• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN

PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA

PENDERITA TB MDR DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

DINA AFRIANI

127046021 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN PERAN

PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA

PENDERITA TB MDR DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINA AFRIANI

127046021 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)
(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian., M.Si

Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS

2. Dr. dr. Amira Permata Sari, (M.Ked), Sp.P

(6)

Judul Tesis : Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan

Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di

RSUP.H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Dina Afriani

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

TB MDR (multidrug resisten tuberculosis) merupakan masalah utama

pada pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan

minum obat pada penderita TB MDR. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif

korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel

penelitian adalah total sampling dengan kriteria inklusi penderita TB MDR yang

sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan. Jumlah sampel adalah 63 sejak

April hingga Juni 2014 . Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan

di Poliklinik TB MDR. Data demografi dianalisis secara univariat untuk

mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden. Analisis bivariat dengan

menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan

peran perawat terhadap kepatuhan minum obat sedangkan analisis multivariate

menggunakan analisa regresi logistik berganda. Berdasarkan uji hipotesa

menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% , diperoleh terdapat

(7)

obat (p=0,00). Ada hubungan yang signifikan antara peran perawat dengan

kepatuhan minum obat (p=0,00). Berdasarkan analisis multivariat variabel yang

paling berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR

adalah dukungan keluarga informasional (p=0,00) dan peran perawat sebagai

konselor (p=0.09). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan dukungan

keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB

MDR. Diperlukan kerjasama dukungan keluarga dan peran perawat untuk

meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.

(8)

Thesis Title : The Relationship of family support and role of

nurses with the compliance taking medicines in

TB MDR patients in RSUP. H. Adam Malik

Medan

Name : Dina Afriani

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

MDR TB (multidrug resistant tuberculosis) is the main problem in preventing and

combating tuberculosis throughout the world. The objective of the research was to

find out the relationship of family support and role of nurse with the compliance

in taking medicines in TB MDR patients. The type of the research was descriptive

correlation with cross sectional design. The samples consisted of 63 respondents

from April to June, 2014, taken by using total sampling technique with the

inclusive criteria of TB MDR patients who had been under the treatment for two

months. The research was conducted in the TB MDR Polyclinic of RSUP H.

Adam Malik, Medan. Demographic data were analyzed by using univariate

analysis was used to find out the frequency distribution of respondents’

characteristics. Bivariate analysis with chi square test was used to find out the

correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking

(9)

Based on the result of the hypothesis, using chi square test with the level of

reliability of 95%, it was found that there was significant correlation between

family support and the compliance in taking medicines (p=0.00) and there was

significant correlation between role of nurse and the compliance in taking

medicines (p=0.00). Based on the result of multivariate analysis, the variable

which had the most dominant correlation with the compliance in taking medicines

in TB MDR patients was informational family support (p=0.00) and nurses’ role

as counselors (p =0.09).The conclusion of the research was that there was the

correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking

medicines in TB MDR patients. It is recommended that the collaboration between

family support and role of nurse to improve the compliance in taking medicines in

TB MDR patients.

Keywords: family support, role of nurse, compliance in taking medicines, TB

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis dengan judul “ Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan

Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik

Medan ”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk

memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku

Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta

jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan

Studi ke Jenjang Magister Keperawatan. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU. Ucapan terima kasih

juga penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, yang

telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan

tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing II yang tidak

henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak

awal penulisan hingga selesai tesis ini. Terima kasih juga atas kesempatan yang

(11)

pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Amira

Permata Sari, M.Ked (Paru), Sp.P (K) dan Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns.,M.Kep.

sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan

penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp. KK, M.Kes,

selaku Direktur RSUP.H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian. Kepada teman-teman sejawat di poliklinik

TB MDR, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan

yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih terima kasih kepada papa, mama,

suami dan anak-anak ku tercinta atas dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan

Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan

untuk menyelesaikan laporan tesis ini. Penulis menyadari laporan tesis ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi

kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juli 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Dina Afriani

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 12 April 1982

Alamat Asal : Jln.Bunga Rinte, Komplek Puri Zahara II No. B 04

Kec. Medan Selayang, Medan

Medan.

No. Telp/HP : 081361199529

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 060885 Medan Baru 1994

SMP SMP Negeri 29 Medan 1997

SMU SMA Negeri 13 Medan 2000

Diploma D III Keperawatan Universitas Sumatera

Utara

2003

Ners Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

2007

Magister Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

2014

Riwayat Pekerjaan :

PNS Kemenkes RI sebagai tenaga keperawatan di RSUP. H. Adam Malik

(13)

Kegiatan Akademik Selama Studi :

Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan

Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop

Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012,

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta Seminar Keperawatan Nursing Leadership menyongsong Asean

Community 2015, 30 Januari 2013 Fakultas Keperawatan, USU.

Peserta pada 2013 MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE

“The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical

Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera

Utara.

Peserta “Seminar & Workshop Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic,

(14)

DAFTAR ISI

2.2.5. Manajemen Dan Asuhan Keperawatan Pasien TB MDR ... 23

(15)

2.4.4. Penatalaksanaan TB MDR ... 36

3.5. Variabel Defenisi Operasiona; ... 50

3.6. Metode Pengukuran ... 51

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 57

3.7. Metode Analisa Data ... 58

3.9. Pertimbangan Etik ... 59

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

4.2. Karakteristik Responden ... 61

4.3. Analisa Univariat ... 66

(16)

5.2. Peran Perawat pada Penderita TB MDR ... 87

5.3. Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR ... 89

5.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan ... 94

5.5. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan ... 97

5.6. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan Kepatuhan ... 99

5.7. Keterbatasan Penelitian ... 100

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1. Kesimpulan ... 101

6.2. Saran... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci

dari Strategi DOTS (Willliam. G, 2008) ... 23

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 50

Tabel . 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita

TB MDR (n=63). ... 65

Tabel. 4.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Pada Penderita

TB MDR (n=63) ... 69

Tabel. 4.3. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Dukungan Keluarga

Penderita TB MDR (n=63) ... 70

Tabel. 4.4. Distribusi Frekuensi Peran Perawat Pada Penderita

TB MDR (n=63) ... 70

Tabel. 4.5 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Peran Perawat pada

Penderita TB MDR (n=63) ... 71

Tabel. 4.6. Distribusi Kepatuhan Minum Obat Penderita

TB MDR (n=63).. ... 72

Tabel. 4.7. Hubungan dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR ... 72

Tabel. 4.8. Hubungan Sub Variabel Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) .... 73

Tabel. 4.9. Hubungan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB MDR (n=63) ... 75

Tabel. 4.10. Hubungan Sub Variabel Peran Perawat dengan Kepatuhan

Minum Obat pada Penderita TB MDR (n=63) ... 76

(18)

Instrumental, Dukungan Penilaian, Dukungan

Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan

Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR (n=63) ... 79

Tabel. 4.12. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Instrumental, Dukungan Penilaian,

Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi,

Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita

TB MDR (n=63). ... 79

Tabel. 4.13. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Peran Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan

Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ... 80

Tabel. 4.14 Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Dukungan Penilaian, Advokasi dan Edukasi, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat

Penderita TB MDR (n=63). ... 81

Tabel. 4.15. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Emosional, Konselor

dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB MDR

(n=63). ... 82

Tabel. 4.16. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Dukungan Emosional, Konselor dengan Kepatuhan

Minum Obat Penderita TB MDR (n=63). ... 82

Tabel 4.17. Hasil Analisa Multivariat Dukungan Informasional, Konselor dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita TB

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar .2.1. Kerangka Teori Keperawatan ... 46

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 111

a. Lembar Penjelasan tentang Penelitian ... 112

b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 113

c. Kuesioner Penelitian ... 114

Lampiran 2 Biodata Expert ... 123

Lampiran 3 Izin Penelitian ... 124

a. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan ... 127

b. Surat Persetujuan Etik Peneltian ... 128

c. Surat Ijin Pengambilan Data dari RSUP. H. Adam Malik Medan ... 129

(21)

Judul Tesis : Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan

Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di

RSUP.H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Dina Afriani

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

TB MDR (multidrug resisten tuberculosis) merupakan masalah utama

pada pencegahan dan pemberantasan TB di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan dukungan keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan

minum obat pada penderita TB MDR. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif

korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel

penelitian adalah total sampling dengan kriteria inklusi penderita TB MDR yang

sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan. Jumlah sampel adalah 63 sejak

April hingga Juni 2014 . Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan

di Poliklinik TB MDR. Data demografi dianalisis secara univariat untuk

mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden. Analisis bivariat dengan

menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan

peran perawat terhadap kepatuhan minum obat sedangkan analisis multivariate

menggunakan analisa regresi logistik berganda. Berdasarkan uji hipotesa

menggunakan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% , diperoleh terdapat

(22)

obat (p=0,00). Ada hubungan yang signifikan antara peran perawat dengan

kepatuhan minum obat (p=0,00). Berdasarkan analisis multivariat variabel yang

paling berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR

adalah dukungan keluarga informasional (p=0,00) dan peran perawat sebagai

konselor (p=0.09). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan dukungan

keluarga dan peran perawat dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB

MDR. Diperlukan kerjasama dukungan keluarga dan peran perawat untuk

meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.

(23)

Thesis Title : The Relationship of family support and role of

nurses with the compliance taking medicines in

TB MDR patients in RSUP. H. Adam Malik

Medan

Name : Dina Afriani

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

MDR TB (multidrug resistant tuberculosis) is the main problem in preventing and

combating tuberculosis throughout the world. The objective of the research was to

find out the relationship of family support and role of nurse with the compliance

in taking medicines in TB MDR patients. The type of the research was descriptive

correlation with cross sectional design. The samples consisted of 63 respondents

from April to June, 2014, taken by using total sampling technique with the

inclusive criteria of TB MDR patients who had been under the treatment for two

months. The research was conducted in the TB MDR Polyclinic of RSUP H.

Adam Malik, Medan. Demographic data were analyzed by using univariate

analysis was used to find out the frequency distribution of respondents’

characteristics. Bivariate analysis with chi square test was used to find out the

correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking

(24)

Based on the result of the hypothesis, using chi square test with the level of

reliability of 95%, it was found that there was significant correlation between

family support and the compliance in taking medicines (p=0.00) and there was

significant correlation between role of nurse and the compliance in taking

medicines (p=0.00). Based on the result of multivariate analysis, the variable

which had the most dominant correlation with the compliance in taking medicines

in TB MDR patients was informational family support (p=0.00) and nurses’ role

as counselors (p =0.09).The conclusion of the research was that there was the

correlation of family support and role of nurse with the compliance in taking

medicines in TB MDR patients. It is recommended that the collaboration between

family support and role of nurse to improve the compliance in taking medicines in

TB MDR patients.

Keywords: family support, role of nurse, compliance in taking medicines, TB

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant

tuberculosis/TB MDR) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan

pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB

MDR meningkat secara bertahap rata-rata 2% pertahun. Prevalensi TB

diperkirakan WHO meningkatkan 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus

baru terjadi di dunia, di negara berkembang prevalens TB MDR berkisar antar

4,6% - 22,2% (Frieden, 2004). Pada survey WHO dilaporkan lebih dari 90.000

pasien TB di 81 negara, ternyata angka TB MDR berkisar angka TB MDR lebih

tinggi dari yang diperkirakan, enam negara dengan kejadian TB MDR dengan

angka tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhsatan, Latvia, Lithunia bagian dari

Federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB

MDR baru per tahun. OAT (obat anti tuberculosis) yang resisten terhadap kuman

tuberculosis akan semakin meningkat, saat ini 79% dari TB MDR adalah “ super

strain “ yang resisten paling sedikit 3 atau 4 OAT (WHO, 2011).

Pola TB MDR di Indonesia khususnya RS Persahabatan tahun 1995-1997

adalah resistensi primer 4,6% - 5,8% dan resistensi sekunder 22,95% - 26,07%

(Aditama & Wijanarko, 1996). Pada penelitian lainnya Aditama (2004)

mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi 15,61%. Hal ini patut

diwaspadai karena prevalensnya cenderung menunjukkan peningkatan. Penelitian

(26)

sebesar 72% menggunakan panduan OAT yang masih sensitive ditambah

ofloksasin (Tukak, 1998). Limited and unrepresentative hospital data (2006)

menunjukkan kenyataan bahwa sepertiga kasus TB MDR resisten terhadap

ofloksasin dan ditemukan 1 kasus TB XDR (Extremely Drug Resistance) (Nawas,

2010).

Kejadian TB MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia

(man-made phenomenon) sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat. Hal

ini disebabkan oleh penyedia pelayanan kesehatan dan dari pihak pasien sendiri.

Faktor penyedia layanan seperti buku panduan yang tidak sesuai, tidak mengikuti

panduan yang tersedia, tidak memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak

terdapatnya pemantauan program pengobatan, pendanaan program

penanggulangan TB yang lemah, penyediaan atau kualitas obat yang tidak

adekuat seperti kualitas obat yang buruk, persediaan obat yang terputus, kondisi

tempat penyimpanan yang tidak terjamin, kombinasi obat yang salah atau dosis

yang kurang. Faktor yang disebabkan dari pasien seperti kepatuhan pasien yang

kurang, kurangnya informasi, kekurangan dana/tidak tersedia pengobatan

cuma-cuma, masalah transportasi, masalah efek samping, masalah sosial, malabsorpsi,

ketergantungan terhadap substansi tertentu ( Burhan, 2010).

Pasien TB-MDR di Indonesia belum mendapat akses pengobatan yang

memadai karena tidak semua obat yang dibutuhkan oleh TB MDR tersedia di

Indonesia. Penanganan TB MDR di Indonesia masih sangat terbatas

jangkauannya. Sampai saat ini di Indonesia baru ada beberapa rumah sakit yang

(27)

Soetomo di Surabaya, RS Hasan Sadikin di Bandung dan RSUP H.Adam Malik di

Medan sedangkan kasus TB-MDR diperkirakan tidak hanya di beberapa wilayah

tersebut. Sejak juli 2012 sampai desember 2013, ada 83 pasien yang sudah

terdiagnosis TB MDR, tetapi hanya 63 orang yang bersedia menjalani pengobatan

di RSUP. H. Adam Malik Medan, 30 orang yang masih menjalani pengobatan

sudah mengalami konversi BTA negatif, 10 orang meninggal, 10 orang mangkir,

2 orang gagal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Theraphy Short-course) dalam

penatalaksanaan TB sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan

sehingga mengurangi angka resistensi termasuk resistensi ganda. Hsieh .et al,

(2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa strategi DOTS dapat

meningkatkan kepatuhan minum OAT pada pasien TB.

Berdasarkan dari strategi pengobatan DOTS menurut kriteria komponen

dalam pengobatan diperlukan adanya PMO (Pengawas Menelan Obat) selama

masa pengobatan. PMO bertugas untuk mengawasi penderitaTB dalam

mengkonsumsi OAT selama proses pengobatan. PMO haruslah orang yang hidup

berdekatan dengan penderita, dihormati oleh penderita dan dapat berkomunikasi

dengan penderita. Peran sebagai PMO inilah yang dapat dijalankan keluarga

seperti orang tua atau saudara si penderita (Frieden dan Sbarbaro, 2005). Nasution

(2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil mengikuti program DOTS

memiliki dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan pasien yang gagal di

Medan, Indonesia.

(28)

meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan

pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah

tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih

optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Menurut

Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung

bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan.

Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam pengobatan

adalah dukungan keluarga seperti pada penelitian Hutapea (2010) yang

menyimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum

OAT. Namun berbeda dengan penelitian Dewi, Nursiswati & Ridwan (2009)

pada penelitian tersebut tidak didapatkan adanya hubungan antara dukungan

keluarga dengan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan TB.

Keperawatan tidak hanya ditujukan kepada individu perseorangan

melainkan juga kepada kelompok, keluarga dan masyarakat seperti yang

dikemukakan dalam model konsep Orem yang mengutamakan keperawatan

mandiri klien, mengajak klien dan keluarga untuk secara mandiri dalam

mencegah, mendeteksi dan menangani masalah kesehatan (Friedman, 1998).

Peran perawat di RSUP. H. Adam Malik selain sebagai PMO, juga sebagai

pemberi edukasi dan motivasi. Setelah pasien tidak menjalani perawatan di

Rumah Sakit, perawat juga memantau puskesmas daerah tempat tinggal pasien

(29)

jejaring eksternal.

Berdasarkan penelitian Pritchard, Hayward & Monk (2003) salah satu

faktor yang menyebabkan kejadian TB MDR adalah ketidakpatuhan pasien

minum obat. Pengawasan dan perhatian dari tenaga kesehatan maupun pihak

keluarga yang telah dipercaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kepatuhan pasien tuberculosis dalam menjalani pengobatan yang membutuhkan

waktu yang cukup lama walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi bila

penderita tidak berobat dengan teratur maka umunya hasil pengobatan

mengecewakan (Senewe, 2002). Hal ini menjadikan latar belakang penulis

melakukan penelitian sejauh mana hubungan dukungan keluarga dan peran

perawat ikut andil dalam kepatuhan minum obat penderita TB MDR. Dengan

demikian penulis memilih judul hubungan dukungan keluarga dan peran perawat

dengan kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik

Medan.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian adalah

apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat dengan

kepatuhan berobat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik Medan ?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(30)

dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP H.

Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a.1 Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita TB MDR di RSUP.

H. Adam Malik Medan

a.2 Untuk mengetahui peran perawat pada penderita TB MDR di RSUP. H.

Adam Malik Medan.

a.3 Untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR

di RSUP. H. Adam Malik Medan.

a.4 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.

a.5 Untuk mengetahui hubungan peran perawat dengan kepatuhan minum obat

pada penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan.

a.6 Untuk mengetahui sub variabel yang paling dominan berhubungan dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR di RSUP. H. Adam Malik

Medan.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) dimana ada

hubungan antara dukungan keluarga dan peran perawat terhadap

kepatuhan minum obat penderita TB MDR di RSUP H. Adam Malik

(31)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1.5.1 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran

bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut khususnya

yang berkaitan dengan dukungan keluarga dan peran perawat dalam

meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB MDR.

1.5.2 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi praktek tenagake

perawatan untuk meningkatkan kepatuhan pasien minum obat sehingga

meningkatkan angka kesembuhan TB MDR dengan cara melaksanakan

program DOTS berbasis keluarga.

1.5.3 Bagi Masyarakat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat

keluarga pasien agar lebih berperan peran serta memberi dukungan

kepada penderita dalam menjalani pengobatan TB MDR.

1.5.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini menambah ilmu, wawasan penulis tentang dukungan

keluarga dan peran perawat pada penderita TB MDR yang menjalani

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dukungan Keluarga

2.1.1 Definisi

Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai

bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Keluarga juga

berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan

pertolongan dengan bantuan jika diperlukan.

Kane dalam Friedman (1998) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai

suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Menurut

Gottlieb (1998) dalam Kuncoro (2002) dukungan keluarga adalah komunikasi

verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan

oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau

berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau

berpengaruh pada tingkah laku penerimanya, dalam hal ini orang yang merasa

memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karna diperhatikan,

mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.

Serason (1983) dalam Kuncoro (2002) mengatakan bahwa dukungan

keluarga adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat

diandalkan, menghargai dan menyayangi kita.

(33)

meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan

pemberi dorongan kepada penderita. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah

tempat tinggalnya yang serumah dengan penderita sehingga pemantauannya lebih

optimal dan langsung tidak perlu biaya transportasi (Becher, 1997). Penderita dan

keluarga menyadari akan pentingnya kepatuhan berobat dan seringkali penderita

ingin segera menyelesaikan pengobatan supaya dilihat oleh masyarakat dirinya

sembuh sehingga dapat diterima kembali di masyarakat.

2.1.2. Jenis Dukungan Keluarga

Kaplan (1967) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga

memiliki empat jenis dukungan, yaitu: dukungan informasional, penilaian,

instrumental dan emosional.

Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan keluarga

berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia yang dapat

digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan

dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek

dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian

informasi. Informasi yang diberikan kepada pasien berguna untuk menambah

wawasan untuk patuh dalam minum obat. Informasi dalam pengobatan TB MDR

dapat diperoleh dari penjelasan petugas kesehatan, selebaran, Koran, brosur dan

lain-lain. Informasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam

minum obat secara teratur dan tepat baik waktu maupun dosisnya.

(34)

umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator

identitas anggota keluarga, diantaranya memberikan support, pengakuan,

penghargaan dan perhatian.

Dukungan instrumental merupakan dukungan keluarga berupa

pertolongan praktis dan konkrit diantaranya bantuan langsung dari orang yang

diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan ini adalah

mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun selain itu

individu merasa bahwa masih ada perhatian dan kepedulian dari lingkungan

terhadap seseorang yang mengalami kesusahan dan penderita.

Dukungan emosional adalah dukungan keluarga yang diberikan sebagai

sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta

membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara

emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun wanita) akan selalu

terjaga kerahasiaannya dari keingitahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan

emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya

kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan.

Penderita TB MDR sangat membutuhkan keempat jenis dukungan yang

berasal dari keluarga sehingga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat dan

mempercepat proses penyembuhan.

2.1.3 Manfaat Dukungan Keluarga

Wills dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa efek-efek penyangga

(dukungan sosial melindungi individu terhadap efek negatif dari stress) dan

(35)

kesehatan) ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari

dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi secara

bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat

terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari

sakit dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi.

Serason (1993) dalam Kuncoro (2002) berpendapat bahwa dukungan

keluarga mencakup 2 hal yaitu jumlah sumber dukungan yang tersedia dan tingkat

kepuasan akan dukungan yang diterima. Jumlah dukungan yang tersedis

merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat

individu membutuhkan bantuan. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima

berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi

(pendekatan berdasarkan kualitas).

2.1.4 Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2

sumberdukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga yang

natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara

spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga

(anak, istri, suami, saudara) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini

bersifat non formal sedang dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang

dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga

akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan.

Menyediakan dukungan baik emosional maupun dalam bentuk informasi

(36)

kebutuhan pasien dan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pasien

membagi pengalaman perawatan mereka. Sebagai tambahan, memberikan

dukungan membantu meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk melanjutkan

aktivitas perawatan. Thorsteinson (2001) menyatakan bahwa mendengarkan

perasaan seseorang dan memegang tangan merupakan contoh cara memberi

dukungan dan menyemangati pasien. Memastikan kondisi lingkungan yang dapat

memotivasi pasien memberi keuntungan dalam meningkatkan kompetensi

perawatan dan berguna untuk memfasilitiasi hubungan antara perawat dan pasien

dan keluarganya. Interaksi tersebut membantu pasien untuk merespon kebutuhan

perawatan mandiri dan membangun keinginan untuk mendiskusikan masalah

mereka.

2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Rahayu, Ferani & Rahayu (2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi dukungan keluarga adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi tahap perkembangan, pendidikan dan tingkat

pengetahuan, emosi dan spiritual. Faktor eksternal meliputi praktik dukungan

dalam keluarga, psikososialekonomi dan latar belakang keluarga.

Tahap perkembangan mempengaruhi dukungan keluarga artinya dukungan

dapat ditentukan oleh faktor usia, dalam hal ini adalah pertumbuhan dan

perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki

pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

Anak-anak mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan remaja

(37)

usia kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh daya ingat yang berkurang,

ditambah lagi apabila penderita lanjut usia tinggal sendiri. Menurut Dunbar &

Waszak dalam Smet (1994) ketaatan dalam aturan pengobatan pada anak-anak,

remaja dan dewasa adalah sama.

Pendidikan dan tingkat Pengetahuan, keyakinan seseorang terhadap adanya

dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar

belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu. Kemampuan kognitif akan

membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami

faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan

tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

Faktor emosi juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan

cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stress dalam setiap

perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin

dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut mengancam

kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin

mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang

tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit

mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau

menjalani pengobatan.

Spiritual, dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,

mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga

atau teman dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

(38)

penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya, klien juga kemungkinan

besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang

sama, anak yang selalu diajak orangtuanya untuk melakukan pemeriksaan

kesehatan rutin maka ketika punya anak dia melakukan hal yang sama.

Faktor psikososioekonomi dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit

dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisi dan bereaksi terhadap

penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup

dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan

persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan

kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan.

Sehingga akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada

kesehatannya. Latar belakang mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan

individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan

pribadi.

Pada penderita TB dukungan keluarga dianggap sebagai determinan

penting dari perilaku kesehatan. Dukungan keluarga yang dibutuhkan seseorang

dapat berupa pada dukungan moral, emosional dan dukungan intim serta

kebutuhan untuk informasi dan umpan balik. Ini dapat dipenuhi oleh keluarga.

Kekuatan dukungan keluarga mempengaruhi perilaku perawatan diri individu

melalui peningkatan motivasi, memberikan informasi dan memberikan umpan

balik ( Xiaolian et al., 2002).

(39)

keluarga sebagai faktor pengaruh dasar, keluarga sebagai struktur untuk unit

perawatan mandiri dan keluarga sebagai unit pelayanan (Taylor dan Renpenning,

1995). Taylor (2001) menyatakan bahwa keluarga memiliki tujuan utama secara

spesifik untuk membuat, memelihara dan mempromosikan perkembangan sosial,

mental, fisik dan emosional tiap-tiap anggota keluarga dan mendefenisikan

keluarga sebagai sebuah sistem atau unit individu yang memiliki hubungan

dengan keterkaitan sosial yang kuat dengan komitmen dan ketergantungan satu

sama lain.

2.1 Konsep Keperawatan

2.2.1 Pengertian

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Lemone (1989, dalam Depkes RI, 2002)

menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan

dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena

sakit, luka dan proses penuaan. Menurut UU RI No 23 tahun 1992 tentang

kesehatan mendefinisikan perawat yaitu mereka yang memiliki kemampuan dan

kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya

yang diperoleh melalui pendidikan perawatan Sedangkan menurut International

Council of Nurses (1965, dalam Depkes RI, 2002) perawat adalah seseorang

yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan, berwenang dinegara

bersangkutan untuk memberi pelayanan dan bertanggung jawab dalam

(40)

Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwewenang

memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya.

2.2.2 Peran Perawat

Peran diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu

sesuai dengan status sosialnya. Jika seorang perawat, peran yang dijalankannya

harus sesuai dengan lingkup kewenangan perawat. Peran menggambarkan

otoritas seseorang yang diatur dalam sebuah aturan yang jelas. Tidak menutup

kemungkinan ada dua atau lebih profesi yang memiliki peran yang sama.

Kesamaan peran bukan berarti sama dalam segala hal. Peran boleh sama tetapi

ruang lingkup atau kewenangan masing-masing profesi tentu berbeda-beda. Tidak

mungkin ada satu profesi kesehatan yang menyerobot kewenangan profesi

kesehatan lain. Oleh karena itu diperlukan suatu standar dari masing-masing

profesi kesehatan. Sebagai tenaga kesehatan perawat memiliki sejumlah peran di

dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada.

2.2.3 Peran Perawat Dalam Penangganan Dan Pengendalian TB Di Rumah

Sakit

Peran perawat secara umum adalah memberi pelayanan/asuhan (care

provider), pemimpin kelompok (community leader), pendidik (educator),

pengelola (manager) dan peneliti (researcher) adapun peran perawat dalam

penangganan dan pengendalian TB & MDR TB di rumah sakit menurut Depkes

(41)

advokasi pasien TB, sebagai konselor di unit DOTS (Directly Observed

Treatment Short-Course), sebagai pengelola ruangan dan sebagai peneliti.

1. Pemberi Asuhan Keperawatan

Menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan sistem untuk

penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks

memberi asuhan keperawatan secara komprehensif dan holistik berlandaskan

aspek etik dan legal. Perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien

dan keluarga yang mengalami TB & MDR TB melalui upaya promotif, preventif,

kolaborasi dalam pengobatan (kuratif), dan rehabilitatif. Asuhan keperawatan

diberikan secara langsung (direct care) kepada pasien/klien maupun tidak

langsung (indirect care) di RS. Peran-peran tersebut dilakukan pada semua ruang

keperawatan, yaitu ruangan gawat darurat, ruang rawat dan ruang isolasi. Adapun

kegiatan sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah melakukan pengkajian

keperawatan, menetapkan masalah/diagnosis keperawatan yang berhubungan

dengan kasus TB & TB MDR, merencanakan tindakan keperawatan yang

berhubungan dengan dengan masalah yang muncul, melaksanakan rencana

tindakan keperawatan meliputi perawatan langsung, perawatan tidak langsung

sesuai sarana dan fasilitas RS dan kebutuhan pasien, melaksanakan kolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain, melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan

keperawatan dan melakukan dokumentasi keperawatan.

2. Peran Sebagai Pendidik Kesehatan Dan Advokasi Pasien TB MDR

Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga yang

(42)

pasien TB dan keluarga dalam pencegahan dan penanganan TB. Sebelum

memberikan edukasi perawat melakukan pengkajian kebutuhan pengetahuan

pasien dan keluarga tentang perawatan TB untuk kemudian menyusun rencana

pendidikan kesehatan. Kemudian perawat melaksanakan pendidikan kesehatan

dengan topik yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga, diantaranya

cara-cara pencegahan penyakit TB MDR, cara penanggulangannya. Selanjutnya

perawat membantu pasien dalam mengambil keputusan untuk menentukan

pengobatan TB dengan cara membantu memilih sumber informasi antara lain

berasal dari petugas kesehatan, buku bacaan, televisi, majalah, dll.

3. Peran sebagai Konselor di Unit DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)

Di Rumah Sakit terdapat unit DOTS pada unit DOTS peran perawat

sangat strategis yaitu sebagai konselor. Perawat memfasilitasi pasien/klien untuk

mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi

dan dihadapi pasien/klien. Pada konseling keperawatan TB & MDR TB, perawat

tidak boleh memberi instruksi kepada pasien untuk melakukan sesuatu tetapi

membantu pasien untuk melakukan proses penyelesaian masalah dan mengambil

keputusan yang tepat untuk bertindak. Kegiatannya adalah sebagai berikut

mengidentifikasi dan klarifikasi masalah yang harus diselesaikan kemudian

melibatkan pasien dalam mengidentifikasi dan memilih alternatif penyelesaian

masalah. selanjutnya memfasilitasi pasien dalam mengevaluasi keputusan yang

diambil untuk meningkatkan kesadaran dirinya untuk mengatasi masalah.

(43)

kesehatan lain (dokter, psikolog, petugas gizi, dll). Konseling yang diberikan

perawat kepada pasien dan keluarga yang mengalami masalah psikososial dan

isolasi sosial akibat menderita TB. Konseling juga diberikan kepada pasien yang

mengalami efek samping OAT, konseling terkait konflik dalam keluarga akibat

TB, konseling penanganan masalah TB MDR, konseling bagi pasien HIV-TB.

4. Peran Perawat Sebagai Pengelola Ruangan

Perawat mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan

dalam pelayanan dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien/klien dengan

TB. Perawat sebagai pengelola ruangan yaitu sebagai ketua tim atau case

manager khusus pada kasus pasien dengan masalah TB. Adapun kegiatan sebagai

Ketua Tim (Case manager) diruangan pada kasus TB, adalah sebagai berikut:

4.1 Mengelola pencegahan dan pengendalian infeksi TB pada pasien dan

keluarga di Rumah Sakit.

4.2 Mengelola asuhan keperawatan mengkaji, mengidentifikasi, menganalisa

hasil pengkajian dan menyusun kebutuhan asuhan keperawatan sesuai

dibutuhkan pasien.

4.3 Mengelola dan mengembangkan tindakan keperawatan bersama perawat

pelaksana ruangan.

4.4 Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan

asuhan keperawatan.

4.5 Melakukan evaluasi hasil dan dampak asuhan keperawatan yang diberikan

oleh perawat pelaksana.

(44)

5. Peran Sebagai Peneliti

Melakukan penelitian keperawatan mulai dari penelitian bersifat

sederhana sampai penelitian bersifat advance. Sebagai peran peneliti perawat

diharapkan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, mencari jawaban terhadap

fenomena klien, menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan

praktik berbasis bukti/fakta (Evidence Based Nursing Practice). Perawat dapat

berkontribusi atau melakukan penelitian langsung di setiap ruangan di RS serta

menggunakan hasil penelitian dalam melakukan perawatan TB. Kegiatannya

sebagai berikut:

5.1 Mengidentifikasi fenomena/masalah-masalah terkait pasien TB dan

penerapan pengendalian TB untuk kebutuhan penelitian.

5.2 Merancang dan melakukan penelitian langsung sesuai kajian, contoh:

dampak ketidakpatuhan terhadap obat yang diberikan.

5.3 Berpartisipasi melaksanakan penelitian bersama tenaga kesehatan lain.

5.4 Menggunakan dan memanfaatkan hasil penelitian dalam memberikan

pelayanan/asuhan keperawatan dan mengembangkan metode perawatan

terkini pada pasien TB.

5.5 Menyebarluaskan dan mempublikasikan temuan hasil penelitian dalam

seminar nasional/internasional maupun jurnal nasional/internasional.

Sehubungan dengan TB, perawat meningkatkan kesehatan untuk mencegah

penyakit dengan mengurangi penularan TB di masyarakat dengan menemukan

dan mengobati kasus aktif. Mereka memulihkan kesehatan dengan memastikan

(45)

penderitaan dengan mengorganisir dukungan untuk pasien sesuai dengan

kebutuhan masing-masing.

2.2.4. Peran Perawat Dalam Strategi DOTS.

Peran perawat yang bertugas di manajemen TB dan kontrol

bervariasi sesuai dengan lingkungan kerja mereka. Sementara beberapa

akan terlibat dalam semua kegiatan yang digambarkan di bawah ini, orang

lain akan mengambil berbagai elemen. Perawat bekerja di layanan

kesehatan primer yang pertama bertemu dengan pasien dan menemukan

gejala sehingga penting untuk identifikasi awal tersangka TB dan kasus

TB-MDR. Untuk memastikan tingginya tingkat deteksi kasus, landasan

penanggulangan TB adalah perawat yang bekerja dengan individu,

keluarga, masyarakat dan layanan lainnya perlu memahami peran mereka

(46)

Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci dari Strategi DOTS (William.G,2008)

Elemen Strategi dan rasional Peran Perawat

Komitmen Politik

investasi di tingkat nasional dan lokal untuk melaksanakan dan

mempertahankan program

pengendalian TB sukses

Advokasi dan lobi

Pengalaman bekerja sama dengan pasien dan masyarakat dapat menginformasikan kebijakan dan pengambilan keputusan strategis dan membantu pelaksanaan

Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopi

Pilihan biaya yang paling efektif, Mengidentifikasi kasus infeksi

Identifikasi kasus, Dukungan kepada pasien khawatir, saran untuk menghasilkan sampel yang baik, dokumentasi (Saran & hasil)

Pengobatan dengan standar DOT

Memastikan pengobatan yang efektif dan kepatuhan pengobatan, tersedia PMO, yang terlatih, bertanggung jawab dan dapat diterima oleh pasien.

Memastikan perlakuan yang sama, perencanaan perawatan Individu, Pendidikan pasien & keluarga, Pemantauan dan dokumentasi obat dan kemajuan, Dukungan untuk pasien, keluarga dan pengamat pengobatan. Standard

pelaporan dan pencatatan

Evluasi secara sistematis : a) perkembangan pasien dan hasil dari pengobatan.. b) kinerja dari program keseluruhan

Bersih, akurat dan pencatatan laboratorium menggunakan: register laboratorium, kartu treatment, dan register TB. Komunikasi berulang dan perkembangan secara koleltif.

Memastikan dan bertanggung jawab terhadap tersedianya obat untuk pasien dengan melihat pencatatan. (Wasor TB DOTS)

Aspek logistik tambahan: pelatihan dan pengawasan

Penting untuk memastikan kualitas dan manajemen yang tepat dan kemungkinan penemuan kasus TB

Mengembangkan diri secara profesional, menyediakan edukasi untuk pasien, keluarga, masyarakat dan relawan.

Aspek operasional tambahan: fleksibilatas

Berbagai aspek geografi, lingkungan dan konteks budaya dibutuhkan fleksibilitas dalam implementasi dari komponen DOTS

Perawat mempunyai peran kunci dengan menyediakan layanan yang fleksibel dan berpusat kepada pasien.

2.2.5 Manajemen Dan Asuhan Keperawatan Pasien TB MDR di

Rumah Sakit.

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematis untuk

menyediakan individual, perawatan berpusat kepada pasien melalui siklus

penilaiannya, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini menjelaskan

dasar secara ilmiah dan meningkatkan kualitas. Tindakan dibuat eksplisit

pada tahap perencanaan memungkinkan evaluasi secara efektif terhadap

(47)

manajemen TB MDR pada dasarnya memiliki kualitas dan efektivitas.

Strategi DOTS khususnya menawarkan pendekatan standar untuk

mengontrol dan manajemen TB. Pengelolaan TB MDR jauh lebih

kompleks meskipun ada beberapa peluang untuk standardisasi aspek-aspek

tertentu seperti elemen diagnosis dan pemantauan pengobatan. Meskipun

aspek teknis pengendalian TB yang standar telah menjadi efektif, layanan

TB harus fleksibel dan didasarkan pada kebutuhan pasien, keluarga dan

masyarakat setempat.(William G, 2008)

Perawatan dan pengendalian penderita TB MDR menggunakan

pendekatan berpusat kepada pasien yang menghubungkan proses

keperawatan dengan DOTS dan strategi manajemen TB MDR,

mengidentifikasi temuan kasus dan merawat pasien. Kasus yang

terus-menerus ditemukan, mendorong penyelidikan lebih lanjut yang

menyebabkan lebih ditemukan banyak kasus karena kebutuhan individu

pasien dapat berubah selama waktu mereka berada di masa pengobatan,

evaluasi secara berkelanjutan oleh perawat dan berulang memastikan

perawatan yang tepat pada setiap tahap dan meningkatkan kepatuhan

pasien untuk mengikuti pengobatan TB MDR.

2.3 Konsep Kepatuhan

2.3.1 Pengertian

Kepatuhan adalah kerelaan seseorang untuk melakukan suatu permintaan

(48)

tekanan sosial dan perundingan, hal ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang

diterima oleh seseorang tentang perilaku yang diharapkan dan diminta

(Sears,1994). Menurut (Sackett dalam Niven, 2002) kepatuhan didefinisikan

sebagai sejauh mana perilaku klien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

petugas kesehatan.

Menurut (Sarafano dalam Smet, 1994) kepatuhan merupakan tingkat klien

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya

atau oleh yang lain. Kepatuhan adalah sejauh mana klien mengerti maksud atau

harapan dari dokter dalam memberikan pengobatan (McGavock dalam Hughes,

1997). Kepatuhan sering digunakan untuk menggambarkan perilaku bahwa klien

mengubah perilakunya atau patuh karena mereka dimintai untuk itu (Brooks dan

Burn, 2004). Kepatuhan merupakan masalah yang lazim pada semua penyakit

kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang (Oesterberg, 2005)

khususnya pada pasien TB paru. Kepatuhan sebagai suatu keadaan dimana

pasien harus mengikuti instruksi dokter (WHO, 2003).

Pengobatan TB yang efektif juga memerlukan kerjasama pasien dalam

perilaku kesehatan. Oleh karena itu kepatuhan untuk menjalani pengobatan

hingga berhasil dilihat sebagai keadaan dimana perilaku seseorang minum obat,

mengikuti diet sehat dan mengubah gaya hidup, semuanya berkesinambungan

dengan rekomendasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan (WHO, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan merupakan perilaku yang muncul

akibat permintaan atau saran dari orang lain mengenai tatacara menjalani sebuah

(49)

kesehatan klien. Kepatuhan ini dapat dilihat, dinilai dan diukur dengan

menggunakan sebuah instrumen (alat ukur), untuk itu perlu kita ketahui lebih

lanjut karakteristik dari sebuah perilaku kepatuhan.

2.3.2. Kepatuhan Terhadap Pengobatan TB

Kepatuhan terhadap pengobatan TB adalah faktor utama keberhasilan

pengobatan TB, mengurangi resiko terjadinya TB MDR dan merupakan alasan

utama mengembangkan Strategi DOTS. Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku

seseorang minum obat, mengikuti diet dan/atau melaksanakan perubahan gaya

hidup, mengikuti rekomendasi perawatan kesehatan yang disepakati (WHO,

2003).

DOT merupakan elemen kunci dari paket kebijakan untuk pengendalian

TB dan mengharuskan pengamat langsung pasien menelan obat. PMO dapat

petugas kesehatan atau anggota terlatih dan diawasi komunitas. Indikator

kepatuhan terbaik termasuk hasil smear konversi dari positif ke negatif, perbaikan

gejala, perbaikan keadaan umum.

Secara umum, pasien harus patuh minum obat untuk mencapai

keberhasilan pengobatan yaitu meningkatkan kesempatan untuk sembuh,

mengurangi resiko kekambuhan dan meminimalkan resisten terhadap obat

(Maartens & Wilkinson, 2007). WHO (2003) mendefinisikan kepatuhan sebagai

sejauh mana pasien untuk mengikuti petunjuk medis. Namun rejimen TB yang

efektif juga membutuhkan pasien untuk mengikuti perilaku kesehatan. Sebagian

besar hasil penelitian menunjukkan kepatuhan terhadap pengobatan (Martins, et

(50)

kesehatan bukan hanya kepatuhan terhadap pengobatan saja yang diperlukan.

Khusus untuk penderita TB paru, Biswas (2010) mengusulkan enam kepatuhan

perilaku kesehatan yaitu kepatuhan minum OAT, mengikuti diet sehat, melakukan

latihan fisik, menjaga kebersihan lingkungan, mencegah penularan penyakit dan

menghindari faktor-faktor resiko kambuh.

Empat faktor utama berinteraksi untuk mempengaruhi kepatuhan terhadap

pengobatan TB adalah faktor-faktor struktural termasuk kemiskinan dan

diskriminasi gender, konteks sosial, faktor pelayanan kesehatan dan faktor

personal. Kepatuhan terhadap perjalanan panjang pengobatan TB adalah

kompleks, fenomena dinamis dengan berbagai faktor yang berdampak pada

perilaku pengobatan. Kepatuhan pasien terhadap rejimen pengobatan dipengaruhi

oleh sejumlah faktor tersebut (Volmick, 2010).

2.3.3 Alat Ukur Kepatuhan

Kepatuhan sulit dianalisa karena sulit didefenisikan, di ukur dan tergantung

pada banyak faktor. Kebanyakan berhubungan dengan ketidaktaatan minum obat

sebagai cara pengobatan, misalnya: tidak minum cukup obat, terlalu banyak dan

minum obat diluar yang diresepkan. Metode untuk mengukur kepatuhan dilihat

sejauh mana para klien mematuhi nasehat dokter dengan baik, meliputi laporan

klien, laporan dokter, perhitungan pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat

mekanis, observasi langsung dari hasil pengobatan (Smet, 1994).

Menurut (McGavock dalam Hughes, 1997) ada sejumlah metode mengukur

(51)

hasil pemeriksaan klinis, menggunakan indikator farmakologi, pengukuran

konsentrasi plasma dalam obat dan pengawasan dengan elektronik.

Kepatuhan diukur dengan cara yang berbeda. Mengukur kepatuhan dengan

metode secara langsung dianggap lebih obyektif dan lebih dapat diukur seperti

dari hasil BTA (Caminero, et al. 1996; Liza, 2009; Pungrassami, et al. 2002;

Pritchard, et al. 2003), jadwal mengambil obat (Ailinger ,et al. 2010; Burman,

1995; Gelmanov ,et al. 2007; Naing, et al. 2001), menggunakan observasi

langsung dalam mengukur kepatuhan pengobatan (Nymathi ,et al. 2006).

Sedangkan Ailinger, et al. (2007) menjelaskan metode mengukur dan memonitor

kepatuhan dalam regimen terapi baik di laboratorium maupun praktik klinik

adalah level obat dalam cairan biologis, penanda biologi, observasi langsung.

Haley, et al. (2008) menggunakan wawancara pasien, catatan pasien, kuisioner

kepatuhan, jumlah pil. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan

metode adherence questionaire untuk mengukur kepatuhan minum obat pada

penderita TB MDR. Metode ini digunakan peneliti karena memiliki keuntungan

yaitu mudah administrasinya (ditempat,email, surat, telepon) tervalidasi dan dapat

menjelaskan perilaku pasien.

Sejak tahun 1995, manajemen operasional yang menyesuaikan strategi

DOTS (Directly Observed Treatment Strategy) menekankan adanya pengawas

minum obat (PMO) untuk setiap penderita TB paru dengan harapan dapat

menjamin keteraturan minum obat bagi setiap penderita TB selama masa

(52)

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Hasil dari beberapa penelitian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

kepatuhan minum obat yaitu lamanya pengobatan, sosial budaya, status ekonomi

dan dukungan sosial, pendidikan, tenaga kesehatan, dukungan keluarga.

1. Lamanya Pengobatan.

Lamanya waktu pengobatan TB MDR antara 18-24 bulan menuntut

adanya perawatan komprehensif yang efektif agar dapat mendukung dan

meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Penderita TB

MDR juga tidak segera sembuh setelah meminum obat perlu waktu paling

sedikit 18 bulan pengobatan yang meliputi fase awal selama 6 bulan setelah

BTA mengalami konversi dilanjutkan fase lanjutan selama 18 bulan. Semakin

banyak jenis obat yang harus diminum tiap harinya, maka klien semakin merasa

kesulitan mematuhi program pengobatan.

Hasil penelitian terhadap obat TB yang paling sering digunakan isoniazid

(LoBue, et al. 2003) dan rifampisin (Haley, et al. 2008). Lamanya pengobatan

bervariasi dari 4 bulan (Haley, et al. 2008), 6 bulan (LoBue, et al. 2003) dan 9

bulan (Ailinger, et al. 2006). Lamanya pengobatan selama 4 bulan mempunyai

tingkat kepatuhan paling tinggi. Semakin lama pengobatan semakin rendah

tingkat kepatuhan.

2. Faktor Sosial Budaya

Hanya satu penelitian yang mengukur tentang faktor sosial budaya. Ailinger, et

al. (2006) dalam penelitian di Spanyol menemukan tidak ada hubungan sosial

(53)

bahwa dalam budaya spanyol adalah suatu hal yang memalukan apabila

memiliki penyakit menular yang dapat ditularkan kepada keluarga dan

lingkungan. Penelitian lain menemukan bahwa dua pertiga dari peserta akan

menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit TB mereka daripada

pengobatan medis (Joseph, et al. 2008).

3. Status Ekonomi dan Dukungan Sosial

Status ekonomi mempunyai peran penting dalam ketidakpatuhan untuk pasien.

Keterbatasan biaya dalam pengobatan membuat keterbatasan transportasi (Wyss,

et al. 2007). Keterbatasan transportasi menyebabkan pasien tergantung pada

orang lain untuk melakukan perjalanan yang jauh dengan transportasi umum

yang membutuhkan banyak biaya. Pasien tidak dapat mengambil cuti karena

sudah terikat kontrak dengan tempat mereka bekerja dan mereka merasa rugi

kehilangan upah bekerja harian (Wyss, et al. 2007). Para peneliti menyarankan

bahwa lebih memberikan waktu lebih untuk pasien kontrol ulang kesehatannya,

lebih membimbing dan berikan transportasi klinik gratis untuk meningkatkan

kepatuhan pengobatan (Wyss, et al. 2007). Pada penelitian Ailinger, et al. (2007)

dukungan sosial tidak berkorelasi dengan kepatuhan terhadap pengobatan.

4. Pendidikan dan Perilaku Sehat.

Penelitian sebelumnya menemukan kurangnya kesadaran perilaku sehat

menurunkan tingkat kepatuhan (Mc Ewen dan Boyle, 2007). Banyak pasien

yang tidak mengetahui tentang TB, TB MDR dan pengobatannya. Pada

penelitian Ailinger, et al. (2006) menemukan penurunan kepatuhan berobat pada

(54)

pendidikan dan penyakit TB. Pasien beranggapan sudah mendapatkan Imunisasi

BCG diwaktu bayi menghindari mereka dari penyakit TB (Joseph, et al. 2008).

Ailinger dan Dear (1998) menemukan adanya hubungan antara tingkat

pendidikan dan kepatuhan berobat, meskipun penelitian selanjutnya tidak

mendukung hasil penelitian ini.

5. Petugas Kesehatan

Kualitas interaksi antara klien dengan petugas kesehatan menentukan

derajat kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi yang lengkap tentang OAT

dari tenaga kesehatan bisa menjadi penyebab ketidakpatuhan klien meminum

obat.

Dalam penelitian Mc Ewen dan Boyle (2007) ditemukan kurannya

kualitas interaksi dengan perawat membuat pasien merasa terpaksa dalam

menjalankan pengobatan. Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya ungkapan

merasa tepaksa dan berpura-pura menjadi patuh. Nymathy ,et al. (2006)

menemukan perawat yang melakukan manajemen perawatan TB dengan baik

meningkatkan angka kesembuhan pasien. Perawat sebagai edukasi dan

menemukan kasus TB.

6. Efek Samping

Tiga puluh delapan persen pasien melaporkan efek samping pada bulan

pertama, selanjutnya efek samping berkurang. Pada penelitian kualitatif

menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan dan efek

(55)

bahwa efeksamping menjadi penyebab ketidakpatuhan (Mc Ewen dan Boyle,

2007).

7. Dukungan Keluarga

Anggota keluarga merupakan subjek utama menjadi PMO dalam program

DOTS bagi pasien TB. Nasution (2007) menemukan bahwa pasien yang berhasil

mengikuti program DOTS memiliki dukungan keluarga yang lebih besar

dibandingkan pasien yang gagal di Medan, Indonesia. Frieden & Sbarbaro

(2007) menyatakan bahwa PMO harus dilakukan oleh individu yang dekat dan

dapat diterima dapat oleh pasien dan keluarga. Punggrassami, et al. (2002)

menyatakan bahwa hubungan keluarga akan meningkatkan perawatan kesehatan

dan dukungan secara psikologis. Dukungan keluarga selama pengobatan TB

akan membantu tercapainya keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan

dapat dicapai dengan meningkatkan kepatuhan minum obat.

Persepsi klien terhadap suatu obat akan mempengaruhi kepatuhan, klien

yang paham akan instruksikan obat cenderung lebih patuh. Selain itu keyakinan

dan nilai individu juga mempengaruhi kepatuhan, klien yang tidak patuh

biasanya mengalami depresi, ansietas dengan kesehatannya, memiliki ego lemah

dan terpusat perhatian pada diri sendiri. Sehingga klien merasa tidak ada

motivasi, mengingkari penyakitnya dari kurang perhatian pada rogram

pengobatan yang harus dijalankan. Variabel psikologis yang dikemukakan

Brooks & Burn (2004) dan Smet (1994) seperti intelegensia, sikap terhadap

(56)

agama atau budaya dan biaya finansial juga mempengaruhi klien dalam

mematuhi program pengobatan.

2.4 Multi Drug Resistant (MDR) 2.4.1 Definisi

Multi drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai resistensi

terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling paten yaitu isoniazid (INH)

dan rifampisin, TB MDR berkembang selama pengobatan yang tidak adekuat. Hal

ini dapat terjadi karena beberapa alasan; pasien mungkin merasa lebih baik dan

menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau langka atau pasien lupa

minum obat. Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan

pengobatan. Selanjutnya transmisi strain TB MDR menyebabkan terjadinya kasus

resistensi primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur

tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif

setelah konversi negatif. Directly observed theraphy Short-course (DOTS)

merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan oleh WHO untuk

meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi.

TB dengan resistensi terjadi dimana basil Micobacterium Tuberculosis

resisten terhadap rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa OAT lainnya (WHO,

1997). TB resistensi dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder.

Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah

mendapat OAT sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada

Gambar

Tabel 2.1. Peran Perawat dan Kaitannya dengan Lima Elemen Kunci dari
Gambar 2.1 Basic Nursing Sytem from Orem
Gambar 2.2.  Kerangka konsep penelitian
Tabel 3.1.  Definisi operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan 63 sampel dapat di ambil kesimpulan tentang karakteristik penderita TB paru anak di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun

Penelitian ini berujuan Mengetahui hubungan kepatuhan minum obat kusta dan dukungan keluarga dengan kecacatan pada penderita kusta di Kabupaten Kudus Tahun

Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor Peran Pengawas Minum Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Dalam Pengobatan di Puskesmas

Adam Malik Medan untuk melengkapi pencatatan data penderita seperti suku dan lokasi perdarahan.. Kata kunci: Karakteristik Penderita, Stroke Haemoragik, RSUP H

lebih besar dibandingkan penderita TB paru yang patuh minum obat

Mengetahui karakteristik penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018. Mengetahui kecenderungan kunjungan penderita kanker paru rawat inap di RSUP Haji

Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan pendidikan kesehatan tentang pentingnya dukungan keluarga pada penderita TB untuk meningkatkan kepatuhan terhadap

Pola Resistensi Primer pada Penderita TB Paru Kategori I di RSUPH Adam Malik Medan [tesis] Medan: departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran