MTs NEGERI TANAH JAWA
KABUPATEN SIMALUNGUN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
DISUSUN OLEH :
SUPRIATNO
NIM: 8136172082
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
SUPRIATNO. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah berbantuan
Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik dan
Kemandirian Belajar Siswa MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Tesis Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D terhadap kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling. Dari 5 kelas VIII yang ada, dipilih 2 kelas yaitu kelas VIII-1 sebagai kelas eksprimen I mengunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D dan kelas VIII-3 sebagai kelas eksperimen II mengunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) Tes kemampuan awal matematika, (2) Tes kemampuan komunikasi matematik, (3) Angket kemandirian belajar siswa. Instrumen tersebut telah memenuhi persyaratan validasi isi, dengan koefisien realibilitas sebesar 0,777 ; 0,752 dan 0,888 berturut-turut untuk tes kemampuan awal matematika siswa, kemampuan komunikasi matematika siswa dan kemandirian belajar siswa. Analisis data yang digunakan analisis varian (ANAVA) dua jalur, dan dilanjutkan dengan menentukan koefisien determinasi besar pengaruhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kemampuan komunikasi matematik siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi (31,84) dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D. (2) Kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi (11,06) dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D. (3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D dan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. (4) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D dan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemandirian belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan kepada guru matematika untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D sebagai salah satu alternative pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.
ii
Learning Student at MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Thesis. Medan : Mathematics Education Study Program Graduate University of Medan. 2017.
The purpose of this study was to determinan the influence of problem based learning-assisted software cabri 3D to the ability of communication students and self regulated learning students. This research is a quasi experimental. The study population was all students of class VIII MTs Negeri Tanah Jawa. The sample in this study were taken by purposive sampling. Of the 5 existing VIII class, have been as much as two classes of class VIII-1 as an experimental class I and the class VIII-3 as the experimental class II. The experimental class I using problem based learning with the help of software cabri 3D and the experimental class II using problem based learning without the help software cabri 3D. The instrument used consisted of ; (1) early mathematical ability test, (2) mathematical communication test and (3) self regulated learning inquiry. The instruments haved stated as content validity requirement, as well as reliable coefficient is 0,777 ; 0,752 and 0,888 sequentially for ability of early mathematical ability test, mathematical communications test and self regulated learning student test. Data analysis was performed by analysis of variance ( ANOVA ) followed by two ways and determine the coefficient of determination through a simple linear regression analysis to the determine the greatest effect. The result showed that (1) The ability of communication mathematic studentsthat acquire problem based learning
– assisted software cabri 3D higher then the student’s who obtain problem based learning without the help of software cabri 3D. (2) The self regulated learning
student’s that acquire problem based learning–assisted software cabri 3D higher
then the student’s who obtain problem based learning without the help of software
cabri 3D. (3) There is no interaction between prior mathematics knowledge of students and learning toward enchancing the ability of commucation mathematic students. (4) There is no interaction between prior mathematics knowledge of students and learning toward enchancing the ability of seft regulated learning
student’s. Based on the research, the researcher suggests to mathematic teachers to apply the problem based learning assisted software cabri 3D as one learned alternative as an effort to improve the ability of mathematic communication and self regulated learning student.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahrirohmanirrohim,
Alhamdulillahirobbil’Alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur
kekhadirat Allah SWT yang senantiasa memberi nikmat dan hidayahNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Tesis yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbantuan Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Dalam penyelesaian tesis ini penulis banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unimed sekaligus narasumber, yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
iv
4. Bapak Prof. Dr Hasratuddin, M.Pd dan Dr. Edy Surya, M.Si selaku narasumber, yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
5. Bapak Irwansyah selaku MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
6. Secara khusus, kepada segenap keluarga besar ayahanda Kamaruddin (Alm), keluarga besar ayahanda Syamsudin (Alm), Istri tercinta Suriawaty, S.Pd dan anakku tersayang Asysyifa Aulia Riatno yang selalu sabar, memberikan doa dan semangat penulis dalam menyelesaikan studi.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed angkatan XXII, dan sekolah tempat saya mengajar serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Hanya kepada Allah SWT penulis memohon, semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Amiiin.
Medan, 23 Januari 2017 Penulis
Supriatno
v
1.2. Identifikasi Masalah ………. 21
1.3. Pembatasan Masalah ……… 22
1.4. Rumusan Masalah ……….. 22
2.1.Kemampuan Komunikasi Matematik ……… 28
2.1.1. Pengertian Komunikasi ……….. 28
2.1.2. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematik…………. 30
2.1.3. Mengungkap kemampuan Komunikasi Matematik ………. 37
2.1.4. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ………… 39
2.2. Kemandirian Belajar ……….. 39
2.3. Model Pembelajaran ……….. 42
2.3.1. Pengertian Model Pembelajaran ……….. 42
2.3.2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah………. 46
2.3.3. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah……….. 48
2.3.4..Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 50
2.3.5. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ……… 52
2.3.6. Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah……….. 54
2.4. Media Software Cabri Dalam Pembelajaran Matematika … 54 2.4.1. Software Cabri 3D……… 58
2.4.2. Hakikat ICT Serta Pengaruhnya dalam Pembelajaran …… 63
2.5. Kemampuan Awal Matematika ……….. 64
2.6. Tinjauan Materi Bangun Ruang ( Balok dan Kubus ) …………. 66
2.6.1. Informasi Tentang Balok dan Kubus……… 67
2.6.2. Konteks Dunia Nyata……….. 67
2.6.3. Unsur-Unsur Pada Bangun Balok dan Kubus……… 70
2.6.4. Luas Permukaan Balok……….. 70
vi
2.6.6. Luas Permukaan Kubus………. 73
2.6.7. Volume Kubus ………. 74
2.6.8. Penerapan Materi Kubus dan Balok Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM )……… 74
2.7. Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Masalah ………… 77
2.8. Hasil Penelitian Relevan ………. 81
2.9. Kerangka Konseptual ……… 87
2.10. Hipotesis ………. 92
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ……….. 94
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 94
3.3. Populasi dan Sampel ………. 94
3.4. Variabel Penelitian ………. 96
3.5. Desain Penelitian ……… 96
3.6. Instrumen Penelitian ………. 98
3.7. Teknik Pengumpulan data ………….……….. 98
3.8. Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ………. 104
3.9. Teknik Analisis Data ………. 110
3.10. Prosedur Penelitian ………. 119
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ……… 122
4.1.1. Hasll Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ………. 123
4.1.2 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ( KAM ) ………… 128
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ………..……… 189
4.2.1. Faktor Pembelajaran ……… 189
4.2.2. Faktor Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa …….. 198
4.2.3. Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa……… 199
4.2.4. Kemandirian Belajar Matematika Siswa ……… 202
4.2.5. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik ……… 205
4.2.6. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM Terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa……….. 208
4.2.7. Proses Jawaban Siswa……….…. 211
4.2.7. Keterbatasan Penelitian……… 213
BAB V SIMPULAN IMPILIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan ……… 215
5.2. Implikasi ……… 216
5.3. Saran ……….. 216
vii
DAFTAR TABEL
2.1. Rubrik Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ………. 38
2.2. Langkah-Langkah Model Pembelajan Berbasis Maasalah ………… 51
2.3. Kopetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelas VIII ……… 75
3.1 Desain Kelompok Eksperimen Pretes-Postes………. 97
3.2. Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Terikat ………... 97
3.3. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal Matematika ……….….. 99
3.4. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM…… 101
3.5. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi ……….. 102
3.6. Kriteria Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 102 3.7. Kisi-Kisi Instrumen Skala Kemandirian Belajar Matematik ……….. 104
3.8. Skor Alternatif Jawaban skala Kemandirian Belajar ………. 104
3.9. Daftar Validator Ahli Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ……….. 105
3.10. Interpretasi Koefisien Korelasi ………. 106
3.11. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas………. 108
3.12. Klasifikasi Daya Pembeda……..……….. .. 109
3.13. Klafikasi Tingkat Kesukaran ……….. 110
3.14. Klafisifikasi Gain Ternomalisasi ……….. 113
3.15. Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ……….. 116
3.16. Kriteria Proses Jawaban Siswa……….. 118
4.1. Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ………. 123
4.2. Rangkuman Hasil Penelitian Validator Terhadap Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ……….. 124
4.3. Rangkuman Hasil Penelitian Validator Terhadap Instrumen Penelitian Skala Kemandirian Belajar Siswa ……….. 125
viii
4.5. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Coba Pernyataan Skala
Kemandirian Belajar Matematika ……….. 127 4.6. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan
Pembelajaran ……….. 128
4.7. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan
Pembelajaran Menggunakan SPSS 22 ………. 129 4.8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas KAM Siswa SPSS 22 ………… 130 4.9. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas KAM Siswa SPSS 22………… 132 4.10. Sebaran Sampel Penelitian ……….. 133 4.11. Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Berdasarkan Pembelajaran ……….. 134 4.12. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ………. 135
4.13. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ……… 137
4.14. Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Berdasarkan Pembelajaran ………. 138 4.15 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ……….. 139
4.16. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ………. 140
4.17. Deskripsi N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kedua
Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM ……… 142 4.18 Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik untuk
Setiap Indikator ……… 144
4.19. Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ………. 147
4.20. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ……….. 148
4.21. Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan
ix
4.22. Rangkuman Hasil Hipotesis Penelitian Kemampuan Komunikasi
Matematika Pada taraf Signifikansi 0,05 ……… 153 4.23. Deskripsi Pretes Kemandirian Belajar Matematika Siswa
Berdasarkan Pembelajaran ………. 154 4.24. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kemandirian Belajar
Matematika Siswa………... 155
4.25. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemandirian Belajar
Matematika Siswa ……… 157
4.26. Deskripsi Postes Kemandirian Belajar Matematika Siswa
Berdasarkan Pembelajaran ……… 157 4.27. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Postes Kemandirian Belajar
Matematika Siswa ……….. 159
4.28. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Postes Kemandirian Belajar
Matematika Siswa ………. 160
4.29. Deskripsi N-Gain Kemandirian Belajar Matematika Ke dua
Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM ……… 162 4.30. Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-Gain Kemandirian Anket Belajar
Matematika Siswa ………. 165
4.31 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas N-Gain Kemandirian Belajar
Matematika Siswa ………. 166
4.32. Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemandirian
Belajar Matematika ………. 167 4.33. Rangkuman Hasil Hipotesis Penelitian Kemandirian Belajar
Matematika Pada Taraf Signifikansi 0,05 ………. 171 4.34. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 1 Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1
dan Eksperimen 2……… 174
4.35. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1
x
4.36. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 3 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1
dan Eksperimen 2……… 182
4.37. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 4 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1
dan Eksperimen 2……… 186
4.38. Rekapitulasi Skor Total Proses Jawaban Siswa Tes Kemampuan
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan
manusia, sehingga peran pendidikan dalam kelangsungan hidup manusia dan
perkembangan suatu bangsa merupakan faktor yang paling penting.
Perkembangan Ilmu Pengetahuam dan Teknologi (IPTEK) saat ini sangat pesat
sehingga informasi yang terjadi di dunia dapat diketahui segera, waktu dan batas
Negara sudah tidak ada perbedaan lagi, akibatnya lahirlah suatu masa atau era
yang dikenal dengan globalisasi. Seiring kehadiran IPTEK tersebut pemecahan
masalah, berpikir kritis dan kemampuan komunikasi serta kemampuan vokasional
menjadi sangat penting artinya sebanding dengan perkembangan IPTEK di tengah
kehidupan masyarakat. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang handal
dan mampu berkompetisi secara global. Sudah seharusnya pendidikan itu
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi kemampuan
kompetitif, inovatif dan komunikatif serta kolaboratif sehingga akan memudahkan
menyerap informasi dan mampu berkomunikasi dengan menggunakan teknologi.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja diperoleh dengan suatu proses
pendidikan yang berkualitas.
Demikian juga matematika merupakan ilmu yang mendasari
perkembangan teknologi modern dan berbanding lurus dengan kemajuan sains
dan teknologi. Sehingga matematika mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia untuk mengusai dan
Seperti halnya computer, jenis teknologi ini sangat membantu dan meringankan
manusia dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan administif. Mengingat
fungsinya, computer belakangan ini banyak dimanfaatkan orang mulai dari pasar,
warung, took terutama dikantor-kantor. Demikian halnya dalam dunia pendidikan
matematika, komputer membawa dampak bagaimana matematika harus diajarkan
guru dan dipelajari siswa. Hal ini menimbulkan kontraversi anatara kubu yang
menggunakan yang menggunakan teknologi dengan kubu yang memandang
penting pemberdayaan teknologi dalam pembelajaran matematika.
Sebagai antisipasi dalam menghadapi permasalahan era globalisasi
tersebut, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia
yang bermutu, berwawasan, dan memiliki keunggulan yang kompetitif. Sumber
daya manusia yang diharapkan adalah sebagaimana yang tercantum dalam
undang-undang pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya
agar memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pemerintah menekankan melalui (PerMendiknas) Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
(Depdiknas, 2006) bahwa matematika mendasari perkembangan kemajuan
teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin, dan memajukan
3
anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sitematis, kritis, kreatif, serta
kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu merupakan bekal dan modal
penting yang diperlukan anak dalam meniti kehidupan di masa yang akan datang
dengan penuh tantangan dan perubahan dengan cepat, Matematika sangat penting
perannya setiap jenjang pendidikan. Matematika sebagai Queen of sciences
mempunyai peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 pasal 3 ( depdiknas 2003 ) yaitu :
“Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional tersebut, mata pelajaran
matematika selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan dan setiap tingkatan
kelas dengan proporsi waktu yang jauh lebih banyak dari mata pelajaran lainnya.
Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika
diharapkan dapat memenuh penyediaan potensi sumber daya manusia yang
handal. Yakni manusia yang memiliki kemampuan bernalar secara logis, kritis,
sistematis, rasional dan cermat ; mempunyai kemampuan bersikap jujur objektif,
kreatif dan terbuka ; memiliki kemampuan bertindak secara efektif dan efisien,
serta memiliki kemampuan bekerja sama. Kemampuan-kemampuan tersebut
hendaknya dipersiapkan lebih dini melalui pembelajaran dalam kelas sebagai
bekal siswa pada saat sekarang dan masa yang akan dating.
Tuntutan secara internasional adalah bahwa siswa harus juga mampu
Geometri akan menjadikan siswa mampu bernalar dan menganalisa,
Geometry offers a means of describing analyzing, and understanding the word and seeing beauty in its structures. Geometric ideas can be useful both in other areas of mathematics and in applied settings. For example. Symmetry can be useful in looking at functions ; it also figures heavily in the arts, in design, and in the sciences. Properties of geometric objects, trigonometric, relationships, and other geometric theorems give students
additional resources to solve mathematical problems (NCTM, 2000).
Pembelajaran materi geometri akan menjadikan siswa mampu untuk
mengembangkan kemampuan bernalar dan keahlian dalam pembuktian. Geometri
merupakan salah satu kajian yang memiliki peranan yang penting dalam
matematika. Berdasarkan perkembangan matematika, maka masalah yang
dihadapi dalam materi geometri semakin lama semakin rumit dan membutuhkan
analisis yang lebih sempurna, sehingga menjadi mudah untuk dipelajari. Tapi
sayangnya materi geometri sering dianggap sebagai materi pelajaran yang paling
sulit bagi siswa dan efek negatif dari pandangan ini adalah banyak siswa yang
sudah merasa takut dan anti untuk mempelajarinya, sebelum mereka betul-betul
mempelajari matematika. Dan akhirnya banyak siswa yang tidak suka dengan
pelajaran matematika dengan alasan matematika sulit. Kesulitan-kesulitan yang
dialami oleh siswa tidaklah hanya disebabkan oleh tingkat inteligensi (IQ) yang
rendah akan tetapi juga faktor-faktor lain seperti non intelegensi. Pada mata
pelajaran matematika, siswa merasa takut apabila berhadapan dengan sang guru,
karena beberapa guru matematika diungkapkan terlalu kejam, terlalu monoton dan
terlalu serius dalam mengajar sehingga ini akan menyebabkan kesulitan siswa
5
dikarenakan oleh objek matematika yang abstrak sehingga membuat siswa juga
mengalami kesulitan untuk mempelajarinya.
Kesulitan belajar juga dipengaruhi oleh prestasi belajar dimana prestasi
belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Penyebab utama
kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal yaitu karena adanya
disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar adalah faktor
belajar yaitu strategi pembelajaran yang keliru, pengelolahan kegiatan belajar
yang tidak membangkitkan motivasi, pemberian ulangan penguatan yang tidak
tepat (Abdurahman, 2009). Kesulitan-kesulitan ini juga telah menjadi kajian bagi
beberapa ahli dan forum yang peduli terhadap sektor pendidikan. Para ahli
tersebut melakukan survei dan penelitian tentang hal-hal apa menyebabkan
kesulitan-kesulitan tersebut terjadi, yang dikaji dari segi pendidik ataupun
terdidik.
Hal lain yang menyebabkan kesulitan tersebut adalah materi matematika
yang bersifat hierarki dan berkelanjutan. Kesulitan pada salah satu bagian materi
akan menyebabkan kesulitan pada materi yang selanjutnya. Misalnya untuk
mempelajari materi perkalian, maka apabila siswa tidak berhasil dalam
memahami materi penjumlahan, maka materi perkalian tidak akan tuntas karena
perkalian tersebut adalah konsep dari penjumlahan berulang. Demikianlah materi
matematika yang saling berhubungan, kajian matematika yang abstrak akan
mempengaruhi tingkat pemahaman siswa, padahal matematika adalah salah satu
kunci dalam menjalani perkembangan zaman dan teknologi.
Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan besar dalam
Kemampuan berpikir matematika yang dengan matematika. Demikian juga bahwa
perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) sangat tergantung pada perkembangan
pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah terutama pendidikan matematika.
Oleh karena itu matematika harus dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran
yang dapat menghasilkan SDM yang handal dan mampu bersaing secara global.
Namun pada kenyataannya kualitas pendidikan masih tergolong rendah,
kualitas pendidikan Indonesia yang rendah dapat dilihat dari beberapa indikator.
Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki
dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2014, Indonesia yang masih rendah.
Dari 187 negara di dunia, peringkat IPM Indonesia berada dalam urutan ke-108.
Ketiga, laporan International Educational Achievement (IEA) pada tahun 2008
bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari
39 negara yang disurvei (IEA, 2008). Keempat, mutu akademik antarbangsa
melalui hasil studi internasional oleh Programme for International Student
Assessment (PISA) tahun 2009 (http://www.pisa.oecd.org) yang menempatkan
Indonesia dalam hal kemampuan matematika pada urutan ke-61 dari 65 negara
peserta, jauh dibawah Singapura yang berada diurutan ke-2 dan masih dibawah
Thailand yang berada diurutan ke-50 (Kompas, 2012). Hal ini sejalan dengan
peran penting pendidikan matematika menurut pendapat NCTM (2000),
7
Dengan demikian, jelaslah mengapa matematika menjadi pelajaran wajib
bagi setiap orang. Bahkan dapat pula dikatakan bahwa matematika merupakan
induk segala ilmu pengetahuan, baik eksakta maupun non eksakta. Oleh karena
besarnya peranan matematika dalam kehidupan manusia, maka tidak
mengherankan bila matematika selalu menjadi perhatian dan mendapat sorotan
dari berbagai pihak, bahkan rendahnya prestasi matematika siswa telah menjadi
masalah nasional yang perlu mendapat pemecahan yang segera dan seoptimal
mungkin. Sehingga dapat dipastikan bahwa matematika merupakan bidang studi
yang wajib dipelajari oleh semua siswa SD, SMP, SMA, bahkan sampai semua
program studi di Perguruan Tinggi.
Pembelajaran matematika sendiri memiliki fungsi sebagai sarana untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, dan bekerja sama yang
diperlukan bagi manusia sebagai mahluk sosial seperti yang tertera pada
salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum 2004 bahwa melalui
pembelajaran matematika siswa dapat mengembangkan aktivitas kreatif yang
melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-
coba. Ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tertera dalam
NCTM (2000) yaitu: (1) komunikasi matematika (mathematical communication);
(2) penalaran matematika (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah
matematika (mathematical problem solving); (4) koneksi matematika
(mathematical connections);(5) representasi matematika (mathematics
struktur kurikulum didalamnya dirancang untuk meningkatkan kompetensi siswa
di masa depan. Kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa melalui implementasi
kurikulum ini di antaranya adalah: (1) kemampuan komunikasi; (2) kemampuan
berpikir kritis; (3) memiliki tanggung jawab; (4) memiliki minat dalam
kehidupan; (5) memiliki kecerdasan sesuai dengan bakatnya; (6) mampu
menghadapi arus globalisasi; dan (7) memiliki toleransi terhadap pandangan yang
berbeda (Kusumah, 2015).
Namun pada kenyataannya dapat dilihat pendidikan matematika di
Indonesia belum mencapai tujuan yang diinginkan. Di samping itu, masih sering
terdengar kritikan dan sorotan tentang rendahnya mutu pendidikan oleh
masyarakat yang ditujukan lembaga pendidikan, baik secara langsung maupun
lewat media terutama pada mata pelajaran matematika.
Peranan pendidikan matematika yang sangat besar dalam peningkatan
kualitas SDM, haruslah didukung dengan suatu proses pembelajaran matematika
yang memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat melihat dan mengalami
sendiri kegunaan matematika dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran
matematika juga harus memberikan kesempatan pada siswa mengetahui
manfaatnya belajar matematika untuk mata pelajaran lainnya. Melalui
pembelajaran matematika yang mengkaitkan konsep matematika dengan konsep
lain serta mengkaitkan matematika dengan suatu permasalahan dalam kehidupan
nyata, maka siswa akan semakin mengetahui betapa pentingnya mempelajari
9
Melalui pembelajaran yang proses belajar mengajarnya mengkaitkan
area-area pengetahuan yang berbeda, dan mengarahkan kepada kemampuan
kemampuan komuniksi matematik siswa. Melalui komunikasi, siswa dapat
menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Hal ini berarti
kemampuan komunikasi matematik siswa harus lebih ditingkatkan. Komunikasi
dalam matematika berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan siswa dalam
berkomunikasi. Standar evaluasi untuk mengukur ini adalah, (1) menyatakan ide
matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi, dan menggambarkannya
dalam bentuk visual, (2) memahami, menginterpretasi, dan menilai ide matematik
yang disajikan dalam tulisan, lisan atau bentuk visual, (3) menggunakan kosa
kata/bahasa, notasi dan struktur matematik untuk menyatakan ide,
menggambarkan hubungan, dan membuat model (Ansari, 2012). Dengan
demikian pembelajarannya haruslah pembelajaran yang bermakna.
Menurut Baroody (Ansari, 2012) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan
penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan di
kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak
hanya sekedar alat bantu berfikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan
pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara
jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity; artinya
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai
wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa.
Namun dewasa ini, pelajaran matematika oleh siswa pada umumnya
membosankan menjadikan siswa tidak merasa nyaman, dan selalu bergantung
pada orang lain selama kegiatan belajar-mengajar. Hal ini membuat kepedulian
mereka akan pentingnya matematika sebagai bagian dari kehidupan tak dapat
mereka rasakan manfaatnya. Paling tidak kesemuan akan manfaat matematika ada
dalam pikirannya. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Nooriafshar
(2002) yang mengungkapkan bukti bahwa lebih dari 50% siswa tidak dapat
menyerap dasar materi selama separuh kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya
hasil survey di Toowoomba High School Students menunjukkan sekitar 40% siswa
tidak peduli matematika dan menganggap matematika tidak menyenangkan.
Hal ini diperkuat dengan soal yang diberikan dan hasil jawaban ulangan
siswa kelas VIII pada tahun ajaran 2015/2016 pada materi balok, yang
ditunjukkan dibawah ini :
Perhatikan gambar di bawah ini,
Seekor semut berjalan dari A ke B. Dia dapat berjalan melalui dinding dan atap
ruangan. Berapakah jarak terpendek yang dapat dilalui semut ?.
11
Gambar 1.1. Kelemahan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Dari hasil diatas, kelemahan siswa dapat dilihat bahwa siswa kesulitan
dalam mengkomunikasikan jarak terpendek dan dalam memahami soal yang
diberikan guru, sehingga siswa tidak mampu menentukan jarak terpendek.
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematik dan
kemandirian siswa adalah kurang tepatnya strategi pembelajaran yang digunakan
oleh guru disekolah. Budiningsih (2005) mengatakan bahwa :
“Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan”.
Pendapat diatas menyatakan bahwa pembelajaran selama ini lebih banyak
didominasi oleh guru, siswa tidak banyak dilibatkan dalam mengkonstruksi
pengetahuannya, hanya menerima saja informasi yang disampaikan searah dari
guru sehingga siswa menjadi pasif. Hal inilah yang menyebabkan kemampuan
matematik siswa menjadi rendah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Trianto
(2009) bahwa :
Siswa salah dalam
mengkomunikasikan jarak
terpendek dari A ke B
Siswa tidak paham
peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional atau konvensional. Pada
pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa
menjadi pasif”.
Dari kedua pendapat diatas, jelas bahwa salah satu factor yang dapat
menyebabkan rendahnya kemampuan matematik siswa karena strategi
pembelajaran yang dilakukan guru kurang tepat. Guru kurang mengkontruksi
pengetahuannya. Akibatnya siswa cenderung cepat lupa apa yang telah diajarkan
guru dan mengakibatkan hasil belajarnya menjadi rendah. Berbeda halnya jika
siswa mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Siswa dapat menyelidiki,
menginvestigasi, mencoba dan akhirnya menemukan sendiri dalam
mengkomunikasi matematik.
Untuk itu kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu
untuk diperhatikan, apabila siswa mempunyai kemampuan komunikasi tentunya
akan membawa siswa kepada pemahaman konsep matematika yang dipelajari.
Melalui komunikasi, seseorang akan dapat mengungkapkan gagasan, temuan atau
bahkan perasaannya terhadap orang lain. Fachrurazi (2011), siswa perlu
dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap
jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang
lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Hal ini
berarti guru harus berusaha untuk mendorong siswanya agar memiliki
kemampuan komunikasi yang baik. Komunikasi dapat mening katkan pemahaman
konsep-konsep abstrak matematika. Kemampuan komunikasi matematis dapat
diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang
13
di mana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi
matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi
penyelesaian suatu masalah. Selama ini siswa jarang sekali mengkomunikasikan
ide-ide matematika sehingga sulit untuk memberikan penjelasan yang tepat, jelas,
dan logis atas jawabannya.
Selain kemampuan komunikasi sebagai aspek kognitif siswa, dan
kemandirian belajar siswa sebagai aspek afektif, juga penting dalam pembelajaran
matematika. Kemandirian dalam belajar merupakan keharusan dan tuntutan dalam
pendidikan saat ini. Seperti yang diungkapkan Sumarmo (dalam Fahradina, 2014)
bahwa disamping pentingnya kemampuan komunikasi dalam matematika, juga
diperlukan sikap yang harus dimiliki oleh siswa diantaranya adalah inisiatif
belajar, memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, dan mengevaluasi proses
dan hasil belajar, yang merupakan indikator dari kemandirian belajar siswa.
Kemandirian belajar adalah suatu keterampilan belajar yang dalam
proses belajar individu didorong, dikendalikan, dan dinilai oleh diri individu itu
sendiri. Sehingga dengan demikian, peserta didik mengatur pembelajarannya
sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan psikomotor yang ada pada
dirinya sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan .
Menanggapi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika
di sekolah, perlu dicari suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi siswa dan memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengungkapkan ide/gagasan matematik secara optimal sehingga siswa menjadi
selama proses pembelajaran.
Selain itu, perlu dicari pula solusi pembelajaran yang dapat menyelesaikan
semua permasalahan yang dihadapi siswa. Guru haruslah dapat menciptakan
suasana belajar yang mampu mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki siswanya
dalam menyelesaikan soal yang dihadapi siswa, ini nantinya diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa serta kemandirian siswa sehingga
dapat tercapai tujuan pendidikan seperti yang tersebut di atas.
Untuk itu guru harus menggunakan media pembelajaran yang dapat
membantu pemahaman siswa terutama penggunaan teknologi. Padahal
penggunaan teknologi termasuk salah satu dari six principles for school
mathematics (NCTM, 2000), “Technology is essential in teaching and learning
mathematics; it influences the mathematics that taught and enhances student’s
learning”. Menurut NCTM tersebut, teknologi sangat penting dalam proses
belajar mengajar matematika karena akan mempengaruhi pembelajaran
matematika dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
MTs Negeri Tanah Jawa adalah salah satu sekolah yang menerapkan
kurikulum 2013 selama 2 tahun. Namun, pembelajaran yang dilakukan belum
sepenuhnya efektif menerapkan model-model pembelajaran yang
merekomendasikan oleh pemerintah. Guru belum maksimal menerapkan
prinsip-prinsip pembelajaran kurikulum 2013 terutama penggunaan teknologi dalam
pembelajaran seperti software komputer. Padahal, komputer sebagai suatu
teknologi yang berkembang sangat pesat dan sudah selayaknya digunakan dalam
15
Selama ini kegiatan lebih didominasi oleh guru dan tanpa memanfaatkan
media teknologi secara maksimal. Penggunaan teknologi selama ini hanya sebatas
pengganti papan tulis, tanpa menggunakan software-software yang dapat
membantu siswa untuk mencapai pemahaman matematikanya secara langsung.
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran dianggap menghabiskan banyak
waktu, disamping kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan teknologi
tersebut. Padahal guru dapat memaksimalkan penggunaan teknologi tersebut,
maka dapat mempermudah pemahaman siswa.
Proses pembelajaran guru juga masih menggunakan pembelajaran yang
kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Padahal setiap
individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Kemampuan awal siswa
merupakan kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti
pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan
kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
Kemampuan awal dan karakteristik siswa adalah pengetahuan dan
keterampilan yang relevan, termasuk didalamnya latar belakang informasi
karekteristik siswa yang telah ia miliki pada saat mulai mengikuti suatu program
pengajaran. Masalah sering terjadi dalam memperkirakan kemampuan dan
keadaan siswa. Kadang-kadang perkiraan itu terlalu rendah (under estimate),
namun kadang-kadang terlalu tinggi (over estimate).
Uno (2008) menyatakan bahwa kemampuan awal amat penting
peranannya dalam meningkatkan kebermaknaan pengajaran, yang selanjutnya
membawa dampak dalam memudahkan proses-proses internal yang berlangsung
kelompok rendah akan cenderung memiliki kemampuan belajar yang rendah.
Dengan mengetahui hal-hal tersebut, guru dapat merancang pembelajaran yang
lebih baik sehingga kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar
siswa menjadi lebih baik. Kemampuan awal matematika (KAM) siswa diperoleh
dari hasil tes awal. Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui
kemampuan awal matematika siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya.
Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan
siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa mampu
mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap
materi matematika itu sendiri serta mampu menumbuhkan sikap kemandirian
dalam belajar dan dalam penyelesaian soal matematika. Berbagai cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan komunikasi siswa dan kemandirian belajar siswa
adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan
oleh guru.
Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model
pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran, baik secara
mental, fisik maupun sosial. Pada pembelajaran matematika hendaknya
disesuaikan dengan bahan ajar dan perkembangan berpikir siswa. Salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mendorong siswa
berpikir aktif dan meningkatkan komunikasi matematik siswa adalah
17
Menurut Tan (dalam Rusman, 2012) bahwa :
“Model pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pemelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan”.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), merupakan
salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar
aktif kepada siswa. Selanjutnya Bould, felleti dan Fogarty (dalam Ngalimun,
2014) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan
pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pembelajar (siswa/mahasiswa)
dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended
melalui stimulus dalam belajar”. Model pembelajaran berbasis masalah
merupakan salah satu model pembelajaran yang dalam pembelajarannya lebih
mengutamakan kegiatan siswa (student centered) daripada kegiatan guru. Model
pembelajaran berbasis masalah dirangsang berdasarkan masalah riil kehidupan
yang bersifat tidak berstruktur, terbuka, dan mendua. Dengan demikian
pembelajaran berdasarkan masalah dengan masalah nyata, merupakan salah satu
model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kompetensi kinerja
ilmiah.
Salah satu usaha guru untuk membuat siswa termotivasi dalam proses
belajar adalah dengan memanfaatkan media pembelajaran. Media berbasis
komputer merupakan salah satu bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi, media berbasis komputer disebut “computer
Assisted Instruction” atau CAI. Pengajaran model CAI menggunakan komputer
diterapkan di sekolah-sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang diinginkan UU RI
No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada pasal 20 butir b, bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalnya, guru berkewajiban untuk meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(Depdiknas, 2006c). Oleh karena itu, guru yang professional adalah guru
yang mampu merancang, dan menemukan media pembelajaran yang dapat
memudahkan dan memotivasikan siswanya dalam proses belajar. Misalnya
dengan adanya penggunaan gambar-gambar yang bergerak (animasi) dalam
mendiskripsikan konsep matematika, di samping akan mengkonkritkan materi
matematika yang bersifat abstrak juga dapat menambah daya penguatan
(inforcement) serta dapat membangkitkan minat baru, membangkitkan motivasi
dan rangsangan belajar (Hamalik, 2001).
Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika
adalah media berbasis komputer dengan software CABRI Geometry 3D, dimana
pembelajaran yang merupakan dynamic, eksperimen, observasi, eksplorasi,
tepat waktu dan konjektur salah satu karakteristiknya memainkan peranan yang
sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan motivasi matematik siswa, agar tujuan ini tercapai maka sangat baik apabila
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah ini dengan menggunakan
software CABRI 3D. Software CABRI 3D adalah salah satu software atau
19
software CABRI 3D dalam pembelajaran dikelas merupakan suatu inovasi baru
dalam pembelajaran matematika, karena yang selama ini kita ketahui bahwa
dalam pembelajaran matematika dikelas selama ini bersifat konvensional,
kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru, akan tetapi dengan
menggunakan software CABRI 3D siswa dapat mengembangkan cara belajarnya
dengan lebih baik.
Penggunaan software CABRI 3D selain dapat mengakomodasi siswa
yang lamban juga dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi
pelajaran, memudahkan siswa untuk menyerap apa yang disampaikan guru,
sehingga terjadinya simulasi karena tersedianya animasi geometri, warna dan
musik yang dapat menambah realisme. Pernyataan ini diperkuat oleh Hamalik
(1994), menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh psikologi terhadap siswa. Selain membangkitkan motivasi dan minat
belajar siswa, media pebelajan juga dapat menigkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
Hal ini diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan
penggunaan TIK dalam meningkatkan kemampuan matematik dan kemandirian
siswa antara lain penelitian Muzakir (2013) yang menyimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan software Cabri 3 D mempunyai
efektivitas lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional untuk
meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep kedudukan titik. Selanjutnya
software (Autograph, Software Cabri 3d Dan Maple) tersebut sebagai media
pembelajaran matematika lebih baik dibandingkan dengan memakai cara
konvensional.
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian yang relevan berkaitan
dengan penggunaan teknologi dan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
pembelajaran berbasis masalah pada materi bangun ruang, dalam penelitian ini
akan di coba untuk melaksanakan pembelajaran kubus dan balok mengunakan
model pembelajaran berbasis masalah yang dirancang menggunakan Software
Cabri 3D dan melihat pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi matematik
dan kemandirian belajar siswa.
Pembelajaran penemuan diharapkan akan membantu siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuannya. Sedangkan penggunaan Software Cabri 3D
diharapkan dapat membantu mengembangkan daya imajinasi dan meningkatkan
kemampuan berpikir siswa serta kemampuan komunikasi matematik melalui
investigasi yang dilakukan bersama kelompok sehingga pemahaman siswa
terhadap pembelajaran matematika dapat meningkat. Software Cabri 3D
diharapkan bisa menghadirkan bentuk gambar atau aminasi yang lebih menarik
dan berkesan, sehingga pembelajaran bisa dirasakan siswa lebih menyenangkan
dan tidak membosankan.
Sesuai dengan pemaparan tersebut di atas maka diharapkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang diduga mampu
member pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian
21
memahami konsep komunikasi yang telah diberikan oleh guru bidang studinya,
mampu untuk mengungkapkan pendapat serta ide, memiliki pertanggung
jawaban terhadap diri sendiri, mampu memotivasi dirinya sendiri dan mempunyai
rasa percaya diri hasil pekerjaan tangannya sendiri.
Hal inilah yang membangkitkan semangat penulis untuk melakukan
penelitian, yaitu untuk memberikan angin segar dalam pembelajaran matematika
terutama pada materi bangun ruang dan mengembangkan pembelajaran
matematika yang sesuai dengan kebutuhan, sumber daya yang ada serta
berpandangan pada teknologi dan tuntutan kurikulum.
Berdasarkan uraian di atas diduga pembelajaran menggunakan pembelajaran
berbasis masalah berbantuan Software Cabri 3D dapat dijadikan salah satu cara untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.
Untuk menguji dugaan tersebut maka diambil judul” “ Pengaruh pembelajaran
berbasis masalah berbantuan softwarecabri 3D terhadap kemampuan komunikasi
matematik dan kemandirian belajar siswa MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten
Simalungun ”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah, sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara
aktif.
2. Pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar masih
4. Kemandirian belajar siswa masih rendah.
5. Sistem pembelajaran yang digunakan guru belum mampu untuk
membangun ketertarikan siswa.
6. Guru belum memanfaatkan media berbasis teknologi komputer secara
maksimal khususnya software Cabri 3D dalam membantu pemahaman
siswa.
7. Kemampuan awal matematika (KAM) yang dimiliki sebagian siswa untuk
mempelajari matematika masih tergolong rendah.
1.3. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah yang teridentifikasi dibandingkan
dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti membatasi
permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kemampuan komunikasi matematik.
2. Kemandirian belajar siswa
3. Model pembelajaran berbasis masalah dengan berbantuan software cabri
3D
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang
diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
23
berbantuan software cabri 3D terhadap kemampuan komunikai matematik dan
kemandirian belajar siswa MTs Negeri Tanah Jawa di Kabupaten Simalungun.
Dari rumusan masalah penelitian ini, akan dipecah menjadi beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cabri 3D lebih tinggi daripada
siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan
cabri 3 D ?.
2. Apakah kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran
berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi daripada siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software
cabri 3 D ?.
3. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dengan model
pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematik?.
4. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dengan model
pembelajaran terhadap kemandirian belajar siswa ?.
5. Bagaimanakah proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan
soal-soal kemampuan komunikasi matematik pada pembelajaran berbasis masalah
dengan bantuan software cabri 3D dan pembelajaran berbasis masalah tanpa
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri
3D lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis
masalah tanpa bantuan software cabri 3 D ?
2. Untuk mengetahui Apakah kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi
daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa
bantuan software cabri 3 D ?.
3. Untuk mengetahui Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal
matematika dengan model pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi
matematik ?.
4. Untuk mengetahui Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal
matematika dengan model pembelajaran terhadap kemandirian belajar siswa ?.
5. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa dalam
menyelesaikan soal-soal kemampuan komunikasi matematik pada
pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan software cabri 3D dan
25
1.6. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan
akan memberi manfaat sebagai berikut :
1. Bagi siswa,
Untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan
kemandirian belajar siswa sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat
melalui pembelajaran berbasis masalah dan bisa menggunaka media teknologi
komputer dalam pembelajaran matematika.
2. Bagi Guru,
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
perencanaan kegiatan belajar mengajar dan membiasakan guru menggunakan
software-software dalam mengajar matematika, dalam hal ini software cabri
3D, serta meningkatkan professional guru dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran di Madarasah
3. Bagi Madrasah
Rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubugan
dengan penelitian ini bagi para peniliti yang tertarik dengan penelitian sejenis.
4. Bagi Peneliti,
Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas khususnya pada materi
kubus dan balok dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah
matematika maupun dalam penggunaan ICT.
1.7. Defenisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan
istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ;
1. Kemampuan komunikasi matematik yang dimaksud adalah keahlian siswa
menggunakan matematika sebagai alat komunikasi (bahasa matematika)
secara tertulis untuk menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik
berbentuk uraian yang akan dilihat dari aspek: (a) Menuliskan ide matematika
dengan kata-kata sendiri, (b) Menuliskan ide matematika ke dalam model
matematika, (c) Menuliskan prosedur penyelesaian.
2. Kemandirian belajar adalah proses perancang dan pemantau diri yang seksama
terhadap proses kognitif dan afektif dalam penyelesaian suatu tugas akademik.
Dari pengertian tersebut terdapat dua karakteristik yang termuat dalam
kemandirian belajar, yaitu : (1) individu merancang belajarnya sendiri sesuai
dengan keperluan atau tujuan individu yang bersangkutan, (2) individu
memantau kemampuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan
dibandingkan dengan standar tertentu.
3. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu model pengajaran yang
menggunakan masalah otentik dalam mengkonstruksi berbagai konsep dan
prinsip matematika, yang diawali dengan penyajian suatu masalah yang nyata
27
autentik, kerjasama dan menemukan penyelesaian masalah oleh mereka
sendiri
4. Program Cabri 3D adalah salah satu program atau software interaktif yang
dapat dipergunakan untuk belajar geometri dan trigonometri. Dengan Software
Cabri 3D ini guru juga dapat membuat animasi geometri.
5. Kemampuan awal matematika adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki
siswa sebelum pembelajaran berlangsung dengan menggunakan seperangkat
tes materi prasyarat. Dari hasil tes tersebut maka siswa akan dikelompokkan
menjadi siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
6. Proses jawaban adalah variasi/alternative jawaban siswa dari tes kemampuan
komunikasi matematik berdasarkan masing-masing indikator kemampuan
220
Abdurrahman, M .(2009). Pendidikan Bagi Anak berkesulitan mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Abdullah, Riyadi. (2010). A Problem Solving Model as a Strategy for Improving Secondary School Students’ achievement and Retention in Further Mathematics. Mathematic Department, State University of Malang, Indonesia. Jurnal Proceeding. ISBN : 97 –979–16453 – 7 –0
Abbas dan Nurhayati .(2006). “ Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penelitian
portofolio di SMP N 10 Gorentalo’. ( Online ), Tersedia
(http;/www.depdiknas.go.id/jurnal/S-1/ Nurhayati-penerapan pdf.
Ansari, B. (2012). Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi, Jakarta : Pena
Arends, R.I (2008). Learning To Teach. Buku dua. Edisi ketujuh Yogyakarta: Pustaka Belajar.
---(2009). Learning to Teach. Balajar untuk Mengajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arifah. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas dan hasil Belajar Matematika Siswa. Padang : Program pasca sarjana.
Arikunto, S .(2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Penerbit Rhineka Cipta.
Asmin dan A. Mansur. (2014). Pengukuran dan Penelitian Hasil Belajar dengan Analisis Kalsik dan Modern. Medan : Larispa Indonesia.
Bilgin, I. (2009). The Effect of Problem Based Learning Instruction on
University Student’s Performance of Conceptual and Quantitative
Problems in Gas Concerpts. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education.
Brenner, M.E, (1994). Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups By Language Minority Students. University of California, Santa Barbara.
Cotton K. ( 2008 ). Mathematical Communication, Conceptual Understanding,
221
Daulay, L.A .(2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Tidak dipulikasikan. Medan: Pasca Sarjana Unimed.
Depdiknas.(2003). Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Fachrurazi, R (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Edisi Khusus No 1 Agustus 2011. ISSN 1412-565X. Tersedia : http:// jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf[09 agustus 2015]
Fahradina, Nova, dkk. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan menggunakan Model Investigasi Kelompok. Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Syiah Kuala. Jurnal Didakdik Matematika. Vol 1, No. 1, September 2014 ISSN : 2345-4185
Fakhruddin .(2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvesional Tesis. Medan : PPs Unimed.
Fauzi, A .(2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Hadi,S.(2005). Pendidikan Matematika Realistikdan Implementasinya. Banjarmasin : Tulip
Hudojo, H .(2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.
Ibrahim, M, Dkk. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa.
IEA .(2008). Trend In Internasional mathematics and science study 2007. [online] tersedia : http://www.ienl/timss 2007. [ 18 November 2015 ].
Education in Southeast Asia. Volume 34.
Kadir, Jr, Mayjen S. Parman (2012). Mathematical Communication Skills of Junior Secondary School Students in Coastal Area. Journal Teknologi, Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Indonesia.
Kadir .(2015). Statistik Terapan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Kitsantas, Anastasia, dkk (2008). Self-Regulation and Abililty Predictors of Academic Succes During College: A Predictive Validity Study. Journal of Advanced Academica. Vol 20, No 1 pp. 42-68. George Mason University.
Kompas .(2012). Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. Jakarta
Kusumah, Yaya, S. (2015). Inovasi Pembelajaran Matematika dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Makalah seminar nasional oleh Himpunan Profesi Pendidikan Matematika Indonesia FMIPA Universitas Negeri Medan.
Latipah, Eva (2010). Strategi Self-Regulated Learning dan Prestasi Belajar : Kajian Meta Analisis. Jurnal Psikologi. Vol 37. No.1 Juni 2010 : 110-129. Universitas Negeri Sunan Kalijaga. Fakultas tarbiyah
Mudrikah, A. (2016). Problem-Based Learning Associated by Action-Process-Object-Schema (APOS) Theory of Enhance Student’s High Order Mathematical Thinking Ability. International Journal of Research in Education and Science (IJRES).
Mulyasa .(2013). Pengembangan dan Implimentasi Kurikulum 2013. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Muzakir (2013). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Software Cabri Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar Matematika Siswa di MTs Terpadu Syamsuddhuha. Penelitian : Universitas Negeri Medan.
Nahariani, Pepin, dkk (2012). Model Development of Self Regulated Learning (SRL) on Increasement the Achievement of Nursing Student. Paper Jawa Timur : STIKES Pemkab Jombang.
223
Ngalimun. (2013). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta : Aswaja Pressindo
--- .(2014). Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta : Aswaja Pressindo
Padmavathy, R.D dan Mareesh, K. (2013). Effectiveness of Problem based Learning in Mathematics. International Multidisciplinary e-Journal. Qohar,A. 2011. Mathematical Communication: What And How To Develop It In
Mathematics Learning?. Mathematic Department, State University of Malang, Indonesia. Jurnal Proceeding. ISBN : 97 –979–16353 – 7 – 0
Paul R. and Elisabeth. (1990 ). Motivational dan Self Regulated Learning Component of Classroom Academic Performance. Journal of Educational Psychology.
Rahmayani, Dwi .2014. Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan UNSIKA. Vol.2 No 1. November 2014. Universitas Muhammadiyah.
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru. Edisi ke 2, Jakarta : PT. Rajawali Pers.
Rusman. (2013). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung : IKAPI
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, W.( 2014). Strategi Pembelajaran Orientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Saragih, S dan Winmery, L.H. (2014). The Improving of Problem Solving Ability
and Student’s Creativity Mathematical by Using Problem Based
Learning in SMP Negeri 2 Siantar. Journal of Education ,Departement of Mathematics, Science Faculty : State Universityof Medan.
Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta : Diklat Instruktur / Pengembang Matematika SMA.
Suherman, (2006). Strategi Pembelajaran Matematika. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.