• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keragaan ekonomi rumahtangga petani peserta dan non-peserta rice estate di lahan pasang surut delta telang I kabupaten banyuasin sumatera selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis keragaan ekonomi rumahtangga petani peserta dan non-peserta rice estate di lahan pasang surut delta telang I kabupaten banyuasin sumatera selatan"

Copied!
348
0
0

Teks penuh

(1)

ANALPSIS KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA

PETANI PESERTA DAN NON-PESERTA

RICE ESTATE

DI LAHAN PASANG SURUT DELTA TELANG I

KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Oleh :

CHUZAIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

CHUZAIMAH. Analisis Keragaaan Ekonomi Rurnahtangga Petani Peserta dan Non-Peserta Rice Estate di Lahan Pasang Surut Delta Telang I Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. (HERMANTO SIREGAR sebagai Ketua,

HARIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

L&an pasang surut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai lahan penghasil padi. Maka Pemda Sumatera Selatan, Pernkab Banyuasin dan BULOG

membuat sebuah pilot-project bernama "RiceEstate" yaitu usahatani padi seluas 1 000 ha pada lahan pasang surut di Delta Telang I, Kab.Banyuasin. Proyek ini

memberikan bantuan pinjaman modal, penyewaan alsintan, penampungan hasil produksi dan pendampingan. Narnun tidak semua petani dapat disertakan dalam proyek ini karena adanya keterbatasan dana proyek Untuk mengetahui darnpak keberadaan proyek ini terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis petani peserta proyek dan non peserta dalam konteks: (1) tingkat pendapatan, pengeluaran dan nilai rasio pendapatan- pengeluaran

(R/C)

dalam usahatani dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, alokasi tenaga kerja, pendapatan, pengelwan rumahtangga, stok serta rekreasi. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari nunahtangga contoh sebanyak 60 unit dan datz sekunder dari instansi terkait. Tujuan pertarna dianalisis dengan menggucakan analisis kelayakan usahatani, sementara yang kedua dengan menggunakan model ekonometrik persamaan simultan. Pendugaan parameter dilakukan dengan metode 2SLS menggunakan SAS(ETS). Hasil penelitian menunjukkan pendapatan, pengeluaran serta RIC petani peserta lebih besar dari petani non peserta, masing-masing 1.34 dan 1.04.

Dari model ekonometrik, untuk peserta dan non peserta, produksi dipengaruhi oleh luas lahan dan jumlah pupuk. Alokasi tenaga kerja keluarga dalam usahatani dipengaruhi oleh luas lahan, upah, pendapatan dan umur kepala keluarga. Alokasi tenaga kerja keluarga di luar usahatani dipenganihi oleh pendapatan, sementara pendapatan di luar usahatani dipegaruhi oleh alokasi tenaga kerja di luar usahatani dan total pendapatan. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh total pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga, sementara non pangan dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Stok gabah dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan total pendapatan. Kegiatan rekreasi dipengaruhi oleh total pendapatan untuk petani peserta.

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa dalam tesis saya yang berjudul :

ANALISIS KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

PESERTA DAN NON-PESERTA RICE ESTATE DI LAHAN PASANG SURWT

DELTA TELANG I KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Kornisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukin rujukannya. Tesis ini belurn pernah diajukan untuk mtuk memperoleh gelar pada program sejenis dari Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2006

(4)

@Hak Cipta milik C h d a h , tahun 2006

Hak

Cipta dilindungi
(5)

ANALISIS

KERAGAAN

EKONOMI RUMAHTANGGA

PETANI PESERTA DAN NON-PESERTA

RICE

ESTATE

DI LAI-IAN PASANG SURUT DELTA TELANG I

KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Oleh :

c m w m

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pads

Program Studi Ilmu Ekonomi Perkmian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Penelitian : Analisis Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta dan Non-Peserta Rice Estate Di Lahan Pasang Surut Delta Telang I Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan

Nama Mahasiswa : Chuzairnah Nomor Pokok : A1 5 1020361

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc Ketua

Mengetahui,

Anggota

2. Ketua Program Studi Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1973 di Palembang, Surnatera Selatan. Penulis merupakan anak ketiga dari enam orang bersaudara dari Bapak Drs, H. Anwar Hasbullah dan Ibu Hj. Aidah Syarn, BA. Penulis sudah berkeluarga dengan suami Erwin Rangga Wijaya, SE.Ak dan telah dikaruniai satu orang putra Muhammad A1 Ghifari Erza.

Pendidikan sarjana (S 1) penulis diselesaikan di Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian 1 Agribisnis, Universitas Sriwijaya Palembang lulus

(8)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbala 'lamin.

Puji dm syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat clan karunia-Nya kepada penulis sehingga Tesis yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian akhir dan penyelesaian studi pada Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat terselesaikan.

Tesis ini berjlldul "Analisis Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta Dan Non-Peseita Rice Estate Di Lahan Pasang Surut Delta Telang I

Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan" disusun berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada awal tahun 2005.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Ir. Harianto, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas arahan dan

saran dalam penyempurnaan tulisan ini.

2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS sebagai penguji luar komisi atas saran dalam penyempurnaan tulisan ini

3. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga,

MA beserta staf yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademik.

4. Kepada Suarniku tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat selama studi ini, kepada putraku tersayang yang telah dengan sabar dan penuh pengertian mengorbankan banyak waktunya untuk membantu

mama-nya menyelesaikan studi dan calon baby-ku yang juga ikut berkorban

(9)

dalam penyelesaian tesis ini serta pengasuh anakku yang dengan sabar mengasuh disaat penulis hams berkonsentrasi dalam menyelesaikan studi ini. 5. Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan hormat yang

mendalam pada Ayahanda H. Anwar Hasbullah dan Ibunda Hj. Aidah Syam, Mertuaku, Saudaraku (Yunik, Y'Iba & K'Irni, K'Arnir & Sri, Lila & Salman, '

Kiki, Ayang) serta Keponakanku (Riza, Amat, Ria, Medy, Fikri, Fahmi, Pipit) yang selalu mendukung dan mendoakan setiap aktivitas penulis untuk menjadi orang yang bermanfaat.

6. Sahabat-sahabatku (Endang, Mbak Ida, Rama, Y Eka,

Irma,

Tinik, Bila, Nas, B een, Wahyu,, Andre, Upik, Reny, Nana, Erni), teman-teman kos UGM dan rekan-rekan angkatan 2002 EPN yang telah memberikan bahan masukan dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian tesis ini.

7. Sernua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terselesainya studi, dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari tulisan ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Mei 2006

(10)

DAFTAR IS1

xii

DAFTAR GAMBAR

...

...

DAFTAR LAMPIRAN

I

.

PENDAHULUAN

...

1.1. Latar Belakang

...

...

1.2. Perurnusan Masalah

...

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.4. Ruang Lingkup d m Keterbatasan Penelitian

...

I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

...

2.1. Studi Tentang Lahan Pasang Surut

...

2.2. Studi Tentang Usahatani

...

2.3. Studi Tentang Ekonomi Rumahtangga Petani

...

In

.

KERANGKA PEMIKIRAN

...

3.1. Analisis Pendapatan Usahatani

3.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (RIG)

...

...

3.3. Teori Ekonomi Rumahtangga

3.4. Kerangka Pemikiran

...

...

N

.

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

...

4.2. Metode Penarikan Sarnpel

...

4.3. Sumber dan Jenis Data

...

4.4. Metode Analisis

...

4.5. Model Analisis Usahatani

...

4.6. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Peserta dan Non- Peserta Rice Estate

...

...

4.6.1

.

Produksi Usahatani

4.6.2. Alokasi Tenaga Keja

...

...

4.6.3. Pendapatan Rumahtangga Petani

(11)
(12)

7.1.5. Konsumsi Pangan Rurnahtangga Petani Peserta

...

7.1.6. Konsumsi Non Pangan Rumahtangga Petani Peserta

...

7.1.7. Stok Rumahtangga Petani Peserta

...

7.1.8. Rekreasi Rumahtangga Petani Peserta

...

7.2. Model Ekonomi Rumahtangga Non-Peserta

...

7.2.1. Produksi Petani Non-Peserta

...

7.2.2. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Dalam Usahatasii Petani

...

Non-Peserta

7.2.3. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Petani Non-Peserta Di Luar Usahatani

...

7.2.4. Pendapatan Ru-ahtangga Petani Non-Peserta Luar

...

Usahatani

7.2.5. Konsumsi Pangan Rumahtangga Petani Non-Peeerta

...

7.2.6. Konsumsi Non Pangan Rumahtangga Petani Non-Peserta

...

...

7.2.7. Stok Rumahtangga Petani Non-Peserta

7.2.8. Rekreasi Rumahtangga Petani Non-Peserta

...

7.3. Sintesis Terhadap Hasil-hasil Analisis

...

VIII

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

8.1. Kesirnpulan

...

8.2. Saran

...

(13)

Nomor Halaman 1. Distribusi Lahan Rawa yang Dikembangkan dengan Bantuan

Pemerintah di Indonesia, Tahun 2004

...

4

2. Rekapitulasi Persentase Pengembalim Pinjaman Petani Peserta

Kegiatan Rice Estate MTI 200312004

...

7 3. Luas Lahan Pertanian Menurut Tipologinya di 1 1 Wilayah Pasang

Surut Sumatera Selatan yang Dikarakterisas;

...

16

4. Luas Lahan Pertanian Menurut Tipe Luapan Air

di

11 Wilayah

Pasang Surut Sumatera Selatan

...

17

5. Jumlab Populasi Petani Peserta dan Non-Peserta di Desa Telang

...

Karya dan Sumber Hidup 5 1

6. Model Analisis Usahatani Petani Peserta dan Non-Peserta

...

Rice Estate 52

7. Identifikasi Model Rumahtangga Peserta dan Non-Peserta Rice Estate

...

61 8. Komposisi Penduduk Desa Telang Karya Menurut Jenis Kelamin

...

dan Golongan Umur, Tahun 2004 67

9. Komposisi Penduduk Desa Sumber Hidup Menurut Jenis Kelarnin

dan Golongan Umur, Tahun 2004

...

68 10. Jumlah Ternak Menurut Jenis di Desa Telang Karya dan Sumber

Hidup, Tahun 2004

...

7 1

1 1. Karakteristi~r Responden Rurnahtangga Petani Peserta d m Non-

...

Peserta 80

12. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Usahatani Petani Peserta

Per Hektar Per MT

...

85

13. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Usahatani Petani Non-Peserta Per Hektar Per MT

...

89 14. Perbandingan Antara Petani Peserta d m Non-Peserta Rice Estcrte

...

(14)

b i l Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Produksi Petani Peserta

...

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Alokasi

...

Tenaga Ke rja Keluarga Dalarn Usahatani Petani Peserta

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Alokasi

...

Tenaga Kerja Keluarga Di Luar Usahatani Petani Peserta Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan

...

Pendapatan Luar Usahatani Rumahtangga Petani Peserta

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan

...

Konsumsi Pangan Rumahtangga Petani Peserta

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan

Konsumsi Non Pangan Rumahtangga Petani Peserta

...

Hasil ~ e n d b ~ a a n Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Stok Rumahtangga Petani Peserta

...

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan

...

Rekreasi Rurnahtangga Petani Peserta

Hasil Pendugaan Parameter d m Elastisitas Pada Persamaan Produksi Petani Non-Peserta

...

Hasil Pendugaan Parameter

dan

Elastisitas Pada Persamaan Alokasi Tenaga Keja Keluarga Dalam Usahatani Petani Non-Peserta

...

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Alokasi Tenaga Ke j a Keluarga Di Luar Usahatani Petani Non-Peserta

...

Hasil Pendugaan Parameter

dan

Elastisitas Pada Persamaan

...

Pendapatan Luar Usahatani Rumahtangga Petani Non-Peserta Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan

...

Konsumsi Pangan Rumahtangga Petani Non-Peserta

Hasil Pendugaan Parameter dm Elastisitas Pada Persamaan

Konswnsi Non Pangan Rumahtangga Petani Non-Peserta

...

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Stok

...

Rwnahtangga Petani Non-Peserta

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Pada Persamaan Rekreasi Rumahtangga Petani Non-Peserta

...

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halarnan

1. Pohon Masalah Pertanian yang Teridentifikasi di Wilayah

Pasang Surut Sumatera Selatan, Tahun 2001

...

9

2. Kurva Indiferens .

. .

.

.

.

.

.

. ,

.

.

.

.

.

.. .

.

.

.

.

.. .

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

.

.

:.:.

.

... -.

.

.

.

.

.... .

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

39

3. Perubahan Tingkat Upah dan Tingkat Kepuasan Individu

...

40

4. Kurva Hubungan Perubahan Pendapatan dengan Konsurnsi

...

47

5. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta dan Non-Peserta Rice Estate

...

49

6. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk Desa Telang Karya dan Sumber Hidup, Tahun 2004

...

69

7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pedidikan Penduduk Desa Telang Karya dan Sumber Hidup, Tahun 2004

...

69

8. Sistematika Pelaksanaan Kegiatan Rice Estate

...

74
(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

.

.

.

1 Peta Provinsi Sumatera Selatan

...

145

...

.

2 Peta Kabupaten Banyuasin 146

...

.

3 Peta Kawasan Pasang Surut 147

...

.

4 Peta Telang I 148

5

.

Perhitungan Jumlah Populasi Peserta dm Non-Peserta

...

149 6

.

Hasil Pendugaan Model Petani Peserta Program Rice Estate

...

150
(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang berlangsmg sejak pertengahan tahun 1999 telah membawa dampak negatif cukup luas bagi kehidupan masyarakat secara keselumhan. Dengan terjadinya kontraksi ekonomi, pendapatan masyarakat termasuk petani menurun. Bersamaan dengan itu daya beli masyarakat telah mengalami p e n m a n yang sangat tajam pula sebagai akibat terjadinya inflasi yang tinggi yang mengakibatkan melemahnya ketahanan pangan baik secara nasional, regionaI maupun ditingkat rumahtangga. Dalam situasi demikian sektor pertanian dituntut untuk dapat menghasilkaq bahan pangan dalam jumlah yang cukup, mampu menyerap tenagakerja pengangguran sebanyak mungkin, mampu menciptakan devisa negara serta diharapkan menjadi sektor andalan dan penggerak roda perekonomian nasional (Renstra Sumatera Selatan, 2004).

(18)

Permasalahan pangan masih merupakan ha1 yang serius temtama di negara berkembang. Meskipun Indonesia pernah berswasembada pangan untuk

pertama kalinya tahun 1984,

dan dihargai oleh Badan Pangan dan Pertanian

Dunia, namun hanya bertahan beberapa tahun saja

d m

kembali mengimpor beras.

Tahun 1999 impor berm Indonesia sebesar 3.5 juta ton. Hal ini menunjukkan masih rapuhnya sistem ketahanan pangan kita (Priyono, 2000). Menurut Saragih (1998), ketahanan pangan terusik lagi berhubung dengan banyaknya masalah

untuk

memenuhi kebutuhan dasar yaitu pangan. Tahun 1998 konsumsi beras di Indonesia telah mencapai 135 kg,kapita/tahun. Selanjutnya menurut Kantor Wilayah Departemen Pertaraim Provinsi Sumatera Selatan (2000), ketergantungan penduduk yang demikian besarnya pada beras mengakibatkan fokus perhatian dalam upaya mencapai ketahanan pangan adalah pada padi. Sumatera Selatan merupakan salah satu dari 13 provinsi utama penghasil padi dan mengusahakan padi di empat agroekosistem yakni: sawah irigasi, tadah hujan, pasang surut dan sawah lebak. Agroekosistcm pasang surut memiliki potensi besar dalam menghasilkan padi di Sumatera Selatan.

Laju produksi padi mengalami hambatan antara lain karena menyusutnya lahan pertanian produktif terutama di Jawa untuk kegiatan non pertanian seperti industri, tapak pemukiman, infrastruktur dan kegiatan ekonomi lainnya. Selma kurun waktu tahun 1983- 1993 diperkirakan telah terjadi konversi lahan pertanian seluas 425 000 ha untuk lahan sawah dan 510 000 ha

untuk lahan kering

(Solahuddin, 1999). Angka konversi yang hampir sama dikemukakan oleh
(19)

secara nasional luas lahan pertanian mengalami penurunan sekitar 1.1 juta ha, yaitu 16.7 juta ha pada tahun 1983 menjadi 15.6 juta ha pada tahun 1993. Dari penurunan lahan seluas itu, sekitar 92.0 persen merupakan lahan pertanian di Jawa yang relatif lebih subur daripada di luar Jawa. Oleh karena itu, menurut Solahuddin (1999), upaya untuk mempertahankan swasembada beras melalui peningkatan produksi dengan penerapan teknologi tidak hanya dilakukan pada lahan-lahan irigasi atau lahan-lahan yang secara intensif telah dimanfaatkan, melainkan juga pada lahan-lahan alternatif seperti lahan pasang surut.

Menyusutnya lahan di Jawa yang subur mtuk berbagai kepentingan non pertanian dan meningkatnya permintaan akan hasil pertanian seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri menjadikan pilihan terhadap lahan pasang surut semakin strategis dalam pembangunan pertanian, khususnya tanarnan pangan. Lahan pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu surnberdaya untuk memacu perturnbuhan produksi pertanian karena jenis lahan ini mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi lahan produktif jika dikelola dengan teknologi tepat guna dan teknologi untuk itu relatif tersedia. Masyarakat telah lama mengenal pengelolaan lahan pasang surut. Pengembangan pertanian di lahan pasang surut merupakan perwujudan dari upaya pemanfaatan potensi dam secara optimal berbasis pertanian pangan dan diharapkan rnemberikan sumbangan besar terhadap peningkatan produksi untuk mencapai ketahanan pangan terutarna beras (Ananto et al., 1998).

(20)

adalah 2.6 iuta ha sedang 1.3 juta ha lagi dengan bantuan pemerintah rnelalui transnligrasi. Infidrnlasi lebih len&apnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel I . Distribusi Lallan Ra wa yang dikembangkan dengan Bantuan Pemerjntah di Indonesia, Tahun 2004

Sumber: Badan Urusan Logistik (BULOG) Sumatera Selatan, Tahun 2004

Pusat-pusat pertumbuhan baru merupakan alternatif penting untuk Lokasi

Sumatera Kalimantan Irian Jaya Sulawesi

menanlbah produksi pangan. Salah satu altematif untuk mengantisipasinya adalah mengembangkan potensi lahan pasang surut. Menurut Ditjen Pengairan Sumatera

Total

Selatan bahwa Provinsi Sumatera Selatan merniliki lahan pasang surut yang potensial untrtk pertanian seluas lebih kurang 961 000 hekqar. Scluas 359 250 hektar (37.4%) diantaranya sudah direklanlasi dan 276 514 hektar (28.8%) diantaranya merupakan daerah transmigrasi yang dihuni sekitar 73 500 kepala

(ha) 894.73 412.14

6 2 Pasane Surut

I

Non Pasang Surut

keluarga. Namun demikian pemanfaatannya belum optimal karena berbagai

(%)

2.6 1.2 0.02 0.0 1 1.3

1

1314.87

1

3.8 Total

1

835.2

1

2.5

kendala, dan ini terlihat pada tingkat produksi Fang masih rendah dan belum meningkatkan kesejahterm~~ pctani pada umumnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Proyek Penelitian Pertanian di Lahan Rawa, Balitbang Departenlen Pertanian dari tahun 1985 sampai dengan 1993. lahan raiva temyata men~iliki potensi yang culiup besar untuk rnenul~jang

(%)

0.8 0.5 0.02 0.0 1

479.67 (ha)

1

(%)

1

(ha)

kernantapan swasembada pangan. Hal ini dapat dilakukan, baik rnelalui peningkatan produktifitas maupun perluaran areal tanaman. dengan pembukaan

(21)

Pada saat ini intensitas tanam pada semua tipologi lahan rawa khususnya rawa pasang surut dan tipe luapan air pasang umumnya hanya satu kali tanam setahun dengan produktivitas rendah akibat pengaruh jenis tanah, tipe luapan air serta teknologi budidaya dan kondisi sosial ekonomi petani yang belum memadai.

Menurut peneliti dibidang pertanian, lahan marginal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah, namun dengan menerapkan teknologi dan system pengelolaan yang tepa. guna, potensi lahan tersebut dapat menjadi lebih produktif (Noor dan Muhammad, 1996). Selanjutnya menurut Wahyu (2002), pembangunan pertanian di lahan marginal (lahan kering dan rawa) dihadapkan pada dua masalah yitu aspek agrofisik dan biologis (tanah masam, kesuburan tanah rendah, kemungkinan terjadi keracunan alumunium dan besi, lapisan pirit, gambut yang terlalu tebal, fluktuasi pasang dan surut, hama, penyakit, gulma dan sebagainya), dan aspek sosial budaya yaitu pembangunan manusia yang mengarah pada kualitas.

(22)

lainnya, karena itu pemanfaatan lahan pasang surut harus meminimalkan semua aspek pernbatas tersebut.

Rerbagai program pembangunan telah dilaksanakan di wilayah pasang surut, baik berupa studi maupun proyek diantaranya: (1) Second irrigation Sector Prbject, (2) Third Irrigation Sector Project, ( 3 ) Irrigation Sub-sector Project

(IISP-1 dan IISP-2), (4) Rice Seed Production and Distribution Project, ( 5 )

Secondary Crops Production and Marketing Project, (6) Irrigated Command

Area Development Project, (7) Provincial Irrigated Agricultural Development

Project dan (8) Integrated Irrigation Sector Project. Namun berbagai program

dan proyek tersebut masih belum marnpu memeca'Ikan faktor pembatas secara menyeluruh. Faktor pembatas yang masih sangat menonjol smt ini adalah kendala modal clan harga jual rendah.

Guna membantu memecahkan faktor pembatas melalui penyediaan input seperti pemberian modal kepada petani dan penampungan hasi! yang semuanya dirangkai dengan kegiatan pendarnpingan,

maka

Badan Urusan Logistik bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Banyuasin melaksanakan suatu program dengan nama "Rice Estate "

yang merupakan Pilot Prcject 1 000 ha di lahan pasang surut Telang I. Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil evaluasi dan monitoring program

(23)

Tabel 2. Rekapitulasi Persentase Pengembalian Pinjaman Petani Peserta Kegiatan

Rice Estate MT I 2003/2004

(

5.

1

Telang Rejo 13 72.28

Sumber: Badan Urusan Logistik (BULOG) Sumatera Selatan, 2004

Sebagai program pembangunan, maka program Rice Estate h a m mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya petani. Karena itu, dampak dan

manfaat Rice Estate perlu di estimasi untuk mendukung keberlanjutan program dimasa mendatang, termasuk kendala yang dapat dipecahkan melalui kegiatan ini.

Perubahan kondisi perekonomian berdarnpak pada perubahan stmktm ekonomi pedesaan khususnya masalah kesempatan kerja dan pendapatan rumahtangga pedesaan. Dampak perubahan tersebut sangat beragam antar wilayah tergantung kepada keragaman kondisi agroekosistem

dan

tipe pertanian yang dikembangkan di wilayah tersebut (Susilowati et al., 2001).

Persentase (%)

Pengembalian 98.00 89.66 100.00 78.85 No. 1. 2. 3. 4.

Rumahtangga petani padi pada dasarnya tidak hanya dapat dilihat sebagai penyedia tenaga kerja karena kenyatzlannya rumahtangga tersebut dapat berperan

Nama Desa Sumber Mulyo Telang Makrnur Sumber Hidup Telang Karya

sebagai produsen dan konsumen. Keputusan alokasi tenaga kerja rumahtangga Jumlah Kelompok Tani

6

2

2 9

(24)

Adanya kecenderungan bahwa rumahtangga petani dalam mengusahakan usahataninya masih mengutamakan untuk pemenuhan kebutuhan kelwga saja. Dengan adanya program Rice Estate yang dilaksanakm di daerah pasang surut ini diharapkan berdampak positif terhadap pendapatan petani, sehingga dengan demikian perlu juga dilihat perbedaan pendapatan antara petani yang menjadi peserta program dan non peserta program.

1.2. Perumusan Masalah

Daerah pasang surut Telang I yang luasnya mencapai 26 680 hektar semula adalah lokasi pemukiman tra~smigrasi pertanian berbasis tanaman pangan. Daerah ini pertama kali dibuka pada

tahun

197511976 clan penempatan transmigrasi pertama pada

tahun

1980. Daerah ini diiuni tidak kurang dari 5 000 kelwga transrnigrasi yang meliputi lebih dari 20 000 jiwa dan sebelumnya telah ditempati oleh penduduk asli dan pendatang bersuku Bugis (Ditjen Pengairan, 1998).
(25)
[image:25.595.78.512.67.676.2]
(26)

Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan pendapatan yang diperoleh oleh petani belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan rumahtangganya, maka petani tidak hanya mencurahkan waktu kerja dalam usaha pertanian, narnun juga di luar usaha tersebut. Adanya kegiatan Rice Estate akan berpengaruh terhadap perolehan tingkat pendapatan, yang pada akhirnya sangat mempenganrhi jumlah dan konsumsi rumahtangga.

Rumahtangga disebut sebagai unit dasar pengambilan keputusan karena anggota keluarga dianggap akan bekerja dengan melihat pertirnbangan anggota lain. Jadi keputusan penawaran tenaga kerja oleh keluarga merupakan hasil proses simultan menuju kepuasan maksirnum dengan sumberdaya terbatas. Sebagai contoh seorang isteri atau anak dewasa akan mencari nafkah jika pendapatan suarni atau kepala keluarga tidak mencukupi kebutuhan keluarga, khususnya di pedesaan seluruh anggota keluarga cenderung berperilaku sama dalam mendistribusikan tenaga kerjanya bagi pencapaian kesejahteraan keluarga.

Pencenninan strategi rumahtangga

untuk

hidup dan sejahtera ditunjukkian oleh kontribusi kerja atau alokasi waktu kepala keluarga untuk mencari nafkah,

dan kegiatan lainnya. Dalam ha1 ini kontribusi kerja merupakan refleksi sistem produksi dalam nunahtangga. Tiap kegiatan kepala keluarga ditujukan untuk mencapai nilai guna yang akhirnya menghasilkan kesejahteraan. Keputusan yang diambil terkait dengan karakteristik rumahtangga seperti faktor jurnlah anggota keluarga, tingkat pendidikannya, usia, pengalaman dan faktor-faktor lainnya.

(27)

waktu kerja, pendapatan dalam melakukan aktivitas produksi dan keputusan

dalarn melakukan aktivitas konsumsi mahtangga. Oleh karenanya penelitian ini membahas pennasalahan sebagai berikut:

1. Bagamana pendapatan usahatani peserta dan non-peserta program Rice Estate dan bagaimana pula jika ditinjau dari sisi pengeluaran usahatani serta

RC rasionya?

2. Bagaimana keragaan ekonomi rumahtangga antara petani peserta dan non- peserts program Rice Estate ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka secara urnum tujuan penelitian ini adalah melihat manfaat keberadaan program Rice Estate dengan cara melakukan analisis usahatani dm mempelajari keputusan ekonomi rumahtangga yang meliputi alokasi waktu kerja, pendapatan, pengeluaran, stok dan rekreasi rumahtangga petani pada lahan pasang surut Telang I Kecarnatan

Muara Telang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat pendapatan, pengeluaran usahatani dan R/C petani peserta dan non-peserta Rice Estate.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, alokasi tenagakerja, pendapatan, pengeluaran, stok dan rekreasi rumahtangga petani peserta dan non-peserta Rice Estate.

(28)

pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan-kebiljakan bagi perencana maupun pelaksana pembangunan pertanian khususnya di daerah pasang surut.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap usahatani dan analisis terhadap ekonomi rumahtangga. Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup pedesaan yaitu Desa Telang Karya

dan Desa Sumber Hidup. Rumahtangga yang menjadi objek penelitian adalah rumahtangga petani peserta dan non peserta program Rice Estate. Penelitian pada analisis usahatani mengkaji aspek penerimaan, aspek biaya tunai yang terdir; dari biaya benih, pupuk (urea, TSP, KCl), pestisida, traktor, biaya tenaga kerja luar keluarga dan pajak, aspek biaya yang diperhitungkan yang terdiri dari biaya sewa lahan dm tenaga kerja keluarga dan aspek pendapatan serta pada akhirnya mengkaji aspek kelayakan usaha yang tercermin dari RC rasio.

Analisis ekonomi rumahtangga menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonorni mahtangga dalam berproduksi, dalam mengalokasikan waktu tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran konsumsi. Penggunaan model simultan dalam penelitian ini dimaksudkan agar keterkitan

(29)

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pertama, validitas data yang dikumpulkan sangat tergantung pada daya ingat dan kejujuran nunahtangga

responden dan kedua, masih adanya variable-variabel eksogen yang dianggap

berpengaruh terhadap variable endogen akan tetapi belum dimasukkan dalarn

(30)

11.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Tentang Lahan Pasang Surut

Secara umum lahan pasang surut merupakan lingkungan pengendapan bahan-bahan yang terbagi menjadi kelompok aluvial, kelompok marin dan kelompok kubah gam3ut. Pada kelompok marin biasanya terdapat tanah yang mempunyai lapisan pirit. Berdasarkan jangkauan pasang surut air, lahan rawa dikelompokkan menjadi 3 zona yaitu zona pasang surut payadsdin, zona pasang surut air tawar dan zona non pasang surut atau rawa lebak (Komaruddin et al., 2000).

Peluang pemanfaatan lahan rawa pasang surut cukup besar, demikian pula dengan tantangannya. Penelaahan hasil-hasil penelitian yang dilakukan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Surnatera Selatan menunjukkan bahwa lahan rawa dapat dikembangkan menjadi lahan yang produktif melalui pengelolaan yang tepat. Hasil-hasil penelitian Proyek S WAMPS-I1 di Kalimantan Selatan yang dilakukan sejak tahun 1985 menunjukkan bahwa padi merupdcan salah satu komoditas utama dalam sistem usahatani lahan pasang surut yang dapat diandalkan. Hal ini berarti bahwa lahan pasang surut yang selama ini tergolong marginal, menjadi semakin penting artinya dan berpotensi untruk dimanfaatkan sebagai salah satu surnber produksi padi (Syafaat dan Swastika, 1997).

(31)

diperkirakan &pat ditimbulkan, lahan pasang surut dibagi ke dalam empat tipologi utarna yaitu lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut dan lahan salin (Yazid dan Susanto, 2001).

Lahan pasang surut dikelompokkan juga berdasarkan jangkauan air pasang

atau ketinggidmuka air genangan yang dikenal dengan tipe luapan. Badan

Litbang Pertanian membagi tipe luapan ini berdasarkan siklus pasang bulanan menjadi tipe luapan A, B, C dan D. Pengelompokkan ini selain penting untuk arahan penataan dan pemanfaatan lahan, juga untuk penentuan sistem pengelolaan

air

dan pola tanam. Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang besar dan kecil, baik pada musim hujan maupun pada musim kemmu, sedangkan lahan bertipe luapan B hanya terlu~pi air pasang besar pada m u s h hujan saja Lahan bertipe luapan C tidak terluapi

air pasang tetapi kedalaman muka air tanahnya

kurang dari 50 cm, sedangkan lahan bertipe luapan D adalah seperti tipe C hanya kedalaman muka air tanahnya lebih dari 50 cm (Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002).

Menurut tipologinya, sebagian besar lahan pertanian di 11 wilayah pasang surut Sumatera Selatan yang sudah dikarakterisasi terdiri dari (diurutkan dari yang paling luas) tipologi lahan potensial-2 seluas 58 849 ha (40.61%), sulfat masam potensial 50 263 ha (34.69%), sulfat masam aktual 14 016 ha (9.67%), potensial-1

(32)

Tabel 3. Luas Lahan Pertanian Menurut Tipologinya di 1 1 Wilayah Pasang Surut Sumatera Selatan yang Dikarakterisasi

Tipe luapan yang mendominasi lahan pertanian adalah C dan B, berturut-

Wilayah

Sugihan Kanan

turut 66 132 ha (45.64%) dan 5 1 372 ha (35.345%), sedangkan

untuk

tipe luapan A dan D hanya ditemukan seluas 13 258 ha (9.15%) dan 14 140 ha (9.76%). [image:32.599.87.496.101.379.2]

Pot-1

1

Pot-2 ( SMP

I

SMP-G

/

SMA

I

GDK

I

GSD aAS

1

Total

... (ha) ... ...

Secara rinci sebaran tipe luapan air dari setiap wilayah pasang surut Sumatera Selatan yang telah dikarakterisasi disajikan pada Tabel 4.

---

'

16710

26630 4500 10430 5831 16 974 8 845 22 550 5 040 16594 1 0 8 0 0 ,

144904

Kendala sosial ekonomi yang dihadapi petani dalam pengembangan

-

-

-

-

-

-

-

458

-

-

-

458 5 754

pertanian lahan pasang surut mencakup terbatasnya tenaga clan modal kerja, pendidikan serta adat hudaya masyarakatnya. Hal ini menyebabkan sulitnya

7 970 7218 1 970 8 158 2660 7314 4 611 4298 881 10 177 5 808 58 849 Persentase 1 7.57

SugihanKiri I 1 2 5 3

penerimaan terhadap perubahan dan larnbannya adopsi teknologi baru. Surnber: Ananto et al., 1998

Keterangan: Pot- 1 = Potensial- 1 Pot-:! = Potensal-2 SMP = Sulfat Masam Potensial SMP-G = SMP bergambut GDK = Gambut Dangkal SMA = Sulfat Masam Aktual

GSD = Gambut BAS = Bekas Aliran Sungai 512

-

-

782 145 1439 9298 75 992 2 328 4 111 1 887 9811 3 823 5 190 4 778 50 263 40.61

Cinta Manis

Delta Saleh Delta Upang Delta Telang 1 Delta Telang I1

h l a u Rimau

Karangagung Hulu Kxangagung Tengah Karangagung Hilir Jumlah

Ketersediaan tenaga kerja yang cukup merupakan salah satu titik strategis yang

0.99 10.32 1

34.69 2 986 195 1 280 165 4681

1 233 1713

451

10 971

penting dalarn pengembangan pasang surut secara intensif. Daerah pasang surut

2128 488 80 155 931 51 3 833

-

Sumatera Selatan umumnya merupakan tempat pemukiman transmigran, dengan

2.65 1 9.67

populasi penduduk yang rendah sehingga ketersediaan tenaga kerja

untuk

3.50 3468 2260 959 3 588 336 205 214 14 016

mengelola lahan dan usahatani sangat terbatas. Struktur kelwga petani di

(33)

sembilan wilayah pasang surut Sumatera Selatan berkisar antara 4.1 - 5 orang/KK (Yazid clan Susanto, 2001) atau rata-rata 4.73 orang/KK dengan jumlah tenaga kerja potensial sekitar 2.79 orang/KK (Ananto et al., 1998). Hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat pengelolaan usahatani, petani hanya mengelola usahataninya secara ekstensif sederhana.

Tabel 4. Luas Lahan Pertanian Menurut Tipe Luapan Air di 11 Wilayah Pasang Surut Sumatera Selatan

Sugihan kanan Sugihan Kiri Cinta Manis

Delta Saleh Delta Upang Delta Telang I Delta Telang

II

Pulau Rimau Karangagung Ulu Karangagung Tengah

Wilayah Tipe Luapan Air (Ha)

A

I

B

I

C

I

D

I

Total

Menurut Pramono (2003 j, dalarn mencapai keberhasilan pengembangan

Karangagung Hilir Jumlah

Persentase

sistem usaha pertanian lahan pasang surut, ti& cukup hanya dengan mengintroduksi teknologi, tetapi diperlukan adanya dukungan melalui pembinaan

Sumber: Ananto et al., 1998 359 13 258 9.15

dan perekayasaan kelembagaan sebagai komponen sistem. Kelembagaan merupakan pendukung dalam sistem usaha pertanian maka pemecahan masalah

6 677 51 372 35.45

kelembagaan merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan bila ingin mencapai sasaran yang diharapkan. Dinamika kelompok &ni yang belum begitu

3 764 66132 45.64

baik berperan nyata di dalarn kekurang berhasilan usahatani yang dilakukan,

ketidakkompakan antarpetani di dalam menentukan jadwal tanamlsebar benih

-

14140

, 9.76

[image:33.599.81.501.141.789.2]
(34)

merupakan awal dari kekurang hrhasilan usahatani yang dilakukan. Hal ini menyebabkan perbedaan di dalam persiapan lahan, apalagi ditambah dengan perbedaan varietas benih yang ditanam. Kegiatan Rice Estate memberikan manfaat yang nyata bagi para petani peserta, ha1 ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan petani yang meningkat sebesar 145.98%.

Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan P pada tanah potensial sulfat masam, biasanya digunakan TSP yang memiliki daya larut cepat. Pemupukan TSP pada tanah masam biasanya diperlukan dalam jumlah yang lebih besar daripada TSP yang diberikan pada tanah yang bereaksi netral karena sebagian P diikat oleh kompleks adsorpsi sehingga tidak bisa terserap oleh tanaman. Hal irli tidak efisien karena TSP mahal harganya dan dibuat dengan proses yang rumit. Oleh karenanya alternatif yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan sumber P alam yang biaya pembuatannya lebih murah yaitu pemakaian pupuk P alam secara langsung atau pupuk P alam y a k diasamkan sebagian (Subiksa et al., 1990). Selanjutnya menurut Tampubolon et al. (1990) bahwa kendala yang dihadapi petani transmigrasi di lahan pasang surut adalah (i) agro fisik berupa rendahnya kesuburan tanah, tingginya kernasaman tanah, adanya lapisan pirit yang sangat labil dan mudah membentuk besi yang berlzbihan dan merupakan

(35)

Menurut penelitian Sisworo (1983) bahwa tanaman pa& yang ditumbuhkan di atas tanah bergambut Delta Upang Surnatera Selatan menunjukkan respons perturnbuhan dan kenaikan bobot kering gabah terhadap pemupukan nitrogen. Akan tetapi, takaran melebihi 1 250 mg N/pot (setara

dengan 200 kg N/ha) menyebabkan pembentukan anakan terus menerus, sehingga kematangan tidak serempak bahkan menyebabkan menurunkan produksi. Kemudian dituliskan juga bahwa peranan pupuk sebagai sumber N tanaman dan keefisienan pemupukan nitrogen dipersawahan pasang surut lebih rendah dibandingkan dengan di persawahan tanah mineral yang pengairannya mudah dikendalikan.

Meskipun tingkat rata-rata produksi varietas padi lokal lebih rendah, namun mempunyai stabilitas produksi lebih tinggi dibanding varietas unggul. Rendahnya produksi padi di daerah pasang surut Delta Upang diduga karena berkurangnya unsur hara, sulitnya pengaturan tata air clan intensitas serangan hama yang tinggi. Kendala biologis adalah hama tikus yang menyerang (Jenahar,

1990).

(36)

pengetahuan tentang pengelolaan alsintan dan prasarana penunjangnya, maka ha1 tersebut hanya merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah (Umar et al., 2002).

Menurut Pramono (2003), dalam mencapai keberhasilan pengembangan sistem usaha pertanian lahan pasang surut, tidak cukup hanya dengan mengintroduksi teknologi, tetapi diperlukan adanya dukungan melalui pembinaan

dan

perekayasaan keiembagaan sebagai komponen sistem. Kelembagaan merupakan pend~ikung dalam sistem usaha pertanian maka pemecahan masalah kelembagaan merupakan komponen yang tidak dapat diabaikan bila ingin mencapai sasaran yang diharapkan. Dinamika kelompok tani yang belum begitu baik berperan nyata di dalam kekurang berhasilan usahatani yang dilakukan, ketidakkompakan antar petani di dalam menentukan jadwal tanamhebar benih merupakan awal dari kekurang berhasilan usahatani yang dilakukan. Hal ini menyebabkan perbedaan di dalam persiapan lahan, apalagi ditambah dengan perbedaan varietas benih yang ditanam.

Potensi varietas padi yang dilepas untuk lahan rawa dapat mencapai 6 ton per ha, namun produktivitas aktual yang terjadi saat ini baru mencapai ! .5 - 3 ton per ha untuk padi lokal dan 2.5 - 3.5 ton per ha untuk padi unggul (Sabran et al.,

(37)

2.2. Studi Tentang Usahatani

Usahatani adalah setiap organisasi dari dam, tenaga ke rja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani terdiri dari atas manusia petani (bersama keluarganya) merupakan unsur tenaga ke rja, tanah (alam), ada unsur modal (termasuk tanaman) dan unsur pengelolaan atau manajemen yang peranan

ini

dipegang oleh petani itu sendiri (Soekartawi, 1991).

Sumberdaya petani menurut Harwood (1979) meliputi faktor fisik seperti tanah, energi matahar;, air dan faktor sosial ekonomi seperti uang tunai, kredlt, tenaga kerja dan pasar. Kombinasi faktor-faktor ini mempengaruhi output dan metode produksi yang digunakan. Selanjutnya, menurut Malian et al. (1988) bahwa tujuan petani melakukan aktivitas usahatani adalah memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga dan memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Tingkat konsumsi yang berlaku di suatu daerah akan bervariasi satu sama lain.

(38)

Selanjutnya menurut Nurmanaf (1985) bahwa produktifitas tenaga ke rja pada kegiatan usahatani yang tinggi hams di dukung oleh penguasaan faktor produksi, yang antara lain faktor produksi tanah pertanian. Dengan demikian

sumbangan usahatani terhadap pendapatan nunahtangga akan semakin tinggi dengan semakin luas garapan usahatani. Menurut White (1977), semakin luas tanah yang dikuasai, pendapatan yang diterima dari usaha pada tanah (dalam arti usahatani) semakin tinggi, yang memungkinkan untuk diinvestasikan pada usaha di luar usahatani. Semakin tinggi modal yang diinvestasikan tersebut, maka total pendapatran yang diterima semakin tinggi pula karena produktifitas tenaga kerja yang lebih tinggi.

Kebutuhan terbesar tenaga kerja produktif dalam suatu proses produksi usahatani adalah kegiatan pengolahan tanah, penanaman dan panen. Semakin luas pengusahaan lahan dan semakin tinggi tingkat penerapan tekhnologi dala-m proses produksi semakin efisien pemanfaatan tenaga kerja produktif keluarga. Pendapatan yang diperoleh petani meningkat lebih besar melalui usaha perluasan lahan dibanding usaha penerapan teknologi. Namun, usaha perluasan lahan disertai peningkatan penerapan teknologi memberikan pendapatan paling besar. Belurn nyatanya peranan peningkatan teknologi diduga karena usaha p e r b a i h teknologi hanya dilakukan pada cabang usaha padi dan belum dilaksanakan pada semua cabang usaha sedangkan luas pengusahaan cabang usaha padi relatif kecil (Jenahar, 1990).

(39)

adanya perbeciaan tingkat konsumsi b e m dan bukan beras yang berbeda. Tingkat konsumsi bahan pengganti beras lebih banyak pada golongan yang lebih rendah pendapatannya, sehingga apabila terjadi kenaikan pendapatan yang sama besarnya, pergeseran beras terhadap penggantinya lebih besar pada golongm dengan pendapatan yang lebih rendah.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi gogo yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk anorganik, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja

dan pengalaman bertani. Secara umum apabila dilihat dari besaran RC rasio yang 2ebih besar dari satu maka usahatani padi gogo menguntungkan petani akan tetapi belum efisien (Suhendar, 1989).

(40)

,Menurut Mosher (1 966) dan Hansen (1 98 I), pendapatan usahatani sangat

tergantung kepada salah satu yang diikutsertakan di dalam proses produksi seperti tingkat produktivitas lahan garapan, kemampuan pengarahan usaha, ukuran keluarga, kegiatan petani di dalam penggunaan sarana produksi pertanian sepeh

pupuk, pestisida, benih, dan sarana produksi lainnya. Kegiatan usahatani berhjuan untuk mencapai produksi yang lebih tinggi di bidang pertanian. Petani mengalokasikan pendapatannya dalam berbagai kegunaan seperti halnya untuk biaya produksi pada periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

Menurut Tanjung (1988) bahwa pendapatan petani yang berasal dari kegiatan di luar pertanian sar~gat ditentukan oleh lama pendidikan dan lamanya mereka bermukim. Di wilayah pemukiman transmigrasi Propinsi Jambi ternyata bahwa beberapa faktor yaitu tingkat produktivitas lahan

usaha,

pendapatan yang berasal dari luar usahatani dan daerah asal Jawa Timur, pola tanam, benih, luas garapan, lama bermukim, daerah asal Daerah Istimewa Yogyakarta dan lama pendidikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tingkat pendapatan transmigran swakarsa yang berada di daerah tersebut.
(41)

tadah hujan dan lahan pasang surut. Hasil penefitian menunjukkan bahwa penerimaan terbesar diperoleh dari lahan sawah irigasi (Rp 1.180 juta per ha); BIC rasio 4.3) dan terendah di lahan pasang surut (Rp. 0.153 juta per ha; B/C rasio 1.9). Pengeluaran untuk tenaga kerja menenpati proporsi terbesar (5 1 - 68 persen) dari total biaya usahatani pada semua tipe lahan tersebut.

Menurut Pribadi (2002), petani transmigrasi memiliki peubah nyata yang lebih sedikit daripada petani lokal. Hal ini diduga berkaitan dengan budaya petani transmigrasi yang sudah terbiasa menanam varietas unggul sejak mereka masih tinggal di daerah asal (Jawa). Dengan kata lain, bertanam varietas unggul sudah menjadi bagian hidup mereka yang hams dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memperhatikan faktor-faktor lain seperti ketersediaan tenaga kerja, tingkat umur, pendidikan dan luas lahan yang dirnilikinya.

Semakin besar luas lahan yang diusahakan maka semakin tinggi curahan tenaga kerja dan pendapatan -ahtangga dari usahatani dan non sawi. Pada tingkatan luas lahan sempit, curahan tenaga kerja rumahtangga lebih besar d i l w pertanian sehingga pendapatan rurnahtangga dominan dari luar pertanian (Dirgantoro, 200 1).

2.3. Studi Tentang Ekonomi Rumahtangga Petani

(42)

"exogenous" yang mempengaruhi pendapatan, konsumsi dan alokasi tenaga kerja rumahtangga (Sawit dan O'Brein, 1995).

Selanjutnya Becker (1 98 1) berpendapat model ekonomi rumahtangga memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Ada dua proses perilaku rumahtangga yaitu (1) proses produksi rumahtangga, (2) proses konsumsi rumahtangga yang merupakan pemilihan terhadap barang-barang yang dikonsumsi.

Penggunaan model ekonometrika dalam mengkaitkan perilaku produk usahatani, konsumsi dan suplai tenaga kerja pada situasi pasar tenaga kerja bersaing dengan menggunakan data cross section di Malaysia. Temuan penting dalam penelitian ini adalah adanya saling keterkaitan yang erat antara produksi dan keputusan konsumsi dalam rumahtangga petani (Barnum dan Squire, 1979).

(43)

Menurut Yazid dan Susanto (2001) bahwa kendala sosial ekonomi yang dihadapi petani dalam pengembangan pertanian lahan pasang surut mencakup terbatasnya tenaga d m modal keja, pendidikan serta adat budaya masyarakatnya. Hal

ini

menyebabkan suiitnya penerimaan terhadap perubahan

dan

lambannya adopsi teknologi baru.

Ketersediaan tenaga kerja yang cukup merupakan salah satu titik strategis yang penting dalam pengembangan pasarlg surut secara intensif. Daerah pasang surut Sumatera Selatan umumnya merupakan tempat pemukiman transmigran, dengan populasi penduduk yang rendah sehingga ketersediaan tenaga kerja

untuk

mengelola lahan

dan

usahatani sangat terbatas seperti yang telah di jelaskan pada halaman terdahulu (Ananto et al., 1998). Hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat pengelolaan usahatani, petani hanya mengelola usahataninya secara ekstensif sederhana.

Selanjutnya menurut penelitian Pramono (2003) bahwa kegiatan Rice

(44)

Menurut penelitian Hutapea (2002) bahwa apabila permintaan akan produksi pertanian terus meningkat diikuti dengan naiknya harga hasil pertanian tersebut maka kondisi ini dapat meningkatkan pendapatan petani dan nilai tukar komoditi pertanian. Jumlah anggota keluarga akan menentukan besarnya pangsa pengelwan untuk pangan karena semakin besar jumlah anggota kelwga mengakibatkan semakin besarnya bahan pangan yang dikonsumsi. Dengan demikian semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan pangan. Istri (ibu rumahtangga) &ah orang yang paling dominan dalam menentukan

bahan pangan yang dikonsumsi rumahtangga sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu rumahtangga diharapkan pengetahuan ibu rumahtangga tersebut tentang gizi semakin bertambah yang akan mempengaruhi kemampuannya dalam menentukan variasi menu makanan (diversifikasi), yang akan menyebabkan rumah tangga tersebut semakin berketahanan pangan. Penelitian Pakpahan clan

Syafa'at (1991) menyebutkan bahwa dengan s e m i tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kemampuan orang tersebut dalam memproses informasi dan membuat keputusan dalam pengelolaan sumberdaya akan semakin baik.

Ukuran keluarga berhubungan erat dengan pengeluaran rumahtangga, semakin besar ukuran keluarga semakin besar pula pengeluaran keluarga yang

(45)

Nurmanaf (1989) dalarn penelitiannya mengenai alokasi curahan tenaga kerja rumahtangga pedesaan di Lampung menemukan bahwa curahan tenaga kerja rumahtangga dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong yang ada pada rumahtangga itu sendiri dan faktor penarik dari 1 w . Identifikasi fzktor-faktor yang mempengaruhi curahan tenaga kerja dibatasi pada faktor-faktor

di

tingkat rumahtangga cian dirinci kedalam tiga sektor kegiatan yaitu kegiatan usaha pertanian, buruh pertanian

dan

luar pertanian. Faktor-faktor yang berpengaruh pada curahan jam kerja rumahtangga adalah umur kepala rumahtangga, pendidikan, jumlah angkatan kerja rumahtangga, luas lahan pertanian yang dirniliki,

dan

perbedaan agroekologi daerah l&an sawah dan lahan kering.

Penelitisn Sumaryanto (1989) menemukan bahwi! faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam penawaran tenaga kerja pada usahatani padi adalah tingkat upah riil, luas sawah garapan, pendapatan diluar usahatani padi, status garapan, faktor kelembagaan hubungan kerja, dan kondisi agroekosistem. Jumlah anggota rumahtangga usia kerja, beban tanggungan dan harga gabah riil tidak berpengaruh nyata. Pengaruh peubah dummy agroekosistem menunjukkan bahwa petani di pedesaan dataran tinggi cenderung mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga dalam usahatmi padinya. Sedangkan di pedesaan dataran rendah ketatnya pengaturan waktu tanam serentak menyebabkan ha1 yang sebaliknya. Upaya mensubsitusi tenaga kerja luar keluarga dengan tenaga kerja dalam keluarga dibatasi oleh jadwal tanam.

(46)

Karena produksinya musiman, waktu menunggu pada pertanian (misal pada masa pemeliharaan atau bera) digunakan pria untuk migrasi ke kota untuk bekerja di non pertanian. Lebih lanjut Sawit (1993) menyimpulkan bahwa pria mempunyai tingkat opportunity lebih tinggi untuk bekerja pada aktivitas non pertanian

sedangkan wanib lebih terkonsentrasi pada pekerjaan di rumah

dan

diproduksi pertanian.

Hasil penelitian Ariani (1999) menunjukkan bahwa pendidikan istri berpengaruh positif dan nyata terhadap diversifikasi konsumsi rumahtangga. Apabila pendapatan rumahtangga petani meningkat melarnpaui batas tertentu mzka akan meningkatkan pengeluaran rumahtangga untuk keperluan bukan pangan. Peningk~tan pendapatan ini akan menyebabkan semakin kecilnya pangsa pasar pengeluaran untuk pangan yang berarti nunahtangga petani semakin berketahanan pangan.

Peningkatan produksi dan pendapatan sebagai dasar strategi peningkatan akses nunahtangga pertanian terhadap pengelolaan pengeluaran rumahtangga.

(47)

Hasil penelitian Irawan et al. (1989) menunjukkan bahwa alokasi waktu bagi setiap rumahtangga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : (1) pola l ~ d u p ; (2) kepemilikan aset produksi; (3) keadaan sosial ekonomi rumahtangga; (4) tingkat upah dan (5) karakteristik yang melekat pada setiap anggota rumahtangga. Pola hidup yang dimaksud adalah sebagai kondisi yang melekat dan berada di sekeliling petani, seperti etnis, agama, kehidupan berietangga yang dapat mempengaruhi pola hidup seseorang. Keadaan sosial ekonomi meliputi ukuran keluarga, status sosial dan curahan kerja anggota keluarga lain. Sedangkan karakteristik lain yang melekat dicirikan dengan umur,

tingkat pendidikan atau keahlian.

Respon konsumsi terhadap tanggungan keluarga adalah inelastis yaitu

0.3 14 artinya bertambahnya jumlah beban tanggungan keluarga berdarnpak kecil terhadap peningkatan jurnlah konsumsi. Respon konsumsi terhadap konsumsi pangan adalah inelastis yaitu 25.678. Berarti kenaikan jurnlah konsumsi pangan hanya memberikan dampak yang kecil terhadap peningkatan konsumsi (Pakasi,

1998).

Pada penelitian ini, yang dijadikan daerah penelitian adalah daerah pasang surut

,

dimana yang diteliti tentang usahatani peserta dan non peserta program Rice Estate menyangkut pendapatan, pengeluaran serta kelayakan usahatani yang dilihat dari RC rasionya. Sedangkan pada penelitian terdahulu tentang program Rice Estate yang diteliti hanya peserta program ditinjau dari aspek pendapatan dan biofisik.
(48)

pendapatan dan pengeluaran, juga &an dianalisis stok petani yang simpan di gudang-gudang penyimpanan mereka dalam bentuk gabah serta rekreasi yang

dilakukan baik oleh petani peserta maupun non peserta mengingat petani di daerah

(49)

3.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya

tunai

adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga yang juga diperhitungkan sebagai biaya. Secara matematik penerimaan total, biaya dan pendapatan dalam kegiatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana :

TR = Total Penerimaan usahatani (Rp)

TC = Total Biaya usahatani (Rp)

n

= Pendapatan usahatani (Rp)

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan (unit) Hy = Harga produk yang dihasilkan (Rplunit) TFC = Total Biaya tetap

TVC = Total Biaya variabei

Secara umum penerimaan (revenue) dapat diartikan sebagai hasil perkalian dari hasil produksi nyata persatuan waktu dan luas dengan harga persatuan produksi dari suatu kegiatan usaha. Menurut Soekartawi (1991), penerimaan adalah nilai produk total usahatani dalarn jangka waktu terntentu, baik yang dijual

(50)

(Hemanto, 1990). Selanjutnya Menurut Sjarkowi dan Laila (1 993), penerimaan adalah nilai rupiah hasil penjualan barang sedangkan menurut Mubyarto (1989), penerimaan adalah hasil yang diharapkan akan diterirna pada waktu panen dikali ciengan harga yang berlaku saat itu.

Biaya (cost) dapat dibagi dua yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya

tunai didalam usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Biaya total adalah seluruh nilai yang dikeluarkan bagi

usahatani,

baik tunai maupun tidak tunai. Ada empat kategori atau pengelompokan biaya, yaitu:

1. Biaya tetap wed costs), yaitu biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, traktor dan lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalarn penggunaanya, atau tidak adanya penawaran untuk itu, terutama untuk usahatani maupun diluar usahztani. Biaya tetap dapat dibedakan atas biaya tetap total clan biaya teep rata-rata.

2. Biaya variabel atau biaya-biaya berubah (variable costs), yaitu biaya yang timbul karena adanya faktor-faktor produksi variabel. Besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik

(51)

Jurnlah dari biaya tetap total dan biaya variabel total dinarnakan biaya total, sedangkan jumlah biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata-rata dinarnakan biaya total rata-rata.

3. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel antara lain berupa biaya mtuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga luar keluarga.

4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap, biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan termasuk biaya variabel antara lain biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk yang dipakai.

3.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (WC)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang

kita

keluarkan pada suatu usahatani. Analisis

ini juga digunakan untuk melihat kelayakan suatu usaha. Apabila RC rasio lebih besar sat& berarti usahatani yang dijalankan layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika R/C lebih kecil dari satu, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Perhitungan

RC

rasio dapat d i i u s k a n sebagai berikut:

Total Penerirnaan

-

rasio atas biaya tunai -

Total Biaya Tunai Total Penerirnaan

-

rasio atas biaya total -

(52)

3.3. Teori Ekonomi Rumahtangga

Rumahtangga pertanian adalah rurnahtangga yang menghasilkan prod&

pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual, ditukarkan atau untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan atas resiko sendiri. Dalam

mahtangga pertanian, skala produksi usahatani ditentukan oleh tingkat pemanfaatan sumberdaya seperti luas garapan maupun modal, disamping pengaruh faktor eksternal pasar input dan output (Xardono, 2003).

Model ekonomi mahtangga pertanian (agricultural household economic model) lahir dari pemikiran bahwa di dalam satu unit rumahtangga pertanian terdapat keputusan produksi yang tidak terpisahkan dengan keputusan konsumsi. Pengembangan teoritik terhadap adanya saling ketergantungan konsumsi dan produksi di dalam model ekonomi rumahtangga pertanian melahirkan dua kelompok model yaitu model rekursif (recursive model) dan model non-rekursif (non-recursive model).

Model rekursif dibangun berdasarkan asurnsi bahwa antara keputusan konsumsi dan produksi terjadi ketergantungan yang saling sekuensial. Dalam ha1

ini Ciasumsikan bakva keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi,

tztapi tidak berlaku sebaliknya (Singh et al.,1986; Coyle, '1994). Asumsi ini berlaku bila dalam kondisi sebagai berikut: 1) pasar input dan pasar output bersaing, 2) tidak ada biaya transaksi dan pertukaran, 3) terjadi substitusi yang sempurna didalam kegiatan produksi antara tenaga kerja sewaan dengan tenaga

keja dari &h.m keluarga, 4) terjadi substitusi sempurna antara penggunaan tenaga keja keluarga di dalam usahatani dan di luar usahatani, d m 5)

(53)

Kusnadi (2000) bahwa model non-rekursif mencoba menangkap adanya saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga. Dernikian sebaliknyz, keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi.

Sistem usahatani merupakan suatu sistem yang kompleks, dimana produksi dan pendapatan petani hanya merupakan bagian dari sistem tersebut. Produksi dan pendapatan urnumnya dijadikan ukuran keberhasilan pengelolaan usahatani. Produksi dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang bersumber dari internal petani, eksternal petani, dan lingkungan alami (Byerlee, 1977).

Teori ekonomi nunahtangga yang dikembangkan oleh Becker (1976) menjelaskan bahwa d a l m mengkonsumsi, nunahtangga mempunyai upah, kepuasan dan alokasi waktu untuk memproduksi sehingga dihasilkan komoditi yang siap dikonsumsi

(x)

clan langsung memberikan kepuasan.

Menwut Everson (1976), formula yang disusun Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat yaitu: (1) menjelaskan perilaku rumahtangga menghadapi fungsi produksi dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga dapat digunakan

untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga, dan (2)

menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi anggota rumahtangga. Studi mengenai rumahtangga petani yang dilakukan oleh beker (1965) ini menerapkan fungsi kepuasan sederhana dari konsumsi barang-barang dalam ekonomi rumahtangga, yang lebih menekankan pada alokasi waktu. Asumsi yang

(54)

dihasilkan dari rumahtangga. Beberapa asumsi yang dipakai dalam model rumahtangga pertanian yaitu : (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan; (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam h g s i produksi nunahtangga dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen.

Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, nunahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif mahal dan akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif murah. Sebaliknya, sebagai konsumen, nunahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih murah

dan

mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal.
(55)

Barang Konsumsi

waktu

[image:55.599.70.513.81.388.2]

L m g Gambar 2. Kurva Indiferens

U1 disebut kurva indiferens karena disemua titik pada kurva U1 tingkat

utility adalah sama. Tingkat utility U2 lebih tinggi dari

U1

dan tingkat utility U3 lebih tinggi dari U2 clan U1. Utility (dari titik E) dapat diticgkatkan dengan menambah barang konsurnsi sebesar BD = EEI menjadi Elpada U2 atau dengan menambah waktu luang sebesar AC = EE2 (menjadi E2 pada U2). Tingkat utility

U2 dapat diperoleh dengan konsumsi barang sejumlah OD dan menikrnati waktu luang sebesar OA (posisi di titik El) atau dengan mengkonsurnsi barang sebanyak OB dan menikrnati waktu luang sebesar OC (posisi E2).

(56)

diperbesar menjadi U3 dengan kenaikan pendapatan yang memungkinkan rumahtangga dapat menarnbah barang konsumsi dan waktu luang bersama-sarnii.

Anggota rumahtangga dibatasi dua kendala dalam mengkonsumsi barang konsumsi dan waktu luang, yaitu, pertama, waktu yang terbatas ketersediaannya pada peniode tertentu dan kedua, anggota mahtaagga sebagai tenaga keja di pasar keja yang sempurna tidak mampu mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Pada dasarnya, dua kendala tersebut merupakan kendala anggaran

eudget constraint). Secara grafik, peranan kendala anggaran dalam penentuan tingkat kepuasan maksimum individu dapat dilihat pada Gambar 3.

upah Barang Konsumsi I I I I I I I I I I

I 1 1

I

I

I I

I

I

I I

I

I

I I

I

I I (

I

I

I I I

I

I I I

0 I I I I

[image:56.595.88.508.314.653.2]

H Luang

(57)

Misalkan suatu rumahtangga mempunyai pendapatan OA = HE3 di luar hasil pekerjaan (non earned income, misalnya : sewa, warisan). Apabila seluruh waktu yang tersedia OH digunakan untuk waktu luang maka pendapatm mahtangga tersebut hanya OA = HB. OD menunjukkan jumlah waktu yang digunakan rumahtangga untuk waktu luang dan HDI merugakan waktu yang digunakan untuk bekerja (waktu luang diukur dari titik

0

ke titik

H

dan waktu bekerja diukur

dari

H ke 0).

Dengan bekerja sebanyak HDI jam maka nunahtangga memperoleh upah senilai barang konsumsi AF. Jumlah barang konsumsi rumahtangga adalah jumlah barang senilai hasil kerja ditambah jumlah barang senilai pendapatan di luar hasil kerja yakni : OF = OA

+

AF. Nilai barang konsumsi yang dapat dibeli dari hasil kerja satu jam dinamakan tingkat upah yang diceminkan dengan kecenderungan (slope) dari budget line. Semakin tinggi tingkat upah maka semakin besar slope

dari budget line.

Rasio tingkat upah awal (barang konsumsi per waktu luang) ditunjukkan oleh slope garis anggaran BCI dengan kondisi keseimbangan pada titik E dengan tingkat utility U1. Apabila upah meningkat, maka budget line berubah dari BCI menjadi BC2. perubahan tingkat upah tersebut akan menghasilkan pertambahan pendapatan sebagaimana dilukiskan dengan garis B'C' yang sejajar dengan BCI. Pertambahan pendapatan akan menambah waktu luang (OD1 --+ OD2) sehingga

tingkat utility meningkat menjadi U2 (U1 -+ U2) pada titik keseimbangan E2. Hal ini merupakan efek pendapatan (income eflect).

(58)

HD2 menjadi HD3) supaya b e d pada tingkat utility yang sama yaitu tingkat utility Uz pada titik keseimbangan Ej. Uraian diatas rnenyimpulkan bahwa adanya

penyediam waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah merupakan teori penawaran tenaga kerja. Dalam anaiisis penawaran tenaga kerja, rumahtangga memainkan peranan yang sama dalam perusahaan

dalam

teori permintam tenaga kerja.

Karena terdapat saling keterkaitan antara proses produksi dan proses konsumsi rumahtangga, maka

dalam menganalisisnya tidak dapat disamakan

dengan model konvensional yang biasa diterapkan pada perilaku ekonomi perusahaan. Kondisi ini menghasilkm pengembangan model khusus ekono

Gambar

Gambar 1. Disarikan dari Yazid dan Susanto (2001), Pohon Masalah Pertanian
Tabel 3. Luas Lahan Pertanian Menurut Tipologinya di 1 1 Wilayah Pasang Surut
Tabel 4. Luas Lahan Pertanian Menurut Tipe Luapan Air di 11 Wilayah Pasang
Gambar 2. Kurva Indiferens
+7

Referensi

Dokumen terkait

0.8458 (Lampiran 19).. sub model termodinamika permukaan berupa data meteorologis memiliki kisaran yang lebih rendah dibandingkan data sebenarnya. Kesimpulan yang dapat

masyarakat di Daerah, diselenggarakan berbagai upaya kesehatan di mana salah satu upaya dimaksud adalah pengamanan Zat Adiktif yang diatur dalam Pasal 113 sampai

Kartu jaringan yang menerima paket khusus akan mengecek apakah alamat fisik pada kartu jaringan sama dengan alamt fisik milik kartu jaringan. Jika sama, kartu jaringan akan

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Majelis Hakim sepakat menilai rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam keadaan telah pecah, terbukti

Tujuan penelitian ini adalah (a) untuk mengetahui asal usul nenek moyang Tionghoa (b) untuk mengetahui kebudayaan yang dibawa oleh etnis Tionghoa di Kecamatan Sinaboi Kabupaten

Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu kala”. Bagi manusia semacam itu, keindahan balaghah al- Quran dan nasihat yang baik

Palam sistem pendukung keputusan ada banyak seklai metode-metode yang digunakan salah satunya yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang merupakan metode

Menyatakan frasa menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dan frasa denda paling banyak Rp15.000,00 dalam Pasal 296 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun