• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN

BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN

PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Oleh

ELLYANA.S

067024030/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN

BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN

PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELLYANA.S

067024030/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE.

Nama Mahasiswa : Ellyana. S Nomor Pokok : 067024030

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Drs. Kariono, M.Si) ( Agus Suriadi, S.Sos, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr.Ir.T. Chairun Nisa, B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 02 Juni 2008

Panitia Penguji Tesis :

Ketua : Drs. Kariono, M.Si

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN

BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN

PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2008

Ellyana. S

(6)

A B S T R A K

Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe sebagai aparat pengawas internal pemerintah mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan dan pembinaan diseluruh instansi dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe. Institusi pengawasan diharapkan dapat menjadi detektor dini untuk mengetahui terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas dilingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Walaupun Badan Pengawasan tidak secara langsung melayani masyarakat namun peran Bawasda sangat diharapkan masyarakat dalam memberikan melakukan pembinaan dan usaha mengurangi praktek-praktek KKN dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe yang berjumlah 31 orang, karena jumlah populasi relatif kecil, maka penulis menggunakan metode total sampling. Metode Analisis Data dengan menggunakan korelasi yaitu model korelasi Product Moment (Pearson), dan Korelasi Ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan dengan kinerja Pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe adalah tidak signifikan, artinya tingkat pendidikan formal yang bersifat umum tidak berpengaruh secara langsung terhadap pelaksanaan tugas-tugas pengawasan pada Bawasda Kota Lhokseumawe. Hubungan antara motivasi dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe positif dan signifikan, artinya semakin tinggi motivasi pegawai dalam bentuk keberhasilan pelaksanaan tugas (achivement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggung jawab

(responsibilities) dan pengembangan (advancement), maka akan semakin tinggi

dan baik kinerja pegawai. Hubungan antara budaya kerja dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah positif dan signifikan, artinya semakin baik budaya kerja maka akan semakin baik pula kinerja pegawai. Pengaruh variabel independen Pendidikan (X1), Motivasi (X2), Budaya Kerja (X3), secara bersama-sama terhadap variabel dependen Kinerja Pegawai (Y) pada Bawasda Kota Lhokseumawe adalah sebesar 42,6 persen, sedangkan sisanya 57,4 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain seperti faktor kepemimpinan, organisasi dan lingkungan.

Kata-kata Kunci : Badan Pengawas Kota, pendidikan, motivasi, budaya kerja dan

(7)

ABSTRACT

The official of the Municipal Supervisory Board of Lhokseumawe as the internal controlling apparatus of the municipal government have main task to make a control and training throughout the govermental institutions of Lhokseumawe. The controlling institutions are expected to act as early detectors of any discrepancy/distortion in performing their task in the municipal goverment environment of Lhokseumawe. Even though the supervisory board (Bawasda) is significantly expected by the society to make a training and anticipation af any possible corruption, collucion and nepotism (KKN) practices in the municipal goverment environment of Lhokseumawe.

This study intends to know how the correlation of education, motivation and working behaviors the officials performance of the Municipal Supervisory Board in Lhokseumawe. The total population included all the officials, 31 persons. Since total population was relatively small, the writer used total sampling method. The data analisys used correlation mode of Product Moment (paerson) and Multiple Correlation.

The result of the study showed that the correlation between education and officials performances of the Municipal Supervisory Board of Lhokseumawe was not significant, meaning that the formal education rate ini general has not direct effect on the performance of supervisory/controlling tasks by the officials. The correlaton between motivation and performance was significantly positive, it mean that, the higher is motivation in achievement, recognation, and the work it self, responsibility and advancement, the better is the official performance. The correlaton beetween working behaviors and the officials performances of the Municipal Supervisory Board was significantly posititive, meaning that someone who good in working behavior also good in his performance. The independent variabels Educations (X1), Motivation (X2), Working Ethics (X3) simultaneously has a larger effect (42,6%) o the dependent variabel Performance (Y) of the Supervisory Board of Lhokseumawe whereas the remaining (57,4%) was influenced by other variables such as leadership, organization and environment. Keywords : Municipal Supervisory Board, education, motivation, working ethics

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis sanjungkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai suatu syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berjudul “Hubungan antara Pendidikan, Motivasi dan Budaya Kerja dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe”. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik yang secara langsung membimbing penulisan tesis ini maupun secara tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Walikota Lhokseumawe, atas izin belajar yang diberikan kepada penulis

2. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, Sp. Ak. Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.MSc. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan.

5. Bapak Drs. Kariono, MSi, sebagai Ketua Komisi Pembimbing. yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Drs. Agus Suriadi, MSi, Sekretaris Program sekaligus sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang dengan kesabarannya memberikan bimbingan pada penulis.

7. Bapak Kepala Badan Pengawas Kota Lhokseumawe.

8. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Pengajar Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu serta kelancaran dalam proses penyusunan dan penyelesaian Tesis.

(9)

keberhasilan dan kesuksesan penulis serta teman-teman di Magister Studi Pembangunan.

Semoga segala bantuan mereka menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT dan kiranya tetap mendapat taufik dan rahmat Allah Subhanahu wata`ala, Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Juni 2008

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama : Ellyana. S, SE

Tempat / Tgl Lahir : Lhokseumawe, 25 Juni 1973

Alamat : Jl. Nyak Adam Kamil No. 13 Lhokseumawe Telp Rumah / HP : ( 0645) 43683 / 085260024899

Jabatan : Kasubbag Ekonomi pada Bagian Ekonomi dan Pembangunan Setdako Lhokseumawe

Pangkat / Gol Ruang : Penata Muda Tk. I / III b

Asal Instansi : Pemerintah Kota Lhokseumawe

Alamat Kantor : Jl. Merdeka I No.2 Kota Lhokseumawe

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 5 Lhokseumawe 1979 - 1985 2. SMP Negeri 1 Lhokseumawe 1985 - 1988 3. SMA Negeri 1 Lhokseumawe 1988 - 1991 4. Ekonomi Akuntansi, UII Yogyakarta 1991 - 1996

III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada Bawasda Kota Lhokseumawe Tahun 2002

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bawasda Kota Lhokseumawe Tahun 2003 s/d 2007

(11)

DAFTAR ISI

2.3.1. Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg... 18

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Target dan Realisasi PKPT... 6

2. Teori Atribusi Kausal... 12

3. Teori Motivasi Dua Faktor Frederick Herzberg... 19

4 Indikator dan Sub Indikator Kinerja... 28

5. Indikator dan Sub Indikator Motivasi... 29

6. Indikator dan Sub Indikator Budaya Kerja... 30

7. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin…..………. 39

8. Distribusi Jawaban Responden Menurut Jabatan………... 40

9. Distribusi Jawaban Responden Menurut Tingkat Pendidikan ….. 40

10. Distribusi Jawaban Responden Menurut Tingkat Umur…….…. 41

11. Pendapat Responden Tentang Jawaban Dalam Melaksanakan Tugas Jarang Melakukan Kesalahan ………... 42

12. Pendapat Responden Tentang Menyelesaikan Tugas Lebih Cepat Dari Target ………... 42

13. Pendapat Responden Tentang Memahami Dan Menguasai Tugas Pokok………. ... 43

14 Pendapat Responden Tentang Kemampuan Untuk Melaksanakan Tugas-Tugas Baru……….…... 44

15. Pendapat Responden Tentang PKPT Bawasda Setiap Tahun Tercapai………... 44

16. Pendapat Responden Tentang NHP Diselesaikan Tepat Waktu... 45

17. Pendapat Responden Tentang LHP Diselesaikan Tepat Waktu ... 45

18. Pendapat Responden Pelaksanaan Expose Tepat Waktu…... 46

(14)

20. Pendapat Responden Tentang Kemampuan Melakukan Pemeriksaan Di Bidang Keuangan………... 47 21. Pendapat Responden Tentang Kemampuan Mengerjakan.

NHP dan LHP Sendiri... 48 22. Pendapat Responden Tentang Menikmati Jika Diberi

Tanggung Jawab Lebih Besar………... 49 23. Pendapat Responden Tentang Memahami Visi,

Misi Dan Tujuan Organisasi ………... 49 24. Pendapat Responden Tentang Mengetahui

Jumlah Target PKPT Setiap Tahun………... 50 25. Pendapat Responden Tentang Mempunyai Kemam-

puan Bekerja Secara Proaktif, Kreatif Dan Inovatif ……… 51 26. Pendapat Responden Tentang Mampu Dalam Membuat

Keputusan Yang Tepat ………... 51 27. Pendapat Responden Tentang Kesediaan Melaksanakan

Tugas Diluar Jam Kerja / lembur………... 52 28. Pendapat Responden Tentang Berusaha Meningkatkan

Kualitas Kerja Dan Evaluasi Diri………... 53 29. Pendapat Responden Tentang Selalu Mematuhi

Peraturan Yang Ditetapkan Pimpinan………. 53 30. Pendapat Responden Tentang Selalu Hadir di

Kantor Tepat Waktu……….... 54 31. Pendapat Responden Tentang Hadir Tepat

Waktu Saat Melakukan Pemeriksaan. ………... 55 32. Pendapat Responden Tentang Kerja Sama Antar Pegawai

Saat Bekerja Sangat Baik ... .. 56 33. Pendapat Responden Tentang Ketua Tim Melaksanakan

Pembagian Tugas Tim Dengan Baik……….…... 56 34. Pendapat Responden Tentang Ketua Tim Memberikan

(15)

35. Pendapat Responden Tentang Teman Sejawat

Selalu Membantu Menyelesaikan pekerjaan/tugas……….... 58 36. Pendapat Responden Tentang Pemeriksa Dapat

Bekerja Sama Secara Profesional Pada Saat Pemeriksaan……. 58 37. Pendapat Responden Tentang Menyelesaikan

Tugas Tanpa Diminta Oleh Pimpinan ……….... .. 60 38. Pendapat Responden Tentang Dapat Menyelesaikan

(16)

50. Pendapat Responden Tentang Pembagian

Tupoksi Sesuai Dengan Ilmu/Keahlian Yang Dimiliki……... 68 51. Pendapat Responden Tentang Pimpinan Memberikan Kepada

Kepercayaan Pegawai Dalam Bekerja………. 69

58. Pendapat Responden Mempelajari teknologi

(17)

65. Pendapat Responden Tentang Pemeriksa Tidak Boleh

Meminta Uang Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Temuan… .. 79

66. Pendapat Responden Tentang Berani Bersikap

Tegas Apabila Itu Benar………... 79 67. Pendapat Responden Tentang Distribusi Siap Mengerjakan

Pekerjaan Yang Diserahkan Pimpinan………... 80 68. Pendapat Responden Tentang Berani Mengambil

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Hipotesis Penelitian... 9

2. Struktur Organisasi... 116

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian... 97

2. Perhitungan SPSS... 104

3. Korelasi... 114

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah telah memberikan arah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap daerah diberi kewenangan dan dituntut untuk meningkatkan kemandirian daerah baik dalam hal keuangan maupun kualitas sumber daya manusianya. Kewenangan ini juga diberikan pada Daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang mempunyai Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Aceh, yang mempunyai konsekwensi kemandirian dalam pengaturan sumber-sumber daya daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah daerah berupaya untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya aparatur disegala bidang karena peran sumber daya manusia pada masa kini akan menjadi penentu bagi keberhasilan pembangunan. Peningkatan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Lembaga Administrasi Negara (2000:3) mendifinisikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi.

(20)

organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok instansi sebagai bahan untuk perencanaan serta untuk menentukan tingkat keberhasilan (persentasi pencapaian misi) instansi.

Berdasarkan konsep perubahan, suatu organisasi yang mengadakan perubahan akan membawa organisasi pada situasi yang lain dari sebelumnya. Perubahan yang terjadi dapat memperkuat atau memperlemah kehidupan organisasi, perubahan dalam organisasi ini melibatkan sumber daya manusia yang berperan dalam peningkatan kinerja organisasi (Alford, 1998).

Kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektifitas operasional suatu organisasi berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja dalam suatu organisasi juga sangat dipengaruhi oleh motivasi kerja. Menurut Siagian (1997:7) motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan iklas untuk mencapai tujuan. Timbulnya motivasi pada diri seseorang ditentukan oleh adanya kebutuhan hidup baik kebutuhan primer maupun kehidupan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja dan dapat meningkatkan kinerjanya.

(21)

Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya yang akan datang. Tingkat pendidikan yang tinggi menunjang dalam pencapaian kinerja pegawai karena pendidikan yang rendah menyebabkan pegawai sulit menyerap berbagai informasi yang berhubungan dengan kegiatannya, semakin tinggi pendidikan maka semakin efisien ia dalam bekerja ( Sedarmayanti 2003:33).

Selain motivasi dan pendidikan, kinerja pegawai atau karyawan juga sangat dipengaruhi budaya kerja. Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kepmenpan Nomor : 25/KEP/M.PAN/04/2002). Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana pegawai memandang budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap perilaku yang digambarkan antara lain memiliki motivasi, dedikasi, kreatifitas, kemampuan dan komitmen yang tinggi. Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen dan kemampuan yang dirasakan pegawai. Makin banyak pegawai yang menerima nilai-nilai makin tinggi kemampuan dan komitmen mereka pada nilai-nilai itu dan semakin kuat budaya tersebut ( Robbins, 1996 : 292).

(22)

para pemimpin dan aparatur negara bukan hanya sulit berubah tapi juga sering mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerjanya. Menurut pakar ekonomi dari Unsyiah Nanggroe Aceh Darussalam, Dr. Islahuddin dan Dr. Nazamuddin bahwa Budaya kerja yang ditampilkan dinas dan badan ditingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam beberapa tahun ini belum baik. Perubahan fundamental disegala sektor yang menjadi visi dan misi Gubernur hanya bisa tercapai apabila dinas dan badan mengubah budaya kerja yang lama menjadi budaya yang berdisiplin tinggi, cepat tanggap dalam bertindak, serta tidak KKN ( Harian Serambi Indonesia, Senin tanggal 08 Oktober 2007) .

Kota Lhokseumawe merupakan daerah yang sedang tumbuh dan berkembang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terbentuk dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2001 pada tanggal 01 Juni 2001. Badan pengawasan merupakan salah satu instansi yang berada di bawah Pemerintahan Daerah Kota Lhokseumawe. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat diartikan sebagai kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

(23)

peran Bawasda sangat diharapkan didalam melakukan pembinaan dan usaha mengurangi praktek-praktek KKN dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe Dalam melaksanakan fungsinya Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe melakukan pemeriksaan yang terdiri dari beberapa jenis antara lain:

1. Pemeriksaan Reguler

Pemeriksaan yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan program kerja pemeriksaan tahunan (PKPT) yang telah disahkan oleh Walikota.

2. Pemeriksaan Khusus.

Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar perintah Kepala Daerah terhadap unit kerja yang dianggap perlu dilakukan pemeriksaan karena diduga ada penyimpangan.

3. Pemeriksaan Kasus

Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar laporan dan pengaduan masyarakat terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur atau pemerintah. Visi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah menjadi Badan Pengawasan dengan aparatur yang profesional dalam melaksanakan tugas. Sedangkan misi Bawasko Lhokseumawe dalam DASK Bawasda Kota Lhokseumawe tahun 2006 adalah :

1. Meningkatkan kinerja dan kualitas serta sumber daya aparatur di bidang pengawasan.

(24)

3. Meningkatkan prasarana dan sarana untuk mendukung pelaksanaan pengawasan dalam rangka pelayanan prima.

4. Meningkatkan koordinasi pelayanan dengan instansi terkait.

Dari visi dan misi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe terlihat harapan Bawasda untuk meningkatkan kinerja dan kualitas sumber daya aparaturnya di bidang pengawasan. Permasalahan yang terjadi pada Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut :

1. Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT) tidak tercapai sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. PKPT merupakan pemeriksaan reguler/tugas pokok Bawasda Kota Lhokseumawe yang telah disahkan Walikota setiap tahunnya. Pencapaian PKPT dalam empat tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Target dan Realisasi PKPT

Tahun Target PKPT Realisasi 2004 27 15 2005 30 20 2006 32 28 2007 37 21

Sumber : Kantor Bawasda Kota Lhoksemawe, 2008

PKPT yang tidak tercapai mengakibatkan program pengawasan pada instansi yang telah ditargetkan tidak terlaksana dan memungkinkan adanya instansi yang luput dari pemeriksaan.

2. Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tidak tepat waktu.

(25)

Keterlambatan penyelesaian laporan akan mengurangi nilai atau mamfaat dari laporan, seperti yang tercantum dalam Norma Pemeriksaan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah No. SE-117/K/1985 bagian kedua yang menyatakan “ Laporan pemeriksaan harus dibuat segera setelah pekerjaan pemeriksaan dan disampaikan kepada yang berkepentingan tepat pada

waktunya”. Laporan pemeriksaan harus diselesaikan dan disampaikan tepat

waktu agar informasi yang terkandung didalamnya dapat bermamfaat sepenuhnya dan dapat menghindari dari kejadian yang merugikan seperti tidak hemat, tidak taat dan sebagainya.

3. Pelaksanaan monitoring hasil pemeriksaan tidak tepat waktu

Rendahnya kinerja pegawai Bawasda berdampak pada tidak tercapainya tujuan organisasi. Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang apa yang menyebabkan pencapaian kinerja pegawai Bawasda rendah dengan mengangkat judul “ Hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe”. Dalam penelitian ini menjelaskan apakah terdapat hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja terhadap rendahnya kinerja pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe, sehingga diharapkan dapat dilakukan perubahan untuk meningkatkan produktifitas kerja pegawai dan tercapainya visi Bawasda.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rumusan penelitian ini adalah : 1. Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dengan

(26)

2. Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

3. Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara budaya kerja dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

4. Apakah ada hubungan positif dan signifikan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

2. Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

3 Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara budaya kerja dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

4. Untuk mengetahui hubungan positif dan signifikan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis.

(27)

Lhokseumawe pada Program Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dalam melaksanakan tugas pengawasan.

1.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan beberapa teori, maka dapat diungkapkan suatu kerangka berfikir yang berfungsi sebagai penuntun, alur pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam penelitian yang secara diagram adalah sebagai berikut :

r 3

Pendidikan ( X1)

Motivasi (X2) r 2

r 1

Budaya Kerja (X3)

Kinerja (Y)

r 4

Gambar 1. Hipotesis penelitian

Dari pengkajian uraian latar belakang masalah, perumusan masalah tentang teori hubungan fungsi variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

(28)

3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara budaya kerja dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni “ performance”. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979 performance berasal dari akar kata “ to perform” yang mempunyai arti melakukan, menjalankan, melaksanakan, memenuhi atau menjalankan kewajiban sesuatu nazar, menyempurnakan tanggung jawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang atau mesin. Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab atau hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan..

(30)

faktor mulai dari keterampilan yang buruk, motivasinya yang tidak cukup hingga lingkungan kerja yang buruk (Timpe, 2004:3). Jadi kinerja yang optimal selain didorong oleh kuatnya motivasi seseorang dan tingkat kemampuan yang memadai, juga didukung oleh lingkungan yang kondusif.

2.1.2. Teori Atribusi Kausal

Menurut Timpe (2004: 51) teori atribusi dalam kinerja didasarkan pada asumsi bahwa orang cenderung tidak merasa puas dengan hanya mengetahui apa yang dikerjakan tetapi suka mencari alasan-alasan mengapa mereka melakukannya. Terdapat dua kategori teori dasar atribusi yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat orang-orang) dan yang bersifat eksternal atau situasional (yang dapat dihubungkan dengan lingkungan) yaitu : Tabel 2. Teori Atribusi Kausal

Mengapa di Balik Keberhasilan dan Kegagalan

Internal (Pribadi) Eksternal (Lingkungan) Kinerja Baik Kemampuan Tinggi Pekerjaan Mudah

Kerja Keras Nasib baik

Bantuan dari trekan-rekan kerja Pimpinan yang Baik

Kinerja Jelek Kemampuan Rendah Pekerjaan Sulit Kerja Sedikit Nasib buruk

Rekan-rekan kerja tidak produktif Pimpinan yang tidak simpatik

(31)

1. Tingkat keterampilan.

Keterampilan adalah” modal” yang harus dimiliki pegawai untuk bekerja. Keterampilan terdiri dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan-kecapakan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Para karyawan yang tidak memiliki modal tersebut tidak “mampu” menghasilkan kinerja yang baik. 2. Tingkat Upaya.

Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan. Meskipun karyawan memiliki tingkat keterampilan untuk melakukan pekerjaan, mereka tidak akan bekerja dengan baik bila tidak ada upaya.

3. Kondisi eksternal.

Meskipun keryawan memiliki keterampilan dan upaya namun apabila kondisi-kondisi eksternal tidak mendukung maka produktifitas tidak akan tercapai. Kondisi eksternal adalah kondisi yang berada diluar kendali karyawan, contoh kondisi eksternal adalah keadaan ekonomi, kesulitan pekerjaan, sarana dan prasarana yang tidak memadai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsepsi kinerja pada hakekatnya merupakan suatu cara atau perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai hasil tertentu. Faktor-faktor penting dari lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kinerja adalah:

1. Tugas atau pekerjaan jelas.

(32)

3. Individu mempunyai kapasitas, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

4. Individu sering menerima umpan balik.

5. Individu merasa puas dengan konsekwensi atau penghargaan dalam pelaksanaan tugas.

Dari beberapa pendapat diatas konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja , yakni :

1. Faktor kualitas kerja, yang dapat dilihat dari segi ketelitian, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketrampilan dan kecakapan kerja.

2. Faktor kuantitas kerja, diukur dari kemampuan secara kuantitatif di dalam mencapai target yang telah ditetapkan.

3. Faktor pengetahuan, diukur dari kemampuan memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas pokok.

4. Faktor keandalan, diukur dari kemampuan dan keandalan dalam melaksanakan tugas, baik dalam menjalankan peraturan, inisiatif dan disiplin.

5. Faktor kehadiran, yaitu melihat kehadiran didalam kegiatan-kegiatan rutin. 6. Faktor kerja sama, melihat bagaimana karyawan bekerja sama dalam

melaksanakan tugas dengan sesama pegawai maupun dengan orang lain.

2.2. Pendidikan

(33)

sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap kemampuan sumber daya manusia dalam meningkatkan prestasi kerjanya, dan nilai kompetensi seorang pekerja

dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan ( Irianto, 2001:75).

Pendidikan ditujukan untuk memperbaiki kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Menurut Tillaar (1997:151) bahwa pendidikan mempunyai peranan dan fungsi untuk mendidik seorang warga negara agar memiliki dasar–dasar karakteristik seorang tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama oleh masyarkat modern, sedangkan pelatihan mempunyai karakteristik yang diinginkan oleh lapangan kerja. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk dapat mengerjakan sesuatu lebih cepat dan tepat, sedangkan latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan dan latihan seseorang semakin besar tingkat kenerja yang dicapai. Dengan demikian pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi dengan menekankan pada kemampuan kognigtif, afektif dan psychomotor.

(34)

mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik didalam maupun diluar sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.

Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berfikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari (Sedarmayanti, 2003:32).

Menurut Hasibuan (1987:137) bahwa fungsi pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting yaitu : Dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi pendidikan dalam memasok tenaga kerja yang tersedia dan Dimensi kualitatif yang menyangkut fungsi sebagai penghasil tenaga terdidik dan terlatih yang akan menjadi sumber penggerak pembangunan. Fungsi pendididikan dapat dikatakan sebagai suatu sistem pemasok tenaga kerja yang terdidik, terlatih dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja.

2.3. Motivasi

(35)

sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan. Pendapat yang sama diberikan oleh Melayu bahwa motivasi adalah pemberian daya perangsang atau kegairahan kerja kepada pegawai, agar bekerja dengan segala daya upayanya.

Dalam Sedarmayanti (2001: 66), motivasi dapat diartikan sebagai usaha pendorong yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal tersebut adalah bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan kerja/lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.

(36)

adanya pengakuan dari atasan serta adanya harapan bagi kemajuan karir seseorang. Sedangkan motivasi yang ada diluar diri seseorang menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi karena adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda maupun bukan benda. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi yang ada diluar diri seseorang mempunyai persamaan yaitu adanya tujuan atau reward yang ingin dicapai seseorang dengan melakukan suatu kegiatan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi dan motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan.

2.3.1. Teori Motivasi ”Dua Faktor Frederick Herzberg”

Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori Motivasi Dua Faktor dikemukakan oleh Frederick Herzberg, seorang Psikolog pada tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan (Leicker and Hall dalam Timpe, 2004:55). Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan.

(37)

peneliti adalah : pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan ditempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya. Kedua, teori Herberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intristik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang dan motivasi ekstrisik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Faktor-faktor motivasi menurut Herzberg yang dikutip oleh Siagian (2004:164) adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Teori Motivasi ”Dua Faktor Frederick Herzberg” F

aktor Ekstrinsik Faktor Instrinsik 1. Kebijaksanaan & administrasi 1. Keberhasilan

2. Supervisi 2. Pengakuan / penghargaan 3. Gaji / Upah 3. Pekerjaan itu sendiri

4. Hubungan antar pribadi 4. Tanggung Jawab 5. Kondisi kerja 5. Pengembangan

(38)

mendorong para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila manajer ingin memberi motivasi pada para bawahannya yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor-faktor-faktor motivasional yang sifatnya intristik yaitu :

1. Keberhasilan

Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh tantangan.

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.

3. Pekerjaan itu sendiri

(39)

menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan pegawai sesuai dengan bidangnya.

4. Tanggung jawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. 5. Pengembangan

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan tertentu serta mengharapkan kepuasan dari hasil

kerjanya. Kebutuhan-kebutuhan yang dipuaskan dengan bekerja adalah (Hasibuan,1997 :157) :

a. Kebutuhan fisik dan keamanan

(40)

birokrasi, seorang pegawai dapat memenuhi kebutuhan fisik dengan gaji dan pendapatan lain yang diperolehnya berupa tunjangan, fasilitas dan sebagainya. Gaji yang merupakan reward dari hasil kerjanya dapat menimbulkan perasaan aman dan juga dapat menjadi jaminan hari tua bagi pegawai.

b. Kebutuhan sosial

Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang terpuaskan karena memperoleh pengakuan status, dan dihormati/diterima dan disegani dalam pergaulan masyarakat. Hal ini penting karena manusia tergantung satu sama lainnya. Jabatan pegawai dalam organisasi birokrasi di Indonesia sampai sekarang masih banyak diminati. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih memandang pegawai negeri memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan lebih disegani daripada pegawai yang ada diorganisasi swasta. Oleh karena itu, seseorang yang dapat masuk kedalam lingkungan birokrasi merasa mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.

b. Kebutuhan egoistik

(41)

2.4. Budaya Kerja

Budaya berasal dari bahasa sangsekerta “ budhayah” sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan dari “budidaya” nilai-nilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris dikenal sebagai culture yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu, kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil karyanya (performance). Budi daya juga dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani

dan materi termasuk potensi-potensi maupun ketrampilan masyarakat atau kelompok manusia.

(42)

perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan

mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja ( Triguno, 2004 : 1).

Dengan demikian, setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya yang mengakibatkan perbedaan nilai-nilai yang diambil dalam kerangka kerja organisasi. Hal tersebut seperti nilai-nilai apa saja yang patut dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya. Proses yang panjang yang terus menerus disempunakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan sumber daya

manusia itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui ( Trigono, 2004 : 31).

2.4.1. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri. Pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal

maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi (Sithi Amnuai & Ndraha, 2003 : 76). Diperlukan waktu yang cukup lama untuk

(43)

yang dibangun dan dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya itu sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima atau tidak. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi dan terjadi

perubahan yang akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan (Robbins, 1996 : 301). Dengan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

perubahan dalam budaya kerja itu sangat penting, karena masalah budaya kerja terletak pada diri kita masing-masing dan musuh budaya kerja pun adalah diri kita sendiri (Triguno, 2004 : 29).

Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Perilaku dan sikap budaya dimaksud ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif bila dikaitkan dengan aktifitas atau pekerjaan seseorang

2.4.2. Perilaku dan Sikap Budaya Positif

Masyarakat Indonesia dikenal memiliki perilaku ramah tamah, budaya gotong royong yang sampai saat ini masih sangat dominan terutama didaerah pedesaan.

2.4.3. Perilaku dan Sikap Budaya Negatif

(44)

kontraproduktif. Beberapa perilaku negatif yang sering terjadi adalah sebagai berikut ( Suyadi, 1999 : 313).

1. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur

Hampir semua bagian lapisan masyarakat pada berbagai kasus dan intensitas yang berbeda melakukan tindakan tidak disiplin dan tidak jujur, melakukan pelanggaran hukum/peraturan pemerintah maupun terhadap tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur yang dilakukan tersebut akan mempengaruhi kinerja dan berdampak merugikan bangsa dan masyarakat.

2. Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri.

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) karena menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun,1995:5). Dalam hal ini menjelaskan hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

3.2. Definisi Konsep

1. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditamatkan oleh pegawai.

2. Motivasi adalah sebagai suatu usaha pendorong yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.

3. Budaya Kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani. 4. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada

pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi.

3.3. Operasionalisasi Variabel

(46)

1. Variabel terikat (Y) adalah variabel kinerja Pegawai Bawasda Lhokseumawe. 2. Variabel bebas ( X) adalah

a. Variabel Pendidikan ( X1) b. Variabel Motivasi ( X2) c. Variabel Budaya Kerja (X3)

Indikator dari suatu variabel memungkinkan peneliti mengumpulkan data secara relevan sehingga dari masing-masing variabel tersebut lebih terarah dan sesuai dengan metode pengukuran yang telah direncanakan.

3.3.1. Definisi Operasional Variabel penelitian 3.3.1.1. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah jumlah rata-rata kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe. Variabel kinerja diukur dengan kuesioner dengan indikator dan sub indikator sebagai berikut :

Tabel 4. Tabel Indikator dan Sub Indikator Kinerja

Variabel Indikator Sub Indikator

Kinerja 1. Kualitas Kerja a Ketelitian dan kecepatan dalam bekerja b. Ketrampilan dan kecakapan kerja 2. Kuantitas kerja a. Kemampuan dalam mencapai target 3. Pengetahuan a. Mempunyai pengetahuan /kemampuan dalam melaksanakan tugas.

b. Mengetahui visi, misi dan tujuan organisasi 4. Keandalan a. Mempunyai inisiatif

b. Disiplin

5. Kehadiran a. Kehadiran tepat waktu

b. Kehadiran pada saat rapat/ pemeriksaan 6. Kerjasama a. Kerja sama dalam tim

(47)

3.3.1.2. Variabel Bebas atau Independen Variabel (X1) Variabel bebas adalah variabel yang terdiri dari :

1. Variabel pendidikan (X1) yaitu pernyataan responden yang berkaitan dengan lamanya pendidikan yang pernah ditempuh sebagai syarat menjadi pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dengan indikator sebagai berikut : a. X1.1. Tamat Sekolah Tingkat Atas = 12 tahun

b. X1.2. Tamat Diploma = 15 tahun c. X1.3. Tamat S1 = 17 tahun d. X1.4. Tamat S2 = 19 tahun

2. Variabel motivasi (X2) yaitu pernyataan responden yang berkaitan dengan daya dorong pegawai Bawasda untuk berkinerja lebih baik atau kurang baik dengan indikator dan sub indikator sebagai berikut :

Tabel 5. Tabel Indikator dan Sub Indikator Motivasi

Variabel Indikator Sub Indikator Motivasi 1. Keberhasilan a Mengerjakan tugas sesuai target. b. Memberikan kesempatan berkarya. 2. Pengakuan / a. Pengakuan atas prestasi bawahan penghargaan b. Penghargaan bagi yang berprestasi

3. Pekerjaan itu a. Menyukai tantangan kerja.

sendiri b. Penempatan pegawai sesuai keahliannya. 4.Tanggung Jawab a. Pemberian kepercayaan kepada bawahan b. Pemberian sanksi

5.Pengembangan a. Pemberian promosi /jabatan.

b. Kesempatan untuk mengikuti diklat 3. Variabel budaya kerja (X3) yaitu pernyataan responden tentang semangat

(48)

Tabel 6. Tabel Indikator dan Sub Indikator Budaya Kerja Variabel Indikator Sub Indikator

Budaya 1. Perilaku disiplin a. Melaksanakan tugas tepat waktu Kerja dan jujur b. Tidak melanggar hukum/ PP 2. Perilaku tegas & a. Tidak ragu mengambil keputusan percaya diri b .Melaksanakan tugas secara optimal

Untuk memperoleh data tersebut digunakan kuesioner yang bersifat tertutup yaitu pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban. Sedangkan penyusunan skala pengukuran menggunakan skala likert dimana setiap item pertanyaan menggunakan skor dengan alternatif pilihan 1 sampai dengan 5 jawaban pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai 5 : Untuk jawaban sangat setuju artinya responden sangat setuju dengan pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 4 : Untuk jawaban setuju artinya responden setuju dengan pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden. Nilai 3 : Untuk jawaban ragu-ragu artinya responden ragu-ragu dengan

pertanyaan karena tidak dapat menentukan dengan pasti keadaan yang dirasakan.

Nilai 2 : Untuk jawaban tidak setuju artinya responden tidak setuju dengan pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 1 : Untuk jawaban sangat tidak setuju artinya respoden sangat tidak setuju dengan pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan responden

(49)

1. Variabel Kinerja

Indikator Nomor pertanyaan Jumlah pertanyaan 1. Kualitas kerja 1,2,3,4 4

2. Kuantitas kerja 5,6,7,8 4 3. Pengetahuan 9,10,11,12,13,14 6 4. Keandalan 15,16,17,18,19 5 5. Kehadiran 20,21 2 6. Kerjasama 22,23,24,25,26 5

2. Variabel Motivasi

Indikator Nomor pertanyaan Jumlah pertanyaan 1. Keberhasilan 1,2,3,4,5 5 2. Pengakuan 6,7,8,9,10 5

3. Pekerjaan itu sendiri 11,12,13,14 5 4. Tanggung jawab 15,16,17,18,19 5 5. Pengembangan 20,21 2

3. Variabel Budaya Kerja

Indikator Nomor pertanyaan Jumlah pertanyaan 1. Inovasi 1,2,3 3

2. Perilaku Dispilin dan jujur 4,5,6,7,8,9 5 3. Perilaku tegas & percaya diri 10,11,12 3

3.4. Populasi dan Sampel

(50)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil penelitian lapangan yang diperoleh berdasarkan hasil jawaban para responden melalui penyebaran kuesioner yang telah disiapkan kepada seluruh responden ( pegawai Bawasda) yang selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait berupa berbagai peraturan daerah, perundang-undangan serta buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, seperti profil daerah, disiplin pegawai, makalah-makalah, tulisan ilmiah dan berbagai hasil penelitian yang berkaitan dengan kajian penelitian ini dalam upaya peningkatan kinerja pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe.

3.6. Lokasi Penelitian

(51)

cerminkan keberhasilan Pemerintah Kota Lhokseumawe secara keseluruhan.

3.7. Analisis Data

Untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel atau lebih maka digunakan analisis korelasi. Korelasi yang digunakan adalah model korelasi Product Moment (Pearson) dan Korelasi Ganda. Korelasi Product Moment digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih secara sendiri-sendiri (X1, X2, X3 terhadap Y) sedangkan Korelasi Ganda digunakan

untuk mengetahui hubungan variabel independen secara bersama-sama (X1, X2, X3) terhadap variabel dependent (Y). Untuk mengetahui apakah

koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak, dapat dikonsultasikan dengan r

pada tabel product moment, dengan kriteria sebagai berikut : Jika r hitung ≥ r tabel, maka koefisien korelasi signifikan. Jika r hitung ≤ r tabel, maka koefisien korelasi tidak signifikan.

Untuk mengetahui berapa besar hubungan variabel independen terhadap variabel dependen baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dilakukan dengan Koefisien Determinasi (D). Seluruh pengolahan data dilakukan dengan bantuan menggunakan Program SPSS for Windows Versi 15,0.

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi 04º 054 - 05º 18 lintang utara dan 96º 20 - 87º21 bujur timur yang diapit oleh Selat Malaka dan menempati bagian tengah wilayah Kabupaten Aceh Utara, dengan jarak tempuh dari Kota Lhokseumawe ke Banda Aceh ( Ibukota NAD ) ± 274 km atau ± 320 km ke Kota Medan (Sumut). Kota Lhokseumawe mempunyai luas wilayah 181.06 km² dari dataran rendah seluas 161.149.50 dan dataran tinggi seluas 1.956.50.

Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota dari empat kota pemekaran yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kota Lhokseumawe diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di Jakarta dan pada tanggal 02 Nopember 2001 Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertindak atas nama Menteri Dalam Negeri melantik Drs. H. Rahmatsyah, M.M sebagai Walikota pertama.

(53)

menduduki jabatan dalam organisasi tersebut. Susunan organisasi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe terdiri dari :

1. Kepala Badan

2. Sekretaris yang membawahi :

a. Subbag Penyusunan Program dan Pelaporan b. Subbag Umum dan Kepegawaian.

c. Subbag Keuangan.

3. Bidang-bidang yang terdiri dari :

a. Bidang Pemerintahan Umum, Aparatur dan Kelembagaan b. Bidang Keuangan

c. Bidang Perlengkapan, Peralatan dan Kekayaan Daerah.

d. Bidang Perekonomian, Pembangunan dan Kesbang, ( bagan terlampir)

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pengawasan Daerah

Bidang Aparatur mempunyai tugas dan fungsi melakukan pemeriksaan terhadap :

1. Penyelenggaraan pembinaan dan pendayagunaan aparatur serta pelaksanaan pemberian gaji dan kesejahteraan pegawai pemerintah pusat dan daerah. 2. Penyelenggaraan dan pembinaan administrasi kepegawaian yang menjadi

kewenangan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. 3. Pemeriksaan tugas pokok terhadap unit satuan kerja yang diperiksa.

4. Pengelolaan anggaran rutin dan pembangunan di Biro Kepegawaian dan Diklat Wilayah / Propinsi.

(54)

biro kepegawaian dan uji petik pemeriksaan pada unit kerja lainnya yang menyangkut aparatur.

Bidang keuangan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan terhadap dana APBD secara terinci yang terdapat dalam SPM, buku kas, buku kas pembantu.

2. Pemeriksaan terhadap efesiensi anggaran.

3. Membandingkan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku.

Bidang kekayaan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan terhadap administrasi barang seperti yang tercantum dalam SK pemegang barang.

2. Memeriksa jumlah fisik barang yang diadakan dalam satu tahun anggaran. 3. Membandingkan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Dalam melaksanakan aktifitasnya, Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang diatur dalan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 158 tahun 1996 tentang pedoman pemeriksaan reguler aparat pengawasan fungsional sebagai berikut :

1. Membantu Walikota dalam bidang pengawasan di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe.

2. Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dalam melaksanakan tugas pemeriksaan reguler terhadap Dinas, Badan dan Kantor dilingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe berdasarkan program kerja pemeriksaan tahunan ( PKPT) yang telah disahkan Walikota.

(55)

4. Sebelum Tim melaksanakan pemeriksaan terlebih dahulu menyusun Program Kerja Pemeriksaan (PKP) terhadap instansi yang diperiksa yang terdiri dari : a. Susunan tugas ketua tim dan beberapa anggota tim.

b. Objek dan sasaran pemeriksaan yang meliputi dinas, badan, kantor yang berada dalam wilayah kerja Pemerintah Kota Lhokseumawe.

c. Sasaran pemeriksaan sesuai dengan tugas pokok instansi yang diperiksa meliputi : tugas pokok dan fungsi, pengelolaan keuangan dan pengelolaan barang dan asset daerah.

d. Waktu pelaksanaan pemeriksaan reguler harus dapat direncanakan sesuai dengan SPT yang telah ditetapkan.

e. Menyiapkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang menjadi pedoman pemeriksa dilapangan.

5. Selama melaksanakan pemeriksaan, setiap pemeriksa harus mengumpulkan secara sistematis fakta dan data yang diperoleh dan menyusun kertas kerja pemeriksaan (KKP). KKP adalah catatan-catatan dan data yang dikumpulkan secara sistematis oleh pemeriksa selama melakukan tugas pemeriksaan. KKP mencerminkan langkah-langkah kerja pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Guna memperkecil terjadinya kekeliruan dan kelalaian, informasi yang diperoleh secara lisan harus dicatat secepat mungkin dalam KKP.

6. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tim menyusun Naskah Hasil Pemeriksaan (NHP) yang merupakan laporan awal dari seluruh hasil pemeriksaan yang

(56)

ketua tim. NHP memuat temuan positif yang menonjol dan temuan-temuan negatif yang strategis yang perlu diketahui oleh pimpinan instansi yang diperiksa pada saat pemeriksaan berakhir dan NHP diserahkan kepada pimpinan instansi yang diperiksa untuk memberikan tanggapan.

7. Melaksanakan ekpose yang dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu minggu) setelah kembali dari lapangan, tim pemeriksa wajib melakukan ekspose hasil pemeriksaan dihadapan seluruh tim yang dibentuk. Tujuan pelaksanaan ekspose adalah untuk lebih menyempurnakan hasil pemeriksaan tim pemeriksa.

8. Menyusun laporan hasil pemeriksan (LHP). LHP merupakan sarana komunikasi resmi untuk menyampaikan informasi tentang temuan, kesimpulan dan rekomendasi kepada pejabat-pejabat yang berwenang atau yang perlu mengetahui informasi tersebut. Temuan hasil pemeriksaan dapat berupa temuan positif dan negatif.

a. Temuan positif disajikan sebagai pernyataan.

Temuan positif yang disajikan hanya temuan positif yang menonjol saja dan mengemukakan pengakuan atas prestasi/keberhasilan Instansi.

b. Temuan negatif dimuat secara berurutan berdasarkan atribut / ciri temuan sebagai berikut:

1. Kondisi yang sebenarnya terjadi dalam pelaksananya.

2. Kriteria (ketentuan/pedoman yang merupakan patokan dari pelaksanaan).

(57)

4. Tanggapan pimpinan satuan kerja.

5. Penilaian pemeriksa atas tanggapan pimpinan yang diperiksa. 6. Saran / Rekomendasi.

9. LHP yang telah selesai disampaikan kepada Walikota untuk ditindak lanjuti oleh instansi terkait.

10. Dalam menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan dilakukan dengan mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah sebagai penanggung jawab tindak lanjut hasil pemeriksaan.

11. Secara berkala hasil tindak lanjut Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dibahas dalam rapat koordinasi pemutakhiran data yang diselenggarakan oleh Badan Pengawasan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Irjen Depdagri pada setiap tahun anggaran.

4.3. Deskripsi Responden

Badan pengawasan Kota Lhokseumawe sebagai institusi pemerintah mempunyai pegawai 34 orang, yang terdiri dari 31 Pegawai Negeri Sipil ( PNS) dan 3 orang pegawai tidak tetap yang berstatus honor daerah. Adapun responden dalam penelitian ini berjumlah 31 orang yang berstatus PNS dan yang melakukan pengawasan/pemeriksaan. Jumlah pegawai menurut jenis kelamin, jabatan, tingkat pendidikan yang ditempuh dan berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekwensi Persentasi (%) 1. Laki-laki 20 64,5 2. Perempuan 11 35,5 Jumlah 31 100,0

(58)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pegawai Bawasda sebahagian besar adalah laki-laki yaitu 64,5 persen dan 35,5 persen adalah perempuan. Keadaan ini sama halnya dengan keadaan pegawai Pemerintah Kota Lhokseumawe di mana pada umumnya pegawai laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan pegawai perempuan.

Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Jabatan

No Jabatan Frekwensi Persentasi (%) 1. Eselon II 1 3,2

2. Eselon III 5 16,1 3. Eselon IV 14 45,2 4. Staf 11 35,6 Jumlah 31 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2008

Dilihat dari jabatan, sebagian besar pegawai pada Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe didominasi oleh pegawai yang memiliki jabatan eselon IV yaitu sebanyak 45,2 persen, eselon III sebanyak 16,1 persen dan staff 35,6 persen.

Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan No Pendidikan Frekwensi Persentasi (%) 1. Tamat SLTA 14 45,2

2. Eselon III 3 9,7 3. Eselon IV 13 41,9 4. Staf 1 3,2 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008

(59)

Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur

No Usia Frekwensi Persentasi (%) 1. 21-30 Tahun 7 22,6

2. 31-40 Tahun 10 32,3 3. 41-50 Tahun 11 35,6 4. > 50 Tahun 3 9,7 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008

Dilihat dari tingkat umur, maka kelompok umur tertinggi pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah 41-50 tahun yaitu mencapai 35,6 persen dan diikuti kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 32,3 persen, untuk umur 21-30 tahun sebanyak 22,6 persen sedangkan umur pegawai diatas 50 tahun hanya 9,7 persen.

4.4. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang diteliti terdiri dari tiga variabel bebas yaitu pendidikan, motivasi dan budaya kerja sedangkan sebagai variabel terikatnya adalah kinerja pegawai. Berikut ini dikemukakan hasil persentase jawaban responden yang menyangkut ketiga variabel tersebut.

4.4.1. Kinerja Pegawai

(60)

4.4.1.1. Kualitas Kerja

Kualitas kerja berkaitan dengan ketelitian dan kecepatan serta ketrampilan dan kecakapan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Tabel 11. Pendapat Responden Tentang Jawaban Dalam Melaksanakan Tugas

Jarang Melakukan Kesalahan

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya yaitu

54,8 persen responden menyatakan ragu-ragu atas jawaban saat bekerja jarang

melakukan kesalahan. Responden yang menyatakan persetujuannya sebesar 25,8

persen, yang menyatakan tidak setuju sebesar 16,1 persen dan sangat tidak setuju

sebesar 3,2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai Bawasda kota

Lhokseumawe pernah melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugas karena

kurang menguasai peraturan dan teknis pengawasan.

Tabel 12. Pendapat Responden Tentang Menyelesaikan Tugas Lebih Cepat

(61)

Tabel di atas menunjukkan bahwa 38,7 persen responden menyatakan

ragu-ragu atas jawaban menyelesaikan tugas lebih cepat dari target yang telah

ditetapkan, 32,3 persen menyatakan setuju dan 25,8 persen menyatakan tidak

setuju, sedangkan yang mneyatakan sangat tidak setuju hanya 3,2 persen dan

tidak seorangpun responden yang mneyatakan sangat setuju. Hal ini

menunjukkan bahwa walaupun telah diberikan batas waktu pemeriksaan namun

pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe belum sepenuhnya dapat meyelesaikan

tugas lebih cepat dari target telah ditetapkan dikarenakan tidak adanya sanksi

bagi yang tidak menyelesaikan tugas dan tidak ada penghargaan bagi yang dapat

menyelesaikan tugas lebih cepat dari yang ditetapkan.

Tabel 13. Pendapat Responden Tentang Memahami Dan Menguasai Tugas

Pokok

No Kriteria Jawaban Frekwensi Persentasi (%) 1. Sangat Setuju 0 0,0

2. Setuju 8 25,8 3. Ragu-ragu 20 64,5 4. Tidak Setuju 1 3,2 5. Sangat Tidak Setuju 2 6,5 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008

(62)

sebagian besar pegawai melakukan pemeriksaan sesuai bidang yang diinginkannya/pilihannya namun tidak disesuaikan dengan bidang atau tupoksi masing-masing.

Tabel 14. Pendapat Responden Tentang Kemampuan Melaksanakan Tugas

Baru

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 41,9 persen responden

menyatakan ragu-ragu atas jawaban mampu melaksanakan tugas-tugas baru,

32,3 persen menyatakan setuju dan 19,4 persen menyatakan tidak setuju,

sedangkan yang menyatakan sangat tidak setuju hanya 6,5 persen dan tidak

seorangpun responden yang menyatakan sangat setuju. Hal ini menunjukkan

bahwa pegawai Bawasda belum sepenuhnya mempunyai kemampuan konseptual

maupun teknis yang berhubungan dengan pengawasan dikarenakan kurangnya

motivasi untuk mempelajari sesuatu yang bukan menjadi tugas pokok.

4.4.1.2. Kuantitas Kerja

Tabel 15. Pendapat Responden Tentang PKPT Bawasda Setiap Tahun

(63)

Jumlah 31 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2008

Program kerja pemeriksaan tahunan (PKPT) Bawasda Kota Lhokseumawe

merupakan salah satu target yang harus dicapai oleh setiap pegawai dalam

melaksanakan tugasnya. Pencapaian PKPT ini merupakan salah satu ukuran

kuantitas bagi setiap pegawai. Tabel di atas menunjukkan bahwa 51,6 persen

responden menyatakan tidak setuju atas jawaban bahwa setiap tahunnya PKPT

dapat diselesaikan tepat waktu, yang menyatakan sangat tidak setuju 22,6, yang

menyatakan persetujuannya hanya 3,2 persen saja. PKPT tidak tercapai

disebabkan penyelesaian NHP, LHP lebih lama dari waktu yang telah

ditetapkan.

Tabel 16. Pendapat Responden Tentang NHP Dapat Diselesaikan Tepat

Waktu

No Kriteria Jawaban Frekwensi Persentasi (%) 1. Sangat Setuju 0 0,0

2. Setuju 2 6,5 3. Ragu-ragu 0 0,0 4. Tidak Setuju 25 80,6 5.

Sangat Tidak Setuju 4 12,9 Jumlah 31 100,0

(64)

Ukuran lain dari kuantitas kerja adalah penyelesaian NHP tepat waktu.

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 80,6 persen responden

menyatakan tidak setuju atas jawaban penyelesaian NHP dapat diselesaikan tepat

waktu dan yang menyatakan sangat tidak setuju 12,9 persen dan yang

menyatakan persetujuannya hanya 6,5 persen saja.

Tabel 17. Pendapat Responden Tentang LHP Dapat Diselesaikan Tepat

Waktu menyelesaikan LHP tepat waktu. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 4,5 persen responden menyatakan tidak setuju atas jawaban penyelesaian LHP tepat waktu, yang menyatakan sangat tidak setuju 12,9 persen dan yang menyatakan persetujuannya hanya 3,2 persen.

Tabel 18. Pendapat Responden Tentang Expose Dapat Dilaksanakan Tepat

(65)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar responden yaitu 51,6 persen responden tidak setuju atas jawaban ekspose laporan hasil pemeriksaan Bawasda Kota Lhokseumawe dilaksanakan tepat waktu dan yang menyatakan sangat tidak setuju 16,1 persen, 22,6 persen menyatakan ragu-ragu, sedangkan yang menyatakan persetujuannya hanya 9,7 persen saja.

Dari ketiga tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe tidak dapat menyelesaikan NHP dan LHP tepat waktu, disamping itu juga tidak dapat melaksanakan ekspose tepat waktu. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu, keterbatasan pengetahuan/kemampuan pegawai Bawasda dalam melakukan pemeriksaan dan menyelesaikan laporan pemeriksaan, sebagian besar pegawai tidak dapat mengetik laporannya sendiri sehingga hanya mengandalkan tenaga operator yang jumlahnya sangat terbatas, selain itu tidak adanya teguran/ sanksi apabila NHP/ LHP dan ekspose tidak diselesaikan tepat waktu.

4.4.1.3. Pengetahuan

Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam pencapaian kinerja, setiap pegawai dituntut mempunyai pengetahuan terhadap bidang tugasnya masing-masing. Pengetahuan yang dimiliki pegawai sangat penting terutama apabila dimintai pertimbangan oleh pimpinan dalam menangani suatu permasalahan.

Tabel 19. Pendapat Responden Tentang Sering Diminta Pertimbangan Oleh

Pimpinan

(66)

2. Setuju 3 9,7

Tabel di atas menunjukkan bahwa 48.4 persen responden menjawab tidak

setuju atas jawaban sering diminta pertimbangan oleh pimpinan dalam

menangani suatu permasalahan, yang menyatakan sangat tidak setuju sebanyak

3,2 persen dan 35,6 persen menyatakan ragu-ragu, sedangkan yang menyatakan

persetujuannya hanya 9,7 persen saja. Hal ini menunjukkan tidak semua pegawai

dimintai pertimbangan oleh pimpinan dalam menyelesaikan permasalahan.

Tabel 20. Pendapat Responden TentangKemampuan Melakukan Pemeriksaan

Di Bidang Keuangan

Gambar

Tabel 3. Teori Motivasi ”Dua Faktor Frederick Herzberg”
Tabel 6.  Tabel Indikator dan Sub Indikator Budaya Kerja Variabel     Indikator                          Sub Indikator
Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 16. Pendapat Responden Tentang NHP  Dapat Diselesaikan Tepat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kurva Fungsi Informasi Aitem Subtes RA Versi Revisi5. Kurva Fungsi Informasi Tes Subtes RA

Judul Tulisan : ANALISIS KORESPONDENSI UNTUK MENELAAH KARAKTERISTIK BEBERAPA MEREK SABUN MANDI (Suatu Kajian Aplikasi Statistika Dalam Riset Pemasaran).. Nama Mahasiswa :

Hasil produksi daging di Provinsi Gorontalo yang terus mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, belum memiliki media informasi yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk

Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa selai kulit apel memiliki rasa yang enak, tekstur yang lembut, dan warna yang menarik. Hal

Pelaksanaan bagi penggunaan tenaga kerja asing di perusahaan yang telah di ijinkan dilakukan pengawasan baik terdapat penggunaan maupun tenaga kerja asing yang

(pelanggan). Akan tetapi, dalam proses pembiayaan dana talangan umroh ini masih terdapat kelemahan dalam prosedur pemberian dan secara administrasi kerangka prosedur

praktik tentang personal hygiene kaitannya dengan kejadian penyakit scabies. di Aliyah Pondok Pesantren Maraqitta’limat Wanasaba

The main objective of this study is to examine if accounting ethics have much impact on the practice of accounting profession in Nigeria, the factors that make