• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Dekstrinisasi Pati Garut dan Gelatinisasi Tepung Terigu untuk Pengembangan Makanan Pendamping Air Susu lbu dan Makanan Sapihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Dekstrinisasi Pati Garut dan Gelatinisasi Tepung Terigu untuk Pengembangan Makanan Pendamping Air Susu lbu dan Makanan Sapihan"

Copied!
286
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)

KAJIAN DEKSTRINISASI PAT1 GARUT DAN

GELATINISASI TEPUNG TERTGU UNTUK

PENGEMBANGAN MAKANAN PENDAMPING

A I R SUSU I B U DAN MAKANAN SAPIHAN

Oleh

:

RIA SUSANTY

,

PROGRAM PASCASAWANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(150)

ABSTRRK

RIA SUSANTY. Kajian ~ekstrinisasi Patj Garut dan Gelatinisasi Tepung Terigu untuk Pengernbangan Makanan Pendarnping Air Susu lbu dan Makanan Sapihan. Dibimbing oleh SOEWARNO T. SOEKARTO dan MADE ASTAWAN.

Di Indonesia dewasa ini rnakanan tarnbahan bagi bayi dan anak batita sernakin banyak dikonsurnsi. Dekstrin, laktosa, dan sukrosa merupakan beberapa bahan sumber energi yang digunakan dalam pernbuatan makanan tambahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah rnenghasilkan suatu forrnulasi makanan pendamping AS1 bagi bayi dan rnakanan sapihan bagi anak batita dengan surnber karbohidrat utarna berupa tepung terigu tergelatinisasi dan dekstrin dari pati garut.

Proses gelatinisasi dilaksanakan pada suhu gelatinisasi tepung terigu 78 ' C

selama 20 menit dengan rasio tepung terigu : air adalah 1:4. Selanjutnya hasil gelatinisasi ini dikeringkan dengan drum dryer pada tekanan 4 bar, suhu pengeringan berkisar 100 OC, dan kecepatan putar drum 6 rprn. Terigu tergelatinisasi yang dihasilkan memiliki sifat rnudah larut dan kekambaan

minimal.

Dekstrin dari pati garut dibuat rnelalui proses dekstrinisasi kering dengan katalis asarn klorida sebesar 0.2% terhadap berat kering pati pada suhu 110 OC

dengan lama proses dekstrinisasi adalah 35 menit. Dekstrin garut telah mernenuhi syarat rnutu untuk digunakan dalam industri pangan dan bersifat lebih baik dari dekstrin kornersial.

Makanan pendarnping AS1 yang dihasilkan rnemiliki nilai rasio protein energi sebesar 13.6-15.5%, AKG protein 43-50%, dan AKG energi 23-28% yang lebih tinggi dari bubur susu Nestle. Dekstrin garut dapat rnensubstitusi terigu tergelatinisasi hingga 20% dengan sifat dan mutu sebaik dengan terigu 100%. MP-AS1 yang dihasilkan rnerniliki sifat-sifat kekarnbaan minimal, kapasitas pengikatan air kecil, dan rnemiliki urnur simpan relatif lama serta daya cerna protein sebesar 87-88%.

(151)

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

KAJIAN DEKSTRlNlSASl PATI GARUT DAN GELATlNlSASl TEPUNG TERIGU UNTUK PENGEMBANGAN MAKANAN

PENDAMPING AIR SUSU IBU DAN MAKANAN SAPIHAN

adalah benar rnerupakan hasil karya saya sendiri dan belurn pernah dipublikasikan. Semua surnber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

(152)

KAJIAN DEKSTRINISASI PATI GARUT DAN

GELATINISASI TEPUNG TERIGU UNTUK

PENGEMBANGAN MAPCANAN PENDAMPING A I R

SUSU I B U DAN MAMANAN SAPIHAN

RIA SUSANTY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

PROGRAM PASCASARIANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(153)

Judul Tesis : Kajian Dekstrinisasi Pati Garut dan Gelatinisasi Tepung ~ e r i g u untuk Pengembangan Makanan Pendamping Air Susu lbu dan Makanan Sapihan

Nama : Ria Susanty

NRP : 99237

Program Studi : llmu Pangan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. ~dewarno T. Soekarto, MSc. Pr0f.Dr.k. Made Astawan, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi llmu Pangan ram Pascasarjana

Prof. Dr.lr. B. Sri Laksmi Jenie. MS.

(154)

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 17 Februari 1975 dari pasangan ayah Alie Sardjono dan ibu Lia Irawati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 1993 dari SMAK Santa Maria Malang dan pada tahun yang sama diterima di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Gelar sarjana Teknik Kimia berhasil diperoleh penulis pada tahun 1997. Pada tahun 1998 penulis bekerja di PT. Saranagriya Lestari Keramik Cibitung.

(155)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala karunia dan kasihNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis yakin tesis ini tidak akan terselesaikan dengan lancar tanpa kehendak dan rencanaNya yang begitu besar.

Penelitian dengan judul 'Kajian Dekstrinisasi Pati Garut dan Gelatinisasi Tepung Terigu untuk Pengernbangan MP-AS1 dan Makanan Sapihan' ini dilakukan selarna kurang lebih satu tahun sejak bulan Januari 2001. Penelitian ini rnerupakan salah satu pemenang Bogasari Nugraha 2000.

Penulis menyadari bahwa tanpa dorongan dari berbagai pihak rnaka tesis ini tidak akan terselesaikan dengan baik, oleh karena itu pertarna-tarna penulis ingin rnengucapkan terirna kasih kepada Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto, MSc. dan Prof. Dr.lr. Made Astawan, MS., atas birnbingan, arahan dan dorongan yang tak ada putus-putusnya. Juga kepada Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksrni Jenie, MS.. selaku ketua program studi llrnu Pangan, dan PT. ISM Bogasari Fluor Mills Jakarta atas kesernpatan dan bantuan dana penelitian yang telah diberikan.

Kepada teman-ternan LPN angkatan '98 dan '99 : Nenni, Yani, Meri, Rita, Mbak Zita, Bea, Bu Raffi, Bu Elisa, Icha. Pak Mur, Mbak Dian, Mbak Rahrna, Mbak Epril, Mbak Netty, Kak Lince, Pak Halizar, Pak Beni, Pak Samsu, dan Pak Brarn atas dukungan selarna penelitian. Serta kepada Pak Rahmadi di LIP1 Bogor atas bantuan literaturnya.

Terirna kasih juga kepada Sr. Agnes atas dukungan doa yang begitu besar dan untuk para sahabatku : Sierli, Dewi, Jusak, Irwan, Sri, Edo yang selalu rnemberi sernangat dan perhatian kepada penulis. Ucapan terima kasih yang tiada habisnya untuk keluarga tercinta : Papa, Mama, kakak Judi, Yani, dan Eko, serta Geary atas kepercayaan, semangat, dukungan, dan doa yang tulus.

Sernoga karya penelitian ini dapat berguna bagi orang lain.

Bogor, Februari 2002

(156)

DAFTAR

IS1

haiarnan

...

DAFTAR IS1

...

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

BAB I PENDAHULUAN

...

A

.

LATAR BELAKANG

B

.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

...

BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA

A

.

GANDUM

...

1

.

Biji Gandum

...

2

.

Tepung Terigu

...

3

.

Protein Tepung Terigu

...

.

.

...

B

.

TANAMAN GARUT

...

1

.

Tanarnan Garut

...

...

2

.

Umbi Garut

...

.

3 Manfaat Umbi, Tepung, dan Pati Garut

C

.

DEKSTRIN

...

1

.

Pengertian dan Kiasifikasi Dekstrin

...

2

.

Maltodekstrin

...

..

...

3

.

Pirodekstrin

...

4

.

Siklodekstrin

...

D

.

PEMBUATAN DEKSTRIN

...

1

.

Prinsip Pernbuatan Dekstrin

...

. . .

2

.

Konvers~ Klm~a

...

..

...

...

3

.

Karakteristik Dekstrin

...

E

.

GELATINISASI

1

....

Mekanisme Gelatinisasi

...

2 .... Suhu Gelatinisasi

...

3 .... Metode Pengarnatan Gelatinisasi

...

i iv vi
(157)

F

.

MAKANAN BAY1 DAN ANAK BATITA

...

1

.

Energi

...

...

2

.

Protein

...

3

.

Karbohidrat

...

4

.

Lernak

...

.

...

5 Mineral

.

...

6 Vitamin

7

.

Karakteristik Fisik Makanan Tarnbahan

...

G

.

BISKUIT

...

...

1

.

KIasifikasi Biskuit

2

.

Bahan-bahan Pembuat Biskuit

...

...

3

.

Proses Pernbuatan Biskuit

...

4

.

Biskuit untuk Bayi dan Anak Batita

Bab I11 METODE PENELmAN

A

.

LOKASI PENELITIAN

...

B

.

BAHAN DAN ALAT

...

...

.

1 Bahan

2

.

Alat

...

C

.

METODE PENELITIAN

...

1

.

Gelatinisasi Tepung Terigu

...

2

.

Dekstrinisasi Pati Garut

...

.;

...

3

.

Forrnulasi MP-AS1

...

.

.

.

.

...

...

4

.

Forrnulasi Makanan Sapihan

D

.

Metode Analisa

...

BAB I V HASIL DAN PEMBAHASAN

...

A

.

GELATINISASI TEPUNG TERIGU

1

.

Proses Gelatinisasi

...

2

.

Kornposisi Kirnia Tepung Terigu dan

Terigu Tergelatinisasi

...

.

...

3 Sifat Birefringence Terigu Tergelatinisasi

...

B

.

DEKSTRINISASI PATI GARUT

...

.

1 Pencampuran Pati Garut dengan Asam ;<lorida

(158)

3

.

Perubahan Sifat Birefringence Granula Pati Garut

Selaina Proses Dekstrinisasi

...

4

.

Standarisasi Mutu Dekstrin

...

C

.

TEPUNG INSTAN MP-AS1

...

1

.

Forrnulasi dan Kandungan Gizi MP-AS1

...

2

.

Densitas Karnba MP-AS1

...

...

3

.

Kapasitas Pengikatan Air MP-AS1

...

.

4 Aktivitas Air MP-AS1

...

.

D BUBUR MP-AS1

1

.

Hasil Pengujian Sifat Indrawi

...

2

.

Daya Cerna Protein in vitro

...

...

E

.

MAKANAN SAPIHAN

...

1

.

Forrnulasi dan Kandungan Gizi

...

.

2 Rendernen

...

.

3 Densitas Kamba

4

.

Kekerasan

...

...

.

5 Aktivitas Air

...

.

6 Uji Sifat Indrawi

...

7

.

Daya Cerna Protein in vitro

8

.

Daya Cerna Pati in vitro

...

..

...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

...

A

.

KESIMPULAN

...

B

.

SARAN

...

(159)

DAFTAR TABEL

[image:159.599.98.480.105.765.2]

halaman

Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu

...

Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut

...

Tabel 3 Data impor dekstrin

...

Tabel 4 Klasifikasi pirodekstrin

...

Tabel 5 Suhu gelatinisasi berbagai jenis pati

...

Tabel 6 Standar makanan tambahan untuk bayi dan anak-anak

...

Tabel 7 Kebutuhan energi dan protein harian

...

Tabel 8 Kebutuhan mineral harian

...

Tabel 9 Kebutuhan vitamin harian

...

Tabel 10 Syarat mutu biskuit

...

Tabel 11 Klasifikasi biskuit

...

Tabel 12 Sifat-sifat fisik biskuit bayi dan anak batita

...

Tabel 13 Formulasi MP-AS1

...

Tabel 14 Formulasi Makanan sapihan

...

Tabel 15 Densitas kamba dan kelarutan dalam air

...

terigu tergelatinisasi

Tabel 16 Komposisi kimia tepung terigu dan

...

terigu tergelatinisasi

Tabel 17 Hasil pengamatan pencampuran pati garut

...

dengan larutan HCI

Tabel 18 Hasil uji dengan larutan Lugol selama

...

dekstrinisasi pati garut

Tabel 19 Komposisi kimia pati garut dan dekstrin

...

...

Tabel 20 Standarisasi mutu dekstrin dari pati garut

Tabel 21 Kandungan gizi formula MP-AS1

...

...

Tabel 22 Jumlah MP-AS1 untuk berbagai tingk?! pemenuhan

Kebutuhan protein harian

...

Tabel 23 Nilai densitas kamba dan kapasitas

pengikatan air MP-AS1

...

Tabel 24 Penambahan air MP-AS1 menjadi bentuk bubur

...

...

(160)

Tabel 26 Spesifikasi formula MP-AS1 terpilih

...

Tabel 27 Daya cerna protein produk MP-AS1

...

Tabel 28 Kandungan gizi rnakanan sapihan

...

Tabel 29 Frekuensi pemberian makanan sapihan untuk

...

berbagai tingkat pernenuhan protein harian

...

Tabel 30 Hasil pengujian sifat fisik rnakanan sapihan

...

Tabel 3 1 Hasil uji indrawi makanan sapihan

...

Tabel 32 Spesifikasi formula makanan sapihan terpilih
(161)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1 Diagram biji gandum

...

Gambar 2 Reaksi kimia proses hidrolisis pati

...

Gambar 3 Mekanisme gelatinisasi pati

...

Gambar 4 Proses gelatinisasi tepung terigu

...

Gambar 5 Proses dekstrinisasi pati garut secara kering

...

Gambar 6 Prosedur pembuatan makanan sapihan

berbentuk biskuit

...

...

Gambar 7 Amilografi tepung terigu

Gambar 8 Sifat birefrngenceterigu tergelatinisasi

...

Gambar 9 Sifat birefrngenceselama proses dekstrinisasi

...

Gambar 10 Densitas kamba pati garut dan dekstrin

...

...

Gambar 11 Sifat birefrngence produk MP-AS1

Gambar 12 Formula MP-AS1 terpilih

...

..

...

Gambar 13 Nilai daya cerna produk MP-AS1 in vitro

...

...

Gambar 14 Densitas kamba biskuit

...

Gambar 15 Sifat birefringence produk makanan sapihan
(162)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran 1

.

Analisis sidik ragarn densitas kamba

terigu tergelatinisasi

...

Larnpiran 2

.

Analisis sidik ragam kelarutan dalam air

terigu tergelatinisasi

...

Larnpiran 3

.

Analisis sidik ragam densitas kamba MP-AS1

...

Larnpiran 4

.

Analisis sidik ragam kapasitas pengikatan

air MP-AS1

...

Larnpiran 5

.

Analisis sidik ragam kemudahan ditelan MP-AS1

...

Lampiran 6

.

Analisis sidik ragam sifat kehalusan dalam

rnulut MP-AS1

...

Lampiran 7

.

Analisis sidik ragarn densitas kamba biskuit

...

Lampiran 8

.

Analisis sidik ragarn kekerasan biskuit

...

Lampiran 9

.

Analisis sidik ragarn aw biskuit

...

Lampiran 10.Analisis sidik ragam sifat kehalusan dalam

...

rnulut biskuit

...

.

.

.

.

Lampiran 11.Analisis sidik ragam sifat kerenyahan

...

dalarn rnulut biskuit

Lampiran 12.Analisis sidik ragam sifat kemudahan

ditelan biskuit

...

Lampiran 13.Analisis sidik ragam sifat kemudahan

...

melarut biskuit

Lampiran 14.Contoh perhitungan MP-AS1 untuk

...

pemenuhan protein harian

Larnpiran 15.Contoh perhitungan makanan sapihan

...

untuk pernenuhan protein harian
(163)

BAB

I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konsurnsi tepung terigu di Indonesia terbilang cukup tinggi sejalan

dengan adanya perkernbangan industri pengolahan gandurn. Narnun

hingga saat ini tepung terigu tersebut rnasih harus diirnpor dari negara-

negara lain yang rnerupakan penghasil gandurn. Dengan nilai irnpor yang

tinggi ini tentunya akan menguras devisa negara di rnana Indonesia sendiri

setiap tahun selalu rnengirnpor tepung terigu tidak kurang dari tiga juta

ton. Sebagai sarnpei yaitu tepung terigu yang diirnpor pada tahun 1998

adalah sebesar 3.15 juta ton yang setara dengan 4.25 juta ton gandum dan kebutuhan tepung terigu Indonesia diperkirakan akan selalu rneningkat

dari tahun ke tahun.

Saiah satu usaha untuk rnenekan irnpor gandurn yang saat ini sedang

digalakkan oleh pernerintah Indonesia adalah dengan rnencari surnber

pangan lain sebagai pensubstitusi terigu. Tanaman garut rnerupakan jenis

tanarnan pangan yang rnerniliki potensi sebagai bahan pangan untuk

rnensubstitusi terigu. Hal ini telah dibuktikan dari berbagai penelitian yang

telah dilakukan dan dari pernanfaatan tepung garut sebagai bahan pangan

yang telah lama dikenal oleh rnasyarakat Indonesia, yaitu dalam

pernbuatan jenang (dodol), cendol, ernping, roti, mi, dan berbagai jenis

rnakanan tradisional lainnya. Selain itu pati garut juga rnerniliki potensi

sebagai bahan baku dalarn pernbuatan rnakanan bayi dan orang sakit.

(164)

didasarkan pada sifat pati garut yang rnudah dicerna dan rnudah larut

(Villarnajor dan Jukerna, 1996; Pudjiono, 1998).

Salah satu titik berat pernbangunan jangka panjang tahap kedua

(PIP-11) adalah peningkatan kualitas surnber daya rnanusia (SDM). Faktor-

faktor yang rnenentukan kualitas SDM adalah kekuatan pangan dan

kecukupan gizi. Dengan rnasukan gizi yang seirnbang rnaka pencapaian

yang optimal dalarn kualitas fisik, mental, dan intelektual akan cepat

terpenuhi. Hal yang rnenjadi perhatian besar dalarn usaha peningkatan

kualitas SDM dewasa ini adalah usaha rnernpersiapkan generasi rnuda

rnelalui pernbinaan gizi sejak dini. Pernbinaan gizi pada bayi dan anak

batita (bawah tiga tahun) dapat terpenuhi dengan penyediaan rnakanan

tambahan dengan kandungan gizi yang sesuai dengan perturnbuhan dan

perkernbangan tubuhnya.

Definisi rnakanan tarnbahan adalah rnakanan selain air susu ibu

ataupun susu botol sebagai penarnbah nutrisi dari air susu ibu. Makanan

tarnbahan ini sering disebut sebagai rnakanan pendarnping AS1 (MP-ASI)

(Anonirn, 1993; Wulan et al., 1996). Oleh karena rnulai usia 4 sarnpai 6 bulan AS1 sudah tidak dapat lagi rnernenuhi sernua kebutuhan nutrisi bayi,

rnaka bayi rnernerlukan rnakanan tarnbahan.

Salah satu bentuk rnakanan bayi tarnbahan dan rnakanan anak batita

adalah rnakanan semi padat yang dapat berupa bubur yang rnudah

dicerna. Makanan tarnbahan tersebut dibuat dari tepung dan bahan lain

seperti gula dan susu, sehingga sering disebut bubur susu. Bubur susu

yang sekarang banyak diternui di pasaran adalah jenis pre-cooked Bentuk

pre-cooked ini rnerniliki keuntungan yaitu bubur tidak perlu dirnasak lagi

(165)

tetapi cukup ditarnbah air secukupnya sehingga dapat langsung

dihidangkan.

Bahan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat dalarn bubur susu

adalah karbohidrat yang rnudah dicerna seperti dekstrin, rnaltosa, laktosa,

dan sukrosa. Keuntungan digunakan jenis karbohidrat ini adalah selain

rnudah dicerna juga merupakan surnber energi bagi bayi (Pudjiadi, 1983). Sedangkan sebagai surnber lemak digunakan jenis rninyak nabati seperti

rninyak jagung, minyak kacang kedelai, dan minyak kacang tanah yang

rnengandung asarn lemak tak jenuh.

Dalarn penelitian ini akan dibuat suatu formula makanan tambahan

untuk bayi dan anak batita dengan sumber karbohidrat berupa tepung

terigu tergelatinisasi dan dekstrin dari pati garut.

8. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan proses gelatinisasi

tepung terigu, dekstrinisasi pati garut, serta mernformulasikan rnakanan

pendarnping air susu ibu (MP-ASI) dan makanan sapihan dengan bahan

baku utama dekstrin garut dan tepung tergelatinisasi. Bentuk makanan MP-

AS1 yang diharapkan adalah tepung instan (untuk bayi usia 6-12 bulan)

dan berbentuk biskuit untuk rnakanan sapihan (untuk usia 1-3 tahun)

dengan sifat tidak karnba, mudah dicerna, dan merniliki mutu gizi dan

energi yang sesuai bagi bayi dan anak batita. Manfaat penelitian ini adalah

(166)

BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA

A. GANDUM

Dibandingkan dengan bahan-bahan pangan lain, gandurn adalah

tanaman bahan pangan yang sangat penting bagi dunia, karena tanaman

ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalarn pernbuatan

berbagai produk rnakanan. Menurut data produksi serealia di dunia yang

dikutip oleh Hawthorn (1981), gandurn menempati urutan tertinggi sebesar

33% diikuti oleh jagung (26%), padi (14%), dan barley (13%).

1.

Biji

Gandurn

Menurut Inglett (1974), tanarnan gandurn yang termasuk dalam

farnili Grarnineae dan genus Triticum dapat dibedakan rnenjadi 14 spesies.

Spesies yang sekarang umum dikenal adalah tanarnan gandum yang

rnemiliki narna botani Triticum aestilum. Varietas, tanah, dan iklim

rnerupakan beberapa faktor yang mernpengaruhi kornposisi kirnia gandum

dan tepung terigu (Hawthorn, 1981).

Biji gandum secara umurn terdiri dari endosperrn, lapisan aleurone,

bran, dan ernbrio. Pati yang terkandung dalarn endosperrn rnerupakan

bagian terbesar dari berat total biji gandurn. Meskipun proporsi relatif

komponen-kornponen biji gandurn berbeda antar varietas, narnun

(167)

aleurone dan bran sebesar 15% dan sisanya adalah embrio. Skema biji

gandum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram biji gandum.

(Sumber : Ensminger et al. (1995)

2. Tepung Terigu

Pemanfaatan gandurn sebagai bahan pangan adalah dalam bentuk

olahannya yaitu tepung terigu. Tepung terigu telah digunakan sebagai

bahan utama dalarn pernbuatan roti, biskuit, mufins, makaroni, spaghetti,

waffles, ice-cream cones, makanan siap saji untuk sarapan (ready-to-eat

breakfast foods), dan makanan bayi (Inglett, 1974).

Tepung terigu dalam pembuatan roti dapat dibedakan atas

kandungan proteinnya (terutama glutenin) menjadi tepung terigu tipe

keras (hard wheat) atau kuat dan tipe lunak (soft wheat) atau lemah

(Muchtadi dan Satiawiharja, 1990). Tepung keras mengandung glutenin

dengan persentase tinggi sehingga akan menghasilkan pengembangan roti

yang baik karena sifat rnenahan gas yang tinggi. Tepung jenis ini

memerlukan lebih banyak air dan memiliki sifat-sifat yang lebih rnudah

ditangani. Jenis tepung lunak merniliki persentase gluten yang tidak elastis

dan tidak baik rnenahan gas. Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi

(168)

yang lebih kecil dalam pencampuran dan pengocokan adonan dibandingkan

dengan jenis tepung keras.

3. Protein Tepung Terigu

Selain sebagai sumber energi (karena kandungan karbohidrat),

gandum juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu berkisar

7

-

22%, di rnana 70

-

72% terkandung dalarn endosperm (Shellenberger, 1971). Menurut beberapa penelitian kandungan protein gandurn lebih

tinggi dibandingkan dengan kandungan protein serealia lainnya.

Sekitar 85% protein endosperrn terdiri dari fraksi gliadin dan

glutenin. Hal ini dikemukakan lebih jauh oleh Muchtadi dan Satiawiharja

(1990) di mana protein gandum dapat difraksinasi menurut kelarutannya

yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalarn 10% NaCI, tidak larut

dalam air), gliadin (larut dalam 70

-

90% alkohol), dan glutenin (tidak larut

dalarn air dan alkohol, larut dalarn asarn dan alkali).

Secara urnurn jenis asarn amino pembatas pada bahan pangan

serealia adalah lisin. Hal ini juga terjadi pada gandum. Berdasarkan analisa

terhadap 12613 jenis common wheats, diketahui bahwa kandungan lisin

gandurn berkisar antara 6.3

-

22% dengan nilai rata-rata adalah 13%.

Jenis asam amino yang banyak terdapat dalarn endosperm gandurn dan

tepung terigu adalah asam glutamat dan prolin sedangkan kandungan

glisin dan alaninnya lebih rendah dibandingkan dengan protein yang

(169)

B. TANAMAN GARUT ( Maranta arurtdirzacea )

Indonesia sebagai negarz agraris seharusnya rnernbangun suatu

sistern usaha agroindustri yang tidak tergantung pada bahan-bahan impor

seperti tepung terigu. Tanaman garut merupakan bahan pangan sumber

karbohidrat dan pati. Narnun sayangnya tanaman garut ini belum

dikembangkan secara potensial di Indonesia. Oleh karena itulah, rnaka

tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu

kornoditas pangan yang perlu dikernbangkan.

Pernerintah melalui Menteri Pangan dan Hortikultura pada tahun

1998/1999 telah rnencanangkan pengembangan budidaya tanarnan garut.

Areal tanarn dipersiapkan seluas 18.000 hektar pada tahap awal yang

Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu

( per 100 gram bahan )

Komponen Energi (kalori) Protein (g) Lernak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (rng) Fosfor (rng) Besi (mg) Vitamin B l (rng)

Air (g)

Bagian yang dapat dirnakan (Bdd %)

*Surnber : Rukmana (2000),

'

: Matz (1992)

Tepung Garut* 355 0.7 0.2 85.2 8 22 1.5 0.09 12 100

Gandum

'

[image:169.595.116.497.344.622.2]
(170)

tersebar di Banyurnas, Malang, dan Blitar (Backer dan Baakhnizen, 1968;

Rukrnana, 2000).

1. Tanarnan Garut

Daerah asal tanaman garut adalah St. Vincent, Arnerika Tengah.

Tanarnan garut rnernpunyai narna latin Maranta arundinacea yang

terrnasuk dalarn farnili Marantaceae. Secara urnurn tanarnan garut dikenal

dengan narna Arrowroot karena akar rirnpang yang dirnilikinya berbentuk

seperti busur panah. Di Indonesia sendiri, tanarnan garut rnerniliki narna

yang berbeda-beda untuk tiap daerah seperti arerut atau arirut (Melayu),

jelarut, larut, arus, irut, erut, atau angkrik (Jawa), dan hudasula (Ternate)

(Rukrnana, 2000).

Tanarnan garut rnernpunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan

turnbuh yang ternaungi, sehingga tanarnan garut sering ditanarn di

pekarangan dan kawasan hutan (ayroforestM. Tanarnan ini dapat

rnenghasilkan urnbi garut optimal pada ketinggian 600 rn

-

900 rn dpl,

curah hujan minimum 1500

-

2000 rnrn per tahun dengan rnusirn kernarau

selama 1-2 bulan, dan suhu udara 22

-

32 OC (Villarnayor dan Jukerna,

1996; Rukrnana, 2000).

2.

Urnbi Garut

Urnbi garut berbentuk spesifik yaitu rnelengkung seperti busur panah

dengan panjang 5

-

40 crn, diameter 2

-

5 crn, berwarna putih sarnpai kernerahan, berdaging tebal, dan terbungkus oleh sisik-sisik yang saling

turnpang tindih. Urnbi garut yang berasal dari St. Vincent ini rnerniliki dua

kultivar yaitu kultivar Creole dengan urnbi berwarna putih dan kultivar

(171)

Banana yang merniliki urnbi bewarna kemerahan. Kultivar Creole merniliki

:

rhizoma kurus panjang, menjalar luas dan menernbus tanah, sedangkan

kultivar Banana merniliki rhizoma yang berukuran pendek, gemuk, dan turnbuh rnenjalar di dekat perrnukaan tanah (Villamayor dan Jukema,

1996; Rukrnana, 2000). Potensi hasil urnbi garut adalah 7-47 ton per

hektar. Komposisi kimia umbi garut per 100 gram bahan dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut

I

Kornposisi

I

Kultivar Creole

I

Kuitivar

I

Villarnayor

I

Protein

Lemak

Serat

Air

Abu

*

Direktor Pati

ij

1

;:

69.1 70.0

Gizi dan Kesehatan R I (1990)

3.

Manfaat Umbi, Tepung, dan Pati Garut

Manfaat yang dapat diarnbil dari tanarnan garut adalah dalam bentuk Lingga et al.

( 1989 ) 21.7

umbi rnaupun dalam bentuk olahan urnbi yaitu tepung garut dan pati garut.

Banana

et al. ( 1989 )

19.4 DKBM-ingga

(1990)

-

Umbi garut telah dirnanfaatkan sebagai obat tradisional untuk dan Jukerna

(1996)

19.4

-

21.7

mendinginkan perut, menawarkan bisa ular atau lebah, rnemperbanyak

ASI, obat disentri dan eksim, serta untuk rnenurunkan suhu badan orang

[image:171.595.132.497.291.526.2]
(172)

Tepung garut rnerupakan salah satu bahan untuk rnensubstitusi

tepung terigu. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian yang telah

dilakukan. Pada pembuatan roti tawar, tepung garut dapat rnensubstitusi

sebesar 10-20% sedangkan pada pernbuatan mi kering dapat

rnensubstitusi tepung terigu hingga 20% (Widowati et al., 1999). Selain itu,

tepung garut yang dirnodifikasi (starches phosphate) ternyata juga dapat

digunakan sebagai bahan untuk rnensubstitusi terigu sebesar 30% dalarn

pernbuatan mi instan (Naryanto dan Kurnalaningsih, 1999). Sedangkan

rnenurut Rukmana (2000), bubur tepung garut sangat baik diberikan

kepada orang yang baru sernbuh dari sakit karena sifatnya yang lembut

dan mudah dicerna.

Pati yang dapat diperoleh dari urnbi garut rnernpunyai rendernen

sebesar 16-18% (Villarnayor dan Jukerna, 1996). Di daerah asalnya, pati

garut ini telah banyak diteliti sebagai bahan baku industri pangan, kertas,

farrnasi, dan kornestik (Erdrnan, 1986). Pernanfaatan pati garut dalam

bidang pangan antara lain adalah sebagai bahan pensubstitusi tepung

terigu sebesar 30°/o dalarn pernbuatan mi (Kornari et al., 2000) dan cookies

yang rnudah dicerna (Palomar et al., 1992), sebagai bahan baku glukosa

cair (Richana et al., 2000), dan sebagai bahan rnernbuat rnakanan bayi

yang rnudah dicerna dan rnudah larut (Villarnayor dan Jukerna, 1996).

C.

DEKSTRIN

Dekstrin rnerupakan.salah satu kornoditas yang banyak diperlukan

(173)

Indonesia yang rata-rata rnenunjukkan peningkatan dari tahun 1985

sarnpai tahun 1990 (Tabel 3).

Tabel 3 Data impor dekstrin

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990

Surnber : Arrnelia (1990)

Jumlah ( kg )

5.750.737 12.607.864 12.582.654 7.978.566 16.862.696 16.458.881

1. Pengertian dan Klasifikasi Dekstrin

Definisi dekstrin rnenurut Stevenson dan Cora (1960) yang dikutip

oleh Harper et al. (1979) adalah dekstrin sebagai produk antara pada

hidrolisa pati dan sintesa alarni turnbuh-turnbuhan. Menurut Wurzburg

(1989), dekstrin adalah produk proses degradasi pati baik rnelalui proses

hidrolisa dengan katalis asarn, hidrolisa dengan enzirn (enzirnatis) rnaupun

rnelalui proses pirolisis bentuk granula pati. Sedangkan definisi SNI tahun

1992 rnengenai dekstrin adalah salah satu produk hidrolisa zat pati yang

berbentuk serbuk amorf berwarna putih hingga kekuning-kuningan.

Klasifikasi dekstrin berdasarkan cara pernbuatannya adalah secara kering

rnenggunakan asam dan secara basah rnenggunakan asam rnaupun enzirn.

Sedangkan berdasarkan sifat kirnianya dapat dibedakan rnenjadi

rnaltodekstrin, pirodekstrin, dan siklodekstrin.

Sebagai bentuk hidrolisa pati, dekstrin berbentuk bubuk dan rnerniliki

daya ikat yang lebih rendah dibandingkan dengan molekul pati asalnya.

(174)

Selain itu dekstrin juga merupakan zat koloidal dengan ukuran molekul

lebih kecil daripada pati asalnya, dapat bergerak lebih bebas, dan

merupakan senyawa campuran yang berbentuk amorf (Harper et al.,

1979).

Dalam proses hidrolisa dikenal tiga jenis dekstrin yaitu arnilodekstrin,

eritrodekstrin, dan akrodekstrin (Garard, 1976). Pada tahap awal akan

dihasilkan amilodekstrin yang memiliki sifat larut dalam air. Amilodekstrin

akan memberikan warna biru apabila direaksikan dengan larutan yodium.

Selanjutnya akan dihasilkan jenis dekstrin kedua yaitu eritrodekstrin yang

akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan larutan

yodium. Pada tahap akhir hidrolisa dihasilkan akrodekstrin yang tidak

memberikan warna bila bereaksi dengan larutan yodium. Jenis dekstrin

yang terakhir ini dikenal juga dengan nama maltodekstrin.

2. Maltodekstrin

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisa pati menjadi

polimer glukosa dengan 5-10 unit glukosa dan nilai DE kurang dari 20.

Berdasarkan nilai DE-nya, secara umum dikenal dua jenis rnaltodekstrin di

pasaran yaitu DE 10-14 dan DE 15-19 (Long, 1985; Reineccius, 1991).

Jenis pati yang digunakan sebagai bahan pembuatan maltodekstrin adalah

pati dengan kandungan arnilopektin tinggi, seperti pati jagung, dan pati

normal (regular starch).

Umumnya maltodekstrin digunakan dalam bentuk kering dengan

kandungan air berkisar 4% dan merupakan bahan yang mudah larut.

Beberapa sifat fungsional penting rnaltodekstrin adalah sifat higroskopis

(175)

yang rendah, tingkat kernanisan rendah, viskositas tinggi, dan rnudah

dicampurkan dengan flavor (Reineccius, 1991). Pemanfaatan rnaltodekstrin ,

dalam industri pangan antara lain rneningkatkan penerirnaan konsumen

terhadap produk pangan cair, sebagai bahan pernbantu dalam proses

pengeringan dengan pengering sernprot, dan rnaltodekstrin DE rendah

dapat digunakan sebagai bahan pengganti lemak (fat substitute) (Long,

1985; Kennedy et al., 1995).

3. Pirodekstrin

Narna dekstrin yang sering dijumpai adalah sebutan yang merujuk

pada pirodekstrin. Wurzburg (1989) rnenyatakan bahwa dekstrin yang

dihasilkan dengan proses pernanasan pati secara kering disebut dengan

pirodekstrin. Pirodekstrin sendiri dapat dibedakan rnenjadi British gum, dekstrin putih, dan dekstrin kuning atau canaty dextrin. Ketiga jenis

dekstrin ini berbeda dalam perlakuan pernanasan dan sifat-sifat produk

akhirnya. Perbedaan perlakuan dan sifat ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi Pirodekstrin

1

Katalis

I

HCI

1

HCI

I

HCI

1

Karakteristik

Kondisi

I

Waktu pemanasan

1

10

-

24

1

6

-

20

1

3

-

7

1

British Gum

I I I I I

Sumber : Sattewaite dan Iwinski (1973) (jam) Warna Kelarutan (%) Dekstrin Kuning Dekstrin Putih Kekuningan- coklat tua 1-100 Kekuningan- kuning tua

95

-

100
(176)

Pirodekstrin banyak digunakan baik dalarn industri pangan rnaupun

non pangan. Dalarn industri pangan antara lain untuk meningkatkan

kerenyahan, sebagai carrierdalarn pernbuatan rninurnan instan, dan untuk

rnencegah rnigrasi rninyak pada pernbuatan kacang goreng (Mukodiningsih,

1991). Sedangkan dalarn industri non pangan digunakan sebagai bahan

perekat dan carrier pada pernbuatan tablet obat-obatan karena sifatnya

yang rnudah larut.

4. Siklodekstrin

Siklodekstrin dapat dibedakan rnenjadi tiga jenis berdasarkan jurnlah

unit glukopiranosa yang dirniliki yaitu a-, p-

,

dan y-siklodekstrin. Jurnlah

glukopiranosa yang dirniliki a-, p-

,

dan y-siklodekstrin rnasing

-

rnasing adalah 6, 7, dan 8 unit (Kennedy et al., 1995).

Menurut Kennedy et al. (1995), jenis dekstrin ini terutarna banyak

digunakan untuk enkapsulasi flavor dalarn produk-produk makanan karena

lebih rnudah dan rnurah dibandingkan teknik enkapsulasi lain. Selain itu

p-

siklodekstrin dapat digunakan untuk rnengurangi rasa pahit buah citrus dan

rnempertahankan rasa rnanis sari buah (Konno et al., 1982) dan

rnengurangi kadar kolesterol kuning telur (Vollbrecht, 1991). Keuntungan

penggunaan p-siklodekstrin adalah sifat P-siklodekstrin yang tidak beracun,

tidak higroskopis, kernudahan untuk dipisahkan, dan kestabilan kirnianya.

D. PEMBUATAN DEKSTRIN

Dekstrin dapat dibuat dengan tiga rnacarn proses yaitu proses

konversi kering, proses konversi basah dengan asarn, dan proses konversi

basah enzirnatis (Sattenvaite dan Iwinski, 1973).

(177)

1.

Prinsip Pernbuatan Dekstrin

Prinsip pembuatan dekstrin konversi basah dengan enzirn berbeda

dengan konversi basah rnenggunakan asam. Dalam proses ini dilakukan

penarnbahan enzim a

-

arnilase pada larutan pati sehingga rnolekul pati dapat dihidrolisa oleh enzim. Ada dua tahapan dalarn proses hidrolisa

dengan enzim a

-

arnilase. Pada tahap pertama, bubur pati dimasak pada suhu di atas 100 OC agar granula-granula pati dapat rnengernbang.

Sedangkan pada tahap kedua adalah tahap hidrolisa pati secara enzirnatis

pada suhu 80

-

95 OC. Waktu yang dibutuhkan untuk rnemperoleh dekstrin

berkisar antara 2

-

4 jam (Picher, 1980).

Hidrolisis amilosa oleh enzim akan rnenghasilkan dekstrin, maltosa,

dan glukosa. Sedangkan hidrolisis amilopektin rnenghasilkan dekstrin,

glukosa, rnaltosa, dan satu seri limit dekstrin. Limit dekstrin terbentuk

karena enzim arnilase tidak rnampu rnemecah ikatan cabang arnilopektin

(Greenwood dan Munro, 1979).

Pernbuatan dengan konversi basah dengan asam dilakukan dengan

cara mernanaskan bubur pati dalam larutan asam secara perlahan-lahan

hingga tercapai derajat konversi yang diinginkan. Produk yang didapatkan

segera dikeringkan (Satterwaite dan Iwinski, 1973). Prinsip yang hampir

sama dikemukakan oleh Sornaatmaja (1970) di mana dilakukan dengan

cara rnerendarn tepung pati dalam larutan asam encer selarna 24 jam.

Setelah itu asarn dipisahkan dari pati dan tepung pati segera dikeringkan

sarnpai sernua sisa larutan asam menguap.

Prinsip pembuatan dekstrin dengan konversi kering adalah dengan

penarnbahan asam, seperti asam klorida, yang akan rnenernbus granula-

(178)

granula pati secara perlahan-lahan sehingga akan rnernpercepat

pernotongan ikatan a-D-glukosidik pada pati. Pernotongan ikatan glukosidik

pada pati ini akan menghasilkan polimer-polirner glukosa. Dalarn proses

konversi kering dibutuhkan proses pengeringan untuk mengurangi kadar

air dari pasta pati yang terbentuk. Setelah itu dilakukan proses pemanasan

(penyangraian). Pada proses ini terjadi pernotongan ikatan a-D-glukosidik,

sehingga untuk rnencegah konversi dekstrin lebih lanjut maka dekstrin

yang dihasilkan harus segera didinginkan.

Tahap awal pernbuatan dekstrin dengan konversi kering adalah

pernanasan pati dalam sebuah wadah yang terbuat dari stainless steel

sarnbil diaduk secara kontinu (Sornaatmaja, 1970). Setelah suhu proses

mencapai 110

-

120 OC, ke dalam tepung pati disernprotkan larutan HCI

0.05

-

0.10 N. Suhu pemanasan ini harus diusahakan tetap (konstan).

Urnumnya, waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan dekstrin setelah

proses pencampuran pati dengan HCI adalah 2

-

4 jam (tergantung pada

jumlah pati yang digunakan). Setelah 2 jam pemanasan, hssil diperiksa

dengan cara mengambil sedikit sampel dan ditetesi dengan larutan yodium.

Proses pemanasan dihentikan jika sudah terbentuk warna rnerah

kecoklatan.

Menurut Wurzburg (1989), ada empat tahap dalarn pernbuatan

dekstrin secara konversi kering meliputi persiapan bahan, pemanasan

pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan.

a. Persiapan Bahan

Pada tahap persiapan bahan, tepung pati diberi katalis asam atau

buffer. Jumlah asam yang ditambahkan disesuaikan dengan pH proses dan

(179)

kernurnian produk yang diinginkan. Larutan HCI sebesar 0.1% terhadap

berat pati kering (kadar air 11%) dapat digunakan dalarn pernbuatan

dekstrin (Soekarto, 1978).

b. Pernanasan Pendahuluan

Kandungan air dalarn pati akan rnernpercepat hidrolisis. Dalarn

pernbuatan dekstrin kuning, reaksi hidrolitik ini harus dirninirnalkan

sehingga proses pernanasan pendahuluan adalah penting. Tetapi tidak

dernikian halnya dengan pernbuatan dekstrin putih dan British gum, karena

proses hidrolisis diperlukan untuk rnenentukan sifat-sifat produk yang

diinginkan. Pernanasan pendahuluan dapat rnerupakan proses yang

digabungkan dengan pirokonversi rnaupun dilakukan tersendiri.

c. Pirokonversi

Surnber panas yang digunakan dalarn proses ini dapat berupa panas

langsung (direct heal) maupun dengan sistern jaket pernanas. Faktor-

faktor penting yang harus diperhatikan antara lain adalah pengontrolan

suhu selama proses dan pengadukan yang kontinu agar didapatkan produk

yang seragam. Kadar air dekstrin yang dapat dihasilkan dari proses

pirokonversi adalah 1

-

5%. Waktu pernanasan dan rentang suhu untuk tiap jenis dekstrin dapat dilihat pada Tabel 4.

d. Pendinginan

Dekstrin yang dihasilkan dari proses pirokonversi harus segera

didinginkan dengan cara rnernasukkan dekstrin panas ke dalam mixer

(180)

proses pendinginan adalah untuk rnencegah konversi lebih lanjut dari

dekstrin. Hal ini juga dapat dicapai d e ~ g a n rnenetralkan pH proses yang

rendah dengan pencarnpuran kering rnenggunakan reagen alkali seperti

arnoniurn karbonat dan gararn fosfat.

2. Konversi Kimia

Perubahan-perubahan kirnia yang te Qadi selarna proses dekstrinisasi

belum sepenuhnya dirnengerti karena sangat kornpleks. Menurut Wurzburg

(1989), tiga reaksi kimia utarna yang tejadi adalah hidrolisis,

transglukosidasi, dan repolirnerisasi.

a. Hidrolisis

Proses hidrolisis te qadi selarna pernanasan pendahuluan dan tahap

awal dekstrinisasi di rnana te Qadi pernotongan ikatan a-D- (1+4) dan a-D-

(1+6) glukosidik rnenjadi grup aldehida. Selarna proses ini akan terjadi

penurunan berat rnolekul pati yang ditunjukkan dengan penurunan

viskositas dan peningkatan gula pereduksi. Menurut Sornaatrnaja (1970),

pernendekan rantai panjang pati karena hidolisis akan rnengakibatkan

tejadinya perubahan sifat dari pati yang tidak larut dalarn air dingin

rnenjadi dekstrin yang larut dalarn air dingin.

Reaksi kirnia dalarn proses hidrolisis basah tersaji seperti pada pada

Garnbar 2.

katalis

(C6H1005)n

+

n H20

---+

(C6Hlo05)m.H20

+

C6H1206

+

pati sisa

pati panas dekstrin glukosa

Gambar 2. Reaksi kimia proses hidrolisis pati.

(181)

Dalarn reaksi tersebut, n adalah jurnlah unit glukosa dalarn rnolekul pati

sedangkan rn adalah jurnlah unit glukosa dalarn molekul dekstrin (biasanya

terdiri dari 6-10 unit).

b. Transglukosidasi

Reaksi transglukosidasi adalah reaksi pertukaran antar molekul yaitu

akan terjadi rekornbinasi dari fragmen-fragrnen glukosidik, yang berasal

dari proses hidrolisis, dengan gugus-gugus hidroksil bebas yang berdekatan

sehingga rnernbentuk struktur bercabang. Hal ini didukung oleh Kerr et al.

(1953) yang dikutip oleh Wurzburg (1989) yang rnernanaskan arnilosa

dengan pH 6.7 dan kadar air 2.2% pada suhu 175 OC. Dalarn percobaannya

ini diketahui bahwa pada proses konversi lanjut akan terjadi penurunan

jurnlah polirner linier yang diketahui dari warna dengan larutan yodiurn.

c. Repolimerisasi

Glukosa rnampu untuk rnengalami proses polirnerisasi pada suhu

tinggi dengan adanya katalis asarn. Dalarn pernbuatan dekstrin kuning,

telah dibuktikan terjadinya repolimerisasi glukosa. Hal ini diketahui dari

penurunan kandungan gula pereduksi dan persentase dekstrin yang larut

dalarn carnpuran etanol dan air (rasio 9:1), dan peningkatan viskositas.

Meskipun proses repolirnerisasi ini belurn sepenuhnya diyakini, narnun

setidaknya proses ini te rjadi dalarn pernbg~atan dekstrin kuning.

Reaksi yang terjadi pada pernbuatan dekstrin putih adalah reaksi

hidrolitik rnolekul pati sehingga rnenghasilkan molekul yang lebih rnudah

larut dalarn air. Pada pernbuatan dekstrin kuning, reaksi yang terjadi

adalah reaksi hidrolitik dan reaksi transglukosidasi serta repolimerisasi

(182)

sejalan dengan berjalannya proses dekstrinisasi, sedangkan pada

pernbuatan British gums reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolitik dan

sebagian besar reaksi transglukosidasi (Satterwaite dan Iwinski, 1973).

3. Karakteristik Dekstrin

Sifat-sifat antara ketiga jenis pirodekstrin saling berbeda baik secara

kirnia rnaupun fisika. Karakteristik pirodekstrin antara lain rneliputi

kandungan air, warna, kelarutan, dextrose equivalent (DE), dan

konsentrasi dekstrin (Wurzburg, 1989).

a. Kandungan air

Kandungan air akan rnengalarni penurunan pada proses pernanasan

pendahuluan dan pirokonversi. Dekstrin putih rnerniliki kandungan air

paling tinggi yaitu 2

-

5% sedangkan untuk British gum dan dekstrin kuning

urnurnnya kurang dari 2%.

b. Warna

Rentang warna dekstrin kering adalah dari putih hingga coklat tua.

Warna British gum dan dekstrin kuning urnurnnya lebih tua daripada

dekstrin putih. Perbedaan warna ini rnerupakan indikasi dari perlakuan

suhu yang berbeda-beda pada proses dekstrinisasi.

c. Kelarutan

Selarna proses konversi, kelarutan dekstrin dalarn air dingin akan

sernakin rneningkat. Dekstrin putih rnerniliki kelarutan sebesar 60

-

95%
(183)

derajat konversinya yaitu dari rninirnu'rn hingga loo%, sedangkan dekstrin

kuning urnurnnya rnerniliki kelarutan 100°/o.

d. Dextrose Equivalent (D E)

Nilai DE untuk dekstrin putih berkisar dari 10 hingga 12% sedangkan

untuk British gum lebih rendah dari 2% dan DE untuk dekstrin kuning

adalah 1 - 4%.

e. Konsentrasi Dekstrin

Menurut Caesar et al. (1939) yang dikutip oleh Wurzburg (1989),

konsentrasi dekstrin akan sernakin rneningkat dengan sernakin larnanya

proses konversi. Nilai konsentrasi dekstrin dapat diukur rnelalui 1% larutan

dekstrin dalarn larutan B~(OH)Z setengah jenuh di rnana pati atau dekstrin

akan terpresipitasi oleh barium hidroksida.

E. GELATINISASI

Salah satu fenornena penting dalarn proses pengolahan bahan

pangan adalah gelatinisasi pati. Terdapat beberapa versi rnengenai definisi

proses gelatinisasi pati, narnun secara urnurn proses ini didefinisikan

sebagai perubahan bentuk granula pati yang bersifat tidak dapat balik

(irreversible) akibat pernanasan pati dalarn air pada ternperatur tertentu

(Silva et al., 1996; Ziegler et al., 1993).

1. Mekanisme Gelatinisasi

Granula pati rnentah tidak larut dalarn air dingin disebabkan oleh

adanya ikatan hidrogen yang dapat dijurnpai dalarn dua bentuk, baik

(184)

melalui ikatan OH alkohol dalarn masing-masing individu granula rnaupun

secara tidak langsung rnelalui ikatan air (Swinkels, 1985).'

Sifat granula pati rnentah yang tidak larut ini akan berubah menjadi

sedikit rnengernbang dalam air hangat atau panas. Namun pengembangan

ini masih bersifat bolak

-

balik (reversible). Pengernbangan granula pati

akan rnenjadi bersifat tidak bolak-balik (irreversible) jika telah rnelalui suhu

gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985). Pengernbangan tidak

bolak-balik ini akan diikuiti pula oleh perubahan struktur granula,

mekanisrne ini yang disebut sebagai gelatinisasi.

Mekanisrne gelatinisasi dapat dijelaskan rnelalui tiga tahapan

(Garnbar 3). Tahap pertama adalah penyerapan air oleh granula pati

sampai batas akan rnengembang yang berjalan larnbat. Menurut Swinkels

(1985), tahap pertarna gelatinisasi terjadi pada daerah arnorp dari granula

karena pernutusan ikatan hidrogen antar rnolekul-rnolekul granula. Tahap

kedua ditandai dengan pengembangan secara tiba-tiba karena penyerapan

air lebih banyak, dan tahap terakhir adalah granula menjadi kehilangan

bentuk dan rnulai larut. Tahap terakhir ini terjadi pada ternperatur tinggi

(Abubakar, 1986). Sifat pati yang telah rnengalarni gelatinisasi ini

mernpunyai rnanfaat tersendiri untuk industri rnakanan yaitu untuk

digunakan dalarn pernbuatan rnakanan instan seperti bubuk agar-agar dan

beras instant (Winarno, 1992).

2.

Suhu

Gelatinisasi

Suhu di rnana granula pati pecah dan rnenyerap air disebut suhu

gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tidak sama besarnya untuk tiap jenis pati.

(185)

Suhu gelatinisasi pati jagung berkisar antara 62-70 OC, pati gandurn 54.5-

64 OC, kentang 58-66 OC, garut (Arrowroot) 75-78 OC, dan pati tapioka 69-

70 O C (Tabel 5).

O r a n u L o p a t i m o n l a h y a n g t a r - d i r i d a r i a m i l o n a ( h e l i x , d a n a m i l o p e k l i n c b a r c a b a n g ,

n

l ' o n a m b a h a n a r r a k a n r n e t n u c a t r - k a n k r i u t a l r n i t a a d a n m r r u a a h k u l s r a t u ~ a n b e n l u k a m i l o a a . O r a n u t a m e n g e m b a n g .

r o n a m b a h a n p a n - d o n a r r y a n y

berlrbihon a k a n m r n y - b a b k a n

g r o w l a r n r n g - m h n g L o b r h L a n j u L . A m r l - r a m u l a r b r r d r f u - i k-Luc-r g r a n u l a .

n

oranuLa h a r n p r r h a n y a n,rngan,zd>*j a m i l o p o k l ~ n s a p don t e r p r r o n g k a p d a n torlihol d d a m .LrukLur rna'.rikc a m r l o r r a , m c m b e n L u k .uaLu g a l .

Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati.

(Runsen dan Clark, 1978)

Beberapa faktor yang rnernpengaruhi tinggi rendahnya ternperatur

dan proses gelatinisasi adalah ukuran dan bentuk granula pati, kandungan

arnilosa, derajat kristalinitas fraksi arnilopektin, kandungan protein dan

lernak, jurnlah arnilosa dan arnilopektin terlarut, dan kondisi proses

(186)
[image:186.595.124.498.79.274.2]

Tabel 5. Suhu gelatinisasi (OC) berbagai jenis pati

(1953) Tapioka

1

52-64

1

65-70

1

59-64-69

1

69-70

Jenis Pati Suhu

Brabender* Winarno

(1992)

Jagung Gandum

Gelatinisasi pati tidak tejadi hanya pada suatu suhu tertentu Kentang

Beras

Garut

rnelainkan pada suatu rentang suhu (Swinkels, 1985). Rentang suhu

geiatinisasi yang disebut rentang suhu gelatinisasi Kofler (Tabel 5)

diperoleh dengan pengamatan hilangnya sifat birefrngence untuk

konsentrasi pati dalarn air masing-masing sebesar 5, 50, dan 95%. Rentang

suhu Kofler*

62-70

54.5-64

3. Metode Pengamatan Gelatinisasi

Perubahan viskositas, perubahan entalpi, perubahan ketahanan

enzirn, hilangnya sifat birefhingence, dan hilangnya difraksi sinar X

merupakan metode-metode yang umurn digunakan untuk rnernonitor

berlangsungnya proses gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985;

Silva et ai., 1996; Ziegler et al., 1993). Kenaikan viskositas diukur

rnenggunakan Brabender Viscoamylograph, penurunan entalpi dianalisa

secara termal (thermal analysis), dan hilangnya sifat birefhingence diarnati

rnenggunakan mikroskop polarisasi (polarized light microscopy). Di antara

metode-metode tersebut di atas, hilangnya sifat birefrngence dan

..

ketahanan enzirn rnerupakan rnetode analisa yang paling banyak

24

Whistler dan Smart

*

Sumber : Swinkels (1985)
(187)

digunakan karena membutuhkan waktu yang lebih singkat dan sifatnya

yang dapat diulang. Beberapa tahun belakangan ini dikernbangkan pula

metode-metode lain untuk rnernonitor proses gelatinisasi yaitu analisis

ukuran pakikel granula pati rnenggunakan laser dieaction particle size

analyzer (Ziegler et al., 1993) dan analisa beda proton dua fasa

menggunakan spektroskopi resonansi inti atom (NMR) (Silva et al., 1996).

Penggunaan NMR ini terutarna berguna untuk mengetahui derajat pati

yang tergelatinisasi.

a. Sifat birefringence

Metode pengamatan hilangnya sifat birefrngence rnerupakan rnetode

yang paling banyak digunakan untuk rnengarnati rnekanisme gelatinisasi.

Sifat birefiingence granula pati yang diarnati dengan rnikroskop polarisasi

akan tampak sebagai daerah kristal gelap terang. Sifat ini akan hilang jika

granula ,pati rnulai pecah karena adanya perlakuan terhadap granula-

granula pati tersebut (Greenwood dan Munl-o, 1979).

Granula-granula pati terutama dari jenis urnbi-umbian rnemiliki

komponen amilopektin yang berperan dalam sifat birefiingence karena

memiliki sifat kristal. Sifat kristal amilopektin ini umumnya sebesar 25-50%

dari volume total granula pati. Sedangkan amilosa lebih berperan

rnernbentuk struktur amorp dari granula pati, dimana komponen ini akan

keluar dari struktur granula melalui proses gelatinisasi (Greenwood dan

(188)

b. Perubahan viskositas

Perubahan viskositas selarna proses gelatinisasi diarnati dengan

Brabender Viscoarnyiograph. Melalui pengarnatan ini akan didapatkan besar

suhu gelatinisasi yang rnerupakan ienaikan viskositas awal. Suhu

gelatinisasi yang diperoleh dengan rnetode ini disebut suhu pasta

Brabender seperti dilihat pada Tabel 5 (Swinkels, 1985). Sejalan dengan

kenaikan suhu selarna proses gelatinisasi akan rnenyebabkan kenaikan

viskositas sehingga akan dicapai viskositas puncak. Nilai viskositas puncak

ini rnerupakan ukuran kemarnpuan pati rnernbentuk pasta. Secara urnurn,

pati yang berasal dari urnbi-urnbian rnerniliki kenaikan viskositas yang lebih

besar daripada pati jenis serealia.

F. MAKANAN BAY1 DAN AidAK BATITA

Definisi rnakanan tarnbahan adalah rnakanan bayi selain air susu ibu

dan susu botol sebagai penarnbah nutrisi dari air susu ibu. Makanan

tarnbahan ini sering disebut sebagai rnakanan pendarnping AS1 (MP-ASI)

(Anonirn, 1993; Wulan et al., 1996). Persyaratan rnakanan tarnbahan untuk bayi dan batita rnenurut Herrnana (1977) dan De Maeyer (1976) adalah :

(1) bernilai gizi tinggi dalarn arti rnudah dicerna, rnengandung energi dan

protein tinggi, (2) rnerupakan surnber vitamin dan mineral, (3) dapat diterirna secara sensori, (4) tejangkau harganya, (5) dapat dibuat dari

surnber-surnber rnakanan lokal, (6) higienis, dan (7) rnerniliki umur sirnpan

(189)

Oleh karena rnulai usia 4 sarnpai 6 bulan, AS1 sudah +dak dapat lagi mernenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi, rnaka bayi rnernerlukan rnakanan

tarnbahan. Dengan bertarnbahnya urnur bayi disertai dengan kenaikan

berat dan tinggi badan, rnaka kebutuhan akan zat-zat gizi juga sernakin

rneningkat. Sehingga fungsi rnakanan tarnbahan adalah untuk rnernenuhi

kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi sesuai perturnbuhan dan

perkernbangannya. Makanan tarnbahan bagi bayi dibedakan rnenjadi

makanan bayi (infant food) untuk bayi berusia di bawah 6 bulan dan

rnakanan tarnbahan (supplementa~y food) untuk bayi berusia 6 bulan ke

atas, sedangkan rnakanan sapihan (weaning food) untuk anak usia 1-3

tahun (Hamid, 2000). Standar nilai gizi rnakanan tarnbahan bayi dan anak-

anak rnenurut FAO/WHO (1991) dapat dilihat pada Tabel 6.

1.

Energi

Jurnlah energi yang dianjurkan untuk bayi dan anak batita dihitung

berdasarkan jurnlah energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkernbangan tubuhnya. Untuk bayi baru lahir hingga usia 6 bulan, jumlah

energi yang dibutuhkan berkisar 560 kilokalori

/

hari (berat badan normal

5.5 kg). Sedangkan untuk usia rnulai dari 1 tahun kebutuhan energinya

akan semakin rnenurun selarna rnasa perturnbuhan. Kebutuhan energi

untuk batita usia 1-3 tahun adalah 1250 kilokalori

/

hari (berat badan normal 12 kg) (Muhilal et al., 1998). Menurut surnber yang lain (Anonirn, 1983), jumlah energi untuk anak usia 1 tahun (dengan berat badan 8 kg)

adalah 870 kalori per hari. Jurnlah energi untuk bayi dan anak-anak secara

(190)

Gambar

Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu ..............
Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu
Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut
Tabel 5. Suhu gelatinisasi (OC)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Lelang Nomor : 10.001.A/B-DISKANNAK/IX/2011 tanggal 29 September 2011, perihal Penetapan Pemenang Pelelangan Pengadaan Barang dan Jasa

Need For Achievement mahasiswa diperoleh data sebesar 71% atau Need for Achivement mahasiswa Fakultas Agama Islam dalam kategori baik.. Berdasarkan analisis

Perusahaan dan entitas anak dapat mereklasifikasi aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, jika aset keuangan tidak lagi dimiliki untuk tujuan

Kebijakan pendidikan inklusif yang efektif memiliki kebergantungan kepada kemampuan sistem manajamen sekolah yang baik. Selama ini bahwa proses pendidikan inklusif

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa melalui pembelajaran kata beregu karate, metode yang digunakan adalah peneltian tindakan kelas,

[r]

PROFIL KEMAMPUAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN STRATEGI TEACHING LEARNING SEQUENCES DALAM INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI GAYA GESEK.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Students Teams AchievementDivision Untuk Meningkatkan Pembelajaran Konsep Dalam Mata Pelajaran IPS Materi Tokoh Pergerakan