ii
DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA
GLENTINA DH TOGATOROP
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Kajian Biologi Reproduksi Ikan Selanget (Anodontostoma selangkat Bleeker, 1852) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Glentina DH Togatorop
C24070043
ii
Glentina DH Togatorop. C24070043. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Selanget (Anodontostoma selangkat Bleeker, 1852) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Dibawah bimbingan Ridwan Affandi dan Yunizar Ernawati.
Ikan selanget (Anodontostoma selangkat) merupakan salah satu ikan dasar yang biasa bergerombol yang hidup di perairan pantai. Ikan selanget memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Ikan selanget di Teluk Jakarta memiliki potensi yang besar walaupun hanya merupakan hasil tangkapan sampingan. Informasi mengenai bioekologi ikan ini yang diperlukan untuk pengelolaan masih sangat terbatas. Salah satu informasi penting yang dibutuhkan untuk pengelolaan yaitu aspek biologi reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, potensi reproduksi, dan pola pemijahan. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan ikan selanget agar tetap lestari sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru dengan metode pengambilan contoh secara acak sederhana (PCAS). Ikan contoh merupakan hasil tangkapan nelayan di Teluk Jakarta yang daerah penangkapannya di sekitar Pulau Damar. Pengambilan ikan contoh dilakukan mulai dari bulan Agustus 2010 s/d bulan November 2010 dengan interval waktu 14 hari. Pengambilan ikan contoh dilakukan sebanyak 8 kali dengan total ikan contoh 400 ekor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan selanget A. selangkat baik ikan jantan maupun betina adalah isometrik. Faktor kondisi ikan selanget baik jantan maupun betina dipengaruhi oleh umur ikan dan musim. Nisbah kelamin berdasarkan seluruh TKG didapatkan nilai 1 : 2,30 sedangkan berdasarkan TKG IV saja didapatkan nilai 1 : 3,75. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina lebih kecil (131-138 mm) daripada jantan (139-146 mm). Pemijahan ikan selanget terjadi sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Agustus. Pola pemijahan ikan selanget ialah total (total spawning) dengan potensi reproduksi berkisar 63.392-387.543 butir.
ii
DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA
GLENTINA DH TOGATOROP C24070043
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
Judul : Kajian Biologi Reproduksi Ikan Selanget (Anodontostoma selangkat Bleeker, 1852) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara
Nama : Glentina DH Togatorop
NIM : C24070043
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Ridwan Affandi DEA Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS NIP . 19541105 198003 1 002 NIP. 19490617 197911 2 001
Mengetahui ;
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc NIP. 19660728 199103 1 002
ii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini berjudul “Kajian Biologi Reproduksi Ikan Selanget (Anodontostoma selangkat Bleeker, 1852) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi peningkatan penulisan di masa datang. Harapannya skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan memberikan informasi sehingga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi pengelolaan ikan tersebut dan penelitian selanjutnya.
Bogor, Mei 2011
ii
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Ridwan Affandi DEA selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan atas kritik, saran, nasehat, serta perbaikan yang diberikan.
3. Ir. INN Suryadiputra selaku dosen pembimbing akademik atas arahan, motivasi, dan nasehat selama masa perkuliahan.
4. Keluarga besar tercinta yaitu bapak (L. Togatorop), mama (J. tampubolon), dan adik-adikku (Ronatiur RN Togatorop, Partogi DG Togatorop, Rhyo JH Togatorop dan Christian DS Togatorop) atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya.
5. Mamatua dan Bapaktua Duva (Riau) dan Yayasan Mega Kasih Bangsa (SMP Bukit Gloria) yang telah membantu dalam finansial dan nasihat selama kuliah.
6. Seluruh staf Tata Usaha MSP serta Ibu Siti selaku staf Laboratorium Biologi Mikro I (BIMI I) yang telah membantu memperlancar proses penelitian serta penulisan skripsi ini.
7. Bapak Giri (Kepala TPI Kalibaru), Mas Maman, Mas Frendly, Bapak Yamin, Daeng Lala serta seluruh pihak di TPI Kalibaru yang membantu dalam penelitian.
8. Sahabat-sahabatku yang tersayang, seperjuangan yang selalu bersama dalam suka dan duka di selama penelitian, yakni Budi Srirahayu Tarigan dan Dara Anjani Larasati
9. Teman-teman seperjuangan MSP 44 atas suka, duka, kritik dan saran yang membangun.
ii
Penulis dilahirkan di Medan, 22 September 1989 dari pasangan Bapak Drs. Lasdon Togatorop dan Ibu Juni Tampubolon. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu TK St. Antonius (1994 - 1995), SDN 03 Parung (1995 - 2001). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SLTPN 1 Parung (2001 - 2004) dan SMAN 1 Gunungsindur (2004 - 2007). Pada tahun 2007, penulis lulus seleksi masuk ke perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya perairan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota komisi kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) (2007-2011), anggota divisi keilmuan dan advokasi lingkungan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2008 - 2010), serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Ikhtiologi (2009 - 2010).
ix
3.3.1. Pengukuran panjang, tinggi, dan berat ikan contoh ……….……... 10
3.3.2. Pembedahan ikan contoh ……..……….. 10
3.3.3. Penentuan jenis kelamin ……….….……… 10
3.3.4. Pengamatan struktur anatomis organ (gonad) ….………… 12
3.3.5. Penimbangan bobot gonad dan hati ikan contoh…………... 12
x
3.4.7. Sebaran diameter telur ………….……… 16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….……… 17
4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta……….……… 17
4.2. Hubungan Panjang - Berat Ikan Selanget (A. selangkat) Jantan dan Betina ……… …. 18
4.3. Hubungan Panjang - Tinggi Ikan Selanget (A. selangkat) Jantan dan Betina …..…….……….. 19
4.4. Faktor Kondisi …….………... 20
4.5. Nisbah Kelamin ...…….………...………... 21
4.6. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad .……….. 23
4.7. Waktu Pemijahan ………...…...……… 24
4.8. Potensi Reproduksi ……...………… 27
4.9. Pola Pemijahan …...………. 28
4.10. Alternatif Pengelolaan …...……….……….. 29
5. KESIMPULAN DAN SARAN ……….……….. 31
5.1. Kesimpulan ………. 31
5.2. Saran ……….……….. 31
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan Selanget (A. selangkat Bleeker 1852) ..…………... 3
2. Peta lokasi penelitian ..………...………. 9
3. Prosedur penelitian ……….. 11
4. Hubungan panjang dengan berat ikan selanget (A. selangkat
Bleeker 1852) Jantan (a) dan betina (b) …………... 18
5. Hubungan panjang dengan tinggi ikan selanget (A. selangkat
Bleeker 1852) ………...………... .. 20
6. Faktor kondisi ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a)
dan betina (b) berdasarkan selang ukuran panjang ………... .. 20
7. Faktor kondisi ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a)
dan betina (b) berdasarkan bulan pengamatan ……... 21
8. Persentase jenis kelamin ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
TKG IV (a); semua TKG (b) ………...……….… 22
9. Nisbah kelamin ikan selanget (A. selangkat
Bleeker 1852) ..………...………... 22
10. Tingkat kematangan gonad ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a) dan betina (b) berdasarkan selang ukuran
panjang ……….……… . 23
11. Tingkat kematangan gonad ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Jantan (a) dan betina (b) berdasarkan bulan penelitian ………. 24
12. Hubungan nilai TKG IV, IKG, IHS, dan faktor kondisi ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a)
dan betina (b) ………... 26
13. Hubungan panjang dan berat dengan fekunditas ikan selanget
(A. selangkat Bleeker 1852) ..………... 28
14. Sebaran diameter telur (TKG IV) ikan selanget (A. selangkat
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambar alat dan bahan penelitian ………... 35
2. Uji t terhadap nilai b hubungan panjang – berat ikan
Selanget (A. selangkat Bleeker, 1852) ………. 36
3. Hubungan panjang total dengan tinggi tubuh ikan selanget
(A. selangkat Bleeker, 1852) ………...……….. 37
4. Faktor kondisi rata – rata ikan selanget (A. selangkat
Bleeker, 1852) ………... 38
5. Jumlah frekuensi TKG I, II, III dan IV ikan selanget (A. selangkat
Bleeker, 1852) berdasarkan waktu penelitian ……... 38
6. Uji chi-square nisbah kelamin total TKG ikan selanget (A. selangkat
Bleeker, 1852) …………...………...……… 39
7. Panjang total, berat tubuh, berat gonad dan jumlah fekunditas
ikan selanget (A. selangkat Bleeker, 1852) ………...………… 40
8. Frekuensi diameter telur ikan selanget (A. selangkat Bleeker, 1852)
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi
perikanan yang besar di Indonesia baik pelagis maupun demersal. Pesisir Teluk
Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106°33’00” BT
hingga 107°03’00” BT dan garis lintang 5°48’30” LS hingga 6°10’30” LS yang
membentang dari Tanjung Kait di bagian barat hingga Tanjung Karawang di
bagian timur dengan panjang pantai sekitar 89 km (www.wikipedia.org).
Ikan selanget (Anodontostoma selangkat) merupakan salah satu ikan dasar
(demersal) yang biasa bergerombol yang hidup di perairan pantai. Ikan selanget
memiliki nilai ekologis dan ekonomis (Genisa 1999). Fungsi ekologisnya ialah
sebagai penyeimbang ekosistem. Indonesia memiliki potensi ikan selanget yang
cukup besar. Ikan selanget di perairan Teluk Jakarta merupakan hasil tangkapan
sampingan dengan hasil tangkapan utama nelayan ialah ikan kembung, cumi-cumi
dan teri. Ikan selanget termasuk ikan yang memiliki nilai ekonomis penting sebab
dapat dijadikan pakan / umpan pada alat tangkap longline dan dikonsumsi dalam
bentuk segar, asin, asin rebus (pindang) dengan harga yang berkisar Rp 5.000 -
10.000 / kg.
Sumberdaya perikanan yang terdapat di perairan masih belum
dimanfaatkan secara optimal dan seimbang bagi lingkungan. Masyarakat awam
hanya mengambil sumberdaya perikanan tanpa mengetahui akibat dari eksploitasi
yang tidak memperhatikan aspek kelestarian, sehingga dapat menyebabkan
penurunan populasi. Penurunan populasi yang terus-menerus lambat laun akan
menyebabkan kepunahan spesies. Kepunahan spesies akan berujung pada
terganggunya keseimbangan ekosistem. Salah satu sumberdaya perikanan yang
belum dimanfaatkan secara optimal adalah ikan selanget. Oleh karena itu, agar
ikan selanget dapat tetap lestari dan keseimbangan ekosistem tetap terjaga maka
diperlukan suatu pengelolaan yang didasarkan pada hasil kajian yang salah
satunya mengenai aspek reproduksi. Reproduksi ialah suatu upaya makhluk hidup
agar tetap berkelanjutan. Informasi tentang aspek reproduksi ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
1.2. Perumusan Masalah
Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu daerah perikanan yang
potensial dengan sumberdaya ikan yang cukup melimpah. Salah satu potensi ikan
yang terdapat di perairan ini adalah ikan selanget. Kajian tentang aspek bioekologi
ikan ini belum ada sehingga informasi - informasi yang berguna bagi pengelolaan
masih sangat terbatas. Salah satu informasi penting yang dibutuhkan untuk
pengelolaan yaitu aspek biologi reproduksi.
Pengelolaan dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kelestarian
sumberdaya perikanan maka untuk dapat mengelola yang benar diperlukan
berbagai imformasi dasar, diantaranya aspek reproduksi yang perlu dikaji antara
lain ukuran ikan saat pertama kali matang gonad, pola pemijahan, potensi
reproduksi dan musim pemijahan. Informasi tersebut sangat berguna bagi
pengelolaan ikan selanget, sehingga pemanfaatan ikan selanget dapat dilakukan
secara bertanggungjawab seperti pengaturan ukuran mata jaring dan pembatasan
waktu penangkapan dan jumlah yang boleh ditangkap.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi reproduksi yang
meliputi nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan,
fekunditas yang nantinya akan mengetahui potensi reproduksi, dan pola
pemijahan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan
selanget agar tetap lestari sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berkesinambungan di perairan Teluk Jakarta, khususnya di TPI Kali Baru, Jakarta
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah
sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Clupeidae
Genus : Anodontostoma
Spesies : Anodontostoma selangkat (Bleeker 1852)
Nama Internasional : Indonesian gizzard shad
Nama Lokal : Ikan selanget (Jakarta); Pendem, Slamat, Lakar (Jawa);
Bandring, Jangan (Madura); Pias (Bagan Siapi-api)
Gambar 1. Ikan Selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Menurut Bleeker (1852) in FAO (1974) nama ilmiah lain dari ikan
selanget adalah Anodontostoma chacunda. A. selangkat ini masih dalam satu
genus dengan A. chacunda dan memiliki kesamaan biologi.
2.1.2. Struktur morfologis
Ikan selanget memiliki ciri-ciri morfologi tubuh hampir pipih oval dan
terdapat bintik hitam besar pada belakang tutup insang. Duri dorsal (total): 0, duri
Anal: 0, jari lunak Anal: 22 - 28. Sisik bersifat sikloid, mulut inferior, maxilla
lurus, tipis dan meruncing. Badan kedalaman meningkat dengan ukuran ikan,
supra rahang kedua belat belaka. Tulang tapis insang 100 - 166, tulang tapis
insang terpanjang pada lengkung bawah lebih pendek dari filamen insang. Gigi
pada tepi belakang lebih renggang. Panjang tubuh maksimum baik pada jantan
maupun betina mencapai 18 cm (www.marinespecies.org).
2.2. Habitat, Penyebaran dan Siklus hidup
Ikan selanget hidup di dasar perairan pantai dan estuari dengan
gerombolan yang tidak terlalu besar, makanannya organisme dasar dan detritus
dengan makanan utama Bacillariophyceae (Ravita 2004). Ikan selanget umumnya
hidup di pesisir lautan, kadang-kadang naik ke perairan sungai dan ke zona pasang
surut (Russel dan Hoiston 1989). Oleh karena tergolong ikan demersal maka
penangkapannya menggunakan purse seine, payang, jermal, jaring insang dan
pukat tepi serta jaring dogol.
Iklim lingkungan yang cocok untuk ikan selanget ialah iklim tropis.
Distribusi dari ikan ini menyebar di seluruh perairan laut Indonesia bahkan hingga
Laut Cina Selatan kecuali perairan pantai Indonesia bagian selatan yang terletak di
utara Australia. Menurut IUCN status selanget masih belum dievaluasi (not
evaluated/N.E.) (FAO 1974).
Ikan selanget ini termasuk dalam golongan anadromus (beruaya untuk
melakukan pemijahan) (Potts & Wooton 1984) sehingga larva ikan selanget ada di
sekitar hutan mangrove begitu pula dengan keberadaan juvenil ikan selanget
2.3. Aspek Biologi Reproduksi 2.3.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin menggambarkan keseimbangan jenis kelamin antara
jantan dan betina yang ada di suatu perairan. Rasio antara jantan dan betina yang
ideal ialah 1:1 yang berarti 50% jantan dan 50% betina (Ball & Rao 1984).
Penyimpangan dari rasio tersebut disebabkan karena perbandingan tingkah laku
antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya.
Nisbah kelamin dapat dipakai untuk menduga keberhasilan pemijahan,
yaitu dengan melihat keseimbangan jumlah jantan dan betina di suatu perairan
(Effendie 1997). Menurut Anwar (2005) ikan selanget A. chacunda di perairan
Pantai Mayangan, Pamanukan, Subang Jawa Barat nisbah kelamin antara ikan
jantan dan betina tidak seimbang, yaitu 1,31 : 1 (55,66% berbanding 43.34%).
2.3.2. Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad berbeda-beda setiap
spesies baik antara jantan ataupun betina. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Lagler et al. (1977) menyatakan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi waktu pertama kali ikan mencapai matang gonad yaitu faktor
dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur dan
ukuran serta sifat-sifat fisiologis ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi
terhadap lingkungannya. Faktor luar adalah makanan yang tesedia di dalam
perairan, suhu dan arus perairan, adanya individu yang berjenis kelamin berbeda
dan ada tempat berpijah yang sesuai.
2.3.3. Waktu pemijahan
Waktu pemijahan dapat dilihat dari nilai tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad dan indeks hepatosomatik. Puncak nilai tingkat kematangan
gonad, indeks kematangan gonad dan penurunan nilai indeks hepatosomatik pada
waktu tertentu maka itulah yang menjadi puncak waktu pemijahan.
Indeks kematangan gonad (IKG) ini digunakan untuk membedakan
meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi
pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG akan lebih besar daripada ikan jantan. Nilai
IKG ini dapat juga dihubungkan dengan nilai TKG yang pengamatannya
berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad. Perbandingan akan tampak
hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad atau dengan kata
lain nilai-nilai morfologi dikuantitatifkan. Hal ini pun terjadi bergantung pada
macam dan pola pemijahan (Effendie 1997). Nilai IKG ikan selanget betina lebih
besar daripada jantan A. chacunda di perairan Pantai Mayangan, Pamanukan,
Subang Jawa Barat.
Nikolsky (1969) menyatakan bahwa gonad semakin berkembang seiring
dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. IKG akan terus meningkat dan
mencapai nilai tertinggi pada saat mencapai TKG IV kemudian menurun setelah
ikan melakukan pemijahan (TKG V). Hal ini dikarenakan ikan telah
mengeluarkan semua telurnya sewaktu terjadi pemijahan. Pernyataan ini didukung
oleh pernyataan Effendie (1997) bahwa berat gonad akan mencapai maksimum
saat ikan memijah. Kemudian menurun kembali secara cepat selama
berlangsungnya pemijahan hingga pemijahan selesai.
Indeks hepatosomatik merupakan suatu indeks yang menggambarkan
cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalami
perkembangan kematangan gonad. Hubungan antara indeks hepatosomatik
dengan indeks gonadosomatik berbanding terbalik (Cek 2001).
Effendie (1997) dalam biologi perikanan menyatakan bahwa pencatatan
perubahan-perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk
mengetahui ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi. Berdasarkan pengetahuan
tahap kematangan gonad ini juga akan diperoleh keterangan bilamana ikan itu
akan memijah, baru memijah dan atau sudah memijah. Ukuran ikan untuk pertama
kali matang gonad ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Persentase komposisi kematangan gonad pada setiap saat dapat dipakai
untuk menduga terjadinya pemijahan. Ikan yang mempunyai satu musim
pemijahan yang pendek dalam satu tahun akan ditandai dengan peningkatan
musim pemijahan. Ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun akan
didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad terdiri dari berbagai tingkat
dengan persentase yang tidak sama pada setiap pengambilan contoh. Persentase
yang tinggi dari kematangan gonad yang besar merupakan puncak pemijahan
walaupun pemijahannya sepanjang tahun (Effendie 1997).
2.3.4. Potensi reproduksi
Setiap ikan memiliki potensi reproduksi dalam daur hidupnya. Potensi
reproduksi ini dapat dilihat dari jumlah telur yang dikeluarkan ikan dalam proses
pemijahan (fekunditas). Fekunditas secara tidak langsung menggambarkan jumlah
anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan pada
umur-umur tertentu. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata rantai
penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya.
Nikolsky (1969) menyatakan bahwa jumlah telur yang ada pada ovari ikan
dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total.
Fekunditas individu hanya bisa diterapkan pada ikan yang melakukan pemijahan
satu kali dalam satu tahun sedangkan untuk ikan yang mengadakan pemijahan
beberapa kali dalam satu tahun akan sulit diterapkan fekunditas individu ini.
Fekunditas total ialah jumlah telur yang dihasilkan selama hidup. Fekunditas
relatif ialah jumlah telur per satuan panjang atau berat (Effendie 1997).
Fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungannya karena
lingkungan dapat mempengaruhi perumbuhan panjang dan berat ikan. Perubahan
fekunditas berhubungan dengan ketesediaan makanan. Pada umumnya individu
yang cepat pertumbuhannya fekunditasnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan
ikan yang lambat pertumbuhannya pada ukuran yang sama (Anwar 2005).
Menurut Royce (1972) jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan laut dikatakan
tinggi bila mencapai 1.000.000 butir telur dalam sekali memijah.
Ikan yang tua dan besar umumnya memiliki fekunditas relatif lebih kecil
dan fekunditas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas individu.
Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada ikan-ikan yang masih muda.
Potensi reproduksi ikan selanget A. chacunda di perairan Pantai Mayangan,
2.3.5. Pola pemijahan
Pola pemijahan dapat diketahui melalui nilai penyebaran diameter telur
yang dapat diamati pada gonad TKG IV betina. Brown (1957) menyatakan bahwa
frekuensi pemijahan dapat diduga berdasarkan penyebaran diameter telur ikan
pada gonad yang sudah matang yaitu dengan melihat modus penyebarannya
sedangkan lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur.
Ovarium yang berisi telur masak berukuran sama menunjukkan waktu pemijahan
yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus
ditandai oleh banyaknya diameter telur yang berbeda dalam setiap ovarium
(Gromann 1982). Semakin berkembang gonad itu, telur yang terkandung
didalamnya semakin membesar diameternya. Hal ini disebabkan hasil dari
pengendapan kuning telur dan pembentukan butir-butir minyak berjalan secara
bertahap dalam perkembangan tingkat kematangan gonad. Sebaran diameter telur
pada tiap kematangan gonad akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.
Beberapa jenis ikan komersial dari Laut Jawa telah dilakukan penelitian
pendahuluan pola pemijahan berdasarkan pola penyebaran diameter telurnya
(Effendie 1997).
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa perkembangan gonad ikan
betina selain dilihat hubungan antara IKG dan TKG dapat dihubungkan juga
perkembangan diameter telur yang dikandung dari hasil pengendapan kuning telur
selama proses vitellogenesis. Berdasarkan hubungan ini akan didapatkan ukuran
diameter terbesar pada waktu akan terjadi pemijahan sebagai ukuran telur yang
masak ikut dalam pemijahan. Dari hasil telur masak dalam komposisi ukuran telur
secara keseluruhan maka dapat menduga pola pemijahan ikan tersebut (Effendie
1997). Pola pemijahan ikan selanget A. chacunda di perairan Pantai Mayangan,
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010
sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan
di Teluk Jakarta yang daerah penangkapannya di sekitar Pulau Damar. Adapun
peta lokasi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
3.2. Metode Kerja
3.2.1. Pengumpulan Ikan Contoh
Ikan contoh diambil dari ikan selanget yang didaratkan di TPI Kali Baru
yang dilakukan sebanyak delapan kali pengambilan sampel dengan interval waktu
pengambilan contoh secara acak sederhana yaitu dengan mengumpulkan ikan
yang berasal dari nelayan yang mengambil ikan selanget berasal dari wilayah
penangkapan yang sama. Ikan contoh yang akan dilakukan identifikasi spesies
diawetkan dengan alkohol 70% sedangkan sampel (gonad dan hati) yang akan
analisis diawetkan dengan formalin 5%. Adapun prosedur pengukuran dan
pengamatan ikan contoh disajikan pada Gambar 3.
3.3. Analisis Laboratorium
3.3.1. Pengukuran panjang, tinggi, dan berat ikan contoh
Ikan contoh diukur panjang total, tinggi badan dan lebar bukaan mulut
menggunakan penggaris dengan ketelitian satu cm. Panjang total dilakukan
dengan cara mengukur mulai dari ujung mulut sampai dengan ujung ekor bagian
belakang. Tinggi badan ikan diukur dengan cara mengukur tinggi badan ikan yang
paling tinggi. Setelah itu, ikan ditimbang berat total menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian satu gram. Semua data panjang dan berat tersebut
dimasukkan ke dalam buku data.
3.3.2. Pembedahan ikan contoh
Ikan yang telah diawetkan dibedah menggunakan alat bedah dengan cara
menggunting mulai dari lubang anal ikan hingga bagian belakang tutup insang
tanpa merusak organ dalam ikan tersebut. Ikan yang telah dibedah diambil organ
reproduksinya (gonad dan hati) lalu diawetkan dengan formalin 5% dan organ
reroduksinya disimpan di dalam botol sampel.
3.3.3. Penentuan jenis kelamin
Penentuan jenis kelamin dapat dilakukan setelah ikan dibedah dan gonad
diamati secara visual dengan mengikuti ketentuan dari hasil modifikasi Cassie
Berikut adalah skema pengambilan data ikan yang diperoleh dari hasil penelitian :
Keterangan : = tidak dikaji pada penelitian ini
Gambar 3. Prosedur penelitian Sampel ikan hasil tangkapan
Pengukuran panjang dan berat ikan
Pembedahan ikan
Pengamatan dan pengukuran organ ikan
kali matang gonad
3.3.4. Pengamatan struktur anatomis organ (gonad)
Pengamatan struktur anatomi dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
histologis dan cara morfologis. Berdasarkan penelitian secara histologis akan
diketahui perkembangan gonad menjadi lebih jelas dan mendetail. Sedangkan
hasil pengamatan secara morfologi dilakukan secara visual dengan menggunakan
ciri TKG modifikasi Cassie (Tabel 1). Berikut adalah pengamatan kematangan
gonad secara morfologis berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997) :
Tabel 1. Perkembangan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997)
3.3.5. Penimbangan bobot gonad dan hati ikan contoh
Gonad dan hati yang telah diawetkan dengan formalin 5% dibersihkan dan
dikeringkan terlebih dahulu dengan tisu. Gonad dan hati ditimbang menggunakan
timbangan ohaus dengan ketelitian 0,0001 gram. Selanjutnya, semua data bobot
gonad dan hati dimasukkan ke dalam buku data.
TKG Struktur Morfologis Gonad Jantan Struktur Morfologis Gonad Betina I Testes seperti benang, lebih
pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.
Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin
II Ukuran testes lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG I
Ukuran ovari lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar
III Permukaan testes bergerigi, warna makin putih dan makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus.
Butir-butir telur mulai kelihatan dengan mata. Butir-butir minyak makin kelihatan
IV Seperti TKG III tampak lebih jelas, testes makin pejal
Ovari bertambah besar, telur berwarna kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir minyak tidak tampak. Ovari mengisi ½ - 2/3 rongga perut dan rongga perut
terdesak
V Testes bagian anterior kempis dan bagian posterior berisi
3.3.6. Penghitungan jumlah telur
Perhitungan jumlah telur menggunakan metode gabungan. Gonad ikan
contoh betina yang TKG IV di bagi menjadi 3 bagian, yaitu anterior, tengah dan
posterior. Setiap bagian tersebut diambil sedikit dari tiap bagian dan digabung
menjadi satu. Gabungan yang telah menjadi satu ditimbang dengan timbangan
ohaus. Setelah itu, gonad dimasukkan ke cawan petri supaya diencerkan dengan
10 mL air lalu diaduk. Setelah diaduk, diambil 1 mL untuk dihitung jumlah telur
yang ada pada 1 mL air tersebut. Semua data bobot telur contoh dan jumlah telur
dimasukkan ke dalam buku data.
3.3.7. Pengukuran diameter telur
Gonad dari ikan contoh yang sama dengan penghitungan jumlah telur
diambil kembali sebanyak 50 telur untuk diamati diameter telur dengan bantuan
mikroskop dan mikrometer objektif. Semua data diameter telur dicatat di buku
data.
3.4. Analisa Data
3.4.1. Sebaran frekuensi panjang
Analisis frekuensi panjang menurut Walpole (1982) berdasarkan ukuran
panjang dapat diketahui dengan melakukan analisa data sebagai berikut :
a. Menentukan wilayah kelas, r = pb-pk (r = lebar kelas, pb = pankang
tertinggi, pk = panjang terpendek)
b. Menentukan jumlah kelas 1 + 3,32 log N (N = jumlah data)
c. Menghitung lebar kelas, L = r / jumlah kelas (L = lebar kelas, r = wilayah
kelas)
d. Memilih ujung bawah kelas interval
e. Menentukan frekuensi jumlah kelas masing-masing selang kelas yaitu
3.4.2. Hubungan panjang - berat
Analisis data hubungan panjang dan berat mengacu pada persamaan
allometrik (allometric growth model) menurut Effendi (1997), yaitu :
W = aL b
Keterangan : W = berat tubuh ikan (gram) L = panjang tubuh ikan (mm)
a = intersep
b = slope (kemiringan)
dengan pendekatan regresi linear maka kedua parameter tersebut dapat dilihat.
Nilai b menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Adapun
hipotesis yang digunakan adalah :
1. Bila b = 3 maka disebut isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan
pola pertubuhan berat)
2. Bila b ≠ 3 maka disebut allometrik, yaitu :
b > 3 disebut allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan)
b < 3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)
3.4.3. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin dapat dihitung berdasarkan perbandingan jumlah ikan
yang jantan dengan jumlah ikan betina setiap bulan dan pada selang kelas ukuran
panjang yang sama. Effendi (1997) mengungkapkan bahwa analisis nisbah
kelamin ialah sebagai berikut :
X =
Keterangan : X = nisbah kelamin
J = jumlah ikan jantan (ekor)
B = jumlah ikan betina (ekor)
Hubungan antara ikan jantan dengan betina dari suatu populasi ikan yang
diteliti maupun pemijahannya perlu dilakukan analisis nisbah kelaminnya.
Analisis nisbah kelamin ikan jantan dan betina dapat diperoleh dengan
Keterangan :
Χ2
= nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri
sebaran Khi-Kuadrat
Oi = jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati
ei = jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina
3.4.4. Indeks kematangan gonad (IKG)
Sampel ikan yang ada ditimbang berat totalnya kemudian dilakukan
pembadahan dengan hati-hati supaya gonadnya tidak rusak. Lalu gonad yang ada
diangkat dengan hati-hati kemudian dikeringkan dengan tisu. Gonad yang telah
kering ditimbang. Lalu dihitung IKG dengan rumus :
Bg adalah berat gonad (gram), BT adalah berat tubuh ikan (gram)
3.4.5. Indeks hepatosomatik (IHS)
Indeks hepatosomatik (IHS) ikan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
BH adalah berat hati (gram), BT adalah berat tubuh ikan (gram)
3.4.6. Fekunditas
Menurut Effendie 1997, fekunditas dapat dihitung dengan metode
gabungan menggunakan rumus berikut :
F =
IKG (%) = X 100
IHS (%) = X 100
Χ2
Keterangan :
F = fekunditas (butir) G = berat gonad (gram) V = volume pengenceran (ml) X = jumlah telur tiap 1 ml (butir) Q = berat telur contoh (gram)
3.4.7. Sebaran diameter telur
Pola pemijahan dilihat dari data sebaran diameter telur dan untuk lebih
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta
Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis
bujur 106⁰33’00” BT hingga 107⁰03’00” BT dan garis lintang 5⁰48’30” LS
hingga 6⁰10’30” LS yang membentang dari Tanjung Kait di bagian barat hingga
Tanjung Karawang di bagian timur dengan panjang pantai sekitar 89 Km. Pada
teluk ini bermuara 13 sungai yang membelah kota Jakarta namun dengan kondisi
muara sungai yang sudah buruk (Winardi 2011). Adapun luas dari teluk Jakarta
ialah sekitar 514 km2 yang merupakan wilayah perairan dangkal dengan
kedalaman rata-rata mencapai 15 meter.
Teluk Jakarta juga memiliki gugusan kepulauan yang bernama Kepulauan
Seribu dimana terdiri atas 108 pulau, salah satunya ialah Pulau Damar. Teluk
Jakarta merupakan lingkungan perairan pesisir yang terletak di bagian utara kota
Jakarta dan salah satu lokasi kegiatan perikanan yang terdiri dari perikanan
pelagis, demersal, dan karang. Ikan yang ditangkap dari perairan Teluk Jakarta
kemudian didaratkan di beberapa tempat pendaratan ikan (TPI) yang terdapat di
DKI Jakarta, salah satunya yaitu TPI Kali Baru. Teluk Jakarta merupakan
ekosistem perairan yang menyediakan berbagai produk dan jasa lingkungan bagi
kehidupan manusia, potensi wisata bahari, pendidikan, budaya, perdagangan, dan
pelayaran.
Di sekitar Teluk Jakarta hanya tersisa dua lokasi mangrove, yaitu Muara
Angke dan Muara Gembong. Muara Angke merupakan lokasi mangrove yang
dengan kondisi mangrove cukup baik sebab merupakan daerah yang dilindungi.
Tetapi berbeda yang terjadi pada Muara Gembong dengan jarak 30 mil dari TPI
Kali Baru, kondisi mangrove sudah berkurang.
Daerah yang menjadi penangkapan ikan selanget A. selangkat ialah
disekitar Pulau Damar (Pulau Edam), Kepulauan seribu, Jakarta Utara. Jarak
antara Pulau Damar dengan Pantai Jakarta Utara ialah 1,7 km
(www.republika.co.id). Pantai pulau ini hampir seluruhnya merupakan pantai
ujung sebelah timur pulau. Namun kondisi terumbu karang di Pulau Damar ini
mengindikasikan mengalami kerusakan sebab adanya sedimen akibat
penumpukan rampart yang terangkut ke pantai menjadi tanggul-tanggul pantai (di
sebelah barat dermaga). Mangrove di sekitar Pulau Damar yang memberikan
ketersediaan makanan untuk ikan selanget dan kondisi lingkungan yang tak terlalu
buruk bila dibandingkan dengan kondisi lingkungan di Teluk Jakarta.
4.2. Hubungan Panjang - Berat Ikan Selanget (A. selangkat) Jantan dan Betina
Panjang total ikan dengan berat ikan terdapat korelasi yang erat, hal ini
ditunjukkan oleh nilai r (koefisien korelasi). Nilai R2 menunjukkan seberapa
hubungan yang nyata antara panjang dengan berat. Nilai b menunjukkan
kecenderungan pertambahan panjang dan berat. Hal ini disebabkan oleh
faktor-faktor disekitar organisme seperti kondisi lingkungan perairan dan ketersediaan
makanan.
Gambar 4. Hubungan panjang dengan berat ikan selanget (A. selangkat Bleeker
1852) Jantan (a) dan betina (b)
Koefisien korelasi (r) ikan jantan dan ikan betina masing-masing sebesar
0,9633 dan 0,9685 yang bermakna hubungan antara log panjang dengan log berat
baik ikan jantan maupun ikan betina memiliki korelasi yang sangat erat. Koefisien
determinasi (R2) untuk ikan jantan sebesar 0,928 yang bermakna variabel panjang
tubuh ikan jantan dapat menjelaskan berat tubuh sebesar 92,8% dan untuk ikan
betina memiliki R2 sebesar 0,938 yang bermakna variabel panjang tubuh dapat
menjelaskan berat tubuh sebesar 93,8%, sehingga setiap penambahan panjang
tubuh akan menyebabkan berat tubuh bertambah pula.
Ikan jantan memiliki nilai b = 3,0280 dan ikan betina b = 3,0097 (Gambar
4). Uji t yang dilakukan terhadap ikan jantan dan ikan betina, keduanya
menghasilkan pola pertumbuhan isometrik yang menunjukkan nilai b = 3
(lampiran 1). Pertumbuhan isometrik menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang
seimbang dengan pertumbuhan berat. Menurut Anwar (2005) ikan selanget A.
chacunda di pantai Mayangan, Subang tipe pertumbuhan ikan jantan bersifat
isometrik sedangkan ikan betina bersifat allometrik negatif.
4.3. Hubungan Panjang - Tinggi Ikan Selanget (A. selangkat) Jantan dan Betina
Dalam pengelolaan penangkapan ikan haruslah dikontrol alat tangkap
yang digunakan, baik berupa jaring maupun alat pancing. Pengelolaan ikan- ikan
yang ditangkap oleh jaring haruslah diatur ukuran mata jaring tersebut. Hal ini
bertujuan untuk memberi kesempatan ikan melakukan pemijahan terlebih dahulu
sebelum tertangkap, supaya tetap ada keberlangsungan spesies tersebut. Data
hubungan panjang total dengan tinggi tubuh ini diperlukan dalam pengelolaan
penerapan ukuran mata jaring yang digunakan dalam proses penangkapan. Dalam
pengelolaan mesh size diperlukan data tinggi tubuh ikan. Hubungan tinggi tubuh
dengan panjang ikan dapat dilihat pada Gambar 5 berdasarkan Lampiran 2.
Jumlah contoh ikan yang diambil untuk menganalisis hubungan panjang
dengan tinggi tubuh ikan berjumlah 11 ekor. Koefisien korelasi yang didapat dari
hubungan panjang dengan tinggi tubuh ikan ialah 0,958 hal ini menunjukkan
bahwa hubungan panjang dengan tinggi tubuh memiliki hubungan yang sangat
erat. Koefisien determinasi (R2) yang didapat sebesar 0,919 yang bermakna
variabel panjang ikan dapat menjelaskan tinggi tubuh ikan sebesar 91,9%.
Persamaan yang dihasilkan dapat menduga tinggi ikan pada saat panjang ikan
Gambar 5. Hubungan panjang dengan tinggi ikan selanget (A. selangkat
Bleeker 1852)
4.4. Faktor Kondisi
Effendie (2005) mengungkapkan bahwa faktor kondisi menunjukkan baik
buruknya dari ikan yang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan
bereproduksi yang dinyatakan dalam angka berdasarkan pada data panjang dan
berat. Faktor kondisi ikan selanget A. selangkat dihitung menggunakan rumus
faktor kondisi yang isometrik baik pada jantan maupun betina.
Pada Gambar 6 faktor kondisi baik jantan maupun betina mengalami
fluktuasi terhadap ukuran ikan. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan selanget jantan
berkisar 1,4136-1,5564 dengan nilai tertinggi terdapat pada selang ukuran panjang
123-130, sedangkan untuk betina berkisar 1,3434-1,5384 dengan nilai tertinggi
terdapat pada selang 107-114. Hal ini didukung oleh pernyataan Patulu (1963) in
Effendie (1997) bahwa faktor kondisi dapat berflukuasi terhadap ukuran ikan.
Gambar 6. Faktor kondisi ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a)
dan betina (b) berdasarkan selang ukuran panjang
Gambar 7. Faktor kondisi ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a) dan betina (b) berdasarkan bulan pengamatan
Pada Gambar 7 tampak bahwa faktor kondisi ikan selanget A. selangkat
(Bleeker 1852) berfluktuasi tiap waktunya. Nilai faktor kondisi ikan jantan
berkisar 1,4794-1,5539 dengan rata-rata 1,5151 sedangkan ikan betina diperoleh
faktor kondisi 1,4378-1,5490 dengan rata-rata 1,4955 (Lampiran 3).
Faktor kondisi ikan jantan lebih besar dibandingkan ikan betina, hal ini
menunjukkan bahwa ikan jantan lebih gemuk dibandingkan ikan betina. Nilai
faktor kondisi baik pada ikan jantan maupun ikan betina tertinggi terjadi pada
bulan November. Fluktuasi nilai faktor kondisi pada ikan jantan dan betina tiap
waktu dapat disebabkan oleh ketersediaan makanan di dalam perairan.
Pada dasarnya faktor kondisi ikan jantan dan betina tertinggi terdapat pada
musim barat daya dimana musim ini terjadi pada bulan Oktober sampai bulan
April yang mengindikasikan bulan basah (penghujan) sehingga makanan akan
terbawa dari darat (hulu sungai) yang berupa detrivora dari mangrove. Hal ini
didukung oleh pernyataan Effendie (1997) bahwa hal-hal yang mempengaruhi
faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelamin, ukuran, dan kondisi
lingkungan.
4.5. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin antara ikan jantan
dengan betina. Nisbah kelamin dilakukan dari 400 ekor ikan selanget yang terdiri
dari 121 jantan dan 279 betina. Persentase jenis kelamin ikan jantan dengan betina
dapat dilihat pada Gambar 8 berdasarkan Lampiran 4.
Gambar 8. Persentase jenis kelamin ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
TKG IV (a); semua TKG (b)
Jumlah TKG IV pada ikan jantan sebanyak 12 ekor sedangakan pada ikan
betina sebanyak 45 ekor. Pada Gambar 9 terlihat bahwa terdapat fluktuasi jumlah
antara ikan jantan dengan ikan betina yang TKG IV pada tiap bulannya. Semua
bulan pengambilan ikan contoh, jenis kelamin yang paling banyak ditemukan
ialah ikan betina, kecuali pada bulan November.
Gambar 9. Nisbah kelamin ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Nisbah kelamin ikan selanget secara keseluruhan adalah 1 : 2,30 atau
(30,3% berbanding 69,7%) sedangkan nisbah kelamin berdasarkan TKG IV
mendapatkan nilai 1 : 3,75 (Lampiran 5). Berdasarkan uji chi-square yang
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
nisbah
kelamin
bulan penelitian
nisbah kelamin total
dilakukan terhadap nisbah kelamin antara ikan jantan dengan betina mendapatkan
hasil tidak ideal baik untuk semua TKG maupun TKG IV saja dengan ikan
selanget betina lebih banyak daripada jantan. Ketidakseimbangnya nisbah kelamin
ini kemungkinan adanya perbedaan tingkah laku antara ikan jantan dan ikan
betina. Hasil nisbah kelamin ini belum bisa dikatakan ideal atau tidak ideal sebab
diperlukan beberapa penelitian terkait nisbah kelamin ini pada waktu dan tempat
yang berbeda untuk dapat memastikan atau mendukung perbandingan tersebut.
Tidak idealnya nisbah kelamin ikan selanget bukan merupakan suatu
masalah sebab menurut Effendie (1997) dalam mempertahankan kelangsungan
hidup suatu populasi, perbandingan ikan jantan dan betina diharapkan dalam
keadaan ideal (1:1) atau setidaknya ikan betina lebih banyak. Ikan betina lebih
banyak diduga satu ikan selanget jantan membuahi lebih dari satu betina. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Anwar (2005), nisbah kelamin ikan selanget A.
chacunda di perairan Pantai Mayangan, Subang tidaklah ideal (1:1).
4.6. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dilakukan dengan melihat
TKG IV yang pertama kali dari semua selang kelas ukuran panjang baik pada ikan
jantan maupun ikan betina. Ukuran pertama kali matang gonad ikan selanget A.
selangkat jantan terdapat pada ukuran panjang 139-146 mm sedangkan ikan
betina terdapat pada ukuran panjang 131-138 mm (Gambar 10).
Gambar 10. Tingkat kematangan gonad ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Jantan (a) dan betina (b) berdasarkan selang ukuran panjang
Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan jantan dengan
betina walaupun dalam spesies yang sama, hal ini dikarenakan dua hal yaitu faktor
dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhinya ialah umur, ukuran
dan sifat-sifat fisiologis ikan tersebut seperti kemampuan adaptasi terhadap
lingkungannya sedangkan yang menjadi faktor luar adalah kelimpahan makanan
di habitat. Hasil ini didukung oleh pernyataan Nielsen et al. (1983) yang
mengatakan bahwa perbedaan kemampuan matang gonad pertama kali disebabkan
oleh perbedaan pertumbuhan gonad antara ikan jantan dan betina.
Hasil penelitian yang didapatkan oleh Anwar (2005) pun mendukung hasil
ini. Menurut Anwar (2005) di perairan Pantai Mayangan, Subang, ukuran matang
gonad pertama kali ikan selanget A. chacunda betina lebih kecil yaitu pada ukuran
panjang 134-172 mm dibandingkan jantan pada ukuran panjang 137-165 mm.
Hasil ini dimungkinkan adanya perbedaan laju pertumbuhan antara ikan jantan
dan betina.
4.7. Waktu pemijahan
Tingkat kematangan gonad ikan selanget A. selangkat ditentukan setelah
melakukan pembedahan dengan berpacu pada klasifikasi tingkat kematangan
gonad yang dimodifikasi oleh Cassie (Effendie 1997) (Tabel 1). Berikut ialah
gambar tingkat kematangan gonad berdasarkan bulan penelitian.
Gambar 11. Tingkat kematangan gonad ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Jantan (a) dan betina (b) berdasarkan bulan penelitian
Total 400 ekor ikan selanget yang terdiri dari 121 ikan jantan dan 279 ikan
betina diperoleh tingkat kematangan gonad (TKG) yang bervariasi tiap bulan
(Lampiran 6). Pada ikan jantan dan betina ditemukan semua TKG (I,II,III dan IV)
pada tiap bulannya (Gambar 11).
Persentase ikan baik jantan dan betina TKG IV ditemukan sepanjang bulan
penelitian namun TKG IV terbanyak pada bulan Agustus. Hal ini
mengindikasikan bahwa bulan Agustus merupakan puncak pemijahan ikan
selanget. Nilai IKG tertinggi pada bulan Agustus dan bulan berikutnya (bulan
September) mengalami penurunan, hal ini mengindikasikan bahwa bulan Agustus
merupakan puncak pemijahan.
Gambar 12 dapat diketahui bahwa ikan selanget A. selangkat memijah
sepanjang bulan Agustus sampai dengan November dengan puncak pemijahan
pada bulan Agustus. Hal ini dapat dilihat pada nilai persentase TKG IV yang
tinggi pada bulan Agustus, nilai IKG yang tertinggi pada bulan Agustus dan
penurunan sedikit nilai IHS akibat banyaknya ikan TKG IV. Indeks
hepatosomatik akan meningkat dengan meningkatnya berat dan panjang tubuh
sewaktu perkembangan kematangan gonad, namun puncak nilai IHS terjadi pada
saat ikan mengalami TKG III dan pada saat TKG IV, IHS akan mengalami
penurunan. Di lingkungan buruk biasanya ikan memiliki cadangan energi kecil.
Nilai IKG pada jantan dan betina dominan meningkat seiring dengan
meningkatnya tingkat kematangan gonad. Hal ini didukung oleh pernyataan
Effendie (1997) yang menyatakan bahwa pada masa gonad semakin berkembang
seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. IKG akan terus
meningkat dan mencapai nilai tertinggi pada saat mencapai TKG IV kemudian
menurun setelah ikan melakukan pemijahan. Hal ini dikarenakan ikan telah
mengeluarkan semua telurnya sewaktu terjadi pemijahan dan pada saat itu pula
IKG hampir sama dengan TKG I dan TKG II. Hasil ini pula didukung oleh
pernyataan Effendie (1997) yang menyatakan bahwa berat gonad akan mencapai
maksimum saat ikan memijah. Kemudian menurun kembali secara cepat selama
Gambar 12. Hubungan nilai TKG IV, IKG, IHS, dan faktor kondisi ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852) Jantan (a) dan betina (b)
4.8. Potensi reproduksi
Fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungannya karena
lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan panjang dan berat ikan. Perubahan
fekunditas berhubungan dengan ketersediaan makanan. Jumlah telur yang
dikeluarkan pada saat akan memijah merupakan fekunditas mutlak atau fekunditas
individu (Effendie 1997). Fekunditas sering dihubungkan dengan berat karena
berat lebih mendekati kondisi ikan daripada panjangnya, walaupun berat dapat
berubah setiap saat apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan dan kondisi
fosiologis pada ikan.
Jumlah ikan betina TKG IV didapatkan berjumlah 45 ekor untuk
menganalisis fekunditas. Fekunditas yang didapatkan berkisar 63.392 - 387.543
butir. Fekunditas minimum (63.392 butir) ditemukan pada ikan berukuran panjang
142 mm, berat tubuh 42 gram dam berat gonad 3,2033 gram. Fekunditas
maksimum (387.543 butir) ditemukan pada ikan yang berukuran panjang 150 mm,
berat tubuh 48 gram dan berat gonad 4,8986 gram (Lampiran 6).
Hubungan antara fekunditas dengan panjang total diperoleh nilai
determinasi (R2) 0,2227. Nilai ini menunjukkan bahwa hanya 22,27% dari
keragaman nilai fekunditas ikan selanget A. selangkat dapat dijelaskan oleh
panjang tubuh total. Diperoleh pula nilai koefisien korelasi (r) yang relatif kecil
yaitu sebesar 0,4764, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara panjang total
dengan fekunditas kurang erat (Gambar 13). Rendahnya korelasi ini dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah ikan contoh yang TKG IV dalam menganalisis
potensi reproduksi. Selain itu juga diduga dapat disebabkan oleh batas kisaran
yang ekstrim pada ukuran yang sama merupakan hal yang biasa terjadi (Effendie
1997).
Hubungan fekunditas dengan berat tubuh diperoleh nilai r yang relative
kecil yaitu sebesar 0,4929, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat
tubuh dengan fekunditas kurang erat. Koefisien determinasi (R2) yang didapat
sebesar 24,3% yang berarti hanya 24,3% berat tubuh dapat menjelaskan
Gambar 13. Hubungan panjang dan berat dengan fekunditas ikan selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Hasil yang didapat dari penelitian Anwar 2005 mengenai aspek reproduksi
ikan selanget A. chacunda di perairan Pantai Mayangan, Pamanukan, Subang
Jawa Barat tidak ada hubungan yang erat baik panjang total terhadap fekunditas
maupun berat tubuh terhadap fekunditas, namun potensi reproduksi berkisar
125.083-1.828.222 butir sedangkan Teluk Jakarta hanya berkisar 63.392-387.543
butir. Perbedaan jumlah potensi reproduksi dikarenakan kondisi lingkungan
perairan antara Jakarta Utara dengan Pantai Mayangan.
4.9. Pola pemijahan
Pola pemijahan dapat diketahui dari sebaran diameter telur termasuk ke
dalam pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi telur yang diamati pada
gonad betina TKG IV yang berjumlah 45 ekor.
Sebaran diameter telur bervariasi dari 0,250 - 0,886 mm (Lampiran 7).
Terdapat modus penyebaran satu puncak yang mengindikasikan bahwa pola
pemijahan ikan selanget adalah total spawner yaitu ikan selanget melepaskan
telurnya dalam waktu singkat sekaligus. Ikan – ikan yang tergolong dalam total
spawner biasanya memiliki ukuran diameter telur yang kecil, fekunditas yang
besar dan musim pemijahan yang tetap (Lowe-McConnell 1987). Pola pemijahan
ikan selanget A. chacunda di perairan Pantai Mayangan, Pamanukan, Subang
Jawa Barat ialah total spawner dengan ukuran diameter telur 355-403 µm.
Gambar 14. Sebaran diameter telur (TKG IV) ikan selanget (A. selangkat
Bleeker 1852)
4.10. Alternatif Pengelolaan
Ikan selanget A. selangkat merupakan ikan demersal di perairan Teluk
Jakarta. Ikan selanget ini memiliki nilai ekologis yaitu sebagai pemakan dasar dan
detritus. Selain itu, ikan selanget juga memiliki nilai ekonomis penting sebab
dapat dijadikan bahan konsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan (ikan
asin, pindang). Kelimpahan ikan selanget haruslah dijaga sebab apabila populasi
ikan selanget terlalu banyak maka yang menjadi mangsa ikan selanget akan
mengalami penurunan demikian juga kalau populasi ikan selanget terlalu sedikit
maka mangsa ikan selanget pun akan meningkat. Atau bahkan apabila populasi
ikan selanget sudah menipis, lambat laun akan menyebabkan kepunahan. Oleh
karena itu diperlukannya pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlanjutan
sumberdaya ikan di alam, yaitu pembesaran ukuran mata jaring > 2 inci dan
melakukan pembatasan penangkapan terutama pada waktu puncak pemijahan.
Pengelolaan ini dilakukan haruslah berdasarkan hasil kajian. Hasil kajian ini dapat
dijadikan dasar pengelolaan.
Berdasarkan hasil kajian, nisbah kelamin di perairan Teluk Jakarta cukup
baik sebab jumlah ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan walaupun tidak
ideal (1:1). Walaupun ikan selanget hanya dijadikan hasil tangkapan sampingan,
namun ukuran mata jaring dogol haruslah diperhatikan yang mengacu pada
ukuran pertama kali matang gonad betina sebab ukuran pertama kali matang
1 0
gonad betina lebih pendek dibandingkan jantan. Ukuran mata jaring haruslah
diperbesar (> 2 inci) sebab yang digunakan saat ini berukuran 1 inci (25,4 mm)
sedangkan tinggi ukuran ikan pertama kali matang gonad ialah 51,644 mm pada
ukuran panjang 139 mm supaya ikan selanget bisa melakukan pemijahan terlebih
dahulu sebelum ditangkap agar ada recruitment alami yang berasal ikan selanget
itu sendiri.
Waktu penangkapan sebaiknya dilakukan setelah ikan mengalami puncak
pemijahan yaitu setelah bulan Agustus sebab jumlah TKG IV pada bulan Agustus
terbanyak pada bulan Agustus. Walaupun kondisi mangrove di Teluk Jakarta
hanya ada dua titik namun haruslah dijaga kondisi supaya masih tetap tersedia
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Nisbah kelamin ikan selanget secara keseluruhan adalah 1 : 2,30
sedangkan nisbah kelamin berdasarkan TKG IV saja mendapatkan nilai 1 :
3,75.
2. Ukuran ikan betina pertama kali matang gonad (131 – 138 mm) lebih kecil
daripada ikan jantan (139 – 146 mm).
3. Ikan selanget memijah selama bulan Agustus sampai dengan November
dengan puncak pemijahan bulan Agustus.
4. Potensi reproduksi 63.392 - 387.543 butir per satu kali memijah.
5. Pola pemijahan ikan selanget ialah total (total spawning)
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengelolaan agar ikan selanget tetap
lestari, yaitu penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring dogol
hendaknya menggunakan mata jarring > 2 inci dan membatasi penangkapan pada
waktu puncak musim pemijahan. Penelitian aspek reproduksi ini diperlukan waktu
penelitian yang lebih lama (1 tahun) agar informasinya lebih lengkap dan perlu
beberapa kajian terkait ikan selanget seperti pengkajian stok, laju eksploitasi dan
DAFTAR PUSTAKA
Anwar H. 2005. Aspek biologi reproduksi ikan selanget (Anodontostoma
chacunda) di perairan pantai Mayangan, Pamanukan, Subang, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 11 hal.
Bal DV dan Rao KV. 1984. Marine fisheries. Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi 470p.
Brown ME. 1957. The physiologi of fishes volume 1 metabolism. Academic Press Inc. New York.
Cek S. 2001. Oogenesis, hepatosomatic and gonadosomatik indexes, and sex
Ratio in Rosy Barb (Puntius conchonius). Turkish Journal of Fisheries and
Aquatic Sciences (5) 1 33-41.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 155 hlm.
FAO. 1974. FAO species identification sheets. [terhubung berkala]. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/009/e9163e/E9163e3n.pdf [28 September 2010].
Genisa AS. 1999. Pengenalan jenis-jenis ikan laut ekonomis penting di Indonesia. Oseana 24(1):17-38.
Groman DB. 1982. Histology of the sripped bass. American identification sheets for fishery purpose. FAO of The United Nations. Rome.
Lagler KFJE, Bardach RRM dan Dora RMP. 1977. Ichthyology. John Willey and Sons. Inc. 505 h.
Lowe-Mc CRHL 1987. Ecological studies in tropical fish communities. H 212 – 269 Cambridge University Press. Sydney. 382 h.
Nielsen LADL, Johnson dan Lampton SS. 1983. Fisheries technique. conoco inc. american fisheries society bethesda. Maryland. 351 p.
Nikolsky GV. 1969. Theory of fish population dynamic, as the biological backgroundof rational exploitation and the management of fishery resources. Oliver and Boyd. 323 p.
Ravita. 2004. Kebiasaan Makan Ikan Selanget (Anodontostoma chacunda) di Perairan Pantai Mayangan, Subang, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3 hlm.
Royce, F. William. 1972. Introduction to the fishery sciences. Academic Press. New York. 131 p.
Russel BC dan Houston W. 1989. Offshore fishes of the Arafura sea. Beagle 6(1):69-84.
Walpole. 1982. Pengantar statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winardi. 2011. Survei kondisi fisik pulau-pulau di kepulauan seribu. http://google.co.id:8080/koran/22/51387/Laut_Tercemar_Nelayan_Rugi_ Besar. [04 April 2011].
www.aseanbiodiversity.org. Taxonomy [terhubung berkala]. http://bim.aseanbiodiversity.org/fob.speciesFinal/speciesSummary.php . [28 September 2010].
www.marinespecies.org. Species details of Anodontostoma selangkat [terhubung
berkala].http://www.marinespecies. org/aphia.php [28 September 2010].
www.republika.co.id. Laut tercemar, nelayan rugi besar [terhubung berkala]. http://republika.co.id:8080/koran/22/51387/Laut_Tercemar_Nelayan_Rugi _Besar. [04 April 2011].
www.wikipedia.org. Teluk Jakarta [terhubung berkala].
Lampiran 1. Gambar alat dan bahan penelitian
penggaris Pipet tetes Cawan petri Handtally counter
mikroskop Gelas ukur Timbangan digital tisu
Objek glass Alat bedah Botol sampel baki
Lampiran 2. Uji t terhadap nilai b hubungan log panjang – log berat ikan selanget
(A. selangkat Bleeker, 1852)
Ikan selanget jantan
a. a = 0,087; b = 3,0280; r = 0,9633; R2 = 0,928; n = 121
b. Hipotesis
H0 : b = 3 (pertumbuhan isometrik)
H1 : b ≠ 3 (pertumbuhan allometrik)
c. thitung > ttabel : tolak H0
d. thitung < ttabel : gagal tolak H0
e. Taraf nyata 95% (α = 0,05)
Perhitungan : thitung = b – 3 = 3,0280 – 3 = 1,3526
Sb 0,0207
ttabel = tinv (0,05; n-2) = tinv (0,05; 119) = 1,9801
thitung < ttabel : gagal tolak H0
Kesimpulan : pola pertumbuhan isometrik
Ikan selanget betina
a. a = 0,077; b = 3,0097; r = 0,9685; R2 = 0,938; n = 279
b. Hipotesis
H0 : b = 3 (pertumbuhan isometrik)
H1 : b ≠ 3 (pertumbuhan allometrik)
c. thitung > ttabel : tolak H0
d. thitung < ttabel : gagal tolak H0
e. Taraf nyata 95% (α = 0,05)
Perhitungan : thitung = b – 3 = 3,0097– 3 = 0,7886
Sb 0,0123
ttabel = tinv (0,05; n-2) = tinv (0,05; 277) = 1,9686
thitung < ttabel : gagal tolak H0
Lampiran 3. Hubunganpanjang total dengan tinggi tubuh ikan selanget
(A. selangkat Bleeker, 1852)
No. Panjang ikan (mm) Tinggi tubuh ikan (mm)
1. 138 48
2. 133 45
3. 161 57
4. 145 54
5. 139 48
6. 130 44
7. 147 52
8. 148 54
9. 151 55
10. 160 56
11. 156 56
Data panjang total dengan tinggi tubuh ikan dilakukan regresi, lalu mengahasilkan
persamaan : y = 0.429x - 10.99
Sehingga dapat diketahui :
1. Tinggi ikan jantan pada saat ukuran pertama kali matang gonad 139-146
mm.
Saat panjang 139 mm : 0,429 (139) - 10,99 = 48,641 mm
Saat panjang 146 mm : 0,429 (146) - 10,99 = 51,644 mm
2. Tinggi ikan betina pada saat ukuran pertama kali matang gonad 131-138
mm.
Saat panjang 131 mm : 0,429 (131) - 10,99 = 45,209 mm
Lampiran 4. Faktor kondisi rata-rata ikan selanget (A. selangkat Bleeker, 1852)
Sampling Jantan Betina
Kn Sb Kn Sb
Agustus 1.4818 0.1117 1.4756 0.1338
September 1.5252 0.1051 1.4510 0.1059
Oktober 1.5071 0.0893 1.5219 0.1081
November 1.5464 0.0852 1.5310 0.1125
Keterangan : Kn = faktor kondisi
Sb = simpangan baku
Lampiran 5. Jumlah frekuensi TKG I,II,III, dan IV ikan selanget (A. selangkat
Bleeker, 1852) berdasarkan waktu penelitian
Sampling Jantan
TKG I TKG II TKG III TKG IV jumlah
Agustus 5 16 5 4 30
September 9 15 6 1 31
Oktober 14 2 2 1 19
Lampiran 6.
Uji chi – square nisbah kelamin ikan selanget (A. selangkat Bleeker, 1852) TKG
IV
Jenis kelamin Oi (frekuensi) Ei (Frekuensi harapan)
Jantan 12 28,5
Betina 45 28,5
Total 57
Jantan : Betina = 1 : 3,75
Hipotesis
H0 : jantan = betina (ideal)
H1 : jantan ≠ betina (tidak ideal)
X2 > X20,05 = tolak H0
X2 < X20,05 = terima H0
X2 = Σ (Oi – Ei)2 = (12 – 28,5)2 + (45 – 28,5)2 = 9,5526 + 9,5526 = 19,1052
Ei 28,5 28,5
X20,05 = 3,840
Lampiran 7. Panjang total, berat tubuh, berat gonad dan jumlah fekunditas ikan
selanget (A. selangkat Bleeker, 1852)
33 148 45 B 4 3.0444 0.2588 189.145
34 145 52 B 4 4.1189 0.3112 313.128
35 135 44 B 4 3.0747 0.2977 223.415
36 147 48 B 4 3.3570 0.4227 187.989
37 142 41 B 4 3.9658 0.4723 203.730
38 151 50 B 4 4.4870 0.3173 294.544
39 143 43 B 4 3.1673 0.2584 166.602
40 142 48 B 4 3.5126 0.3922 176.411
41 157 60 B 4 5.0905 0.4628 258.048
42 155 53 B 4 4.0086 0.2447 228.052
43 140 37 B 4 2.5086 0.2749 143.368
44 142 48 B 4 3.7356 0.3186 226.787
45 143 43 B 4 3.2180 0.2531 164.786
Keterangan :
JK = jenis kelamin ( J = jantan; B = betina)
TKG = tingkat kematangan gonad
W gonad = berat gonad
BG contoh = berat gonad contoh
Lampiran 8. Frekuensi diameter telur ikan selanget (A. selangkat Bleeker, 1852)
berdasarkan selang ukuran diameter telur
Selang kelas 14 A 28 A 11 S 25 S 9 O 23 O 6 N 20 N Total
0.250-0.298 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0.299-0.347 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.348-0.396 2 0 16 10 0 31 0 6 65 0.397-0.445 45 1 95 21 0 61 5 24 252
0.446-0.494 125 15 123 40 0 55 43 58 459
0.495-0.543 135 96 103 26 0 35 84 85 564
0.544-0.592 153 85 34 2 0 37 64 42 417 0.593-0.641 178 97 24 1 0 25 4 19 348
0.642-0.690 58 30 4 0 0 4 0 11 107
0.691-0.739 4 7 0 0 0 1 0 3 15 0.740-0.788 0 18 1 0 0 0 0 2 21 0.789-0.837 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.838-0.886 0 1 0 0 0 0 0 0 1
ii
DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA
GLENTINA DH TOGATOROP
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
Glentina DH Togatorop. C24070043. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Selanget (Anodontostoma selangkat Bleeker, 1852) di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Dibawah bimbingan Ridwan Affandi dan Yunizar Ernawati.
Ikan selanget (Anodontostoma selangkat) merupakan salah satu ikan dasar yang biasa bergerombol yang hidup di perairan pantai. Ikan selanget memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Ikan selanget di Teluk Jakarta memiliki potensi yang besar walaupun hanya merupakan hasil tangkapan sampingan. Informasi mengenai bioekologi ikan ini yang diperlukan untuk pengelolaan masih sangat terbatas. Salah satu informasi penting yang dibutuhkan untuk pengelolaan yaitu aspek biologi reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, potensi reproduksi, dan pola pemijahan. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan ikan selanget agar tetap lestari sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru dengan metode pengambilan contoh secara acak sederhana (PCAS). Ikan contoh merupakan hasil tangkapan nelayan di Teluk Jakarta yang daerah penangkapannya di sekitar Pulau Damar. Pengambilan ikan contoh dilakukan mulai dari bulan Agustus 2010 s/d bulan November 2010 dengan interval waktu 14 hari. Pengambilan ikan contoh dilakukan sebanyak 8 kali dengan total ikan contoh 400 ekor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan selanget A. selangkat baik ikan jantan maupun betina adalah isometrik. Faktor kondisi ikan selanget baik jantan maupun betina dipengaruhi oleh umur ikan dan musim. Nisbah kelamin berdasarkan seluruh TKG didapatkan nilai 1 : 2,30 sedangkan berdasarkan TKG IV saja didapatkan nilai 1 : 3,75. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina lebih kecil (131-138 mm) daripada jantan (139-146 mm). Pemijahan ikan selanget terjadi sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Agustus. Pola pemijahan ikan selanget ialah total (total spawning) dengan potensi reproduksi berkisar 63.392-387.543 butir.