• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI CANGKANG KAPSUL LUNAK MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE

(SODIUM DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Far)

CHANDRA LIDANSYAH HIDAYAT

NIM : 1110102000060

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI CANGKANG KAPSUL LUNAK MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE

(SODIUM DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS)

SKRIPSI

CHANDRA LIDANSYAH HIDAYAT

NIM : 1110102000060

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Chandra Lidansyah H.

NIM : 1110102000060

Tanda Tangan :

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Chandra Lidansyah Hidayat

NIM : 1110102000060

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi

Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode

SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel

Electrophoresis)

Disetujui Oleh

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. Zilhadia, M.Si., Apt.

NIP. 197308222008012007

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)
(6)

ABSTRAK

Nama : Chandra Lidansyah Hidayat

NIM : 1110102000060

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi

Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode

SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly

Acrylamide Gel Electrophoresis)

Gelatin sebagai bahan utama pembuatan kapsul lunak menjadi permasalahan dari aspek kehalalan karena sebagian besar diperoleh dari sumber non-halal. Sumber utama penghasil gelatin adalah kolagen dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein gelatin babi dan gelatin

sapi menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide

Gel Electrophoresis). Tahap awal penelitian gelatin, dilakukan hidrolisis menggunakan enzim pepsin pada pH 4,5 dengan suhu 60°C. Gelatin hidrolisat dielektroforesis masing-masing sebanyak 10µl kedalam tiap sumuran gel. Kemudian dilakukan analisis profil protein gelatin babi standar, gelatin sapi standar, simulasi cangkang kapsul lunak gelatin babi, simulasi cangkang kapsul lunak gelatin sapi, cangkang kapsul lunak Pharmaton, cangkang kapsul lunak Omepros, cangkang kapsul lunak Obipluz dan cangkang kapsul lunak Nature-E. Profil protein gelatin babi menunjukkan pita spesifik pada berat molekul 27,67 kDa, 20,65 kDa dan 10,35 kDa. Sedangkan untuk sapi 45,92 kDa dan 21,78 kDa.Dengan membandingkan profil protein sampel dan standar berdasarkan bobot molekul kolom 6 diduga bersumber dari selain kedua gelatin pembanding, sedangkan kolom 7, 8 dan 9 adalah gelatin sapi.

(7)

ABSTRACT

Name : Chandra Lidansyah Hidayat

NIM : 1110102000060

Major : Pharmacy

Title : Analysis of Protein Profile Pork Gelatin and Bovine

Soft Capsule shell by Using SDS-PAGE Method (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

Gelatin as an ingredient manufacture of soft capsule is still a problems of a halal aspect because obtained from non-halal sources. The Main source of producing gelatin is collagen from the skin and bones of bovine and pork. This study aims to determine the protein profile pork gelatin and bovine gelatin using SDS-PAGE (Sodium Dodecy Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) method. The early stage of gelatine carried hydrolyzed using by pepsin at pH 4,5 with temperature 60°C. Gelatin hydrolizate were analyzed by SDS-PAGE respectively 10 µl into well gel. Then analysis of protein profiles standard pork gelatin, bovine gelatin standard, soft capsule pork gelatin shell simulation, soft capsule bovine gelatin shell simulation, Pharmaton soft capsule shell, Omepros soft capsule shell, Obipluz soft capsule shell and Nature-E soft capsule shell. Pork gelatine protein profile showed specific band on the molecular weight 27,67 kDa, 20,65 kDa and 10,35 kDa. As for the bovine gelatin 45,92 kDa and 21,78 kDa. Compared protein profiles of sample and standard based on the molecular weigth of sixth column, asumption except for bovine gelatin and pork gelatin comparators, while seventh, eigtht and ninth column are bovine gelatin.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Secara garis besar skripsi ini berisi tentang profil protein gelatin babi, gelatin sapi, dan gelatin sampel cangkang kapsul lunak berdasarkan bobot molekulnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Umar Mansur, M.Sc.Apt. dan Ibu Zilhadia, M.Si., Apt. selaku dosen

pembimbing 1 dan 2 yang telah memberi pengarahan, nasehat serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua Orang tua, (Alm) Bapak Suharna dan Ibu Rochajatin yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. sebagai dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dosen-dosen program studi Farmasi dan FKIK yang telah memberikan ilmu

yang bermanfaat kepada penulis.

6. Bapak Sandra Hermanto, M.Si., pihak Laboratorium Terpadu UIN Jakarta

serta laboran laboratorium pangan (kakak prita dan kakak pipit) yang telah membantu dalam teknis penelitian.

7. Tasha Azizah Ulyanisa yang telah memberikan dukungan dan semangat

yang luar biasa besar sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

8. Papoy dan Ochim yang selalu menemani dan mendukung terselesainya

penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan Farmasi angkatan 2010 yang sama-sama

berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini.

10.Sahabat penelitian Hafit Mustollah yang bersama-sama berjuang

menyelesaikan pendidikan ini.

11.Pihak-pihak lain yang terlibat langsung maupun tidak dalam penelitian ini

(9)

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi hasil yang lebih baik di lain waktu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Ciputat, Oktober 2015

(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Chandra Lidansyah Hidayat

NIM : 1110102000060

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul :

ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI CANGKANG KAPSUL LUNAK MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE

(SODIUM DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS)

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 28 Oktober 2015

(11)

(Chandra Lidansyah H.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PEERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kapsul ... 5

2.1.1 Jenis Kapsul ... 5

2.1.1.2 Gelatin Cangkang Kapsul Keras ... 5

2.1.1.3 Gelatin Cangkang Kapsul Lunak ... 6

2.2 Formulasi Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak... 7

(12)

2.3.1 Komposisi Gelatin ... 9

2.3.2 Sifat Fisika Kimia Gelatin ... 10

2.3.3 Klasifikasi Gelatin ... 13

2.4 Protein ... 14

2.4.1 Penggolongan Protein ... 14

2.4.2 Struktur Protein ... 15

2.4.2.1 Struktur Protein Primer ... 16

2.4.2.2 Struktur Protein Sekunder... 17

2.4.2.3 Struktur Protein Tersier ... 17

2.4.2.4 Struktur Protein Kuartener ... 18

2.5 Asam Amino ... 18

2.5.1 Sifat-Sifat Asam Amino ... 18

2.5.2 Peptida ... 19

2.5.2.1 Sifat Peptida ... 20

2.6 Enzim ... 20

2.6.1 Aktivitas Enzim ... 21

2.7 Pepsin ... 21

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Enzimatik ... 22

2.8.1 Konsentrasi Enzim ... 22

2.8.2 Konsentrasi Substrat ... 23

2.8.3 Suhu ... 23

2.8.4 Pengaruh pH ... 24

2.9 SDS-PAGE ... 24

2.9.1 Medium Penyangga ... 28

2.9.2 Sampel ... 29

(13)

2.9.4 Medan Listrik... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2 Bahan Penelitian ... 31

3.3 Alat Penelitian ... 32

3.4 Tahap Penelitian ... 32

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 32

3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE ... 32

3.4.3 Pembuatan Gel Elektroforesis ... 32

3.4.4 Pembuatan Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak ... 33

3.4.5 Ekstraksi Gelatin ... 33

3.4.6. Hidrolisis Enzimatik Gelatin ... 34

3.5 Elektroforesis ... 34

3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil Elektroforesis ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE ... 37

4.2 Pembahasan ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

Lampiran 1 ... 51

Lampiran 2 ... 52

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Asam Amino Gelatin ... 11

Tabel 2. Standar Mutu Gelatin di Indonesia ... 11

Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Gelatin Komersial ... 12

Tabel 4. Persyaratan Gelatin ... 12

Tabel 5. Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B ... 14

Tabel 6. pH Aktivitas optinum Enzim ... 24

Tabel 7. Formula Gel Elektroforesis ... 32

Tabel 8. Nilai Log BM dan Nilai RF Marker Protein ... 40

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Primer Protein ... 17

Gambar 2. Struktur Sekunder Protein ... 17

Gambar 3 Struktur Tersier Protein ... 18

Gambar 4. Struktur Umum Asam Amino ... 18

Gambar 5. Skema Alur Elektroforesis ... 26

Gambar 6. Polimerisasi dan “crosslingking” dari Akrilamid dan N,N’-metilen-bis akrilamid ... 27

Gambar 7 Pembentukkan Ikatan Peptida ... 37

Gambar 8. Gel Hasil Elektroforesis ... 39

Gambar 9. Kurva Regresi Linear Standar Marker Protein ... 40

Gambar 10. Pemotongan Pepsin ... 42

(16)

BAB Ia PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan kapsul merupakan jenis sediaan farmasi yang sangat banyak

digunakan karena alasan kepraktisannya dan dapat menutupi rasa yang tidak

menyenangkan dari obat. Selain itu juga berfungsi untuk menjaga bahan aktif

dari pengaruh lingkungan sehingga menjaga stabilitasnya (Gadri dan Ega

Priani, 2012). Sediaan obat vitamin dan mineral sebagian besar dalam bentuk

cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak (ISO, 2014). Umumnya

cangkang kapsul terbuat dari gelatin yang kebanyakan diproduksi dari babi

sehingga diragukan kehalalannya (Gadri dan Ega Priani, 2012). Adanya

gelatin pada komponen cangkang kapsul menyebabkan obat lebih mudah

larut dalam sistem pencernaan, dan lebih banyak disukai oleh

konsumen karena bentuknya yang lunak sehingga mudah ditelan (Reich,

2001).

Gelatin merupakan polipeptida yang diperoleh melalui hidrolisis

kolagen jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki sifat yang unik yakni dapat

membentuk gel sehingga digunakan secara luas dalam industri makanan dan

industri farmasi (Hidaka dan Liu, 2003). Industri gelatin umumnya

menggunakan kulit dan tulang babi karena selain mudah dan murah untuk

didapatkan, proses pembuatan dari kulit babi lebih cepat dan tidak

memerlukan bahan yang banyak. Hal ini dikarenakan jaringan ikat pada kulit

babi tidak terlalu kuat dibandingkan sapi, sehingga proses hidrolisis lebih

mudah dan tidak membutuhkan zat penghidrolisis, zat penetral, dan zat

pencuci yang terlalu banyak (Hana, 2009).

Produsen Gelatin Eropa pada tahun 2011 menyatakan bahwa sumber

utama gelatin diekstrak dari kulit babi sebanyak 80%, kulit sapi sebanyak

15%, dan sebanyak 5% sisanya berasal dari tulang babi, tulang sapi serta

unggas dan ikan (Jamaludin et al., 2011). Pada tahun 2012 GMIA

menyatakan sebanyak 90% gelatin komersial diperoleh dari babi (GMIA,

(17)

Penggunaan gelatin sebagai salah satu bahan baku kapsul lunak

menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenai

kehalalan sumber gelatin (Jamaludin et al., 2011). Sebagai negara dengan

mayoritas penduduk muslim maka perlu dilakukan analisis terhadap sumber

gelatin pada cangkang kapsul lunak yang beredar dipasaran sebagai

perlindungan terhadap masyarakat yang menjadi konsumen produk farmasi

berbasis gelatin (Riaz dan Chaudry, 2004).

Analisis terhadap sumber gelatin sendiri telah dilakukan dengan

berbagai metode diantaranya adalah Fourier Transform Infrared

Spectroscopy (Hashim et al., 2010), Chemical precipitation (Hikada and Liu,

2003) dan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) (Venien and

Levieux, 2005). Metode diatas terbukti dapat menentukkan sumber

pembuatan gelatin, akan tetapi memerlukan hasil yang berulang dan

pengalaman karena penyiapan sampel yang sensitif dan sulit (Hermanto, et

al., 2013).

Metode SDS-PAGE merupakan salah satu metode yang mampu

menunjukkan profil protein pita yang terbentuk dari gelatin babi dengan

gelatin sapi berdasarkan tingkat migrasi molekul. Keunggulan metode ini

adalah sudah lazim digunakan untuk analisa protein, relatif murah, penyiapan

sampel sederhana dan hanya membutuhkan sedikit sampel untuk analisa.

Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hermanto et al (2013), tentang

perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode SDS-PAGE dengan

terlebih dahulu menghidrolisis gelatin menggunakan enzim pepsin pada suhu

60°C dan pH 4,5 sebelum dianalisis. Hasil penelitian Hermanto et al (2013)

mendapati adanya pita spesifik pada gelatin babi pada bobot molekul 28,6

dan 36,8 kDa. Hasil ini dapat digunakan sebagai acuan pembeda gelatin sapi

dan gelatin babi. Namun penelitian diatas dilakukan terbatas pada gelatin

murni yang belum mengalami proses menjadi produk seperti cangkang kapsul

lunak. Berdasarkan ulasan yang telah dipaparkan diatas maka pada penelitian

digunakan metode SDS-PAGE dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin

(18)

Dalam penelitian ini dilakukan analisis profil protein gelatin babi

dan gelatin sapi pada cangkang kapsul lunak vitamin menggunakan metode

Sodium Dodecyl Sulfat Poly Acrilamide Gel Electrophoresis.Hasil penelitian

yang didapat diharapkan dapat menjadi acuan dalam analisis produk farmasi

berbasis gelatin lainnya terutama gelatin cangkang kapsul lunak.

Gelatin sapi, gelatin babi dan sampel dihidrolisis enzimatik

menggunakan enzim pepsin. Pemilihan pepsin dikarenakan pepsin memiliki

sisi pemotongan spesifik pada ikatan peptida fenilalanin dan glutamat dimana

komposisi asam amino ini pada gelatin babi dua kali lebih banyak

dibandingkan gelatin sapi (Mohd et al., 2011). Sehingga diharapkan dapat

menghasilkan fragmen gelatin dengan bobot molekul yang relatif berbeda.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana profil protein gelatin babi dan gelatin sapi hasil hidrolisis

pepsin dapat dibedakan dengan metode SDS-PAGE?

2. Bagaimana profil protein hidrolisat gelatin sapi, gelatin babi dan gelatin

cangkang kapsul lunak hasil analisis SDS-PAGE berdasarkan

karakteristik bobot molekulnya?

3. Apakah metode SDS-PAGE mampu menentukkan sumber gelatin pada

cangkang kapsul lunak?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi sumber gelatin yang digunakan sebagai bahan

pembuatan cangkang kapsul gelatin lunak berdasarkan perbedaan bobot

molekul dihidrolisis dengan enzim pepsin.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini adalah informasi ilmiah pendahuluan tentang

karakteristik profil protein gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang

(19)

2. Informasi ilmiah yang didapat diharapkan dapat memberikan kontribusi

dan menjadi acuan dalam analisa produk farmasi berbasis gelatin

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang

keras atau lunak yang dapat larut. Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk

sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan bahan inert

lainnya dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya

dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel, 1989).

Cangkang kapsul umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga

dibuat dari bahan lain yang sesuai. Berdasarkan konsistensinya kapsul dapat

dibagi menjadi kapsul keras dan kapsul lunak. Kapsul gelatin keras terbuat

dari gelatin berkekuatan gel relatif tinggi dibandingkan kapsul gelatin

cangkang lunak. Berbagai jenis gelatin dapat digunakan dalam proses

pembuatan kapsul, tetapi gelatin dari campuran kulit dan tulang sering

digunakan untuk mengoptimalkan kejernihan dan kekerasan cangkang

(Departemen Kesehatan RI, 1995).

Kapsul gelatin cangkang keras yang diisi di pabrik dapat ditutup

secara sempurna dengan cara dilekatkan. Kapsul cangkang keras biasanya

diisi dengan serbuk, butiran atau granul, butiran gula inert dapat dilapisi

dengan komposisi bahan aktif dan penyalut yang dapat memberikan profil

lepas lambat (Departemen Kesehatan RI, 1995). Kebanyakan kapsul–kapsul

yang diedarkan dipasaran adalah jenis kapsul yang dapat ditelan oleh pasien

untuk keuntungan pengobatan (Ansel, 1989).

2.1.1 Jenis Kapsul

2.1.1.2 Kapsul Gelatin Cangkang Keras

Kapsul gelatin cangkang keras adalah sediaan padat yang terdiri dari

obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut (Ansel, 1989). Kapsul

gelatin cangkang keras terbuat dari gelatin berkekuatan gel relatif tinggi

dibandingkan kapsul gelatin cangkang lunak (Departemen Kesehatan RI,

(21)

Kapsul gelatin keras dibuat melalui suatu proses dengan cara

mencelupkan pin (alat pembentuk kapsul) kedalam larutan gelatin, kemudian

lapisan gelatin dikeringkan, dirapikan dan dilepaskan dari pin tersebut, bagian

induk dan tutup kapsul tersebut dilekatkan (Departemen Kesehatan RI. 1995).

Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air jernih

tidak berwarna mengandung uap air Antara 9–12% (Ansel, 1989).

Cangkang gelatin kapsul keras dibuat dalam dua bagian yaitu badan

kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian ini akan saling

menutupi saat di pasangkan. Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk

menampung isi 65 mg–1 gram bahan serbuk, termasuk bahan obat dan bahan

tambahan lainnya (Ansel, 1989).

Kapsul gelatin tidak tepat diisi dengan cairan berair, karena air akan

melunakkan gelatin dan menimbulkan kerusakan bentuk sediaan kapsul.

Apabila disimpan dalam lingkungan dengan kelembapan yang tinggi,

penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan

mengalami perubahan bentuk sediaan. Sebaliknya dalam lingkungan udara

yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin

akan berkurang atau hilang dan mengakibatkan kapsul ini menjadi rapuh

(Ansel, 1989).

2.1.1.3 Kapsul Gelatin Cangkang Lunak

Kapsul gelatin cangkang lunak dibuat dari gelatin atau bahan lain

yang sesuai. Kapsul gelatin lunak dapat diplastisasi dengan penambahan

senyawa poliol atau plasticizer seperti sorbitol atau gliserin. Perbandingan

bahan plastisasi kering terhadap gelatin kering menentukkan kekerasan

cangkang dan dapat diubah untuk penyesuaian dengan kondisi lingkungan

dan juga sifat isi kapsul (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Untuk pembuatan kapsul lunak dalam skala industri, dilakukan

dengan cara rotary die process, yaitu suatu metode yang dikembangkan oleh

Robert P. Scherer pada tahun 1993. Dengan metode ini cairan gelatin yang

dituangkan dari tangki yang terletak diatas, dibentuk menjadi dua buah pita

(22)

obat akan diisikan dan dimasukkan diantara kedua pita secara tepat. Ketika

itu dies membentuk kantung–kantung dari pita gelatin. Kemudian kantung–

kantung gelatin yang telah terisi, disegel dengan tekanan dan panas (Ansel,

1989).

Kapsul cangkang lunak dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk

Antara lain, bundar, lonjong, bentuk pipa, membujur, dan lain–lainnya.

Kapsul–kapsul gelatin lunak dapat digunakan untuk mengisi macam–macam

jenis bahan, bentuk cair dan kering. Jenis cairan yang dapat dimasukkan ke

dalam kapsul gelatin lunak termasuk: Cairan yang tidak tersatukkan dengan

air, cairan yang mudah menguap dan tidak menguap, contohnya minyak

nabati, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon alifatik, eter, ester, alkohol,

dan asam organik. Cairan yang tersatukkan dengan air, cairan yang tidak

menguap seperti polietilen glikol dan surfaktan nonionik seperti polisorban

80. Cairan yang tersatukkan dengan air dan kelompok komponen yang tidak

menguap seperti propilen gllikol dan isopropil alkohol (Ansel, 1989).

Cairan yang mudah berpindah ke cangkang kapsul tidak dapat

dimasukkan kedalam kapsul gelatin lunak. Bahan–bahan ini termasuk air

diatas 5%, senyawa organik yang larut air dengan berat molekul rendah dan

senyawa yang mudah menguap seperti alkohol keton, asam amino dan ester–

ester (Ansel, 1989).

2.2 Formulasi Simulasi Pembuatan Cangkang Kapsul Gelatin Lunak

Pembuatan lembaran kapsul gelatin lunak dari standar gelatin sapi

dan babi dilakukan dengan tujuan untuk membuat produk kapsul lunak yang

serupa dengan produk yang beredar di pasaran sehingga hasil analisis

karakteristik protein menggunakan SDS-PAGE yang didapatkan diharapkan

tidak terlalu berbeda dengan produk yang diambil dari pasaran. Lembaran

kapsul gelatin lunak dalam penelitian ini dibuat dari gelatin, gliserin, air, dan

pewarna.

Bahan baku tipe cangkang kapsul gelatin lunak adalah gelatin,

plasticizer, dan material lainnya seperti pewarna. Plasticizer digunakan pada

(23)

Penggunaannya pada formulasi cangkang kapsul lunak berkisar antara 20–

30%. Plasticizer yang paling sering digunakan pada formulasi pembuatan

cangkang kapsul lunak adalah gliserin. Pemilihan dan jumlah plasticizer yang

digunakan mempengaruhi kekerasan kapsul. Plasticizer yang dipilih dalam

formulasi pembuatan cangkang kapsul lunak memiliki kompatibilitas dengan

bahan pengisi kapsul dan mudah proses penggunaannya (Bhatt dan Agrawal,

2007).

Gliserin ditambahkan dalam kapsul untuk mempertahankan elastisitas

selama proses pengeringan dan penyimpanan agar kapsul tidak rusak atau

rapuh. Gliserin secara umum lebih efektif daripada sorbitol. Gliserin dapat

berinteraksi secara langsung dengan gelatin membentuk gel yang stabil, akan

tetapi gliserin memberikan efek sedikit higroskopis sehingga membutuhkan

tambahan yang memberikan efek lembab secara tidak langsung. Sorbitol

merupakan plasticizer tidak langsung, bertindak sebagai agen pelembab dan

dengan adanya air akan menjadi plasticizer yang efektif (Reich, 2001).

Air berjumlah 20–30% dari formulasi gel basah dan air memiliki

peran penting untuk menjamin keberhasilan enkapsulasi. Kehilangan air

selama pengeringan akan menyebabkan gel gelatin menyusut sedikit demi

sedikit, akibatnya menjelang akhir proses pengeringan retakan mungkin

terjadi dan menyebabkan cangkang kapsul pecah. Kelebihan air akan dibuang

melalui proses pemanasan. Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan

sebagian air dan didalam kapsul masih terdapat sekitar 5–8% air yang terikat

dalam gelatin (Bhatt et al, 2007).

Pewarna kapsul gelatin lunak digunakan untuk memberikan warna

pada kapsul gelatin lunak. Pewarna dapat berasal dari pewarna sintetik dan

alami. Pewarna dapat digunakan sebagai pelindung isi kapsul yang tidak

stabil dengan adanya cahaya (Bhatt dan Agrawal, 2007).

Kapsul gelatin cangkang lunak dapat dibentuk elips atau seperti bola.

Kapsul jenis ini dapat diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau

serbuk kering (Ansel, 1989). Untuk skala kecil, kapsul gelatin lunak dibuat

dengan cara proses lempeng dengan menggunakan seperangkat cetakan untuk

(24)

selembar gelatin hangat yang tidak berwarna pada permukaan cetakan bagian

bawah, kemudian selembar gelatin lainnya diletakkan diatasnya kemudian

diberi tekanan. Gaya tekan ini bertindak sebagai pembuat kapsul. Pengisian

bahan obat dan pemasangan segelnya dilakukan dalam waktu yang

bersamaan dan serentak, kemudian kapsul yang sudah dicetak dipindahkan

dan dicuci dengan pelarut yang tidak mengganggu dan merusak kapsul

(Ansel, 1989).

2.3 Gelatin

Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial

kolagen. Kolagen mengandung 14% hydroxyprolin, 16% prolin dan 26%

glisin. Rantai kolagen terdiri dari tiga rangkaian polipeptida dengan urutan

glisin (gly), prolin (pro) dan hidroksiprolin (hyp). Tiga rantai peptida tersebut,

masing–masing mempunyai struktur heliks dan bersama–sama membentuk

tiga untaian heliks. Tiga untaian tersebut membentuk gulungan yang

berikatan dengan atom hidrogen. Satu unit kolagen disebut tropokolagen,

dengan berat molekul ± 30 kda dengan panjang kira–kira 280 nm dan

diameter 1,4–1,5 nm (Jannah, 2008).

Gelatin merupakan sistem koloidal padat (protein) dalam cairan (air)

sehingga pada suhu dan kadar air yang tinggi gelatin mempunyai kemampuan

cairan yang disebut fase sol atau hidrosol, sebaliknya pada suhu dan kadar air

yang rendah gelatin mempunyai kemampuan yang lebih kasar atau lebih

pekat strukturnya, yang disebut fase gel. Pemanasan dan penambahan air akan

mengubah gelatin menjadi fase sol, sebaliknya pendinginan dan pengurangan

air akan mengubah gelatin menjadi fase gel (Jannah, 2008).

2.3.1 Komposisi Gelatin

Struktur umum gelatin adalah –

Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro- (Jannah, 2008). Lima asam amino yang ada umumnya meliputi

glisin 26,4%-30,5%; prolin 14,8%-18%; hidroksiprolin 13,3%-14,5%; asam

glutamat 11,1%-11,7%; dan alanin 8,6%-11,3% (Grobben et al., 2004).

(25)

tinggi kandungan Hidroksiprolin kekuatan gel gelatin akan semakin kuat

(Jannah, 2008). Asam amino penyusun protein dalam gelatin lain dalam

jumlah yang sedikit meliputi arginin, asam aspartat, lisisn, serin, leusin, valin,

fenilalanin, treonin, isoleusin, hidroksilisin, histidin, metionin dan tirosin

(Grobben et al, 2004).

2.3.2 Sifat Fisika Kimia Gelatin

Gelatin hampir tidak berasa dan tidak berbau, lembaran gelatin

bersifat rapuh, padat dan jernih kekuningan, gelatin memiliki kelembaban

8-13% dan memiliki massa jenis 1,3-1,4 g/cm. Gelatin larut dalam gliserol,

propilen glikol, asam asetat, trifluoroethanol dan formamida. Gelatin tidak

larut dalam benzene, aseton, alkohol primer dan dimetilformamida (GMIA,

2012). Gelatin mengandung protein yang sangat tinggi dan rendah kadar

lemaknya. Gelatin kering dengan kadar air 8–12% mengandung protein

sekitar 84–86%, mineral 2%-4%, serta lemak dan hampir tidak ada vitamin

(Carr et al, 1995).

Gelatin dapat mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,

mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid.

Pada suhu 71ºC gelatin mudah larut dalam air dan membentuk gel pada suhu

35-50ºC. Gelatin mempunyai kemampuan menyerap air 5–10 kali dan

menjadi swelling dalam air dingin. Gelatin bersifat termal reversible yaitu

setelah gel dipanaskan dan selanjutnya didinginkan dapat membentuk gel

kembali. Gelatin yang dipanaskan diatas suhu 45°C secara bertahap akan

kehilangan kemampuan untuk mengembang. Gelatin terdiri dari banyak

polipeptida atau formasi heliprolin panjang yang masing–masing terdiri dari

3000–4000 asam amino (Jannah, 2008).

Gelatin merupakan turunan kolagen yang merupakan protein dengan

komponen dasar 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25,2%

oksigen. Gelatin merupaka protein, gelatin akan mengalami reaksi yang sama

seperti protein jika berinteraksi dengan enzim-enzim proteolitik (GMIA,

(26)

Tabel 1. Komposisi Asam Amino Gelatin (Sumber : GMIA)

Gelatin memiliki sifat amfoterik, gelatin akan menjadi kation dalam

larutan asam dan menjadi anion dalam larutan basa. Gelatin tipe A memiliki

titik isoelektrik 4,7-5,4 dan gelatin tipe B memiliki titik isoelektrik 4,6-9.

Pada titik isoelektriknya partikel gelatin tidak memiliki muatan dan tidak

terjadi perpindahan partikel gelatin.

Sifat fisika, kimia dan fungsional gelatin merupakan sifat yang

sangat penting untuk menentukkan mutu gelatin. Sifat yang bisa dijadikan

parameter dalam menentukkan mutu gelatin antara lain, kekuatan gel,

viskositas dan rendemen.

Tabel 2. Standar Mutu Gelatin di Indonesia (Sumber: Jannah, 2008)

(27)

Seng (mg/ kg)

Sulfit (mg/ kg)

Maksimal 100

Maksimal 1000

Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Gelatin Komersial(Sumber: Jannah, 2008)

Parameter Gelatin Standar

Tabel 4. Persyaratan Gelatin (Sumber: FAO)

(28)

2.3.3 Klasifikasi Gelatin

Berdasarkan proses pembuatannya (perendaman) gelatin dapat

diklasifikasikan menjadi gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Gelatin tipe A

adalah gelatin yang dihasilkan melalui proses perendaman menggunakan

asam. Pada gelatin tipe A biasanya bahan yang digunakan adalah kulit babi

dan sapi muda. Kulit binatang tersebut tidak memiliki ikatan yang kuat. Pada

dasarnya kolagen yang berada pada kulit atau tulang direndam dengan pelarut

pada pH 4 dan kemudian dipanaskan bertahap pada suhu 50ºC sampai

mendidih untuk mendenaturasi dan melarutkan kolagen. Setelah itu kolagen

yang telah berubah sifat disaring untuk memperoleh kemurnian yang tinggi.

Peningkatan konsentrasi gelatin dilakukan dengan evaporasi vakum atau

membran ultrafiltrasi. Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan cara

melewatkan udara kering diatas gel. Akhir proses dengan melakukan

penggilingan dan pengemasan. Gelatin yang dihasilkan mempunyai pH

isoelektrik antara 7–9 tergantung dari bahan baku dan pelarut asam yang

digunakan untuk memproses kolagen yang menyebabkan hidrolisis terbatas

pada sisi rantai asam amino asparagin dan glutamin. Penggunaan asam yang

berlebih berfungsi untuk menetralisir garam–garam yang tersisa (Jannah,

2008).

Gelatin B jika proses pembuatannya menggunakan basa. Gelatin tipe

ini diproduksi menggunakan larutan alkali seperti soda kaustik atau larutan

kapur untuk mendapatkan kolagen dengan waktu perendaman yang lama

sebelum ekstraksi gelatin. Pada proses alkali biasanya menggunakan bahan

baku kulit sapi dan babi atau sumber kolagen dari binatang lain yang sudah

tua (Cole, 2002). Proses alkali ini menghidrolisis asparagin dan glutamin

menjadi asam aspartat dan asam glutamat relatif cepat (Veis, 1964), yang

menghasilkan gelatin dengan titik isoelektrik 4,8–5,2, meskipun dengan

memperpendek waktu perendaman alkali (7 hari atau lebih sedikit) akan

menghasilkan gelatin dengan titik isoelektrik setinggi 6. Setelah proses alkali,

kolagen dicuci dengan asam untuk membebaskan alkali dan untuk

penyesuaian pH ekstraksi (yang mempunyai efek pada kekuatan gel pada

(29)

didenaturasi dan dikonversi menjadi gelatin dengan pemanasan seperti pada

proses asam (Jannah, 2008).

Tabel 5. Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B (Sumber: Jannah, 2008)

Sifat Tipe A Tipe B

Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama

atau utama. Protein memiliki beberapa fungsi, lima diantaranya sebagai

biokatalisator (enzim), protein cadangan, biomol transfor bahan, struktur dan

protektif (Martoharsono, 2006). Protein adalah polimer dari asam amino yang

dihubungkan dengan asam amino. Komposisi rata–rata unsur kimia dalam

protein adalah karbon 50%, Hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%,

belerang 0-3%, dan fosfor 0-3% (Poedjiadi, 1994).

Protein memiliki berat molekul bervariasi dengan cara hidrolisis

oleh asam atau oleh enzim protein akan menghasilkan asam asam amino. Ada

20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam amino ini

terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi protein adalah suhu tinggi, pH, dan pelarut organik (Poedjiadi,

1994).

2.4.1 Penggolongan Protein

Ditinjau dari strukturnya protein dapat dibagi dalam dua golongan

besar yaitu, golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein

sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul–molekul asam

(30)

dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut dengan gugus prostetik dan terdiri

atas karbohidrat, lipid, atau asam nukleat (Poedjiadi, 1994).

Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk

molekulnya, yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber

mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut, sedangkan

protein globular berbentuk bulat. Protein fiber terdiri atas beberapa rantai

polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu dengan yang lain oleh

beberapa ikatan silang hingga berbentuk serat atau serabut yang stabil. Sifat

umum protein fiber adalah tidak larut dalam air dan sukar diuraikan oleh

enzim (Poedjiadi, 1994).

Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutan, bentuk fungsi

biologi atau struktur tiga dimensinya. Berdasarkan fungsi biologisnya,

protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase kinase). Protein

penyimpanan (ferritin dan myoglobin), protein pengikat–DNA, hormon

peptida, protein struktural (kolagen dan proteoglikan), protein pelindung

(faktor pembekuan darah dan imunoglobin), protein pengangkut (hemoglobin

dan lipoprotein plasma) dan protein kontraktil atau motil (aktin dan tubulin)

(Murray et al., 2006).

2.4.2 Struktur Protein

Ada empat tingkat struktur dasar protein, yaitu struktur primer,

sekunder, tersier dan kuartener. Untuk mengetahui jumlah, jenis, dan urutan

asam amino dalam protein dapat dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa

tahap, penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri, pemecahan

ikatan antara rantai polipeptida tersebut, pemecahan masing–masing rantai

polipeptida, dan analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida

(Poedjiadi, 1994).

Pada rantai polipeptida terdapat banyak gugus >C=O dan gugus

>N-H. Kedua gugus ini dapat berikatan satu dengan yang lain karena

terbentuknya ikatan hidrogen antara atom oksigen dari gugus >C=O dengan

(31)

gugus–gugus yang terdapat dalam satu rantai polipeptida, maka akan

terbentuk struktur heliks (Poedjiadi, 1994).

Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks tetapi rantai sejajar yang berkelok–kelok dan disebut struktur lembaran berlipat

(pleated sheet structure). Ada dua bentuk lembaran berlipat, yaitu bentuk

paralel dan bentuk anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai

polipeptida yang berikatan melalui ikatan hidrogen itu sejajar dan searah,

sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptida berikatan

dalam posisi sejajar tetapi berlawanan arah (Poedjiadi, 1994).

Struktur tersier, menunjukkan kecenderungan polipeptida

membentuk lipatan atau gulungan, dan dengan demikian membentuk struktur

yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan dengan oleh adanya beberapa

ikatan Antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein

(Poedjiadi, 1994).

Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit–unit

protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai

polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi

membentuk persekutuan.

2.4.2.1 Struktur Protein Primer

Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino

dalam molekul protein (Poedjiadi, 1994). Struktur primer protein

menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam suatu protein. Urutan

asam amino selalu dituliskan dari gugus terminal amino ke gugus terminal

karboksil. Struktur 3 dimensi protein tersusun dari struktur sekunder, tersier

dan kuartener. Faktor yang menentukkan untuk menjaga atau menstabilkan

ketiga tingkat struktur tersebut adalah ikatan kovalen yang terdapat pada

(32)

Gambar 1. Struktur Primer Protein

(Sumber: http://sciencebiotech.net)

2.4.2.2 Struktur Protein Sekunder

Struktur sekunder dibentuk karena adanya ikatan hidrogen antara

hidrogen amida dan oksigen karbonil dari rangka peptida. Struktur sekunder utama meliputi α –heliks dan β – sheet (Fatchiyah et al., 2011).

Gambar 2. Struktur Sekunder Protein

(Sumber: http://sciencebiotech.net)

2.4.2.3 Struktur Protein Tersier

Struktur tersier menggambarkan rantai polipeptida yang mengalami

folded sempurna. Beberapa polipeptida folded terdiri terdiri dari beberapa

protein globular yang berbeda yang digabungkan oleh residu asam amino.

Unit tersebut dinamakan domain. Struktur tersier distabilkan oleh interaksi

antara gugus R yang terletak tidak bersebelahan pada rantai polipeptida.

Pembentukkan struktur tersier membuat struktur primer dan sekunder

(33)

Gambar 3. Struktur Tersier Protein

(Sumber: http://sciencebiotech.net)

2.4.2.4 Struktur Kuartener

Struktur kuartener melibatkan asosiasi dua atau lebih rantai polipeptida yang membentuk multisubunit atau protein oligomerik. Rantai

polipeptida penyusun protein oligomerik dapat berbeda atau sama (Fatchiyah,

2011).

2.5 Asam Amino

Asam amino adalah asam karboksilat yang mempunyai gugus

amino. Asam amino yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai

gugus –NH2 pada atom karbon α dari posisi gugus –COOH. (Poedjiadi, 1994).

Gambar 4. Struktur Umum Asam Amino

(Sumber, Poedjiadi, 2009)

2.5.1 Sifat–Sifat Asam Amino

Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam

(34)

Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom

karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.

Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam

pelarut organik (Poedjiadi, 1994).

Perbedaan sifat antara asam amino dengan asam karboksilat dan

amina terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina.

Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung

mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi, hal ini

tampak pada sifat asam amino sebagai elektrolit (Poedjiadi, 1994).

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan

melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+.

-COOH  -COO- + H+

-NH2 + H+ -NH3+

Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat

membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif (zwitter

ion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan.

lain membentuk suatu senyawa yang disebut peptida. Apabila jumlah asam

amino yang berikatan tidak lebih dari sepuluh molekul disebut oligopeptida.

Peptida yang dibentuk oleh dua molekul asam amino disebut dipeptida.

Selanjutnya tripeptida dan tetrapeptida adalah peptida yang terdiri atas tiga

molekul dan empat molekul asam amino. Polipeptida adalah peptida yang

molekulnya terdiri dari banyak molekul asam amino. Protein adalah suatu

(35)

2.5.3 Sifat Peptida

Peptida diperoleh dengan cara hidrolisis protein yang tidak

sempurna. Apabila peptida yang terjadi dihidrolisis lebih lanjut, akan

dihasilkan asam–asam amino. Sifat peptida ditentukkan oleh gugus –COOH

dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukkan dengan gugus –

COOH dan –NH2, namun pada peptida rantai panjang, gugus –COOH dan –

NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga

mempunyai titik isoelektrik seperi pada asam amino (Poedjiadi, 1994).

Untuk memperoleh informasi tentang peptida tidak cukup dengan

mengetahui jenis dan banyaknya molekul asam amino yang membentuk

peptida, tetapi diperlukan keterangan tentang urutan asam amino ini adalah

degradasi Edman yang terdiri atas dua tahap reaksi, yaitu pertama reaksi

peptida dengan fenilisotianat dan reaksi kedua adalah pemisahan asam amino

ujung yang telah bereaksi dengan fenilisotiosianat. Cara degradasi Edman

hanya digunakan untuk menentukkan peptida yang tidak terlalu panjang.

Untuk peptida yang panjang digunakan cara penguraian oleh enzim–enzim

tertentu (Poedjiadi, 1994).

2.6 Enzim

Enzim merupakan protein biokatalisator. Sejak tahun 1926

pengetahuan tentang enzim atau enzimologi berkembang dengan cepat. Hasil

penelitian para ahli biokimia ternyata banyak enzim mempunyai gugus bukan

protein, dan termasuk golongan protein majemuk. Enzim semacam ini

(holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan protein.

Contohnya enzim katalase terdiri atas protein dan ferriprotorfirin. Ada juga

enzim yang terdiri atas protein dan logam, misalnya askorbat oksidase adalah

protein yang mengikat tembaga (Poedjiadi, 1994).

Gugus bukan protein ini dinamakan kofaktor ada yang terikat kuat

pada protein, ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat

kuat pada bagian protein disebut gugus prostetik. Sedangkan yang tidak kuat

ikatannya, jadi yang mudah dipisahkan secara dialisis disebut koenzim. Baik

(36)

memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat yang akan diubah

Aktivitas biologis enzim adalah sebagai biokatalis, yang

mempermudah perubahan substrat menjadi produk. Dengan demikian,

adanya enzim akan mengurangi jumlah substrat dan bersamaan dengan itu

menambah konsentrasi produk (Sadikin, 2002).

� + � ↔ �� → � + �

Dalam reaksi ini, jumlah S (substrat) akan turun dan bersamaan

dengan itu, jumlah P (Produk) akan naik. Kecepatan perubaan ini dipengaruhi

oleh jumlah E (Enzim). Untuk mengukur laju reaksi ini, dapat dilakukan

pengukuran konsentrasi S dalam dua waktu yang berbeda. Laju reaksi juga

dapat diukur dengan dengan mengukur kenaikan konsentrasi P, juga dalam

dua waktu yang berbeda.

Satuan untuk aktivitas enzim dinamai unit. Satu unit internasional

(UI) enzim sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk mengubah 1 mmol

substrat stau menghasilkan 1 mmol produk dalam waktu 1 menit, dalam suhu

dan pH lingkungan yang tertentu (Sadikin, 2002).

Satuan internasional lain untuk aktivitas enzim yaitu katal (singkatan

dari katalitik). Dalam sistem SI ini, 1 katal adalah jumlah enzim yang

diperlukan untuk mengubah 1 mol substrata tau menghasilkan 1 mol produk

dalam waktu 1 detik, dalam suhu dan pH lingkungan tertentu (Sadikin, 2002).

2.7 Pepsin

Pepsin merupakan enzim golongan hidrolase. Pepsin bekerja sebagai

pemutus ikatan peptida dan disebut sebagai peptidase (Poedjiadi, 2002). Ada

(37)

memecah protein pada tempat–tempat tertentu dalam molekul protein dan

tidak mempengaruhi gugus yang terletak diujung molekul. Sebagai contoh

adalah enzim pepsin yang terdapat dalam usus halus dan papain, suatu enzim

yang terdapat dalam pepaya. Eksopeptidase bekerja pada kedua ujung

molekul protein. Karboksipeptidase dapat melepas asam amino yang

memiliki gugus –COOH bebas pada ujung molekul protein. Sedangkan

aminopeptidase dapat melepas asam amino pada ujung lain yang memiliki

gugus –NH2 bebas, dengan demikian eksopeptidase melepas asam amino

secara berurutan dimulai dari asam amino ujung pada molekul protein hingga

seluruh molekul terpecah menjadi asam amino (Poedjiadi, 1994).

Pepsin merupakan enzim yang dikeluarkan dalam bentuk prekursor

enzim berupa pepsinogen. Pepsin merupakan enzim yang berfungsi

mendegradasi protein dalam sistem pencernaan makanan. Pepsin merupakan

enzim yang memecah ikatan antara peptida hidrofobik dan asam amino

aromatik, seperti fenilalanin, triptofan dan tirosin. Pepsin diekspresikan

sebagai pepsinogen. Aktivasi pepsinogen terjadi ketika pH larutan

pepsinogen diturunkan. Penurunan pH diyakini membuka rantai samping

karboksilat pepsin yang menyebabkan kompleks memecah dan mengarah

pada pembentukkan enzim aktif (James dan Sielecki, 1986).

Pepsin akan memecah molekul protein menjadi polipeptida yang lebih

kecil dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari

asam-asam amino aromatik (fenilalanin, tirosin dan triptofan), hidrofobik (Leusin,

isoleusin dan metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat).

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Enzimatik Pepsin 2.8.1 Konsentrasi Enzim

Makin besar konsentrasi enzim makin banyak pula produk yang

terbentuk dalam tiap waktu pengamatan. Pada awal pengamatan, kesan

tersebut berbanding lurus. Dengan bertambahnya waktu, pada tiap

konsentrasi enzim pertambahan jumlah produk akan menunjukkan defleksi,

tidak lagi berbanding lurus sejalan dengan berjalannya waktu tersebut, karena

(38)

sehingga dengan sendirinya produk olahan enzim akan berkurang (Sadikin,

2002).

2.8.2 Konsentrasi Substrat

Peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan

reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu tidak terjadi kenaikan

kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Agar terjadi

kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim dengan

substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut

bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya

menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin

banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif

tersebut. Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar

dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas

konsentrasi substrat tertentu, semua bagian bahan aktif telah dipenuhi oleh

substrat atau telah jenuh oleh substrat. Dalam keadaan ini, bertambah

besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya

konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun

tidak bertambah (Poedjiadi, 1994).

2.8.3 Suhu

Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada

suhu yang lebih tinggi reaksi kimia berlangsung lebih cepat. Enzim adalah

suatu protein, kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses

denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian

konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun

akan menurun (Poedjiadi, 1994).

Kenaikan suhu, sebelum terjadinya proses denaturasi dapat

menaikkan kecepatan reaksi. Koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai

kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat kenaika suhu 10ºC. Koefisien suhu

ini diberi simbol Q10. Untuk reaksi yang menggunakan enzim, Q10 ini berkisar

(39)

mengalami kenaikan 1,1 hingga 3,0 kali. Namun kenaikan suhu pada saat

mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh

karena ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik

optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi satu reaksi yang menggunakan

enzim tertentu (Poedjiadi, 1994).

Tiap enzim memiliki suhu optimum tertentu. Pada umumnya enzim

yang terdapat pada hewan memiliki suhu optimum antara 40ºC-50ºC,

sedangkan pada tumbuhan antara 50ºC-60ºC. Sebagian besar enzim

terdenaturasi pada suhu diatas 60ºC (Poedjiadi, 1994).

2.8.4 Pengaruh pH

Struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat

berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion).

Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap

efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat.

Nilai pH tertentu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini

akan menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan mengakibatkan

menurunnya aktivitas enzim.

Tabel 6. Beberapa enzim dengan nilai optimum

Enzim pH Optimum

Elektroforesis merupakan suatu cara untuk memisahkan

fraksi-fraksi campuran berdasarkan atas pergerakan partikel–partikel koloid yang

(40)

digunakan untuk analisa asam nukleat, virus, enzim, dan protein (Bintang,

2010).

Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks penyangga

untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik

yang digunakan. Gel poliakrilamid merupakan matriks penyanga yang

banyak dipakai untuk memisahkan protein (Fatchiyah, 2011).

Dalam larutan, protein enzim akan bermuatan yang tergantung pada

pH larutan dan titik isoelektrik (PI) enzim. Pada titik isoelektriknya, protein

tidak akan bergerak dibawah pengaruh medan listrik. Pada keadaan pH

dibawah PI, protein bergerak sebagai kation dimana kecepatannya naik

bersamaan dengan turunnya pH, kation ini akan bergerak kearah elektroda

negatif. Pada keadaan pH diatas PI, protein akan bergerak sebagai anion dan

kecepatannya akan naik bersamaan dengan meningkatnya pH, anion ini akan

bergerak ke arah elektroda positif. Elektroforesis pada umumnya digunakan

untuk menentukkan berat molekul (BM), mendeteksi kemurnian dan

kerusakan protein atau asam nukleat, menetapkan titik isoelektrik, serta

memisahkan spesies–spesies yang berbeda secara kualitatif dan kuantitatif

(Bintang, 2010).

Sodium Dodecyl Sulfate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis

(SDS–PAGE) merupakan elektroforesis gel untuk memisahkan molekul

protein dengan metode two-dimensional gel electroforesis yaitu

menggunakan dua macam gel dengan masing-masing buffer yang berbeda.

Gel yang digunakan pada SDS-PAGE adalah running gel dan stacking gel

(41)

Gambar 5. Skema Alur Elektroforesis

(Sumber: www.siumed.edu)

Protein didalam larutan membawa muatan elektrik tertentu pada

semua nilai pH kecuali pada titik isoelektriknya sehingga protein dapat

bermigrasi dalam suatu daerah elektrik. Elektroforesis gel memisahkan

protein dengan lebih baik dibandingkan dibandingkan dengan elektroforesis

didalam larutan bebas. Gel tersebut memisahkan protein dengan matriks yang

mirip jala dengan variasi ukuran pori. Pemisahan dapat dioptimasi dengan

mengubah derajat cross-linking gel. Pada sebagian besar aplikasi, gel

dijalankan dengan nilai pH netral atau sedikit basa, dimana sebagian besar

protein bermigrasi kearah anoda. Sistem gel dapat meminimalisasi konveksi

dan difusi protein sehingga pita protein pada gel akan terpisah dan terlihat

jelas (Rybicki dan Purves, 2008).

Medium penyangga dibuat dari reaksi polimerasi akrilamid dan bis–

akrilamid yang dikatalisis oleh ammonium persulfat dan tetrametilendiamin

(TEMED). SDS bersama merkaptoetanol digunakan untuk merusak struktur

tiga dimensi protein. Hal ini terjadi akibat reduksi ikatan disulfida

membentuk gugus sulfidril yang dapat mengikat SDS sehingga protein

bermuatan sangat negatif dan bergerak kearah kutub positif. Gel

poliakrilamid bersifat porous dengan ukuran lubang berkisar dari 0,6–4,0 nm

(42)

total akrilamid ditambah bis–akrilamid didalam campuran gel, serta

perbandingan relatif akrilamid dan bis–akrilamid. Migrasi protein didalam

gel poliakrilamid terutama ditentukkan oleh muatan molekul dan juga

dipengaruhi oleh ukuran molekul (Bintang, 2010).

Gambar 6. Polimerisasi dan “crosslinking

dari akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida (Sumber: Burden & Whitney, 1958)

Gel poliakrilamid dalam dibentuk sebagai sebagai lembaran dalam

lempengan kaca. Dalam perangkat elektroforesis, gel diletakkan diantara dua

buffer chamber sebagai sarana untuk menghubungkan kutub negatif dan

kutub positif. Banyak molekul biologi bermuatan listrik yang besarnya

tergantung pada pH dan komposisi medium dimana molekul biologi tersebut

terlarut. Bila berada dalam satu medan listrik, molekul biologi yang

bermuatan positif akan bermigrasi ke elektroda negatif, dan demikian

sebaliknya. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk

(43)

Gel poliakrilamid dapat digunakan tidak hanya untuk pemisahan

dari berbagai protein, tetapi juga untuk membandingkan berat molekulnya.

Teknik ini dapat digunakan baik untuk tujuan preparatif maupun pemisahan

analitik dari sampel protein. Teknik elektroforesis ini hanya diperlukan

beberapa mikrogram sampel saja (Bintang, 2010).

Poliakrilamid dapat memisahkan protein dengan kisaran berat 500–

250.000 bp atau polinukleotida dengan kisaran 5–2000 bp. Pori matriks ini

terbentuk dari ikatan silang Antara akrilamid dan bis–akrilamid. Ukuran pori

pada gel poliakrilamid dapat dikecilkan dengan cara meningkatkan

persentase total akrilamid (%T) atau dengan meningkatkan banyaknya ikatan

silang (%C) dengan bis – akrilamid (Fatchiyah, 2011).

Gel 20%T %%C bis berarti bahwa kandungan total akrilamid dan

bis–akrilamid sebesar 20% (w/ v) dimana kandungan bis–akrilamid 5% dari

total akrilamid dan bis–akrilamid. Pada % T yang sama, 5%C menghasilkan

ukuran pori terkecil. Diatas dan dibawah 5%C, besarnya pori bertambah.

Untuk mendapatkan hasil pemisahan protein yang diinginkan, diperlukan %T

tertentu yang sesuai. %T yang terlalu tinggi akan menghalangi bergeraknya

protein, sedangkan %T yang terlalu rendah akan menyebabkan protein

protein kurang atau tidak memisah karena protein bergerak sangat cepat pada

gel (Fatchiyah, 2011).

Polimer yang terbentuk menyebabkan gel berpori–pori. Besarnya

pori–pori dapat diatur dengan mengubah konsentrasi akrilamid dan bis–

akrilamid. Jika diameter pori gel sama dengan X, maka protein dengan ukuran

lebih kecil dari X akan mudah dan cepat bergerak kedalam gel, sedangkan

molekul berukuran lebih besar dari X juga akan bergerak tetapi lebih lambat

(Fatchiyah, 2011).

2.9.1 Medium Penyangga

Teknik elektroforesis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu

elektroforesis free boundary dan elektroforesis zona. Elektroforesis free

boundary merupakan pemisahan parsial dalam tabung gelas vertikal dari

(44)

Penerapan arus listrk menghasilkan pergerakan protein, karena terjadi migrasi

dengan laju yang berbeda maka protein akan terpisah (Bintang, 2010).

Pada elektroforesis zona, dengan melakukan pemisahan pada

medium penyangga seperti gel poliakrilamid, akan diperoleh pita protein

yang lebih stabil. Konsentrasi gel harus disesuaikan agar tidak terlalu encer

dan juga tidak terlalu padat (bintang, 2010). Pada elektroforesis dalam

matriks gel poliakrilamid, protein memisah ketika protein bergerak melalui

matriks tiga dimensi dalam medan listrik. Matriks poliakrilamid berfungsi

untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran dan menstabilkan pH buffer

agar muatan protein tidak berubah (Fatchiyah, 2011).

2.9.2 Sampel

Larutan yang dipisahkan mempengaruhi laju migrasi termasuk

muatan, ukuran, dan bentuk molekul terlarut. Muatan total akan meningkat

apabila laju migrasi meningkat, besarnya muatan biasanya tergantung pada

pH. Ukuran molekul yang lebih besar menyebabkan migrasi menurun dan

kekuatan elektrostatika disekitar larutan meningkat, sedangkan bentuk

molekul yang berbeda dengan ukuran yang sama seperti protein globular dan

fibrous dikarakteristik menghambat migrasi, karena perbedaan bentuk

molekul dapat mempengaruhi pergerakan molekul dan kekuatan elektrostatik

(Bintang, 2010).

Protein merupakan molekul amfoter karena mempunyai gugus

amino positif dan karboksil negatif. Dengan demikian, protein dapat

mengion, baik pada pH basa maupun pada pH asam. Pada pH rendah, protein

bersifat sebagai kation (bermuatan positif) yang cenderung bergerak kearah

katoda (elektroda negatif). Pada pH tinggi, protein bersifat sebagai anion

(bermuatan negatif) yang cenderung bergerak kearah anoda (elektroda

positif). Nilai diantara kedua pH tersebut dinamakan titik isoelektrik

(isoelectric point atau pI) yaitu nilai pH dimana protein menjadi tidak

bermuatan. Pada pH tersebut, jumlah muatan negatif yang dihasilkan dari

(45)

penangkapan proton. Protein yang tidak bermuatan tidak dapat bergerak pada

medan listrik (Fatchiyah, 2011).

Hampir semua protein mempunyai pH kurang dari 8,0. Oleh karena

itu, pH buffer elektroforesis yang berkisar 8–9 akan menyebabkan sebagian

besar protein bermuatan negatif yang akan bergerak ke anoda (Fatchiyah,

2011).

2.9.3 Buffer

Sistem buffer digunakan untuk mempertahankan pH didalam

reservoir dan didalam medium penyangga, disamping itu sistem buffer

berfungsi sebagai elektrolit pembawa aliran listrik. Buffer yang digunakan

harus berinteraksi dengan molekul yang dipisahkan dan pH yang digunakan

harus sesuai sehingga campuran molekul dapat dipisahkan satu sama lain

tetapi tidak mengakibatkan denaturasi. pH dipilih berdasarkan jenis campuran

yang akan dipisahkan, umumnya pemisahan maksimal dapat dicapai pada

titik isolistrik (Bintang, 2010).

2.9.4 Medan Listrik

Sumber arus listrik yang stabil diperlukan untuk menghasilkan aliran

listrik dengan voltase yang konstan. Kekuatan ionik medan listrik pada

kisaran 2–8 V/ cm sesuai untuk suhu ruang. Apabila kekuatan medan magnet

lebih besar dari 10 V/ cm, maka akan terjadi kehilangan air yang besar karena

proses penguapan akibat dari panas yang ditimbulkan. Larutan buffer

kemudian dialirkan kedalam tangki penyangga untuk menggantikan air yang

hilang, dan ini mengakibatkan pergeseran pita–pita. Pemanasan yang berlebih

menyebabkan senyawa senyawa terdenaturasi. Metode–metode pendinginan

medium pemisahan dapat dilakukan, sehingga kekuatan medan 100V/ cm

dapat digunakan. Keuntungan elektroforesis pada voltase tinggi adalah

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorim Terpadu (PLT) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, selama 4 bulan, terhitung bulan Desember

2014-Maret 2015.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin babi

(technical) dan gelatin (technical) yang didapatkan dari PT. EMS Indonesia,

sampel kapsul lunak Pharmaton Formula, Obipluz, Omepros dan Nature E

yang didapat dari Apotek Kimia Farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111

Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Bahan kimia yang digunakan larutan Akrilamid/ Bis (30%;

2,67%C); SDS 10% (w/ v), sampel buffer (Tris HCl 0,5 M; Glycerol; SDS dan

Bromophenol Blue), Tris HCl 0,5 M pH 6,8, gliserin, enzim pepsin (from

porchine gastric mucosa, P7000-25G Sigma-aldrich), SDS (Sodium Dodecyl

Sulphate) 10%, aquades, Bromophenol Blue, 2-merkaptoethanol, Natrium

asetat, asam asetat (glacial), Ammonium persulfate for electroforesis 98%

sigma-ald A3678-25G, Coomasie Briliant blue R250 (Bio-Rad), asam asetat

pekat, TEMED (N,N,N;,N’ –tetra metil etilen diamin) (E.Merc), HCl 6N,

protein standar (prestained broad range) catalog # 161-0317 Bio-Rad,

Larutan Running buffer (Tris basa, Glycerol dan SDS), larutan pewarna (0,1%

commasie blue dalam larutan metanol : air : asam asetat (5:5:2)), marker

protein (prestained SDS-PAGE standar broad range) dari Bio-Rad dengan

ukuran 14,5 kDa–200 kDa. larutan pembilas (metanol 30% dan asam asetat

(47)

3.3 Alat Penelitian

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung eppendorf

2 mL, mikro tip, mikropipet (P2, P10, P200 dan P1000) sentrifus, timbangan

digital, votex, pH meter, Waterbath, hotplate stirer, alumunium foil, pinset,

tabung reaksi, gelas beaker (50 mL, 100 mL, dan 250 mL), lemari pendingin,

pengaduk kaca, wadah pencetak gelatin, label penanda, Printer scan Canon

PIXMA MG2920, tissue, sarung tangan, shaker, Power Supply, dan Mini

Protean Gel Electrophoresis BioRad.

3.4 Tahap Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel diambil secara simple random sampling dari

daftar vitamin softgel yang terdapat pada ISO indonesia volume 46. Teknik

sampling didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, biaya yang tersedia,

jumlah sampel yang diperlukan dan kemudahan untuk memperoleh sampel

tersebut. Sampel dibeli di apotek kimia farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111

Situgintung – ciputat, Tangerang Selatan, Banten .

3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE

Tahap preparasi reagent terdapat pada lampiran 3.

3.4.3 Pembuatan Gel Elektroforesis

Medium gel elektroforesis dibuat dengan konsentrasi stacking gel

4% dan resolving gel 12% denga formulasi seperti tabel

Tabel 7. Formula gel elektroforesis (Sumber : BioRad)

(48)

3.4.4 Pembuatan Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak

Gelatin babi dan gelatin sapi masing-masing ditimbang sebanyak 25

g. Masing-masing gelatin dimasukkan kedalam beaker glass dan dibasahi

dengan 25 mL air hangat. Campuran gelatin dan air hangat ditambahkan

gliserin sebanyak 7mL yang berfungsi sebagai plasticizer kemudian

ditambahkan 4 tetes pewarna. Gelatin yang telah ditambahkan plasticizer dan

tetesan pewarna diaduk sampai semua gelatin larut sempurna menggunakan

pengaduk kaca. Setelah tercampur secara merata, larutan tersebut dituangkan

kedalam cetakan untuk membentuk lembaran gelatin. Larutan dikeringkan

hingga lembaran glatin terbentuk dan mengeras dan didinginkan dalam

kulkas untuk mengurangi kadar airnya (Widyaninggar et al, 2012). Berat

akhir gelatin simulasi yang terbentuk masing-masing untuk gelatin sapi 2,51

g dan berat gelatin simulasi babi 2,12 g.

3.4.5 Ekstraksi Gelatin

Sampel gelating cangkang kapsul lunak terdiri dari 4 merk berbeda.

Isi kapsul lunak dikeluarkan. Masing-masing cangkang kapsul kosong

kemudian ditimbang masing-masing. Ditimbang berat kosong cangkang

kaspul lunak pharmaton formula 0,62 gram, Obipluz 0,55 gram, 0,61 gram,

dan Nature-E 0,47 gram.

Sebanyak 500 mg masing-masing cangkang kapsul lunak dan

simulasi cangkang kapsul lunak ditimbang dan ditambahkan 5 mL aquadest

dalam taung reaksi kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C.

Setelah larut kemudian simulasi dan sampel disentrifus pada 6000 rpm selama

30 menit. Supernatant yang terbentuk dipipet dan dipindahkan pada tabung

reaksibaru dan ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:4 (v: v), gelatin

praktis tidak larut dalam aseton, supernatan akan menggumpal dengan

penambahan aseton. Kemudian simulasi dan sampel yang telah ditambahkan

aseton disentrifus kembali pada 6000 rpm selama 30 menit. Gumpalan gelatin

yang terbentuk diambil dan disimpan dalam cawan penguap dengan label dan

ditutup alumunium foil, kemudian dioven pada suhu 50 °C selama 1 jam.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Asam Amino Gelatin ......................................................
Gambar 1. Struktur Primer Protein .................................................................
Tabel 2. Standar Mutu Gelatin di Indonesia (Sumber: Jannah, 2008)
Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Gelatin Komersial (Sumber: Jannah, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem imun ayam sangat responsif terhadap protein asing atau mikroorganisme yang inemaparnya (akibat vaksinasi atau infeksi alam) sehingga kuning telur ayam mengandung