• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Dan Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik Asal Tanah Gambut Dan Kayu Sedang Melapuk Dalam Mendekomposisikan Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Dan Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik Asal Tanah Gambut Dan Kayu Sedang Melapuk Dalam Mendekomposisikan Kayu"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN UJI POTENSI MIKROORGANISME

SELULOLITIK ASAL TANAH GAMBUT DAN KAYU

SEDANG MELAPUK DALAM MENDEKOMPOSISIKAN

KAYU

SKRIPSI

OLEH:

DESI NURMAYANI 020303021/ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ISOLASI DAN UJI POTENSI MIKROORGANISME

SELULOLITIK ASAL TANAH GAMBUT DAN KAYU

SEDANG MELAPUK DALAM MENDEKOMPOSISIKAN

KAYU

SKRIPSI

OLEH:

DESI NURMAYANI 020303021/ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Menyelesaikan Studi Pada Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Asmarlaili S. Hanafiah, MS, DAA Jamilah, SP, MP

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Isolasi dan uji potensi mikroorganisme selulolitik dalam mendekomposisikan kayu. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme selulolitik dari kayu dan tanah gambut untuk menguji potensi isolat mikroorganisme selulolitik yang berasal dari kayu dan tanah gambut.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial yang terdiri dari dua perlakuan dan dua ulangan. Perlakuan terdiri dari MOSKJ I1

(Jamur Kayu 1 dari Media SA), MOSKJ I2 (Jamur Kayu 2 dari Media SA),

MOSKJ I5 (Jamur Kayu 5 dari Media SA), MOSKJII1 (Jamur Kayu 1 dari Media

MYA), MOSKJ II9 (Jamur Kayu 9 dari Media MYA), MOSGJ I1 (Jamur Gambut

1 dari Media SA), MOSGJ I2 (Jamur Gambut 2 dari Media SA), MOSGJ II1

(Jamur Gambut 1 dari Media MYA), MOSGJ II2 (Jamur Gambut 2 dari Media

MYA), MOSKA I3 (Aktinomicetes Kayu 3 dari Media SA), MOSKB I1 (Bakteri

Kayu 1 dari Media SA), MOSKB I2 (Bakteri Kayu 2 dari Media SA),

MOSGB I1 (Bakteri Gambut 1 dari Media SA), H 34 (Bakteri Koleksi

Laboratorium), BB 31 B (Bakteri Koleksi Laboratorium), PH 12 E (Bakteri Koleksi Laboratorium), H 27 (Bakteri Koleksi Laboratorium), TA 5 (Bakteri Koleksi Laboratorium).

Hasil dari penelitian ini adalah isolat PH 12 E (Bakteri Koleksi Laboratorium) menghasilkan gula reduksi terbesar diikuti dengan BB 31 B (Bakteri Koleksi Laboratorium). Penurunan nilai ratio C/N tertinggi dihasilkan oleh isolat MOSKJ I5 (Jamur Kayu 5 dari Media SA) sebesar 27.71 dan diikuti

(4)

ABSTRACT

Isolation and Potency Test of Selulolithic Microorganism in Wood Decomposition. This research is executed in Biological Laboratory, Chemistry and Soil Nutrition Laboratory and Central Laboratory in Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. This research aim to isolate of sululolithic microorganism of wood and peat land and to test the potency of microorganism selulolithic of wood and peat land.

The research was used complete Random Design Non Factorial, which consist of nineteen treatments and two repetition. The treatment are : Control, MOSKJ I1 (Wood Fungi 1), MOSKJ I2 (Wood Fungi 2), MOSKJ I5 (Wood Fungi

5), MOSKJ II1 (Wood Fungi 1), MOSKJ II9 (Wood Fungi 9), MOSGJ I1 (Peat

Fungi 1), MOSGJ I2 (Peat Fungi 2), MOSGJ II1 (Peat Fungi 1), MOSGJ II2 (Peat

Fungi 2), MOSKA I3 (Wood Aktinomycetes 3), MOSKB I1 (Wood Bacterium 1),

MOSKB I2 (Wood Bacterium 2), MOSGB I1 (Peat Bacterium 1),H 34 (Laboratory

Bacterium), BB 31B (Laboratory Bacterium), PH 12 E (Laboratory Bacterium), H 27 (Laboratory Bacterium), TA 5 (Laboratory Bacterium),

The result of this research are the isolat of PH 12 E (Laboratory Bacterium) cause the highest of reduction sugar, followed with the isolate of BB 31 B (Laboratory Bacterium). The highest decresing of ratio C/N is caused by the isolate of MOSKJ I5 (Wood Fungi 5) (C/N = 27.71) and followed with the isolate

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Desi Nurmayani, dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Desember 1983 dari

Ayah M. Azhar Panggabean dan Ibu N. Rambe. Penulis merupakan putri pertama

dari empat bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN III Rantau Prapat dan tahun 2002

lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi

Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi assisten

Laboratorium untuk mata kuliah : Biologi Tanah pada tahun 2005-2006 dan

Assisten Laboratorium Pupuk Hayati dan Penggunaannya pada tahun 2006-2007.

Mengikuti Praktik Kerja Lapangan di PTPN III Kebun Sei Dadap, Kisaran.

Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAW SWT yang telah

memberikan Rahmat dan HidayatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “ Isolasi dan Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik

Dalam Mendekomposisikan Kayu ” yang merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Prof. Dr . Ir. Asmarlaili S, Hanafiah, MS, DAA dan Jamilah, SP, MP selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, arahan

dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2007

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT……… i

ABSTRAK………. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

DAFTAR ISI………. iv

DAFTAR TABEL……… v

DAFTAR GAMBAR……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. vii

PENDAHULUAN Latar Belakang………. 1

Perumusan Masalah………. 2

Tujuan Penelitian………. 2

Hipotesa Penelitian……….. 2

Kegunaan Penelitian……… 2

TINJAUAN PUSTAKA Dekomposisi Bahan Organik……… 3

Peranan Mikroorganisme Selulolitik……… 6

Mikroorganisme Pelapuk Kayu……… 9

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian……… 12

Bahan dan Alat Bahan……….. 12

Alat………. 12

Pelaksanaan Penelitian……… 13

Isolasi Mikroorganisme Selulolitik……….. 14

Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik a. Uji Potensi Mikroorganisme Pada Media Cair Kualitatif ………. 15

Kuantitatif……… 16

Metode Penelitian……… 17

Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik Pada Media Kayu Metode Penelitian………. 20

(8)

Hasil

Isolasi Mikroorganisme Selulolitik Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik

a. Uji Potensi Mikroorganisme Pada Media Cair

Kualitatif………. 24

Kuantitatif ……….. 25

b. Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik Pada Media Kayu

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan………. 45

Saran……… 45

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

NO. JUDUL HAL

1. Pengenceran Larutan Glukosa Standart ……… 18

2. Data Kalibrasi Larutan Glukosa Standart ………. 19

3. Hasil Isolasi Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari

Kayu dan Tanah Gambut ...……. 25

4. Hasil Uji Potensi Secara Kualitatif Berbagai Isolat Mikroorganisme

Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut...……. 26

5. Hasil Uji Potensi Secara Kuantitatif Berbagai Isolat Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut pada

Pengamatan 7-14 Hari Setelah Inkubasi...……. 28

6. Hasil Uji Potensi pada Media Kayu dari Berbagai Isolat

Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah

Gambut ...…… 29

7. Hasil Penurunan Bobot Kayu dari Berbagai Mikroorganisme

Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut………. 31

8. Hasil Penguraian Serat Kayu dari Berbagai Mikroorganisme

Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut………. 32

9. Hasil Perubahan Warna Kayu dari Berbagai Mikroorganisme

Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut……… 33

10. Hasil Perubahan Warna Kayu dari Berbagai Mikroorganisme

(10)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL HAL

1. Hasil Uji Potensi mikroorganisme Selulolitik Secara Kualitatif…. 74

2. Isolat Koleksi ………. 74

3. Hasil Isolasi Mikroorganisme Selulolitik ………. 74

4. Isolat Jamur ……….. 75

5. Isolat Aktinomicetes ……… 75

6. Isolat Bakteri ……… 75

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyaknya pembukaan areal pertanian baru mengakibatkan banyaknya

tumpukan kayu. Disini para petani mengalami kesulitan dalam memusnahkan

sisa-sisa kayu tersebut. Biasanya petani membiarkan sisa-sisa kayu tersebut

sampai melapuk tetapi tentu saja ini memakan waktu yang sangat lama karena

kayu mengandung senyawa lignin yang tinggi. Jika kayu tersebut dibakar akan

mengalami polusi lingkungan dan bahan organiknya akan hilang. Oleh karena itu

dibutuhkan mikroba yang dapat merombak kayu tersebut.

Senyawa lignin merupakan senyawa yang paling banyak terkandung pada

tanaman berkayu. Senyawa ini tahan terhadap dekomposisi, berbeda dengan

senyawa lain seperti hemiselulosa dan selulosa yang mudah terdekomposisi. Salah

satu cara yang dapat digunakan untuk mempercepat dekomposisi senyawa ini

adalah dengan pemberian mikroorganisme selulolitik. Dengan pemberian

mikroorganisme selulolitik ini diharapkan mampu mempercepat dekomposisi

kayu tersebut hingga tidak memerlukan waktu yang terlalu lama dalam proses

dekomposisi. Kayu yang melapuk ini bila diolah/dimanfaatkan dapat berguna

sebagai sumber bahan organik.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mencoba menggunakan

(12)

diidentifikasi agar diketahui jenis mikroorganisme selulolitik yang mana yang

paling berpotensi melapukkan kayu tersebut.

Perumusan Masalah

Pembakaran sisa-sisa kayu dapat menyebakan kerusakan lingkungan atau

terjadi polusi udara. Untuk mengurangi kerusakan tersebut maka digunakan

mikroorganisme selulolitik untuk mendekomposisikan kayu tersebut

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengisolasi mikroorganisme selulolitik yang berasal dari kayu dan

tanah gambut.

2. Untuk menguji potensi isolat mikroorganisme selulolitik yang berkemampuan

tinggi dalam mendekomposisikan kayu.

Hipotesis Penelitian

1. Pada kayu dan tanah gambut terdapat berbagai mikroorganisme selulolitik

2. Mikroorganisme selulolitik tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda

dalam mendekomposisikan kayu.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(13)

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Dekomposisi Bahan Organik

Tanah mengandung bermacam-macam mikroba, meliputi berbagai spesies

bakteri, ganggang, cendawan dan lain-lain. Bakteri dan cendawan sangat berperan

dalam memecah bahan-bahan organik. Jumlah dan macam mikroba yang terdapat

tergantung pada jumlah dan susunan bahan yang dapat dirombak seperti kotoran

hewan, pupuk hijau, limbah pangan dan pupuk organic yang ditambahkan dalam

tanah dapat mengandung zat-zat yang terlarut dalam air. Banyak komponen dari

beberapa zat seperti N, P, S, dan Mg terdapat dalam banyak senyawa kompleks

yang perlu dipecah oleh mikroorganisme tanah agar selanjutnya dapat

dimanfaatkan tanaman (Kuswandi, 1993).

Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah

mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme

(bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut

seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan,

rerontokan kembang, air kencing dan lain-lain. Adapun kelangsungan hidup

mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan

lembab (Murbandono, 2006).

Team Redaksi Trubus (1981), proses pengomposan dipengaruhi oleh

(14)

perbandingan C dengan N. Ukuran partikel penting karena bakteri dan jamur akan

lebih mudah hidup pada ukuran partikel yang lebih kecil.

Agar diperoleh hasil pengomposan yang optimal perlu memerhatikan

beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses

biologi. Faktor yang mempengaruhi laju penomposan diantaranya:

1. Ukuran bahan

Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki

ukuran yang kecil. Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisikan

karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas

mikroorganisme perombak.

2. Rasio C/N

Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan

mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan

pembentukan sel dan nitrogen untuk membentuk sel.

3. Kelembaban dan aerasi

Dekomposisi bahan organik sangat tergantung dari kelembaban

lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang terdapat diantara

partikel bahan yang dikomposkan. Mikroorganisme yang melakukan aktivitas

metabolisme diluar sel tubuhnya.

4. Temperatur pengomposan

Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak

bahan adalah 35-55°C.

(15)

Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0. Derajat keasaman bahan

pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0-7,0).

6. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

Mikroorganisme merupakan faktor penting dalam proses pengomposan

karena mikroorganisme ini yang merombak bahan organik menjadi kompos

(Djuarnani, dkk, 2005).

Proses dekomposisi selulosa dapat ditentukan berdasarkan perubahan nilai

rasio C/N. Bahan organik tanaman yang segar pada umumnya memiliki rasio C/N

yang tinggi dan sebaliknya menjadi rendah setelah mengalami pembusukan.

Perubahan nilai rasio C/N suatu bahan organik dapat disebabkan karena adanya

penurunan kadar karbon (C) peningkatan kadar nitrogen (N). Mikroorganisme

memecah bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana

untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan sebagian besar digunakan

untuk sintesa mikromolekul seperti asam nukleat, lipida dan polisakarida. Sintesa

asam-asam nukleat penting untuk pertmbuhan dan perkembangan sel. Reaksi

degradasi selulosa menurunkan kadar karbon dan sebaliknya sintesa

komponen-komponen sel akan meningkatkan kadar karbon (Lay dan Hastowo, 1992).

Seiring berjalan waktu, mikroorganisme sudah memulai aktivitasnya

dalam bahan sehingga suhu meningkat dan pH turun (menjadi asam). Pada suhu

lebih dari 40°C, kegiatan bakteri mesofilik akan terhenti dan diganti dengan jamur

mesofilik. Pada kenaikan temperatur ini, bahan akan semakin memadat karena air

(16)

dan organisme lainnya terbunuh secara bertahap sehingga tugas pengomposan

berangsur-angsur diambil alih oleh mikroba anaerobik yang bekerja pada kondisi

tanpa oksigen. Kondisi pH akan meningkat menjadi basa kembali. Bersamaan

dengan ini berbagai gas akan dihasilkan seperti amonia, gas nitrogen, metan, dan

lain sebagainya (Yuwono, 2006).

Menurut Yuwono (2006) hasil akhir dari pengomposan aerobik itu adalah

seperti tanah berwarna hitam kecoklatan dan gembur sedangkan aroma yang

dihasilkan oleh pengomposan aerobik adalah tidak berbau dan pengomposan

anaerobik adalah berbau.

Didalam timbunan bahan-bahan organik pada pembuatan kompos, terjadi

aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Akibat perubahan

tersebut, berat dan isi bahan kompos menjadi sangat berkurang. Sebagian besar

senyawa zat arang akan hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut

(amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan C/N

bahan asal. Perbandingan C/N bahan yang semakin kecil berarti bahan tersebut

mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah dibanding C/N

tanah (Murbandono, 2006).

Dalam pengomposan, kadar abu dan humus makin meningkat. Pada

perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos) akan diperoleh bahan yang

berwarna merah kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam itu sudah siap

digunakan sebagai pupuk (Murbandono, 2006).

Adanya perubahan-perubahan hayati jasad renik tersebut akibat banyak

(17)

diantaranya adalah kandungan lignin, sifat dan ukuran bahan asal, kandungan

nitrogen (N), kadar pH, air dan udara, variasi bahan, suhu (Murbandono, 2006).

Peranan Mikroorganisme Selulolitik

Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua

tahapan dekomposisi karena kerja mikroorganisme tanah. Bermacam-macam

senyawa organik yang mencapai tanah dalam bentuk sisa-sisa tanaman atau sisa

hewan tersusun dari karbohidrat yang kompleks, gula sederhana, tepung, selulosa,

hemiselulosa, pektin, getah, lender, protein, lemak, mimyak, lilin, resin, alkohol,

aldehid, keton, asam-asam organik, lignin, ferol, tannin, hidrokarbon, alkaloid,

pigmen, dan produk-produk lainnya. Ukuran partikel dalam bahan organik,

ciri-ciri dan jumlah mikroorganisme yang terlibat, sejauh mana ketersediaan C, N, P,

K, kandungan kelembaban tanah, temperature, pH dan aerasinya adanya

senyawa-senyawa penghambat dan sebagainya merupakan sebagian faktor-faktor utama

yang mempengaruhi laju dekomposisi (Rao, 1994).

Selulosa adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan kertas yang dapat

diperoleh dari bubur kayu. Kayu mengandung serat-serat selulosa dan

hemiselulosa yang mempunyai berat molekul lebih rendah yang terikat oleh

molekul-molekul yang berat molekulnya lebih tinggi yang disebut lignin. Lignin

tersebut dapat dihilangkan dengan penambahan natrium hidroksida dan natrium

sulfida (Heddy, dkk, 1994).

Selulosa terdiri dari rantai -D-glukosa dengan derajat polimerisasi

(18)

rantai ini harus saling berhubungan dengan cara menutupi hidrofibril dan

pengikatan stabilitas. Seutas benang selulosa terdiri dari fibril selulosa yang

diliputi oleh selaput lilin dan pektin (Schlegel dan Schmidth, 1994).

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman,

dibangun oleh unit-unit D-glukosa dengan ikatan glukosida 1,4. Ikatan-ikatan ini

membentuk mikrofibril selulosa yang tidak larut dalam air. Bagian selulosa yang

mudah dihidrolisir disebut bagian amorf selulosa. Selulosa merupakan substansi

utama dalam proses enzimatis. Kecepatan degradasi enzimatis juga dipengaruhi

oleh struktur selulosa. Degradasi selulosa berlangsung melalui hidrolisis rantai

polisakarida menjadi molekul sederhana, yang menghasilkan oligosakarida

maupun monomer glukosa atau produk degradasi separti asam-asam organik

maupun alkohol (Schuller, 1980 dalam Cahyono dan Bachruddin, 1995 ).

Mikroorganisme yang mampu menghidrolisis selulosa dinamakan

mikroorganisme selulolitik (perombak selulosa) yang dapat berupa jamur, bakteri,

aktinomicetes maupun protozoa. Contoh mikroorganisme selulolitik antara lain

adalah Chaetonium sp, Cythophaga sp. Clostridium sp (bakteri); Nocardia sp dan

Streptomyces sp (aktinomicetes) (Rao, 1982).

Mikroorganisme selulolitik seperti jamur, bakteri dan aktinomicetes

banyak ditemukan pada tanah-tanah pertanian, hutan dan jaringan hewan atau

tumbuhan yang membusuk. Beberapa diantaranya diketahui dapat dengan mudah

dan cepat merombak selulosa seperti diketahui bahwa penambahan inokulasi pada

pembuatan kompos adalah bagian dari usaha untuk mempercetat pengomposan

(19)

Proses mineralisasi yaitu menghancurkan bahan organik dari binatang dan

tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik yang sederhana. Kegiatan ini

dilakukan oleh berbagai mikroorganisme tanah (bakteri, cendawan,

aktinomicetes). Perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh

mikroorganisme tanah tadi disebut proses dekomposisi (pembusukan/pelapukan)

atau kadang-kadang disebut mineralisasi. Proses dekomposisi hasilnya sangat

membantu tersedianya zat-zat organik tanah yang merupakan hara bagi tanaman

( Sutedjo, dkk, 1996 ).

Dari hasil penelitian Susanti (2005) diperoleh data bahwa jumlah isolat

jamur yang ditemukan lebih banyak daripada bakteri dan aktinomicetes, hal ini

disebabkan pengaruh faktor lingkungan diantaranya air, aerasi, pH, suhu, dan

lain-lain. Faktor pH memiliki pengaruh yang penting dalam populasi mikroba yang

berperan dalam proses dekomposisi selulosa. Dimana pH optimum bagi bakteri

adalah mendekati netral yaitu 6,5-7,5 sedangkan bagi jamur kisaran pH nya lebih

lebar dari bakteri yaitu 2,0-11,0 yang artinya jamur lebih toleran pada tempat yang

masam daripada bakteri.

Reaksi pada media juga memiliki suatu pengaruh yang penting atas

sifat/keadaan populasi mikrobiologis yang berperan dalam proses dekomposisi

selulosa. Bakteri aerobic termasuk golongan Cytophage sanggup berkembang

pada pH 6,1-9,1. Tanah-tanah yang lebih masam pH 6,0 mungkin mengurani sama

sekali organisme ini, walaupun bakteri pendekomposisi selulosa lain sanggup

berkembang pada pH 5,0-6,0. Aktinomicetes tumbuh dan berkembang pada pH

(20)

leluasa pada pH 3,0-9,5 Trichoderma (yang juga pendekomposisi selulosa)

sanggup berkembang pada pH 2,1-2,5 (Sutedjo, dkk. 1996).

Pada tingkat pertumbuhan yang cepat isolasi saat dibiakkan mempunyai

daya adaptasi yang cukup tinggi, dan isolat-isolat tersebut menghasilkan enzim

selulase secara lengkap. Sedangkan isolat-isolat yang memiliki daya adaptasi

rendah karena belum mendekomposisikan bahan selulosa yang diberikan,

disebabkan karena kondisi media selulosa cair masih cukup mengandung glukosa

untuk pertumbuhannya, sehingga isolat-isolat tersebut belum menghidrolisis

bahan selulosa yang diberikan sebagai sumber energi dan karbonnya

(Dwijoseputro, 1998 ).

Degradasi Selulosa

Norkrans (1967) mengatakan bahwa selulosa alami merupakan kristalin

dan mempunyai struktur yang kompleks. Salle (1984) menjelaskan bahwa

molekul selulosa dibangun dari unit-unit ß-glukosa. Dua molekul ß-glukosa

dikombinasikan melalui pertalian 1,4 yang menghasilkan ß-sellobiose. Molekul

selulosa merupakan polimer linier sederhana dari 1000-10.000 unit sellobiose

yang berikatan melalui ikatan 1,4-ß-glikosidik.

Apabila mikroorganisme dikultivasikan dalam suatu substrat, terjadi

beberapa tahap pertumbuhan. Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahwa suatu

mikroorganisme yang dikultivasikan dalam suatu substrat akan mengalami

beberapa tahap pertumbuhan yaitu fase penyesuaian diri, fase logaritmik, fase

(21)

Menurut Hebraund dan Fevre (1990, dalam Cahyono dan Bacharuddin,

1995) bahwa proses perombakan secara enzimatis terjadi dengan adanya enzim

selulase sebagai agen perombak yang bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan

ß-(1,4)-glikosidik dan rantai selulosa dan derivatnya. Komplek enzim selulase

umumnya terdiri dari tiga unit enzim utama yaitu Endo ß-(1,4)-glucanase (cx)

yang berperan terutama pada bagian amorf pada rantai selulosa, Endo

ß-(1,4)-glucanase (cl) atau cellobiohydrolase yang berperan pada pemecahan dibagian

kristal rantai selulosa dan ß-glukosidase merupakan unit enzim yang penting

untuk menghasilkan produk glukosa dari pemecahan selobiosa.

Lebih lanjut Moat dan Foster (1988) menjelaskan bahwa degradasi

selulosa secara sempurna memerlukan kerjasama dari ketiga enzim tersebut.

Pertama-tama, suatu Endo ß-(1,4)-glucanase membelah selulosa dan

menghasilkan sedikit oligosakarida dengan ujung rantai yang bebas. Kemudian

suatu Endo ß-(1,4)-glucanase membelah unit-unit sellobiose dari ujung rantai

yang tidak tereduksi. Sellobiose kemudian dihidrolisis menjadi glukosa oleh suatu

ß-glukosidase.

Mikroorganisme Pelapuk Kayu

Mikroorganisme terdiri dari sejumlah mikroba membantu proses

pelapukan sehingga sampah alam terurai kembali menjadi tanah berupa humus.

Hasil kerja mikroorganisme yang sempurna tidak menghasilkan polusi tersebut

memberi inspirasi pada para ilmuwan kita untuk memanfaatkan dalam sektor

(22)

Jamur pelapuk kayu berasal dari kelas Basidiomycetes, mempunyai

kemampuan untuk merombak selulosa dan lignin yang menjadi komponen utama

dinding sel kayu, sehingga kekuatan kayu menjadi berkurang. Beberapa jenis

jamur hanya merombak selulosa sehingga warna kayu berubah coklat dan disebut

Brown root. Jenis lainnya merombak selulosa dan lignin sehingga warna kayu

menjadi putih pucat dan disebut White root. Sifat mekanis kayu seperti keteguhan

pukul, keteguhan luntur, keteguhan tekan, kekerasan dam elastisitas akan

berkurang bila terserang jamur pelapuk kayu (Aini, 2005).

Terdapat dua metode memodifikasi proses pelapukan yakni mengkultur

jamur diatas substrat dengan kondisi kimia, fisik, nutrisi dan lingkungan yang

terkontrol. Proses yang dikenal adalah fermentasi padat. Cara lain mengisolasi

enzim jamur yang telah dibiakkan pada media tertentu kemudian mereaksikan

enzim tersebut dalam suatu bioreactor. Dari dua metode ini serangkaian proses

dapat dikembangkan untuk keperluan berbagai proses industri yang lebih ramah

lingkungan (Anonim, 2002).

Pendekomposer Basidiomycetes adalah jamur yang diisolasi dari serasah

atau tanah, dan kita sedikit mengetahui tentang pemecahan dan keterangan

didalam siklus mineral dari Basidiomycetes ini yang merupakan decomposer dari

bahan organic yang mati. Langkah pertama dalam menjelaskan Basidiomycetes

adalah dalam mengurai kayu yang sama dari elemen-elemen(partikel kation) tidak

termasuk pada kayu yang segar, identifikasi species untuk melapukan kayu dan

berdekatan horizon tanah adalah penting. Sejak Basidiomycetes mudah

(23)

Basidiomycetes adalah penting untuk proses isolasi

(Blanchard and Thompson, 2006).

Media yang biasa digunakan dalam isolasi mikroorganisme selulolitik

adalah media SA (Selulosa Agar). Dari hasil penelitian Blanchard and Thompson

(2006) media yang baik digunakan dalam isolasi mikroorganisme selulolitik

pelapuk kayu adalah MYA (Malt Yeast Agar). Oleh karena itu peneliti mencoba

untuk menggunakan kedua media tersebut kemudian membandingkan pada media

(24)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium

Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan dari bulan Desember 2006-September 2007

pada ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan :

1. Tanah gambut yang berasal dari Desa Ajamu Kabupaten Labuhan Batu

2. Kayu yang berasal dari Fakultas Pertanian

3. Alkohol 96% untuk mensterilkan laminar

4. Media Asparagine (untuk jamur), Hans (untuk bakteri), Ken Knight (untuk

aktinomicetes), media Selulosa Agar, media MYA (Malt Yeast Extract).

5. CMC (Carboxymethyl Cellulose) sebagai pengganti tepung selulosa

Alat yang digunakan adalah :

1. Cangkul, goni

2. Alat gelas yaitu tabung reaksi, Erlenmeyer, cawan petri, pipet skala, gelas ukur

3. Alat penunjang yaitu timbangan, oven, hot plate, pH meter, rotary mixer,

spektrofotometer, jarum ose, shaker

(25)

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 tahapan yaitu :

I. Isolasi mikroorganisme

II. Uji Potensi mikroorganisme

I. Isolasi Mikroorganisme Selulolitik

a. Pengambilan Sampel

Tanah Gambut diambil dari Desa Ajamu Kabupaten Labuhan Batu dan

kayu diambil dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

b. Pengkayaan

Pengkayaan ini bertujuan untuk memperbanyak mikroorganisme yang ada

pada tanah gambut dan kayu. Tanah gambut dan kayu ditimbang sebanyak 10 g

dan dimasukkan kedalam media Selulosa Agar sebagai pengganti bahan selulosa.

Kemudian diinkubasi selama 2 minggu.

c. Isolasi Mikroorganisme Selulolitik

Isolasi ini bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme selulolitik dari

habitat aslinya dan ditumbuhkan ke media buatan yaitu Hans, Asparagine, dan

Ken Knight. Media Selulosa Agar padat dituang ke dalam cawan petri. Dari media

yang diperkaya diambil 1 gr lalu dibuat pengenceran 10-3. Dari pengenceran

terakhir di goreskan 1 ose pada media spesifik yaitu Hans untuk bakteri,

Asparagine untuk jamur dan Ken Knight untuk aktinomicetes dan diinkubasi

selama 2 minggu. Koloni yang terbentuk dari goresan tadi menandakan adanya

aktivitas mikroorganisme selulolitik. Hal ini terlihat adanya zona transparan pada

(26)

diperoleh isolat yang seragam dipindahkan ke media agar miring. Kemudian

dipindahkan ke lemari es pada suhu 4˚C hingga pengujian berikutnya.

II. Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik

1. Uji Potensi Pada Media Cair

a. Kualitatif

Dibuat media cair Selulosa Agar sebanyak 1 L, kemudian dimasukkan

kedalam tabung reaksi. Diambil 1 ose dari masing-masing isolat koleksi kemudian

dimasukkan ke dalam media Selulosa Agar tadi dan diinkubasi selama 1 hari.

Dibuat Media Selulosa Agar +CMC (Carboxymethyl Cellulose), kemudian

dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 39 buah. Dipipet 1 mL media kultur

dan dimasukkan kedalam 10 mL media Selulosa Agar + CMC selanjutnya

diinkubasi selama 4 hari. Kemudian media kultur disentrifugasi dengan kecepatan

5000 rpm selama 20 menit. Supernatannya diambil sebanyak 5 mL dimasukkan

kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml Fehling A dan B, kemudian dikocok

hingga homogen dan dipanaskan pada air mendidih selama 30 menit. Diamati

gula reduksinya secara kualitatif ditandai dengan adanya endapan merah bata.

Banyaknya endapan merah bata dibandingkan dengan kontrol. Jika endapan

merah bata pada sampel pertama ada sedikit gula reduksi maka diberi tanda (+),

jika sampel kedua lebih banyak gula reduksi dari sampel pertama diberi tanda

(++), jika sampel ketiga lebih banyak gula reduksi dari sampel kedua maka

sampel diberi tanda (+++).

b. Kuantitatif

Dibuat media cair Selulosa Agar cair sebanyak 1 L, kemudian dimasukkan

(27)

tersebut, kemudian media kultur diinkubasi selama 7 dan 14 hari. Pada setiap

masa inkubasi media kultur diambil sebanyak 10 mL dan disentrifugasi kemudian

diambil supernatannya untuk dianalisis gula reduksinya secara kuantitatif dengan

metode Nelson-Somogyi.

Untuk menentukan kadar gula reduksi secara kuantitatif terlebih dahulu

kita persiapkan Regensia Nelson, Larutan Arsenomolybdat dan larutan Pb-Asetat.

I. Penyiapan Reagensia

1. Reagensia Nelson

Reagensia Nelson A

Ditimbang 12,5 gr Natrium karbonat anhidrat; 12,5 gr garam Rochelle

(K-Na tetrat); 10 gr (K-Natrium bikarbonat dan 100 gr (K-Natrium Sulfat anhidrat

dilarutkan dalam 350 mL air suling dan diencerken sampai 500 mL.

Reagensia Nelson B

Ditimbang 7,5 gr CuSO45H2O dilarutkan dalam 50 mL air suling dan

ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat.

Reagensia Nelson dibuat dengan mencampurkan 25 bagian reagensia

Nelson A dan 1 bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan pada hari akan

digunakan.

2. Larutan Arsenomolybdat

Ditimbang 25 gr Amonium molybdat dilarutkan dalam 450 mL air suling

dan ditambahkan 25 mL asam sulfat pekat. Pada tempat yang lain

dilarutkan 3 gr Na2H2SO47H2O dalam 25 mL air suling, kemudian larutan

(28)

berwarna coklat dan diinkubasi selama 24 jam. Reagensia ini baru dapat

digunakan setelah masa inkubasi tersebut, reagensia ini berwarna kuning.

3. Larutan Pb-asetat

Ditimbang 10 gr Pb-asetat anhidrat, dilarutkan dalam 100 mL aquades,

kemudian dinetralkan dengan NaOH. Untuk menghilangkan kelebihan Pb

yang digunakan dalam penjernihan, tambahkan kedalam filtrat K atau

Na-oksalat anhidrat secukupnya.

Kemudian dibuat larutan glukosa standart dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8,

dan 10 mg/100 mL sehingga diperoleh Tabel seperti berikut :

Tabel 1. Pengenceran Larutan Glukosa Standart Tabung

Reaksi

mL larutan 0,2 mg glukosa/mL

mL aquadest mL glukosa/mL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0

1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20

Masing-masing larutan dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan kedalam

tabung reaksi, ditambahkan 1 mL reagensia Nelson, dipanaskan semua tabung

pada air mendidih selama 20 menit. Kemudian didinginkan, setelah dingin

tambahkan 7 mL reagensia Arsenomolybdat dan diguncang hingga larut.

Kemudian ditambahkan 7 mL aquadest diguncang hingga homogen. Nilai

(29)

gelombang 541 nm. Dari perlakuan diatas diperoleh data kalibrasi seperti pada

Tabel berikut ini :

Tabel 2. Data Kalibrasi Larutan Glukosa Standar

NO Xi Yi Xi2 Yi2 XiYi

1 0,02 0,165 0,0004 0,027225 0,00330

2 0,04 0,233 0,0016 0,054289 0,00932

3 0,06 0,302 0,0036 0,091204 0,01812

4 0,08 0,363 0,0064 0,131769 0,02904

5 0,10 0,421 0,0100 0,177241 0,04210

6 0,12 0,480 0,0144 0,230400 0,05760

7 0,14 0,547 0,0186 0,293764 0,07580

8 0,16 0,605 0,0256 0,366025 0,09680

9 0,18 0,661 0,0324 0,436921 0,11898

10 0,20 0,720 0,04003 0,518400 0,14400

4,492 0,1540 2,327238 0,59514

Keterangan : Xi : konsentrasi glukosa standart

Yi : Absorbansi pada panjang gelombang = 541 dan n = 10

Dibuat persamaan regresi dengan memakai data-data tersebut :

Y = a + bx, sehingga diperoleh Y = 0,1125 + 3,061x, dengan r = 0,997

dimana : Y = Absorbansi, x = konsentrasi gula reduksi (mg/mL). Setelah

diketahui nilai x, kemudian disubsitusikan pada persamaan :

Kadar gula reduksi (%) = A x FP x 100% S

Dengan :

A = Konsentrasi gula reduksi dari perhitungan persamaan regresi (mg/mL)

FP = Faktor pengenceran

S = Berat sampel kering (mg)

Untuk mengukur media kultur sama prosedurnya dengan pelaksanaan

pembuatan larutan standar. Untuk menghitung kadar gula reduksi dari media

kultur harus diketahui persamaan regresi dengan menggunakan data larutan

(30)

Kadar gula reduksi : A x FP x 100% S

A = K onsentrasi gula reduksi dan perhitungan persamaan regresi mg/mL

FP = Faktor pengencer

S = Berat sampel kering (mg)

Metode Penelitian

Hasil uji pada media cair Selulosa Agar secara kualitatif dari 38

mikroorganisme selulolitik tidak ada yang tidak menghasilkan endapan merah

bata. Sehingga semua isolat mikroorganisme tersebut perlu diuji lagi pada media

cair secara kuantitatif. Percobaan pada media cair ini menggunakan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan satu faktor

Mikroorganisme Selulolitik yang terdiri dari 39 perlakuan dan 2 ulangan dengan

menggunakan uji beda rataan Duncan Multiple Range Test :

1. SUKJ 1 : Kayu yang mengandung jamur 1 pada media SA

2. SUKJ 2 : Kayu yang mengandung jamur 2 pada media SA

3. SUKJ 4 : Kayu yang mengandung jamur 4 pada media SA

4. SUKJ 5 : Kayu yang mengandung jamur 5 pada media SA

5. SUKJ 7 : Kayu yang mengandung jamur 7 pada media SA

6. SUKJ 8 : Kayu yang mengandung jamur 8 pada media SA

7. SUKJ 9 : Kayu yang mengandung jamur 9 pada media SA

8. SUKJ 10 : Kayu yang mengandung jamur 10 pada media SA

9. SUKJ 11 : Kayu yang mengandung jamur 11 pada media SA

10. SUKJ 12 : Kayu yang mengandung jamur 12 pada media SA

(31)

12. MUKJ 2: Kayu yang mengandung jamur 2 pada media MYA

13. MUKJ 3 : Kayu yang mengandung jamur 3 pada media MYA

14. MUKJ 5 : Kayu yang mengandung jamur 5 pada media MYA

15. MUKJ 6 : Kayu yang mengandung jamur 6 pada media MYA

16. MUKJ 7: Kayu yang mengandung jamur 7 pada media MYA

17. MUKJ 8 : Kayu yang mengandung jamur 8 pada media MYA

18. MUKJ 9: Kayu yang mengandung jamur 9 pada media MYA

19. MUKJ 10 : Kayu yang mengandung jamur 10 pada media MYA

20. SAGJ 1 : Gambut yang mengandung jamur 1 pada media SA

21. SAGJ 2 : Gambut yang mengandung jamur 2 pada media SA

22. MAGJ 1 : Gambut yang mengandung jamur 1 pada media MYA

23. MAGJ 2 : Gambut yang mengandung jamur 2 pada media MYA

24. SUKA 1 : Kayu yang mengandung aktinomicetes 1 pada media SA

25. SUKA 2: Kayu yang mengandung aktinomicetes 2 pada media SA

26. SUKA 3 : Kayu yang mengandung aktinomicetes 3 pada media SA

27. SUKB 1 : Kayu yang mengandung bakteri 1 pada media SA

28. SUKB 2 : Kayu yang mengandung bakteri 2 pada media SA

29. SUKB 3 : Kayu yang mengandung bakteri 3 pada media SA

30. MUKB 1 : Kayu yang mengandung bakteri 1 pada media MYA

31. MAGB 1 : Gambut yang mengandung bakteri 1 pada media MYA

32. MAGB 2 : Gambut yang mengandung bakteri 2 pada media MYA

33. SAGA 1 : Gambut yang mengandung aktinomicetes pada media SA

34. H 34 : Aktinomicetes Koleksi laboratorium

(32)

36. PH 12 : Bakteri Koleksi laboratorium

37. H 27 : Bakteri Koleksi laboratorium

38. TA 5 : Aktinomicetes Koleksi laboratorium

39. KONTROL

Sehingga total unit percobaan adalah 78 unit.

Adapun model linier dari rancangan percobaan yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah:

Yij= µ + i + ij

Dengan :

Yij : nilai pengamatan hasil penelitian pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

µ : nilai rerata (mean) harapan

i : pengaruh faktor perlakuan jenis isolat

ij : pengaruh galat

2. Uji Potensi Pada Media Kayu

Kayu segar dicacah dengan ukuran ± 5 cm. Lalu ditimbang setiap

perlakuan 100 gr, sebelumnya dilakukan analisis C/N awal pada kayu tersebut.

Kemudian dinokulasikan isolat jamur, bakteri dan aktinomicetes sesuai perlakuan

dan dimasukkan kedalam plastik. Kemudian diaduk dan dimasukkan kedalam

ember. Rasio C/N diukur dan dilakukan pembalikan setiap 5, 10, 15, 20, 25, 30

hari.

Metode Penelitian Pada Media Kayu

Dari hasil uji potensi pada media Selulosa Agar cair secara kuantitatif

(33)

Percobaan pada media kayu ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap

(RAL) Non Faktorial dengan satu faktor Mikroorganisme Selulolitik yang terdiri

dari 19 perlakuan dan 2 ulangan. Dengan menggunakan uji beda rataan Duncan

Multiple Range Test :

1. SUKJ 1 : Kayu yang mengandung jamur 1 pada media SA

2. SUKJ 2 : Kayu yang mengandung jamur 2 pada media SA

3. SUKJ 5 : Kayu yang mengandung jamur 5 pada media SA

4. MUKJ 1 : Kayu yang mengandung jamur 1 pada media MYA

5. MUKJ 9 : Kayu yang mengandung jamur 9 pada media MYA

6. SAGJ 1 : Gambut yang mengandung jamur 1 pada media SA

7. SAGJ 2 : Gambut yang mengandung jamur 2 pada media SA

8. MAGJ 1 : Gambut yang mengandung jamur 1 pada media MYA

9. MAGJ 2 : Gambut yang mengandung jamur 2 pada media MYA

10. SUKA 3 : Kayu yang mengandung aktinomicetes 3 pada media SA

11. SUKB 1 : Kayu yang mengandung bakteri 1 pada media SA

12. SUKB 2 : Kayu yang mengandung bakteri 2 pada media SA

13. SAGB 1 : Gambut yang mengandung bakteri 1 pada media SA

14. H 34 : Aktinomicetes koleksi laboratorium

15. BB 31 : Bakteri koleksi laboratorium

16. PH 12 : Bakteri koleksi laboratorium

17. H 27 : Bakteri koleksi laboratorium

18. TA 5 : Aktinomicetes koleksi laboratorium

19. KONTROL

(34)

Adapun model linier dari rancangan percobaan yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah:

Yij= µ + i + ij

Dengan :

Yij : nilai pengamatan hasil penelitian pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

µ : nilai rerata (mean) harapan

i : pengaruh faktor perlakuan jenis isolat

ij : pengaruh galat

Parameter yang Diamati

1. Analisis kadar gula reduksi kuantitatif metode Nelson-Somogyi

2. Analisis C/N media kayu

3. Bobot kayu (g)

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

I. Isolasi Mikroorganisme Selulolitik

Dari kayu dan tanah gambut yang digunakan berhasil diperoleh beberapa

isolat mikroorganisme selulolitik sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Isolasi Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut

Jenis MOS Jumlah Isolat

1. Kayu Jamur Bakteri Aktinomicetes

Media SA 10

3 3

Media MYA 9 1 - 2. Tanah gambut

Jamur Bakteri Aktinomicetes

2 2 1

2 - -

Dari Tabel 3 terlihat bahwa jumlah mikroorganisme terbanyak yaitu pada

jamur sebanyak 19 isolat dari kayu dan 4 isolat dari tanah gambut lalu diikuti

isolat bakteri sebanyak 4 isolat dari kayu dan 2 isolat dari tanah gambut

sedangkan yang paling sedikit pada aktinomicetes sebanyak 3 isolat dari kayu dan

1 isolat dari tanah gambut.

Dari sampel kayu dan tanah gambut yang diuji, ditemukan

mikroorganisme selulolitik sebanyak 33 isolat yaitu 26 isolat dari kayu ( 19 jamur,

3 aktinomicetes, 4 bakteri) dan 7 isolat dari tanah gambut ( 4 jamur, 1

(36)

II. Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik

1. Uji Potensi Pada Media Cair Selulosa Agar

a. Uji Potensi Secara Kualitatif

Dari hasil uji potensi mikroorganisme selulolitik pada media Selulosa

Agar cair + Carboxymethyl Cellulose secara kualitatif seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Potensi Secara Kualitatif Berbagai Isolat Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut.

Kode Isolat Gula Reduksi

SUKJ 1 (jamur) SUKA 1(aktinomicetes) SUKA 2(aktinomicetes) SUKA 3(aktinomicetes)

SUKB 1(bakteri) SUKB 2(bakteri) SUKB 3(bakteri) MUKB 1(bakteri)

SAGB 1(bakteri) SAGB 2 (bakteri) SAGA 1(aktinomicetes)

(37)

PH 12 (bakteri) H 27 (bakteri) TA 5 (aktinomicetes) KONTROL (tanpa perlakuan)

+++ +++ ++

-

Keterangan : - : tidak ada gula reduksi + : sedikit gula reduksi ++ : banyak gula reduksi +++ : sangat banyak gula reduksi

Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa pada kayu kelompok jamur yang paling

banyak menghasilkan gula reduksi adalah SUKJ 1, SUKJ 2, SUKJ 11, MUKJ 5,

MUKJ 6. Dari kelompok bakteri yang banyak menghasilkan gula reduksi adalah

SUKB 3. Dari kelompok aktinomicetes yang paling banyak menghasilkan gula

reduksi adalah SUKA 1dan SUKA 2. Sedangkan pada tanah gambut kelompok

jamur yang paling banyak menghasilkan gula reduksi adalah SAGJ 2. Dari

kelompok bakteri yang paling banyak menghasilkan gula reduksi adalah SAGB 1.

Dari kelompok aktinomicetes yang paling banyak menghasilkan gula reduksi

adalah SAGA 1. Dan yang tidak mampu menghasilkan gula reduksi adalah pada

KONTROL.

b. Uji Potensi Secara Kuantitatif.

Untuk mengetahui jumlah gula reduksi yang dihasilkan masing-masing

isolat pada media Selulosa Agar cair terlebih dahulu dihitung persamaan

regresinya dari larutan glukosa standar dari berbagai konsentrasi dan absorbansi

disajikan pada lampiran.

Hasil uji potensi secara kuantitatif gula reduksi pada media cair Selulosa

(38)

Tabel 5. Hasil Uji Potensi Secara Kuantitatif Berbagai Isolat Mikroorganisme Selulolitik Yang Diisolasi Dari Kayu dan Tanah Gambut Pada Pengamatan 7-14 Hari Setelah Inkubasi

Kode isolat Gula Reduksi (Mg/L)

7 HSI 14 HSI SUKA 1(aktinomicetes) SUKA 2(aktinomicetes) SUKA 3(aktinomicetes)

SUKB 1(bakteri) SUKB 2(bakteri) SUKB 3(bakteri) MUKB 1(bakteri)

SAGB 1(bakteri) SAGB 2 (bakteri) SAGA 1(aktinomicetes)

H 34 (aktinomicetes) BB 31 (bakteri) PH 12 (bakteri) H 27 (bakteri) TA 5 (aktinomicetes)

KONTROL

(39)

Dari Tabel 5 terlihat bahwa pada masa inkubasi 7 hari yang menghasilkan

gula reduksi tertinggi adalah SUKJ 1, SUKJ 2, MAGJ 2, PH 12 sebesar 18,5

diikuti BB 31 sebesar 17 dan terendah pada Kontrol sebesar 0,3.

Pada masa inkubasi 14 hari yang menghasilkan gula reduksi tertinggi

adalah PH 12 sebesar 42 diikuti dengan BB 31 dan SUKJ 1 sebesar 41 dan

terendah pada Kontrol sebesar 3,12.

III. Uji Potensi Media Kayu

Dari hasil uji potensi kuantitatif diambil isolat untuk diuji potensinya pada

media kayu. Hasil uji potensi pada media kayu seperti terlihat pada Tabel 4.

(40)

Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada masa inkubasi 5 hari penurunan Rasio

C/N tertinggi terdapat pada perlakuan SUKJ 5sebesar 45.5% diikuti oleh H 34

sebesar 47.13% sedangkan penurunan C/N terendah terdapat pada kontrol sebesar

52.62%.

Pada masa inkubasi 10 hari penurunan C/N tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 58.87% diikuti oleh TA 5 sebesar 59.29% sedangkan

penurunan C/N terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 87.94%.

Pada masa inkubasi 15 hari penurunan C/N tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 41.47% diikuti oleh TA 5 sebesar 42.14% sedangkan

penurunan C/N terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 51.25%.

Pada masa inkubasi 20 hari penurunan C/N tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 36.55% diikuti oleh PH 12 sebesar 37.12% sedangkan

penurunan C/N terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 45.87%.

Pada masa inkubasi 25 hari penurunan C/N tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 32.12% diikuti oleh TA 5 sebesar 32.71% sedangkan

penurunan C/N terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 39.3%.

Pada masa inkubasi 30 hari penurunan C/N tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 27.71% diikuti oleh TA 5 sebesar 28.35% sedangkan

penurunan C/N terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 33.61%

IV. Bobot Kayu

Dari hasil uji potensi kuantitatif diambil isolat untuk diuji potensinya

menurunkan bobot kayu.Hasil dari penurunan bobot kayu seperti terlihat pada

(41)

Tabel 7. Hasil Penurunan Bobot Kayu dari Berbagai Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut.

Kode

Dari Tabel 7 terlihat bahwa pada masa inkubasi 5 hari penurunan bobot

kayu tertinggi terdapat pada perlakuan SUKJ 5sebesar 101.1 g diikuti oleh H 34

sebesar 102.2 g sedangkan penurunan bobot kayu terendah terdapat pada kontrol

sebesar 105.45 g.

Pada masa inkubasi 10 hari penurunan bobot kayu tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 97.4 g diikuti oleh H 34 sebesar 98.85 g sedangkan

penurunan bobot kayu terendah terdapat pada kontrol sebesar 103.25 g.

Pada masa inkubasi 15 hari penurunan bobot kayu tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5 sebesar 96.95 g diikuti oleh H 34 sebesar 97.75 g sedangkan

(42)

Pada masa inkubasi 20 hari penurunan bobot kayu tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5sebesar 95.8 g diikuti oleh H 34 sebesar 96.14 g sedangkan

penurunan bobot kayu terendah terdapat pada kontrol sebesar 99.65 g.

Pada masa inkubasi 25 hari penurunan bobot kayu tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5 sebesar 94.7 g diikuti oleh H 34 sebesar 95.3 g sedangkan

penurunan bobot kayu terendah terdapat pada kontrol sebesar 98.85 g.

Pada masa inkubasi 30 hari penurunan bobot kayu tertinggi terdapat pada

perlakuan SUKJ 5 sebesar 93.05 g diikuti oleh H 34 sebesar 93.45 g sedangkan

penurunan bobot kayu terendah terdapat pada kontrol sebesar 98.4 g.

V. Serat Kayu

Dari hasil uji potensi kuantitatif diambil isolat untuk diuji potensinya

menguraikan serat kayu. Hasil dari penguraian serat kayu seperti terlihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Penguraian Serat Kayu dari Berbagai Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut.

Kode Isolat

(43)

TA 5

Dari Tabel 8 terlihat bahwa penguraian serat kayu pada tiap masa inkubasi

adalah tidak sama. Pada masa inkubasi 5 hari semua perlakuan menunjukkan

penguraian serat kayu yang masih sangat kasar. Pada masa inkubasi 10 hari

semua perlakuan juga menunjukkan penguraian serat kayu yang masih sangat

kasar. Pada masa inkubasi 15 hari tingkat penguraian sudah berbeda dimana ada

sebagian perlakuan yang menunjukkan penguraian serat kayu menjadi kasar. Pada

masa inkubasi 20 hari hampir sama dengan masa inkubasi 15 hari. Pada masa

inkubasi 25 hari menunjukkan peningkatan penguraian serat dimana ada sebagian

perlakuan yang menunjukkan penguraian serat menjadi agak kasar. Pada masa

inkubasi 30 hari hampir sama dengan masa inkubasi 25 hari.

VI. Warna Kayu

Dari hasil uji potensi kuantitatif diambil isolat untuk diuji potensinya

merubah warna kayu. Hasil dari perubahan warna kayu terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Perubahan Warna Kayu dari Berbagai Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut.

Kode Isolat

(44)

SUKB 1

Dari Tabel 9 terlihat bahwa perubahan warna kayu pada tiap masa

inkubasi adalah tidak sama. Pada masa inkubasi 5 hari semua perlakuan

menunjukkan warna coklat muda. Pada masa inkubasi 10 hari semua perlakuan

juga menunjukkan warna coklat muda. Pada masa inkubasi 15 hari semua

perlakuan menunjukkan warna coklat muda. Pada masa inkubasi 20 hari semua

perlakuan menunjukkan warna coklat muda. Pada masa inkubasi 25 hari ada

beberapa perlakuan yang sudah menunjukkan warna coklat kehitaman. Pada masa

inkubasi 30 hari juga ada beberapa perlakuan yang berwarna coklat tua berubah

menjadi coklat kehitaman.

VII. Bau Kayu

Dari hasil uji potensi kuantitatif diambil isolat untuk diuji potensinya

merubah bau kayu. Hasil dari perubahan bau kayu terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Perubahan Bau Kayu dari Berbagai Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut.

(45)

SAGJ 2

Dari Tabel 10 terlihat bahwa perubahan bau kayu pada tiap masa inkubasi

adalah sama. Pada masa inkubasi 5 hari semua perlakuan tidak mengeluarkan bau.

Pada masa inkubasi 10 hari semua perlakuan mengeluarkan bau. Pada masa 15,

(46)

Pembahasan

I. Isolasi Mikroorganisme Selulolitik

Dari sampel kayu dan tanah gambut yang diuji, ditemukan

mikroorganisme selulolitik sebanyak 33 isolat yaitu 26 isolat dari kayu ( 19 jamur,

3 aktinomicetes, 4 bakteri) dan 7 isolat dari tanah gambut ( 4 jamur, 1

aktinomicetes, 2 bakteri). Sutedjo dkk (1996) menyatakan bahwa proses

mineralisasi dilakukan oleh berbagai mikroorganisme tanah (bakteri, cendawan,

aktinomicetes). Perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh

mikroorganisme tanah tadi disebut proses dekomposisi (pembusukan/pelapukan)

atau kadang-kadang disebut mineralisasi. Proses dekomposisi hasilnya sangat

membantu tersedianya zat-zat yang merupakan hara bagi tanaman.

Jumlah isolat jamur yang ditemukan lebih banyak daripada bakteri dan

aktinomicetes . Hal ini disebabkan pengaruh faktor lingkungan, kadar air, aerasi,

pH, suhu dan lain-lain. Menurut Sutedjo (1996) cendawan atau jamur berkembang

dalam tingkatan reaksi yang lebih luas yaitu pada pH 3,0-9,5 sedangkan bakteri

berkembang pada pH 5,0-6,0 dan aktinomicetes berkembang pada pH 5,5-9,5.

II. Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik

1. Uji Potensi Pada Media Cair Selulosa Agar

a. Kualitatif

Dari hasil uji potensi secara kualitatif yang dilakukan dengan selulosa

agar+CMC berdasarkan pembentukan gula reduksi secara kualitatif ditemukan

bahwa semua isolat menunjukkan hasil positif atau menghasilkan gula reduksi.

Dari hasil seleksi tersebut didapat 11 isolat yang berpotensi atau sangat banyak

(47)

reduksi yang sedikit. Mikroorganisme yang menghasilkan gula reduksi

disebabkan karena terjadinya pemecahan enzimatik selulosa yang sempurna

sedangkan yang sedikit menghasilkan gula reduksi disebabkan karena isolat

tersebut tidak terjadi pemecahan enzimatik selulosa yang sempurna dimana salah

satunya tahapan enzim-enzim selulase terputus atau tidak menghasilkan enzim

glocosidase yang berperan penting dalam pemecahan rantai sellubiose menjadi

glukosa. Isolat-isolat tersebut diperkirakan memecah selulosa bahan CMC hanya

sampai pada tahap menghasilkan rantai-rantai pendek celobiose saja, yang bukan

gula pereduksi. Hal ini didukung oleh pendapat Schuller (1980 dalam Cahyono

danBachruddin, 1995) bahwa dalam proses perombakan secara enzimatis terjadi

dengan adanya enzim selulase sebagai bahan perombak yang mempunyai sifat

spesifik untuk menghidrolisis ikatan (1,4)-glikosidik dari rantai selulosa dan

derivatnya.

b. Kuantitatif

Pemberian isolat uji pada media Selulosa Agar setelah beberapa hari

inkubasi yang ditentukan ditemukan bahwa sebagian besar isolat menghasilkan

gula reduksi yang lebih besar dari kontrol yang dianggap mampu dan berpotensi,

sebaliknya isolat-isolat yang menghasilkan gula reduksi lebih rendah tidak

mampu dalam mendegradasi kayu. Rendahnya kadar gula reduksi yang dihasilkan

oleh beberapa isolat uji ini, karena bahan selulosa bersifat kristalin sehingga sulit

untuk diuraikan, disamping itu isolat-isolat tersebut tidak mmenghasilkan glukosa

yang merupakan gula pereduksi sebagai hasil akhir dari degradasi selulosa.

Pada masa inkubasi 7 hari isolat telah menunjukkan gula reduksi yang

(48)

mempunyai tingkat pertumbuhan cepat. Hal ini didukung oleh Dwijoseputro

(1998) yang menyatakan bahwa pada tingkat pertumbuhan cepat ini isolasi

tersebut saat dibiakkan mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi dan

isolat-isolat tersebut menghasilkan enzim selulosa secara lengkap.

Pada masa inkubasi 14 hari, isolat menunjukkan peningkatan gula reduksi.

Isolat-isolat yang menunjukkan peningkatan gula reduksi disebabkan karena

sel-sel isolate memasuki pertumbuhan yang konstan. Hal tersebut yang disebabkan

karena isolate-isolat tersebut memiliki sel-sel yang telah aktif membelah dan

menyesuaikan diri terhadap kondisi pertumbuhan yang baru.

Dari semua inkubasi yang dilakukan tampak bahwa isolate-isolat jamur

menghasilkan gula reduksi yang rata-rata lebih besar dari isolate bakteri dan

aktinomicetes. Hal ini dapat disebabkan karena system enzim selulase pada jamur

tidak sama dengan bakteri. Sistem enzim selulase pada jamur merupakan system

enzim ekstra seluler yang terbentuk secara genetic, sedang pada bakteri

merupakan system enzim periplamik yang terbentuk jika terdapat selulosa,

sehingga aktivitas selulolitik dari isolate-isolat jamur lebih tinggi dari isolat

bakteri.

III. Uji Potensi Pada Media Kayu

Inkubasi isolat-isolat diuji pada kayu yaitu dengan proses penguraian

selama masa inkubasi yang telah ditentukan menunjukkan adanya penurunan C/N

kayu yang nyata. Hal ini dikarenakan pemecahan polimer anhidroglukosa menjadi

molekul sederhana yang menghasilkan oligosakarida, disakarida maupun

monomer glukosa atau produk degradasi asam-asam organik ataupun alkohol atau

(49)

diperlukan oleh sel-sel isolat yang diuji sebagai sumber karbon dan energinya. Hal

ini dijelaskan oleh Lay dan Hastowo (1992) yang menyatakan bahwa sintesis

asam nukleat penting untuk pembentukan komponen sel atau untuk pembentukan

pertumbuhan dan perkembangan sel. Dengan adanya dekomposisi selulosa

menjadi glukosa sebagai sumber energi dan karbon untuk perumbuhan

komponen-komponen sel menyebabkan terjadinya pertambahan sel-sel isolat yang diuji

dimana pada akhirnya pertambahan pada sel-sel ini menyebabkan peningkatan

kadar nitrogen pada pengukuran kadar nitrogen pada sampel kayu setelah

beberapa masa inkubasi yang telah ditentukan.

Pada masa inkubasi 5 hari, nilai ratio C/N kayu yang diinokulasikan

dengan isolat-isolat uji menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan

kontrol. Hal ini disebabkan karena kecepatan atau tingkat aktivitas metabolisme

selulosa masing-masing isolat tidak sama. Kecepatan metabolisme ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor diantaranya yaitu faktor lingkungan, kondisi bahan

metabolisme atau organisme itu sendiri. Menurut Team Redaksi Trubus ( 1981)

proses pengomposan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti ukuran bahan,

kadar air, aerasi, pH, suhu dan perbandingan C dengan N.

Pada masa inkubasi 10 hari menunjukkan peningkatan C/N dari inkubasi 5

hari. Hal ini disebabkan karena kelembaban kompos yang lebih dari 60 %

sehingga terjadi proses denitrifikasi. Karena itu kadar N kompos menurun dan

menyebabkan ratio C/N kayu 10 hari masa inkubasi lebih tinggi dari ratio C/N

kayu 5 hari masa inkubasi.

Pada masa inkubasi 15 hari isolat uji menunjukkan penurunan C/N yang

(50)

15 aktivitas mikroorganisme telah berjalan sempurna sehingga menunjukkan

penurunan C/N yang sangat nyata. Hal ini berarti mengindikasikan tingkat

dekomposisi kayu sudah sempurna. Berarti dalam hal ini kadar C organik kayu

tersebut rendah dan N total kayu tinggi sehingga ratio C/N rendah. Hal ini

didukung oleh literatur Lay dan Hastowo (1992) yang menyatakan bahwa

dekomposisi selulosa dapat ditentukan berdasarkan perubahan nilai ratio C/N.

Bahan organik tanaman segar pada umumnya memiliki nilai ratio C/N tinggi dan

sebaliknya menjadi rendah setelah mengalami dekomposisi. Perubahan nilai ratio

C/N suatu bahan organik dapat disebabkan karena adanya penurunan karbon (C)

dan peningkatan kadar nitrogen (N).

Pada masa inkubasi 20 hari isolat uji menunjukkan penurunan C/N yang

sangat nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena pada hari ke

20 aktivitas mikroorganisme masih berjalan sempurna sehingga menunjukkan

penurunan C/N yang sangat nyata.

Pada masa inkubasi 25 dan 30 hari isolat uji masih menunjukkan

penurunan C/N yang sangat nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal ini

disebabkan karena pada hari ke 25 dan 30 aktivitas mikroorganisme masih

berjalan sempurna sehingga menunjukkan penurunan C/N yang sangat nyata.

IV. Bobot Kayu

Pada masa inkubasi 5 hari dekomposisi kayu menghasilkan bobot kayu

yang lebih besar dari awal pengomposan. Hal ini dikarenakan mikroorganisme

masih pada fase penyesuaian diri dan penambahan air mengakibatkan bobot

(51)

Pada masa inkubasi 10 hari dekomposisi kayu menghasilkan bobot kayu

yang lebih kecil dari masa inkubasi 5 hari. Hal ini disebabkan mikroorganisme

mulai beraktivitas tetapi masih dalam fase penyesuain diri. Hal ini terlihat dari

bobot kayu pada masa inkubasi 5 hari yang tidak jauh berbeda dengan bobot kayu

pada masa inkubasi 10 hari.

Pada masa inkubasi 15, 20, 25 dan 30 hari dekomposisi kayu

menghasilkan bobot kayu yang lebih kecil dari hari sebelumnya pada

masing-masing masa inkubasi. Hal ini menunjukkan aktivitas mikroorganisme sudah

berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Murbandono (2006) yang

menyatakan bahwa akibat perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad-jasad renik

adalah berat dan isi bahan kompos menjadi sangat berkurang.

V. Serat Kayu

Pada masa inkubasi 5 dan 10 hari dekomposisi kayu menunjukkan proses

dekomposisi belum berjalan sempurna. Hal ini terlihat dari serat-serat kayu yang

ukurannya masih sama dengan ukuran kayu pada awal dekomposisi.

Pada masa inkubasi 15 hari dekomposisi kayu menunjukkan tingkat

aktivitas mikroorganisme yang berbeda. Hal ini terlihat dari bentuk serat-serat

kayu yang sangat kasar atau masih seperti ukuran semula menjadi kasar.

Pada masa inkubasi 20 hari dekomposisi kayu menunjukkan hasil yang

tidak jauh berbeda dengan masa inkubasi 15 hari. Namun pada masa inkubasi 20

hari ini sampel yang berserat kasar semakin banyak dari masa inkubasi

(52)

Pada masa inkubasi 25 hari dekomposisi kayu menunjukkan bahwa pada

masa inkubasi ini ada beberapa sampel yang seratnya menjadi agak kasar. Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas mikroorganisme semakin tinggi.

Pada masa inkubasi 30 hari dekomposisi kayu menunjukkan hasil bahwa

sampel yang berserat agak kasar semakin banyak. Hal ini menunjukkan bahwa

aktivitas mikroorganisme itu berbeda-beda pada setiap masa inkubasi. Hal ini

terlihat dari peningkatan hasil pada masa inkubasi 30 hari masa inkubasi

VI. Warna Kayu

Pada masa inkubasi 5 hari dekomposisi kayu menghasilkan warna yang

sama pada tahap awal dekomposisi yaitu berwarna coklat muda. Hal ini

disebabkan karena mikroorganisme masih dalam fase penyesuaian diri. Hal ini

sesuai dengan literatur Lay dan Hastowo (1992) yang menyatakan bahwa suatu

mikroorganisme yang dikultivasikan dalam suatu substrat akan mengalami

bebrapa tahap pertumbuhan yaitu fase penyesuaian diri, fase logaritmik, fase

stasioner dan fase kematian.

Pada masa inkubasi 10 hari dekomposisi kayu masih menghasilkan warna

yang sama pada tahap dekomposisi 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa

mikroorganisme masih dalam fase penyesuaian diri.

Pada masa inkubasi 15 dan 20 hari dekomposisi kayu menghasilkan warna

yang sudah berbeda yaitu coklat tua. Hal ini menunjukkan aktivitas

mikroorganisme mulai meningkat dari hari-hari sebelumnya. Hal ini disebabkan

oleh faktor air yang tidak lebih dari 60%. Hal ini sesuai dengan literatur

(53)

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kandungan lignin, kandungan N, air

dan udara.

Pada masa inkubasi 25 hari dekomposisi kayu menghasilkan warna yang

berbeda antara sampel. Hal ini disebabkan karena aktivitas mikroorganisme

berbeda-beda. Pada masa inkubasi ini sudah ada isolat yang menunjukkan

aktivitasnya yang tinggi dari pada isolat yang lainnya. Hal ini terlihat dari

perubahan warna coklat tua menjadi coklat kehitaman.

Pada masa inkubasi 30 hari dekomposisi kayu menghasilkan warna yang

berbeda antara sampel. Pada masa inkubasi ini telah banyak isolat yang

menunjukkan aktivitas yang tinggi. Hal ini terlihat pada warna kayu yang coklat

kehitaman. Semakin lama masa pengomposan maka warna dari bahan kompos

akan berubah menjadi kehitaman. Hal ini sesuai dengan literatur Yuwono (2006)

bahwa hasil akhir dari pengomposan adalah seperti tanah berwarna hitam

kecoklatan dan gembur.

VII. Bau Kayu

Pada masa inkubasi 5 hari dekomposisi kayu tidak mengeluarkan bau atau

tidak berbau. Hal ini sesuai dengan literatur Yuwono (2006) yang menyatakan

bahwa pengomposan aerobik memang tidak mengeluarkan bau.

Pada masa inkubasi 10 hari dekomposisi kayu mengeluarkan bau. Hal ini

dikarenakan kelembaban bahan kompos mencapai lebih dari 60%. Hal ini

menyebabkan keadaan menjadi anaerobik. Menurut Yuwono (2006) bahwa

pengomposan secara aerobik menghasilkan gas ammonia, gas nitrogen, dan gas

(54)

Pada masa inkubasi 15, 20, 25 dan 30 hari dekomposisi kayu kembali

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada kayu dan tanah gambut terdapat mikroorganisme selulolitik. Dari hasil

isolasi mikroorganisme selulolitik pada kayu diperoleh 19 isolat jamur, 4

isolat bakteri dan 3 isolat aktinomicetes sedangkan pada tanah gambut

diperoleh 4 isolat jamur, 2 isolat bakteri dan 1 isolat aktinomicetes.

2. Dari hasil uji potensi mikroorganisme selulolitik secara kualitatif berbagai

isolat mikroorganisme selulolitik yang diisolasi dari kayu diperoleh isolat

yang berpotensi adalah SUKJ I1, SUKJ I2, SUKJ I11, MUKJ I5, MUKJ I6,

SAGJ I2, SUKB I3, SAGB I1, H 34, PH 12 , H 27.

3. Dari hasil uji potensi secara kuantitatif berbagai isolat mikroorganisme

selulolitik yang diisolasi dari kayu dan tanah gambut yang menghasilkan gula

reduksi tertinggi secara nyata adalah PH 12 pada masa inkubasi 14 hari.

4. Dari hasil uji potensi pada media kayu yang paling berpotensi menurunkan

C/N dan menurunkan bobot kayu secara nyata adalah SUKJ I5 pada setiap hari

pengamatan.

Saran

Perlu dilakukan uji potensi mikroorganisme selulolitik dalam jangka

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. 2005. Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Bidang Pemukiman Melalui Pengembangan Teknologi Tepat Guna.http://www.pu.go.id/public/produk/Seminar/Kolokium2005/Kolokiu

m20050pdf#Search=jamur%20pelapuk%20kayu.

Anonim. 2002. Gejala Pelapukan Untuk Proses Industri.

Aaronson, S. 1970. Experimental Microbial Ecology. Academic Press, New York San Fransisco, London.

Azhari. 2000. Pengaruh Penggunan Mikroorganisme Selulolitik Terhadap PengomposanTandan Kosong Kelapa Sawit. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Blanchard, R. O and T. A Thompson, 2006. Selective Isolation of Basidiomycetes In Felled Wood and Contiguous Soil. Plant Biology, University of New Hampshire, Durham, NH, USA.http://www.bssp.org. Uk/icpp98/3.7/10.html.

Cahyono, W.W dan Z. Bacharuddin. 1995. Pengaruh Pakan Serat Kasar dari Jerami Padi Terhadap Aktivitas Enzim Selulase dan Hemiselulase

Cairan Rumen Ternak Ruminansia. Berkala Penelitian Pasca

Sarjana UGM Vol. 8 Yogyakarta.

Djuarnani, N., Kristian dan B. S. Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta

Dwijoseputro. D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Heddy, S., W. H. Sutanto dan M. Kurniati. 1994. Pengantar Produksi Tanaman dan Pangan Pasca Panen. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Lay. B. W dan S. Sastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta

Magdalena, M. 2003. Alam Menginspirasi Teknologi Ramah

Lingkungan.http:/

(57)

Murbandono, L. 2006. membuat Kompos> Penebar Swadaya. Jakarta.

Norkrans, B. 1967. Cellulose and Cellulolysis. Advance in Applied Microbiology Vol. 9. Academic Press. New York.

Rao, S. 1982. Biofertilizer In Agriculture. Oxford and IBM Publishing Co. New

Delhi. Bombay. Calcutta.

. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas

Indonesia Press. Jakarta.

Salle, A. J. 1984. Fundamental Principless of Bacteriology. Tata Mac Graw-Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.

Schlegel, H. G dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi Ke Enam. UGM

Press. Yogyakarta.

Susanti, U. 2005. Isolasi dan Uji Potensi Mikroorganisme Selulolitik Dalam

Dekomposisi Sisa Tanaman Tembakau Deli PTPN II Kebun Sampali

Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. USU Medan.

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra, dan R. D. S. Sastroatmodjo. 1996. Mikrobiologi

Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Team Redaksi Trubus. 1981. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Pengenceran Larutan Glukosa Standart Tabung mL larutan 0,2 mL aquadest
Tabel 2. Data Kalibrasi Larutan Glukosa Standar NO Xi Yi Xi2
Tabel 3.  Hasil Isolasi Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut
Tabel 4.  Hasil Uji Potensi Secara Kualitatif Berbagai Isolat Mikroorganisme Selulolitik yang Diisolasi dari Kayu dan Tanah Gambut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang keadaan status gizi pada penderita geriatri yang diukur dengan menggunakan Subjective Global Assesment (SGA) maupun Mini Nutritional Assesment (MNA),

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang berada di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, baik secara langsung maupun

(2000) bahwa semakin banyak biomassa bakteri, semakin cepat minyak yang dikonsumsi oleh bakteri sebagai sumber karbon, sehingga berat residu minyak yang terukur

Berdasarkan gambar, pilih jawapan yang trkieba terbaik untuk diisi pada tempat-tempat kosong dalam teks yang

Hasil penelitian ini sesuai dengan pene- litian yang dilakukan Thoyibatun (2012) yang juga menggunakan variabel sistem kompensasi terhadap kecenderungan kecurangan

Dengan kata lain zakat produktif adalah dana zakat yang dikeluarkan dan diberikan kepada seseorang atau kelompok masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja demi

Petunjuk ustadz, artinya orang mengaji harus digurukan tidak boleh dengan belajar sendiri,ilmu agama adalah warisan para nabi bukan barang hilang yang bisa di cari di kitab-

Relung makanan adalah kebiasaan makan suatu spesies ikan terhadap satu atau beberapa jenis makanan yang mengindikasikan adanya perbedaan sumberdaya makanan yang