GAMBARAN KEJADIAN HIPERTIROID PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN
TAHUN 2008 HINGGA 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
BANU PERIAH GOPALA KRISHNAN
100100263
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GAMBARAN KEJADIAN HIPERTIROID PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN
TAHUN 2008 HINGGA 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
BANU PERIAH GOPALA KRISHNAN
100100263
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul: GAMBARAN KEJADIAN HIPERTIROID PADA ANAK DI RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN
TAHUN 2008 HINGGA 2012
Nama : Banu Periah Gopala Krishnan
NIM : 100100263
\
Medan, 09 Januari 2014 Dekan,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 195402201980111001
Pembimbing,
(dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), SpA)
Penguji I,
(dr. T.Ibnu Alferraly, SpPA)
Penguji II,
ABSTRAK
Latar Belakang: Insidens kejadian hipertiroid pada anak di Indonesia diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Penyakit Graves merupakan penyebab terseing hipertiroid pada anak. Hipertiroid lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 3-6:1. Terdapatnya gejala klinis yang disertai peningkatan kadar T4 dan T3 juga kadar TSH yang rendah mendukung diagnosis hipertiroid. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun MMI merupakan pilihan pertama untuk terapi pada anak.
Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP. Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.
Metode penelitian: Pnelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan desain studi kasus cross sectional. Data penderita hipertiroid dikumpulkan dari bagian rekam medis di Departmen Endokrinologi Anak dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.
Hasil Penelitian: Dalam hasil penelitian dari 46 anak dijumpai 26 perempuan dan 20 orang laki-laki. Berdasarkan kelompok usia penderita hipertiroid yang terbanyak adalah diantara 7-12 tahun (47,8%). Penyakit Graves adalah penyebab tersering terjadi hipertiroid yaitu sebanyak 41 orang anak (86,9%). Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar T3 didapati semua pasien dengan hasil lebih dari 2ng/mL. Juga dari hasil kadar T4 didapati lebih dari 14 mg/dL sebanyak 35 orang anak (76,1%). Berdasarkan hasil kadar TSH dilihat semua anak dalam penelitian ini dengan kadar kurang dari 0,27µIU/mL.
Kesimpulan: Dalam penelitian ini adalah hipertiroid sebagian besar terjadi pada anak perempuan prapubertas dan penyebab tersering adalah penyakit Graves. Hasil pemeriksaan didapati kadar T3 dan/atau T4 meningkat serta penurunan kadar TSH.
ABSTRACT
Background: The incidence of hyperthyroidism among children in Indonesia is 1/100 000 per year. Hyperthyroidism in children is mainly caused by Graves’ Disease. It is more common in female children compared to males, with a ratio of 3-6:1. The presence of clinical signs along with elevated levels of T4 and T3 and suppressed TSH count indicates hyperthyroidism. In children, the first choice of therapy is anti-thyroid agents, such as PTU and MMI.
Objective: The aim of this research is to find the description of hyperthyroidism in children at Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012.
Method: The research is conducted retrospective descriptive method with cross-sectionals approach and it was done in Pediatric Endocrinology Department and Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012. All the information was collected through medical records.
Results: The results shows that out of 46 samples, 26 of them are female and 20 patients are male. Patients with hyperthyroidism were more on the age group between 7-12 years old (47,8%). The most frequent etiology of hyperthyroid patients was Graves’ disease as much as 41 children (86,9 %). The laboratory evaluation for our patients revealed an elevated T3 level in all children and 35 children (76,1%)
had elevated T4 level with range more than 2ng/mL and more than 14mg/dl
respectively. Levels of TSH are suppressed to below the lower range of 0,27µIU/ml. Conclusion: It can be concluded that pre pubertal female patients more affected to hyperthyroidism and Graves’ disease is the most common cause. All patients had elevated T3 and/or T4 level with suppressed of TSH level.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian karya tulis ilmiah ini dengan judul “Gambaran Kejadian Hipertiroid Pada
Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2008 hingga
2012”.
Penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr.
Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), SpAyang telah meluangkan waktu untuk
mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Selain itu, penulisan proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Siregar, Sp. PD (KGEH), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan sarjana kedokteran di
Fakultas Kedokteraan USU.
2. Dosen dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Kedua orangtua, Ayahanda Gopala Krishnan, Ibunda Letchumy , dan Adinda
Sulochna, Hema dan Yogga raj serta anggota keluarga lainnya yang telah
memberikan sokongan dan semangat kepada penulis selama penelitian ini.
4. Teman-teman stambuk 2010 dan senior yang tidak dapat penulis sebutkan
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih ada kekurangannya.Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
tulisan ini.Semoga karya tulis ini memberi manfaat kepada kita semua.
Medan, Desember 2013
Penulis,
(G. Banu Periah)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ... ….ii
2.3.6.4. Pembedahan Tiroidektomi………... 29
2.3.7. Krisis Tiroid……….. 29
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL………… 31
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 31
3.2. Definisi Operasional... 32
BAB 4 METODE PENELITIAN ... …. 34
4.1. Jenis Penelitian……….. 34
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian………... 34
4.2.1. Tempat Penelitian……… 34
4.2.2. Waktu Penelitian………. 34
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... … 35
4.3.1. Populasi………... 35
4.3.2. Sampel………. 35
4.4. Metode Pengumpulan Data………... 36
4.5. Metode Analisis Data ... ….36
5.2.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia….... 42
5.2.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……... 43
5.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Etiologi……….. 43
5.2.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium……… 44
kadar T3. 5.2.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium……… 44
kadar T4 5.2.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium……… 45
kadar TSH BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 46
6.1. Kesimpulan...46
DAFTAR PUSTAKA... 48
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Penyebab Tirotoksikosis pada Anak 14
2.2. Gejala Klinis Penyakit Graves pada Neonatus 16
2.3. Gejala Klinis Penyakit Graves pada Anak. 18
2.4. Derajat Tanda Okular Berdasarkan Peningkatan Keparahan 19
2.5. Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai 21
Neonatal Graves 2.6. Nilai rujukan untuk kadar T4 total, T3, T4 bebas, TSH 22
2.7. Klasifikasi dari FNA Cytology 25
3.1. Definisi Operasional 32
4.1. Jadual Proses Penelitian 35
5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan 39
Kelompok Usia 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 39 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Etiologi 40
5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 40
5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 41
kadar T4
5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 41
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid 8
2.2. Fisiologi Kelenjar Tiroid 10
2.3. Histologi Kelenjar Tiroid 12
DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN
Singkatan Penerangan
Anti-Tg Anti- thyroglobulin
Anti-TPO Anti-thyroid peroxidase
cAMP Cyclic adenosine monophosphate
DIT Diiodotyrosine
FT3 Free Triiodothyronine
FT4 Free Thyroxine
HLA-B8 Human leukocyte antigens B8
HLA-DR3 Human leukocyte antigens DR3
I131 Iodine-131
ITP Idiopathic thrombocytopenic purpura
KAD Ketoasidosis Diabetik
KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia
lgG Immunoglobulin G
L-T4 Levothyroxine
MIT Monoidotyrosine
MMI Methimazole
PTU Propylthiouracil
SIH Somatostatin
T3 Triiodothyronine
T4 Thyroxine
TBG Thyroxine-binding globulin
TRH Thyrotropin-releasing hormone
TSH Thyrotropin Stimulating Hormone
ABSTRAK
Latar Belakang: Insidens kejadian hipertiroid pada anak di Indonesia diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Penyakit Graves merupakan penyebab terseing hipertiroid pada anak. Hipertiroid lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 3-6:1. Terdapatnya gejala klinis yang disertai peningkatan kadar T4 dan T3 juga kadar TSH yang rendah mendukung diagnosis hipertiroid. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun MMI merupakan pilihan pertama untuk terapi pada anak.
Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP. Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.
Metode penelitian: Pnelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan desain studi kasus cross sectional. Data penderita hipertiroid dikumpulkan dari bagian rekam medis di Departmen Endokrinologi Anak dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012.
Hasil Penelitian: Dalam hasil penelitian dari 46 anak dijumpai 26 perempuan dan 20 orang laki-laki. Berdasarkan kelompok usia penderita hipertiroid yang terbanyak adalah diantara 7-12 tahun (47,8%). Penyakit Graves adalah penyebab tersering terjadi hipertiroid yaitu sebanyak 41 orang anak (86,9%). Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar T3 didapati semua pasien dengan hasil lebih dari 2ng/mL. Juga dari hasil kadar T4 didapati lebih dari 14 mg/dL sebanyak 35 orang anak (76,1%). Berdasarkan hasil kadar TSH dilihat semua anak dalam penelitian ini dengan kadar kurang dari 0,27µIU/mL.
Kesimpulan: Dalam penelitian ini adalah hipertiroid sebagian besar terjadi pada anak perempuan prapubertas dan penyebab tersering adalah penyakit Graves. Hasil pemeriksaan didapati kadar T3 dan/atau T4 meningkat serta penurunan kadar TSH.
ABSTRACT
Background: The incidence of hyperthyroidism among children in Indonesia is 1/100 000 per year. Hyperthyroidism in children is mainly caused by Graves’ Disease. It is more common in female children compared to males, with a ratio of 3-6:1. The presence of clinical signs along with elevated levels of T4 and T3 and suppressed TSH count indicates hyperthyroidism. In children, the first choice of therapy is anti-thyroid agents, such as PTU and MMI.
Objective: The aim of this research is to find the description of hyperthyroidism in children at Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012.
Method: The research is conducted retrospective descriptive method with cross-sectionals approach and it was done in Pediatric Endocrinology Department and Haji Adam Malik General Hospital, Medan year 2008 to 2012. All the information was collected through medical records.
Results: The results shows that out of 46 samples, 26 of them are female and 20 patients are male. Patients with hyperthyroidism were more on the age group between 7-12 years old (47,8%). The most frequent etiology of hyperthyroid patients was Graves’ disease as much as 41 children (86,9 %). The laboratory evaluation for our patients revealed an elevated T3 level in all children and 35 children (76,1%)
had elevated T4 level with range more than 2ng/mL and more than 14mg/dl
respectively. Levels of TSH are suppressed to below the lower range of 0,27µIU/ml. Conclusion: It can be concluded that pre pubertal female patients more affected to hyperthyroidism and Graves’ disease is the most common cause. All patients had elevated T3 and/or T4 level with suppressed of TSH level.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu faktor biologis yang dapat menghambat tumbuh kembang anak adalah
adanya abnormalitas fungsi tiroid.Abnormalitas tiroid dapat dibagi atas 2 bagian
besar, yaitu hipertiroid dan hipotiroid.Hipertiroid adalah keadaan abnormal kelenjar
tiroid akibat meningkatnya produksi hormon tiroid sehingga kadarnya meningkat
dalam darah yang ditandai dengan penurunan berat badan, gelisah, tremor,
berkeringat dan kelemahan otot (Batubara, 2010).
Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil
meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer. Berdasarkan penelitian ini,
pertama kali hipertiroidisme dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian
Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Dari berbagai
penyebab hipertiroidisme, penyakit Graves atau penyakit Basedow atau penyakit
Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan. Penyebab hipertiroid
(tirotoksikosis) 70 % adalah penyakit Graves, sisanya karena gondok multinodular
toksik dan adenoma toksik (Soeparman, 1998).
Hipertiroid kongenital biasanya memiliki onset sejak masa prenatal dan
muncul segera setelah lahir, beberapa hari setelah lahir, atau bahkan beberapa minggu
setelah lahir.Biasanya bersifat transien.Insidensnya sebesar 2% pada bayi yang baru
lahir dari ibu dengan penyakit Graves.Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki
daripada perempuan. Hipertiroid kongenital terjadi karena transfer TRSAbs (TSH receptor-stimulating antibodies) dari ibu ke bayi melalui plasenta. Onset klinis, berat, dan perjalanan penyakitnya dipengaruhi oleh adanya potensi TRSAb, lama dan
derajat beratnya hipertiroid intrauterine.serta obat antitiroid yang dikonsumsi oleh ibu
Pemeriksaan hormon tiroid berguna untuk konfirmasi diagnosis dan harus
dikerjakan pada setiap bayi yang dicurigai mengalami hipertiroid kongenital.sebagian
besar bayi lahir prematur, mengalami pertumbuhan intrauterinnya terhambat, tampak
sangat gelisah, iritabel, dan hiperaktif. pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya
eksoftalmus, takikardia, takipnea, dan peningkatan suhu tubuh. Pada keadaan berat
dapat terjadi penurunan berat badan.Pengobatan yang diberikan adalah propranolol
oral, propiltoiurasil (PTU), ditambahkan larutan lugol.Setelah keadaan eutiroid
tercapai, hanya PTU yang diteruskan dan diturunkan secara bertahap. Remisi dapat
terjadi pada usia 3-4 bulan namun kadang menetap sampai masa kanak-kanak
(Batubara, 2010).
Hipertiroidisme relatif jarang terjadi pada anak-anak, sering disebabkan oleh
penyakit Graves. Perempuan lebih sering menderita Graves dibandingkan laki-laki
dengan perbandingan 3-6:1. Insiden semakin meningkat pada usia dewasa muda, dan
paling banyak pada usia 10-15 tahun. Penyakit Graves ternyata berhubungan dengan
HLA-B8 dan HLA-DR3. Kembar monozigot menunjukkan keterkaitan dengan
penyakit ini, sehingga memberikan dugaan bahwa pengaruh lingkungan dan genetik
berperan pada penyakit Graves.Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien
dengan trisomi 21 daripada pasien tanpa trisomi 21 (Isman, 2007).
Menurut WHO jumlah penderita penyakit hipertiroid di seluruh dunia pada
tahun 2000 diperkirakan 400 juta, dan lebih sering terjadi pada wanita di bandingkan
laki-laki dengan perbandingan 5 : 1.
Insidens keseluruhan hipertiroidisme di Amerika diperkirakan antara 0,5%
dan 1,3% dengan sebagian besar berupa keadaan subklinis. Sebuah studi
berdasarkan populasi di UK dan Ireland pada tahun 2004 menemukan insidens
sebesar 0,9 kasus per 100,000 anak berusia lebih muda dari 15 tahun, ini
menunjukkan bahwa insidens penyakit meningkat dengan usia. Keseluruhannya,
prevalensi Graves pada anak dijumpai sekitar 0,02% (1:5000), tersering pada anak
berusia antara 11 dan 15 tahun. Laporan hasil studi tersebut, didapati dari 143 anak
hipertiroidisme kira-kira 5-10 kali lebih rendah daripada hipotiroidisme (Hermawan,
2000).
Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan
200 juta, 12 juta diantaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidisme
yang didapat dari beberapa praktek di Indonesia berkisar antara 44,44%-48,93% dari
seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Tetapi hipertiroid tidak hanya
terjadi pada usia pertengahan, namun di usia anak-anak dan remaja dapat terjadi
walau insidens dan prevalensi di Indonesia belum pasti. Beberapa kepustakaan luar
negeri diketahui insidensnya pada anak diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Mulai
0,1/100.000 anak per tahun untuk anak usia 0-4 tahun meningkat sampai dengan
3/100.000 anak per tahun pada usia remaja (Faizi, 2006).
Selama masa anak dan remaja kebanyakan pasien dengan penyakit Graves
memperlihatkan gejala dan tanda klasik. Pada awal perjalanan penyakit, gejala dan
tanda spesifik pada anak adalah adanya struma difus, takikardia, cemas, peningkatan
tekanan darah, proptosis, peningkatan nafsu makan, tremor, kehilangan berat badan,
dan tidak tahan udara panas. Meskipun gejala hipertiroid akibat penyakit Graves
bervariasi, namun cenderung lebih berat dari penyebab hipertiroid lainnya. Kelainan
mata ditemukan pada lebih dari pasien Graves dan hampir selalu dijumpai
pembesaran kelenjar tiroid (Batubara, 2010).
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pengukuran kadar T4 bebas dan TSH dalam darah untuk menegakkan diagnosis hipertiroid. Pada pasien
hipertiroid didapati peningkatan kadar T4 bebas dan penurunan kadar TSH. Pemeriksaan laboratorium lain mungkin diperlukan seperti antara lain pemeriksaan
kadar T3, antibodi tiroid (terutama TRAbs) dan tes ambilan yodium radioaktif. Pemeriksaan terakhir ini dilakukan jika diagnosis penyakit Graves belum meyakinkan
(Batubara, 2010).
Tujuan pengobatan penyakit Graves adalah untuk mengembalikan kadar
hormon tiroid yang normal. Terapinya mempunyai tiga modalitas untuk pasien
Pemilihan terapi yang terbaik untuk penyakit Graves tidak mudah, tetapi perlu diingat
bahwa ketiga pilihan terapi di atas sama baiknya dan memberikan hasil yang baik jika
dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Kebanyakan pasien memutuskan untuk
memulai pengobatan dengan PTU atau metimazol bersama dengan beta bloker, dan
selanjutnya mempertimbangkan kembali pilihan terapi lain setelah merasa baik dan
tenang. Hal ini merupakan pendekatan singkat yang baik dalam pengobatan penyakit
Graves dan sering direkomendasikan kepada pasien berdasarkan pengalamannya.
pasien merasa nyaman dengan terapi yang dipilih (Batubara, 2010).
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kejadian hipertiroid pada anak di RSUP Haji Adam Malik
Medan tahun 2008 hingga 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui insidens kejadian
hipertiroid pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM)
Medantahun 2008 hingga 2012 .
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1.Mengetahui jumlah kasus anak penderita hipertiroid di RSUP Haji Adam
Malik pada tahun 2008 hingga 2012.
2.Mengetahui distribusi frekwensi usia anak penderita hipertiroid di RSUP
Haji Adam Malik.
3.Mengetahui proporsi jenis kelamin yang lebih sering mendapat penyakit
hipertiroid.
1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh
penulis tentang metodologi penelitian.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan pada penelitian lain yang
ingin mengembangkan ilmu.
1.4.3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan evaluasi dan satu dasar memiliki langkah yang tepat dalam upaya
melakukan asuhan dan pengobatan yang komprehensif terhadap penderita hipertiroid
anak.
1.4.4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat awam
tentang penyakit hipertiroid pada anak sehingga peran serta masyarakat terutama
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid 2.1.1. Embriologi
Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang pertama kali tampak pada fetus,
kelenjar ini berkembang sejak minggu ke-3 sampai minggu ke-4 dan berasal dari
penebalan entoderm dasar faring, yang kemudian akan berkembang memanjang ke
kaudal dan disebut divertikulum tiroid. Akibat bertambah panjangnya embrio dan
pertumbuhan lidah maka divertikulum ini akan mengalami desensus sehingga berada
di bagian depan leher dan bakal faring. Divertikulum ini dihubungkan dengan lidah
oleh suatu saluran yang sempit yaitu duktus tiroglosus yang muaranya pada lidah yaitu foramen cecum (Cady & Rossy, 1998).
Divertikulum ini berkembang cepat membentuk 2 lobus yang tumbuh ke
lateral sehingga terbentuk kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus lateralis dengan bagian
tengahnya disebut ismus. Pada minggu ke-7 perkembangan embrional kelenjar tiroid ini mencapai posisinya yang terakhir pada ventral dari trakea yaitu setinggi vertebra
servikalis V, VI, VII dan vertebra torakalis I, dan secara bersamaan duktus tiroglosus
akan hilang. Perkembangan selanjutnya tiroid bergabung dengan jaringan
ultimobranchial body yang berasal dari branchial pouch V, dan membentuk C-cell atau sel parafolikuler dari kelenjar tiroid (Cady & Rossy, 1998) .
Sekitar 75 % pada kelenjar tiroid ditemukan lobus piramidalis yang menonjol dari ismus ke kranial, ini merupakan sisa dari duktus tiroglosus bagian kaudal. Pada
akhir minggu ke 7 – 10 kelenjar tiroid sudah mulai berfungsi, folikel pertama akan
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat.Kelenjar tiroid merupakan
organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di
sebelah anterior trakea.Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak
vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda.Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea (Cady & Rossy, 1998). Klenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu
jembatan jaringan ismus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan
kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari ismus di depan laring
(Cady & Rossy, 1998).
Kelenjar tiroid terletal di leher depan setentang vertebra servikalis 5 sampai
trokalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan ileh ismus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pear, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar
tiroid mempunyai panjang lebih kurang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal
kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah
kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (lebih kurang 5ml/menit/gram
tiroid, kira-kira 50x lebih banyak dibanding aliran darah dibagian tubuh lainnya)
(Cady & Rossy, 1998).
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis
(musculus.sternothyroideus dan musculus sternohyoideus) kanan dan kiri yang
bertemu pada midline.Otot-otot ini disarafi oleh cabang akhir nervus kranialis
hipoglossus desendens dan yang kaudal oleh ansa hipoglossus. Pada bagian
superfisial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfisial yang
membungkus musculus sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi
lateral berbatasan dengan arteri karotis komunis, vena jugularis interna, trunkus
simpatikus, dan arteri tiroidea inferior (Cady & Rossy, 1998).
Bagian posterior dari sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, nervus rekuren
nervus rekuren laringeus terletak pada sulkus trakeoesofagikus (Cady & Rossy,
1998).
Sumber: Netter F.H, 2006
Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Hormon tiroid disintesis oleh glandula tiroidea. Sekresi hormon dipengaruhi
tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. Proses yang dikenal sebagai negative feedback
sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan
demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan di dalam
maupun di luar tubuh (Watson, 2002).
Mekanisme feedback terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan oleh T3 dan T4.Sel-sel follikular kelenjar tiroid mensintesis tiroksin dan tiroglobulin.Tiroksin
berikatan dengan tiroglobulin. Tiroksin yang terkandung dalam tiroglobulin
disekresikan ke dalam koloid secara eksositosis. Iodine dari darah masuk ke dalam
sel folikel dengan bantuan iodine pump. Iodine yang sudah sampai ke koloid akan
berikatan dengan tiroksin yang terkandung dalam globulin (Agamemnon, 2001).
Bila 1 iodine + 1 tyrosine = Monoiodotyrosine (MIT)
Bila 2 iodine + tyrosine = Diiodotyrosine (DIT)
MIT + DIT = T3
DIT + DIT = T4
T3 dan T4 kemudian dilepaskan ke dalam darah sedangkan iodine yang
terikat pada MIT dan DIT dipergunakan kembali. TSH berperan untuk
mempertahankan integritas kelenjar tiroid dan meningkatkan sekresi hormon tiroid
dari kelenjar tiroid. Dalam keadaan fisiologis, faktor yang diketahui dapat
meningkatkan sekresi TRH dan TSH dalam darah adalah rasangan udara dingin
pada bayi baru lahir untuk meningkatkan produksi panas dan suhu tubuh
(Agamemnon, 2001).
Sedangkan pada orang dewasa mekanisme meningkatkan suhu tubuh tidak
melalui TRH atau TSH melainkan melalui jalur simpatis. Respon terhadap kenaikkan
kadar hormon tiroid di dalam darah dapat dideteksi setelah beberapa jam. Durasi
kerjanya bisa sangat lama oleh karena responsnya akan tetap berlangsung sampai
konsentrasi hormon tiroid di dalam darah normal dan juga karena hormon tiroid tidak
Sumber: Agamemnon, 2001
2.2. Histologi
Unit struktural dari tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan
bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai
kolumnar.Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas
fungsional kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel
folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam
keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidisme, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan
sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang mengandung koloid (Koss, 2006).
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen
eosinofilik.Variasi kepadatan dan warna daripada koloid ini juga memberikan
gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan
dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak
dijumpai folikel dalam keadaan inaktif berhubungan dengan beberapa kasus
keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini
akan berubah menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik,
kadang-kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells (Koss, 2006).
Sumber: Anthony, 2009
2.3. HIPERTIROIDISME
2.3.1. Pengertian
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan keadaan kelebihan hormon tiroid
yang berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang dijadi bila
suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Hipertiroid adalah keadaan abnormal kelenjar tiroid akibat meningkatnya
produksi hormon tiroid sehingga kadarnya meningkat dalam darah yang ditandai
dengan penurunan berat badan, gelisah, tremor, berkeringat dan kelemahan otot
(Batubara, 2010).
Hipertiroid kongenital terjadi karena transfer TRSAbs (TSH reseptor-stimulating antibodies) dari ibu ke bayi melalui plasenta. Awitan klinis, berat, dan
perjalanan penyakitnya dipengaruhi oleh potensi TRSAb, lama dan derajat beratnya
hipertiroid intrauterin, serta obat antitiroid yang dikonsumsi oleh ibu (Batubara,
2010).
2.3.2. Epidemiologi
Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak di Indonesia.Beberapa pustaka di luar negeri menyebutkan
insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000 anak per tahun
(Birrel, 2004). Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak 0-4 tahun, meningkat
sampai dengan 3/100.000 anak pertahun pada usia remaja (Levard, 1994). Secara
keseluruhan insiden hipertiroid pada anak jumlahnya kecil sekali atau diperkirakan
hanya 5-6% dari keseluruhan jumlah penderita penyakit Graves segala umur (Dallas,
1996).
Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding dengan
remaja pria. Kebanyakan dari anak yang menderita penyakit Graves mempunyai
riwayat keluarga penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, Myasthenia gravis,
pasien dengan trisomi 21. Sedangkan penyakit Graves pada neonatus hanya terjadi
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1: 70
kelahiran (Fisher, 2002).
2.3.3. Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit Graves, suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan
hormon yang berlebihan (William, 2002). Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang
selain penyakit Graves adalah:
Tabel 2.1. Penyebab Tirotoksikosis pada Anak
Hipertiroidisme:
Penyakit Graves
Nodul tiroid toksik (Plummer disease) Adenoma toksik
TSH-induced hyperthyroidism:
Tumor hipofisis diproduksi oleh TSH
Resistensi hormon tiroid hipofisis
Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme:
Tiroiditis limfositik kronik (tiroiditis Hashimoto)
Tiroiditis subakut (bakteri)
Hormon tiroid berlebihan (thyrotoxicosis factitia) McCune-Albright syndrome
__________________________________________________________________
2.3.4. Patofisiologi
2.3.4.1. Graves pada neonatus
Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit Graves yang
terjadi pada bayi dengan anak dan dewasa. Penyakit Graves pada bayi atau neonates
selalu transien atau bersifat sementara, sedangkan pada anak dan dewasa biasanya
bersifat menahun (Brown, 2005).
Neonatal graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita penyakit graves dengan aktivitas antibodi stimulasi reseptor TSH (TSH
receptor-stimulating antibodies, yang merupakan suatu TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal ini dikarenakan stimulasi dari ibu sampai bayi melalui plasenta.
TRAb-stimulasi bisa terdapat dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak dalam keadaan
hipertiroid, oleh karena itu adanya riwayat penyakit Graves pada ibu harus menjadi
pertimbangan risiko terjadinya penyakit graves pada bayinya (Fisher, 2002).
Ibu dengan penyakit Graves dapat memiliki campuran antibodi dan
inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptor-blocking antibodies atau disebut TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis antibodi yang sampai kepada bayi melalui plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi yang dilahirkan
dapat hipertiroid, eutiroid atau hipotiroid, tergantung antibodi yang lebih dominan.
Potensi kondisi hipertiroid di dalam kandungan, serta obat-obatan anti-tiroid dari ibu
merupakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada status tiroid bayi (Fisher,
2002).
2.3.4.2. Graves pada anak dan remaja
Penyakit graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada
toleransi imun dengan penyebab yang belum jelas. Adanya autoantibodi yang bekerja
pada reseptor TSH di kelenjar tiroid (TSH receptor-stimulating antiobodies atau disebut TRAb-stimulasi) menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi hormon
tiroid secara otonom di luar jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid. Antibodi tersebut
yang mirip dengan auto-antigen di jaringan subkutan dan otot-otot ekstraokuler
(Weetman, 2000).
Di samping itu penderita penyakit Graves juga memproduksi
immunoglobulin yang mempunyai aktivitas menghambat reseptor TSH secara
langsung. Antibodi ini juga mempunyai target yang lain di kalenjar tiroid yakni tiroid
peroksidase sebagi anti-TPO, dan juga tiroglobulin sebagai anti-Tg (Brown, 2005).
Perbedaan aktivitas biologis kedua jenis auto-antibodi stimulasi dan inhibisi
hanya dapat dilihat pada pemeriksaan in vitro dengan kultur menggunakan antibodi
penderita pada sel-sel yang mengekspresikan reseptor TSH. Antibodi stimulasi akan
meningkatkan produksi cAMP pada kultur, sedangkan antibodi inhibisi akan
menghambat peningkatan cAMP (Fisher, 2002).
2.3.5. Diagnosis
2.3.5.1. Manifestasi Klinis
Tabel 2.2. Gejala klinis penyakit graves pada neonatus.
Gejala klinis Graves neonatus
Rewel Takikardia
Malas minum Hepatomegali
Berat badan tidak naik Ikterus
Diare Kraniosinostosis
Sulit tidur Gagal jantung
Struma Trombositopenia
Proptosis Kematian
Sumber: Rossi, 2005
Tidak semua bayi yang lahir segera menunjukkan gejala klinis sebagai
hipertiroid.Apabila terdapat TRAb-inhibisi di dalam sirkulasi bayi, bayi dapat
mengkonsumsi obat-obatan anti-tiroid (Brown, 2005). Gejala klinis penyakit Graves
pada neonatus adalah seperti pada tabel 2.2.
Yang paling sering dikeluhkan terutama oleh anak prepubertas adalah
penurunan berat badan yang nyata dan diare.Sedangkan tanda klinis klasik hipertiroid
seperti pada dewasa yang meliputi palpitasi, iritabilitas, tremor halus, dan intoleransi
terhadap panas lebih menonjol terjadi pada anak remaja (Lazar, 2000).
Pembesaran kelenjar tiroid (goiter), walau hampir selalu ada, tetapi bukanlah
hal yang utama menjadi keluhan, bahkan sering menjadi hal yang di luar perhatian
keluarga penderita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun, dikarenakan pembesaran
sering kali ringan. Kalenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan berbatas tidak
tegas (diffuse), tidak rata, dan fleshy, sering juga terdengar bruit pada auskultasi (Bhadada, 2006).
Beberapa penderita juga sering mengeluhkan adanya poliuria dan mengompol
di malam hari, sebagai akibat peningkatan laju filtrasi glomerulus.Pada anak-anak
remaja sering terjadi gangguan pubertas.Pada remaja wanita yang telah menarche,
seringkali terjadi amenore sekunder.Gangguan tidur yang menyertai seringkali
menyebabkan anak cepat lelah (Brown, 2005). Secara keseluruhan gejala dan tanda
Tabel 2.3. Gejala klinis penyakit graves pada anak.
*hanya 62,5 % termasuk sedang sampai besar
Tabel 2.4. Derajat Tanda Okular Berdasarkan Peningkatan Keparahan
Kelas Tanda
0 Tidak ada gejala atau tanda
1 Hanya tanda, yang mencakup retraksi
kelopak mata atas, dengan atau tanpa lid
lag, atau proptosis sampai 22mm. Tidak
ada gejala.
2 Keterlibatan jaringan lunak
3 Proptosis >22 mm
4 Keterlibatan jaringan lunak
5 Keterlibatan kornea
6 Kehilangan penglihatan akibat
keterlibatan saraf optikus
Sumber: Warner, 1977
Tingkat 2 mewakili terkenanya jaringan lunak dengan edema periorbital;
kongesti atau kemerahan konjungtiva dan pembengkakan konjungtiva
(kemosis).Tingkat 3 mewakili proptosisi sebagaimana diukur dengan
eksoftalmometer Hertel.Instrumen ini terdiri dari 2 prisma dengan skala dipasang
pada suatu batang.Prisma-prisma ini diletakkan pada tepi orbital lateral dan jarak dari
tepi orbital ke kornea anterior diukur dengan skala (Surks, 1990).
Tingkat 4 mewakili keterlibatan otot yang paling sering terkena adalah rektus
inferior, yang merusak lirikan ke atas.Otot yang kedua paling sering terkena adalah
rektus medialis dengan gangguan lirikan ke lateral.Tingkat 5 mewakili keterlibatan
kornea (keratitis), dan tingkat 6 hilangnya penglihatan akibat terkenanya nervus
optikus (Surks, 1990).
Seperti disebutkan di atas, oftalmopatia disebabkan infiltrasi otot-otot
ekstraokular oleh limfosit dan cairan edema pada suatu reaksi inflamasi akut.Orbita
karena ruang tertutup ini menyebabkan protopsis bola mata dan gangguan pergerakan
otot, mengakibatkan diplopia (Surks, 1990).
2.3.5.2. Pemeriksaan fisik Inspeksi
Inspeksi dilakukan kepada penderita dengan posisi duduk dan kepala sedikit
diekstensi.Pemeriksa berada didepan penderita dan memperhatikan perubahan warna
kulit, ulkus, fistel, sekret, dan tentukan lokasi. Seterusnya, pemeriksa akan
menentukan lokasi, jumlah dan bentuk pada benjolan. Bila benjolan berada di tengah
leher, penderita disuruh meneguk air dan perhatikan benjolan bergerak keatas
(Castro, 2004).
Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
kepala dalam posisi sedikit ekstensi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba
tiroid dengan menggunakan kedua tangan, bagian volar distal digiti 2,3 dan 4 pada
tengkuk penderita. Bila terdapat benjolan dibagian tengah leher, dibawah kartilago
tiroidea perhatikan lokasi, jumlah, konsistensi, permukaan, batas, pergerakan, nyeri
dan ukuran (mm) (Castro, 2004).
Nodul yang teraba biasanya mempunyai ukuran lebih dari 1.5 cm, namun hal
ini juga bergantung pada letak dan bentuk dari leher pasien.Dengan pemeriksaan fisik
dapat juga untuk melihat pergerakan nodul saat menelan.memperkirakan adanya
pembesaran limfonodi di sekitar leher yaitu di daerah supraklavikular dan
jugulocarotid, yang sering terjadi pada karsinoma papiliferum, juga dapat diketahui
melalui pemeriksaan daerah leher. Selain lokasi dan ukuran, palpasi juga dapat
memperkirakan konsistensi dari nodul.Adanya konsistensi nodul yang padat dan
2.3.5.3. Pemeriksaan Laboratorium pada Neonatus
Diagnosis hipertiroidisme pada neonatal Graves ditunjukkan dengan adanya
peningkatan kadar T4, FT4, T3, dan FT3 yang disertai supresi kadar TSH. Adanya titer TRAb yang tinggi pada ibu atau bayi merupakan konfirmasi penyebabnya (Brown,
2005).
Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan
seperti pada tabel 3 patut dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk dilakukan
pemeriksaan uji fungsi tiroid yang diperlukan (Brown, 2005).
Tabel 2.5. Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai neonatal Graves
Sumber: Brown, 2005
2.3.5.4. Pemeriksaan Laboratorium pada Anak
Pemeriksaan T3 merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak dengan penyakit Graves mempunyai kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar T4 yang normal atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai T3 toxicosis
(Fisher, 2005).TSH biasanya sangat rendah atau tidak terdeteksi. Peningkatan T4 atau
T3 tanpa disertai kadar TSH yang rendah tidak menyokong keadaan hipertiroid. Hal
ini kemungkinan dapat diakibatkan karena kelebihan thyroxine-binding globulin atau karena gangguan binding protein. Pada keadaan terakhir, kadar TBG di dalam serum
1. Takikardia yang tidak jelas sebabnya, adanya goiter atau ‘store’.
2. Peteki yang tidak jelas sebabnya, hiperbilirubinemia, atau hepatomegaly.
3. Riwayat atau adanya TRAb yang tinggi selama kehamilan ibu.
4. Riwayat atau adanya kebutuhan obat anti tiroid yang meningkat selama
kehamilan ibu.
5. Riwayat terapi ablasi tiroid dari ibu.
harus diperiksa juga. Kadar TSH yang rendah juga dapat menyingkirkan
kemungkinan hipertiroid karena induksi TSH dan hipofisis yang resisten terhadap
hormon tiroid (Brown, 2005).
Antibodi terhadap tiroid (anti-TG dan anti-TPO) kadang juga positif pada
anak dengan penyakit Graves, yang sulit dibedakan dengan fase tirotoksik pada
tiroiditis Hashimoto.Pada keadaan demikian, untuk membedakannya perlu
pemeriksaan TRAb-stimulasi (Dallas, 1996).Namun demikian, pada keadaan yang
sudah jelas terdapat tanda klinis penyakit Graves, semasa hipertiroid, goiter,
proptosis, maka pemeriksaan TRAb-stimulasi tidak diperlukan lagi mengingat
mahalnya pemeriksaan ini (Brown, 2005).
Tabel 2.6. Nilai rujukan untuk kadar T4 total, T3, T4 bebas, TSH
HORMON USIA NILAI NORMAL
T4 (µg/dL) Bayi prematur (26-30 minggu, hari ke 3-4)
Bayi aterm
FT4 (µg/dL) Bayi prematur (26-30 minggu, hari ke 3-4)
T3 (ng/dL) Bayi premature (26-30 minggu, hari ke 3-4)
Bayi prematur (26-30 minggu, hari ke 3-4
Bayi aterm
2.3.5.5. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
Pada prinsipnya FNAB bertujuan untuk memperoleh sampel sel-sel nodul
tiroid yang teraspirasi melalui penusukan jarum ke jaringan nodul tiroid.Untuk itu
dibutuhkan jarum steril 23-25G serta semprit.Pertama kelenjar tiroid harus dipalpasi
secara hati-hati dan nodul diidentifikasi dengan baik dan benar.Kemudian, pasien
ditempatkan pada posisi supinasi dengan leher hiperekstensi, untuk mempermudah
tempatkan bantal pada bawah bahu.Pasien tidak diperbolehkan menelan, bertanya,
dan bergerak selama prosedur.Perlu diinformasikan juga kepada pasien bahwa
prosedur ini memerlukan anestesi lokal (Kini, 1987).
Setelah mengidentifikasi nodul yang akan diaspirasi, kulit tersebut
dibersihkan dengan alkohol. Semprit 10cc dipasangkan ke syringe holder dan
dipegang dengan tangan kanan. Jari pertama dan kedua tangan kiri menekan dan
lainnya yang dominan.Tangan kanan memegang jarum dan semprit tusukkan dengan
tenang.Waktu jarum sudah berada dalam nodul, dibuat tarikan 2-3cc pada semprit
agar tercipta tekanan negatif.Jarum ditusukkan 10-15 kali tanpa mengubah arah,
selama 5-10 detik. Pada saat jarum akan dicabut dari nodul, tekanan negatif
dihilangkan kembali (Kini, 1987).
Setelah jarum dicabut dari nodul, jarum dilepas dari sempritnya dan sel-sel
yang teraspirasi akan masih berada di dalam lubang jarum. Kemudian isi lubang
ditumpahkan keatas gelas objek.Buat 6 sediaan hapus, 3 sediaan hapus difiksasi
basah dan dipulas dengan Papanicoulau.Sediaan lainnya dikeringkan di udara untuk
dipulas dengan May Gruenwald Giemsa/DiffQuick.Kemudian setelah dilakukan
FNAB daerah tusukan harus ditekan kira-kira 5 menit, apabila tidak ada hal-hal yang
dikhawatirkan, daerah leher dibersihkan dan diberi small bandage (Orell, 1986).
FNAB sangat aman, tidak ada komplikasi yang serius selain tumor seeding,
kerusakan saraf, trauma jaringan, dan cedera vaskular.Mungkin komplikasi yang
paling sering terjadi adalah hematoma, ini disebabkan karena pasien melakukan
gerakan menelan atau berbicara saaat tusukan.Komplikasi lainnya yang perlu
diperhatikan adalah vasovagal dan jarum menusuk trakea (Orell, 1986).
Tabel 2.7. Klasifikasi dari FNA Cytology
Sumber: Tom, 2006
Kategori FNAC Sitologi
THY 1 Bahan tidak cukup (insufficient material)
THY 2 Jinak (tiroid nodul)
(benign (nodular goiter))
THY 3 Curiga suatu tumor/neoplasma (folikular)
(suspicious of neoplasma (follicular))
THY 4 Curiga keganasan
(papilari/medulari/limfoma)
(suspicious of malignancy (papillary/medullary/lymphoma))
2.3.6. Penatalaksanaan 2.3.6.1. Terapi pada Neonatus
Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa neonatal Graves merupakan ‘self limiting disease’ sehingga bersifat sementara, dan pengobatan dilakukan dengan prinsip titrasi untuk menjadikan bayi dalam keadaan eutiroid. Terapi yang diberikan
adalah propylthiouracil (PTU) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari atau methimazole
(MMI) dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Jika gejalanya sangat
hebat bias ditambahkan larutan Lugol dengan dosis 1 tetes setiap 8 jam untuk
menghambat pelepasan hormon tiroid. Respon terap harus dilakukan dengan ketat
selama 24-36 jam pertama (Fisher, 2002).
Bila respons terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa dinaikkan sampai 50%
dan perlu ditambahkan propranolol untuk mengurangi gejala stimulasi simpatik yang
berlebihan, dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari
juga ditambahkan untuk mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi konversi
T4 menjaid T3 di perifer.Penderita juga ditangani bersama dengan bagian kardiologi anak. ASI pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap diberikan bila tidak
melebihi 400mg/hari untuk PTU, dan 40mg/hari untuk MMI (Fisher, 2002).
2.3.6.2. Terapi pada Anak
Terdapat tiga pilihan metode terapi pada anak dengan penyakit Graves, yakni
obat-obat antitiroid, abalasi dengan radioaktif yodium dan pembedahan.Tidak ada
satupun yang memuaskan secara keseluruhan (Krassas, 2004). Pemilihan metode
terapi harus disesuaikan dengan keadaan individu dan pertimbangan keluarga tentang
keuntungan dan kerugiannya. Dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya remisi
yang signifikan pada anak, maka penggunaan obat-obat anti tiroid merupakan pilihan
Obat anti tiroid
Prophylthyouracil (PTU) dan methimazole (MMI) atau carbimazole (diubah
menjadi MMI) merupakan obat-obatan yang paling banyak dipakai. Obat –obat ini
menghambat sintesis hormon tiroid dengan cara menghalangi coupling iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim tiroperoksidase (Cooper, 2005). Khusus PTU,
obat ini juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer, hal ini merupakan keuntungan tersendiri pada keadaan yang memerlukan penurunan segera kadar
hormon tiroid aktif seperti yang terjadi pada keadaan krisis tiroid (Styne, 2004).
PTU dan MMI diabsorpsi secara cepat di saluran cerna, kadar puncak di
dalam serum terjadi 1-2 jam setelah obat diminum. Kadar obat di dalam serum akan
menurun habis dalam 12-24 jam untuk PTU, dan lebih lama lagi untuk MMI. Hal ini
mempengaruhi lama kerja masing–masing obat.Dengan demikian MMI dapat
diberikan 1 kali sehari, sedangkan PTU diberikan 2-3 kali sehari.Methimazol (MMI)
di dalam serum dalam bentuk bebas, sedangkan PTU 80-90% terikat pada albumin
(Cooper, 2005).
Pada awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-10mg/kgBB/hari
dalam dosis terbagi 3, dan MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dosis
terbagi 2 atau sekali sehari. Pada kasus-kasus yang berat, beta blocker (Propanolol
0,5-2,0 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3) dapat diberikan untuk mengendalikan
aktivitas kardiovaskuler yang berlebihan sampai dicapai keadaan eutiroid (Fisher,
1996). Follow-up uji fungsi tiroid harus dilakukan 4-6 minggu sampai kadar T4 (dan T3 total) dalam batas normal. Kadar TSH serum biasanya akan kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak lama, sehingga pengukuran TSH akan lebih berarti
sebagai indikator terapi bila dilakukan setelah dalam keadaan eutiroid, bukan pada
awal terapi (Styne, 2004).
Setelah kadar T4 dan T3 kembali normal, dosis obat antitiroid dapat diturunkan secara bertahap 30-50% dari total harian. Alternatif yang lain adalah
dengan tidak merubah dosis antitiroid, melainkan menunggu kadar TSH meningkat
block-replacement, namun demikian menurut penelitian yang telah dilakukan, kombinasi terapi ini (anti-tiroid dan L-T4) tidak memperbaiki angka remisinya. Keadaan eutiroid biasanya tercapai dalam waktu 6-12 minggu.Selama masa rumatan PTU dapat
diberikan 2 kali sehari, dan MMI cukup 1 kali sehari.Biasanya penderita dapat
difollow-up setiap 4-6 bulan (Brown, 2005).
Lama terapi sangat individual, sampai saat ini tidak ada pedoman mengenai
lama terapi yang optimal, rata-rata dapat mencapai 2-3 tahun (Bhadada, 2006) Sekitar
50% dari anak-anak yang diterapi akan terjadi remisi dalam 4 tahun pertama terapi,
dengan peningkatan angka remisi sebesar 25% setiap 2 tahunnya sampai tahun ke-6
terapi. Dikatakan remisi, bila 1 tahun setelah pengobatan dihentikan penderita masih
dalam keadaan eutiroid (Lazar, 2000).
Kecilnya dosis anti-tiroid yang diperlukan serta goiter yang mengecil merupakan
indikator yang baik untuk menurunkan dosis anti-tiroid secara bertahap hingga
dihentikan. Rendahnya derajat hipertiroksinemia [T4 <20 g/dL (257.4mmol/L); rasio T3:T4< 20], indeks masa tubuh yang rendah, dan usia anak yang lebih tua mempunyai kecenderungan terjadi remisi yang permanen. Sedangkan kadar TRAb yang tinggi
mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya relaps (Brown, 2005).
Efek samping anti-tiroid dilaporkan sebesar 5-20%, berupa rash eritema, atralgia, urtikaria, granulositopenia bersifat transient (<1500/mm3). Jarang terjadi dan lebih berat: hepatitis, lupus like syndrome, trombositopenia, dan agranulositosis, (<250/mm3). Kebanyakan reaksi yang terjadi ringan, dan bukan merupakan kontraindikasi untuk diteruskan. Pada kasus yang berat, perlu dipertimbangkan terapi
dengan cara yang lain (terapi ablasi menggunakan radioaktif atau pembedahan)
(Rahman, 2003).
2.3.6.3. Ablasi Dengan Radioaktif Yodium
Yodium (I131) merupakan terapi pilihan pada pasien Graves yang relaps dengan pengobatan antitiroid jangka lama, pasien dengan penyakit tirokardiak berat,
antitiroid. Terapi I131 harus dihindari atau ditunda pada pasien Graves dengan oftalmopati aktif terutama pasien adalah seorang perokok (Batubara, 2010).
Dosis yang dipakai untuk terapi I131 berkisar antara 185-555 MBq (5-15 mCi) tergantung dari ukuran struma dengan besarnya ambilan I131 sebelumnya.Pada struma nodular toksik dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk mencapai keadaan
eutiroid.Penggunaan obat antitiroid sebelum terapi I131 sebetulnya tidak diperlukan kecuali pada kasus dengan hipertiroid berat.Metimazol hanya diberikan sebelum
pemberian I131 pada pasien hipertiroid yang berat atau struma yang sangat besar untuk mencegah eksaserbasi hipertiroid karena tiroiditis sementara (transien) akibat radiasi
(Batubara, 2010).
Obat-obat antitiroid ini diberikan untuk mencapai eutiroid dan kemudian
dihentikan 3-5 hari sebelum pemberian I131.Pengobatan dengan radioaktif ini membutuhkan waktu 2-4 bulan.Setelah terapi biasanya pasien menjadi hipotiroid
sehinggga membutuhkan terapi substitusi dengan L-tiroksin (L-T4).Kondisi pasien harus dipantau dan dilakukan pemeriksaan darah sekali sebulan untuk mengetahui
efektivitas pengobatan dan untuk memulai terapi hormon tiroid jika
dibutuhkan.Terapi dengan I131 mempunyai efektivitas 90-95%, namun terkadang dibutuhkan dosis kedua (Batubara, 2010).
2.3.6.4. Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi jarang direkomendasikan pada penyakit Graves.Indikasi spesifik
meliputi pasien dengan struma yang sangat besar dan resisten dengan radioaktif, ibu
hamil dengan struma nodular yang alergi terhadap obat antitiroid, pasien alergi obat
antitiroid dan tidak ingin diterapi dengan I131.Prosedur pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman dan hanya dilakukan setelah pemberian
obat-obatan.Pasien harus mencapai keadaan eutiroid sebelum dioperasi untuk mencegah
timbulnya krisis tiroid setelah operasi.PTU atau metimazol diberikan 7-10 hari
sebelum operasi dan ditambahkan yodium inorganik untuk mengurangi vaskularisasi
B-bloker dengan yodium inorganik. Pada pasien struma nodular toksik, yodium
inorganik tidak dapat diberikan karena dapat menimbulkan eksaserbasi hipertiroid
(Batubara, 2010).
Komplikasi operasi yang dapat terjadi adalah hipoparatiroid dan kerusakan
nervus laringeus rekuren. Komplikasi tersebut jarang terjadi namun sering dijumpai
hipotiroid permenen, oleh sebab itu pasien harus dievaluasi dalam satu bulan setelah
operasi, kemudian dalam interval beberapa bulan, dan selanjutnya setiap tahun
dengan memantau kadar T4 bebas dan tirotropin dalam serum (Batubara, 2010).
2.3.7. Krisis tiroid
Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat, namun jarang terjadi pada
anak-anak hipertiroid. Biasanya didahului faktor pencetus yakni: pembedahan, infeksi
dan KAD (ketoasidosis diabetik). Hal ini juga terjadi pada saat pembedahan
tiroidektomi maupun terapi ablasi menggunakan radioaktif (Krassas, 2004).
Gejala klinisnya berupa hipertermi akut, berkeringat banyak, takikardia, dan
penurunan kesadaran sampai dengan koma (Krassas, 2004).
Terapi harus segera dilakukan, sebagai berikut:
1. Propanolol 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam untuk
mengendalikan gejala adrenergiknya. Propranolol dapat diberikan
intravena dengan dosis 0,01-0,1 mg/kgBB dengan dosis maksimal 5 mg
dalam 10-15 menit, mulai dengan dosis yang kecil.
2. Dexamethasone diberikan dengan dosis 1-2 mg setiap 6 jam dapat
mengurangi konversi T4 menjadi T3.
3. NaI dengan dosis 1-2 g/hari dapat menurunkan pelepasan hormon tiroid.
4. Larutan Lugol 5 tetes setiap 8 jam dapat diberikan peroral apabila
penderita mulai sadar.
6. PTU sendiri tidak memberikan efek terapi sampai beberapa hari, tetapi
dapat diberikan untuk jangka lamanya dengan dosis 6-10 mg/kgBB/hari
dalam dosis terbagi 6 jam (dosis maksimal 200-300 mg)
7. Kesimbangan cairan harus selalu terjaga.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah:
Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran kejadian hipertiroid pada anak
3.2. Definisi Operasional
a. Hipertiroidisme adalah keadaan abnormal kelenjar tiroid akibat
meningkatnya produksi hormon tiroid sehingga kadarnya meningkat dalam
darah yang ditandai dengan penurunan berat badan, gelisah, tremor,
berkeringat dan kelemahan otot.
b. Usia adalah jumlah tahun hidup pasien penderita hipertiroid sejak lahir
sampai ulang tahun terakhir yang sesuai dengan rekam medis. Perhitungan
berdasarkan kalendar Masehi dan dibagi menurut kelompok umur.
c. Jenis kelamin adalah sifat jasmani yang membedakan dua makhluk sebagai
betina dan jantan atau wanita dan pria (KBBI, 2010).
d. Etiologi adalah penyebab yang tersering kejadian hipertiroid pada anak.
e. Pemeriksaan laboratorium adalah pengukuran kadar hormon tiroid dalam
darah pada anak untuk mengidentifikasi penyakit hipertiroid.
Kejadian Hipertiroid Pada Anak
1. Usia
2. Jenis Kelamin 3. Etiologi
4. Pemeriksaan
Tabel 3.1. Definisi Operasional
- usia sekolah 6-12 tahun
- remaja 12-18 tahun
Ordinal
2 Jenis kelamin Analisis
data
-Tumor hipofisis diproduksi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat gambaran kejadian
hipertiroid pada anak di RSUP.Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga
2012.Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional retrospektif.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis di Divisi
Endokrinologi Anak, Departmen Ilmu Kesehatan Anak di RSUP Haji Adam Malik
Medan dan RSUP Haji Adam Malik Medan.Pemilihan lokasi penelitian dengan
pertimbangan bahwa RSUP. Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit
pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan yang memiliki data rekam medis
yang baik.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan antara bulan April dan Desember 2013.
Tabel 3.1. Jadwal proses penelitian.
BULAN AKTIVITI
April Konfirmasi judul
Mei Bab 1,2,3 dan 4
Juni Daftar pustaka dan ujian proposal KTI
September Perbaikan proposal KTI, Ethical
Clearance dan pengumpulan data
November Abstrak dan daftar pustaka
Desember Perbaikan terakhir dan ujian KTI
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua penderita yang didiagnosis hipertiroid di
Divisi Endokrinologi Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RSUP.H.Adam
Malik Medan sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 yang tercatat dalam rekam medis
yang tersedia.
4.3.2. Sampel
Besar sampel diperoleh dengan metode total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai
responden/sampel. Dalam penelitian ini keseluruhan dari populasi penelitian adalah
merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara keseluruhan penderita
hipertiroid.
a) Kriteria inklusi
Pasien yang sudah didiagnosis hipertiroid anak berusia 0 - 18 tahun di
Divisi Endokrinologi Anak, Departmen Ilmu Kesehatan Anak di RSUP
Haji Adam Malik Medan dan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun
2008 hingga 2012.
b) Kriteria eksklusi
Pasien yang tidak memiliki data lengkap dalam rekam medis di RSUP
4.4. Metode Pengumpulan Data
Adapun data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder.Data
sekunder penelitian ini adalah anak yang mengalami hipertiroid yang diperoleh
melalui data rekam medik dari RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga
2012.
Sebelum data diambil, peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara kepada Direktur RSUP Haji Adam Malik
Medan. Setelah surat izin penelitian diperoleh dari Fakultas Kedokteran USU,
peneliti mengambil data dari rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan untuk
memperoleh data kejadian hipertiroid pada anak tahun 2008 sampai dengan tahun
2012. Setelah itu, lihat data anak yang mengalami hipertiroid tersebut yang sesuai
dengan data yang dibutuhkan. Setelah selesai, peneliti akan mendapatkan surat selesai
penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.5. Metode Analisis Data
Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel
distribusi.Data yang diperoleh di analisis secara statistic dengan program komputer
statistik.
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentase data yang
telah terkumpul dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi:
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan data-data yang telah terkumpul. Bila
terdapat kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan baik.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian
diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.
3. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
4. Cleaning
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam computer guna
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum
Kelas A di Medan yang didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/ 1990. Namun, nama rumah sakit
ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A
di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Perubahan nama rumah
sakit ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
775/MENKES/SK/IX/1992.
RSUP Haji Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no.17, Medan, terletak di
kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan.Letak RSUP Haji Adam Malik
ini agak berada di daerah pinggiran Kota Medan yaitu berjarak ±1 km dari jalan
Letjen Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi.Pada
penelitian ini data diambil dari bagian Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik
Medan.
5.1.2. Deskriptif Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini sebanyak 46 penderita yang menderita hipertiroid
di RSUP. Haji Adam Malik dan Departemen Endokrinologi Anak, RSUP Haji Adam
Malik, Medan tahun 2008 hingga 2012. Karakteristik responden pada penelitian ini
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
0-1 2 4,3
kelompok umur terbanyak 7-12 tahun sebanyak 22 orang (47,8%) dan diikuti oleh
kelompok umur 13-18 tahun sebanyak 19 orang (41,3%). Distribusi sampel bagi
kelompok umur 0-1 tahun dan 4-6 tahun masing-masing sebanyak 2 orang (4,3%).
Frekuensi terendah penderita hipertiroid terdapat pada kelompok umur 2-3 tahun
yaitu sebanyak 1 orang (2,2 %).
Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 20 43,5
Perempuan 26 56,5
Total 46 100,0
Dari tabel 5.2., terlihat bahwa proporsi tertinggi pasien hipertiroid dijumpai
pada anak perempuan yaitu sebanyak 26 responden (56,5%), sedangkan anak
Tabel 5.3. Distribusi Penderita Berdasarkan Etiologi
Etiologi Frekuensi (n) Persentase (%)
Penyakit Graves
Dari tabel 5.3., dapat diketahui bahwa sebagian besar penyebab hipertiroid pada
anak merupakan penyakit Graves yaitu sebanyak 41 responden (89,1%) diikuti oleh
menderita resistensi hormon tiroid hipofisis dan data tidak lengkap masing-masing
sebanyak 2 responden (4,3%). Frekuensi terendah penyebab hipertiroid adalah nodul
tiroid toksik sebanyak satu orang (2,2%).
Tabel 5.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium T3
Hasil T3 (ng/mL)
Frekuensi (n) Persentase (%)
<0,8
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden,
(100%) dan nilai kadar T3 yang rendah dan normal dalam data rekam medis sebanyak
0 orang (0%).
Tabel 5.5. Distribusi Penderita Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium T4
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap responden,
didapati nilai T4 responden normal yaitu 5-14mg/dL sebanyak 11 orang (23,9%) dan
nilai T4 responden yang diatas normal >14mg/dL sebanyak 35 orang (76,1%).
Tabel 5.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium TSH
Hasil T4 (mg/dL)
Frekuensi (n) Persentase (%)
<5
Frekuensi (n) Persentase (%)
Dari tabel 5.6., terlihat bahwa keseluruhan data hipertiroid pada anak didapati
nilai kadar TSH dibawah normal <0,27µIU/mL. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan terhadap responden, didapati frekuensi kadar TSH tertinggi pada nilai
0-0,1µIU/mL sebanyak 25 orang (54,3%) dan diikuti oleh nilai 0,11-0,2µIU/mL
sebanyak 11 orang (23,9%). Frekuensi hasil kadar TSH yang terendah adalah diantara
0,21-0,3µIU/mL sebanyak 10 orang (21,7%).
5.2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder
rekam medis di Divisi Endokrinologi Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan
rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008 hingga 2012, diperoleh data
mengenai gambaran hipertiroid pada anak. Data-data tersebut akan digunakan sebagai
dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut:
5.2.1. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Kelompok Umur
Dari tabel 5.1., dari hasil penelitian ini didapati sebagian besar penderita hipertiroid
dijumpai pada anak umur 7-12 tahun sebanyak 22 penderita (47,8%), dan proporsi
terendah terdapat pada umur 2-3 tahun, yaitu 1 orang (2,2%).
Hipertiroid kongenital biasanya memiliki awitan sejak masa prenatal dan
muncul segera setelah lahir, beberapa hari setelah lahir, atau bahkan beberapa minggu
setelah lahir (Batubara, 2010)
Persentase penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rallison, (1991); Ogbera dan Kuku, (2011), rata-rata usia kejadian hipertiroid
pada anak adalah 11.5 tahun.
Penelitian lain yang dilakukakan di USA, insidens pada anak diperkirakan
1/100.000 anak per tahun. Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak usia 0-4
tahun meningkat sehingga 3/100.000 anak per tahun pada usia remaja. Penyakit
Graves jarang terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun dan insidens tertinggi pada