• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencarian Kondisi Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI) Dengan Pereaksi Kromogenik Campuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencarian Kondisi Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI) Dengan Pereaksi Kromogenik Campuran"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA

KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI

KROMOGENIK CAMPURAN

MIRAH SUMINAR

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MIRAH SUMINAR. Pencarian Kondisi Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI)

dengan Pereaksi Kromogenik Campuran. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan

MOHAMAD RAFI.

Kromium adalah suatu logam yang unik, karena dalam bentuk Cr(III) diperlukan

untuk kesehatan manusia, sedangkan dalam bentuk Cr(VI) dikenal sebagai suatu zat yang

bersifat karsinogen. Saat ini kromium masih digunakan secara luas dalam industri baja

dan penyamakan kulit sehingga dengan semakin banyaknya penggunaan kromium dalam

bidang industri akan meningkatkan jumlah kromium yang terbuang ke lingkungan. Oleh

karena itu penentuan secara simultan Cr(III) dan Cr(VI) yang selektif dan sensitif

diperlukan untuk mengetahui jumlah kromium yang terkandung dalam limbah industri

tersebut. Penelitian ini menggunakan pereaksi kromogenik campuran untuk

mengkompleks Cr(III) dan Cr(VI). Pereaksi kromogenik untuk Cr(III) adalah

2-hidroksibenzaldiminoglisin (HBIG) dan Cr(VI) adalah bromopirogalol merah (BPR).

Penggunaan pereaksi kromogenik campuran ini bertujuan menentukan secara simultan

kedua bentuk oksidasi kromium dengan UV-VIS spektrofotometri.

Panjang gelombang terbaik pengukuran senyawa kompleks Cr(III)-HBIG adalah

576.4 nm, sedangkan untuk senyawa kompleks Cr(VI)-BPR adalah 635 nm. Pemilihan

larutan bufer pH 6.0 menunjukkan larutan bufer asetat lebih baik dibandingkan dengan

larutan bufer fosfat dengan waktu inkubasi terbaik 60 menit pada suhu kamar. Pengaruh

beberapa pereaksi menunjukkan bahwa kehadiran pereaksi BPR tidak berpengaruh pada

bentuk spektrum serapan Cr(III)-HBIG, demikian juga pereaksi HBIG tidak berpengaruh

pada bentuk spektrum serapan Cr(VI)-BPR. Kehadiran surfaktan setiltrimetilamonium

bromida (CTAB) tidak berpengaruh pada bentuk spektrum serapan Cr(III)-HBIG, tetapi

pada pengukuran Cr(VI)-BPR kehadiran CTAB sangat diperlukan karena mempunyai

efek katalis. Linearitas terbaik pada penentuan kurva standar Cr(III) dan Cr(VI)

masing-masing adalah 0.9929 pada kisaran konsentrasi 40-100

µ

g/ml untuk Cr(III) dan 0.25-0.29

(3)

ABSTRACT

MIRAH SUMINAR. Determination Cr(III & VI) Complex Compound Formation

Condition using Mixed Chromogenic Reagent. Under the direction of ETI ROHAETI and

MOHAMAD RAFI.

Chromium is a unique metal, because Cr(III) form, chromium is needed for human

health, while Cr(VI) is known as a carcinogenic agent. Until now chromium is still

widely used in steel and leather tanning industries, which means that the more chromium

used in industries the more chromium disposed to the environment. Therefore a sensitive

and selective simultaneous determination of Cr(III) and Cr(VI) is needed to monitor the

effluent of industries mentioned above. In this study, mixed chromogenic reagents used to

complex Cr(III) and Cr(VI). For Cr(III) the chromogenic reagent were

2-hydroxybenzaldiminoglycine (HBIG) and Cr(VI) were bromopyrogallol red (BPR). The

mixed chromogenic reagent used for simultaneous determination of the two oxidation

states of chromium by UV-VIS spectrophotometry.

(4)

PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA

KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI

KROMOGENIK CAMPURAN

MIRAH SUMINAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Pencarian Kondisi Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI) dengan

Pereaksi Kromogenik Campuran

Nama : Mirah Suminar

NIM : G44202038

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Eti Rohaeti, M.S.

Mohamad Rafi, S.Si

NIP 131663015

NIP 132321454

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999

(6)

PRAKATA

Puji

dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Tema yang dipilih

dalam penelitian ini adalah Cr(III) dan Cr(VI) dengan judul Pencarian Kondisi

Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI) dengan Pereaksi Kromogenik Campuran.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.S dan Mohamad Rafi,

S.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada

Om

Eman, Bapak

Ridwan, Bapak Manta, Ibu Nunung, Bapak Kosasih, Bapak Dede beserta staf

Laboratorium Kimia Analitik,

Mbak

Siti Rachma,

Mbak

Ii,

Mbak

Dewi beserta staf

Laboratorium Terpadu IPB,

Mas

Heri,

Kak

Budi, serta Bapak Farid atas sarannya. Selain

itu ucapan terima kasih kepada Steven, Nita, Miranti, Karin, Cherry, Yudi PH, Ari, Intan,

Kak

Akbar, dan rekan-rekan Kimia 39 atas kebersamaannya yang indah. Ungkapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibunda tercinta, kakak dan kedua adikku,

serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 November 1983 dari ayah (Alm) Oey

Ho Goan dan ibu Titing Sumarsih. Penulis merupakan putri satu-satunya dari empat

bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih

Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kromium... 2

Kromium(III) ... 2

Kromium(VI)... 3

Spektrofotometri ... 3

Analisis Multikomponen ... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 5

Metode ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan

λmaks... 7

Pengaruh Larutan Bufer pH 6.0... 8

Pengaruh Waktu Pengukuran ... 8

Pengaruh Beberapa Pereaksi... 9

Penentuan Kurva Standar Cr(III) dan Cr(VI) ... 11

Pengujian Kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam Campuran Sintetik... 11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Spektrum serapan dua zat yang tercampur terpisah sempurna, bertumpang tindih

sebagian, dan bertumpang tindih sempurna...4

2 Struktur HBIG...6

3 Struktur BPR...6

4 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG...7

5 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR...8

6 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan larutan bufer pH 6.0

asetat dan fosfat...8

7

Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan larutan bufer pH 6.0

fosfat dan asetat...8

8 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan

CTAB dan tanpa penambahan CTAB

.

... 9

9 Spektrum serapan tunggal BPR dan spektrum serapan senyawa kompleks

Cr(VI)-BPR tanpa penambahan CTAB.

...

...9

10 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan pengaruh BPR

dan tanpa pengaruh BPR... ...10

11 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan pengaruh HBIG

dan tanpa pengaruh HBIG...10

12 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-BPR dan spektrum serapan

larutan stok standar Cr(III)...10

13 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dan Cr(VI)-HBIG...10

14 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan

Cr(VI) dan tanpa penambahan Cr(VI)...11

15 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan penambahan

Cr(III) dan tanpa penambahan Cr(III)...11

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ... 16

2 Perhitungan preparasi larutan stok standar Cr(III) dan Cr(VI) ... 17

3 Penentuan konsentrasi HBIG... 18

4 Hubungan serapan larutan Cr(III)-HBIG (bufer asetat) dengan waktu

pengukuran (menit) ... 19

5 Hubungan serapan larutan Cr(III)-HBIG (bufer fosfat) dengan waktu

pengukuran (menit)...19

6 Hubungan serapan larutan Cr(VI)-BPR (bufer fosfat) dengan waktu

pengukuran (menit)...20

7 Hubungan serapan larutan Cr(VI)-BPR (bufer asetat) dengan waktu

pengukuran (menit)...20

8 Kurva standar Cr(III) dan Cr(VI)...21

9 Pengaruh penambahan larutan stok standar kromium terhadap linearitas kurva

standar Cr(III) dan Cr(VI)...22

(11)

PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA

KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI

KROMOGENIK CAMPURAN

MIRAH SUMINAR

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

MIRAH SUMINAR. Pencarian Kondisi Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI)

dengan Pereaksi Kromogenik Campuran. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan

MOHAMAD RAFI.

Kromium adalah suatu logam yang unik, karena dalam bentuk Cr(III) diperlukan

untuk kesehatan manusia, sedangkan dalam bentuk Cr(VI) dikenal sebagai suatu zat yang

bersifat karsinogen. Saat ini kromium masih digunakan secara luas dalam industri baja

dan penyamakan kulit sehingga dengan semakin banyaknya penggunaan kromium dalam

bidang industri akan meningkatkan jumlah kromium yang terbuang ke lingkungan. Oleh

karena itu penentuan secara simultan Cr(III) dan Cr(VI) yang selektif dan sensitif

diperlukan untuk mengetahui jumlah kromium yang terkandung dalam limbah industri

tersebut. Penelitian ini menggunakan pereaksi kromogenik campuran untuk

mengkompleks Cr(III) dan Cr(VI). Pereaksi kromogenik untuk Cr(III) adalah

2-hidroksibenzaldiminoglisin (HBIG) dan Cr(VI) adalah bromopirogalol merah (BPR).

Penggunaan pereaksi kromogenik campuran ini bertujuan menentukan secara simultan

kedua bentuk oksidasi kromium dengan UV-VIS spektrofotometri.

Panjang gelombang terbaik pengukuran senyawa kompleks Cr(III)-HBIG adalah

576.4 nm, sedangkan untuk senyawa kompleks Cr(VI)-BPR adalah 635 nm. Pemilihan

larutan bufer pH 6.0 menunjukkan larutan bufer asetat lebih baik dibandingkan dengan

larutan bufer fosfat dengan waktu inkubasi terbaik 60 menit pada suhu kamar. Pengaruh

beberapa pereaksi menunjukkan bahwa kehadiran pereaksi BPR tidak berpengaruh pada

bentuk spektrum serapan Cr(III)-HBIG, demikian juga pereaksi HBIG tidak berpengaruh

pada bentuk spektrum serapan Cr(VI)-BPR. Kehadiran surfaktan setiltrimetilamonium

bromida (CTAB) tidak berpengaruh pada bentuk spektrum serapan Cr(III)-HBIG, tetapi

pada pengukuran Cr(VI)-BPR kehadiran CTAB sangat diperlukan karena mempunyai

efek katalis. Linearitas terbaik pada penentuan kurva standar Cr(III) dan Cr(VI)

masing-masing adalah 0.9929 pada kisaran konsentrasi 40-100

µ

g/ml untuk Cr(III) dan 0.25-0.29

(13)

ABSTRACT

MIRAH SUMINAR. Determination Cr(III & VI) Complex Compound Formation

Condition using Mixed Chromogenic Reagent. Under the direction of ETI ROHAETI and

MOHAMAD RAFI.

Chromium is a unique metal, because Cr(III) form, chromium is needed for human

health, while Cr(VI) is known as a carcinogenic agent. Until now chromium is still

widely used in steel and leather tanning industries, which means that the more chromium

used in industries the more chromium disposed to the environment. Therefore a sensitive

and selective simultaneous determination of Cr(III) and Cr(VI) is needed to monitor the

effluent of industries mentioned above. In this study, mixed chromogenic reagents used to

complex Cr(III) and Cr(VI). For Cr(III) the chromogenic reagent were

2-hydroxybenzaldiminoglycine (HBIG) and Cr(VI) were bromopyrogallol red (BPR). The

mixed chromogenic reagent used for simultaneous determination of the two oxidation

states of chromium by UV-VIS spectrophotometry.

(14)

PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA

KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI

KROMOGENIK CAMPURAN

MIRAH SUMINAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul : Pencarian Kondisi Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI) dengan

Pereaksi Kromogenik Campuran

Nama : Mirah Suminar

NIM : G44202038

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Eti Rohaeti, M.S.

Mohamad Rafi, S.Si

NIP 131663015

NIP 132321454

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999

(16)

PRAKATA

Puji

dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Tema yang dipilih

dalam penelitian ini adalah Cr(III) dan Cr(VI) dengan judul Pencarian Kondisi

Pembentukan Senyawa Kompleks Cr(III & VI) dengan Pereaksi Kromogenik Campuran.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.S dan Mohamad Rafi,

S.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada

Om

Eman, Bapak

Ridwan, Bapak Manta, Ibu Nunung, Bapak Kosasih, Bapak Dede beserta staf

Laboratorium Kimia Analitik,

Mbak

Siti Rachma,

Mbak

Ii,

Mbak

Dewi beserta staf

Laboratorium Terpadu IPB,

Mas

Heri,

Kak

Budi, serta Bapak Farid atas sarannya. Selain

itu ucapan terima kasih kepada Steven, Nita, Miranti, Karin, Cherry, Yudi PH, Ari, Intan,

Kak

Akbar, dan rekan-rekan Kimia 39 atas kebersamaannya yang indah. Ungkapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibunda tercinta, kakak dan kedua adikku,

serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2007

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 November 1983 dari ayah (Alm) Oey

Ho Goan dan ibu Titing Sumarsih. Penulis merupakan putri satu-satunya dari empat

bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih

Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kromium... 2

Kromium(III) ... 2

Kromium(VI)... 3

Spektrofotometri ... 3

Analisis Multikomponen ... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 5

Metode ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan

λmaks... 7

Pengaruh Larutan Bufer pH 6.0... 8

Pengaruh Waktu Pengukuran ... 8

Pengaruh Beberapa Pereaksi... 9

Penentuan Kurva Standar Cr(III) dan Cr(VI) ... 11

Pengujian Kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam Campuran Sintetik... 11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Spektrum serapan dua zat yang tercampur terpisah sempurna, bertumpang tindih

sebagian, dan bertumpang tindih sempurna...4

2 Struktur HBIG...6

3 Struktur BPR...6

4 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG...7

5 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR...8

6 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan larutan bufer pH 6.0

asetat dan fosfat...8

7

Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan larutan bufer pH 6.0

fosfat dan asetat...8

8 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan

CTAB dan tanpa penambahan CTAB

.

... 9

9 Spektrum serapan tunggal BPR dan spektrum serapan senyawa kompleks

Cr(VI)-BPR tanpa penambahan CTAB.

...

...9

10 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan pengaruh BPR

dan tanpa pengaruh BPR... ...10

11 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan pengaruh HBIG

dan tanpa pengaruh HBIG...10

12 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-BPR dan spektrum serapan

larutan stok standar Cr(III)...10

13 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dan Cr(VI)-HBIG...10

14 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan

Cr(VI) dan tanpa penambahan Cr(VI)...11

15 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan penambahan

Cr(III) dan tanpa penambahan Cr(III)...11

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ... 16

2 Perhitungan preparasi larutan stok standar Cr(III) dan Cr(VI) ... 17

3 Penentuan konsentrasi HBIG... 18

4 Hubungan serapan larutan Cr(III)-HBIG (bufer asetat) dengan waktu

pengukuran (menit) ... 19

5 Hubungan serapan larutan Cr(III)-HBIG (bufer fosfat) dengan waktu

pengukuran (menit)...19

6 Hubungan serapan larutan Cr(VI)-BPR (bufer fosfat) dengan waktu

pengukuran (menit)...20

7 Hubungan serapan larutan Cr(VI)-BPR (bufer asetat) dengan waktu

pengukuran (menit)...20

8 Kurva standar Cr(III) dan Cr(VI)...21

9 Pengaruh penambahan larutan stok standar kromium terhadap linearitas kurva

standar Cr(III) dan Cr(VI)...22

(21)

PENDAHULUAN

Kromium merupakan salah satu logam berat yang berada pada golongan VIB dan periode keempat, dengan nomor atom 24 dan nomor massa 52. Bentuk kromium yang stabil di alam adalah kromium trivalen (Cr(III)) dan kromium heksavalen (Cr(VI)). Kromium trivalen memiliki tingkat toksisitas yang lebih

rendah dibandingkan dengan kromium

heksavalen. Kromium trivalen dalam

konsentrasi yang rendah berguna untuk metabolisme karbohidrat pada mamalia dan mengaktifkan insulin, selain itu apabila terjadi kekurangan Cr(III) maka akan mengganggu pertumbuhan dan metabolisme lemak dan protein. Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi Cr(III) dapat menimbulkan keracunan baik secara akut maupun kronis. Kromium heksavalen merupakan bentuk komersial yang lebih penting karena sering digunakan dalam industri. Hampir semua kromium yang bervalensi +6 ada di dalam lingkungan kegiatan manusia yang berasal dari oksidasi industri, tambang kromium, pembakaran minyak bumi, kertas, dan kayu. Kromium heksavalen biasanya stabil di udara dan air, tetapi kestabilannya akan berkurang jika terjadi kontak dengan bahan organik lainnya (Kusnoputranto 1996).

Saat ini penggunaan kromium dalam bidang industri semakin meningkat, sehingga secara langsung akan meningkatkan pula jumlah kromium yang terbuang ke dalam lingkungan. Kromium banyak ditemukan dalam limbah industri pelapisan logam (elektroplating), penghambat korosi besi, penyamakan kulit, dan sebagainya. Air limbah yang tercemar kromium ini merupakan racun yang berbahaya bagi kehidupan organisme. Kromium bila masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gangguan dalam sistem saraf pusat, sistem koordinasi otot, cacat lahir, dan kanker. Menghirup kromium dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit asma, ginjal, alergi kulit bahkan kanker paru-paru (Bobrowski et al. 2004). Oleh karena itu sangat penting melakukan kontrol dengan mengukur jumlah kedua spesi kromium dibandingkan dengan hanya mengukur kromium total pada limbah industri dan sumber air minum.

Beberapa teknik analisis telah

dikembangkan untuk penetapan kadar Cr(III) dan Cr(VI) pada suatu contoh secara individu maupun simultan. Spektrofotometri sinar tampak dan spektrofotometri serapan atom (AAS) merupakan teknik yang paling umum

digunakan untuk penetapan logam tersebut (Yalcin & Apak 2004).

Selain spektrofotometri sinar tampak dan AAS, ada beberapa teknik lain yang

digunakan seiring dengan kemajuan

instrumentasi seperti Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES) (Zhu et al. 2002, Sumida et al. 2006),

Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry (ICP-MS) (Stewart & Olesik

2000), High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) yang digabungkan dengan sistem detektor seperti pada AAS

(Lintschinger et al. 1995), LC-ICP-MS

(Chang & Jiang 2001), HPLC-ICP-MS (Seby

et al. 2003), kromatografi ion dengan detektor UV (Michalski 2004), elektroda ion selektif (Singh et al. 2004, Hassan et al. 2005), dan elektroforesis kapiler (Himeno et al. 1998). Namun untuk menentukan kadar kedua spesi kromium, yaitu Cr(III) dan Cr(VI)

teknik-teknik ini tetap memerlukan tahapan

prekonsentrasi maupun separasi.

Analisis kromium dengan

menggunakan spektrofotometri sinar tampak dapat dilakukan berdasarkan kemampuan ion

kromium dalam membentuk senyawa

kompleks berwarna dengan beberapa pereaksi

pembentuk warna (kromogenik). Ada

beberapa pereaksi kromogenik yang dapat digunakan untuk menganalisis kromium, tetapi tidak semuanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan karena di antara pereaksi kromogenik tersebut dapat juga membentuk kompleks dengan ion logam lain, contohnya saja reaksi kromium dengan 1,5-difenilkarbazida (DPC). Pereaksi ini tidak hanya bereaksi dengan kromium tetapi juga dapat bereaksi dengan logam transisi seperti merkuri, molibdenum, vanadium, dan besi yang mungkin dapat mengganggu pengukuran

kromium jika logam tersebut berada

(22)

spesi kromium. Kumar & Muthuselvi (2006) telah melakukan analisis Cr(III) dengan

pereaksi 2-hidroksibenzaldiminoglisin

(HBIG), sementara Huang et al. (1997) telah melakukan analisis Cr(VI) dengan pereaksi bromopirogalol merah (BPR). Kedua pereaksi kromogenik tersebut digunakan juga dalam penelitian ini dan diharapkan tidak saling

berinteraksi satu sama lain, sehingga

pengukuran kadar kromium dapat menjadi lebih akurat. Ion kompleks yang terbentuk akan memiliki konstanta kestabilan yang berbeda-beda tergantung pada kuat lemahnya ligan yang bergabung dengan ion tersebut. Oleh karena itu pengujian terhadap beberapa pereaksi yang dapat mempengaruhi bentuk

spektrum serapan senyawa kompleks

kromium dan penetapan kondisi seperti waktu pengukuran dan larutan bufer perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan menetapkan kondisi terbaik pengukuran simultan Cr(III) dan Cr(VI) dalam pereaksi kromogenik

campuran (HBIG dan BPR) dengan

mempelajari pengaruh beberapa pereaksi, waktu pengukuran, dan larutan bufer melalui metode spektrofotometri sinar tampak.

TINJAUAN PUSTAKA

Kromium

Kromium merupakan salah satu logam berat yang termasuk ke dalam unsur transisi golongan VIB dan berada pada periode 4 dalam daftar periodik. Kromium merupakan logam yang mengkilap dengan massa jenis 7.9 g/cm3, memiliki titik didih tinggi (2658 oC), dan titik leleh 1875 oC. Kromium ditemukan di alam sebagai tiga bentuk stabil, yaitu kromium metal/logam, kromium(III), dan

kromium(VI). Kromium metal/logam

merupakan unsur dengan nomor atom 24 dalam tabel periodik, terbentuk secara luas dalam penambangan kromit, dan sangat resisten terhadap bahan kimia (korosif dan oksidatif), sehingga menjadi pertimbangan untuk digunakan dalam baja tahan karat dan

pelapisan kromium. Kromium(III) dan

kromium(VI) adalah bentuk-bentuk krom yang bergabung dengan unsur-unsur lain untuk membentuk senyawa (Kusnoputranto 1996).

Kromium merupakan zat yang unik,

karena disatu pihak dibutuhkan untuk

kesehatan manusia dalam bentuk tertentu (Cr(III)), tetapi dilain pihak merupakan zat yang dapat menyebabkan kanker paru-paru dalam bentuk yang lain (Cr(VI)). Logam berat

ini berada dalam urutan kedua setelah benzena sebagai penyusun utama pencemar udara toksik (Kusnoputranto 1996).

Kromium(III)

Kromium(III) atau kromium trivalen adalah bentuk yang paling penting berada di lingkungan, karena bentuknya lebih stabil

dibandingkan kromium logam dan

kromium(VI). Kromium trivalen hampir semuanya berbentuk kationik atau netral, cenderung membentuk senyawaan kompleks stabil dengan spesi organik ataupun anorganik yang bermuatan negatif. Sebagai contoh, Cr(III) akan membentuk senyawaan kompleks kuat dengan amina dan akan teradsorbsi oleh mineral tanah. (U.S Department of Commerce

1980 diacu dalam Yanto 2004).

Kromium(III) dibutuhkan untuk

kesehatan manusia, yaitu bersama-sama

dengan insulin dapat menjaga kadar gula darah yang sesuai (glucose tolerance). Glucose tolerance adalah waktu yang diperlukan agar gula dalam darah kembali pada kadar normal bila manusia yang puasa mengkonsumsi gula. Waktu yang normal sekitar 2.5 jam. Bila lebih dari waktu tersebut

dianggap glucose tolerance-nya akan

terganggu, dan dengan pemberian kromium dapat diperbaiki. Kromium banyak dikandung dalam keju, biji-bijian, krim kacang, daging, dan ragi (Winarno 1997).

Kromium dapat masuk ke dalam tubuh bergantung pada sifat kimia dan sifat fisiknya. Bentuk Cr(III) berada di dalam pencernaan makanan dengan tingkat penyerapan kira-kira 3-6%, setelah terjadi penyerapan, kromium akan dikeluarkan bersama dengan urin sebesar 0.5-1.5 µg. Krom trivalen juga secara bebas terdapat di udara dan dapat masuk ke dalam jaringan paru-paru jika terhirup oleh manusia, selanjutnya akan masuk ke bagian dalam saluran pernafasan dan konsentrasinya akan semakin bertambah karena kromium akan terakumulasi.

Metode analisis yang telah ada untuk menentukan kadar Cr(III) secara langsung berdasarkan pembentukan kompleks dengan

spektrofotometer masih sangat sedikit.

Beberapa metode yang telah ada selalu dilakukan pemanasan dengan cara refluks yang disebabkan oleh lambatnya reaksi

pembentukan kompleks Cr(III) dengan

(23)

Holland 1971), kalium heksasianoferat(II) (Malik & Bembi 1975), EDTA (Rengasamy & Oades 1977), tropolon (Rizvi 1983), senyawa turunan tiazolilazo seperti 4-(-2-tiazolilazo) resorsinol (Carvalho et al. 2004), HBIG (Kumar & Muthuselvi 2006), dan α-benzoin oksim (Ghaedi et al. 2006).

Kromium(VI)

Kromium(VI) atau kromium

heksavalen merupakan bentuk yang paling berbahaya dan dapat menimbulkan efek yang merugikan kesehatan manusia. Kromium heksavalen hampir semuanya berbentuk senyawaan anionik, sangat larut dalam

perairan dan relatif stabil meskipun

senyawaan ini merupakan zat pengoksidasi yang kuat di dalam larutan asam, selain itu juga Cr(VI) tidak berada dalam bentuk senyawaan koordinasi tetapi ditemukan dalam material biologis, dan memiliki afinitas terhadap sel darah merah.

Senyawaan Cr(VI) di dalam

lingkungan berasal dari limbah industri, tambang kromium, pembakaran minyak bumi, kertas dan kayu. Sampah padat yang mengandung Cr(VI) dapat menjadi suatu bahaya jika dibuang ke dalam penimbunan sampah berlapis (landfill) karena bentuk dari kromium tersebut sangat mudah bergerak di dalam air tanah (Kusnoputranto 1996).

Kromium heksavalen dapat

menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, pendarahan di dalam tubuh, dermatitis, kerusakan saluran pernafasan, dan kanker paru-paru. Namun kasus dermatitis akibat

keracunan Cr(VI) relatif sudah jarang

ditemukan. Bahaya jangka panjang terhadap

saluran pernafasan dan kulit dapat

menyebabkan peradangan rongga hidung, pendarahan hidung, dan kerusakan jaringan kulit. Respon yang lebih umum terjadi adalah reaksi alergi kulit terhadap produk yang mengandung kromium seperti kulit, semen, ragi bir, pengawet kayu, cat, lem, dan pewarna

kayu. Reaksi-reaksi tersebut dapat

disembuhkan dengan krim hidrokortison atau larutan asam askorbat (vitamin C).

United States Environmental Protection Agency (USEPA) telah menempatkan Cr(VI) sebagai senyawa yang

karsinogenik. Percobaan laboratorium

membuktikan bahwa senyawa-senyawa

Cr(VI) atau hasil-hasil reaksi antaranya di dalam sel dapat menyebabkan kerusakan pada materi genetik. Studi lain pada binatang

percobaan menunjukkan bahwa bentuk

kromium tersebut dapat menyebabkan

masalah reproduksi. Efek yang sangat

berbahaya dari Cr(VI) menyebabkan

pemerintah memasukkan Cr(VI) dalam

kriteria nilai baku mutu air. Kementerian

Negara Lingkungan Hidup Republik

Indonesia telah menetapkan bahwa

konsentrasi kromium total sebesar 2 µg/ml sebagai batas maksimum yang diperbolehkan untuk limbah industri sedangkan untuk air minum konsentrasi Cr(VI) sebesar 0.05

µg/ml. Kromium heksavalen banyak

dimanfaatkan juga untuk produksi zat kimia kromium, pigmen untuk cat dan tekstil, penyamakan kulit, bahan pengawet kayu, serta dapat digunakan dalam pendingin pembangkit tenaga listrik untuk mencegah karat. Namun harus tetap diperhatikan juga bahwa meskipun Cr(VI) dapat membawa manfaat tetapi limbah industrinya dapat menyebabkan pencemaran.

Penentuan kadar Cr(VI) secara

spektrofotometer sinar tampak dengan

pereaksi DPC merupakan metode yang paling umum, akan tetapi gangguan dari Fe(III),

Mo(VI), Cu(II), dan Hg(II) sangat

mempengaruhi hasil yang diperoleh dan hanya membentuk kompleks yang stabil selama 30 menit dengan adanya bufer fosfat. Pereaksi lain juga telah diteliti untuk digunakan dalam menentukan kadar Cr(VI), yaitu ferpenazin (Mohamed & El-Shahat 2000), asam sitrazinat

(Revanasiddappa & Kumar 2001),

trifluoroperazin hidroklorida (Revanasiddappa & Kumar 2002),

2-[2-(4-metoksi-fenilamino)-vinil]-1,3,3-trimetil-3H-indolium klorida

(Andruch et al. 2003), BPR (Huang et al. 1997), dan variamin biru (Narayana & Cherian 2005).

Spektrofotometri

Dasar teknik spektrofotometri adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan bahan yang akan dianalisis. Yang dimaksud radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari energi yang diteruskan melalui ruang dengan kecepatan sebesar 2.99792 x 1010 cm/detik dalam ruang vakum.

Besar energi radiasi bergantung pada

(24)

dilihat sebagai penyerapan radiasi oleh bahan dan merupakan dasar dari spektroskopi (Adijuwana & Nur 1989).

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

Spektrometer menghasilkan sinar dari

spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diserap.

Jadi spektrofotometer digunakan untuk

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pengukuran absorbansi atau

transmitansi dalam spektrofotometer

ultraviolet dan sinar tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia

(Khopkar 2003). Spektrum ultraviolet

terentang dari 100 hingga 400 nm, sedangkan spektrum sinar tampak terentang dari 400 hingga 750 nm (Fessenden RJ & JS Fessenden

1980). Komponen-komponen utama

spektrofotometer adalah sumber radiasi, monokromator, wadah untuk larutan contoh, detektor, dan peralatan pembacaan hasil (Hargis 1988).

Spektrum serapan pada

spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet diukur dalam bentuk larutan, oleh karena itu apabila analat tersedia dalam bentuk padatan

maka harus beri perlakuan yang

memungkinkan untuk mendapatkan larutan komponen yang dapat diukur. Analat yang dapat diukur dengan spektrofotometri sinar tampak adalah analat yang berwarna atau dapat dibuat berwarna. Oksidasi merupakan salah satu proses yang digunakan untuk membuat analat tertentu menjadi berwarna. Proses lainnya yang dapat digunakan adalah

pembentukan senyawa kompleks. Suatu

kompleks selalu terjadi dari sebuah ion logam yang dinamakan ion pusat dan komponen-komponen lain yang berupa ion negatif atau molekul yang dinamakan ligan. Jumlah ligan dalam sebuah kompleks berbeda-beda. Jumlah

ikatan dengan ligan disebut bilangan

koordinasi (Harjadi 1986).

Analisis Multikomponen

Suatu analat kadang-kadang

mengandung lebih dari satu komponen yang bisa diukur dengan cara spektrofotometri. Penentuan komposisi campuran tersebut perlu diketahui terlebih dahulu spektrum serapan dari masing-masing komponennya. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan spektrum serapan dua zat yang tercampur, yaitu terpisah sempurna, bertumpang tindih sebagian, dan

bertumpang tindih sempurna. Spektrum

terpisah sempurna artinya sinar pada panjang gelombang maksimum (λmaks) yang diserap

komponen 1 (misalnya komponen X) tidak

diserap oleh komponen 2 (misalnya

komponen Y) dan sebaliknya komponen Y tidak menyerap sinar pada λmaks komponen X.

Spektrum bertumpang tindih sebagian artinya sinar pada λmaks yang diserap oleh komponen

X tidak dapat diserap oleh komponen Y. Sementara sinar pada λmaks yang diserap oleh

komponen Y dapat diserap oleh komponen X. Spektrum bertumpang tindih sempurna artinya sinar pada λmaks yang diserap oleh komponen

X dapat diserap pula oleh komponen Y dan sebaliknya sinar pada λmaks yang diserap oleh

komponen Y dapat diserap pula oleh komponen X. Spektrum serapan dua zat tersebut akan menentukan berapa kurva standar yang harus dibuat dalam penentuan kadar kedua zat tersebut.

(25)

Campuran yang spektrum serapannya terpisah sempurna (Gambar 1a), bila dibaca serapannya pada λ1 maka serapan (A1) yang

terukur hanya disebabkan oleh komponen X, dan bila dibaca pada λ2 maka serapan (A2)

yang terukur hanya disebabkan oleh

komponen Y. Berapapun besarnya komponen Y tidak mengubah serapan pada λ1, begitu

pula sebaliknya. Sehingga apabila dimasukkan ke dalam persamaan Lambert-Beer menjadi A1 = k1.Cx dan A2 = k2.Cy. Nilai Cx dan Cy

dapat dihitung jika nilai k1 dan k2 diketahui.

Kedua tetapan tersebut dapat diketahui dari kurva standar X pada λ1 dan Y pada λ2,

sehingga diperlukan dua kurva standar. Sedangkan bila X dan Y mempunyai spektrum serapan bertumpang tindih sebagian

seperti pada Gambar 1b, maka A1

menunjukkan serapan yang hanya disebabkan oleh X, sedangkan A2 disebabkan oleh X dan

Y sehingga persamaan Lambert-Beer menjadi A1 = k1x.Cx dan A2 = k2x.Cx + k2y.Cy. Nilai k1x

tidak sama dengan k2x karena panjang

gelombangnya berbeda dan k2x tidak sama

dengan k2y karena zatnya berbeda. Pada kasus

ini ketiga nilai k diperoleh dari kurva standar X pada λ1 dan λ2 dan Y hanya pada λ2. Dua

komponen yang mempunyai spektrum serapan bertumpang tindih sempurna (Gambar 1c) persamaan Lambert-Beer-nya adalah A1 =

k1x.Cx + k1y.Cy dan A2 = k2x.Cx + k2y.Cy.

Keempat tetapan tersebut diperoleh dari kurva standar masing-masing senyawa pada λ1 dan λ2.

Beberapa contoh pemakaian metode ini adalah pada analisis kromium dan mangan dari sampel baja tanpa melakukan pemisahan

terlebih dahulu. Oksidasi mangan

menghasilkan KMnO4 yang memiliki serapan

maksimum pada 545 nm sedangkan kromium

menghasilkan K2Cr2O7 dengan serapan

maksimum 440 nm. Penentuan konsentrasi paladium dan platinum juga dapat ditentukan secara simultan dengan spektrofotometri. Keduanya membentuk kompleks dengan SnCl2 dalam media HClO4 dan mempunyai

serapan maksimum pada 635 nm dan 405 nm (Khopkar 2003).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain CrCl3.6H2O sebagai sumber Cr(III),

K2Cr2O7 sebagai sumber Cr(VI), glisin, KOH,

salisilaldehida, etanol 99%, BPR, CTAB,

bufer fosfat pH 6.0, bufer asetat pH 6.0, dan air destilata bebas ion.

Alat-alat yang digunakan antara lain spektrofotometer UV-VIS Shimadzu 1700 PC dengan perangkat lunak UV-probe versi 2.21, kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, hot plate, pengaduk bermagnet, termometer, neraca analitik, pH meter, dan peralatan kaca.

Metode

Penelitian terdiri atas beberapa

tahapan, yaitu pembuatan spektrum serapan untuk penentuan λmaks senyawa kompleks

Cr(III)-HBIG dan Cr(VI)-BPR, pengujian pengaruh larutan bufer asetat dan fosfat pH 6.0 terhadap λmaks, pengujian pengaruh waktu

pengukuran terhadap intensitas warna

kompleks untuk mengetahui kestabilan warna

larutan senyawa kompleks, pengujian

pengaruh beberapa pereaksi, yaitu CTAB, BPR, dan HBIG terhadap bentuk spektrum serapan dari senyawa kompleks kromium yang terbentuk, penentuan kurva standar Cr(III) dan Cr(VI) serta pengujian kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam campuran sintetik (Lampiran 1).

Preparasi Larutan Stok Standar Cr(III) dan Cr(VI)

Larutan stok standar Cr(III) dan Cr(VI) dengan konsentrasi 750 µg/ml dan 5 µg/ml disiapkan dengan cara sebanyak 0.3844 g Cr(III) dan 0.0056 g Cr(VI) ditimbang dari

masing-masing garamnya kemudian

dilarutkan dengan air destilata bebas ion pada labu takar 100 ml (Lampiran 2).

Preparasi Larutan 2-Hidroksibenzaldimino glisin (HBIG) (Kumar & Muthuselvi 2006)

(26)

Berikut ini adalah struktur dari HBIG:

Gambar 2 Struktur HBIG.

Preparasi Larutan Bromopirogalol Merah (BPR) 9x10-4 M (Huang et al. 1997)

Pereaksi ini dibuat dengan cara sebanyak 0.0130 g BPR ditimbang dan dilarutkan dengan air destilata bebas ion hingga 25 ml. Selanjutnya pereaksi ini dapat digunakan sebagai pereaksi kromogenik untuk Cr(VI). Berikut ini adalah struktur dari BPR:

Gambar 3 Struktur BPR.

Preparasi Larutan Bufer pH 6.0

Larutan bufer fosfat disiapkan dengan cara 12.8 ml larutan dinatrium hidrogen ortofosfat (Na2HPO4) 0.01 M dicampurkan

dengan 87 ml larutan natrium dihidrogen ortofosfat (NaH2PO4) 0.01 M. Sedangkan

larutan bufer asetat disiapkan dengan cara 4.4 ml larutan asam asetat 0.1 M dicampurkan dengan 90 ml larutan natrium asetat 0.1 M.

Penentuan λλλλmaks Senyawa Kompleks Cr(III)-HBIG dan Cr(VI)-BPR

Senyawa kompleks Cr(III) dengan pereaksi kromogenik HBIG selanjutnya ditulis Cr(III)-HBIG disiapkan dengan cara sebanyak 2 ml larutan bufer asetat pH 6.0 dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml kemudian ditambahkan 2.5 ml larutan Cr(III) 750 µg/ml, 3.5 ml larutan HBIG 9.9219x10-4 M, dan 0.2 ml larutan CTAB 2.7x10-3 M. Larutan tersebut kemudian ditera dengan air destilata bebas ion, dikocok, dan didiamkan selama 60 menit. Serapan larutan diukur pada kisaran panjang gelombang 450-800 nm dengan larutan blanko yang berisi 3.5 ml larutan HBIG 9.9219x10-4 M dan 0.2 ml

larutan CTAB 2.7x10-3 M lalu ditera hingga 25 ml. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap panjang gelombang.

Senyawa kompleks Cr(VI) dengan pereaksi kromogenik BPR selanjutnya ditulis Cr(VI)-BPR disiapkan dengan cara sebanyak 4 ml larutan bufer asetat pH 6.0 dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml kemudian ditambahkan 1.35 ml larutan Cr(VI) 5 µg/ml, 1 ml larutan BPR 9x10-4 M, dan 1 ml larutan CTAB 2.7x10-3 M. Larutan tersebut kemudian ditera dengan air destilata bebas ion, dikocok, dan didiamkan selama 60 menit. Serapan larutan diukur pada kisaran panjang gelombang 450-800 nm dengan larutan blanko yang berisi 1 ml larutan BPR 9x10-4 M, dan 1 ml larutan CTAB 2.7x10-3 M lalu ditera hingga 25 ml. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap panjang gelombang.

Pengaruh Larutan Bufer pH 6.0 terhadap λ

λ λ

λmaks Cr(III)-HBIG dan Cr(VI)-BPR serta Pengaruh Waktu Pengukuran Terhadap Intensitas Warna Kompleks

Persiapan larutan untuk pengukuran pengaruh larutan bufer pH 6.0 sama seperti persiapan larutan untuk penentuan λmaks,

kemudian disiapkan larutan lain yang serupa hanya saja dengan mengganti larutan bufer asetat dengan larutan bufer fosfat. Keempat larutan diukur setelah didiamkan selama 60 menit untuk melihat pengaruh larutan bufer asetat dan fosfat. Sementara untuk melihat pengaruh waktu pengukuran, keempat larutan tersebut diukur setiap 20 menit hingga menit ke-120.

Pengaruh Beberapa Pereaksi (CTAB, BPR, HBIG, dan larutan stok standar kromium) Terhadap Bentuk Spektrum Serapan dari Senyawa Kompleks Cr(III) dan Cr(VI)

Disiapkan larutan Cr(III)-HBIG

dengan cara yang sama seperti larutan untuk penentuan λmaks (larutan 1). Serapan larutan

(27)

serapan Cr(III)-HBIG maka disiapkan larutan yang sama dengan larutan (1) hanya saja pada larutan kemudian ditambahkan 0.25 ml larutan Cr(VI) 5 µg/ml.

Disiapkan larutan Cr(VI)-BPR dengan cara yang sama seperti larutan untuk penentuan λmaks (larutan 2). Serapan larutan

ini dibandingkan dengan larutan Cr(VI)-BPR lain yang disiapkan dengan cara yang sama tetapi tanpa penambahan pereaksi CTAB untuk melihat pengaruh penambahan CTAB terhadap bentuk spektrum serapan Cr(VI)-BPR. Kemudian untuk melihat pengaruh pereaksi HBIG terhadap kompleks Cr(VI)-BPR maka disiapkan larutan seperti larutan (2) yang ditambahkan HBIG sebanyak 3.5 ml, dan untuk melihat pengaruh larutan stok standar Cr(III) terhadap bentuk spektrum serapan Cr(VI)-BPR maka disiapkan larutan yang sama dengan larutan (2) hanya saja pada larutan kemudian ditambahkan 2.5 ml larutan Cr(III) 750 µg/ml.

Penentuan Kurva Standar Cr(III) dan Cr(VI)

Sejumlah larutan kromium disiapkan dengan cara yang sama seperti pada larutan (1) hanya saja dengan mengganti 2.5 ml volume larutan stok standar Cr(III) dengan masing-masing volume 1.3 ml; 1.7 ml; 2.0 ml; 2.3 ml; 2.7 ml; 3.0 ml; dan 3.3 ml larutan Cr(III) 750 µg/ml pada masing-masing labu takar. Pengaruh larutan Cr(VI) terhadap linearitas kurva standar Cr(III) dilakukan dengan cara yang sama tetapi dengan penambahan 0.25 ml larutan Cr(VI) 5 µg/ml pada masing-masing labu takar. Larutan tersebut kemudian diukur pada λmaks

Cr(III)-HBIG.

Sejumlah larutan kromium disiapkan dengan cara yang sama seperti pada larutan (2) hanya saja dengan mengganti 1.35 ml volume larutan stok standar Cr(VI) dengan masing-masing volume 1.25 ml; 1.30 ml; 1.35 ml; 1.40; dan 1.45 ml larutan Cr(VI) 5 µg/ml pada masing-masing labu takar. Pengaruh larutan Cr(III) terhadap linearitas kurva standar Cr(VI) dilakukan dengan cara yang sama tetapi dengan penambahan 2.5 ml larutan Cr(III) 750 µg/ml pada masing-masing labu takar. Larutan tersebut kemudian diukur pada λmaks Cr(VI)-BPR.

Pengujian Kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam Campuran Sintetik

Sebanyak 6 ml larutan bufer asetat pH 6.0 dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar

25 ml kemudian ditambahkan 2.3 ml larutan Cr(III) 750 µg/ml, 3.5 ml larutan HBIG 9.9219x10-4 M, 1.35 ml larutan Cr(VI) 5 µg/ml, 1 ml larutan BPR 9x10-4 M, dan 1 ml larutan CTAB 2.7x10-3 M. Larutan tersebut kemudian ditera dengan air destilata bebas ion, dikocok, didiamkan selama 60 menit dan diukur serapannya pada dua λmaks. Pembuatan

dan pengukuran larutan dilakukan sebanyak sepuluh kali ulangan. Larutan blanko yang digunakan berisi 3.5 ml larutan HBIG 9.9219x10-4 M, 1 ml larutan BPR 9x10-4 M, dan 1 ml larutan CTAB 2.7x10-3 M lalu ditera hingga 25 ml.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan λλλλmaks Senyawa Kompleks Cr(III)

dan Cr(VI)

Senyawa kompleks Cr(III)-HBIG

menunjukkan serapan maksimum pada 576.4

nm (Gambar 4), sedangkan senyawa

kompleks Cr(VI)-BPR memberikan serapan maksimum pada 635 nm (Gambar 5),

sehingga pengukuran selanjutnya hanya

dilakukan pada kedua λmaks tersebut. Tujuan

pengukuran serapan larutan pada λmaks adalah

untuk mengurangi kesalahan atau

meningkatkan ketelitian dan kepekaan dalam menentukan konsentrasi suatu senyawa secara spektofotometri.

(28)

Gambar 5 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR.

Pengaruh Larutan Bufer pH 6.0 Terhadap λ

λλ

λmaks Cr(III)-HBIG dan Cr(VI)-BPR

Larutan bufer memiliki peranan yang

penting dalam pembentukan kestabilan

senyawa kompleks kromium. Larutan bufer yang digunakan adalah larutan bufer fosfat dan larutan bufer asetat. Kumar & Muthuselvi (2006) telah mempelajari reaksi kompleks Cr(III)-HBIG pada larutan bufer fosfat pH 1.0-10.0. Mereka melaporkan bahwa nilai

serapan yang konstan dan maksimum

diperoleh pada kisaran pH 7.0-8.0, dan kestabilan kompleks Cr(III)-HBIG konstan hingga 5 jam. Sementara itu Huang et al. (1997) telah mempelajari reaksi kompleks Cr(VI)-BPR pada larutan bufer asetat pH 5.4-6.0. Nilai pH di atas 6.5 tidak dapat digunakan karena kestabilan BPR akan menurun. Oleh karena itu dipilih larutan bufer dengan pH 6.0. Berdasarkan Gambar 6 dan 7, kompleks Cr(III)-HBIG dan Cr(VI)-BPR pada larutan

bufer fosfat maupun asetat pH 6.0

memperlihatkan bentuk spektrum yang sama dan tidak mempengaruhi λmaks-nya, sehingga

larutan bufer fosfat dan asetat pH 6.0 keduanya dapat digunakan.

Gambar 6 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan larutan bufer pH 6.0 asetat (a) dan fosfat (b).

Gambar 7 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan larutan bufer pH 6.0 fosfat (a) dan asetat (b).

Pengaruh Waktu Pengukuran Terhadap Intensitas Warna Kompleks

Warna larutan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG yang diperoleh adalah hijau

kekuningan sedangkan untuk senyawa

kompleks Cr(VI)-BPR adalah ungu kebiruan. Intensitas warna larutan ini tidak dapat ditentukan secara kasat mata saja tetapi juga

perlu dilakukan pengukuran serapannya

dengan spektrofotometer. Senyawa kompleks Cr(III)-HBIG memiliki kestabilan warna yang cukup baik dengan bufer asetat pH 6.0 setelah 60 menit. Hal ini terlihat dari serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG yang mulai konstan sejak menit ke-60 hingga menit ke-120

a b

a

(29)

(Lampiran 4) sedangkan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan larutan bufer fosfat pH 6.0 memiliki kestabilan warna yang kurang baik, hal ini terlihat dari nilai serapannya yang tidak konstan (Lampiran 5). Sementara itu, intensitas warna senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dalam larutan bufer fosfat maupun asetat pH 6.0 memiliki nilai serapan yang optimum pada menit ke-60 (Lampiran 6 & 7). Sehingga

untuk pengukuran Cr(III) dan Cr(VI)

selanjutnya digunakan larutan bufer asetat pH 6.0 dengan waktu pengukuran 60 menit setelah diinkubasi pada suhu kamar.

Pengujian pengaruh waktu terhadap intensitas warna larutan dilakukan dalam penelitian ini karena dalam proses analisis dengan spektrofotometer diperlukan rentang waktu untuk pembuatan, pewarnaan, dan pengukuran serapan larutan. Apabila senyawa

kompleks yang terbentuk mengalami

perubahan warna beberapa waktu setelah

pewarnaan dilakukan tentu saja akan

menyebabkan hasil pengukuran menjadi tidak akurat.

Pengaruh Beberapa Pereaksi (CTAB, BPR, HBIG, dan Larutan Stok Standar Kromium) Terhadap Bentuk Spektrum Serapan dari Senyawa Kompleks

Cr(III)-HBIG dan Cr(VI)-BPR

Pengujian pengaruh beberapa pereaksi, yaitu CTAB, HBIG, BPR, dan larutan stok standar kromium terhadap pembentukan senyawa kompleks kromium dilakukan dalam penelitian ini guna mengetahui ada tidaknya interaksi di antara pereaksi-pereaksi tersebut terhadap senyawa kompleks kromium yang

terbentuk. Pengujian ini dapat dilihat

berdasarkan bentuk spektrum serapannya. Bentuk spektrum serapan dari senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan larutan CTAB ternyata tidak mengubah λmaks

-nya. Hal ini berarti bahwa larutan CTAB tidak mempengaruhi proses pengukuran senyawa kompleks Cr(III)-HBIG (Gambar 8).

Gambar 8 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan CTAB (a) dan tanpa penambahan CTAB (b).

Larutan CTAB merupakan jenis

surfaktan kationik yang dapat mempercepat proses pembentukan kompleks Cr(VI)-BPR. Menurut Huang et al. (1997) larutan CTAB merupakan katalis yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sodium dodesilsulfat (SDS), selain itu peranan CTAB juga dapat digantikan dengan proses pemanasan Cr(VI)-BPR pada suhu 100 oC, namun apabila proses tersebut dilakukan maka Cr(III) yang berada dalam campuran dapat ikut bereaksi dengan BPR. Apabila senyawa kompleks Cr(VI)-BPR tidak ditambahkan dengan katalis CTAB, maka proses pembentukan kompleksnya akan berlangsung lama. Hal ini dapat dilihat dari bentuk spektrum yang sama antara spektrum tunggal BPR dengan spektrum Cr(VI)-BPR tanpa penambahan CTAB, yaitu pada panjang gelombang 557 nm (Gambar 9).

Gambar 9 Spektrum serapan tunggal BPR (a) dan spektrum serapan senyawa

kompleks Cr(VI)-BPR tanpa

penambahan CTAB (b). a

a

b

(30)

Penambahan pereaksi BPR terhadap

senyawa kompleks Cr(III)-HBIG

menunjukkan bentuk spektrum serapan yang tidak berbeda dibandingkan dengan spektrum serapan Cr(III)-HBIG tanpa penambahan BPR (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran BPR tidak berpengaruh terhadap

bentuk spektrum serapan Cr(III)-HBIG.

[image:30.595.106.512.263.744.2]

Demikian juga penambahan pereaksi HBIG terhadap senyawa kompleks Cr(VI)-BPR menunjukkan spektrum serapan yang sama dengan spektrum serapan Cr(VI)-BPR tanpa penambahan HBIG (Gambar 11). Hal ini berarti bahwa kedua pereaksi kromogenik tersebut selektif untuk masing-masing spesi kromium.

[image:30.595.122.277.281.432.2]

Gambar 10 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan pengaruh BPR (a) dan tanpa pengaruh BPR (b).

Gambar 11 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan pengaruh HBIG (a) dan tanpa pengaruh HBIG (b).

Reaksi antara senyawa Cr(III)-BPR memperlihatkan bentuk spektrum yang sama dengan larutan stok standar Cr(III) 75 µg/ml (Gambar 12). Ini berarti bahwa Cr(III) dengan pereaksi BPR tidak membentuk kompleks. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Huang et al. (1997) yang mengatakan bahwa Cr(III) dengan pereaksi BPR tidak membentuk kompleks pada suhu ruang meskipun dengan penambahan CTAB, kecuali bila dipanaskan pada suhu 100 oC. Sementara itu bentuk spektrum Cr(VI) dengan pereaksi HBIG tidak memperlihatkan serapan maksimum pada

daerah 600-800 nm (bentuk spektrum

cenderung datar dengan sedikit serapan), hal ini berarti bahwa Cr(VI) tidak bereaksi dengan pereaksi HBIG (Gambar 13).

[image:30.595.331.506.288.719.2]

Gambar 12 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-BPR (a) dan spektrum serapan larutan stok standar Cr(III) (b).

Gambar 13 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR (a) dan Cr(VI)-HBIG (b).

a

b

a

b

b

a

a

(31)

Penambahan larutan Cr(VI) terhadap

senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dan

penambahan larutan Cr(III) terhadap senyawa

kompleks Cr(VI)-BPR memperlihatkan

[image:31.595.117.294.189.623.2]

bentuk spektrum yang sama. (Gambar 14 & 15). Hal ini berarti bahwa dalam bentuk campuran masing-masing spesi kromium tersebut tidak akan saling mengganggu senyawa kompleks yang terbentuk.

Gambar 14 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III)-HBIG dengan penambahan Cr(VI) (a) dan tanpa penambahan Cr(VI) (b).

Gambar 15 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(VI)-BPR dengan penambahan Cr(III) (a) dan tanpa penambahan Cr(III) (b).

Penentuan Kurva Standar dan Pengujian Kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam Campuran Sintetik

Analisis Cr(III) dengan pereaksi

kromogenik HBIG memberikan linearitas terbaik pada rentang konsentrasi 40-100

µg/ml dengan nilai r sebesar 0.9929

sedangkan linearitas dari senyawa kompleks Cr(VI)-BPR terentang dari konsentrasi 0.25-0.29 µg/ml dengan nilai r sebesar 0.9929

(Lampiran 8a & 8b). Penambahan larutan Cr(VI) terhadap senyawa kompleks Cr(III)-HBIG sedikit mempengaruhi serapan Cr(III) hal ini terlihat dari nilai linearitas yang lebih rendah yaitu 0.9796 sedangkan pengaruh larutan Cr(III) terhadap kurva standar Cr(VI)

menyebabkan nilai liniearitasnya turun

menjadi 0.8810 (Lampiran 9a & 9b).

Analisis simultan Cr(III) dan Cr(VI) dengan pereaksi kromogenik campuran dapat dilakukan pada dua λmaks, asalkan

masing-masing komponen tidak saling mengganggu. Berdasarkan Gambar 16, senyawa kompleks Cr(III) dan Cr(VI) mempunyai bentuk spektrum serapan dua zat yang tercampur bertumpang tindih sebagian, artinya serapan Cr(III) dapat dibaca pada λmaks Cr(III)(λ1 576.4

nm) dan λmaks Cr(VI)(λ2 635 nm), sedangkan

serapan Cr(VI) hanya dibaca pada λmaks

Cr(VI) saja, yaitu 635 nm, sehingga persamaan Lambert-Beer yang berlaku adalah A1 = k1x.Cx dan A2 = k2x.Cx + k2y.Cy dengan

x= Cr(III) dan y= Cr(VI). Nilai tetapan (k) diperoleh dari ketiga kurva standarnya (Lampiran 8).

Gambar 16 Spektrum serapan senyawa kompleks Cr(III) 70 µg/ml dan Cr(VI) 0.27 µg/ml.

Pengujian kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam campuran sintetik dilakukan sebanyak 10 kali ulangan dan hasil pengukuran serapan campuran yang dibaca pada dua λmaks serta

kadarnya dapat di lihat pada Tabel 1.

a

b

a

[image:31.595.323.504.394.578.2]
(32)

Tabel 1 Hasil penentuan kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam campuran sintetik

Ulangan Kadar Cr(III) Kadar CrVI)

1 -677.22 0.15

2 318.22 0.21

3 -475.50 0.16

4 -129.78 0.19

5 599.58 0.23

6 -370.22 0.17

7 411.90 0.20

8 -558.82 0.15

9 1236.78 0.21

10 -553.65 0.14

Berdasarkan perhitungan (Lampiran 10), kadar Cr(VI) dalam campuran sintetik berkisar dari konsentrasi 0.14-0.23 µg/ml sedangkan Cr(III) belum dapat ditentukan kadarnya karena hasil yang diperoleh tidak

sesuai dengan kadar Cr(III) yang

ditambahkan. Hal ini dikarenakan pereaksi HBIG yang digunakan sebagai pereaksi kromogenik Cr(III) dalam campuran sintetik memiliki kesensitifan yang lebih rendah dibandingkan dengan pereaksi BPR sebagai pereaksi kromogenik Cr(VI).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis Cr(III) dan Cr(VI) dengan masing-masing pereaksi kromogenik, yaitu HBIG bagi Cr(III) dan BPR bagi Cr(VI) memberikan nilai serapan maksimum pada panjang gelombang 576.4 nm dan 635 nm.

Kondisi terbaik pengukuran kromium

menggunakan larutan bufer asetat pH 6.0 dengan waktu pengukuran 60 menit setelah diinkubasi pada suhu kamar. Beberapa pereaksi, yaitu CTAB, HBIG, dan BPR tidak mempengaruhi bentuk spektrum serapan kompleks kromium.

Linearitas terbaik hubungan serapan larutan terhadap konsentrasi diperoleh pada kisaran konsentrasi 40-100 µg/ml untuk Cr(III)-HBIG dan 0.25-0.29 µg/ml untuk Cr(VI)-BPR dengan masing-masing nilai r adalah 0.9929. Pengujian kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam campuran sintetik dihitung berdasarkan serapan keduanya pada λmaks

dengan bentuk spektrum serapan bertumpang tindih sebagian. Kadar Cr(VI) yang diperoleh

dalam campuran sintetik berkisar dari

konsentrasi 0.14-0.23 µg/ml sedangkan kadar Cr(III) belum dapat ditentukan.

Saran

Penentuan kadar Cr(III) dan Cr(VI) dalam campuran sintetik pada penelitian ini masih belum dapat ditentukan secara akurat. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi terhadap parameter lain pada penelitian selanjutnya, seperti ragam suhu inkubasi, ragam pH, pencarian konsentrasi optimum dari pereaksi CTAB, BPR, dan HBIG, serta pencarian rasio konsentrasi Cr(III) dan Cr(VI) dalam campuran sintetik.

DAFTAR PUSTAKA

Adijuwana H, Nur MA. 1989. Teknik

Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: IPB-Press.

Andruch V, Telepcakova M, Balogh IS, Urbanova N. 2003. Investigation of 2-[2- (4-Methoxy-phenylamino)-vinyl]-1,3,3-trimethyl-3H-indolium chloride as a new

reagent for the determination of

chromium(VI). Microchim Acta 142:

109-113.

Bobrowski A et al. 2004. Metrological

characteristrics and comparison of

analitical methods for determination of chromium traces in water samples. Acta Chim Slov 51:77-93.

Carvalho LS de, Costa ACS, Ferreira SLC, Teixeira LSG. 2004. Spectrophotometric determination of chromium in steel with 4-(2-thiazolylazo)-resorcinol (TAR) using microwave radiation. J Braz Chem Soc

15:153-157.

Chang YL, Jiang SJ. 2001. Determination of Chromium species in water samples by liquid chromatography & inductively

coupled plasma-dynamic reaction

cell-mass spectrometry. J Anal Spectrom

16: 858-862.

Department of Commerce. 1980. Ambient

Water Quality Criteria for Chromium.

United State: National Technical

Information Service.

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Ed ke-3. AH

Pudjaatmaka, penerjemah. Jakarta:

Erlangga. Terjemahan dari: Organic

Chemistry.

Ghaedi M, Asadpour E, Vafaie A. 2006.

Sensitized spectrophotometric

[image:32.595.112.303.117.263.2]
(33)

using alpha-benzoin oxime. Spectrochim Acta 63:182-188.

Hargis LG. 1989. Analytical Chemistry

Principal and Technique. New York: Prentice Hall International.

Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.

Hassan SSM, El-Shahawi MS, Othman AM, Mosaad MA. 2005. A potentiometric rhodamine B based membrane sensor for the selective determination of chromium ions in waste water. Anal Sci 21:673-678. Himeno S, Nakashima Y, Sano KI. 1998.

Simultaneous determination of

chromium(VI) and chromium(III) by

capillary electrophoresis. Anal Sci

14:369-373.

Huang X et al. 1997. Chromogenic reaction of

bromopyrogallol red with tri and

hexavalent chromium in the present of cetyltrimethylammonium bromide and its application in Cr speciation. Microchim Acta 126:329-333.

Johnston JR, Holland WJ. 1971.

Spectrophotometric determination of

chromium(III) with

3-thianaphthenoyltrifluoro acetone.

Microchim Acta 60:321-325.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. A. Saptorahardjo, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.

Kumar KG, Muthuselvi R. 2006.

Spectrophotometric detemination of

chromium(III) with

2-hydroxybenzaldiminoglycine. J Anal

Chem 61:28-31.

Kusnoputranto H. 1996. Toksikologi

Lingkungan Logam Toksik dan B-3. Jakarta: UI-Press.

Lintschinger J, Kalcher K, Gossler W, Kolbl

G, Novic M. 1995. Simultaneous

determination of chromium(III) and chromium(VI) by reversed-phase ion-pair HPLC with chromium specific detection.

Anal Bioanal Chem 351:604-609.

Malik WU, Bembi R. 1975.

Spectrophotometric determination of

chromium(III) using potassium

hexacyanoferrate(II). Microchim Acta

63:681-684.

Michalski R. 2004. Simultaneous

determination of Cr(III) and Cr(VI) ion in µg L-1 range using ion chromatography with UV detection. Chem Anal (Warsaw)

49:213.

Mohamed AA & El-Shahat MF. 2000. A

Spectrophotometric determination of

chromium and vanadium. Anal Sci

16:151-154.

Narayana B & Cherian T. 2005. Rapid

Spectrophotometric determination of

trace amounts of chromium using variamine blue as chromogenic reagent. J Braz Chem Soc 16:197-201.

Rengasamy P, Oades JM. 1977.

Spectrophotometric determination of

monomeric plus oligomeric and

polymeric hydroxy species of

chromium(III) in aqueous solutions. Aust J Chem 30:1383-1385.

Revanasiddappa HD & Kumar TNK. 2001.

Spectrophotometric determination of

trace amounts of chromium with

citrazinic acid. J Anal Chem 56:1084-1088.

Revanasiddappa HD & Kumar TNK. 2002. Rapid spectrophotometric determination of chromium with trifluoropherazine

hydrochloride. Chem Anal (Warsaw)

47:311.

Rizvi GH. 1983. A sensitive and selective

spectrophotometric method for the

determination of chromium(III).

Microchim Acta 81:21-27.

Seby F, Charles S, Gagean M, Garraud H, Donard OFX. 2003. Chromium speciation by hyphenation of high performance liquid chromatography to inductively coupled plasma mass spectrometry study of the influence of interfering ions. J Anal Spectrom 18:1386-1390.

Singh AK, Singh R, Saxena P. 2004.

Tetraazacyclohexadeca macrocyclic

ligands as a neutral carrier in a Cr ion-selective electrode. Sensors 4:187-195. Stewart LL, Olesik JW. 2000. Investigation of

Cr(III) hydrolytic polymerisation

products by capillary electrophoresis

inductively coupled plasma mass

(34)

Sumida T, Sabarudin A, Oshima M,

Motomizu S. 2006. Speciation of

chromium in seawater by ICP-AES with dual mini coulomns containing chelating resin. Anal Sci 22:161-164.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Yanto DHY. 2004. Validasi Metode Analisis Krom Heksavalen dan Krom Total Secara Spektrofotometri serta Aplikasinya pada

Air Sungai Cisadane di Bogor dan

Tangerang. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Yalcin S, Apak R. 2004. Chromium(III, VI) Speciation analysis with preconcentration on a maleic acid functionalized XAD sorbent. Anal Chim Acta 505:25-35. Zhu X, Hu B, Jiang Z, Wu Y, Xiong S. 2002.

Speciation of chromium(III) and

chromium(VI) by in situ separation

and sequential determination with

electrothermal vaporization inductively

coupled plasma atomic emission

(35)
(36)

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Penentuan λmaks

Cr(III) dan Cr(VI)

Senyawa Kompleks Kromium

Pengujian Pengaruh Larutan Bufer pH 6.0

Pengujian Pengaruh Beberapa Pereaksi (CTAB,

HBIG, dan BPR)

Pengujian Pengaruh Waktu Pengukuran

Penentuan Kurva Standar Pengujian Kadar Cr(III) dan Cr(VI)

dalam Campuran Sintetik

(37)

Lampiran 2 Perhitungan preparasi larutan stok standar Cr(III) dan Cr(VI)

Larutan standar Cr(III) 750 µg/ml =

g 52 mol 1 x g 10 g 1 x l 1 ml 1000 x ml g 750 6µ µ

= 0.0144 M mol Cr(III) ∼ mol CrCl3.6H2O

Konsentrasi Cr(III) (M) = x1000

) ml ( volume ) III ( Cr mol

0.0144 M =

) ml ( volume 1000 x O H 6 . CrCl BM O H 6 . CrCl Bobot 2 3 2 3

0.0144 M =

ml 100 1000 x mol / g 5 . 266 O H 6 . CrCl

Bobot 3 2

Bobot CrCl3.6H2O = 0.3844 g

Larutan standar Cr(VI) 5 µg/ml =

g 52 mol 1 x g 10 g 1 x l 1 ml 1000 x ml g 5 6µ µ

= 9.6154x10-5 M

Konsentrasi Cr(VI) (M) =

) ml ( volume ) VI ( Cr mol x 1000

9.6154x10-5 M = mol Cr(VI)x

ml 100

1000

mol Cr(VI) = 9.6154x10-6 mol

mol Cr(VI) ∼½mol K2Cr2O7

mol K2Cr2O7 = 2 x mol Cr(VI)

= 2 x 9.6154x10-6 mol = 1.9231x10-5 mol

Bobot K2Cr2O7 = mol K2Cr2O7 x BM K2Cr2O7

(38)

Lampiran 3 Penentuan konsentrasi HBIG

mol larutan glisin =

sin gli BM sin gli bobot = mol / g 07 . 75 g 0753 . 0

= 1.0031x10-3 mol bobot salisilaldehida = 98% (b/v) x 1.1 ml

= x1.1ml ml 100

g 98

= 1.0780 g mol salisilaldehida =

ehida salisilald BM ehida salisilald bobot = mol / g 122 g 0780 . 1

= 8.8361x10-3 mol

glisin + salisilaldehida HBIG awal 1.0031x10-3 mol 8.8361x10-3 mol

bereaksi -1.0031x10-3 mol -1.0031x10-3 mol +1.0031x10-3 mol sisa 0 7.8330x10-3 mol +1.0031x10-3 mol

Konsentrasi HBIG (M) = x1000

) ml ( total volume HBIG mol

= x1000 ml 1 . 101 mol 10 x 0031 .

1 −3

= 9.9219x10-3 M

Konsentrasi HBIG yang digunakan = 9.9219x10-3 M x fp = 9.9219x10-3 M x

(39)

0.031 0.032 0.033 0.034 0.035 0.036 0.037 0.038

0 20 40 60 80 100 120 140

w aktu pengukuran (menit)

S

e

ra

p

a

n

la

ru

ta

n

0.013

0.0135

0.014

0.0145

0.015

0.0155

0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu pengukuran (menit)

S

e

ra

p

a

n

la

ru

ta

n

Lampiran 4 Hubungan serapan larutan Cr(III)-HBIG (bufer asetat) dengan waktu pengukuran (menit)

(40)

0

0.002

0.004

0.006

0.008

0.01

0.012

0.014

0

20

40

60

80

100

120

Waktu pengukuran (menit)

S

e

ra

p

a

n

la

ru

ta

n

0

0.002

0.004

0.006

0.008

0.01

0.012

0

20

40

60

80

100

120

Waktu pengukuran (menit)

S

e

ra

p

a

n

la

ru

ta

n

Lampiran 6 Hubungan serapan larutan Cr(VI)-BPR (bufer fosfat) dengan waktu pengukuran (menit)

(41)

y = 0.0004x + 0.0042 r=0.9929

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

0 20 40 60 80 100 120

Konsentrasi Cr(III) ppm

S

e

ra

p

a

n

la

ru

ta

n

y = 0.9095x - 0.1411 r=0.9929

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

0.24 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29 0.3

Konsentrasi Cr(VI) ppm

S

e

ra

p

a

n

la

ru

ta

n

Lampiran 8 Kurva standar Cr(III) dan Cr(VI)

a. Kurva standar Cr(III)-HBIG diukur pada λ1

b. Kurva standar Cr(VI)-BPR diukur pada λ2

c. Kurva standar Cr(III)-

Gambar

Gambar 1   Spektrum serapan dua zat yang
Gambar 3  Struktur BPR.
Gambar 4  Spektrum serapan senyawa  kompleks Cr(III)-HBIG.
Gambar 6  Spektrum serapan senyawa
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jika sejak kanak-kanak lagi seseorang itu sudah diterapkan dengan budaya rajin bekerja dan mengamalkan kerja tidak bertangguh, hasil yang baik akan dinikmati pada

Deskripsi brand positioning yang dirasakan wisatawan di Puspa Iptek Sundial yang diindikasikan dalam Attributes, Benefits dan Beliefs and ValueDalam brand

lada/kopi/tan.penaung (B). Penggunaan pola agroforestri untuk mengendalikan alang-alang, atau kita sebut dengan pengendalian secara biologi sangat dianjurkan karena cara tersebut

Artesis alami terjadi karena tekanan air yang cukup besar dari kedalaman tertentu sehingga mampu menembus berbagai lapisan batuan dan tanah sehingga muncul di permukaan tanah

Keanekaragaman jenis yang menunjukan bahwa stasiun II mempunyai kondisi perairan yang tercemar cukup berat atau tercemar sedang adalah Parathelphusa convexa dengan cangkang

Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas kepada penulis.. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa pembelajaran sains dengan pendekatan bermain sambil belajar, dapat meningkatkan hasil belajar kognitif karena pada mo-