PENGCUNAAN ANTIOKSIDAN DALAM PENGENCER SEMEN BEKU DAN METODE SINKRONISASI ESTRUS PADA PROGRAM
INSEMINASI BUATAN DOMBA ST. CROIX
F E R A D I S
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
THE USE O F ANTIOXIDANTS IN FROZEN SEMEN EXTENDERS AND ESTROUS SYNCHRONIZATION METHOD
IN ARTIFICIAL INSEMINATION PROGRAM OF ST. CROIX SHEEP
Feradis, M. R Toelihere, Barizi, T. L. Yusuf, B. Punvantara and I K. Sutama
The objectives of this research are to determine the effectiveness of tris-citrate, lactose and skim milk as extenders in ~ryo~reservation of semen; to study the influence of supplementation of vitamin E and BHT as antioxidants with certain doses on frozen semen quality; to determine the effects of progesterone intravaginal implant and its combination with estradiol benzoate on response of estrus, the depth of insemination into the cervix and
conception rate; and to determine the effect of increasing dose of A1 on conception rate.
Results of the first experiment revealed that the mean sperm motility and live sperm count after thawing as well as the mean percentage of intact plasma membrane and intact acrosome within milk extender (50.0, 62.5, 58.3 and 61.0 percent respectively) and the supplementation of 0.2 g vitamin E (51.9, 65.4, 61.3 and 64.2 percent respectively) were higher than the other treatments. The supplementation of 0.2 g vitamin E to the skim milk extender gave the best quality of frozen ram semen.
Results of the second experiment indtcated that both treatments of progesterone alone and progesterone plus estradiol benzoate induced estrus in all treated ewes. The onset of estrus was earlier in the group treated with 0.1 mg estrad~ol benzoate than in the group treated with progesterone alone (32.31 and 42.31 hours respectively, after progesterone implant removal). The duration of estrus was longer in the group treated with 0.1 mg estradiol benzoate (70.92 hours) than in the group treated with progesterone alone (37.42 hours). Semen could be deposited at the second position of the cervix in 77.78 and 55.56 percent of ewes treated with progesterone plus estradiol and progesterone alone, respectively. The conception rate after insemination in the group keated with progesterone alone was not different with the group treated with progesterone and estradiol benzoate. The conception rate in the group keated with progesterone alone after insemination using 200 million motile spermatozoa was higher (77.8 percent) than 100 million motile spermatozoa (30 percent).
It is concluded that tris-citrate, lactose and skim milk may be used for semen
cryopreservation, but skim milk seems to be better than the other extenders. Supplementation
RINGKASAN
FERADIS. Penggunaan Antioksidan dalam Pengencer Semen Beku dan Metode
Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix (di bawah
bimbingan MOZES R. TOELMERE sebagai ketua, BARIZI, TUTY L. WSUF,
BAMBANG PURWANTARA dan I KETUT SUTAMA sebagai anggota).
Proses pembekuan dan pencairan kembali semen dapat menyebabkan kerusakan
pada spermatozoa yang disertai oleh penurunan motilitas, gangguan transpor dan
penurunan daya tahan spermatozoa di dalam saluran reproduksi betina, dan mengurangi
fertilitas setelah diinseminasikan pada cervix. Salah satu penyebab kerusakan pada
spermatozoa adalah peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid dapat ditekan dengan
menambahkan antioksidan ke dalam pengencer semen. Sedangkan peningkatan
transportasi spermatozoa melalui cervix dapat dilakukan dengan penyuntikan estradiol
benzoat setelah pelepasan preparat progesteron intravaginal yang digunakan untuk
sinkronisasi estrus.
Penelitian ini bertujuan untuk (i) menentukan efektivitas tris sitrat, laktosa clan susu skim sebagai bahan pengencer dalam kri0preSe~asi semen, (ii) mempelajari pengaruh suplementasi vitamin E dan
BHT
sebagai antioksidan dalam berbagai dosisterhadap kualitas semen beku, (iii) mengetahui pengaruh penggunaan preparat
progesteron intravaginal dan kombinasinya dengan estradiol benzoat terhadap respons
estrus, kedalaman deposisi semen saat inseminasi dan angka konsepsi, dan (iv) mengetahui pengaruh peningkatan dosis inseminasi terhadap angka konsepsi,
Pada percobaan pertama, semen dari enam ekor pejantan domba St. Croix
ditampung dengan vagina buatan dan diencerkan dengan tiga jenis pengencer sebagai
faktor perlakuan pertama, yaitu tris sitrat, laktosa dan susu skim. Sebagai faktor perlakuan
kedua, masing-masing pengencer diberi antioksidan dengan jenis dan dosis yang berbeda,
yaitu tanpa antioksidan, 0.1 g vitamin E, 0.2 g vitamin E , 0.1 g BHT dan 0.2 g BHT.
Peubah yang diamati adalah persentase motilitas, persentase hidup, persentase membran
plasma utuh, persentase tudung akrosom utuh dan kadar malonaldehid spermatozoa.
Percobaan kedua terdiri atas dua tahap, yaitu percobaan IIa dan 1%. Pada
percobaan 11% 20 ekor domba dibagi menjadi kelompok A dan B, masing-masing 10 ekor.
Seluruh domba diberi implan progesteron secara intravaginal selama 12 hari. Duapuluh
empat jam setelah pelepasan implan progesteron, domba-domba pada kelompok B
disuntik dengan estradiol benzoat secara intramuskuler sebanyak 0.1 mglekor, sedangkan
kelompok A tidak diberi estradiol benzoat. Kemudian dilakukan pengamatan estrus dan
inseminasi. Pada perwbaan 1% digunakan domba-domba yang tidak bunting pada
perwbaan IIa ditambah dengan tiga ekor domba cadangan. Metode sinkronisasi estrus
untuk percobaan 1% sama dengan perwbaan IIa. Inseminasi dilakukan dengan menggunakan semen belcu yang dinilai paling baik dari hasil percobaan pertama, 18 sampai 24 jam setelah estrus pertama kali terlihat dan diulangi 12 jam kemudian. Dosis inseminasi untuk percobaan IIa dan IIb masing-masing sebesar 100 juta dan 200 juta spermatozoa motil. Peubah yang diamati adalah persentase estrus, onset estrus, lama
estrus, kedalaman deposisi semen saat insemimi
dan
angka konsepsi.Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa persentase motilitas dan hidup
tertinggi pasca pencairan kembali diperoleh pada pengencer susu skim (50.0 dan 62.5
persen) dan penambahan 0.2 g vitamin E (51.9 dan 65.4 persen). Demikian pula pada
persentase membran plasma utuh dan tudung akrosom utuh, pengencer susu skim memberikan nilai tertinggi, yaitu sebesar 57.4 dan 61.0 persen, serta penambahan 0.2 g
vitamin E sebesar 61.3 dan 64.2 persen. Begitu juga pada kadar malonaldehid, pengencer
susu skim memberikan hasil yang lebih rendah, yaitu sebesar 5.92 nmoYml dan
penambahan 0.2 g vitamin E sebesar 4.80 nmoYml. Kualitas semen beku yang terbaik
diperoleh pada kombinasi pengencer susu skim dan penambahan 0.2 g vitamin E.
Hasil percobaan I1 menunjukkan bahwa semua domba percobaan berhasil
progesteron ditambah injeksi estradiol benzoat, yaitu 32.3 1 jam setelah pelepasan implan
progesteron, sedangkan yang diberi implan progesteron saja dicapai selama 42.3 1 jam.
Lama estrus pada domba yang diberi implan progesteron ditambah injeksi estradiol
benzoat lebih lama (70.92 jam) daripada yang diberi implan progesteron saja (37.42 jam).
Pada pelaksanaan deposisi semen saat inseminasi, 77.78 persen dari domba yang diberi
implan progesteron ditambah injeksi estradiol dapat dilakukan pada posisi kedua cincin
cervix, sedangkan yang diberi implan progesteron saja hanya 55.56 persen. Angka konsepsi pada domba yang diberi implan progesteron saja baik yang diinseminasi dengan
dosis 100 juta maupun 200 juta spermatozoa motil tidak berbeda dengan domba yang
diberi implan progesteron ditambah injeksi estradiol benzoat. Angka konsepsi pada domba
yang diberi implan progesteron saja yang diinseminasi dengan dosis 200 juta spermatozoa
motil lebih tinggi (77.8 persen) daripada dosis 100 juta (30 persen), sedangkan pada
domba yang diberi kombiiasi progesteron dan estradiol benzoat tidak berbeda.
Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengencer tris sitrat, laktosa dan susu skim memenuhi syarat untuk kriopresewasi semen domba St. Croix, tetapi susu
skim lebih baik dalam mempertahankan kualitas semen beku daripada pengencer lainnya.
Penambahan antioksidan ke dalam bahan pengencer dapat meningkatkan kualitas semen
beku; dan pemberian vitamin E dengan dosis 0.2 gf100 ml pengencer memberikan hasil
yang lebih baik daripada perlakuan antioksidan yang lain. Pemberian implan progesteron
intravaginal dapat menggertak dan menyerentakkan estrus sekelompok domba St. Crok, pemberian estradiol benzoat setelah pelepasan implan progesteron dapat mempercepat
onset estrus, meningkatkan derajat keserentakan estrus, memperpanjang manifestasi estrus
dan meningkatkan kedalaman deposisi semen saat inseminasi dibandingkan dengan hanya
pemberian progesteron saja, tetapi belum terlihat dapat meningkatkan angka konsepsi.
Peningkatan dosis inseminasi dari 100 juta ke 200 juta spermatozoa motil dapat
PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN DALAM PENGENCER SEMEN BEKU DAN METODE SINKRONISASI ESTRUS PADA PROGRAM
INSEMINASI BUATAN DOMBA ST. CROIX
F E R A D I S
Disertasi
sebagai satah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi BioIogi Reproduksi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul disertasi : PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN DALAM PENGENCER SEMEN BEKU DAN METODE SINKRONISASI ESTRUS PADA PROGRAM INSEMINAS1 BUATAN DOMBA ST. CROIX
Nama mnhasiswa : F e r a d i s
Nomor pokok : BRP. 95 555
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere. M.Sc Ketua
7
&
Dr. drh. Tutv L. Yusuf. MS
-
Dr. drh. Bambane Purwantara. M.Sc
Anggota Anggota
2. Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi
>
Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere. M.Sc
RlWAYAT HIDUP
Penulis adalah putera kedua Ayahanda H. Nurdin Wahid, BA dan Ibunda
Migawaty, dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1969 di Airtiris Kampar, Riau.
Mengikuti pendidikan Sekolah Dasar dari tahun 1976 sampai 1982 di SD Negeri
No. 40 Pekanbaru, Riau, pendidikan Sekolah Menengah Pertama dari tahun 1982 sampai
1985 di SMP Negeri No. 1 Pekanbaru, Riau, pendidikan Sekolah Menengah Atas dari
tahun 1985 sampai 1988 di SMA Negeri No. 1 Pekanbaru, Riau. Pada tahun 1988
melanjutkan pendidikan ke Fakultas Peternakan Universitas Andalas (UNAND), Padang.
Lulus sajana petemakan UNAND pada tanggal 1 Agustus 1992. Tahun 1992
melanjutkan pendidikan untuk memperdalam ilmu pada Program Studi Ilmu Temak
Program Pascasarjana UNAND, dan memperoleh gelar Magister Pertanian (M.P.) pada
tanggal 27 Agustus 1994.
Program Doktoral pada Program Studi Biologi Reproduksi Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1995.
Menikah dengan Osneli Arnin, A.Md pada tahun 1997 dan dikaruniai satu orang
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah S.w.t., karena berkat
rahmat dan hidayah-Nyalah penyusunan serta penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.
Disertasi ini berjudul Penggunaau Antioksidan dalarn Pengencer Semen Beku dan
Metode Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix,
disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi
Biologi Reproduksi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof Dr. drh. Mozes R. Toelihere, M.Sc, selaku ketua
komisi pembimbing, kemudian Bapak Prof. Dr. H. Barizi, MES, Ibu Dr. drh. Tuty L.
Yusuf, MS, Bapak Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Ketut
Sutama, M.Rur.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan perhatian,
bimbingan dan nasehat dengan sabar dan ikhlas dari perencanaan, pelaksanaan sampai
selesainya penyusunan disertasi ini. Kepada Bapak Prof Dr. drh. Yuhara Sukra, M.Sc
dan Bapak Dr. drh. Sofyan Sudardjat, MS yaxig telah ikut serta memperkaya disertasi ini,
penulis ucapkan terima kasih.
Terima kasih dan penghargaan yang sama, penulis sampaikan kepada para dosen
yang telah mentransfer ilmunya kepada penulis, juga kepada seluruh karyawan Bagian
Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan serta Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberikan bantuan sehingga proses belajar
dan mengajar dapat be jalan dengan lancar.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Ternak
Ciawi dan staf, khususnya Ibu Ida dan Ibu Enok Mardiah selaku pengelola Laboratorium
Fisiologi Reproduksi, Bapak Maulana dan Bapak Udin selaku pengelola kandang
ruminansia kecil, atas segala bantuan fasilitas dan tenaga yang diberikan selama penulis
Kepada Rektor, Direktur Program Pascasarjana dan Ketua Program Studi Biologi
Reproduksi lnstitut Pertanian Bogor, penulis sampaikan terima kasih atas kesempatan
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi tersebut.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim Beasiswa Unggulan (URGE)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
telah memberi biaya pendidikan kepada penulis. Kepada Bapak Kepala Daerah Tingkat I1
Pekanbam dan Bapak Kepala Daerah Tingkat I1 Kampar, penulis sampaikan terima kasih
atas bantuan yang diberikan.
Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Muhammad Rizal Amin,
M. Si, drh. Herdis, M. Si, Ir. Teguh Hari Suprayogi dan Ir. Teguh Sumarsono, M. Si atas
segala bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
penelitian dengan baik dan lancar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak
Dr. Polmer Z. Sturnorang, Ibu Ir. Endang Triwulanningsih, M.Sc, Ir. Petms Kune, M.Si
dan Ibu Ir. Yunizar Ernawati, MS yang telah memberikan banyak bantuan selama penulis
melaksanakan penelitian. Juga kepada rekan-rekan yang telah memberikan bantuan,
penulis ucapkan terima kasih.
Berkat rasa cinta dan pengorbanan, kesabaran, ketawakalan dan keikhlasan Osneli
istri tercinta dan Muhammad Nabil Faras anak tersayang, beban berat terasa ringan,
sehingga pendidikan S3 ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu penulis juga
mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka berdua.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan pula kepada Ayah dan
Ibu yang selalu mendoakan dan merestui penulis dalam meraih cita-cita. Kepada kakak
dan adik-adik yang telah memberikan doa restu, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis berharap, semoga karya ini dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan
populasi dan produktivitas ternak domba di Indonesia.
Bogor, Juni 1999
DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
.. .. ... .. ... .. ... ..
,,.,, .,., , ,, .,. ,,.. ... . . , , . . . . . . . . . . . . . . xivDAFTAR GAMBAR .. . . .. . .
.
.. . . ...
, . . ..
. . ..
. . ,. .. . . .
..
xvi DAFTAR LAMPIRAN . . . .. . ..
. . . .. . . .. . . .. . .. . ..
, , . . . , . , . , , . . , . . . , . , . . . xviiLatar Belakang . . .. .. . . .. ... .. . .. . . .. . .. . .
. .
..
.. .
Ruang Lingkup Penel~tlan
. .
. ... .. .....
....
,...Tujuan Penel~ttlan
.... ...
... ... .. ... ... .. ... . ..
.
,.. .
. . . . . . 6Kegunaan Penelitian ... 7
Hipotesis 7
TINJAUAN PUSTAKA
...
... ... .. ... ... ... . . . , , ,, , , ..
..
. . . 8Domba St. Croix Tokoferol (Vitam
Butylated Hydroxytoluene (BHT)
. .
. . .. . . .
.
.
.
. . ..
. . .Penampungan Semen . . , . . . . , . . .
Pengenceran Semen
.. . .. . .. . . . .. .. ..
. ... . ... .. . .... ... . . .. ... .. ... .. .....
...
.. .... . .... . .. . .. .. . .. . . ..
Peranan Antioksidan dalam Pengencer . . .. . . .. . ..
. ..
.. . ... . ...
... .. . .. .. . .
..Agen Protektif dalam Pengencer ...
.
..
. . . .. . .
.... . . .
. ...
...
.. .. .. . .Gliserol
. . .
.. . .
. ..
. . . ..
. . ..
.. . .
.. . .
,. . .
.Kuning Telur ....
..
..... ... .
.
.
.
.
.
... ... ... ... ..Kadar Pengenceran .
. .
.. .. .
.. .
... . . ... . .
.
.
.
.
. . ..
... . . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . ... .. ... ...
.. .. . .... . .
P e n d i i n a n dan Ekull~brasi . . .. . .
.
. .. . .
. .. .
.
. . .
... .
.. .
...
.. .
.. .. . .Tingkat Pendinginan dan Metode Pembekuan
... ... ...
... ... ....k i n g
.
(Pencairan Kembali) Semen.
. . ..
. . .. .
. . .. . .
.Sinkromsas~ Estrus
.. . . .. . .. . ..
... .. ..
... . ... . .. . .... ... ... ...
.... .
... . . .. . . . .. . . . ... . . . ... .. . .. . .
..Sinkronisasi Estrus Menggunakan Progesteron
.. ... .. . ... . . ... . .. ..
.
..
.. .. 33Sinkronisasi Estrus Menggunakan Kombinasi Progesteron dan Estrogen . . .
.
. ..
..
.. .
.
.
. .. . .
. . ..
. .. .
. .
Insem~naw Buatan . .. . . .: .
. . .
.. . .
. . . ... . . ..
. . .. . .
Evaluasi Hasil Inseminasi Buatan . . ... .. . . .. . .. . ...
.
.. .. . .. . .. .. .. . .. ...
...
...
... . . .
, .. . . .
. . .. . .MATERI DAN METODE ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... Waktu dan Tempat Penelitian
. .
...
Metode Penel~t~an
Percobaan I : Pengaruh Pengencer dan Antioksidan terhadap
...
Kualitas Semen
... Penampungan Semen
Pengenceran, Pendinginan, Pembekuan dan Pencairan Kem- bali Semen
...
Peubah yang Diamati
...
Percobaan I1 : Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan
Sinkronisasi Estrus .
Inseminasi Buatan Evaluasi Hasil Inse
...
Peubah yang Diamati
Rancangan Percobaan
. .
...Analisis Statlstlk ... ... ... ...
HASIL DAN PEMBAHASAN
... Pengaruh Pengencer dan Antioksidan terhadap Kualitas Semen
.
...Sifat-sifat Fisik Semen Segar Domba St Croix
...
Volume Semen
...
Warna, Konsistensi dan KonsentrasiDerajat Keasaman (pH) ...
...
Gerakan Massa, Persentase Motilitas dan Persentase Hidup
Persentase Membran Plasma Utuh dan Tudung Akrosom Utuh ....
Persentase Abnormalitas ...
...
Pengaruh Perlalcuan terhadap Kualitas Semen Beku
...
Persentase Motilitas dan Persentase Hidup
....
Persentase Membran Plasma Utuh dan Tudung Akrosom Utuh
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Malonaldehid (MDA)
...
Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan ...
Pengaruh Perlakuan terhadap Respons Estrus
...
... Persentase Estrus
Onset Estrus Lama Estrus
Pengaruh Perlalcuan terhadap Pelaksanaan dan Hasil Inseminasi Buatan
...
Deposisi Semen pada Inseminasi Buatan
Angka Konsepsi ...
KESIMPULAN DAN SARAN ... ... ...
... Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA ...
DAFTAR TABEL
Halaman
. . . .
1 . N ~ l a gizi susu skim ... 17
2. Kecepatan reaksi antioksidan dan asam lemak dengan radikal bebas ... 22
3 . Komposisi bahan pengencer dasar yang digunakan ... . ... 42
. .
...
...
4. Komblnasl perlakuan ... 45
5. Rataan nilai sifat-sifat fisik semen segar domba St. Croix ...
..
536 . Banyaknya pengamatan motilitas spermatozoa pasca pengenceran
sesuai kategorinya pada masing-masing perlakuan ... 60
7. Banyaknya pengamatan motilitas spermatozoa pasca ekuilibrasi
sesuai kategorinya pada masing-masing perlakuan ... 61
8 . Banyaknya pengamatan motilitas spermatozoa pasca pencairan kern-
bali sesuai kategorinya pada masing-masing perlakuan ... 62
9. Banyaknya pengamatan penurunan motilitas spermatozoa dari tahap pengenceran ke tahap ekuiiibrasi sesuai kategorinya pada masing- - - . .
masing perlakuan ... 63
10. Banyaknya pengamatan pen- motilitas spermatozoa dari tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali sesuai kategorinya pada - - - -
-masing-masing perlakuan ...
.
.
.
.
... 6411. Rataan persentase hidup spermatozoa sesuai perlakuan dan tahap
pengolahan semen ... 65
12. Rataan penurunan persentase hidup spermatozoa dari tahap pengen- ceran ke tahap ekuilibrasi dan dari tahap ekuitibrasi ke tahap pen-
...
...
cairan kernbali pada masing-masing perlakuan ... 66
13. Rataan persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa sesuai
perlakuan dan tahap pengolahan semen ... 7 8
14. Rataan penurunan persentase membran plasma utuh (MPU) sperma- tozoa dari tahap pengenceran ke tahap ekuilibrasi dan dari tahap
ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali pada masing-masing perlakuan ... 79
15. Rataan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa sesuai
16. Rataan penurunan persentase tudung akrosom utuh (TAU) sperma- tozoa dari tahap pengenceran ke tahap ekuilibrasi dan dari tahap
ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali pada masing-masing perlakuan ... 8 1
17. Rataan kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pasca ekuilibrasi
dan pencairan kembali pada masing-masing perlakuan ... 89
18. Rataan peningkatan kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa dari
tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali pada masing-masing
perlakuan ... 90
19. Pengaruh metode sinkronisasi estrus terhadap deposisi semen ... 99
20. Pengaruh metode sinkronisasi estrus dan dosis inseminasi terhadap
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 . llustrasi tipe serat k m p . hereratype dan wol ... 9
2
.
Rumus bangun a-tokoferol ... 113
.
Aktifitas tokoferol dengan memutuskan rantai yang dimilikinya(tokoferol-OH) terhadap radikal peroksil (ROO') ... 12
4 . Produk oksidasi a-tokoferol ... 12
5 . Aktivitas BHT dengan memutuskan rantai yang dimilikinya terhadap
radikal peroksil ... .... ... 13
.
.
...6 . Mekanisme autoks~dasl 19
...
7
.
Skema hubungan antara metabolisme seluler dan peroksidasi lipid 208 . Langkah-langkah prosedur keja percobaan pertama
...
.......
449
.
Skema perubahan rnorfologik pada spermatozoa yang diinkubasi... ...
...
dengan medium hipotonik
.
.
.
.
4710
.
Langkah-langkah prosedur ke j a percobaan kedua ... 49...
11
.
Morfologi spermatozoa saat evaluasi daya hidup 59...
12
.
Morfologi spermatozoa saat evaluasi membran plasma utuh (MPU) 76...
13
.
Morfologi spermatozoa saat evaluasi tudung akrosom utuh (TAU) 7714 . Rataan konsentrasi progesteron domba St
.
Crok...
95...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur kerja evaluasi membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
dengan menggunakan metode hypo-osmotic swelling (HOS) test ... 1 19
2. Prosedur keqa evaluasi tudung akrosom membran plasma utuh
...
(TAU) spermatozoa
... .
.
.
.
1203. Prosedur kerja evaluasi kadar MDA (Malonaldehid) spermatozoa ... 121
4. Nilai sifat-sifat fisik semen segar domba St. Croix yang digunakan
.
.
...dalam penel~t~an 122
5. Persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi
perlakuan pasca pengenceran ... 123
6. Persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi
. .
...
perlakuan pasca eku~l~brasi 124
7. Persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi
...
perlakuan pasca pencairan kembali 125
8. Penurunan persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing
kombinasi perlakuan dari tahap pengenceran ke tahap ekuilibrasi.. ... 126
9. Penurunan persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan
kembali ... 127
10. Persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi per-
lakuan pasca pengenceran ... 128
1 1. Persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi per-
.
.
...
lakuan pasca eku~l~brasi 130
12. Persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi per-
lakuan pasca pencairan kembali ... 132
1 3. Penurunan persentase hidup spermatozoa pada masing-masing
kombinasi perlakuan dari tahap pengencere ke tahap ekuilibrasi ... 133
14. Penurunan persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi ~erlakuan dari t a h a ~ ekuilibrasi ke tahap pencairan . .
...
kembali 135
15. Persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masing-
16. Persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masing-
...
masing kombinasi perlakuan pasca ekuilibrasi
17. Persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masing-
...
masing kombinasi perlakuan pasca pencairan kernbali
18. Penurunan persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap pengenceran
. .
... ...
ke tahap eku~l~brasi ...
19. Penurunan persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke
... ...
tahap pencairan kembali
..
..
20. Persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masing-
...
masing kombinasi perlakuan pasca pengenceran
21. Persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masing- masing kombinasi perlakuan pasca ekuilibrasi ...
22. Persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masing-
...
.masing kombinasi perlakuan pasca pencairan kembali
...
23. Penurunan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa
pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap pengenceran
. .
ke tahap eku~librasi ...
24. Penurunan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali ...
25. Kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pada masing-masing kom- binasi perlakuan pasca ekuilibrasi ...
26. Kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pada masing-masing kom-
binasi perlakuan pasca pencairan kembali
...
27. Peningkatan kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pada masing-
masing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke tahap pen-
...
cairan kembali
28. Onset estrus pada domba St. Croix setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat. ... .:
29. Lama estrus pada domba St. Croix setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat. ...
30. Uji khi kuadrat terhadap deposisi semen saat inseminasi ...
3 1. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-
32. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di- inseminasi setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat
dengan dosis 200 juta spermatozoa motil ... 159
33. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-
inseminasi dengan dosis 100 juta dan 200 juta spermatozoa motil
setelah pemberian progesteron ... 160
34. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-
inseminasi dengan dosis 100 juta dan 200 juta spermatozoa motil
setelah pemberian kombinasi progesteron dan estradiol benzoat ... 160
35. Uji khi kuadrat terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-
inseminasi dengan dosis 100 juta dan 200 juta spermatozoa motil ... 161
36. Uji khi kuadrat terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-
inseminasi setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat ... 161 37. Konsentrasi hormon progesteron pada saat estrus dan 16 hari
. .
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dornba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang potensial untuk
dikembangkan di Indonesia, karena ternak ini mempunyai peranan yang besar bagi
ekonomi rumah tangga peternak di pedesaan. Keunggulan ternak domba adalah mudah
dipelihara dengan kebutuhan pakan yang relatif sedikit dibandingkan dengan ruminansia
besar. Sebagai ternak penghasil daging, domba memiliki berbagai kelebihan karena masa kebuntingannya relatif pendek (dua kali kelahiran per tahun), dapat metahirkan lebih dari
satu ekor anak dalam satu kelahiran. Di samping itu, harga domba relatif tejangkau oleh peternak untuk dikembangkan, dan peluang pasar masih terbuka luas baik di dalam maupun luar negeri. Namun demikian populasi domba di Indonesia cenderung mengalami
penurunan dan produktivitasnya saat
ini
masih relatif rendah. Pada tahun 1996 populasidomba di Indonesia sekitar 7.72 juta ekor, tahun 1997 sekitar 7.69 juta ekor, sedangkan
tahun 1998 sekitar 7.59 juta ekor (Ditjennak, 1998). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak domba di Indonesia.
Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak domba pada dasarnya dapat
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu perbaikan faktor genetik dan faktor lingkungan.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas ternak domba adalah
dengan mengunpor domba bibit unggul untuk memperbaiki mutu ternak domba lokal
Indonesia. Dalam rangka meningkatkan mutu genetik domba Indonesia melalui kawin
silang (cross breedng), pada tahun 1985 telah didatangkan domba St. Croix (hair sheep)
dari Amerika Serikat. Pejantan-pejantan St. Croix tersebut dipakai untuk mengawini
domba-domba lokal (Sirman dan Situmorang, 1987). Hasil penelitian Inounu et al.
(1996) menunjukkan bahwa persilangan domba St. Croix dengan domba lokal mempunyai
dijelaskan, bobot lahir anak hasil persilangan (FI) domba St. Croix dengan domba lokal
lebih tinggi dibandingkan dengan anak domba lokal, yakni masing-masing 2.29 dan 2.07
kg. Begitu pula dengan rataan pertambahan bobot badan (0 sampai 30 hari) anak hasil
persilangan domba St. Croix dan domba lokal lebih tinggi dibandingkan dengan
pertambahan bobot badan anak domba lokal, yaitu berturut-turut 113.9 dan 109.2 ghari.
Untuk mengoptimalkan penggunaan pejantan-pejantan unggul tersebut,
perkawinan sebaiknya dilakukan dengan inseminasi buatan, terutama memakai semen
beku yang dapat didistribusikan ke seluruh pelosok Indonesia. Oleh karena semen beku
domba St. Croix belum tersedia di Indonesia, maka upaya dan studi dalam rangka membekukan semen domba ini perlu dilakukan.
Inseminasi buatan
(El)
merupakan teknologi penting dalam rangka perbaikanmum genetik temak.
IB
pada domba di Indonesia belum banyak dilakukan dan belumbegitu berhasil dibandingkan dengan pada ternak sapi (Tomaszewska et al., 1993). Hal ini
dipengaruhi oleh tingkat konsepsi pada domba dengan IB lebih rendah daripada kawin dam. Semen domba tidak dapat diencerkan seperti halnya semen sapi. Untuk domba
diperlukan lebih banyak spermatozoa per inseminasi karena sduran reproduksi yang jauh
lebih kecil berlipat dan berkerut, sehingga kateter inseminasi sangat sulit untuk melewati
cervix. Semen biasanya dideposisikan pada mulut cervix, sehingga spermatozoa hams
melewati hambatan di cervix sebelum mencapai uterus (Tomaszewska et al., 1991).
Kesulitan inilah yang kemungkinan menyebabkan IB pada domba kebanyakan mendapatkan angka konsepsi yang lebih rendah daripada kawin dam.
Bila semen domba dibekukan, tingkat konsepsinya setelah dicairkan kembali dan
diinseminasikan di dalam vagina lebih rendah. Proses pembekuan diduga mempengaruhi
transpor spermatozoa (Tomaszewska et al., 1991). Menurut Salmon dan Maxwell (1995b), proses pembekuan dan pencairan kembali semen domba juga rnenyebabkan