• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penentuan Kadar Fe2o3 Dalam Alumina Yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Di PT Inalum Dengan Metode Spektrofotometri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Penentuan Kadar Fe2o3 Dalam Alumina Yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Di PT Inalum Dengan Metode Spektrofotometri"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENENTUAN KADAR Fe2O3 DALAM ALUMINA YANG

DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU DI PT INALUM DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

ANDRY ADHE PUTRA

072401028

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI PENENTUAN KADAR Fe2O3 DALAM ALUMINA YANG

DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU DI PT INALUM DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar

Ahli Madya

ANDRY ADHE PUTRA

072401028

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI PENENTUAN KADAR Fe2O3 DALAM ALUMINA

YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU DI PT INALUM DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : ANDRY ADHE PUTRA

Nomor Induk : 072401028

Program Studi : D 3 KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAN

STUDI PENENTUAN KADAR Fe2O3 DALAM ALUMINA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI

BAHAN BAKU DI PT INALUM DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, juni 2010

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan pemeriksaan kadar Fe2O3 dari empat jenis sampel alumina yang digunakan

sebagai bahan baku utama pada peleburan aluminium dengan menggunakan spektrofotometry dan standar industri yang ditetapkan sebagai pembandingnya di PT INALUM.

Hasil penelitian yang didapat kadar Fe2O3 masing-masing kode sampel adalah LM 5-003 A

(0,0041 %), LM 5-003 B (0,0047 %), KR 0914 I-A (0,0042 %), KR 0914 I-B (0,0052%). Dari

keempat jenis sampel yang diperiksa kadar Fe2O3 nya ternyata memenuhi persyaratan untuk

(6)

STUDY DETERMINATION OF RATE Fe2O3 IN USED AS BY ALUMINA IS RAW

MATERIAL IN PT INALUM WITH METHOD SPEKTROFOTOMETRI

ABSTRACT

Have been done by inspection of Fe2O3 rate from four used as by alumina sampel type is especial

raw material at forge of aluminium by using specified industry standard and spektrofotometry as its his in PT INALUM.

Result of got by research is Fe2O3 rate of is each sampel code is LM 003 A (0,0041 %), LM

5-003 B (0,0047 %), KR 0914 I-A (0,0042 %), KR 0914 I-B (0,0052%). From is fourth of checked by sampel type is its Fe2O3 rate in the reality fulfill conditions to be used standard upon which at

(7)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha Pengasih dan Maha

Penyayang, yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis seehingga dapat

menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Dalam penulisan karya ilmiah ini penilis memilih

judul STUDI PENENTUAN KADAR Fe2O3 DALAM ALUMINA YANG DIGUNAKAN

SEBAGAI BAHAN BAKU DI PT INALUM DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI yang merupakn salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Diploma III Kimia Analis.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,

pengarahan, bantuan, dan saran serta kritik dari banyak pihak. Oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu DR. Marpongathun. M.Sc ., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian karya ilmiah ini dan sekaligus sebagai

ketua Program Studi Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

2. Ibu DR. Rumondang Bulan, MS., selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Orang tua tercinta Zulkifli dan Nurnina yang telah mendidik, mendoakan, dan

memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

(8)

5. Staf dan karyawan pengendali mutu di PT INALUM yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

6. Serta seluruh teman-teman mahasiswa Kimia Analis stambuk 2007 yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar karya ilmiah ini dapat lebih sempurna

lagi. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan penulis

pada khususnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan. April 2010

(9)
(10)
(11)

4.2 Perhitungan 27

4.2.1 perhitungan persamaan garis regresi 27

4.3 Pembahasan 32

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 33

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 34

DAFTAR PUSTAKA

(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan pemeriksaan kadar Fe2O3 dari empat jenis sampel alumina yang digunakan

sebagai bahan baku utama pada peleburan aluminium dengan menggunakan spektrofotometry dan standar industri yang ditetapkan sebagai pembandingnya di PT INALUM.

Hasil penelitian yang didapat kadar Fe2O3 masing-masing kode sampel adalah LM 5-003 A

(0,0041 %), LM 5-003 B (0,0047 %), KR 0914 I-A (0,0042 %), KR 0914 I-B (0,0052%). Dari

keempat jenis sampel yang diperiksa kadar Fe2O3 nya ternyata memenuhi persyaratan untuk

(13)

STUDY DETERMINATION OF RATE Fe2O3 IN USED AS BY ALUMINA IS RAW

MATERIAL IN PT INALUM WITH METHOD SPEKTROFOTOMETRI

ABSTRACT

Have been done by inspection of Fe2O3 rate from four used as by alumina sampel type is especial

raw material at forge of aluminium by using specified industry standard and spektrofotometry as its his in PT INALUM.

Result of got by research is Fe2O3 rate of is each sampel code is LM 003 A (0,0041 %), LM

5-003 B (0,0047 %), KR 0914 I-A (0,0042 %), KR 0914 I-B (0,0052%). From is fourth of checked by sampel type is its Fe2O3 rate in the reality fulfill conditions to be used standard upon which at

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Satu-satunya industry peleburan aluminium di Indonesia sampai pada saat ini adalah PT.

Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM) yang berlokasi mengadap selat malaka tepatnya di

daerah Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.

Pabrik peleburan aluminium PT INALUM ini mulai memproduksi aluminium untuk

dipasarkan tanggal 19 Maret 1982. Aluminium yang dihasilkan adalah aluminium primer (ingot)

yang mana merupakan bahan baku bagi industry hilir aluminium yang menghasilkan

barang-barang jadi seperti alat rumah tangga, bahan-bahan konstruksi bangunan, kabel listrik,

alat-alat transport dan lain-lain.

Pabrik peleburan aluminium disebut juga sebagai proyek “listrik dalam kaleng”, sebab listrik

yang dihasilkan oleh pembangkit listriknya, sebagian besar digunakamn untuk kepentingan

pabrik peleburan. Listrik yang dihasilkan melalui PLTA PT INALUM, yang terletak di sungai

asahan, disalurkan ke pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung melalui 275 Kv jaringan

transmisi.

Proses peleburan aluminium di Kuala Tanjung dilakukan dengan system elektrolisa dengan

cara mereduksi alumina menjadi aluminium dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik

sebagai material utama. Pabrik ini memiliki 3 pabrik utama, yaitu pabrik karbon, pabrik reduksi,

(15)

Desain produksi aluminium ingot PT INALUM adalah 225.000 ton aluminium per tahun.

Namun dengan adanya Technology Improvement yang dilakukan oleh karyawan PT INALUM,

kini produksi PT INALUM jauh di atas desain produksinya. Tingkat efisiensi penggunaan arus

juga meningkat hingga lebih dari 92 %.

Kapasitas produksi aluminium batangan PT INALUM sangat bergantung pada jumlah listrik

yang dihasilkan oleh PLTA PT INALUM. Sedangkan PLTA PT INALUM sangat bergantung

pada kondisi permukaan air Danau Toba sebagai sumber air utama sungai Asahan.

Sebagai bahan baku utama dalam peleburan aluminium ini adalah alumina, kokas, hard pitch,

dan aluminium flourida. Alumina dielektrolisa di dalam klorit cair dengan menggunakan tenaga

listrik arus searah. Alumina yang digunakan di PT INALUM berbagai dari berbagai Negara

antara lain : Australia, Jepang, dan lain-lain.

Alumina yang dipakai biasanya mempunyai kemurnian 99.70 % dan 99.90 % dengan

pengotor Fe2O3, SiO2, Na2O, CaO, TiO2, P2O5 dan lain-lain. Semua pengotor yang terdapat di

dalam alumina tersebut akan terdapat sebagai pengotor juga dalam aluminium primer yang

dihasilkan. Tinggi rendahnya kadar masing-masing pengotor tersebut sangat bergantung pada

asal usul alumina tersebut, seperti sumber bauxite (daerahnya) di samping alat-alat yang

digunakan dan keterampilan manusia untuk mengoperasikannya. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengontrolan terhadap mutu alumina yang digunakan sebagai bahan baku pabrik peleburan

(16)

1.2 Perumusan Masalah

- Studi perbandingan antara metode penentuan besi oksida dalam alumina yang digunakan

di PT. INALUM

1.3 Tujuan

- Untuk mengetahui kadar Fe2O3 yang terdapat pada masing-masing sampel alumina.

- Untuk mengetahui pengaruh tinggi rendahnya kadar Fe2O3 yang terdapat dalam alumina

yang digunakan sebagai bahan baku utama.

- Untuk mengetahui apakah alumina yang digunakan masih memenuhi standar industry.

1.4 Manfaat

- Untuk mengetahui zat-zat pengotor yang terdapat di dalam alumina yang digunakan

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium

Aluminium berasal dari biji aluminium alam, yang dijumpai sebagai tambang bauksit

yang mengandung kandungan utama aluminium oksida (alumina). Baksit diolah dalam dapur

listrik yang menghasilkan ingot aluminium.

Aluminium tahan karat karena di udara membentuk paduan aluminium oksida hasil

reaksi antara O2 di udara dengan permukaan logam aluminium. Lapisan aluminium ini berisi

oksida yang cukup kedap udara dan tidak dapat terhembus dan ini menghambat terjadinya

pengkaratan. Agar aluminium ini tahan terhadap karat perlu dilakukan finishing lebih lanjut

dengan meggunakan anodisasi/anodixing. Lapisan oksida aluminium terbentuk secara alami

amat tipis ini membuat daya tahan meningkat, lapisan ini dapat dipertebal dengan proses

anodisasi. Dengan cara menempatkan aluminium ke dalam larutan elektrolit yang kemudian

dialiri arus listrik. (Wargadinata, 2002)

2.2 Alumina

Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina(Al2O3). Meskipun demikian,

kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang sifatnya

bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat Al2O3 yaitu α-Al2O3

(18)

mengkristal dalam kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat

ion-ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-ion-kation-ionnya.

α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada suhu rendah. Ia

terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan pemanasan -Al2O3 atau

oksida anhidrat apa pun di atas 1000o. -Al2O3 diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada

suhu rendah (~ 450o). α-Al2O3 keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3

mudah menyerap air dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan

diatur kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al2O3.

Terdapat beberapa bentuk alumina terhidrat dengan stokiometri dari AlO.OH sampai

Al(OH)3. Penambahan amoniak pada larutan mendidih garam aluminium menghasilkan suatu

bentuk AlO.OH yang dikenal sebagai bohmite. Bentuk kedua AlO.OH terdapat di alam sebagai

mineral diaspore. Hidroksida sesungguhnya Al(OH)3 diperoleh sebagai endapan Kristal putih

bilamana CO2 dialirkan ke dalam larutan basa “Aluminat”. (Max Well, 1968)

2.2.1 Proses Pengolahan Alumina

Alumina adalah bahan baku utama dalam industry peleburan aluminium. Alumina ini

berasal dari bermacam-macam bahan baku seperti : bauksit, dowsit, kaolinit, anorthosit, dan

lain-lain.

Untuk mendapatkan alumina, bahan baku tersebut dapat diekstraksi dan masing-masing

bahan baku tersebut mempunyai kandungan alumina yang berbeda-beda serta tingkat pengotoran

yang berbeda-beda pula. Akan tetapi pada umumnya bauksit merupakan bijih yang paling

(19)

suatu tambang mungkin mengandung satu atau lebih mineral aluminium yang masih bercampur

dengan bermacam-macam pengotoran.

Gibbsite megandung silika reaktif dalam jumlah yang rendah dibanding dengan boehmite

dan diaspore, sehingga ongkos untuk memproduksi alumina lebih murah karena suhu, tekanan

dan kaustik soda dalam prosesnya lebih rendah. Pengotoran-pengotoran utama yang terdapat

pada bijih bauksit adalah SiO2, Fe2O3, TiO2, MnO2, NiO2, Cr2O3, dan lain-lain.

Pada prinsipnya pembuatan alumina dari bauksit adalah proses bayer yang ditemukan

pada tahun 1888 oleh Karl Bayer seorang ahli dari Jerman. Secara garis besar proses pembuatan

alumina dari bauksit dengan metode bayer terdiri dari 4 tahap yaitu : ekstraksi, penjernihan,

pengendapan, dan kalsinasi. (www.azom.com)

2.2.2 Produksi Al2O3 dengan Proses Bayer

Mendominasi bahan baku untuk produksi aluminium adalah bauksit. ini adalah suatu

aluminium hidroksida yang tidak murni dengan Fe2O3 dan silika sebagai zat pengotor utama.

kebanyakan bauksit diperlakukan dalam proses bayer untuk produk Al2O3 murni.

Setelah solusi telah dipenuhi dengan hidroksida aluminium di dalam bagian yang dapat

larut dipindahkan oleh penyelesaian, cucian, dan filtrasi. solusi didinginkan ke suhu-kamar dan

melemahkan dengan air. ini penurunan temperatur dan pH membawa solusi itu ke dalam area

keunggulan untuk Al(OH)3. bagaimanapun, dalam rangka mempercepat hidroksida itu, menabur

(20)

calcined pada sekitar 1200 oC untuk memberi 99.5% Al2O3, dimana solusi dipusatkan oleh

penguapan dan dikembalikan ke dalam larut langkah.

Jika bauksit tadinya tanah kerikil tinggi pada bagian yang tidak dapat larut dari larut

langkah, lumpur merah, akan masih berisi sejumlah oksida aluminium pantas dipertimbangkan.

proses khusus telah dikembangkan untuk memulihkan oksida aluminium ini. Dengan begitu

lumpur yang merah mungkin calcined dengan kapur perekat dan abu soda untuk memberi

aluminat sodium dapat larut dalam air dan silikat zat kapur tidak dapat larut, yang terdahulu

dilarutkan ke luar dan trated seperti diuraikan di atas. lumpur merah yang sisanya menjadi nilai

kecil, tetapi boleh temukan beberapa penggunaan sebagai suatu bijih besi. (Rosenqvist, 1983)

2.2.3 Sifat-Sifat Alumina

Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya

Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut dengan corondum atau α-aluminium oksida.

Aluminium oksida dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen dalam alat pemotong,

karena sifat kekerasannya.

Aluminium oksida berperan penting dalam ketahan logam aluminium terhadap

pengkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen

di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk

sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi

(21)

Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf, namun beberapa proses

oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar alumina dalam

bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasan.

Menjelaskan sifat-sifat aluminium oksida dapat menimbulkan kebingungan karena dapat

berada pada beberapa bentuk yang berbeda. Salah satu bentuknya sangat tidak reaktif. Ini

diketahui secara kimia sebagai α-Al2O3 dan dihasilkan pada temperatur yang tinggi. Aluminium

oksida merupakan senyawa amfoter, artinya dapat bereaksi baik sebagai basa maupun asam.

Reaksi dengan air

Aluminium oksida tidak dapat bereaksi secara sederhana dengan air seperti natrium

oksida, magnesium oksida, dan tidak dapat larut dalam air. Walaupun masih mengandung ion

oksida, tetapi terlalu kuat berada dalam kisi padatan untuk bereaksi dengan air.

Reaksi dengan asam

Aluminium oksida mengandung ion oksida, sehingga dapat bereaksi dengan asam seperti

pada natrium atau magnesium oksida. Artinya sebagai contoh, aluminium oksida dapat bereaksi

dengan asam klorida encer yang panas menghasilkan larutan aluminium klorida.

Al2O3 + 6HCl 2 AlCl3 + 3 H2O

Dalam hal ini (dan sama dalam reaksi dengan asam yang lain), aluminium oksida menunjukkan

(22)

Reaksi dengan basa

Aluminium oksida juga dapat menunjukkan sifat asamnya, dapat dilihat dalam reaksi

dengan basa seperti larutan natrium hidroksida.

Berbagai aluminat dapat terbentuk senyawa dimana aluminium ditemukan dalam ion

negatif. Hal ini menunjukkan karena aluminium memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan

kovalen dengan oksigen

Pada contoh natrium, perbedaan elektronegativitas antara natrium dengan oksigen terlalu

besar untuk membentuk ikatan selain ikatan ionik. Elektronegativitas meningkat dalam satu

periode sehingga elektronegativitas antara aluminium dan oksigen lebih kecil. Hal ini

menyebabkan terbentuknyanikatan kovalen diantara keduanya. Dengan larutan natrium

hidroksida pekat yang panas aluminium oksida bereaksi menghasilkan larutan natrium

tetrahidroksoaluminat yang tidak bewarna.

2.2.4 Fase Alumina dan Penggunaannya

2.2.4.1 Hidrat Alumina (hidroksida alumina)

Hidrat alumina ini merupakan produksi pertama yang dipakai yang diperoleh dengan

proses Bayer dan kandungan aluminanya ± 65 %.

Variasi-variasi yang terjadi di dalam produksi ini merupakan perbedaan kandungan soda

dan besi ataupun urutan penaganan-penganan selanjutnya. Hidriksida alumina ini dipakai untuk

produk-produk bahan kimia aluminium, yang dipakai sebagai perubahan (pengubah-pengubah di

(23)

2.2.4.2 Calcined Alumina

Calcined alumina ini mempunyai kandungan alumina 99 %, yang terdiri dari 93 %

alumina aktif dan 6 % kandungan air campuran kimia. Calcined alumina ini merupakan produk

akhir utama dari proses Bayer. Calcined alumina digunakan untuk berbagai keperluan antara lain

:

1. untuk peleburan (smelting), dipakai adalah yang umum, berukuran kasar dan sedang.

2. untuk bata tahan api.

3. untuk busi kendaraan dipakai kadar sodanya yang rendah.

4. untuk pembuatan gelas dipakai ukuran sedang dan halus serta kandungan soda yang

rendah.

5. Untuk pembuatan cat

2.2.4.3 Fused Alumina

Fused alumina putih ini mempunyai kandungan alumina sebanyak 99.5 % - 99.9 %, dan

diproduksi dari calcined alumina di dalam pemanas listrik. Sedangkan fused alumina cokelat

kandungan alumina sebanyak 94 % - 97 % dan diproduksi dari calcined bauksit di dalam

pemanas listrik. Alumina-alumina fused ini secara jelas digunakan dalam industri abrasives (alat

pengempelas, penggosok, dan o bat asah).

2.2.4.4 Tabular Alumina

(24)

(2040-2300 oC) untuk mengubah alumina corundum ke dalam bentuk kristal berbentuk tablet yang amat keras dan padat. Alumina jenis ini terutama dipakai dalam refractory.

2.2.5 Pengggunaan Alumina

Setiap tahunnya, 65 juta ton alumina digunakan lebih dari 90 %-nya digunakan dalam

pruduksi logam aluminium. Aluminium oksida digunakan dalam pembuatan bahan kimia

pengelolaan air seperti aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan natrium aluminat.

Berton-ton alumina digunakan dalam pembuatan zeolit, pelapisan pigmen titania dan pemadam api.

Aluminium oksida memiliki kekerasa 9 dalam skala Mohr. Hal ini menyebabkannya banyak

digunakan sebagai abrasif untuk menggantikan intan yang jauh lebih mahal. Beberapa jenis

ampelas, dan pembesih CD/DVD juga menggunakan aluminium oksida.

2.2.6 Proses fabrikasi alumina

Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi

dan sapphire tersusun atas corundum dengan warna-warna khas yang disebabkan kadar

ketidakmurnian dalam struktur corundum.

Aluminium oksida atau alumina merupakan komponen utama dalam bijih bauksit

aluminium yang utama. Pabrik alumina terbesar di dunia adalah Alcoa, Alcan, dan Rusal.

Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi aluminium oksida dan aluminium

hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, dan SiO2

yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui proses Bayer :

(25)

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan.

Sio2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, terjadi

endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan

kemudian dipanaskan.

2Al(OH)3 + panas Al2O3 + H2O

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.

Pada tahun 1961, perusahaan General Electric mengenbangkan lucalox, alumina

transparan yang digunakan dalam lampu natrium. Pada Agustus 2006, ilmuwan Amerika Serikat

yang bekerja untuk 3M berhasil mengembangkan teknik untuk membuat alloy dari aluminium

oksida dan unsur-unsur lantanida, untuk memproduksi kaca yang kuat, yang disebut dengan

alumina transparan. (www.chem-is-try.org)

2.3 Besi (Fe)

Besi yang murni adalah logam bewarna putih perak yang kukuh dan liat. Ia melebur pada

1535 oC. jarang terdapat besi yang komersial yang murni; biasanya besi mengandung sejumlah

kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini

memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan. Asam klroda

encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi. Pada mana dihasilkan garam-garam besi

(II) dan gas hidrogen.

(26)

Garam-garam besi (II) atau ferro diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Dalam larutan,

garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan bewarna sedikit hijau. Ion-ion gabungan dan

kompleks-kompleks sepit yang bewarna tua adalah juga umum. Ion besi (II) dapat mudah

dioksidasikan menjadi besi (III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang

asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini; dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari

atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Maka larutan besi (II) harus sedikit asam bila

disimpan untuk waktu yang agak lama.

Garam-garam besi (III) atau ferri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Mereka lebih

stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya, terdapat kation-kation Fe2+ yang bewarna

kuning muda; jika larutan mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi

mengubah ion besi (III) menjadi besi (II). (Vogel, 1985)

2.4 Besi Oksida(Fe2O3) dalam alumina

Bauksit ditambang di Weipa, di Queensland, lalu ditumbuk dan dicuci untuk membuang

air kotoran larut. Bahan yang tersisa disovved dalam NaOH dan dipanaskan. Fe2O3 adalah oksida

kasar dan arena itu tidak larut dalam dalam ini dan dapat disaring. Seiring waktu Na3Al(OH)6

terurai menjadi Al(OH)3 (suatu spesies yang tidak larut), yang juga disaring. Ini kemudian diurai

dengan pemanasan untuk temperature di atas 1000oC untuk membberikan alumina.

Besi oksida di dalam alumina harus mempunyai skala yang lebih kecil, karena besi dapat

bersifat korosi. Apabila kadar besi dalam alumina tinggi akan mempengaruhi kualitas aluminium

yang diperoleh. Banyak paduan yang telah dikembangkan yang tujuan untuk meningkatkan

(27)

khususnya dan ketahanan korosi. Sedangkan penambahan sebuah elemenpaduan meningkatkan

kekuatan, itu mengurangi ketahanan korosi, membuat kompromi property yang diperlukan.

(Rosenqvist, 1983)

2.5 Beberapa Metode Penentuan Besi

2.5.1 Secara Kimia

2.5.1.1 secara titrasi

Penentuan besi dengan metode titrasi yaitu dengan titrasi oksidasi reduksi. Dimana

pelarutan sering dilakukan dalam asam klorida pekat; besi (III)d direduksi menjadi besi(II) lalu

ditetapka dalam larutan yang dihasilkan. Dalam titrasi ini, larutannya tidak bewarna atau sedikit

saja bewarna. Pemakaian indikator tidaklah perlu karena kalium permanganate 0,01 N sudah

member warna merah jambu-pucat. Intensitas warna dalam larutan yang encer dapat

ditingkatkan. Jika dikehendaki, dengan penambahan suatu indikator redoks tepat sebelum titik

akhir titrasi. Ini biasanya tidak diperlukan, tyetapi menguntungkan jika digunakan larutan

permanganate yang lebih encer. Larutan diasamkan dengan asam sulfat encer. Jika jon klorida

ada, akan diperoleh hasil yang tinggi, karena reaksi antara besi(II) dan permanganat mengimbas

(menginduks i) oksidasi dari asam klorida.

Suatu larutan yang mengandung besi dalam keadaan trivalent dapat juga dianalisis

dengan titrasi dengan kalium permanganat standar setelah mereduksi besi kekeadaan trivalent.

(28)

2.5.1.2 secara gravimetric

Larutan yang mengandung garam besi(III) diolah dengan larutan air ammonia yang

sedikit berlebih untuk mengendapkan oksida-terhidrasi Fe2O3xH2O. endapan tak mempunyai

komposisi stokiometric yang tetap, tetapi mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda,

sebagian terikat secara kimia dan sebagian teradsorpsi.

Seperti yang diharapkan dari sifatnya yang koloidal, besi(III) oksida terhidrasi

mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengadsorpsi ion-ion yang lain yang ada. Jika

penendapan dilakukan dari larutan basa, ion-ion yang pertama-tama teradsorpsi adalah ion

hidroksida dan ion-ion ini dengan mudah menahan. Dengan adsorpsi yang kedua, ion-ion positif

yang mungkin ada. Jika terdapat ion ammonium dengan sangat berlebih dalam larutan yang

diendapkan dan dalam larutan pencuci, adsorpsi kation dapat dijaga seminimal mungkin, karna

ammonium mudah menguap jika dipijarkan.

Besi(III) oksida terhidrasi, ketika dipijarkan pada 1000o C, menghasilkan besi(III) oksida, pada temperature-temperatur yang tinggi, terbentuk tribesi teroksida dengan perlahan-lahan.

Pemijaran ini haruslah dilakukan pada kondisi-kondisi oksidasi yang baik, terutama sewaktu

pembakaran kertas saring, karena kalau tidak, dapat timbul pereduksi parsial menjadi oksida

megnetik. Produk-produk reduksi ini hanya dengan lambatdiubah menjadi besi(III) oksida

(29)

2.5.2 Secara Spektroskopi

2.5.2.1 spektrofotometri uv-visible

Banyak senyawa organik yang menyerap dalam daerah ultraviolet spektrumnya, dan pra

pengolahan hanya melibatkan pemisahan pengganggu-pengganggu. Beberapa unsur dalam tabel

berkala menyerap dengan kuat dalam daerah tampak atau ultraviolet, sekurang-kurangnya dalam

oksidasi tertentu, dan tahap-tahap pendahuluan dapat melibatkan reaksi redoks maupuin

pemisahan.

Perkembangan absorpsi dengan pertolongan reagensia anorganik kadang-kadang

dimungkinkan. Miksalnya besi dapat ditetapkan dengan memanfaatkan warna merah yang

diperoleh dengan menggunakan larutan besi (III) dengan o-fenantrolina. Sistem ini menjadi

rumit oleh kecenderungan terbentuknya kompleks yang lebih tinggi.

Kompleks bewarna yang dibentuk oleh ion logam dengan reagensia organik menawarkan

keanekaragaman metode spektrofotometri yang paling mengesankan, dan mereka teristimewa

berguna dalam bidang analisis penurut. Kebanyakan kompleks ini adalah bertipe kelat yang

dibahas lebih lengkap di tempat lain. (Underwood, 1983)

Molekul spektrofotometri uv-visible juga biasanya dilakukan dengan menggunakan

sebuah transmitansi pengukuran dengan sampel cair. Dalam hal ini suatu spesies molekul dalam

larutan adalah diukur, sehingga tidak perlu untuk melakukan langkah atomisasi yang dijelaskan

(30)

Intensitas independen warna pada kisaran pH 2-9. Kompleks ini sangat stabil dan intensitas

warna tidak berubah pada waktu yang lama.

Satu komplikasi adalah bahwa besi harus dalam keadaan besi. Dengan demikian, agen

mengurangi harus ditambahkan ke sampel untuk mengkonversi Fe3+ menjadi berbentuk

kompleks. (Basset, 1994)

2.5.2.2 spektrofotometri serapan atom (AAS)

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom-atom

menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.

Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat

elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorbsi energi,

berarti lebih banyak memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat

energinya ke tingkat eksitasi.

Spektrofotometer Serapan Atom merupakan alat instrumentasi yang paling banayak di

gunakan untuk mengukur kadar unsur-unsur. Bila suatu larutan analit diaspirasikan ke dalam

nyala api maka akan terjadi suatu larutan berbentuk gas yang di sebut plasma. Plasma ini berisi

suatu partikel-partikel atom yang telah teratomisasi (telah direduksi menjadi atom-atomnya).

Pada Spektrofotometer Serapan Atom, radiasi dari suatu sumber radiasi yang sesuai (lampu

katoda cekung) di lewatkan kedalam nyala api yang telah teratomisasi maka radiasi tersebut akan

diabsorbsi oleh atom yang telah teratomisasi. Besarnya radiasi yang diabsorbsi diketahui dari

selisih radiasi asal dengan radiasi yang di teruskan (yang tidak terabsorbsi). Konsentrasi unsur

(31)

hubungan antara absorben dengan konsentrasi berbandng lurus atau liner. Untuk menentukan

konsentrasi suatu unsur dapat diketahui dengan menggunakan larutan standar untuk

mendapatkan kurva kalibrasi. Analisis yang menggunakan Spektrofotometer serapan atom

adalah analisis K, Na, Ca, Mg, Al, Fe, Cu, Zn, Mn, dan beberapa logam-logam lainnya.

(www.chem-is-try.org)

2.6 Analisis Fe2O3 dalam Alumina yang Digunakan di PT.INALUM

Analisa besi dalam alumina yang digunakan di PT.INALUM dengan menggunakan

spektrofotometer varian cary 50 uv-vis, yang dilengkapi dengan balok kisi spektrofotometer

dengan konstan 20 nm bandpass dan sebuah lampu kilat Xe intensitas tinggi digunakan sebagai

sumber untuk kedua UV dan terlihat cahaya, spektrofotometer ini digunakan di PT. INALUM

karena dapat mengambil 80 data per detik dan juga dapat mengkalibrasi absorbansi dan

menyiapkan kurva kalibrasi dengan akurat.

Di INALUM juga menggunakan metode 1,10 orto fenantrolin karena dapat bereaksi

dengan logam seperti besi untuk membentuk bewarna sangat kompleks. Property ini memberikan

metode yang sangat baik dan sensitive untuk menentukan ion logam dalam larutan tersebut.

Sebagai contoh, o-fenantrolin dapat bereaksi dengan besi membentuk kompleks bewarna merah.

Dari kompleks besi, panjang gelombang intensitas serapan maksimum pada 508 nm. Nilai ini

menunjukkan besar kompleks menyerap sangat kuat. Intensitas warna pH pada kisaran 2-9.

Kompleks ini sangat stabil dan warna tidak berubah pada jangka waktu yang panjang.

(32)

bewarna dengan besi(III) tetapi spectrum yang berbeda dari kompleks besi dan warnanya tidak

intens. Jadi seseorang tidak bias menetukan total besi ini dengan membuat pengukuran hanya

pada satu panjang gelombang. Oleh karena itu, agen mengurangi ringan akan ditambahkan

sebelum warna dikembangkan dalam rangka menyediakan ukuran masa kini total Fe dalam

larutan. Hidroksilamin, sebagai garam hidrokloridanya dapat juga digunakan. Di PT. INALUM

tidak menggunakan metode titrasi karena proses pengerjaannya membutuhkan banyak waktu

sehingga metode titrasi ini tidak digunakan dalam menganalisis bahan baku hanya dilakukan

untuk menganalisis bahan pendukung. Untuk menetukan besi dalam bentuk oksida tidak

dilakukan pengukuran dengan AAS karena AAS tidak bisa mengukur senyawa tetapi bisa

(33)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Pengambilan Sampel

Bahan baku alumina yang masuk ke peleburan melalui kapal yang bermuatan lebih

kurang 22.000 ton dikeluarkan (Unloading) dengan menggunakan Belt Conveyor dengan

kecepatan 100 ton/jam. Kemudian setiap 2 jam sekali alumina diambil dari ban berjalan secara

manual sebanyak lebih kurang 2 kg. lalu dimasukkan ke dalam kantong plastic dan diikat.

Sampel yang telah diikat dipindahkan dari tempat sampling ke laboratorium SQA agar dapat

dilakukan proses preparasi sampel.

3.2 Preparasi Sampel

Dari sampel yang terkumpul di bawa ke ruang preparasi, maka sampel tersebut siap untuk

dipreparasi dengan menggunakan alat devider. Devider ini berbentuk persegi panjang dimana

bagian dalamnya dibagi menjadi beberapa bagian secara berselang-seling (ruas kanan dan ruas

kiri) dan juga mempunyai penampung dari dua bagian yaitu A dan B. lalu alumina dimasukkan

ke dalam Devider, kemudian hasil tampungan sampel bagian A diambil, dan bagian B

dikumpulkan pada tempat sampel alumina. Sampel bagian A diambil dan dimasukan ke dalam

devider dan dibagi menjadi dua sehingga dihasilkan sampel homogen yang mewakili

(34)

3.3 Alat-alat

20.Botol semprot polyetilen 500 ml

21.Spektrofotometer Cary-50

(35)

23.Corong gelas

24.Kertas saring

25.Sendok sampel

3.4 Bahan-bahan

1. Na2CO3 anhidrous (special grade)

2. H3BO3 (special grade)

3. HNO3 (special grade)

4. HNO3 (1+1)

5. Larutan CH3COONa 50%

6. Larutan Hidroxilammonium Chlorida 1%

7. Larutan o-phenantroline 0,2%

8. Larutan standar Fe2O3 0,01 mg/ml

9. Air destillat

10.Sampel alumina LM 5-003 A

11.Sampel alumina LM 5-003 B

12.Sampel alumina KR 0914 I-A

(36)

3.5 Prosedur

a. Penyiapan larutan sampel

1. Setting Furnace 1000 oC dan setting sand bath

2. Ditimbang masing-masing sampel sebanyak 1gr ke dalam krusible platina 50 ml dengan

ketelitian ± 0,1, kemudian ditambahkan 5 gr Na2CO3 dan 3 gr H3BO3 sebagai pereaksi,

aduk hingga merata

3. Dipreheating di atas plate heater selama 30 menit hingga sempurna

4. Dipanaskan ke dalam Muffle Furnace dengan suhu 1000 oC selama ± 30 menit

5. Keluarkan krusible platina yang berisi sampel dari Muffle Furnace dan diputar-putar

krusible platina tersebut sehingga lelehan sampel menempel pada dinding krusible

platinum (untuk memudahkan pelarutan).

6. Ditambahkan air destilat lalu dilarutkan di atas sand bath hingga sampel larut sempurna

7. Masukkan ke dalam beaker Teflon 100 ml yang berisi 20 ml HNO3 (1:1) dibilas cawan

platina 1 ml HNO3 (1:1) dan dituangkan kembali ke beaker Teflon

8. Panaskan beaker Teflon hingga larut sempurna, lalu dinginkan dan tuangkan ke dalam

labu ukur 100 ml dan tepatkan hingga garis tanda batas dengan air destilat

9. Pipet 40 ml masing-masing larutan sampel ke dalam beaker polyetilen 100 ml

10.Ditambahkan 10 ml CH3COONa 50%

11.Buat larutan di atas menjadi pH 3-4 dengan menambahkan CH3COONa 50% atau HNO3

(1:1)

12.Tuangkan ke dalam labu ukur 100 ml

(37)

14.Tambahkan 2 ml 0-phenantroline 0,2%

15.Tepatkan hingga tanda batas, kocok dan biarkan pewarna selama 10 menit.

b. Penyiapan larutan blanko

Untuk penyiapan blanko digunakan langkah yang sama dengan penyiapan larutan

sampel, tetapi blanko tidak menggunakan sampel dan bebas dari ion.

c. Penyiapan larutan standar

1. Pipet larutan standar Fe2O3 0,01 mg/ml sebanyak 0, 3, 5, 10, 15 ml masing-masing ke

dalam beaker polyetilen 100 ml

2. Tambahkan 10 ml CH3COONa 50%

3. Buat larutan di atas menjadi pH 3-4 dengan menambahkan CH3COONa 50% dan

HNO3(1+1)

4. Tuangkan ke dalam labu ukur 100 ml

5. Tambahkan 2 ml hydroxylamine hydrochloride 1%

6. Tambahkan 2 ml o-phenantroline 0,2%

7. Tepatkan hingga tanda, kocok dan biarkan pewarna selama 10 menit.

d. Pengukuran larutan sampel

Ambil sebagian dari masing-masing larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam kuvet,

(38)

e. Pengukuran larutan blanko dan larutan standar

Diambil sebagian dari larutan blanko dan sebagian larutan standar lalu dimasukkan ke

dalam kuvet, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh data dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Fe2O3

No Standar

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel Fe2O3 dalam Alumina

No Sampel Absorbansi

1 Alumina LM 5-003 A 0.0194

2 Alumina LM 5-003 B 0.0224

(40)

4.2 Perhitungan

4.2.1 perhitungan persamaan garis regresi

Untuk menghasilkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi dapat ditentukan

dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

No X Y XY X2

1 0.0000 0.0007 0.0000 0.0000

2 0.3000 0.0350 0.0105 0.0900

3 0.5000 0.0602 0.0301 0.2500

4 1.0000 0.1256 0.1256 1.0000

5 1.5000 0.1928 0.2892 2.2500

n = 5 (∑X = 3.3000) (∑Y = 0.4143) (∑XY = 0.4554) (∑X2 = 3.5900)

Dimana : X = konsentrasi larutan standar

Y = absorbansi larutan standar

a =

=

= 0.1276

(41)

=

= − 0.0020

Persamaan garis regresi baru

Y = ax + b

Y1 = (0.1276)(0.0000) − 0.0020 = − 0.0020

Y2 = (0.1276)(0.3000) – 0.0020 = 0.0362

Y3 = (0.1276)(0.5000) – 0,0020 = 0.0618

Y4 = (0.1276)(1.0000) – 0.0020 = 0.1256

Y5 = (0.1276)(1.5000) – 0.0020 = 0.1894

X Y

0.0000 − 0.0020

0.3000 0.0362

0.5000 0.0618

1.0000 0.1256

(42)

Perhitungan konsentrasi Fe2O3 dalam alumina

Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan mensubtitusikan harga Y (absorbansi) larutan

ke dalam persamaan garis regresi Y = ax + b, maka untuk sampel dapt dihitung X =

Konsentrasi Fe2O3 dalam sampel alumina LM 5-OO3 A

X =

=

= 0.1677

Konsentrasi Fe2O3 dalam sampel alumina LM 5-OO3 B

X =

=

= 0.1912

Konsentrasi Fe2O3 dalam sampel alumina KR0914 I-A

X =

(43)

= 0.1708

Konsentrasi Fe2O3 dalam sampel alumina KR0914 I-B

X =

=

= 0.2108

Kadar Fe2O3 dalam alumina sebagai berikut :

Fe2O3(%) =

Dimana :

[ ] = konsentrasi pembacaan grafik (µg/ml)

V = volume labu ukur (ml)

Fp = factor pengenceran

(44)

1. menghitung kadar Fe2O3 dalam sampel alumina LM 5-003 A

Fe2O3(%) =

=

= 0.0041 %

2. mengitung kadar Fe2O3 dalam sampel alumina LM 5-003 B

Fe2O3(%) =

=

= 0.0047 %

3. menghitung kadar Fe2O3 dalam sampel alumina KR 0914 I-A

Fe2O3(%) =

=

(45)

4. menghitung kadar Fe2O3 dalam sampel alumina KR 0914 I-B

Fe2O3(%) =

=

= 0.0052 %

4.3 Pembahasan

Dari hasil analisa yang dilakukan pada analisa kadar Fe2O3 dalam bahan baku alumina

secara spektrofotometri maka didapatkan nilai rata-rata dari hasil analisis yaitu 0.0039 % dan

0.0042 %. Berdasarkan dari hasil analisis, maka alumina dapat digunakan sebagai bahan baku

aluminium karena kadar Fe2O3 di dalam alumina masih berada dalam batas standar Fe2O3 yang

telah ditentukan yaitu 0.020 %.

Besi oksida di dalam alumina harus mempunyai skala yang lebih kecil, karena besi dapat

bersifat korosi. Apabila kadar besi dalam alumina tinggi akan mempengaruhi kualitas aluminium

yang diperoleh. Banyak paduan yang telah dikembangkan yang tujuan untuk meningkatkan

kekuatan sementara tetap mempertahankan diinginkan dari sifat aluminium, yang paling ringan

khususnya dan ketahanan korosi. Sedangkan penambahan sebuah elemenpaduan meningkatkan

kekuatan, itu mengurangi ketahanan korosi, membuat kompromi property yang diperlukan.

(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

• Kadar Fe2O3 dalam sampel alumina yang dianalisa adalah :

Alumina LM 5-003 A : 0.0041 %

Alumina LM 5-003 B : 0.0047 %

Alumina KR 0914 I-A : 0.0042 %

Alumina KR 0914 I-B : 0.0052 %

• Adanya zat-zat pengotor yang tinggi di dalam alumina menyebabkan rendahnya kualitas

produk yang dihasilkan. Seperti Fe2O3 yang terdapat pada alumina menyebabkan kualitas

produk yang rendah, dimana semakin tinggi besi yang terdapat dalam alumina semakin

rendah kualitas produk yang dihasilkan dan akan mengakibatkan korosi pada produk

tersebut. Karena sifat umum pada besi yaitu mudah terjadinya korosi. Sedangkan

maksimal besi yang terdapat pada aluminium yaitu 0.020 % dan kemurnian aluminium

yang dihasilkan yaitu 99.70 % dan 99.90 %. Jadi, kadar besi yang terdapat dalam alumina

sangat berpengaruh dengan kualitas produk yang dihasilkan.

• Alumina yang digunakan sebagai bahan baku utama masih memenuhi standar industry

(47)

5.2 Saran

• Sebaiknya menggunakan safety yang lengkap agar tidak terjadi kecelakaan yang tidak

diinginkan, seperti pada sampling, maupun dalam hal yang lain.

Sebaiknya mencuci alat dengan bersih agar tidak terjadi kontaminasi saat menganalisa.

• Disarankan kepada bagian pengendali mutu hendaknya lebih cermat dan teliti pada setiap

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat.

Penerbit Buku Kedokteran.

Max Well, J.A. 1968. Rock and Mineral Analysis. Interscience Publisher : New York.

R.A. Day, Jr and A.L. Underwood. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga : Jakarta.

Rosenqvist, T. 1983. Principles of Extractive Metallurgy. Second Edition. McGraw-Hill

International Book Company : London.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima.

Bagian I. PT Kalman Pustaka : Jakarta.

Wargadinata.A.S. 2002. Pengetahuan Bahan. Penerbit Universitas Trisakti : Jakarta.

(49)

Lampiran : grafik kurva standar

y = 0,128x - 0,002 R² = 0,999

0,0000 0,0500 0,1000 0,1500 0,2000 0,2500

0 0,5 1 1,5 2

A

b

s

Kons

(50)

Lampiran : Sertifikat Hasil Analisis Alumina di PT INALUM

Supplier * Inalum Specification

Gambar

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel Fe2O3 dalam Alumina

Referensi

Dokumen terkait

3.000 o (Jody, B. Bahan Baku Penunjang Peleburan Aluminium.. 2) Memiliki berat jenis yang rendah. 3) Temperatur kristalisasi primer rendah. 4) Stabil dalam keadaan cair. 5)

Linda Aryati: Sistem Pengawasan Intern Persediaan Bahan Baku pada PT Utama Inti Hasil Kimia Industri..., 2006... Linda Aryati: Sistem Pengawasan Intern Persediaan Bahan Baku pada

Pada proses elektrolisa alumina mengalami pengemisian fluorida menghasilkan gas HF.Gas HF yang dikeluarkan dari tungku reduksi pada pabrik peleburan Aluminium

Penentuan kadar bahan baku parasetamol ini dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer merk

Kadar bahan baku parasetamol dihitung dengan rumus sebagai berikut : X Ks.

Dan pada tahun 1972, diserahkan laporan akhir yang menyatakan bahwa PLTA Asahan, layak dibangun dengan sebuah Pabrik Peleburan Aluminium sebagai pemakai utama dari

PENENTUAN KADAR GAS HF PADA GAS CLEANING SISTEM (GCS) PT INALUM (Persero) DENGAN METODE POTENSIOMETRI DAN METODE HF ANALIZER.. Dalam penyusunan karya ilmiah ini

Jenis koagulan yang utama yang menggunakan alumina hidrat sebagai bahan baku utamanya adalah alumina sulfat (tawas).. dan Poly-Aluminium