PENGARUH INSENTIF PROFIT SHARING DAN IKLIM KERJA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN
TESIS
Oleh
KEMAL PASHA SIAGIAN
087019030/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH INSENTIF PROFIT SHARING DAN IKLIM KERJA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KEMAL PASHA SIAGIAN 087019030/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH INSENTIF PROFIT SHARING DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN Nama Mahasiswa : Kemal Pasha Siagian
Nomor Pokok : 087019030
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si)
Ketua Anggota
(Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc)
Ketua Program Studi Direktur,
(Prof. Dr. Paham Ginting, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal 23 Desember 2011
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS:
KETUA : Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si ANGGOTA : 1. Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc
2. Prof. Dr. Rismayani, MS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: ”PENGARUH INSENTIF PROFIT SHARING DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN”
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Desember 2011 Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah dengan pemberian insentif serta menciptakan lingkungan dan iklim kerja yang nyaman dan kondusif, agar pegawai dapat dan mau bekerja optimal. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh insentif profit sharing dan iklim kerja terhadap kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, serta sejauh mana pengaruh fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan komitmen organisasi terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh insentif profit sharing dan iklim kerja terhadap kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan komitmen organisasi terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
Teori yang digunakan adalah teori manajemen sumber daya manusia tentang kinerja; dan iklim organisasi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 84 orang. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda melalui uji F dan uji t.
Hasil penelitian untuk uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa insentif
profit sharing dan iklim kerja secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Secara parsial iklim kerja berpengaruh lebih dominan terhadap kinerja karyawan. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. secara parsial menunjukkan bahwa responsibilitas berpengaruh lebih dominan terhadap iklim kerja. Secara parsial, komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
ABSTRACT
The company strives to improve employee performance in achieving corporate objectives. One of the company's efforts to improve the performance of employees is by providing incentives and creating conducive and comfortable work environment and work climate, so that employees can and want to work optimally. Formulation of the problem in this study is to what extent the influence of profit-sharing incentives and work climate on the performance of employees in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, as well as the extent of the influence of flexibility, responsibility, work standards, and organizational commitment to the work climate at the PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. The research objective was to determine and analyze the effect of profit sharing incentives and work climate on the performance of employees in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, as well as to determine and analyze the influence of flexibility, responsibility, work standards, and organizational commitment to the work climate at the PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
The theory used is the theory of human resource management on the performance, and organizational climate.
The approach used in this study is a case study approach. The nature of this study is explanatory. This type of research is quantitative descriptive. Techniques of data collection through interviews, questionnaires and documentation study. The sample in this study as many as 84 people. Variables measured by Likert scale. Testing the hypothesis using multiple regression analysis by F test and t test
The first hypothesis test results show that simultaneously profit sharing incentives and work climate significantly influence the performance of employees of PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Partially, working climate is more dominant effect on the performance of employees. Test result of the second hypothesis suggests that flexibility, responsibility, work standards, and organizational commitment significantly influence the working climate in the PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Partially indicates that the responsibility is more dominant influence on climate. Partially, organizational commitment had no significant effect on work climate in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya kepada penulis selama proses menuntut ilmu dan menyelesaikan tugas akhir tesis ini.
Penelitian ini merupakan tugas akhir S2 pada Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Judul Penelitian
adalah ”PENGARUH INSENTIF PROFIT SHARING DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN”.
Selama menjalani proses perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, penulis
banyak memperoleh bantuan moril maupun materiil dari berbagai pihak, oleh karena
itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc, selaku anggota Komisi Pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan
5. Ibu Prof. Rismayani, MS, Ibu Dr. Prihatin Lumbanraja, M.Si, dan Bapak Drs.
Syahyunan, M.Si, selaku Komisi Pembanding.
6. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan
dan wawasan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Bapak H. Sunardiono, SE, M.Sc, selaku Kepala Bagian Umum PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan dan Ibu Diana Lubis, SE selaku
Kepala Urusan di Bagian Komersil PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Medan yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian
ini.
8. Ayahanda H. Arifin Siagian, SE dan Ibunda Hj. Radewita Siregar, ayahanda
mertua H. Ir. Darwin Abdullah dan ibunda mertua Hj. Dra. Potjut Ernawati
Panglima Polem, M.Pd, terima kasih atas kasih sayang dan doanya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan Strata-2 ini.
9. Istri tercinta Wina Erwina, S.Psi dan buah hati tersayang Mazaya Qanita
Siagian, terima kasih buat cinta dan kasih sayang, doa dan dukungannya yang
selalu setia mendampingi penulis menjalani hidup dalam suka maupun duka.
10.Adik-adik saya, Yuri Anugerah Siagian, SH, Astrid Annisa, ST dan Dinda
Putri, terima kasih atas doa dan dukungannya.
11.Seluruh sahabat Angkatan XIV Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan semangatnya
12.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam penyelesaian
tesis ini.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil kepada penulis. Penulis
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu masih diharapkan
kritikan yang positif dari pembaca untuk memberikan saran yang konstruktif untuk
perbaikan.
Medan, Desember 2011 Penulis
Kemal Pasha Siagian.
Kemal Pasha Siagian, lahir pada tanggal 25 November 1981 di Medan, anak
pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ayahanda H. Arifin Siagian, SE dan
Ibunda Hj. Radewita Siregar.
Pendidikan dimulai pada tahun 1989 di SD Tunas Harapan, Dumai sampai
menginjak bangku kelas II SD, kemudian dikarenakan orang tua pindah tugas pindah
ke SD Inpres 105387 di Sei Karang dan tamat tahun 1994. Tahun 1994 masuk SMP
Negeri 3 Medan, lulus dan tamat tahun 1997. Kemudian di tahun yang sama
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Medan, lulus dan tamat
tahun 2000. Kemudian melanjutkan kuliah Strata-1 di Universitas Sumatera Utara
Fakultas Psikologi, lulus dan tamat tahun 2005. Pada tahun 2008 melanjutkan
pendidikan Strata-2 di Program Studi Magister Ilmu Manajemen SPs Universitas
Suamtera Utara.
Semenjak tahun 2005 penulis sudah bekerja di beberapa perusahaan yang
berbeda yaitu di HSBC, PT PNM (Persero) dan terakhir hingga saat ini bekerja di
PT. Erha Clinic Indonesia.
Medan, Desember 2011
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. URAIAN TEORITIS ... 8
2.1. Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Insentif ... 9
2.2.1. Pengertian Insentif ... 9
2.2.2. Jenis-jenis Insentif ... 11
2.2.3. Program Insentif yang Efektif ... 12
2.3. Insentif Profit Sharing ... 13
2.4. Teori Tentang Iklim Kerja ... 16
2.4.1. Pengertian Iklim Kerja ... 16
2.4.2. Indikator Iklim Kerja ... 19
2.5. Teori Tentang Kinerja ... 33
2.5.1. Pengertian Kinerja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 33
2.5.2. Penilaian Kinerja ... 36
2.5.3. Tujuan Penilaian Kinerja... 38
2.5.4. Manfaat Penilaian Kinerja... 40
2.6. Kerangka Berpikir ... 44
2.7. Hipotesis ... 47
BAB III. METODE PENELITIAN ... 48
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48
3.2. Jenis dan Sifat Penelitian ... 48
3.3. Populasi dan Sampel ... 49
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 50
3.5. Jenis dan Sumber Data ... 51
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 51
3.6.1. Identifikasi Variabel Hipotesis Pertama ... 51
3.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 52
3.6.3. Identifikasi Variabel Hipotesis Kedua ... 53
3.6.4. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 53
3.7. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 55
3.8. Uji Asumsi Klasik ... 59
3.9. Model Analisis Data ... 61
3.9.1. Model Analisis Data Hipotesis Pertama ... 61
3.9.2. Model Analisis Data Hipotesis Kedua ... 63
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66
4.1. Hasil Penelitian ... 66
4.1.2. Karakteristik Responden ... 77
4.1.3. Penjelasan Responden ... 79
4.2. Hasil Analisis ... 100
4.2.1. Uji Asumsi Klasik ... 100
4.2.2. Hipotesis Pertama ... 106
4.2.3. Hipotesis Kedua ... 112
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121
V.1. Kesimpulan ... 121
V.2. Saran ... 121
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50
3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis Pertama ... 53
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis Kedua ... 55
3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Pertama ... 57
3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Kedua ... 58
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 77
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 78
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 79
4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 79
4.5. Tanggapan Responden atas Variabel Insentif Profit Sharing ... 80
4.6. Tanggapan Responden atas Variabel Iklim Kerja ... 83
4.7. Tanggapan Responden atas Variabel Kinerja Karyawan ... 89
4.8. Tanggapan Responden atas Variabel Fleksibilitas ... 92
4.9. Tanggapan Responden atas Variabel Responsibilitas ... 95
4.10. Tanggapan Responden atas Variabel Standar Kerja ... 97
4.11. Tanggapan Responden atas Variabel Komitmen Organisasi ... 99
4.12. Uji Multikolinieritas Hipotesis Pertama ... 104
4.14. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser Hipotesis Pertama ... 105
4.15. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser Hipotesis Kedua... 106
4.16. Uji Determinasi Hipotesis Pertama ... 108
4.17. Uji F Hipotesis Pertama ... 109
4.18. Uji t Hipotesis Pertama ... 111
4.19. Uji Determinasi Hipotesis Kedua ... 115
4.20. Uji F Hipotesis Kedua ... 116
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Program Pembagian Keuntungan ... 16
2.2 Kerangka Berpikir... 46
4.1. Uji Normalitas Hipotesis Pertama dengan Menggunakan Histogram ...
102
4.2. Uji Normalitas Hipotesis Pertama dengan Menggunakan Normal
P-P Plot ... 102
4.3. Uji Normalitas Hipotesis Kedua dengan Menggunakan Histogram .. 103
4.4. Uji Normalitas Hipotesis Kedua dengan Menggunakan Normal
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner ... 126
2. Tabulasi Jawaban Responden ... 137
3. Analisis Regresi ... 143
ABSTRAK
Perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah dengan pemberian insentif serta menciptakan lingkungan dan iklim kerja yang nyaman dan kondusif, agar pegawai dapat dan mau bekerja optimal. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh insentif profit sharing dan iklim kerja terhadap kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, serta sejauh mana pengaruh fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan komitmen organisasi terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh insentif profit sharing dan iklim kerja terhadap kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan komitmen organisasi terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
Teori yang digunakan adalah teori manajemen sumber daya manusia tentang kinerja; dan iklim organisasi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 84 orang. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda melalui uji F dan uji t.
Hasil penelitian untuk uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa insentif
profit sharing dan iklim kerja secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Secara parsial iklim kerja berpengaruh lebih dominan terhadap kinerja karyawan. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. secara parsial menunjukkan bahwa responsibilitas berpengaruh lebih dominan terhadap iklim kerja. Secara parsial, komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
ABSTRACT
The company strives to improve employee performance in achieving corporate objectives. One of the company's efforts to improve the performance of employees is by providing incentives and creating conducive and comfortable work environment and work climate, so that employees can and want to work optimally. Formulation of the problem in this study is to what extent the influence of profit-sharing incentives and work climate on the performance of employees in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, as well as the extent of the influence of flexibility, responsibility, work standards, and organizational commitment to the work climate at the PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. The research objective was to determine and analyze the effect of profit sharing incentives and work climate on the performance of employees in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, as well as to determine and analyze the influence of flexibility, responsibility, work standards, and organizational commitment to the work climate at the PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
The theory used is the theory of human resource management on the performance, and organizational climate.
The approach used in this study is a case study approach. The nature of this study is explanatory. This type of research is quantitative descriptive. Techniques of data collection through interviews, questionnaires and documentation study. The sample in this study as many as 84 people. Variables measured by Likert scale. Testing the hypothesis using multiple regression analysis by F test and t test
The first hypothesis test results show that simultaneously profit sharing incentives and work climate significantly influence the performance of employees of PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Partially, working climate is more dominant effect on the performance of employees. Test result of the second hypothesis suggests that flexibility, responsibility, work standards, and organizational commitment significantly influence the working climate in the PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Partially indicates that the responsibility is more dominant influence on climate. Partially, organizational commitment had no significant effect on work climate in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pegawai adalah aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan
pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Pegawai mempunyai pikiran, dorongan
perasaan, keinginan, kebutuhan status, latar belakang pendidikan, usia dan jenis
kelamin yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi perusahaan. Pegawai
bukan mesin, uang, dan material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur
sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi, pegawai berfungsi
untuk mengoperasikan peralatan, melakukan tugas dan tanggung jawabnya sesuai
dengan job description.
Dalam melaksanakan tanggungjawab pekerjaannya, pegawai dituntut untuk
dapat meningkatkan kinerjanya sehingga dapat mendukung keberhasilan pencapaian
tujuan organisasi. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Dalam suatu organisasi peranan seorang pimpinan
tidak dapat dipisahkan, karenapimpinan atau manajer yang baik adalah yang mampu
menciptakan suatu kondisi sehingga orang secara individu atau kelompok dapat
Kinerja pegawai berhubungan dengan banyak faktor di dalam perusahaan,
oleh karena itu upaya peningkatan kinerja pegawai dapat dicapai melalui proses dan
membutuhkan waktu tertentu. Peningkatan kinerja pegawai erat kaitannya dengan
bagaimana memotivasi pegawai, bagaimana pengawasan dilakukan, dan bagaimana
cara mengembangkan budaya kerja yang efektif serta bagaimana menciptakan
lingkungan dan iklim kerja yang nyaman dan kondusif, agar pegawai dapat dan mau
bekerja optimal sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan.
Perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawainya sebagai salah
satu upaya mencapai tujuan perusahaan. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan
untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah dengan pemberian insentif yang
didasarkan pada pencapaian kinerja pegawai. Hal ini berarti bahwa setiap
peningkatan kinerja pegawai diberikan penghargaan oleh perusahaan, dengan tujuan
untuk memotivasi pegawai agar selalu berusaha meningkatan kinerjanya. Insentif
adalah suatu alat penggerak yang penting. Seorang pegawai cenderung untuk
berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap
apa yang diharapkan. Dengan demikian pemberian insentif akan lebih memotivasi
pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan merupakan salah satu badan
usaha milik negara yang tetap berusaha meningkatkan kinerja pegawainya, seiring
dengan misi PTPN III (Persero) untuk melaksanakan program yang terfokus pada
pengembangan industri hilir dan perluasan areal tanaman untuk mengembangkan
atas pangsa pasar, nilai tambah dan pertumbuhan usaha. Dalam upaya meningkatkan
kinerja pegawai tersebut, perusahaan melakukan pemberian insentif kepada pegawai.
Pemberian insentif kepada pegawai terus dievaluasi oleh perusahaan, sehingga
pemberian insetif tersebut mengalami perbaikan dari waktu ke waktu. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah pemberian insentif finansial berupa profit sharing, dimana dalam sistem ini perusahaan memberikan sebagian laba yang didapat kepada
seluruh pegawai dengan juga mempertimbangkan kinerja perusahaan dalam hal ini
kinerja pegawai. Insentif profit sharing di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Medan sudah berlangsung sejak tahun 2004, dimana sebelumnya perusahaan
memberikan insentif dalam bentuk tantiem. Insentif dalam bentuk tantiem ini hanya diberikan kepada pegawai level staff (karyawan pimpinan) ke atas, sedang pegawai
level karyawan (karyawan pelaksana) tidak mendapatkan tantiem.
Pada tahun 2008, besarnya profit sharing kepada pegawai PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan adalah sebesar 15 % dari pencapaian laba, demikian
juga pada tahun 2009. Pemberian insentif profit sharing bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Sesuai dengan evaluasi kinerja yang dilakukan
perusahaan, kinerja perusahaan pada tahun 2008 sebesar 96%, dan pada tahun 2009
sebesar 95,2%. Dengan demikian terdapat penurunan kinerja sebesar 0,8%. Kinerja
perusahaan ini mencerminkan kinerja pegawai, karena kinerja perusahaan merupakan
total kinerja pegawai secara keseluruhan. Fenomena masalah yang terkait dengan
kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan adalah mengenai
keterlambatan pekerjaan yang diselesaikan, pencapaian target kerja masih belum
maksimal, kemampuan interpersonal yang belum terasah, juga keterampilan dan
penguasaan terhadap pekerjaan yang masih belum maksimal. Hal ini juga terlihat dari
penurunan skor Balridge PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, dimana
tahun 2006 mendapatkan skor 467, naik 2,56% menjadi skor 479 di tahun 2007.
Kemudian skor Balridge PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan di tahun
2008 naik 0,83% menjadi 483, namun di tahun 2009 terjadi penurunan skor Balridge
ini menjadi 477 atau turun sebesar 1,24%.
Dalam bekerja, pegawai tidak terlepas dari iklim kerja yang ada dalam
perusahaan. Iklim kerja merupakan suasana kerja dimana para pegawai organisasi
melakukan pekerjaan mereka. Iklim kerja mengitari dan mempengaruhi segala hal
yang terjadi dalam perusahaan. Dalam suasana kerja yang baik seperti rasa
kekeluargaan yang kuat diantara sesama pegawai, bekerja dengan nyaman, serta
sarana prasarana yang lengkap, pegawai akan mampu meningkatkan kinerjanya.
Sebaliknya dalam suasana kerja yang kurang baik atau buruk, kinerja pegawai akan
menurun. Iklim kerja dalam penelitian ini dikaji dalam hubungannya dengan
fleksibilitas, responsibilitas, standard, dan komitmen organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan berusaha menciptakan suatu
iklim kerja yang baik dan kondusif bagi seluruh pegawainya, yaitu dengan
memperhatikan beban kerja, keserasian kerja, kerjasama, dan peraturan-peraturan
yang ada dalam perusahaan. Iklim kerja yang terjadi saat ini di PT. Perkebunan
metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas, adanya batasan-batasan
keputusan penting yang dipusatkan pada manajemen level atas, lingkungan kerja
yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan kelengkapan sarana
prasarana kerja.
Sesuai dengan tempat penelitian di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
Medan, dapat dilihat bahwa iklim kerja secara fisik sudah memadai. Namun dalam
hal non fisik masih perlu mendapat perhatian, karena masih terlihat hubungan kerja
yang kurang harmonis di antara sesama pegawai. Hal ini berhubungan dengan
fleksibilitas, responsibilitas, standard, dan komitmen organisasi. Kondisi di PTPN III
Medan menunjukkan bahwa pegawai kurang fleksibel dalam bekerja, kurang dapat
bekerja dengan kreatif karena terpaku pada aturan-aturan baku yang ditetapkan
perusahaan, yang pada umumnya bersifat birokratis. Dalam hal responsibilitas,
menunjukkan bahwa pegawai PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan kurang
terlibat dalam berbagai pengambilan keputusan sehingga mempengaruhi tanggung
jawabnya dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam hal standar kerja, para pegawai PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan Medan masih belum seluruhnya dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan standar, dalam hal waktu penyelesaian pekerjaan,
kuantitas dan kualitas pekerjaan.
Beberapa pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan tepat waktu, sesuai
dengan kuantitas dan kualitas yang ditentukan perusahaan. Dalam hal komitmen
organisasi, masih terlihat kurangnya kerjasama antar pegawai PT. Perkebunan
dilihat dari pelaksanaan pekerjaan, dimana sebagian pegawai dapat menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan, sedangkan sebagian
pegawai lainnya tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai ketentuan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana pengaruh insentif profit sharing dan iklim kerja terhadap kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan?
2. Sejauh mana pengaruh fleksibilitas, responsibilitas, standard kerja, dan
komitmen organisasi terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh insentif profit sharing dan iklim kerja terhadap kinerja pegawai di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh fleksibilitas, responsibilitas,
standard kerja, dan komitmen organisasi terhadap iklim kerja di PT. Perkebunan
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pimpinan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan
dan menjadi bahan pertimbangan dalam hal peningkatan kinerja pegawai.
2. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan bagi Program Studi Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti di bidang ilmu
manajemen, khususnya dalam manajemen sumber daya manusia.
4. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Penelitian Terdahulu
Ali (2007) melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Sistem Insentif
Profit Sharing terhadap Peningkatan Kinerja SDM pada PT Perkebunan Nusantara IV
(Persero)”. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sistem insentif profit
sharing dapat meningkatkan produktivitas SDM secara signifikan dengan syarat
cukup tersedia pekerjaan, karena sesungguhnya masalah produktivitas SDM hanyalah
salah satu aspek dari rantai nilai bisnis. Untuk meningkatkan daya saing harus
dilakukan penanganan secara menyeluruh dari pengadaan bahan baku, proses
produksi.
Sambas (2008) melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Kompetensi
dan Iklim Kerja Terhadap Kinerja Staf di Unit Penunjang Medik Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: variabel
kompetensi yaitu pendidikan formal dan pengetahuan memberi pengaruh yang cukup
besar terhadap kinerja karyawan. Dalam lingkup iklim kerja diperoleh bahwa
kompensasi, kerjasama tim, dan kebijakan organisasi memberi nilai yang cukup besar
2.2. Insentif
2.2.1. Pengertian Insentif
Insentif merupakan perangsang yang diberikan kepada pegawai atas prestasi
kerjanya dengan tujuan agar para pegawai bekerja lebih giat dan efisien yang pada
umumnya diberikan dalam bentuk uang (Simamora, 2004). Pemberian insentif yang
adil dan layak merupakan daya penggerak yang merangsang terciptanya pemeliharaan
karyawan. Karena dengan pemberian insentif karyawan merasa mendapat perhatian
dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap
loyal karyawan akan lebih baik.
Pelaksanaan pemberian insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahan karyawan yang mempunyai
produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. Insentif itu sendiri
merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk
mendorong karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan perusahaan
(Hasibuan, 2004). Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi
karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi
bagi perusahaan.
Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai insentif seperti:
1. Menurut Sarwoto (1996), Insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa
agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi
organisasi”.
2. Menurut Mathis dan Jackson (2002), insentif adalah kompensasi yang dikaitkan
dengan kinerja individu, kelompok ataupun kinerja organisasi. Insentif adalah
gaji variabel yang merupakan upaya untuk mengaitkan imbalan yang nyata
diberikan kepada karyawan untuk kinerja yang melampaui harapan.
3. Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie (2003) adalah :
“Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand”. Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung
untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan
kepuasan terhadap apa yang diminta.
3. Menurut Hasibuan (2004), insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong
yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka
timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan
salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan kepada karyawan
untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka bekerja lebih produktif lagi,
meningkatkan prestasinya dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Mathis dan
Jackson (2002), asumsi dasar dari pemberian insentif adalah sebagai berikut:
a. Beberapa pekerjaan memberikan kontribusi kepada keberhasilan perusahaan
b. Beberapa orang berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya.
c. Karyawan yang melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik harus
menerima kompensasi yang lebih juga.
d. Bagian dari total kompensasi karyawan harus diberikan untuk memberikan
imbalan bagi kinerja yang berada di atas memuaskan.
2.2.2. Jenis-Jenis Insentif
Menurut Dessler (2007) terdapat 3 (tiga) jenis insentif yaitu:
1. Financial incentive
Setiap orang cenderung pada finansial insentif, karena uang merupakan alat utama
yang dapat membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Bentuk dari pemberian insentif ini adalah:
a. Bonus. Dalam pemberian bonus sebagai insentif ini setiap orang akan
memperolehnya berdasarkan hasil yang dicapai perusahaan tanpa
memperhitungkan upah aktual seseorang.
b. Komisi. Adalah sejenis bonus yang dibayarkan pihak yang menghasilkan
penjualan yang melebihi standar. Kondisi irii biasanya diberikan kepada
pegawai bagian penjualan/marketing/salesman.
c. Profit Sharing. Merupakan salah satu jenis insentif yang tertua. Dalam hal pembayarannya terdiri dari bermacam-macam bentuk, tetapi biasanya
mencakup berupa sebagian dari laba yang disertakan ke dalam suatu dana dan
d. Pembayaran yang ditangguhkan. Merupakan program balas jasa yang
mencakup pembayaran di kemudian hari.
2. Non financial incentive
Suatu ganjaran bagi pegawai yang bukan berbentuk keuangan, dalam hal ini
merupakan kebutuhan pegawai yang bukan berwujud uang, misalnya:
a. Terjaminnya tempat kerja.
b. Terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan.
c. Adanya penghargaan berapa ujian atau pengakuan atas hasil kerja yang baik.
3. Social incentive
Sosial insentif ini tidak jauh berbeda dengan non financial incentive, tetapi sosial
insentif lebih cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekan-rekan sekerjanya.
Setelah melihat uraian diatas mengenai jenis-jenis insentif, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ketiga jenis insentif sama pentingnya, yaitu pada dasarnya
untuk mencapai kepuasan kerja bagi para pegawainya, karena dengan kepuasan
kerja, mereka akan melaksanakan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh.
Sehubungan dengan penelitian ini pembahasan difokuskan pada faktor yang
berhubungan langsung dengan perusahaan, yaitu pemberian insentif finansial yaitu
sebagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pegawai.
2.2.3. Program Insentif yang Efektif
Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih
besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika
kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif ekstra,
dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program
tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu:
motivasi yang meningkat menyebabkan melejitnya kinerja dan pengakuan merupakan
faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program insentif yang dirancang
secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.
Seperti yang diungkapkan oleh Simamora (2004) bahwa program insentif
yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut:
a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat dimengerti.
b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan
supaya mereka kerjakan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu.
d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana insentif
dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian
spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
2.3. Insentive Profit Sharing
Menurut Wietzman dalam Kuncoro (2002), pada prinsipnya, sistem bagi hasil
Beberapa negara industri maju telah berhasil menerapkan sistem ini guna memelihara
stabilitas penyerapan tenaga kerja sekaligus meningkatkan pendapatan tenaga kerja.
Pembagian keuntungan merupakan sistem insentif yang diberikan kepada
sekelompok pekerja atau tim kerja. Bagian tertentu dari laba perusahaan
didistribusikan kepada tenaga kerja sebagai tambahan upah pokoknya. Ide dasar
mengenai SBH ini pada awalnya dikembangkan oleh Wietzman pada akhir dasawarsa
delapan puluhan (Kuncoro, 2002). Menurut Wietzman, sebuah perusahaan yang
menerapkan SBH akan cenderung mengurangi hasrat untuk memecat tenaga
kerjanya, sungguhpun permintaan akan produk yang dihasilkannya bergejolak.
Menurut Mathis dan Jackson (2002) pembagian keuntungan adalah
mendistribusikan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan. Biasanya
persentase keuntungan yang dibagikan kepada karyawan disetujui pada akhir tahun
sebelum didistribusikan. Dalam sebuah program bagi keuntungan, karyawan
menerima bagian keuntungan di akhir tahun.
Untuk memulai program pembagian keuntungan, manajemen haruslah
mengidentifikasikan cara-cara yang diperlukan dimana peningkatkan produktivitas,
kualitas, dan kinerja finansial dapat terjadi dan memutuskan bahwa beberapa hasil
tadi haruslah dibagi-bagi dengan para karyawan. Langkah yang paling kritis adalah
melibatkan seluruh karyawan pada seluruh tingkat pekerjaan dalam proses bagi hasil
ini, kadangkala dengan membentuk satuan tugas yang khusus menangani pembagian
keuntungan tersebut, yang terdiri dari para manajer maupun non manajer. Begitu
bagaimana keuntungan itu akan dibagi diantara para karyawan, dan (2) pengukuran
kinerja apa yang akan digunakan. Dengan demikian, unsur utama sebagai dasar dalam
penentuan insentif profit sharing adalah pengukuran kinerja yang digunakan oleh perusahaan.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), pembagian keuntungan dapat
didistribusikan dalam 4 (empat) cara, yaitu:
a. Jumlah yang merata untuk seluruh karyawan
b. Persentase yang sama untuk seluruh gaji pokok karyawan
c. Persentase dari hasil sesuai dengan kategori karyawan.
d. Jumlah persentase berdasarkan kinerja karyawan sesuai dengan pengukuran.
Menurut Dessler (2007), insentif profit sharing (pembagian keuntungan)
adalah insentif yang melibatkan karyawan dalam sebuah upaya bersama untuk
mencapai tujuan produktivitas dan berbagi keuntungan. Dalam hal ini, semua atau
hampir semua karyawan menerima sebuah bagian dari keuntungan tahunan
perusahaan. Terdapat beberapa jenis pembagian keuntungan, yaitu: dalam bentuk
tunai atau tertunda. Dalam pembagian tunai, perusahaan hanya membagikan suatu
persentase keuntungan (biasanya 15% hingga 20%) sebagai pembagian keuntungan
kepada karyawan secara teratur. Sedangkan pembagian keuntungan tertunda adalah
perusahaan menyiapkan suatu bagian keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya
Tujuan utama program insentif profit sharing (pembagian keuntungan) menurut Mathis dan Jackson (2002) adalah: meningkatkan produktivitas, merekrut
atau melatih kembali para karyawan, meningkatkan kualitas produk/jasa, dan
meningkatkan semangat karyawan.
Selanjutnya kerangka program pembagian keuntungan dapat digambarkan
sebagai berikut:
Sumber: Mathis dan Jackson (2002).
Gambar 2.1. Kerangka Program Pembagian Keuntungan
2.4. Teori Tentang Iklim Kerja 2.4.1. Pengertian Iklim Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan produktivitas
karyawan secara individu maupun secara kelompok, karena peningkatan tersebut
akan meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha
Sebagai sarana yang memungkingkan dari kontribusi karyawan
Cara-cara mengalokasikannya kepada karyawan
1. Persentase tetap dari keuntungan
2. Persentase yang bergerak sesuai dengan penjualan atau pengembalian modal
3. Keuntungan unit
4. Beberapa formula lainnya
1. Kesetaraan untuk seluruh karyawan
2. Berdasarkan pendapatan karyawan
3. Berdasarkan seluruh pendapatan atau lama masa kerja
untuk menciptakan iklim kerja yang baik, sehingga karyawan dapat melakukan setiap
pekerjaannya dengan maksimal.
Menurut Hoogendoorn (1999), iklim kerja menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menyediakan suasana kerja yang baik bagi karyawan. Dalam hal
ini, perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan karyawan akan tempat dan
ruang kerja yang baik, sehingga menciptakan suasana kerja yang baik pula.
Menurut Davis dan Newstrom (1998), iklim kerja adalah suasana kerja
dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Pengertian ini dapat
mengacu iklim kerja pada lingkungan suatu departemen, unit perusahaan yang
penting seperti pabrik cabang atau suatu organisasi secara keseluruhan.
Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada dan mengitari serta
mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Pada gilirannya, iklim
kerja dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim
kerja adalah konsep sistem yang dinamis.
Setiap lingkungan keluarga, institusi pendidikan, perusahaan dan
departemen-departemen kerja mempunyai iklim sendiri-sendiri. Menurut Hepner dalam
Mangkunegara (2004) pembentuk iklim organisasi adalah manusia, dan bukan
bangunan, perabot, peralatan, maupun hasil produksi. James dan Jenoe dalam
Simamora (2004) mengemukakan tiga pandangan tentang iklim organisasi, yaitu :
1. Iklim organisasi sebagai sekumpulan ciri organisasi yang dapat diterangkan
tersebut dengan organisasi lainnya yang secara relatif bertahan dan
mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi tersebut.
2. Iklim sebagai konsep yang merefleksikan isi dan kelebihan dari nilai-nilai, norma,
perilaku dan perasaan para anggota dan sebuah sistem sosial yang secara
operasional dapat diukur melalui persepsi dari anggota-anggota sistem.
3. Iklim organisasi itu mempunyai sesuatu yang signifikan hanya pada setiap
individu. Karena individu tersebut itulah yang terlibat atau tidak terlibat dalam
keputusan-keputusan, mengalami atau tidak komunikasi yang efektif dan hangat,
mempunyai atau tidak otonomi, dan sebagainya.
Mangkunegara (2004) menyimpulkan bahwa iklim kerja adalah kualiatas
relatif dari lingkungan internal suatu organisasi, yang dialami dan mempengaruhi
perilaku anggotanya, dan dapat digambarkan dalam suatu perangkat karakteristik.
Apabila dikaitkan dengan budaya, budaya lebih cenderung pada nilai, norma, dan
tradisi organisasi. Dengan kata lain, budaya adalah filosofi suatu organisasi,
sedangkan iklim organisasi adalah atmosfir dari sebuah organisasi.
Iklim organisasi berhubungan erat dengan suasana atau atmosfer yang
terdapat dalam organisasi itu sendiri (Dessler, 2006). Dalam hal ini iklim organisasi
merupakan suatu variabel yang mempengaruhi kinerja individu dan organisasi
sebagai efek dari proses organisasional dan psikologis. Iklim yang dirasakan positif
oleh karyawan akan memunculkan perilaku yang inovatif yang muncul dari
pemikiran-pemikiran baru yang tidak terkekang dan mendapatkan dukungan dari
keberfungsian organisasi (Hutahaean, 2005). Maka dari itu menciptakan iklim kreatif
dalam sebuah organisasi menjadi sangat penting untuk mendukung dan menstimulasi
kreativitas individu-individu di dalamnya.
Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi
seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi
penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik
anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi (Kusnan, 2004).
2.4.2. Indikator Iklim Kerja
Iklim kerja yang sehat merupakan rencana jangka panjang dalam suatu
perusahaan. Pimpinan perusahaan perlu melakukan berbagai pendekatan terhadap
masalah iklim kerja. Pendisiplinan yang tidak bijaksana dan penekanan terhadap
orang-orang mungkin menghasilkan prestasi yang lebih baik secara temporer, tetapi
hal tersebut akan menghilangkan iklim kerja organisasi. Perusahaan seperti ini pada
akhirnya akan gulung tikar karena kehabisan modal.
Menurut Hoogendoorn (1999), indikator iklim kerja dalam suatu perusahaan
adalah :
a. Otonomi dan fleksibilitas
b. Menaruh kepercayaan dan terbuka
c. Simpatik dan memberi dukungan
d. Jujur dan menghargai
f. Pekerjaan yang berisiko
g. Pertumbuhan kepribadian.
Ad.a. Otonomi dan fleksibilitas
Pemberian otonomi yang luas kepada karyawan dalam melakukan pekerjaan
akan menciptakan iklim kerja yang baik, karena karyawan dapat bekerja
berdasarkan aturan-aturan atau konsep-konsep yang dibuatnya. Otonomi juga
menunjukkan kepercayaan pimpinan terhadap kemampuan dan tanggung
jawab seorang karyawan.
Fleksibilitas menunjukkan adanya pertukaran informasi dari pimpinan dengan
bawahan, dalam hal ini keputusan pimpinan masih dapat didiskusikan dengan
karyawan, khususnya tentang bagaimana keputusan tersebut dapat dicapai.
Ad.b. Menaruh kepercayaan dan terbuka
Memberikan kepercayaan dan terbuka kepada karyawan akan memberikan
suasana kerja yang baik dalam perusahaan, karena tidak ada kekuasaan yang
memisahkan karyawan dengan pimpinan. Keterbukaan pimpinan juga akan
direspon dengan keterbukaan karyawan, sehingga terjadi komunikasi dua arah
yang baik.
Ad.c. Simpatik dan memberi dukungan
Seorang pemimpin yang mampu bersikap simpatik akan dihormati karyawan,
sehingga keputusan pemimpin tersebut juga dapat dihormati dan dilakukan
oleh karyawan. Pemberian dukungan kepada karyawan dalam setiap pekerjaan
Ad.d. Jujur dan menghargai
Di dalam suatu pekerjaan, kejujuran dan saling menghargai baik antara
sesama karyawan maupun antara pimpinan dan karyawan dapat menciptakan
iklim kerja yang baik, karena setiap orang selalu terbuka dan menghargai
kepada orang lain.
Ad.e. Kejelasan tujuan
Setiap perusahaan mempunyai tujuan, namun bagaimana manajemen
menjelaskan tujuan tersebut kepada karyawan, akan mempengaruhi iklim
kerja. Semakin jelas tujuan yang akan dicapai, maka proses kerja karyawan
juga akan semakin jelas, sehingga iklim kerja karyawan akan semakin baik
pula.
Ad.f. Pekerjaan yang berisiko
Adanya suatu pekerjaan yang berisiko di dalam perusahaan membutuhkan
keahlian khusus. Oleh karena itu, pekerjaan tersebut harus ditempatkan pada
suatu bagian atau tempat khusus sehingga tidak memperburuk iklim kerja
secara keseluruhan.
Ad.g. Pertumbuhan kepribadian
Karyawan merupakan faktor produksi penting dalam perusahaan dan
pelaksana seluruh kegiatan dalam perusahaan. Setiap karyawan mempunyai
kepribadian yang berbeda, dimana kepribadian tersebut juga akan terbawa ke
dalam tempat kerja. Kepribadian yang baik akan menciptakan suasana kerja
Selaras dengan pengembangan iklim organisasi, iklim kerja yang positif
merupakan suatu kondisi dimana keadaan perusahaan dan lingkungannya dalam
keadaan aman, damai, dan menyenangkan untuk akivitas kerja pegawai. Sergiovanni
dalam Mangkunegara (2004) berpendapat bahwa iklim secara umum diciptakan, dibentuk dan disalurkan sebagai hasil dari suatu kepemimpinan interpersonal yang
efektif oleh pimpinan organisasi. Pada hakekatnya iklim bersifat interpersonal dan
dimanifestasikan dalam sikap dan perilaku pimpinan, pegawai dalam kegiatan
kerjanya. Selain itu, iklim merupakan energi yang terdapat di dalam organisasi yang
dapat memberikan pengaruhnya terhadap organisasi, tergantung bagaimana energi
tersebut di salurkan dan diarahkan oleh pimpinan organisasi. Semakin baik energi
yang disalurkan dan diarahkan maka semakin baik pula pengaruhnya terhadap
perusahaan.
Sehubungan dengan iklim kerja yang positif ini, Frederick dalam Dessler
(2006) mengutarakan, bahwa perusahaan merupakan tempat yang tenang dan
terjamin untuk bekerja. Fasilitas fisik selalu dijaga kebersihannya,
kerusakan-kerusakan kecil secepatnya mendapatkan perbaikan.
Moedjiarto dalam Simamora (2004) mengemukakan bahwa iklim kerja yang
positif, menunjukan adanya rasa kekeluargaan yang kuat antara di dalam perusahaan.
Rasa kebersamaan itu demikian kuatnya sehingga satu sama lain merasa wajib saling
organisasi dan perilaku anggota organisasi sebagai suatu kelompok. Perilaku
pimpinan dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para anggota organisasi.
Dengan demikian dinamika kepemimpinan yang dilakukan pimpinan dengan anggota
dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim kerja. Interaksi antara
perilaku anggota dan perilaku pimpinan akan menentukan iklim kerja yang
bagaimana yang akan terwujud, iklim kerja yang baik dan kondusif bagi kegiatan
pendidikan akan menghasilkan interaksi yang efektif sehingga upaya pencapaian
tujuan organisasi akan berjalan dengan baik.
Interaksi di dalam tempat kerja, baik yang lisan maupun yang tertulis mutlak
diperlukan dan akan memberikan dampak proses dan hasil kerja yang positif. Kolb,
et.al dalam Komariah dan Triatna (2005) mencatat 11 dimensi iklim organisasi yang dapat diadaptasikan bagi iklim kerja, yaitu :
1. Struktur tugas, perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas
organisasi.
2. Hubungan imbalan hukum, tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti
promosi dan kenaikan gaji berdasarkan prestasi dan jasa, bukan pada
pertimbangan lain seperti senioritas dan favoritisme.
3. Sentralisasi keputusan, batasan-batasan keputusan penting yang dipusatkan pada
manajemen level atas
4. Tekanan pada prestasi, keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan
5. Tekanan pada latihan dan pengembangan, tingkat ketika organisasi berusaha
meningkatkan prestasi individu melalui kesiapan latihan dan pengembangan yang
cepat
6. Lingkungan kerja yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan
kelengkapan sarana prasarana.
7. Keterbukaan versus ketertutupan, tingkat ketika orang-orang lebih suka menutupi
kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik dan bekerja sama.
8. Rasa kekeluargaan yang kuat antara pimpinan dan pegawai.
9. Pengakuan dan umpan balik, tingkat seorang individu mengetahui apa pendapat
atasan dan manajemen terhadap pekerjaannya serta tingkat dukungan mereka atas
dirinya
10. Status dan semangat, perasaan umum diantara individu bahwa organisasi
merupakan tempat kerja yang baik.
11. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum, tingkat organisasi
mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk
juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru dan
mengembangkan keterampilan baru pada pekerja.
2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja
Iklim organisasi merupakan konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan
gaya hidup suatu organisasi, oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan
beberapa faktor berikut ini, karena iklim organisasi dapat berdampak pada kreativitas
Steve Kelneer sebagaimana dikutip oleh Kusnan (2004) menyebutkan faktor
yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu:
1. Flexibility dan confirmity
Flexibility dan confirmity merupakan kondisi organisasi yang memberikan keleluasaan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri
terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang
ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap
ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan
iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
2. Responsibility
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas
organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai,
karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.
3. Standards
Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen
memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang
telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang
sesuai atau kurang baik.
4. Reward
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang perhargaan dan
5. Clarity
Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan
organisasi.
6. Team commitment
Berkaitan dengana perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka
memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.
Dari enam faktor tersebut, dalam penelitian ini dianalisis empat faktor saja
yang berhubungan dengan organisasi secara langsung, yaitu: fleksibilitas,
responsilibitas, standard kerja, dan komitmen organisasi. Keempat faktor tersebut
diuraikan sebagai berikut.
a. Fleksibilitas
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa fleksibilitas merupakan kondisi
organisasi yang memberikan keleluasaan bertindak bagi karyawan serta
melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Penyesuaian
diri terhadap tugas-tugas berhubungan dengan menciptakan iklim kreatif
untuk keleluasaan karyawan berinovasi sesuai dengan kebutuhan kerja.
Mencipatakan iklim kreatif dalam sebuah organisasi diperlukan adanya upaya
untuk membangun sebuah kultur organisasi yang memungkinkan
individu-individu di dalamnya berinovasi. Salah satu kunci utama untuk memunculkan
kreativitas dalam sebuah kelompok atau organisasi adalah kebebasan. Artinya,
menentukan cara menyelesaikan tugas yang diberikan. Walaupun demikian,
organisasi perlu memiliki sistem kontrol yang ketat terhadap pemberian
kebebasan sehingga kebebasan untuk menentukan cara yang paling tepat dan
nyaman dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan tetap
dalam koridor pengawasan (Henry, 2001). Kebebasan itu sendiri memerlukan
kontrol dan manajemen yang baik karena juga akan sangat berpotensi
memunculkan konflik emosional dan perseteruan karena kompleksnya
keragaman individu dalam organisasi itu sendiri (Zhou, et.al, 2003).
Dalam prakteknya membangun iklim kreatif dalam organisasi berhubungan
dengan banyak aspek (Cabra, et.al, 2005). Oleh karena itu membangun sebuah
iklim kreatif dan inovatif dalam perusahaan menjadi sangat penting tidak
hanya untuk mempertahankan kelangsungan eksistensi organisasi namun juga
memberikan rasa nyaman kepada pekerja saat melaksanakan tugas yang
diberikan oleh organisasi (Mutiah dan Hadi, 2009).
b. Responsilibitas
Setiap karyawan mempunyai tanggung jawab, hanya tingkat dan urgensinya
yang berbeda-beda, tergantung pada beban tugas dan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya. Tanggung jawab dalam hal ini adalah kewajiban
seorang karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang telah diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan. Kesadaran dalam
bekerja meliputi bagaimana kesadaran seorang karyawan dalam mentaati
seperti yang dikemukakan oleh, dengan tanggung jawab dan kesadaran kerja
tersebut, karyawan dapat dan selalu berusaha bekerja sesuai dengan peraturan
dan tujuan yang ditetapkan. Jadi karyawan yang dalam bekerjanya memiliki
tanggung jawab kerja dapat dikatakan bahwa mereka memiliki komitmen
yang tinggi untuk keberhasilan suatu organisasi.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), untuk mewujudkan tanggung jawab
tersebut harus ada keterlibatn karyawan dalam proses pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab karyawan tersebut. Jika tidak ada keterlibatan, karyawan pada
umumnya tidak dibebankan tanggung jawab atas hasil pekerjaan tersebut.
Tanggung jawab kerja pegawai pada hakekatnya adalah tanggung jawab
pegawai dalam melaksanakan suatu tugas pekerjaan yang diembankan
padanya dan dalam lingkup wewenangnya. Tanggung jawab kerja pegawai,
adalah suatu pengertian yang di dalamnya mengandung norma etika, sosial,
dan scientific. Artinya, aktivitas pegawai di suatu bidang tugas pekerjaan yang dipertanggung-jawabkan itu adalah baik, dapat diterima, disetujui orang-orang
lain, dan mengandung kebenaran yang bersifat umum. Tanggung jawab
pegawai juga mengandung keberanian mengambil resiko terhadap tantangan,
hambatan, dan rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan pekerjaan yang
telah diyakini kebaikan dan kebenarannya. Jadi, tanggung jawab pegawai di
bidang tugas pekerjaannya adalah kesanggupan pegawai, yaitu kesanggupan
untuk menjalankan tugas pekerjaan yang menjadi wewenang yang
c. Standard kerja
Untuk menetapkan tingkat kerja karyawan, dibutuhkan penilaian kerja.
Penilaian kerja yang adil membutuhkan standar. Patokan yang dapat
digunakan sebagai perbandingan terhadap kerja antar karyawan. Menurut
Simamora (2004), semakin jelas standar kerjanya, makin akurat tingkat
penilaian kerjanya. Masalahnya, baik para penyelia maupun karyawan tidak
seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan. Karena bisa jadi,
standar kerja tersebut belum ada. Oleh karena itu, langkah pertama adalah
meninjau standar kerja yang ada dan menyusun standar yang baru jika
diperlukan.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), minimal sebuah standar kerja, harus
berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus dilakukan dan
seberapa baik harus melakukannya. Standar kerja merupakan identifikasi
tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang
harus dilakukan. Standar kerja terfokus pada seberapa baik tugas akan
dilaksanakan.
Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas
sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang
diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan
secara tertulis dalam upaya menggambarkan kerja yang sungguh-sungguh
Hal ini dikarenakan bahwa tugas pekerjaan dan standar kerja saling berkaitan,
adalah praktik yang lazim mengembangkannya pada waktu yang bersamaan.
Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah
memperhitungkan aspek kuantitatif kerja. Lebih lanjut, setiap standar harus
menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan.
Tampaknya lebih mudah mengukur kerja terhadap standar yang dapat
digambarkan dalam istilah kuantitatif. Sungguhpun demikian, pekerjaan
manajerial memiliki sebuah komponen tambahan, yaitu, disamping hasil yang
merefleksiksn kinerja manajer itu sendiri, hasil yang lainya mencerminkan
kerja unit organisasional yang menjadi tanggung jawab manajer bersangkutan.
d. Komitmen organisasi
Komitmen karyawan terhadap organisasi juga bukanlah merupakan suatu hal
yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi dan karyawan harus
secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai
komitmen yang dimaksud. Komitmen ikut dipengaruhi oleh iklim organisasi
tempat seorang karyawan bekerja. Jika, iklim dalam organisasi tersebut
kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang
harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis
komitmen karyawan terhadap organisasi menjadi makin luntur (Kuntjoro,
2002).
Komitmen karyawan terhadap organisasi atau dalam banyak literatur
didefinisikan oleh Porter sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu
dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi.
Perkara ini ditandai dengan tiga hal, yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai dan
tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan keinginan untuk mempertahankan
keanggotaan di dalam organisasi atau dengan kata lain menjadi bagian dari
organisasi (Luthans, 2005).
Pengertian komitmen terhadap organisasi ini lebih dari sekedar keanggotaan
formal dan kesetiaan yang pasif terhadap organisasi. Komitmen terhadap
organisasi meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk
mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi
pencapaian tujuan. Karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki
keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam
menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
Dalam komitmen terhadap organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap
organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai
dan tujuan organisasi. Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan komitmen,
harus diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen tersebut.
Komitmen seseorang sangat berkaitan erat dengan motivasi dan juga kepuasan
kerja yang dirasakan oleh orang tersebut. Komitmen, motivasi dan kepuasan
yang terjadi secara terus menerus antara pribadi tersebut dengan pekerjaan dan
lingkungan tempatnya bekerja dalam suatu kurun waktu tertentu.
Mathieu dan Zajac (1990) dalam Luthans (2005) mengatakan komitmen akan
mulai terbentuk bila seseorang mulai merasa termotivasi. Ini berarti seseorang
sudah merasa terikat dengan pekerjaannya dan merasakan kepuasan dari
pekerjaan tersebut. Sebagai sebuah sikap, komitmen lebih bersifat global
daripada kepuasan kerja, karena komitmen diterapkan pada pekerjaan secara
keseluruhan, bukan hanya pada satu atau beberapa bidang tugas dari
pekerjaan. Komitmen juga bersifat lebih stabil karena kejadian sehari-hari
dalam pekerjaan tidak mengubahnya. Kemudian, menurut Luthans (2005)
determinan komitmen karyawan adalah umur, masa jabatan dalam organisasi,
pembayaran (gaji/ upah), afeksi (kedudukan kontrol internal dan eksternal),
dan organisasi (desain kerja, dan gaya kepemimpinan pengawas). Sedangkan,
faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi menurut
Allen dan Meyer (1997) adalah karakteristik pribadi individu, karakteristik
organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi.
Allen dan Meyer (1997) membedakan komitmen karyawan atas tiga
komponen, yaitu affective, normative dan continuance. Mereka berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Komponen affective
berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan di dalam
organisasi. Komponen normative merupakan perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Karyawan yang
memiliki komponen normative tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan
dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Karyawan dengan komponen
continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi.
2.5. Teori Tentang Kinerja
2.5.1. Pengertian Kinerja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisai bersangkutan sacara legal,
tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja karyawan lebih
mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan. Menurut Mangkunegara (2004),
kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja (performance) merupakan wujud atau keberhasilan pekerjaan seseorang atau organisasi dalam mencapai
Suatu organisasi dapat berkembang merupakan keinginan setiap individu yang
ada di dalam organisasi tersebut, sehingga diharapkan dengan perkembangan tersebut
organisasi mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Kemajuan organisasi
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan yang bersifat eksternal dan intenal. Salah satu
faktor internal yang mempengaruhi kemajuan organisasi adalah kinerja pegawai di
dalam organisasi tersebut.
Robbins (2002) menyatakan bahwa ada tiga kriteria kinerja yang paling
umum, yaitu: hasil kerja perorangan, perilaku dan sifat. Jika mengutamakan hasil
akhir, lebih dari sekedar alat, maka pihak manajemen harus mengevaluasi hasil kerja
dari seorang pekerja. Dengan menggunakan hasil kerja, seorang manajer perencana
dapat menentukan kriteria untuk kuantitas yang diproduksi, sisa yang dihasilkan, dan
biaya per unit produksi.
Dalam kebanyakan kasus, tidak mudah untuk mengidentifikasi hasil tertentu
sebagai hasil langsung dari kegiatan seorang pekerja. Hal ini terutama sekali terlihat
pada staf personalia dan perorangan yang memiliki tugas kerja intrinsik sebagai
bagian kelompok. Pada kasus selanjutnya kinerja kelompok dapat dievaluasi dengan
segera, akan tetapi kontribusi dari setiap anggota kelompok, sulit atau tidak mungkin
diidentifikasikan dengan jelas. Dalam hal ini, manajemen perlu mengevaluasi