• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

APLIKASI METODE SDS-PAGE (

SODIUM DODECYL

SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS

) UNTUK MENGIDENTIFIKASI

SUMBER GELATIN PADA KAPSUL KERAS

SKRIPSI

FAHRUR RAHMAN SAPUTRA

NIM : 1110102000011

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

APLIKASI METODE SDS-PAGE (

SODIUM DODECYL

SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS

) UNTUK MENGIDENTIFIKASI

SUMBER GELATIN PADA KAPSUL KERAS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ( S.Far )

FAHRUR RAHMAN SAPUTRA

NIM : 1110102000011

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Fahrur Rahman Saputra

NIM : 1110102000011

Tanda tangan :

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

NAMA : Fahrur Rahman Saputra

NIM : 1110102000011

JUDUL : Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly

Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber

Gelatin pada Kapsul Keras

Menyetujui,

Pembimbing I

Zilhadia M.Si, Apt NIP:19730822 200801 2 007

Pembimbing II

Sandra Hermanto, M.Si. NIP : 19750810 200501 1 005

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Fahrur Rahman Saputra

NIM : 111010200011

Program Studi : Farmasi

Judul : Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate

Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk

Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Zilhadia, M.Si., Apt ( )

Pembimbing II : Sandra Hermanto, M.Si ( )

Penguji I : Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt ( )

Penguji II : Supandi, M.Si., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat

(6)

ABSTRAK

Nama : Fahrur Rahman Saputra Program Studi : Farmasi

Judul : Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk

Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

Gelatin sebagai bahan utama kapsul saat ini masih menjadi permasalahan dari aspek kehalalannya karena sebagian besar masih diperoleh dari sumber non-halal. Salah satu sumber penghasil gelatin adalah kolagen dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber gelatin yang digunakan pada kapsul keras dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrilamide Gel Elektrophoresis). Pada tahap awal penelitian, standar gelatin sapi dan babi dihidrolisis dengan pepsin pada pH 4,5 dan suhu 60oC selama 1 jam, 2 jam dan, 3 jam. Gelatin hasil hidrolisis dianalisis dengan SDS-PAGE untuk menentukan waktu hidrolisis optimal. Identifikasi fragmen gelatin hidrolisat dilakukan berdasarkan bobot molekulnya. Hasil optimasi waktu hidrolisis diaplikasikan untuk mengidentifikasi sumber gelatin pada sampel kapsul keras yang diperoleh dari pasaran dan dibandingkan dengan kapsul keras simulasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya pita spesifik pada gelatin sapi dengan bobot molekul 11,4 kDa; 34 kDa; 47kDa dan pita spesifik pada gelatin babi dengan bobot molekul 28 kDa; 24,7 kDa; dan 60 kDa. Hasil yang sama diperoleh pada kapsul keras sampel dengan pita-pita fragmen protein yang identik dengan standar gelatin sapi. Berdasarkan hasil tersebut ketiga sampel yang diuji diduga merupakan kapsul yang terbuat dari gelatin sapi.

(7)

ABSTRACT

Name : Fahrur Rahman Saputra Department : Pharmacy

Title : Application of SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Gel electrophoresis Poly Acrylamide) Methods for Identify

The Source of Gelatins in Hard Capsules

Gelatin as the main ingredient of capsules is still a problem. From the halal aspect, gelatin remains largely derived from non-halal object. One source of gelatin is collagen from the skin and bones of bovine and pork. The objective of this study to determine the source of gelatin used in hard capsules using SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Gel electrophoresis Poly Acrylamide). In the early stages of research, standards bovine and pork gelatin were hydrolyzed by pepsin at pH 4.5 and 60°C for 1 hour, 2 hours, and 3 hours. Hydrolyzates gelatin were analyzed by SDS-PAGE to determine the optimal hydrolysis time. Identification of gelatin hydrolyzate fragments were carried by molecular weight. The results of hydrolysis time optimization applied to identify the source of hard gelatin capsules in the samples obtained from market and compared with the simulation of hard capsules. The results showed the presence of specific bands of bovine gelatin with a molecular weight of 11,4 kDa; 34 kDa; 47kDa and specific bands of pork gelatin with a molecular weight of 24,7 kDa; 28 kDa; and 60 kDa. Similar results were obtained on a sample of hard capsules with bands of protein fragments that were identical to the standard bovine gelatin. Based on the above results the three samples tested allegedly is a capsule made of bovine gelatin.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberika rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi dengan judul Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Elektrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan

pengikutnya yang senantiasa istiqomah megikuti sunnah-Nya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Farmasi (S.Far) pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keberhasilan penelitian dan peyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

dorogan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. DR.(hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi

Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt. selaku pembimbing I yang telah memberikan

waktu, ilmu dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Sandra Hermanto, M.Si. sekalu pembimbing II yang telah

memberikan waktu semangat, ilmu, dan bimbingan selama penulisan

skripsi ini.

5. Kedua orang tua yang selalu memberi kasih sayang dan doa yang tidak

pernah putus di tiap tengadah tangan dan dukungan baik moril maupun

materil. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan,

cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi

(9)

7. Mbak Ayu, ibu Pipit, dan bapak Sabar atas bantuan, arahan, serta masukan

yang sangat bermanfaat selama masa penelitian di Lab Biologi Molekular

LAPTIAB BPPT.

8. Mbak Prita dan mbak Pipit selama masa penelitian di Lab Pangan PLT

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Para staf dan karyawan program studi farmasi. Staf administrasi farmasi

yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

10.Afifah, Fatmah, Diah dan Rendi yang banyak memberikan masukan moril

dalam penyelesaian penelitian.

11.Teman-teman satu angkatan yang tak sempat di sebut satu- persatu atas

dukungannya selama masa studi di program studi Farmasi FKIK UIN

syarif hidayatullah Jakarta.

12.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang turut membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh

karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil

penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi

mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Jakarta, Oktober 2014

(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fahrur Rahman Saputra

NIM : 1110102000011

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul :

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada tanggal : Desember 2014

Yang menyatakan,

(11)

DAFTAR ISI AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

DAFTAR ISI ... ix

2.1.2 Bahan Penyusun Kapsul ... 7

2.1.3 Karakteristik Kapsul Keras ... 7

2.2 Gelatin ... 7

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin ... 8

2.2.2 Struktur Kimia Gelatin ... 10

2.3 Pepsin... 11

2.3.1 Ciri-ciri dan Kinetika Pepsin ... 12

2.3.2 Struktur dan Aktifitas Pepsin ... 13

2.4 SDS-PAGE ... 16

2.4.1 SDS ... 16

(12)

2.5.2 Prinsip Dasar... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.2.1 Alat ... 22

3.2.2 Bahan ... 22

3.3 Tahap Penelitian ... 22

3.3.1 Pengambilan Sampel ... 22

3.3.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE ... 22

3.3.3 Penyiapan Gel ... 23

3.3.4 Pembuatan Kapsul Simulasi ... 23

3.3.5 Ekstraksi Gelatin... 23

3.3.6 Hidrolisis Enzimatik ... 24

3.3.7 Elektroforesis ... 24

3.3.8 Analisis Data... 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26

4.1.1 Optimasi Kondisi SDS PAGE ... 26

4.1.2 Analisis Protein Gelatin Sampel ... 28

4.2 Pembahasan ... 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pembuatan kapsul keras ……… 6

Gambar 2.2 Ukuran kapsul ………..……… 7

Gambar 2.3 Proses denaturasi kolagen ………....… 10

Gambar 2.4 Struktur gelatin ………...… 11

Gambar 2.5 Struktur kristal pepsin ………..……… 14

Gambar 2.6 Proses hidrolisis polipeptida dengan enzim pepsin ….… 15 Gambar 2.7 Skema SDS PAGE ….………..……… 16

Gambar 2.8 Konformasi protein yang Setelah penambahan SDS ...… 17

Gambar 2.9 Prinsip reaksi pembentukan poliakrilamid ……….……. 18

Gambar 2.10 Pemisahan Molekul dengan SDS PAGE ……..………... 19

Gambar 2.11 Alur Kerja SDS PAGE ……….…..………. 20

Gambar 4.1 Hasil pemisahan gelatin sapi dan babi ……….………… 26

Gambar 4.2 Kurva regresi linier gel optimasi ……....…….………… 27

Gambar 4.3 Hasil pemisahan gelatin kapsul …….………..…… 28

Gambar 4.4 Kurva Regresi linier gel analisis ……..…...….………… 29

Gambar 4.5 Pemotongan pepsin ……….……… 33

Gambar 4.6 Analisis Pita pemisahan gelatin sapi dan babi …………. 34

(14)

DAFTAR TABEL

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kapsul adalah sediaan yang sangat umum dikonsumsi masyarakat

baik sebagai sediaan obat ataupun multivitamin. Kapsul menempati peran

sentral pengembangan obat karena dianggap lebih sederhana untuk

diproduksi dibandingkan dengan sediaan oral lainnya sehingga secara

keseluruhan dapat mempercepat periode pengembangan obat. Dilihat dari

frekwensi penggunaan, kapsul menempati peringkat kedua setelah tablet

kempa di antara seluruh sediaan padat lainnya hal ini bisa dianggap wajar

melihat kelebihan sediaan kapsul dibandingkan dengan sediaan oral

lainnya seperti kemampuan kapsul dalam hal menutupi rasa dan aroma

yang kurang disukai, formulasi kapsul yang sederhana dan cerderung lebih

murah serta waktu pembuatan yang lebih singkat. Selain itu dikemukakan

juga bahwa sediaan kapsul lebih mudah untuk ditelan dibandingkan

dengan sediaan oral lainnya (Guo et al., 2002).

Cangkang kapsul sendiri merupakan produk farmasi yang terbuat

dari gelatin. Umumnya gelatin komersil diproduksi dari kulit dan tulang

sapi atau babi. Namun, dalam beberapa kasus seperti wabah Bovine

Spongiform Encephalopathy (BSE) menjadi alasan perlunya pembedaan

terhadap sumber gelatin. Faktor lain adalah menyangkut kepercayaan dan

agama seperti Islam, dimana umat Islam dilarang untuk memakan

bahan-bahan yang merupakan turunan dari babi (Zhang et al., 2009).

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim permasalahan

kehalalan suatu produk merupakan permasalahan yang penting. Kapsul

yang sering digunakan dalam sediaan obat dan multivitamin dengan

gelatin sebagai bahan bakunya merupakan bahan yang diimpor, dimana

46% dari produksi gelatin dunia bersumber dari kulit babi (GME, 2008).

(17)

2

hanya sekitar 30 jenis dan tidak ada yang berbentuk kapsul. Cangkang

kapsul keras kosong sendiri banyak dijual di pasar tanpa adanya

keterangan akan kehalalannya dari lembaga resmi pemerintah (LPPOM

MUI). Hal ini membuat timbulnya kekhawatiran pada masyarakat karena

kapsul kosong ini akan digunakan pada sediaan-sediaan herbal yang sangat

mudah ditemui dimasyarakat.

Karena permasalahan kehalalan kapsul terletak pada gelatin

sebagai bahan bakunya, maka perlu dilakukan analisis terhadap sumber

gelatin pada kapsul yang beredar di pasaran. Pembedaan sumber gelatin

sendiri sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan berbagai metode

seperti analisis asam amino dengan Principal component analysis (PCR)

(Nemati et al., 2004) dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

(Venien dan Levieux, 2005). Kedua metode di atas terbukti dapat

membedakan gelatin sapi dan babi, akan tetapi kedua metode ini

memerlukan hasil yang berulang dan pengalaman karena penyiapan

sampel yang sensitif dan sulit (Hermanto, et al., 2013).

Pembedaan sumber gelatin yang dilakukan oleh Hafidz et al (2011)

dengan metode SDS-PAGE dilaporkan adanya perbedaan pada pola

pemisahan protein antara gelatin sapi dan babi namun perbedaan ini tidak

spesifik. Selanjutnya pembedaan terhadap gelatin sapi dan babi dengan

metode SDS-PAGE juga dilakukan oleh Hermanto et al (2013) dengan

menghidrolisis gelatin terlebih dahulu dengan pepsin pada suhu 60oC dan

pH 4,5 sebelum dianalisis. Penelitian Hermantol et al (2013) mendapati

adanya pita spesifik pada gelatin babi pada bobot molekul 28.6 dan 36.8

kDa sehingga dapat digunakan sebagai acuan pembedaan gelatin sapi dan

babi. Namun ke dua penelitian diatas dilakukan terbatas pada gelatin

murni yang belum mengalami proses menjadi produk yang didapati di

pasar seperti kapsul keras. Dari ulasan di atas maka pada penelitian

identifikasi sumber gelatin pada kapsul keras ini metode yang digunakan

adalah metode SDS-PAGE dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin

(18)

3

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kemampuan analisis

metode SDS-PAGE terhadap sumber gelatin yang telah di proses menjadi

kapsul keras. Metode SDS-PAGE dipilih karena dirasa lebih sesuai

digunakan untuk menganalisis protein gelatin dengan ukuran molekul

yang sangat besar, faktor lain adalah kemampuan SDS-PAGE untuk

menganalisis sampel dengan baik walaupun masih didapati pewarna atau

bahan tambahan lain pada sampel yang dianalisis.

Analisis terhadap urutan asam amino berbasis keselarasan

menunjukkan bahwa urutan asam amino dari kolagen sapi dan babi

tidaklah identik (Zhang et al., 2009). Penggunaan pepsin yang memiliki

situs pemotongan spesifik dapat menghidrolisis protein gelatin menjadi

potongan-potongan rantai polipeptida dengan sebaran berat molekul yang

berbeda antara gelatin sapi dan babi di mana perbedaan ini dapat dilihat

hasil pemisahannya dari analisis SDS-PAGE. Berdasarkan pemaparan di

atas maka pada penelitian aplikasi metode SDS-PAGE untuk mengidentifikasi sumber gelatin pada kapsul keras ini dilakukan dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin agar diperoleh fragmen yang

spesifik yang dapat dijadikan acuan untuk membedakan kedua sumber

gelatin.

Analisis terhadap sumber gelatin kapsul keras dilakukan dengan

melihat karakteristik pemisahan protein gelatin hasil hidrolisis pepsin,

dengan melakukan perhitungan bobot molekul pita-pita pemisahan protein

tersebut berdasarkan jarak perpindahannya (Rf) kemudian dibandingkan

dengan profil protein hasil pemisahan pada gelatin standar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah profil protein gelatin sapi dan babi hasil hidrolisis pepsin dapat

dibedakan dengan metode SDS-PAGE?

2. Bagaimanakah profil protein hidrolisat gelatin pada kapsul keras hasil

analisis SDS-PAGE berdasarkan karakteristik bobot molekulnya?

3. Apakah metode SDS-PAGE mampu menentukan sumber gelatin pada

(19)

4

1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi sumber gelatin yang digunakan pada sediaan

kapsul keras berdasarkan perbedaan bobot molekul fragmen protein hasil

analisis SDS-PAGE setelah dihidrolisisi dengan pepsin.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi dalam penggunaan metode analisis kehalalan

sumber gelatin terutama pada produk kapsul yang banyak digunakan

dalam industri farmasi.

2. Memberikan informasi kehalalan pada sebagian produk kapsul yang

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana

satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert dimasukkan ke

dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang

sesuai tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan

bisa keras (Ansel, 2005).

Kapsul gelatin keras diperkenalkan oleh Murdock di inggris pada

tahun 1847. Kapsul merupakan sediaan yang digunakan oleh ahli farmasi

dalam menggabungkan obat-obat secara langsung, dan di lingkungan para

pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul umumnya.

Cangkang kapsul kosong dibuat gelatin dan air 10-15% pada dasarnya

tidak mempunyai rasa, jernih tidak berwarna namun dapat juga diberi

warna agar menarik dan dapat dibedakan dengan kapsul yang mengandung

obat yang lain (Syamsuni, 2006).

2.1.1 Pembuatan Kapsul

Kapsul dibuat dengan mencapurkan gelatin dengan dengan air dan

bahan tambahan lain kemudian dipanaskan hingga gelatin larut. Cetakan

logam pada suhu kamar dicelupkan ke dalam larutan gelatin panas

sehingga membentuk sebuah film. Film gelatin dikeringkan dan dipotong

agar sama panjang, film gelatin di lepaskan dari cetakan. Setiap bagian

kasul yang telah terbentuk akan digabungkan penutup dan badan hinga

menjadi kapsul yang utuh (Rabadiya B., dan Rabadiya P., 2013).

Kapsul gelatin keras juga ditujukan untuk kapsul yang diisi oleh

bahan–bahan dalam bentuk kering yang terdiri dari dua bagian yaitu

bagian tutup dan bagian tubuh. Biasanya cangkang kapsul ini diisi dengan

bahan padat atau serbuk, butiran atau granul. Campuran sebuk yang

(21)

6

jika di gunakan absorben seperti MgCO3 atau silicon dioksida (Syamsuni,

2006).

Gambar 2.1 Proses pembuatan kapsul keras (Sumber : Rabadiya B, 2013)

Pada kapsul gelatin keras penutupan cangkang dapat dilakukan

dengan cara memberikan lekukan khas pada bagian tutup dan tubuh dapat

juga dilakukan pemanasan langsung atau menggunakan energi ultrasonic,

sedangkan untuk membersihkan cangkang kapsul gelatin keras dapat

dilakukan dengan cara meletakkan kapsul di antara sepotong kain (linen,

wool), kemudian di gosok-gosokkan (Syamsuni, 2006).

Kapsul keras harus disimpan pada tempat yang tidak lembab dan

sebaiknya disimpan di wadah yang diberi zat pengering. Ukuran cangkang

kapsul bervariasi dari nomer paling kecil 5 sampai nomor paling besar

000, kecuali cangkang untuk hewan. Umumnya ukurang terbesar 00

merupakan ukuran yang dapat di berikan kepada pasien. Ada juga ukuran

0 yang berbentuk memanjang dikenal sebagai ukuran 0el yang

memberikan kapasitas lebih besar tanpa peningkatan diameter (Syamsuni,

(22)

7

Gambar 2.2 Ukuran kapsul (Sumber : Rabadiya B, 2013)

2.1.2 Bahan Penyusun Kapsul

Kapsul dapat dibuat dari gelatin dan bahan lain dengan konsistensi

gel dipengaruhi oleh bahan tambahan lain seperti glycerol atau sorbitol.

Bahan tambahan seperti bahan aktif permukaan, pembaur (membuat

sediaan tidak bening), pengawet, pemanis, pewarna dan perasa dapat saja

digunakan selama bahan tersebut memiliki izin dari pihak-pihak yang

berwenang (European Pharmacopoeia 5.0, 2005). Kapsul dikategorikan

sebagai kapsul keras atau lembut dipengaruhi oleh keberadaan plasticizer

seperti gliserol yang dapat membuat kapsul lembut dan elastis (B

Rabadiya dan P Rabadiya, 2013).

2.1.3 Karakteristik Kapsul Keras

Kapsul keras dikatakan ideal jika memiliki kekuatan elastisitas

permukaan 200-300 Bloom; viskositas (60°C / 6-23% b/b dalam air) 44-60

MP; pH 4,5 -6,5. Kapsul gelatin yamg digunakan manusia umumnya

digunakan untuk merangkum antara 65 mg sampai 1 gram obat dan hancur

ketika mengalami kontak dengan cairan tubuh (Rabadiya B., dan Rabadiya

P., 2013).

2.2 Gelatin

Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisis parsial

kolagen dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang hewan. Gelatin yang

(23)

8

berasal dari prekusor yang dibasakan dikenal dengan tipe B (Farmakope

Indonesia ed IV, 1995)

Nama gelatin merupakan turunan dari Bahasa Latin “gelatus” yang berarti kaku atau beku. Gelatin pertama kali digunakan sebagai bahan

pangan pada masa Napoleon ketika digunakan sebagai sumber protein bagi

tentara Prancis selama blokade Inggris. Gelatin diproduksi secara

komersial pertama kali di Belanda tahun 1685, kemudian berlanjut di

Inggris tahun 1700 dan produksi komersial gelatin pertama kali di

Amerika Serikat adalah di Massachussettes pada tahun 1808.

Gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan

yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat, merupakan suatu

polipeptida larut berasal dari kolagen, yang merupakan konstituen utama

dari kulit, tulang, dan jaringan ikat binatang. Gelatin diperoleh melalui

hidrolisis parsial dari kolagen. Ketika kolagen diperlakukan dengan asam

atau basa dan diikuti dengan panas, struktur fibrosa kolagen dipecah secara

irreversibel menghasilkan gelatin (Zhou dan Regenstein, 2004). Gelatin

diperoleh dari pelepasan ikatan cross-linking (ikatan silang) diantara rantai

polipetida pada kolagen dengan disertai sejumlah perusakan pada rantai

ikatan peptida (Yifen, 2007).

Menurut data dari SKW Biosystem INC suatu perusahaan gelatin

multinasional bahwa produk gelatin dunia pada tahun 1999 sebanyak

254.000 ton terdiri dari sumber kulit jangat sapi sebanyak 28,7 %; kulit

babi sebanyak 41,4% serta kontribusi tulang sapi sebesar 29,8 %; dan

sisanya dari ikan. Pada umumnya, gelatin yang berasal dari mamalia

banyak digunakan karena ketinggian titik lebur, titik gelasi dan

reversibilitas termalnya.

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin

Gelatin hampir tidak berasa dan tidak berbau, lembaran gelatin

bersifat rapuh, padat dan jernih kekuningan, gelatin memiliki kelembaban

8-13% dan kepadatan relatif 1,3-1,4. Partikel gelatin dalam air dingin akan

menyerap air dan membesar sedangkan dalam air panas partikel akan

(24)

9

trifluoroethanol, dan formamida. Gelatin tidak larut dalam benzene,

aseton, alkohol primer dan dimetilformamida. Gelatin yang dipanaskan

diatas suhu 45oC di udara secara bertahap akan kehilangan kemampuan

untuk mengembang.

Gelatin adalah turunan dari kolagen yang merupakan perotein

dengan bahan penyusun utama 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17%

nitrogen, 25,2% oksigen, karena gelatin merupakan protein maka gelatin

akan mengalami reaksi yang sama seperti protein jika berinteraksi dengan

enzim-enzim proteolitik, terhidrolisis menjadi komponen rantai

polipeptidanya atau asam-asam aminonya.

Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin (Sumber : GMIA, 2012)

Gelatin memiliki sifat ampoterik yang akan menjadi kation dalam

larutan asam dan anion dalam larutan basa dengan titik isoelektrik pH

4,7-5,4 untuk gelatin tipe A dan pH 4,6-9 untuk gelatin tipe B. Nilai kekuatan

gel dari gelati adalah 50-300 bloom dan sangat dipengaruhi oleh

konsentrasi gelatin, kekuatan intrinsik, suhu, pH, dan keberadaan bahan.

Viskositas larutan gelatin 20-75 mps dimana viskositas gelati meningkat

(25)

10

2.2.2 Struktur Kimia Gelatin

Gelatin merupakan protein turunan dari kolagen dimana susunan

asam amino pada struktur primernya mirip dengan kolagen sumbernya

(Gomez et al.,2009). Stuktur gelatin merupakan susunan asam amino yang

terikat melalui ikatan peptida membentuk rantai alpha. Pada proses

hidrolisis termal struktur triple-helix kolagen terdenaturasi dengan

pemutusan ikatan kovalen cross-link menghasilkan 3 rantai alpha yang

terpisah. Pada proses hidrolisis dengan basa, basa memutus ikatan

cross-link piridinolin sehingga kolagen terdenaturasi menghasilkan rantai alpa

dalam larutan dengan bobot molekul berkisar 100-700 kda dengan IEp

(isoelectric point) 4,6-9. Pada proses ektraksi gelatin dengan metode asam,

terjadi pemutusan ikatan peptida sehingga gelatin yang dihasilkan pada

proses asam memiliki rantai alpha yang lebih pendek dengan nilai IEp

yang lebih sempit (4,5-5,4) (Gorgieva dan Kokol, 2011 ).

Gambar 2.3 Proses denaturasi kolagen (Sumber : Hikada, 2002)

Struktur gelatin terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan

oleh ikatan peptida. Susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana

X umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino

hidroksiprolin. Tidak terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan

gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein lengkap (Grobben et al.,

(26)

11

Gambar 2.4 Struktur gelatin (Sumber : Ofori, 1999)

Rantai asam amino dominan yang terdapat dalam gelatin adalah

glysin (26-34%), prolin (10-18%) dan hidroksiprolin (7-15%). Beberapa

jenis asam amino lain terdapat pula dalam gelatin, misalnya alanin

(8-11%), arginin (8-9%), asam aspartat (6-7%), dan asam glutamat (10-12%).

Meskipun demikian, gelatin bukan merupakan protein yang lengkap. Hal

ini karena gelatin tidak mengandungasam amino triptofan dan hanya

sedikit mengandung asam amino isoleusin, treonin,metionin, sistein, dan

sistin (Gorgieva dan Kokol, 2011 ).

Gelatin terdiri dari 300 sampai 4.000 rantai asam amino terutama

glycine dan proline/ hydroxyproline. Kekhususan struktur gelatin adalah

tingginya kandungan asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Gelatin

mengandung sejumlah 18 asam amino spesifik yang berbeda dan bekerja

sama berurutan untuk membentuk rantai polipeptida dengan 1000 asam

amino setiap rantai. Sebanyak 3 rantai polipeptida terbentuk bekerja sama

sebagai spiral sisi kiri untuk memberi struktur sekunder. Dalam struktur

tersier, spiral menggulung dan melipat sendiri pada sisi kanan (

triple-helix) membentuk molekul bentuk tangkai, yang disebut protofibril

(Gorgieva dan Kokol, 2011 ).

2.3 Pepsin

Pepsin merupakan salah enzim pendegradasi protein, atau enzim

(27)

12

dalam keluarga aspartat protease. Enzim ini pertama diakui memiliki

aktifitas (dalam proses pencernaan) dan pada tahun 1825 pertama kali

diberi nama pada tahu tersebut (Gillespie, 1898). Selama proses

pencernaan, pepsin bekerja pada protein kompleks sampai menjadi peptida

dan asam amino hingga dapat benar-benar diserap oleh lapisan usus.

Pepsin dibuat dari mukosa usus atau kelenjar yang dikeringkan.

Pengolahan pepsin melibatkan aktivasi zimogen menjadi enzim aktif

dengan aktivasi terkontrol kelenjar diikuti dengan penyaringan, pemurnian

dan akhirnya dikeringkan sampai menjadi bubuk halus dalam kondisi

benar-benar dikontrol.

2.3.1 Ciri-ciri dan Kinetika Pepsin

Pepsin, bersama dengan protease aspartat lain yang umum

ditemukan di vertebrata dan tanaman, yang paling sering disintesis sebagai

zymogen tidak aktif. Pepsin zymogen ini adalah pepsinogen. Pepsinogen

memiliki struktur primer yang sama seperti pepsin ditambah 44 residu di

N-terminal dari protein. Segmen 44 residu ini sering disebut sebagai

propeptide dan pepsinogen sering disebut sebagai sebuah proenzim

(Davies, 1990). Pepsinogen propeptide berisi sembilan residu lisin, dua

residu arginin dan dua histidin residu yang membuat peptida dasar.

Propeptide membentuk heliks struktur yang distabilkan oleh gaya

elektrostatik enam dari rantai sisi dasar membentuk ion berpasangan

dengan rantai samping karboksilat pepsin (Perlmann, 1963). Propeptide

yang menghambat aktifitas enzim dengan menghalangi akses ke katalitik

aspartates di situs aktif. Hasil propeptide dihilangkan dalam aktivasi

pepsinogen menjadi pepsin (James dan Sielecki, 1986). Hilangnya struktur

heliks dari propeptide juga biasanya terjadi selama aktivasi zymogen

(Davies, 1990).

Aktivasi pepsinogen terjadi ketika pH larutan pepsinogen

diturunkan. Penurunan pH diyakini membuka rantai samping karboksilat

pepsin yang menyebabkan kompleks memecah dan mengarah pada

(28)

13

membalikkan aktivasi zymogen jika dilakukan pada waktu yang tepat.

Namun, jika pH diturunkan untuk jangka waktu lama aktivasi akan

ireversibel (James dan Sielecki, 1986).

Aktivasi pepsinogen menjadi pepsin diyakini terjadi melalui dua

jalur, baik dalam proses satu langkah atau secara berurutan. Ada juga dua

reaksi yang berbeda yang terjadi selama aktivasi. Dalam reaksi

intramolekuler pepsinogen memotong sendiri untuk membentuk pepsin

aktif, sedangkan pada reaksi antarmolekul pepsinogen dibelah oleh salah

satu molekul pepsinogen lain, dalam bentuk molekul peralihan atau pepsin

aktif. Percobaan kinetika menunjukkan bahwa reaksi intramolekul lebih

dominan pada pH lebih rendah dari 3,0 (Al-Janabi et al., 1972). Aktivasi

Satu-langkah lebih sering terjadi, tetapi tidak eksklusif, melalui Reaksi

antarmolekul (Kageyama dan Takahashi, 1983).

Baik proses satu langkah ataupun jalur bertahap diyakini terjadi

secara bersamaan selama aktivasi pepsinogen ke pepsin (Christensen et al.

1977). Reaksi intramolekul dan reaksi antarmolekul keduanya terlibat

dalam jalur satu langkah. Tampaknya seolah-olah reaksi intramolekul

merupakan bagian penting untuk aktivasi awal untuk menghasilkan

molekul pepsin aktif. Sedangkan reaksi antarmolekul penting bagi

penyelesaian aktivasi (Kageyama dan Takahashi, 1987).

2.3.2 Struktur dan Aktifitas Pepsin

Pepsin pertama dikristalkan pada tahun 1930 oleh John Northrop

dan kemudian disempurnakan oleh Sielecki et al. pada tahun 1990.

Gambar 5 menggambarkan struktur kristal dari pepsin manusia (Fujinaga

et al., 1995). Residu Asp katalitik, Asp32 dan Asp215, disorot dengan

warna biru sedangkan pepstatin pepsin inhibitor disorot dalam warna

merah. Protein dapat dibagi menjadi tiga wilayah (James dan Sielecki 1986). Wilayah pertama terdiri dari enam terdampar antiparalel β-sheet. Interdomain ini membentuk backbone dari struktur dan terletak di

(29)

14

lobus. Satu lobus adalah N-terminal yang terdiri dari 142 residu dan lobus

lainnya adalah C-terminal yang terdiri dari 123 residu.

Meskipun pola yang sama dalam sekuens asam amino mereka,

domain N-terminal dan C-terminal tidak terlalu mirip dalam struktur

sekunder atau tersiernya (Sielecki et al., 1990). Unsur-unsur lain dari

struktur kristal pepsin adalah bahwa molekul tersebut terdiri dari peptida

interdomain pendek yang terletak di sebelah sisi eksternal dari enam untai β-sheet (Sielecki et al., 1990). Ada juga dua helai yang membentuk loop β-hairpin yang sering disebut flap. Flap proyek keluar di situs sumbing aktif dari molekul (Davies, 1990). Pepsin berisi inti hidrofobik besar di

pusatnya. Ini adalah hasil dari reassembly dari tiga wilayah yang

disebutkan di atas. Faktor utama yang berkontribusi terhadap inti

thehydrophobic adalah rantai samping yang menonjol ke dalam dari enam terdampar β-sheet (Sielecki et al., 1990).

Situs katalitik dari pepsin disorot oleh dua residu asam aspartat,

Asp 32 dan Asp 215. residu Asp terletak di kedua domain N-terminal dan

C-terminal. Kedua residu Asp terletak menjelang akhir setiap domain dan

terhubung melalui jaringan ikatan hidrogen. Situs aktif cukup kaku.

Namun, lekukan yang menjorok keluar di atas situs aktif agak fleksibel.

Lekukan ini dapat menutup sekitar inhibitor yang terikat pada situs aktif,

sehingga membatasi mobilitas (James dan Sielecki, 1982).

(30)

15

Pepsin akan memecah molekul protein menjadi poliptida yang

lebih kecil dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas

dari asam-asam amino aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan), hidrofobik

(leusin, isoleusin, metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat).

Pusat aktif pepsin mengandung dua residu asam aspartat yang merupakan

bagian dari urutan Ile-Val-Asp-Thr-Gly-Thr-Ser-Leu dan yang kedua

merupakan bagian dari urutaan Ile-Val-Asp-Thr-Gly-Ser-Ser-Asn (Al

Janabi et al., 1972).

Pepsin memiliki kemampuan untuk memutuskan secara spesifik

ikatan amida setelah terminal N dari asam amino aromatik seperti

fenilalanin, tirosin, dan triptofan sehingga residu asam amino hasil

hidrolisis dengan Pepsin diharapkan memiliki bobot molekul lebih kecil

(Hermanto et al., 2013).

Gambar 2.6 Proses hidrolisis polipeptida dengan enzim pepsin (Sumber: www.chemguide.co.uk)

Pepsin merupakan enzim yang aktifitasnya sangat tergantung pada

pH-nya. Pepsin memiliki aktifitas enzimatik optimum pada pH antara 1,8

dan 2,0. Hal ini tetap stabil, dan masih sangat aktif, ketika pH turun ke

level 1,0 (Ryle, 1970). Pepsin akan mulai kehilangan aktifitas di sekitar

pH 5 (Smith, 1991) dan menjadi ireversibel tidak aktif pada pH sekitar 7.

Namun, konsentrasi tinggi pepsin tidak akan menjadi tidak aktif sampai

pH sekitar 8 (Jones dan Landon, 2002). Kegiatan pepsin juga tergantung

pada enzim untuk rasio protein. Semakin tinggi rasio ini adalah lebih

(31)

16

2.4 SDS-PAGE

Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi

suatu campuran berdasarkkan atas pergerakan partikel koloid yang

bermuatan dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah

diigunaakan untuk analisa virus, asam nnukleat, enzim, dan protein lain,

serta molekul-molekul organik dengan berat molekul rendah seperti asam

amino. (Westermeier, 2004)

Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Elektroforesis

(SDS-PAGE) adalah teknik untuk memisahkan rantai polipeptida pada protein

berdasarkan kemampuannya untuk bergerak dalam arus listrik, yang

merupakan fungsi dari panjang rantai polipeptida atau berat molekulnya.

Hal ini dicapai dengan menambahkan deterjen SDS dan pemanasan untuk

merusak struktur tiga dimensi pada protein dengan terpecahnya ikatan

disulfide yang selanjutnya direduksi menjadi gugus sulfidhihidril. SDS

akan membentuk kompleks dengan protein dan kompleks ini bermuatan

negativ karena gugus-gugus anionic dari SDS (Hemes,1998).

Gambar 2.7 Skema SDS PAGE (Sumber: ww2.chemistry.gatech.edu)

2.4.1 SDS

SDS adalah detergen anionik yang dapat melapisi protein, sebagian

(32)

17

negatif pada semua protein dalam sampel. Protein glikosilasi mungkin

tidak bermigrasi, karena diharapkan migrasi protein lebih didasarkan pada

berat molekul dan massa rantai polipeptidanya, bukan gula yang melekat.

SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein karena SDS bersifat sebagai

deterjen yang mengakibat ikatan dalam protein terputus membentuk

protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol. SDS

dapat mengganggu konformasi spesifik protein dengan cara emelarutkan

molekul hidrophobik yang ada di dalam struktur tersier polipeptida. SDS

mengubah semua molekul protein kembali ke struktur primernya (struktur

linear) dengan cara meregangkan gugus utama polipeptida. Selain itu, SDS

juga menyelubungi setiap molekul protein dengan muatan negatif.

Gambar 2.8 Konformasi protein yang Setelah penambahan SDS (Sumber: www.advansta.com)

2.5.1 Gel Poliakrilamid

Poliakrilamid merupakan polimer dari monomer akrilamid. Saat

poliakrilamid berbentuk gel, maka akan terbentuk pori-pori kecil yang

membentuk labirin atau terowongan dan saluran yang memungkinkan

molekul bergerak (migrasi). Poliakrilamid merupakan medium yang tepat

untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran karena ukuran pori-pori

kecil yang memungkinkan untuk memperlambat gerakan molekul. Gel

poliakrilamid terbentuk dari proses polimerisasi radikal bebas akrilamid

(33)

18

Gambar 2.9 Prinsip reaksi pembentukan poliakrilamid (Sumber: Mickelson et al, 2004)

Analisis menggunakan SDS-PAGE ini gel poliakrilamid yang

digunakan terdiri dari 2 yaitu stacking gel dan resolving gel. Stacking gel

berfungsi sebagai gel tempat meletakkan sampel, tedapat beberapa well,

sedangkan resolving gel merupakan tempat dimana protein akan

bergerak/berpinadah menuju anoda. Stacking gel dan resolving gel

memilikikomposisi yang sama, yang membedakan hanya konsentrasi gel

poliakrilamid pembentuknya, dimana konsentrasi Stacking gel lebih

rendah daripada resolving gel. Komponen penting yang membentuk gel

poliakrilamida adalah :

1. Akrilamida, sebagai senyawa utama yang menyusun gel dan

merupakan senyawa karsinogenik.

2. Bis akrilamida, berfungsi sebagai crosslinking agent yang membentuk kisi‐kisi bersama polimer akrilamida. Kisi‐kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamida

dengan bis akrilamida dapat diatur sesuai dengan berat molekul protein

yang dipisahkan . Semakin rendah berat molekul protein yang

dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang

digunakan agar kisi‐kisi yang terbentuk semakin rapat.

3. Amonium persulfat (APS), berfungsi sebagai inisiator yang

mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan molekul akrilamida

yang lainnya membentuk rantai polimer yang panjang.

4. TEMED (N,N,N’,N’ tetrametilendiamin), berfungsi sebagai katalisator

reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga dapat

(34)

19

Penggunaan poliakrilamida mempunyai keunggulan dibandingkan

dengan gel lainnya, seperti : Tidak bereaksi dengan sampel, Tidak

membentuk matriks dengan sampel, Tidak menghambat pergerakan

sampel yang memungkinkan pemisahan protein secara sempurna,

Mempunyai daya pemisahan yang cukup tinggi.

2.5.2 Prinsip Dasar

Prinsip penggunaan metode gel poliakrilamid ini adalah migrasi

komponen akrilamida dengan N.N` bisakrilamida. Kisi – kisi tersebut

berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio

akrilamid dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi

migrasi komponen protein. Metode ini sering digunakan untuk

menentukan berat molekul suatu protein disamping untuk memonitor

pemurnian protein (Wilson dan Walker, 2000). SDS‐PAGE dilakukan terhadap protein tak larut dengan kekuatan ion rendah dan dapat

menentukan apakah suatu protein termasuk monomerik atau oligomerik,

menetapkan berat molekul dan jumlah rantai polipeptida sebagai subunit

atau monomer.

Gambar 2.10 Pemisahan Molekul dengan SDS PAGE (Sumber: www.imb-jena.de)

Prinsip dasar analisa dengan SDS-PAGE adalah :

1. Larutan protein yang akan dianalisis dicampur dengan SDS terlebih

dahulu, SDS merupakan detergent anionik yang apabila dilarutkan

(35)

20

Muatan negatif SDS akan mendenaturasi sebagian besar struktur

kompleks protein, dan secara kuat tertarik ke arah anoda bila

ditempatkan pada suatu medan elektrik.

2. Pada saat arus listrik diberikan, molekul bermigrasi melalui gel

poliakrilamid, menuju kutub positif (anoda), molekul yang kecil akan

bermigrasi lebih cepat daripada yang besar, sehingga akan terjadi

pemisahan.

3. Pada proses eleltroforesis dengan SDS dilakukan di dalam gel poly

acrylamide, molekul protein akan melewati pori – pori gel, sehingga

kemudahan pergerakan melalui pori tergantung pada diameter molekul.

4. Molekul yang lebih besar akan tertahan dan akibatnya bergerak lebih

lambat. Karena molekul terdenaturasi, diameternya tergantung dari

berat molekulnya. Makin besar diameter molekulnya, semakin lambat

gerakannya.

5. Dengan demikian, SDS – PAGE akan memisahkan molekul

berdasarkan BM-nya.

Gambar 2.11 Alur Kerja SDS PAGE (Sumber: en.wikipedia.org)

Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai

dengan pewarna khusus, beberapa pewarna yang dapat digunakan dalam

SDS-PAGE adalah :

1. Commasie Brilliat Blue, mengikat protein secara spesifik dengan

(36)

21

2. Silver Salt Staining, memiliki sifat lebih sensitif dan akurat namun

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pangan Pusat

Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Laboratorium Biologi Molekular LAPTIAB BPPT mulai bulan Februari

Sampai Oktober 2014.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Seperangkat alat Elektroforesis SDS-PAGE (Mini-PROTEAN

Tetra Cell-BIO-RAD), Vortex, Hotplate stirrer, Setrifuge, Mikropipet,

Tip, Becker glass 100 ml, Beker glas 50 ml, Tube, Waterbath, Batang

pengaduk, dan Pinset.

3.2.2 Bahan

Pepsin (Sigma Aldrich catalog number 76218) Larutan

Akrilamid/Bis (30%T; 2,67%C); SDS 10% (w/v), Tris HCl 0,5 M pH 6,8;

Sample buffer (Tris HCl 0,5 M; Glycerol; SDS; dan Bromphenol Blue),

Larutan Running buffer (Tris basa, Glycerol, dan SDS), Amonium

Persulfat (APS) 10%, TEMED, Aseton, Larutan Pewarna (0.1% commasie

blue dalam larutan metanol : air : asam asetat (5:5:2)), Larutan Pembilas

(metanol 30% dan asam asetat 10%), air deionisasi.

3.3 Tahap Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan berupa cangkang kapsul keras yang

beredar di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, DKI Jakarta.

3.3.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE

(38)

23

3.3.3 Penyiapan Gel

Gel elektroforesis SDS-PAGE dibuat dengan stacking gel (4%) dan

variasi resolving gel (10 dan 12%) dengan formulasi seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Formula gel elektroforesis (Sumber : Bio-rad)

Persen Air deionisasi Akrilamid/bis Gel buffer* 10% w/v SDS

Gel (ml) (ml) (ml) (ml)

4% 6,1 1,3 2,5 0,1

10% 4,1 3,3 2,5 0,1

12% 3,4 4,0 2,5 0,1

*Resolving Gel Buffer – 1,5M tris-HC; pH 8,8 *stacking Gel Buffer – 0,5M tris-HC; pH 6,8

3.3.4 Pembuatan Kapsul Simulasi

Seberat 5 gram gelatin ditimbang dengan kaca arloji dan dilarutkan

dalam 5 ml air panas suhu 60oC. Sebanyak 1 ml gliserin ditambahkan

dalam larutan gelatin kemudian ditambahkan pewarna sambil larutan

diaduk perlahan hingga larutan homogen. Kemudian 0,125 gram TiO2

ditimbang dalam kaca arloji dan didispersikan dalam 1ml air kemudian

dicampurkan dalam larutan gelatin. Campuran diaduk hingga TiO2

terdispersi dengan baik. Selanjutnya larutan dipindahkan dalam cetakan

dan didinginkan di suhu ruangan kemudian disimpan dalam desikator.

3.3.5 Ekstraksi Gelatin

Sebanyak 500 mg cangkang kapsul ditimbang dan dilarutkan

(39)

24

air suhu 60oC. larutan kapsul dipindahkan dalam tube 12 ml dan

disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 30 menit. Supernatant

yang sudah jernih dipipet ke tube 12 ml lainnya. Supernatan ditambah

aseton 1:4 (v/v) kemudian divortex selama 1 menit. Kemudian tube

disetrifuge kembali untuk mengendapkan gelatin dengan kecepatan 6000

rpm selama 20 menit. Endapan diambil disimpan dalam cawan penguap

dalam oven dengan suhu 50oC selama 1 jam. Endapan ditimbang dan

disimpan dalam suasana kering (Azira et al.,2012 dengan modifikasi).

3.3.6 Hidrolisis Enzimatik

Sebanyak 100 mg gelatin dari kapsul dilarutkan dalam 5 mL

larutan buffer asetat pH 4,5 pada gelas beker 10 ml (selanjutnya disebut

larutan 1). Kemudian 2 mg enzim pepsin ditimbang dan dilarutkan dalam

1 ml buffer dalam tabung reaksi (larutan pepsin). Sebanyak 1 ml larutan 1

masing-masing dimasukkan ke dalam 3 tube 2 ml. Kemudian setiap tube

ditambahkan larutan pepsin sebanyak 20 µl dan diberi label 1 jam, 2 jam,

dan 3 jam. Selanjutnya tube diinkubasi pada suhu 60oC selama 1 jam, 2

jam, dan 3 jam sesuai dengan label tube. Sampel kontrol merupakan 1 ml

larutan 1 yang dimasukan dalam tube dan diinkubasi selama 1 jam tanpa

ditambahkan larutan pepsin. Larutan sampel yang telah diinkubasi

didinginkan pada suhu ruangan kemudian ditambahkan NaOH 0,01 M

sebanyal 200 µl. Sampel siap dielektroforesis (Hermanto et al., 2013

dengan modifikasi).

3.3.7 Elektroforesis

Larutan sampel yang telah dihidrolisis sebanyak 13 µl ditambahkan

buffer sample 1:1, kemudian dipanaskan pada suhu 85oC selama 5 menit,

kemudian 20 µl sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam sumuran gel

akrilamid. Elektroda dipasang sesuai dengan kutubnya. Elektroforesis

dijalankan pada tegangan 200 V, 15 mA/gel selama 60 menit.

Setelah Elektrophoresis, gel diwarnai dengan 0,05% (w/v)

Coomassie blue R-250 dalam methanol 15% (v/v) dan asam asetat 5%

(40)

25

selama 60 menit. Gel dibilas dengan direndam dalam campuran metanol

30% dan asam asetat 10% diingkubasi di dalam waterbath hingga 2-3 jam.

3.3.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan perhitungan berat molekul (BM)

dari masing-masing protein yang didasarkan pada marker yang tersedia.

Perhitungan dilakukan dengan mengukur total jarak tracking dari stacking

gel ke separating gel (a), dilanjutkan dengan mengukur jarak tracking dari

stacking gel ke masing-masing pita protein yang terbentuk (b), kemudian

dicari retardation factor (Rf) dengan membagi jarak masing-masing pita

dengan jarak tracking total (b/a), selanjutnya dihitung nilai log BM dari

masing-masing Bm pita marker. Bm pita polipeptida pada sampel dihitung

dengan persamaan linier {Y = a + bX} dimana nilai Rf sebagai sumbu X

dan nilai log Bm sebagai sumbu Y. Kesimpulan ditarik dengan melihat

keberadaan pita spesifik dari gelatin sapi atau gelatin babi pada pola

(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Optimasi Kondisi SDS PAGE

Optimasi dilakukan dengan menganalisis pemisahan protein gelatin

murni yang telah di hidrolisis pada kondisi pH 4,5 dan temperatur 60oC

selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam dengan konsentrasi gel akrilamid 12%.

Hasil optimasi dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil pemisahan gelatin sapi dan babi. Keterangan : 0 protein marker, 1 pepsin, 2 gelatin sapi sebelum dihidrolisis, 3 gelatin babi sebelum dihidrolisis, 4 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 1 jam, 5 gelatin babi setelah dihidrolisis 1 jam, 6 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 2 jam, 7 gelatin babi setelah dihidrolisis 2 jam, 8 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 3 jam, 9 gelatin babi setelah dihidrolisis 3 jam.

Dari hasil penelitian diperoleh kondisi optimal hidrolisis protein

dengan pepsin pada pH 4,5 dan suhu 60oC adalah hidrolisis selama 3 jam.

Kemudian pada SDS PAGE kondisi optimal diperoleh pada waktu running

60 menit dengan tegangan 200 V. Selanjutnya dilakukan perhitungan

bobot molekul terhadap pita pemisahan protein dengan menghitung

(42)

27

Table 4.1 Jarak pita dan log bobot molekul marker gel optimasi

No Bm Log Bm

Gambar 4.2 Kurva regresi linier gel optimasi

Regresi linier kurva diatas kemudian digunakan sebagai penentu

bobot molekul pita pemisahan protein gelatin seperti pada table 4.2.

(43)

28

Table 4.2 Jarak pita dan bobot molekul gel optimasi No Gelatin sapi

Analisis dilakukan dengan membandingkan pita pemisahan

protein gelatin murni dan kapsul hasil simulasi dari gelatin murni dengan

gelatin sampel pada kondisi optimum gel. Hasil analisis dapat dilihat pada

gambar 4.3.

(44)

29

Analisa diawali dengan perhitungan regresi linier berdasarkan seri

log bobot molekum pita pemisahan protein marker sebagai sumbu y dan

nilai Rf sebagai sumbu x seperti pada tabel 4.3.

Table 4.3 Jarak pita dan log bobot molekul marker gel analisis kapsul

no Bm Log

Gambar 4.4 Kurva regresi linier gel analisis kapsul

Hasil regresi linier diatas kemudian digunakan untuk menghitung

bobot molekul pita pemisahan protein gelatin seperti pada tabel 4.4.

(45)

30

Table 4.4 Jarak pita dan bobot molekul gel analisis kapsul No G. kapsul sampel 1, Sa2 kapsul sampel 2, Sa3 kapsul sampel 3.

4.2 Pembahasan

Sebelum analisis dilakukan terhadap sampel kapsul dilakukan

terlebih dahulu optimasi kondisi SDS PAGE dengan menganalisis

perbedaan pemisahan gelatin murni dari sapi dan babi yang telah

dihidrolisis dengan enzim pepsin dengan variasi waktu 1 sampai 3 jam,

variasi ini penting mengingat aktifitas pepsin tidaklah tetap (Wu et al.,

2006). Dari optimasi diperoleh pemisahan protein pada SDS PAGE

menunjukkan pemisahan yang baik setelah dihidrolisis selama 3 jam hasil

ini berbeda dengan apa yang diperoleh Hermanto et al (2013) dimana

pemisahan sudah dapat diidentifikasi setelah hidrolisis selama 1 jam.

Perbedaan durasi ini terjadi akibat penyimpanan pepsin yang lama

(46)

31

Variasi durasi hidrolisis dilakukan untuk melihat hasil pemisahan

terbaik dari hasil aktifitas pepsin terhadap protein gelatin. Karena kekuatan

aktifitas enzim tidak tetap maka perlu dilakukan percobaan terhadap

aktifitas enzim untuk melihat pemisahan yang dapat memunculkan pita

spesifik dari pemisahan protein gelatin sapi atau babi dimana pita ini

secara spesifik hanya dimiliki oleh sapi atau babi. Pada optimasi ini

diperoleh 2 pita spesifik untuk gelatin babi yang timbul setelah hidrolisis

selama 3 jam yaitu pita dengan bobot molekul 33 kDa dan 43 kDa.

Variasi terhadap konsentrasi akrilamid sebagai medium juga

dilakukan pada proses optimasi dengan konsentrsi 10% dan 12% pada

konsentrasi akrilamid 10% pemisahan protein sudah mulai terlihat hanya

saja pemisahan protein pada pita dengan bobot molekul lebih besar dari

50 kDa pita-pita yang diperoleh masih sangat rapat sehingga sangat sulit

untuk melihat perbedaannya maka dilakukan percobaan kembali dengan

gel 12% dengan harapan didapati pola pemisahan yang lebih baik. Pada

akrilamid dengan konsentrasi 12% pemisahan pita dengan bobot molekul

50 kDa sedikit lebih renggang seperti yang terlihat pada gambar 4.1

sehingga dapat lebih mudah untuk dianalisis.

Pada gambar 4.1 dapat dilihat pada kolom 2 dan 3 protein gelatin

yang tidak dihidrolisis memilik bobot molekul yang sangat besar (diatas

55 kDa untuk sapi dan diatas 70 kDa untuk gelatin babi ). Perbedaan pada

pemisahan protein sebelum dihidrolisis ini terjadi karena gelatin yang

dianalissis bukanlah merupakan gelatin yang diperoleh dengan cara

ekstraksi yang sama atau dengan tipe yang sama. Gelatin sapi merupakan

gelatin tipe B dimana pada proses ekstraksi dari kolagen asalnya

menggunakan hidrolisis basa dimana bobot molekul rata-rata gelatin ini

lebih besar dibandingkan bobot molekul rata-rata gelatin yang dipeloleh

dari proses hidrolisis asam (tipe A) sedangkan babi merupakan gelatin tipe

A (Gorgieva dan Kokol, 2011), perbedaan bobot molekul rata-rata dari

(47)

32

Walaupun secara kasat mata dapat dilihat perbedaannya namun

hasil pemisahan protein gelatin tanpa dihidrolisis tidak dapat menunjukkan

pola pemisahan yang spesifik sehingga masih sangat lemah daya

identifikasinya, pada kolom 4 sampai 9 gambar 4.1 merupakan protein

gelatin yang telah dihidrolisis oleh enzim pepsin selama selang waktu

tertentu, dapat dilihat bahwa setelah proses hidrolisis hasil SDS PAGE

menunjukkan pola pemisahan yang lebih spesifik khususnya pada protein

gelatin babi, pada kolom 5,7, dan 9 terlihat pemisahan protein gelatin babi

ada 9 pita pada pemisahan yaitu 94,6 kDa; 74 kDa; 67,6 kDa; 51,6 kDa;

43 kDa; 33 kDa; 23,7 kDa; 17.3 kDa, 12.8 kDa sedangkan pada kolom 4,

6, dan 8 merupakan protein sapi, walaupun pemisahannya belum sebaik

protein babi akan tetapi sudah mulai dapat diidentifikasi seperti pita 84

kDa, 70 kDa, 58 kD, 47 kDa, 18.5 kDa, dan 15 kDa.

Tidak seperti protein induknya yang hanya dapat dihidrolisis

dengan enzim kolagenase, gelatin dapat di hidrolisis dengan enzim-enzim

proteolitik salah satunya adalah pepsin (Gorgieva dan Kokol, 2011).

Namun hasil hidrolisis pepsin sendiri terhadap gelatin efektifitasnya

tidaklah optimal pada seluruh tipe gelatin yang ada. Hidrolisis dengan

pepsin membutuhkan kondisi asam (Al Janabi et al., 1972). Menurut

palashoff (2008) kerja pepsin akan sangat baik jika protein yang

dihidrolisis dalam keadaan terdenaturasi. Sedangkan pada penelitian ini

hidrolisis dilakukan pada pH 4,5 pada kondisi ini gelatin babi (tipe A)

tepat pada titik isoelektriknya sehingga sangat memungkinkan gelatin

tersebut dalam keadaan terdenaturasi namun tidak dengan gelatin sapi (tipe

B). sehingga pada hasil analisis SDS PAGE pola pemisahan gelatin sapi

setelah dihidrolisis tidak sebaik gelatin babi.

Selanjudnya perbedaan besar molekul kedua gelatin ini juga

mempengaruhi hasil kerja pepsin terhadap gelatin. Gelatin sapi (tipe B)

memiliki bobot molekur rata-rata lebih besar dari gelatin babi (tipe A)

(Gorgieva dan Kokol, 2011) sehingga sebaran hasil hidrolisis gelatin babi

(48)

33

terlihat jelas polanya, sebaliknya gelatin sapi yang memiliki molekul besar

walaupun setelah proses hidrolisis pita-pita pemisahan yang muncul

dengan BM < 50 kDa masih sangat buram dan hanya 4 pita. Perbedaan

pola pemisahan inilah yang terlihat pada hasil analisis dengan SDS PAGE.

Perbedaan profil pemisahan protein gelatin pada SDS PAGE

setelah dihidrolisis dapat terjadi karena urutan asam amino penyusun

protein tidak sama tergantung dari spesies asalnya (Gorgieva dan Kokol,

2011), sedangkan pepsin sebagai enzim yang di gunakan untuk memotong

protein menjadi fragmen-fragmen rantai polipetida memiliki situs-situs

spesifik pemotongan. Pepsin memotong rantai polipeptida dengan

memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam

amino aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan), hidrofobik (leusin,

isoleusin, metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat) (Al Janabi

et al., 1972). Hasil studi terhadap literature yang ada terdapat sangat

banyak pemotongan rantai polipeptida setelah asam amino hodropobik

seperti leusin dan fenilalanin akan tetapi pemotongan sangat jarang terjadi

setelah prolin dan histidin.

(49)

34

Gambar 4.5 menunjukkan bagaimana terjadinya pemotongan

terhadap asam amino dengan panjang yang tidak sama. Hasil studi

literature menunjukkan kemungkinan terjadinya pemotongan rantai

polipeptida antara leusin dengan glutamin pada pH 4 adalah 100%

(palashoff, 2008). Jika situs ini (leusin-glutamin) kita tempatkan ada rantai

polopeptida alpha 1 dari kolagen sapi dan babi sebagai prekusor gelatin

maka akan terlihat bahwa jumlah asam amino hasil pemotongan tidak

sama jumlahnya sehingga panjang rantai polipeptida yang dihasilkan akan

berbeda antara protein gelatin sapi dan babi, hal ini secara langsung

mempengaruhi bobot molekul fragmen polipeptida yang dihasilkan seperti

yang terlihat di gambar 4.6.

Gambar 4.6 Analisis Pita pemisahan gelatin sapi dan babi. Keterangan : 0 protein marker, 1 pepsin, 2 gelatin sapi sebelum dihidrolisis, 3 gelatin babi sebelum di hidrolisis, 4 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 1 jam, 5 gelatin babi setelah dihidrolisis 1 jam, 6 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 2 jam, 7 gelatin babi setelah dihidrolisis 2 jam, 8 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 3 jam, 9 gelatin babi setelah dihidrolisis 3 jam.

Selanjutnya analisis terhadap gelatin dari kapsul sampel dilakukan

bersamaan dengan kapsul simulasi dari gelatin murni dan gelatin murni

tanpa diproses sebagai kapsul. Kondisi analisis disesuaikan dengan hasil

optimasi dan dihidrolisis dengan pepsin selama 3 jam. Pada tahap ini

(50)

35

dilakukan karena pita spesifik ini akan digunakan sebagai acuan

pembanding gelatin kapsul sampel untuk penentuan sumber gelatin sampel

tersebut. Pita spesifik ditentukan dengan melihat perbedaan pola

pemisahan dari kedua gelatin kemudian dilihat pita pemisahan yang timbul

di salah satu gelatin namun pita tersebut tidak timbul pada pemisahan

gelatin jenis lainnya. Pita-pita pemisahan yang muncul di kedua jenis

gelatin bukanlah pita spesifik. Pada penelitian ini diperoleh keberadaan

pita yang hanya timbul pada gelatin sapi pada bobot molekul 11,4 kDa; 34

kDa; dan 47 kDa (gambar 4.6 kolom 3) dan pita yang hanya timbul pada

gelatin babi pada bobot molekul 28 kDa; 24,7 kDa; dan 60 kDa (gambar

.4.6 kolom 4) sedangkan pita-pita hasil pemisahan yang lain didapati pada

kedua jenis gelatin. Maka pita spesifik untuk gelatin sapi adalah 11,4 kDa,

34 kDa, 47 kDa dan pita spesifik untuk gelatin babi adalah pita 28 kDa,

24,7 kDa dan 60 kDa.

Gambar 4.7 Analisis Pita Pemisahan Protein Gelatin kapsul. Keterangan : 0 protein marker,1 gelatin sapi murni, 2 gelatin babi murni, 3 kapsul simulasi gelatin sapi , 4 kapsul simulasi gelatin babi, 5 kapsul simulasi campuran gelatin sapi dan babi, 6 kapsul sampel A, 7 kapsul sampel B, 8 kapsul sampel C.

Pada kolom 5 gambar 4.7 adalah kapsul simulasi yang dibuat dari

campuran gelatin sapi dan gelatin babi, kapsul ini dibuat dan disertakan

dalam analisa untuk melihat bagaimana pemisahan yang terjadi jika

(51)

36

terkontaminasi oleh gelatin jenis lain. Pada penelitian ini diperoleh

pemisahan gelatin campuran ini tidak benar-benar identik dengan salah

satu pemisahan dari gelatin sapi maupun gelatin babi. Pada pemisahan

gelatin campuran ini pita-pita yang menjadi pita spesifik gelatin sapi sama

sekali tidak muncul akan tetapi ada 2 pita dari gelatin babi yang muncul

pada pemisahannya yaitu pita dengan bobot molekul 14 kDa dan 10 kDa

hal ini terjadi diasumsikan karena dalam proses hidrolisis yang

terhidrolisis terlebih dahulu oleh pepsin pada campuran gelatin tersebut

adalah gelatin babi seperti yang dijelaskan pada paragraf diatas. Sehingga

diasumsikan pada metode ini pemisahan dari gelatin kapsul yang

merupakan campuran gelatin sapi dan babi tidak akan memunculkan pita

spesifik gelatin sapi tetapi akan memunculkan pita gelatin babi (14 kDa

dan 10 kDa) sebagai penanda adanya kontaminasi gelatin babi pada gelatin

campuran tersebut.

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap pita-pita pemisahan kapsul

sampel dengan membandingkan keberadaan pita-pita spesifik dari

pemisahan gelatin sapi ataupun babi dengan pemisahan protein gelatin

kapsul sampel. Dari hasil pembandingan didapati bahwa pada pemisahan

protein gelatin dari kapsul sampel 1, 2, dan 3 terdapat pita yang jelas pada

Bm 11,4 kDa; 34 kDa; dan 47 kDa yang merupakan pita spesifik pada

pemisahan protein gelatin sapi dan tidak didapati keberadaan pita spesifik

pemisahan gelatin babi sehingga dapat disimpulkan bahwa kapsul sampel

merupakan kapsul yang dibuat dari gelatin yang berasal dari sapi.

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa SDS PAGE dapat

digunakan sebagai metode untuk membedakan gelatin sapi dan babi

melalui pola pemisahan proteinnya. SDS PAGE selanjutnya juga mampu

untuk membedakan gelatin yang telah diolah menjadi produk lain seperti

kapsul. Hanya saja SDS PAGE hanya dapat melakukan pembedaan secara

(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Metode SDS PAGE dapat membedakan profil protein gelatin sapi dan

babi hasil hidrolisis.

2. Pemisahan protein gelatin kapsul keras yang berasal dari sapi memiliki

pita spesifik pada Bobot Molekul 47 kDa; 34 kDa; 11,4 kDa dan

protein gelatin kapsul keras yang berasal dari babi memiliki pita

spesifik pada Bobot Molekul 37 kDa; 28kDa; dan 14 kDa.

3. Dengan membandingkan pola pemisahan protein diperoleh bahwa

gelatin yang digunakan dalam kapsul sampel diduga adalah gelatin

sapi.

5.2 Saran

Perlu diadakan analisis lebih lanjut pada pita-pita hasil pemisahan

SDS PAGE dengan menggunakan LCMS sehingga dapat diketahui urutan

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin …………………………………...
Gambar 2.1 Proses pembuatan kapsul keras (Sumber : Rabadiya B, 2013)
Gambar 2.2 Ukuran kapsul (Sumber : Rabadiya B, 2013)
Gambar 2.3   Proses denaturasi kolagen (Sumber : Hikada, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sistem imun ayam sangat responsif terhadap protein asing atau mikroorganisme yang inemaparnya (akibat vaksinasi atau infeksi alam) sehingga kuning telur ayam mengandung

Mengetahui perbandingan DNA genom yang dihasilkan dari simulasi cangkang kapsul keras berbahan gelatin babi dan gelatin sapi dengan metode isolasi DNA menggunakan

Pada penelitian ini, untuk mengevaluasi profil protein, dilakukan inaktivasi sediaan vaksin dari isolat bakteri Aeromonas hydrophila AHL0905-2 dan Streptococcus agalactiae N 14

Sampel Obat Racikan Apotek B Pada sampel obat apotek B yakni setelah dilakukan uji keseragaman bobot kapsul disertai dengan perhitungan bobot kapsul maka

Sampel lain yang terdapat pada gel kedua terdapat 3 sampel daging babi pada sumur sumur 3, 4, 6 diperoleh 13 pita yang muncul dengan kisaran berat molekul yang berbeda untuk gel kedua