POLA AKTIVITAS, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI
DAN KESEHATAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG
NUR’AINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ABSTRACT
NUR’AINI. Pattern Activity, Food Consumption, Nutritional Status and Health of Street Children in Bandung. Under direction of ALI KHOMSAN and MIRA DEWI
The general objective of this research was to know and analyze the correlation of pattern activity, food consumption, nutritional status and health of street children. The research design was cross sectional study. This research was part of project research Socio-economics and Environmental Factors Contributing to The Health and Nutritional Status of Street Children. Data was collected on February 2009 in Bandung, West Java. Street children was chosen by purposive sampling from eight NGOs in Bandung. Street children criteria were: 1) 5-18 years old 2) boys and girls 3) spend time in the street at least four hours in a day 4) work for a living in the street, commonly work as singers, beggars, shoe-polisher, porters etc. The result showed that most street children activity was singers, spend 4-8 hours in a day and 4-6 days in a week. The average energy and protein adequacy level of street children was light deficit category, iron and vitamin C in low category and vitamin A in sufficient category. Almost street children have normal nutritional and health status and good personal hygiene. There is no correlation between activity and duration of street children with nutrition adequacy level. There is no correlation between personal hygiene and nutritional status with health status.
RINGKASAN
NUR’AINI. Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan MIRA DEWI.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik anak jalanan (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan) 2) mengidentifikasi dan menganalisis pola aktivitas anak jalanan 3) mengidentifikasi dan menganalisis kebiasaan makan anak jalanan 4) mengidentifikasi dan menganalisis higiene personal anak jalanan 5) menganalisis hubungan pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan.
Desain penelitian adalah cross sectional study. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari Penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan. Waktu pengambilan data dilakukan pada Bulan Februari 2009 di Kota Bandung. Pengambilan anak jalanan dilakukan secara purposive sebanyak 51 anak jalanan dengan kriteria 1) berusia 5-18 tahun, 2) terdiri dari laki-laki dan perempuan, 3) melakukan aktivitas di jalan minimal 4 jam dalam sehari serta 4) memperoleh pendapatan dari bekerja di jalanan seperti mengamen, mengemis, menyemir sepatu, berjualan dan jasa lainnya.
Data yang dikumpulkan adalah data karakteristik (umur dan jenis kelamin), sosial-ekonomi (pendidikan dan pendapatan), kebiasaan makan (frekuensi dan konsumsi pangan) dan status kesehatan. Data selanjutnya diolah menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for Window. Hubungan antar variabel yang berupa data kategorik diuji menggunakan korelasi Spearman sedangkan untuk data berjenis numerik digunakan uji korelasi Pearson.
Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) adalah laki-laki dan presentase umur terbesar berada pada kisaran umur 9-12 tahun (45,1%). Presentase anak jalanan yang putus sekolah lebih besar (52,9%) dibandingkan anak jalanan yang masih sekolah (43,2%). Sebagian besar riwayat pendidikan anak jalanan baik yang putus sekolah maupun anak jalanan yang masih sekolah adalah SD/MI. Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp.10.000-Rp.20.000 dengan rata-rata pendapatan Rp.14.451±5730,84.
Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan anak jalanan adalah mengamen (72,5%). Hampir separuh anak jalanan bekerja 4-6 hari dalam seminggu (49%). Sebesar 74,5 persen anak jalanan turun ke jalan selama 4-8 jam per hari dan sebagian besar anak jalanan termasuk kategori children on the street.
Kontribusi energi (50,1%), protein (24,9%) dan Fe (31,7%) terbesar anak jalanan berasal dari golongan serealia, umbi, hasil olahannya yaitu beras. Rata-rata konsumsi vitamin A terbesar berasal dari sayuran (42,1%) dan Rata-rata-Rata-rata konsumsi vitamin C terbesar adalah minuman (48,8%) yang berasal dari minuman rasa buah.
Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein adalah defisit tingkat ringan (80-89% AKG). Rata-rata tingkat kecukupan Fe dan vitamin C adalah kurang (<70% AKG) sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin A cukup
(≥70% AKG). Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein, sebesar 37,3
berat. Lebih dari separuh anak jalanan memiliki tingkat kecukupan Fe, vitamin A dan C kategori kurang.
Sebagian besar anak jalanan memiliki kebiasaan mandi minimal 2 kali sehari, selalu mandi menggunakan sabun, memiliki kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali sehari, selalu menggunakan pasta gigi, sering mengganti baju, terbiasa mencuci tangan menggunakan air bersih, sering mencuci dan menjemur handuk, dan selalu menggunakan alas kaki. Hampir sebagian anak jalanan jarang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun serta menggunting kuku. Lebih dari separuh anak jalanan jarang keramas dan tidak pernah menggunakan handuk milik sendiri.
Lebih dari separuh anak jalanan (52,9%) memiliki skor higiene personal tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan sudah menjaga kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sebagian besar anak jalanan memiliki status gizi dan kesehatan yang normal.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dan durasi anak jalanan dengan tingkat kecukupan gizi. Selain itu, hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi anak jalanan.
Terdapat hubungan yang signifikan negatif antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan diare. Hasil korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor higiene personal anak jalanan dengan status kesehatan anak jalanan.
POLA AKTIVITAS, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG
NUR’AINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung
Nama : Nur’aini NIM : I14051808
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dr. Mira Dewi, MSi NIP. 19600202 198403 1 001 NIP. 19761116 200501 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP. 19621204 198903 2 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, puteri pasangan
Bapak Sukandar dan Ibu Saptariah. Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada
tanggal 19 Agustus 1987. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1993 sampai
1999 di SD Teladan Metro Lampung. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 2 Tanggamus dan pada tahun yang sama penulis
bersekolah di SLTP 1 Negeri Gading Rejo dan terakhir di SLTP Negeri 3 Bogor.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2002-2005.
Pada tahun 2005, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Setelah melalui
Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis memilih dan berhasil masuk di
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi
mahasiswa, penulis tercatat sebagai anggota UKM LISES Gentra Kaheman,
anggota Divisi Organoleptik HIMAGITA Periode 2006/2007, Sekretaris I
HIMAGIZI periode 2007/2008.
Pada tahun 2007, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan yang berjudul “Pemanfaatan Khasiat
Kunyit dan Asam dalam Produk Permen Jelly”. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Putat Nutug, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan tahun 2009 penulis melaksanakan
Internship Dietetik di RS LANUD Atang Sendjadja Bogor. Selain itu penulis
pernah menjadi penerima beasiswa Djarum (Beswan Djarum) periode
2007/2008.
PRAKATA
Asalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung” dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana pada Program Studi Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi
2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen pemandu seminar
3. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen penguji skripsi
4. Dr. Ir. Yayuk F Baliwati selaku dosen pembimbing akademik
5. Dra. Rita Patriasih, MSi dosen UPI Bandung yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian anak jalanan
6. Keluarga atas do’a, nasehat dan semangat yang telah diberikan selama ini 7. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 42
8. Untuk Fitra Mailendra, terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini 9. Adik-adik angkatan 43, staf pengajar dan TU serta semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran
penyelesaian penyusunan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis
berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
Wasamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bogor, Agustus 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Kegunaan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Karakteristik Anak Jalanan ... 4
Latar Belakang dan Penyebab Anak Turun ke Jalan ... 6
Rumah Singgah ... 7
Pola Aktivitas ... 8
Konsumsi Pangan ... 9
Higiene Personal ... 10
Infeksi Saluran Pernapasan Atas ... 11
Diare ... 12
Penyakit Kulit ... 12
Folikulitis ... 12
Skabies ... 13
Impetigo ... 13
Tinea ... 14
Dermatitis Atropik ... 14
Status Gizi dan Kesehatan ... 14
KERANGKA PEMIKIRAN ... 17
METODE PENELITIAN ... 19
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh ... 19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19
Pengolahan dan Analisis Data ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan ... 24
Karakteristik Anak Jalanan ... 25
Pola Aktivitas ... 27
Kebiasaan Makan ... 30
Frekuensi Pangan ... 30
Konsumsi Pangan ... 34
Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 36
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 36
Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral ... 37
Higiene Personal ... 38
Hubungan antar Variabel ... 40
Hubungan Pola Aktivitas dengan Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi ... 40
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi ... 41
Hubungan Higiene Personal dengan Status Kesehatan ... 42
Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
POLA AKTIVITAS, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI
DAN KESEHATAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG
NUR’AINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ABSTRACT
NUR’AINI. Pattern Activity, Food Consumption, Nutritional Status and Health of Street Children in Bandung. Under direction of ALI KHOMSAN and MIRA DEWI
The general objective of this research was to know and analyze the correlation of pattern activity, food consumption, nutritional status and health of street children. The research design was cross sectional study. This research was part of project research Socio-economics and Environmental Factors Contributing to The Health and Nutritional Status of Street Children. Data was collected on February 2009 in Bandung, West Java. Street children was chosen by purposive sampling from eight NGOs in Bandung. Street children criteria were: 1) 5-18 years old 2) boys and girls 3) spend time in the street at least four hours in a day 4) work for a living in the street, commonly work as singers, beggars, shoe-polisher, porters etc. The result showed that most street children activity was singers, spend 4-8 hours in a day and 4-6 days in a week. The average energy and protein adequacy level of street children was light deficit category, iron and vitamin C in low category and vitamin A in sufficient category. Almost street children have normal nutritional and health status and good personal hygiene. There is no correlation between activity and duration of street children with nutrition adequacy level. There is no correlation between personal hygiene and nutritional status with health status.
RINGKASAN
NUR’AINI. Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan MIRA DEWI.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik anak jalanan (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan) 2) mengidentifikasi dan menganalisis pola aktivitas anak jalanan 3) mengidentifikasi dan menganalisis kebiasaan makan anak jalanan 4) mengidentifikasi dan menganalisis higiene personal anak jalanan 5) menganalisis hubungan pola aktivitas, konsumsi pangan, status gizi dan kesehatan anak jalanan.
Desain penelitian adalah cross sectional study. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari Penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan. Waktu pengambilan data dilakukan pada Bulan Februari 2009 di Kota Bandung. Pengambilan anak jalanan dilakukan secara purposive sebanyak 51 anak jalanan dengan kriteria 1) berusia 5-18 tahun, 2) terdiri dari laki-laki dan perempuan, 3) melakukan aktivitas di jalan minimal 4 jam dalam sehari serta 4) memperoleh pendapatan dari bekerja di jalanan seperti mengamen, mengemis, menyemir sepatu, berjualan dan jasa lainnya.
Data yang dikumpulkan adalah data karakteristik (umur dan jenis kelamin), sosial-ekonomi (pendidikan dan pendapatan), kebiasaan makan (frekuensi dan konsumsi pangan) dan status kesehatan. Data selanjutnya diolah menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for Window. Hubungan antar variabel yang berupa data kategorik diuji menggunakan korelasi Spearman sedangkan untuk data berjenis numerik digunakan uji korelasi Pearson.
Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) adalah laki-laki dan presentase umur terbesar berada pada kisaran umur 9-12 tahun (45,1%). Presentase anak jalanan yang putus sekolah lebih besar (52,9%) dibandingkan anak jalanan yang masih sekolah (43,2%). Sebagian besar riwayat pendidikan anak jalanan baik yang putus sekolah maupun anak jalanan yang masih sekolah adalah SD/MI. Lebih dari separuh anak jalanan (56,9%) memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp.10.000-Rp.20.000 dengan rata-rata pendapatan Rp.14.451±5730,84.
Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan anak jalanan adalah mengamen (72,5%). Hampir separuh anak jalanan bekerja 4-6 hari dalam seminggu (49%). Sebesar 74,5 persen anak jalanan turun ke jalan selama 4-8 jam per hari dan sebagian besar anak jalanan termasuk kategori children on the street.
Kontribusi energi (50,1%), protein (24,9%) dan Fe (31,7%) terbesar anak jalanan berasal dari golongan serealia, umbi, hasil olahannya yaitu beras. Rata-rata konsumsi vitamin A terbesar berasal dari sayuran (42,1%) dan Rata-rata-Rata-rata konsumsi vitamin C terbesar adalah minuman (48,8%) yang berasal dari minuman rasa buah.
Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein adalah defisit tingkat ringan (80-89% AKG). Rata-rata tingkat kecukupan Fe dan vitamin C adalah kurang (<70% AKG) sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin A cukup
(≥70% AKG). Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein, sebesar 37,3
berat. Lebih dari separuh anak jalanan memiliki tingkat kecukupan Fe, vitamin A dan C kategori kurang.
Sebagian besar anak jalanan memiliki kebiasaan mandi minimal 2 kali sehari, selalu mandi menggunakan sabun, memiliki kebiasaan menggosok gigi minimal 2 kali sehari, selalu menggunakan pasta gigi, sering mengganti baju, terbiasa mencuci tangan menggunakan air bersih, sering mencuci dan menjemur handuk, dan selalu menggunakan alas kaki. Hampir sebagian anak jalanan jarang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun serta menggunting kuku. Lebih dari separuh anak jalanan jarang keramas dan tidak pernah menggunakan handuk milik sendiri.
Lebih dari separuh anak jalanan (52,9%) memiliki skor higiene personal tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan sudah menjaga kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sebagian besar anak jalanan memiliki status gizi dan kesehatan yang normal.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dan durasi anak jalanan dengan tingkat kecukupan gizi. Selain itu, hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi anak jalanan.
Terdapat hubungan yang signifikan negatif antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan diare. Hasil korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor higiene personal anak jalanan dengan status kesehatan anak jalanan.
POLA AKTIVITAS, KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI DAN KESEHATAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG
NUR’AINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung
Nama : Nur’aini NIM : I14051808
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dr. Mira Dewi, MSi NIP. 19600202 198403 1 001 NIP. 19761116 200501 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP. 19621204 198903 2 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, puteri pasangan
Bapak Sukandar dan Ibu Saptariah. Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada
tanggal 19 Agustus 1987. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1993 sampai
1999 di SD Teladan Metro Lampung. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 2 Tanggamus dan pada tahun yang sama penulis
bersekolah di SLTP 1 Negeri Gading Rejo dan terakhir di SLTP Negeri 3 Bogor.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2002-2005.
Pada tahun 2005, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Setelah melalui
Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis memilih dan berhasil masuk di
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi
mahasiswa, penulis tercatat sebagai anggota UKM LISES Gentra Kaheman,
anggota Divisi Organoleptik HIMAGITA Periode 2006/2007, Sekretaris I
HIMAGIZI periode 2007/2008.
Pada tahun 2007, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan yang berjudul “Pemanfaatan Khasiat
Kunyit dan Asam dalam Produk Permen Jelly”. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Putat Nutug, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan tahun 2009 penulis melaksanakan
Internship Dietetik di RS LANUD Atang Sendjadja Bogor. Selain itu penulis
pernah menjadi penerima beasiswa Djarum (Beswan Djarum) periode
2007/2008.
PRAKATA
Asalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Pola Aktivitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Kesehatan Anak Jalanan di Kota Bandung” dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana pada Program Studi Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi
2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku dosen pemandu seminar
3. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen penguji skripsi
4. Dr. Ir. Yayuk F Baliwati selaku dosen pembimbing akademik
5. Dra. Rita Patriasih, MSi dosen UPI Bandung yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian anak jalanan
6. Keluarga atas do’a, nasehat dan semangat yang telah diberikan selama ini 7. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 42
8. Untuk Fitra Mailendra, terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini 9. Adik-adik angkatan 43, staf pengajar dan TU serta semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran
penyelesaian penyusunan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis
berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
Wasamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bogor, Agustus 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Kegunaan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Karakteristik Anak Jalanan ... 4
Latar Belakang dan Penyebab Anak Turun ke Jalan ... 6
Rumah Singgah ... 7
Pola Aktivitas ... 8
Konsumsi Pangan ... 9
Higiene Personal ... 10
Infeksi Saluran Pernapasan Atas ... 11
Diare ... 12
Penyakit Kulit ... 12
Folikulitis ... 12
Skabies ... 13
Impetigo ... 13
Tinea ... 14
Dermatitis Atropik ... 14
Status Gizi dan Kesehatan ... 14
KERANGKA PEMIKIRAN ... 17
METODE PENELITIAN ... 19
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh ... 19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19
Pengolahan dan Analisis Data ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan ... 24
Karakteristik Anak Jalanan ... 25
Pola Aktivitas ... 27
Kebiasaan Makan ... 30
Frekuensi Pangan ... 30
Konsumsi Pangan ... 34
Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 36
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 36
Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral ... 37
Higiene Personal ... 38
Hubungan antar Variabel ... 40
Hubungan Pola Aktivitas dengan Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi ... 40
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi ... 41
Hubungan Higiene Personal dengan Status Kesehatan ... 42
Hubungan Status Gizi dengan Status Kesehatan ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data kesehatan anak jalanan ... 16
2 Jenis dan cara pengumpulan data ... 20
3 Sebaran anak jalanan berdasarkan alasan turun ke jalan ... 24
4 Sebaran ayah dan ibu berdasarkan pekerjaan ... 24
5 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita ... 25
6 Sebaran anak jalanan berdasarkan dukungan, karakteristik dan pendidikan ... 26
7 Sebaran anak jalanan berdasarkan pola aktivitas dan pendapatan ... 28
8 Sebaran alokasi pendapatan anak jalanan ... 29
9 Statistik frekuensi konsumsi serealia, umbi dan olahannya ... 30
10 Statistik frekuensi konsumsi daging, ikan, telur ... 31
11 Statistik frekuensi konsumsi kacang-kacangan ... 32
12 Statistik frekuensi konsumsi sayuran ... 32
13 Statistik frekuensi konsumsi buah-buahan ... 33
14 Statistik frekuensi konsumsi makanan jajanan ... 33
15 Statistik frekuensi konsumsi serba-serbi ... 34
16 Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi anak jalanan ... 35
17 Statistik rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan ... 36
18 Sebaran anak jalanan berdasarkan dan anak jalanan ... 36
19 Statistik rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan ... 37
20 Sebaran anak jalanan berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral anak jalanan ... 38
21 Sebaran higiene personal anak jalanan ... 39
23 Sebaran anak jalanan berdasarkan status gizi ... 41
24 Sebaran anak jalanan berdasarkan status kesehatan ... 42
25 Sebaran anak jalanan berdasarkan status kesehatan
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Rata-rata konsumsi pangan, energi dan zat gizi anak jalanan ... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948
menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik
dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi
(Soekirman 2000). Sesuai deklarasi tersebut, salah satu kelompok yang perlu
diperhatikan dan berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan
yang cukup adalah anak jalanan. Hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak
Anak (UNICEF 1993) yang diratifikasi oleh Republik Indonesia tahun 1990
adalah hak bertahan hidup yaitu hak anak untuk hidup dan memperoleh semua
kebutuhan hidup dasar seperti standar hidup yang layak, tempat berlindung atau
rumah, nutrisi atau makanan yang bergizi dan akses pada pelayanan kesehatan
(Moeliono & Adi 2004).
Dalam konvensi hak-hak anak dinyatakan bahwa anak-anak membutuhkan
konvensi khusus karena anak-anak di bawah 18 tahun seringkali membutuhkan
perhatian khusus dan perlindungan dimana orang dewasa tidak pernah
melakukannya. Salah satu alasan adanya pemisahan hak-hak anak dalam
konvensi hak asasi manusia adalah karena perkembangan kesehatan anak-anak
sangat penting untuk masa depan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat
(UNICEF 2008).
Semenjak krisis ekonomi yang melanda Indonesia, jumlah anak jalanan di
kota besar terus meningkat dari tahun ke tahun. Pemetaan sosial terhadap 12
kota besar di Indonesia yang dilakukan oleh PKPM Universitas Atmajaya pada
tahun 1999 (Irwanto et al. 1999) menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di berbagai kota besar amatlah tinggi. Pemetaan menujukkan ada sekitar 39.861
anak jalanan di berbagai kota besar: sekitar 10.373 berada di Jakarta, 2.832 di
Bandung dan 2.835 di Surabaya (Moeliono 2001).
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota
Bandung, berdasarkan hasil pemantauan LSM 2006, jumlah anak jalanan di Kota
Bandung sebanyak 4.000 orang. Pada akhir 2007, angka ini naik menjadi 6.000
orang. Diperkirakan di akhir 2008 anak jalanan di Kota Bandung meningkat
menjadi 8.000 orang (Anonim 2008). Peningkatan jumlah anak jalanan akan
meningkatkan permasalahan gizi dan kesehatan. Hal ini disebabkan anak
jalanan yang termasuk ke dalam kategori anak-anak dan remaja membutuhkan
pertumbuhannya. Menurut UNICEF (2008) anak-anak masih tumbuh dan
berkembang sehingga anak-anak lebih rentan dibandingkan dewasa terhadap
kondisi kehidupan yang buruk seperti kemiskinan, tidak terpenuhinya pelayanan
kesehatan, gizi, air bersih, tempat tinggal dan polusi lingkungan. Pengaruh dari
penyakit, malnutrisi dan kemiskinan mengancam masa depan anak-anak dan
masyarakat tempat mereka tinggal.
Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada anak jalanan adalah
keadaan kurang gizi karena pola makan yang tidak teratur. Keadaan kurang gizi
merupakan salah satu faktor penyebab mudahnya seseorang terkena penyakit
infeksi, hal ini karena sistem kekebalan tubuh alami yang dimiliki orang melemah.
Selain itu status kesehatan anak jalanan yang buruk juga dapat menyebabkan
status gizi menjadi buruk (Indriani, Adiningsih & Mahmudiono 2006).
Jika status gizi dan kesehatan anak jalanan tidak terpenuhi, dikhawatirkan
anak jalanan akan menjadi generasi hilang (lost generation). Menurut Soekirman (2000) krisis ekonomi yang mendera bangsa Indonesia selama ini telah
menghasilkan suatu generasi dengan jutaan anak kekurangan gizi. Apabila tidak
diwaspadai dan tidak dilakukan upaya yang cepat dan tepat maka jutaan anak
yang kurang gizi itu dapat merupakan suatu generasi yang hilang (lost generation) yaitu suatu generasi dengan daya intelektual yang lebih rendah.
Situasi kehidupan di jalanan memang memberikan peluang bagi anak
jalanan untuk mencari uang tetapi kehidupan di jalanan juga membahayakan
status gizi dan kesehatan anak jalanan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengetahui status gizi dan kesehatan anak jalanan terutama di kota besar yaitu
Bandung. Hal ini disebabkan status gizi baik masa lampau maupun saat ini
merupakan faktor kunci kesehatan, fisik, emosional dan perkembangan kognitif
anak. Anak jalanan berada pada resiko pengecualian terhadap dampak
kesehatan dan malnutrisi yang luas (UNICEF 2008).
Tujuan Tujuan umum
Untuk mengetahui dan menganalisis pola aktivitas, konsumsi pangan,
status gizi dan kesehatan anak jalanan.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik anak jalanan (umur, jenis kelamin,
2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola aktivitas anak jalanan
3. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebiasaan makan anak jalanan
4. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis higiene personal anak jalanan
5. Untuk menganalisis hubungan pola aktivitas, konsumsi pangan, status
gizi dan kesehatan anak jalanan
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi pemerintah atau
lembaga sosial Kota Bandung mengenai fenomena anak jalanan di Kota
Bandung sehingga dapat dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan sosial
serta gizi dan kesehatan anak jalanan. Selain itu, penelitian ini berguna dalam
memberikan informasi kepada masyarakat bahwa jumlah anak jalanan terus
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5–18 tahun baik laki-laki maupun perempuan yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, memiliki
komunikasi yang minimal atau sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan
keluarga dan kurang pengawasan, perlindungan dan bimbingan sehingga rawan
terkena gangguan kesehatan dan psikologi (UNICEF 2001). Menurut Moeliono
(2001) secara operasional dapat dikatakan bahwa anak jalanan adalah anak
yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan lebih dari empat jam waktunya di
jalanan baik untuk bekerja maupun kegiatan lainnya.
Hasil penelitian dan penanganan anak jalanan di beberapa kota besar
menunjukkan ada dua kategori anak jalanan yaitu:
Pertama, children of the street, tipe ini adalah anak yang hidup dan tinggal di jalanan, tidak berhubungan lagi dengan keluarganya dan di lingkungan
anak-anak jalanan biasanya disebut gelandangan, gembel, tekyan dan sebagainya. Mereka biasanya tidak mempunyai tempat tinggal maupun pekerjaan yang tetap
sehingga banyak diantara mereka terlibat dalam pencurian, kriminalitas dan
penggunaan NARKOBA (Narkotik, Alkohol, Obat dan Bahan Adiktif).
Kedua, children on the street also called working children. Di Indonesia jenis anak ini disebut pekerja anak di jalan yakni anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalan atau tempat-tempat umum untuk
membantu keluarganya. Pada umumnya mereka bekerja untuk memperoleh
pendapatan sehingga biasanya mereka relatif tidak banyak menggunakan waktu
luang untuk hal lain seperti penggunaan NARKOBA (Moeliono 2001).
UNICEF mengkategorikan anak jalanan ke dalam tiga kelompok yaitu
children at risk, children on the street dan children of the street. Children at risk didefinisikan sebagai anak malang dengan faktor risiko tertentu seperti
kemiskinan dan putus sekolah yang dapat memicu mereka untuk pergi dari
rumah dan menghabiskan sebagian hidup mereka di jalan. Children on the street bekerja di jalan sepanjang hari dan kembali ke rumah pada malam hari.
Pekerjaan mereka sebagai tenaga kasar seperti menyemir, menjual permen dan
abandoned street children yaitu anak jalanan yang tidak berhubungan dengan orangtua lagi (Gilbert et al. 2004).
Dari hasil pengolahan data Susenas 2000 diperkirakan jumlah anak
terlantar di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 3,06 juta anak dan anak dalam
kondisi rawan terlantar diperkirakan berjumlah 10,09 juta anak. Anak jalanan
diperkirakan berjumlah 39.861 anak di 12 kota besar. Sebesar 53,7 persen anak
laki-laki dan 46,0 persen anak perempuan putus sekolah yaitu di Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Mataram, Makasar,
Medan, Padang, Palembang dan Lampung (Hamid 2008).
Berdasarkan hasil survai tri wulan I di Jakarta, menurut kelompok umur
persentase jumlah anak jalanan pada kelompok umur 10-14 tahun merupakan
yang terbesar diikuti oleh kelompok umur 15-18 tahun, 19-21 tahun dan 5-9
tahun sedangkan anak jalanan pada kelompok umur balita persentasenya paling
kecil (BPS 2001). Pada dua rumah singgah yang berada di Kotamadya Bandung,
rentang usia anak jalanan berkisar antara 13-18 tahun (Sugiharto 2001).
Pada semua hasil penelitian ada indikasi ketidakseimbangan gender yang
jelas pada anak jalanan yakni 75-90 persen anak jalanan di Amerika Latin dan
Afrika adalah laki-laki. Hal ini disebabkan laki-laki memiliki kebebasan dan
mampu berdapatasi dengan lingkungan jalanan sejak dini untuk memperoleh
uang demi menambah pendapatan keluarga meskipun orangtua khawatir dengan
adanya kekerasan, obat-obatan dan kecelakaan. Harapan masyarakat dan
keluarga terhadap anak perempuan yaitu lebih baik tinggal di rumah melakukan
pekerjaan rumah dan mengurus anak. Perempuan yang tinggal di jalan
kebanyakan memiliki masalah serius dalam keluarga dengan banyak masalah
mengenai penyalahgunaan fisik dan seksual sebelum meninggalkan rumah
(Abdelgalil et al. 2004).
Berdasarkan studi yang dilakukan Suhartini (2008) terhadap anak jalanan
di Kota Bogor, kebanyakan anak jalanan yang berusia 13-18 tahun turun ke jalan
untuk mencari tambahan uang saku sedangkan pada usia 16-18 tahun
kebanyakan turun ke jalan karena kesulitan ekonomi. Sebagian anak jalanan
memperoleh pendapatan Rp.15.000 per hari. Biasanya penghasilan mereka tidak
sama setiap harinya. Rata-rata mereka tidak memiliki target penghasilan setiap
harinya. Alokasi pendapatan yang diperoleh beragam, sebagian besar alokasi
penghasilan untuk bertahan hidup yaitu diberikan kepada orangtua dan makan
Latar Belakang dan Penyebab Anak Turun ke Jalan
Tidak ada satu faktor tunggal yang menyebabkan anak berada, tinggal,
hidup atau bekerja di jalanan melainkan ada banyak faktor (multifaktor) yang
sangat terkait. Pada dasarnya ada tiga faktor utama sebagai penyebab yaitu:
kemiskinan, faktor-faktor keluarga dan pengaruh lingkungan. Setiap faktor bisa
saling tumpang tindih atau terkait dengan faktor lainnya.
Kemiskinan, persoalan dalam keluarga atau hubungan keluarga yang
buruk dan pengaruh lingkungan sebaya yang secara bersamaan dapat memberi
tekanan yang begitu besar pada anak sehingga meninggalkan rumah dan
melarikan diri ke jalan untuk mencari kebebasan, perlindungan dan dukungan
dari jalanan dan dari rekan-rekan senasibnya. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa banyak anak jalanan berasal dari keluarga besar (5-10 jiwa) dengan
orangtua yang tidak bekerja atau bekerja di sektor informal (pemulung,
pedagang, asongan/kaki lima, supir dan sebagainya) berpenghasilan rendah
atau juga petani miskin di desa (Moeliono 2001).
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dari faktor keluarga yang
menyebabkan anak di jalan. Pertama, orangtua tunggal yakni wanita sebagai
kepala keluarga. Banyak anak jalanan berasal dari keluarga tanpa ayah. Kedua,
pengalaman atau kejadian traumatis dalam keluarga. Orangtua sakit
berkepanjangan, keluarga terlibat hutang/kredit, perkelahian dalam rumah
tangga, perceraian dan lain-lain menjadikan anak lebih betah tinggal di jalan.
Ketiga, penyalahgunaan dan kekerasan terhadap anak. Penelitian DAI-YKAI
(1994) menunjukkan bahwa 60 persen dari anak jalanan yang diteliti kabur dari
rumah akibat konflik yang dihadapinya di dalam keluarga. Keempat, pandangan
terhadap nilai anak. Dari penelitian Atmajaya di tiga kota, terungkap bahwa
masih banyak juga orangtua di kota dengan kondisi sosial ekonomi rendah
baranggapan bahwa bekerja lebih penting daripada sekolah (Moeliono 2001).
Lingkungan juga mempunyai pengaruh kuat atas pola pikir dan perilaku
seseorang. Dari penelitian yang dilakukan DAI-YKAI (1994) sebesar 79 persen
anak jalanan yang diteliti memperoleh akses menjadi anak jalanan di Jakarta
melalui teman atau kerabat yang sudah lebih dahulu berada di Jakarta. Mereka
umumnya tertarik pada cerita, pengalaman atau penghasilan rekan-rekan atau
kerabatnya yang sudah lebih dahulu berada di Jakarta (Moeliono 2001).
Survai yang dilakukan oleh BPS (2001) terhadap keberadaan anak jalanan
menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan. Alasan tersebut diantaranya
sebagian besar dari mereka merupakan korban eksploitasi kerja, kemudian
diikuti oleh alasan tidak punya tempat tinggal dan alasan keluarga tidak
harmonis.
Kebanyakan anak jalanan kembali ke rumah pada malam hari dan mereka
turun ke jalan hanya untuk menambah penghasilan mereka sendiri dan keluarga.
Pendapatan ini sangat penting untuk keuangan keluarga karena banyak
orangtua yang memperoleh uang dari anaknya. Hal ini disebabkan rata-rata
pendapatan anak di jalanan lebih besar daripada program beasiswa pemerintah.
Beasiswa ini bertujuan untuk mendorong agar anak tetap sekolah namun tidak
seperti yang diharapkan orangtua bahwa beasiswa dapat mengganti pendapatan
yang diperoleh anaknya (Gurgel et al. 2004). Rumah Singgah
Rumah singgah adalah organisasi sosial atau merupakan organisasi
intregrasi yang sengaja dibentuk karena tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu
terbinanya anak-anak jalanan. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial rumah singgah adalah tempat
penampungan bagi anak jalanan dengan memberikan kemudahan bagi
eksistensi mereka dengan memberikan pelayanan dan pembinaan yang bermisi
sebagai penyiapan untuk masa depannya (Sugiharto 2001).
Tujuan umum rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi
masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan anak jalanan menurut Departemen Sosial RI (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial) adalah kebutuhan makan
3 kali sehari, kebutuhan pakaian, kebutuhan kesehatan, kebutuhan tempat
tinggal, kebutuhan pendidikan, kasih sayang dari orangtua, uang saku dan
cita-cita atau harapan. Fungsi rumah singgah adalah sebagai tempat pertemuan
pekerja sosial dengan anak jalanan, pusat assessment dan rujukan, fasilitator, tempat perlindungan, rumah informasi, kuratif-rehabilitatif, akses terhadap
pelayanan dan resosialisasi (Sugiharto 2001).
Prinsip rumah singgah disusun sesuai dengan karakteristik pribadi maupun
kehidupan anak jalanan untuk memenuhi fungsi dan mendukung strategi. Prinsip
1. semi institusional yaitu anak jalanan sebagai penerima pelayanan boleh
bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara maupun hanya
mengikuti kegiatan
2. pusat kegiatan yaitu rumah singgah merupakan tempat kegiatan, pusat
informasi dan akses semua kegiatan yang dilakukan didalam maupun
diluar rumah singgah
3. terbuka 24 jam yaitu anak jalanan boleh datang kapan saja
4. hubungan informasi dalam rumah singga bersifat informal seperti
perkawanan dan kekeluargaan
5. bermain dan belajar
6. persinggahan dari perjalanan ke rumah atau ke alternatif lain. Rumah
singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi jalanan
menuju situasi lain yang dipilih dan ditentukan oleh anak (Zulfadli 2004).
Pola Aktivitas
Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan
oleh remaja sehari-hari sehingga akan membentuk pola. Aktifitas remaja
mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari hari untuk
melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang ulang (Kartono 1992
dalam Ratnayani 2005). Hasil survai di Jakarta menunjukkan bahwa aktivitas
anak jalanan yang paling dominan adalah mengamen, kemudian mengasong dan
mengemis yang masing-masing sebesar 54,61 persen, 29,85 persen, dan 6,24
persen. Selain itu, banyak anak jalanan yang sudah tidak sekolah lagi yaitu
sebesar 46,89 persen sementara yang masih sekolah dan ingin sekolah tetapi
tidak mampu berturut-turut 27,56 persen dan 16,74 persen (BPS 2001).
Anak jalanan umumnya bekerja antara 4-18 jam per hari jika melakukan
satu atau sejumlah aktivitas dengan rata-rata 11 jam kerja per hari (UNICEF
2001). Dengan jam kerja yang tidak yang menentu, anak jalanan sering ditemui
sampai larut malam mengikuti kehidupan kota. Dengan demikian anak jalanan
hanya bekerja pada siang sampai sore hari dan tidur pada pagi harinya. Selain
itu, aktivitas lain dalam kehidupan anak jalanan adalah mendapatkan tempat
aman untuk tidur, tempat untuk istirahat, mendapatkan uang untuk
bersenang-senang sedikit dan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan biologis
mereka (Twikromo 1999 dalam Janaka 2000).
Selain melakukan aktivitas dalam mencari nafkah atau dalam pendidikan,
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh anak-anak. Ada tiga ketegori besar
kegiatan negatif yang menyertai kehidupan anak jalanan yaitu merokok,
minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba (BPS 2001).
Konsumsi Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi.
Kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada
berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, aktivitas fisik (Almatsier
2006). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.
Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis
pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam
menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, kedua informasi ini (jenis dan
jumlah pangan) merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa
konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah
pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’adiyah 2006).
Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu
dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi
(Sukandar 2007). Frekuesi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per
minggu, maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan
kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi
ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi
yang lebih tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengkonsumsi
makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998).
Secara umum tujuan survai konsumsi makanan dimaksudkan untuk
mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan
dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Berdasarkan jenis data
terdapat dua jenis data yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat
kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makanan, frekuensi konsumsi
menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan
(food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut.
Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara
telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga
dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah
Tangga (URT), dafar Konversi Mentah Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan
Minyak (DPM) (Supariasa et al. 2001).
Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara
mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi
pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga
setelah itu dikonversikan ke dalam satuan berat. Pada metode ini subjek diminta
untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan dalam 24 jam atau sehari
yang lalu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005).
Beberapa cara dilakukan oleh anak tunawisma untuk memperoleh pangan.
Cara memperoleh pangan tersebut diantaranya membeli sendiri, diberi oleh
orang lain, sumbangan, tempat sampah atau sisa makanan, pangan yang
diperoleh dari program darurat dan pangan yang diperoleh dari lainnya (Tarasuk
et al. 2005).
Higiene personal
Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada
usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya
penyakit pada higiene personal (kesehatan peseorangan) diantaranya sebagai
berikut (Widyati & Yuliarsih 2002) :
1. Mandi minimal dua kali sehari untuk mencegah dan menghindari
penyakit kulit
2. Menyikat gigi
3. Pakaian yang bersih
4. Olahraga
5. Minuman yang direbus
6. Mencuci tangan sebelum memegang makanan
Mencuci tangan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
mencegah penyebaran penyakit diare. Sabun dan abu gosok merupakan
pembersih dan desinfektan yang menggunakan air dan dapat digunakan untuk
penting dalam mencuci tangan adalah setelah buang air besar, setelah
membersihkan anak yang buang air besar dan sebelum makan atau memegang
makanan (WHO 2008). Menurut Depkes RI (2000) kejadian diare erat kaitannya
dengan kebiasaan hidup bersih dan sehat, seperti pemeliharaan higiene
personal. Begitu juga halnya dengan penyakit kulit dan gigi (Sari 2007).
Mandi dan mengganti pakaian secara teratur penting untuk kebersihan dan
penampilan seseorang yang baik. Hal ini juga termasuk higiene pencegahan
terhadap penyakit seperti skabies, cacing gelang, trakoma, konjungtivitis dan
tifus (WHO 2008). Rendahnya higiene personal pada anak jalanan akibat tidur di
jalan dan bekerja di lingkungan tidak sehat merupakan alasan mengapa anak
jalanan mudah terkena penyakit (UNICEF 2001).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi pernapasan akut merupakan penyebab masalah kesehatan paling
umum yang terjadi di dunia. WHO telah memperkirakan bahwa terdapat 14-15
juta kematian anak di bawah lima tahun dalam setahun dan sepertiganya adalah
karena infeksi pernapasan akut. Meskipun penyakit ini belum didefinisikan ke
dalam kelompok penyakit, namun infeksi pernapasan akut termasuk di dalamnya
batuk influenza, pneumonia, bronkhitis, dan sejumlah penyakit infeksi lainnya.
Kebanyakan infeksi pernapasan ditemukan di bagian dunia yang lebih dingin
atau di dataran tinggi pada daerah tropis (Webber 2005).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat bersifat akut atau kronik.
Istilah ISPA atau Acute Respiratory Infection (ARI) meliputi tiga unsur yaitu: 1. Infeksi yaitu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit
2. Saluran pernapasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli. ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adenoksa saluran pernapasan (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura)
3. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menujukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung
Diare
Diare adalah suatu kondisi buang air besar dengan konsistensi yang
lembek sampai encer bahkan dapat berupa air saja yang terjadi lebih sering dari
biasanya (tiga kali atau lebih dari sehari). Diare disebabkan oleh kuman yang ada
pada kotoran manusia, ditularkan melalui lalat atau air yang tidak bersih, tangan
yang tidak bersih dan keracunan makanan. Tanda-tanda diare diantaranya
adalah buang air besar encer terus-menerus (lebih dari tiga kali sehari) kadang
disertai muntah (muntaber) dan panas, nafsu makan berkurang dan selalu haus
serta badan lesu dan lemas (Latifah et al. 2002).
Diare ada dua jenis yaitu diare akut dan kronis. Diare kronis adalah diare
yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan oleh makanan
tercemar atau penyebab lainnya sedangkan diare akut adalah diare yang timbul
dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari. Diare akut lebih sering terjadi
pada bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar. Penyebab prevalensi
yang tinggi dari penyakit diare di negara yang sedang berkembang yaitu
kontaminasi dari sumber air yang tercemar dan terjadinya defisiensi zat gizi yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (As’ad 2002).
Diare akut lebih mudah diobati dibandingkan yang kronis. Diare akut akan
segera hilang setelah gejala atau penyebabnya teratasi. Sebaliknya pengobatan
diare kronis lebih spesifik sebab terlebih dahulu harus menemukan dahulu
penyebabnya sebelum dilakukan tindakan pengobatan. Diare akut dapat
menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi). Dehidrasi berat sering
menimpa bayi, anak-anak maupun orang dewasa (manula). Jika terlambat
ditanggulangi dapat berakibat fatal. Sebaliknya diare kronis yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kekurangan gizi (Uripi 2000). Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah diare diantaranya menggunakan air bersih dan sehat
untuk minum, masak, mencuci makanan dan peralatan makan, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar,
menggunakan jamban atau kakus sehat ketika buang air besar atau kecil dan
membuang tinja bayi atau anak kecil ke dalam lubang jamban (Latifah et al. 2002).
Penyakit Kulit Folikulitis
Folikulitis adalah infeksi bakteri pada folikel rambut yang menyebabkan
luar atau di dalam. Folikulitis dapat juga menjurus pada pengembangan furunkel
(furunkulosis) umumnya dikenal sebagai borok atau radang (karbunkel).
Penyebab umum dari folikulitis, borok dan karbunkel adalah bakteri yang disebut
stafilokokus aureus. Faktor yang meningkatkan seseorang untuk terkena folikulitis antara lain luka yang terinfeksi, kebersihan yang buruk, pelemahan
diabetes, kosmetik yang menyumbat pori, pakaian ketat, friksi, pemakaian bahan
kimia dan pengobatan lesi kulit dengan tar atau dengan terapi penghambat,
pemakaian steroid (Sitepoe 1996).
Skabies
Skabies di Indonesia dikenal dengan penyakit kudis. Kulit terasa sangat
gatal di malam hari dan pada kulit didapat vesikula kecil-kecil berisi cairan
bening. Kudis ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabei yang memasuki kulit, memakan jaringan kulit dan menaruh telur-telurnya di dalam kulit. Telur akan
menetas dalam waktu 4-8 hari dan nymphanya menjadi dewasa dalam waktu
dua minggu. Karena gatalnya penderita terus menggaruk-menggaruk kulitnya
dan sebagai akibatnya seringkali terjadi infeksi sekunder (Slamet 2006).
Skabies didapat terutama di daerah kumuh dengan keadaan sanitasi yang
sangat jelek. Reservoir skabies adalah manusia; penularan terjadi secara langsung dari orang ke orang ataupun lewat peralatan seperti pakaian. Hal ini
dipermudah oleh keadaan penyediaan air bersih yang kurang jumlahnya. Oleh
karena itu skabies banyak didapat juga sewaktu terjadi peperangan (Slamet
2006). Cara pencegahan skabies diantaranya mandi dengan air bersih dan
menggunakan sabun, gunakan cairan anti kudis jika salah satu anggota
terserang kudis dan jangan menyentuh penderita, pakaian atau peralatan lain
yang digunakan penderita (Latifah et al. 2002). Impetigo
Impetigo adalah infeksi kulit bagian luar yang menular, ditandai oleh bidang
yang melepuh amat kecil dan pecah kemudian menyerang kulit di bawahnya.
Penyakit ini dapat muncul hampir dimana pun tetapi biasanya tampak pada
daerah di sekitar hidung dan mulut. Gangguan ini yang biasanya muncul di akhir
musim panas atau awal musim gugur, menyebar lebih mudah pada bayi, anak
kecil dan orangtua.
Faktor-faktor resiko tertentu seperti higiene yang buruk, anemia, kurang
gizi, dan iklim hangat dapat meningkatkan kemungkinan berjangkitnya infeksi ini.
yang ditandai oleh pembukaan lesi. Impetigo disebabkan oleh infeksi bakteri.
Tipe-tipe bakteri yang menghasilkan bakteri ini antara lain Stafilokokus aureus dan kadang-kadang kelompok Streptokokus beta hemolitikus A (Sitepoe 1996). Tinea
Tinea adalah infeksi jamur yang dapat mempengaruhi kulit kepala (tinea
kapitis), tubuh (tinea korporis), kuku (tinea unguium), kaki (tinea pedis), kunci
paha (tinea kruris) dan kulit berjambang (tinea barbar). Infeksi tinea disebabkan
oleh jamur Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton. Tranmisi dapat muncul secara langsung melalui kontak dengan lesi yang terinfeksi atau secara
tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda terkontaminasi seperti
sepatu, handuk atau kamar mandi dus (Sitepoe 1996).
Dermatitis Atropik
Dermatitis atropik adalah penyakit kulit menahun atau kronik yang sangat
mengganggu bagi seluruh keluarga karena sulit untuk disembuhkan dan sangat
gatal. Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia namun banyak dijumpai pada
anak-anak. Dapat mengenai bagian pipi, kaki, lengan dan punggung, tungkai
bawah, lipatan siku-lutut, tangan, bibir, kelopak mata dan kulit kepala.
Gejala dermatitis atropik dapat berupa kulit kering dan bersisik, sensitif dan
mudah terangsang, kulit merah dan basah (eksim), penebalan kulit terutama di
daerah yang sering mengalami garukan disertai dengan perubahan warna
menjadi lebih gelap akibat peningkatan jumlah pigmen kulit serta rentan terhadap
perubahan suhu (Boediarja 2002).
Status Gizi dan Kesehatan
Status gizi adalah salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari
asupan, penyerapan, dan penggunaan pangan serta terjadinya infeksi, trauma,
dan faktor metabolik yang mungkin terjadi karena adanya patologi. Status
makanan merupakan salah satu aspek yang mengacu pada konsumsi pangan
seseorang, kelompok pangan atau zat gizi. Status makanan dan status gizi tidak
sepenuhnya sama karena konsumsi pangan tidak hanya faktor yang temasuk
dalam faktor penyebab tetapi asupan makanan diperlukan untuk menjaga
kesehatan (Rippe 2001). Pada keluarga yang berlatarbelakang sosial dan
ekonomi yang rendah atau miskin umumnya menghadapi masalah kekurangan
gizi (disebut gizi kurang). Resiko penyakit yang mengancam mereka adalah
intelektual dan produktivitas kerja bahkan sebagian berisiko cacat seumur hidup
yaitu buta karena kurang vitamin A, cebol, kretin, dan cacat mental karena
kurang zat iodium dalam tingkat parah (Soekirman 2000).
Terjadinya masalah gizi kurang tidak hanya karena asupan gizi yang
kurang karena makanan yang kurang tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit
infeksi. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi sering diserang diare
atau ISPA dan demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Pada anak yang
makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya melemah. Dalam keadaan
demikian mudah diserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan
dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Azwar 2004). Penyebab malnutrisi
pada anak jalanan adalah ganda dan berhubungan. Konsumsi makanan busuk,
ketidakcukupan asupan zat gizi esensial, kebiasaan makan yang salah, dan sakit
yang berulang-ulang menyebabkan malnutrisi (UNICEF 2001). Kurang gizi
dihubungkan dengan gangguan kognitif dan fungsi fisiologi serta terjadi
peningkatan resiko terhadap penyakit. Selain itu masalah gizi dapat
mempengaruhi masalah kesehatan seperti depresi, gangguan penyerapan zat,
tuberkulosis, hepatitis B, HIV, penyakit kelamin menular, dan lain-lain yang
merupakan prevalensi pada anak-anak tunawisma di Kanada (Tarasuk et al. 2005).
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang
dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan keadaan kesehatan seseorang (Astawan & Wahyuni 1987 dalam
Almasari 2007). Status kesehatan individual diartikan sebagai hasil proses yang
digambarkan oleh fungsi produksi kesehatan yang menghubungkan status
kesehatan dengan bermacam-macam input kesehatan (pelayanan kesehatan,
makanan dan sanitasi lingkungan) (Hardjono 2000).
Status kesehatan dapat diukur dengan sebuah indikator kesehatan.
Indikator yang dapat digunakan adalah angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas). Morbiditas lebih mencerminkan keadaan kesehatan
sesungguhnya. Morbiditas berhubungan erat dengan faktor lingkungan seperti
perumahan, air minum dan kesehatan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi
serta pelayanan kesehatan di suatu daerah (Subandriyo 1993 dalam Fitriyani
2008). Status kesehatan merupakan bagian dari tingkat kesejahteraan
masyarakat. Status kesehatan ini dapat diukur secara langsung dan tidak
medis oleh tenaga kesehatan sedangkan secara tidak langsung diukur dengan
pendekatan subjektif melalui persepsi penduduk tentang kesehatan (BPS 2004
dalam Fitriyani 2008).
Pada tahun 2003, dilaporkan penyakit anak jalanan rumah singgah
Yayasan Masyarakat Sehat (YMS) Bandung sebagai berikut :
Tabel 1 Data kesehatan anak jalanan YMS tahun 2003
No. Jenis Penyakit Jumlah Persentase 1. Diare 25 orang 34,72 2. Gatal-gatal dan infeksi kulit 19 orang 26,39 3. Sakit gigi 11 orang 15,28 4. Flu, pilek, demam 8 orang 11,11 5. Anemia 3 orang 4,17 6. Cacingan 2 orang 2,78 7. Demam berdarah 1 orang 1,39 8. TBC 1 orang 1,39 9. Kecelakaan 1 orang 1,39 10. Typhoid 1 orang 1,39 Total 72 orang 100 Sumber : Lembaga Perlindungan Anak Jabar, 2004
Tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa tiga penyakit dengan angka tertinggi
adalah diare, gatal-gatal dan infeksi kulit, serta penyakit gigi (Sari 2007). Anak
jalanan selalu memiliki resiko tinggi terkait masalah kesehatan kronis seperti
penyakit pernapasan, infestasi parasit, infeksi kulit dan penyalahgunaan
obat-obatan dan masalah kesehatan terkait paparan penyakit lain. Penyakit akan
meningkatkan kebutuhan gizi anak jalanan dan sebaliknya imunitas mereka
menjadi lebih rendah sehingga dapat membentuk lingkaran setan. Lingkungan
tempat tinggal anak jalanan yang tidak sehat dan kurangya ketersediaan serta
penggunaan pelayanan kesehatan juga merupakan faktor penyebab malnutrisi
Kerangka Pemikiran
Anak jalanan menghabiskan waktu lebih dari 4 jam di jalanan baik untuk
bekerja maupun kegiatan lainnya. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa
mengamen, mengemis, memulung, menjadi kuli angkut, berjualan dan jasa
lainnya. Aktivitas ini biasanya dilakukan setiap hari sehingga menjadi pola
aktivitas anak jalanan. Waktu anak jalanan yang banyak dihabiskan di jalan akan
menyebabkan kebiasaan makan menjadi tidak teratur. Kebiasaan makan anak
jalanan berupa frekuensi makan dan cara anak jalanan memperoleh pangan.
Kebiasaan makan anak jalanan yang tidak teratur akan mengakibatkan
konsumsi makan menjadi kurang teratur pula. Selain pola aktivitas dan
kebiasaan makan, konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pendapatan dan tingkat pendidikan. Pendapatan yang diperoleh
anak jalanan menentukan jenis, kualitas dan jumlah pangan yang dikonsumsi.
Konsumsi pangan secara langsung mempengaruhi status gizi anak jalanan.
Tingkat konsumsi pangan anak jalanan yang rendah baik kualitas maupun
kuantitasnya akan menyebabkan status gizi mereka menjadi rendah.
Selain status gizi, masalah yang terjadi pada anak jalanan adalah
kesehatan. Aktivitas yang banyak dilakukan di jalan menyebabkan anak jalanan
kurang memperhatikan kebersihan pribadi seperti mengganti pakaian, mencuci
tangan, memotong kuku dsb. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyakit
seperti diare, ISPA dan infeksi kulit.
Status gizi dapat mempengaruhi status kesehatan dan sebaliknya. Status
gizi yang rendah dapat menyebabkan anak jalanan rentan terhadap penyakit
sedangkan status kesehatan yang rendah dapat menyebabkan status gizi yang
buruk karena zat gizi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian
anak jalanan memerlukan perhatian dan berhak mendapatkan status gizi dan
kesehatan yang baik karena anak jalanan merupakan aset sumber daya manusia
Higiene personal
Kerangka Pemikiran
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Keterangan :
Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Karakteristik anak jalanan: umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan
Pola aktivitas
Karakteristik keluarga
Kebiasa an makan
Konsumsi pangan
Status gizi dan kesehatan
Sanitasi tempat tinggal