REPRESENTASI KEHIDUPAN KELUARGA DALAM
LIRIK LAGU “GENERASI FRUSTASI”
(Studi Semiotik Tentang Representasi Kehidupan Keluarga Dalam Lirik Lagu “Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals)
SKRIPSI
Oleh :
Virizki Muhammad Akbar 0643010220
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
REPRESENTASI KEHIDUPAN KELUARGA DALAM
LIRIK LAGU “GENERASI FRUSTASI”
(Studi Semiotik Tentang Representasi Kehidupan Keluarga Dalam Lirik Lagu “Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals)
Disusun oleh :
VIRIZKI MUHAMMAD AKBAR NPM. 0643010220
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Catur Suratnoadji, Msi. NPT. 3 7206 95 00461
Mengetahui D E K A N
REPRESENTASI KEHIDUPAN KELUARGA DALAM
LIRIK LAGU “GENERASI FRUSTASI”
(Studi Semiotik Tentang Representasi Kehidupan Keluarga Dalam Lirik Lagu “Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals)
oleh :
VIRIZKI MUHAMMAD AKBAR NPM. 0643010220
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul
“PEMAKNAAN KEHIDUPAN KELUARGA DALAM LIRIK LAGU
GENERASI FRUSTASI” (studi semiotic tentang pemaknaan kehidupan keluarga dalam lirik lagu “Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals) dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Catur Suratnoadji, Msi
selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga
banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril, spiritual
maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr.Ir. Teguh Soedarto selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos., Msi selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, Msi, selaku sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
5. Bapak Dr. Catur Suratnoadji selaku Dosen Pembimbing utama sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Dyva Claretta, Msi selaku Dosen Program Studi Komunikasi yang
telah membantu memberi semangat sebelumnya sehingga penulis mampu
menemukan sebuah inspirasi dalam menemukan judul skripsi ini, serta
Dosen-dosen Program Studi Komunikasi lainnya yang tidak disebutkan satu
persatu.
7. Kedua orang tua penulis Sunarto. SH, MM dan Ninuk Satmawati. ST, serta
Kakak tercinta Virizcha Meirin Romadhona. SH, yang selalu memberikan
doa dan dukungan moril maupun spirituil kepada penulis di saat penulis
sedang dalam proses kejenuhan dan mengalami depresi yang sangat berat.
8. Yang terkasih Ochtiya Anjarsari yang selama ini telah mengorbankan
waktunya untuk penulis, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Everyday I love you.
9. Mas Miming dan Boy yang selama ini mau memberikan ilmu tentang
kehidupan kepada penulis.
10. Brahma yang selalu senantiasa menemani penulis disaat mengalami
kejenuhan.
11. Agung, Adi, Andik, Amir, Beny, Blonyo, Carek, Kunto, Reno, Hendro,
Mbah, Muklas, Muji, Noval dll, yang telah bersedia menjadi sahabat terbaik
12. Teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya angkatan 2006 dan
seluruh Pihak yang belum atau tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima
kasih atas doa dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa di dalam proposal ini akan ditemukan banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan
yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
umumnya dan penulis pada khususnya.
Surabaya, 16 Maret 2011
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAKSI ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan masalah ... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 9
1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 11
2.1. Landasan teori... 11
2.1.1. Musik dan Lirik lagu ... 11
2.1.2. Komunikasi Verbal ... 13
2.1.3. Seni Verbal ... 13
2.2. Pengertian Keluarga ... 14
2.3. Keluarga Bahagia ... 16
2.4. Keluarga Pecah (Broken Home)... 17
2.6. Sosiologi Komunikasi ... 20
2.7. Perubahan Sosial ... 22
2.8. Pengertian Generasi ... 24
2.9. Frustation (Kekecewaan) ... 25
2.9.1. Latar Belakang ... 25
2.9.2. Pengertian Frustasi atau Kekecewaan ... 26
2.10. Semiotika dan Semiologi... 27
2.11. Teori Semiotika dan Saussure... 30
2.12. Kerangka Berpikir... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
3.1. Metodologi Penelitian ... 35
3.2. Unit Analisis dan Corpus ... 36
3.2.1. Unit Analisis ... 36
3.2.2. Corpus... 36
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 37
3.4. Metode Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 39
4.1.1. Biografi Iwan Fals ... 39
4.2. Penyajian dan Pemaknaan Data ... 44
4.2.2. Pemaknaan Lirik lagu ”Generasi Frustasi” ... 45
4.3. Lirik Lagu ”Generasi Frustasi” Menurut Teori Tanda Saussure 55 4.4. Analisis Lagu ”Generasi Frustasi” ... 56
4.4.1. Keluarga Sebagai Generasi ... 56
4.4.2. Faktor Yang Merusak Keutuhan Rumah Tangga ... 58
4.4.3. Fungsi Keluarga Dalam Keluarga Bahagia dan Frustasi 62 4.4.4. Ideologi Yang Ingin Disampaikan Dalam Lagu ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Saran... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
ABSTRAKSI
VIRIZKI MUHAMMAD AKBAR, PEMAKNAAN KEHIDUPAN
KELUARGA DALAM LIRIK LAGU “GENERASI FRUSTASI” (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Kehidupan Keluarga Dalam Lirik Lagu “Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals).
Krisis global yang melanda penduduk Indonesia menjadi sebuah cekikan keras bagi rakyat dan pemerintahan pada era 70an dan 80an. Tidak hanya dari berbagai sektor yang kena imbas dampak negatifnya, tetapi juga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat di Indonesia. Dalam perilaku ekonomi, masyarakat harus lebih ekstra selektif untuk menentukan mana kebutuhan yang benar-benar diperlukan dan mana kebutuhan yang sifatnya dapat ditunda agar masyarakat tidak mengalami pemborosan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pemaknaan kehidupan keluarga dalam lagu “Generasi Frustasi” akan diteliti dengan menggunakan pendekatan semiotik yaitu teori semiotik menurut Ferdinand de Saussure. Berdasarkan teori saussure, maka pemaknaan kehidupan kelurga dalam lagu “Generasi Frustasi” tersebut akan diteliti berdasarkan teori tanda saussure yang mempunyai tiga bagian yaitu : Signifier, Signified, dan Signification.
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap pamaknaan lagu “Generasi Frustasi” memberitahukan sebuah nilai kepada masyarakat bahwa telah banyak dari mereka melupakan pentingnya keluarga yang akan membentuk pribadi-pribadi dalam masyarakat sosial sehingga menciptakan adanya keluarga yang broken home.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotik yang bersifat Deskriptif kualitatif dengan menggunakan pemaknaan lirik lagu “Generasi Frustasi” sebagai korpus penelitian. Unit analisis ini adalah tanda-tanda berupa tulisan, yaitu terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik lagu “Generasi Frustasi”.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Krisis Global yang melanda penduduk Indonesia menjadi sebuah cekikan
keras bagi rakyat dan pemerintahan. Di mana tidak hanya dari berbagai sektor
yang kena imbas dari dampak negatifnya, tetapi juga mempengaruhi pola
kehidupan masyarakat di Indonesia. Dalam perilaku ekonomi, masyarakat kini
harus lebih ekstra selektif untuk menentukan mana kebutuhan yang benar-benar
diperlukan dan mana kebutuhan yang sifatnya dapat ditunda agar masyarakat
tidak mengalami pemborosan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Tidak hanya masyarakat saja yang kewalahan. Dari pemerintahan yang
menjalankan tugas kenegaraan ikut merasakan pusingnya kejenuhan terhadap
krisis ekonomi global yang semakin menyiksa, di mana beberapa sektor ekonomi
di Indonesia, baik berupa penyedia devisa dan berbagai macam pengolahan
perekonomian mengalami keanjlokan yang drastis. Terbukti dengan turunnya
indeks bursa Indonesia terhadap mata uang asing yang sangat mempengaruhi
keberlangsungan ekonomi Indonesia terhadap laju penyebaran pasar Internasional.
Pada masa orde baru tepatnya pada tahun 1970an dan awal 1980an harga
minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde Baru mampu
yang cukup tinggi. Stabilitas politik dilakukan kaum militer dengan membuat
“Golongan Karya” (Golkar) yang tidak berkoalisi dengan partai politik yang ada
dan memaksa parpol bergabung hingga hanya ada dua yaitu Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pada tahun 1970-an, negara Orde Baru Rente terbentuk sehingga negara
menduduki posisi investor terbesar, disusul pengusaha non pribumi (Cina) dan
pengusaha pribumi di posisi ketiga. Perusahaan negara banyak yang merugi
namun pengelolanya bertambah kaya. Pengusaha Cina terus berkembang melalui
koneksi dengan pejabat tinggi negara. Pengusaha pribumi berkembang melalui
fasilitas negara karena hubungan kekeluargaan dengan petinggi negara.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat rakyatnya bebas dari
kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati segelintir
orang saja. Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru
antara lain, ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan
ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market
failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya
merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama
disebabkan oleh “market failure”. Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi
kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme
kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan
berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal
tahun 1945-2010, http://bebyhaney.blogspot.com 2010/05/ analisis-kondisi-ekonomi-politik.html, 2010).
Pada 1978 untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera
diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi
mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah
kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat
dan rektorat.
Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun
1982. UU ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi
pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh
izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang
diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang
Orde Baru.
Kemudian pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan
perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang
tergabung dalam Petisi 50, mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan
sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai
pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai
balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak
pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap
Perpolitikan formal yang diizinkan di Indonesia pada masa orde baru ini
secara resmi ditandai oleh konformitas ideologi, semuanya didasarkan pada
Pancasila. Islam sebagai suatu gerakan politik, tidak diizinkan menampilkan
ideologi alternatifnya terhadap Pancasila, dalam bentuk oposisi terorganisasi
terhadap rezim Orde Baru. Partai “Islam”, seperti PPP, tidak pernah memperoleh
kekuatan sebagaimana yang dimiliki partai-partai Islam dalam periode sebelum
tahun 1973. Kenyataannya, pada tahun 1980-an, banyak orang Islam yang
memutuskan untuk menyalurkan aspirasi pada partai pemerintah, Golkar, sebagai
cara terbaik. Perkembangannya, pada akhir 1980-an, Presiden Soeharto jarang
menyebut ekstremisme Islam sebagai ancaman terhadap Pancasila, pemerintah,
atau dirinya. Tidak terlihat adanya ancaman ideologis terhadap Orde Baru baik
dari komunis, atau dari Islam fundamentalis.
Sejak tahun 1970-an WHO telah membuat konsep ekologik untuk
memahami tindakan kekerasan. Modul ini mencoba memperhatikan (1)
faktor-faktor individual, biologik dan personal yang memengaruhi tindakan kekerasan
(misalnya pendidikan, penghasilan, masalah psikologik, pengalaman pelecehan);
(2) relasi (misalnya pola-pola keluarga dan persahabatan); (3) konteks masyarakat
(misalnya sekolah, tempat kerja, bertetangga); (4) faktor-faktor yang ada dalam
masyarakat (misalnya norma-norma budaya, prioritas orang tua terhadap
kesejahteraan anak, dominasi laki-laki terhadap perempuan, ketidaksejahteraan
Kondisi ini membutuhkan penanganan yang tepat. Penatalaksanaan
agresivitas selain ditujukan kepada pelaku juga kepada korban. Upaya-upaya
terapi dan pencegahan dilaksanakan secara kerja sama profesional, komprehensif,
multidisiplin (kedokteran, psikologi, hukum), dan multisektoral, serta melibatkan
keluarga. Upaya-upaya ini disesuaikan dengan etiologi agresivitasnya dan kondisi
saat kejadian dengan didahului wawancara yang bersifat personal dan mendalam
terhadap pelaku dan korban.
Perlu dipastikan apakah pelaku dan juga korban mengalami gangguan
jiwa. Pencegahan primer, sekunder dan tertier perlu diupayakan dengan
sungguh-sungguh oleh seluruh kalangan secara terintegrasi dan bersamaan. Keluarga yang
utuh, sehat, harmonis, dengan asuhan anak yang optimal, serta masyarakat yang
aman, damai perlu diupayakan oleh seluruh lapisan mayarakat dan para pengelola
bangsa. Perlu disadari bahwa pengaruh media masa luar biasa, lebih-lebih yang
menginspirasi, menimbulkan fantasi, dan menstimulasi tindakan kekerasan.
Pemberitaan, penayangan televisi dan film tentang agresivitas tidak perlu secara
gamblang dan kasat mata secara detail. Berita-berita dan penayangan yang
melukiskan kehalusan budi pekerti, empati, kedamaian, dan yang memotivasi
kerja keras akan mengurangi agresivitas. (Teddy Hidayat, 2010).
Situasi politik, kondisi sosial dan ekonomi pada tahun 1970-1980an yang
sulit dan penuh problematik tersebut telah berdampak terhadap kondisi kehidupan
keluarga pada masa itu. Krisis ekonomi menyebabkan krisis keluarga seperti,
dalam mencari nafkah. Sehingga anak yang menjadi korban dalam kehidupan
rumah tangga. Hal ini yang membuat riskan dalam perkembangan dan pendidikan
anak. Untuk memperkuat keutuhan keluarga maka perlu adanya pendidikan yang
kuat terhadap anggota keluarganya.
Pendidikan yang benar akan mempersiapkan anak menjadi orang yang
sukses dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat. Semua hal yang terkait
dengan pendidikan, tidak lepas dari peran kedua orang tuanya, karena pendidikan
yang paling efektif dimulai dari rumah tangga. Cinta dan kasih sayang merupakan
pondasi pendidikan yang benar dan yang paling utama. Tanpa ada cinta dan kasih
sayang, idealisme pendidikan tidak mungkin terlaksana. Orang tua yang memiliki
rasa cinta dan kasih sayang dalam hatinya akan mempunyai kemampuan dalam
mengatur rumah tangganya, juga dalam mendidik anak-anaknya. Karena cinta dan
kasih sayang akan membuat orang tua menjadi penyabar, jauh dari penyakit hati,
tidak mudah marah dan tidak mementingkan diri sendiri.
Lagu Frustasi sendiri bercerita tentang kegelisahan seorang anak yang
keluarganya berantakan. Kedua orang tuanya sibuk dengan urusan yang tak
masuk di akal sehingga tidak memperdulikan anaknya. Dalam lirik lagunya Iwan
Fals sedang berkhayal andai bisa menjadi orang besar seperti Adolf Hitler yang
tenar dan Jimmy Carter mantan presiden Amerika ke-39 (1977-1981).
Peneliti tertarik untuk memahami lirik lagu yang berkaitan dengan
makna-makna kritik sosial khususnya berkaitan dengan kehidupan keluarga ketika
disampaikan dapat sebagai rujukan berbagai pihak untuk memperbaiki kondisi
sosial.
Tekanan kondisi sosial dan ekonomi terhadap keluarga ini telah
memberikan inspirasi Iwan Fals untuk menulis sebuah lagu yang berjudul
“Generasi Frustasi”. Lagu ini merupakan salah satu bentuk kritik sosial pada
masyarakat di tahun 1979-1980an. Mungkin saat itu Iwan Fals tidak menduga
lirik lagu tersebut akan semakin menemukan relevansinya saat ini bahkan nanti.
Dengan kondisi saat ini generasi penerus bangsa Indonesia sangat
memprihatinkan. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang bangsa
Indonesia akan mengalami kehancuran, maka yang harus dilakukan adalah
memperhatikan pendidikan anak sejak dini.
Filosofi pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, seorang
tokoh pendidikan, pendiri perguruan taman siswa, adalah Ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Kalau diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira maksudnya bahwa bagi seorang pendidik
(orang dan atau guru) harus mempunyai filosofi, di depan mampu memberikan
teladan (contoh), di tengah-tangah (mendampingi anak) harus mampu
membangkitkan semangat, dan di belakangnya mengikuti perkembangan anak
sambil tidak melepas control dan meluruskan apa-apa yang dipelajarinya atau
dilakukan oleh anak didiknya.
Orang tua, ayah dan ibu merupakan tokoh panutan yang pertama, yang
akan diikuti anak-anaknya. Karena itu keteladanan dari orang tua adalah contoh
diucapkan didepan anak-anaknya. Tidak menepati janji, sama saja memberikan
contoh untuk berdusta. Lebih baik tidak menjanjikan apa-apa kepada anak kalau
tahu bahwa itu tidak akan dapat ditepati. Berterus terang akan lebih baik daripada
menjanjikan sesuatu yang tidak dapat ditepati.
Pendidikan tersebut sangatlah penting dalam kehidupan keluarga dan
bermasyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi sosial dalam menjalin
sebuah hubungan bermasyarakat. Komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep-diri kita, aktualisasi-diri,
untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur,
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja
sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi,
RT, RW, desa, kota, dan Negara keseluruan) untuk mencapai tujuan bersama.
Alfred Korzybski menyatakan bahwa kemampuan manusia berkomunikasi
menjadikan mereka “pengikat waktu” (time-binder). Pengikatan-waktu ( time-bending) merujuk pada kemampuan manusia untuk mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. Manusia tidak perlu memulai
setiap generasi sebagai generasi baru. Mereka mampu mengambil pengetahuan
masa lalu, mengujinya berdasarkan fakta-fakta mutakhir dan meramalkan masa
depan. Pengikatan-waktu ini jelas merupakan suatu karakteristik yang
membedakan manusia dengan bentuk lain kehidupan. Dengan kemampuan
Pada dasarnya lagu merupakan kegiatan komunikasi. Karena didalamnya
terdapat proses penyampaian pesan dari si pencipta lagu kepada khalayak
pendengarnya. Pesan yang terkandung dalam sebuah lagu merupakan hasil dari
pikiran ataupun perasaan dari si pencipta lagu sebagai orang yang mengirim
pesan. Konsep pesan ini dapat berupa ungkapan-ungkapan dari perasaan senang,
sedih atau marah. juga dapat berupa pendapat seperti pujian atau bahkan kritik
akan sesuatu hal.
1.2.Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka permasalahan
yang akan diteliti dirumuskam sebagai berikut : “Bagaimana pemaknaan
kehidupan keluarga dalam lirik lagu “Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh
Iwan Fals?”
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pemaknaan kehidupan kelaurga dalam lirik lagu
“Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Untuk menambah literature penelitian kualitatif ilmu komunikasi khususnya
mengenai analisis dengan metode semiotik Saussure pada lirik lagu
“Generasi Frustasi” yang dibawakan oleh Iwan Fals.
2. Manfaat Praktis
Membantu pembaca dan penikmat musik dalam memahami kehidupan
keluarga dalam lirik lagu “Generasi Frustasi” pada album Canda Dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Musik dan Lirik Lagu
Musik adalah bentuk seni yang melibatkan penggunaan bunyi secara terorganisir melalui kontinum waktu tertentu. Musik memainkan peran dalam tiap masyarakat, memiliki sejumlah besar gaya, dan tiap gaya merupakan ciri dari wilayah geografis atau sebuah era sejarah. Namun, ada area perbatasan yang tak jelas antara musik dengan seni berdasarkan bunyi lainnya seperti puisi. Maka dari itu, masyarakat memiliki pendapat berbeda-beda mengenai musikalitas dari berbagai macam bunyi. Karenanya, irama berulang, gaya bernyanyi separo berbicara, atau teks bunyi diciptakan program komputer bisa diterima sebagai musik oleh sebuah masyarakat atau kelompok dan bisa juga tidak. Konteks sosial tempat bunyi itu muncul pun sering menentukan apakah bunyi itu dapat dianggap sebagai musik atau tidak. Bisingnya daerah industri, misalnya, tidak dianggap sebagai musik kecuali disajikan sebagai dari sebuah konser musik eksperimental di dalam sebuah auditorium dan diarahkan oleh komposer.
oleh kalangan professional, disebarkan melalui media elektronik (radio,televisi, album rekaman, film) dan dikonsumsi oleh masyarakat luas. Namun batasan antar strata ini tidak jelas, misalnya, melodi dari wilayah musik klasik terkadang diambil oleh komunitas musik tradisional dan pop, dan sebaliknya (Marcel Danesi,2010 : 242-243).
Musik sering dipergunakan untuk mengiringi akivitas lain. Secara universal musik dihubungkan dengan tarian. Musik merupakan komponen utama dalam banyak jenis kebaktian religious, ritual sekuler, dan teater. Di beberapa masyarakat, musik juga merupakan aktivitas yang dilakukan semata-mata demi musik itu sendiri.
Lirik lagu dalam musik dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat dipakai untuk sarana sosialisasi dan pelestarian suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan nilai-nilai bahkan prasangka tertentu. (setyaningsih, 2003: 7-8).
2.1.2 Komunikasi Verbal
Simbol atau pesan adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rancangan wicara yang kita sadari termasuk dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal.
Bahasa verbal adalah saran utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita, bahasa verbal menggunakan kata-kata konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realita kita yang mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu.
Bila kita menyertakan budaya sebagai variabel dalam proses abstraksi itu, problemnya menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya anda sendiri, proses abstraksi untuk menginterpresentasikan pengalaman anda jauh lebih mudah, karena dalam suatu budaya orang-orang berbagai sejumlah pengalaman serupa. Namun bila komunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, proses abstraksi juga menyulitkan (Mulyana, 2004 : 239).
2.1.3 Seni Verbal
penggunaan kata untuk mereproduksi suara-suara dalam alam, untuk menggugah perasaan, dan untuk memberikan pandangan mendalam atas sifat intrinsic dari segala sesuatu.
Puisi pada hakekatnya adalah “musik vokal”, karena ditandai oleh ritme dan nada. Meskipun puisi lambat laun eksis secara independen dalam budaya kita, dalam banyak budaya lain puisi dan musik masih dianggap identik. Beberapa contoh teks puitik yang paling awal ditemukan pakar arkeologi di Sumeria kuni, babilonia, dan wilayah-wilayah lainnya di Timur Tengah tempaknya menegaskan bahwa puisi muncul bersama-sama musik dan drama sebagai ekspresi masyarakat demi meminta pertolongan dari, atau memuja, para dewa. Aspek musik dalam puisi kini masih terlihat dalam berbagai budaya. Misalnya, dalam budaya nevajo, bentuk puitis digunakan sebagai rapalan untuk memanggil hujan. Namun, bahkan dalam budaya teknologi modern kita pun terdapat banyak penggunaan puisi secara ritualistik. Misalnya kita menggunakan bahasa puitis dalam kartu ucapan, undangan jenis khusus, untuk menyampaikan pengetahuan pada anak-anak, dalam jingle iklan dan seterusnya(Marcel Danesi, 2010 : 159).
2.2. Pengertian keluarga
kasih dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian juga bila keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya.
Menurut Bruce J. Cohen yang diterjemahkan Sahat Simamora (1988 :172) bahwa keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak saudara yang memiliki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu lainnya. Sedangkan Ki Hajar Dewantoro seperti yang dikutip Sugiyanto (1999 : 25) menyatakan “Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan tingkah laku, mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengertian keluarga adalah suatu kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kumpulan beberapa orang yang terikat oleh suatu hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang memiliki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu lainnya.
Menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal (1992 : 84) ada dua bentuk keluarga yaitu :
Dinamakan juga nuclear family, yang terdiri atas ayah, ibu dan anak yang belum menikah. Mereka mempunyai ikatan secara hukum (agama), biologi, psikologis dan sosial ekonomi yang dilandasi cinta kasih dan tanggung jawab. 2) Keluarga Luas
Dinamakan juga extended family yang terdiri atas keluarga inti ditambah dengan anak-anak yang telah menikah, serta anggota keluarga yang lain, seperti kakak dan adik dari suami istri, mertua, paman, bibi dan keponakan yang tinggal dalam satu rumah.
Dalam nuclear family agar terdapat interaksi yang baik maka perlu ada saling pengertian dan saling membantu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Berdasarkan pengertian keluarga di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan interaksi dalam keluarga adalah suatu proses hubungan timbal balik antar anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, beserta anak-anaknya dan individu yang lain sehingga mempengaruhi, mengubah atau memberikan kelakuan individu lainnya atau sebaliknya.
2.3. Keluarga Bahagia
Persoalan pokok dalam menguaraikan keluarga bahagia adalah konsep bahagia. Kajian Mahmood, (1997) menyiratkan kebahagiaan tercapai apabila :
a. Mengalami kesenangan b. Gembira
e. Merasa nikmat dengan setiap yang ada.
Secara ringkasnya, kebahagiaan adalah perasaan yang terpancar dari lubuk hati dan bukan sesuatu yang dipaksa atau disogok dari luar. Ia bukan terletak pada kekayaan, kuasa, kedudukan dan apa saja yang bersifat kebendaan. Sebaliknya, ia adalah sesuatu yang maknawi, dapat dirasai tetapi tidak dapat diukur.
Sesuai dengan maksud dan konsep keluarga bahagia inilah Al-Quran dan Al-Sunnah telah memberi panduan kedalam banyak aspek tentang kekeluargaan seperti objektif pembinaannya, cara perkawinan dikelolakan dan hubungan yang diamanahkan antara satu sama lain.
Tentang perhubungan antara suami istri, Allah SWT menerangkan bahwa tujuan berkeluarga ialah untuk membina keluarga yang bahagia dan mewujudkan ketenangan serta hubungan baik dan rasa kasih sayang antara satu sama lainnya. Firman Allah yang dimaksud :
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadaNya dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang.” Surat Ar-Rum (30):21.
Hubungan suami isteri juga perlu dihormati dengan mewujudkan pergaulan yang baik dan menjauhkan segala perkara yang boleh mengeruhkan suasana.
2.4. Keluarga Pecah (Broken Home)
kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai; (2) orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis.
Dari keluarga yang digambarkan di atas tadi akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian, sehingga perilakunya sering menyimpang. Mereka mengalami gangguan emosional dan bahkan neurotik. Kasus keluarga broken home ini sering kita temui di sekolah dengan penyesuaian diri yang kurang baik,
artinya diberi pendidikan agama seimbang dengan pendidikan umum, dan berakhlak mulia.
2.5. Pengertian Kehidupan
Hidup adalah suatu perjalanan dimana perjalanan tersebut dari Start sampai Finish. Yang harus dipahami adalah bagaimana manusia mengenal dan memahami tentang hidup yang sebenarnya hidup. Janganlah hidup seperti hidupnya binatang atau tumbuhan, karena manusia diberikan kehidupan yang lebih daripada makhluk yang lain. Renungkanlah tentang hidup bagaimana hidup yang sebenarnya hidup, karena yang membuat hidup pasti punya petunjuk dan pedoman untuk hidup yang sesuai dengan konsep yang membuat hidup.
Seperti manusia yang menciptakan komputer, bagaimana komputer tersebut punya fungsi dan peran untuk beroperasi sesuai dengan fungsi dan peranannya. Dan komputer juga punya aturan dan petunjuk bagaimana memasang prosesor, harddisk, mainboard, jumper dan lain-lain. Yang pasti ada buku pedoman untuk mengatur dalam merakit komputer, sehingga komputer akan berperan sesuai dengan fungsinya yang disusun oleh pencipta komputer yang ahli dalam bidang komputer.
perawatan orang tua, untuk itu kenalilah dan pahamilah hidup yang semakin bertambah usia dan umur, ternyata semakin besar dan juga semakin banyak pengaruh dengan lingkungan, sehingga manusia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan yang ada. Tetapi jika manusia tidak ada yang mengatur secara kongkritnya maka manusia itu cepat terpengaruh dengan lingkungan yang ada. Oleh karena itu sadarilah dengan hidup yang harus mengikuti pedoman dan petunjuk yang membuat hidup.
Hidup ini merupakan sebuah permainan yang membuat hidup, tapi bagaimana manusia hidup yang harus hati-hati, untuk mengetahui tentang kehidupan yang sebenarnya. Meskipun banyak tantangan, kendala, hambatan dan masalah yang mempengaruhi kehidupan manusia, tetapi bagaimana manusia merenungi dan memahami tentang perjalanan hidup manusia yang sukses menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kehidupan didunia ini ibarat seperti pohon, dimana daunnya akan kering dan berjatuhan kemudian daunnya akan hancur. Yang dijelaskan didalam al-Quran di surat Q.S Al Hadiid ayat ke 20 yang berbunyi :
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan
suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
2.6. Sosiologi Komunikasi
Menurut Soerjono Soekanto(Soekanto, 1942 : 471), sosiologi komunikasi merupakan kehususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh-mempengaruhi antar para individu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Menurut Soekanto, Sosiologi komunikasi juga ada kaitannya dengan public speaking, yaitu bagaimana seseorang berbicara pada publik.
Secara komperehensif Sosiologi Komunikasi mempelajari tentang interaksi sosial dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut seperti bagaimana interaksi (komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat dari interaksi tersebut, sampai dengan bagaimana perubahan-perubahan sosial di masyarakat yang didorong oleh efek media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang ditanggung masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong oleh media massa itu.
Komunikasi sosial (Astrid, 1992 : 1) adalah salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, dimana komunikasi terjadi secara langsung antar komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian situasi integrasi sosial, melalui kegiatan ini terjadilah aktualisasi dari berbagai masalah yang dibahas.
Komunikasi massa menurut McQuail(1994:6) adalah komunikasi yang berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini komunikasi dilakukan dengan menggunakan media massa. Ciri utama komunikasi massa menurut McQuail adalah sumbernya berasal dari organisasi formal dan pengirimnya adalah professional; pesannya beragam dan dapat diperkirakan; pesan diproses dan distandarisasikan; pesan sebagai produk yang memiliki nilai jual dan makna simbolik; hubungan antara komunikan dan kominikator berlnagsung satu arah; bersifat impersonal, non-moral, dan kalkulatif.
2.7. Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.
menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masayarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara dan dunia yang mengalami perubahan.
Masyarakat memulai kehidupan mereka pada suatu fase yang disebut primitif di mana manusia hidup secara terisolir dan berpindah-pindah disesuaikan
dengan lingkungan alam dan sumber makanan yang tersedia.
Fase berikutnya adalah fase agrokultural , ketika lingkungan alam mulai tidak lagi memberi dukungan terhadap manusia, maka pilihannya adalah bercocok tanam di suatu tempat dan memamanen hasil pertanian itu serta berburu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada fase ini budaya berpindah-pindah masih tetap dilakukan.
Fase tradisional dijalani oleh masyarakat dengan hidup secara menetap di suatu tempat yang dianggap strategis untuk penyediaan berbagai kebutuhan hidup masyarakat. Pada fase ini mulai mengenal kata ‘desa’ dimana beberapa kelompok kecil masyarakat memilih menetap dan saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga menjadi kelompok besar dan menjadi komunitas desa, mengembangkan budaya dan tradisi internal serta membina hubungan masyarakat di sekitarnya.
termasuk pola pikir dan sistem lama masih silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian dengan hal-hal yang baru dan inovatif.
Fase modern ditandai dengan peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih jelas meninggalkan fase transisi. Kehidupan masyarakat sudah cosmopolitan dengan kehidupan individual yang sangat menonjol, profesionalisme di segala bidang dan penghargaan terhadap profesi menjadi kunci hubungan-hubungan sosial antara elemen masyarakat. Masyarakat modern menempati lingkungan perkotaan yang cenderung gersang dan jauh dari situasi yang sejak dan rindang dan juga masyarakat moder berpendidikan relatif lebih tinggi daripada masyarakat fase transisi sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang lebih luas dan pola piker yang lebih rasional.
Fase postmodern adalah masyarakat modern dengan kelebihan-kelebihan tertentu dimana kelebihan-kelebihan itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-pandangan mereka terhadap diri dan lingkungan sosial yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya(Burhan Bungin,2009 : 91-94).
2.8. Pengertian Generasi
strategis ini membuat setiap bangsa menaruh berbagai harapan yang sangat besar kepada mereka. Harapan yang sangat besar terhadap generasi muda ini, pada sisi lain menimbulkan tanggung jawab yang sangat besar yang harus dipikul oleh generasi muda. Artinya generasi muda harus menjadi sosok yang mampu memenuhi harapan tersebut. Sementara itu menjadi sosok yang diharapkan itu tidak jadi dengan sendirinya. Mereka harus mampu ditempa dan menempa dirinya.
2.9. Frustation (Kekecewaan) 2.9.1 Latar Belakang
Setiap individu mempunyai kebutuhan, baik kebutuhan yang berhubungan dengan fisik maupun kebutuhan yang berhubungan dengan non fisik. Kebutuhan tersebut mendorong individu untuk bertingkah laku sesuai kuat/lemahnya kebutuhan-kebutuhan yang ada pada setiap individu dan sesuai pula dengan lingkungan di mana individu itu berada.
Suatu tingkah laku individu diarahkan lagi untuk satu tujuan yakni tepenuhinya kebutuhan individu secara optimal sehingga individu memperoleh kepuasan. Dengan tercapainya kepuasan maka individu dapat meningkatkan tingkah lakunya di masa yang akan datang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan individu berikutnya.
waktu lama bahwaseluruh motif adalah kesadaran. Orang laki-laki dianggap selalu memiliki kemampuan yang lengkap dalam mengenali kebutuhannya dan mengarahkan dengan kesadaran kegiatannya pada kepuasan. Sumbangan besar dari freud adalah efektivitasnya menantang pandangan tradisional. Bagian besar dari kehidupan individu yang bersifat motifasi, freud menyatakan, adalah tanpa kesadaran. Itu teori insting dan insting baru dari motivasi yang menganggap bahwa jumalah dan macam kebutuhan orang dan bentuk keingingannya adalah pembawa dan tidak dapat diubah secara pasti. Apakah kesadaran dan tanpa kesadaran fungsi motivasi sekarang dan dalam kebenarannya ditentukan oleh kehadiran hakikatnya dan tidak dipandang bagaimana mereka datang dalam keberadaan. Dan apakah kesadaran dan tanpa kesadaraan mereka diwujudkan dalam tingkah laku”.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan menimbulkan motive atau penggerak , motive menimbulkan tuntutan dan tuntutan harus terwujud dalam bentuk tingkah laku. Pada akhirnya diharapkan tingkah laku individu dapat mendatangkan kepuasan dalam kehidupan individu tersebut. akan tetapi kadang tingkah laku yang diarahkan pada pencapaian kepuasan, tidak dapat mendatangkan kepuasan yang selalu diharapkan. Dalam keadaan demikian, individu mengalami kegagalan dan kegagaln tersebut dapat menimbulkan kekecewaan atau frustasi pada individu yang bersangkutan(Slamet Santoso,2010 : 120-121).
David Krech dan Richard Crutchfield menyatakan “apabila kemajuan terhadap suatu tujuan dihalangi dan ketegangan yang mendasari tidak terpecahkan, kami menyebit kekecewaan”. Mereka menunjukkan bahwa suatu tujuan harus dicapai dan kegagalan pencapaian membawa dampak ketegangan yang ada tidak bisa diatasi, maka kekecewaan akan muncul.
Suatu kekecewaan timbul karena terhalangnya pemenuhan suatu motive yang diusahakan untuk pencapaian tujuan. J. Dollard, et-al, menunjukkan secara jelas kaitan antara kekecewaan dengan tingkah laku dengan segala aspek di dalamnya, sebagai berikut: “kekecewaan menghasilkan urutan tingkah laku yang mempunyai aspek-aspek yang mungkin dapat digambarkan sebagai kekecewaan, perasaan, kebiasaan, atau mekanisme dan tingkah laku nyata atau jelas”. Uraiannya adalah:
1. frustration atau kekecewaan, yakni suatu keadaan terhalangnya pemenuhan suatu motive.
2. Emotion atau perasaan, yakni suasana individu yang mengalami kekecewaan yang biasanya bersifat negatif.
3. Habit or mechanism atau kebiasaan atau mekanisme, yakni upaya individu untuk mengatasi kekecewaan yang biasanya melalui kebiasaan individu bertingkah laku atau mencari cara-cara baru yang lebih tepat.
4. Overt behavior atau tingkah laku nyata, yakni tingkah laku yang tampak sebagai upaya individu untuk mengatasi kekecewaan.
Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu tanda. Tanda itu sendiri adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah masyarakat dalam hidup bersama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes Semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal (things). Memaknai (to sinify) berarti tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga termasuk dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi. (Kurniawan, 2004 : 15).
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penfsir tanda. Jika diterapkan dalam tanda-tanda bahasa maka
huruf, kata. Kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie). Sebuah teks baik itu lagu, musik, surat cinta, cerpen, puisi, komik, kartun, semua hal itu mungkin terjadi “tanda” dapat dilihat dari aktifitas penanda: yaitu suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi.
Menurut Hjelmslev, mendefinisikan tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana ekspresi dan wahana isi” (Sobur,2004:15-16).
Semiotika modern mempunyai dua orang bapak yaitu Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Terdapat perbedaan antara Pierce dan Saussure antara lain; Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh cikal bakal linguistic umum(Sobur, 2004 : 110).
Semiotika dan semiologi mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya: mereka yang bergabung dengan Pierce menggunakan kata semiotika, dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Tommy Christomy (2001:7) menyebutkan,”ada kecenderungan istilah semiotika lebih popular daripada semiologi sehingga penganut Saussure pun sering menggunakannya”. (Sobur,2009 : 12)
Dalam definisi Saussure (Budiman, 1999a:107), “semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat” dan dengan demikian menjadi bagian dari disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kaidah-kaidah bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah mengaturnya.(Sobur,2009 : 12)
tanda-tanda karena, jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda yang paling nonverbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi.(Sobur,2009 : 13)
2.11. Teori Semiotika dan Saussure
Saussure dilahirkan di jenewa pada tahun 1857 dalam sebuah keluarga yang sangat terkenal di kota itu karena keberhasilan mereka dalam bidang ilmu. Ia hidup sezaman dengan Sigmund Freud dan Emile Durkheim meski tidak banyak bukti bahwa ia sudah pernah berhubungan dengan mereka. Selain sebagai seorang ahli linguistik, ia juga adalah seorang sepesialis bahasa-bahasa Indo-Eropa dan Sansekerta yang menjadi sumber pembaruan intelektual dalam bidang ilmu sosial dan kemanusiaan (Sobur, 2009 : 45).
berpengaruh. Kita mengenalnya dengan istilah “strukturalisme” (Grenz, 2001:178). Banyak aliran linguistic yang berlainan dapat dibedakan pada waktu ini, tetapi semuanya secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi(dengan berbagai tingkat) oleh Course de Saussure.
Bahasa dimata Saussure tak ubahnya sebuah karya musik. Untuk memahami sebuah simponi, kita harus memperhatikan keutuhan karya music secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individual dari setiap pemain musik. Untuk memahammi bahasa, kita harus melihatnya secara “sinkronis”, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan makna. Kita tidak boleh melihatnya secara atomistic, secara individual. Saussure mempertanyakan pendekatan terhadap studi bahasa yang dilakukan oleh pencerahan. Para ahli bahasa abad pencerahan melakukan studi dengan mengurusi kepingan-kepingan detail dan “sebagai orang luar” (yang tidak terlibat dalam bahasa itu sendiri). Baginya bahasa adalah sebuah keutuhan yang berdiri sendiri. Pendekatan inilah yang disebut-sebut sebagai “ilmu linguisti struktural” (Sobur, 2009 : 44).
Signifier dan Signified. Yang cukup penting dalam upaya menangkap hal
menyampaikan ide-ide, pengertian tertentu. Untuk itu, suara-suara tersebut harus merupakan bagian dari sebuah sistem konvensi, sistem kesepakatan dan merupakan bagian dari sebuah sistem tanda.
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Dengan kata lain penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dai bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis datau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (bartens, 2001 : 180). Yang mesti diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bahasa yang konkret, kedua unsur tadi tidak bisa dilepaskan. Tanda bahasa mempunyai dua segi: penanda atau petanda; signifier; signified; significant; signifie. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda aau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiridan dengan demikian merupakan suatu factor linguistis(Sobur, 2009 : 46).
Semiotika signifikasi menekankan perlunya pengaturan konvensi sosial (social convention) yang mengatur pengkombinasian tanda dan maknanya, dan relasi antara penanda dan petanda yang berdasarkan konvensi inilah yang disebut signifikasi. (Sobur, 2004 : 8).
2.12. Kerangka Berpikir
Setiap individu memikiki latar belakang yang berbeda-beda dalam merepresentasikan suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of relevance) yang berbeda-beda dalam setiap individu tersebut. begitu juga individu dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam sebuah lirik lagu, maka pencipta lagu tidak terlepas dari kedua hal tersebut.
Pada penilitian ini peneliti tidak menggunakan metode Semiotik Pierce karena dalam lirik lagu “Generasi Frustasi” kata yang dipakai adalah kata-kata yang lugas, Straight Forward sehingga peneliti tidak menemukan adanya simbol-simbol yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis sehingga dengan menggunakan teori tersebut tidak dapat maksimal digunakan. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode Semiotika Saussure dengan menitik beratkan pada hubungan penanda dan petanda yang ada pada lirik lagu tersebut.
terhadaplirik lagu “Generasi Frustasi” secara sistematis dapat ditunjukkan bagan kerangka sebagai berikut:
Gb. 2.1 Kerangka berpikir Lirik lagu
“Generasi Frustasi” oleh Iwan Fals
Analisa menggun akan Metode Semiotik Saussure
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Penelititan ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Artinya, data yang digunakan adalah data kualitatif (data yang tidak terdiri atas angka-angka) melainkan berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat, narasi-narasi. Data kualitatif bersifat subjektif, sebab data itu ditafsirkan lain oleh orang yang berbeda. (Ridwan, 2002 : 5). Penelitian ini akan mengungkapkan secara terperinci fenomena kehidupan sosial masyarakat tertentu tanpa harus melakukan hipotesa yang telah dirumuskan secara ketat.
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001 : 3) menggunakan metode kualitatif sebagai berikut:
“ metode kaulitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada individu secara holistik(utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu ke dalam variable atau hipotesis tetapi memandangnya sebagai keutuhan.”
Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian ini menginterpretasikan pemaknaan kehidupan keluarga dalam lirik lagu Generasi Frustasi dari Iwan Fals. Alasan menggunakan metode kualitatif seperti yang dikemukakan moleong antara lain bahwa metode kualitatif lebih mudah menyesuaikan apabila ditemukan kenyataan ganda dalam penelitian.
3.2 Unit Analisis dan Corpus 3.2.1 Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan, yaitu terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik lagu ”Generasi Frustasi”.
3.2.2 Corpus
Corpus adalah kumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001 : 70). Sifat yang sehomogen ini diperlukan untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam. Sehingga menungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun dalam Ardijaya, 2004: 28-29). Kelebihannya adalah bahwa dalam mendekati teks kita tidak didahului oleh pra anggapan atau interpretasi sebelumnya.
Selanjutnya untuk menganalisa suatu sistem tanda komunikasi dalam lirik lagu “Generai Frustasi” peneliti menggunakan metode semiotic Saussure yang menitik beratkan pada signifier (penanda) dan Signified (petanda).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui pemaknaan lirik lagu “generasi
Generasiku banyak yang frustasi Broken home istilah bule bule luar negeri
Mereka muak lihat papi mami bertengkar
Mereka jijik lihat papi mami selalu keluar
Ada urusan yang tak masuk diakal Mami sibuk cari bujangan Papi sibuk cari perawan
Timbang kesal lebih baik aku berhayal
Jadi orang besar seperti Hitler yang tenar
Jadi orang tenar persis Carter juragan kacang
Duduk di sudut eh kasihan itu tubuh tinggal tulang sama kentut
Hei mister gelek
Lo tega mata gua kok nggak bisa melek
Hei mister gelek
Duit gopek gua kira cepek Hei mister gelek
Perut laper ada tape pas gua sikat asem asem
Frustasi”. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaaga atau institusi tertentu. (Suyanto dan Sutina, 2005 : 55).
Sedangkan pada tahap pemaknaan ini diperoleh data primer yaitu data dari lirik lagu “Generasi Frustasi” itu sendiri.
3.4 Metode Analisis Data
Pemaknaan terhadap lirik lagu ini menggunakan metode semiotic Saussure yaitu, menghubungkan antara Signifier dan Signified atau penanda dan petanda dengan melihat dari kata-kata dan rangkaian kata yang membentuk kalimat dalam lirik lagu tersebut sehingaaga dapat diperoleh interpretasi data yang benar-benar berkualitas.
Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang
bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sementara Signified atau petanda adalah ganbaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa. (Kurniawan, 2001:30)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran umum obyek penelitian 4.1.1. Biografi Iwan Fals
Dewa dari Leuwinanggung, demikianlah julukan Iwan Fals. Iwan telah mempertontonkan kepahlawanannya membela rakyat kecil. Melalui petikan gitarnya, Iwan menerjemahkan penderitaan kaum marginal. Padahal, Iwan tumbuh disaat rezim kekuasaan berusaha memberangus kebebasan. Namun, Iwan tak gentar. Ia tetap kokoh dalam pendiriannya.
Iwan Fals adalah sosok yang tidak bisa terbeli dengan uang. Ia tetap mempertahankan gaya bermusiknya, lirik-lirik kritis dan keras, tapi kerap dibalut candaan satir. Meskipun pasar tidak selalu ramah menyambut karya-karyanya, tetapi sekali lagi Iwan tetap tidak bergeming. Itulah Iwan Fals, keras sekaligus lembut.
Semasa kecil, Iwan selalu ikut ke mana pun ibunya pergi. Sebaliknya, sang ibu sering ikut bersama Iwan, dari mulai sekolah hingga kegiatan-kegiatan diluar sekolah. Mereka memang sangat dekat. Ketika sang ibu sakit, Iwan menungguinya. Jika ibunya kelelahan, Iwan siap menjadi tukang pijitnya. Iwan juga bercita-cita menjadi tentara, mungkin karena dia melihat sosok ayahnya yang berprofesi di bidang militer. Ketika akhirnya Iwan menjadi penyanyi, maka cita-citanya untuk menjadi tentara itu dia alihkan dalam hobi berolahraga. Dia aktif di bidang seni beladiri, seperti pencak silat, karate, kungfu, juga sepak bola, bola basket, dan bola voli. Tapi dia mengaku bahwa musik lebih menarik baginya.
Dalam usia 11 tahun, Iwan pindah ke Bandung. Dua orang kakaknya tinggal disana. Dia lalu bersekolah di smp 5 Bandung, tapi dia memilih kos. Pada masa ini dia sudah mulai memainkan gitar walaupun belum mahir. Di usia SMP pula Iwan sudah menulis lagu pertamanya, yaitu “Aku dan Sekolah”. Liriknya menceritakan tentang kesewenang-wenangan seorang guru terhadap muridnya.
Iwan lalu melakukan rekaman di radio 8 EH milik mahasiswa ITB. Untuk pertama kalinya pula suara dia mengudara. Sayangnya, radio itu kemudian ditutup oleh Pemerintah Orde Baru.
Perihal nama pula yang menarik dari sosok Iwan Fals. Sebelumnya, sejak pertama kali diberi julukan oleh Engkus (manajernya), nama Iwan Fals memiliki ejaan yang berubah-ubah. Dalam beberapa album lamanya pernah memakai ejaan “Iwan Fales”, “Iwan Pales”, “Iwan Falls”, dan “Iwan False”. Nama itu akhirnya disederhanakan oleh pihak perusahaan rekaman menjadi Iwan fals saja. Pada album lamanya juga pernah dicantumkan nama asli, Virgiawan Listianto, sebagai pencipta lagu.
Pada awal periode karier bermusiknya, Iwan memainkan lagu-lagu bergenre country. Karakter setiap lagu ditambah ciri khas liriknya membuat dia sering diidentikkan dengan Bob Dylan. Ihwal dugaan bahwa awal karier musik Iwan adalah sebagai musisi country.
Pemunculan album solonya yang pertama, Sarjana Muda, merupakan awal kepopuleran Iwan Fals. Media massa juga mulai menyebutnya sebagai pencipta lagu-lagu bertema kritik sosial. Bahkan pada pertengahan 1980-an, Iwan dianggap sebagai salah satu pencipta lagu hits, sebagaimana Doel Sumbang, Dian Pramana Putra dan Dedi dhukun.
beberapa kali masih tetap tampil di pentas hajatan pernikahan dan khitanan. Kedekatannya dengan kaum miskinlah yang justru kian mengangkat namanya.
Sebagai seorang penyanyi dan pengarang lagu, Iwan Fals dapat dikategorikan sebagai musisi yang produktif. Dalam kurun waktu 12 tahun saja dia sudah menghasilkan 18 album rekaman, dengan jumlah lagu sebanyak 116 buah yang merupakan hasil karyanya sendiri. Pada dekade 1990-an dia sempat vakum, dalam arti tidak rutin menulis lagu-lagu baru. Namun, dekade selanjutnya sampai sekarang dia cukup teratur merilis beberapa album dengan lagu-lagu baru, baik yang ditulisnya sendiri maupun oleh orang lain.
Salah satu daya pikat lirik lagu Iwan Fals terletak pada isi lagu yang penuh dengan protes dan kritik sosial. Hal ini bukan mengacu pada melodi atau jenis iramanya, melainkan menuju pada lirik lagu dan isinya. Lirik-lirik lagu karya Iwan ditampilkan dengan bahasa sederhana, mudah dimengerti, dan pilihan tema yang dianggap mewakili suara orang kebanyakan. Selain itu, proses penciptaan lirik lagu oleh Iwan pun tidak jauh berbeda dengan penciptaan puisi pada umumnya. Hampir senagian besar lirik lagu itu dibuat sebelum adanya melodi sebagai unsur musik sehingga setelah digabungkan menjadi semacam musikalisasi puisi.
sedang membacakan sebuah puisi. Cara itu sebenarnya cerminan kekhasan dia dalam membawakan lagu-lagunya. Dia benar-benar menikmati suasana dengan apa yang sedang dia nyanyikan tanpa harus terkekang oleh aturan musik kebanyakan. Cara itu pula yang membuat karisma Iwan semakin tertanam di mata penggemarnya. Integritas dan semangat kritis Iwan ini diakui oleh Bimbim Slank. Iwan sendiri mengaku bahwa dirinya menulis lirik lagu berdasarkan inspirasi dari hati sehingga dia lebih merdeka dan bebas mengekspresikan diri. Dia juga merasa tidak ada tekanan dari mana pun, seperti pesanan teman, paksaan produser, ataupun tekanan dari diri sendiri.
Pada akhir dekade 1980-an, watak kritis yang telah terlihat sejak awal dalam karya-karya Iwan Fals lalu menjadi sebuah ideologi dan membuatnya lebih serius dalam membahas berbagai permasalahannya dalam lagu-lagunya. Namun, jika pada awal kariernya dia lebih banyak menyajikan satir yang menawar kepedihan orang-orang kecil dengan taburan humor, pada era ini dia betul-betul menghantam pendengarnya dengan realitas kepedihan yang mengagetkan.
Dalam album “ Canda Dalam Nada (ABC Records) yang diluncurkan oleh Iwan Fals pada tahun 1979 berisikan 8 lagu diantaranya : Generasi Frustasi, Dongeng tidur, Imitasi, Kisah Sepeda motorku, Joni Kesiangan, Pengamen dan Jaman Edan, Pie-Pie serta Disco Cangkeling.
4.2. Penyajian dan Pemaknaan Data 4.2.1. Penyajian Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu dari lagu “Generasi Frustasi” yang diambil dari album “Canda Dalam Nada” dari Iwan Fals. Berikut ini adalah lirik lagu “Generasi Frustasi”:
Generasi Frustasi
Generasiku banyak yang frustasi Broken home istilah bule bule luar negeri Mereka muak lihat papi mami bertengkar Mereka jijik lihat papi mami selalu keluar
Ada urusan yang tak masuk diakal Mami sibuk cari bujangan Papi sibuk cari perawan
Timbang kesal lebih baik aku berhayal Jadi orang besar seperti Hitler yang tenar Jadi orang tenar persis Carter juragan kacang
Mata cekung badan persis capung
Tingkah sedikit bingung pikiran mirip mirip orang linglung Rambut selalu kusut disuruh selalu manggut manggut
Duduk di sudut ai kasihan itu tubuh tinggal tulang sama kentut
Hei mister gelek
Lo tega mata gua kok nggak bisa melek Hei mister gelek
Duit gopek gua kira cepek Hei mister gelek
Perut laper ada tape pas gua sikat asem asem Ndak taunya telek
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap lirik lagu “Generasi Frustasi” pada album “Canda Dalam Nada”, maka dari hasil pengamatan tersebut kemudian akan disajikan pemaknaan terhadap lirik lagu itu sendiri.
Saussure mendefinisikan tanda berdasarkan aspek penanda (signifier) dan juga petanda (signified) untuk mengetahui signifikasi yang akhirnya untuk mengetahui realitas yang sebenarnya yang terjadi dilingkungan masyarakat.
4.2.2. Pemaknaan Lirik Lagu :Generasi Frustasi”
Judul lagu mencerminkan isi dari lirik lagu yang diwakilinya, judul “Generasi Frustasi” menimbulkan banyak pertanyaan, apa itu generasi frustasi? Generasi frustasi yang bagaimana? Iwan Fals memposisikan dirinya sebagai subyek untuk memudahkan pemahaman terhadap lirik lagu tersebut.
Generasi frustasi merupakan nama teks yang bersangkutan dan dapat dipahami dari nama kebahasaannya. Definisi generasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia, yaitu sekalian orang yg kira-kira sama waktu hidupnya; angkatan; turunan; masa orang-orang satu angkatan hidup. Kata frustasi artinya apabila kemajuan terhadap suatu tujuan dihalangi dan ketegangan yang mendasari tidak terpecahkan itulah yang disebut kekecewaan.
Secara utuh definisi dari generasi frustasi memiliki Denotasi masa atau waktu yang mengalami kekecewaan, sedangkan makna Konotasinya adalah orang-orang yang berada pada masa yang sama angkatan hidupnya apabila kemajuan terhadap suatu tujuan dihalangi dan ketegangan yang mendasari tidak terpecahkan. Bait pertama lirik lagu “Generasi Frustas” adalah sebagai berikut:
Pada lirik pertama terdapat kata generasiku yang artinya pada masa atau waktu itu, kata selanjutnya banyak yang menunjukkan jumlah yang tidak sedikit, kata berikutnya yang frustasi adalah yang sedang dirundung rasa kekecewaan.
Lirik lagu generasiku banyak yang frustasi menggambarkan pada masa atau waktu itu banyak yang dirundung kekecewaan. Sedangkan makna konotasinya adalah masa orang-orang satu angkatan hidup dengan penulis lagu pada waktu itu apabila kemajuan terhadap suatu tujuan dihalangi dan ketegangan yang mendasari tidak terpecahkan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Pada lirik kedua terdapat kata Broken Home artinya rumah yang rusak, istilah memiliki pengertian kata atau ungkapan, bule-bule adalah julukan untuk
warga negara asing, sedangkan luar negeri adalah negara lain selain Indonesia. Jika disatukan definisi dari broken home istilah bule-bule luar negeri memiliki makna denotasi yaitu Rumah rusak adalah ungkapan atau kata yang berasal dari warga negara asing. Sedangkan makna konotasi dari broken home istilah bule-bule luar negeri adalah keluarga yang pecah dalam arti keluarga itu
memiliki struktur yang tidak utuh sebab salah satu dari mereka meninggal dunia atau bercerai, dapat juga orang tua tidak bercerai tetapi ayah atau ibu sering tidak dirumah sehingga tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi, seperti ungkapan orang-orang warga negara asing.
disatukan menjadi orang-orang yang dibicarakan bosan melihat orang tuanya tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi.
Pada baris keempat terdapat kata mereka jijik yang berarti mereka tidak suka melihat karena kotor, sedangkan kata lihat papi mami mengandung arti nama orang, selalu keluar yang berarti bergerak dari sebelah dalam keluar, jadi makna denotasinya mereka tidak suka melihat karena kotor diakibatkan dua orang yang bergerak dari sebelah dalam keluar. Sedangkan makna Konotasinya adalah mereka tidak suka perangai orang tuanya yang suka pergi keluar rumah.
Seutuhnya bait pertama lagu “Generasi Frustasi” memiliki makna yaitu pada masa si penulis lagu menulis lagu tersebut banyak orang-orang yang merasa kecewa, bosan, ataupun merasa jenuh dengan kondisi yang dialami dalam keluarganya. Istilah Broken home diberikan kepada mereka yang memiliki masalah tersebut, yang istilah tersebut dibawa oleh orang luar atau biasa disebut bule yang akhirnya menjadi istilah yang umum di Indonesia. Orang yang broken home merasa kehidupannya keluarganya sudah tidak utuh lagi. Orang tuanya saling berkonflik satu sama lain atau bahkan ada yang jarang dirumah karena kesibukan masing-masing tanpa memperdulikan bahwa mereka juga membutuhkan kehadiran dan kasih sayang secara nyata dari orang tuanya.
Bait kedua dari lirik lagu “Generasi Frustasi” adalah sebagai berikut : Ada urusan yang tak masuk diakal
Mami sibuk cari bujangan Papi sibuk cari perawan