• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN

DESA KARANGASEM

Oleh:

BUDI SULISTYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

BUDI SULISTYO.

Economic Household Behavior Analysis of Small Cracker Industry in Demak Regency: Case Study in Ngaluran and Karangasem Village. (SJAFRI MANGKUPRAWIRA as Chairman, RINA OKTAVIANI as Member of Advisory Committee).

Household behavior in utilize their working hour that cause inefficiency on investment per labor is the problem and need an assessment on its household economic behavior. The objectives of this study are: (1) analyzing work time allocation, income contribution and its expenditure patterns, and (2) analyzing factors that influence their supply and demand of labor, production and consumption. Those objectives can be analyzed using descriptive and econometrics analysis (simultaneous equation household models). The results show that cracker small-industry are the main income for the households, showed by the highest of working hour allocation on industry and income contribution on household total income. The highest household expenditure was spent on food, that indicate a low rate of wealth. Labor demand and supply influence by outside income, production, amount of household labor participatory and experience. The low level of labor absorption are caused by: (1) household tend to decrease their labor when wage in labor market increasing, (2) increasing or decreasing of household wage do not cause household change their demand of labor, and (3) household’s labor tend to choose work outside their cracker business rather than inside. High positive correlations between working hour, production, income and household consumption were found in this study. It is suggested to the household to more concern their machineries and tools condition, and also policy government that supporting their production activities is important.

(3)

Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen

kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan

pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang

ekonomi daerah. Kabupaten Demak memiliki industri kecil kerupuk yang

berpotensi untuk berkembang. Secara teoritis, upah yang rendah pada usaha kecil

akan meningkatkan permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada industri kecil

kerupuk upah yang rendah menyebabkan rumahtangga mengalokasikan tenaga

kerjanya (waktu kerja) ke luar usaha kerupuk, akibatnya penyerapan atau

permintaan tenaga kerja pada indutri kecil ini berkurang. Penyerapan tenaga kerja

per unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam

penggunaan investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk

dalam penyerapan tenaga kerja (padat karya) belum tercapai.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja yang disebabkan oleh perilaku

rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerjanya tersebut menyebabkan

produksi, pendapatan dan konsumsi (kesejahteraan) mengalami penurunan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi

pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga, dan (2) menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga serta

perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.

Penelitian dilakukan di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten

Demak. Penentuan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Desa Ngaluran dan Desa Karangasem merupakan salah satu

(4)

dalam bentuk persamaan simultan. Data diolah dengan menggunakan program

komputer SAS versi 9.0 dengan metode Two-Stage Least Squares (2SLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu kerja dan kontribusi

pendapatan rumahtangga terbesar berasal dari dalam usaha kerupuk. Hal ini

berarti bahwa usaha kecil kerupuk merupakan mata pencaharian utama

rumahtangga. Suami mencurahkan waktu kerjanya lebih besar di dalam usaha

dibandingkan anggota rumahtangga lainnya (isteri dan anak). Curahan kerja luar

usaha terbesar dilakukan oleh anak. Isteri mempunyai peran ganda dalam

rumahtangga yaitu membantu suami bekerja dalam memproduksi kerupuk juga

mengatur rumahtangga (ibu rumahtangga).

Pengeluaran untuk pangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis

pengeluaran lainnya menunjukkan bahwa kesejahteraan rumahtangga dalam

industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak masih rendah. Kesimpulan ini

didasarkan pada Hukum Engel (Engel’s Law) yang menyatakan bahwa proporsi

pengeluaran untuk pangan menurun jika pendapatan masyarakat bertambah, yang

berarti bahwa pangan merupakan kebutuhan pokok yang konsumsinya naik

kurang cepat jika dibandingkan dengan kenaikkan pendapatan. Rumahtangga

cenderung meningkatkan proporsi pengeluaran untuk konsumsi non-pangan,

investasi pendidikan dan pengeluaran penyusutan dengan semakin meningkatnya

pendapatan.

Produksi kerupuk dipengaruhi oleh total curahan kerja, jumlah bahan baku

(5)

jumlah angkatan kerja rumahtangga dan pengalaman usaha. Permintaan tenaga

kerja dari luar rumahtangga hanya dipengaruhi oleh tingkat produksi. Permintaan

dan penawaran tenaga kerja tidak responsif terhadap perubahan dari semua

peubah penjelas yang mempengaruhinya. Penawaran tenaga kerja rumahtangga ke

luar usaha dipengaruhi oleh upah luar usaha dan jumlah angkatan kerja

rumahtangga. Rumahtangga cenderung untuk meningkatkan curahan keja ke luar

usaha ketika upah luar usaha meningkat. Rumahtangga lebih responsif untuk

mencurahkan angkatan kerja ke luar usaha ketika terjadi peningkatan jumlah

angkatan kerja.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja dalam usaha kerupuk disebabkan: (1)

rumahtangga cenderung mengurangi tenaga kerja dari dalam rumahtangga ketika

terjadi peningkatan upah di luar usaha, (2) peningkatan atau penurunan upah di

dalam usaha tidak menyebabkan rumahtangga mengubah jumlah permintaan

tenaga kerjanya, dan (3) rumahtangga cenderung untuk memilih bekerja di luar

usaha daripada di dalam usaha. Disarankan: (1) rumahtangga pengusaha kerupuk

sebaiknya lebih memperhatikan kondisi mesin dan peralatan produksi, seperti

melakukan perbaikan dan pembelian mesin/alat produksi yang kurang produktif

lagi, (2) kebijakan pemerintah yang mendukung aktifitas produksi seperti bantuan

kredit lunak untuk pembelian bahan baku dan pemasaran produk perlu untuk

dilakukan, dan (3) perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemberian

kredit usaha terhadap perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk di

(6)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis

saya yang berjudul:

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA

NGALURAN DAN DESA KARANGASEM

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2008

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

(8)

STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA

KARANGASEM

Oleh:

BUDI SULISTYO

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Nama Mahasiswa : Budi Sulistyo

Nomor Pokok : A151050181

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)
(11)

Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 28 Juli 1982, merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Karsono Hadi dan Ibu Sujinem.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Karangsari Demak tahun

1994, pada tahun 1997 menamatkan pendidikan menengah pertama di SLTP

Negeri I Karangtengah Demak. Pendidikan menengah atas penulis selesaikan

pada tahun 2000 dari SMU Negeri I Semarang.

Penulis selanjutnya melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(UMPTN) meneruskan pendidikan sarjana di Program Studi Manajemen

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun

2004. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu

(12)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul

“Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten

Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem” dapat diselesaikan

dengan baik. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sjafri

Mangkuprawira selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Rina Oktaviani,

MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, bimbingan dan

waktu yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Pada

kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua dan adik-adikku yang telah memberikan doa, perhatian dan

dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai dosen penguji luar komisi

pembimbing pada ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk

perbaikan tesis ini.

3. Ketua Program Studi EPN Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA beserta staf

yang telah membantu penulis selama studi dan proses penyelesaian tesis.

4. Kepala Desa Ngaluran dan Sekretaris Desa Karangasem serta rumahtangga

usaha kecil kerupuk yang telah memberikan informasi dan data dalam

(13)

Bu Ranthy dan Mbak Zurai yang bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini.

6. Mbak Eka, Mbak Sahara (Mas Deden), Pak Dwi dan Dik Rini yang secara

langsung maupun tidak langsung telah berkontribusi besar dalam proses

penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis

berharap dapat memperoleh kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini serta dapat

memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.

Bogor, Maret 2008

(14)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1. Teori Alokasi Waktu ... 8

2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga ... 12

2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk... 26

2.4.1. Produksi Kerupuk ... 26

2.4.2. Permintaan Bahan Baku... 27

2.4.3. Curahan Kerja ... 28

2.4.4. Pendapatan Rumahtangga ... 28

2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga... 29

III. METODE PENELITIAN... 32

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Pengambilan Contoh... 33

(15)

Kecil Kerupuk ... 35

3.5. Identifikasi Model ... 49

3.6. Evaluasi Koefisien Estimasi Model ... 52

3.7. Konsep dan Definisi Operasional ... 53

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK ... 56

4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak ... 56

4.2. Karakteristik Industri Kecil Kerupuk ... 58

4.3. Karakteristik Rumahtangga Responden ... 59

V. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA ... 63

5.1. Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga ... 63

5.2. Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga ... 65

5.3. Pola Pengeluaran Rumahtangga ... 67

VI. ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA USAHA KECIL KERUPUK ... 69

6.1. Produksi ... 70

6.2. Permintaan Bahan Baku ... 72

6.3. Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha ... 73

6.4. Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha.... 75

6.5. Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha... 76

6.6. Konsumsi Pangan Rumahtangga ... 78

6.7. Konsumsi Non-Pangan Rumahtangga ... 79

6.8. Investasi Pendidikan ... 80

6.9. Penyusutan ... 82

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

7.1. Kesimpulan ... 85

7.2. Saran ... 86

(16)
(17)

Nomor Halaman

1. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan

Besar Indonesia Tahun 2000-2005 ... 1

2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005.. 3

3. Perkembangan Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Industri

Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2002-2005 ... 4

4. Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005... 57

5. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2003-2005 ... 58

6. Karakteristik Rata-rata Rumahtangga Responden ... 60

7. Sumber Modal, Asal Pinjaman dan Alasan Rumahtangga Usaha

Kecil Kerupuk tidak Melakukan Pinjaman ke Bank... 61

8. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga Industri

Kecil Kerupuk ... 64

9. Rata-rata Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga... 66

10. Rata-rata Pengeluaran Rumahtanga Industri Kecil Kerupuk ... 68

11. Persentase Pengeluaran Total Rumahtangga terhadap Berbagai

Jenis Kebutuhan Menurut Tingkat Pendapatan ... 68

12. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Kerupuk ... 71

13. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Bahan Baku... 72

14. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Dalam

Usaha... 74

15. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Pekerja Luar

Rumahtangga Dalam Usaha... 76

16. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Luar

Usaha... 77

17. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Pangan Rumahtangga ... 78

(18)

19. Hasil Pendugaan Parameter Investasi Pendidikan ... 81

20. Hasil Pendugaan Parameter Penyusutan ... 83

(19)

Nomor Halaman

1. Maksimisasi Kepuasan : Pilihan Optimal antara Leisure dan

Pendapatan ... 9

2. Kurva Alokasi Waktu... 11

3. Diagram Keterkaitan Peubah dalam Model Ekonomi

Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk... 50

(20)

Nomor Halaman

1. Industri Kecil Utama dan Potensi Usaha di Kabupaten Demak

Tahun 2005 ... 92

2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005.. 93

3. Sentra Industri Kecil Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2005 .... 94

4. Program Komputer Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0

Prosedur SYSLIN Metode 2SLS ... 95

5. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil

Kerupuk... 97

6. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model Ekonomi

Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk ... 106

(21)

1.1.Latar Belakang

Industri kecil merupakan salah satu komponen dari sektor industri

pengolahan yang mempunyai andil dan potensi yang besar dalam menciptakan

lapangan pekerjaan di Indonesia. Dengan jumlah perusahaan yang mencapai 266.1

ribu unit usaha pada tahun 2005, industri kecil telah menyerap 1.90 juta pekerja

(40.00 persen) dari seluruh tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sektor industri

pengolahan (tidak termasuk industri rumahtangga). Bahkan pada periode tahun

2000-2005, hanya industri kecil yang mengalami pertumbuhan rata-rata yang

positif, baik dalam jumlah perusahaan (2.16 persen) maupun penyerapan tenaga

kerja (1.19 persen), seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan Besar Indonesia Tahun 2000-2005

Jumlah Perusahaan (unit)

Penyerapan Tenaga Kerja (Ribu orang)

Tahun

Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar

2000 240 088 9 086 4 590 1 800 355 2 679

2001 230 721 8 587 4 297 1 760 333 2 645

2002 238 582 8 378 4 383 1 769 324 2 662

2003 235 851 8 115 4 331 1 729 315 2 621

2004 247 642 8 455 4 374 1 869 326 2 654

2005 266 102 8 607 4 332 1 903 334 2 533

Pertumbuhan (2.16) (-1.02) (-1.11) (1.19) (-1.15) (-1.09)

Sumber : BPS, 2000-2006 diolah

Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase

Kebijakan pemerintah di dalam pengembangan pemerintah daerah atau

otonomi daerah merupakan suatu peluang besar bagi industri kecil di daerah

(22)

bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai

roda perekonomian. Ini berarti perlu kegiatan-kegiatan atau lembaga-lembaga

ekonomi lokal, termasuk industri kecil yang akan memberikan pendapatan daerah.

Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen

kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan

pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang

ekonomi daerah (Tambunan, 2000).

Kabupaten Demak memiliki berbagai macam industri kecil yang

mempunyai peranan dalam menciptakan lapangan kerja, seperti industri anyaman

bambu, garam, genting, mebel kayu dan kerupuk. Industri kecil tersebut

merupakan industri kecil utama di Kabupaten Demak berdasarkan jumlah unit

usaha dan penggunaan tenaga kerja terbesar yang dimilikinya. Berdasarkan

kegiatan Baseline Economic Survey (BLS) Bank Indonesia melalui Proyek

Pengembangan Usaha Kecil (PPUK) tahun 2004 menunjukkan bahwa hanya

industri kecil kerupuk yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten

Demak, ditunjukkan pada Lampiran 1. Penilaian didasarkan pada enam faktor

utama, yaitu keadaan dan prospek pemasaran, adanya minat untuk berusaha atau

kemampuan kewiraswastaan dalam sektor/subsektor yang bersangkutan,

tersedianya bahan atau sarana produksi, prasarana tersedia, potensi pertumbuhan

dan persepsi terhadap implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan

komoditi yang bersangkutan.

Usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak merupakan usaha rumahtangga

yang dikelola secara sederhana, baik dalam penggunaan teknologi maupun tenaga

(23)

bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai

roda perekonomian. Ini berarti perlu kegiatan-kegiatan atau lembaga-lembaga

ekonomi lokal, termasuk industri kecil yang akan memberikan pendapatan daerah.

Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen

kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan

pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang

ekonomi daerah (Tambunan, 2000).

Kabupaten Demak memiliki berbagai macam industri kecil yang

mempunyai peranan dalam menciptakan lapangan kerja, seperti industri anyaman

bambu, garam, genting, mebel kayu dan kerupuk. Industri kecil tersebut

merupakan industri kecil utama di Kabupaten Demak berdasarkan jumlah unit

usaha dan penggunaan tenaga kerja terbesar yang dimilikinya. Berdasarkan

kegiatan Baseline Economic Survey (BLS) Bank Indonesia melalui Proyek

Pengembangan Usaha Kecil (PPUK) tahun 2004 menunjukkan bahwa hanya

industri kecil kerupuk yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten

Demak, ditunjukkan pada Lampiran 1. Penilaian didasarkan pada enam faktor

utama, yaitu keadaan dan prospek pemasaran, adanya minat untuk berusaha atau

kemampuan kewiraswastaan dalam sektor/subsektor yang bersangkutan,

tersedianya bahan atau sarana produksi, prasarana tersedia, potensi pertumbuhan

dan persepsi terhadap implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan

komoditi yang bersangkutan.

Usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak merupakan usaha rumahtangga

yang dikelola secara sederhana, baik dalam penggunaan teknologi maupun tenaga

(24)

lainnya di Propinsi Jawa Tengah yang ditunjukkan pada Tabel 2, industri kecil

kerupuk di Kabupaten Demak relatif kurang efisien dalam penggunaan investasi

per tenaga kerja. Kabupaten Batang dengan rasio investasi per tenaga kerja yang

tidak terlalu berbeda dengan Kabupaten Demak (Rp 2.45 juta per tenaga kerja)

menyerap tenaga kerja 7.30 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan tenaga

kerja di Kabupaten Demak. Kabupaten Purworejo memiliki jumlah tenaga kerja

yang sama dengan Kabupaten Demak (695 orang) membutuhkan investasi yang

lebih kecil (Rp 246.5 juta), berarti bahwa untuk menciptakan satu tenaga kerja

tambahan hanya membutuhkan investasi yang lebih rendah (Rp 354.68 ribu per

tenaga kerja). Kasus yang sama juga terjadi untuk Kabupaten Sukoharjo dan

Grobogan.

Tabel 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 Kabupaten

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, 2006

Ketidakefisienan dalam rasio investasi per tenaga kerja dalam industri

kecil kerupuk Kabupaten Demak diperparah dengan tingkat petumbuhan yang

negatif dan stagnan dalam jumlah produksi dan tenaga kerja yang terserap dalam

industri kecil ini. Pada tahun 2001 industri kecil ini berproduksi sebesar 1.78 ribu

ton dengan menyerap tenaga kerja sebesar 808 orang. Kinerja yang cukup baik

(25)

pertumbuhan yang positif dalam jumlah unit usaha, tingkat produksi dan tenaga

kerja. Pada tahun 2003 industri kecil ini mengalami penurunan produksi dan

tenaga kerja masing-masing sebesar 56.05 persen dan 17.65 persen. Pada periode

tahun 2003 sampai dengan 2005 industri kecil ini tidak mengalami perubahan

dalam tingkat produksi dan tenaga kerja (BPS Kabupaten Demak, 2002-2005).

Berdasarkan data pada Lampiran 2 yang menunjukkan bahwa kinerja

makroekonomi dari kelima kabupaten produsen utama kerupuk di Jawa Tengah

tersebut adalah relatif sama. Hal ini berarti bahwa permasalahan produksi dan

rendahnya kemampuan penyerapan tenaga kerja dalam industri kerupuk di

Kabupaten Demak tidak disebabkan oleh kondisi stabilitas perekonomian di

daerah tetapi diduga disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan

waktu kerja yang tersedia.

Tabel 3. Perkembangan Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2002-2005

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005

Unit Usaha 217.00 221.00 219.00 219.00 219.00 Produksi (ton) 1 784.00 1 895.55 833.00 833.00 833.00 Tenaga Kerja

(orang) 808.00 844.00 695.00 695.00 695.00 Sumber : BPS Kabupaten Demak 2002-2005

Alokasi waktu kerja dalam rumahtangga akan mempengaruhi tingkat

produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga (kesejahteraan). Becker

(1965) menyatakan bahwa hubungan secara simultan dalam ekonomi

rumahtangga terjadi antara aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya

dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga. Oleh karena itu peneliti

(26)

kecil kerupuk di Kabupaten Demak perlu untuk dilakukan terkait kebijakan

pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran.

1.2.Perumusan Masalah

Karakteristik utama dari usaha kecil di Indonesia adalah padat karya. Sifat

padat karya yang didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang banyak

menyebabkan upah relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain yang

memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit daripada di Indonesia. Dengan

asumsi kualitas produk yang dibuat baik maka upah murah merupakan salah satu

keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di Indonesia (Tambunan, 2000).

Rumahtangga merupakan pelaku utama dalam usaha kecil. Secara teoritis,

rendahnya upah di dalam usaha kecil menyebabkan rumahtangga meningkatkan

permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada usaha kecil kerupuk di Kabupaten

Demak menunjukkan hasil yang berbeda. Upah yang rendah di dalam usaha

(rata-rata Rp 18.82 ribu per hari kerja) menyebabkan rumahtangga mengalokasikan

tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha kerupuk (upah Rp 20 ribu – Rp 25 ribu

per hari kerja). Dibandingkan dengan rata-rata anggota rumahtangga sebesar 3.80

di Kabupaten Demak pada tahun 2005 (Jawa Tengah Dalam Angka, 2006) maka

dengan rata-rata jumlah tenaga kerja per unit usaha (rumahtangga) sebesar 3.17

tenaga kerja (BPS Kabupaten Demak, 2005) menunjukkan rendahnya penyerapan

atau permintaan tenaga kerja pada industri kecil ini. Penyerapan tenaga kerja per

unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan

investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk dalam

(27)

Uraian di atas menunjukkan bahwa permasalahan utama rendahnya

penyerapan tenaga kerja adalah perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu

kerja anggota rumahtangga. Rumahtangga akan mengalokasikan waktu yang

tersedia yang dimilikinya ke aktifitas kerja yang memberikan kesejahteraan

(utilitas) maksimum (Singh et al., 1986). Total curahan kerja dalam usaha akan

mempengaruhi tingkat produksi (Nugrahadi, 2001 dan Elinur, 2004). Hal ini

menunjukkan bahwa penurunan produksi kerupuk di Kabupaten Demak sejak

tahun 2002 diduga disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan

waktu kerjanya.

Kontribusi pendapatan terbesar pada rumahtangga industri kecil berasal

dari dalam usaha (Herliana, 2001 dan Negoro, 2003). Akibatnya adalah ketika

terjadi penurunan produksi maka pendapatan rumahtangga akan berkurang secara

signifikan. Penurunan pendapatan akan mempengaruhi kesejahteraan (konsumsi)

rumahtangga.

Berdasarkan uraian di atas maka muncul beberapa pertanyaan, yaitu

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi, permintaan dan penawaran

tenaga kerja rumahtangga? Karena keputusan produksi dan curahan kerja berada

pada lingkup rumahtangga maka untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan

pengetahuan yang cukup tentang perilaku ekonomi rumahtangga, yaitu bagaimana

alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga?

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini

(28)

1. Menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran

rumahtangga.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran

tenaga kerja rumahtangga serta perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.

Kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perilaku

rumahtangga usaha kecil kerupuk Kabupaten Demak. Informasi tersebut dapat

digunakan sebagai input atau masukan bagi rumahtangga pengusaha kerupuk

untuk pengembangan usaha dan Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten

Demak terkait kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi

pengangguran dengan mengembangkan atau menggali potensi ekonomi di daerah.

1.4.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya menganalisis ekonomi rumahtangga Desa Ngaluran dan

Desa Karangasem. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

dengan pertimbangan bahwa kedua desa tersebut merupakan sentra produksi

kerupuk terbesar di Kabupaten Demak, ditunjukkan pada Lampiran 3.

2. Penelitian ini hanya membatasi aspek mikroekonomi, yaitu perilaku

rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak, sedangkan dampak

dari aktivitas ekonomi dalam industri ini terhadap makroekonomi Kabupaten

(29)

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Alokasi Waktu

Teori yang menunjukkan bahwa setiap individu memutuskan bagaimana

mengalokasikan waktu yang dimilikinya diantara pilihan untuk bekerja (work)

atau santai (leisure) mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki sejumlah

waktu tersedia yang tetap. Bekerja adalah waktu yang digunakan untuk

melakukan suatu aktivitas (job) yang dibayar. Sedangkan santai adalah semua

jenis aktivitas yang tidak memperoleh bayaran, misalnya pekerjaan rumahtangga

dan waktu untuk konsumsi, pendidikan, istirahat dan sebagainya (McConnell dan

Brue, 1995).

Setiap individu akan memaksimumkan atau mengoptimumkan kepuasan

(utility) pada titik persinggungan antara kurva indiferen (indifference curve)

dengan garis/kendala angggaran (budget constraint) tertinggi yang dapat dicapai.

Kurva indiferen menunjukkan berbagai (variasi) kombinasi antara pendapatan riil

dan waktu santai yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dari individu.

Garis anggaran menunjukkan berbagai kombinasi antara pendapatan riil dan

waktu santai yang dapat dicapai seorang pekerja pada tingkat upah tertentu.

Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi yang dapat

dicapai adalah pada u1, yaitu persinggungan antara garis anggaran HW dengan

kurva indiferen I2. Titik perpotongan selain u1 merupakan titik dimana kepuasan

tertinggi individu belum tercapai (titik a dan b). Kurva indiferen I3 tidak

(30)

anggaran yang dimiliki individu. Individu akan memilih untuk bekerja selama 8

jam dengan pendapatan $16 per hari pada tingkat upah $2, yaitu pada u1.

u1

Hours of leisure (per day)

Sumber: McConnell dan Brue, 1995

Gambar 1. Maksimisasi Kepuasan: Pilihan Optimal antara Leisure dan Pendapatan

Teori alokasi waktu yang diuraikan tersebut menganggap individu sebagai

konsumen. Jika individu dapat memperoleh kepuasan dari barang-barang yang

dihasilkannya dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki maka individu

tersebut bertindak sebagai produsen. Tenaga kerja yang digunakan dapat

diperoleh dari rumahtangga maupun luar rumahtangga. Ciri utama yang

membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen

adalah bahwa pada perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota

rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson,

(31)

Teori neo klasik tentang household production mengatakan bahwa ada tiga

kemungkinan alokasi waktu dari waktu yang tersedia, yaitu bekerja di rumah,

bekerja di pasar dan leisure. Ketiga alokasi tersebut menghasilkan tiga macam

komoditi, yaitu hasil kerja di rumah diantaranya memasak, mengurus anak,

membersihkan rumah. Hasil kerja di luar rumah (pasar tenaga kerja) berupa upah

yang digunakan untuk membeli keperluan hidupnya dan kepuasan yang diperoleh

dari waktu istirahat (Sumarsono, 2003).

Kurva alokasi waktu kerja merupakan hubungan antara barang dan jasa

yang dibeli di pasar atau barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi

rumahtangga (sumbu vertikal) dengan jumlah waktu kerja atau leisure yang

dimiliki individu dalam rumahtangga. Fungsi produksi rumahtangga (household

production function) atau kurva AB pada Gambar 2 menunjukkan hubungan

antara waktu yang digunakan individu dalam aktivitas kerja rumahtangga dan

jumlah barang dan jasa yang dihasilkan rumahtangga. Kurva AB merupakan batas

kemampuan yang menutup kombinasi barang/jasa dan jumlah waktu yang

mungkin dialami oleh individu.

Individu S merupakan anggota rumahtangga yang bekerja di pasar tenaga

kerja dan memperoleh upah. Kondisi awal optimum dari individu S yang

memaksimumkan kepuasan adalah di titik P. Pada kondisi ini, individu S

menghabiskan waktu untuk bekerja di rumah sebesar THe , bekerja di pasar tenaga

kerja selama HeLp dan menikmati waktu luang sebesar OLp. Jika terjadi kenaikan

dalam tingkat upah maka garis anggaran akan bergeser ke atas dari ED ke EF.

Pergeseran garis anggaran ini mengakibatkan kepuasan individu S meningkat dari

ke dan keseimbangan optimum yang baru berada di titik G. Kenaikan

S 0

U S

1

(32)

tingkat upah ini mengakibatkan waktu yang dialokasikan untuk bekerja di rumah

berkurang menjadi TH’e, bekerja di pasar tenaga kerja dan waktu luang meningkat

menjadi HqLr dan 0Lr. Sehingga terjadi subtitusi antara bekerja di rumah dengan

bekerja di pasar tenaga kerja.

0

Gambar 2. Kurva Alokasi Waktu

Pada kondisi dimana individu memperoleh pendapatan selain bekerja

(unearned income) maka baik individu S yang bekerja di pasar tenaga kerja dan

individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja mengalami peningkatan

(pergeseran) kurva produksi rumahtangga, dari AB ke A’B’. Efek ini

mengakibatkan kedua individu tersebut mencapai tingkat kepuasan yang lebih

tinggi, dimana keseimbangan optimal yang baru terjadi di titik P’ untuk individu S

dan Q’ untuk individu R. Peningkatan pendapatan selain bekerja (non-kerja)

(33)

HeL’p) dan meningkatkan waktu luang (menjadi 0L’p) sedangkan waktu untuk

bekerja di rumah tidak berubah (THe). Individu R yang tidak bekerja di pasar

tenaga kerja akan meningkatkan waktu luangnya (menjadi 0H’q) dan mengurangi

waktu untuk bekerja di rumah (menjadi TH’q). Kesimpulan dari efek pendapatan

non kerja ini adalah individu baik yang bekerja di pasar tenaga kerja maupun tidak,

sama-sama akan meningkatkan waktu luangnya. Perbedaan terjadi terhadap waktu

yang disubtitusikan (dikorbankan) untuk mengganti peningkatan waktu luang

tersebut, individu yang bekerja di pasar tenaga kerja akan mengurangi waktu kerja

di pasar tenaga kerja sedangkan individu yang tidak bekerja di pasar akan

mengurangi waktu untuk bekerja di rumah.

2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga

Becker (1965) mengembangkan teori tentang perilaku rumahtangga yang

menjadi dasar dari New Household Economics. Teorinya memandang bahwa

rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan

konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga

yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam

mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang

diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditi yang dihasilkan

rumahtangga. Asumsi lainya yang digunakan yaitu : (1) waktu dan barang atau

jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai

sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak

sebagai produsen dan sebagai konsumen. Sehingga fungsi kepuasan rumahtangga

dapat dirumuskan sebagai berikut :

) ,..., ,

(Z1 Z2 Zm U

(34)

dimana:

Zi = komoditi yang dihasilkan rumahtangga (i = 1, 2, 3,…, n)

Sedangkan setiap komoditi dihasilkan berdasarkan fungsi produksi sebagai

berikut :

Dalam memaksimumkan kepuasannya, rumahtangga dibatasi oleh kendala

pendapatan dan waktu yang dirumuskan dalam persamaan berikut :

V

T = jumlah waktu yang tersedia

V = pendapatan selain upah

I = pendapatan rumahtangga

Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat

rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga

akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal.

(35)

barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang

yang harganya relatif mahal (Gronau, 1977).

Aktivitas rumahtangga terdiri dari aktivitas produksi bahan baku dan

proses pengolahan. Rumahtangga pengolah berperan sebagai pemasok input dan

pengelola proses produksi. Aktivitas produksi akan menghasilkan output yang

dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sehingga, aktivitas produksi

dan konsumsi dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Pengembangan

teori adanya saling ketergantungan antara aktivitas produksi dan konsumsi dalam

model ekonomi rumahtangga pertanian melahirkan dua kelompok model, yaitu

model rekursif dan model non-rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan

asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi saling

ketergantungan sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi

dipengaruhi oleh keputusan produksi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan

model non-rekursif terjadi saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi.

Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga

sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi (Strauss,

1986; Sadoulet et al., 1995). Oleh karena itu dalam menganalisis keputusan

produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian harus dilakukan secara simultan

(Skoufias, 1994), yang oleh Singh et al. (1986) dikembangkan sebuah model

rumahtangga pertanian dalam bentuk persamaan simultan yang terkenal sebagai

Agricultural Household Model.

Menurut Singh et al. (1986), kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari

konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli

(36)

)

Diasumsikan rumahtangga sebagai konsumen akan memaksimumkan

kepuasannya dengan kendala produksi, waktu, dan pendapatan berturut-turut

yaitu:

Xm = konsumsi barang yang dibeli di pasar

Xa = barang yang dihasilkan rumahtangga

Xl = konsumsi waktu santai

Q = jumlah produksi rumahtangga

Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar

Pa = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga

(Q-Xa) = surplus produksi untuk di pasarkan

w = upah di pasar tenaga kerja

L = total input tenaga kerja

F = penggunaan tenaga kerja rumahtangga

A = faktor produksi tetap rumahtangga

w (L-F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga

Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang

diupah dan terdapat penawaran tenaga kerja rumahtangga di luar pertanian untuk

nilai yang negatif. Dengan mensubtitusikan kendala produksi dan kendala waktu

ke dalam kendala pendapatan, maka diperoleh bentuk kendala tunggal sebagai

(37)

dengan π =PaQ(L,A)−wL... (2.10)

dimana:

π = ukuran keuntungan

Persamaan (2.9) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran

total rumahtangga untuk barang (Xm dan Xa) dan waktu (Xl) yang dikonsumsi.

Sedangkan sisi kanannya adalah pengembangan dari konsep pengembangan

penuh Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara secara

eksplisit. Pengembangan lainnya yaitu dengan memasukkan pengukuran

keuntungan (Pa · Q – W · L) dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan

upah pasar.

Rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xa),

waktu (Xl) dan input tenaga kerja (L) yang digunakan dalam aktivitas produksi

untuk memaksimumkan kepuasannya. First Order Condition (FOC) untuk

mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja adalah:

w L Q

Pa(∂ ∂ )= ... (2.11)

Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga

kerja dengan upah pasar. Selanjutnya dari persamaan (2.11) dapat diturunkan

penggunaan input tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, W, dan A sebagai

berikut:

) , , (w P A L

L = a ... (2.12)

Dari persamaan (2.12) dapat ditunjukkan sisi kiri persamaan terdiri dari

konsumsi komoditi pasar (Pm·Xm), komoditi pertanian yang dihasilkan

rumahtangga (Pa·Xa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w·Xl). Sisi

(38)

keuntungan usaha tani (π) adalah total pendapatan rumahtangga sehingga

diperoleh persamaan berikut :

dimana Y* adalah pendapatan penuh (potensial) pada saat keuntungan maksimum.

Maksimasi kepuasan untuk memenuhi persamaan (2.13) dengan kendala yang ada

diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku

konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n)

komoditi sebagai berikut:

Dengan kendalan anggaran :

Maksimisasi tujuan (2.14) dengan memperhatikan kendala (2.15)

menghasilkan kondisi prasarat sebagai berikut :

0

Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan di atas dapat dinyatakan

(39)

i

Berdasarkan prosedur pada persamaan (2.14) samapai dengan (2.19),

untuk barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xa)

dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (Xl) masing-masing diperoleh

turunan pertama yang ditunjukkan pada persamaan (2.20) – (2.22) yaitu kondisi

umum yang dikenal sebagai teori permintaan konsumen (Singh, Squire dan

Strauss, 1986).

Berdasarkan persamaan (2.20) – (2.22) dapat dinyatakan bahwa konsumsi

barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar

(Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan

pendapatan, yang ditunjukkan pada persamaan (2.23) – (2.25) sebagai berikut :

)

Persamaan (2.23) – (2.25) menunjukkan bahwa permintaan barang, jasa,

dan waktu santai tergantung pada harga-harga, upah dan pendapatan rumahtangga.

Perubahan dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan merubah tingkat

(40)

Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga

meningkat maka dampaknya terhadap keuntungan ditunjukkan pada persamaan

berikut :

a a

a a a

a dp X p X Y Y p

dX =∂ ∂ +∂ ∂ *⋅∂ * ∂ ... (2.26)

Bagian pertama sebelah kanan persamaan (2.26) dalam teori permintaan

konsumen yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, jika harga

meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan turun. Bagian kedua sebelah

kanan persamaan (2.26) menunjukkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga

barang yang diproduksi rumahtangga meningkat maka keuntungan meningkat,

demikian juga pendapatan rumahtangga akan meningkat.

2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga

Penelitian-penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga

telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk bidang pertanian, perikanan

dan industri kecil. Model ini dikembangkan berdasarkan teori Becker (1965) yang

memandang bahwa rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan

produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan

rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Dalam analisisnya Becker lebih

menekankan pada alokasi waktu rumahtangga yang dibagi dalam waktu untuk

bekerja dan waktu santai.

Mangkuprawira (1985) dalam penelitiannya mengenai alokasi waktu dan

kontribusi kerja anggota keluarga di Sukabumi menunjukkan bahwa adanya

kecenderungan perbedaan nilai relatif kontribusi kerja anggota keluarga menurut

status dalam keluarga, jenis seks dan tipe desa. Tampak nyata bahwa alokasi

(41)

demografi, ekonomi dan ekologi. Keadaan yang beragam ini sesuai dengan

lapisan ekonomi rumahtangga.

Sitorus (1994) dalam Idris (1999) yang meneliti rumahtangga nelayan di

Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa wanita/isteri yang mempunyai peran

dominan pada kegiatan reproduksi ternyata juga mempunyai peran penting dalam

kegiatan produksi. Peran ganda ini menyebabkan beban kerja mereka relatif lebih

besar dibandingkan pria. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa

rumahtangga yang mempunyai banyak anak pada umumnya mencari sumber

pendapatan lain yang dapat menambah penghasilan rumahtangga mereka. Peranan

wanita dan anak-anak sebagai tenaga kerja produktif tampak nyata.

Rahman dan Erwidodo (1994) yang melakukan studi ekonomi

rumahtangga dengan menggunakan pendekatan Almost Ideal Demand System

(AIDS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk yang

diperlihatkan makin menurunnya pangsa pengeluaran pangan namun peningkatan

kesejahteraan tersebut lebih banyak dinikmati penduduk perkotaan. Pangsa

pengeluaran rumahtangga di perkotaan terhadap padi-padian, ikan, daging, telur,

susu dan kacang-kacangan relatif lebih tinggi daripada rumahtangga di pedesaan.

Untuk semua kelompok makanan (kecuali daging), jumlah permintaan

rumahtangga makin kurang elastis dengan makin tingginya kelas pendapatan.

Sawit (1994) membangun model permintaan ekonomi rumahtangga

pedesaan dengan menggunakan metode Iterative Seemingly Unrelated Regression

(ITSUR) dan data Survey Agroekonomi di DAS Cimanuk, Jawa Barat tahun

(42)

komponen keuntungan dari produksi pertanian khususnya pangan kalau ingin

mempelajari atau mengestimasi permintaan.

Penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam kasus

industri kecil telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain Pakasi (1998)

yang meneliti industri kecil alkohol nira aren di Kabupaten Minahasa

menunjukkan bahwa ada keterkaitan satu arah antara keputusan produksi dengan

pendapatan yang selanjutnya terkait dengan keputusan konsumsi.

Studi tentang ekonomi rumahtangga industri yang dilakukan oleh

Nugrahadi (2001) dan Elinur (2004) memiliki kesamaan, baik dalam komoditi

yang diteliti yaitu rotan, juga dari teknik pemodelannya. Perbedaan dari kedua

studi tersebut adalah penambahan peubah pengalaman kerja pengusaha, asal

daerah pengusaha dan pekerja dan pengeluaran rekreasi rumahtangga oleh Elinur

(2004). Nugrahadi (2001) mendefinisikan pengeluaran rumahtangga sebagai

penjumlahan dari konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi usaha,

investasi pendidikan dan tabungan, sedangkan Elinur (2004) menambahkan

pengeluaran rekreasi rumahtangga dalam pengeluaran rumahtangga. Kedua

peneliti tersebut juga memiliki kesamaan dalam menggolongkan persamaan

tabungan dalam bentuk persamaan struktural.

Hasil penelitian kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa produksi

dipengaruhi oleh total tenaga kerja dalam usaha, penggunaan bahan baku dan

investasi usaha. Konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga dipengaruhi oleh

total pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Yang menarik dari penelitian ini

adalah pendapatan non-pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh

(43)

Pengeluaran rumahtangga dalam penelitian ini meliputi konsumsi pangan,

konsumsi non-pangan, investasi pendidikan, dan penyusutan (pembelian dan

perawatan mesin serta alat produksi selama setahun). Penelitian ini tidak

memasukkan peubah pengeluaran rekreasi dan tabungan karena pengeluaran

untuk rekreasi yang dilakukan oleh rumahtangga industri kecil kerupuk sangat

kecil dan hampir tidak ada dalam satu tahun, sehingga pengeluaran ini

dimasukkan dalam peubah pengeluaran non-pangan. Kedua peneliti di atas

mendefinisikan tabungan sebagai besarnya dana yang disimpan oleh rumahtangga

pada lembaga keuangan dalam satu tahun dan disajikan dalam persamaan

struktural sebagai peubah endogen. Sedangkan penelitian ini mengartikan

tabungan sebagai selisih antara total pendapatan rumahtangga dengan total

pengeluaran rumahtangga. Tabungan dapat bernilai positif atau negatif. Jika

bernilai negatif maka rumahtangga akan melakukan pinjaman (transfer in) untuk

menyeimbangkan antara pendapatan dengan pengeluaran rumahtangga tersebut.

Oleh karena itu tabungan dimasukkan dalam persamaan identitas.

Penelitian lainnya tentang ekonomi rumahtangga industri kecil adalah

Herliana (2001) dan Negoro (2003) tentang industri kecil kecap dan gerabah.

Kedua peneliti membagi rumahtangga menjadi dua, yaitu rumahtangga pengusaha

dan rumahtangga pekerja. Keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha

akan mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga pekerja. Hal ini terlihat

bahwa curahan kerja rumahtangga pengusaha dalam usaha mempengaruhi

curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga, produksi kerupuk yang menentukan

besarnya pendapatan rumahtangga pengusaha juga dipengaruhi oleh curahan kerja

(44)

model ekonomi rumahtangga pekerja dilakukan secara terpisah. Akibatnya,

keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha tidak terlihat pengaruhnya

terhadap keputusan ekonomi rumahtangga pekerja.

Penelitian ini hanya menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga

pengusaha. Perilaku ekonomi rumahtangga pekerja tidak dianalisis karena pekerja

dianggap sebagai faktor produksi. Alasan lainnya adalah dalam industri kecil

kerupuk pekerja hanya bekerja secara borongan, bukan pekerja tetap.

Sewaktu-waktu pekerja yang dipekerjakan oleh pengusaha akan diganti sesuai dengan

keinginan pengusaha.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk disusun berdasarkan

pengembangan konsep model ekonomi rumahtangga pertanian dari Singh et al.

(1986). Rumahtangga dalam penelitian ini adalah rumahtangga dalam industri

kecil yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan konsep

rumahtangga pertanian. Beberapa variabel yang mencirikan karakteristik

rumahtangga terkait dengan perilaku untuk memaksimumkan kepuasan seperti

jumlah angkatan kerja rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, umur

pengusaha, jumlah anak yang bersekolah dan tingkat pendidikan pengusaha

dimasukkan dalam model.

Aktivitas produksi kerupuk tergantung dari kepemilikan input produksi

dari rumahtangga. Input produksi meliputi input variabel (tenaga kerja dan bahan

baku) dan input tetap (aset). Selain kendala produksi, dalam memaksimumkan

kepuasan rumahtangga juga menghadapi kendala waktu yang tersedia dan

(45)

Waktu yang tersedia dari rumahtangga terdiri waktu untuk bekerja di

dalam usaha, luar usaha dan waktu yang dihabiskan untuk bersantai (leisure).

Pendapatan rumahtangga dapat diperoleh dari dalam usaha, luar usaha dan

pendapatan non-kerja.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh fungsi konsumsi

rumahtangga dan fungsi permintaan input produksi dengan memaksimumkan

kepuasan rumahtangga. Rumahtangga memiliki fungsi kepuasan yang akan

dimaksimumkan sebagai berikut :

)

dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan yang ditunjukkan pada

persamaan berikut :

P = total penggunaan tenaga kerja dalam usaha kerupuk

V = input variabel selain tenaga kerja

K = faktor produksi tetap (nilai aset)

T = total tenaga kerja rumahtangga yang tersedia

J = penggunaan tenaga kerja rumahtangga di luar usaha kerupuk

Pm = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar

(46)

w = upah di pasar tenaga kerja

Pv = harga input variabel selain tenaga kerja

S = pendapatan bersih luar subsektor

E = pendapatan non-kerja rumahtangga

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.28) dan (2.29) ke persamaan (2.30)

diperoleh persamaan dalam bentuk fungsi langrange sebagai berikut :

£ = U(Xk,Xm,Xl,ai)+λ[(Pk · Q(P,V,K) – Pk · Xk – w · P + w(T–Xl–J) –

Pv · V + S + E – Pm · Xm] ... (2.31)

Dimana syarat pertama (first order condition) yang harus dipenuhi adalah turunan

pertama dari fungsi tersebut terhadap Xk, Xm, Xl, P, V yang bernilai nol, sehingga

diperoleh turunan parsial sebagai berikut :

0

Berdasarkan persamaan (2.32), (2.33), (2.34) dan (2.37) diperoleh fungsi

konsumsi rumahtangga atau fungsi permintaan rumahtangga terhadap leisure dan

(47)

)

Sedangkan fungsi permintaan input rumahtangga untuk melakukan aktifitas

produksi diperoleh dari persamaan (2.35) dan (2.36) sebagai berikut :

P = P(w, Pk, Q) ... (2.41)

V = V(Pv, Pk, Q) ... (2.42)

Bentuk umum fungsi produksi yaitu subtitusi persamaan (2.41) dan (2.42)

ke dalam persamaan (2.28) secara matematis menjadi :

)

2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Berdasarkan tinjauan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran

teoritis maka dapat disusun model ekonomi rumahtangga sebagai berikut:

2.4.1. Produksi Kerupuk

Produksi merupakan fungsi dari harga output, harga input dan nilai faktor

produksi tetap (aset). Dalam penelitian ini tidak memasukkan variabel harga input

dan output dalam fungsi produksi karena pengaruhnya terlambat (ada lag)

terhadap keputusan produksi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan data cross

section dimana variasi dari variabel harga tersebut dari setiap rumahtangga

(responden) relatif homogen, akibatnya analisis ekonometrika tidak bisa

memasukkan peubah harga output.

Pendekatan untuk melihat pengaruh harga input dan output terhadap

produksi dilakukan dengan memasukkan variabel jumlah tenaga kerja (curahan

kerja) dan jumlah bahan baku, seperti ditunjukkan pada persamaan (2.28) pada

(48)

oleh total curahan kerja dalam usaha kerupuk, jumlah bahan baku yang digunakan

dan nilai aset. Hubungan antar peubah tersebut ditunjukkan pada persamaan

struktural sebagai berikut :

Q = f (TEP, TCKD, AST) ... (2.44)

dimana:

Q = produksi kerupuk

TEP = bahan baku tepung tapioka

TCKD = total curahan kerja dalam usaha

AST = nilai aset

2.4.2. Permintaan Bahan Baku

Mengacu pada persamaan (2.42) dimana permintaan input selain tenaga

kerja dipengaruhi oleh harga input tersebut, harga output dan produksi. Sama

seperti argumen sebelumnya bahwa variabel harga memiliki variasi yang relatif

homogen dari setiap rumahtangga. Pengaruh harga tersebut diproksi dengan

memasukkan variabel total pendapatan rumahtangga. Alasan memasukkan

variabel ini adalah perubahan harga input dan output mempengaruhi pendapatan

rumahtangga. Pendapatan rumahtangga menentukan daya beli (permintaan) dari

input yang digunakan dalam proses produksi. Memasukkan variabel pendapatan

juga relevan dengan kerangka pemikiran yang ditunjukkan pada persamaan (2.40),

yaitu permintaan bahan baku identik dengan konsumsi rumahtangga untuk barang

yang dibeli di pasar (Xm). Hubungan antar peubah dinyatakan dalam persamaan

struktural sebagai berikut :

TEP = f (TYRT, Q) ... (2.45)

dimana:

(49)

2.4.3. Curahan Kerja

Curahan kerja dalam penelitian membagi aktifitas kerja anggota

rumahtangga untuk bekerja di dalam usaha dan luar usaha. Kekurangan tenaga

kerja di dalam usaha dipenuhi oleh rumahtangga dengan memperkerjakan pekerja

dari luar rumahtangga. Model curahan kerja rumahtangga mengacu pada

persamaan (2.41) dan penelitian terdahulu yang memasukkan variabel

karakteristik rumahtangga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi curahan

kerja rumahtangga. Persamaan curahan kerja yang meliputi curahan kerja

rumahtangga dalam usaha, curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha dan

curahan kerja rumahtangga ke luar usaha yang ditunjukkan sebagai berikut :

CKRTD = f(UD, UL, Q, AKRT, PGLN)... (2.46)

CKLRTD = f(UD, CKRTD, Q) ... (2.47)

CKRTL = f(UL, CKRTD, AKRT, UMP, PGLN) ... (2.48)

dimana:

CKRTD = curahan kerja rumahtangga dalam usaha

CKLRTD = curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha

CKRTL = curahan kerja rumahtangga luar usaha

UD = upah dalam usaha

UL = upah luar usaha

AKRT = angkatan kerja rumahtangga

PGLN = pengalaman usaha

UMP = umur pengusaha

2.4.4. Pendapatan Rumahtangga

Mengacu persamaan (2.30) pada kerangka teori maka penelitian ini

(50)

rumahtangga yang berasal dari dalam usaha, pendapatan luar usaha dan

pendapatan non-kerja. Pendapatan dalam usaha yaitu selisih antara total

penerimaan dalam usaha dengan total biaya produksi. Pendapatan luar usaha

merupakan perkalian antara jumlah curahan kerja rumahtangga di luar usaha

dengan tingkat upah luar usaha. Pendapatan non-kerja merupakan suatu variabel

eksogen yang nilainya given (sudah pasti). Pendapatan dalam usaha dan luar

usaha disajikan dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut :

YRTD = (PQ · Q) – BPR ... (2.49)

YRTL = CKRTL · UL... (2.50)

TYRT = YRTD + YRTL + YNON... (2.51)

dimana:

YRTD = pendapatan rumahtangga dari dalam usaha

YRTL = pendapatan rumahtangga dari luar usaha

YNON = pendapatan rumahtangga non-kerja

PQ = harga kerupuk

(PQ · Q) = total penerimaan dari dalam usaha

BPR = biaya produksi

2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran rumahtangga berdasarkan persamaan (2.40) terdiri dari

konsumsi untuk komoditas yang dihasilkan rumahtangga (kerupuk), konsumsi

barang/jasa yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai (leisure). Pada

penelitian ini tidak memasukkan jenis pengeluaran untuk konsumsi kerupuk dan

konsumsi leisure karena jenis pengeluaran ini nilainya sangat kecil dan sulit untuk

(51)

Kerupuk yang dihasilkan rumahtangga untuk dijual merupakan kerupuk

yang masih mentah sehingga jika ingin mengkonsumsinya maka rumahtangga

harus melakukan aktivitas kerja tambahan yaitu memasak dan menyajikannnya.

Biasanya kerupuk disajikan untuk cemilan atau sebagai lauk pauk. Karena nilai

yang dikonsumsi sangat kecil maka rumahtangga tidak memperhitungkan jenis

pengeluaran ini.

Konsumsi leisure tidak dimasukkan dalam model karena keterbatasan

untuk menilainya. Aktifitas leisure dapat berupa ngobrol santai dengan

keluarga/tetangga, menonton televisi, membaca koran dan lain-lain. Aktifitas yang

menghabiskan waktu rumahtangga tersebut (meningkatkan utilitas) sulit untuk

menghitung nilainya. Elinur (2004) memasukkan rekreasi sebagai salah satu jenis

pengeluaran rumahtangga untuk leisure. Penelitian ini tidak memasukkan peubah

tersebut karena selama setahun (waktu penelitian lapang) rumahtangga tidak

melakukan aktifitas rekreasi.

Jenis pengeluaran dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan pada persamaan (2.40).

Sebagian besar rumahtangga melakukan pengeluaran untuk membeli barang/jasa

yang di jual di pasar (Xm). Jenis pengeluaran rumahtangga meliputi konsumsi

pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (pembelian

dan perbaikan mesin atau alat-alat produksi).

KPRT = f(TYRT, TANG)... (2.52)

KNPRT = f(TYRT, IED, TANG) ... (2.53)

IED = f(TYRT, TEDK, EDRT, UMP)... (2.54)

(52)

dimana:

KPRT = konsumsi pangan rumahtangga

KNPRT = konsumsi non-pangan rumahtangga

IED = investasi pendidikan

DEP = pengeluaran penyusutan

TANG = total anggota rumahtangga

TEDK = total anak yang bersekolah

UMPROD = umur mesin atau alat-alat produksi

(53)

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober 2007 di Desa

Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten Demak. Penentuan lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ngaluran

dan Desa Karangasem merupakan salah satu industri kecil kerupuk terbesar di

Kabupaten Demak (Lampiran 3). Diharapkan dari kedua desa tersebut dapat

diperoleh informasi mengenai keragaan perilaku ekonomi rumahtangga usaha

kecil kerupuk Kabupaten Demak. Informasi yang diperoleh tersebut dapat

dijadikan rekomendasi bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Demak

untuk memperbaiki kinerja usaha kecil kerupuk terkait dengan kebijakan untuk

menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang

(cross section). Data cross section digunakan untuk menggambarkan keadaan

objek penelitian mengenai fakta-fakta yang terjadi pada selang waktu tertentu

yang dikumpulkan dari berbagai sumber (responden). Sedangkan sumber data

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

dari wawancara langsung terhadap responden yaitu rumahtangga usaha kecil

kerupuk dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner), Kepala Bagian

Perekonomian Sekretariat Pemerintah Daerah Kabupaten Demak dan Kepala

Seksi Pengembangan Modal Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman

(54)

Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Demak dan

Propinsi Jawa Tengah, jurnal-jurnal ilmiah, tesis maupun desertasi serta dokumen

atau publikasi dari instansi terkait lainnya.

3.3. Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan simple random sampling, dengan

responden rumahtangga usaha kecil kerupuk Desa Ngaluran dan Desa

Karangasem. Sampel dari kedua desa tersebut diambil secara acak sebanyak 50

responden rumahtangga. Pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan karena

responden merupakan rumahtangga usaha kecil yang memiliki perilaku ekonomi

yang relatif sama (homogen). Populasi yang relatif homogen tersebut akan

terdistribusi mendekati normal, yang menurut teorema batas sentral (central limit

theorem), untuk ukuran sampel yang cukup besar, (n ≥ 30), rata-rata sampel akan

terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal

(Cooper dan Emory, 1996). Disimpulkan, pengambilan sampel sebanyak 50

rumahtangga sudah memenuhi batas minimum sampel (30 sampel) yang dapat

digunakan untuk menduga karakteristik (variasi) dari populasi.

3.4. Metode dan Prosedur Analisis

Analisis untuk menjelaskan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan

serta pola pengeluaran rumahtangga usaha kecil kerupuk dilakukan secara

deskriptif dengan metode tabulasi. Alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan,

dan pola pengeluaran rumahtangga digambarkan dengan persentase.

Keputusan ekonomi rumahtangga yang meliputi keputusan rumahtangga

(55)

pendapatan dan pengeluaran dianalisis dengan menggunakan model ekonomi

rumahtangga dalam bentuk model persamaan simultan. Model persamaan

simultan adalah spesifikasi model dari suatu permasalahan sebagai suatu sistem

persamaan, yaitu berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi

diformulasikan dalam suatu sistem persamaan simultan (Sinaga, 1997). Sejumlah

persamaan yang dibangun dalam model tersebut dikelompokkan menjadi empat

blok, yaitu blok produksi, blok curahan kerja, blok pendapatan dan blok

pengeluaran rumahtangga.

3.4.1. Alokasi Waktu Kerja, Kontribusi Pendapatan dan Pola Pengeluaran Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Pola alokasi waktu kerja dan kontribusi pendapatan digambarkan

berdasarkan lama waktu kerja dan sumber pendapatan anggota rumahtangga yang

berasal dari dalam dan luar usaha kerupuk. Pola pengeluaran rumahtangga

menggambarkan alokasi pendapatan yang dibelanjakan untuk mencukupi

kebutuhan rumahtangga, meliputi konsumsi pangan dan non-pangan, investasi

pendidikan dan penyusutan (Nugrahadi, 2001 dan Elinur, 2004).

Pengalokasian waktu kerja dari rumahtangga usaha kerupuk dibagi

menjadi dua jenis kegiatan, yaitu alokasi waktu kerja dalam usaha kerupuk dan

alokasi waktu kerja luar usaha kerupuk.

i i

i DAW LAW

TAW = + ... (3.1)

dimana:

TAW = total alokasi waktu kerja (jam/tahun)

DAW = alokasi waktu kerja dalam usaha kerupuk (jam/tahun)

LAW = alokasi waktu kerja luar usaha kerupuk (jam/tahun)

i = 1, 2, 3 ; 1 = suami 2 = isteri

(56)

Pendapatan rumahtangga usaha kerupuk diperoleh dari dua sumber, yaitu

pendapatan dari dalam usaha kerupuk dan pendapatan dari luar usaha kerupuk.

i i

i DY LY

TY = + ... (3.2)

dimana:

TY = total pendapatan rumahtangga (rupiah/tahun)

DY = pendapatan dari dalam usaha (rupiah/tahun)

LY = pendapatan dari luar usaha (rupiah/tahun)

i = 1, 2, 3 ; 1 = suami 2 = isteri

3 = anak dan anggota rumahtangga lainnya

Pengeluaran rumahtangga digunakan untuk membiayai konsumsi pangan,

konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan.

DEP

TEXP = total pengeluaran rumahtangga (rupiah/tahun)

KP = konsumsi pangan (rupiah/tahun)

KNP = konsumsi non-pangan (rupiah/tahun)

IED = investasi pendidikan (rupiah/tahun)

DEP = pengeluaran penyusutan (rupiah/tahun)

3.4.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga adalah dengan menggunakan

model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Persamaan dalam model

disajikan dalam bentuk persamaan struktural dan persamaan identitas yang saling

terkait antara keputusan produksi, konsumsi, curahan kerja dan pendapatan.

(57)

1. Produksi Kerupuk

Produksi kerupuk yang dihasilkan rumahtangga tergantung dari besar

kecilnya input yang digunakan. Input dalam konsep ekonomi dapat berupa input

variabel dan input tetap. Input variabel yang digunakan dalam produksi kerupuk

berupa jumlah tenaga kerja dan bahan baku sedangkan input tetap adalah nilai dari

mesin atau alat-alat produksi (aset).

Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dapat berasal dari

tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga kerja luar rumahtangga. Jumlah tenaga

kerja diukur berdasarkan lama waktu (curahan kerja) dalam memproduksi

kerupuk. Semakin tinggi curahan kerja dalam usaha rumahtangga maka produksi

kerupuk akan meningkat sehingga hubungan antara kedua variabel ini dalam

persamaan diduga bernilai positif.

Input variabel lainnya adalah bahan baku. Secara umum bahan baku yang

digunakan untuk memproduksi kerupuk adalah tepung tapioka, gandum, kedelai,

pemanis, pewarna, penyedap rasa, bawang putih, garam dan ketumbar. Bahan

baku selain tepung tapioka tidak dimasukkan ke dalam persamaan yang

mempengaruhi produksi karena nilainya tidak signifikan terhadap biaya bahan

baku yang digunakan. Dengan memisahkan tepung tapioka dengan biaya bahan

baku lainnya dimaksudkan untuk mengetahui keputusan ekonomi rumahtangga

kerupuk yang selama ini mengkawatirkan kenaikan harga tepung tapioka.

Mesin atau alat-alat produksi yang digunakan dalam proses produksi

kerupuk umumnya masih sederhana. Dengan memasukkan variabel aset dalam

fungsi produksi dimaksudkan untuk membuktikan bahwa rumahtangga yang

Gambar

Tabel 1. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan
Tabel 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005
Gambar 1.  Maksimisasi Kepuasan: Pilihan Optimal antara Leisure
Gambar 2. Kurva Alokasi Waktu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simulasi tindak balas rayapan oleh model AM3+1 ke atas spesimen juga dilihat memuaskan dengan nilai rayapan awal yang digunakan sebagai input parameter di dalam pemodelan

belajarpun menjadi rendah sedangkan selama proses belajarnya, siswa memerlukan dorongan (motivasi) yang dapat memberikan kekuatan agar siswa mampu mencapai hasil yang

2. Post- test ini diberikan sebagai data hasil belajar siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes ini untuk mengetahui sejauh mana hasil

Sistem konstitutif yang dianut Negara Indonesia menganut prinsip bahwa perlindungan hukum atas merek hanya akan berlangsung apabila hal tersebut didaftarkan dimana pendaftaran

Dari desain sistem di atas terlihat bahwa user melalui web browser meminta semua informasi, dan web server akan melayani permintaan tersebut dan akan mengirimkan

Judul Kegiatan : Bisnis Baru One Stop Shopping Hewan Kesayangan Hamster Pelangi Dengan Warna- Warni Alami Sebagai Upaya Menurunkan Tingkat Stress2. Biaya

Dengan demikian para pelaku pengelola sumber daya ekonomi dan sosial yang non pemerintah mempunyai wewenang untuk berpartisipasi secara penuh (pengambilan

Manfaat yang didapatkan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah adanya sistem terjangkau yang dapat memantau getaran yang terjadi pada jembatan, hasil pemantauan