• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi koro benguk (Mucuna pruprirens) sebagai tanaman revegetasi pasca penambangan batubara Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi koro benguk (Mucuna pruprirens) sebagai tanaman revegetasi pasca penambangan batubara Kalimantan Timur"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KORO BENGUK (Mucuna pruprirens) SEBAGAI TANAMAN REVEGETASI PASCA PENAMBANGAN BATUBARA

KALIMANTAN TIMUR

OLEH:

SAKTI PC PANDIANGAN A24103010

PROGRAM STUDI ILMU TANAH S-1 FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

EVALUASI KORO BENGUK (Mucuna pruprirens) SEBAGAI REVEGETASI TANAMAN PASCA PENAMBANGAN BATUBARA

KALIMANTAN TIMUR

OLEH

SAKTI PC PANDIANGAN A24103010

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH S-1 FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SUMMARY

SAKTI PC PANDIANGAN. The Evaluation of Mucuna pruprirens As The Revegetation Plant After The Coal Mining in East Borneo (Under supervision of ASTIANA SASTIONO and SYAIFUL ANWAR).

One of factors that caused the successful of land reclamation after coal mining is the choosing right vegetation that suitable to the local ecology and other soil conditions in repairing the quality of the land. Mucuna pruprirens is a cover crop plant that capable to live in the ex-coal mining land.

The planting of Mucuna pruprirens in disposal C1 (have been reclamated yet) and disposal P (have been 5 years reclamated) was done to evaluated the growth, nutrient absorbtion, and several chemical soil properties (pH, KTK, C-Organik). This research used descriptive analysis by comparing the data each parameter both the two disposals, there were 6 treatments which included control, green nature fertilizer addition of NPK 50kg/ha and TSP 25kg/ha, animal`s flush fertilizer addition of NPK 50kg/ha and TSP 25kg/ha, dolomite 100kg/ha addition of NPK 50kg/ha and TSP 25kg/ha, dolomite 150kg/ha addition of NPK 50kg/ha and TSP 50kg/ha and, dolomite 200kg/ha addition of NPK 50kg/ha and TSP 50kg/ha with three replications. The research was done in ex-coal mining Site Binungan Operation PT Berau Coal East Borneo. Soil analysis were done in Soil Chemical Laboratorium of Mulawarman University and Bogor Agricultural University.

(4)

RINGKASAN

SAKTI PC PANDIANGAN. Evaluasi Koro Benguk (Mucuna pruprirens) Sebagai Tanaman Revegetasi Pasca Penambangan Batubara Kalimantan Timur (Dibawah bimbingan ASTIANA SASTIONO dan SYAIFUL ANWAR).

Salah satu faktor yang menyebabkan keberhasilan reklamasi lahan pasca penambangan batubara adalah pemilihan jenis vegetasi yang tepat sehingga efektif dan efisien sesuai dengan kondisi ekologi setempat dalam memperbaiki kualitas tanah pasca penambangan. Tanaman Koro Benguk (Mucuna pruprirens) merupakan tanaman cover crop yang dapat tumbuh dilahan bekas penambangan batubara. Tanaman ini dapat menaikan pH tanah, meningkatkan ketersediaan N dalam tanah dan sebagai tanaman konservasi yang dapat mengurangi erosi tanah.

Penanaman koro benguk yang dilakukan pada disposal C1 (baru direklamasi) dan Disposal P ( baru lima 5 tahun direklamasi) bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan, tanaman Koro Benguk (Mucuna pruprirens), serapan hara dan membandingkan sifat-sifat kimia (pH, KTK, C-Organik) pada kedua disposal tersebut. Penelitian menggunakan analisis secara deskriptif dengan membandingkan data setiap parameter antar perlakuan pada kedua disposal tersebut dengan 6 perlakuan yaitu Kontrol, Kompos NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha, Pupuk Kandang NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha, Kapur 100kg/ha pupuk NPK 50kg, TSP 25kg, kapur 150kg/ha NPK 50kg/ha TSP 50kg/ha dan kapur 200kg/ha NPK 50kg/ha TSP 50kg/ha, sebanyak 3 kali ulangan. Penelitian ini dilakukan di areal pasca penambangan Site Binungan operation PT Berau Coal Kalimantan Timur. Untuk analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Universitas Mulawarman dan Laboratorium Kesuburan Tanah Insitut Pertanian Bogor.

(5)
(6)

Judul Penelitian : Evaluasi Koro Benguk (Mucuna pruprirens) Sebagai Tanaman Revegetasi Pasca Penambangan Batubara

Kalimantan Timur Nama Mahasiswa : Sakti PC Pandiangan Nomor Pokok : A24103010

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Astiana Sastiono, MSc. Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc.

NIP. 130 779 513 NIP. 131 667 777

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie M. Agr. NIP. 131 124 019

(7)

SUMMARY

SAKTI PC PANDIANGAN. The Evaluation of Mucuna pruprirens As The Revegetation Plant After The Coal Mining in East Borneo (Under supervision of ASTIANA SASTIONO and SYAIFUL ANWAR).

One of factors that caused the successful of land reclamation after coal mining is the choosing right vegetation that suitable to the local ecology and other soil conditions in repairing the quality of the land. Mucuna pruprirens is a cover crop plant that capable to live in the ex-coal mining land.

The planting of Mucuna pruprirens in disposal C1 (have been reclamated yet) and disposal P (have been 5 years reclamated) was done to evaluated the growth, nutrient absorbtion, and several chemical soil properties (pH, KTK, C-Organik). This research used descriptive analysis by comparing the data each parameter both the two disposals, there were 6 treatments which included control, green nature fertilizer addition of NPK 50kg/ha and TSP 25kg/ha, animal`s flush fertilizer addition of NPK 50kg/ha and TSP 25kg/ha, dolomite 100kg/ha addition of NPK 50kg/ha and TSP 25kg/ha, dolomite 150kg/ha addition of NPK 50kg/ha and TSP 50kg/ha and, dolomite 200kg/ha addition of NPK 50kg/ha and TSP 50kg/ha with three replications. The research was done in ex-coal mining Site Binungan Operation PT Berau Coal East Borneo. Soil analysis were done in Soil Chemical Laboratorium of Mulawarman University and Bogor Agricultural University.

(8)

RINGKASAN

SAKTI PC PANDIANGAN. Evaluasi Koro Benguk (Mucuna pruprirens) Sebagai Tanaman Revegetasi Pasca Penambangan Batubara Kalimantan Timur (Dibawah bimbingan ASTIANA SASTIONO dan SYAIFUL ANWAR).

Salah satu faktor yang menyebabkan keberhasilan reklamasi lahan pasca penambangan batubara adalah pemilihan jenis vegetasi yang tepat sehingga efektif dan efisien sesuai dengan kondisi ekologi setempat dalam memperbaiki kualitas tanah pasca penambangan. Tanaman Koro Benguk (Mucuna pruprirens) merupakan tanaman cover crop yang dapat tumbuh dilahan bekas penambangan batubara. Tanaman ini dapat menaikan pH tanah, meningkatkan ketersediaan N dalam tanah dan sebagai tanaman konservasi yang dapat mengurangi erosi tanah.

Penanaman koro benguk yang dilakukan pada disposal C1 (baru direklamasi) dan Disposal P ( baru lima 5 tahun direklamasi) bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan, tanaman Koro Benguk (Mucuna pruprirens), serapan hara dan membandingkan sifat-sifat kimia (pH, KTK, C-Organik) pada kedua disposal tersebut. Penelitian menggunakan analisis secara deskriptif dengan membandingkan data setiap parameter antar perlakuan pada kedua disposal tersebut dengan 6 perlakuan yaitu Kontrol, Kompos NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha, Pupuk Kandang NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha, Kapur 100kg/ha pupuk NPK 50kg, TSP 25kg, kapur 150kg/ha NPK 50kg/ha TSP 50kg/ha dan kapur 200kg/ha NPK 50kg/ha TSP 50kg/ha, sebanyak 3 kali ulangan. Penelitian ini dilakukan di areal pasca penambangan Site Binungan operation PT Berau Coal Kalimantan Timur. Untuk analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Universitas Mulawarman dan Laboratorium Kesuburan Tanah Insitut Pertanian Bogor.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatra Utara pada tanggal 01 Oktober 1984 dari Ibu yang bernama R br. Simanjuntak dan Ayah bernama Drs. J. Pandiangan. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 di Sekolah Dasar RK II Lubuk Pakam dan lulus tahun 1997, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri II Lubuk Pakam. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum I Lubuk Pakam dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari penyelesaian skripsi yang berjudul “Evaluasi Koro Benguk (Mucuna pruprirens) Sebagai Tanaman Revegetasi Pasca Penambangan Batubara Kalimantan Timur” ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan masukan, dukungan dan semangat, baik selama penelitian maupun dalam penulis skripsi. Pada kesempatan ini saya mau mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Bob Kamandanu, selaku Presiden Direktur PT Berau Coal atas kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.

2. Ibu Dr. Ir. Astiana Sastiono, MSc. dan Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. sebagai Dosen Pembimbing.

3. Bapak Totok Mulyono, General Maneger Operation PT.Berau Coal

4. Bapak Arief Wiedhartono, Kepala Teknik Tambang dan Technical Service dan Planning Manager PT.Berau Coal

5. Bapak Ahadi Zahril, selaku Environmental Supt. PT Berau Coal

6. Bapak Yosi Arimawan, selaku Koordinator Binungan Mine Operation Superintendent, PT Berau Coal

7. Bapak Yonie, Bapak Hardi, Bapak Agung, Bapak Wandi, Bapak Boydo, Bapak Nanang, Bapak Topan dan seluruh staf TSP Binungan.

8. Bapak Saridi dan Bapak Iwan Widiatmoko, selaku pembimbing lapangan 9. Bapak Budi Hermawan, Ibu Heni, Bapak Edy Sudayat, Bapak Adji Budi

Alfianoer, dan Bapak Maman

10.Bapak Teguh, Bapak Muhari, Bapak Supeno, Bapak Harapan Pakpahan, Bapak Supian dan seluruh Surveyor di Mine Survey Binungan.

(11)

12.Bapak Haryadi, Bapak Ian, Bapak Amir, Bapak Syahril dan seluruh staf GA di Mine GA Binungan.

13.Mas Mudji, Misdi, Hendra, Handoko, dan seluruh tim kantin Patra Binungan.

14.Bapak Hendri, Bapak Afik, dan seluruh staf CPP Binungan. 15.Bapak Bima Koperasi Binungan

16.Bapak S.Widodo, Doddy Satria, dan semua staf di HRD

17.Ayahanda (Drs. J. Pandiangan) dan Ibunda (R. br Simanjuntak)

18.Polo, Partai, Nanang, Yulius, Wito, Zamhari, Jamir, Bapak Abas, Bapak Taher, dan semua anggota dimess baik harian maupun borongan

19.Seluruh staf EHS yang tak dapat disebutkan satu persatu

20.Seluruh Keluargaku atas semangat,dan dorongan yang telah diberikan kepadaku

21.Seluruh staf Laboratorium Tanah yang telah memberikan arahan selama pelaksanaan penelitian ini.

22.Rekan-rekan Tanah 40, Agus, Rizal, Dipo, Anto, Ardi, Candra, Iqwal, Masbow, Eko, Tocil, Jatmiko dan teman-teman lainya atas segala sikap dan dukungannya.

23.Rekan-rekan Azhimut semua.

Saya ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu saya baik dalam kegiatan saya, maupun dalam penyusunan skripsi ini. Saya juga mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya jika selama kegiatan saya melakukan kesalahan dan juga dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi saya ini dapat membantu kegiatan di PT Berau Coal dan bermanfaat bagi semua orang yang membutuhkan, Amin.

Bogor, Februari 2008

(12)

DAFTAR ISI

Hubungan Kegiatan Pertambangan dengan Kerusakan Tanah... 3

Metode Penambangan Batubara di Indonesia ... 5

Reklamasi Tanah Bekas Tambang ... 6

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan PT Berau Coal ... 7

Budidaya Koro Benguk (Mucuna pruprirens) ... 7

Pengolahan Tanah ... 7

Analisis Laboratorium... 11

Perlakuan... 11

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN... 15

Lokasi ... 15

(13)

Iklim dan Curah Hujan... 16

C. Sifat-Sifat Kimia Tanah (pH, KTK, C-Organik)... 24

C 1. Reaksi Tanah (pH) ... 24

C 2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)... 26

C 3. C-Organik ... 28

Area Disposal P... 29

A. Pertumbuhan Tinggi Tanaman... 29

B. Kadar Hara Tanaman ... 30

B 1. Kadar Hara N, P, K (%) ... 30

B 2. Kadar Hara Ca dan Mg (%) ... 32

B 3. Kadar Hara Fe dan Mn (ppm) ... 33

C. Sifat-Sifat Kimia Tanah (pH, KTK, C-Organik) ... 34

C 1. Reaksi Tanah (pH) ... 34

C 2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)... 36

C 3. C-Organik ... 38

Perbandingan Hasil Disposal C1 dengan Disposal P ... 39

A. Pertumbuhan Tinggi Tanaman... 39

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Perbandingan Tinggi Tanaman pada Disposal C1

dan P Umur 8 MST (Minggu Setelah Tanaman)... 40 2. Perbandingan Serapan Hara N P K (%) pada

Disposal C1 dan P... 41 3. Perbandingan Serapan Hara Ca dan Mg pada

Disposal C1 dan P... 41 4. Perbandingan Serapan Hara Fe dan Mn pada

Disposal C1 dan P... 42 5. Perbandingan Reaksi tanah (pH) pada

Disposal C1 dan P... 43 6. Perbandingan KTK tanah (me/100g) pada

Disposal C1 dan P... 44

7. Perbandingan C-Organik (%) pada Disposal C1 dan P.... 44

Lampiran

1. Data Hasil Pertumbuhan Tinggi 4, 6, dan 8 MST Setelah

Perlakuan Pada Disposal C1... 50 2. Data Hasil Analisis Kadar Hara N P K (%) Setelah

Perlakuan Pada Disposal C1... 54 3. Data Hasil Analisis Kadar Hara Ca dan Mg (%) Setelah

Perlakuan Pada Disposal C1... 54 4. Data Hasil Analisis Kadar Hara Fe dan Mn (ppm) Setelah

Perlakuan Pada Disposal C1... 54 5. Data Hasil Analisis pH tanah Sebelum dan Setelah

Perlakuan Pada Disposal C1... 52 6. Data Hasil Analisis KTK (me/100g) tanah Sebelum dan

(15)

Setelah Perlakuan Pada Disposal C1... 52 8. Data Hasil Pertumbuhan Tinggi 4, 6, 8 MST Setelah

Perlakuan Pada Disposal P... 51 9. Data Hasil Analisis Kadar Hara N P K (%) Setelah

Perlakuan Pada Disposal P... 54 10.Data Hasil Analisis Kadar Hara Ca dan Mg (%) Setelah

Perlakuan Pada Disposal P... 54 11.Data Hasil Analisis Kadar Hara Fe dan Mn (ppm) Setelah

Perlakuan Pada Disposal P... 54 12.Data Hasil Analisis pH tanah Sebelum dan Setelah

Perlakuan Pada Disposal P... 53 13.Data Hasil Analisis KTK (me/100g) tanah Sebelum dan

Setelah Perlakuan Pada Disposal P... 53 14.Data Hasil Analisis C-Organik (%) tanah Sebelum dan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Denah Perlakuan Pada Disposal P... 13

2. Denah Perlakuan Pada Disposal C1... 13

3. Peta Konsesi Kerja PT. Berau Coal... 16

4. Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Binungan... 17

5. Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada umur 4, 6, dan 8 MST pada Disposal C1 ……… 19

6. Perbandingan Nilai Kadar Hara N P K (%) Setelah Perlakuan Pada Disposal C1 ………. 22

7. Perbandingan Nilai Kadar Hara Ca dan Mg (%) Setelah Perlakuan pada Disposal C1……….. 20

8. Perbandingan Nilai Kadar Hara Fe dan Mn (ppm) Setelah Perlakuan Pada Disposal C1(A) ……… 23

9. Perubahan Nilai pH tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Disposal C1……… 25

10.Perubahan Nilai KTK (me/100g) tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Disposal C1…………... 27

11.Perubahan Nilai C-Organik (%) tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Disposal C1…………... 28

12.Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Umur 4, 6, dan 8 MST pada Disposal P... 30

13.Perbandingan Nilai Kadar Hara N P K (%) Setelah Perlakuan Pada Disposal P... 31

14.Perbandingan Nilai Kadar Hara Ca dan Mg (%) Setelah Perlakuan Pada Disposal P... 32

15.Perbandingan Nilai Kadar Hara Fe dan Mn (ppm) Setelah Perlakuan Pada Disposal P... 33

(17)

17.Perubahan Nilai KTK (me/100g) tanah Sebelum dan

Sesudah Perlakuan Pada Disposal P... 37

18.Perubahan Nilai C-Organik (%) tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Disposal P... 38

Lampiran 1. Tanaman koro benguk umur 2 minggu Disposal P... 52

2. Tanaman koro benguk umur 2 minggu Disposal C1... 52

3. Tanaman koro benguk umur 1 bulan Disposal P... 52

4. Tanaman koro benguk umur 1bulan Disposal C1... 53

5. Tanaman Koro Benguk Umur 2 Bulan Disposal P... 53

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya lahan adalah pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar.

Dampak lingkungan kegiatan pertambangan antara lain berupa penurunan produktivitas tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, pencemaran air, penurunan muka air tanah, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk dan perubahan iklim mikro. Kerusakan tanah akibat pertambangan harus dilakaukan proses reklamasi.

Pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan (RKTL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahan pertambangan harus bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.

(19)

meliputi: pola tanam, sistem penanaman, jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi setempat, dan cover crop.

Salah satu tanaman untuk kegiatan revegetasi adalah Koro Benguk (Mucuna pruprirens) merupakan tanaman cover crop yang dapat ditanam dilahan bekas penambangan batubara disamping itu dapat memperbaiki kualitas tanah mulai secara fisik, kimia dan biologi. Diantaranya dapat menaikan pH, meningkatkan ketersediaan N dalam tanah. Buahnya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap, tempe touco dan kue-kue.

Tujuan Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Kegiatan Pertambangan dengan Kerusakan Tanah

Sumber daya alam tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh kehilangan unsur hara dan bahan organik di daerah perakaran, proses salinisasi, penjenuhan tanah oleh atau air (waterlogging) dan erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan atau menghasilkan barang dan jasa (Riquer, 1977 dalam Arsyad, 2000 dan Foth, 1998).

Menurut Barrow (1991) dalam Situmorang (1999) degradasi lahan didefenisikan sebagai fenomena hilangnya dan berkurangnya manfaat atau potensi dari suatu lahan. Hilangnya atau berubahnya suatu komposisi flora dan fauna yang tidak digantikan terjadi pada lahan yang terdegradasi.

Anonymous (1993) dalam Situmorang (1999) menyatakan bahwa ada 2 kategori proses degradasi tanah, yakni (1) berkaitan dengan pemindahan bahan atau materi tanah (erosi oleh air atau angin) dan (2) menurutnya kondisi tanah tersebut (proses degradasi beberapa sifat fisik dan kimia)

(21)

Kerusakan lahan selama ini sering diangkat kepermukaan masyarakat lebih banyak disebabkan oleh penebangan liar dan kebakaran hutan, dan jarang sekali diangkat karena pertambangan. Pembukaan lahan ini semata-mata untuk kepentingan eksplorasi bahan tambang ini sebenarnya lebih parah keadaanya dan akan lebih banyak memerlukan teknik dan biaya dalam rehabilitasinya (Rustam, 2003).

Penambangan batubara khususnya atau penambahan bahan galian dari perut bumi seharusnya tidak merusak lingkungan daerah yang ditambang. Pemanfaatan sumber daya alam harus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup (Tala’olu et al,1995)

Salah satu limbah tambang menurut Kusnoto dan Kusumodirjo (1995) dalam Sabtaningrum (2001) adalah lapisan penutup yang digali dan dipindahkan pada kegiatan pertambangan. Dampak lingkungan akibat kegiatan penambangan antara lain berupa: (1) penurunan produktivitas tanah, (2) pemadatan tanah, (3) terjadinya erosi dan sedimentasi, (4) terjadinya gerakan tanah dan longsoran, (5) terganggunya flora dan fauna, (6) terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk, dan (7) perubahan iklim mikro

(22)

Metode Penambangan Batubara di Indonesia

Menurut Kartosudjono (1994) dalam Hermansyah (1999) proses penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan penambangan yang berfungsi untuk menyediakan bahan baku. Agar penyediaan bahan baku tersebut dapat terjamin maka kegiatan penambangan harus ditangani secara baik dan sistematik.

Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka dengan metode konvensional yang merupakan kombinasi penggunaan excavator/shovel dan truk. Urutan kegiatannya meliputi: (1) pembukaan lahan, (2) pengupasan dan penimbunan tanah tertutup, (3) pengambilan dan pengangkatan batubara serta pengecilan ukuran tanpa proses pencucian batubara. Sistem penambangan ini belum memungkinkan untuk dilaksanakan pengisian lubang bekas tambang (back filling) sehingga tanah pucuk yang terkumpul segera disebarkan pada lahan yang sudah siap direklamasi (brech final). Apabila brech final belum tersedia, maka tanah pucuk tersebut harus dikumpulkan keluar batas daerah penimbunan atau diamankan ke tempat kumpulan tanah pucuk (stock top soil). Kemudian lapisan tanah penutup ditimbun diluar areal tambang dengan sistem terasering dan recountoring. Pada kaki daerah penimbunan (waste dump/disposal) dibuat kolam pengendapan (settling pond) untuk menangkap air larian permukaan dan mengendapkan lumpur yang terangkut (Anonymous, 2002).

(23)

lapisan bawah tanah, penambangan batubara, pengangkutan batubara, proses pengghancuran batubara, dan reklamasi.

Reklamasi Tanah Bekas Tambang

Menurut Purnomo et al (1997) dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah bekas tambang batubara, dilakukan pemupukan NPK yang dapat meningkatkan tinggi dan diameter pertumbuhan tanaman Acacia auriculiformis. Tanaman reklamasi seperti Venveria zizanioides, Peuraria javanica, Centrosema pubescens, dan Calopogonium mucunoides dapat tumbuh dan berkembang baik pada tanah timbunan sisa galian penambangan batubara (Tala’olu et al, 1999).

Menurut Sinukaban (1983) pemberian pupuk buatan atau organik, pergiliran tanaman dengan tanaman Leguiminosa dan menghindari pembakaran atau sisa-sisa tanaman adalah cara-cara untuk menghindari dan memulihkan kerusakan tanah. Untuk memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah timbunan diperlukan pengelolaan dan upaya tertentu sehingga areal tanah timbunan tidak terkesan gersang dan terhindar dari bahaya ancaman erosi (Tala’olu et al, 1995).

(24)

tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari, artinya mempunyai prospek ekonomi baik.

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan PT Berau Coal

Penyajian laporan penelitian ini adalah tentang kegiatan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan PT Berau Coal yang berlokasi di Desa Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Laporan penelitian ini berisikan kegiatan selama waktu 3 bulan, yaitu dari bulan Juni sampai akhir bulan September 2000.

Pengelolaan lingkungan didaerah penambangan PT Berau Coal selama kuartal ini terhadap pembersihan lahan, pengupasan dan penimbunan tanah penutup, sistem penambangan dan penanganan air buangan, pengolahan, sarana penunjang, dan reklamasi. Pengelolaan lingkungan didaerah pabrik peremukan batubara meliputi penanganan air buangan dan padatan sedangkan pemantauan lingkungan dilakukan terhadap kualitas air buangan dan air sungai, erosi tanah, lereng, tanggul dan daerah timbunan, penghijauan , dan flora dan fauna. Tempat-tempat pemantauan linkungan meliputi daerah penambangan, disekitar daerah penambangan, jalur pengangkutan darat, lokasi peremukan dan penimbunan batubara, dan wilayah penyedian sarana penunjang.

Budidaya Koro Benguk (Mucuna pruprirens)

Teknologi budidaya koro benguk lebih sederhana daripada budidaya kacang-kacangan (Leguminosa) lainnya. Tanaman Koro Benguk mampu tumbuh baik dilahan kurang subur bahkan pada lahan yang sangat kritis. Oleh karena itu budidaya Koro Benguk potensial untuk digunakan sebagai tanaman revegetasi lahan bekas tambang.

Pengolahan Tanah

(25)

Disamping itu untuk membuang sisa-sisa tanaman maupun rumput liar yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Dengan pengolahan tanah maka akar tanaman akan lebih leluasa menembus pori-pori tanah sehingga dapat mencari unsur hara yang diperlukan. Sedangkan pada lahan miring seyogyanya tanah tidak diolah karena jika hujan akan mempercepat erosi.

Benih

Biji atau buah polongnya yang digunakan sebagai benih berasal dari biji yang sudah tua (masak dipohon) dengan tanda-tanda sebagai berikut:

1. Biji yang sudah tua kulitnya licin dan agak mengkilap serta tidak keriput 2. Pilih biji yang bentuknya normal, utuh jangan terlalu kecil dan jangan

terlalu besar.

Penanaman

Koro Benguk dapat ditanam secara monokultur maupun tumpang sari baik dilahan pekarangan maupun lahan tegalan. Agar pertumbuhan tananaman optimal maka pemilihan varietas koro benguk perlu diperhatikan. Sebagai contoh bila akan ditanam secara tumpang sari maka varietas putih lebih cocok karena merupakan tanaman perdu, tumbuh tegak dan tidak menjalar sehingga tidak mengganggu tanaman pokoknya. Sebaliknya varietas blirik, putih, kusam dan hitam mempunyai sifat menjalar dan memanjat dan sangat cocok sebagai tanaman konservasi karena cepat menutup tanah dengan sempurna.

Waktu Tanam

Waktu tanam sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan sehingga pada saat curah hujan tinggi daunnya sudah menutup tanah dan perakarannya sudah kuat.

Cara Tanam dan Jarak Tanam

(26)

Untuk varietas yang tumbuhnya menjalar atau memanjat maka perlu dibuatkan ajir atau lanjaran dengan ketinggian 1.5 meter. Jarak tanam koro benguk tergantung dari pola tanamnya serta kondisi lahan 20cm x 30cm.

Pemupukan

Tanaman koro benguk sebenarnya tidak membutuhkan pupuk, karena dapat tumbuh sangat baik pada lahan yang kurang subur serta responbilitinya terhadap pupuk juga rendah. Hanya bila ditanam pada tanah yang sangat kritis, maka diperlukan pemupukan dengan pupuk TSP sebanyak 25 kg/ha dilakukan pada saat tanaman masih muda (kurang lebih umur 1 bulan).

Pemeliharaan

(27)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lokasi tambang BMO (Binungan Mine Operation). Site Binungan terletak antara koordinat 102o 35’ 02” – 102o 37’ 03” BT dan 03o 53’ 35” – 03o 55’ 37” LU. Daerah Binungan secara administratif terletak di daerah Tanjung Redeb, Kecamatan Pegat Bukur, Kabupaten Dati II Berau, Propinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada gambar 3. Penanaman Koro Benguk (Mucuna prurirens) dilakukan pada dua disposal yaitu: disposal P dan C1 di lokasi tambang BMO (Binungan Mine Operation).

Disposal P merupakan lahan bekas tambang batubara yang sudah lama dilepaskan oleh perusahan, dimana disposal P ini dijadikan lahan percobaan (demplot). Kondisi tanah pada disposal P yaitu mempunyai tekstur lempung liat berpasir, bahan organik tinggi, pH berkisar antara 4-5, KTK tinggi, KB tinggi, dan mempunyai topografi yang datar. Lahan pada disposal P sudah dilakukan beberapa kali penanaman yaitu 4 kali diantaranya tanaman jagung, kacang tanah, timun,dan semangka.

Sementara disposal C1 merupakan lahan bekas tambang batubara yang baru dilepaskan oleh perusahan. Kondisi tanah pada disposal C1 yaitu mempunyai tekstur liat, bahan organik kecil, pH berkisar antara 4-5, KTK rendah, KB rendah, dan mempunyai topografi yang miring.

Analisis tanah dilakukan pada dua tempat yaitu analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Universitas Mulawarman (UNMUL) Samarinda dan analisis tanah setelah perlakuan dan analisis daun di Laboratorium Kesuburan Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2007 sampai dengan Juli 2007.

Bahan dan Alat

(28)

50kg/ha sebanyak 8.31 kg/ha, TSP 25kg/ha sebanyak 24.67 kg/ha, dan TSP 50kg/ha sebanyak 50 kg/ha. Adapun peralatan yang digunakan adalah ajir, plastik, karung, cangkul, peralatan pengukuran dilapang alat tulis dan lain-lain.

Metode Penelitian

Pengambilan Contoh Tanah di Lapang

Pengambilan contoh tanah bekas galian dilakukan dilokasi pertambangan. Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia dilakukan secara komposit (composit sampling) dengan berat 1 kg untuk masing-masing tempat.

Analisis Laboratorium

Dari sampel tanah yang diambil dilakukan pengukuran atau penetapan analisis laboratorium yaitu pengukuran atau penatapan analisis kimia: pH H2O (1 :

1) dengan menggunakan Elektoda gelas, Bahan Organik dengan menggunakan metode Walkley dan Black, KTK dengan menggunakan ekstraksi 1 N NH4OAc

pH 7.0, Kejenuhan Aldd, penetapan Fosfor (P) dengan menggunakan metode

Bray-1, penetapan N-total dengan menggunakan metode Kjeldahl, Kejenuhan Basa (KB) dengan menggunakan Ekstraksi NH4OAc dari penetapan, KTK. Penetapan

kandungan Ca dan Mg dengan AAS, K dan Na dengan Flamephotometer, penetapan Kalium (K) dengan menggunakan ekstraksi HCl 25%, penetapan Ca, Mg, dan Na, dan penetapan Fe, Mn, dan S. Sedangkan penetapan analisis fisik yaitu penetapan Tekstur (%liat, %debu, %pasir) dengan cara pipet.

Perlakuan

Percobaan yang dilakukan dengan 3 ulangan dan perlakuan terdiri dari 6 yaitu:

ƒ Kontrol (tanpa perlakuan),

ƒ Perlakuan I : Kompos dengan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha

(29)

ƒ Perlakuan III : Kapur 100 kg/ha dengan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha.

ƒ Perlakuan IV : Kapur 150 kg/ha dengan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha.

ƒ Perlakuan V : Kapur 200 kg/ha dengan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha ( hanya di area disposal C1).

Analisis Data

Data yang dihasilkan kemudian dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan data setiap parameter antar perlakuan pada masing-masing disposal C1 dan disposal P. Kemudian dilakukan perbandingan data pada kedua disposal tersebut.

Kegiatan di Lapang

Persiapan Lahan

Lahan percobaan diolah terlebih dahulu, selanjutnya dibuat plot perlakuan sebanyak 6 yaitu Kontrol (tanpa perlakuan), Perlakuan I (Kompos dengan pemberian pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha), Perlakuan II (Pupuk Kandang dengan pemberian pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha), Perlakuan III (Kapur 100kg/ha dengan pemberian pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha), Perlakuan IV (Kapur 150kg/ha dengan pemberian pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha), Perlakuan V (Kapur 200kg/ha dengan pemberian pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) pada Disposal C1, dengan 3 ulangan yang masing-masing dengan luas lahan 903m2 dengan ukuran 21 m x 43 m. Kecuali pada Disposal P Perlakuan V (Kapur 200kg/ha dengan pemberian pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha).

(30)

U

(31)

Penanaman

Pemberian kompos, pupuk kandang, dan kapur pada masing-masing plot perlakuan diberikan dengan cara disebar dan diratakan bersamaan dengan pengolahan tanah. Jarak tamanan koro benguk adalah 20 cm x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal atau dispot tergantung kondisi lahan. Tiap lubang tanam dengan kedalaman 3-5 cm dan diisi 2-3 biji koro benguk. Pemberian pupuk NPK diberikan pada saat tanaman berumur 2 MST, kemudian dilanjutkan pemberian pupuk TSP pada saat tanaman berumur 4 MST, yang diberikan dengan cara ditugal atau dispot ± 5cm dari samping lubang tanaman. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman tanaman koro benguk dan pemangkasan gulma, agar tanaman koro benguk tumbuh dengan optimal.

Pengamatan

(32)

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi

Secara geografis, wilayah kontrak kerja PT Berau Coal berada pada posisi 117o07’44,52” BT – 117o38’26,46” BT dan 01o52’26,67” LU – 02o25’09,78” LU. PT Berau Coal memiliki perjanjian kontrak karya generasi II dengan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini adalah Departemen Pertambangan Dan Energi sebagai pemilik tunggal konsesi tambang batubara di Indonesia. Dalam perjanjian kontrak karya tersebut, daerah konsesi tambang batubara PT Berau Coal seluas 118.400 Ha, meliputi hampir seluruh wilayah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bulungan, sebelah timur berbatasan dengan Laut Sulawesi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kutai Barat, Kutai Kartanagara.

(33)

Gambar 1. Peta Konsesi Kerja PT Berau Coal

Kondisi Geologi

Secara umum, geologi daerah Binungan (khususnya blok 1-4, blok 5-6 dan blok 7) terbentuk dari bebatuan Formasi Lati. Batuannya berupa sedimen deltaik yang terdiri dari fraksi klastik halus serta lapisan batubara, dengan ketebalan bervariasi. Data hasil pemboran eksplorasi menunjukkan: dominasi batuan sedimen secara berturutan adalah batulanau, batu lempung, batupasir, dan batubara. Pada beberapa lokasi yang relatif sempit, kadang terbentuk ”channel system”, yakni hilangnya lapisan fraksi halus batubara digantikan oleh lapisan batu pasir.

Iklim dan Curah Hujan

(34)

1995 sampai dengan Agustus 2006 menunjukkkan bahwa setiap bulannya pada periode tersebut rata-rata curah hujan bulanan adalah 25.9mm. Curah hujan maximum terjadi pada bulan agustus 2005 dimana curah hujan mencapai 362 mm.

Sumber : Record data curah hujan – Binungan Mine Operation

Gambar 2. Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Binungan

Sistem Hidrologi

Sungai yang mengalir didaerah binungan termasuk pola dendritik dengan sungai utama adalah Sungai Kelay yang mempunyai beberapa anak sungai yaitu Sungai Inaran, Sungai Suaran, Sungai Binungan. Sungai-sungai tersebut akhirnya bergabung menjadi sungai yang lebih besar yaitu Sungai Berau. Sungai Kelay dibagian hilir dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penduduk yang hidup disepanjang aliran sungai, antara lain sebagai air mandi. Kedalaman Sungai Kelay bervariasi dari mulai 1 meter pada bagian tepi hingga mencapai 12 meter dibagian tengah. Lebar sungai rata-rata 50 meter dibagian hulu dan sekitar 300 meter dibagian hilir.

Sistem Hidrogeologi

Batuan dilokasi rencana tambang merupakan sedimen tersier dan kuarter yang relatif lunak dan tingkat sedimentasinya agregat rendah. Sebagian besar air tanah terdapat dilapisan batu pasir, tersimpan dan mengalir melalui pori-pori antar butiran sedimen (permeabilitas primer). Sedangkan pada lapisan batu bara, air

Binungan Rianfall Januari 1995 - Agustus 2006

(35)

tanah tersimpan dan mengalir melalui retakan-retakan (permeabilitas skunder). Air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 10-20 meter hanya dijumpai pada musim hujan, karena air tanah ini berasal dari peresapan air permukaan.

Pada musim kemarau tetap dijumpai adanya aliran air tanah. Aliran air sungai yang relatif sejajar dengan lokasi dan arah penambangan menyebabkan peluang terjadinya resapan akibat air sungai relatif tidak ada. Namun lain halnya dengan lokasi penelitian dimana elevasi pada endapan rawa mencapai 4m sehingga jika terjadi banjir 5 tahunan aliran dari sungai Kelay dapat mencapai elevasi 5,8 m.

Keadaan Vegetasi

Berdasarkan jenis dan hasil pengamatan di lapang dalam dokumen AMDAL PT Berau Coal. Sebagaimana diketahui Site Binungan masih merupakan daerah kawasan hutan tiga status hutan berada di daerah tersebut, yaitu bagian selatan merupakan hutan yang dapat dikonservasi, bagian tengah merupakan hutan produksi dan bagian utara merupakan kawasan hutan produksi terbatas.

(36)

0

A. Pertumbuhan tinggi tanaman

Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 5, sedangkan data pertumbuhan tinggi tanaman lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 1. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang berbeda terhadap pertumbuhan tinggi tanaman Koro Benguk (Mucuna pruprirens) pada disposal C1 pada umur 4, 6, dan 8 MST. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa perlakuan III (kapur 100kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) cenderung memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan IV, II, I, V dan kontrol.

Gambar 5. Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada umur 4, 6, dan 8 MST pada disposal C1.

(37)

0

tingginya perlakuan III disebabkan adanya penambahan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha yang mempengaruhi ketersedian unsur P dalam tanah. Penambahan pupuk NPK dan TSP dapat meningkatkan ketersedian unsur hara P didalam tanah, sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Tisdale et. al. (1985), pupuk fosfat berperan terhadap pertumbuhan tanaman, terutama pada perkembangan akar tanaman. Semakin banyak perakaran tanaman, maka semakin luas akar tanaman dapat menyerap unsur hara, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

B. Kadar hara tanaman

B 1. Kadar Hara N, P, K

Kadar hara N P K rata-rata disajikan pada Gambar 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 7. Persentase kadar hara N, P, K dipengaruhi oleh beberapa perlakuan. Perlakuan tersebut diantaranya adalah dengan pemberian kompos, pupuk kandang, dan kapur dengan penambahan pupuk NPK dan TSP sesuai dengan dosis tertentu.

(38)

Berdasarkan Gambar 6 di atas yang memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap perbandingan persentase kadar hara N adalah perlakuan I (kompos dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan II, kontrol, III, IV, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang rendah adalah perlakuan V. Pada kadar hara P perlakuan I (kompos dengan NPK 59kg/ha dan TSP 25kg/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan II, III, IV, V, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil yaitu kontrol. Sedangkan pada kadar hara K perlakuan V (kapur 200kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol I, III, IV, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah perlakuan II.

Hal ini disebabkan karena kompos mengandung kandungan hara dan bahan organik yang tinggi dan mempunyai C/N rasio rendah dan kelembaban yang rendah, sehingga mempercepat proses mineralisasi untuk melepaskan basa-basa ke dalam larutan tanah. Basa-basa-basa yang dilepaskan ke dalam larutan tanah mempengaruhi ketersedian unsur hara dan menjadi tersedia bagi tanaman.Unsur hara NPK sangat kecil jumlahnya didalam larutan tanah, sehingga dengan pemberian kompos dapat meningkatkan ketersedian unsur hara dalam. Hal ini juga disebabkan karena adanya penambahan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha yang mempengaruhi ketersedian unsur N, P, dan K dalam tanah. Penambahan pupuk NPK dan TSP dapat meningkatkan ketersedian unsur hara N, P, dan K didalam tanah, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman.

B 2. Kadar Hara Ca dan Mg

(39)

0

Gambar 7. Perbandingan nilai kadar hara Ca & Mg (%) setelah perlakuan pada disposal C1.

Berdasarkan Gambar 7 di atas yang memberikan pengaruh yang tinggi terhadap perbandingan persentase kadar hara Ca adalah perlakuan III (kapur 100kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan IV, V, III, I, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah kontrol. Sedangkan pada kadar hara Mg pengaruh yang tinggi terdapat pada perlakuan IV (kapur 150kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan V, I, III, kontrol, IV, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah perlakuan II.

Kation basa-basa yang dapat ditukarkan seperti K, Na, Ca, dan Mg kadarnya meningkat akibat perlakuan kapur. Dengan pemberian kapur berarti menambahkan sejumlah senyawa Ca dan Mg ke dalam tanah, sehingga kadar Ca dan Mg meningkat, selain itu kapur dapat juga meningkatkan KTK tanah dan persentase Kejenuhan Basa (KB).

B 3. Kadar Hara Fe, Mn

(40)

0

masam, pH tanah yang rendah, untuk mengatasi ketersedian unsur-unsur tersebut dilakukan pemberian kapur dengan penambahan pupuk NPK dan TSP sesuai dengan dosis tertentu dan kondisi tanah.

Gambar 8. Perbandingan nilai kadar hara Fe dan Mn (ppm) setelah perlakuan pada disposal C1.

Berdasarkan Gambar 8 diatas perlakuan yang memberikan pengaruh yang tinggi terhadap persentase kadar hara Fe adalah perlakuan III (kapur 100kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan IV, V, I, kontrol, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah perlakuan II. Sedangkan pada kadar hara Mn pengaruh yang tinggi terhadap persentase kadar hara Mn adalah perlakuan III (kapur 100kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan IV, V, I, kontrol dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah perlakuan II.

(41)

Greenland dan Hayes (1981) dalam Nugroho (2003) melaporkan tanah tropis yang kaya Al dan Fe akan memilki muatan positif tinggi pada pH rendah, menyebabkan sebagian besar anion diikat oleh tanah. Hal tersebut didukung oleh Sanchez (1992) yang menyatakan bahwa tanah yang mempunyai kandungan Al dan Fe-oksida tinggi, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengerap anion dalam tapak pertukaran anion. Jerapan anion dapat cepat terjadi pula pada tanah alkalin yang bereaksi basa yang banyak mengandung Ca dapat ditukar dan Ca terlarut dalam air yang tinggi dan terdapatnya sejumlah CaCO3 bebas.

Bila pH tanah mineral rendah, sejumlah aluminium, besi dan mangan menjadi larut, sedemikian sehingga mereka merupakan rancun bagi tanaman tertentu (Morris and Pierre, 1947). Akan tetapi, dengan menaiknya pH, adanya hujan dan jumlah ion-ion tersebut dalam larutan tanah berkurang, pada titik netral atau sedikit diatasnya, tanaman tertentu dapat menderita kekurangan besi dan mangan. Hal itu dapat terjadi bila tanah berpasir masam di kapur secara berlebihan.

C. Sifat-Sifat Kimia Tanah (pH, KTK, C-Organik)

C 1. Reaksi Tanah (pH)

(42)

0

Gambar 9. Perubahan nilai pH tanah sebelum dan sesudah perlakuan pada disposal C1.

Berdasarkan Gambar 9 di atas perlakuan yang memberikan pengaruh tinggi terhadap perubahan nilai pH pada disposal C1 adalah perlakuan I (Kompos dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan II, III, IV, V dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil terhadap perubahan nilai pH tanah adalah kontrol. Hal ini disebabkan karena kompos mengandung kandungan hara dan bahan organik yang tinggi dan mempunyai C/N rasio rendah dan kelembaban yang rendah,sehingga mempercepat proses mineralisasi untuk melepaskan basa-basa ke dalam larutan tanah. Jumlah basa-basa yang dilepaskan ke dalam larutan tanah mempengaruhi perubahan keseimbangan ion tanah. Ion OH- yang berada pada komplek jerapan mulai dilepaskan dan digantikan posisi oleh basa-basa tersebut. Akibatnya jumlah ion OH- pada komplek jerapan berkurang, digantikan dengan basa-basa. Perubahan ini mengakibatkan pH dari larutan tanah naik.

(43)

dalam larutan tanah disamping basa-basa yang dilepaskan oleh pelapukan mineral-mineral tanah. Meningkatnya jumlah basa-basa dalam larutan tanah menyebabkan perubahan keseimbangan ion tanah. Ion OH- yang berada pada komplek jerapan mulai dilepaskan dan digantikan posisi oleh basa-basa tersebut. Akibanya jumlah ion OH- pada komplek jerapan berkurang, digantikan dengan basa-basa. Perubahan ini mengakibatkan pH dari larutan tanah naik.

C 2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) rata-rata disajikan pada Gambar 10, sedangkan data analisis KTK tanah sebelum dan sesudah perlakuan lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 3 dan 5. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap terhadap KTK tanah. KTK terutama dipengaruhi oleh jumlah dan macam bahan organik, serta jumlah dan jenis liat (Foth, 1998). Dalam penelitian ini ternyata perbedaan kandungan C-Organik yang dihasilkan sebelum dan sesudah perlakuan relatif kecil (-0.06%). Hal ini menunjang diperolehnya pengaruh yang tidak nyata terhadap KTK dilahan reklamasi tersebut.

(44)

0

Gambar 10. Perubahan nilai KTK (me/100g) tanah sebelum dan sesudah perlakuan pada disposal C1.

Berdasarkan Gambar 10 di atas perlakuan yang memberikan pengaruh tinggi terhadap perubahan nilai KTK tanah adalah perlakuan II (pupuk kandang dengan NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) dibandingkan dengan kontrol, perlakuan III, IV, V, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil terhadap perubahan nilai KTK tanah adalah perlakuan I. Hal ini diduga karena pupuk kandang mengandung kandungan hara dan bahan organik yang tinggi dan mempunyai C/N rasio rendah dan kelembaban yang rendah, sehingga mempercepat proses mineralisasi untuk melepaskan basa-basa ke dalam larutan tanah. Jumlah basa-basa yang dilepaskan dapat meningkatkan ketersedian unsur K, Na, Ca, dan Mg di dalam larutan tanah, sehingga meningkatkan KTK tanah.

(45)

0

C-Organik rata-rata disajikan pada Gambar 11, sedangkan data analisis C-Organik tanah sebelum dan sesudah perlakuan lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 3 dan 5. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap terhadap C-Organik tanah. Perbedaan serasah dan proses dekomposisi yang dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap ketersedian C-Organik tanah, dimana sumber C-C-Organik berasal dari serasah yang jatuh dari tegakan pohon (Maftu’ah, 2000).

Gambar 11. Perubahan nilai C-Organik (%) tanah sebelum dan sesudah perlakuan pada disposal C1.

(46)

Dari Tabel Lampiran 3 dan 5 hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan, dapat dilihat bahwa tanah setelah diberi perlakuan mengalami penurunan C-Organik sebesar -0.06 % dari C-Organik tanah sebelum perlakuan. Nilai C-Oganik tanah sebelum percobaan sebesar 0.79% yang mengalami penurunan setelah dilakukan percobaan sebesar 0.73%.

Hal ini terjadi karena pengaruh dekomposisi serasah sebelum percobaan yang lebih lambat menyebabkan keberadaan bahan organik akan terakumulasi dan jumlahnya menjadi lebih tinggi, sedangkan dekomposisi setelah dilakukan percobaan berlangsung lebih cepat sehingga bahan organik yang terakumulasi lebih sedikit jumlahnya. Dekomposisi lambat pada serasah sebelum percobaan disebabkan oleh C/N ratio yang tinggi dibandingkan dengan serasah sesudah dilakukan percobaan (Munawar, 1997 dan Maftu’ah, 2000) serta kandungan lignin nya yang tinggi. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Praktikno (2002) bahwa peningkatan rasio C/N akan meningkatkan C-Organik tanah, dimana rasio C/N yang tinggi menunjukkan banyaknya fraksi tanah lapuk dapat menghambat dekomposisi sehingga bahan organik tanah meningkat, sedangkan rasio C/N yang rendah dalam bahan oganik mengakibatkan bahan organik tersebut mudah terdekomposisi dan sedikit membentuk humus.

Area Disposal P

A. Pertumbuhan tinggi tanaman

(47)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

Gambar 12. Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada umur 4, 6, dan 8 MST setelah perlakuan pada disposal P.

Berdasarkan Gambar 12 baik pada umur 4, 6, dan 8 MST, pengukuran rata-rata tinggi tanaman paling tinggi terdapat pada perlakuan I (kompos dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha), kemudian diikuti oleh perlakuan III, IV, II, dan pengukuran paling rendah terdapat pada perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan adanya penambahan pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha yang mempengaruhi ketersedian unsur P dalam tanah. Penambahan pupuk NPK dan TSP dapat meningkatkan ketersedian unsur hara P didalam tanah, sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Tisdale et. al. (1985), pupuk fosfat berperan terhadap pertumbuhan tanaman, terutama pada perkembangan akar tanaman. Semakin banyak perakaran tanaman, maka semakin luas akar tanaman dapat menyerap unsur hara, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

B. Kadar hara tanaman

B 1. Kadar Hara N, P, K

(48)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

dengan pemberian kompos, pupuk kandang, dan kapur dengan penambahan pupuk NPK dan TSP sesuai dengan dosis tertentu.

Gambar 13. Perbandingan nilai kadar hara N P K (%) setelah perlakuan pada disposal P.

Berdasarkan Gambar 13 di atas yang memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap perbandingan persentase kadar hara N adalah perlakuan IV (kapur 150kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan III, I, II, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah kontrol. Pada kadar hara P semua perlakuan mempunyai hasil yang sama. Sedangkan pada kadar hara K perlakuan II (pupuk kandang dengan NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan IV, I, III, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah kontrol.

(49)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

NPK dan TSP dapat meningkatkan ketersedian unsur hara N, P, dan K di dalam tanah, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman.

B 3. Kadar Hara Ca dan Mg (%)

Kadar hara Ca dan Mg rata-rata disajikan pada Gambar 14, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 8. Persentase kadar hara Ca dan Mg dipengaruhi oleh beberapa perlakuan. Perlakuan tersebut diantaranya adalah dengan pemberian kompos, pupuk kandang, dan kapur dengan penambahan pupuk NPK dan TSP sesuai dengan dosis tertentu.

Gambar 14. Perbandingan nilai kadar hara Ca & Mg (%) setelah perlakuan pada disposal P.

(50)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

Kation basa-basa yang dapat ditukarkan seperti K, Na, Ca, dan Mg kadarnya meningkat akibat perlakuan kapur. Dengan pemberian kapur berarti menambahkan sejumlah senyawa Ca dan Mg ke dalam tanah, sehingga kadar Ca dan Mg meningkat, selain itu kapur dapat juga meningkatkan KTK tanah dan persentase Kejenuhan Basa (KB).

B 4. Kadar Hara Fe, Mn (ppm)

Kadar hara Fe dan Mn rata-rata disajikan pada Gambar 15, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 8. Kadar hara Fe dan Mn (ppm) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi tanah bekas tambang yang banyak mengandung unsur Al3+, Fe3+, Mn2+, dan S atau disebut juga kondisi tanah masam, pH tanah yang rendah, untuk mengatasi ketersedian unsur-unsur tersebut dilakukan pemberian kapur dengan penambahan pupuk NPK dan TSP sesuai dengan dosis tertentu dan kondisi tanah.

Gambar 15. Perbandingan nilai kadar hara Fe dan Mn (ppm) setelah perlakuan pada disposal P.

(51)

NPK 50kg/ha dan TSP 50kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan I, III, IV, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah kontrol. Sedangkan pada kadar hara Mn pengaruh yang tinggi terhadap kadar hara Mn adalah perlakuan I (kompos dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan IV, II, III, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil adalah kontrol.

Hal ini diduga karena pupuk kandang mengandung kandungan hara dan bahan organik yang tinggi dan mempunyai C/N rasio rendah dan kelembaban yang rendah,sehingga mempercepat proses mineralisasi untuk bahan organik ke dalam tanah, sehingga meningkatkan ketersedian bahan organik di dalam tanah. Dekomposisi bahan organik telah lanjut sehingga asam-asam organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi tersebut semakin berkurang dan kemampuan bahan organik untuk mengikat ion-ion logam pun berkurang, sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara Fe dan Mn di dalam larutan tanah dan menjadi tersedia bagi tanaman.

C. Sifat-Sifat Kimia Tanah (pH, KTK, C-Organik)

C 1. Reaksi Tanah (pH)

(52)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

Gambar 16. Perubahan nilai pH tanah sebelum dan sesudah perlakuan pada disposal P.

Berdasarkan Gambar 16 di atas perlakuan yang memberikan pengaruh yang tinggi terhadap perubahan nilai pH pada disposal P adalah perlakuan III (Kapur 100kg/ha dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan perlakuan I, IV, II, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil terhadap perubahan nilai pH tanah adalah kontrol. Hal ini diduga karena penambahan kapur yang dapat menetralisir Aldd yang bereaksi dengan P dan mengakibatkan Al

mengendap dalam bentuk Aluminium Hidroksida, sehingga ketersedian P meningkat (Sanchez, 1992). Kation basa-basa yang dapat ditukarkan seperti K, Na, Ca, dan Mg kadarnya meningkat akibat perlakuan kapur. Dengan pemberian kapur berarti menambahkan sejumlah senyawa Ca dan Mg ke dalam tanah, sehingga kadar Ca dan Mg meningkat. Meningkatnya jumlah basa-basa dalam larutan tanah menyebabkan perubahan keseimbangan ion tanah. Ion OH- yang berada pada komplek jerapan mulai dilepaskan dan digantikan posisi oleh basa-basa tersebut. Akibatnya jumlah ion OH- pada komplek jerapan berkurang, digantikan dengan basa-basa. Perubahan ini mengakibatkan pH dari larutan tanah naik.

(53)

pH sebesar 2.82 dari pH tanah sebelum perlakuan. Peningkatan pH ini terjadi karena proses pelapukan bahan organik sudah berlangsung secara intensif. Dimana pelapukan bahan organik ini sudah banyak melepaskan basa-basa ke dalam larutan tanah disamping basa-basa yang dilepaskan oleh pelapukan mineral-mineral tanah. Meningkatnya jumlah basa-basa dalam larutan tanah menyebabkan perubahan keseimbangan ion tanah. Ion OH- yang berada pada komplek jerapan mulai dilepaskan dan digantikan posisi oleh basa-basa tersebut. Akibanya jumlah ion OH- pada komplek jerapan berkurang, digantikan dengan basa-basa. Perubahan ini mengakibatkan pH dari larutan tanah naik.

C 2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) rata-rata disajikan pada Gambar 17, sedangkan data analisis KTK tanah sebelum dan sesudah perlakuan lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 4 dan 6. Perlakuan yang diteliti memberikan pengaruh yang nyata terhadap KTK tanah. KTK terutama dipengaruhi oleh jumlah dan macam bahan organik, serta jumlah dan jenis liat (Foth, 1998). Dalam penelitian ini ternyata perbedaan kandungan C-Organik yang dihasilkan sebelum dan sesudah perlakuan relatif besar (0.774%). Hal ini menunjang diperolehnya pengaruh yang nyata terhadap KTK dilahan reklamasi tersebut.

(54)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

Gambar 17. Perubahan nilai KTK (me/100g) tanah sebelum dan sesudah perlakuan pada disposal P.

Berdasarkan Gambar 17 di atas perlakuan yang memberikan pengaruh yang tinggi terhadap perubahan nilai KTK tanah pada disposal P adalah perlakuan I (Kompos dengan NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha) dibandingkan dengan kontrol, perlakuan III, II, dan perlakuan yang memberikan pengaruh yang kecil terhadap perubahan nilai KTK tanah adalah perlakuan IV. Hal ini disebabkan kompos mengandung kandungan hara dan bahan organik yang tinggi dan mempunyai C/N rasio rendah dan kelembaban yang rendah, sehingga mempercepat proses mineralisasi untuk melepaskan basa ke dalam larutan tanah. Jumlah basa-basa yang dilepaskan ke dalam larutan tanah meningkatkan ketersedian basa-basa-basa-basa didalam larutan tanah, sehingga dapat meningkatkan KTK tanah dan persentase Kejenuhan Basa (KB).

(55)

0

Kontrol I II III IV

Perlakuan

C-Organik rata-rata disajikan pada Gambar 18, sedangkan data analisis KTK tanah sebelum dan sesudah perlakuan lengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 4 dan 6. Perlakuan yang diteliti memberikan pengaruh yang nyata terhadap C-Organik. Perbedaan serasah dan proses dekomposisi yang dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap ketersedian Organik tanah, dimana sumber C-Organik berasal dari serasah yang jatuh dari tegakan pohon (Maftu’ah, 2000).

Gambar 18. Perubahan nilai C-Organik (%) tanah sebelum dan sesudah perlakuan pada disposal P.

(56)

Dari Tabel Lampiran 4 dan 6 data hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan, dapat dilihat bahwa tanah setelah diberi perlakuan mengalami kenaikan Organik sebesar 0.774 % dari Organik tanah sebelum perlakuan. Nilai C-Oganik tanah sebelum percobaan sebesar 0.53% yang mengalami kenaikan setelah dilakukan percobaan sebesar 1.304%. Hal ini terjadi karena pengaruh dekomposisi serasah sebelum percobaan yang lebih cepat menyebabkan keberadaan bahan organik akan terakumulasi dan jumlahnya menjadi lebih sedikit, sedangkan dekomposisi setelah dilakukan percobaan berlangsung lebih lambat sehingga bahan organik yang terakumulasi lebih banyak jumlahnya. Dekomposisi cepat pada serasah sebelum percobaan disebabkan oleh C/N ratio yang rendah dibandingkan dengan serasah sesudah dilakukan percobaan (Munawar, 1997 dan Maftu’ah, 2000) serta kandungan lignin nya yang kecil. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Praktikno (2002) bahwa peningkatan rasio C/N akan meningkatkan C-Organik tanah, dimana rasio C/N yang tinggi menunjukkan banyaknya fraksi tanah lapuk dapat menghambat dekomposisi sehingga bahan organik tanah meningkat, sedangkan rasio C/N yang rendah dalam bahan oganik mengakibatkan bahan organik tersebut mudah terdekomposisi dan sedikit membentuk humus.

Perbandingan Hasil pada Disposal C1 dengan Disposal P

A. Pertumbuhan Tinggi Tanaman

(57)

Tabel 1. Perbandingan Tinggi Tanaman pada disposal C1 dan P Umur 8 MST

Tinggi Tanaman 8 MST (cm) Perlakuan

Disposal C1 Disposal P Kontrol

I II III IV

124.09 321.21 314.45 372.71 312.62

109.16 382.45 392.77 393.84 352.72

Rata-rata 361.27 407.74

Berdasarkan Tabel 1 perbandingan tinggi tanaman pada umur 8 MST menunjukkan hasil pertumbuhan yang lebih baik pada disposal P pada semua perlakuan, kecuali pada perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan adanya pemberian atau penambahan pupuk fosfat ke dalam tanah, sehingga meningkatkan ketersedian pupuk fosfat dalam tanah. Dimana pupuk fosfat berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman, terutama dalam pembentukan akar tanaman.

B. Serapan Kadar Hara Tanaman

B 1. Kadar Hara N P K

(58)

Tabel 2. Perbandingan Serapan Kadar Hara NPK (%) pada disposal C1 dan P.

Serapan Kadar Hara (%) Disposal C1 Disposal P Perlakuan Rata-rata 3.05 0.35 0.84 5.11 0.64 2.24

Berdasarkan Tabel 2 perbandingan serapan kadar hara N P K menunjukkan hasil yang lebih baik pada disposal P dibandingkan dengan disposal C1 dilihat dari hasil data analisis tanah setelah perlakuan. Hal ini disebabkan adanya penambahan pupuk NPK dan TSP ke dalam tanah, sehingga meningkatkan ketersedian unsur hara N P K dalam tanah dan menjadi tersedia bagi tanaman.

B 2. Kadar Hara Ca dan Mg

Serapan kadar hara Ca dan Mg pada disposal C1 dan P disajikan pada Tabel 3. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang berbeda terhadap kadar hara Ca dan Mg pada disposal C1 dan P.

Tabel 3. Perbandingan Serapan Kadar Hara Ca Mg (%) pada disposal C1 dan P.

(59)

Berdasarkan Tabel 3 perbandingan serapan kadar hara Ca dan Mg menunjukkan hasil yang lebih baik pada disposal P dibandingkan pada disposal C1 dilihat dari hasil data analisis tanah setelah perlakuan. Hal ini disebabkan adanya penambahan bahan organik dan kapur ke dalam tanah dan meningkatkan ketersedian unsur hara Ca dan Mg dalam tanah, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman.

B 3. Kadar Hara Fe dan Mn

Serapan kadar hara Fe dan Mn pada disposal C1 dan P disajikan pada Tabel 4. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang berbeda terhadap kadar hara Fe dan Mn pada disposal C1 dan P.

Tabel 4. Perbandingan Serapan Kadar Hara Fe Mn (%) pada disposal C1 dan P.

Serapan Hara Tanaman (ppm) Disposal C1 Disposal P Perlakuan Rata-rata 32.19 25.25 28.48 18.17

(60)

C. Sifat-sifat Kimia Tanah

C 1. Reaksi Tanah (pH)

Reaksi tanah (pH) pada disposal C1 dan P disajikan pada Tabel 5. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang berbeda terhadap reaksi tanah (pH ) pada disposal C1 dan P.

Tabel 5. Perbandingan Reaksi tanah (pH) pada disposal C1 dan P.

Sifat-sifat kimia tanah (pH) Disposal C1 Disposal P Perlakuan

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Kontrol

Berdasarkan Tabel 5 perbandingan reaksi tanah (pH) menunjukkan hasil yang lebih baik pada disposal P dibandingkan pada disposal C1 dilihat dari hasil data analisis tanah setelah perlakuan. Hal ini disebabkan adanya penambahan kapur dan bahan organik ke dalam tanah, sehingga meningkatkan ketersedian unsur hara Ca dan Mg dalam tanah, sehingga jumlah basa-basa dalam larutan tanah mempengaruh keseimbangan ion OH- dan pH tanah menjadi naik.

C 2. KTK

(61)

Tabel 6. Perbandingan KTK tanah (me/100g) pada disposal C1 dan P.

Sifat-sifat kimia tanah KTK (me/100g) Disposal C1 Disposal P Perlakuan

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Kontrol

Berdasarkan Tabel 6 perbandingan KTK tanah menunjukkan hasil yang lebih baik pada disposal P dibandingkan pada disposal C1 dilihat dari hasil data analisis tanah setelah perlakuan. Hal ini disebabkan adanya penambahan kapur dan bahan organik ke dalam tanah, sehingga meningkatkan ketersedian unsur hara Ca dan Mg dalam tanah, sehingga mengingkatkan KTK dalam tanah.

C 3. C-Organik

C-Organik pada disposal C1 dan P disajikan pada Tabel 7. Perlakuan yang diberikan menunjukkan hasil yang berbeda terhadap reaksi tanah (pH ) pada disposal C1 dan P.

Tabel 7. Perbandingan C-Organik (%) pada Disposal C1 dan P.

Sifat-sifat kimia tanah (C-Organik) Disposal C1 Disposal P Perlakuan

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Kontrol

(62)
(63)

KESIMPULAN

1. Pemberian kapur dengan takaran 100kg/ha disertai pupuk NPK 50kg/ha dan TSP 25kg/ha memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian kompos dan pupuk kandang.

2. Peningkatan dosis P dari 25kg/ha menjadi 50kg/ha tidak berpengaruh nyata.

3. Peningkatan dosis kapur dari 100kg/ha menjadi 150kg/ha dan 200kg/ha tidak berpengaruh nyata.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. dan Sudadi U. 2004. Bahan Kuliah Kimia Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian, Bogor. Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

B. E. J. Benne, et al. 1961. Animal Manures. Circ. 291. Michigan Agr. Exp. Sta Brady, N. C. 1984. The Nature and Properties of Soils. Mcmilian Publ. Co.

Newyork.

Budidaya Koro Benguk (Mucuna prurirens). Liptan (Lembar Informasi Pertanian) Instalansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Comoro Timor-Timur. Departemen Pertanian. April 1998. Agdex: 248/20

Foth. H. D. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerjemah Purbayanti. UGM. Press. Terjemah dari Fundamentals of Soil Sience.

Hardiningsih, R. 1994. Uji Kualitas Pembuatan Kecap Koro Benguk di Daerah Lahan Kering Wonogiri. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH (Sumber Daya Hayati), Balitbang Mikrobiologi, Puslitbang Biologi-LIPI. Hal 226-232. 4 April 1994.

Hermansyah, Y. 1999. Karakteristik Tanah Bekas Tambang di Wilayah Pertambangan Cikotok Kabupaten Lebak Jawa Barat. Skripsi SI jurusan tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

Kustiawan, W. 2001. Perkembangan Vegetasi dan Kondisi Tanah serta Revegetasi Pada Lahan Bekas Galian Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Jurnal Ilmiah Kehutanan Rimba Kalimantan. Fakultas Kehutanan. Universitas Mulawarman, Samarinda. Volume 6, No 2, Hal 1-78 , Desember 2001.. Leiwakabessy, F. M. 1988. Bahan kuliah Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian Institut Pertanian, Bogor. Bogor.

Maftua’h. E. 2002. Studi potensi deversitas makrofauna tanah sebagai bioindikator kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan. BIOSAIN, Vol 2, No.2, Agustus 2002.

Nugroho, R. 2003. Pengaruh pukan sapi dan kapur terhadap Erapan Sulfat pada Latosol dari Darmaga dan Podsolik dari Jasinga. Skripsi, jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purnomo, J. Sukristyonubowo and Muchtar R. 1997. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Sifat Kimia Tanah Timbunan Bekas Tambang Batubara. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bidang Kimia dan Biologi tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal 85-94, Cisarua 4-6 Maret 1997, Bogor.

(65)

Rustam, F. 2003. Menilik Rehabilitas Lahan Tambang Kesempatan Usaha yang Menggiurkan.

Sanchez, Pedro A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Jilid 1. Diterjemahkan oleh Amir Hamzah. Penerbit ITB, Bandung

Saptoningrum, H. 2001. Karakteristik dan Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Bekas Galian Tambang (Tailing) dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Vegetasi. Skripsi SI Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

Sinukaban, N. 1983. Perencanaan Pertanian Konservasi. Disampaikan Pada Coaching Pelaksana Konservasi Lahan di Daerah Transmigrasi tahun anggaran 1983/1984. Direktorat Perluasan Area Pertanian. Tanggal 25-29 Juli 1983, Lampung.

Situmorang, R. 1999. Pemanfaatan Bahan Organik Setempat, Mucuna sp dan Fosfat Alam untuk Memperbaiki Sifat-Sifat Tanah Palehumults di Mironontann, Sukabumi. Disertasi S3 Jurusan Tanah, Fakultas Pertanaian. IPB.

Soemarwoto, O. 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Edisi revisi. Penerbit Djmbatan, Jakarta.

Soeprapto, P dan Chairot M. 2003. Kegiatan Penambangan dan Pengelolaan Lingkungan di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara, Sumbawa, Indonesia. Makala Disampaikan Pada Seminar Nasional Manajemen Lingkungan. IPB, 14 Januari 2003. Bogor.

Sudarmadji, S.R.B. Kasmidjo, Haryono B., Murdiati A., dan Hardiman. (1979) Pembuatan Tempe Benguk dan Permasalahannya. Balai Penelitian Kimia. Departemen Perindustrian.

Suhardi, Murdidjali N.A., Bernard B.S., Kasmidjo R.B dan Sudarmadji S.(1979) Penyebaran HCN Dalam Biji Benguk dan Pengaruhnya Perndaman serta Pendidihan Terhadapnya. Balai Penelitian Kimia. Departemen Perindutrian. Bogor.

Tala’ohu, S.H, Moersidi S, Sukristiyonubowo and Gunawan S. 1995. Sifat Fisiko-Kimia Tanah Timbunan Tambang Batubara (PTBA) di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bidang Konservasi Tanah dan Air, serta Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal 42-52, Cisarua 26-28 September 1995. Bogor.

Tala’ohu, S.H, Erfandi D dan Syamsidi G. 1999. Adaptasi Beberapa Jenis Tanaman Kayu-Kayuan dan Buah-Buahan Dalam Upaya Penghijauan Areal Tmbunan Pasca Penambangan Batubara. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat. Hal 535-553, Cisarua 9-11 Februari 1999. Bogor.

(66)
(67)

1525 1177 1067 2443 1997 1989 3443 2997 2989 1143 1647 706

χ 152.5 117.7 106.7 244.3 199.7 198.9 344.3 299.7 298.9 χ 114.3 164.7 70.6

No No

AlurIIIA (cm) AlurIIIB (cm) AlurIIIC (cm) AlurIIIA (cm) AlurIIIB (cm) AlurIIIC (cm) AlurIIIA (cm) AlurIIIB (cm) AlurIIIC (cm) AlurIVA (cm) AlurIVB (cm) AlurIVC (cm)

1 5 217 172 29 324 223 129 424 323 1 5 72 81

1133 2153 1723 1783 3321 2488 2783 4321 3488 377 1212 359

χ 113.3 215.3 172.3 178.3 332.1 248.8 278.3 432.1 348.8 χ 37.7 121.2 35.9

No

AlurVA (cm) AlurVB (cm) AlurVC (cm) AlurVA(cm) AlurVB (cm) AlurVC (cm) AlurVA (cm) AlurVB (cm) AlurVC (cm)

1 5 159 25 23 254 87 123 354 187

824 1233 1070 1333 2155 2118 2333 3155 3118

χ 82.4 123.3 107 133.3 215.5 211.8 233.3 315.5 311.8

Pertumbuhan Tinggi Tanaman Plot Kapur 200kg/ha Disposal C1

Tinggi Tanaman Umur 4 MST Tinggi Tanaman Umur 6 MST Tinggi Tanaman Umur 8 MST

Pertumb

Tinggi Tanaman Umur 4 MST Pertumbuhan Tinggi Tanaman Plot Kapur 100kg/ha Disposal C1

Tinggi Tanaman Umur 4 MST Tinggi Tanaman Umur 6 MST Tinggi Tanaman Umur 8 MST

Pertumb

Tinggi Tanaman Umur 4 MST

Tabel Lampiran 1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Disposal C1

Tinggi Tanaman Umur 6 MST Tinggi Tanaman Umur 8 MST Pertumbuhan Tinggi Tanaman Plot Kompos Disposal C1

(68)

AlurIIA (cm) AlurIIB (cm) AlurIIC (cm) AlurIIA (cm) AlurIIB (cm) AlurIIC (cm)

234 233 109 334 333 209

275 218 219 375 318 319

239 237 247 339 337 347

231 259 102 331 359 202

219 233 112 319 333 212

274 289 211 374 389 311

249 269 101 349 369 201

230 238 97 330 338 197

233 201 109 333 301 209

239 238 87 339 338 187

2423 2415 1394 3423 3415 2394

242.3 241.5 139.4 342.3 341.5 239.4

AlurIVA (cm) AlurIVB (cm) AlurIVC (cm) AlurIVA (cm) AlurIVB (cm) AlurIVC (cm)

33 123 124 133 223 224

18 237 102 118 337 202

57 87 130 157 187 230

49 39 69 149 139 169

63 235 56 163 335 156

29 274 29 129 374 129

19 249 23 119 349 123

108 244 49 208 344 149

101 239 31 201 339 131

128 219 69 228 319 169

605 1946 682 1605 2946 1682

60.5 194.6 68.2 160.5 294.6 168.2

buhan Tinggi Tanaman Plot Kapur 150kg/ha Disposal C1

Tinggi Tanaman Umur 6 MST Tinggi Tanaman Umur 8 MST buhan Tinggi Tanaman Plot Pupuk Kandang Disposal C1

Gambar

Gambar 4.  Denah perlakuan pada Disposal C1.
Gambar 1. Peta Konsesi Kerja PT Berau Coal
Gambar 2. Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Binungan
Gambar 5. Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada umur 4, 6, dan 8 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

perempuan pada dasarnya memiliki peran gender yang berbeda, yang pastinya berpengaruh pada pelaksanaan layanan konseling, namun hal tersebut tidak memunculkan perbedaan

Penerapan perilaku kesehatan pada keluarga penerima Jamkesmas di Kota Kediri ini, berdasarkan hasil penelitian ternyata tidak dipengaruhi oleh seluruh karaketeristik

Dalam hal ini bank sebagai pengelola dana (mudharib) dilarang untuk melakukan praktek yang tidak sesuai dengan prinsip mudharabah sebagai akad dalam produk

Pada pengendalian Prototype Car Bomb shield sudah diuji coba menggunakan aplikasi desktop yang dibuat secara terpisah, proses pengujian Prototype Car Bomb shield antara

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan yaitu (1) telah dihasilkan media animasi pada materi sistem pernapasan pada manusia, (2) media animasi pada materi

Ia kemudiannya disokong oleh penulisan Mahamad Naser (2010) dan Suwaid Tapah (1996) dengan membuktikan bahawa perisytiharan kemasukan Islam kepada keluarga yang bukan Islam

Data statistik dana pihak ketiga (DPK) pada bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS) di Indonesia menunjukkan bahwa DPK dari tahun 2012 hingga tahun 2014

Dengan diterbitkan dan diterapkannya peraturan tersebut, maka pengembangan kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) telah memiliki standar secara prinsip. b) Aspek