• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Religiusitas dengan Perilaku seksual Pranikah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Religiusitas dengan Perilaku seksual Pranikah"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

YANG BERAGAMA ISLAM

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH:

Sari Astuti

031301021

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2008

Sari Astuti : 031301021

Hubungan Religiusitas dengan Perilaku seksual Pranikah Xi + 83 Halaman + 25 Tabel + Gambar + Lampiran Bibliografi (1964-2007)

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja beragama islam. Berdasarkan fenomena yang ada, bahwa masalah seksualitas pada remaja setiap tahun semakin meningkat yang menjadi pemikiran serius bagi pendidik, masyarakat dan orangtua. Secara konseptual religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang, sedangkan perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang antara pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang sah menurut hukum dan agama.

Subjek penelitian ini berjumlah 150 orang remaja muslim di Tanjung Morawa yang berusia 17-18 tahun, dan sedang memiliki pacar.Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster random sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisa korelasi pearson product

moment untuk melihat hubungan religiusitas (independent variable) dengan

perilaku seksual pranikah (dependent variable) pada remaja. Alat ukur yang digunakan adalah skala religiusitas yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas Islam yang dikemukakan oleh Suroso (2005) dan skala perilaku seksual pranikah yang disusun oleh peneliti berdasarkan DeLamenter dan MacCorquodale (dalam santrock,2003), dan hasil penelitian BKKBN (2005).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang negatif dengan nilai korelasi (rxy)sebesar -0,250 dengan p = 0,001 yang artinya semakin tinggi

religiusitas maka semakin rendah intensitas perilaku seksual pranikah yang dilakukan pada remaja. Sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi intensitas perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja. Kontribusi religiusitas terhadap penyesuaian perkawinan pada dewasa dini adalah sebesar 6,3%. Hal ini terlihat dari nilai R-Square yang diperoleh dari hubungan religiusitas dengan penyesuaian perkawinan sebesar 0,063.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

segala ni’mat dan karuniaNya, akhirnya penyusunan skripsi penelitian yang

berjudul “ Hubungan antara Religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada

Remaja beragama islam“ ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat berangkaikan

salam penulis hadiahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW sebagai suri

teladan.

Kepada keluarga saya tercinta, khususnya kedua orang tua saya, adik saya

Bambang dan Anang terima kasih atas do’a yang selalu mengiringi saya, yang

selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, perhatian, dukungan

dan kasih sayangnya selama ini dan pengorbanan yang luar biasa yang tidak akan

pernah tergantikan dengan apapun dan tidak dapat terbalaskan.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

banyak pihak lainnya, yaitu :

1. Bapak Prof dr. Chairul Yoel, Sp. A (K), sebagai Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Eka Ervika, M.si, Psi. selaku dosen pembimbing dan dosen penguji

yang telah bersedia meluangkan waktu disela-sela kesibukan yang padat,

untuk membimbing penulis dalam penyusunan proposal ini. Terima kasih

atas masukan, arahan, kritik dan saran yang telah ibu berikan.

3. Ibu Lili Garliah,M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik. Terima kasih

atas segala nasihat dan bimbingan Ibu selama ini serta keramahan dan

(4)

4. Ibu Elvi Andriani, M.Si, Psi dan ibu Ibu Meidriani Ayu, M.kes, selaku

dosen penguji dalam proposal penelitian ini. Terima kasih atas waktu yang

disediakan untuk menguji serta masukan yang diberikan.

5. Ibu Sukaesi Marianti M.Si, terima kasih atas kesediaannya memberikan

bimbingan dan diskusi untuk penyelesaian proposal penelitian ini

6. Sahabat-sahabatku yang ada di Psikologi: Finanda (yang selalu

menentramkan hatiku disaat aku sedang panik), Dwi ( teman seperjuangan,

Semangat ya Wi...), Fitri (terimakasih udah mau jadi dosen

sampingan),Ulan, Dewi, Dina dan Lia. Terima kasih atas dukungannya,

mau jadi tempat berbagi perasaan dikala suka dan duka penulis selama ini.

Semoga persahabatan kita tetap abadi.

7. Buat teman-teman kosku tercinta di Gg.saudara No 4 Al-azhar yang juga

selalu mendukung, Lis, Kak Reni, Mega, kak fatma, tina, dan Siti .Buat

Dek Sri ( Tetap SEMANGAT Ya kuliahnya, Perjalananmu masih panjang

Dek....). Terima kasih buat semuanya serta kebersamaannya, kalian

mengisi hari-hariku setiap harinya.

8. Buat sahabat-sahabatku alumni Universitas Al-azhar yang kini telah

menjalani hidup masing-masing demi mencapai cita mulia, bang Suryadi

SP di Jambi, Bang Andi SP di Pekanbaru (yang selalu menanyakan kapan

tamatnya Ri....jangan terlalu dinampakkan kali orang jawanya,

Lambat...secara ga langsung memotivasi saya untuk cepat tamat.), bang

agus SP di Bangka belitung (terima kasih atas bantuannya mentranslete

tugas-tugas mata kuliah dan bahan candaannya yang ga pernah habis

(5)

Sri, Inur, Anggi, Boby, payung dan Mawan. Terima kasih atas

kebersamaannya yang sangat SINGKAT ini. Semoga Allah SWT

mempertemukan kita kembali...Amiin

9. Satu lagi yang juga tidak kalah pentingnya yaitu Habibi Qolbi Darmawan,

SP. (Nun Jauh disana) Terima kasih atas dukungan, semangat, kasih

sayang dan doanya selama ini serta terima kasih buat lagu-lagunya yang

sangat menyentuh hati dan pikiranku.

10.Teman-teman pengajian GMIM (Generasi Muda Islam Muttaqin) Kwala

Bekala, yang telah memberikan saya kesempatan untuk melakukan sesuatu

hal yang baru bersama-sama serta (Tausiyah) yang selalu menyejukkan

hatiku.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam

proposal penelitian ini, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran

dari semua pihak guna menyempurnakan proposal penelitian ini. Akhirnya,

kepada Allah SWT penulis berserah diri, semoga proposal penelitian ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak dan menambah wacana dan referensi bagi para

pembacanya. AMIN.

Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Wassalam

Medan, Desember 2008

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………... i

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……….... viii

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

I.B. Tujuan Penelitian ………... 9

I.C. Manfaat Penelitian ……….. 10

I.D. Sistematika Penelitian ………. 11

BAB II LANDASAN TEORI II.A. Religiusitas II.A.1. Definisi Agama………... 12

II.A. 2. Fungsi agama ……….. 13

II.A.3. Definisi Religiusitas………. 15

II.A.4.Dimensi-dimensi religiusitas………. 16

II.B. Perilaku Seksual Pranikah II.B.1. Definisi Perilaku Seksual Pranikah ……… 20

II.B.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah………... 20

II.B.3. Bentuk-bentuk perilaku seksual Pranikah……... 22

II.C. Remaja II.C.1. Definisi Remaja………. 23

(7)

II.C.3. Perkembangan Seksual Remaja……….. 25

II.C.3.a. Perkembangan Seksual primer dan sekunder………… 25

II.C.3.b. Perkembangan perilaku seksual Remaja……… 26

II. D. Pergaulan Dalam Islam... 28

II. E. Hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada remaja beragama Islam………. 28

II.E. Hipotesa Penelitian ……….. 33

BAB III METODE PENELITIAN III. A. Identifikasi variabel……… 34

III.B. Definisi operasional variabel III.B. 1. Religiusitas ……… 34

III.B.2. Perilaku seksual pranikah ………... 35

III.C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel... 37

III.C.1. Metode pengambilan sampel. ……….. 37

III. C.2. Jumlah subjek penelitian ………... 38

III.C.3. Karakteristik Populasi...………... 38

III.D. Metode Pengumpulan Data ... 39

III.D.1. Skala religiusitas ... 39

III.D.2. Skala perilaku seksual pranikah……….... 42

III.E. Validitas dan reliabilitas alat ukur III.E.1. Validitas alat ukur………... 44

III.E.2. Reliabilitas alat ukur………... 45

III. F. Metode analisa data... 45

(8)

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian

IV.A.1. Berdasarkan jenis kelamin………... 57

IV.A.2. Berdasarkan usia………... 58

IV.A.3. Berdasarkan penghasilan………... 58

IV.A.4. Berdasarkan tingkat pendidikan ………... 59

IV.B. Hasil Penelitian IV.B.1. Hasil uji asumsi penelitian IV.B.1.a. Uji normalitas sebaran……….. 61

IV.B.1.b. Uji linieritas hubungan……….. 62

IV.B.2. Kategorisasi data penelitian IV.B.2.a. Kategorisasi Skor Religiusitas……….. 63

IV.B.2.b. Kategorisasi Skor Penyesuaian Perkawinan…… . 64

IV.B.3. Hasil uji hipotesa………... 65

IV.C. Hasil Tambahan Penelitian IV.C.1. Penyesuaian perkawinan ditinjau dari jenis kelamin…… 67

IV.C.2. Penyesuaian perkawinan ditinjau dari usia………... 67

IV.C.3. Penyesuaian perkawinan ditinjau dari penghasilan... 68

IV.C.4. Penyesuaian perkawinan ditinjau dari tingkat pendidikan 69 BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN V.A. Kesimpulan……….. 70

V.B. Diskusi……….. 72

(9)

V.C.2. Saran Praktis………. 80

DAFTAR PUSTAKA………. 81

LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Bobot nilai pernyataan skala religiusitas………. .... 40

Tabel 2.Blue print skala religiusitas I sebelum Ujicoba………. 41

Tabel 3.Blue print skala Religiusitas II sebelum Ujicoba……… 42

Tabel 4.Cara penilaian skala perilaku seksual pranikah... ………… 43

(10)
(11)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2008

Sari Astuti : 031301021

Hubungan Religiusitas dengan Perilaku seksual Pranikah Xi + 83 Halaman + 25 Tabel + Gambar + Lampiran Bibliografi (1964-2007)

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja beragama islam. Berdasarkan fenomena yang ada, bahwa masalah seksualitas pada remaja setiap tahun semakin meningkat yang menjadi pemikiran serius bagi pendidik, masyarakat dan orangtua. Secara konseptual religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang, sedangkan perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang antara pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang sah menurut hukum dan agama.

Subjek penelitian ini berjumlah 150 orang remaja muslim di Tanjung Morawa yang berusia 17-18 tahun, dan sedang memiliki pacar.Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster random sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisa korelasi pearson product

moment untuk melihat hubungan religiusitas (independent variable) dengan

perilaku seksual pranikah (dependent variable) pada remaja. Alat ukur yang digunakan adalah skala religiusitas yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas Islam yang dikemukakan oleh Suroso (2005) dan skala perilaku seksual pranikah yang disusun oleh peneliti berdasarkan DeLamenter dan MacCorquodale (dalam santrock,2003), dan hasil penelitian BKKBN (2005).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang negatif dengan nilai korelasi (rxy)sebesar -0,250 dengan p = 0,001 yang artinya semakin tinggi

religiusitas maka semakin rendah intensitas perilaku seksual pranikah yang dilakukan pada remaja. Sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi intensitas perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja. Kontribusi religiusitas terhadap penyesuaian perkawinan pada dewasa dini adalah sebesar 6,3%. Hal ini terlihat dari nilai R-Square yang diperoleh dari hubungan religiusitas dengan penyesuaian perkawinan sebesar 0,063.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan

sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan

penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat

dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja

dengan orang tua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas

luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan

teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa

remaja yaitu semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi

dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan

remaja tentang seksual (Santrock, 2003).

Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan

dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka

muncul pada diri remaja yaitu dorongan-dorongan ingin berkenalan dan bergaul

dengan lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian diwujudkan dalam

bentuk berpacaran di antara mereka (Sarwono, 2005). Adanya rasa cinta membuat

remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik antara remaja dengan

pacar. Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang

sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara

(13)

mengarah pada perilaku seksual pranikah dalam pacaran Rahman dan

Hirmaningsih ( dalam Mayasari, 2000).

Sarwono (2005) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala

tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang,

pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Kasus mengenai perilaku seksual

pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. Sementara di

masyarakat terjadi pergeseran nilai–nilai moral yang semakin jauh sehingga

masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal perilaku seksual

pranikah merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu.

Hasil Baseline survei Lentera-Sahaja PKBI Yogyakarta memperlihatkan,

perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari berpegangan tangan,

berpelukan, berciuman, necking (berciuman sampai ke daerah dada), petting (

hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan

masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak bersentuhan secara

langsung), sampai hubungan seksual (Potret remaja, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra

Utara, diperoleh ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu: dating

( berkencan), kissing(berciuman), necking (berciuman sampai ke daerah dada),

petting (hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang

dengan masih menggunakan celana dalam dan alat kelamin tidak bersentuhan

secara langsung) dan coitus (hubungan seksual secara langsung). Data yang

diperoleh bahwa hampir 10 % remaja sudah pernah melakukan hubungan seks.

Penelitian PKBI DI Yogyakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka

(14)

2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun dimana 15

% diantaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor penyebab dari

perilaku tersebut antara lain yaitu informasi tentang seks yang terbatas,

melemahnya nilai-nilai keyakinan terhadap agama serta lemahnya hubungan

dengan orang tua(dalam Amrillah, 2005).

Penelitian sahabat remaja (dalam, “Potret remaja dalam data, 2002)

menunjukkan bahwa 3,6% remaja di kota Medan, 8,5% remaja di kota

Yogyakarta, 3,4% remaja di kota Surabaya dan 31,1% remaja di kota Kupang

telah terlibat melakukan hubungan seks pranikah. Angka-angka tersebut sekaligus

menunjukkan seberapa besar remaja terancam penyakit menular HIV, atau AIDS,

kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak kalah pentingnya adalah tanggung

jawab moral yang tidak hanya ditanggung oleh remaja itu sendiri tapi juga

keluarga, pendidik, dan masyarakat.

Pakar seksologi Nugraha (dalam, “Kurang Kesadaran Remaja Tentang

HIV/AIDS”, 2004) menyatakan bahwa 6-20% remaja di Jakarta pernah

melakukan seks pranikah. Hal senada juga ditambahkan oleh Situmorang (dalam,

“Kesehatan Reproduksi Remaja Penting dan Perlu”,2003) yang menyatakan

bahwa 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan yang berusia

15-24 tahun mengatakan bahwa mereka sudah pernah melakukan hubungan

seksual pranikah.

Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum

nikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran, meskipun tidak

semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi fakta menunjukkan

(15)

atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan perilaku seksual dan

hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, lingkungan keluarga

yang negatif bagi remaja, agama atau keimanan yang kurang kuat serta

terinspirasi dari film dan media massa (Kosmopolitan dalam Mayasari, 2000).

Sarwono (2005) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual pada remaja yaitu yang pertama, hubungan keluarga dimana

kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap

anak, kurangnya kasih sayang orangtua, banyaknya konflik dalam keluarga dapat

memicu munculnya perilaku seksual pranikah. Kedua, Pengaruh penyebaran

informasi dan rangsangan melalui media dan teknologi yang canggih sering kali

diimitási oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Ketiga, Adanya

kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat juga

memicu perilaku seksual pranikah pada remaja. Keempat, Perubahan-perubahan

hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja menyebabkan remaja

membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Kelima, Perbedaan

jenis kelamin, dimana remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual

yang lebih agresif, terbuka, serta sulit menahan diri dibandingkan remaja

perempuan. Keenam, Norma-norma agama dimana seseorang dilarang untuk

melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Norma-norma agama yang

berlaku, yang merupakan mekanisme kontrol sosial akan mengurangi

kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual diluar batas ketentuan

agama.

Faturrochman (dalam Rahmawati, 2002) juga menyatakan bahwa sumber

(16)

adanya kontrol sosial berupa agama, keluarga, teman dan masyarakat. Individu

yang rajin beribadah akan semakin sering menerima pesan-pesan yang melarang

hubungan seks sebelum menikah sehingga individu akan cenderung kurang

permisif dalam sikap dan perilaku seksual.

Hal senada juga dinyatakan oleh Pratiwi (dalam Sinuhaji 2006) yang

mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya adalah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, dimana

remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan,

integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang

selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang

produktif.

Menurut Daradjat (1978), keyakinan beragama menjadi bagian integral

dari kepribadian seseorang. Keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan,

perkataan, bahkan perasaannya, pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang

tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan cepat bertindak menimbang

dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak boleh oleh agamanya.

Mangunwijaya (1982) membedakan antara istilah religi atau agama

dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan

dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk

pada aspek yang telah dihayati oleh individu. Hal ini selaras dengan pendapat

Dister (1990) yang mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti

adanya unsur internalisasi agama itu dalam diri individu.

Orang-orang yang mempunyai nilai religiusitas yang tinggi akan selalu

(17)

meyakini doktrin-doktrin agama, beramal dan selanjutnya merasakan

pengalaman-pengalaman beragama. Pola pergaulan bebas bertentangan dengan

agama, oleh karena itulah orang yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi

akan takut melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Makin tinggi religiusitas

remaja, makin dapat pula remaja mengatur perilaku seksual sejalan dengan nilai

dan norma yang ada (Jalaludin, 1996).

Setiap agama memiliki hukum dan nilai-nilai yang mengatur tentang

kehidupan. Keyakinan seseorang terhadap hukum dan nilai-nilai agama tersebut

dapat menjadi benteng moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama

bersifat tetap dan universal. Individu akan menggunakan

pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama, dimanapun

individu tersebut berada dan pada posisi apapun, ia akan tetap memegang prinsip

moral yang telah tertanam (Drajat, 1991). Benteng moral inilah yang akan

diterapkan oleh individu tersebut dalam setiap aspek kehidupannya termasuk

perilaku seksualnya. Dapat dikatakan apabila remaja dapat mengubah cara

berpikir dan merasakan nilai-nilai agama serta kemudian mengamalkannya dalam

perilaku terutama perilaku seksualnya, diharapkan dapat menghindari perilaku

seksual pranikah.

Remaja juga sedang mengalami perbahan pada aspek religius. Menurut teori

Piaget bahwa perkembangan kognitif remaja sudah mencapai taraf formal

operasional, Taraf ini sudah menjadikan remaja untuk berpikir secara abstrak,

teoritik dan kritis sehingga pada masa remaja ada kecenderungan untuk mengubah

cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama sesuai dengan taraf perkembangan

(18)

masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Sifat kritis

terhadap ajaran agama mulai timbul dan membuat remaja mengalami keraguan

terhadap ajaran agamanya (Rahmawati, 2002).

Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama islam, dimana

jumlah umat Islam Indonesia terbesar dibandingkan dengan jumlah umat Islam di

negara lain, maka cukup beralasan untuk melihat bagaimana islam menyikapi

perilaku seksual pranikah. Al-qur’an sebagai sumber hukum islam menyebutkan

bahwa :

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(Al Isra :32).

Perilaku seksual pranikah yang biasa disebut zina dalam islam secara

nyata dilarang keras, bahkan perbuatan tersebut disetarakan dengan perbuatan keji

dan terkutuk. Islam, sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia,

sangat mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan sampai pada

permasalahan yang sangat detail. Tujuan syariat islam adalah menjaga kehidupan

di dunia agar tidak terjadi kerusakan moral dan ketidakteraturan tatanan sosial,

selain itu juga agar manusia hidup dengan aman, tenteram, damai, selamat dunia

dan akhirat. Hubungan suami istri yang sah sajalah yang membolehkan terjadinya

kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan dan

juga seks yang di ajarkan dalam islam.

Islam bukan hanya agama, tetapi juga suatu landasan hidup, cara hidup

dengan seperangkat aturan moral, etika dan nilai-nilai spiritual. Menjadi remaja

menurut Furter (dalam Monks, 1994) berarti juga mengerti nilai-nilai, tidak hanya

(19)

taraf perkembangan intelektualnya diharapkan remaja sudah dapat

menginternalisasikan penilaian moral, menjadikannya sebagai nilai pribadi

sendiri, termasuk nilai dan ajaran agama. Nilai dan ajaran agama tersebut

kemudian diamalkan dalam kehiupan sehari-hari termasuk perilaku seksualnya.

Perilaku seksual yang sehat menurut Islam adalah perilaku seksual yang

dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan (bukan

perzinahan), dan dengan cara-cara yang halal yang bisa mendatangkan kasih

sayang dan kebahagiaan bagi keduanya. Allah SWT menciptakan seks sebagai

sarana melanjutkan generasi dan memperluas hubungan sosial. Dalam Islam,

menjaga kehormatan seks penting, sebab dari proses itu pelestarian keturunan dan

pembentukan masyarakat yang sehat dan kuat akan terealisir (Ikhsanuddin, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin dikaji dalam

penelitian ini adalah melihat apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama Islam.

1.B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara

religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama islam.

1.C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pada ilmu Psikologi

(20)

Psikologi yang berkaitan dengan hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual

pranikah pada remaja.

2. Manfaat praktis

a. Bagi remaja diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dalam

mengarahkan perilaku remaja khususnya perilaku seksual kearah yang

lebih konstruktif dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Remaja menjadikan agama sebagai

pedoman hidup dalam menentukan tindakan.

b. Bagi orang tua hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan masukan yang berarti terhadap pentingnya menanamkan nilai-nilai

agama sejak dini pada anak sehingga remaja dapat tumbuh dan

berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang

c. Bagi guru dan pihak sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi dan masukan yang berarti akan pentingnya

pendidikan seksual di sekolah agar remaja mendapat informasi yang benar

mengenai seksualitas. Selain itu juga sebagai masukan yang berarti akan

pentingnya pendidikan agama di sekolah untuk tetap dipertahankan atau

lebih ditingkatkan lagi.

I.D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi:

BAB I Pendahuluan : berisi uraian singkat mengenai latar belakang masalah,

(21)

BAB II Landasan Teori : berisi mengenai teori-teori yang mendasari masalah

objek penelitian.Hubungan antar variabel dan hipotesa.

BAB III Metode Penelitian : berisi mengenai identifikasi variabel, definisi

operasional, variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan

sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur,

prosedur penelitian dan metode analisa data.

BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data : berisi uraian mengenai gambaran subjek

penelitian, hasil penelitian dan deskripsi data penelitian.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan saran berisi: uraian mengenai kesimpulan

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Agama

II.A.I. Definisi Agama

Sebelum membahas religiusitas perlu adanya pembahasan mengenai

agama sebagai dasar dari perilaku religiusitas ini. Oxford Student dictionary

(dalam Azra, 2000) mendefenisikan bahwa agama adalah suatu kepercayaan akan

keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan

mengendalikan alam semesta. Dalam bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din,

kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan.

Nasution (1986) menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus

dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu

kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak

dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar

sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.

Michel Meyer (dalam Rousydiy, 1986) berpendapat bahwa agama ádalah

sekumpulan kepercayaan dan pengajaran-pengajaran yang mengarahkan kita

dalam tingkah laku kita terhadap Allah SWT, terhadap sesama manusia dan

terhadap diri kita sendiri. Menurut Uyun (1998) agama sangat mendorong

pemeluknya untuk berperilaku baik dan bertanggung jawab atas segala

perbuatannya serta giat berusaha untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

(23)

kewajiban-kewajiban untuk menghubungkan manusia dengan Tuhan yang

berguna dalam mengontrol dorongan yang membawa masalah dan untuk

memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.

II.A.2. Fungsi Agama

Menurut Jalaluddin (2004) agama memiliki beberapa fungsi dalam

kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:

a.Fungsi edukatif

Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal

ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan

terbiasa dengan yang baik.

b.Fungsi penyelamat

Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah

keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat.

c.Fungsi perdamaian

Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai

kedamaian batin melalui tuntunan agama.

d.Fungsi pengawasan sosial

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam

hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara individu maupun

kelompok.

e.fungsi pemupuk rasa solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki

(24)

membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan

kadang-kadng dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.

f.Fungsi transformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau

kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya,

kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk

kadangkala mampu merubah kesetiaannya kepada adapt atau norma kehidupan

yang dianut sebelumnya.

g.Fungsi kreatif

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja

produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan

orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola

hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan

penemuan baru.

h.Fungsi sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang

bersifat agama ukhrawi melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha

manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama bila dilakukan

atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi agama bagi

manusia yaitu fungsi edukatif, fungsi penyelamat, fungsi perdamaian, fungsi

pengawasan sosial, fungsi pemupuk solidaritas, fungsi transformatif, fungsi

(25)

II.A.3. Definisi Religiusitas

Istilah religiusitas merupakan terjemahan dari kata religiosity dalam

bahasa Inggris. Salim dan Salim (dalam Relawu, 2007) mengartikan religiusitas

sebagai keshalihan atau besarnya kepatuhan dan pengabdian terhadap agama.

Berdasarkan pada istilah agama dan religi muncul istilah religiusitas. Dalam

psikologi konsep ini sering disebut sebagai religiusitas. Religiusitas

(keberagamaan) diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Hal ini perlu

dibedakan dari agama, karena konotasi agama biasanya mengacu pada

kelembagaan yang bergerak dalam aspek-aspek yuridis, aturan dan hukuman

sedangkan religiusitas lebih pada aspek “lubuk hati” dan personalisasi dari

kelembagaan tersebut (Shadily, 1989)

Mangunwijaya (1982) juga membedakan istilah religi atau agama dengan

istilah religiusitas. Agama menunjuk aspek formal yang berkaitan dengaan

aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas mengacu pada aspek

religi yang dihayati oleh individu di dalam hati.

Pengertian religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan

oleh Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005) adalah seberapa jauh pengetahuan,

seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa

dalam penghayatan agama yang dianut seseorang.

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

religiusitas adalah statu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang

mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan

(26)

II.A.4.Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005), ada 5 dimensi religiusitas

(keagamaan) yaitu:

a.Dimensi keyakinan / ideologik

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius

berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran

doktrin tersebut. Misalnya keyakinan akan adanya malaikat, surga dan neraka.

b.Dimensi praktik agama / peribadatan

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal

keagamaan, kataatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan

komitmen terhadap agama yang dianutnya.

Praktik-praktik agama ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:

1. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan

praktik-praktik suci yang semua mengharapkan para pemeluk

melaksanakannya.

2. Ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas

publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan

persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan

khas pribadi.

c. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi

dan sensasi yang dialami seseorang atau didefenisikan oleh suatu kelompok

(27)

suatu esensi ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas

transedental.

d. Dimensi pengetahuan agama

Dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang-orang yang beragama

paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar

keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.

e. Dimensi Konsekuensi

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan

keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Dengan kata lain, sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi

perilakunya.

Perspektif islam tentang religiusitas dijelaskan dalam surat Al-Baqarah :

(208), yang artinya :

Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam islam secara

keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langlah syitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”(Albaqarah:208)

Islam menyuruh umatnya untuk beragama secara menyeluruh, tidak hanya

pada satu aspek saja melainkan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan.

Islam sebagai suatu system yang menyeluruh terdiri dari beberapa aspek atau

dimensi. Setiap muslim baik dalam berpikir, bersikap maupun bertindak harus

(28)

II.A.4.Dimensi-dimensi Religiusitas Islam

Suroso dan Ancok (2005) menyatakan bahwa rumusan Glock dan Stark

yang membagi keberagaman menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu

mempunyai kesesuaian dengan Islam. Keberagamaan dalam islam bukan hanya

diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas

lainnya. Sebagai suatu system islam mendorong pemeluknya untuk beragama

secara menyeluruh pula.

Menurut Suroso dan Ancok (2005) dimensi keyakinan dapat disejajarkan

dengan aqidah, dimensi praktik agama disejajarkan dengan syariah dan dimensi

pengamalan dengan akhlak, dimensi pengetahuan dengan ilmu dan dimensi

pengalaman dengan ihsan (penghayatan). Dimensi religiusitas islam dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan aqidah

Dimensi keyakinan atau akidah islam menunjuk pada seberapa tingkat

keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap

ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam keberislaman, isi

dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para malaikat Nabi dan

Rasul, Kitab-kitab Allah surga dan neraka, serta qadha dan qadar.

2. Dimensi praktik agama disejajarkan dengan syariah

Dimensi peribadatan (praktik agama) atau syariah menunjuk pada

seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual

(29)

peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca

al-qur’an, doa, zikir, ibadah kurban, iktikaf di masjid pada bulan puasa dan

sebagainya.

3. Dimensi pengamalan disejajarkan dengan akhlak

Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan

muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana

individu berelasi dengan dunianya terutama dengan manusia lainnya. Dalam

keberislaman, dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama,

berderma, menyejahterakan dan menumbuh kembangkan orang lain, menegakkan

keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup,

menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi tidak

meminum minuman yang memabukkan, mematuhi norma islam dalam perilaku

seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran islam dan sebagainya.

4. Dimensi pengetahuan disejajarkan dengan ilmu

Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat

pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama

mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya sebagaimana termuat dalam kitab

sucinya. Dalam keberislaman, dimensi ini menyangkut tentang pengetahuan isi

Al-qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun iman

(30)

5. Dimensi pengalaman disejajarkan dengan ihsan (penghayatan)

Dimensi pengalaman atau penghayatan menunjuk pada seberapa jauh

tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasan-perasaan dan

pengalaman-pengalaman religius. Dalam keberislaman, dimensi ini terwujud

dalam perasaan dekat dengan Allah SWT, perasaan doa-doanya sering terkabul,

perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakal (pasrah

diri secara positif) kepada Allah SWT, perasaan khusuk ketika melaksanakan

shalat dan doa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat

Al-qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah SWT, perasaan mendapat peringatan

atau pertolongan dari Allah SWT.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

dimensi-dimensi religiusitas dalam Islam yaitu dimensi-dimensi keyakinan atau akidah islam,

dimensi peribadatan (praktik agama) atau syariah, dimensi pengamalan atau

akhlak, dimensi pengetahuan atau ilmu dan dimensi pengalaman atau

penghayatan.

II.B. Perilaku seksual pranikah

II.B.1. Definisi Perilaku Seksual Pranikah

Sarwono (2005) berpendapat bahwa perilaku seksual pranikah adalah

segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua

orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Mu’tadin (2002) mengatakan

(31)

melalui proses pernikahan yang resmi menurut agama dan kepercayaan

masing-masing individu.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat

seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama.

II.B.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah

Sarwono (2005) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual pada remaja, yaitu:

1. Norma-norma agama yang dianut

Norma-norma agama yang dianut merupakan mekanisme kontrol sosial

yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual diluar

batas ketentuan agama, namun untuk remaja yang tidak dapat menahan diri

memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

2. Hubungan dalam keluarga khususnya hubungan orangtua dan anak

Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua

terhadap aktivitas anak, kurangnya kasih sayang orang tua, banyaknya konflik

dalam keluarga dan komunikasi yang tidak efektif dapat menjadi pemicu

(32)

3. Media dan teknologi elektronik

Pengaruh penyebaran informasi dan rangsangan melalui media dan

teknologi yang canggih (seperti: VCD, photo, majalah, televisi, dan internet) pun

sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Remaja yang

sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat

atau didengar dari media.

4. Adanya kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam

masyarakat.

Kecenderungan tersebut didasari semakin permisifnya nilai-nilai dalam

bergaul, sehingga kecenderungan remaja untuk melakukan hal-hal yang makin

melibatkan mereka dalam berhubungan fisik juga semakin meningkat.

5. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.

Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran

dalam bentuk tingkah laku tertentu.

6. Perbedaan jenis kelamin

Remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual yang lebih

agresif, terbuka, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan.

Hal ini sebagai wujud nilai gender yang dipercayainya sebagai lebih dominan.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang telah

diuraikan diatas maka fokus penelitian ini adalah norma-norma agama yang

(33)

menikah. Norma-norma agama yang berlaku, yang merupakan mekanisme kontrol

sosial yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual

diluar batas ketentuan agama, namun untuk remaja yang tidak dapat menahan diri

memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

III.B.3. Bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN (dalam Ringkasan Riset Studi

Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar di Indonesia,

2005), menunjukkan bahwa perilaku seksual yang banyak muncul engan pasangan

adalah sampai tahap berciuman baik kening, pipi, maupun bibir.

DeLamenter dan MacCorquodale (dalam santrock,2003), mengemukakan

ada beberapa bentuk perilaku seksual yang biasa muncul, yaitu:

a. Mencium/dicium kening

b. Mencium/dicium pipi

c. Necking, yaitu berciuman sampai ke daerah dada

d. Lip kissing, yaitu bentuk tingkah laku seksual yang terjadi dalam bentuk

ciuman bibir antara dua orang.

e. Deep kissing, yaitu berciuman bibir dengan menggunakan lidah.

(34)

g. Petting, Yaitu bentuk hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan

antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin

tidak bersentuhan secara langsung).

h. Oral sex, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan menggunakan

organ oral (mulut dan lidah) dengan alat kelamin pasangannya.

i. Sexual intercourse (coitus), yaitu hubungan kelamin yang dilakukan antara

laki-laki dan perempuan, dimana penis pria dimasukkan kedalam vagina

wanita hingga terjadi orgasme/ejakulasi.

II.C.Remaja

II.C.1. Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yaitu”adolescere”

yang berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks dkk, 1999). Piaget (dalam

Hurlock,1999) mengemukakan bahwa istilah adolescence mempunyai arti lebih

luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik. Santrock

(2003), mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif

dan sosial.

Batasan usia yang ditetapkan para ahli untuk masa remaja berbeda-beda.

Menurut Hurlock (1999), usia remaja dibagi dua bagian, yaitu awal masa remaja

(35)

bermula dari usia 17 tahun sampai 18 tahun. Monks (1999) menyatakan bahwa

batasan usia remaja antara 12 hingga 21 tahun, yang terbagi dalam tiga fase, yaitu

remaja awal (usia 12 hingga 15 tahun), remaja tengah (usia 15 hingga 18 tahun)

dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

adalah periode perkembangan dari kanak-kanak ke dewasa awal yang mencakup

perubahan fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara

usia 12 atau 13 tahun hingga 18 atau 21 tahun.

II.C.2. Tugas Perkembangan Pada Remaja Akhir

Menurut Havigurts (dalam Hurlock, 1999) setiap tahap perkembangan

memiliki tugas perkembangan masing-masing. Remaja mencapai hubungan baru

dan yang lebih matang dengan teman sebaya khususnya lawan jenis. Minat

terhadap seksualitas lebih nyata pada remaja akhir. Ketertarikan antar lawan jenis

ini kemudian berkembang kepola jalinan cinta yang kemudian dimunculkan dalam

bentuk pacaran. Semua itu memerlukan penyesuaian diri dan mampu

menempatkan peran seksualnya masing-masing.

Remaja juga diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab sesuai dengan system nilai yang dianut oleh masyarakat. Remaja harus

mampu untuk mengendalikan perilakunya sendiri. Piaget (dalam Hurluck,1999),

menekankan bahwa usia remaja harus sudah mampu mempertimbangkan semua

kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkan

(36)

Berdasarkan tugas-tugas perkembangan remaja diatas, dapat disimpulkan

pada masa remaja akhir orientasi tugas perkembangan lebih memfokuskan pada

menjalin hubungan baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis serta untuk

lebih bertanggungjawab dengan perilakunya dalam bersosialisasi dan dengan

system nilai yang dianut oleh masyarakat.

II.C.3. Perkembangan Seksualitas Pada Remaja Akhir

II.C.3.a. Perkembangan Seksual Primer dan Sekunder

Ketika seorang anak memasuki usia remaja, maka akan terlihat adanya

perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur

dan fungsi (Hurlock, 1999). Menurut Imran (2000), masa remaja diawali oleh

masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi

penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis

(kematangan organ-organ seksual). Perubahan ini ditandai dengan haid atau

menarche pada wanita dan mimpi basah atau Polutio pada laki-laki (Hurlock,

1999). Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari

karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder.

Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ

reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam

bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin, misalnya pada remaja putri ditandai

dengan pembesaran payudara, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami

(37)

sekunder ini tidak berhubungan langsung dengan fungsi reproduksi, tetapi

perannya dalam kehidupan seksual tidak kalah pentingnya karena berhubungan

dengan sex appeal (daya tarik seksual).

Penelitian-penelitian secara biologis dan fisiologis membuktikan bahwa

pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks seseorang telah sampai pada taraf kematangan

yaitu pada usia awal remaja akhir. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab

pertmbuhan atau perubahan kelenjar-kelenjar seks pada masa remaja akhir kurang

menarik perhatian para ahli. Biasanya fokus utama pada masa remaja akhir ini

lebih diarahkan pada perkembangan perilaku seksual dibandingkan dengan

pertmbuhan kelenjar-kelenjar seks itu sendiri ( Mappiare, 1982).

II.C.3.b. Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Kematangan seksual pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual

dan keingintahuan remaja tentang seksual. Perkembangan minat seksual ini

menyebabkan masa remaja disebut juga dengan “masa keaktifan seksual” yang

tinggi, yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi

bahan pembicaraan yang menarik dan penuh dengan rsa ingin tahu tentang

masalah seksual (Imran, 2000).

Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi

oleh berfungsinya hormon-hormon seksual ( testosteron untuk laki-laki dan

progesteron dan estrogen untuk wanita). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh

(38)

Mappiare (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan kelenjar seks seseorang

telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama

pada fase ini biasanya lebih diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan

pertumbuhan kelenjar seks itu sendiri.

Pada kehidupan sosial remaja, perkembangan organ seksual mempunyai

pengaruh dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Remaja dapat memperoleh

teman baru, dan mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya yang kemudian

dimunculkan dalam bentuk berpacaran. Santrock (2003) menyatakan bahwa minat

pada lawan jenis dan pacaran lebih nyata dalam masa remaja akhir. Pada akhir

remaja sebahagian besar remaja laki-laki dan perempuan sudah mempunyai cukup

informasi tentang seks guna memuaskan keingintahuan mereka (Hurlock 1999).

Rahman dan Hirmaningsih (dalam Mayasari, 2000) mengemukakan bahwa

adanya dorongan seksual dan rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan

mengadakan kontak fisik dengan pacar. Kedekatan fisik inilah yang akan

mengarah pada perilaku seksual dalam pacaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan pada

remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang

seksual. Pada masa-masa seperti inilah remaja mulai menunjukkan

perilaku-perilaku seksual dalam upaya memenuhi dorongan seksualnya. Perilaku seksual

merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis dan

memperoleh teman baru kemudian dimunculkan dalam bentuk pacaran. Aktivitas

seksual dianggap sebagai hal lazim dilakukan remaja yang berpacaran sebagai

(39)

II.D. Pergaulan Dalam Islam

Islam membatasi hubungan seksual hanya dengan pernikahan. Pembatasan

ini bukan hanya sekedar teori tetapi harus benar-banar dilaksanakan melalui

tindakan. Islam melarang pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, karena

juka kedua orang berbeda jenis kelamin bergaul secara bebas, tidak ada yang bisa

menghentikan hubungan seksual secara ilegal. Islam merupakan jaringan

perintah-perintah yang sempurna. Jika dua orang berbeda jenis kelamin bergaul secara

bebas, akibat yang tidak dapat dihindari adalah hubungan seksual yang tidak syah

dan lahirnya anak-anak haram ( Al khuli, 2001).

Allah menganugerahkan nafsu pada manusia, karena manusia tercipta dari

ruh kemuliaan dan lumpur, maka tarik menarik diantara kedua arah yang saling

berlawanan itu begitu kuat, sehingga diperlukan suatu upaya mengaktulisasikan

kesucian diri. Allah menyediakan rizki yang luas dan lawan jenis yang menarik,

Akan tetapi untuk menegakkan kedamaian di muka bumi, dibuatlah aturan yang

dikenal dengan syara’. Manusia sama sekali tidak dilarang untuk menikmati

kesenangan duniawi, rizki atau lawan jenis, asalkan dengan cara yang halal dan

baik (Al khuli, 2001).

II.E . Hubungan Religiusitas Dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Beragama Islam.

Masalah seksualitas merupakan masalah yang serius bagi remaja, karena masa

remaja merupakan masa dimana seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan

dan masalah, baik itu masalah perkembangan yang meliputi kematangan fisik

(40)

Tantangan dan masalah ini akan berdampak pada perilaku remaja, khususnya

perilaku seksualnya. Masalah ini menjadi bahan yang menarik untuk dibicarakan

dan didiskusikan, karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral,

etika, agama serta latar belakang sosial ekonomi. Hal ini tentunya menimbulkan

kekhawatiran berbagai pihak baik orang tua, pengajar, pendidik maupun orang

dewasa lainnya (Mu’tadin, 2002).

Rahman dan Hirmaningsih (dalam Mayasari, 2000) mengungkapkan

adanya dorongan seksual dan rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan

mengadakan kontak fisik dengan pacar. Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang

terjadi antara remaja yang sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik

atau kontak fisik antara remaja dengan teman dan keluarga. Kedekatan fisik inilah

yang akhirnya akan mengarah pada perilaku seksual dalam pacaran.

Aktivitas seksual seolah-olah sudah menjadi hal yang lazim dilakukan

oleh remaja yang berpacaran. Hurlock (1999) mengemukakan bahwa aktivitas

seksual merupakan salah satu bentuk ekspresi atau tingkah laku berpacaran dan

rasa cinta. Persoalannya, banyak remaja kurang memiliki informasi yang benar

mengenai pacaran yang sehat sehingga mudah tergelincir dan terlibat dalam

perilaku seksual yang tidak semestinya dilakukan remaja yang belum menikah.

Sarwono (2005) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah

segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua

orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Menurut Sarwono (2005)

salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yang dilakukan

(41)

kontrol sosial yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku

seksual di luar batas ketentuan agama.

Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan

dapat menjalankan fungsi seksualnya. Ketika organ-organ seksual mulai matang

maka dorongan seksual juga muncul pada remaja, dorongan seksual yang

meningkat secara alamiah itu tidak dapat begitu saja disalurkan (Sarwono, 2005).

Suler (dalam Rahmawati, 2002) juga menyatakan bahwa masa remaja disebut

sebagai periode “storm and Stress” ternyata dapat menimbulkan kesulitan dan

frustasi dalam periode kehidupan remaja dengan adanya tekanan dari sekolah,

keluarga, dan teman. Semua frustasi yang ditimbulkan itu, terutama frustasi agresi

dan hormon seksual sedang meningkat dapat dilepaskan melalui perilaku seksual

pranikah. Afrianti (dalam Rahmawati, 2002) menyatakan bahwa untuk itulah

remaja membutuhkan agama sebagai pengendali dirinya dalam mematangkan

kepribadian dan dapat mengontrol perilakunya.

Setiap manusia dewasa normal pasti memiliki nafsu seks yang harus

disalurkan secara halal dan sehat, maka Islam menganjurkan menikah bagi yang

sudah mampu, dan berpuasa bagi yang belum. Menikah adalah metode terbaik

bagi seorang muslim untuk menyalurkan dorongan seksnya. Segala bentuk

pemuasan syahwat tanpa melalui perkawinan yang sah dilarang dalam islam.

Penyaluran dorongan seks yang halal dapat memberikan kepuasan bagi dorongan

psikis lainnya seperti dorongan untuk memiliki kelompok baru melali kehidupan

keluarga dan merasakan menjadi orangtua khususnya pada ibu (Madan, 2004).

Nilai dan ajaran inilah yang menurut Fridani (dalam Rahmawati, 2002)

(42)

mengendalikan dirinya. Agama mutlak dibutuhkan untuk memberikan kepastian

norma, tuntunan untuk hidup secara sehat dan benar, dimana norma agama ini

merupakan kebutuhan psikologis yang akan memberikan keadaan mental yang

seimbang, mental yang sehat dan jiwa yang tenteram.

Islam bukan hanya agama, tetapi juga suatu landasan hidup, cara hidup

dengan seperangkat aturan moral, etika dan nilai-nilai spiritual. Dalam ajaran

Islam, setiap aspek kehidupan manusia, termasuk pergaulan antara laki-laki dan

perempuan yang bukan muhrim, harus didasarkan pada ajaran Al-qur’an dan

agama. Setiap muslim, baik dalam berpikir, bersikap maupun bertindak haruslah

didasarkan pada Islam. Agama Islam mengajarkan bahwa, orang-orang yang

melakukan perilaku seksual pranikah akan dikenakan sanksi dera (cambuk) atau

rajam. Rasulullah s.a.w lalu bersabda (dalam Kertas Kerja Konsep dan Objektif

Pendidikan Seks Menurut Perspektif al-Quran, 2006):

“….Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku akan memutuskan hukuman ke atas kamu berpandukan kitab Allah (al-Quran). Seratus ekor kambing dan hamba perempuan tadi harus dikembalikan dan anakmu mesti dihukum rotan sebanyak 100 kali cambukan serta diasingkan selama setahun. Sekarang pergilah kepada isteri orang ini, wahai Unais! Jika dia mengaku, maka jatuhkanlah hukuman rajam ke atasnya.” Maka Unais pun datang menemui wanita tersebut dan ternyata dia mengakui atas perbuatannya itu. Maka sesuai dengan perintah dari Rasulullah s.a.w maka wanita itupun dijatuhkan hukuman rajam. (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)

Bagi yang masih lajang akan dihukum cambuk, dan bagi yang sudah

berkeluarga akan dirajam sampai mati. Apabila pelaku seks bebas ini ketika di

dunia tidak dihukum karena aturan Islam yang tidak diterapkan, maka di

(43)

yang sangat pedih. Dalam sebagian jalan (riwayat) hadits Samurah bin Jundab

yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan yang menyerupai tungku api, bagian atas semoit dan bagian bawahnya luas. DI bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berzina.”

Sebenarnya dalam islam, sudah terdapat ajaran dalam Al-qur’an dan hadis

yang mengharamkan perilaku seksual pranikah secara jelas. Dapat dikatakan

apabila remaja dapat mengubah cara berfikir dan merasakan nilai-nilai agama

serta kemudian mengamalkannya dalam perilakunya sehari-hari terutama perilaku

seksualnya, diharapkan dapat mengurangi perilaku seksual pranikah.

Menjadi remaja menurut Furter (dalam Monks, 1994) berarti juga

mengerti nilai-nilai, tidak hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga

dapat menjalankanya. Sejalan dengan taraf perkembangan intelektualnya

diharapkan remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian moral,

menjadikannya sebagai nilai pribadi sendiri, termasuk nilai dan ajaran agama.

Nilai dan ajaran agama tersebut kemudian diamalkan dalam kehiupan sehari-hari

termasuk perilaku seksualnya. Perilaku seksual yang sehat menurut Islam adalah

perilaku seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam ikatan

pernikahan (bukan perzinahan), dan dengan cara-cara yang halal yang bisa

mendatangkan kasih sayang dan kebahagiaan bagi keduanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas memiliki

(44)

II. E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini adalah, “ terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja beragama islam”. Artinya, semakin tinggi

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif yang bersifat korelasional yaitu metode yang bertujuan untuk melihat

hubungan satu variable dengan variable yang lain ( Hadi, 2000). Dalam hal ini

peneliti ingin menegetahui sejauhmana hubungan antara religiusitas dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja beragama Islam.

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variable-variabel penelitian yang digunakan terdiri

dari:

a. Independent Variable (IV) : Religiusitas

b. Dependent Variable(DV) : Perilaku seksual pranikah

III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

III.B.1. Religiusitas

Religiusitas secara umum adalah suatu keadaan yang ada dalam diri

seseorang yang mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai

(46)

keyakinan dan penghayatan akan ajaran Islam yang akan mengarahkan seorang

muslim untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran Islam.

Religiusitas dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan alat

ukur yang menggunakan alat ukur yang disusun berdasarkan dimensi religiusitas

islam yang dikemukakan oleh Suroso & Ancok (2005) yaitu: dimensi keyakinan

atau akidah islam, dimensi peribadatan (praktik agama) atau syariah, dimensi

pengamalan atau akhlak, dimensi pengetahuan atau ilmu dan dimensi pengalaman

atau penghayatan.

Semakin tinggi skor skala religiusitas, maka semakin tinggi religiusitas

yang dimiliki seorang individu. Sebaliknya, semakin rendah skor skala

religiusitas, maka semakin rendah religiusitas individu.

III.B.2. Perilaku seksual Pranikah

Perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat

seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama.

Perilaku seksual pranikah dalam penelitian ini akan diungkap dengan

menggunakan alat ukur berupa skala yang dikembangkan sendiri oleh peneliti

dengan mengkombinasikan bentuk-bentuk perilaku seksual yang dikemukakan

oleh DeLamenter dan MacCorquodale (dalam Santrock, 2003), dan hasil

penelitian BKKBN (2005) adalah :

(47)

2. Mencium/dicium pipi

3. Lip kissing, yaitu bentuk tingkah laku seksual yang sering terjadi dalam bentuk

ciuman bibir antara dua orang.

4.Necking, yaitu berciuman sampaia ke daerah dada

5. Deep kissing, yaitu berciuman bibir dengan menggunakan lidah.

6. Meraba payudara.

7.Petting, Yaitu bentuk hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara

dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak

bersentuhan secara langsung).

8. Oral sex, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan menggunakan organ

oral (mulut dan lidah) dengan alat kelamin pasangannya.

9. Sexual intercourse (coitus), yaitu hubungan kelamin yang dilakukan antara

laki-laki dan perempuan, dimana penis pria dimasukkan kedalam vagina

wanita hingga terjadi orgasme/ejakulasi.

Skor total pada skala perilaku seksual pranikah merupakan petunjuk tinggi

dan rendahnya intensitas perilaku seksual pranikah pada remaja. Semakin tinggi

skor skala perilaku seksual pranikah, maka perilaku seksual pranikah yang

dilakukan remaja semakin tinggi intensitasnya. Sebaliknya, semakin rendah skor

(48)

III.C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksudkan untuk diselidiki.

Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit

memiliki sifat yang sama ( Hadi, 2000). Dari populasi yang ditentukan akan

diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian.

Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja akhir menurut Hurlock (1999) yang berusia 17-18 tahun. Hal ini

didasarkan pada usia tersebut minat remaja akan seksual lebih nyata

daripada usia remaja awal. Mappiare (1982) menyatakan bahwa

pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah sampai pada taraf matang saat

akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase ini biasanya lebih

diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan pertumbuhan kelenjar seks

itu sendiri.

1. Sedang berpacaran. Hal ini didasarkan bahwa aktivitas seksual merupakan

salah satu bentuk ekspresi atau tingkah laku berpacaran dan rasa cinta

(Hurlock, 1999).

III.C.1. Metode Pengambilan Sampel

Menurut Hadi (2000), sampel adalah bagian dari populasi. Sampel juga

harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama agar dapat dilakukan generalisasi.

Hadi (2000) juga mengemukakan bahwa metode pengambilan sampel adalah cara

(49)

dalam jumlah yang sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi.

Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik cluster sampling. Teknik sampel ini melakukan randomisasi terhadap

sampel untuk populasi yang berkelompok, dimana setiap kelompok terdiri atas

beberapa unit kecil. Jumlah unit dari masing-masing kelompok bisa sama maupun

berbeda (Kerlinger, 2002). Teknik ini cocok untuk suatu penelitian yang tidak

memungkinkan melakukan random secara keseluruhan populasi.

III.C.2. Jumlah Subjek Penelitian

Jumlah total yang menjadi sampel penelitian adalah 160 orang. Mengenai

jumlah sampel, tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian.

Menurut Azwar (2000), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel

yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Hal senada juga dinyatakan oleh (

Bailey dalam Soehartono (2004) bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan

analisis data dengan statistik besar sampel yang paling kecil adalah 30 walaupun

ia juga mengaki bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa sampel sebesar

100 merupakan jumlah yang minimum. Jumlah sampel yang diberikan skala

penelitian sebanyak 185 orang namun setelah dilakkan penyaringan subjek yang

memenuhi karakteristik populasi dan menjawab semua pernyataan sebanyak 160

(50)

III.D. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan

data dengan skala atau disebut dengan Metode Skala. Skala yaitu suatu metode

pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab

oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala merupakan kumpulan

pernyataan-pernyatan mengenai suatu objek. Skala merupakan suatu bentuk pengukuran

terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk

respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi (Azwar, 2000).

Hadi (2000) manyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian

berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan

dapat dipercaya.

3. Interpratasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan

kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.

Skala yang digunakan terdiri dari skala religiusitas dan skala perilaku seksual

pranikah.

III.D.1. Skala Religiusitas

Skala ini disusun berdasarkan lima dimensi religiusitas Islam yang

dikemukakan oleh Suroso & Ancok (2005), yaitu : dimensi keyakinan atau akidah

(51)

atau akhlak dimensi pengetahuan atau Ilmu, dan dimensi pengalaman ata

penghayatan.

Skala religiusitas terdiri dari 3 (dua) bagian. Skala religiusitas bagian I

diisi oleh dimensi keyakinan atau akidah Islam, dimensi pengamalan atau akhlak,

dan dimensi pengalaman atau penghayatan. Skala ini disebut sebagai skala

religiusitas bagian I. Skala religiusitas bagian I terdiri dari sekumpulan pernyataan

yang bersifat unfavorable dan favorable yang bergerak dari nilai 1 sampai dengan

4 dan disajikan dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu :

Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Skala religiusitas bagian I ini berjumlah 64 aitem. Pemberian skor untuk skala ini

dapat dilihat pada tabel 1. sedangkan Blue print skala religiusitas bagian I dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Bobot nilai pernyataan skala religiusitas

Bobot nilai STS TS S SS

Favorable 1 2 3 4

Unfavorable 4 3 2 1

Tabel 2

Blue print skala religiusitas I sebelum Ujicoba No Dimensi Religiusitas Item

favorable

Item unfavorable

Total

1. Dimensi keyakinan

(Akidah Islam)

5, 10, 14, 18, 33, 35 43, 45 2, 4, 19, 23,

37, 39, 41

Gambar

Tabel 1 Bobot nilai pernyataan skala religiusitas
Tabel 3
Tabel 4 Blue print skala Religiusitas III sebelum Ujicoba
Tabel 5  Blue print skala Religiusitas III sebelum Ujicoba
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk variabel nilai pribadi diperoleh nilai t hitung sebesar 2,197> t tabel sebesar 1,663 dengan nilai signifikan 0,031< = 0,05, berarti H a diterima dan H 0 ditolak

Capaian IPM Kabu- paten Sumedang tahun 2012 sebesar 72,95, shortfall sebesar 1,02 dan masuk kategori menengah atas.. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah

c) tersedia pendamping yang berasal dari unsur pengawas, dewan pendidikan dan organisasi mitra yang dapat menginisiasi, mendorong, membina dan menjamin terselenggaranya

Atribut produk berpengaruh signifikan terhadap proses keputusan pembeian pada pengguna Yamaha N- Max di Yamaha Flagship Shop Bandung dengan kontribusi yang diberikan sebesar

Surat pernyataan salah satu dan/atau semua pengurus badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam.dn tidak ada pengalaman

gagal apabila peserta yang lulus kualifiksi pada proses prakualifikasi kurang dari 5 (lima) untuk seleksi umum atau kurang dari 3 (tiga) untuk seleksi sederhana” Berdasarkan

Hasil analisis data menunjukkan variabel kebudayaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian helm merk INK, pengaruh variabel faktor sosial mempunyai pengaruh