• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variability of chlorophyll-a and some oceanographic parameter in related with monsoon, ENSO and IOD at the Banda Sea.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variability of chlorophyll-a and some oceanographic parameter in related with monsoon, ENSO and IOD at the Banda Sea."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

VARIABILITAS KLOROFIL-a DAN BEBERAPA

PARAMETER OSEANOGRAFI HUBUNGANNYA DENGAN

MONSOON, ENSO DAN IOD DI LAUT BANDA

EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut Banda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(4)

RINGKASAN

EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER. Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut Banda. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan AGUS S ATMADIPOERA.

Laut Banda adalah daerah yang sangat subur karena merupakan daerah yang berpotensi dalam bidang perikanan, serta merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang terbesar di Indonesia. Laut Banda dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti El Nino Southern Oscilation (ENSO), Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dan Musim. Selain itu Laut Banda juga dapat dikatakan sebagai

“jantung” dari aliran arus di perairan Indonesia, sebagai “kapasitor” transport massa air ke Samudera Hindia serta merupakan salah satu daerah terjadinya upwelling. Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji variabilitas dari parameter tinggi muka laut (TPL), suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a; menganalisa pengaruh Monson, ENSO dan Indian Ocean Dipole (IOD) hubungannya dengan variabilitas TPL, SPL dan klorofil-a serta mencari internal forcing yang menyebabkan terjadinya variabilitas tersebut .

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2012-Juni 2012 berlokasi di Laut Banda dengan posisi antara 3.5oLS-7.5oLS dan 124oBT-133oBT. Data-data yang digunakan adalah data tinggi muka laut, suhu permukaan laut, klorofil-a. Data ini dari data satelit MODIS-Aquamulti-sensor antara tahun 2002-2012 serta data permukaan angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF). Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Ferret versi 6.0 untuk melihat variabilitas siklus musiman dan siklus tahunannya. Kemudian data angin, indeks Nino 3.4 dan DMI (Dipole Mode Index) yang akan dianalisis menggunakan metode wavelet dengan perangkat lunak Matlab 2010 untuk melihat siklus antar-tahunannya dalam bentuk continous wavelet transform (CWT) dan cross wavelet transform (XWT).

Variabilitas tinggi muka laut bulanan rata-rata dari tahun 2002-2012 maksimum pada bulan Maret (musim peralihan I) dengan nilai sebesar 0.1498 m dan minimum pada bulan Agustus (musim timur) dengan nilai sebesar -0.02 m. Variabilitas suhu permukaan laut maksimum pada bulan Desember (musim barat) dengan nilai sebesar 30.68oC dan minimum pada bulan Agustus dengan nilai sebesar 26.67oC. Nilai kandungan klorofil-a maksimum pada bulan Agustus dengan nilai 0.458 mg/m3 dan minimum pada bulan Desember dengan nilai 0.125 mg/m3. Pola sirkulasi angin zonal pada bulan Januari (musim barat) dengan kecepatan 5.32 m/det lebih kuat dimana terjadi angin muson barat daya. Bulan Juli (musim timur) kecepatan anginnya melemah dengan nilai sebesar-4.567 m/det. Pola sirkulasi angin meridional pada bulan Juli lebih kuat dengan nilai sebesar 5.252 m/det dimana yang terjadi adalah angin muson tenggara. Pada bulan Pebruari (musim timur) dengan nilai sebesar -1.336 m/det.

(5)

pada bulan Juni-Agustus (musim timur). Penyebarannya di mulai dari bagian timur ke bagian barat pada posisi bujur yang berbeda dan pada posisi lintang berbeda tinggi pada posisi lintang yang rendah.

Hasil analisa wavelet dimana spektrum densitas energi (CWT) dari tinggi muka laut memiliki variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Variabilitas yang kuat adalah variabilitas tahunan dan antar-tahunan. Hasil korelasi silang transformasi wavelet (XWT) dengan ENSO dan IOD dimana variabilitas antar-tahunan yang kuat dan bersifat antifase. Hubungannya dengan angin zonal dan angin meridional dimana memiliki variabilitas tahunan dan bersifat sefase. Hasil analisa wavelet dengan spektrum densitas energi (CWT) dari suhu permukaan laut memiliki variabilitas yang dominan.

Hasil korelasi silang transformasi wavelet (XWT) dari suhu permukaan laut memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Korelasi silang dengan IOD memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat antifase. Korelasinya dengan angin zonal dan angin meridional memiliki variabilitas tahunan. Hasil analisa wavelet dengan spektrum densitas energi (CWT) dari klorofil-a memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Korelasi silang dengan IOD memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat antifase dan sefase. Korelasi IOD dengan angin zonal bersifat antifase dan angin meridional bersifat sefase dan keduanya memiliki variabilitas tahunan yang kuat. Tinggi muka laut dan suhu permukaan laut minimum pada saat peristiwa El Nino dan IOD positif sedangkan klorofil-a tinggi.

(6)

SUMMARY

EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER. Variability of Chlorophyll-a and some Oceanographic parameter in related with Monsoon, ENSO and IOD at the Banda Sea. Supervised by I WAYAN NURJAYA and AGUS S ATMADIPOERA.

The Banda Sea is a very fertile area because it’s a potential area of fisheriesfield, and is one of the largest fishing areas in Indonesia. The Banda Sea is influenced by external factors such as El Nino Southern Oscilation (ENSO), the cross-currents of Indonesia (Arlindo) and season. Furthermore the Banda Sea can

also be called “the heart of “ current flow in the waters of Indonesia, as well as

“the capasitor of ”water mass transport to the Indian Ocean and one of the areas that upwelling occurs where the water surface temperature can reach down to 25oC, was caused by the cold water from the bottom layer is elevated to the upper layers. The purpose of this study was to analyze the influence of variability of sea surface height parameter, sea surface temperature and chlorophyll-a; to analyze the influence of ENSO and Indian Ocean Dipole (IOD) has related with the variability of sea surface height (SSH), sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a; and to search the internal forcing that causes the variability.

The research was carried out in February 2011-June 2012, located in the Banda Sea with position between 3.5-7.5oLS and 124-133oBT. The data used are the sea surface height, sea surface temperature, chlorophyll-a, which are derived from MODIS-Aquamulti-sensor satellite data from 2002 to 2012, and surface wind data obtained from the European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF). The data were analyzed by using the Ferret software version 6.0 in order to show the view variability of seasonal cycle and it’s annual cycle. Then the wind data, the Nino index 3.4 and Dipole Mode Index (DMI) will be analyzed by using wavelet methods in Matlab 2010 software to show annual cycle in the format of continous wavelet transform (CWT) and cross wavelet transform (XWT).

(7)

The distribution of time based on difference of longitude and latitude where at every June to August (west season) from 2002-2012 against high of sea surface temperature and sea surface height was found lower. But in December to January was found high and evenly spread along different position of latitude and longitude. Other wise, the concentration of chlorophyll-a was found low in December to January (west season) and is found high in June to August (east season) and spreads from the east to west on different position of longitudes and latitude but found high on low latitudes position.

Wavelet analysis results where energy density spectrum (CWT) of sea surface height has variability of a half annual, annual and annual interagency. A strong variability is the annual variability and annual interagency. Results of the cross-correlation wavelet transformation (XWT) with ENSO and IOD found the existence of a strong annual interagency variability and is antifase. While the relationship with zonal wind and meridional wind has annual variability and were sefase. Wavelet analysis results with energy density spectrum (CWT) of sea surface temperature has a dominant annual variability. While the results of cross-correlation wavelet transformation (XWT) of sea surface temperature has a strong annual variability and were sefase. Cross-correlation with the IOD has a strong annual variability and were antifase, furthermore it’s correlation with zonal wind and meridional wind has annual variability. Wavelet analysis results with energy density spectrum (CWT) of chlorophyll-a has a strong annual variability and were sefase. Cross-correlation with the IOD has a strong annual variability and were

antifase and sefase, furthermore it’s correlation with the zonal wind are antifase and meridional wind are sefase and both have a strong annual variability.

Sea surface height and sea surface temperature is low during El Nino events and the positive IOD whereas chlorophyll-a high.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Kelautan

VARIABILITAS KLOROFIL-a DAN BEBERAPA

PARAMETER OSEANOGRAFI HUBUNGANNYA

DENGAN MONSOON, ENSO DAN IOD DI LAUT BANDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monson, ENSO dan IOD di Laut Banda Nama : Evangelin Martha Yulia Kadmaer

NIM : C551100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua

Dr Agus S Atmadipoera, DESS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr Neviaty P Zamani, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan tuntunan-NYA sehingga tesis ini dapat saya selesaikan dengan baik. Penelitian ini dengan judul “Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monson, ENSO dan IOD di Laut Banda. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Agus S Atmadipoera, DESS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk penulisan tesis.

2. Dr Khairul Amri, SPi MSi selaku penguji luar komisi atas segala masukan untuk memperbaiki tesis ini.

3. Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc sebagai Ketua Mayor Ilmu Kelautan yang telah memberikan masukan dan dukungan moril.

4. Ditjen Dikti dan Pemda Kota Tual yang telah memberikan bantuan kepada Penulis selama studi.

5. Kedua orang tua tercinta (Papa Nelson Kadmaer dan Mama Fin Kadmaer), Almarhum Mama Jeane Kadmaer/Kadtabal, Mama Maria Maspaitella, Suamiku tercinta Romeo Maspaitella dan anakku tersayang Sharon Paschalia Maspaitella serta saudara-saudaraku Bu Ongen, usi Dina, usi Nona, adik novi, adik Bobi, adik Blandi, Adik Max, Adik Nina, Adik Eti, Adik nelly, adik Pey, adik Sonya serta ponakan-ponakanku yang selalu dengan setia memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis.

6. Kel. Pak Natih, Kel. Bapak Manu Kadtabal, Kel. Bu Roby Bastian atas dukungan moril selama penulis dalam pendidikan

7. Rekan-rekan Politeknik Perikanan Negeri Tual (Ibu Nona, Ibu Meyske, Ibu Erna, Ibu Eda, Ibu Nini, Ibu Kori, Ibu Wiwi, Pak Irwan, Pak Yapi, Pak Jay, Pak Musa, Pak Kemi, Pak Beni) serta Ibu Neng atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis selama ini

8. Rekan-rekan IKL 2010 (Alm Yuida Labetubun, Adi, Abdul, Rezi, Yasser dan Princy), rekan-rekan TEK 2010 (Jhon, Elis, Widi, Mey, Murjad, Ari Anggoro, Pak Bambang, Pak Sadan, Pak Romi, Pak Uda) serta Pak Andri Purwandani, Pak Tri Hartanto, Ibu Nita Noya, Pak Gentio atas kerjasamanya dalam menempuh studi bersama serta rekan-rekan Laboratorium Pemrosesan Data Bagian Oseanografi atas perhatian dan kerjasamanya selama ini.

9. Rekan-rekan PS Gita Swara Pascasarjana IPB (Bu James, Kak Oni, Kak Adel, Maiyani, Alin, Ida) dan Rekan-rekan Persekutuan Mahasiswa Maluku atas kebersamaan yang terbina selama ini

10. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

Angin 33

Siklus Antar-tahunan 34

Kondisi ENSO Berdasarkan Indeks Nino 3.4 34

Kondisi IOD Berdasarkan DMI 36

Korelasi Silang 36

SPL dan Klorofil-a 36

Indeks Nino 3.4 dan TPL 37

Indeks Nino 3.4 dan SPL 39 Indeks Nino 3.4 dan Klorofil-a 39

Indeks IOD dan TPL 41

Indeks IOD dan SPL 42

Indeks IOD dan Klorofil-a 43

Pengaruh Angin terhadap Variabiliatas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a 44

Pengaruh ENSO terhadap Variabilitas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a 45

Pengaruh IOD terhadap Variabilitas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 55

(16)

DAFTAR TABEL

1 Sumber Data dari Parameter yang Digunakan Dalam Penelitian 13 2 Kejadian El Nino dan La Nina Berdasarkan Indeks Nino 3.4 35

DAFTAR GAMBAR

1 Pola angin (a) musim barat di bulan Pebruari (b) musim timur di bulan

Juli 5

2 Rata-rata bulanan SPL di Laut Banda 2004-2006 6 3 Rata-rata bulanan Klorofil-a di Laut Banda 2004-2006 7

4 Skema kondisi La Nina (a) dan El Nino (b) 8

5 Lokasi Penelitian di Laut Banda 13

6 TPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan

Juni dari Tahun 2002-2012 17

7 TPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,

Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012 17

8 Siklus tahunan dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 18 9 SPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan

Juni dari Tahun 2002-2012 20

10 SPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,

Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012 20

11 Siklus tahunan dari SPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 21 12 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April,

Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012 22

13 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,

Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012 22

14 Siklus tahunan dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012 24 15 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Januari, Pebruarai, Maret, April,

Mei dan Juni di Indonesia dari Tahun 2002-2012 26 16 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Juli, Agustus, September,

Oktober, Nopember dan Desember di Indonesia dari Tahun 2002-2012 26 17 Siklus tahunan dari Angin di Laut Banda Tahun 2002-2012 27 18 TPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT

dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda 27 19 SPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT

dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda 29 20 Klorofil-a bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124o

BT-133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda 30

21 CWT dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 31

22 CWT dari SPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 32

23 CWT dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012 32 24 CWT dari (a) angin zonal (U) dan (b).angin meridional (V) di Laut

Banda Tahun 2002-2012 33

25 Transformasi Wavelet Kontinyu dari Indeks Nino 3.4 34 26 Kondisi El Nino dan La Nina berdasarkan Indeks Nino 3.4 selama

(17)

27 Transformasi Wavelet Kontinyu dari DMI 36 28 Kondisi IOD berdasarkan Nilai DMI selama Tahun 2002-2012 36

29 CWT SPL dan Klorofil-a di Laut Banda 37

30 Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan

TPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 38

31 Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan

SPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 39

32 Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 40 33 Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan TPL

selama Tahun 2002-2011 di Laut Banda 41

34 Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan SPL

selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 42

35 Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 43 36 Hubungan antara a). angin zonal dengan b). TPL, c). SPL dan d).

Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 44 37 Hubungan antara a). angin meridional dengan b). TPL, c). SPL dan d).

Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 44 38 Hubungan antara a). indeks ENSO dengan variabilitas antar-tahunan

b). TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 45 39 Hubungan antara a). indeks IOD dengan variabilitas antar-tahunan b).

TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahapan proses analisis data dengan perangkat lunak Ferret 55 2 Tahapan proses data dengan pendekatan wavelet transform 57 3 Nilai time series dari TPL, SPL, Klorofil-a, dan kecepatan angin zonal

(U) serta angin meridional (V) bulanan di Laut Banda tahun 2002-2012 65 4 Spektrum densitas energi TPL dengan metode wavelet 66 5 Spektrum densitas energi SPL dengan metode wavelet 67 6 Spektrum densitas energi Klorofil-a dengan metode wavelet 68 7 Spektrum densitas energi Angin dengan metode wavelet 69

(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laut Banda adalah daerah yang sangat subur karena merupakan daerah yang berpotensi dalam bidang perikanan dan merupakan daerah penangkapan ikan yang terbesar di Indonesia. Laut Banda dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ENSO, ARLINDO dan Musim (Sukresno dan Kasa, 2008). Angin monsoon (musim) menimbulkan pula arus-arus laut monsoon di Kepulauan Indonesia yang disebut arus monsoon Indonesia atau Armondo (Berlage, 1972; Ilahude, 1996). Sistem monsoon mempengaruhi sistem sirkulasi saat ini di Laut Banda (Hantoro et al. 1995; van Bennekom, 1995; Ilahude, 1999). Selama monsoon tenggara (Juni sampai Agustus), air permukaan didorong dari Laut Banda ke dalam Laut Flores, Laut Jawa, dan Laut Cina Selatan. Selama monsun barat laut (Desember hingga Pebruari), air permukaan dari Laut Jawa dan Selat Makassar didorong dari Laut Flores ke Laut Banda (Gordon et al. 1994).

Selain itu Laut Banda juga dapat dilihat sebagai “jantung” dari aliran arus di perairan Indonesia (Ilahude, 1999). Dimana air mengalir dari Samudera Pasifik melalui lautan bagian Timur Indonesia ke Samudera Hindia. ARLINDO mengangkut massa air Samudera Pasifik memasuki Perairan Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur barat masuk melalui Laut Sulawesi terus ke Selat Makasar, Laut Flores dan ke Laut Banda. Jalur kedua adalah jalur timur yang melalui Laut Maluku dan Laut Halmahera terus ke Laut Banda. Dari sini massa air akan keluar menuju Samudera Hindia terutama melalui Laut Timor. Jalur keluar lainnya melalui Selat Ombai, yaitu Selat antara Alor dan Timor, serta melalui Selat Lombok (Murray dan Arief, 1988; Fieux, et al. 1996). ARLINDO merupakan bagian penting dari sirkulasi lintang pertengahan Samudera Hindia dan Pasifik (Tomascik, 1997).

Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan peralihan musim mempengaruhi pula sebaran mendatar dari beberapa parameter oseanografi perairan Indonesia. Pada musim barat misalnya, angin dan arus mendorong massa air hangat Indonesia lebih ke selatan lagi, yaitu ke kawasan Laut Arafura dan barat Laut Arafura, sedangkan kekosongan yang timbul diganti oleh masuknya air yang relatif dingin dari kawasan Laut Cina Selatan, timurnya Asia Tenggara. Akibatnya terdapat peningkatan suhu paras Laut dari Cina Selatan ke arah Laut Arafura (Ilahude dan Nontji, 1999). Akibat perubahan angin musim, maka kondisi perairan juga akan mengalami perubahan. Gordon dan Susanto (2001) melaporkan bahwa Laut Banda merupakan laut yang mendapat pengaruh dari perubahan angin musim. Suhu permukaan laut juga berfluktuasi berkaitan dengan perubahan musim dimana suhu terendah didapati pada musim timur sedangkan suhu tertinggi didapati pada musim barat. Anomali tinggi permukaan laut juga memiliki fluktuasi yang mirip dengan suhu permukaan laut yang berkaitan dengan El Nino maupun musim, hal inilah yang menyebabkan koefisien korelasi antara suhu permukaan laut dan anomali tinggi permukaan laut relatif tinggi (Sukresno dan Kasa, 2008).

(19)

2

terjadi upwelling untuk menggantikan massa air yang mengalir ke Samudera Hindia tersebut.

Sprintall dan Liu (2005) juga melaporkan bahwa aliran dari Laut Banda menuju Samudera Hindia mencapai puncak ketika musim timur yaitu Juli sampai September. Pada waktu tersebut akan menyebabkan naiknya massa air dingin dari lapisan bawah dan menyebabkan suhu permukaan akan menjadi lebih rendah pada bulan-bulan tersebut. Kecepatan angin maksimum terjadi pada musim timur dan karena angin berhubungan erat dengan arus, maka akan menyebabkan aliran massa air menuju selatan juga akan mengalami peningkatan. Pergerakan massa air ke selatan ini akan menyebabkan kekosongan dan akan digantikan oleh massa air lapisan bawah yang lebih dingin namum kaya nutrient (Sukresno dan Suniada, menyebabkan pada bulan Agustus suhu permukaan Laut Banda terlihat paling rendah jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Suhu rata-rata Laut Banda adalah 25,50C-29,50 C. Suhu terendah terjadi selama monson tenggara sebagai akibat dari peristiwa upwelling. Secara keseluruhan, Laut Banda mengalami suhu air yang lebih tinggi dan fluktuasi suhu kurang di Pasifik pada umumnya (Yan et al. 1992 dalam Terangi). Penetrasi cahaya di Laut Banda tinggi dan terjadinya fluktuasi musiman, sebagai akibat adanya perbedaan tingkat produksi primer dan sekunder (Tomascik et al. 1997).

Karena Indonesia dipengaruhi oleh ENSO, diasumsikan bahwa, pada skala waktu interannual, variabilitas warna laut di perairan Indonesia juga akan sangat dipengaruhi oleh ENSO. Kekuatan pendorong lain yang mungkin memiliki pengaruh pada warna laut yang telah terbukti mempengaruhi Laut Indonesia adalah IOD (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Feng dan Meyers 2003), Madden Julian Osilasi (MJO) (Madden dan Julian 1994), gelombang Kelvin dan Rossby dan pasang surut (Ffield dan Gordon 1996; Sprintall et al. 2000; Susanto et al. 2000). Adanya dorongan yang kuat dari laut dan atmosfer sehingga dapat mempengaruhi suhu permukaan laut, anomali tinggi permukaan laut dan angin, dengan demikian dapat diharapkan untuk mempengaruhi variabilitas warna laut dimana warna laut identik sebagai klorofil-a. Klorofil-a merupakan pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang berperan penting dalam proses fotosintesis di perairan (PreZelin 1981 dalam Sediadi dan Edward, 2000).

(20)

3 2003 meneliti tentang respon muson tenggara di Laut Banda; Sediadi (2004) melihat tentang efek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda dan sekitarnya; Sukresno dan Kasa (2008) mengkaji analisis dinamis dari Laut Banda yang berhubungan dengan El Nino, ARLINDO dan angin muson dengan menggunakan data satelit dan model numerik; Iskandar (2010) meneliti tentang pola musiman dan antar tahunan dari suhu permukaan laut di Laut Banda yang dinyatakan dalam bentuk peta.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas maka perlu lebih mengkaji mengenai variabilitas klorofil-a dan beberapa parameter oseanografi dimana klorofil-a merupakan indikator adanya fitoplankton pada suatu perairan. Kehadiran klorofil-a dipengaruhi oleh suhu dimana Laut Banda merupakan salah satu daerah terjadinya proses upwelling. Oleh karena itu sangat diperlukan untuk mengetahui bagaimana variabilitas beberapa parameter oseanografi dan khlorofil-a hubungkhlorofil-annykhlorofil-a dengkhlorofil-an ENSO dkhlorofil-an IOD di Lkhlorofil-aut Bkhlorofil-andkhlorofil-a dengkhlorofil-an menggunkhlorofil-akkhlorofil-an dkhlorofil-atkhlorofil-a time series 11 tahunan untuk dapat mengidentifikasi fenomena-fenomena yang terjadi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

a. Mengkaji variabilitas dari parameter TPL, SPL dan klorofil-a.

b. Menganalisa pengaruh Monsun, ENSO dan IOD hubungannya dengan variabilitas TPL, SPL dan klorofil-a.

c. Mencari internal forcing yang menyebabkan terjadinya variabilitas tersebut.

Kerangka Penelitian

Laut Banda merupakan salah satu daerah terjadinya upwelling tahunan pada musim timur dimana suhu permukaan laut sangat rendah karena terjadi kekosongan di lapisan atas permukaan air akibat adanya transport Ekman southeast winds dan pergerakan massa air ke Samudera Pasifik sehingga massa air yang berada di lapisan bawah terangkat ke atas dengan membawa zat-zat hara menyebabkan daerah di sekitar Laut Banda tersebut sangat subur. Hal ini yang menyebabkan suhu permukaan laut menjadi rendah. Jika suhu rendah maka juga akan berhubungan dengan fenomena ARLINDO, ENSO dan IOD, dimana jika pergerakan ARLINDO melemah maka akan mempercepat terjadinya El Nino sehingga didapati IOD menjadi positif (+) dan menyebabkan kekeringan, dan sebaliknya. Untuk itu perlu adanya suatu kajian untuk mengidentifikasi apakah proses terjadinya suhu rendah di Laut Banda juga menyebabkan terjadinya fenomena ENSO dan IOD di daerah tersebut pada saat terjadi upwelling.

Dengan demikian maka suhu sangat penting sebagai indikator terjadinya upwelling di Laut Banda dan juga dapat mempengaruhi terjadinya fenomena-fenomena alam di Laut Banda. Dari penjelasan di atas maka masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

(21)

4

Bagaimana ENSO dan IOD mempengaruhi variabilitas tinggi muka laut, suhu permukaan laut dan klorofil-a.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai variabilitas klorofil-a dan beberapa parameter oseanografi hubungannya dengan ENSO dan IOD di Laut Banda sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan atmosfer. Kekuatan angin sebanding dengan perbedaan tekanan udara pada suatu tempat tertentu (Hasse dan Dobson, 1986). Pariwono dan Manan (1990) menambahkan gerak angin ditentukan oleh faktor lainnya seperti pengaruh rotasi bumi dan gaya gesek (frictional process). Angin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim. Udara cenderung mengalir dari daerah-daerah yang bertekanan atmosfer tinggi ke tempat-tempat yang bertekanan atmosfer rendah sehingga akan menimbulkan arah angin yang berbeda-beda. Keadaan inilah yang mengakibatkan adanya sistem angin utama di dunia. Di samping itu adanya angin laut dan angin darat di daerah pantai merupakan suatu sifat khas (Hutabarat, 2001).

Angin merupakan faktor yang paling bervariasi dalarn membangkitkan arus. Sejak sistem angin dunia jumlahnya selalu tetap sepanjang tahun, maka arah arus dunia hanya mengalami variasi tahunan yang kecil. Tetapi di bagian Utara Lautan Hindia dan lautan di sekitar perairan Asia Tenggara, angin musim (monsoon) berubah secara musiman dan mempunyai pengaruh yang dramatis terhadap arah dari arus permukaan. Arus di perairan Asia Tenggara terjadi di musim barat (Desember-Pebruari) ataupun di musim timur (Juni-Agustus) dimana musim barat di tandai oleh adanya aliran air dari arah utara melalui Laut Cina bagian atas, Laut Jawa dan Laut Flores, sedangkan pada waktu musim timur hal ini terjadi kebalikannya yaitu arus mengalir dari arah Selatan (Wyrtki, 1960). Gambar 1 menunjukkan pola angin pada bulan Pebruari (Musim Barat) dan bulan Juli (Musim Timur) dimana polanya sama dengan hasil penelitian Wyrtki (Sprintall dan Liu, 2005)

(22)

5

Suhu Permukaan Laut

Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan Jumlah bahang yang terkandung dalam suatu benda. Suhu merupakan salah satu parameter fisik laut yang penting (Svedrup et al.1942). Hal ini disebabkan suhu secara langsung mempengaruhi proses fisiologi dan siklus reproduksi hewan. Suhu juga secara tidak langsung mempengaruhi daya larut oksigen yang bermanfaat untuk proses respirasi organisme laut. Suhu permukaan laut merupakan salah satu indikator utama keberadaan penyimpangan iklim. Penyimpangan iklim memerlukan pengukuran dan prediksi secara teratur dan benar. Nilai suhu permukaan laut menggambarkan proses interaksi antara lautan dan atmosfer.

Menurut hasil penelitian Sukresno dan Suniada (2007) bahwa suhu permukaan laut dari tahun 2004-2006 di Laut Banda selalu menurun pada bulan Mei dan mencapai titik terendah pada bulan Agustus setelah itu suhu permukaan laut akan meningkat dan mencapai maksimum pada bulan Desember. Hal ini dapat dipahami karena laut disekitar Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh angin

(23)

6

musim (monsoon). Akibat perubahan angin monson, maka kondisi perairan juga akan mengalami perubahan (Gambar 2).

Variabilitas suhu permukaan laut terkait dengan perubahan kedalaman

termoklin, yang bervariasi dengan musim hujan dan ENSO (Bray et al. 1996; Ffield et al. 2000). Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.80C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal.

Kisaran suhu di daerah daratan yang pernah dimonitor adalah yang paling rendah - 68°C di Siberia pada tahun 1982 dan yang paling tinggi 58°C di Libya pada tahun 1922. Daerah tropis suhu air laut di perairan terbuka berkisar antara 25-280C, sedang di daerah perairan dangkal berkisar antara 28-300C dan suhu ini terus akan meningkat di daerah yang semi atau tertutup (Hutabarat, 2001). Hautala et al. 2001 mengatakan bahwa divergen dengan termohalin Laut Banda mempunyai efek penting dalam stratifikasi termohaline dan suhu panas yang sangat tinggi di lautan. Laut Banda disebut sebagai “kapasitor” dalam mengontrol transport massa air ke Samudera Hindia karena Laut Banda berperan sebagai zona divergen di lapisan permukaan laut melalui mekanisme Ekman pumping yang mempengaruhi variabilitas lapisan (Gordon dan Susanto, 2001).

Klorofil-a

Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan (Mann dan Lazier, 1991). Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari suatu perairan. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrologi perairan (suhu, salinitas, nitrat dan fosfat) (Afdal et al. 2004).

(24)

7 Klorofil-a fitoplankton adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peran penting di dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan (Prezelin, 1981). Semua sel yang berfotosintesis mengandung satu atau beberapa pigmen klorofil (hijau coklat, merah atau lembayung). Adanya variasi warna

disamping itu juga pada klorofil terdapat pigmen tambahan seperti karotenoida dengan warna kuning, merah atau lembayung dan fikobilin dengan warna merah dan biru. Klorofil merupakan pigmen yang spesifik, dan dapat diekstraksi dari daun dengan alkohol atau aseton dan diisolasi dengan cara kromatografi. Pada tumbuhan tingkat tinggi, terdapat dua jenis klorofil yaitu klorofil- a dan klorofil b, keduanya berbeda pada struktur (Sediadi dan Edward, 2000).

Menurut hasil penelitian Afdal et al. 2004 di Selat Makassar menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 - 50 m, suhu, salinitas, fosfat dan nitrat tidak terlalu mempengaruhi kandungan klorofil-a. Sedangkan pada kedalaman 100 m; nitrat, fosfat dan salinitas mempengaruhi kandungan klorofil-a. Secara umum kandungan klorofil-a maksimum ditemukan pada lapisan permukaan.

Sebaran dan tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan kondisi hidrologis perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, salinitas dan nutrien (terutama nitrat dan fosfat). Tisch et al. (1992) mengatakan perubahan kondisi suatu massa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat massa air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan kandungan nutrien. Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Perairan yang subur dan mempunyai produktivitas yang tinggi tentunya akan memberikan daya dukung lingkungan yang positif bagi kehidupan biota laut.

(25)

8

Di Laut Banda sesuai dengan Gambar 3 menunjukkan bahwa pola rata-rata bulanan dari klorofil-a menunjukkan peningkatan pada bulan Mei dan mencapai maksimum pada bulan Agustus (Sukresno dan Suniada, 2007).

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Istilah ENSO digunakan untuk menyatakan adanya suatu fenomena interaksi antara lautan dan atmosfer, dengan El Nino dinyatakan sebagai fenomena lautan dan Southern Oscillation sebagai fenomena atmosfer. ENSO adalah perbedaan fase tekanan udara permukaan laut yang berskala global antara Indonesia dengan Samudera Pasifik Tenggara (Quin et al. 1978). Fenomena ENSO merupakan hasil fluktuasi antar-tahunan sistem laut-atmosfer di Samudera pasifik (Wells, 1986).

Selama La nina (Gambar 4a), angin trade bertiup secara terus-menerus sehingga menyebabkan lapisan termoklin memiliki kemiringan yang sangat jelas ke arah barat, dimana pada bagian timur dari khatulistiwa Pasifik menjadi dingin, sedangkan pada bagian barat menjadi hangat dimana udara menjadi lembab dan naik ke atmosfer. Udara berhenti di timur, wilayah yang curah hujannya sedikit, kecuali lemah di bagian selatan-utara dan terjadi konvergen di utara-timur. Selama El Nino (Gambar 4b), angin trades berada sepanjang khatulistiwa, seperti halnya kemiringan termoklin ketika permukaan air hangat mengalir ke arah timur.

Gambar 4. Skema kondisi La Nina (a) dan El Nino (b) (Philander, 2001)

a.Kondisi La Nina

(26)

9 Perubahan suhu permukaan dikaitkan dengan pergeseran ke arah timur dari wilayah dengan hujan lebat (Philander, 2001).

Fenomena El Nino memiliki siklus yang tidak teratur dengan periode antara 2 sampai 7 tahun (Quinn et al.1978). Pada perkembangannya terdapat pula fase yang berlawanan dari El Nino, yaitu La Nina. Pada saat berlangsungnya La Nina, Angin Pasat di Samudera Pasifik bertiup dengan kuat. Pada perkembangannya El Nino berkaitan erat dengan Osilasi Selatan (Southern Oscillation) sehingga fenomena ini disebut ENSO. Perbedaan fase tekanan udara permukaan laut yang berskala global antara Perairan Indonesia dan Pasifik Tenggara yang disertai penyimpangan peredaran dan curah hujan disebut Osilasi Selatan (Philander, 1990). Menurut Quin et al. 1978 bahwa untuk memperoleh nilai indeks ini maka nilai tekanan paras laut di Tahiti dikurangi dengan tekanan paras laut di Darwin kemudian dinormalkan dengan perbedaan standar deviasi.

Banyak penelitian telah menunjukkan pengaruh muson India pada sirkulasi tropis (Normand 1953; Troup 1965; Yasunari 1990; Yasunari dan Seki, 1992) atau; sebaliknya, dampak ENSO pada monsun (Walker dan Bliss, 1937; Shukla dan Paolino, 1983; Joseph et al. 1994). Kebalikan peristiwa La Nina (dingin), yang kadang-kadang diikuti peristiwa hangat, menghasilkan pergeseran anomali suhu permukaan laut hangat ke barat dan konveksi (Rasmusson dan Carpenter, 1982).

Kekuatan monsun dan terjadinya peristiwa ENSO hangat atau dingin tergantung pada lokasi dan besarnya suhu permukaan laut di Pasifik barat dan konveksi tropis (Soman dan Slingo, 1997). Muson kuat (hujan lebat, tekanan rendah permukaan laut, angin timur yang kuat) cenderung untuk menghambat peristiwa hangat dan mendukung peristiwa dingin (Yasunari, 1990). Sebaliknya, peristiwa ENSO hangat (penurunan konveksi dan SPL tinggi di barat Pasifik, easterlies/angin timur lemah) cenderung untuk menekan monsoon (Webster, 1995). ENSO-Monsoon saling berinteraksi pada dua arah, sehingga sulit untuk menggunakan satu untuk meramalkan yang lain. Tentang salah satu yang juga rumit oleh interaksi ENSO-monsoon itu sendiri, yang terjadi pada skala waktu intra-seasonal melalui Madden-Julian oscillation, waktu terjadinya muson, periode modulasi muson aktif/istirahat, dan angin westerly Pasifik Barat meledak (review Webster et al. 1998).

(27)

10

Indian Ocean Dipole (IOD).

Fenomena IOD telah dicatat sebagai manifestasi penting lainnya dari interaksi tropis udara-laut (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Behera et al. 1999; Vinayachandran et al. 1999; Murtugudde et al. 2000; Rao et al. 2002; Vinayachandran et al. 2002). Juga ternyata bahwa dampak IOD tidak terbatas ke Samudera India khatulistiwa, juga pengaruh dari Southern Oscillation (Behera dan Yamagata, 2002), curah hujan monsun panas Indian dan bahkan kondisi iklim musim panas di Asia (Ashok et al. 2001; Saji dan Yamagata, 2002). Sifat IOD kuat sebagai fenomena laut-atmosfir ditambah simulasi yang berhasil menggunakan resolusi tinggi ditambah GCMs yang juga menyelesaikan ENSO di Pasifik (Iizuka et al. 2000; Cai et al. 2002). Seperti dicatat oleh penelitian sebelumnya menggunakan analisis EOF, anomali suhu permukaan laut seluruh cekungan yang disebabkan oleh munculnya ENSO secara statistik sebagai modus interannual paling dominan di Samudera Hindia (Cadet, 1985; Klien et al. 1999; Wallace et al. 1998; Venzke et al. 2000). Struktur zona dipole mode muncul sebagai modus kedua. Namun, dipole mode yang muncul sebagai sinyal dominan dalam beberapa tahun. Sebagai contoh, adalah kasus selama bulan Mei sampai November 1994. Behera et al. (1999) menunjukkan bahwa dipole mode dalam anomali OLR juga overley suhu permukaan laut dipole. Berbeda dengan peristiwa 1994 di mana dipole yang menonjol hanya di Samudera Hindia. Fenomena yang sama pada tahun 1997 bersamaan dengan pola dipole yang lain di pasifik karena simultan terjadinya disebut peristiwa El Nino.

Fenomena IOD tidak terbatas hanya untuk kedua peristiwa ini. Menurut data gisst, anomali suhu permukaan laut menunjukkan polaritas berlawanan di Samudera Hindia Timur dan Barat selama 178 bulan dimana totalnya 504 bulan dari tahun 1958 hingga 1999. Dalam menanggapi anomali angin, permukaan laut tertekan (mengangkat) di Samudera Hindia Timur (Barat) selama peristiwa dipole positif (negatif). Yang menarik, salah satu kutub anomali permukaan laut mendapatkan dipole mode sangat baik sebagai dipole adalah dominan modus variabilitas dalam lapisan bawah permukaan (Rao et al. 2002). Oleh karena itu, kita cenderung untuk menyimpulkan bahwa peristiwa IOD terjadi sebagai bagian dari peristiwa ENSO (Allan et al. 2001; Baquero-Bernal dan Latif, 2002). Sirkulasi Walker di diagnosis dari zona perumusan fluksi seperti yang digambarkan oleh Newell et al (1974) dan Bergman dan Hendon (2000). IOD Positif (negatif) ini dianggap murni sebagai peristiwa ketika itu tidak disertai secara bersamaan oleh El Nino (La Nina). Fenomena ini adalah karena gangguan sinyal di Pasifik Barat selama fase dewasa El Nino melalui wilayah Indonesia dan penyebaran massa air selanjutnya sepanjang pantai Australia oleh gelombang pantai Kelvin. Hal ini dibahas oleh Clarke dan Liu (1994) secara teoritis dan dikonfirmasi oleh Meyers (1996) menggunakan data XBT; disebut sebagai efek Clarke-Meyers.

(28)

11 mengungkapkan pengaruh invers indeks Osilasi Selatan. Ditemukan bahwa DMI memiliki puncak koefisien korelasi 0.4 dengan indeks tekanan Darwin dalam satu bulan. Ketika index Darwin mengarah 3 bulan, koefisien korelasi (0.2) turun di bawah tingkat signifikan. Indeks tekanan dari kawasan Pasifik tengah-barat menunjukkan korelasi puncak tentang 0.3 ketika DMI merupakan indeks Pasifik tengah-barat dengan 4-5 bulan. Ini menunjukkan bahwa beberapa peristiwa IOD mendahului beberapa peristiwa ENSO. Ada tiga peristiwa ENSO yang hangat (dalam tahun 1972, 1982, 1997) yang berhubungan dengan peristiwa IOD positif (dalam tahun 1961, 1967 and 1994). Sebaliknya, tiga dari peristiwa IOD yang positif tidak disertai oleh peristiwa ENSO hangat. Hal ini menunjukkan kemungkinan fenomena Pasifik yang dipengaruhi oleh fenomena yang berasal di Samudera Hindia.

Pengaruh IOD tidak hanya terbatas pada wilayah tropis, tetapi mencapai jauh ke seluruh dunia (Saji dan Yamagata, 2002). Dalam beberapa artikel Saji dan Yamagata (2002), menggunakan analisis korelasi parsial, telah menunjukkan bahwa peningkatan hujan Afrika Timur didominasi oleh IOD positif daripada El Nino. Menariknya, IOD positif dan kejadian ENSO hangat memiliki pengaruh yang berlawanan di bagian timur termasuk di Jepang dan Korea. Peristiwa IOD positif (negatif) menyebabkan musim hangat dan kering (dingin dan basah) karena peningkatan menurunnya troposfer. Ini jelas tercatat selama peristiwa IOD pada tahun 1961, 1967, 1994, dibandingkan dengan terjadinya simultan IOD positif dan El Nino pada tahun 1997. Curah hujan musim panas India monsoon (ISMR) ditingkatkan (berkurang) selama peristiwa IOD positif (negatif). Melemahnya hubungan ENSO-ISMR ini dapat ditafsirkan dalam hal sering terjadinya IOD positif dalam dekade ini (Ashok et al. 2001). Di belahan bumi selatan, IOD yang berdampak besar di barat daya Australia dan Brasil karena propagasi gelombang planet di belahan bumi pada musim dingin, peristiwa IOD (negatif) positif menyebabkan kondisi hangat dan kering (dingin dan basah). Mekanisme hubungan global memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Hal ini karena kurang adanya penjelasan posisi yang lebih rendah dalam statistik. Sebenarnya, sinyal IOD di Samudera Hindia jelas terlihat bahkan dalam data mentah suhu permukaan laut di tahun 1961, 1967, 1972, 1982, 1994, 1997 (Meyers, 1996; Saji et al. 1999, Behera et al. 1999). Ini juga menegaskan keberadaan fisik IOD dengan cara yang paling sederhana meskipun analisis statistik yang baru-baru ini oleh beberapa penulis (Baquero-Bernal dan Latif, 2002; Allan et al., 2001) menyatakan bahwa IOD adalah hasil dari statistik.

(29)

12

signifikan pada tahun 1961, 1967 dan 1994 bertepatan dengan tidak ada ENSO, La Nina dan lemah El Nino. Ada tahun di mana peristiwa dipole mode bertepatan dengan peristiwa ENSO yang kuat seperti pada tahun 1972 atau 1997. Selama peristiwa dipole mode, bidang permukaan angin di Samudera India tropis mengalami perubahan besar, terutama di komponen zonal (Timur-Barat) lebih dari khatulistiwa. Perubahan maksimum angin zonal terjadi di atas khatulistiwa tengah dan timur Samudera Hindia. Dipole mode sangat tergantung pada keadaan sistem yang dibentuk oleh sirkulasi monsoonal, diperkirakan bahwa variabilitas monsun akan secara signifikan mempengaruhi mode ini (Saji et al. 1999).

Selama peristiwa IOD di Samudera Hindia yang khas melemah dan pembalikan angin di Samudera Hindia Khatulistiwa Tengah menyebabkan hangatnya suhu permukaan laut di Samudera Hindia Barat. Menurut Prasad et al. (2004) bahwa laporan hasil analisis model dan pengamatan untuk periode 1999-1990, menampilkan anomali pemanasan yang terjadi selama 1997-1998 dan peristiwa IOD tahun 1994-1995 di Samudera Hindia Barat. Peristiwa IOD (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999) diyakini menjadi kunci untuk memahami mekanisme untuk perubahan iklim di Samudera Hindia tropis. Peristiwa IOD dicirikan oleh anomali rendah suhu permukaan laut di Samudera Hindia khatulistiwa Tenggara dan anomali suhu permukaan laut di Samudera Hindia Barat terkait dengan angin dan anomali curah hujan. Ini mengakibatkan pembalikan gradien iklim normal suhu permukaan laut di Samudera Hindia, dengan suhu permukaan laut yang meningkat dari timur ke barat dan bukan dari barat ke timur [Saji et al.1999; Webster et al. 1999; Chambers et al. 1999; Yu dan Rienecker, 1999, 2000; Vinayachandran et al. 1999,2002; Murtugudde et al. 2000; Rao et al. 2002].

(30)

13

3

METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2012 - Juni 2012 berlokasi di Laut Banda dengan posisi antara 3.5o LS – 7.5o LS dan 124o BT – 133o BT (Gambar 5).

Penelitian ini terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap pertama studi literatur, tahap kedua pengumpulan data dan tahap ketiga pengolahan data serta tahap keempat yaitu penyusunan Laporan Tesis. Pengolahan data ini dilakukan di Laboratorium Pemrosesan Data, Bagian Oseanografi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan berupa datadata selama 11 tahun dari tahun 2002 -2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 5 Lokasi Penelitian di Laut Banda

Tabel 1 Sumber data dari parameter yang digunakan dalam penelitian

No Data Sumber Data Coverage Waktu

(31)

14

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Software Matlab 2010

Data anomali TPL diperoleh dari tahun 2002-2012 dengan resolusi 0,25 deg yang diperoleh dari situs http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ oceanwatch.php, dimana data tersebut merupakan data mingguan dan disajikan dalam format NetCDF.

Suhu Permukaan Laut

Data SPL diperoleh dari Juli 2002 – Desember 2012 dengan spasial grid data 0,05 derajat bujur x 0,05 derajat lintang, geografis. Data ini adalah data citra penginderaan jauh dengan sensor MODIS dan dikelola oleh NOAA Coast Watch

Program NASA’s, Goddad Space Flight Center dan Ocean Color Web. Data tersebut merupakan data mingguan dan disajikan dalam format NetCDF.

Klorofil-a

Data Chlorofil-a diperoleh dari citra satelit penginderaan jauh dengan sensor MODIS dimana data ini dikelola oleh NOAA Coast Watch Program NASA’s, Goddad Space Flight Center dan Ocean Color Web. Data Spasial grid 0.05 derajat bujur x 0.05 derajat lintang, geografis. Data tersebut merupakan data mingguan bulan Juli 2002 - Desember 2012 yang diperoleh dari situs http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ocean watch.php dan data ini disajikan dalam format NetCDF.

Angin

Data angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF, 2010) level 3 yang digunakan adalah data angin mingguan tahun 2002-2012 dengan resolusi spasial 1.5o x 1.5o. Data ini merupakan data kecepatan angin 10 meter di atas permukaan terdiri dari nilai-nilai grid berdasarkan garis lintang dan garis bujur dari komponen kecepatan angin zonal dan meridional (u dan v). Data tersedia dalam format NetCDF.

Prosedur Analisis Data

(32)

15 akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak untuk melihat sebaran permukaan bulanan, sebaran berdasarkan waktu (diagram Hovmoller), plot rataan bulanan dan nilai time series. Selanjutnya nilai times series dari parameter-parameter tersebut di atas akan diolah dengan metode wavelet dan menggunakan perangkat lunak Matlab versi 2010.

Analisis Wavelet

Transformasi wavelet merupakan pengembangan dari transformasi fourier. Analisis wavelet menurut Torrence dan Compo (1998) merupakan upaya mendekomposisi deret waktu ke dalam ruang waktu-frekuensi secara simultan. Metode ini mengkalkulasikan energi spektrum dari deret waktu. Analisis wavelet yang digunakan adalah morlet mother. Kelebihan dari analisis wavelet yaitu dapat mendeteksi fluktuasi-fluktuasi periodik yang bersifat transient serta dapat menggambarkan proses dinamik nonlinear komplek yang diperlihatkan oleh interaksi gangguan dalam skala ruang dan waktu. Analisis wavelet yang dilakukan berupa Continous Wavelet Transform (CWT) dan Cross Wavelet Transform (XWT). Sub program analisis wavelet dalam bahasa MATLAB dapat diunduh di alamat http://www.pol.ac.uk/home/research/waveletcoherence/download/wtc-r16.zip.

Selanjutnya baris-baris program analisis wavelet untuk CWT dan XWT yang sudah dimodifikasi sesuai data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Continous Wavelet Transform

Menurut Grinsted et al. (2004) wavelet adalah sebuah fungsi dengan rerata nol (0) dan mempunyai alokasi dalam frekuensi dan waktu. Wavelet dapat dikarakterisasi oleh bagaimana alokasinya dalam waktu (Δt) dan frekuensi (Δω atau panjang gelombang). Wavelet morlet dirumuskan sebagai berikut:

� =�− /��� �� � ...(9) dimana :

0 : frekuensi yang tidak memiliki dimensi η : waktu yang tidak memiliki dimensi

CWT menggunakan wavelet sebagai band pass filter terhadap deret waktu. Wavelet dipanjangkan dalam waktu dengan memvariasikan skalanya (s), sehingga

η= s.t, dan menormalisasinya sehingga mempunyai unit energi. CWT sebuah deret waktu (xn,n = 1,…….,N) dengan selang waktu yang sama δt, didefinisikan sebagai bilangan kompleks dari xndengan skala dan wavelet yang telah dinormalisasi, yang dirumuskan sebagai berikut (Torrence dan Compo, 1998):

|� | = �−′= ∗[

(33)

16

karena itu diperkenalkanlah Con of Influence (COI) karena error ini tidak dapat diabaikan. COI didefinisikan sebagai area dimana kekuatan wavelet disebabkan oleh diskontinuitas pada batas terluar yang mempunyai nilai lebih kecil e-2nilai batas terluar (Grinsted et al. 2004).

Cross Wavelet Transform

XWT digunakan untuk menganalisa kovarian dari dua deret waktu X n dan Y

n, yang didefinisikan sebagai berikut (Torrence dan Compo, 1998) :

� , =� , � ∗(s,t)………..(11)

dimana * menandakan complex conjugation. Spektrum daya wavelet silang lebih lanjut didefinisikan sebagai |Wxy|. Argumen kompleks arg (Wxy) dapat diinterpretasikan sebagai fase relatif lokal antara Xn dan Yn dalam ruang frekuensi waktu (Grinsted et al. 2004). Hubungan fase relatif ditunjukkan dengan arah panah dimana panah ke arah kanan berarti sefase (inphase), panah ke arah kiri berarti anti fase (anti-phase), panah 90º ke arah bawah berarti X mendahului Y dan panah 90º ke arah atas berarti Y mendahului X.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus Musiman Parameter Oseanografi

Variabilitas Tinggi Muka Laut

TPL bulanan rata-rata dari tahun 2002-2012 ditampilkan pada Gambar 6 – 7. Secara umum bahwa pada musim timur (Juni-Agustus) dan musim peralihan II (September-November) menunjukkan gambar yang berwarna hijau muda yang artinya bernilai negatif/nilai rendah. Pada musim barat (Desember-Februari) dan musim peralihan I (Maret-Mei) menunjukkan gambar yang berwarna merah yang artinya bernilai positif/nilai tertinggi.

TPL mulai meningkat dari bulan Desember-Maret dengan nilainya berkisar antara 0.083-0.1498 m dan mencapai puncaknya pada bulan Maret (musim peralihan I) dengan nilai sebesar 0.1498 m kemudian TPL mulai menurun pada musim timur dimana pada bulan Juni-Agustus dengan nilainya yang berkisar antara 0.0489 - (-0.02) m dan TPL minimum pada bulan Agustus dengan nilainya sebesar -0.02 m. TPL pada bulan September dan Oktober mulai meningkat

berkisar antara nilai -0.007-0.020 m. Pola sebaran TPL merata sepanjang tahun dari bulan Desember-Mei

kemudian pola sebarannya mulai berubah dari bulan Juni-November dimana pada musim barat TPL mencapai maksimum dan pada musim timur minimum.

(34)

17

Gambar 6 TPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012

(35)

18

Disamping itu, juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi perairan Indonesia menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (ARLINDO) [Wyrtki, 1961]. Menurut Wyrtki (1961) bahwa sirkulasi massa air perairan Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur. Dimana pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menuju perairan lndonesia bagian barat.

Siklus tahunan TPL pada Gambar 8 menunjukkan bahwa grafik TPL mulai meningkat dari bulan Januari, Pebruari dan mencapai puncak maksimum pada bulan Maret. Kemudian mulai menurun dari bulan Maret-Agustus dengan titik terendah terjadi pada bulan Agustus, selanjutnya mulai meningkat sampai pada bulan Desember. Sehingga kita dapat ketahui bahwa pada musim barat terjadi penumpukan massa air dan pada musim timur terjadi pengurangan massa air.

Sesuai dengan pendapat Wyrki (1961) maka pada musim barat akan terjadi penumpukan massa air di Laut Banda sehingga terlihat bahwa TPL di Laut Banda

pada musim barat sangat tinggi. Pendapat ini dikuatkan juga oleh Ilahude et al. 1990; Wetsyen et al. 1990; Zijlstra, 1990 bahwa pada musim barat, banyak massa air yang diangkut Armondo dari Laut Jawa ke Laut Banda sehingga terjadi surplus disini dan untuk menimbali surplus tersebut sehingga terjadilah penyasapan (downwelling) air di Laut Banda yang diikuti oleh arus ke Laut Banda.

Sebaliknya pada musim timur, Armondo banyak mengangkut air ke Laut Jawa dari Laut Banda dan sekitarnya sehingga terjadilah defisit massa air di Laut Banda dan untuk menimbali defisit tersebut taiklah (upwelling) massa air dari lapisan-lapisan bawah ke lapisan atas.

Selama monsun barat laut, dari Desember hingga Pebruari, air permukaan dari Laut Jawa dan Selat Makassar didorong dari Laut Flores ke Laut Banda. Sebaliknya selama monsoon tenggara, dari Juni sampai Agustus, air permukaan didorong dari Laut Banda ke dalam Flores, Jawa, dan Laut China Selatan (Gordon et al. 1994).

(36)

19 Suhu Permukaan Laut

Pada Gambar 9-10 menunjukkan bahwa SPL secara bulanan dari tahun 2002-2012, pada musim barat (Desember-Pebruari) menunjukkan warna hijau sampai kuning dengan suhu hangat yang berkisar antara 29.59oC-30.68oC dan suhu tertinggi ditemukan pada bulan Desember dengan nilai sebesar 30.68oC. Kemudian pada musim peralihan I (Maret-Mei) suhu mulai menurun berkisar antara 28.22oC-30.06oC.

SPL mengalami penurunan yang sangat drastis pada musim timur (Juni-Agustus) menunjukkan warna biru sampai ungu dengan nilai berkisar antara 26.67oC-28oC dan nilai suhu yang terendah ditemukan pada bulan Agustus dengan nilai sebesar 26.67oC. Kemudian suhu mulai naik pada musim peralihan II (September-November) berkisar antara 27.36oC-30.31oC.

Pola sebaran SPL juga merata sepanjang tahun dari bulan November-April dan kemudian berubah pola sebarannya dari bulan Mei-September. Pola sebaran SPL yang tinggi bergerak menuju ke timur sedangkan pola sebaran SPL yang terendah terlihat bergerak menuju ke barat. Di Laut Banda ditemukan suhu rendah pada musim timur (bulan Agustus) dengan nilai 26.67oC dan suhu tinggi pada Pergantian musim mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi

hidrologi perairan. Dikatakan pula bahwa Musim Timur menyebabkan terjadinya upwelling di Laut Banda dan stabilitas vertikal pada kolom perairan menjadi rendah. Namun pada Musim Barat terjadi downwelling dengan stabilitas vertikal kolom perairan menjadi tinggi (Schalk, 1987).

SPL di Indonesia umumnya berkisar 28-32oC. Lokasi dimana terjadi penaikan air (upwelling), seperti di Laut Banda dan di selatan Jawa pada Musim Timur, suhu permukaan bisa turun hingga menjadi 24-25oC. Hal ini disebabkan karena air yang dingin di lapisan bawah terangkat naik ke atas. Selanjutnya dikatakan bahwa pada bulan Agustus di saat terjadinya upwelling, suhu permukaan perairan berkisar pada 25oC, sedangkan pada bulan Pebruari di saat terjadinya downwelling, suhu permukaan perairan lebih dari 25oC dan umumnya perairan lebih berstratifikasi di bagian barat Laut Banda.

Suhu permukaan Indonesia umumnya berkisar antara 25-30oC dan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya kedalaman hingga 80 db, sedangkan salinitas permukaan laut berkisar antara 31,2-34,5 ‰ (Tomascik et al. 1997a).

Pada Musim Barat, air yang lebih dingin dari utara menyusup ke Laut Cina Selatan yang membuat perairan disini menjadi lebih dingin, sekitar 26-27oC (Nontji, 2011). Ilahude dan Gordon (1996) mengatakan bahwa suhu permukaan bagian sentral Laut Banda pada musim timur berkisar antara 25,7-26,1 oC dengan salinitas 34,1-34,4 ‰ sedangkan musim barat suhu berkisar antara 29,6-30,3 oC

(37)

20

Gambar 9 SPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari,

Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012

(38)

21 Dari Gambar 11 menunjukkan bahwa suhu terendah terjadi pada bulan Agustus saat musim timur dan suhu tertinggi pada bulan Desember saat musim barat. Suhu terendah terjadi pada musim timur karena adanya upwelling dimana zat-zat hara dari bawah laut dengan air yang dingin terangkat ke atas permukaan sehingga daerah permukaan menjadi dingin. Pada musim barat suhu menjadi tinggi karena adanya massa air hangat dari Laut Jawa yang dibawa menuju bagian timur sehingga terjadi penumpukan air hangat di Laut Banda dan terus ke Laut Arafura.

Klorofil-a

Pada Gambar 12–13 menunjukkan bahwa klorofil-a secara bulanan dari tahun 2002-2012 pada musim barat (Desember–Pebruari) dan musim peralihan I (Maret-April) menunjukkan nilai kandungan klorofil-a yang rendah dengan indikasinya berwarna ungu. Nilai kandungan klorofil-a pada musim barat berkisar antara 0.125-0.145 mg/m3 dan nilai kandungan klorofil-a pada musim peralihan I berkisar antara 0.125-0.146 mg/m3.Kandungan klorofil-a mulai meningkat pada musim timur (Juni-Agustus) yang menunjukkan warna biru muda sampai merah tua dan mulai menurun pada musim peralihan II (September-Nopember).

Nilai kandungan klorofil-a pada musim timur berkisar antara 0.285-0.458 mg/m3 dan nilai kandungan klorofil-a pada musim peralihan II berkisar antara 0.134-0.372 mg/m3. Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi terjadi pada musim timur yaitu pada bulan Agustus dengan nilai 0.458 mg/m3 dan terendah pada musim barat yaitu pada bulan Desember dengan nilai 0.125 mg/m3.

(39)

22

Gambar 12 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012

(40)

23 Nilai kandungan klorofil-a tertinggi pada musim timur disebabkan karena angin tenggara pada musim timur (Juli-Agustus) mendorong banyak massa air dari Laut Banda dan sekitarnya ke barat lewat Laut Flores dan masuk ke Laut peranan pemompaan Ekman untuk memperkaya lapisan permukaan dengan zat hara. Juga sesuai penelitian Gieskes et al. (1988) bahwa kosentrasi klorofil-a pada bulan Agustus 1984 diatas zona euphotik lima (5) kali lebih tinggi dari bulan Pebruari 1985. Kosentrasi klorofil-a meningkat dengan nilai kosentrasi yang mencapai 5-15 kali lebih tinggi pada musim upwelling (Juli-Agustus) sehingga meningkatkan produktivitas perairan di Laut Banda (Wiadnyana, 1999).

Sesuai Gambar 14 bahwa daerah pantai di sekitar Pulau Ambon, Pulau Saparua dan Pulau Kei kandungan klorofil-a nya sangat tinggi. Hasil penelitian dari Yusuf dan Wouthuyzen (1997) bahwa kelimpahan fitoplankton di perairan Laut Banda relatif padat menyebar di sebelah selatan P. Manipa, P. Ambon dan P. Lease dan semakin meningkat di sekitar Teluk Elpaputih, sebelah timur P.Saparua dan di sekitar P.Saparua. Ini berarti bahwa ada kesamaan dari hasil penelitian ini dimana kelimpahan fitoplankton disebabkan karena adanya klorofil-a yang tinggi di sekitar perairan pantai tersebut.

Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Produksi di perairan pantai umumnya lebih besar dari pada di perairan lepas pantai. Produksi yang tinggi umumnya mendapatkan masukan zat hara dari sungai-sungai besar di daratan. Di perairan lepas pantai produksi juga dapat meningkat karena adanya upwelling (Nontji, 2011).

Divergen pada lapisan permukaan di Laut Banda dapat mencapai 4 Sv, dan akan mempengaruhi bentuk dari transport air permukaan yang berhubungan dengan ITF (Gordon dan Susanto, 2001). Menurut Wyrtki (1985) bahwa ada hubungan antara Ekman pumping di Laut Banda dan lapisan permukaan yang menuju ke Samudera Hindia.

Besarnya air permukaan yang keluar akan terjadi selama periode upwelling monsoon tenggara (lapisan permukaan divergen) dan akan berkurang eksportnya ketika Laut Banda mengalami transport Ekman penyebab downwelling (konvergen) terjadi pada monsoon barat laut. Permukaan air Laut Banda menuju ke timur masuk ke Halmahera dan Laut Maluku atau menuju ke barat masuk ke Laut Jawa dan selat Makassar (Wyrtki, 1958, 1961).

(41)

24

Pada musim barat (Desember-Februari) kandungan klorofil-a rendah karena angin dan arus di Laut Jawa berhembus dari barat menuju ke timur sehingga massa air dari Laut Cina Selatan dengan suhu lebih rendah mengisi Laut Jawa (Wyrtki 1961). Massa air pada musim barat dari Laut Jawa bersuhu hangat menuju ke Laut Banda sehingga menyebabkan SPL menjadi tinggi maka kandungan klorofil-a menjadi rendah karena rendahnya zat hara di daerah tersebut. Menurut Waworunto et al. (2000) bahwa stratifikasi dan komposisi massa air di Laut Banda dipengaruhi oleh divergen Banda.

Dari Gambar 14 terlihat bahwa adanya fluktuasi klorofil-a di Laut Banda dimana terjadi 3 puncak dan 3 lembah. Puncak tertinggi terjadi pada musim timur (Agustus) kemudian pada musim peralihan I (Maret) dan musim barat (Januari). Titik terendah dari klorofil-a terjadi pada musim peralihan I (April) dan musim barat (Pebruari dan Desember). Klorofil-a mulai meningkat pada bulan Mei dan mencapai puncak tertinggi pada bulan Agustus kemudian akan menurun pada bulan September sehingga dapat dikatakan bahwa klorofil-a tinggi terjadi pada bulan Agustus dimana sesuai dengan penelitian Wyrtki (1962) dan Edward dan Tarigan (2001) menyatakan bahwa Upwelling di Laut Banda terjadi

pada bulan Juni-Agustus dan puncaknya pada bulan Agustus. Juga menurut Hendiarti et al. (2005) bahwa selama musim timur, suhu permukaan laut akan menurun dan naiknya kandungan klorofil disebabkan oleh adanya Ekman upwelling. Gordon dan Susanto (2001) menyatakan bahwa di Laut Banda, Ekman upwelling mencapai maksimum pada bulan Mei dan Juni.

(42)

25 Angin

Pola sirkulasi angin permukaan di atas perairan Laut Banda rata-rata bulan Januari-Desember dari tahun 2002-2012 ditunjukkan pada Gambar 15-16. Terlihat bahwa pola sirkulasi angin zonal pada bulan Januari dengan kecepatan 5.32 m/det dan angin meridional dengan kecepatan -1.02 m/det dengan posisi 3.5oLS-4.8oLS bergerak dari bagian barat daya ke tenggara. Pada posisi 4.9oLS -7.5oLS pola sirkulasi angin bergerak dari bagian barat ke timur setelah itu pola angin akan berubah menuju ke arah tenggara pada posisi 130oBT-135oBT dengan pola angin yang sama kuatnya.

Pada bulan Pebruari pola sirkulasi angin zonal dengan kecepatan 4.90 m/det lebih kuat dari bulan Januari. Angin meridional dengan kecepatan -1.34 m/det mempunyai pola sirkulasi yang sama dimana pada posisi 3.5oLS-5.3oLS pola sirkulasi angin bergerak dari barat laut ke tenggara dan pada posisi 5.4oLS-7.5oLS pola sirkulasi angin bergerak dari barat ke timur. Pada posisi 130oBT-135oBT maka pola angin akan berubah ke arah tenggara.

Pada bulan Maret pola sirkulasi angin zonal dengan kecepatan 3.50 m/det lebih lemah dari bulan Januari-Pebruari. Angin meridional dengan kecepatan -0.32 m/det mengalami perubahan yang besar dimana arahnya searah jarum jam dan bergerak dari tenggara ke barat laut pada posisi 5.5oLS-7.5oLS. Pada posisi 3.5oLS-4.9oLS sampai 125oBT pola sirkulasi angin akan bergerak ke utara setelah itu pada posisi 127oBT pola angin akan bergerak ke arah timur laut. Pada bulan April-Oktober mempunyai pola sirkulasi angin yang sama arahnya bergerak dari arah tenggara ke barat laut dengan kecepatan angin yang berbeda-beda dimana nilainya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pola sirkulasi angin zonal pada bulan Nopember dengan kecepatan -0.59 m/det dan angin meridional dengan kecepatan 1.63 m/det. Pola sirkulasinya mulai berubah arah dimana bergerak dari barat ke arah timur laut. Arah angin akan kembali berubah arahnya dari barat ke timur terjadi pada bulan Desember dimana pola sirkulasinya sama dengan pola sirkulasi angin permukaan pada bulan Januari-Pebruari dengan kecepatan angin zonal sebesar 2.95 m/det dan kecepatan angin meridional sebesar -0.12 m/det.

Awal musim peralihan I (Maret) dan akhir musim peralihan II (November) mempunyai pola sirkulasi yang berbeda dengan bulan-bulan yang lain. Gambar 17 menunjukkan bahwa adanya fluktuasi angin zonal (U) dan meridional (V) di Laut Banda dimana kurvanya terlihat berbanding terbalik. Hal tersebut berarti bahwa saat angin zonal negatif (-) maka angin meridional akan positif (+). Angin zonal mulai menurun pada bulan Pebruari dan mencapai titik terendahnya pada bulan Juni dan mulai tinggi dari bulan Juli dan mencapai puncak tertinggi pada bulan Desember.

(43)

26

Gambar 15 Pola sebaran angin bulanan pada bulan

Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni di Indonesia dari Tahun 2002-2012

(44)

27

Sebaran TPL Berdasarkan Waktu

Pola sebaran TPL berdasarkan waktu dapat dilihat pada Gambar 18, dimana variabilitas TPL pada transek 1 berdasarkan perbedaan bujur dari timur ke barat

Gambar 17 Siklus tahunan dari angin di Laut Banda Tahun 2002-2012

(45)

28

(Gambar 18a) tinggi pada tahun 2006, 2008-2012 setiap bulan November-Mei dengan nilai antara 0.08-0.26 m. TPL juga rendah pada bulan November-Maret di tahun 2002-2005. Rendahnya TPL pada bulan-bulan tersebut disebabkan karena adanya pengaruh El Nino kuat dimana El Nino 1 terjadi pada tahun 2002 dan El Nino 2 pada tahun 2004. TPL rendah juga pada setiap bulan Juni-Agustus dengan nilai berkisar antara -0.08-0.04 m. Pada tahun 2006 TPL tinggi pada bulan Juni-Agustus, hal ini juga disebabkan karena masih adanya pengaruh La Nina 1 pada tahun tersebut. Berdasarkan bujur maka TPL sangat tinggi pada posisi bujur 127 BT-129 BT dengan nilai sampai mencapai 0.26 m. TPL rendah pada posisi bujur 129 BT-133 BT dengan nilai sampai mencapai -0.12 m.

Berdasarkan perbedaan lintang maka TPL rendah pada setiap bulan Juli-Agustus dan ditemukan tinggi pada setiap bulan Desember-Maret dan menyebar merata pada semua lintang. TPL sangat tinggi pada tahun 2012 dengan nilai 0.1-0.16 m dan menyebar dari lintang rendah sampai lintang tinggi sedangkan tahun 2011 tinggi mulai dari lintang rendah dan mulai menurun pada lintang tinggi. TPL rendah pada tahun 2002 pada lintang rendah dan menuju ke lintang tinggi mulai naik.

Sebaran SPL Berdasarkan Waktu

Pola sebaran SPL berdasarkan waktu dapat dilihat pada Gambar 19 dimana variabilitas SPL pada transek 1 berdasarkan perbedaan bujur dari timur ke barat (Gambar 19a) sangat tinggi dari bulan Oktober-Mei dengan nilai 30oC-32oC dan ditemukan hampir di semua lokasi dari posisi bujur yang rendah sampai bujur yang tinggi. SPL yang tinggi terjadi pada tahun 2010 dan berada pada posisi dari timur ke barat, sedangkan SPL yang rendah berada juga pada posisi dari arah timur ke barat pada tahun 2004, 2006 serta 2007 dan masih tetap terlihat stabil.

Suhu yang rendah terjadi pada setiap bulan Juni-Agustus sepanjang tahun 2002-2009 dan 2011-2012 dengan nilai 25oC-26oC tetapi pada bulan Juni-Agustus tahun 2010 suhu berubah menjadi tinggi sekitar 27oC. Perubahan suhu ini terjadi karena pada tahun 2010 terjadi El Nino 4 yang juga merupakan El Nino terkuat dengan rentang waktu yang lama yaitu 10 bulan yang menyebabkan sehingga suhu menjadi tinggi pada tahun ini.

Gambar

Tabel 1 Sumber data dari parameter yang digunakan dalam penelitian
Gambar 6 TPL rataan bulanan pada bulan Januari,
Gambar  8 Siklus tahunan dari TPL di Laut Banda
Gambar 9   SPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari,
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Pembuatan larutan standart F 100 ppm dari larutan induk 1000

Sehingga pada dasarnya memiliki tujuan dan persepsi yang sama dan dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses usaha yang terpadu untuk menggabungkan

Pukul 09.00 Wiib, Selaku Panitia Pengadaan Pokja I Jasa Konsultansi Tahun 2015 berdasarkan SK Nomor : 525/KPTS/ULP/2014, tanggal 5 Desember 2014 melakukan

Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi perusahaan Saudara kami undang untuk dilakukan pembuktian kualifikasi pada :2. Hari/Tanggal

Plus Al-Kautsar Malang seir ing dengan tuntutan dan kebutuhan masyar akat Kota Malang dalam menyongsong er a Infor mat ion Technology (IT) dan SMP Plus Al-Kautsar

Secara khusus bentuk miskonsepsi siswa dapat disimpulkan seperti: cahaya merambat lurus karena ada sinar, cahaya bisa menembus benda bening ketika benda itu

Dengan demikian, segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara

Kasimo mengembangkan nasionalisme pada zaman kolonial; (2) proses yang dilalui I.J.. Kasimo dalam mengembangkan nasionalismenya pada zaman kolonial; (3) Sumbangan