• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN SOFTWARE CABRI 3D TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MTS NEGERI TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN SOFTWARE CABRI 3D TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MTS NEGERI TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

MTs NEGERI TANAH JAWA

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

DISUSUN OLEH :

SUPRIATNO

NIM: 8136172082

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

SUPRIATNO. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah berbantuan

Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik dan

Kemandirian Belajar Siswa MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Tesis Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2017.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D terhadap kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling. Dari 5 kelas VIII yang ada, dipilih 2 kelas yaitu kelas VIII-1 sebagai kelas eksprimen I mengunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D dan kelas VIII-3 sebagai kelas eksperimen II mengunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) Tes kemampuan awal matematika, (2) Tes kemampuan komunikasi matematik, (3) Angket kemandirian belajar siswa. Instrumen tersebut telah memenuhi persyaratan validasi isi, dengan koefisien realibilitas sebesar 0,777 ; 0,752 dan 0,888 berturut-turut untuk tes kemampuan awal matematika siswa, kemampuan komunikasi matematika siswa dan kemandirian belajar siswa. Analisis data yang digunakan analisis varian (ANAVA) dua jalur, dan dilanjutkan dengan menentukan koefisien determinasi besar pengaruhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kemampuan komunikasi matematik siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi (31,84) dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D. (2) Kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi (11,06) dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D. (3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D dan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. (4) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D dan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software cabri 3D dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemandirian belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan kepada guru matematika untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D sebagai salah satu alternative pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.

(7)

ii

Learning Student at MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Thesis. Medan : Mathematics Education Study Program Graduate University of Medan. 2017.

The purpose of this study was to determinan the influence of problem based learning-assisted software cabri 3D to the ability of communication students and self regulated learning students. This research is a quasi experimental. The study population was all students of class VIII MTs Negeri Tanah Jawa. The sample in this study were taken by purposive sampling. Of the 5 existing VIII class, have been as much as two classes of class VIII-1 as an experimental class I and the class VIII-3 as the experimental class II. The experimental class I using problem based learning with the help of software cabri 3D and the experimental class II using problem based learning without the help software cabri 3D. The instrument used consisted of ; (1) early mathematical ability test, (2) mathematical communication test and (3) self regulated learning inquiry. The instruments haved stated as content validity requirement, as well as reliable coefficient is 0,777 ; 0,752 and 0,888 sequentially for ability of early mathematical ability test, mathematical communications test and self regulated learning student test. Data analysis was performed by analysis of variance ( ANOVA ) followed by two ways and determine the coefficient of determination through a simple linear regression analysis to the determine the greatest effect. The result showed that (1) The ability of communication mathematic studentsthat acquire problem based learning

– assisted software cabri 3D higher then the student’s who obtain problem based learning without the help of software cabri 3D. (2) The self regulated learning

student’s that acquire problem based learning–assisted software cabri 3D higher

then the student’s who obtain problem based learning without the help of software

cabri 3D. (3) There is no interaction between prior mathematics knowledge of students and learning toward enchancing the ability of commucation mathematic students. (4) There is no interaction between prior mathematics knowledge of students and learning toward enchancing the ability of seft regulated learning

student’s. Based on the research, the researcher suggests to mathematic teachers to apply the problem based learning assisted software cabri 3D as one learned alternative as an effort to improve the ability of mathematic communication and self regulated learning student.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahrirohmanirrohim,

Alhamdulillahirobbil’Alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur

kekhadirat Allah SWT yang senantiasa memberi nikmat dan hidayahNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Tesis yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah

Berbantuan Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unimed sekaligus narasumber, yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.

(9)

iv

4. Bapak Prof. Dr Hasratuddin, M.Pd dan Dr. Edy Surya, M.Si selaku narasumber, yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.

5. Bapak Irwansyah selaku MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten Simalungun yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

6. Secara khusus, kepada segenap keluarga besar ayahanda Kamaruddin (Alm), keluarga besar ayahanda Syamsudin (Alm), Istri tercinta Suriawaty, S.Pd dan anakku tersayang Asysyifa Aulia Riatno yang selalu sabar, memberikan doa dan semangat penulis dalam menyelesaikan studi.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Unimed angkatan XXII, dan sekolah tempat saya mengajar serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.

Hanya kepada Allah SWT penulis memohon, semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Amiiin.

Medan, 23 Januari 2017 Penulis

Supriatno

(10)

v

1.2. Identifikasi Masalah ………. 21

1.3. Pembatasan Masalah ……… 22

1.4. Rumusan Masalah ……….. 22

2.1.Kemampuan Komunikasi Matematik ……… 28

2.1.1. Pengertian Komunikasi ……….. 28

2.1.2. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematik…………. 30

2.1.3. Mengungkap kemampuan Komunikasi Matematik ………. 37

2.1.4. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ………… 39

2.2. Kemandirian Belajar ……….. 39

2.3. Model Pembelajaran ……….. 42

2.3.1. Pengertian Model Pembelajaran ……….. 42

2.3.2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah………. 46

2.3.3. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah……….. 48

2.3.4..Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 50

2.3.5. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ……… 52

2.3.6. Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah……….. 54

2.4. Media Software Cabri Dalam Pembelajaran Matematika … 54 2.4.1. Software Cabri 3D……… 58

2.4.2. Hakikat ICT Serta Pengaruhnya dalam Pembelajaran …… 63

2.5. Kemampuan Awal Matematika ……….. 64

2.6. Tinjauan Materi Bangun Ruang ( Balok dan Kubus ) …………. 66

2.6.1. Informasi Tentang Balok dan Kubus……… 67

2.6.2. Konteks Dunia Nyata……….. 67

2.6.3. Unsur-Unsur Pada Bangun Balok dan Kubus……… 70

2.6.4. Luas Permukaan Balok……….. 70

(11)

vi

2.6.6. Luas Permukaan Kubus………. 73

2.6.7. Volume Kubus ………. 74

2.6.8. Penerapan Materi Kubus dan Balok Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM )……… 74

2.7. Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Masalah ………… 77

2.8. Hasil Penelitian Relevan ………. 81

2.9. Kerangka Konseptual ……… 87

2.10. Hipotesis ………. 92

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ……….. 94

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 94

3.3. Populasi dan Sampel ………. 94

3.4. Variabel Penelitian ………. 96

3.5. Desain Penelitian ……… 96

3.6. Instrumen Penelitian ………. 98

3.7. Teknik Pengumpulan data ………….……….. 98

3.8. Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ………. 104

3.9. Teknik Analisis Data ………. 110

3.10. Prosedur Penelitian ………. 119

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ……… 122

4.1.1. Hasll Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ………. 123

4.1.2 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ( KAM ) ………… 128

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ………..……… 189

4.2.1. Faktor Pembelajaran ……… 189

4.2.2. Faktor Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa …….. 198

4.2.3. Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa……… 199

4.2.4. Kemandirian Belajar Matematika Siswa ……… 202

4.2.5. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik ……… 205

4.2.6. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM Terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa……….. 208

4.2.7. Proses Jawaban Siswa……….…. 211

4.2.7. Keterbatasan Penelitian……… 213

BAB V SIMPULAN IMPILIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan ……… 215

5.2. Implikasi ……… 216

5.3. Saran ……….. 216

(12)

vii

DAFTAR TABEL

2.1. Rubrik Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ………. 38

2.2. Langkah-Langkah Model Pembelajan Berbasis Maasalah ………… 51

2.3. Kopetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelas VIII ……… 75

3.1 Desain Kelompok Eksperimen Pretes-Postes………. 97

3.2. Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Terikat ………... 97

3.3. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal Matematika ……….….. 99

3.4. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM…… 101

3.5. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi ……….. 102

3.6. Kriteria Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 102 3.7. Kisi-Kisi Instrumen Skala Kemandirian Belajar Matematik ……….. 104

3.8. Skor Alternatif Jawaban skala Kemandirian Belajar ………. 104

3.9. Daftar Validator Ahli Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ……….. 105

3.10. Interpretasi Koefisien Korelasi ………. 106

3.11. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas………. 108

3.12. Klasifikasi Daya Pembeda……..……….. .. 109

3.13. Klafikasi Tingkat Kesukaran ……….. 110

3.14. Klafisifikasi Gain Ternomalisasi ……….. 113

3.15. Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ……….. 116

3.16. Kriteria Proses Jawaban Siswa……….. 118

4.1. Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ………. 123

4.2. Rangkuman Hasil Penelitian Validator Terhadap Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ……….. 124

4.3. Rangkuman Hasil Penelitian Validator Terhadap Instrumen Penelitian Skala Kemandirian Belajar Siswa ……….. 125

(13)

viii

4.5. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Coba Pernyataan Skala

Kemandirian Belajar Matematika ……….. 127 4.6. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan

Pembelajaran ……….. 128

4.7. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan

Pembelajaran Menggunakan SPSS 22 ………. 129 4.8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas KAM Siswa SPSS 22 ………… 130 4.9. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas KAM Siswa SPSS 22………… 132 4.10. Sebaran Sampel Penelitian ……….. 133 4.11. Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Berdasarkan Pembelajaran ……….. 134 4.12. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa ………. 135

4.13. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa ……… 137

4.14. Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Berdasarkan Pembelajaran ………. 138 4.15 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa ……….. 139

4.16. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa ………. 140

4.17. Deskripsi N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM ……… 142 4.18 Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik untuk

Setiap Indikator ……… 144

4.19. Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa ………. 147

4.20. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa ……….. 148

4.21. Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan

(14)

ix

4.22. Rangkuman Hasil Hipotesis Penelitian Kemampuan Komunikasi

Matematika Pada taraf Signifikansi 0,05 ……… 153 4.23. Deskripsi Pretes Kemandirian Belajar Matematika Siswa

Berdasarkan Pembelajaran ………. 154 4.24. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kemandirian Belajar

Matematika Siswa………... 155

4.25. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemandirian Belajar

Matematika Siswa ……… 157

4.26. Deskripsi Postes Kemandirian Belajar Matematika Siswa

Berdasarkan Pembelajaran ……… 157 4.27. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Postes Kemandirian Belajar

Matematika Siswa ……….. 159

4.28. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Postes Kemandirian Belajar

Matematika Siswa ………. 160

4.29. Deskripsi N-Gain Kemandirian Belajar Matematika Ke dua

Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM ……… 162 4.30. Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-Gain Kemandirian Anket Belajar

Matematika Siswa ………. 165

4.31 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas N-Gain Kemandirian Belajar

Matematika Siswa ………. 166

4.32. Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemandirian

Belajar Matematika ………. 167 4.33. Rangkuman Hasil Hipotesis Penelitian Kemandirian Belajar

Matematika Pada Taraf Signifikansi 0,05 ………. 171 4.34. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 1 Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1

dan Eksperimen 2……… 174

4.35. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1

(15)

x

4.36. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 3 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1

dan Eksperimen 2……… 182

4.37. Rekapitulasi Proses Jawaban Siswa Untuk Nomor 4 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa Kelas Eksperimen 1

dan Eksperimen 2……… 186

4.38. Rekapitulasi Skor Total Proses Jawaban Siswa Tes Kemampuan

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan

manusia, sehingga peran pendidikan dalam kelangsungan hidup manusia dan

perkembangan suatu bangsa merupakan faktor yang paling penting.

Perkembangan Ilmu Pengetahuam dan Teknologi (IPTEK) saat ini sangat pesat

sehingga informasi yang terjadi di dunia dapat diketahui segera, waktu dan batas

Negara sudah tidak ada perbedaan lagi, akibatnya lahirlah suatu masa atau era

yang dikenal dengan globalisasi. Seiring kehadiran IPTEK tersebut pemecahan

masalah, berpikir kritis dan kemampuan komunikasi serta kemampuan vokasional

menjadi sangat penting artinya sebanding dengan perkembangan IPTEK di tengah

kehidupan masyarakat. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang handal

dan mampu berkompetisi secara global. Sudah seharusnya pendidikan itu

mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi kemampuan

kompetitif, inovatif dan komunikatif serta kolaboratif sehingga akan memudahkan

menyerap informasi dan mampu berkomunikasi dengan menggunakan teknologi.

Untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja diperoleh dengan suatu proses

pendidikan yang berkualitas.

Demikian juga matematika merupakan ilmu yang mendasari

perkembangan teknologi modern dan berbanding lurus dengan kemajuan sains

dan teknologi. Sehingga matematika mempunyai peran penting dalam berbagai

disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia untuk mengusai dan

(17)

Seperti halnya computer, jenis teknologi ini sangat membantu dan meringankan

manusia dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan administif. Mengingat

fungsinya, computer belakangan ini banyak dimanfaatkan orang mulai dari pasar,

warung, took terutama dikantor-kantor. Demikian halnya dalam dunia pendidikan

matematika, komputer membawa dampak bagaimana matematika harus diajarkan

guru dan dipelajari siswa. Hal ini menimbulkan kontraversi anatara kubu yang

menggunakan yang menggunakan teknologi dengan kubu yang memandang

penting pemberdayaan teknologi dalam pembelajaran matematika.

Sebagai antisipasi dalam menghadapi permasalahan era globalisasi

tersebut, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia

yang bermutu, berwawasan, dan memiliki keunggulan yang kompetitif. Sumber

daya manusia yang diharapkan adalah sebagaimana yang tercantum dalam

undang-undang pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya

agar memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.

Pemerintah menekankan melalui (PerMendiknas) Nomor 22 tahun 2006

tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

(Depdiknas, 2006) bahwa matematika mendasari perkembangan kemajuan

teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin, dan memajukan

(18)

3

anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sitematis, kritis, kreatif, serta

kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu merupakan bekal dan modal

penting yang diperlukan anak dalam meniti kehidupan di masa yang akan datang

dengan penuh tantangan dan perubahan dengan cepat, Matematika sangat penting

perannya setiap jenjang pendidikan. Matematika sebagai Queen of sciences

mempunyai peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini

sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang

Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 pasal 3 ( depdiknas 2003 ) yaitu :

“Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional tersebut, mata pelajaran

matematika selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan dan setiap tingkatan

kelas dengan proporsi waktu yang jauh lebih banyak dari mata pelajaran lainnya.

Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika

diharapkan dapat memenuh penyediaan potensi sumber daya manusia yang

handal. Yakni manusia yang memiliki kemampuan bernalar secara logis, kritis,

sistematis, rasional dan cermat ; mempunyai kemampuan bersikap jujur objektif,

kreatif dan terbuka ; memiliki kemampuan bertindak secara efektif dan efisien,

serta memiliki kemampuan bekerja sama. Kemampuan-kemampuan tersebut

hendaknya dipersiapkan lebih dini melalui pembelajaran dalam kelas sebagai

bekal siswa pada saat sekarang dan masa yang akan dating.

Tuntutan secara internasional adalah bahwa siswa harus juga mampu

(19)

Geometri akan menjadikan siswa mampu bernalar dan menganalisa,

Geometry offers a means of describing analyzing, and understanding the word and seeing beauty in its structures. Geometric ideas can be useful both in other areas of mathematics and in applied settings. For example. Symmetry can be useful in looking at functions ; it also figures heavily in the arts, in design, and in the sciences. Properties of geometric objects, trigonometric, relationships, and other geometric theorems give students

additional resources to solve mathematical problems (NCTM, 2000).

Pembelajaran materi geometri akan menjadikan siswa mampu untuk

mengembangkan kemampuan bernalar dan keahlian dalam pembuktian. Geometri

merupakan salah satu kajian yang memiliki peranan yang penting dalam

matematika. Berdasarkan perkembangan matematika, maka masalah yang

dihadapi dalam materi geometri semakin lama semakin rumit dan membutuhkan

analisis yang lebih sempurna, sehingga menjadi mudah untuk dipelajari. Tapi

sayangnya materi geometri sering dianggap sebagai materi pelajaran yang paling

sulit bagi siswa dan efek negatif dari pandangan ini adalah banyak siswa yang

sudah merasa takut dan anti untuk mempelajarinya, sebelum mereka betul-betul

mempelajari matematika. Dan akhirnya banyak siswa yang tidak suka dengan

pelajaran matematika dengan alasan matematika sulit. Kesulitan-kesulitan yang

dialami oleh siswa tidaklah hanya disebabkan oleh tingkat inteligensi (IQ) yang

rendah akan tetapi juga faktor-faktor lain seperti non intelegensi. Pada mata

pelajaran matematika, siswa merasa takut apabila berhadapan dengan sang guru,

karena beberapa guru matematika diungkapkan terlalu kejam, terlalu monoton dan

terlalu serius dalam mengajar sehingga ini akan menyebabkan kesulitan siswa

(20)

5

dikarenakan oleh objek matematika yang abstrak sehingga membuat siswa juga

mengalami kesulitan untuk mempelajarinya.

Kesulitan belajar juga dipengaruhi oleh prestasi belajar dimana prestasi

belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Penyebab utama

kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal yaitu karena adanya

disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar adalah faktor

belajar yaitu strategi pembelajaran yang keliru, pengelolahan kegiatan belajar

yang tidak membangkitkan motivasi, pemberian ulangan penguatan yang tidak

tepat (Abdurahman, 2009). Kesulitan-kesulitan ini juga telah menjadi kajian bagi

beberapa ahli dan forum yang peduli terhadap sektor pendidikan. Para ahli

tersebut melakukan survei dan penelitian tentang hal-hal apa menyebabkan

kesulitan-kesulitan tersebut terjadi, yang dikaji dari segi pendidik ataupun

terdidik.

Hal lain yang menyebabkan kesulitan tersebut adalah materi matematika

yang bersifat hierarki dan berkelanjutan. Kesulitan pada salah satu bagian materi

akan menyebabkan kesulitan pada materi yang selanjutnya. Misalnya untuk

mempelajari materi perkalian, maka apabila siswa tidak berhasil dalam

memahami materi penjumlahan, maka materi perkalian tidak akan tuntas karena

perkalian tersebut adalah konsep dari penjumlahan berulang. Demikianlah materi

matematika yang saling berhubungan, kajian matematika yang abstrak akan

mempengaruhi tingkat pemahaman siswa, padahal matematika adalah salah satu

kunci dalam menjalani perkembangan zaman dan teknologi.

Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan besar dalam

(21)

Kemampuan berpikir matematika yang dengan matematika. Demikian juga bahwa

perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) sangat tergantung pada perkembangan

pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah terutama pendidikan matematika.

Oleh karena itu matematika harus dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran

yang dapat menghasilkan SDM yang handal dan mampu bersaing secara global.

Namun pada kenyataannya kualitas pendidikan masih tergolong rendah,

kualitas pendidikan Indonesia yang rendah dapat dilihat dari beberapa indikator.

Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki

dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2014, Indonesia yang masih rendah.

Dari 187 negara di dunia, peringkat IPM Indonesia berada dalam urutan ke-108.

Ketiga, laporan International Educational Achievement (IEA) pada tahun 2008

bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari

39 negara yang disurvei (IEA, 2008). Keempat, mutu akademik antarbangsa

melalui hasil studi internasional oleh Programme for International Student

Assessment (PISA) tahun 2009 (http://www.pisa.oecd.org) yang menempatkan

Indonesia dalam hal kemampuan matematika pada urutan ke-61 dari 65 negara

peserta, jauh dibawah Singapura yang berada diurutan ke-2 dan masih dibawah

Thailand yang berada diurutan ke-50 (Kompas, 2012). Hal ini sejalan dengan

peran penting pendidikan matematika menurut pendapat NCTM (2000),

(22)

7

Dengan demikian, jelaslah mengapa matematika menjadi pelajaran wajib

bagi setiap orang. Bahkan dapat pula dikatakan bahwa matematika merupakan

induk segala ilmu pengetahuan, baik eksakta maupun non eksakta. Oleh karena

besarnya peranan matematika dalam kehidupan manusia, maka tidak

mengherankan bila matematika selalu menjadi perhatian dan mendapat sorotan

dari berbagai pihak, bahkan rendahnya prestasi matematika siswa telah menjadi

masalah nasional yang perlu mendapat pemecahan yang segera dan seoptimal

mungkin. Sehingga dapat dipastikan bahwa matematika merupakan bidang studi

yang wajib dipelajari oleh semua siswa SD, SMP, SMA, bahkan sampai semua

program studi di Perguruan Tinggi.

Pembelajaran matematika sendiri memiliki fungsi sebagai sarana untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, dan bekerja sama yang

diperlukan bagi manusia sebagai mahluk sosial seperti yang tertera pada

salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum 2004 bahwa melalui

pembelajaran matematika siswa dapat mengembangkan aktivitas kreatif yang

melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran

divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-

coba. Ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tertera dalam

NCTM (2000) yaitu: (1) komunikasi matematika (mathematical communication);

(2) penalaran matematika (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah

matematika (mathematical problem solving); (4) koneksi matematika

(mathematical connections);(5) representasi matematika (mathematics

(23)

struktur kurikulum didalamnya dirancang untuk meningkatkan kompetensi siswa

di masa depan. Kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa melalui implementasi

kurikulum ini di antaranya adalah: (1) kemampuan komunikasi; (2) kemampuan

berpikir kritis; (3) memiliki tanggung jawab; (4) memiliki minat dalam

kehidupan; (5) memiliki kecerdasan sesuai dengan bakatnya; (6) mampu

menghadapi arus globalisasi; dan (7) memiliki toleransi terhadap pandangan yang

berbeda (Kusumah, 2015).

Namun pada kenyataannya dapat dilihat pendidikan matematika di

Indonesia belum mencapai tujuan yang diinginkan. Di samping itu, masih sering

terdengar kritikan dan sorotan tentang rendahnya mutu pendidikan oleh

masyarakat yang ditujukan lembaga pendidikan, baik secara langsung maupun

lewat media terutama pada mata pelajaran matematika.

Peranan pendidikan matematika yang sangat besar dalam peningkatan

kualitas SDM, haruslah didukung dengan suatu proses pembelajaran matematika

yang memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat melihat dan mengalami

sendiri kegunaan matematika dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran

matematika juga harus memberikan kesempatan pada siswa mengetahui

manfaatnya belajar matematika untuk mata pelajaran lainnya. Melalui

pembelajaran matematika yang mengkaitkan konsep matematika dengan konsep

lain serta mengkaitkan matematika dengan suatu permasalahan dalam kehidupan

nyata, maka siswa akan semakin mengetahui betapa pentingnya mempelajari

(24)

9

Melalui pembelajaran yang proses belajar mengajarnya mengkaitkan

area-area pengetahuan yang berbeda, dan mengarahkan kepada kemampuan

kemampuan komuniksi matematik siswa. Melalui komunikasi, siswa dapat

menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Hal ini berarti

kemampuan komunikasi matematik siswa harus lebih ditingkatkan. Komunikasi

dalam matematika berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan siswa dalam

berkomunikasi. Standar evaluasi untuk mengukur ini adalah, (1) menyatakan ide

matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi, dan menggambarkannya

dalam bentuk visual, (2) memahami, menginterpretasi, dan menilai ide matematik

yang disajikan dalam tulisan, lisan atau bentuk visual, (3) menggunakan kosa

kata/bahasa, notasi dan struktur matematik untuk menyatakan ide,

menggambarkan hubungan, dan membuat model (Ansari, 2012). Dengan

demikian pembelajarannya haruslah pembelajaran yang bermakna.

Menurut Baroody (Ansari, 2012) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan

penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan di

kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak

hanya sekedar alat bantu berfikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan

pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga

sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara

jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity; artinya

sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai

wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa.

Namun dewasa ini, pelajaran matematika oleh siswa pada umumnya

(25)

membosankan menjadikan siswa tidak merasa nyaman, dan selalu bergantung

pada orang lain selama kegiatan belajar-mengajar. Hal ini membuat kepedulian

mereka akan pentingnya matematika sebagai bagian dari kehidupan tak dapat

mereka rasakan manfaatnya. Paling tidak kesemuan akan manfaat matematika ada

dalam pikirannya. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Nooriafshar

(2002) yang mengungkapkan bukti bahwa lebih dari 50% siswa tidak dapat

menyerap dasar materi selama separuh kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya

hasil survey di Toowoomba High School Students menunjukkan sekitar 40% siswa

tidak peduli matematika dan menganggap matematika tidak menyenangkan.

Hal ini diperkuat dengan soal yang diberikan dan hasil jawaban ulangan

siswa kelas VIII pada tahun ajaran 2015/2016 pada materi balok, yang

ditunjukkan dibawah ini :

Perhatikan gambar di bawah ini,

Seekor semut berjalan dari A ke B. Dia dapat berjalan melalui dinding dan atap

ruangan. Berapakah jarak terpendek yang dapat dilalui semut ?.

(26)

11

Gambar 1.1. Kelemahan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Dari hasil diatas, kelemahan siswa dapat dilihat bahwa siswa kesulitan

dalam mengkomunikasikan jarak terpendek dan dalam memahami soal yang

diberikan guru, sehingga siswa tidak mampu menentukan jarak terpendek.

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematik dan

kemandirian siswa adalah kurang tepatnya strategi pembelajaran yang digunakan

oleh guru disekolah. Budiningsih (2005) mengatakan bahwa :

“Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan”.

Pendapat diatas menyatakan bahwa pembelajaran selama ini lebih banyak

didominasi oleh guru, siswa tidak banyak dilibatkan dalam mengkonstruksi

pengetahuannya, hanya menerima saja informasi yang disampaikan searah dari

guru sehingga siswa menjadi pasif. Hal inilah yang menyebabkan kemampuan

matematik siswa menjadi rendah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Trianto

(2009) bahwa :

Siswa salah dalam

mengkomunikasikan jarak

terpendek dari A ke B

Siswa tidak paham

(27)

peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional atau konvensional. Pada

pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa

menjadi pasif”.

Dari kedua pendapat diatas, jelas bahwa salah satu factor yang dapat

menyebabkan rendahnya kemampuan matematik siswa karena strategi

pembelajaran yang dilakukan guru kurang tepat. Guru kurang mengkontruksi

pengetahuannya. Akibatnya siswa cenderung cepat lupa apa yang telah diajarkan

guru dan mengakibatkan hasil belajarnya menjadi rendah. Berbeda halnya jika

siswa mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Siswa dapat menyelidiki,

menginvestigasi, mencoba dan akhirnya menemukan sendiri dalam

mengkomunikasi matematik.

Untuk itu kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu

untuk diperhatikan, apabila siswa mempunyai kemampuan komunikasi tentunya

akan membawa siswa kepada pemahaman konsep matematika yang dipelajari.

Melalui komunikasi, seseorang akan dapat mengungkapkan gagasan, temuan atau

bahkan perasaannya terhadap orang lain. Fachrurazi (2011), siswa perlu

dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap

jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang

lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Hal ini

berarti guru harus berusaha untuk mendorong siswanya agar memiliki

kemampuan komunikasi yang baik. Komunikasi dapat mening katkan pemahaman

konsep-konsep abstrak matematika. Kemampuan komunikasi matematis dapat

diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang

(28)

13

di mana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi

matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi

penyelesaian suatu masalah. Selama ini siswa jarang sekali mengkomunikasikan

ide-ide matematika sehingga sulit untuk memberikan penjelasan yang tepat, jelas,

dan logis atas jawabannya.

Selain kemampuan komunikasi sebagai aspek kognitif siswa, dan

kemandirian belajar siswa sebagai aspek afektif, juga penting dalam pembelajaran

matematika. Kemandirian dalam belajar merupakan keharusan dan tuntutan dalam

pendidikan saat ini. Seperti yang diungkapkan Sumarmo (dalam Fahradina, 2014)

bahwa disamping pentingnya kemampuan komunikasi dalam matematika, juga

diperlukan sikap yang harus dimiliki oleh siswa diantaranya adalah inisiatif

belajar, memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar, dan mengevaluasi proses

dan hasil belajar, yang merupakan indikator dari kemandirian belajar siswa.

Kemandirian belajar adalah suatu keterampilan belajar yang dalam

proses belajar individu didorong, dikendalikan, dan dinilai oleh diri individu itu

sendiri. Sehingga dengan demikian, peserta didik mengatur pembelajarannya

sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan psikomotor yang ada pada

dirinya sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan .

Menanggapi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika

di sekolah, perlu dicari suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi siswa dan memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengungkapkan ide/gagasan matematik secara optimal sehingga siswa menjadi

(29)

selama proses pembelajaran.

Selain itu, perlu dicari pula solusi pembelajaran yang dapat menyelesaikan

semua permasalahan yang dihadapi siswa. Guru haruslah dapat menciptakan

suasana belajar yang mampu mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki siswanya

dalam menyelesaikan soal yang dihadapi siswa, ini nantinya diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi siswa serta kemandirian siswa sehingga

dapat tercapai tujuan pendidikan seperti yang tersebut di atas.

Untuk itu guru harus menggunakan media pembelajaran yang dapat

membantu pemahaman siswa terutama penggunaan teknologi. Padahal

penggunaan teknologi termasuk salah satu dari six principles for school

mathematics (NCTM, 2000), “Technology is essential in teaching and learning

mathematics; it influences the mathematics that taught and enhances student’s

learning”. Menurut NCTM tersebut, teknologi sangat penting dalam proses

belajar mengajar matematika karena akan mempengaruhi pembelajaran

matematika dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

MTs Negeri Tanah Jawa adalah salah satu sekolah yang menerapkan

kurikulum 2013 selama 2 tahun. Namun, pembelajaran yang dilakukan belum

sepenuhnya efektif menerapkan model-model pembelajaran yang

merekomendasikan oleh pemerintah. Guru belum maksimal menerapkan

prinsip-prinsip pembelajaran kurikulum 2013 terutama penggunaan teknologi dalam

pembelajaran seperti software komputer. Padahal, komputer sebagai suatu

teknologi yang berkembang sangat pesat dan sudah selayaknya digunakan dalam

(30)

15

Selama ini kegiatan lebih didominasi oleh guru dan tanpa memanfaatkan

media teknologi secara maksimal. Penggunaan teknologi selama ini hanya sebatas

pengganti papan tulis, tanpa menggunakan software-software yang dapat

membantu siswa untuk mencapai pemahaman matematikanya secara langsung.

Penggunaan teknologi dalam pembelajaran dianggap menghabiskan banyak

waktu, disamping kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan teknologi

tersebut. Padahal guru dapat memaksimalkan penggunaan teknologi tersebut,

maka dapat mempermudah pemahaman siswa.

Proses pembelajaran guru juga masih menggunakan pembelajaran yang

kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Padahal setiap

individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Kemampuan awal siswa

merupakan kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti

pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan

kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.

Kemampuan awal dan karakteristik siswa adalah pengetahuan dan

keterampilan yang relevan, termasuk didalamnya latar belakang informasi

karekteristik siswa yang telah ia miliki pada saat mulai mengikuti suatu program

pengajaran. Masalah sering terjadi dalam memperkirakan kemampuan dan

keadaan siswa. Kadang-kadang perkiraan itu terlalu rendah (under estimate),

namun kadang-kadang terlalu tinggi (over estimate).

Uno (2008) menyatakan bahwa kemampuan awal amat penting

peranannya dalam meningkatkan kebermaknaan pengajaran, yang selanjutnya

membawa dampak dalam memudahkan proses-proses internal yang berlangsung

(31)

kelompok rendah akan cenderung memiliki kemampuan belajar yang rendah.

Dengan mengetahui hal-hal tersebut, guru dapat merancang pembelajaran yang

lebih baik sehingga kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar

siswa menjadi lebih baik. Kemampuan awal matematika (KAM) siswa diperoleh

dari hasil tes awal. Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui

kemampuan awal matematika siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya.

Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan

siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa mampu

mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap

materi matematika itu sendiri serta mampu menumbuhkan sikap kemandirian

dalam belajar dan dalam penyelesaian soal matematika. Berbagai cara yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan komunikasi siswa dan kemandirian belajar siswa

adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan

oleh guru.

Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model

pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran, baik secara

mental, fisik maupun sosial. Pada pembelajaran matematika hendaknya

disesuaikan dengan bahan ajar dan perkembangan berpikir siswa. Salah satu

alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mendorong siswa

berpikir aktif dan meningkatkan komunikasi matematik siswa adalah

(32)

17

Menurut Tan (dalam Rusman, 2012) bahwa :

“Model pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pemelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan”.

Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), merupakan

salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar

aktif kepada siswa. Selanjutnya Bould, felleti dan Fogarty (dalam Ngalimun,

2014) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan

pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pembelajar (siswa/mahasiswa)

dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended

melalui stimulus dalam belajar”. Model pembelajaran berbasis masalah

merupakan salah satu model pembelajaran yang dalam pembelajarannya lebih

mengutamakan kegiatan siswa (student centered) daripada kegiatan guru. Model

pembelajaran berbasis masalah dirangsang berdasarkan masalah riil kehidupan

yang bersifat tidak berstruktur, terbuka, dan mendua. Dengan demikian

pembelajaran berdasarkan masalah dengan masalah nyata, merupakan salah satu

model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kompetensi kinerja

ilmiah.

Salah satu usaha guru untuk membuat siswa termotivasi dalam proses

belajar adalah dengan memanfaatkan media pembelajaran. Media berbasis

komputer merupakan salah satu bentuk dan saluran yang digunakan untuk

menyampaikan pesan atau informasi, media berbasis komputer disebut “computer

Assisted Instruction” atau CAI. Pengajaran model CAI menggunakan komputer

(33)

diterapkan di sekolah-sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang diinginkan UU RI

No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada pasal 20 butir b, bahwa dalam

melaksanakan tugas keprofesionalnya, guru berkewajiban untuk meningkatkan

dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan

sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

(Depdiknas, 2006c). Oleh karena itu, guru yang professional adalah guru

yang mampu merancang, dan menemukan media pembelajaran yang dapat

memudahkan dan memotivasikan siswanya dalam proses belajar. Misalnya

dengan adanya penggunaan gambar-gambar yang bergerak (animasi) dalam

mendiskripsikan konsep matematika, di samping akan mengkonkritkan materi

matematika yang bersifat abstrak juga dapat menambah daya penguatan

(inforcement) serta dapat membangkitkan minat baru, membangkitkan motivasi

dan rangsangan belajar (Hamalik, 2001).

Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika

adalah media berbasis komputer dengan software CABRI Geometry 3D, dimana

pembelajaran yang merupakan dynamic, eksperimen, observasi, eksplorasi,

tepat waktu dan konjektur salah satu karakteristiknya memainkan peranan yang

sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan motivasi matematik siswa, agar tujuan ini tercapai maka sangat baik apabila

menerapkan model pembelajaran berbasis masalah ini dengan menggunakan

software CABRI 3D. Software CABRI 3D adalah salah satu software atau

(34)

19

software CABRI 3D dalam pembelajaran dikelas merupakan suatu inovasi baru

dalam pembelajaran matematika, karena yang selama ini kita ketahui bahwa

dalam pembelajaran matematika dikelas selama ini bersifat konvensional,

kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru, akan tetapi dengan

menggunakan software CABRI 3D siswa dapat mengembangkan cara belajarnya

dengan lebih baik.

Penggunaan software CABRI 3D selain dapat mengakomodasi siswa

yang lamban juga dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi

pelajaran, memudahkan siswa untuk menyerap apa yang disampaikan guru,

sehingga terjadinya simulasi karena tersedianya animasi geometri, warna dan

musik yang dapat menambah realisme. Pernyataan ini diperkuat oleh Hamalik

(1994), menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses

belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,

membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa

pengaruh psikologi terhadap siswa. Selain membangkitkan motivasi dan minat

belajar siswa, media pebelajan juga dapat menigkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa.

Hal ini diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan

penggunaan TIK dalam meningkatkan kemampuan matematik dan kemandirian

siswa antara lain penelitian Muzakir (2013) yang menyimpulkan bahwa

pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan software Cabri 3 D mempunyai

efektivitas lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional untuk

meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep kedudukan titik. Selanjutnya

(35)

software (Autograph, Software Cabri 3d Dan Maple) tersebut sebagai media

pembelajaran matematika lebih baik dibandingkan dengan memakai cara

konvensional.

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian yang relevan berkaitan

dengan penggunaan teknologi dan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

pembelajaran berbasis masalah pada materi bangun ruang, dalam penelitian ini

akan di coba untuk melaksanakan pembelajaran kubus dan balok mengunakan

model pembelajaran berbasis masalah yang dirancang menggunakan Software

Cabri 3D dan melihat pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi matematik

dan kemandirian belajar siswa.

Pembelajaran penemuan diharapkan akan membantu siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuannya. Sedangkan penggunaan Software Cabri 3D

diharapkan dapat membantu mengembangkan daya imajinasi dan meningkatkan

kemampuan berpikir siswa serta kemampuan komunikasi matematik melalui

investigasi yang dilakukan bersama kelompok sehingga pemahaman siswa

terhadap pembelajaran matematika dapat meningkat. Software Cabri 3D

diharapkan bisa menghadirkan bentuk gambar atau aminasi yang lebih menarik

dan berkesan, sehingga pembelajaran bisa dirasakan siswa lebih menyenangkan

dan tidak membosankan.

Sesuai dengan pemaparan tersebut di atas maka diharapkan bahwa model

pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang diduga mampu

member pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian

(36)

21

memahami konsep komunikasi yang telah diberikan oleh guru bidang studinya,

mampu untuk mengungkapkan pendapat serta ide, memiliki pertanggung

jawaban terhadap diri sendiri, mampu memotivasi dirinya sendiri dan mempunyai

rasa percaya diri hasil pekerjaan tangannya sendiri.

Hal inilah yang membangkitkan semangat penulis untuk melakukan

penelitian, yaitu untuk memberikan angin segar dalam pembelajaran matematika

terutama pada materi bangun ruang dan mengembangkan pembelajaran

matematika yang sesuai dengan kebutuhan, sumber daya yang ada serta

berpandangan pada teknologi dan tuntutan kurikulum.

Berdasarkan uraian di atas diduga pembelajaran menggunakan pembelajaran

berbasis masalah berbantuan Software Cabri 3D dapat dijadikan salah satu cara untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematik dan kemandirian belajar siswa.

Untuk menguji dugaan tersebut maka diambil judul” “ Pengaruh pembelajaran

berbasis masalah berbantuan softwarecabri 3D terhadap kemampuan komunikasi

matematik dan kemandirian belajar siswa MTs Negeri Tanah Jawa Kabupaten

Simalungun ”.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasikan

beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara

aktif.

2. Pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar masih

(37)

4. Kemandirian belajar siswa masih rendah.

5. Sistem pembelajaran yang digunakan guru belum mampu untuk

membangun ketertarikan siswa.

6. Guru belum memanfaatkan media berbasis teknologi komputer secara

maksimal khususnya software Cabri 3D dalam membantu pemahaman

siswa.

7. Kemampuan awal matematika (KAM) yang dimiliki sebagian siswa untuk

mempelajari matematika masih tergolong rendah.

1.3. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah yang teridentifikasi dibandingkan

dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti membatasi

permasalahan dalam penelitian ini.

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Kemampuan komunikasi matematik.

2. Kemandirian belajar siswa

3. Model pembelajaran berbasis masalah dengan berbantuan software cabri

3D

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang

diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini

(38)

23

berbantuan software cabri 3D terhadap kemampuan komunikai matematik dan

kemandirian belajar siswa MTs Negeri Tanah Jawa di Kabupaten Simalungun.

Dari rumusan masalah penelitian ini, akan dipecah menjadi beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cabri 3D lebih tinggi daripada

siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan

cabri 3 D ?.

2. Apakah kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi daripada siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa bantuan software

cabri 3 D ?.

3. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dengan model

pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematik?.

4. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dengan model

pembelajaran terhadap kemandirian belajar siswa ?.

5. Bagaimanakah proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan

soal-soal kemampuan komunikasi matematik pada pembelajaran berbasis masalah

dengan bantuan software cabri 3D dan pembelajaran berbasis masalah tanpa

(39)

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang

diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri

3D lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis

masalah tanpa bantuan software cabri 3 D ?

2. Untuk mengetahui Apakah kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran berbasis masalah berbantuan software cabri 3D lebih tinggi

daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah tanpa

bantuan software cabri 3 D ?.

3. Untuk mengetahui Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal

matematika dengan model pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi

matematik ?.

4. Untuk mengetahui Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal

matematika dengan model pembelajaran terhadap kemandirian belajar siswa ?.

5. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa dalam

menyelesaikan soal-soal kemampuan komunikasi matematik pada

pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan software cabri 3D dan

(40)

25

1.6. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan

akan memberi manfaat sebagai berikut :

1. Bagi siswa,

Untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan

kemandirian belajar siswa sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat

melalui pembelajaran berbasis masalah dan bisa menggunaka media teknologi

komputer dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi Guru,

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam

perencanaan kegiatan belajar mengajar dan membiasakan guru menggunakan

software-software dalam mengajar matematika, dalam hal ini software cabri

3D, serta meningkatkan professional guru dalam upaya meningkatkan kualitas

pembelajaran di Madarasah

3. Bagi Madrasah

Rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubugan

dengan penelitian ini bagi para peniliti yang tertarik dengan penelitian sejenis.

4. Bagi Peneliti,

Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat

digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas khususnya pada materi

kubus dan balok dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah

(41)

matematika maupun dalam penggunaan ICT.

1.7. Defenisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan

dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan

istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ;

1. Kemampuan komunikasi matematik yang dimaksud adalah keahlian siswa

menggunakan matematika sebagai alat komunikasi (bahasa matematika)

secara tertulis untuk menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik

berbentuk uraian yang akan dilihat dari aspek: (a) Menuliskan ide matematika

dengan kata-kata sendiri, (b) Menuliskan ide matematika ke dalam model

matematika, (c) Menuliskan prosedur penyelesaian.

2. Kemandirian belajar adalah proses perancang dan pemantau diri yang seksama

terhadap proses kognitif dan afektif dalam penyelesaian suatu tugas akademik.

Dari pengertian tersebut terdapat dua karakteristik yang termuat dalam

kemandirian belajar, yaitu : (1) individu merancang belajarnya sendiri sesuai

dengan keperluan atau tujuan individu yang bersangkutan, (2) individu

memantau kemampuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan

dibandingkan dengan standar tertentu.

3. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu model pengajaran yang

menggunakan masalah otentik dalam mengkonstruksi berbagai konsep dan

prinsip matematika, yang diawali dengan penyajian suatu masalah yang nyata

(42)

27

autentik, kerjasama dan menemukan penyelesaian masalah oleh mereka

sendiri

4. Program Cabri 3D adalah salah satu program atau software interaktif yang

dapat dipergunakan untuk belajar geometri dan trigonometri. Dengan Software

Cabri 3D ini guru juga dapat membuat animasi geometri.

5. Kemampuan awal matematika adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki

siswa sebelum pembelajaran berlangsung dengan menggunakan seperangkat

tes materi prasyarat. Dari hasil tes tersebut maka siswa akan dikelompokkan

menjadi siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.

6. Proses jawaban adalah variasi/alternative jawaban siswa dari tes kemampuan

komunikasi matematik berdasarkan masing-masing indikator kemampuan

(43)

220

Abdurrahman, M .(2009). Pendidikan Bagi Anak berkesulitan mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Abdullah, Riyadi. (2010). A Problem Solving Model as a Strategy for Improving Secondary School Students’ achievement and Retention in Further Mathematics. Mathematic Department, State University of Malang, Indonesia. Jurnal Proceeding. ISBN : 97 –979–16453 – 7 –0

Abbas dan Nurhayati .(2006). “ Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penelitian

portofolio di SMP N 10 Gorentalo’. ( Online ), Tersedia

(http;/www.depdiknas.go.id/jurnal/S-1/ Nurhayati-penerapan pdf.

Ansari, B. (2012). Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi, Jakarta : Pena

Arends, R.I (2008). Learning To Teach. Buku dua. Edisi ketujuh Yogyakarta: Pustaka Belajar.

---(2009). Learning to Teach. Balajar untuk Mengajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Arifah. (2008). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas dan hasil Belajar Matematika Siswa. Padang : Program pasca sarjana.

Arikunto, S .(2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Penerbit Rhineka Cipta.

Asmin dan A. Mansur. (2014). Pengukuran dan Penelitian Hasil Belajar dengan Analisis Kalsik dan Modern. Medan : Larispa Indonesia.

Bilgin, I. (2009). The Effect of Problem Based Learning Instruction on

University Student’s Performance of Conceptual and Quantitative

Problems in Gas Concerpts. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education.

Brenner, M.E, (1994). Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups By Language Minority Students. University of California, Santa Barbara.

Cotton K. ( 2008 ). Mathematical Communication, Conceptual Understanding,

(44)

221

Daulay, L.A .(2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Tidak dipulikasikan. Medan: Pasca Sarjana Unimed.

Depdiknas.(2003). Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Fachrurazi, R (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Edisi Khusus No 1 Agustus 2011. ISSN 1412-565X. Tersedia : http:// jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf[09 agustus 2015]

Fahradina, Nova, dkk. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan menggunakan Model Investigasi Kelompok. Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Syiah Kuala. Jurnal Didakdik Matematika. Vol 1, No. 1, September 2014 ISSN : 2345-4185

Fakhruddin .(2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvesional Tesis. Medan : PPs Unimed.

Fauzi, A .(2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Hadi,S.(2005). Pendidikan Matematika Realistikdan Implementasinya. Banjarmasin : Tulip

Hudojo, H .(2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, M, Dkk. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa.

IEA .(2008). Trend In Internasional mathematics and science study 2007. [online] tersedia : http://www.ienl/timss 2007. [ 18 November 2015 ].

(45)

Education in Southeast Asia. Volume 34.

Kadir, Jr, Mayjen S. Parman (2012). Mathematical Communication Skills of Junior Secondary School Students in Coastal Area. Journal Teknologi, Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Indonesia.

Kadir .(2015). Statistik Terapan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Kitsantas, Anastasia, dkk (2008). Self-Regulation and Abililty Predictors of Academic Succes During College: A Predictive Validity Study. Journal of Advanced Academica. Vol 20, No 1 pp. 42-68. George Mason University.

Kompas .(2012). Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. Jakarta

Kusumah, Yaya, S. (2015). Inovasi Pembelajaran Matematika dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Makalah seminar nasional oleh Himpunan Profesi Pendidikan Matematika Indonesia FMIPA Universitas Negeri Medan.

Latipah, Eva (2010). Strategi Self-Regulated Learning dan Prestasi Belajar : Kajian Meta Analisis. Jurnal Psikologi. Vol 37. No.1 Juni 2010 : 110-129. Universitas Negeri Sunan Kalijaga. Fakultas tarbiyah

Mudrikah, A. (2016). Problem-Based Learning Associated by Action-Process-Object-Schema (APOS) Theory of Enhance Student’s High Order Mathematical Thinking Ability. International Journal of Research in Education and Science (IJRES).

Mulyasa .(2013). Pengembangan dan Implimentasi Kurikulum 2013. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muzakir (2013). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Software Cabri Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar Matematika Siswa di MTs Terpadu Syamsuddhuha. Penelitian : Universitas Negeri Medan.

Nahariani, Pepin, dkk (2012). Model Development of Self Regulated Learning (SRL) on Increasement the Achievement of Nursing Student. Paper Jawa Timur : STIKES Pemkab Jombang.

(46)

223

Ngalimun. (2013). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta : Aswaja Pressindo

--- .(2014). Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta : Aswaja Pressindo

Padmavathy, R.D dan Mareesh, K. (2013). Effectiveness of Problem based Learning in Mathematics. International Multidisciplinary e-Journal. Qohar,A. 2011. Mathematical Communication: What And How To Develop It In

Mathematics Learning?. Mathematic Department, State University of Malang, Indonesia. Jurnal Proceeding. ISBN : 97 –979–16353 – 7 – 0

Paul R. and Elisabeth. (1990 ). Motivational dan Self Regulated Learning Component of Classroom Academic Performance. Journal of Educational Psychology.

Rahmayani, Dwi .2014. Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan UNSIKA. Vol.2 No 1. November 2014. Universitas Muhammadiyah.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru. Edisi ke 2, Jakarta : PT. Rajawali Pers.

Rusman. (2013). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung : IKAPI

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W.( 2014). Strategi Pembelajaran Orientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Saragih, S dan Winmery, L.H. (2014). The Improving of Problem Solving Ability

and Student’s Creativity Mathematical by Using Problem Based

Learning in SMP Negeri 2 Siantar. Journal of Education ,Departement of Mathematics, Science Faculty : State Universityof Medan.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta : Diklat Instruktur / Pengembang Matematika SMA.

Suherman, (2006). Strategi Pembelajaran Matematika. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Gambar

Gambar 1.1. Kelemahan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan pesisir Luwuk Banggai merupakan salah satu kawasan yang memiliki ekosistem hutan mangrove yang berperan dalam menyokong wilayah pesisir laut, oleh

(4) Metoda evaluasi pagu anggaran adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Representasi Matematis

Setelah dilakukan uji coba menggunakan tiga skenario, didapatkan hasil terbaik untuk pengekstrasian jalan pada tugas akhir ini adalah dengan menggunakan metode threshold

Berdasarkan analisis pada variabel infonnasi kesehatan, untuk pendapatan, pekerjaan,keterampilan dan kegiatan sosial, menurut urutan besaran masing-masing muatan

Struktur modal dalam bank syariah yang mendasar- kan pada prinsip syariah (melarang adanya bunga) akan menghilangkan risiko finansial namun akan menjadikan biaya modal hutang sama

ManualMutu ini memberikan deskripsi mengenai sistem mutu yang digunakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya (UB).Pedoman

Unsur hara dari kalium (K2O) dari pupuk KCl mampu mengatur kinerja stomata daun yaitu untuk membantu fotosintesis (proses pembuatan makanan pada tumbuh-tumbuhan