• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus on Oil Palm’s Female Flowers in PTPN VIII Cimulang, Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus on Oil Palm’s Female Flowers in PTPN VIII Cimulang, Bogor."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FREKUENSI KUNJUNGAN KUMBANG PENYERBUK

Elaeidobius kamerunicus

PADA BUNGA BETINA TANAMAN

KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII

CIMULANG, BOGOR

KOMAL

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

KOMAL. Frekuensi Kunjungan Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII Cimulang, Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius kamerunicus telah diketahui sebagai serangga yang penting dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit. Aplikasi kumbang ini dapat menaikkan produksi minyak dan peningkatan pembentukan buah. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus diketahui menentukan penyerbukan pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur enam tahun. Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dilakukan dengan pengamatan langsung selama 4x10 menit dengan metode fix sample pada tiga blok waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.00-17.00). Pengamatan dilakukan selama 10 hari pada 10 pohon yang berbeda. Parameter lingkungan yang diukur ialah suhu udara, kelembapan, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Frekuensi kunjungan kumbang ke bunga betina tertinggi (130 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari. Kunjungan pada siang hari (28 kumbang/10 menit) dan sore hari (31 kumbang/10 menit) lebih rendah dibandingkan pagi hari. Frekuensi kunjungan kumbang dipengaruhi secara signifikan dengan suhu dan kelembapan.

Kata kunci: Frekuensi kunjungan, Elaeidobius kamerunicus, kelapa sawit, parameter lingkungan

ABSTRACT

KOMAL. Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus on Oil Palm’s Female Flowers in PTPN VIII Cimulang, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius kamerunicus had known as weevil pollinator which had important role in oil palm pollination. Application of the weevil can increase of oil production and fruit set. Visiting frequency of E. kamerunicus determine to pollination of palm oil. This study aimed to know visiting frequency of E. kamerunicus on oil palm’s female flowers age six years. Visiting frequency of E. kamerunicus was observed by fixed sample method in 4x10 minutes using three time blocks, which is in the morning (09.00-10.00 am), afternoon (01.00-02.00 pm), and evening (04.00-05.00 pm). Observations were conducted in 10 days on 10 different trees. Environment parameters which were temperature, humidity, wind speed, and light intensity were measured. A result showed that the highest weevil visitation frequent (130 weevils/10 minutes) to female flowers occurred in the morning. Visiting frequency in afternoon (28 weevils/10 minutes) and in evening (31 weevil/10 minutes) were lower than in the morning. The weevil’s visiting frequency related significantly to temperature and humidity.

(3)

iii

FREKUENSI KUNJUNGAN KUMBANG PENYERBUK

Elaeidobius kamerunicus

PADA BUNGA BETINA TANAMAN

KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII

CIMULANG, BOGOR

KOMAL

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

: Frekuensi Kunjungan Kumbang Penyerbuk

Elaeidobius

kamerunicus

pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit

di Perkebunan PTPN VIII Cimulang, Bogor

Nama

: Komal

NIM

:

G34070099

Menyetujui,

Dr. Tri Atmowidi, M.Si.

Yana Kurniawan, M.Si.

Pembimbing I

Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

Ketua Departemen

(5)

v

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman. Penelitian ini berjudul Frekuensi Kunjungan Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN VIII Cimulang, Bogor yang telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juni bertempat di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cimulang, Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Yana Kurniawan, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan doa dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Agustin Wydia Gunawan, M.S. selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Jimmy, Bapak Agus, serta para staf pekerja PTPN VIII yang telah membantu penulis dalam hal pengamatan di lapangan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Aminah S.Si., Eva Brialin Agenginardi S.Si., Ganisa Kusumawardani S.Si., Siti Nabilah S.Si., dan Nicky Jaka Perdana selaku tim penelitian dengan tema kumbang, atas kerja sama dan semangat yang telah diberikan selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan seluruh keluarga penulis, serta keluarga besar Ibu Wita Sundari Setiawan, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 1989 dari Bapak Supardi dan Ibu Suryati (Almh). Penulis merupakan putra keenam dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1993 di TK Eldelweis, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 07 Pagi Rawasari pada tahun 1995. Selanjutnya pada tahun 2001 penulis melanjutkan ke jenjang menengah pertama di SLTPN 118 Jakarta, dan tahun 2004 melanjutkan ke jenjang menengah atas di SMAN 30 Jakarta. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru sebagai mahasiswa mayor di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi dan Manusia.

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 1

Bahan ... 1

Metode ... 1

HASIL Morfologi Kumbang ... 2

Frekuensi Kunjungan ... 2

PEMBAHASAN ... 4

SIMPULAN ... 5

SARAN ... 5

DAFTAR PUSTAKA ... 5

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bunga betina reseptif kelapa sawit ... 1 2 Elaeidobius kamerunicus: a, jantan dan b, betina ... 2 3 Hubungan antara frekuensi kunjungan Elaeidobius kamerunicus dengan suhu udara

dan kelembapan udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya ... 4

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang di bunga betina pada waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari ... 3 2 Nilai parameter lingkungan: suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya pada pengamatan pagi hari, siang hari, dan sore hari ... 3

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(9)

PENDAHULUAN

Elaeidobius kamerunicus merupakan serangga penyerbuk yang penting dan efektif dalam penyerbukan kelapa sawit. Pada tahun 1982, E. kamerunicus diintroduksi ke Indonesia dari Afrika Barat untuk menggantikan penyerbukan buatan oleh manusia yang membutuhkan tenaga dan biaya besar. Aplikasi kumbang ini pada tanaman kelapa sawit diketahui dapat menaikkan produksi minyak sebesar 20% dan kuantitas (nilai fruit set) tandan mengalami peningkatan dari 36,9% menjadi 78,3% (Ponnamma 1999). Kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina disebabkan oleh adanya senyawa volatil, yaitu estragole (p-metoksialilbenzena) yang dihasilkan oleh bunga betina pada saat tahap reseptif (Agus et al. 2007). Tandon et al. (2001) melaporkan bunga betina reseptif hanya berlangsung selama 3 hari. Bunga betina yang memasuki tahap reseptif, memiliki ciri-ciri: stigma terdiri atas tiga bagian (lobus), terdapat papil pada setiap lobus, dan terdapat cairan yang lengket.

Kunjungan kumbang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor lain, yaitu musim dan waktu. Kumbang lebih banyak beraktivitas pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau (Prada et al. 1998). Tandon et al. (2001) melaporkan kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina reseptif dimulai sekitar pukul 07.00 sampai pukul 17.00, aktivitas kunjungan maksimal terjadi pada pukul 11.00-12.00. Persentase kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina didominasi oleh kumbang betina, yaitu sebesar 72% (Prada et al. 1998).

Produksi tandan buah kelapa sawit dan nilai fruit set (kuantitas pembentukan buah) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ialah populasi E. kamerunicus dan frekuensi kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina. Pada saat populasi E. kamerunicus tinggi, maka produksi tandan buah tinggi. Sebaliknya, produksi tandan buah kelapa sawit rendah jika populasi E. kamerunicus rendah. Diketahui pula bahwa E. kamerunicus memiliki frekuensi kunjungan ke bunga betina yang tinggi dibandingkan dengan serangga penyerbuk lainnya yang berkunjung ke bunga betina (Kurniawan 2010). Dari hasil tersebut beberapa data belum berhasil diketahui seperti frekuensi kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina dengan melihat berapa banyak frekuensi E. kamerunicus yang datang ke bunga betina dalam satu hari, oleh karena itu

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak frekuensi kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina kelapa sawit.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2011 di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cimulang, Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan ialah bunga betina reseptif tanaman kelapa sawit dan E. kamerunicus yang ada di perkebunan. Penentuan bunga betina reseptif yang diamati ialah bunga betina reseptif yang mekar hari pertama, mengeluarkan aroma khas, dan terdapat cairan lengket pada permukaan bunga.

Metode

Morfologi Kumbang

Pengamatan morfologi kumbang jantan dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri khusus yang terdapat pada kumbang jantan dan betina seperti bentuk tubuh, ukuran tubuh, rambut-rambut pada tubuh, dan sayap depan yang tebal (elytra). Pengamatan dilakukan menggunakan kaca pembesar atau mikroskop stereo.

Pengamatan Frekuensi Kunjungan

Frekuensi adalah kekerapan pada aktivitas tertentu yang dilakukan secara berulang atau berkelanjutan. Frekuensi kunjungan kumbang yang datang pada bunga betina yang reseptif (Gambar 1) dihitung dan diamati dengan metode fixed sample (Dafni 1992).

(10)

Kumbang yang datang ke bunga betina reseptif dihitung secara manual dengan menggunakan alat hitung (counter). Kamera video dan kamera digital digunakan untuk merekam dan mendokumentasikan aktivitas kumbang, seperti aktivitas terbang, hinggap, dan mencari nektar pada bunga betina reseptif.

Pengamatan dengan metode fixed sample dilakukan selama 60 menit pada tiga blok waktu pengamatan, yaitu pagi (pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.00-14.00), dan sore (pukul 16.00-17.00). Pengamatan dilakukan dengan selang waktu 10 menit. Usai 10 menit pengamatan, digunakan selang waktu 5 menit untuk pencatatan data pada pengamatan 10 menit sebelumnya. Kegiatan tersebut dilakukan berulang selama 4 kali di setiap blok waktu. Pengulangan dilakukan selama 10 hari yang berbeda pada 10 pohon yang berbeda pula.

Pengukuran Parameter Lingkungan Parameter lingkungan dilakukan di setiap pengamatan pada tiap blok waktu. Kelembapan dan suhu udara diukur dengan termo higrometer, kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan luksmeter.

Analisis Data

Data frekuensi kunjungan disajikan dalam tabel. Kemudian data frekuensi kunjungan dan data parameter lingkungan dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan nilai probabilitas (p) menggunakan software Sigmaplot 11.0. setelah itu, dilakukan pengujian dengan uji korelasi Pearson antara data frekuensi kunjungan dan data parameter lingkungan.

HASIL

Morfologi Kumbang

Imago E. kamerunicus berukuran kecil (1,8-4,0 mm), bentuk tubuhnya elips memanjang dan berwarna cokelat kehitaman. Tubuh E. kamerunicus terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada toraks terdapat sepasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membraneus). Memiliki tiga pasang tungkai pada bagian toraks dan moncong di bagian mulut. Kumbang jantan (Gambar 2a) memiliki ukuran moncong lebih pendek dan memiliki rambut-rambut yang lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina

(Gambar 2b). Kumbang jantan memiliki ciri spesifik yaitu memiliki tonjolan pada pangkal elytra.

a

b

Gambar 2 Elaeidobius kamerunicus: a, jantan dan b, betina. Tanda panah menunjukan i, moncong; ii, elytra; dan iii, rambut-rambut halus.

Frekuensi Kunjungan

Frekuensi kunjungan kumbang bervariasi pada setiap pengamatan. Rata-rata kunjungan tertinggi didapatkan pada waktu pagi hari (130 kumbang/10 menit). Rata-rata kunjungan pada waktu siang hari (28 kumbang/10 menit) dan sore hari (31 kumbang/10 menit) lebih rendah dibandingkan dengan kunjungan pada waktu pagi hari (Tabel 1). Kunjungan tertinggi E. kamerunicus pada suhu udara 26,5-31 °C, kelembapan udara 66-75%, kecepatan angin 0-0,1 m/s, dan intensitas cahaya 1000-4000 lux (Gambar 3).

Suhu udara pada waktu pengamatan berkisar 26,5-43,3 °C, suhu udara minimum didapatkan pada waktu pagi hari dan maksimum didapatkan pada waktu siang hari. Kelembapan udara pada waktu pengamatan berkisar 39,1-88,7%, kelembapan udara minimum didapatkan pada waktu siang hari dan maksimum pada waktu pagi hari. Kecepatan angin pada waktu pengamatan berkisar 0-1 m/s, kecepatan angin minimum didapatkan pada setiap waktu pengamatan (pagi, siang, dan sore hari) dan maksimum pada waktu siang hari. Intensitas cahaya pada

i i

(11)

3

waktu pengamatan berkisar 137-19700, intensitas cahaya minimum didapatkan pada waktu sore hari dan maksimum pada waktu siang hari (Tabel 2).

Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus memiliki hubungan terhadap suhu udara (p = 0,00924), semakin tinggi suhu udara maka jumlah kunjungan kumbang cenderung rendah. Sebaliknya, jumlah kunjungan akan cenderung tinggi jika suhu udara semakin rendah. Frekuensi kunjungan

[image:11.595.112.511.240.532.2]

kumbang E. kamerunicus memiliki hubungan terhadap kelembapan udara (p = 0,0161), semakin tinggi kelembapan udara maka jumlah kunjungan kumbang cenderung tinggi. Sebaliknya, jumlah kunjungan akan cenderung rendah jika kelembapan udara semakin rendah. Frekuensi kunjungan kumbang tidak memiliki hubungan terhadap kecepatan angin (p = 0,0753) dan intensitas cahaya (p = 0,693) (Gambar 3).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang di bunga betina reseptif pada waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari

Pengamatan Frekuensi kunjungan kumbang/10 menit (individu)*

Pagi Siang Sore Rata-rata

Pohon 1 333 (48-576) 26 (11-54) 71 (14-141) 143

Pohon 2 51 (13-129) 35 (20-61) 44 (19-68) 44

Pohon 3 98 (12-192) 30 (20-46) 27 (16-49) 51

Pohon 4 260 (124-476) 38 (18-78) 42 (8-109) 114

Pohon 5 143 (132-161) 39 (15-76) 17 (4-48) 66

Pohon 6 28 (16-43) 32 (12-61) 37 (23-69) 32

Pohon 7 115 (75-195) 7 (0-10) 8 (2-11) 43

Pohon 8 85 (46-111) 58 (35-78) 44 (16-81) 62

Pohon 9 158 (66-226) 8 (5-11) 13 (11-14) 60

Pohon 10 28 (19-35) 5 (1-6) 8 (6-11) 13

Rata-rata 130 28 31 63

[image:11.595.107.516.565.694.2]

*Rata-rata (kisaran minimum-maksimum)

Tabel 2 Nilai parameter lingkungan: Suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya pada pengamatan pagi hari, siang hari, dan sore hari

Waktu Parameter Lingkungan* Suhu udara (°C) Kelembapan udara (%) Kecepatan Angin (m/s) Intensitas Cahaya (lux)

Pagi 29,41 71,15 0,01 4808,25

(26,5-38,5) (43,2-88,7) (0-0,3) (577-15410)

Siang 32,95 58,80 0,14 6943,95

(30,3-43,3) (39,1-70,5) (0-1) (703-19700)

Sore 29,84 70,83 0,06 1180,93

(26,5-33,8) (60,9-78,5) (0-0,3) (137-3310) *Rata-rata (kisaran minimum-maksimum)

(12)

Suhu udara (oC)

24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46

Jum lah kun ju n g an -100 0 100 200 300 400 500 600

y = -5,293x + 225,497 r = -0,237

r2 = 0,056

p = 0,00924

Kelembapan udara (%)

30 40 50 60 70 80 90 100

Ju m lah kun ju n g an 0 100 200 300 400 500 600 700

y = 1,267x - 21,964 r = 0,219 r2 = 0,047 p = 0,0161

Kecepatan angin (m/s)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.

Ju m la h ku n jun ga n -100 0 100 200 300 400 500 600 700

y = -68,254x + 67,529 r = -0,163 r2 = 0,026 p = 0,0753

Intensitas cahaya (lux)

0 5000 10000 15000 20000 25000

Jum lah k un jun ga n 0 100 200 300 400 500 600 700

y = 0,00168x + 55,581 r = 0,0364 r2 = 0,001 p = 0,693

Gambar 3 Hubungan antara frekuensi kunjungan Elaeidobius kamerunicus dengan suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya.

PEMBAHASAN

Imago E. kamerunicus memiliki ukuran tubuh yang kecil dan terdapat beberapa ciri khas yang membedakan antara kumbang jantan dan kumbang betina. Kumbang jantan memiliki tonjolan pada pangkal elytra, sedangkan kumbang betina tidak memiliki tonjolan pada pangkal elytra. Kumbang jantan berukuran lebih besar dibandingkan dengan kumbang betina. Kumbang jantan berukuran 3-4 mm, sedangkan kumbang betina berukuran 1,8-3 mm. Kumbang jantan memiliki lebih banyak rambut-rambut pada tubuhnya dibandingkan dengan kumbang betina. Polen dari bunga jantan lebih banyak menempel pada rambut-rambut kumbang jantan. Oleh karena itu, kumbang jantan memiliki kemampuan yang lebih potensial untuk penyerbukan dibandingkan dengan kumbang betina (Agenginardi 2011; Nabilah 2011).

Salah satu faktor penarik serangga pada bunga ialah kandungan nektar (Kearns & Inouye 1997). Selain nektar, polen juga merupakan faktor penarik bagi serangga

penyerbuk. Kemampuan serangga membawa polen yang menempel pada tubuh memungkinkan terjadinya penyerbukan silang pada tumbuhan (Bolat & Pirlak 1999).

Ketertarikan E. kamerunicus terhadap bunga betina reseptif disebabkan adanya senyawa volatil yang disekresikan oleh bunga betina pada saat mekar. Ketertarikan ini disebabkan adanya kemoreseptor pada kumbang, yaitu di bagian antena. Dengan adanya kemoreseptor ini, kumbang dapat menentukan arah dan keberadaan bunga betina reseptif. Roeder (1952) melaporkan permukaan antena serangga memiliki kemampuan untuk menangkap sinyal alami di lingkungan sekitar.

(13)

5

Pada bunga jantan kelapa sawit umur enam tahun juga diketahui bahwa jumlah individu kumbang tertinggi didapatkan pada waktu pagi hari (pukul 08.00-10.00) (Kurniawan 2010). Contoh serangga lain yang beraktivitas lebih aktif berkunjung ke bunga pada pagi hari (pukul 08.30-11.30) untuk mencari nektar yaitu Apis cerana (Singh 2008).

Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina reseptif ialah 63 kumbang/10 menit (Tabel 1). Dengan diasumsikan bahwa E. kamerunicus aktif melakukan penyerbukan selama 8 jam/hari, maka kunjungan kumbang ke bunga betina dalam satu hari ialah 3024 kumbang (60 menit : 10 menit x 63 kumbang x 8 jam). Tandon et al. (2001) melaporkan bahwa bunga betina dalam satu tandan terdiri atas 900 bunga betina. Syed dan Salleh (1987) melaporkan dibutuhkan 1500 individu E. kamerunicus dewasa untuk dapat menyerbuki bunga betina hingga mencapai tingkat polinasi minimum atau sekitar 50% hasil buah. Oleh karena itu, penyerbukan yang dilakukan oleh 3024 individu E. kamerunicus cukup efektif untuk penyerbukan terhadap satu tandan bunga betina kelapa sawit.

Suhu udara berpengaruh signifikan (p = 0,00924) terhadap jumlah kunjungan kumbang. Hubungan antara frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara memiliki korelasi yang rendah (r = -0,237). Kurniawan (2010) melaporkan suhu udara berkorelasi negatif dengan jumlah E. kamerunicus pada bunga jantan tanaman kelapa sawit umur enam tahun. Jumlah kunjungan kumbang berpengaruh dengan suhu udara dikarenakan aktivitas serangga dipengaruhi oleh rendah atau tinggi suhu udara. Menurut Speight et al. (1999), suhu mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas serangga.

Kelembapan udara berpengaruh signifikan (p = 0,0161) terhadap jumlah kunjungan kumbang. Hubungan antara frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan kelembapan udara memiliki korelasi yang rendah (r = 0,219). Wibowo (2010) melaporkan kelembapan udara berkorelasi positif dengan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan.

Kecepatan angin tidak berpengaruh signifikan (p = 0,0753) terhadap jumlah kunjungan kumbang. Hubungan antara frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan kecepatan angin memiliki korelasi yang rendah (r = -0,163). Pergerakan udara

merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan serangga. Penyebab arah serangga terkadang mengikuti arah angin berhembus.

Intensitas cahaya tidak berpengaruh signifikan (p = 0,693) terhadap jumlah kunjungan kumbang. Hubungan antara frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan intensitas cahaya memiliki korelasi yang rendah (r = 0,0364). Cahaya mempengaruhi aktivitas serangga, membantu mendapatkan makan, dan untuk menentukan tempat tinggal. Setiap serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktivitasnya. Chasanah (2010) melaporkan jumlah individu serangga tertinggi ditemukan pada intensitas cahaya 3000 lux di tumbuhan Hoya multiflora. Anendra (2010) juga melaporkan intensitas cahaya berkorelasi positif dengan aktivitas harian lebah Apis cerana.

SIMPULAN

Frekuensi kunjungan tertinggi E. kamerunicus ke bunga betina kelapa sawit yang reseptif terjadi pada waktu pagi hari. Jumlah kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina di kebun PTPN VIII Cimulang, Bogor, telah mencukupi jumlah minimum untuk dapat menyerbuki bunga betina. Jumlah kunjungan E. kamerunicus tertinggi didapatkan pada kisaran suhu udara 26,5-31 °C, kelembapan udara 66-75%, kecepatan angin 0-0,1 m/s, dan intensitas cahaya 1000-4000 lux.

SARAN

Perlu dilakukan pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dan aktivitas lama kunjungan atau foraging time dari kumbang E. kamerunicus di bunga betina kelapa sawit dengan menggunakan metode kuadran agar lebih mudah untuk mengamati kunjungan kumbang.

DAFTAR PUSTAKA

(14)

Agus S, Roletha YP, Agus EP. 2007. Elaeidobius kamerunicus, Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Anendra YC. 2010. Aktivitas Apis cerana mencari polen, identifikasi polen, dan kompetisi menggunakan sumber pakan dengan Apis mellifera [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bolat I, Pirlak L. 1999. An investigation on pollen viability, germination and tube growth in some stone fruits. Turk J Agric For 23:383-388.

Chasanah LR. 2010. Keanekaragaman dan frekuensi kunjungan serangga penyerbuk serta efektivitasnya dalam pembentukan buah Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A

Practical Approach. USA: Oxford University Press.

Kearns CA, Inouye DW. 1997. Pollinator, flowering plants and conservation biology. Bioscience 47:297-307.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nabilah S. 2011. Jumlah polen kelapa sawit dan viabilitasnya pada tubuh kumbang jantan Elaeidobius kamerunicus Faust [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ponnamma KN. 1999. Diurnal variation in the population of Elaeidobius kamerunicus on the anthesising male inflorescences of oil palm. Planter 75:405-410.

Prada M, Molina D, Villaroel D, Barios R, Díaz A. 1998. Efectividad de dos species del género Elaeidobius (Coleoptera: Curculionidae) como polinizadores en palma aceitera. Bioagro 10:3-10.

Roeder KD. 1952. Insects as experimental material. Science 115:275-280

Singh MM. 2008. Foraging behavior of the Himalayan honeybee (Apis cerana F.) on flowers of Fagopyrum esculentum M. and its impact on grain quality and yield. Ecoprint 15:37-46.

Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of insect: Concepts and Applications. London: Blackwell Science. Syed RA, Salleh A. 1987. Population of

Elaeidobius kamerunicus in relation to fruit set. Di dalam: Halim A, editor. International Oil Palm Conference; Kuala Lumpur, 23-26 Jun 1987. Kuala Lumpur: Palm Oil Institute of Malaysia. hlm 535-549.

Tandon R, Manohara TN, Nijalingappa BHM, Shivanna KR. 2001. Pollination and pollen-pistil interaction in oil palm, Elaeis guineensis. Ann Bot 87:831-838.

(15)
(16)

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

Keterangan: Bagian yang diwarnai (blok 19, 20, dan 26) ialah blok-blok yang

digunakan untuk pengamatan frekuensi kunjungan kumbang

Gambar

Gambar 1  Bunga betina reseptif kelapa sawit. Tanda panah menunjukkan Elaeidobius kamerunicus
Gambar 2 Elaeidobius kamerunicus: a, jantan dan b, betina. Tanda panah menunjukan i, moncong; ii, elytra; dan iii, rambut-rambut halus
Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang di bunga betina reseptif pada waktu pagi hari,
Gambar 3  Hubungan antara frekuensi kunjungan Elaeidobius kamerunicus dengan suhu udara,

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ragam hias yang sangat banyak dari suku Melayu Riau biasanya digunakan dalam ukiran dan kerajinan tangan, dalam penulisan ini berkosentrasi pada perancangan dan pengembangan

Nanoparticles Types, Classification, Characterization, Fabrication Methods and Drug Delivery Applications.. In Natural Polymer Drug Delivery Systems

Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran siswa ditentukan dalam 10 indikator keaktifan belajar siswa yaitu (1) masuk kelas tepat waktu, (2) memperhatikan

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area

Alat Pasteurisasi susu, “Eco Mini PasteurizerFJ 15”, https://www.farmandranchdepot.com/farm-equipment/FJ15-Eco-Mini-. pasteurizer.html , (diakses pada tanggal 20

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN