• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Hormon 17a-Metiltesteron dan LHRH-a dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap Memijah Pada Ikan Belida (Notopterus chitala)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Hormon 17a-Metiltesteron dan LHRH-a dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap Memijah Pada Ikan Belida (Notopterus chitala)"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS HORMON 17a-M ETILTESTOSTERON DAN

LHRH-a DALAM M ENCAPAI TINGKAT KEMATANGAN

GONAD SIAP MEMIJAH PADA IKAN BELIDA

(

Notopterus

chitala

)

OLEH :

AHMAD JAUHARI PAMUNGKAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efektifitas Hormon

17a-Metiltestosteron dan LHRH-a dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap

Memijah Pada Ikan Belida (Notopterus chitala) adalah karya saya sendiri dan belum dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi dan instansi mana pun.

Suber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2006

Ahmad Jauhari Pamungkas

(3)

ABSTRAK

AHMAD JAUHARI PAMUNGKAS. Efektifitas Hormon 17a-Metiltestosteron dan LHRH-a dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap Memijah Pada Ikan Belida (Notopterus chitala).

Ikan Belida adalah ikan asli perairan Indonesia dengan penyebaran meliputi wilayah Sumatera, Kalimantan dan sebagian Jawa. Karena penangkapan yang tidak terkendali dan rusaknya habitat ikan ini telah menyebabkan populasi di alam menurun. Oleh karena itu usaha budidaya (pembenihan) ikan tersebut harus ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang efektif dengan penggunaan hormon 17a-metiltestosteron dan LHRH-a terhadap kematangan gonad sampai siap memijah pada ikan belida. Percobaan menggunakan calon induk ikan belida berbobot antara 200-300 gram dan panjang 25-30 cm. Ikan diimplan dengan pelet berisi hormon 17a-metiltestosteron 0, 50, 100 dan 150 µg/kg bobot tubuh dan LHRH-a dengan dosis 25 µg/kg bobot tubuh.

(4)

GONAD SIAP MEMIJAH PADA IKAN BELIDA

(

Notopterus

chitala

)

AHMAD JAUHARI PAMUNGKAS

T Teessiiss S

Seebbaaggaaiissaallaahhssaattuussyyaarraattmmeemmppeerroolleehhggeellaarr M

MaaggiisstteerrSSaaiinnssppaaddaa P

PrrooggrraammSSttuuddiiIIllmmuuPPeerraaiirraann

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Efektifitas Hormon 17a-Metiltestosteron dan LHRH-a dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap Memijah Pada Ikan Belida (Notopterus chitala).

Nama : Ahmad Jauhari Pamungkas

NIM : C051020091

Program Studi : Ilmu Perairan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr., M.Sc. Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Chairul Muluk, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(6)

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadlirat Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kekuatan dalam menyelesaikan tesis ini. Tema

yang dipilih dalam percobaan yang dilaksanakan di Balai Budidaya Air Tawar

(BBAT) Sukabumi, Balai Penelitian Ternak Ciawi dan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan IPB sejak bulan Agustus 2004 sampai Maret 2005 adalah tentang

reproduksi, dengan judul "Efektivitas Hormon 17a-Metiltestosteron dan LHRH-a

dalam Mencapai Tingkat Kematangan Gonad Siap Memijah pada Ikan Belida

(Notopteruschitala)".

Hasil percobaan ini diharapkan dapat dijadikan informasi awal dalam

pematangan gonad dan pengembangan pembenihannya. Penulis menyadari bahwa

tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik yang bersifat

memperbaiki sangat penulis harapkan demi pengetahuan dan penyempurnaan tulisan

ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat untuk penulis khususnya dan umumnya untuk

pembaca yang tertarik dengan ikan–ikan perairan umum.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat,

M.Sc. dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Zairin Jr., selaku pembimbing serta Bapak

Dr. Ir. Odang Charman, M.Sc., sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran,

arahan, wawasan serta dorongan semangat dalam penulisan ini. Disamping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Maskur beserta staf di BBAT

Sukabumi (Bu Emi, Rojali, Ciptoroso, Bu Zakki, Pak Alen), Bapak Yosef beserta staf

di Balai Penelitian Ternak Ciawi dan Bapak Ranta dari Laboratorium Kesehatan Ikan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang telah membantu selama pelaksanaan

dan analisis data percobaan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,

ibu beserta keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Januari 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 15 Juni 1969, sebagai anak

terakhir dari delapan bersaudara. Ayahanda bernama H. Ahmad Hanafi dan ibunda

bernama Hj. Atikah Hanifah (alm). Pada tanggal 11 Juli 1995 penulis menikah

dengan Lilis Ati Nurhayati putri ketiga pasangan Tarmansyah (alm) dan Hj. Siti Sofia

Praja dan dikaruniai dua orang anak yaitu Dzukran Fauzan Nur Jauhari dan Jihan

Naswa Nur Jauhari.

Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tasikmalaya tahun 1988, kemudian

melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui program Ujian Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Gelar sarjana (S-1) diperoleh dari Jurusan

Budidaya Perairan Fakultas Perikanan IPB pada tahun 1993. Pada tahun 1994

penulis bekerja di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi sampai sekarang. Pada tahun

(8)

Halaman

DAF TAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ……….………..…… 1

Perumusan Masalah ….……… .………..…... 1

Tujuan dan Manfaat ….……… .………..…... 4

Hipotesis …...……… .…… ..…….. 4

TINJAUAN PUSTAKA ………... 5

Perkembangan Gonad ……….……….………….. 5

Peran Hormon dalam Reproduksi Ikan ……....……….… .…... 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Hormon …...… ... 10

METODE PERCOBAAN ………. 14

Desain Penelitian ………..……….……….... 14

Bahan ...… …..……… .………..…. 15

Analisa Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 20

Hasil ….… ..……….………..…... 20

Pembahasan ...… ....……… ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 35

Kesimpulan……… ... 35

Saran …...… .……….. 35

DAFTAR PUSTAKA ………...… 36

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kriteria penilaian kematanga n gonad ikan ………..…… 6

2. Perkiraan diameter telur dari beberapa jenis ikan ... 10

3. Variabel dan alat ukur yang digunakan ... 16

4. Parameter kualitas air rata-rata wadah selama percobaan ………... 17

(10)

Halama n

1. Sistem umpan balik antara oosit dan hati dalam proses vitelogenesis 8

2. Hubungan antara dosis implantasi hormon 17a-metiltestosteron

dengan kadar hormon testosteron (?g/ml) dan kadar hormon

estradiol (?g/ml) di dalam darah, diameter telur (mm) dan indeks

gonad somatik (%) selama percobaan ... 21 3. Fekuensi sebaran diameter telur ( mm) rata-rata pada awal tengah dan

akhir percobaan ... 25

4. Histologi telur belida pada awal percobaan pada pembesaran 40x... 26

5. Histologi telur belida pada pertengahan percobaan pada

pembesaran 40x. ... 27

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar dan Klasifikasi ikan belida (Notopterus chitala ) ... 41

2. Teknik pengambilan darah ikan belida ... 42

3. Bahan dan alat RIA ... 43

4. Cara kerja RIA ... 44

5. Pengambilan sampel telur dengan cara dibedah ... 46

6. Cara pembuatan pelet berhormon dan kolesterol ... 47

7. Teknik implantasi ikan belida ... 48

8. Kadar hormon testosteron (?g/ml), estradiol-17ß (?g/ml) rata-rata dalam plasma darah, diameter telur (mm) dan indeks gonad somatik (%) selama percobaan ... 49

9. Anova hubungan dosis dengan kadar testosteron dalam darah ... 50

10. Anova hubungan Dosis dengan kadar estradiol da lam darah ... 57

11. Model linear hubungan dosis implantasi dengan diameter telur ... 65

(12)

Latar Belakang

Ikan Belida (Notopterus chitala) adalah ikan asli perairan Indonesia dengan penyebaran meliputi wilayah Sumatera, Kalimantan dan sebagian Jawa. Ikan belida

merupakan salah satu jenis ikan ekonomis tinggi. Ikan belida di beberapa daerah

dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Selain itu ikan ini juga bagus digunakan

sebagai ikan hias, sehingga banyak diburu oleh masyarakat. Penangkapan yang tidak

terkendali dan rusaknya habitat ikan belida, maka akhir-akhir ini populasinya di alam

semakin menyusut. Bila hal ini terus dibiarkan maka populasinya akan semakin

berkurang dan akhirnya akan punah.

Penelitian mengenai ikan belida sampai saat ini belum banyak dilakukan,

sehingga informasi tentang ikan belida ini sangat minim. Informasi yang ada baru

sebatas kehidupan ikan belida di alam, belum banyak yang mengarah pada

pemeliharaan di dalam wadah budidaya apalagi tentang pembenihannya.

Untuk melindungi dari kepunahan, saat ini telah dirintis beberapa penelitian

untuk menghasilkan benih ikan belida melalui kegiatan budidaya. Salah satu masalah

dalam usaha pengembangan budidaya ikan ini adalah ketersediaan benih. Untuk itu

diperlukan penelitian yang mengarah kepada produksi benih agar bisa

membudidayakan ikan belida.

Perumusan Masalah

Perpindahan ikan dari habitat asli ke habitat yang baru menyebabkan

hilangnya beberapa sinyal lingkungan yang berhubungan dengan reproduksi,

sehingga kemungkinan tidak dapat bereproduksi secara alami di dalam sistem

budidaya (Zairin, 2003). Kejadian tersebut kemungkinan karena tidak tersedia atau

kurangnya hormon-hormon yang berperan dalam proses vitelogenesis dan

pematangan gonad terutama hormon gonadotropin yang berperan dalam merangsang

(13)

2

Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses vitelogenesis terdiri dari faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal seperti suhu, cahaya, curah hujan

merupakan faktor yang memberikan pengaruh dengan memberikan sinyal kepada

ikan untuk proses vitelogenesis. Namun demikian sinyal ini kadang tidak tersedia

sepanjang tahun. Sedangkan faktor internal seperti tersedianya hormon steroid gonad

yaitu testosteron sebagai prekursor estradiol-17ß yang berperan dalam mensintesis

dan mensekresikan vitelogenin.

Pada banyak kasus, sinyal lingkungan untuk proses pematangan gonad dan

pemijahan tidak diketahui. Kalaupun diketahui, faktor lingkungan tersebut sukar

ditiru atau mahal. Manipulasi hormonal berupa suntikan dan implantasi hormon,

tidak lain adalah upaya potong kompas mengganti sinyal lingkungan. Pada spesies

yang tidak memijah secara spontan di dalam wadah budidaya, manipulasi homonal

mutlak diperlukan (Zairin, 2003).

Untuk mengatasi ketiadaan atau kurangnya hormon gonadotropin dan steroid

gonad di dalam tubuh ikan, perlu dilakukan rekayasa hormonal dengan cara

memasukan hormon dari luar tubuh ikan. Pemberian hormon 17a-metiltestosteron

selain dapat meningkatkan konsentrasi testosteron gonad yang diaromatasi menjadi

estradiol-17ß juga dapat memberikan "feedback" positif terhadap pituitari untuk

mensekresikan hormon gonadotropin. Meningkatnya kadar estradiol-17ß di dalam

darah akan merangsang hati mensintesis vitelogenin (Nagahama, 1987). Vitelogenin

selanjutnya dilepas ke dalam darah dan kemudian secara selektif diambil dari plasma

darah untuk pengisian oosit. Konsentrasi estradiol-17ß dalam plasma darah yang

meningkat selama periode pertumbuhan oosit dapat digunakan sebagai indikator

vitelogenesis (Fostier et al., 1983). Supriyadi (2005) menyatakan pemberian hormon metiltestosteron, HCG dan kombinasinya efektif meningkatkan konsentrasi

estradiol-17ß plasma darah ikan baung dan mampu mempercepat proses pematangan gonad

dalam waktu 56-98 hari. Sementara itu, penggunaan 17α-metiltestosteron pada dosis

50 hingga 100 µg/kg bobot ikan pada ikan jambal siam (Pangasius hypopthalmus) mempunyai kecenderungan lebih baik dari dosis lainnya dalam pengaruhnya terhadap

(14)

LHRH dapat merangsang pelepasan hormon gonadotropin (LH). Breton et al.

(1997) melaporkan penyuntikan LHRH secara intravena pada ikan mas (Cyprinus

carpio) menyebabkan peningkatan tajam konsentrasi LH plasma dalam waktu dua sampai enam menit setelah penyuntikan.

Selama ini pemberian hormon dilakukan dengan cara melarutkan hormon

dalam larutan salin kemudian disuntikan ke dalam tubuh ikan. Cara ini kurang

efisien dalam menyediakan hormon dalam tubuh ikan dalam jangka waktu yang lama

karena hormon yang disuntikan bersama larutan salin akan cepat hilang dari

peredaran darah dan kenaikan konsentrasinya sangat cepat namun cepat pula

hilangnya. Sehingga untuk mendapatkan hormon yang terus menerus, diperlukan

penyuntikan yang berulang, namun hal ini dapat menyebabkan stres pada ikan.

Untuk menghindari stres yang berkelanjutan akibat penyuntikan yang berulang serta

menyediakan hormon yang berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang maka

digunakan media implantasi dengan pelet pembawa hormon dengan bahan kolesterol

dan "cocoa butter": (Lee et al., 1986). Dengan sistem implantasi pelet berhormon mudah dibuat dan dengan menggunakan peralatan sederhana. Selain perkembangan

awal gonad yang dirangsang dengan hormon, dalam pemeliharaan perlu diupayakan

keadaan yang optimal baik dalam pemberian pakan, lingkungan tempat hidup ikan

(kualitas air).

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang efektif dalam

penggunaan hormon 17a-metiltestosteron dan LHRH-a terhadap kematangan gonad

ikan belida sampai siap memijah.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang

perkembangan dan pamatangan gonad sampai siap memijah dalam usaha pembenihan

ikan belida.

Hipotesis

Jika pemberian hormon 17a-metiltestosteron dan LHRH-a efektif

(15)

4

berkelanjutan sehingga dapat mempercepat proses pertumbuhan dan pematangan

(16)

Perkembangan Gonad

Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil

metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai

maksimum sesaat ikan akan memijah, kemudian akan menurun dengan cepat selama

pemijahan berlangsung sampai selesai. Umumnya peningkatan bobot gonad ikan

betina pada saat matang gonad dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh dan 5–10%

pada ikan jantan. Semakin besar tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada

dalam gonad semakin membesar (Effendie, 1997).

Perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahapan yaitu

pertumbuhan gonad ikan sampai menjadi dewasa kelamin “sexually mature” dan

selanjutnya adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai larva

hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai

dewasa, kemudian terus berkembang selama fungsi reproduksi berjalan normal

Lagler et al. (1997); Harvey dan Carolsfeld (1993). Kematangan gonad pada ikan tertentu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar

yang berpengaruh adalah suhu, arus, adanya lawan jenis dan lain- lain. Faktor dalam

antara lain adalah perbedaan spesies, umur, serta sifat-sifat fisiologis lainnya Lagler

et al., (1997). Ikan belida (N notopterus) di Thailand pertama kali matang kelamin pada ukuran 20 cm. Ikan N chitala matang kelamin pada berat 4 kg (Ondara & Dharyani, 1995). Ikan belida berkembang biak secara alami di perairan umum pada

awal musim penghujan. Telur-telur diletakan pada tonggak pada kedalaman 1-2 m

(Widyastuti, 1993). Jumlah telur yang dikeluarkan untuk satu kali pemijahan

berkisar antara 5000–10.000 butir. Masa pengeraman sebelum menetas 5–6 hari pada

suhu 33 °C (Ondara dan Dharyani, 1995). Ikan belida di India dan Thailand, jantan

menjaga telur dan betina diperkirakan memijah tiga kali dalam musim- musim

(17)

6

Perkembangan gonad ikan (ovarium), dapat dievaluasi berdasarkan atas

pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengelompokan berdasarkan

morfologi telah dilaporkan oleh Cassie dalam Efendie, 1985 seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penilaian kematangan gonad ikan (Cassie dalam Effendie, 1985)

TKG Ovari Testis

I Ovari kecil memanjang seperti

benang, warna jernih dan permukaan licin

Testis kecil memanjang warna jernih

II Ukuran ovari lebih besar, warna

lebih gelap, kekuningan. Telur belum terlihat dengan mata telanjang

Ukuran testis jauh lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada tingkat satu

III Ovari berwarna kuning, butir-butir

telur mulai kelihatan dengan mata telanjang

Permukaan testis bagian ventral tampak berlekuk, warna semakin putih dan ukuran semakin besar.

IV Butir-butir telur besar berwarna

kuning, mengisi setengah sampai duapertiga bagian rongga perut.

Seperti pada tingkat tiga tampak lebih jelas. Testis semakin pejal.

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir

telur sisa terdapat didekat pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II

Testis bagian belakang kosong dan dibagian dekat pelepasan masih berisi sperma

Pada tahap perkembangan awal oogonia terlihat sangat kecil, berbentuk bulat

dengan inti sel yang sangat besar dibandingkan dengan sitoplasmanya. Oogonia

terlihat bekelompok, tapi kadang-kadang ada juga yang berbentuk tunggal.

Sementara itu oogonia terus memperbanyak diri dengan cara mitosis. Pada ikan yang

mempunyai siklus reproduksi tahunan atau tengah tahunan akan terlihat adanya

puncak-puncak pembelahan oogonia. Pada ikan yang berpijah sepanjang tahun,

perbanyakan oogonia akan terjadi teus menerus sepanjang tahun. Transformasi

oogonia menjadi oosit primer pada tahap pertumbuhan kedua dikenal dengan

munculnya kromosom. Segera setelah itu folikel berubah bentuk dari semula

berbentuk skuamosa menjadi bentuk kapsul oosit. Inti sel terletak pada bagian sentral

dibungkus oleh lapisan sitoplasma yang sangat tipis. Pada perkembangan selanjutnya

oosit membentuk lapisan chorion, granulosa, membran dan teka. Oosit dike lilingi

(18)

sebelah dalam yang menempel dengan oosit dan lapisan teka di sebelah luarnya. Juga

butir-butir lemak mulai terlihat ditumpuk pada sitoplasma dan bersama dengan itu

muncul alveoli codical. Butir-butir lemak ini selanjutnya akan bertambah besar pada

proses vitelogenesis yang diawali dengan pembentukan vakuola-vakuola kemudian

diikuti dengan munculnua globul- globul kuning telur karena adanya rangsangan

vitelogenin dan hati (Hoar & Nagahama 1978; Ernawati 1999).

Menurut Mommsen & Walsh (1988) pembentukan vitelogenin di hati terjadi

pada bagian retikulum endoplasma, dikumpulkan pada aparatus golgi dan

disekresikan ke dalam aliran darah. Selanjutnya akan terikat dengan protein reseptor

spesifik yang terdapat pada membran oosit kemudian diserap melalui mikropinosis

dan dipindahkan ke microvesicular body. Sebelum penimbunan akhir dalam kuning telur vitelogenin dipecah menjadi omponen-komponen lipovitelin dan phosvitin

(Gambar 1.). Proses pembentukan vitelogenin ini terus berlangsung di dalam tubuh

ikan yang dinamakan proses vitelogenesis (Nagahama 1987; Yaron 1995; Cerda et al. 1996). Selama terjadinya proses ini menyebabkan meningkatnya volume granula

kuning telur yang sekaligus menyebabkan meningkatnya ukuran oosit serta nilai

indeks gonado somatik (IGS) dan indeks hepatosomaik (IHS) ikan (Cerda et al.

1996).

Prosentase komposisi tingkat kematangan pada setiap saat dapat dipakai untuk

menduga terjadinya pemijahan. Ikan yang mempunyai satu musim pemijahan yang

pendek dalam satu tahun atau saat pemijahannya panjang, akan ditandai dengan

peningkatan prosentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan

mendekati musim pemijahan. Bagi ikan yang mempunyai musim pemijahan

sepanjang tahun, pada pengambilan contoh setiap saat akan didapatkan komposisi

tingkat kematangan gonad terdiri dari berbagai tingkat dengan prosentase yang tidak

sama. Prosentase tinggi dari tingkat kematangan gonad yang besar merupakan

puncak pemijahan walaupun pemijahan sepanjang tahun. Jadi dari komposisi tingkat

kematangan gonad ini dapat diperoleh keterangan waktu mulai dan berakhirnya

(19)

8

Gambar 1. Sistem umpan balik antara oosit dan hati dalam proses vitelogenesis (Mommsen & Walsh 1988)

Peran Hormon dalam Reproduksi Ikan

Seperti pada hewan bertulang belakang lain, proses reproduksi pada ikan

dikontrol oleh ritme biologi dalam seperti isyarat lingkungan (Munro, 1990 dalam

Patino, 1997). Isyarat lingkungan penting untuk terjadinya reproduksi sebagai faktor

penentu (kualitas air, ketersediaan pakan, pemangsaan), di dalam konteks evolusi,

sudah ditentukan ketika dan di mana pemijahan terjadi, dan isyarat penyelaras

(potoperiod dan temperature dan perubahan langsung, keberadaan tempat pemijahan,

peromon) .

Sistem reproduksi ikan betina dikontrol oleh poros hipothalamus–pituitari–

gonad. Sebagai respon terhadap perubahan lingkungan, hipothalamus melepaskan

GnRH yang merangsang sekresi gonadotropin oleh kelenjar pituitari menuju organ

sasaran yaitu gonad. Dibawah pengaruh gonadotropin folikel ovari memproduksi

androgen terutama testosteron yang selanjutnya diubah menjadi estradiol-17β dengan

bantuan enzim aromatase. Hormon estradiol-17β kemudian merangsang proses

vitelogenesis. Menurut Tyleret al. (1991) vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati sebagai respon dari hormon estradiol-17β dan selanjutnya

OOSIT DARAH HATI

Reseptor Nukleus

Vitelogenin mRNA Estrogen(E)

Reseptor Vitelogenin Reseptor

vitelogenin

Sel Folikel Yolk

Phosvitin Lipovitelin

Vitelogenin Aparatus golgi

DNA

E – R- Complex Microvesicular

(20)
(21)

43

(22)

Lampiran 4. Cara kerja RIA

Prosedur pengukuran konsentrasi hormo n estradiol 17ß dan testosteron plasma berdasarkan manual dari Diagnostic Product Corporation (DPC).

1. Persiapan zat-zat pereaksi atau reagens :

a. Estradiol mempunyai tendensi kuatmenyerap permukaan wadah plastik yang

tidak diberi perlakuan. Oleh sebab itu penggunaan wadah atau penutup yang

terbuat dari bahan platik haru dihindari.

b. Tabung estradiol dan testosteron total yang sudh dilapisi antibodi, disimpan

dalam refrigerator dn jauh dari tempat lembab atau berair. Bila sgelnya sudah

dibuka, tabung dapat disimpan pada suhu 2 – 8 °C sampai waktu kadaluwarsa

yang tertera pada kantung pembungkusnya.

c. Botol yang berisi105 ml estradiol 125I atau testosteron total yang sudah

teriodisasi dalam bentuk cair, disimpan dalam refrigerator pada suhu 2 – 8 °C

untuk 30 hari setelah segel dibuka atau sampai waktu kadaluwarsa yang

tertera pada vial.

d. Kalibrator estradiol dan testosteron total terdiri dari tujuh kalibrator yaitu

tabung A (kalibrator nol, 0 ?g/ml) berisi 5 ml dan sisanya tabung B (20

?g/ml), C (50 ?g/ml), D (150 ?g/ml), E (500 ?g/ml), F (1800 ?g/ml) dan G

(3600 ?g/ml) berisi masing-masing 2 ml. Tabung-tabung yang sudah dibuka

segelnya disimpan dalam refrigerator pada suhu 2 – 8 °C maksimal 30 hari

setelah dibuka. Untuk penyimpanan lebih lama 9sampai 6 bulan), tabung

dapat disimpan dalam feezer bersuhu minus 20 °C.

e. Persiapan tabung reaksi di dalam rak dan masukan ke dalamnya unsur-unsur

antibodi (Ab), antigen radioaktif (Ag*), sampel plasma atau standar:

Untuk analisis Estradiol 17 da testosteron

a. Label 4 tabung polipropilen polos (plain tube), untuk jumlah total binding dan

(NSB, son spesifik binding) ukuran 12 x 5 mm dalam duplo.

b. Label 14 tabung kalibrator sudah dilapisi antibodi estradiol masing-masing

(23)

45

?g/ml), D (150 ?g/ml), E (500 ?g/ml), F (1800 ?g/ml) dan G (3600 ?g/ml)

dalam duplo.

c. Label tabung tambahan yang sudah dilapisi antiobodi estradiol atau

testosteron dalam duplo untuk smpel plasma standar.

d. Pipet 100 µl kalibrator nl A untuk analisis estradiol ke dalam tabung NSB dan

tabung A, dan 100 µl kalibrator B, C, D, E, F, dan G (untuk analisis estradiol)

ke dalam tabung yang sudah dilabel.

e. Pipet 100 µl iap-tiap sampel plasma (untuk analisis estradiol) ke dalam tabung

yang sudah disiapkan. Pipet diletakkan langsung sampai dasar tabung.

f. Tambahkan 1 ml total estradiol 125I ke setiap tabung dan diaduk selama 10

menit.

g. Inkubasikan selama 3 jam pada suhu ruangan.

h. Ikatan Ag*-Ab dari Ag8 bebas dipisah dengan metode penuangan.

2. Perhitungan hasil ; konsentrasi estradiol tau testosteron total dihitung berdasrkan

kurva kalibrasi logit-log dengan menentukan ;

a. jumlah rata-rata ikatan per menit untuk setiap pasang tabung NSB dengan

rumus :

Jumlah bersih = CPM (countper menit) – rata-rata NSB CPM

b. Menetukan ikatan setiap pasangan tabung sebagai persen ikatan maksimum

(MB), dengan jumlah NSB tabung A sebagai 00%.

Dengan kertas gambar logit-log, plot sumbu vertikal (sumbu y) untuk konsentrasi

hormon dan sumbu horizontal (sumbu x) untuk setiap kalibrator B sampai G dan

Gambar garis lurus mendekati bagian titik tersebut. Konsentrasi estradiol atau

(24)
(25)

47

Lampiran 6. Cara pembuatan pelet berhormon dan kolesterol (Cholik et al 1990). 1. Ambil sedikit cocoa butter (6 tetes) dalam test tube, masukan dalam beaker

glass 50 ml yang berisi air dan panaskan dengan alat pemanas.

2. Timbang sejumlah 190 mg cholesterol powdr masukan dalam mortal.

3. Dengan pipet ependorof ambil 0,2 ml larutan alkohol dan campur dengan

hormon 17a - metiltestosteron, masukan dalm mortal berisi kolesterol, larutkan

dan lumatkan.

4. Inkubasikan selama satu jam atau lebih pada suhu 37 °C.

5. Dengan sendok logam (spatula) keruk campuran tersebut dan satukan.

6. Tambahkan satu tetes cocoa butter dan aduk berkali-kali hingga homogen.

7. Diamkan satu malam (24 jam) dalam refrigerator.

8. Cetak dengan alat yang sudah dibuat dan pres dengan paku dan pukul hingga

padat betul.

9. Berdasarkan pengalaman dari satu resep dapat dibuat pelet ukura diameter 1

(26)
(27)

49

Lampiran 8. Kadar hormon testosteron (?g/ml), estradiol (?g/ml) rata-rata dalam plasma darah, diameter telur (mm) dan indeks gonad somatik (%) selama percobaan.

Kadar testosteron (?g/ml) dalam darah Hari ke

Implantasi testosteron

µg/kg 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

0 0,560 0,750 0,850 0,550 0,380 0,225 0,115 0,140 0,375 0,240 0,160 0,185 0,205

50 0,970 1,355 1,250 1,405 0,500 0,375 0,115 0,275 0,320 0,465 0,180 0,360 0,465

100 0,180 0,260 0,385 0,420 0,450 0,190 0,215 0,405 0,210 0,240 0,140 0,345 0,405

150 0,665 1,830 1,715 1,840 1,355 0,280 0,785 0,405 0,200 0,725 0,385 0,240 0,395

Kadar estradiol ?g/ml Hari ke

Implantasi testosteron

µ g/kg 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

0 17736,0 698,0 650,0 560,0 310,5 133,0 201,0 220,0 135,5 344,5 152,5 111,0 176,0

50 399,0 372,0 898,0 35,0 411,0 93,5 464,0 304,0 183,5 72,0 168,5 50,7 115,5

100 289,0 163,5 133,0 214,0 222,0 145,0 586,0 166,0 117,5 311,5 174,0 188,0 112,5

150 10624,0 2731,0 1047,0 176,0 525,0 324,5 750,0 550,0 256,5 407,5 23,0 127,0 289,0

Hari ke Implantasi testosteron µg/kg

0 60 120

0 0,83 0,36

50 0,50 0,44

100 0,81 0,57

150

0,63

0,63 0,68

IGS hari ke Implantasi testosteron

µ g/kg 0 60 120

0 1.37 0.65

50 0,68 0.95

100 1,28 1.03

150

0,99

(28)

Lampiran 9. Anova hubungan Dosis dengan kadar testosteron dalam darah

General Linear Model: Testosteron Hari ke 0 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 0, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.6379 0.6379 0.2126 1.48 0.347 Error 4 0.5753 0.5753 0.1438

Total 7 1.2132

S = 0.379226 R-Sq = 52.58% R-Sq(adj) = 17.02%

General Linear Model: Testosteron Hari ke10 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke10, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 2.8310 2.8310 0.9437 2.20 0.231 Error 4 1.7155 1.7155 0.4289

Total 7 4.5465

S = 0.654876 R-Sq = 62.27% R-Sq(adj) = 33.97%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 20 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 20, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 1.9289 1.9289 0.6430 2.54 0.195 Error 4 1.0131 1.0131 0.2533

Total 7 2.9420

(29)

51

General Linear Model: Hari ke 30 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 30, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 2.7939 2.7939 0.9313 3.73 0.118 Error 4 0.9979 0.9979 0.2495

Total 7 3.7918

S = 0.499462 R-Sq = 73.68% R-Sq(adj) = 53.95%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 40 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 40, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 1.2612 1.2612 0.4204 3.92 0.110 Error 4 0.4287 0.4287 0.1072

Total 7 1.6899

S = 0.327357 R-Sq = 74.63% R-Sq(adj) = 55.61%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 50 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 50, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.03905 0.03905 0.01302 0.51 0.698 Error 4 0.10250 0.10250 0.02563

Total 7 0.14155

(30)

General Linear Model: Testosteron Hari 60 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari 60, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.62135 0.62135 0.20712 51.14 0.001 Error 4 0.01620 0.01620 0.00405

Total 7 0.63755

S = 0.0636396 R-Sq = 97.46% R-Sq(adj) = 95.55%

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Hari 60

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+--- 50 -0.2592 -0.000000 0.2592 ( ---*---)

100 -0.1592 0.100000 0.3592 (---* ---)

150 0.4108 0.670000 0.9292 (---*---) ---+---+---+--- 0.00 0.35 0.70

Dosis = 50 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+--- 100 -0.1592 0.1000 0.3592 (---*---)

150 0.4108 0.6700 0.9292 (---*---) ---+---+---+--- 0.00 0.35 0.70

Dosis = 100 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+--- 150 0.3108 0.5700 0.8292 (---*---) ---+---+---+--- 0.00 0.35 0.70

Tukey Simultaneous Tests Response Variable Hari 60

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 50 -0.000000 0.06364 -0.0000 1.0000 100 0.100000 0.06364 1.5713 0.4815 150 0.670000 0.06364 10.5280 0.0016

(31)

53

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 0.1000 0.06364 1.571 0.4815 150 0.6700 0.06364 10.528 0.0016 Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 0.5700 0.06364 8.957 0.0030

General Linear Model: Testosteron Hari ke 70 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 70, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.11705 0.11705 0.03902 0.47 0.717 Error 4 0.32950 0.32950 0.08238

Total 7 0.44655

S = 0.287010 R-Sq = 26.21% R-Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 80 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 80, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.04374 0.04374 0.01458 0.34 0.802 Error 4 0.17385 0.17385 0.04346

Total 7 0.21759

S = 0.208477 R-Sq = 20.10% R-Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 90 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 90, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.31965 0.31965 0.10655 9.29 0.028 Error 4 0.04590 0.04590 0.01148

(32)

S = 0.107121 R-Sq = 87.44% R-Sq(adj) = 78.03% Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Hari ke 90

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 50 -0.2113 0.225000 0.6613 (---*---)

100 -0.4363 -0.000000 0.4363 ( ---*---)

150 0.0487 0.485000 0.9213 (---*---) ---+---+---+---+--- - 0.50 0.00 0.50 1.00

Dosis = 50 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 100 -0.6613 -0.2250 0.2113 (--- *---)

150 -0.1763 0.2600 0.6963 (--- *---)

---+---+---+---+--- -0.50 0.00 0.50 1.00

Dosis = 100 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+ ---+ ---+---+--- 150 0.04870 0.4850 0.9213 (---*---) ---+ ---+ ---+---+--- -0.50 0.00 0.50 1.00

Tukey Simultaneous Tests Response Variable Hari ke 90

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 50 0.225000 0.1071 2.10042 0.2922 100 -0.000000 0.1071 -0.00000 1.0000 150 0.485000 0.1071 4.52757 0.0353

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 -0.2250 0.1071 -2.100 0.2922 150 0.2600 0.1071 2.427 0.2132

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 0.4850 0.1071 4.528 0.0353

(33)

55

General Linear Model: Testosteron Hari ke 100 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari k e 100, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.07754 0.07754 0.02585 0.51 0.699 Error 4 0.20445 0.20445 0.05111

Total 7 0.28199

S = 0.226081 R-Sq = 27.50% R-Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 110 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 110, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.04245 0.04245 0.01415 0.63 0.631 Error 4 0.08930 0.08930 0.02233

Total 7 0.13175

S = 0.149416 R-Sq = 32.22% R-Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Testosteron Hari ke 120 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 120, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 0.076150 0.076150 0.025383 11.28 0.020 Error 4 0.009000 0.009000 0.002250

Total 7 0.085150

S = 0.0474342 R-Sq = 89.43% R-Sq(adj) = 81.50%

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Hari ke 120

(34)

Dosis Lower Center Upper -- -+---+---+---+--- 50 0.066804 0.2600 0.4532 ( ---*---) 100 0.006804 0.2000 0.3932 (---*---) 150 -0.003196 0.1900 0.3832 (---*---) ---+---+---+---+--- -0.20 0.00 0.20 0.40

Dosis = 50 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 100 -0.2532 -0.06000 0.1332 (---*---)

150 -0.2632 -0.07000 0.1232 ( ---*---)

---+---+---+---+--- -0.20 0.00 0.20 0.40

Dosis = 100 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 150 -0.2032 -0.01000 0.1832 (---*---)

---+---+---+---+--- -0.20 0.00 0.20 0.40

Tukey Simultaneous Tests Response Variable Hari ke 120

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Val ue 50 0.2600 0.04743 5.481 0.0183 100 0.2000 0.04743 4.216 0.0446 150 0.1900 0.04743 4.006 0.0527

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 -0.06000 0.04743 -1.265 0.6256 150 -0.07000 0.04743 -1.476 0.5242

Dosis = 100 subtracted from:

(35)

57

Lampiran 10. Anova hubungan Dosis dengan kadar estradiol dalam darah

General Linear Model: Estradiol Hari ke 0 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Estradiol Hari ke 0, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 433455493 433455493 144485164 2.54 0.195 Error 4 227967838 227967838 56991959

Total 7 661423331

S = 7549.30 R-Sq = 65.53% R -Sq(adj) = 39.68%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 10 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Estradiol Hari ke 10, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 8359253 8359253 2786418 8.86 0.031 Error 4 1257949 1257949 314487

Total 7 9617202

S = 560.792 R-Sq = 86.92% R -Sq(adj) = 77.11%

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Hari ke10

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper -+---+---+---+--- 50 -2610 -326.0 1958 (---*--- )

100 -2819 -534.5 1750 (---*---)

150 -252 2032.5 4317 (--- *---)

-+---+---+---+--- -2500 0 2500 5000

Dosis = 50 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper -+---+---+---+--- 100 -2493 -208.5 2076 (---*--- )

(36)

Dosis Lower Center Upper -+---+---+---+--- 150 282.9 2567 4851 (---*---) -+---+---+---+--- -2500 0 2500 5000

Tukey Simultaneous Tests Response Variable Hari ke10

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 50 -326.0 560.8 -0.5813 0.9327 100 -534.5 560.8 -0.9531 0.7815 150 2032.5 560.8 3.6243 0.0719

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 -208.5 560.8 -0.3718 0.9801 150 2358.5 560.8 4.2057 0.0450

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 2567 560.8 4.577 0.0340

General Linear Model: Estradiol Hari ke 20 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 20, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 964911 964911 321637 1.04 0.465 Error 4 1236391 1236391 309098

Total 7 2201302

S = 555.966 R-Sq = 43.83% R -Sq(adj) = 1.71%

(37)

59

General Linear Model: Estradiol Hari ke 30 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 30, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 298146 298146 99382 4.72 0.084 Error 4 84233 84233 21058

Total 7 382379

S = 145.114 R-Sq = 77.97% R -Sq(adj) = 61.45%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 40 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 40, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 102955 102955 34318 1.09 0.451 Error 4 126465 126465 31616

Total 7 229420

S = 177.810 R-Sq = 44.88% R -Sq(adj) = 3.53%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 50 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 50, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 63305 63305 21102 10.66 0.022 Error 4 7915 7915 1979

Total 7 71220

S = 44.4831 R-Sq = 88.89% R -Sq(adj) = 80.55% Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Hari ke 50

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper -+---+---+---+--- 50 -220.7 -39.50 141.7 (---*---)

100 -169.2 12.00 193.2 ( ---*---)

(38)

Dosis = 50 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper -+---+---+---+--- 100 -129.7 51.50 232.7 (---*---)

150 49.8 231.00 412.2 ( ---*---) -+---+---+---+--- - 200 0 200 400

Dosis = 100 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper -+---+---+---+--- 150 -1.677 179.5 360.7 ( ---*---)

-+---+---+---+--- - 200 0 200 400

Tukey Simultaneous Tests Response Variable Hari ke 50

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 50 -39.50 44.48 -0.8880 0.8124 100 12.00 44.48 0.2698 0.9921 150 191.50 44.48 4.3050 0.0417

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 51.50 44.48 1.158 0.6794 150 231.00 44.48 5.193 0.0221

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 179.5 44.48 4.035 0.0514

General Linear Model: Estradiol Hari 60 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari 60, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 321087 321087 107029 3.64 0.122 Error 4 117717 117717 29429

Total 7 438804

(39)

61

General Linear Model: Estradiol Hari ke 70 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 70, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 172932 172932 57644 9.60 0.027 Error 4 24009 24009 6002

Total 7 196941

S = 77.4734 R-Sq = 87.81% R -Sq(adj) = 78.67%

Tukey 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable Hari ke 70

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 50 -231.0 84.50 400.0 (---* ---)

100 -369.5 -54.00 261.5 (---*---)

150 14.5 330.00 645.5 ( ---*---) ---+---+---+---+--- - 350 0 350 700

Dosis = 50 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 100 -454.0 -138.5 177.0 ( ---*---)

150 -70.0 245.5 561.0 (---* ---)

---+---+---+---+--- - 350 0 350 700

Dosis = 100 subtracted from:

Dosis Lower Center Upper ---+---+---+---+--- 150 68.46 384.0 699.5 (---*---) ---+---+---+---+--- -350 0 350 700

Tukey Simultaneous Tests Response Variable Hari ke 70

All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

(40)

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 -138.5 77.47 -1.788 0.3942 150 245.5 77.47 3.169 0.1068

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 384.0 77.47 4.957 0.0260

General Linear Model: Estradiol Hari ke 80 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 80, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 23138 23138 7713 1.22 0.410 Error 4 25186 25186 6296

Total 7 48324

S = 79.3505 R-Sq = 47.88% R -Sq(adj) = 8.79%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 90 versus D osis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 90, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 19725 19725 6575 0.82 0.548 Error 4 32222 32222 8055

Total 7 51947

S = 89.7517 R-Sq = 37.97% R -Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 100 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 100 , using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 5545 5545 1848 0.21 0.883 Error 4 34715 34715 8679

Total 7 40260

(41)

63

General Linear Model: Estradiol Hari ke 110 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 110, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 19237 19237 6412 0.78 0.564 Error 4 32935 32935 8234

Total 7 52172

S = 90.7395 R-Sq = 36.87% R -Sq(adj) = 0.00%

General Linear Model: Estradiol Hari ke 120 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Hari ke 120, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 40626 40626 13542 0.84 0.538 Error 4 64418 64418 16105

Total 7 105044

(42)

Lampiran 11. Model linear hubungan dosis implantasi dengan diameter telur

General Linear Model: Diameter Telur Hari ke 60 versus Dosis_T

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Diameter Telur Hari ke 60, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis_T 3 6.6293 6.6293 2.2098 31.74 0.000 Error 358 24.9270 24.9270 0.0696

Total 361 31.5563

S = 0.263872 R-Sq = 21.01% R-Sq(adj) = 20.35%

Least Squares Means for Diameter Telur Hari ke 60

Dosis Mean SE Mean 0 0.8305 0.02781 50 0.5037 0.02781 100 0.8121 0.02781 150 0.6251 0.02751 Tukey Simultaneous Tests

Response Variable Diameter Telur Hari ke 60 All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis_T Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 50 -0.3268 0.03934 -8.309 0.0000 100 -0.0184 0.03934 -0.467 0.9662 150 -0.2054 0.03912 -5.251 0.0000

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 100 0.3084 0.03934 7.841 0.0000 150 0.1214 0.03912 3.103 0.0103

Dosis = 100 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T-Value P-Value 150 -0.1871 0.03912 -4.781 0.0000

(43)

65

General Linear Model: Diameter Telur Hari ke 120 versus Dosis

Factor Type Levels Values

Dosis fixed 4 0, 50, 100, 150

Analysis of Variance for Diameter Telur Hari ke 120, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Dosis 3 5.4742 5.4742 1.8247 16.10 0.000 Error 353 40.0035 40.0035 0.1133

Total 356 45.4776

S = 0.336637 R-Sq = 12.04% R-Sq(adj) = 11.29%

Least Squares Means for Diameter Telur Hari ke 120

Dosis Mean SE Mean 0 0.3561 0.03589 50 0.4440 0.03529 100 0.5742 0.03568 150 0.6820 0.03568

Tukey Simultaneous Tests

Response Variable Diameter Telur Hari ke 120 All Pairwise Comparisons among Levels of Dosis Dosis = 0 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T- Value P- Value 50 0.08782 0.05033 1.745 0.3004 100 0.21802 0.05061 4.308 0.0001 150 0.32589 0.05061 6.440 0.0000

Dosis = 50 subtracted from:

Difference SE of Adjusted Dosis of Means Difference T- Value P- Value 100 0.1302 0.05019 2.594 0.0467 150 0.2381 0.05019 4.744 0.0000

Dosis = 100 subtracted from:

(44)

Regression Analysis: Diam_60 versus Dosis

The regression equation is Diam_60 = 0.736 - 0.00058 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.7360 0.1559 4.72 0.042 Dosis -0.000580 0.001667 -0.35 0.761

S = 0.186373 R-Sq = 5.7% R- Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.00420 0.00420 0.12 0.761 Residual Error 2 0.06947 0.03474

Total 3 0.07368

Regression Analysis: Diam_120 versus Dosis

The regression equation is Diam_120 = 0.349 + 0.00218 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.34900 0.01283 27.21 0.001 Dosis 0.0021800 0.0001371 15.90 0.004

S = 0.0153297 R-Sq = 99.2% R-Sq(adj) = 98.8% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.059405 0.059405 252.79 0.004 Residual Error 2 0.000470 0.000235

(45)

67

Lampiran 12. Anova dan analisis regresi hubungan IGS dengan dosis implantasi

Regression Analysis: GSI_60 versus Dosis

The regression equation is GSI_60 = 1.16 - 0.00096 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.1570 0.3116 3.71 0.065 Dosis -0.000960 0.003331 -0.29 0.800

S = 0.372411 R-Sq = 4.0% R- Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.0115 0.0115 0.08 0.800 Residual Error 2 0.2774 0.1387

Total 3 0.2889

Regression Analysis: GSI_120 versus Dosis

The regression equation is GSI_120 = 0.616 + 0.00592 Dosis

Predictor Coef SE Coef T P Constant 0.6160 0.1262 4.88 0.040 Dosis 0.005920 0.001349 4.39 0.048

S = 0.150864 R-Sq = 90.6% R -Sq(adj) = 85.9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 0.43808 0.43808 19.25 0.048 Residual Error 2 0.04552 0.02276

(46)

vitelogenin yang diproduksi hati dilepaskan ke dalam sistem peredaran darah yang

secara selektif diserap oleh oosit untuk ditimbun menjadi bakal kuning telur dalam

bentuk lipovitelin dan phosvitin.

Hormon gonadotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofisis adalah

hormon utama yang merangsang berbagai aktivitas ovari. Dua jenis gonadotropin

yang diproduksi tersebut adalah FSH dan LH. Peranan kedua jenis hormon tersebut

berbeda selama proses perkembangan reproduksi. FSH adalah hormon gonadotropin

yang lebih berperan dalam proses vitelogenesis, sedangkan LH lebih dominan pada

saat pematangan akhir oosit (Swanson, 1991).

Hormon gonadotropin FSH yang dihasilkan oleh hipofisis akan merangsang

gonad untuk menghasilkan hormon testosteron dan estradiol-17ß. Pada sel teka, FSH

mendorong sekresi testosteron yang selanjutnya oleh enzim aromatase pada sel

granulosa akan dirubah menjadi hormon estradiol-17ß (Yaron, 1995). Hormon

estradiol-17ß dilepas oleh gonad dan mengikuti aliran darah menuju hati.

Selanjutnya ditangkap oleh reseptor khusus di hati dan membentuk vitelogenin yang

merupakan bahan pembentuk kuning telur (Mommsen & Walsh, 1988).

Rottman et al. 1991 menyatakan bahwa indikator yang umum dalam

menentukan perkembangan gonad adalah diameter telur. Tabel 2 memperlihatkan

perkiraan diameter telur beberapa spesies ikan saat matang telur. Selanjutnya

Rottman et al. (1991) menyatakan keberadaan inti di dalam telur juga menunjukan tingkat perkembangan telur. Telur dengan inti di tengah menunjukan telur pada fase

istirahat. Sedangka n telur dengan inti yang berada di tepi (animal pore) menandakan

bahwa telur dalam keadaan matang.

Implantasi GnRh analog dan testosterone mempercepat perkembangan seksual

pada ikan trout pelangi ( Crim dan Evans 1983 dalamPatino, 1997) dan ikan belanak

(Mugil cephalus) (Tamaru et al. 1989dalamPatino, 1997). Sedangkan LHRH dapat digunakan selain sebagai sumber hormon gonadotropin juga dapat digunakan dalam

pematangan akhir oosit. Mugnier et al., (2000) menyatakan implantasi GnRH-a

sebanyak 25 µg/kg berat induk dapat mensinkronkan oogenesis, menurunkan

(47)
[image:47.596.77.504.135.365.2]

10

Tabel 2. Perkiraan diameter telur dari beberapa spesies ikan (Rottman et al., 1991)

Spesies Diameter (mm)

Bighead carp (Hypothalmichtys nobilis) 0,9-1,2

Channel catfish (Ictalurus punctatus) 2,3-2,9

Common carp (Cyprinus carpio) 0,9-1,2

Grass carp (Ctenopharyngodon idella) 0,9-1,2

Gray Mollet (Mugil cephalus) 0,6-0,9

Red tailed black shark (Labeo bicolor) 1,0-1,4

Snook (Centropomus sp.) 0,6-0,7

Striped bass (Moronesaxatilis) 1,0-1,2

Sturgeon (Acipenser sp.) 3,5-4,0

White bass (Morone chrysoos) 0,6-0,7

Mengigat pentingnya hormon testosteron sebagai media dalam perkembangan

gonad dan LHRH dalam pematangan akhir, maka perlu diberikan secara

berkesinambungan untuk menjaga keberadaan dalam tubuh ikan.

Faktor-faktor yang Mempengaruh i dalam Kerja Hormon

Selain ketersediaan hormon yang berkesinambungan dalam jumlah yang

cukup dalam tubuh ikan yang dimasukkan dari luar, pakan yang berkualitas juga

berperan dalam menyumbangkan ketersedian hormon dalam tubuh ikan.

Ukuran ikan saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama. Perbedaan

ukuran tersebut akibat adanya perbedaan kondisi ekologis perairan (Blay & Eyeson,

1980). Ukuran maksimum tubuh N chitala lebih besar daripada N notopterus. N notopterus mempunyai ukuran maksimum 60 cm (Roberts, 1992).

Crim & Evans dalam Lee et al. (1986) menyatakan bahwa hormone 17α -metiltestosteron dapat memberikan umpan balik posistif terhadap hipofisis dalam

menghasilkan gonadotropin. Marte et al. (1988) menegaskan bahwa penggunaan

(48)

al. (1997) penggunaan 17α-metiltestosteron pada dosis 50 µg/kg/bulan mempercepat kematangan go nad kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Zanuy et al. (1999) implan hormon testosteron berdosis 100 µg/kg pada ikan kakap (Dicentrarchus labrax) memberikan umpan balik positif terhadap hipotalamus atau hipofisis yang ditunjukan

oleh adanya perkembangan gonad dan spermatogenesis. Sedangkan Sarwoto (2001)

penggunaan 17α-metiltestosteron pada dosis 50 hingga 100 µg/kg bobot ikan

mempunyai kecenderungan lebih baik dari dosis lainnya dalam pengaruhnya terhadap

gonad ikan jambal siam. Supriyadi (2005) menyatakan pemberian hormon

metiltestosteron, HCG dan kombinasinya efektif meningkatkan konsentrasi estradiol-

17ß plasma darah ikan baung dan mampu mempercepat proses pematangan gonad

dalam waktu 56-98 hari. Selanjutnya kombinasi hormon HCG 400 IU dan MT 200

µg/kg bobot tubuh merupakan perlakuan terbaik untuk tujuan pematangan gonad ikan

baung karena mampu memberikan pengaruh tertinggi terhadap perkembangan

diameter telur rata-rata dan tingkat kematangan telur. Pemberian hormon MT dosis

200 µg/kg bobot tubuh mampu meningkatkan konsentrasi estradiol-17ß maksimum

plasma darah ikan baung. Hao-Ran et al. (1998) implantasi 8 butir 17a

-metiltestosteron atau androstenedion 50 µg/kg berat badan/15 hari menstimulasi

pematangan ovari pada belut betina, IGS meningkat secara signinfikan 38-49%.

Crim et al. (1988) bahwa implantasi dengan pelet kolesterol yang

mengandung LHRH-a (25 dan 125 µg/pelet) pada ikan rainbow trout dapat

meningkatkan pelepasan gonadotropin plasma hingga periode dua minggu dan mulai

menurun pada periode empat minggu. Lee et al. (1986) menyatakan bahwaLHRH-a yang diko mbinasikan dengan 17a - metiltestosteron merupakan terapi hormon yang

efektif dalam meningka tkan pematangan gonad ikan bandeng (Chanos chanos).

Sebanyak 50% ikan ditemukan dalam keadaan matang gonad satu bulan setelah

implantasi dan 90% pada tiga bulan setelah implantasi. Ernawati (1999)

menunjuk kan bahwa implantasi LHRH-a dan 17a-metiltestosteron yang diberikan

secara tunggal atau dikombinasikan dapat secara efisien mempercepat proses

kematangan gonad pada ikan jambal siam. Pemberian LHRH-a (400 µg/kg) yang

(49)

12

yang mampu meningkatkan kematangan telur, daya fertilitas telur (93%) dan daya

tetas telur (91%).

Agar hormon testosteron dan LHRH dalam tubuh ikan tersedia secara

berkesinambungan maka perlu dilakukan pemasukan dari luar tubuh ikan. Beberapa

cara dalam mengiduksikan hormon ke dalam tubuh ikan yaitu penyuntikan larutan

encer yang mempunyai kelemahan sering tidak mencukupi untuk merangsang

pematangan gonad karena hormon dengan cepat dimetabolisme dan menghilang dari

sistem peredaran darah. Selain itu penyuntikan berulang dapat menyebabkan stress

pada ikan akibat penanganan yang berlebihan. Untuk mengatasi masalah yang

berkaitan dengan penyuntikan berula ng yaitu dengan menggunakan pelet berhormon

yang dapat melepaskan sejumlah tertentu “pesan “ kimia untuk periode yang panjang

(Crim, 1985 dalam Crim et al., 1988). Pelet yang dapat melepaskan hormon sedikit demi sedikit adalah pelet yang berkaitan dengan LH-RH atau LH-RH dalam bentuk

matrik kolesterol. Pelet ini dirancang oleh Kent et al. (1980) yang dikutip Lee et al. (1986), dibuat untuk mengendalikan pelepasan senyawa neuropeptida ke dalam tubuh

hewan.

Implantasi dengan pelet kolesterol yang mengandung LHRH-a mempunyai

sifat pelepasan yang perlahan dan dalam jangka panjang. Sebaliknya, injeksi dengan

20 µg/kg LHRH-a hanya efektif untuk jangka pendek dan dapat terdeteksi dalam

plasma darah hanya beberapa jam (tidak lebih dari 48 jam) dengan tingkat plasma

GtH tertinggi pada beberapa jam pertama (lima jam) sesudah penyuntikan Crim et al. (1988). Implantasi GnRH-a pada ikan kakap putih (Morone chryops dan M. saxatilis) menyebakan peningkatan periode konsentrasi plasma GnRH dari periode beberapa

hari menjadi beberapa minggu (Sato et al. 1997). Peningkatan estradiol-17ß tertinggi pada ikan Salmo gairdneri terjadi pada hari ke-28 setelah implantasi dan setelah hari ke-56 konsentrasinya menurun menjadi setengahnya Flett dan Leatherland (1989).

Proses vitelogenesis dalam tubuh ikan akan berlangsung bila kondisi lain

optimal. Faktor tersebut adalah pakan, dengan pakan yang optimal maka proses

vitelogenesis dalam tubuh ikan akan berjalan dengan baik. Peran pakan dalam

(50)

akan mempengaruhi sintesis maupun pelepasan hormon dan kelenjar endokrin.

Pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi dihambat oleh kekurangan pakan

tanpa membedakan apakah nilai gizi pakan itu rendah energi, protein, mineral atau

vitamin. Pengurangan laju makan (feeding rate) menyebabkan penghambatan

pematangan gonad pada beberapa spesies ikan seperti seabass Eropa (Dicentracus labrax) dan salmon Atlantik (Salmo salar). Pada ikan betina seabass, pengaruh yang merugikan dari pembatasan pakan adalah berhubungan dengan penurunan estradiol

plasma (Cerda et al. 1996). Pakan merupakan komponen penting dalam proses

pematangan gonad khususnya ovarium, karena proses vitelogenesis pada dasarnya

adalah proses akumulasi nutrient dalam sel telur. Bahkan pada akhirnya fekunditas

dan kualitas telur sangat ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Pertumbuhan

gonad tejadi jika terdapat kelebihan energi untuk pemeliharaan tubuh, sedangkan

kekurangan gizi dapat meningkatkan atresia oosit (Mayumnar, 1996). Kematangan

gonad ikan sa ngat berhubungan dengan keseimbangan komposisi nutrisi pakan

terutama komposis i protein yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan gonad.

Lipida adalah komponen kedua setelah protein yang penting karena pakan induk yang

kekurangan asam lemak esensial akan menghasilkan laju pematangan gonad yang

rendah Watanabe et al. (1984).

Lingkungan tempat mencapai kematangan akhir.hidup ikan (kualitas air)

harus optimal untuk mendukung proses vitelogenesis. Kriteria kualitas air yang

digunakan untuk ikan belida berdasarkan kriteria yang ideal adalah : pH 6,2 – 7,0,

(51)

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Perlakuan

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimental. Percobaan

dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6

ulangan. Jenis hormon yang digunakan adalah 17a- metiltestosteron dengan empat

level dosis yang diinjeksikan dengan cara implant. Adapun dosis yang digunakan

yaitu 50, 100, dan 150 µg/kg bobot tubuh ikan dan hormon LHRH-a sebanyak 25

µg/kg bobot tubuh ikan, serta satu perlakuan dengan pelet tanpa hormon sebagai

kontrol (placebo), dengan perlakuan sebagai berikut :.

Perlakuan I : dosis 17a- metiltestosteron 0 µg + LHRH-a 0 µg (kontrol)

Perlakuan II : dosis 17a- metiltestosteron 50 µg + LHRH-a 25 µg

Perlakuan III : dosis 17a- metiltestosteron 100 µg + LHRH-a 25 µg

Perlakuan IV : dosis 17a- metiltestosteron 150 µg + LHRH-a 25 µg

Sampel

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah calon induk ikan belida

(Notopterus chitala) berukuran antara 0,2-0,3 kg dengan panjang antara 20-35 cm (Lampiran 1) yang berasal dari petani pengumpul d i daerah Depok, Jawa Barat.

Jumlah ikan yang digunakan sebanyak 26 ekor. Untuk melihat kondisi awal telur

ikan maka dilakukan dengan cara dibedah.

Waktu

Implantasi dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan dosis adalah dosis

perlakuan dalam satu bulan. Untuk mengetahui respons dari masing- masing

perlakuan terhadap konsentrasi hormon estradiol-17β dan testosteron dalam plasma

darah maka dilakukan pengambilan sampel setiap 10 hari selama empat bulan.

Variabel yang D itera

Bobot ikan, diameter telur, kandungan testosteron serta estradiol-17ß dalam

(52)

PertumbuhanGonadik

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif

dilakukan pengukuran indeks gonad somatik (IGS). IGS ditentukan dengan rumus

yang dikemukakan oleh Effendie (1997), yaitu ;

Wt

IGS = --- x 100% W

dengan :

IGS = indeks gonad somatik (%)

Wt = bobot gonad (g)

W = bobot ikan (g)

Bahan

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah calon induk ikan belida

betina mempunya i ukuran berat 0,2 – 0,3 kg sebanyak 26 ekor.

Pelet Implant

Hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17a- metiltestosteron,

produksi Argent Chemical Company St. Louis, USA. Hormon analog Luteinizing

Hormon Releasing Hormon (LHRH-a) buatan Argent Laboratories Inc. Philipine.

Kedua hormon tersebut kemudian dibuat dalam bentuk pelet atau butiran berdiameter

1 mm dan panjang 3 mm dengan menggunakan campuran bahan-bahan kimia yang

terdiri atas tepung kolesterol, larutan alkohol 50% dan mentega coklat.

Pakan

Pakan yang akan digunakan adalah ikan segar dan ikan hidup denga n

pemberian secara ad libitum. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati serta metode pengukuran yang akan digunakan

(53)
[image:53.596.97.505.136.323.2]

16

Tabel 3. Variabel dan alat ukur yang digunakan

No Parameter Alat/cara pengukuran

1 Profil hormon Radioimunoassay (RIA)

2 Diameter telur Mikroskop dengan micrometer

3 O2 terlarut DO meter

4 Suhu Termometer

5 pH pH meter

6 Amoniak Spektrofotometer

7 Alkalinitas Titrasi jingga metal

8 Bobot ikan Timbangan

Pengukuran Konsentrasi Hormon dalam Darah

Prosedur pengukuran konsentrasi hormon estradiol-17ß dan testosteron dalam

darah dilakukan denga n cara sebagai berikut :

Pengambilan sampel darah dilakukan pada bagian pangkal ekor sebanyak 1

ml (Lampiran 2) dengan menggunakan spuit yang berheparin, kemud ian dimasukkan

ke dalam tabung polietilen dan disentrifuse selama 5 menit pada kecepatan 10.000

rpm. Selanjutnya plasma darah diambil dan dimasukkan ke dalam tabung polietilen

baru. Kandungan hormon estradiol-17β dan testosteron pada plasma diukur dengan

mempergunakan Radio Immuno Assay. Alat dan cara kerja radio immuno assay

seperti pada Lampiran 3 dan 4.

Persiapan Ikan Uji

Ikan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah calon induk ikan

belida yang dibeli dari petani dan telah diadaptasikan. Berat rata-rata calon induk

ikan belida adalah antara 0,2 – 0,3 kg sebanyak 26 ekor. Ikan yang telah diseleksi

kemudian dimasukan ke dalam akuarium pemeliharaan. Masing-masing akuarium

diisi satu ekor ikan yang mewakili satu unit percobaan. Pakan yang diberikan adalah

(54)

Kondisi awal gonad dari ikan yang digunakan diketahui dengan cara

membedah 2 ekor ikan sampel (Lampiran 5). Jumlah sampel ikan tiap-tiap perlakuan

adalah satu ekor mewakili satu perlakuan.

Pelet Implant Berhormo n

Pelet implant berhormon yang akan digunakan dirancang oleh Cholik et al. (1990) (Lampiran 6).

Wadah Pemeliharaan

Wadah penelitian yang akan digunakan untu

Gambar

Gambar dan Klasifikasi ikan belida (Notopterus chitala ) .....................
Tabel 1.  Kriteria penilaian kematangan gonad ikan (Cassie dalam Effendie, 1985)
Gambar 1.  Sistem umpan balik antara oosit dan hati dalam proses vitelogenesis
Tabel 2.  Perkiraan diameter telur dari beberapa spesies ikan (Rottman et al., 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait