

Sebanyak 0,5 g standar gelatin sapi dan babi dilarutkan dengan

aquadest 1 mL. Sebanyak 0,2 g endapan yang diperoleh dari hasil ekstraksi

lembaran cangkang kapsul keras simulasi, dan sampel uji cangkang kapsul

keras dilarutkan dengan aquadest 600 μ L pada suhu 60oC hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam ATR (Attenuated total reflectance). Scanning

sampel dilakukan menggunakan spektroskopi FTIR pada panjang gelombang

4000-750 cm-1 (Hasyimet al.,2010 )

3.3.5 Analisa Data menggunakan PCA

Data gugus fungsi yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik

PCA dengan cara memasukkan data absorbansi dari bilangan gelombang baik

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan babi serta sampel uji cangkang kapsul keras ke dalam software Minitab

15 untuk membedakan gugus fungsi pada standar gelatin, lembaran cangkang

kapsul keras simulasi dan sampel uji cangkang kapsul keras (Miller, J.N., &

Miller, J.C. 2005).

3.3.6 Analisis Gelatin dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

3.3.6.1 Hidrolisis Asam Amino

Ditimbang sebanyak 0,1 gram masing-masing sampel standar gelatin

sapi dan babi, lembaran kapsul gelatin keras yang dibuat sendiri dari standar

gelatin sapi dan babi, dan produk kapsul keras yang telah dikeluarkan isinya,

ditambahkan 5 mL HCl 6 N dan dialiri gas nitrogen untuk mencegah

oksidasi. Tabung reaksi ditutup, kemudian divortex selama 5 menit.

Dihidrolisis pada suhu 1100C selama 22 jam di dalam oven. Setelah dihidrolisis, campuran didinginkan pada suhu ruang (Hafidz et al., 2011;

Fountoulakis & Lahm, 1998). Lalu dipindahkan isi tabung reaksi ke dalam

labu ukur 50 mL, ditambahkan aquabides sampai tanda batas. Disaring

dengan filter 0,45µm. Dipipet 500 µL filtrat lalu ditambahkan 40 µL larutan

standar internal (6,45 mg α-aminobutyric acid dalam 25 mL HCl 0,1M) dan

460 µL aquabides.

3.3.6.2 Derivatisasi

Dipipet 10 µL campuran larutan dari hasil hidrolisis dan larutan

standar internal, ditambahkan 70 µL AccQ.Tag Fluor borate, divortex.

Ditambahkan 20 µL reagen fluor A, divortex, diamkan selama 1 menit. Di

inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C, lalu disuntikkan 5 µL filtrat pada HPLC (Kabelovaet al.,2009).

3.3.7 Analisis Profil Gelatin dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Sebanyak 5 µL filtrat diinjeksikan ke dalam kolom HPLC dengan

kondisi : Waters AccQ•Tag kolom Nova-Pak C18, 4 μ m (3,9 x 150 mm),

(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan sistem gradien dengan fase gerak AccQTag Eluent A (buffer

asetat-fosfat) dan Acetonitril 60% grade HPLC (campuran 60% asetonitril

dan 40% aquabidest); detektor fluoresen tipe 2475 (Waters, Milford,

Massachusetts, USA) pada panjang gelombang eksitasi 250 nm dan emisi 395

nm (Kabelovaet al.,2009).

Konsentrasi asam amino dalam sampel dihitung sebagai berikut:

( ) = ( )

( )

x 100%

3.3.8 Analisis Data menggunakan PCA

Data kromatogram yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik

PCA dengan cara memasukkan data % height dari kromatogram baik standar

gelatin sapi dan babi, lembaran kapsul gelatin keras sapi dan babi serta pada

produk kapsul keras ke dalam software Minitab 15 untuk membedakan

komposisi asam amino pada standar gelatin, lembaran cangkang kapsul keras

(50)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran

Pengumpulan sampel dilakukan secara acak terhadap 5 sampel obat

bercangkang kapsul keras dari populasi obat vitamin dan mineral dengan

produsen yang berbeda-beda yang belum teridentifikasi dengan jelas sumber

bahan baku gelatinnya. Masing-masing sampel diberi identitas sebagai

[image:50.595.134.532.128.484.2]

berikut :

Tabel 4.1 Pengumpulan sampel kapsul keras dari pasaran

No Sampel Kategori

1. Kapsul merk E A

2. Kapsul merk D B

3. Kapsul merk V C

4. Kapsul merk C D

5. 5. Kapsul merk I E

4.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul Keras Simulasi dari Standar Gelatin Sapi dan Gelatin Babi

Lembaran cangkang kapsul keras simulasi dibuat dari bahan dasar

gelatin dan air dengan penambahan gliserin, TiO2 (titanium dioksida) dan pewarna tartrazin. Tujuan penggunaan TiO2 (titanium dioksida) adalah sebagai opacifier agent. Titanium dioksida memiliki indeks bias yang tinggi

sehingga mempunyai sifat yang dapat menghamburkan cahaya dalam

penggunaannya sebagai pigmen pemutih atau pengopak (Rowe et al., 2003).

Lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dihasilkan berupa lapisan

tipis, bewarna kuning, opaque dan dapat digulung. Secara organoleptis dapat

dilihat bahwa lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dibuat dari

standar gelatin sapi memiliki warna kuning pucat atau kuning kecoklatan

sedangkan lembaran cangkang kapsul keras yang dibuat dari standar gelatin

(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta komponen lainnya. Namun demikian untuk mengkonfirmasi hal tersebut

perlu dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu dengan optimasi preparasi

sampel karena bisa jadi bilangan gelombang ini adalah pengotor yang ikut

terbawa dalam sampel gelatin. Dari spektrum FTIR gambar 14 dan gambar 15

terlihat bahwa secara umum gelatin sapi dan gelatin babi memiliki

puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang yang hampir identik. Namun jika

dibandingkan lebih rinci, diantara puncak-puncak serapan yang dihasilkan

(absorbansi) pada masing-masing bilangan gelombang secara kualitatif relatif

berbeda. Misalnya spektrum gelatin sapi pada daerah Amida A relatif lebih

tinggi jika dibandingkan dengan spektrum gelatin babi begitu pula pada

daerah amida I dan II (1656-1644 cm-1dan 1560-1335 cm-1).

Serapan pada daerah 3290-3280 cm-1 berkaitan dengan ikatan N-H

stretchingdan ikatan hidrogen intramolekuler pada gugus amina dalam rantai

asam amino. Absorpsi terpolarisasi paralel pada ikatan N-H, menunjukkan

adanya interaksi ikatan hidrogen pada struktur alpha heliks dalam struktur

gelatin tersebut. Puncak yang dihasilkan dapat bergeser ke frekuensi yang

lebih rendah ketika kekuatan ikatan hidrogennya meningkat (Hasyim et al.,

2010)

Ikatan rangkap stretching pada gugus karbonil C=O berinterkasi

dengan gugus N-H dari ikatan peptida (C-N), muncul pa

Gambar

TabelHalaman
Gambar 22Kurva Loading Plot PC1 Dan PC2…………………………………...52
Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin kulit sapi dan kuilt babi
Gambar 6. Struktur Asam Amino
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gelatin dalam penelitian ini diisolasi dari tulang femur sapi dan babi, diidentifikasi dan dicirikan sifat fisikokimianya meliputi kadar proksimat, viskositas, pH, dan

Deteksi Daging Babi pada Sampel Dendeng Sapi Menggunakan Metode FTIR dan Kemometrik sebagai Verifikasi Kehalalan; Fitra Karima Putri, 082210101037; 2012; 46

Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi secara ilmiah pendahuluan tentang karakter profil protein dari gelatin sapi dan babi yang terdapat pada gummy vitamin c

Perlakuan dengan suhu ekstraksi 70-80 o C selama 3 jam menghasilkan kadar air gelatin tulang kaki ayam dan kulit babi sangat berbeda yaitu pada gelatin tulang kaki ayam memilki

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Deteksi Daging Babi pada Sampel Bakso Sapi Menggunakan Metode NIR dan Kemometrik sebagai Verifikasi

Dua jenis gelatin dari sumber yang berbeda, yaitu gelatin sapi dan gelatin babi telah diidentifikasi dengan biosensor berbasis surface plasmon resonance (SPR).. Hasilnya menunjukkan

Nilai pH akan mempengaruhi kualitas gelatin diantaranya kekuatan gel dan viskositas gel, nilai pH gelatin tidak mempengaruhi pembuatan cangkang kapsul karena pada