• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Imum Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik Antar Masyarakat di Wilayah Mukim Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Imum Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik Antar Masyarakat di Wilayah Mukim Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT WAWANCARA

Kedudukan Imeum Mukim dalam sistem pemerintahan Camat Lawe Alas.

1. Tolong bapak jelaskan kedudukan Imeum Mukim dalam sistem pemerintahan ?

2. : Menurut Bapak apakah kedudukan Mukim sudah seperti yang diharapkan oleh lingkungan sosial?

Imeum Mukim

3. apakah menurut anda posisi kedudukan Mukim yang ada saat ini sudah sesuai dengan tujuan keberadaan Mukim itu sendiri?

Peran Imeum Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat Camat Lawe Alas

1. Bagaimana peran Imeum Mukim sesuai Qanun ? Sekretaris Camat Lawe Alas dan Imeum Mukim

2. Bagaimana peranan Imeum Mukim sesuai Qanun ? Ketua Majelis Adat Aceh

3. Bagaimana peranan Imeum Mukim sesuai Qanun ?

Efektifitas Keberadaan Mukim Dalam Penyelesaian Konflik Masyarakat sebagai Camat Lawe Alas

(2)

Imeum Mukim, Sekretaris Mukim dan Ketua Majelis Adat

2. Bagaimana efektifitas keberadaan mukim dalam penyelesaian masalah antar masyarakat?

Respon Masyarakat Tentang Keberadaan Mukim Bapak Muhidin

1. Bagaimana tanggapan bapak terhadap keberadaan Mukim tersebut ? Bapak Karimin

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2000.Manajemen Penelititan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Bouman. 1971. Sociologic Begrippen en Problem (diterjemahkan oleh Sugito Sujitno). Yogyakarta : Yayasan Kanisius.

Beratha, I Nyoman.1982. Desa Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Fisher,dkk, 2001. Mengelola Konflik; Keterampilan & Strategi untuk Bertindak, Jakarta: The British Council, Indonesia.

Lombard, Denys. 2006. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kepustakaan Populer Gramedia: Jakarta.

Komaruddin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Edisi Kedua. Jakarta : Bumi Aksara.

Pratikno, dkk, 2000.Mengelola dan Sumber Daya Daerah, Jakarta: Erlangga. R.Birtanto. 1968.Buku Penuntun Geografi Sosial.Yogyakarta: UP Spring.

Ritzer, George, 2002.Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, Jakarta: Rajawali Press.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES

Soekanta, Soerjono, 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press.

Suryanto, Bagong.2005. Metode penelitian social : Berbagi Alternatif pendekatan. Jakarta : Prenada Media

Sugiyono, (2008).Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta.

Unang, Soenardjo. 1984. Tinjauan Singkat : Pemerintah Desa dan Kelurahan. Bandung : Tarsito

(4)

Zuriah.(2006).”Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan:. Jakarta: PT.Bumi Aksara

Setiawan, Hany. 2006. Institusi Informal dalam Birokrasi Pemerintah: Studi Dinamikan Interaksi Institusi Informal dan Dormal di Balai Taman Nasional Karang Lestari. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

PERATURAN PERUNDANGAN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 tentang perubahan UU Nomor 16 Tahun 1969 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

(5)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis kemudian

memberikan gambaran umum daerah penelitian dimana sangat memberikan andil dalam pelaksanaan penelitian terutama pada saat pengambilan data, dalam hal ini untuk menentukan teknik pengambilan data yang digunakan terhadap suatu masalah

yang diteliti. Di sisi lain pentingnya mengetahui daerah penelitian, agar dalam pengambilan data dapat memudahkan pelaksanaan penelitian dengan mengetahui

situasi baik dari segi kondisi wilayah, jarak tempuh dan karakteristik masyarakat sebagai objek penelitian.

A. Sejarah dan Latar Belakang Mengenai Terbentuknya Mukim

Sejarah mencatat bahwa Mukim tersebut terbentuk seiring dengan masuknya agama Islam ke Aceh. Mukim merupakan sistem pemerintahan tersendiri yang

dipimpin oleh Imeum Mukim. Karenanya, ia tidak tunduk pada kekuasaan di atasnya. Mukim mempunyai harta kekayaan serta sumber keuangan sendiri dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pada masa kolonial Belanda keberadaan

Imeum Mukim tetap diakui. Mengenai sistem Kepala Mukim ini sejak dari masa kolonial Belanda sudah adanya sistem mukim ini dan sudah menjadi salah satu

(6)

wilayah antara satu kampung dengan satu kampung yang lainnya berjauhan maka untuk mempermudah kepala desa memberi laporan dan tanggapan yang cepat maka

mukimlah sebagai tempat penyampaian masalah tersebut dan didalam satu mukim terdapat ada beberapa kampung. Karena situasi dan jarak yang berjauhan dari tiap

kampung yang ada, jadi Mukim ini membantu kepala desa dalam mengurus tugasnya dan mengawasinya.

Sejarah dan latar belakang Mukim ini sudah ada sejak masuknya Islam ke

Aceh dan dari jaman penjajahan Belanda ataupun Pemerintahan Indonesia, sudah berlaku yang dinamakan sistem pemerintahan mukim ini pada masyarakat Aceh.

Mukim tetap eksis sebagai satuan pemerintahan adat dan dilaksanakan berdasrkan adat dan hukum adat. Keberadaan Imeum Mukim diakui sebagai salah satu unit pemerintahan tersendiri yang berada dibawah camat dan diatur dalam Qanun

masing-masing Kabupaten/Kota.

Mukim juga membantu tugas camat dalam mengawasi setiap hal yang

berkaitan dengan kecamatan karena mukim juga memiliki tugas perbantuan pada tingkat kecamatan, namun Imeum Mukim juga dapat menolak tugas yang diberikan dikarenakan Imeum Mukim merupakan sistem Pemerintahan Tersendiri dan tidak

terikat namun memiliki fungsi dan peran yang berkaitan dengan tugas perbantuan tersebut , dalam hal pendanaan dalam menjalankan tugasnya mukim mendapat

(7)

B. Peta Wilayah

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupatan Aceh Tenggara C. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keadaan Mukim Ladang Lemisik,

maka berikut ini penulis memberikan gambaran secara singkat mengenai beberapa aspek penting untuk diketahui yaitu keadaan geografis, keadaan demografis dan keadaan pemerintahan Mukim Ladang Lemisik.

1. Keadaan Geografis a. Letak Wilayah

(8)

Sebelah Utara : Desa Pasir Nunggul Sebelah Selatan : Kecamatan Tanoh Alas

Sebelah Timur : Sungai Alas

Sebelah Barat : Desa Lawe Lubang Indah

b. Luas Wilayah

Di dalam Kecamatan Lawe Alas terbagi 4 (empat) Mukim dengan keseluruhan luasnya 38742 Ha dengan sumber daya alam yang didapat dari

pertanian, peternakan, dan perikanan. c. Orbitasi

Orbitasi/ jarak dari pusat-pusat pemerintahan :

1. Jarak ke Pusat Pemerintahan Kecamatan : ± 200 M. Lama jarak tempuh ke Pusat Pemerintah Kabupaten dengan kendaraan bermotor ± 0,3 jam.

2. Jarak ke Pusat Pemerintahan Kabupaten: ± 15 Km. Lama jarak tempuh ke Pusat Pemerintah kabupaten dengan kendaraan bermotor ± 0,35 jam.

3. Jarak ke pusat pemerintahan Provinsi ± 500 km. Lama jarak tempuh ke pusat pemerintah Provinsi dengan kenderaan bermotor ± 14 jam.

2 Karakteristik Mukim Ladang Lemisik

Mukim Ladang Lemisik mempunyai karakteristik masyarakatnya yang

bersifat agraris dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya bercocok tanam terutama sektor pertanian dan perkebunan dengan tanaman pangan

(9)

diantaranya yaitu berdagang dan berternak. Masyarakat yang berdominan adalah bersuku Alas.

D. Keadaan Demografi

Penduduk merupakan unsur terpenting bagi desa yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat

(Bintarto, 1983:13).Jumlah penduduk di Mukim Ladang Lemisik berjumlah 3.043 jiwa dengan 753 KK. Adapun jumlah penduduk dari bagian Mukim Ladang Lemisikmengawasi 6 (enam) desa yang menjadi tugas untuk memantau desa yang

menjadi bagiannya pada Kute Muara Baru yang memiliki jumlah penduduk 350 jiwa yang didominasi oleh 300 perempuan dan 230 laki-laki dan apabila di hitung melalui

jumlah Kepala Keluarganya Kute Muara baru memiliki 150 Kepala Keluarga.

Pada Kute Pasekh Pekhmate memiliki jumlah penduduk 513 jiwa yang didominsasi oleh 285 perempuan dan 227 laki-laki dan jika dihitungkan berdasarkan

jumlah Kepala Keluarga Kute Pasekh Pekhmate berjumlah 130 Kepala Keluarga. Kute Paye Monje memiliki jumlah penduduk 690 jiwa yang didominasi oleh 370

perempuan dan 320 laki-laki dan apabila dilihat dari jumlah Kepala Keluarganya maka Kute Paye Monje berjumlah 165 Kepala Keluarga. Kute Rumah Kampung memiliki jumlah penduduk sebanyak 390 jiwa yang didominasi oleh 210 perempuan

dan 180 laki-laki yang terdiri dari 91 Kepala Keluarga. Desa Pasekh Nunang memiliki penduduk sebanyak 500 jiwa yang terdiri dari 280 perempuan dan 220

(10)

terakhir yaitu Kute Deleng Kukusen yaitu memiliki jumlah penduduk sebanyak 420 jiwa terdiri dari 225 perempuan dan 195 laki-laki dan jumlak Kepala Keluarga yang

berada di kute ini yaitu 96 Kepala Keluarga

Penduduk Mukim Ladang Lemisik mayoritas memeluk agama Islam yaitu

100% (3.043 jiwa)Corak kehidupan masyarakat di Mukim Ladang Lemisik didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat dan terun temurun dari kebiasaan adat istiadat yang ada dari terdahulunya. Masyarakat merupakan suatu “gemeinschaft”

yang memiliki unsur gotong royong yang kuat.Hal ini dapat dimengerti karena penduduk desa merupakan “face to face group” dimana mereka saling mengenal betul seolah-olah mengenal diri sendiri” (Wasistiono,2006:11).

Penganut agama yang ada di Mukim Ladang Lemisik yaitu 100% masyarakat menganut agama Islam sehingga basis agama Islam sangat kental di tengah

masyarakat. Karena kuatnya agama Islam dalam masyarakat, maka acara adat pun masih dikait-kaitkan dengan ajaran agama Islam, sehingga tidak mengherankan jika

setiap hari Jumat masyarakat mengadakan wirid sekecamatan Lawe Alas dengan berpindah dari desa yang satu kedesa yang lain.Selain itu tidak heran bila hampir setiap desa memiliki Menasah (Mussolah) dan Masjid sebagai tempat untuk

beribadah. Karena Aceh terkenal akan Serambi Mekkah sehingga jarang terdapat adanya agama lain selain Islam untuk menetap di Mukim Ladang Lemisik .

(11)

Negeri Sipil.Hal ini dikarenakan Mukim Ladang Lemisik merupakan perdesaan yang bersifat agraris, dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah

bercocok tanam terutama sektor pertanian dan perkebunan dengan tanaman pangan hasil utama padi, jagung dan kakao.Sedangkan pencaharian lainnya diantaranya yaitu

perdagangan.Maka pencaharian penduduk secara umum dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Mata Pencaharian Utama Kepala Keluarga Di Mukim Ladang Lemisik

Mata Pencaharian Jumlah (KK)

Petani/Pekebun PNS

Pedagang Lainnya

485 54 85 129

Total 753

Sumber : Data Statistik Mukim Ladang Lemisik

E. Gambaran Umum Mukim Ladang Lemisik Visi dan Misi Kepala Mukim Ladang Lemisik :

1. Visi

Mewujudkan pelayanan Masyarakat yang berlandaskan kebersamaan dan gotong-royong dalam menjalankan kewajiban.

2. Misi

a. Menciptakan Mukim yang bermasyarakat dan tanggap dalam setiap hal.

(12)

c. Mengawasi secara maksimal dalam menjaga dan melestarikan kekayaan alam yang menjadi sumber kehidupan.

d. Meningkatkan pelayanan kerja dalam mukim dan jajarannya.

Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 3 dan 4 tahun 2003 pasal 1 ayat 3 Mukim

adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Acehyang terdiri atas gabungan beberapa Kute yangmempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekakyaan sendiri, berkedudukanlangsung dibawah camat atau nama lain yang dipimpin oleh Mukim

atau namalain.

Karena adanya situasi wilayah antara satu Kute dengan Kute yang lainnya

memiliki jarak yang berjauhan untuk dapat melaporkan masalah yang didapat maka dengan adanya Kepala Mukim merupakan sebagai wadah penyampaian tiap kejadian atau perkara yang di dapat dari tiap desa, dengan begitu untuk memudahkan kepala

desa dapat menyampaikan dari tiap keluhan dan kejadian yang ada, karena jarak yang berjauhan maka mukim yang mengawasi dan membantu tugas dari camat itu sendiri.

1. Pemerintah Mukim

Pemerintahan Mukim dalam peraturan Perundang-Undangan (UU dan Qanun/Perda), maka keberadaan Kepala Mukim mendapat pengakuan dan

pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia.Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui dalam tataran sosial budaya masyarakat

(13)

Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten Aceh Tenggara yang terdiri atas gabungan beberapa kampung yang mempunyai batas

wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah camat yang dipimpin oleh Kepala Mukim.

2. Struktur Pemerintahan Mukim

Organisasi Mukim merupakan lembaga yang yang terstruktur dalam pemerintahannya, sehingga memudahkan dalam menjalan roda pemerintahan. Di

bawah ini merupakan struktur Organisasi Mukim :

Imeum Mukim Majlis

Musyawarah

Majelis Adat Mukim Tuha Peuet

Mukim

Seksi Keistimewaan Seksi

Pemerintahan Sekretaris

Mukim

Kaur Pemeberdayaan

Perempuan Imeum Chiek

Seksi Tata Usaha

Seksi Perekonomian

(14)

Sumber : Biro Pemerintah Sekretariat Provinsi Aceh (2004:40)

Gambar 3.2Struktur Organisasi Kepala Mukim

Kepala Mukim mempunyai kedudukkan wewenang dan fungsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yaitu :

1. Mukim mempunyai kewenangan :

a. Melindungi adat dan adat istiadat, membina dan meningkatkan kualitas

pelaksanaan Syari’at Islam;

b. Mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan kampung;

c. Melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh Camat;

d. Di bidang pertanahan dapat menjadi saksi dalam proses perbuatan hukum

pemindahan/peralihan hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun yang dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, sepanjang memenuhi syarat menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

e. Terlibat dalam proses perencanaan dan pengembangan kawasan kampung

dalam wilayah kemukiman yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak ketiga;

f. Melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah

(15)

g. Wewenang yang dilimpahkan oleh camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan;

h. Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.

i. Mukim berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan. 2. Fungsi Mukim adalah:

a. Penyelenggaraan pemerintahan baik berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan

pemerintahan lainnya;

b. Pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi, pembangunan fisik maupun pembangunan mental spritual;

c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pelaksanaan Syari’at Islam, pendidikan, peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban

masyarakat;

d. Peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

e. Penyelesaian dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam

hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat.

(16)

menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.

Sekretaris Mukim, mempunyai tugas :

a. Melakukan koordinasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh unsur teknis dan wilayah.

b. Melaksanakan pembinaan dan pelayanan teknis administrasi pemerintah mukim dan kemasyarakatan .

c. Melaksanakan urusan keuangan, perlengkapan, rumah tangga Mukim, surat menyurat dan kearsipan .

d. Mengumpulkan, mengevaluasi dan merumuskan data dan program untuk

pembinaan dan pelayanan masyarakat .

e. Menyusun laporan Pemerintah Mukim dari tiap desa.

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Mukim.

Unsur teknis berada di bawah Kepala Mukim dan bertanggungjawab kepada Kepala Mukim, unsur teknis terdiri dari :

1. Seksi Tata Usaha

a. Mengkoordinasi tugas-tugas yang di berikan oleh kepala mukim

b. Mengelola dan mempertanggung jawabkan pengeluaran rumah tangga c. Mengelola surat-surat yang masuk dan keluar

(17)

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Mukim. 2. Seksi Pemerintahan

Seksi Pemerintahan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan umum di Mukim yang meliputi pembinaan Pemerintahan dan

Administrasi Mukim dan kampung, lembaga kampung, pertahanan, kependudukan dan pembinaan pengelolaan anggaran pendapatan kampung dan mukim serta pembinaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

dilingkungan kecamatan. 3. Seksi Keistimewaan

Seksi keistimewaan Aceh mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengkoordinasian pengembangan sarana dan prasarana peribadatan, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Badan Amal Zakat Infak dan Sedekah

(BAZIS), Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Pendidikan Daerah (MPD) dan pembinaan dan penyelenggaraan hari-hari besar Islam serta pembinaan

kebudayaan di Kecamatan 4. Seksi Pemegang Kas

Pemegang Kas mempunyai tugas:

a. Membantu Sekretaris Mukim dalam hal keuangan .

b. Mengadakan pembukuan keuanganMukim , menerima dan mengeluarkan kas

(18)

5. Seksi Ekonomi dan Pembangunan.

Urusan Ekonomi dan Pembangunan, dalam melaksanakan tugasnya mempunyai

fungsi :

a. Melaksanakan koordinasi, pelayanan, penyuluhan dan pembinaan bidang

ekonomi, pembangunan, pertanian, pekerjaan umum.

b. Menyusun dan membuat laporan bidang ekonomi pembangunan dan melaporkan kepada Kepala Mukim .

(19)

BAB IV PENYAJIAN DATA

A. Identitas Informan

Dalam penulisan ini yang menjadi responden adalah pihak-pihak yang menduduki jabatan dalam Pemerintahan Kecamatan Lawe Alas, Pemerintahan Kepala Mukim, dan informan tambahan. Wawancara yang dilakukan kepada

orang yang paham mengenai judul penulis yang terkait untuk dijadikan data primer dalam penulisan ini sebanyak lima orang yang akan diwawancarai. Dalam

hal ini penulis merumuskan identitas informan kedalam empat bagian yang masing-masing adalah sebagai berikut:

a) Identitas informan berdasarkan jenis kelamin

adapun informen yang akan diwawancara berdasarkan jenis kelaminya

yaitu keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki. a) Identitas informan berdasarkan usia

Disini dapat dilihat bagaimana variasi tingkat usia informan di

Mukim Ladang Lemisik kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara, dimana penulis mengelompokkannya kedalam dua bagian

(20)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa informan yang memiliki rentang usia lebih dari 50 tahun yang termasuk kedalam

golongan orangtua paling banyak mendominasi karena lebih memahami bagaimana peranan yang dilakukan Kepala Mukim terhadap jabatan yang

dimiliki dan dianggap lebih memiliki banyak pengetahuan mengenai adat istiadat sertayang dituakandalam pemahaman permasalahan maupun hal yang lainnya.

b) Identitas Informan berdasarkan Jabatan

Dalam penulisan ini, penulismengidentifikasi identitas informan

melalui jabatan dalam Pemerintahan Kecamatan, Kepala Mukim, Majelis Adat Aceh.Hasil yang diperoleh tampak pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Identitas Informan berdasarkan Jabatan

No. Nama Jabatan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Hayadun, SP Safriadi, SH Satumin, S.Hi Rasidin M. Tahir Ust. Fathoni

Drs. Ali Surahman S,Sos Muhidin

Karimin Sahid

Camat Lawe Alas Sekretaris Camat Kepala Mukim Sekretaris Mukim

Kasek MAA Aceh Tenggara Simetuwe/Tokoh Agama Simetuwe

Masyarakat Masyarakat Masyarakat

(21)

wewenang dan fungsinya, juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kepala Desa dan masyarakat. Sebagai suatu lembaga yang mengawasi tujuh desa, Mukim

juga bertanggungjawab terhadap apa saja yang terjadi di salah satu desa dan sebagai pihak yang mengatasi permasalahan terlebih awal dan menyelesaikan perkara sesuai

dengan peraturan yang berlaku dan pengawasan tentang kebiasaan adat istiadat sesuai dengan dasar hukum Qanun Nomor 9 Tahun 2009. Mukim memiliki peranan yang sangat berpengaruh dalam menyelesaikan masalah antar desa yang ada dalam suatu

kemukiman yang memiliki sengketa perkara tanah, perselisihan adat istiadat, pertikaian di kampung, selisih antara warga yang semua perkara dilaporkan kepada

Kepala Mukim dan diselesaikan secara adat istiadat oleh Mukim dan selama perkara tersebut tidak dapat diselesaikan oleh Mukim maka perkara tersebut akan ditindak lanjuti oleh Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) selama permasalahan itu

tidak dapat tergolong ke pidana maka masih tetap di atasi oleh pemerintahan camat dan bawahannya. Mukim juga sebagai perantara penyampaian kepada camat untuk

memberikan laporan perbulannya kepada camat.

Pemerintahan Mukim sangat erat hubungannya dengan pemerintah camat karena memiliki tugas untuk membantu camat dalam pelaksanaan tugasnya yaitu

melakukan pembinaan terhadap masyarakat, melaksanakan kegiatan adat istiadat, menyelesaikan sengketa, membantu penyeleggaraan pemerintah dan membantu

(22)

Untuk melaksanakan tugasnya dan tanggungjawab tersebut.Kepala Mukim berkoordinasi dengan semua elemen yang menjadi bagian dari Mukim Ladang

Lemisik.

Dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data, penulis juga

melakukan wawancara di Mukim Ladang Lemisik selama enam hari serta melakukan wawancara dengan informan camat, sekretaris camat, simetuwe, informan utama Kepala Mukim dan sekretaris mukim yang menjadi objek penulisan ini, serta

tambahan kepada Majelis Adat Aceh dan masayarakat kemukiman. Adapun tahapan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut:

a) Pengumpulan dokumen tertulis tentang lokasi yang akan diteliti. Dalam hal ini Mukim Ladang Lemisik, Kecamatan Lawe Alas, KabupatenAceh Tenggara.

b) Melakukan wawancara dengan informan yang tentunya memiliki wawasan

tentang masalah yang diteliti. Dalam hal ini, yang menjadi informan adalah camat, seketaris camat dan simetuwe, informan utama Kepala Mukim, sekretaris

mukim dan informan tambahan Majelis Adat Aceh serta masyarakat.

c) Tipe wawancara yang digunakan penulis adalah terstruktur dimana sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang

berhubungan dengan judul atau masalah yang akan diteliti. Namun dalam prosesnya sendiri, penulis tidak menutup kemungkinan munculnya pertanyaan

(23)

B. Hasil Wawancara

Adapun hasil wawancara yang diperoleh dari informen yaitu:

1. Kedudukan Imeum Mukim dalam sistem pemerintahan

Kedudukan Mukim didalam sistem pemerintahan menunjukkan ruang lingkup yang menjadi kewenangannya dalam menjalankan pemerintahan Mukim peneliti mengajukan pertanyaan kepada informen yaitu bapak Camat Lawe Alas dengan

pertanyaan yaitu:Tolong bapak jelaskan kedudukan Imeum Mukim dalam sistem pemerintahan ? Hasil wawancara yang diperoleh:

“menurut yang saya ketahui mukim itu berkedudukan dibawah kecamatan

dan membawahi beberapa Kute hal ini sesuai dengan qanun aceh yang

menjelaskan kedudukan mukim dan memimpin langsung pemerintahan adat di

wilayah kemukimannya dengan regulasi tugas dan fungsi yang berlandaskan

adat. Secara lembaga adat mukim berkedudukan dibawah MAA tapi kalau di

pemerintahan seperti yang saya jelaskan taadi”.

Untuk memperdalam mengenai kedudukan Mukim peneliti mengajukan pertanyaan

kepada bapak Camat yaitu: Menurut Bapakapakah kedudukan Mukim sudah seperti yang diharapkan oleh lingkungan sosial? Hasil wawancara yang diperoleh dari Camat Lawe Alas yaitu:

“menurut saya kedudukan mukim yang ada saat ini sudah berdasarkan

harapan dan tujuan sosial walaupun belum semaksimal mungkin yang ada

didaerah kecamatan lawe alas ini sudah cukuplah, dilihat dari kedudukannya

(24)

serta pelaksanaan perannya yang cukup maksimal berdasarkan qanun yang

ada demi menjaga ruang lingkup perannya supaya nggak keluar dari zona

tersebut, tetapi apabila ditinjau dari segi politik pemerintahan formal yang

umum memang penempatannya kurang tepat karena tidak efektif

keberadaannya”.

Adapun pertanyaan yang ditanyakan kepada bapak Camat untuk mengetahui hubungannya pertanyaan yang diajukan yaitu:Tolong Bapak jelaskan bagaimana hubungan pemerintahan kecamatan dan mukim, seperti yang kita ketahui bahwa pembagian tugas dan fungsi mukim diberikan oleh camat ? Hasil Wawancara dengan Bapak Camat yaitu:

“dalam menjalankan tugas dan fungsinya hubungan antara mukim dan

kecamatan itu cukup baik dan saling bersinergi dan berkesinambungan baik

secara mekanisme dan prosedur yang ada, hal ini jelas ditunjukkan dengan

pemberian tugas dan fungsi kepada mukim sebagai perbantuan ditingkat

kecamatan setiap hal yang menjadi tugas dan fungsi mukim tidak lagi

dilaksanakan oleh tingkat kecamatan agar terjaganya sistem dan mekanisme

yang ada namun saya tetap mengevaluasi hal tersebut agar tidak terjadi hal

yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan”.

(25)

“menurut saya secara fungsi kelembagaan sudah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat yang merupakan tujuan utama adanya mukim sebagai lembaga

adat yang berkedudukan di sistem pemerintahan yang paling bawah di tingkat

kecamatan, tapi kalau tugasnya secara pemerintahan resmi belum jelas

karena masih dapat bersinggungan dengan tugas pokok dan fungsi camat dan

berujung menjadi kacaunya sistem pemerintahan itu sebabnya masih

terbatas.”

2. Peran Imeum Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat

Dalam menjalankan suatu peranan dan kedudukan atau status maka seseorang dapat dikatakan menjalankan peranannyadalam menyelesaikan konflik masyarakat,

makapenulis mengajukan pertanyaan kepada Bapak Hayadun, SP sebagai Camat Lawe Alas dengan pertanyaan : Bagaimana peran Imeum Mukim sesuai Qanun ? Hasil wawancara yang diperoleh adalah sebagai berikut :

“Peran Kepala Mukim tersebut sesuai dengan apa yang sudah menjadi ketentuan yang tertulis yang dapat dilakukannya.Peran kepala Mukim Ladang Lemisik dapat kita lihat secara garis besar berperan sebagai masyarakat adat, sebagai lembaga adat, sebagai jenjang pemerintahan sesuai dengan pembagian tugasnya. Peranan mukim itu sebagai orang yang mampu menengahi setiap masalah karena segala perkara yang terjadi yang berada dibawah naungan Kepala Mukim harus diketahui oleh Mukim dan diawasi oleh Kepala Mukim karena Mukim ini memiliki wewenang dan berperan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi didaerah kemukiman tersebut. Mukim ini berperan sebagai pengambil keputusan terhadap setiap perkara-perkara yang ada dan perannya sudah diatur dalam Qanun.

Selanjutnya penulis melanjutkan pertanyaan tersebut kepada Sekretaris Camat

(26)

“Dalam peranan yang terdapat di Mukim ini sudah diatur dalam Qanun aceh yang tersendiri maka berdasarkan ketentuan tersebutlah mukim ini malakukan peranannya dan menduduki Jabatannya dalam melakukan tugas peranan dari kepala mukim ini kalau dilihat dari pengambil keputusannya dia berperan sebagai ketua sidang dan sebagai penentu pengambilan keputusan bila dilihat dari struktur pedoman peradilan adat tingkat mukim dan sudah ada aturannya tersendiri”.

Kemudian pertanyaan yang sama juga diajukan kepada Bapak Satumin, S.Hisebagai Kepala Mukim Suluh Ladang Lemisik dengan pertanyaan : Apa saja peranan Bapak sebagai Kepala Mukim. Hasil wawancara sebagai berikut:

“Peranan saya selaku Imeum Mukim yaitu untuk mempertanggung jawabkan permasalahan yang ada di daerah Kemukiman Ladang Lemisik dengan memberi hasil laporan tiap bulan.Lalu saya berperan sebagai pengambil keputusan dalam tiap perkara yang tergolong menjadi wewenang saya selaku pemimpin lembaga adat sesuai dengan Qanun No.4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim. Dan peranan saya dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kute (desa) yaitu dalam kewenangan peradilan adat Qanun Aceh No.9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat Istiadat untuk menyelesaikan Permasalahan yang ada dikute (desa). Peranan Mukim itu sudah diatur dalam qanun tersendiri Dia berperan sebagai kontribusi pembinaan sampai pada pengembangan berbagai hal yang ada dalam mukim. Mukim senantiasa menjalankan peranannya dalam mengatur masyarakat yang kemudian terhadap pembangunan fungsional masyarakat, baik penididikan, agama dan, perekonomian Masyarakat mendapatkan pembinaan dari pemerintahan mukim dalam mengelola dan melaksanakan berbagai hal dan dalam pengambil Keputusan guna menyelesaikan masalah juga ikut terlibat dalam pemutusan yang dia anggap bersifat akhir”.

Setelah mewawancarai Kepala Mukim, penulis melanjutkan pertanyaan yang

sama kepada Bapak M. Tahir sebagai Ketua Majelis Adat Aceh dengan pertanyaan : Bagaimana peranan Imeum Mukim sesuai Qanun ? Hasil wawancara yang diperoleh

adalah sebagai berikut :

(27)

memberi efek jera dan tidak terulang kembali setelah diputuskan maka tidak dapat diganggu gugat karena keputusan berada sepenuhnya ditangan Imeum Mukim namun melalui musyawarah semua elemen yang hadir dalam peradilan adat tersebut.”

Untuk mengetahui hubungan diantara pemerintah Kecamatan dengan mukim peneliti melakukan wawancara kepada bapak

3. EfektifitasKeberadaan Mukim DalamPenyelesaian Konflik Masyarakat Tingkat efektifitas keberadaan mukim dalam penyelesaian Konflik masyarakat sangat diperlukan dalam setiap penyelesaian masalah sehingga penulis

mengajukan pertanyaan kepada Bapak Hayadun, SP sebagai Camat Lawe Alas dengan pertanyaan : Bagaimana efektifitas keberadaan mukim dalam penyelesaian

Konflik Masyarakat? Hasil wawancara diperoleh sebagai berikut :

“Alhamdulillah selama ini setiap masalah yang diselesaikan oleh Mukim dan perangkatnya sudah cukup efektif. Hal tersebut terbukti dengan tidak terulangnya perselisihan yang sama untuk kedua kalinya dan dapat menjadi contoh bagi masyarakat yang lainnya agar tidak melakukan hal yang sama”. Selanjutnya penulis mendalami tentang efektifitas mukim kepada Bapak Satumin, S.Hi sebagai Kepala Mukin dengan pertanyaan : Bagaimana efektifitas

keberadaan mukim dalam penyelesaian masalah antar masyarakat beliau dengan hasil wawancara sebagai berikut :

(28)

Kemudian penulis melanjutkan wawancara kepada Sekretaris Mukim dengan pertanyaan yang sama dan hasil wawancara diperoleh sebagai berikut :

Peranan Mukim itu sudah diatur dalam qanun tersendiri. Beliau berperan sebagai kontribusi pembinaan sampai pada pengembangan berbagai hal yang ada dalam mukim. Mukim senantiasa menjalankan perannya dalam mengatur masyarakat yang kemudian terhadap pembangunan fungsional masyarakat, baik penididikan, agama dan perekonomian masyarakat mendapatkan pembinaan dari pemerintahan mukim dalam mengelola dan melaksanakan berbagai hal dan dalam pengambil keputusan sengketa juga ikut terlibat dalam pemutusan yang dianggap bersifat akhir”.

Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada Bapak M. Tahir sebagai Ketua Majelis Adat dengan pertanyaan yang sama dan diperoleh hasil wawancara

sebagai berikut :

“Dalam peranan yang terdapat di Mukim ini sudah diatur dalam Qanun Aceh yang tersendiri maka berdasarkan ketentuan tersebutlah mukim ini malakukan peranannya dan menduduki jabatannya dalam melakukan tugas peran dari kepala mukim ini kalau dilihat dari pengambil keputusannya dia berperan sebagai ketua sidang dan sebagai penentu pengambilan keputusan bila dilihat dari struktur pedoman peradilan adat tingkat mukim dan sudah ada aturannya tersendiri”.

4. ResponMasyarakat Tentang Keberadaan Mukim

Untuk mengetahui respon masyarakat tentang keberadaan Imeum Mukim, penulis melakukan wawancara dengan Bapak Muhidin selaku masyarakat Mukim Ladang Lemisik dengan pertanyaan : Bagaimana tanggapan bapak terhadap keberadaan Mukim tersebut ? Hasil wawancara diperoleh sebagai berikut:

(29)

Lebih lanjut penulis melakukan wawancara kepada Bapak Satumin, S.Hi sebagai Imeum Mukim dan pembina kemukiman tersebut dengan pertanyaan : apakah

bapak merasa keberadaan Mukim tersebut sebagai lembaga yang membantu masyarakat? Hasil wawancara diperoleh sebagai berikut :

(30)

BAB V ANALISA DATA A. Hasil Analisa Data

Pada bab ini, penulis menganalisis dan menginterpretasikan data yang telah

dikumpulkan dan disajikan pada bab sebelumnya. Adapun jenis metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa data kualitatif, dimana data dan fakta yang didapatkan di lapangan dideskripsikan sebagaimana adanya diiringi

dengan penafsiran dan analisa yang rasional.

Dari seluruh data yang telah disediakan secara menyeluruh yang diperoleh

selama penelitian, baik melalui wawancara, studi kepustakaan, serta observasi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi yang ada kaitannya dengan Peranan Imeum Mukim Dalam Menyelesaikan Masalah Antar Desa Di Kecamatan Lawe Alas

Kabupaten Aceh Tenggara. Penelitian ini mengkaji tentang peranan Imeum Mukim dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Mukim Ladang Lemisik. Dalam

penelitian ini yang menjadi informan Adapun informasi dalam penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri atas Informan adalah Camat, Seketaris camat,dan simetuwe. Informan utama adalah Kepala Mukim dan Perangkat Mukim, Informan

Tambahan adalah Majlis Adat Aceh dan masyarakat. Sepuluh orang yang diwawancarai dianggap paham akan masalah peneliti ini, dimana metode wawancara

ini bertujuan untuk memperkuat validitas data yang diperoleh.

(31)

1. Peran Imeum Mukim

Dari hasil wawancara yang diperoleh Imeum Mukim berperan sebagai

tokoh dan eksekutor dalam kehidupan masyarakat di Kemukiman Ladang Lemisik yang berfungsi untuk menyerap aspirasi masyarakat serta

menyalurkannya kepada Camat untuk direalisasikan. Adapun peran yang sudah dilaksanakan Imeum Mukim adalah berperan dalam melestarikan adat istiadat, berperan penting dalam menjaga kerukunan masyarakat di wilayah

Mukim serta membantu Camat dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang sudah dilimpahkan kepada Mukim.

Dalam hal ini peran Imeum Mukim masih terbatas pada Pelaksanaan berdasarkan adat yang hanya berlandaskan pada mekanisme adat terdahulu yang terkadang masih perlu mencari relevansi di kehidupan sosial yang sudah

berkembang ini, namun pada hakikatnya Imeum Mukim sudah mengimplementasikan perannya secara maksimal berdasarkan peraturan yang

ada. Berdasarkan hasil wawancara kepada Imeum Mukim beliau juga masih bingung dengan pembagian tugas yang diberikan karena belum begitu jelas dan terperinci terhadap tugas didalam pemerintahan karena masih terbatas

pada sistem pemerintahan yang umum.

2. Tugas dan Fungsi Imeum Mukim

(32)

tingkat Kecamatan. Yang dimaksud dengan pemerintahan resmi dibawah Kecamatan yaitu tugas melaksanakan segala urusan pemerintahan yang

dilimpahkan oleh Camat baik itu formal maupun non formal dan masih terdapat pemberian tugas yang belum jelas yang berkaitan dengan

pemerintahan formalnya, sedangkan yang dimaksud dengan Mukim sebagai Lembaga Adat ditingkat Kecamatan yaitu pelaksanaan tugas dan fungsi Mukim dalam melestarikan menjaga dan mengimplementasikannya didalam

kehidupan masyarakat diwilayahnya keseluruhan tugas dan fungsi Mukim sebagai lembaga adat sudah terlaksana dengan maksimal, Tetapi secara

Pemerintahan belum mempunyai arah dan tujuan yang jelas apabila ditinjau dari kacamata administrasi.

Secara garis besar penyebab utamanya adalah penempatan kedudukan

Mukim yang belum tepat karena membuat fungsi dan tugas Mukim itu sendiri menjadi terhambat karena dibatasi dengan pemerintah kecamatan dan mampu

membuat keberadaan Mukim itu sendiri dapat menjadi hambatan nantinya bagi pemerintahan daerah.

3. Efektivitas Penyelesaian Konflik Yang di Selenggarakan Mukim adapun tingkat efektivitas penyelesaian konflik yang menjadi tanggung jawab Imeum Mukim adalah segala urusan penyelesaian Konflik

(33)

ataupun antar kelompok, persengketaan tanah, pertikaian kecil dan masih banyak lainnya, adapun batasan masalah yang tidak dapat diselesaikan Mukim

yaitu segala hal yang berkaitan dengan tindak pidana berat karena hal ini bukan merupakan kapasitas mukim dalam menyelesaikannya dan aparat

penegak hukumlah yang memiliki peran untuk menyelesaikan hal tersebut. 4. Mekanisme Penyelesaian Konflik

Analisis dari hasil wawancara mengenai mekanisme penyelesaian

konflik yaitu dengan melakukan musyawarah mufakat serta melakukan koordinasi dengan seluruh elemen masyarakat terkait konflik tersebut dan

berkoordinasi dengan instansi terkait seperti POLRI selaku penegak hukum. Dalam hal ini acuan Imeum Mukim dalam menyelesaiakan konflik adalah penyelesaian tanpa vonis dengan berdasarkan kesepakatan dari beberapa

elemen masyarakat seperti simetuwe, tokoh pemuda, cerik pandai, alim ulama serta yang berkonflik. Hal ini dilakukan agar tidak ada yang merasa dirugikan

dan dibedakan, mekanisme ini cukup efektif apabila ditinjau dari kasus-kasus yang sudah selesai ditangani oleh Mukim dan tidak terulang kembali walau tanpa hukuman.

5. Peran Imeum Mukim Dalam Penyelesaian Konflik

Berdasarkan hasil wawancara adapun analisis yang dilakukan peneliti

(34)

mempercayai Mukim dalam urusan penyelesaian masalah. Didalam peradilan adat Mukim berperan sebagai pimpinan sidang dan panitia penyelenggara,

dalam hal penyelenggaraan peradilan adat Mukim sudah cukup maksimal mejalankan perannya sebagai tokoh yang dipercayai dan dihormati dalam

meyelesaikan konflik dan panitia penyelenggara.

Peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik juga mendapat pengakuan dari institusi yang bertanggung jawab yaitu Polri dengan

diberikannya kekuasaan dan kewenangan dalam menyelesaikan konflik berdasarkan adat terlebih dahulu demi menghargai hukum adat dan

keistimewaan Aceh, serta koordinasi yang baik membuat setiap masalah dapat terselesaikan berdasarkan peran Mukim itu sendiri.

6. Respon Masyarakat Terhadap Keberadaan Mukim

Masyarakat sangat antusian dengan keberadaan Mukim diruang lingkup Kecamatan karena mempermudah masyarakat dalam segala hal dan

mampu merespon cepat setiap aspirasi dan keluhan masyarakat oleh sebab itu masyarakat sangat mendukung dengan keberadaan Mukim. Namun disatu sisi masyarakat juga memerlukan kejelasan terkait fungsi dan tanggung jawab

Mukim yang berkaitan dengan Pemerintahan yang ada, dengan adanya Mukim masyarakat menjadi lebih menjaga keberlangsungan adat istiadat serta

(35)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten Aceh tenggara yang terdiri atas gabungan beberapa kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan memiliki harta kekayaan sendiri, serta berkedudukan langsung di

bawah camat yang dipimpin oleh Kepala Mukim yang dalam penyelenggaraannya secara mandiri dan tanpa intervensi .

2. Keberadaan Imeum Mukim diperkuat dengan dibuatnya produk hukum aceh mengenai Imeum Mukim yang disebut juga dengan Qanun (Perda) Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam yang memberikan wewenang kepada Imeum Mukim dalam memutuskan setiap persoalan adat serta berperan sebagai penyelesai setiap

masalah yang ada dalam wilayah kemukimannya dan menegakkan syariat islam. 3. Mukim memiliki peranan yang sangat berpengaruh dalam menyelesaikan

konflik, persengketaan dan lain sebagainya. Semua permasalahan adat

diselesaikan secara peradilan adat oleh Imeum Mukim berlandaskan musyawarah mufakat dan apabila telah dicapai kesepakatan akhir yang desetujui oleh semua

(36)

4. Penyelesaian setiap permasalahan dikemukiman ataupun perselisihan dengan cara menerapkan hukum peradilan adat yang mengutamakan kebaikan dan

perdamaian tanpa adanya vonis berkoordinasi dengan semua elemen masyarakat merupakan langkah yang cukup efektif karena masih berpedoman pada

mekanisme yang mendasar yaitu mengutamakan kesepakatan tanpa memandang status.

5. Repon masyarakat terhadap keberadaan Imeum Mukim sangat baik dan antusias

karena dapat membantu masyarakat dalam menangani setiap permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Saran

Dari hasilpenelitian yang telahdiperoleh, penelitimemberikan saran

terkaitperan Imeum Mukim yang diuraikansebagaiberikut :

1. Dengan adanya Imeum Mukim sebagai pembina dan pengembang adat dan

penegak syariat Islam hal tersebut diharapkan mampu menumbuhkan rasa kepedulian dan kebersamaan serta dapat membangun komunikasi yang baik antar sesama dengan tujuan kerukunan bermasyarakat . Imeum Mukim juga harus lebih

aktif dalam menjalankan fungsinya terhadap kute yang dibawahinya serta menjalin komunikasi dan koordinasi yang lebih baik lagi.

(37)

Mukim sekarang sudah mulai ditinggalkankarena kurangnya dukungan dan kampaye tentang keberadaan mukim.

3. Melakukan penyeleksian Imeum Mukim dengan ketat agar yang memimpin Kemukiman adalah orang-orang yang benar-benar mengerti dan paham tentang

agama dan adat istiadat penjelasan yang lebih mendalam kepada Mukim terkait fungsinya dan perannya.

4. Perlu dilakukannya peninjauan kembali dan revitalisasi terhadap penempatan

kedudukan Mukim didalam struktur pemerintahan daerah karena secara tidak langsung mengkaburkan tugas dan fungsi masing-masing struktur pemerintahan

(38)

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006:47) penelitian dengan

menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat/mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.Dalam penelitian deskriptif

cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.

Berdasarkan pengertian diatas, maka penelitian ini adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi serta menganalisis kebenarannya

berdasarkan data yang diperoleh.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Kemukiman Ladang Lemisik

Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.

C. Informan Peneliti

Suryanto (2005:172) menjelaskan bahwa ada tiga jenis informan dalam

(39)

mengetahui pokok yang diperlukan dalam penelitian, informan utama yaitu informan yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti dan informan tambahan

yaitu informan yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis membagi informan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Informan adalah Camat, Sekretaris Camat.

2. Informan utama adalah Imeum Mukim dan perangkat Mukim

3. Informan tambahan adalah Ketua Majelis Adat Aceh Kabupaten Aceh Tenggara

dan Masyarakat.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data, informasi, atau keterangan-keterangan yang diperlukan penulis menggunakan metode atau teknik sebagai

berikut:

1. Teknik pengumpulan data primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrumen wawancara (interview) yaitu, teknik pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan kepada orang yang berhubungan dengan objek penelitian.

(40)

Teknik pengumpulan data skunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung

data primer. Pengumpulan data skunder dapat dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan (Library research). Yaitu, pengumpulan data yang dilakukan dari buku-buku, karya ilmia, mendapat ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi (documentary) yaitu, pengumpulan data yang diperoleh dengan catatan-catatan tertulis yang ada di likasi penelitian serta

sumber-sumber lain yang menyangkut maslah diteliti dengan instansi terkait.

E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif.Analisis data kualitatif

adalah analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar penelitian dalam menghubungkan fakta, data informasi. Jadi, teknik analisis data kualitatif

dilakukan dengan mengorganisir data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan menyusun kesimpulannya dapat diceritakan kepada orang lain

(41)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Makin berkembangnya situasi yang dinamis dalam kehidupan masyarakat adat di Indonesia juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah, tanpa disadari keberadaan hukum adat lama-lama akan pudar dan justru lebih menimbulkan

problematik serta akan mengancam disintegrasi bangsa. Pemerintah dalam menyikapi fenomena yang ada terkadang juga di benturkan oleh problem yuridis dan sosiologi jika akan memberikan kebijakan terkait pemberlakuan hukum adat di daerah.

Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, adat telah menjadi bagian dari sistem politik pemerintahan Hindia Belanda dalam melancarkan imperialismenya

melalui kebijakan hukum adat.Pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan, dan juga akhir-akhir ini kecuali Era Orde Baru di gampong-gampong dan juga dikemukiman memiliki sistem musyawarah penyelesaian sengketa.

Pada masa Sultan Iskandar Muda, perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan oleh keuciek (kepala desa) dengan tengku meunasah (kiai yang memimpin Masjid di

desa) yang dibantu oleh tuha peut.Tanpa vonis, maksudnya, tanpa kalah menang persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut denganhukum peujroh (hukum kebaikan) sehingga dari aspek historis, sejak dahulu kala gampong telah

(42)

Meskipun dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 berusaha menghilangkan fungsi mukim dan gampong/kute (desa) tersebut di Aceh

masih tetap diakui dan berjalan. Hukum adat di Aceh masih tetap memegang peran dalam kehidupan masyarakat.Beberapa Undang-Undang yang lahir pasca reformasi,

semakin membuka peluang bagi otonomi yang lebih besar bagi daerah, antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, khusus bagi aceh terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Aceh

dengan nama Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.

Setelah reformasi terjadi amandemen terhadap UUD 1945, salah satu pengaturan penting yang mendapat tempat dalam perubahan tersebut adalah mengenai pemerintahan di daerah. Dalam Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001

Pasal 18 N disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi,kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai

pemerintahan daerah (Pemda). Pemda mengatur sendiri urusan rumah tangga menurut azaz otonomi dan perbantuan.Pemda menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

DalamUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 18 Bdisebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus

(43)

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-Undang.

Berbagai Undang-Undang tersebut telah memberikan kebebasan dan kewenangan yang besar kepada Aceh dalam melakukan pengelolaan kekayaan alam

dan juga kebebasan menjalankan sistem pemerintahannya menurut karakteristiknya.Khusus mengenai sistem pemerintahan yang demikian sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari bagaimana pengelolaannya. Harus diingat bahwa aturan

yang bagus jika tidak dilaksanakan tidak akan berarti apa-apa.

Setelah bergulirnya reformasi di Indonesia, melahirkan pola pemerintahan

yang tidak lagi tersentralisasi.Setiap daerah memiliki kebijakan tersendiri untuk mengatur daerahnya yang sering disebut desentralisasi. Dalam pemerintahan masyarakat di Aceh salah satu kebijakan yang diatur oleh daerahnya sendiri adalah

tentang kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri dari beberapa kute yang mempunyai batas wilayah tertentu dipimpin oleh Imeum Mukim yang

berkedudukan langsung di kecamatan atau lain sesuai daerahnya.Dalam Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2016 pasal 98 juga dituliskan bahwa ada beberapa lembaga adat dan Imeum Mukim menduduki urutan kedua setelah Majelis Adat Aceh

dan diperkuat dengan dibuatnya Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008.

Dalam masyarakat Aceh pada umumnya, mukim sudah mendarah daging,

(44)

sumbangan yang berharga terhadap keberlangsungan masyarakat Aceh dalam berbagai perkembangan dan kemajuan.

Masyarakat Aceh sebagian besar mencari dan mendapatkan keadilan melaluipemecahan masalah secara tradisional (adat).Namun dari banyak penelitian

yang telahdilakukan termasuk penelitian dari UNDP menunjukkan bahwa anggota masyarakatseringkali tidak menyadari bagaimana pertikaian itu diselesaikan menurut adat.

Berdasarkan catatan sejarah, Mukim telah ada di dalam tata pemerintahan Kerajaan Aceh pada zaman kekuasaan Iskandar Muda tahun 1607-1636.Lombard

(2006: 115-116) menguraikan bahwa terdapat pembagian wilayah di negeri Aceh yang dinamakan “Groot Atjeh” yang terdiri dari empat kaum, tiga sagi yang kemudian dibagi lagi atas mukim dan sebagainya.Pada prinsipnya, Sultan Iskandar

Muda menggabungkan kampung-kampung yang diatur sebagai sebuah federasi hingga istilah penggabungan kampung tersebut dikenal sebagai mukim dan

sagi.Namun, sistem pemerintahan yang ada belum diatur secara rigid dan tertib

karena Sultan Iskandar Muda lebih mengandalkan para pengawas dan gubernurnya yang setia untuk mengawal dan mengelola pemanfaatan sumber daya alam oleh

rakyat Aceh.

Sifat-sifatdasar adat yaitu: mengalir, lisan dan tidak terstruktur

(45)

prosespenyelesaian perselisihan secara adat. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya bergeseran,kevakuman dan hilangnya kepemimpinan adat yang disebabkan oleh

konflik panjangyang terjadi di Aceh.

Dalam setiap permasalahan yang ada di Aceh diselesaikan terlebih dahulu

secara adat sebelum penyelesaian secara hukum, karena menurut kepercayaan masyarakat Aceh yang tidak tertulis bahwa adat merupakan landasan dasar dalam setiap hal dan dipercaya mampu menyelesaikan setiap permasalahan. Penyelesaian

masalah dengan adat tidak menghentikan proses hukum apabila hal itu terkait tindak pidana namun dapat mengurangi beban hukum yang diterima oleh pelaku tindak

pidana.

Tidak jarang terjadi konflik masyarakat dikemukiman ladang lemisik Kecamatan Lawe Alas Aceh Tenggara dan merupakan tanggung jawab Imeum

Mukim untuk menyelesaiaknnya.Oleh sebab itu seluruh desa membutuhkan seseorang yang adil dalam penyelesaian hukum.Di Aceh sendiri penyelesaian

masalah antar desa diserahkan kepada Imeum Mukim.Imeum Mukim bertanggungjawab untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.Karena Imeum Mukim adalah masyarakat adat yang bertugas untuk mengawasi, menjaga dan menjalankan

segala hal yang berhubungan dengan adat yang melalui tahapan pemilihan.

Dalam hal penyelesaian masalah antar kute ini dihadiri oleh kedua belah pihak

(46)

kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala kute dari kedua belah pihak, BPK dan Mukim.

Musyawarah dan mufakat dijadikan wadah dalam menyelesaiakan masalah didaerah Aceh karena dipercaya dapat memperbaiki hubungan yang renggang akibat

permasalahan yang timbul serta dapat mengurangi perpecahan karena musyawarah ini merujuk pada kesepakatan kedua belah pihak dan dijembatani oleh mukim, kepala kutedari kedua belah pihak serta BPK tiap-tiap kutetersebut.

Mukim tidak hanya berfungsi sebagai pemecah masalah dalam musyawarah,tetapijuga sebagai Lembaga adat yang bertugas langsung di bawah

kecamatan untuk melindungi Kute. Keberadaan mukim sangatlah diperlukan didalam masyarakat dikarenakan Imeum Mukim telah dipercaya sejak kerajaan Sultan Iskandar Muda yang memangku adat dan mengelola beberapa kute serta berperan

sebagai yang mengimplementasikan setiap kebijakan dan peraturan adat agar tetap berjalan dan terjaga demi keberlangsungan adat Aceh itu sendiri.

Dengan dijadikannya Imeum Mukim sebagai seseorang yang dipercaya untuk menangani permasalahan antar kutemembuat penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut, karena hanya di Aceh yang terdapat Imeum Mukim yang membawahi

beberapa kuteuntuk ditangani sebagai penyelenggara pemerintah yang juga berada di bawah kecamatan. Juga konflik yang terjadi pada antar kute menjadi tanggung jawab

(47)

Masyarakat di Kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh

Tenggara”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “bagaimana peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik masyarakat pada kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara “.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kedudukan Mukim dalam administrasi pemerintahan.

2. Untuk mengetahuibagaimana peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik

masyarakat.

3. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penyelesaian konflik masyarakat yang

ditangani oleh Mukim.

4. Untuk mengetahui respon masyarakat dengan adanya Imeum Mukim.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dan manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

(48)

bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang di peroleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi

Negara secara khusus dalam dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.

3. Secara praktis, bagi Mukim Ladang Lemisik, penelitian ini diharapkan

mampu member sumbangsih pemikiran informasi dan saran.

E. Kerangka Teori

Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun,1989:37).

Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variable pokok, sub variabel

atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto,2000:92).

Teori dapat digunakan sebagai landasan atau dasar berpikir dalam memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah dimana teori dapan membantu

peneliti sebagai bahan referensi atau pendukung, oleh karena itu kerangka teori diharapkan dapat memberikan dukungan pemahaman untuk peneliti dalam

(49)

1. Pengertian Peran

Peran merupakan kemampuan seseorang dalam memposisikan diri sesuai

ruang dan waktu serta dapat memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Oleh sebab itu seorang Kepala Desa harus tahu dan mampu

memainkan perannya sebagai seorang pemimpin didesanya. Seperti kutipan dari defenisi Peran merupakan perilaku yang di tuntut untuk memenuhi harapan dari apa yang di perankannya. Konsep tentang peran (role) menurut Komaruddin

(1994:768) dalam buku “Ensiklopedia manajemen”mengungkapkan sebagai berikut:

a. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen. b. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status. c. Bagian dari suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.

d. Fungsi yang diharapkan atau menjadi karakteristik yang ada padanya. e. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauhmana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2

(dua) variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.

Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat beberapa cara.Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula

(50)

kuno (Romawi).Dalam arti ini, peran menunjukkan pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama.

Kedua, suatu penjelasan yang menunjukkan pada konotasi ilmu sosial,

yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika

menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial.

Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional menyebutkan

bahwa peran seseorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor

lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu “penampilan/unjuk peran (role performance)”.Pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam

mengkaji teori peran yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis.Paham strukturisasi lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural, serta mengacu ke perangkat hak dan kewajiban yang secara normatif telah

direncanakan oleh sistem budaya.

Menurut Beck,William dan Rawlin (1986: 293), pengertian peran adalah

cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Sementara itu menurut Alvin L.Bertrand seperti dikutip oleh Soleman B. Taneko menyebutkan bahwayang dimaksud dengan

peran adalah “pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku status atau kedudukan tertentu” (Soleman B. Taneko,1986:23).

(51)

masyarakat.Sedangkan Astrid S. Susanto (1979:94) menyatakan bahwa peranan adalah dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau

disebut subyektif. Dalam kamus bahasa Inggris, peranan (role) dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peranan

dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi-fungsi oleh struktur-struktur tertentu, peranan ini tergantung juga pada posisi dan kedudukan struktur itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tersebut.Peranan juga dipengaruhi

oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari aktor tersebut” (Banyu dan Yani, 2005:31).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya dimasyarakat.Sementara posisi tersebut merupakan identifikasi dari

status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan dan aktualisasi diri.Peranan juga diartikan serangkaian perilaku yang

diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam kelompok sosial.

2. Imeum Mukim

a. Pengertian Imeum Mukim

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 13, yang dimaksud dengan Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum

(52)

beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kecamatan/Sagoe Cut

atau nama lain yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain.

Melanjutkan Undang di atas maka dikeluarkan

Undang-Undang yang secara khusus membahas tentang Pemerintahan Aceh pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, Berdasarkan Undang-Undang diatas, maka dikeluarkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 yang

mencantumkan kembali Mukim didalam struktur pemerintahan kemudian diteruskan dengan Qanun Aceh Tenggara Nomor 02 Tahun 2014. Pada

Qanun Aceh Tenggara No. 2 Tahun 2014 Pasal 1 menjelaskan bahwa pengertian Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dibawah Kecamatan yang terdiri atas beberapa kute yang mempunyai batas wilayah tertentu yang

dipimpin oleh Imeum Mukim dan berkedudukan langsung di Kecamatan. Imeum Mukim adalah kepala pemerintahan Mukim berkedudukan sebagai

institusi Pemerintahan adat dibawah Kecamatan yang membawahi gabungan atau federasi dari beberapa kute dalam struktur kemukiman setempat untuk menyelenggarakan pemerintahan mukim dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi dalam wilayah kemukiman, melestarikan adat serta adat istiadat setempat yang sesuai dengan syariat

(53)

Berdasarkan Qanun diatas, Pemerintahan Mukim dilaksanakan oleh tiga unsur. Pertama, unsur adat yang diwakili oleh Imeum Mukim. Kedua,

unsur agama yang diwakili oleh Imeum Masjid, ketiga, unsur dewan yang diwakili oleh Tuha Lapan. Meskipun ketiga unsur itu dipilah

kewenangannya, namun dalam pengambilan keputusan diperlukan adanya persetujuan bersama.

Pelaksanaan putusan dipresentasikan Imeum Mukim sehingga

putusan yang diambil merupakan keputusan yang kuat karena merupakan keputusan semua unsur pimpinan yang mewakili masyarakat. Sebab itu pula

dapat diperkirakan didukung oleh semua unsur yang ada dalam masyarakat. Imeum Mukim adalah orang yang dipercaya untuk memimpin suatu Mukim

yang membawahibeberapakutemelaluitahappemilihan yang

menghadirkankepalakute sertatokohadat dan orang yang dituakan.

b. Kedudukan Mukim

Di dalam lembaga adat sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 98 tentang Pemerintah Aceh mempunyai susunan sebagai berikut :

1) Majelis Adat Aceh

Majelis Adat Aceh (MAA) mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu

(54)

Imeum Mukim bertindak sebagai Kepala Pemerintahan Mukim, yang membawahi federasi dari beberapa gampong.

3) Imeum Chik atau nama lain

Imeum Chik atau nama lain adalah imeum masjid pada tingkat

mukim orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di mukim yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan syari’at Islam.

4) Keuchik atau nama lain

Keuchik atau nama lainmerupakan kepala persekutuan masyarakat

adat gampong yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan gampong, melestarikan adat istiadat dan hukum adat, serta menjaga keamanan, kerukunan, ketentraman dan ketertiban masyarakat.

5) Tuha Peut Gampong atau nama lain

Tuha Peut Mukim atau nama lain adalah alat kelengkapan mukim

yang berfungsi memberi pertimbangan kepada imeum muk. 6) Tuha Lapan atau nama lain

Tuha Lapan memiliki fungsi dan tugas menginventarisir semua potensi

gampong berupa berupa sumber daya alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan

masyarakat gampong

(55)

Imeum Meunasah atau nama lain adalah orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di gampong yang berkenaan dengan

bidang agama Islam, pelaksanaan dan penegakan syari’at Islam 8) Keujreun Blang atau nama lain

Keujreun Blang merupakan ketua adat yang membantu pimpinan gampong dalam urusan pengaturan irigasi untuk pertanian dan sengketa sawah.

9) Panglima Laot atau nama lain

Panglima laot atau nama lain adalah orang yang memimpin dan

mengatur adat istiadat di bidang pesisir dan kelautan. 10) Pawang Glee atau nama lain

Pawang Glee dan/atau Pawang Uteun atau nama lain adalah orang

yang memimpin dan mengatur adat-istiadat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan.

11) Peutua Seuneubok atau nama lain

Peutua Seuneubok atau nama lain adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang pembukaan dan penggunaan lahan

untuk perladangan/perkebunan. 12) Haria Peukan atau nama lain

(56)

13) Syahbandar atau nama lain

Syahbandar adalah pejabat adat yang mengatur urusan kepelabuhanan,

tambatan kapal/ perahu, lalu lintas angkutan laut, sungai dan danau. Kedudukan Imeum Mukim berdasarkan undang-undang di atas

berada di bawah Majelis Adat Aceh sedangkan pada perangkat pemerintahan daerah Kabupaten/Kota Mukim berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat (12) mengatakan bahwa Mukim berkedudukan di

bawah Kecamatan.

Bagan kedudukan Pemerintahan Mukim berdasarkan Undang Nomor

[image:56.612.140.512.415.629.2]

18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat (12) adalah :

Gambar 1.1 Bagan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota Di Aceh Bupati

Camat

Imeum Mukim

Kepala Kute

Sekretaris Daerah Dinas Daerah

DPRD

(57)
[image:57.612.126.503.213.406.2]

Bagan kedudukan Pemerintahan Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :

Gambar 1.2 Struktur Pemerintahan Kabupaten / Kota

c. Fungsi Imeum Mukim

Fungsi Imeum Mukim berdasarkan kedudukannya sebagai salah satu lembaga adat daerah di Aceh dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

Pasal 98 Ayat (1) dan (2) tentang Pemerintahan Aceh adat berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota di bidang keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat. Serta memiliki tugas yaitu

Bupati Wakil Bupati

Sekretaris Daerah Dinas Daerah

Kecamatan

Kelurahan Kecamatan Kecamatan

Kelurahan Kelurahan / Desa

DPRD

(58)

lembaga adat, dan pada Ayat 4 menyebutkan mengenai tugas, kewajiban serta fungsi imeum mukim diatur pada qanun kabupaten/kota.

Adapun penjelasan mengenai fungsi Imeum Mukim lebih lanjut berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 pasal 3 dan 4

Qanun tersebut Mukim mempunyai fungsi meliputi:

1) Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan adat, asa desentralisasi maupun asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintah

lainnya yang berada dilingkungannya. 2) Menyelengarakan pemilu kute

3) Pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi secara berkeadilan dan inklusif mukim.

4) Pembinaan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam, kehidupan

beragama, kerukunan hidup beragama dan antar umat beragama.

5) Pembinaan dan fasilitasi kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradatan,

sosial budaya, perlindungan hak-hak dasar, ketentraman dan ketertiban masyaraka kemukiman.

6) Penyelesaian persengketaan adat mukim

7) Pengawasan pembangunan, fungsi ekologi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

(59)

d. Hak dan Wewenang Imeum Mukim

Menurut Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 02 Tahun 2014 Pasal 5:

1) Kewenangan Mukim meliputi:

a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Mukim dan

ketentuan adat serta adat istiadat;

b. Kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. Kewenangan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan belum

menjadi/belum dilakasanakan oleh pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan;

d. Kewenangan pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kecamatan;dan e. Kewenangan melakukan pengawasan pembangunan, fungsi ekologi dan

pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

2) Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d disertai dengan

pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.

3) Mukim berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.

(60)

5) Setiap transaksi peralihan hak yang terjadi dalam wilayah Kemukiman harus mengetahui Imam Mukim.

e. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan undangan ditegaskan bahwa hirarkhi peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden, dan 5. Peraturan daerah (atau qanun)

Keberadaan Pemerintahan Mukim sekarang telah diatur secara cukup jelas

dan tegas dalam Undang-Undang dan Qanun.Yaitu di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada Bab XV dengan judul Mukim dan

Gampong.Dan sebagai penjabaran atau peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut telah pula diundangkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim.

Bahkan di dalam Pasal 3 Qanun tersebut dinyatakan bahwa Mukim mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,

(61)

keberadaannya telah mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui dalam tataran

sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga telah diadopsi kedalam tataran juridis formal.

f. Mukim sebagai penyelesai Konflik

Yang dimaksud dengan Mukim sebagai penyelesai konflik adalah tugas ataupun kewajiban yang diemban oleh Imeum Mukimberdasarkan Qanun Kabupaten

Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 Mukim menururt fungsi sebagai penyelesai se

Gambar

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupatan Aceh Tenggara
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Gambar 1.1 Bagan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota Di Aceh
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pelaksana Pengelolaan Dana Bergulir

[r]

Mengolah sumber informasi dengan menggunakan sistem atau cara tertentu, sejak dari bahan pustaka tersebut datang ke perpustakaan sampai kepada bahan pustaka

a) Disarankan bahwa layanan diatas dock disediakan melalui service bollard eksklusif yang disediakan oleh produsen terpercaya. Bollards harus menggabungkan service

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis penelitian diperoleh t_hitung>t_tabel (14,211>1,988), maka dapat disimpulkan bahwa H_0 ditolak dan H_1 diterima yang

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang terdapat dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Tapi karena Anak dan Bapa adalah satu, satu dalam pikiran dan tujuan, maka Yahushua sendiri membuat pilihan yang sama dengan yang Bapa pilih: untuk menyelamatkan