HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN
PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA
PENDERITA TB MDR DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Oleh
DINA AFRIANI
127046021 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN
PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA
PENDERITA TB MDR DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DINA AFRIANI
127046021 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah diuji
Pada tanggal : 25 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian., M.Si
Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS
2. Dr. dr. Amira Permata Sari, (M.Ked), Sp.P
Judul Tesis : Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di
RSUP.H. Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Dina Afriani
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2014
ABSTRAK
TB MDR (multidrug resisten tuberculosis) merupakan masalah utama
pada pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB MDR. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif
korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel
penelitian adalah total sampling dengan kriteria inklusi penderita TB MDR yang
sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan. Jumlah sampel adalah 63 sejak
April hingga Juni 2014 . Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan
di Poliklinik TB MDR. Data demografi dianalisis secara univariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden. Analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan
peran perawat terhadap kepatuhan minum obat sedangkan analisis multivariate
menggunakan analisa regresi logistik berganda. Berdasarkan uji hipotesa
menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% , diperoleh terdapat
obat (p=0,00). Ada hubungan yang signifikan antara peran perawat dengan
kepatuhan minum obat (p=0,00). Berdasarkan analisis multivariat variabel yang
paling berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR
adalah dukungan keluarga informasional (p=0,00) dan peran perawat sebagai
konselor (p=0.09). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan dukungan
keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB
MDR. Diperlukan kerjasama dukungan keluarga dan peran perawat untuk
meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Thesis Title : The Relationship of family support and role of
nurses with the compliance taking medicines in
TB MDR patients in RSUP. H. Adam Malik
Medan
Name : Dina Afriani
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
MDR TB (multidrug resistant tuberculosis) is the main problem in preventing and
combating tuberculosis throughout the world. The objective of the research was to
find out the relationship of family support and role of nurse with the compliance
in taking medicines in TB MDR patients. The type of the research was descriptive
correlation with cross sectional design. The samples consisted of 63 respondents
from April to June, 2014, taken by using total sampling technique with the
inclusive criteria of TB MDR patients who had been under the treatment for two
months. The research was conducted in the TB MDR Polyclinic of RSUP H.
Adam Malik, Medan. Demographic data were analyzed by using univariate
analysis was used to find out the frequency distribution of respondents’
characteristics. Bivariate analysis with chi square test was used to find out the
correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking
Based on the result of the hypothesis, using chi square test with the level of
reliability of 95%, it was found that there was significant correlation between
family support and the compliance in taking medicines (p=0.00) and there was
significant correlation between role of nurse and the compliance in taking
medicines (p=0.00). Based on the result of multivariate analysis, the variable
which had the most dominant correlation with the compliance in taking medicines
in TB MDR patients was informational family support (p=0.00) and nurses’ role
as counselors (p =0.09).The conclusion of the research was that there was the
correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking
medicines in TB MDR patients. It is recommended that the collaboration between
family support and role of nurse to improve the compliance in taking medicines in
TB MDR patients.
Keywords: family support, role of nurse, compliance in taking medicines, TB
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis dengan judul “ Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik
Medan ”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk
memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku
Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta
jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan
Studi ke Jenjang Magister Keperawatan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU. Ucapan terima kasih
juga penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, yang
telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan
tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu
Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing II yang tidak
henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak
awal penulisan hingga selesai tesis ini. Terima kasih juga atas kesempatan yang
pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Amira
Permata Sari, M.Ked (Paru), Sp.P (K) dan Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns.,M.Kep.
sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan
penulisan tesis ini.
Terima kasih kepada dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp. KK, M.Kes,
selaku Direktur RSUP.H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian. Kepada teman-teman sejawat di poliklinik
TB MDR, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan
yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih terima kasih kepada papa, mama,
suami dan anak-anak ku tercinta atas dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan
untuk menyelesaikan laporan tesis ini. Penulis menyadari laporan tesis ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, Juli 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Dina Afriani
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 12 April 1982
Alamat Asal : Jln.Bunga Rinte, Komplek Puri Zahara II No. B 04
Kec. Medan Selayang, Medan
Medan.
No. Telp/HP : 081361199529
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD Negeri 060885 Medan Baru 1994
SMP SMP Negeri 29 Medan 1997
SMU SMA Negeri 13 Medan 2000
Diploma D III Keperawatan Universitas Sumatera
Utara
2003
Ners Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2007
Magister Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2014
Riwayat Pekerjaan :
PNS Kemenkes RI sebagai tenaga keperawatan di RSUP. H. Adam Malik
Kegiatan Akademik Selama Studi :
Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan
Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop
Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012,
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Peserta Seminar Keperawatan Nursing Leadership menyongsong Asean
Community 2015, 30 Januari 2013 Fakultas Keperawatan, USU.
Peserta pada 2013 MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE
“The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical
Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera
Utara.
Peserta “Seminar & Workshop Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic,
DAFTAR ISI
2.2.5. Manajemen Dan Asuhan Keperawatan Pasien TB MDR ... 23
2.4.4. Penatalaksanaan TB MDR ... 36
3.5. Variabel Defenisi Operasiona; ... 50
3.6. Metode Pengukuran ... 51
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 57
3.7. Metode Analisa Data ... 58
3.9. Pertimbangan Etik ... 59
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60
4.2. Karakteristik Responden ... 61
4.3. Analisa Univariat ... 66
5.2. Peran Perawat pada Penderita TB MDR ... 87
5.3. Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR ... 89
5.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan ... 94
5.5. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan ... 97
5.6. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan Kepatuhan ... 99
5.7. Keterbatasan Penelitian ... 100
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
6.1. Kesimpulan ... 101
6.2. Saran... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 104
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci
dari Strategi DOTS (Willliam. G, 2008) ... 23
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 50
Tabel . 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita
TB MDR (n=63). ... 65
Tabel. 4.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Pada Penderita
TB MDR (n=63) ... 69
Tabel. 4.3. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Dukungan Keluarga
Penderita TB MDR (n=63) ... 70
Tabel. 4.4. Distribusi Frekuensi Peran Perawat Pada Penderita
TB MDR (n=63) ... 70
Tabel. 4.5 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Peran Perawat pada
Penderita TB MDR (n=63) ... 71
Tabel. 4.6. Distribusi Kepatuhan Minum Obat Penderita
TB MDR (n=63).. ... 72
Tabel. 4.7. Hubungan dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR ... 72
Tabel. 4.8. Hubungan Sub Variabel Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) .... 73
Tabel. 4.9. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB MDR (n=63) ... 75
Tabel. 4.10. Hubungan Sub Variabel Peran Perawat dengan Kepatuhan
Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) ... 76
Instrumental, Dukungan Penilaian, Dukungan
Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan
Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63) ... 79
Tabel. 4.12. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Instrumental, Dukungan Penilaian,
Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi,
Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita
TB MDR (n=63). ... 79
Tabel. 4.13. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ... 80
Tabel. 4.14 Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Dukungan Penilaian, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita TB MDR (n=63). ... 81
Tabel. 4.15. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Konselor
dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR
(n=63). ... 82
Tabel. 4.16. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Konselor dengan Kepatuhan
Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ... 82
Tabel 4.17. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar .2.1. Kerangka Teori Keperawatan ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 111
a. Lembar Penjelasan tentang Penelitian ... 112
b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 113
c. Kuesioner Penelitian ... 114
Lampiran 2 Biodata Expert ... 123
Lampiran 3 Izin Penelitian ... 124
a. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan ... 127
b. Surat Persetujuan Etik Peneltian ... 128
c. Surat Ijin Pengambilan Data dari RSUP. H. Adam Malik Medan ... 129
Judul Tesis : Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di
RSUP.H. Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Dina Afriani
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2014
ABSTRAK
TB MDR (multidrug resisten tuberculosis) merupakan masalah utama
pada pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB MDR. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif
korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel
penelitian adalah total sampling dengan kriteria inklusi penderita TB MDR yang
sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan. Jumlah sampel adalah 63 sejak
April hingga Juni 2014 . Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan
di Poliklinik TB MDR. Data demografi dianalisis secara univariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden. Analisis bivariat dengan
menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan
peran perawat terhadap kepatuhan minum obat sedangkan analisis multivariate
menggunakan analisa regresi logistik berganda. Berdasarkan uji hipotesa
menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% , diperoleh terdapat
obat (p=0,00). Ada hubungan yang signifikan antara peran perawat dengan
kepatuhan minum obat (p=0,00). Berdasarkan analisis multivariat variabel yang
paling berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR
adalah dukungan keluarga informasional (p=0,00) dan peran perawat sebagai
konselor (p=0.09). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan dukungan
keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB
MDR. Diperlukan kerjasama dukungan keluarga dan peran perawat untuk
meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
Thesis Title : The Relationship of family support and role of
nurses with the compliance taking medicines in
TB MDR patients in RSUP. H. Adam Malik
Medan
Name : Dina Afriani
Study Program : Master of Nursing
Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
MDR TB (multidrug resistant tuberculosis) is the main problem in preventing and
combating tuberculosis throughout the world. The objective of the research was to
find out the relationship of family support and role of nurse with the compliance
in taking medicines in TB MDR patients. The type of the research was descriptive
correlation with cross sectional design. The samples consisted of 63 respondents
from April to June, 2014, taken by using total sampling technique with the
inclusive criteria of TB MDR patients who had been under the treatment for two
months. The research was conducted in the TB MDR Polyclinic of RSUP H.
Adam Malik, Medan. Demographic data were analyzed by using univariate
analysis was used to find out the frequency distribution of respondents’
characteristics. Bivariate analysis with chi square test was used to find out the
correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking
Based on the result of the hypothesis, using chi square test with the level of
reliability of 95%, it was found that there was significant correlation between
family support and the compliance in taking medicines (p=0.00) and there was
significant correlation between role of nurse and the compliance in taking
medicines (p=0.00). Based on the result of multivariate analysis, the variable
which had the most dominant correlation with the compliance in taking medicines
in TB MDR patients was informational family support (p=0.00) and nurses’ role
as counselors (p =0.09).The conclusion of the research was that there was the
correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking
medicines in TB MDR patients. It is recommended that the collaboration between
family support and role of nurse to improve the compliance in taking medicines in
TB MDR patients.
Keywords: family support, role of nurse, compliance in taking medicines, TB
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant
tuberculosis/TB MDR) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan
pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB
MDR meningkat secara bertahap rata-rata 2% pertahun. Prevalensi TB
diperkirakan WHO meningkatkan 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus
baru terjadi di dunia, di negara berkembang prevalens TB MDR berkisar antar
4,6% - 22,2% (Frieden, 2004). Pada survey WHO dilaporkan lebih dari 90.000
pasien TB di 81 negara, ternyata angka TB MDR berkisar angka TB MDR lebih
tinggi dari yang diperkirakan, enam negara dengan kejadian TB MDR dengan
angka tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhsatan, Latvia, Lithunia bagian dari
Federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB
MDR baru per tahun. OAT (obat anti tuberculosis) yang resisten terhadap kuman
tuberculosis akan semakin meningkat, saat ini 79% dari TB MDR adalah “ super
strain “ yang resisten paling sedikit 3 atau 4 OAT (WHO, 2011).
Pola TB MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997
adalah resistensi primer 4,6% - 5,8% dan resistensi sekunder 22,95% - 26,07%
(Aditama & Wijanarko, 1996). Pada penelitian lainnya Aditama (2004)
mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi 15,61%. Hal ini patut
diwaspadai karena prevalensnya cenderung menunjukkan peningkatan. Penelitian
sebesar 72% menggunakan panduan OAT yang masih sensitive ditambah
ofloksasin (Tukak, 1998). Limited and unrepresentative hospital data (2006)
menunjukkan kenyataan bahwa sepertiga kasus TB MDR resisten terhadap
ofloksasin dan ditemukan 1 kasus TB XDR (Extremely Drug Resistance) (Nawas,
2010).
Kejadian TB MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia
(man-made phenomenon) sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat. Hal
ini disebabkan oleh penyedia pelayanan kesehatan dan dari pihak pasien sendiri.
Faktor penyedia layanan seperti buku panduan yang tidak sesuai, tidak mengikuti
panduan yang tersedia, tidak memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak
terdapatnya pemantauan program pengobatan, pendanaan program
penanggulangan TB yang lemah, penyediaan atau kualitas obat yang tidak
adekuat seperti kualitas obat yang buruk, persediaan obat yang terputus, kondisi
tempat penyimpanan yang tidak terjamin, kombinasi obat yang salah atau dosis
yang kurang. Faktor yang disebabkan dari pasien seperti kepatuhan pasien yang
kurang, kurangnya informasi, kekurangan dana/tidak tersedia pengobatan
cuma-cuma, masalah transportasi, masalah efek samping, masalah sosial, malabsorpsi,
ketergantungan terhadap substansi tertentu ( Burhan, 2010).
Pasien TB-MDR di Indonesia belum mendapat akses pengobatan yang
memadai karena tidak semua obat yang dibutuhkan oleh TB MDR tersedia di
Indonesia. Penanganan TB MDR di Indonesia masih sangat terbatas
jangkauannya. Sampai saat ini di Indonesia baru ada beberapa rumah sakit yang
Soetomo di Surabaya, RS Hasan Sadikin di Bandung dan RSUP H.Adam Malik di
Medan sedangkan kasus TB-MDR diperkirakan tidak hanya di beberapa wilayah
tersebut. Sejak juli 2012 sampai desember 2013, ada 83 pasien yang sudah
terdiagnosis TB MDR, tetapi hanya 63 orang yang bersedia menjalani pengobatan
di RSUP. H. Adam Malik Medan, 30 orang yang masih menjalani pengobatan
sudah mengalami konversi BTA negatif, 10 orang meninggal, 10 orang mangkir,
2 orang gagal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Theraphy Short-course) dalam
penatalaksanaan TB sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan
sehingga mengurangi angka resistensi termasuk resistensi ganda. Hsieh .et al,
(2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa strategi DOTS dapat
meningkatkan kepatuhan minum OAT pada pasien TB.
Berdasarkan dari strategi pengobatan DOTS menurut kriteria komponen
dalam pengobatan diperlukan adanya PMO (Pengawas Menelan Obat) selama
masa pengobatan. PMO bertugas untuk mengawasi penderitaTB dalam
mengkonsumsi OAT selama proses pengobatan. PMO haruslah orang yang hidup
berdekatan dengan penderita, dihormati oleh penderita dan dapat berkomunikasi
dengan penderita. Peran sebagai PMO inilah yang dapat dijalankan keluarga
seperti orang tua atau saudara si penderita (Frieden dan Sbarbaro, 2005). Nasution
(2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil mengikuti program DOTS
memiliki dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan pasien yang gagal di
Medan, Indonesia.
meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan
pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah
tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih
optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Menurut
Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung
bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan.
Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam pengobatan
adalah dukungan keluarga seperti pada penelitian Hutapea (2010) yang
menyimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum
OAT. Namun berbeda dengan penelitian Dewi, Nursiswati & Ridwan (2009)
pada penelitian tersebut tidak didapatkan adanya hubungan antara dukungan
keluarga dengan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan TB.
Keperawatan tidak hanya ditujukan kepada individu perseorangan
melainkan juga kepada kelompok, keluarga dan masyarakat seperti yang
dikemukakan dalam model konsep Orem yang mengutamakan keperawatan
mandiri klien, mengajak klien dan keluarga untuk secara mandiri dalam
mencegah, mendeteksi dan menangani masalah kesehatan (Friedman, 1998).
Peran perawat di RSUP. H. Adam Malik selain sebagai PMO, juga sebagai
pemberi edukasi dan motivasi. Setelah pasien tidak menjalani perawatan di
Rumah Sakit, perawat juga memantau puskesmas daerah tempat tinggal pasien
jejaring eksternal.
Berdasarkan penelitian Pritchard, Hayward & Monk (2003) salah satu
faktor yang menyebabkan kejadian TB MDR adalah ketidakpatuhan pasien
minum obat. Pengawasan dan perhatian dari tenaga kesehatan maupun pihak
keluarga yang telah dipercaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien tuberculosis dalam menjalani pengobatan yang membutuhkan
waktu yang cukup lama walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi bila
penderita tidak berobat dengan teratur maka umunya hasil pengobatan
mengecewakan (Senewe, 2002). Hal ini menjadikan latar belakang penulis
melakukan penelitian sejauh mana hubungan dukungan keluarga dan peran
perawat ikut andil dalam kepatuhan minum obat penderita TB MDR. Dengan
demikian penulis memilih judul hubungan dukungan keluarga dan peran perawat
dengan kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik
Medan.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian adalah
apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat dengan
kepatuhan berobat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan ?
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP H.
Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.1 Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita TB MDR di RSUP.
H. Adam Malik Medan
a.2 Untuk mengetahui peran perawat pada penderita TB MDR di RSUP. H.
Adam Malik Medan.
a.3 Untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR
di RSUP. H. Adam Malik Medan.
a.4 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.
a.5 Untuk mengetahui hubungan peran perawat dengan kepatuhan minum obat
pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.
a.6 Untuk mengetahui sub variabel yang paling dominan berhubungan dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik
Medan.
1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) dimana ada
hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat terhadap
kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran
bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut khususnya
yang berkaitan dengan dukungan keluarga dan peran perawat dalam
meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.
1.5.2 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi praktek tenagake
perawatan untuk meningkatkan kepatuhan pasien minum obat sehingga
meningkatkan angka kesembuhan TB MDR dengan cara melaksanakan
program DOTS berbasis keluarga.
1.5.3 Bagi Masyarakat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
keluarga pasien agar lebih berperan peran serta memberi dukungan
kepada penderita dalam menjalani pengobatan TB MDR.
1.5.4 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini menambah ilmu, wawasan penulis tentang dukungan
keluarga dan peran perawat pada penderita TB MDR yang menjalani
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dukungan Keluarga
2.1.1 Definisi
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Keluarga juga
berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan
pertolongan dengan bantuan jika diperlukan.
Kane dalam Friedman (1998) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai
suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Menurut
Gottlieb (1998) dalam Kuncoro (2002) dukungan keluarga adalah komunikasi
verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan
oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau
berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku penerimanya, dalam hal ini orang yang merasa
memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karna diperhatikan,
mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Serason (1983) dalam Kuncoro (2002) mengatakan bahwa dukungan
keluarga adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, menghargai dan menyayangi kita.
meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan
pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah
tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih
optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Penderita dan
keluarga menyadari akan pentingnya kepatuhan berobat dan seringkali penderita
ingin segera menyelesaikan pengobatan supaya dilihat oleh masyarakat dirinya
sembuh sehingga dapat diterima kembali di masyarakat.
2.1.2. Jenis Dukungan Keluarga
Kaplan (1967) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki empat jenis dukungan, yaitu: dukungan informasional, penilaian,
instrumental dan emosional.
Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan keluarga
berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi. Informasi yang diberikan kepada pasien berguna untuk menambah
wawasan untuk patuh dalam minum obat. Informasi dalam pengobatan TB MDR
dapat diperoleh dari penjelasan petugas kesehatan, selebaran, Koran, brosur dan
lain-lain. Informasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
minum obat secara teratur dan tepat baik waktu maupun dosisnya.
umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator
identitas anggota keluarga, diantaranya memberikan support, pengakuan,
penghargaan dan perhatian.
Dukungan instrumental merupakan dukungan keluarga berupa
pertolongan praktis dan konkrit diantaranya bantuan langsung dari orang yang
diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan ini adalah
mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun selain itu
individu merasa bahwa masih ada perhatian dan kepedulian dari lingkungan
terhadap seseorang yang mengalami kesusahan dan penderita.
Dukungan emosional adalah dukungan keluarga yang diberikan sebagai
sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara
emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun wanita) akan selalu
terjaga kerahasiaannya dari keingitahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan.
Penderita TB MDR sangat membutuhkan keempat jenis dukungan yang
berasal dari keluarga sehingga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat dan
mempercepat proses penyembuhan.
2.1.3 Manfaat Dukungan Keluarga
Wills dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa efek-efek penyangga
(dukungan sosial melindungi individu terhadap efek negatif dari stress) dan
kesehatan) ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari
dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi secara
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat
terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari
sakit dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi.
Serason (1993) dalam Kuncoro (2002) berpendapat bahwa dukungan
keluarga mencakup 2 hal yaitu jumlah sumber dukungan yang tersedia dan tingkat
kepuasan akan dukungan yang diterima. Jumlah dukungan yang tersedis
merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat
individu membutuhkan bantuan. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima
berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi
(pendekatan berdasarkan kualitas).
2.1.4 Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2
sumberdukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga yang
natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara
spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga
(anak, istri, suami, saudara) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini
bersifat non formal sedang dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang
dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga
akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan.
Menyediakan dukungan baik emosional maupun dalam bentuk informasi
kebutuhan pasien dan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pasien
membagi pengalaman perawatan mereka. Sebagai tambahan, memberikan
dukungan membantu meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk melanjutkan
aktivitas perawatan. Thorsteinson (2001) menyatakan bahwa mendengarkan
perasaan seseorang dan memegang tangan merupakan contoh cara memberi
dukungan dan menyemangati pasien. Memastikan kondisi lingkungan yang dapat
memotivasi pasien memberi keuntungan dalam meningkatkan kompetensi
perawatan dan berguna untuk memfasilitiasi hubungan antara perawat dan pasien
dan keluarganya. Interaksi tersebut membantu pasien untuk merespon kebutuhan
perawatan mandiri dan membangun keinginan untuk mendiskusikan masalah
mereka.
2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Rahayu, Ferani & Rahayu (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi dukungan keluarga adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi tahap perkembangan, pendidikan dan tingkat
pengetahuan, emosi dan spiritual. Faktor eksternal meliputi praktik dukungan
dalam keluarga, psikososialekonomi dan latar belakang keluarga.
Tahap perkembangan mempengaruhi dukungan keluarga artinya dukungan
dapat ditentukan oleh faktor usia, dalam hal ini adalah pertumbuhan dan
perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Anak-anak mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan remaja
usia kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh daya ingat yang berkurang,
ditambah lagi apabila penderita lanjut usia tinggal sendiri. Menurut Dunbar &
Waszak dalam Smet (1994) ketaatan dalam aturan pengobatan pada anak-anak,
remaja dan dewasa adalah sama.
Pendidikan dan tingkat Pengetahuan, keyakinan seseorang terhadap adanya
dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar
belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu. Kemampuan kognitif akan
membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami
faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan
tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.
Faktor emosi juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan
cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stress dalam setiap
perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut mengancam
kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin
mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang
tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit
mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau
menjalani pengobatan.
Spiritual, dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga
atau teman dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya, klien juga kemungkinan
besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang
sama, anak yang selalu diajak orangtuanya untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin maka ketika punya anak dia melakukan hal yang sama.
Faktor psikososioekonomi dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisi dan bereaksi terhadap
penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup
dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan
persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan
kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang
biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan.
Sehingga akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya. Latar belakang mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan
individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan
pribadi.
Pada penderita TB dukungan keluarga dianggap sebagai determinan
penting dari perilaku kesehatan. Dukungan keluarga yang dibutuhkan seseorang
dapat berupa pada dukungan moral, emosional dan dukungan intim serta
kebutuhan untuk informasi dan umpan balik. Ini dapat dipenuhi oleh keluarga.
Kekuatan dukungan keluarga mempengaruhi perilaku perawatan diri individu
melalui peningkatan motivasi, memberikan informasi dan memberikan umpan
balik ( Xiaolian et al., 2002).
keluarga sebagai faktor pengaruh dasar, keluarga sebagai struktur untuk unit
perawatan mandiri dan keluarga sebagai unit pelayanan (Taylor dan Renpenning,
1995). Taylor (2001) menyatakan bahwa keluarga memiliki tujuan utama secara
spesifik untuk membuat, memelihara dan mempromosikan perkembangan sosial,
mental, fisik dan emosional tiap-tiap anggota keluarga dan mendefenisikan
keluarga sebagai sebuah sistem atau unit individu yang memiliki hubungan
dengan keterkaitan sosial yang kuat dengan komitmen dan ketergantungan satu
sama lain.
2.1 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengertian
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Lemone (1989, dalam Depkes RI, 2002)
menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan
dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena
sakit, luka dan proses penuaan. Menurut UU RI No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan mendefinisikan perawat yaitu mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya
yang diperoleh melalui pendidikan perawatan Sedangkan menurut International
Council of Nurses (1965, dalam Depkes RI, 2002) perawat adalah seseorang
yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan, berwenang dinegara
bersangkutan untuk memberi pelayanan dan bertanggung jawab dalam
Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang
memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya.
2.2.2 Peran Perawat
Peran diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu
sesuai dengan status sosialnya. Jika seorang perawat, peran yang dijalankannya
harus sesuai dengan lingkup kewenangan perawat. Peran menggambarkan
otoritas seseorang yang diatur dalam sebuah aturan yang jelas. Tidak menutup
kemungkinan ada dua atau lebih profesi yang memiliki peran yang sama.
Kesamaan peran bukan berarti sama dalam segala hal. Peran boleh sama tetapi
ruang lingkup atau kewenangan masing-masing profesi tentu berbeda-beda. Tidak
mungkin ada satu profesi kesehatan yang menyerobot kewenangan profesi
kesehatan lain. Oleh karena itu diperlukan suatu standar dari masing-masing
profesi kesehatan. Sebagai tenaga kesehatan perawat memiliki sejumlah peran di
dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada.
2.2.3 Peran Perawat Dalam Penangganan Dan Pengendalian TB Di Rumah
Sakit
Peran perawat secara umum adalah memberi pelayanan/asuhan (care
provider), pemimpin kelompok (community leader), pendidik (educator),
pengelola (manager) dan peneliti (researcher) adapun peran perawat dalam
penangganan dan pengendalian TB & MDR TB di rumah sakit menurut Depkes
advokasi pasien TB, sebagai konselor di unit DOTS (Directly Observed
Treatment Short-Course), sebagai pengelola ruangan dan sebagai peneliti.
1. Pemberi Asuhan Keperawatan
Menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan sistem untuk
penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks
memberi asuhan keperawatan secara komprehensif dan holistik berlandaskan
aspek etik dan legal. Perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
dan keluarga yang mengalami TB & MDR TB melalui upaya promotif, preventif,
kolaborasi dalam pengobatan (kuratif), dan rehabilitatif. Asuhan keperawatan
diberikan secara langsung (direct care) kepada pasien/klien maupun tidak
langsung (indirect care) di RS. Peran-peran tersebut dilakukan pada semua ruang
keperawatan, yaitu ruangan gawat darurat, ruang rawat dan ruang isolasi. Adapun
kegiatan sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah melakukan pengkajian
keperawatan, menetapkan masalah/diagnosis keperawatan yang berhubungan
dengan kasus TB & TB MDR, merencanakan tindakan keperawatan yang
berhubungan dengan dengan masalah yang muncul, melaksanakan rencana
tindakan keperawatan meliputi perawatan langsung, perawatan tidak langsung
sesuai sarana dan fasilitas RS dan kebutuhan pasien, melaksanakan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain, melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan
keperawatan dan melakukan dokumentasi keperawatan.
2. Peran Sebagai Pendidik Kesehatan Dan Advokasi Pasien TB MDR
Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga yang
pasien TB dan keluarga dalam pencegahan dan penanganan TB. Sebelum
memberikan edukasi perawat melakukan pengkajian kebutuhan pengetahuan
pasien dan keluarga tentang perawatan TB untuk kemudian menyusun rencana
pendidikan kesehatan. Kemudian perawat melaksanakan pendidikan kesehatan
dengan topik yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga, diantaranya
cara-cara pencegahan penyakit TB MDR, cara penanggulangannya. Selanjutnya
perawat membantu pasien dalam mengambil keputusan untuk menentukan
pengobatan TB dengan cara membantu memilih sumber informasi antara lain
berasal dari petugas kesehatan, buku bacaan, televisi, majalah, dll.
3. Peran sebagai Konselor di Unit DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)
Di Rumah Sakit terdapat unit DOTS pada unit DOTS peran perawat
sangat strategis yaitu sebagai konselor. Perawat memfasilitasi pasien/klien untuk
mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi
dan dihadapi pasien/klien. Pada konseling keperawatan TB & MDR TB, perawat
tidak boleh memberi instruksi kepada pasien untuk melakukan sesuatu tetapi
membantu pasien untuk melakukan proses penyelesaian masalah dan mengambil
keputusan yang tepat untuk bertindak. Kegiatannya adalah sebagai berikut
mengidentifikasi dan klarifikasi masalah yang harus diselesaikan kemudian
melibatkan pasien dalam mengidentifikasi dan memilih alternatif penyelesaian
masalah. selanjutnya memfasilitasi pasien dalam mengevaluasi keputusan yang
diambil untuk meningkatkan kesadaran dirinya untuk mengatasi masalah.
kesehatan lain (dokter, psikolog, petugas gizi, dll). Konseling yang diberikan
perawat kepada pasien dan keluarga yang mengalami masalah psikososial dan
isolasi sosial akibat menderita TB. Konseling juga diberikan kepada pasien yang
mengalami efek samping OAT, konseling terkait konflik dalam keluarga akibat
TB, konseling penanganan masalah TB MDR, konseling bagi pasien HIV-TB.
4. Peran Perawat Sebagai Pengelola Ruangan
Perawat mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan
dalam pelayanan dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien/klien dengan
TB. Perawat sebagai pengelola ruangan yaitu sebagai ketua tim atau case
manager khusus pada kasus pasien dengan masalah TB. Adapun kegiatan sebagai
Ketua Tim (Case manager) diruangan pada kasus TB, adalah sebagai berikut:
4.1 Mengelola pencegahan dan pengendalian infeksi TB pada pasien dan
keluarga di Rumah Sakit.
4.2 Mengelola asuhan keperawatan mengkaji, mengidentifikasi, menganalisa
hasil pengkajian dan menyusun kebutuhan asuhan keperawatan sesuai
dibutuhkan pasien.
4.3 Mengelola dan mengembangkan tindakan keperawatan bersama perawat
pelaksana ruangan.
4.4 Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan.
4.5 Melakukan evaluasi hasil dan dampak asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat pelaksana.
5. Peran Sebagai Peneliti
Melakukan penelitian keperawatan mulai dari penelitian bersifat
sederhana sampai penelitian bersifat advance. Sebagai peran peneliti perawat
diharapkan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, mencari jawaban terhadap
fenomena klien, menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan
praktik berbasis bukti/fakta (Evidence Based Nursing Practice). Perawat dapat
berkontribusi atau melakukan penelitian langsung di setiap ruangan di RS serta
menggunakan hasil penelitian dalam melakukan perawatan TB. Kegiatannya
sebagai berikut:
5.1 Mengidentifikasi fenomena/masalah-masalah terkait pasien TB dan
penerapan pengendalian TB untuk kebutuhan penelitian.
5.2 Merancang dan melakukan penelitian langsung sesuai kajian, contoh:
dampak ketidakpatuhan terhadap obat yang diberikan.
5.3 Berpartisipasi melaksanakan penelitian bersama tenaga kesehatan lain.
5.4 Menggunakan dan memanfaatkan hasil penelitian dalam memberikan
pelayanan/asuhan keperawatan dan mengembangkan metode perawatan
terkini pada pasien TB.
5.5 Menyebarluaskan dan mempublikasikan temuan hasil penelitian dalam
seminar nasional/internasional maupun jurnal nasional/internasional.
Sehubungan dengan TB, perawat meningkatkan kesehatan untuk mencegah
penyakit dengan mengurangi penularan TB di masyarakat dengan menemukan
dan mengobati kasus aktif. Mereka memulihkan kesehatan dengan memastikan
penderitaan dengan mengorganisir dukungan untuk pasien sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.
2.2.4. Peran Perawat Dalam Strategi DOTS.
Peran perawat yang bertugas di manajemen TB dan kontrol
bervariasi sesuai dengan lingkungan kerja mereka. Sementara beberapa
akan terlibat dalam semua kegiatan yang digambarkan di bawah ini, orang
lain akan mengambil berbagai elemen. Perawat bekerja di layanan
kesehatan primer yang pertama bertemu dengan pasien dan menemukan
gejala sehingga penting untuk identifikasi awal tersangka TB dan kasus
TB-MDR. Untuk memastikan tingginya tingkat deteksi kasus, landasan
penanggulangan TB adalah perawat yang bekerja dengan individu,
keluarga, masyarakat dan layanan lainnya perlu memahami peran mereka
Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci dari Strategi DOTS (William.G,2008)
Elemen Strategi dan rasional Peran Perawat
Komitmen Politik
investasi di tingkat nasional dan lokal untuk melaksanakan dan
mempertahankan program
pengendalian TB sukses
Advokasi dan lobi
Pengalaman bekerja sama dengan pasien dan masyarakat dapat menginformasikan kebijakan dan pengambilan keputusan strategis dan membantu pelaksanaan
Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopi
Pilihan biaya yang paling efektif, Mengidentifikasi kasus infeksi
Identifikasi kasus, Dukungan kepada pasien khawatir, saran untuk menghasilkan sampel yang baik, dokumentasi (Saran & hasil)
Pengobatan dengan standar DOT
Memastikan pengobatan yang efektif dan kepatuhan pengobatan, tersedia PMO, yang terlatih, bertanggung jawab dan dapat diterima oleh pasien.
Memastikan perlakuan yang sama, perencanaan perawatan Individu, Pendidikan pasien & keluarga, Pemantauan dan dokumentasi obat dan kemajuan, Dukungan untuk pasien, keluarga dan pengamat pengobatan. Standard
pelaporan dan pencatatan
Evluasi secara sistematis : a) perkembangan pasien dan hasil dari pengobatan.. b) kinerja dari program keseluruhan
Bersih, akurat dan pencatatan laboratorium menggunakan: register laboratorium, kartu treatment, dan register TB. Komunikasi berulang dan perkembangan secara koleltif.
Memastikan dan bertanggung jawab terhadap tersedianya obat untuk pasien dengan melihat pencatatan. (Wasor TB DOTS)
Aspek logistik tambahan: pelatihan dan pengawasan
Penting untuk memastikan kualitas dan manajemen yang tepat dan kemungkinan penemuan kasus TB
Mengembangkan diri secara profesional, menyediakan edukasi untuk pasien, keluarga, masyarakat dan relawan.
Aspek operasional tambahan: fleksibilatas
Berbagai aspek geografi, lingkungan dan konteks budaya dibutuhkan fleksibilitas dalam implementasi dari komponen DOTS
Perawat mempunyai peran kunci dengan menyediakan layanan yang fleksibel dan berpusat kepada pasien.
2.2.5 Manajemen Dan Asuhan Keperawatan Pasien TB MDR di
Rumah Sakit.
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematis untuk
menyediakan individual, perawatan berpusat kepada pasien melalui siklus
penilaiannya, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini menjelaskan
dasar secara ilmiah dan meningkatkan kualitas. Tindakan dibuat eksplisit
pada tahap perencanaan memungkinkan evaluasi secara efektif terhadap
manajemen TB MDR pada dasarnya memiliki kualitas dan efektivitas.
Strategi DOTS khususnya menawarkan pendekatan standar untuk
mengontrol dan manajemen TB. Pengelolaan TB MDR jauh lebih
kompleks meskipun ada beberapa peluang untuk standardisasi aspek-aspek
tertentu seperti elemen diagnosis dan pemantauan pengobatan. Meskipun
aspek teknis pengendalian TB yang standar telah menjadi efektif, layanan
TB harus fleksibel dan didasarkan pada kebutuhan pasien, keluarga dan
masyarakat setempat.(William G, 2008)
Perawatan dan pengendalian penderita TB MDR menggunakan
pendekatan berpusat kepada pasien yang menghubungkan proses
keperawatan dengan DOTS dan strategi manajemen TB MDR,
mengidentifikasi temuan kasus dan merawat pasien. Kasus yang
terus-menerus ditemukan, mendorong penyelidikan lebih lanjut yang
menyebabkan lebih ditemukan banyak kasus karena kebutuhan individu
pasien dapat berubah selama waktu mereka berada di masa pengobatan,
evaluasi secara berkelanjutan oleh perawat dan berulang memastikan
perawatan yang tepat pada setiap tahap dan meningkatkan kepatuhan
pasien untuk mengikuti pengobatan TB MDR.
2.3 Konsep Kepatuhan
2.3.1 Pengertian
Kepatuhan adalah kerelaan seseorang untuk melakukan suatu permintaan
tekanan sosial dan perundingan, hal ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang
diterima oleh seseorang tentang perilaku yang diharapkan dan diminta
(Sears,1994). Menurut (Sackett dalam Niven, 2002) kepatuhan didefinisikan
sebagai sejauh mana perilaku klien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
petugas kesehatan.
Menurut (Sarafano dalam Smet, 1994) kepatuhan merupakan tingkat klien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya
atau oleh yang lain. Kepatuhan adalah sejauh mana klien mengerti maksud atau
harapan dari dokter dalam memberikan pengobatan (McGavock dalam Hughes,
1997). Kepatuhan sering digunakan untuk menggambarkan perilaku bahwa klien
mengubah perilakunya atau patuh karena mereka dimintai untuk itu (Brooks dan
Burn, 2004). Kepatuhan merupakan masalah yang lazim pada semua penyakit
kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang (Oesterberg, 2005)
khususnya pada pasien TB paru. Kepatuhan sebagai suatu keadaan dimana
pasien harus mengikuti instruksi dokter (WHO, 2003).
Pengobatan TB yang efektif juga memerlukan kerjasama pasien dalam
perilaku kesehatan. Oleh karena itu kepatuhan untuk menjalani pengobatan
hingga berhasil dilihat sebagai keadaan dimana perilaku seseorang minum obat,
mengikuti diet sehat dan mengubah gaya hidup, semuanya berkesinambungan
dengan rekomendasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan (WHO, 2003).
Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan merupakan perilaku yang muncul
akibat permintaan atau saran dari orang lain mengenai tatacara menjalani sebuah
kesehatan klien. Kepatuhan ini dapat dilihat, dinilai dan diukur dengan
menggunakan sebuah instrumen (alat ukur), untuk itu perlu kita ketahui lebih
lanjut karakteristik dari sebuah perilaku kepatuhan.
2.3.2. Kepatuhan Terhadap Pengobatan TB
Kepatuhan terhadap pengobatan TB adalah faktor utama keberhasilan
pengobatan TB, mengurangi resiko terjadinya TB MDR dan merupakan alasan
utama mengembangkan Strategi DOTS. Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku
seseorang minum obat, mengikuti diet dan/atau melaksanakan perubahan gaya
hidup, mengikuti rekomendasi perawatan kesehatan yang disepakati (WHO,
2003).
DOT merupakan elemen kunci dari paket kebijakan untuk pengendalian
TB dan mengharuskan pengamat langsung pasien menelan obat. PMO dapat
petugas kesehatan atau anggota terlatih dan diawasi komunitas. Indikator
kepatuhan terbaik termasuk hasil smear konversi dari positif ke negatif, perbaikan
gejala, perbaikan keadaan umum.
Secara umum, pasien harus patuh minum obat untuk mencapai
keberhasilan pengobatan yaitu meningkatkan kesempatan untuk sembuh,
mengurangi resiko kekambuhan dan meminimalkan resisten terhadap obat
(Maartens & Wilkinson, 2007). WHO (2003) mendefinisikan kepatuhan sebagai
sejauh mana pasien untuk mengikuti petunjuk medis. Namun rejimen TB yang
efektif juga membutuhkan pasien untuk mengikuti perilaku kesehatan. Sebagian
besar hasil penelitian menunjukkan kepatuhan terhadap pengobatan (Martins, et
kesehatan bukan hanya kepatuhan terhadap pengobatan saja yang diperlukan.
Khusus untuk penderita TB paru, Biswas (2010) mengusulkan enam kepatuhan
perilaku kesehatan yaitu kepatuhan minum OAT, mengikuti diet sehat, melakukan
latihan fisik, menjaga kebersihan lingkungan, mencegah penularan penyakit dan
menghindari faktor-faktor resiko kambuh.
Empat faktor utama berinteraksi untuk mempengaruhi kepatuhan terhadap
pengobatan TB adalah faktor-faktor struktural termasuk kemiskinan dan
diskriminasi gender, konteks sosial, faktor pelayanan kesehatan dan faktor
personal. Kepatuhan terhadap perjalanan panjang pengobatan TB adalah
kompleks, fenomena dinamis dengan berbagai faktor yang berdampak pada
perilaku pengobatan. Kepatuhan pasien terhadap rejimen pengobatan dipengaruhi
oleh sejumlah faktor tersebut (Volmick, 2010).
2.3.3 Alat Ukur Kepatuhan
Kepatuhan sulit dianalisa karena sulit didefenisikan, di ukur dan tergantung
pada banyak faktor. Kebanyakan berhubungan dengan ketidaktaatan minum obat
sebagai cara pengobatan, misalnya: tidak minum cukup obat, terlalu banyak dan
minum obat diluar yang diresepkan. Metode untuk mengukur kepatuhan dilihat
sejauh mana para klien mematuhi nasehat dokter dengan baik, meliputi laporan
klien, laporan dokter, perhitungan pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat
mekanis, observasi langsung dari hasil pengobatan (Smet, 1994).
Menurut (McGavock dalam Hughes, 1997) ada sejumlah metode mengukur
hasil pemeriksaan klinis, menggunakan indikator farmakologi, pengukuran
konsentrasi plasma dalam obat dan pengawasan dengan elektronik.
Kepatuhan diukur dengan cara yang berbeda. Mengukur kepatuhan dengan
metode secara langsung dianggap lebih obyektif dan lebih dapat diukur seperti
dari hasil BTA (Caminero, et al. 1996; Liza, 2009; Pungrassami, et al. 2002;
Pritchard, et al. 2003), jadwal mengambil obat (Ailinger ,et al. 2010; Burman,
1995; Gelmanov ,et al. 2007; Naing, et al. 2001), menggunakan observasi
langsung dalam mengukur kepatuhan pengobatan (Nymathi ,et al. 2006).
Sedangkan Ailinger, et al. (2007) menjelaskan metode mengukur dan memonitor
kepatuhan dalam regimen terapi baik di laboratorium maupun praktik klinik
adalah level obat dalam cairan biologis, penanda biologi, observasi langsung.
Haley, et al. (2008) menggunakan wawancara pasien, catatan pasien, kuisioner
kepatuhan, jumlah pil. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan
metode adherence questionaire untuk mengukur kepatuhan minum obat pada
penderita TB MDR. Metode ini digunakan peneliti karena memiliki keuntungan
yaitu mudah administrasinya (ditempat,email, surat, telepon) tervalidasi dan dapat
menjelaskan perilaku pasien.
Sejak tahun 1995, manajemen operasional yang menyesuaikan strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Strategy) menekankan adanya pengawas
minum obat (PMO) untuk setiap penderita TB paru dengan harapan dapat
menjamin keteraturan minum obat bagi setiap penderita TB selama masa
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Hasil dari beberapa penelitian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kepatuhan minum obat yaitu lamanya pengobatan, sosial budaya, status ekonomi
dan dukungan sosial, pendidikan, tenaga kesehatan, dukungan keluarga.
1. Lamanya Pengobatan.
Lamanya waktu pengobatan TB MDR antara 18-24 bulan menuntut
adanya perawatan komprehensif yang efektif agar dapat mendukung dan
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Penderita TB
MDR juga tidak segera sembuh setelah meminum obat perlu waktu paling
sedikit 18 bulan pengobatan yang meliputi fase awal selama 6 bulan setelah
BTA mengalami konversi dilanjutkan fase lanjutan selama 18 bulan. Semakin
banyak jenis obat yang harus diminum tiap harinya, maka klien semakin merasa
kesulitan mematuhi program pengobatan.
Hasil penelitian terhadap obat TB yang paling sering digunakan isoniazid
(LoBue, et al. 2003) dan rifampisin (Haley, et al. 2008). Lamanya pengobatan
bervariasi dari 4 bulan (Haley, et al. 2008), 6 bulan (LoBue, et al. 2003) dan 9
bulan (Ailinger, et al. 2006). Lamanya pengobatan selama 4 bulan mempunyai
tingkat kepatuhan paling tinggi. Semakin lama pengobatan semakin rendah
tingkat kepatuhan.
2. Faktor Sosial Budaya
Hanya satu penelitian yang mengukur tentang faktor sosial budaya. Ailinger, et
al. (2006) dalam penelitian di Spanyol menemukan tidak ada hubungan sosial
bahwa dalam budaya spanyol adalah suatu hal yang memalukan apabila
memiliki penyakit menular yang dapat ditularkan kepada keluarga dan
lingkungan. Penelitian lain menemukan bahwa dua pertiga dari peserta akan
menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit TB mereka daripada
pengobatan medis (Joseph, et al. 2008).
3. Status Ekonomi dan Dukungan Sosial
Status ekonomi mempunyai peran penting dalam ketidakpatuhan untuk pasien.
Keterbatasan biaya dalam pengobatan membuat keterbatasan transportasi (Wyss,
et al. 2007). Keterbatasan transportasi menyebabkan pasien tergantung pada
orang lain untuk melakukan perjalanan yang jauh dengan transportasi umum
yang membutuhkan banyak biaya. Pasien tidak dapat mengambil cuti karena
sudah terikat kontrak dengan tempat mereka bekerja dan mereka merasa rugi
kehilangan upah bekerja harian (Wyss, et al. 2007). Para peneliti menyarankan
bahwa lebih memberikan waktu lebih untuk pasien kontrol ulang kesehatannya,
lebih membimbing dan berikan transportasi klinik gratis untuk meningkatkan
kepatuhan pengobatan (Wyss, et al. 2007). Pada penelitian Ailinger, et al. (2007)
dukungan sosial tidak berkorelasi dengan kepatuhan terhadap pengobatan.
4. Pendidikan dan Perilaku Sehat.
Penelitian sebelumnya menemukan kurangnya kesadaran perilaku sehat
menurunkan tingkat kepatuhan (Mc Ewen dan Boyle, 2007). Banyak pasien
yang tidak mengetahui tentang TB, TB MDR dan pengobatannya. Pada
penelitian Ailinger, et al. (2006) menemukan penurunan kepatuhan berobat pada
pendidikan dan penyakit TB. Pasien beranggapan sudah mendapatkan Imunisasi
BCG diwaktu bayi menghindari mereka dari penyakit TB (Joseph, et al. 2008).
Ailinger dan Dear (1998) menemukan adanya hubungan antara tingkat
pendidikan dan kepatuhan berobat, meskipun penelitian selanjutnya tidak
mendukung hasil penelitian ini.
5. Petugas Kesehatan
Kualitas interaksi antara klien dengan petugas kesehatan menentukan
derajat kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi yang lengkap tentang OAT
dari tenaga kesehatan bisa menjadi penyebab ketidakpatuhan klien meminum
obat.
Dalam penelitian Mc Ewen dan Boyle (2007) ditemukan kurannya
kualitas interaksi dengan perawat membuat pasien merasa terpaksa dalam
menjalankan pengobatan. Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya ungkapan
merasa tepaksa dan berpura-pura menjadi patuh. Nymathy ,et al. (2006)
menemukan perawat yang melakukan manajemen perawatan TB dengan baik
meningkatkan angka kesembuhan pasien. Perawat sebagai edukasi dan
menemukan kasus TB.
6. Efek Samping
Tiga puluh delapan persen pasien melaporkan efek samping pada bulan
pertama, selanjutnya efek samping berkurang. Pada penelitian kualitatif
menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan dan efek
bahwa efeksamping menjadi penyebab ketidakpatuhan (Mc Ewen dan Boyle,
2007).
7. Dukungan Keluarga
Anggota keluarga merupakan subjek utama menjadi PMO dalam program
DOTS bagi pasien TB. Nasution (2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil
mengikuti program DOTS memiliki dukungan keluarga yang lebih besar
dibandingkan pasien yang gagal di Medan, Indonesia. Frieden & Sbarbaro
(2007) menyatakan bahwa PMO harus dilakukan oleh individu yang dekat dan
dapat diterima dapat oleh pasien dan keluarga. Punggrassami, et al. (2002)
menyatakan bahwa hubungan keluarga akan meningkatkan perawatan kesehatan
dan dukungan secara psikologis. Dukungan keluarga selama pengobatan TB
akan membantu tercapainya keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan
dapat dicapai dengan meningkatkan kepatuhan minum obat.
Persepsi klien terhadap suatu obat akan mempengaruhi kepatuhan, klien
yang paham akan instruksikan obat cenderung lebih patuh. Selain itu keyakinan
dan nilai individu juga mempengaruhi kepatuhan, klien yang tidak patuh
biasanya mengalami depresi, ansietas dengan kesehatannya, memiliki ego lemah
dan terpusat perhatian pada diri sendiri. Sehingga klien merasa tidak ada
motivasi, mengingkari penyakitnya dari kurang perhatian pada rogram
pengobatan yang harus dijalankan. Variabel psikologis yang dikemukakan
Brooks & Burn (2004) dan Smet (1994) seperti intelegensia, sikap terhadap
agama atau budaya dan biaya finansial juga mempengaruhi klien dalam
mematuhi program pengobatan.
2.4 Multi Drug Resistant (MDR) 2.4.1 Definisi
Multi drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai resistensi
terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling paten yaitu isoniazid (INH)
dan rifampisin, TB MDR berkembang selama pengobatan yang tidak adekuat. Hal
ini dapat terjadi karena beberapa alasan; pasien mungkin merasa lebih baik dan
menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau langka atau pasien lupa
minum obat. Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan
pengobatan. Selanjutnya transmisi strain TB MDR menyebabkan terjadinya kasus
resistensi primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur
tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif
setelah konversi negatif. Directly observed theraphy Short-course (DOTS)
merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan oleh WHO untuk
meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi.
TB dengan resistensi terjadi dimana basil Micobacterium Tuberculosis
resisten terhadap rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa OAT lainnya (WHO,
1997). TB resistensi dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder.
Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah
mendapat OAT sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada