KAJIAN DEKSTRINISASI PAT1 GARUT DAN
GELATINISASI TEPUNG TERTGU UNTUK
PENGEMBANGAN MAKANAN PENDAMPING
A I R SUSU I B U DAN MAKANAN SAPIHAN
Oleh
:
RIA SUSANTY
,PROGRAM PASCASAWANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRRK
RIA SUSANTY. Kajian ~ekstrinisasi Patj Garut dan Gelatinisasi Tepung Terigu untuk Pengernbangan Makanan Pendarnping Air Susu lbu dan Makanan Sapihan. Dibimbing oleh SOEWARNO T. SOEKARTO dan MADE ASTAWAN.
Di Indonesia dewasa ini rnakanan tarnbahan bagi bayi dan anak batita sernakin banyak dikonsurnsi. Dekstrin, laktosa, dan sukrosa merupakan beberapa bahan sumber energi yang digunakan dalam pernbuatan makanan tambahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah rnenghasilkan suatu forrnulasi makanan pendamping AS1 bagi bayi dan rnakanan sapihan bagi anak batita dengan surnber karbohidrat utarna berupa tepung terigu tergelatinisasi dan dekstrin dari pati garut.
Proses gelatinisasi dilaksanakan pada suhu gelatinisasi tepung terigu 78 ' C
selama 20 menit dengan rasio tepung terigu : air adalah 1:4. Selanjutnya hasil gelatinisasi ini dikeringkan dengan drum dryer pada tekanan 4 bar, suhu pengeringan berkisar 100 OC, dan kecepatan putar drum 6 rprn. Terigu tergelatinisasi yang dihasilkan memiliki sifat rnudah larut dan kekambaan
minimal.
Dekstrin dari pati garut dibuat rnelalui proses dekstrinisasi kering dengan katalis asarn klorida sebesar 0.2% terhadap berat kering pati pada suhu 110 OC
dengan lama proses dekstrinisasi adalah 35 menit. Dekstrin garut telah mernenuhi syarat rnutu untuk digunakan dalam industri pangan dan bersifat lebih baik dari dekstrin kornersial.
Makanan pendarnping AS1 yang dihasilkan rnemiliki nilai rasio protein energi sebesar 13.6-15.5%, AKG protein 43-50%, dan AKG energi 23-28% yang lebih tinggi dari bubur susu Nestle. Dekstrin garut dapat rnensubstitusi terigu tergelatinisasi hingga 20% dengan sifat dan mutu sebaik dengan terigu 100%. MP-AS1 yang dihasilkan rnerniliki sifat-sifat kekarnbaan minimal, kapasitas pengikatan air kecil, dan rnemiliki urnur simpan relatif lama serta daya cerna protein sebesar 87-88%.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul
KAJIAN DEKSTRlNlSASl PATI GARUT DAN GELATlNlSASl TEPUNG TERIGU UNTUK PENGEMBANGAN MAKANAN
PENDAMPING AIR SUSU IBU DAN MAKANAN SAPIHAN
adalah benar rnerupakan hasil karya saya sendiri dan belurn pernah dipublikasikan. Semua surnber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2002
KAJIAN DEKSTRINISASI PATI GARUT DAN
GELATINISASI TEPUNG TERIGU UNTUK
PENGEMBANGAN MAPCANAN PENDAMPING A I R
SUSU I B U DAN MAMANAN SAPIHAN
RIA SUSANTY
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan
PROGRAM PASCASARIANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Dekstrinisasi Pati Garut dan Gelatinisasi Tepung ~ e r i g u untuk Pengembangan Makanan Pendamping Air Susu lbu dan Makanan Sapihan
Nama : Ria Susanty
NRP : 99237
Program Studi : llmu Pangan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. ~dewarno T. Soekarto, MSc. Pr0f.Dr.k. Made Astawan, MS.
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi llmu Pangan ram Pascasarjana
Prof. Dr.lr. B. Sri Laksmi Jenie. MS.
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 17 Februari 1975 dari pasangan ayah Alie Sardjono dan ibu Lia Irawati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 1993 dari SMAK Santa Maria Malang dan pada tahun yang sama diterima di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Gelar sarjana Teknik Kimia berhasil diperoleh penulis pada tahun 1997. Pada tahun 1998 penulis bekerja di PT. Saranagriya Lestari Keramik Cibitung.
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala karunia dan kasihNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis yakin tesis ini tidak akan terselesaikan dengan lancar tanpa kehendak dan rencanaNya yang begitu besar.
Penelitian dengan judul 'Kajian Dekstrinisasi Pati Garut dan Gelatinisasi Tepung Terigu untuk Pengernbangan MP-AS1 dan Makanan Sapihan' ini dilakukan selarna kurang lebih satu tahun sejak bulan Januari 2001. Penelitian ini rnerupakan salah satu pemenang Bogasari Nugraha 2000.
Penulis menyadari bahwa tanpa dorongan dari berbagai pihak rnaka tesis ini tidak akan terselesaikan dengan baik, oleh karena itu pertarna-tarna penulis ingin rnengucapkan terirna kasih kepada Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto, MSc. dan Prof. Dr.lr. Made Astawan, MS., atas birnbingan, arahan dan dorongan yang tak ada putus-putusnya. Juga kepada Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksrni Jenie, MS.. selaku ketua program studi llrnu Pangan, dan PT. ISM Bogasari Fluor Mills Jakarta atas kesernpatan dan bantuan dana penelitian yang telah diberikan.
Kepada teman-ternan LPN angkatan '98 dan '99 : Nenni, Yani, Meri, Rita, Mbak Zita, Bea, Bu Raffi, Bu Elisa, Icha. Pak Mur, Mbak Dian, Mbak Rahrna, Mbak Epril, Mbak Netty, Kak Lince, Pak Halizar, Pak Beni, Pak Samsu, dan Pak Brarn atas dukungan selarna penelitian. Serta kepada Pak Rahmadi di LIP1 Bogor atas bantuan literaturnya.
Terirna kasih juga kepada Sr. Agnes atas dukungan doa yang begitu besar dan untuk para sahabatku : Sierli, Dewi, Jusak, Irwan, Sri, Edo yang selalu rnemberi sernangat dan perhatian kepada penulis. Ucapan terima kasih yang tiada habisnya untuk keluarga tercinta : Papa, Mama, kakak Judi, Yani, dan Eko, serta Geary atas kepercayaan, semangat, dukungan, dan doa yang tulus.
Sernoga karya penelitian ini dapat berguna bagi orang lain.
Bogor, Februari 2002
DAFTAR
IS1
haiarnan...
DAFTAR IS1...
DAFTAR TABELDAFTAR GAMBAR
...
DAFTAR LAMPIRAN
...
BAB I PENDAHULUAN
...
A.
LATAR BELAKANGB
.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN...
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA
A
.
GANDUM...
1
.
Biji Gandum...
2
.
Tepung Terigu...
3
.
Protein Tepung Terigu...
.
.
...
B.
TANAMAN GARUT...
1
.
Tanarnan Garut...
...
2.
Umbi Garut...
.
3 Manfaat Umbi, Tepung, dan Pati Garut
C
.
DEKSTRIN...
1.
Pengertian dan Kiasifikasi Dekstrin...
2
.
Maltodekstrin...
..
...
3.
Pirodekstrin...
4.
Siklodekstrin...
D.
PEMBUATAN DEKSTRIN...
1
.
Prinsip Pernbuatan Dekstrin...
. . .2
.
Konvers~ Klm~a...
..
...
...
3.
Karakteristik Dekstrin...
E.
GELATINISASI1
....
Mekanisme Gelatinisasi...
2 .... Suhu Gelatinisasi
...
3 .... Metode Pengarnatan Gelatinisasi
...
i iv viF
.
MAKANAN BAY1 DAN ANAK BATITA...
1.
Energi...
...
2
.
Protein...
3.
Karbohidrat...
4
.
Lernak...
.
...
5 Mineral.
...
6 Vitamin7
.
Karakteristik Fisik Makanan Tarnbahan...
G.
BISKUIT...
...
1
.
KIasifikasi Biskuit2
.
Bahan-bahan Pembuat Biskuit...
...
3
.
Proses Pernbuatan Biskuit...
4.
Biskuit untuk Bayi dan Anak BatitaBab I11 METODE PENELmAN
A
.
LOKASI PENELITIAN...
B.
BAHAN DAN ALAT...
...
.
1 Bahan
2
.
Alat...
C
.
METODE PENELITIAN...
1.
Gelatinisasi Tepung Terigu...
2.
Dekstrinisasi Pati Garut...
.;...
3
.
Forrnulasi MP-AS1...
.
.
.
.
...
...
4.
Forrnulasi Makanan SapihanD
.
Metode Analisa...
BAB I V HASIL DAN PEMBAHASAN
...
A.
GELATINISASI TEPUNG TERIGU1
.
Proses Gelatinisasi...
2
.
Kornposisi Kirnia Tepung Terigu danTerigu Tergelatinisasi
...
.
...
3 Sifat Birefringence Terigu Tergelatinisasi
...
B.
DEKSTRINISASI PATI GARUT...
.
1 Pencampuran Pati Garut dengan Asam ;<lorida
3
.
Perubahan Sifat Birefringence Granula Pati GarutSelaina Proses Dekstrinisasi
...
4
.
Standarisasi Mutu Dekstrin...
C.
TEPUNG INSTAN MP-AS1...
1
.
Forrnulasi dan Kandungan Gizi MP-AS1...
2
.
Densitas Karnba MP-AS1...
...
3.
Kapasitas Pengikatan Air MP-AS1...
.
4 Aktivitas Air MP-AS1
...
.
D BUBUR MP-AS1
1
.
Hasil Pengujian Sifat Indrawi...
2
.
Daya Cerna Protein in vitro...
...
E.
MAKANAN SAPIHAN...
1
.
Forrnulasi dan Kandungan Gizi...
.
2 Rendernen
...
.
3 Densitas Kamba
4
.
Kekerasan...
...
.
5 Aktivitas Air
...
.
6 Uji Sifat Indrawi
...
7.
Daya Cerna Protein in vitro8
.
Daya Cerna Pati in vitro...
..
...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
...
A.
KESIMPULAN...
B
.
SARAN...
DAFTAR TABEL
[image:159.599.98.480.105.765.2]halaman
Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu
...
Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut
...
Tabel 3 Data impor dekstrin...
Tabel 4 Klasifikasi pirodekstrin
...
Tabel 5 Suhu gelatinisasi berbagai jenis pati...
Tabel 6 Standar makanan tambahan untuk bayi dan anak-anak
...
Tabel 7 Kebutuhan energi dan protein harian
...
Tabel 8 Kebutuhan mineral harian...
Tabel 9 Kebutuhan vitamin harian
...
Tabel 10 Syarat mutu biskuit...
Tabel 11 Klasifikasi biskuit...
Tabel 12 Sifat-sifat fisik biskuit bayi dan anak batita
...
Tabel 13 Formulasi MP-AS1...
Tabel 14 Formulasi Makanan sapihan
...
Tabel 15 Densitas kamba dan kelarutan dalam air...
terigu tergelatinisasiTabel 16 Komposisi kimia tepung terigu dan
...
terigu tergelatinisasiTabel 17 Hasil pengamatan pencampuran pati garut
...
dengan larutan HCITabel 18 Hasil uji dengan larutan Lugol selama
...
dekstrinisasi pati garutTabel 19 Komposisi kimia pati garut dan dekstrin
...
...
Tabel 20 Standarisasi mutu dekstrin dari pati garutTabel 21 Kandungan gizi formula MP-AS1
...
...
Tabel 22 Jumlah MP-AS1 untuk berbagai tingk?! pemenuhan
Kebutuhan protein harian
...
Tabel 23 Nilai densitas kamba dan kapasitaspengikatan air MP-AS1
...
Tabel 24 Penambahan air MP-AS1 menjadi bentuk bubur...
...
Tabel 26 Spesifikasi formula MP-AS1 terpilih
...
Tabel 27 Daya cerna protein produk MP-AS1...
Tabel 28 Kandungan gizi rnakanan sapihan...
Tabel 29 Frekuensi pemberian makanan sapihan untuk...
berbagai tingkat pernenuhan protein harian...
Tabel 30 Hasil pengujian sifat fisik rnakanan sapihan...
Tabel 3 1 Hasil uji indrawi makanan sapihan...
Tabel 32 Spesifikasi formula makanan sapihan terpilihDAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1 Diagram biji gandum
...
Gambar 2 Reaksi kimia proses hidrolisis pati...
Gambar 3 Mekanisme gelatinisasi pati...
Gambar 4 Proses gelatinisasi tepung terigu...
Gambar 5 Proses dekstrinisasi pati garut secara kering
...
Gambar 6 Prosedur pembuatan makanan sapihanberbentuk biskuit
...
...
Gambar 7 Amilografi tepung terigu
Gambar 8 Sifat birefrngenceterigu tergelatinisasi
...
Gambar 9 Sifat birefrngenceselama proses dekstrinisasi...
Gambar 10 Densitas kamba pati garut dan dekstrin
...
...
Gambar 11 Sifat birefrngence produk MP-AS1Gambar 12 Formula MP-AS1 terpilih
...
..
...
Gambar 13 Nilai daya cerna produk MP-AS1 in vitro...
...
Gambar 14 Densitas kamba biskuit...
Gambar 15 Sifat birefringence produk makanan sapihanDAFTAR LAMPIRAN
halaman Lampiran 1
.
Analisis sidik ragarn densitas kambaterigu tergelatinisasi
...
Larnpiran 2.
Analisis sidik ragam kelarutan dalam airterigu tergelatinisasi
...
Larnpiran 3
.
Analisis sidik ragam densitas kamba MP-AS1...
Larnpiran 4.
Analisis sidik ragam kapasitas pengikatanair MP-AS1
...
Larnpiran 5.
Analisis sidik ragam kemudahan ditelan MP-AS1...
Lampiran 6
.
Analisis sidik ragam sifat kehalusan dalamrnulut MP-AS1
...
Lampiran 7
.
Analisis sidik ragarn densitas kamba biskuit...
Lampiran 8
.
Analisis sidik ragarn kekerasan biskuit...
Lampiran 9.
Analisis sidik ragarn aw biskuit...
Lampiran 10.Analisis sidik ragam sifat kehalusan dalam
...
rnulut biskuit...
.
.
.
.
Lampiran 11.Analisis sidik ragam sifat kerenyahan
...
dalarn rnulut biskuitLampiran 12.Analisis sidik ragam sifat kemudahan
ditelan biskuit
...
Lampiran 13.Analisis sidik ragam sifat kemudahan
...
melarut biskuitLampiran 14.Contoh perhitungan MP-AS1 untuk
...
pemenuhan protein harianLarnpiran 15.Contoh perhitungan makanan sapihan
...
untuk pernenuhan protein harianBAB
I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konsurnsi tepung terigu di Indonesia terbilang cukup tinggi sejalan
dengan adanya perkernbangan industri pengolahan gandurn. Narnun
hingga saat ini tepung terigu tersebut rnasih harus diirnpor dari negara-
negara lain yang rnerupakan penghasil gandurn. Dengan nilai irnpor yang
tinggi ini tentunya akan menguras devisa negara di rnana Indonesia sendiri
setiap tahun selalu rnengirnpor tepung terigu tidak kurang dari tiga juta
ton. Sebagai sarnpei yaitu tepung terigu yang diirnpor pada tahun 1998
adalah sebesar 3.15 juta ton yang setara dengan 4.25 juta ton gandum dan kebutuhan tepung terigu Indonesia diperkirakan akan selalu rneningkat
dari tahun ke tahun.
Saiah satu usaha untuk rnenekan irnpor gandurn yang saat ini sedang
digalakkan oleh pernerintah Indonesia adalah dengan rnencari surnber
pangan lain sebagai pensubstitusi terigu. Tanaman garut rnerupakan jenis
tanarnan pangan yang rnerniliki potensi sebagai bahan pangan untuk
rnensubstitusi terigu. Hal ini telah dibuktikan dari berbagai penelitian yang
telah dilakukan dan dari pernanfaatan tepung garut sebagai bahan pangan
yang telah lama dikenal oleh rnasyarakat Indonesia, yaitu dalam
pernbuatan jenang (dodol), cendol, ernping, roti, mi, dan berbagai jenis
rnakanan tradisional lainnya. Selain itu pati garut juga rnerniliki potensi
sebagai bahan baku dalarn pernbuatan rnakanan bayi dan orang sakit.
didasarkan pada sifat pati garut yang rnudah dicerna dan rnudah larut
(Villarnajor dan Jukerna, 1996; Pudjiono, 1998).
Salah satu titik berat pernbangunan jangka panjang tahap kedua
(PIP-11) adalah peningkatan kualitas surnber daya rnanusia (SDM). Faktor-
faktor yang rnenentukan kualitas SDM adalah kekuatan pangan dan
kecukupan gizi. Dengan rnasukan gizi yang seirnbang rnaka pencapaian
yang optimal dalarn kualitas fisik, mental, dan intelektual akan cepat
terpenuhi. Hal yang rnenjadi perhatian besar dalarn usaha peningkatan
kualitas SDM dewasa ini adalah usaha rnernpersiapkan generasi rnuda
rnelalui pernbinaan gizi sejak dini. Pernbinaan gizi pada bayi dan anak
batita (bawah tiga tahun) dapat terpenuhi dengan penyediaan rnakanan
tambahan dengan kandungan gizi yang sesuai dengan perturnbuhan dan
perkernbangan tubuhnya.
Definisi rnakanan tarnbahan adalah rnakanan selain air susu ibu
ataupun susu botol sebagai penarnbah nutrisi dari air susu ibu. Makanan
tarnbahan ini sering disebut sebagai rnakanan pendarnping AS1 (MP-ASI)
(Anonirn, 1993; Wulan et al., 1996). Oleh karena rnulai usia 4 sarnpai 6 bulan AS1 sudah tidak dapat lagi rnernenuhi sernua kebutuhan nutrisi bayi,
rnaka bayi rnernerlukan rnakanan tarnbahan.
Salah satu bentuk rnakanan bayi tarnbahan dan rnakanan anak batita
adalah rnakanan semi padat yang dapat berupa bubur yang rnudah
dicerna. Makanan tarnbahan tersebut dibuat dari tepung dan bahan lain
seperti gula dan susu, sehingga sering disebut bubur susu. Bubur susu
yang sekarang banyak diternui di pasaran adalah jenis pre-cooked Bentuk
pre-cooked ini rnerniliki keuntungan yaitu bubur tidak perlu dirnasak lagi
tetapi cukup ditarnbah air secukupnya sehingga dapat langsung
dihidangkan.
Bahan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat dalarn bubur susu
adalah karbohidrat yang rnudah dicerna seperti dekstrin, rnaltosa, laktosa,
dan sukrosa. Keuntungan digunakan jenis karbohidrat ini adalah selain
rnudah dicerna juga merupakan surnber energi bagi bayi (Pudjiadi, 1983). Sedangkan sebagai surnber lemak digunakan jenis rninyak nabati seperti
rninyak jagung, minyak kacang kedelai, dan minyak kacang tanah yang
rnengandung asarn lemak tak jenuh.
Dalarn penelitian ini akan dibuat suatu formula makanan tambahan
untuk bayi dan anak batita dengan sumber karbohidrat berupa tepung
terigu tergelatinisasi dan dekstrin dari pati garut.
8. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan proses gelatinisasi
tepung terigu, dekstrinisasi pati garut, serta mernformulasikan rnakanan
pendarnping air susu ibu (MP-ASI) dan makanan sapihan dengan bahan
baku utama dekstrin garut dan tepung tergelatinisasi. Bentuk makanan MP-
AS1 yang diharapkan adalah tepung instan (untuk bayi usia 6-12 bulan)
dan berbentuk biskuit untuk rnakanan sapihan (untuk usia 1-3 tahun)
dengan sifat tidak karnba, mudah dicerna, dan merniliki mutu gizi dan
energi yang sesuai bagi bayi dan anak batita. Manfaat penelitian ini adalah
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA
A. GANDUM
Dibandingkan dengan bahan-bahan pangan lain, gandurn adalah
tanaman bahan pangan yang sangat penting bagi dunia, karena tanaman
ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalarn pernbuatan
berbagai produk rnakanan. Menurut data produksi serealia di dunia yang
dikutip oleh Hawthorn (1981), gandurn menempati urutan tertinggi sebesar
33% diikuti oleh jagung (26%), padi (14%), dan barley (13%).
1.
BijiGandurn
Menurut Inglett (1974), tanarnan gandurn yang termasuk dalam
farnili Grarnineae dan genus Triticum dapat dibedakan rnenjadi 14 spesies.
Spesies yang sekarang umum dikenal adalah tanarnan gandum yang
rnemiliki narna botani Triticum aestilum. Varietas, tanah, dan iklim
rnerupakan beberapa faktor yang mernpengaruhi kornposisi kirnia gandum
dan tepung terigu (Hawthorn, 1981).
Biji gandum secara umurn terdiri dari endosperrn, lapisan aleurone,
bran, dan ernbrio. Pati yang terkandung dalarn endosperrn rnerupakan
bagian terbesar dari berat total biji gandurn. Meskipun proporsi relatif
komponen-kornponen biji gandurn berbeda antar varietas, narnun
aleurone dan bran sebesar 15% dan sisanya adalah embrio. Skema biji
gandum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram biji gandum.
(Sumber : Ensminger et al. (1995)
2. Tepung Terigu
Pemanfaatan gandurn sebagai bahan pangan adalah dalam bentuk
olahannya yaitu tepung terigu. Tepung terigu telah digunakan sebagai
bahan utama dalarn pernbuatan roti, biskuit, mufins, makaroni, spaghetti,
waffles, ice-cream cones, makanan siap saji untuk sarapan (ready-to-eat
breakfast foods), dan makanan bayi (Inglett, 1974).
Tepung terigu dalam pembuatan roti dapat dibedakan atas
kandungan proteinnya (terutama glutenin) menjadi tepung terigu tipe
keras (hard wheat) atau kuat dan tipe lunak (soft wheat) atau lemah
(Muchtadi dan Satiawiharja, 1990). Tepung keras mengandung glutenin
dengan persentase tinggi sehingga akan menghasilkan pengembangan roti
yang baik karena sifat rnenahan gas yang tinggi. Tepung jenis ini
memerlukan lebih banyak air dan memiliki sifat-sifat yang lebih rnudah
ditangani. Jenis tepung lunak merniliki persentase gluten yang tidak elastis
dan tidak baik rnenahan gas. Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi
yang lebih kecil dalam pencampuran dan pengocokan adonan dibandingkan
dengan jenis tepung keras.
3. Protein Tepung Terigu
Selain sebagai sumber energi (karena kandungan karbohidrat),
gandum juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu berkisar
7
-
22%, di rnana 70-
72% terkandung dalarn endosperm (Shellenberger, 1971). Menurut beberapa penelitian kandungan protein gandurn lebihtinggi dibandingkan dengan kandungan protein serealia lainnya.
Sekitar 85% protein endosperrn terdiri dari fraksi gliadin dan
glutenin. Hal ini dikemukakan lebih jauh oleh Muchtadi dan Satiawiharja
(1990) di mana protein gandum dapat difraksinasi menurut kelarutannya
yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalarn 10% NaCI, tidak larut
dalam air), gliadin (larut dalam 70
-
90% alkohol), dan glutenin (tidak larutdalarn air dan alkohol, larut dalarn asarn dan alkali).
Secara urnurn jenis asarn amino pembatas pada bahan pangan
serealia adalah lisin. Hal ini juga terjadi pada gandum. Berdasarkan analisa
terhadap 12613 jenis common wheats, diketahui bahwa kandungan lisin
gandurn berkisar antara 6.3
-
22% dengan nilai rata-rata adalah 13%.Jenis asam amino yang banyak terdapat dalarn endosperm gandurn dan
tepung terigu adalah asam glutamat dan prolin sedangkan kandungan
glisin dan alaninnya lebih rendah dibandingkan dengan protein yang
B. TANAMAN GARUT ( Maranta arurtdirzacea )
Indonesia sebagai negarz agraris seharusnya rnernbangun suatu
sistern usaha agroindustri yang tidak tergantung pada bahan-bahan impor
seperti tepung terigu. Tanaman garut merupakan bahan pangan sumber
karbohidrat dan pati. Narnun sayangnya tanaman garut ini belum
dikembangkan secara potensial di Indonesia. Oleh karena itulah, rnaka
tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu
kornoditas pangan yang perlu dikernbangkan.
Pernerintah melalui Menteri Pangan dan Hortikultura pada tahun
1998/1999 telah rnencanangkan pengembangan budidaya tanarnan garut.
Areal tanarn dipersiapkan seluas 18.000 hektar pada tahap awal yang
Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu
( per 100 gram bahan )
Komponen Energi (kalori) Protein (g) Lernak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (rng) Fosfor (rng) Besi (mg) Vitamin B l (rng)
Air (g)
Bagian yang dapat dirnakan (Bdd %)
*Surnber : Rukmana (2000),
'
: Matz (1992)Tepung Garut* 355 0.7 0.2 85.2 8 22 1.5 0.09 12 100
Gandum
'
[image:169.595.116.497.344.622.2]tersebar di Banyurnas, Malang, dan Blitar (Backer dan Baakhnizen, 1968;
Rukrnana, 2000).
1. Tanarnan Garut
Daerah asal tanaman garut adalah St. Vincent, Arnerika Tengah.
Tanarnan garut rnernpunyai narna latin Maranta arundinacea yang
terrnasuk dalarn farnili Marantaceae. Secara urnurn tanarnan garut dikenal
dengan narna Arrowroot karena akar rirnpang yang dirnilikinya berbentuk
seperti busur panah. Di Indonesia sendiri, tanarnan garut rnerniliki narna
yang berbeda-beda untuk tiap daerah seperti arerut atau arirut (Melayu),
jelarut, larut, arus, irut, erut, atau angkrik (Jawa), dan hudasula (Ternate)
(Rukrnana, 2000).
Tanarnan garut rnernpunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan
turnbuh yang ternaungi, sehingga tanarnan garut sering ditanarn di
pekarangan dan kawasan hutan (ayroforestM. Tanarnan ini dapat
rnenghasilkan urnbi garut optimal pada ketinggian 600 rn
-
900 rn dpl,curah hujan minimum 1500
-
2000 rnrn per tahun dengan rnusirn kernarauselama 1-2 bulan, dan suhu udara 22
-
32 OC (Villarnayor dan Jukerna,1996; Rukrnana, 2000).
2.
Urnbi GarutUrnbi garut berbentuk spesifik yaitu rnelengkung seperti busur panah
dengan panjang 5
-
40 crn, diameter 2-
5 crn, berwarna putih sarnpai kernerahan, berdaging tebal, dan terbungkus oleh sisik-sisik yang salingturnpang tindih. Urnbi garut yang berasal dari St. Vincent ini rnerniliki dua
kultivar yaitu kultivar Creole dengan urnbi berwarna putih dan kultivar
Banana yang merniliki urnbi bewarna kemerahan. Kultivar Creole merniliki
:
rhizoma kurus panjang, menjalar luas dan menernbus tanah, sedangkan
kultivar Banana merniliki rhizoma yang berukuran pendek, gemuk, dan turnbuh rnenjalar di dekat perrnukaan tanah (Villamayor dan Jukema,
1996; Rukrnana, 2000). Potensi hasil urnbi garut adalah 7-47 ton per
hektar. Komposisi kimia umbi garut per 100 gram bahan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut
I
KornposisiI
Kultivar CreoleI
KuitivarI
VillarnayorI
Protein
Lemak
Serat
Air
Abu
*
Direktor Patiij
1
;:
69.1 70.0
Gizi dan Kesehatan R I (1990)
3.
Manfaat Umbi, Tepung, dan Pati GarutManfaat yang dapat diarnbil dari tanarnan garut adalah dalam bentuk Lingga et al.
( 1989 ) 21.7
umbi rnaupun dalam bentuk olahan urnbi yaitu tepung garut dan pati garut.
Banana
et al. ( 1989 )
19.4 DKBM-ingga
(1990)
-
Umbi garut telah dirnanfaatkan sebagai obat tradisional untuk dan Jukerna
(1996)
19.4
-
21.7mendinginkan perut, menawarkan bisa ular atau lebah, rnemperbanyak
ASI, obat disentri dan eksim, serta untuk rnenurunkan suhu badan orang
[image:171.595.132.497.291.526.2]Tepung garut rnerupakan salah satu bahan untuk rnensubstitusi
tepung terigu. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian yang telah
dilakukan. Pada pembuatan roti tawar, tepung garut dapat rnensubstitusi
sebesar 10-20% sedangkan pada pernbuatan mi kering dapat
rnensubstitusi tepung terigu hingga 20% (Widowati et al., 1999). Selain itu,
tepung garut yang dirnodifikasi (starches phosphate) ternyata juga dapat
digunakan sebagai bahan untuk rnensubstitusi terigu sebesar 30% dalarn
pernbuatan mi instan (Naryanto dan Kurnalaningsih, 1999). Sedangkan
rnenurut Rukmana (2000), bubur tepung garut sangat baik diberikan
kepada orang yang baru sernbuh dari sakit karena sifatnya yang lembut
dan mudah dicerna.
Pati yang dapat diperoleh dari urnbi garut rnernpunyai rendernen
sebesar 16-18% (Villarnayor dan Jukerna, 1996). Di daerah asalnya, pati
garut ini telah banyak diteliti sebagai bahan baku industri pangan, kertas,
farrnasi, dan kornestik (Erdrnan, 1986). Pernanfaatan pati garut dalam
bidang pangan antara lain adalah sebagai bahan pensubstitusi tepung
terigu sebesar 30°/o dalarn pernbuatan mi (Kornari et al., 2000) dan cookies
yang rnudah dicerna (Palomar et al., 1992), sebagai bahan baku glukosa
cair (Richana et al., 2000), dan sebagai bahan rnernbuat rnakanan bayi
yang rnudah dicerna dan rnudah larut (Villarnayor dan Jukerna, 1996).
C.
DEKSTRIN
Dekstrin rnerupakan.salah satu kornoditas yang banyak diperlukan
Indonesia yang rata-rata rnenunjukkan peningkatan dari tahun 1985
sarnpai tahun 1990 (Tabel 3).
Tabel 3 Data impor dekstrin
Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990
Surnber : Arrnelia (1990)
Jumlah ( kg )
5.750.737 12.607.864 12.582.654 7.978.566 16.862.696 16.458.881
1. Pengertian dan Klasifikasi Dekstrin
Definisi dekstrin rnenurut Stevenson dan Cora (1960) yang dikutip
oleh Harper et al. (1979) adalah dekstrin sebagai produk antara pada
hidrolisa pati dan sintesa alarni turnbuh-turnbuhan. Menurut Wurzburg
(1989), dekstrin adalah produk proses degradasi pati baik rnelalui proses
hidrolisa dengan katalis asarn, hidrolisa dengan enzirn (enzirnatis) rnaupun
rnelalui proses pirolisis bentuk granula pati. Sedangkan definisi SNI tahun
1992 rnengenai dekstrin adalah salah satu produk hidrolisa zat pati yang
berbentuk serbuk amorf berwarna putih hingga kekuning-kuningan.
Klasifikasi dekstrin berdasarkan cara pernbuatannya adalah secara kering
rnenggunakan asam dan secara basah rnenggunakan asam rnaupun enzirn.
Sedangkan berdasarkan sifat kirnianya dapat dibedakan rnenjadi
rnaltodekstrin, pirodekstrin, dan siklodekstrin.
Sebagai bentuk hidrolisa pati, dekstrin berbentuk bubuk dan rnerniliki
daya ikat yang lebih rendah dibandingkan dengan molekul pati asalnya.
Selain itu dekstrin juga merupakan zat koloidal dengan ukuran molekul
lebih kecil daripada pati asalnya, dapat bergerak lebih bebas, dan
merupakan senyawa campuran yang berbentuk amorf (Harper et al.,
1979).
Dalam proses hidrolisa dikenal tiga jenis dekstrin yaitu arnilodekstrin,
eritrodekstrin, dan akrodekstrin (Garard, 1976). Pada tahap awal akan
dihasilkan amilodekstrin yang memiliki sifat larut dalam air. Amilodekstrin
akan memberikan warna biru apabila direaksikan dengan larutan yodium.
Selanjutnya akan dihasilkan jenis dekstrin kedua yaitu eritrodekstrin yang
akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan larutan
yodium. Pada tahap akhir hidrolisa dihasilkan akrodekstrin yang tidak
memberikan warna bila bereaksi dengan larutan yodium. Jenis dekstrin
yang terakhir ini dikenal juga dengan nama maltodekstrin.
2. Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisa pati menjadi
polimer glukosa dengan 5-10 unit glukosa dan nilai DE kurang dari 20.
Berdasarkan nilai DE-nya, secara umum dikenal dua jenis rnaltodekstrin di
pasaran yaitu DE 10-14 dan DE 15-19 (Long, 1985; Reineccius, 1991).
Jenis pati yang digunakan sebagai bahan pembuatan maltodekstrin adalah
pati dengan kandungan arnilopektin tinggi, seperti pati jagung, dan pati
normal (regular starch).
Umumnya maltodekstrin digunakan dalam bentuk kering dengan
kandungan air berkisar 4% dan merupakan bahan yang mudah larut.
Beberapa sifat fungsional penting rnaltodekstrin adalah sifat higroskopis
yang rendah, tingkat kernanisan rendah, viskositas tinggi, dan rnudah
dicampurkan dengan flavor (Reineccius, 1991). Pemanfaatan rnaltodekstrin ,
dalam industri pangan antara lain rneningkatkan penerirnaan konsumen
terhadap produk pangan cair, sebagai bahan pernbantu dalam proses
pengeringan dengan pengering sernprot, dan rnaltodekstrin DE rendah
dapat digunakan sebagai bahan pengganti lemak (fat substitute) (Long,
1985; Kennedy et al., 1995).
3. Pirodekstrin
Narna dekstrin yang sering dijumpai adalah sebutan yang merujuk
pada pirodekstrin. Wurzburg (1989) rnenyatakan bahwa dekstrin yang
dihasilkan dengan proses pernanasan pati secara kering disebut dengan
pirodekstrin. Pirodekstrin sendiri dapat dibedakan rnenjadi British gum, dekstrin putih, dan dekstrin kuning atau canaty dextrin. Ketiga jenis
dekstrin ini berbeda dalam perlakuan pernanasan dan sifat-sifat produk
akhirnya. Perbedaan perlakuan dan sifat ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi Pirodekstrin
1
KatalisI
HCI1
HCII
HCI1
Karakteristik
Kondisi
I
Waktu pemanasan1
10-
241
6-
201
3-
71
British GumI I I I I
Sumber : Sattewaite dan Iwinski (1973) (jam) Warna Kelarutan (%) Dekstrin Kuning Dekstrin Putih Kekuningan- coklat tua 1-100 Kekuningan- kuning tua
95
-
100Pirodekstrin banyak digunakan baik dalarn industri pangan rnaupun
non pangan. Dalarn industri pangan antara lain untuk meningkatkan
kerenyahan, sebagai carrierdalarn pernbuatan rninurnan instan, dan untuk
rnencegah rnigrasi rninyak pada pernbuatan kacang goreng (Mukodiningsih,
1991). Sedangkan dalarn industri non pangan digunakan sebagai bahan
perekat dan carrier pada pernbuatan tablet obat-obatan karena sifatnya
yang rnudah larut.
4. Siklodekstrin
Siklodekstrin dapat dibedakan rnenjadi tiga jenis berdasarkan jurnlah
unit glukopiranosa yang dirniliki yaitu a-, p-
,
dan y-siklodekstrin. Jurnlahglukopiranosa yang dirniliki a-, p-
,
dan y-siklodekstrin rnasing-
rnasing adalah 6, 7, dan 8 unit (Kennedy et al., 1995).Menurut Kennedy et al. (1995), jenis dekstrin ini terutarna banyak
digunakan untuk enkapsulasi flavor dalarn produk-produk makanan karena
lebih rnudah dan rnurah dibandingkan teknik enkapsulasi lain. Selain itu
p-
siklodekstrin dapat digunakan untuk rnengurangi rasa pahit buah citrus dan
rnempertahankan rasa rnanis sari buah (Konno et al., 1982) dan
rnengurangi kadar kolesterol kuning telur (Vollbrecht, 1991). Keuntungan
penggunaan p-siklodekstrin adalah sifat P-siklodekstrin yang tidak beracun,
tidak higroskopis, kernudahan untuk dipisahkan, dan kestabilan kirnianya.
D. PEMBUATAN DEKSTRIN
Dekstrin dapat dibuat dengan tiga rnacarn proses yaitu proses
konversi kering, proses konversi basah dengan asarn, dan proses konversi
basah enzirnatis (Sattenvaite dan Iwinski, 1973).
1.
Prinsip Pernbuatan DekstrinPrinsip pembuatan dekstrin konversi basah dengan enzirn berbeda
dengan konversi basah rnenggunakan asam. Dalam proses ini dilakukan
penarnbahan enzim a
-
arnilase pada larutan pati sehingga rnolekul pati dapat dihidrolisa oleh enzim. Ada dua tahapan dalarn proses hidrolisadengan enzim a
-
arnilase. Pada tahap pertama, bubur pati dimasak pada suhu di atas 100 OC agar granula-granula pati dapat rnengernbang.Sedangkan pada tahap kedua adalah tahap hidrolisa pati secara enzirnatis
pada suhu 80
-
95 OC. Waktu yang dibutuhkan untuk rnemperoleh dekstrinberkisar antara 2
-
4 jam (Picher, 1980).Hidrolisis amilosa oleh enzim akan rnenghasilkan dekstrin, maltosa,
dan glukosa. Sedangkan hidrolisis amilopektin rnenghasilkan dekstrin,
glukosa, rnaltosa, dan satu seri limit dekstrin. Limit dekstrin terbentuk
karena enzim arnilase tidak rnampu rnemecah ikatan cabang arnilopektin
(Greenwood dan Munro, 1979).
Pernbuatan dengan konversi basah dengan asam dilakukan dengan
cara mernanaskan bubur pati dalam larutan asam secara perlahan-lahan
hingga tercapai derajat konversi yang diinginkan. Produk yang didapatkan
segera dikeringkan (Satterwaite dan Iwinski, 1973). Prinsip yang hampir
sama dikemukakan oleh Sornaatmaja (1970) di mana dilakukan dengan
cara rnerendarn tepung pati dalam larutan asam encer selarna 24 jam.
Setelah itu asarn dipisahkan dari pati dan tepung pati segera dikeringkan
sarnpai sernua sisa larutan asam menguap.
Prinsip pembuatan dekstrin dengan konversi kering adalah dengan
penarnbahan asam, seperti asam klorida, yang akan rnenernbus granula-
granula pati secara perlahan-lahan sehingga akan rnernpercepat
pernotongan ikatan a-D-glukosidik pada pati. Pernotongan ikatan glukosidik
pada pati ini akan menghasilkan polimer-polirner glukosa. Dalarn proses
konversi kering dibutuhkan proses pengeringan untuk mengurangi kadar
air dari pasta pati yang terbentuk. Setelah itu dilakukan proses pemanasan
(penyangraian). Pada proses ini terjadi pernotongan ikatan a-D-glukosidik,
sehingga untuk rnencegah konversi dekstrin lebih lanjut maka dekstrin
yang dihasilkan harus segera didinginkan.
Tahap awal pernbuatan dekstrin dengan konversi kering adalah
pernanasan pati dalam sebuah wadah yang terbuat dari stainless steel
sarnbil diaduk secara kontinu (Sornaatmaja, 1970). Setelah suhu proses
mencapai 110
-
120 OC, ke dalam tepung pati disernprotkan larutan HCI0.05
-
0.10 N. Suhu pemanasan ini harus diusahakan tetap (konstan).Urnumnya, waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan dekstrin setelah
proses pencampuran pati dengan HCI adalah 2
-
4 jam (tergantung padajumlah pati yang digunakan). Setelah 2 jam pemanasan, hssil diperiksa
dengan cara mengambil sedikit sampel dan ditetesi dengan larutan yodium.
Proses pemanasan dihentikan jika sudah terbentuk warna rnerah
kecoklatan.
Menurut Wurzburg (1989), ada empat tahap dalarn pernbuatan
dekstrin secara konversi kering meliputi persiapan bahan, pemanasan
pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan.
a. Persiapan Bahan
Pada tahap persiapan bahan, tepung pati diberi katalis asam atau
buffer. Jumlah asam yang ditambahkan disesuaikan dengan pH proses dan
kernurnian produk yang diinginkan. Larutan HCI sebesar 0.1% terhadap
berat pati kering (kadar air 11%) dapat digunakan dalarn pernbuatan
dekstrin (Soekarto, 1978).
b. Pernanasan Pendahuluan
Kandungan air dalarn pati akan rnernpercepat hidrolisis. Dalarn
pernbuatan dekstrin kuning, reaksi hidrolitik ini harus dirninirnalkan
sehingga proses pernanasan pendahuluan adalah penting. Tetapi tidak
dernikian halnya dengan pernbuatan dekstrin putih dan British gum, karena
proses hidrolisis diperlukan untuk rnenentukan sifat-sifat produk yang
diinginkan. Pernanasan pendahuluan dapat rnerupakan proses yang
digabungkan dengan pirokonversi rnaupun dilakukan tersendiri.
c. Pirokonversi
Surnber panas yang digunakan dalarn proses ini dapat berupa panas
langsung (direct heal) maupun dengan sistern jaket pernanas. Faktor-
faktor penting yang harus diperhatikan antara lain adalah pengontrolan
suhu selama proses dan pengadukan yang kontinu agar didapatkan produk
yang seragam. Kadar air dekstrin yang dapat dihasilkan dari proses
pirokonversi adalah 1
-
5%. Waktu pernanasan dan rentang suhu untuk tiap jenis dekstrin dapat dilihat pada Tabel 4.d. Pendinginan
Dekstrin yang dihasilkan dari proses pirokonversi harus segera
didinginkan dengan cara rnernasukkan dekstrin panas ke dalam mixer
proses pendinginan adalah untuk rnencegah konversi lebih lanjut dari
dekstrin. Hal ini juga dapat dicapai d e ~ g a n rnenetralkan pH proses yang
rendah dengan pencarnpuran kering rnenggunakan reagen alkali seperti
arnoniurn karbonat dan gararn fosfat.
2. Konversi Kimia
Perubahan-perubahan kirnia yang te Qadi selarna proses dekstrinisasi
belum sepenuhnya dirnengerti karena sangat kornpleks. Menurut Wurzburg
(1989), tiga reaksi kimia utarna yang tejadi adalah hidrolisis,
transglukosidasi, dan repolirnerisasi.
a. Hidrolisis
Proses hidrolisis te qadi selarna pernanasan pendahuluan dan tahap
awal dekstrinisasi di rnana te Qadi pernotongan ikatan a-D- (1+4) dan a-D-
(1+6) glukosidik rnenjadi grup aldehida. Selarna proses ini akan terjadi
penurunan berat rnolekul pati yang ditunjukkan dengan penurunan
viskositas dan peningkatan gula pereduksi. Menurut Sornaatrnaja (1970),
pernendekan rantai panjang pati karena hidolisis akan rnengakibatkan
tejadinya perubahan sifat dari pati yang tidak larut dalarn air dingin
rnenjadi dekstrin yang larut dalarn air dingin.
Reaksi kirnia dalarn proses hidrolisis basah tersaji seperti pada pada
Garnbar 2.
katalis
(C6H1005)n
+
n H20---+
(C6Hlo05)m.H20+
C6H1206+
pati sisapati panas dekstrin glukosa
Gambar 2. Reaksi kimia proses hidrolisis pati.
Dalarn reaksi tersebut, n adalah jurnlah unit glukosa dalarn rnolekul pati
sedangkan rn adalah jurnlah unit glukosa dalarn molekul dekstrin (biasanya
terdiri dari 6-10 unit).
b. Transglukosidasi
Reaksi transglukosidasi adalah reaksi pertukaran antar molekul yaitu
akan terjadi rekornbinasi dari fragmen-fragrnen glukosidik, yang berasal
dari proses hidrolisis, dengan gugus-gugus hidroksil bebas yang berdekatan
sehingga rnernbentuk struktur bercabang. Hal ini didukung oleh Kerr et al.
(1953) yang dikutip oleh Wurzburg (1989) yang rnernanaskan arnilosa
dengan pH 6.7 dan kadar air 2.2% pada suhu 175 OC. Dalarn percobaannya
ini diketahui bahwa pada proses konversi lanjut akan terjadi penurunan
jurnlah polirner linier yang diketahui dari warna dengan larutan yodiurn.
c. Repolimerisasi
Glukosa rnampu untuk rnengalami proses polirnerisasi pada suhu
tinggi dengan adanya katalis asarn. Dalarn pernbuatan dekstrin kuning,
telah dibuktikan terjadinya repolimerisasi glukosa. Hal ini diketahui dari
penurunan kandungan gula pereduksi dan persentase dekstrin yang larut
dalarn carnpuran etanol dan air (rasio 9:1), dan peningkatan viskositas.
Meskipun proses repolirnerisasi ini belurn sepenuhnya diyakini, narnun
setidaknya proses ini te rjadi dalarn pernbg~atan dekstrin kuning.
Reaksi yang terjadi pada pernbuatan dekstrin putih adalah reaksi
hidrolitik rnolekul pati sehingga rnenghasilkan molekul yang lebih rnudah
larut dalarn air. Pada pernbuatan dekstrin kuning, reaksi yang terjadi
adalah reaksi hidrolitik dan reaksi transglukosidasi serta repolimerisasi
sejalan dengan berjalannya proses dekstrinisasi, sedangkan pada
pernbuatan British gums reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolitik dan
sebagian besar reaksi transglukosidasi (Satterwaite dan Iwinski, 1973).
3. Karakteristik Dekstrin
Sifat-sifat antara ketiga jenis pirodekstrin saling berbeda baik secara
kirnia rnaupun fisika. Karakteristik pirodekstrin antara lain rneliputi
kandungan air, warna, kelarutan, dextrose equivalent (DE), dan
konsentrasi dekstrin (Wurzburg, 1989).
a. Kandungan air
Kandungan air akan rnengalarni penurunan pada proses pernanasan
pendahuluan dan pirokonversi. Dekstrin putih rnerniliki kandungan air
paling tinggi yaitu 2
-
5% sedangkan untuk British gum dan dekstrin kuningurnurnnya kurang dari 2%.
b. Warna
Rentang warna dekstrin kering adalah dari putih hingga coklat tua.
Warna British gum dan dekstrin kuning urnurnnya lebih tua daripada
dekstrin putih. Perbedaan warna ini rnerupakan indikasi dari perlakuan
suhu yang berbeda-beda pada proses dekstrinisasi.
c. Kelarutan
Selarna proses konversi, kelarutan dekstrin dalarn air dingin akan
sernakin rneningkat. Dekstrin putih rnerniliki kelarutan sebesar 60
-
95%derajat konversinya yaitu dari rninirnu'rn hingga loo%, sedangkan dekstrin
kuning urnurnnya rnerniliki kelarutan 100°/o.
d. Dextrose Equivalent (D E)
Nilai DE untuk dekstrin putih berkisar dari 10 hingga 12% sedangkan
untuk British gum lebih rendah dari 2% dan DE untuk dekstrin kuning
adalah 1 - 4%.
e. Konsentrasi Dekstrin
Menurut Caesar et al. (1939) yang dikutip oleh Wurzburg (1989),
konsentrasi dekstrin akan sernakin rneningkat dengan sernakin larnanya
proses konversi. Nilai konsentrasi dekstrin dapat diukur rnelalui 1% larutan
dekstrin dalarn larutan B~(OH)Z setengah jenuh di rnana pati atau dekstrin
akan terpresipitasi oleh barium hidroksida.
E. GELATINISASI
Salah satu fenornena penting dalarn proses pengolahan bahan
pangan adalah gelatinisasi pati. Terdapat beberapa versi rnengenai definisi
proses gelatinisasi pati, narnun secara urnurn proses ini didefinisikan
sebagai perubahan bentuk granula pati yang bersifat tidak dapat balik
(irreversible) akibat pernanasan pati dalarn air pada ternperatur tertentu
(Silva et al., 1996; Ziegler et al., 1993).
1. Mekanisme Gelatinisasi
Granula pati rnentah tidak larut dalarn air dingin disebabkan oleh
adanya ikatan hidrogen yang dapat dijurnpai dalarn dua bentuk, baik
melalui ikatan OH alkohol dalarn masing-masing individu granula rnaupun
secara tidak langsung rnelalui ikatan air (Swinkels, 1985).'
Sifat granula pati rnentah yang tidak larut ini akan berubah menjadi
sedikit rnengernbang dalam air hangat atau panas. Namun pengembangan
ini masih bersifat bolak
-
balik (reversible). Pengernbangan granula patiakan rnenjadi bersifat tidak bolak-balik (irreversible) jika telah rnelalui suhu
gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985). Pengernbangan tidak
bolak-balik ini akan diikuiti pula oleh perubahan struktur granula,
mekanisrne ini yang disebut sebagai gelatinisasi.
Mekanisrne gelatinisasi dapat dijelaskan rnelalui tiga tahapan
(Garnbar 3). Tahap pertama adalah penyerapan air oleh granula pati
sampai batas akan rnengembang yang berjalan larnbat. Menurut Swinkels
(1985), tahap pertarna gelatinisasi terjadi pada daerah arnorp dari granula
karena pernutusan ikatan hidrogen antar rnolekul-rnolekul granula. Tahap
kedua ditandai dengan pengembangan secara tiba-tiba karena penyerapan
air lebih banyak, dan tahap terakhir adalah granula menjadi kehilangan
bentuk dan rnulai larut. Tahap terakhir ini terjadi pada ternperatur tinggi
(Abubakar, 1986). Sifat pati yang telah rnengalarni gelatinisasi ini
mernpunyai rnanfaat tersendiri untuk industri rnakanan yaitu untuk
digunakan dalarn pernbuatan rnakanan instan seperti bubuk agar-agar dan
beras instant (Winarno, 1992).
2.
Suhu
GelatinisasiSuhu di rnana granula pati pecah dan rnenyerap air disebut suhu
gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tidak sama besarnya untuk tiap jenis pati.
Suhu gelatinisasi pati jagung berkisar antara 62-70 OC, pati gandurn 54.5-
64 OC, kentang 58-66 OC, garut (Arrowroot) 75-78 OC, dan pati tapioka 69-
70 O C (Tabel 5).
O r a n u L o p a t i m o n l a h y a n g t a r - d i r i d a r i a m i l o n a ( h e l i x , d a n a m i l o p e k l i n c b a r c a b a n g ,
n
l ' o n a m b a h a n a r r a k a n r n e t n u c a t r - k a n k r i u t a l r n i t a a d a n m r r u a a h k u l s r a t u ~ a n b e n l u k a m i l o a a . O r a n u t a m e n g e m b a n g .
r o n a m b a h a n p a n - d o n a r r y a n y
berlrbihon a k a n m r n y - b a b k a n
g r o w l a r n r n g - m h n g L o b r h L a n j u L . A m r l - r a m u l a r b r r d r f u - i k-Luc-r g r a n u l a .
n
oranuLa h a r n p r r h a n y a n,rngan,zd>*j a m i l o p o k l ~ n s a p don t e r p r r o n g k a p d a n torlihol d d a m .LrukLur rna'.rikc a m r l o r r a , m c m b e n L u k .uaLu g a l .
Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati.
(Runsen dan Clark, 1978)
Beberapa faktor yang rnernpengaruhi tinggi rendahnya ternperatur
dan proses gelatinisasi adalah ukuran dan bentuk granula pati, kandungan
arnilosa, derajat kristalinitas fraksi arnilopektin, kandungan protein dan
lernak, jurnlah arnilosa dan arnilopektin terlarut, dan kondisi proses
Tabel 5. Suhu gelatinisasi (OC) berbagai jenis pati
(1953) Tapioka
1
52-641
65-701
59-64-691
69-70Jenis Pati Suhu
Brabender* Winarno
(1992)
Jagung Gandum
Gelatinisasi pati tidak tejadi hanya pada suatu suhu tertentu Kentang
Beras
Garut
rnelainkan pada suatu rentang suhu (Swinkels, 1985). Rentang suhu
geiatinisasi yang disebut rentang suhu gelatinisasi Kofler (Tabel 5)
diperoleh dengan pengamatan hilangnya sifat birefrngence untuk
konsentrasi pati dalarn air masing-masing sebesar 5, 50, dan 95%. Rentang
suhu Kofler*
62-70
54.5-64
3. Metode Pengamatan Gelatinisasi
Perubahan viskositas, perubahan entalpi, perubahan ketahanan
enzirn, hilangnya sifat birefhingence, dan hilangnya difraksi sinar X
merupakan metode-metode yang umurn digunakan untuk rnernonitor
berlangsungnya proses gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985;
Silva et ai., 1996; Ziegler et al., 1993). Kenaikan viskositas diukur
rnenggunakan Brabender Viscoamylograph, penurunan entalpi dianalisa
secara termal (thermal analysis), dan hilangnya sifat birefhingence diarnati
rnenggunakan mikroskop polarisasi (polarized light microscopy). Di antara
metode-metode tersebut di atas, hilangnya sifat birefrngence dan
..
ketahanan enzirn rnerupakan rnetode analisa yang paling banyak
24
Whistler dan Smart
*
Sumber : Swinkels (1985)digunakan karena membutuhkan waktu yang lebih singkat dan sifatnya
yang dapat diulang. Beberapa tahun belakangan ini dikernbangkan pula
metode-metode lain untuk rnernonitor proses gelatinisasi yaitu analisis
ukuran pakikel granula pati rnenggunakan laser dieaction particle size
analyzer (Ziegler et al., 1993) dan analisa beda proton dua fasa
menggunakan spektroskopi resonansi inti atom (NMR) (Silva et al., 1996).
Penggunaan NMR ini terutarna berguna untuk mengetahui derajat pati
yang tergelatinisasi.
a. Sifat birefringence
Metode pengamatan hilangnya sifat birefrngence rnerupakan rnetode
yang paling banyak digunakan untuk rnengarnati rnekanisme gelatinisasi.
Sifat birefiingence granula pati yang diarnati dengan rnikroskop polarisasi
akan tampak sebagai daerah kristal gelap terang. Sifat ini akan hilang jika
granula ,pati rnulai pecah karena adanya perlakuan terhadap granula-
granula pati tersebut (Greenwood dan Munl-o, 1979).
Granula-granula pati terutama dari jenis urnbi-umbian rnemiliki
komponen amilopektin yang berperan dalam sifat birefiingence karena
memiliki sifat kristal. Sifat kristal amilopektin ini umumnya sebesar 25-50%
dari volume total granula pati. Sedangkan amilosa lebih berperan
rnernbentuk struktur amorp dari granula pati, dimana komponen ini akan
keluar dari struktur granula melalui proses gelatinisasi (Greenwood dan
b. Perubahan viskositas
Perubahan viskositas selarna proses gelatinisasi diarnati dengan
Brabender Viscoarnyiograph. Melalui pengarnatan ini akan didapatkan besar
suhu gelatinisasi yang rnerupakan ienaikan viskositas awal. Suhu
gelatinisasi yang diperoleh dengan rnetode ini disebut suhu pasta
Brabender seperti dilihat pada Tabel 5 (Swinkels, 1985). Sejalan dengan
kenaikan suhu selarna proses gelatinisasi akan rnenyebabkan kenaikan
viskositas sehingga akan dicapai viskositas puncak. Nilai viskositas puncak
ini rnerupakan ukuran kemarnpuan pati rnernbentuk pasta. Secara urnurn,
pati yang berasal dari urnbi-urnbian rnerniliki kenaikan viskositas yang lebih
besar daripada pati jenis serealia.
F. MAKANAN BAY1 DAN AidAK BATITA
Definisi rnakanan tarnbahan adalah rnakanan bayi selain air susu ibu
dan susu botol sebagai penarnbah nutrisi dari air susu ibu. Makanan
tarnbahan ini sering disebut sebagai rnakanan pendarnping AS1 (MP-ASI)
(Anonirn, 1993; Wulan et al., 1996). Persyaratan rnakanan tarnbahan untuk bayi dan batita rnenurut Herrnana (1977) dan De Maeyer (1976) adalah :
(1) bernilai gizi tinggi dalarn arti rnudah dicerna, rnengandung energi dan
protein tinggi, (2) rnerupakan surnber vitamin dan mineral, (3) dapat diterirna secara sensori, (4) tejangkau harganya, (5) dapat dibuat dari
surnber-surnber rnakanan lokal, (6) higienis, dan (7) rnerniliki umur sirnpan
Oleh karena rnulai usia 4 sarnpai 6 bulan, AS1 sudah +dak dapat lagi mernenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi, rnaka bayi rnernerlukan rnakanan
tarnbahan. Dengan bertarnbahnya urnur bayi disertai dengan kenaikan
berat dan tinggi badan, rnaka kebutuhan akan zat-zat gizi juga sernakin
rneningkat. Sehingga fungsi rnakanan tarnbahan adalah untuk rnernenuhi
kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi sesuai perturnbuhan dan
perkernbangannya. Makanan tarnbahan bagi bayi dibedakan rnenjadi
makanan bayi (infant food) untuk bayi berusia di bawah 6 bulan dan
rnakanan tarnbahan (supplementa~y food) untuk bayi berusia 6 bulan ke
atas, sedangkan rnakanan sapihan (weaning food) untuk anak usia 1-3
tahun (Hamid, 2000). Standar nilai gizi rnakanan tarnbahan bayi dan anak-
anak rnenurut FAO/WHO (1991) dapat dilihat pada Tabel 6.
1.
EnergiJurnlah energi yang dianjurkan untuk bayi dan anak batita dihitung
berdasarkan jurnlah energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkernbangan tubuhnya. Untuk bayi baru lahir hingga usia 6 bulan, jumlah
energi yang dibutuhkan berkisar 560 kilokalori
/
hari (berat badan normal5.5 kg). Sedangkan untuk usia rnulai dari 1 tahun kebutuhan energinya
akan semakin rnenurun selarna rnasa perturnbuhan. Kebutuhan energi
untuk batita usia 1-3 tahun adalah 1250 kilokalori
/
hari (berat badan normal 12 kg) (Muhilal et al., 1998). Menurut surnber yang lain (Anonirn, 1983), jumlah energi untuk anak usia 1 tahun (dengan berat badan 8 kg)adalah 870 kalori per hari. Jurnlah energi untuk bayi dan anak-anak secara