• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta"

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia di samping terus tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Hal ini tentu sudah sepantasnya mengingat istilah sebagai negara agraris begitu melekat pada negara Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia tahun 2006 sampai 2011 seperti yang terlihat pada pada Tabel 1. semakin menguatkan pendapat bahwa sektor pertanian merupakan sektor penting bagi perekonomian di negara Indonesia. Dari tahun ke tahun, persentase PDB yang berasal dari sektor pertanian selalu berada di posisi tiga terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa walaupun terlihat cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai pada tahun 2006, distribusi PDB sektor pertanian pada tahun 2011 masih menempati posisi ketiga terbesar setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 12,7 persen dari seluruh PDB nasional yang dihasilkan.

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan 14,2 13,8 13,7 13,6 13,2 12,7 2 Pertambangan dan Penggalian 9,1 8,7 8,3 8,3 8,1 7,7 3 Industri Pengolahan 27,8 27,4 26,8 26,2 25,8 25,7

4 Listrik, Gas & Air Bersih 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 5 Konstruksi 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,5 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 16,9 17,3 17,5 16,9 17,3 17,8

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,8 7,2 8,0 8,8 9,4 9,8

8 Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 9,2 9,3 9,5 9,6 9,6 9,6 9 Jasa-jasa 9,2 9,3 9,3 9,4 9,4 9,4

Produk Domestik Bruto 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 92,2 92,7 93,1 93,5 93,8 94,3 Keterangan : *Angka Sementara, **Angka Sangat Sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia (2012)1

1

(2)

2 Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang memiliki perkembangan cukup baik. Hortikultura terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, bunga, tanaman hias dan juga termasuk tanaman obat. Subsektor tanaman hortikultura dapat dikatakan sebagai salah satu subsektor yang sangat prospektif dan berperan penting dalam sektor pertanian. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat dari subsektor ini banyak dihasilkan sumber bahan makanan seperti buah-buahan dan sayuran. Baik buah-buahan maupun sayuran dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat karena diketahui mengandung banyak vitamin dan mineral yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Selain itu, secara geografis negara Indonesia juga sangat mendukung untuk dikembangkannya berbagai jenis tanaman buah-buahan tropis dan berbagai jenis sayuran.

Dalam Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja Tahun 2012 oleh menteri pertanian yang diterbitkan departemen pertanian disebutkan bahwa tahun 2011 produksi komoditi hortikultura rata-rata mengalami peningkatan. Seperti buah, sayur, tanaman obat dan melati setiap tahun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32, 3,99, 4,06, dan 5,28 persen.2 Hal ini menunjukkan suatu perkembangan yang baik bagi subsektor hortikultura. Peningkatan produksi yang telah berlangsung ini bisa juga dijadikan sebagai pemacu untuk lebih meningkatkan produksi tanaman hortikultura di waktu yang akan datang.

Salah satu komoditi subsektor hortikultura yang bernilai tinggi dan sangat dikenal masyarakat Indonesia adalah cabai. Cabai yang termasuk dalam kelompok tanaman sayuran ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berasal dari seluruh penjuru tanah air dari Sabang sampai Merauke. Kekhasan masakan Indonesia dengan cita rasa pedas dan kekayaan warisan kuliner yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan salah satu faktor yang membuat cabai banyak dikonsumsi di Indonesia. Kebutuhan yang tinggi akan cabai ini mengharuskan negara Indonesia untuk dapat menghasilkan cabai dalam jumlah yang tinggi agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan konsumen cabai di tanah air.

2

(3)

3 Konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap cabai didukung pula oleh kemampuan masing-masing daerah untuk memproduksi dan menghasilkan cabai tersebut. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia membuat hampir semua daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, dan pulau–pulau lainnya bisa menghasilkan cabai. Meskipun tidak jarang ditemukan suatu daerah yang mampu memproduksi cabai masih harus memasok cabai dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah. Hal ini terjadi karena jumlah hasil produksi suatu daerah belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap komoditi cabai tersebut. Saat ini daerah yang paling banyak memproduksi cabai atau dapat dikatakan sebagai penghasil cabai terbesar di Indonesia berlokasi di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Penghasil cabai terbesar kedua setelah Jawa Barat adalah Sumatra Utara yang diikuti oleh daerah Jawa tengah, Jawa Timur, Aceh dan daerah – daerah lainnya. Tabel 2. menunjukkan data produksi tanaman cabai menurut provinsi berdasarkan daerah penghasil cabai terbesar.

Tabel 2. Jumlah Produksi Cabai Setiap Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ton)

No Lokasi Jumlah Produksi Cabai (ton)

2007 2008 2009 2010 2011* 1 Jawa Barat 184.764 168.101 209.265 166.691 195.383 2 Jawa Timur 73.776 63.033 65.767 71.565 73.656 3 Sumatera Utara 112.843 116.977 124.422 154.694 197.826 4 Jawa Tengah 91.150 100.083 139.993 134.572 117,341 5 Aceh 26.422 30.765 20.727 35.324 23.816 6 Daerah Lain-lain 187.873 216.748 227.259 244.314 249,169 TOTAL 676.828 695.707 787.433 807.160 857.191

Keterangan : *Angka Sementara

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2012)3

Selain menunjukkan provinsi penghasil cabai tertinggi, dari data yang ditunjukkan pada Tabel 2. dapat pula diketahui bahwa jumlah produksi cabai di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Tingginya tingkat produksi cabai ini bisa jadi menjadi sebuah indikator yang menunjukkan tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi cabai. Banyak petani cabai di Indonesia yang menyadari tingginya kebutuhan cabai, sehingga

3

(4)

4 produksi cabai ditingkatkan agar terpenuhi semua kebutuhan masyarakat. Disamping itu tanaman cabai sendiri memang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat prospektif dan dapat memberikan keuntungan yang tinggi jika diusahakan. Seperti hasil penelitian tentang kelayakan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh Siregar (2011). Hasil penelitian yang dilakukan pada petani cabai merah keriting sebagai responden di Desa Citapen secara umum memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah keriting sangat menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Dilihat dari nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46. Artinya adalah bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.

Satu hal yang sangat penting terkait dengan komoditi cabai merah yaitu pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis komoditi strategis di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari besarnya tingkat permintaan masyarakat terhadap cabai merah. Fluktuasi harga dan pasokan cabai merah secara cepat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Hal ini menjadikan cabai merah termasuk dalam sepuluh besar komoditi yang menyumbangkan inflasi seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Indonesia Tahun 2010

Sumber : Sekretariat Negara Indonesia (2011)4

4

(5)

5 Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pasokan cabai sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi yang bisa dihasilkan oleh masing-masing daerah penghasil. Jumlah cabai yang tersedia di pasar tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terkadang pasokan cabai yang tersedia bisa melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat, tetapi tidak jarang pula jumlah cabai yang tersedia bahkan lebih sedikit dari kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Ketidakseimbangan antara jumlah cabai yang tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan konsumen sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar cabai. Permasalahan utama yang terjadi karena ketidakseimbangan ini adalah tingkat harga yang tidak menentu (berfluktuasi). Dilihat dari besarnya pengaruh cabai merah pada perekonomian Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1. tentunya fluktuasi harga cabai menjadi satu permasalahan penting dalam perekonomian di Indonesia.

Ada banyak hal yang bisa menyebabkan ketidaksesuaian jumlah penawaran dan permintaan cabai masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak stabilnya jumlah cabai yang tersedia atau juga karena jumlah kebutuhan masyarakat yang fluktuatif. Yang jelas hal ini akan berdampak pada harga cabai menjadi tidak stabil. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2. menunjukkan fluktuasi yang terjadi pada harga cabai di Indonesia sepanjang tahun dari tahun 2008 hingga akhir tahun 2011.

Gambar 2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011

(6)

6 Grafik perkembangan harga cabai yang terlihat pada Gambar 2. mengindikasikan adanya ketidakseimbangan pada pasar cabai nasional. Ketidakseimbangan pasar ini bisa berasal dari jumlah penawaran dapat dilihat dari jumlah pasokan cabai merah yang tersedia di pasar sebagai representasi dari jumlah penawaran cabai merah. Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang jumlahnya terlalu tinggi atau sebaliknya jumlah penawaran sangat rendah. Selain dari sisi penawaran yang terlihat dari jumlah pasokan, ketidakseimbangan pasar cabai bisa juga berasal dari sisi permintaan. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi dan pada waktu berbeda permintaan cabai stabil kembali atau menjadi lebih sedikit.

Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah pasokan cabai yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat yaitu karena harga cabai itu sendiri dan hasil produksi cabai sebagai sumber pasokan/penawaran cabai. Pertumbuahan dan perkembangan tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Beberapa waktu terakhir, cuaca menjadi salah satu sumber masalah bagi usaha-usaha agribisnis termasuk tanaman cabai. Pemanasan global (global warming) mengakibatkan cuaca semakin tidak menentu dan secara otomatis hasil produksi komoditi pertanian seperti cabai menjadi tidak stabil. Selain permasalahan-permasalahn teknis, kuantitas penawaran cabai tidak terlepas dari pengaruh harga jual cabai itu sendiri. Harga komoditi cabai itu sendiri mempengaruhi jumlah pasokan cabai, karena para produsen cabai tentu tidak mau memproduksi cabai jika harga cabai turun. Hal seperti ini akan menyebabkan penawaran cabai dipasaran menjadi turun.

(7)

7 merupakan tempat yang paling tempat untuk mengkaji tentang penawaran dan permintaan cabai.

Jawa Barat dan beberapa daerah lain yang termasuk dalam kategori daerah penghasil cabai tertinggi sangat menentukan ketersediaan komoditi cabai dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia. Umumnya cabai yang dihasilkan baik dari daerah penghasil cabai terbesar seperti Jawa Barat dan Jawa Timur serta daerah lainnya dikumpulkan di pasar induk untuk kemudian didistribusikan ke seluruh wilayah yang membutuhkan pasokan cabai termasuk untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia selalu menjadi perhatian utama dan tolak ukur dalam mengkaji ketersediaan sumber bahan makanan bagi Indonesia secara keseluruhan. Letaknya yang dekat dengan pusat pemerintahan, dan jumlah penduduk yang padat membuat DKI Jakarta menjadi lokasi yang tepat untuk mengkaji ketersediaan dan konsumsi bahan makanan termasuk jenis sayuran seperti cabai merah. Apalagi dengan kondisi di DKI Jakarta yang jumlah penduduk semakin meningkat menyebabkan tingkat kebutuhan terhadap berbagai komoditi semakin meningkat. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi di DKI Jakrata sendiri dimana lahan-lahan pertanian semakin sempit dan terbatas membuat DKI Jakarta tidak bisa memproduksi sendiri berbagai macam komoditas yang dibutuhkan. Menurut data statsistik dalam Jakarta Dalam Angka (2011) luas panen pertanian di DKI Jakarta semakin menurun, bahkan sejak tahun 2009 khusus untuk cabai luas lahan sudah tidak ada sama sekali atau nol hektar. Kondisi seperti ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan penduduk DKI Jakarta harus dipasok dari daerah-daerah lain.

Tabel 3. Jumlah Pasokan Cabai di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta Tahun 2006-2011

Tahun Jumlah Cabai (Ton) Perubahan (%)

2006 67.130

2007 69.981 0,042

2008 76.555 0,094

2009 69.598 -0,091

2010 58.453 -0,160

2011 50.336 -0,139

(8)

8 Data yang terlihat pada Tabel 3. menunjukkan ketersedian cabai di Pasar Induk Kramat Jati beberapa tahun terakhir. Jumlah pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sesuai dengan jumlah yang tertera pada tabel merupakan pasokan dari berbagai daerah di Indonesia. Berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari berbagai daerah umumnya dikumpulkan di satu pasar induk ini untuk kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan pasokan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pasar induk yang ada di daerah Jawa Barat khususnya DKI Jakarta yang menjadi pusat perdagangan untuk komoditi sayur-sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Seperti yang terlihat pada Tabel 3. semua pasokan cabai berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Tidak hanya cabai, beberapa jenis komoditi lain seperti buah-buahan dan sayuran lainnya yang berasal dari berbagai daerah banyak tersedia di pasar induk ini. Dari PIKJ ini berbagai komoditas kemudian akan disebarkan ke daerah-daerah lainnya.

1.2.Perumusan Masalah

Ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan jumlah penawaran terhadap suatu produk merupakan suatu kejadian yang sangat sering terjadi. Komoditas hasil pertanian termasuk salah satu produk yang sering mengalami ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Apalagi dengan ketergantungan yang tinggi pada cuaca sangat mempengaruhi hasil panen. Hal ini sering membuat jumlah yang dihasilkan dan yang tersedia di pasar menjadi tidak stabil. Sifat musiman yang sudah menjadi karakteristik komoditi pertanian juga tidak kalah berperan penting dalam menentukan jumlah ketersediaan atau penawaran komoditi pertanian.

(9)

9 2010 inflasi mencapai 6,96 persen dan yang terpenting dalam hal ini yaitu bahwa inflasi terjadi karena sebagian besar dipengaruhi oleh komoditas pertanian. Urutan

ke tiga terbesar dalam memberikan pengaruh pada inflasi adalah cabai merah5.

Jumlah produksi cabai merah di Indonesia yang berfluktuasi secara tidak langsung menggambarkan jumlah cabai merah yang tersedia di Indonesia yang tidak stabil. Hal ini secara otomatis akan mempengaruhi harga jual cabai merah itu sendiri. Ketika jumlah produksi tinggi maka jumlah penawaran/pasokan akan tinggi, sedangkan tingkat permintaan rendah atau bahkan jauh di bawah jumlah penawaran harga cabai merah akan turun dan begitu juga sebaliknya ketika jumlah penawaran/pasokan turun sedangkan permintaan sedang tinggi maka harga cabai merah otomatis akan naik. Hal ini akan sangat mempengaruhi keadaan pasar dan perilaku konsumsi konsumen terhadap cabai merah.

Gambar 3. Jumlah Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997-2010

Sumber : Badan Pusat Stastistik Indonesia (2012) 6

Gambar 3. menunjukkan bagaimana perkembangan produksi cabai merah di Indonesia beberapa tahun terakhir. Terlihat jumlah produksi cabai merah sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada awal tahun 2000-an meskipun sekarang cenderung lebih stabil dan mengalami peningkatan. Ketidakseimbangan jumlah penawaran dan permintaan membawa dampak yaitu harga menjadi sangat fluktuatif. Fluktuasi harga yang terjadi pada berbagai

5

http://www.setneg.go.id [diakses 14 Maret 2012]

6

Badan Pusat Statistik. 2012. http://www.bps.go.id [diakses 22 Februari 2012] -200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(10)

10 komoditi terutama cabai ini menjadi masalah baik bagi produsen maupun konsumen. Ketika harga rendah akan menjadi masalah bagi produsen dan penjual karena menyebabkan pendapatan menurun. Sebaliknya ketika harga cabai tinggi para konsumen yang akan merasakan dampaknya terutama bagi masyarakat yang perekonomiannya tergolong menengah ke bawah.

Gambar 4. menunjukkan fluktuasi harga cabai merah keriting khususnya di DKI Jakarta tahun 2009 hingga tahun 2011. Selama tiga tahun terakhir harga cabai sangat fluktuatif dan ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat keseimbangan yang baik di pasar cabai. Hal ini dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan masyarakat atau permintaan dan jumlah pasokan yang tersedia atau penawaran cabai itu sendiri, karena harga cabai sangat berkaitan baik dengan permintaan maupun dengan jumlah penawaran. Jumlah penawaran dan harga memiliki hubungan seperti layaknya hubungan harga dan jumlah permintaannya. Perbedaannya jika harga naik permintaan akan turun sedangkan penawaran cenderung meningkat dan begitu juga sebaliknya.

Gambar 4. Pekembangan Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Tahun 2009-2011

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2012)

Meskipun permintaan dengan harga memiliki keterkaitan dan dapat saling mempengaruhi satu sama lain, pada kenyataannya baik jumlah permintaan maupun jumlah penawaran tidak hanya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

2009

2010

(11)

11 harga saja. Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seberapa besar jumlah permintaan konsumen dan jumlah pasokan/penawaran terhadap komoditi tertentu. Masing-masing faktor akan memberikan pengaruh dengan tingkatan yang berbeda-beda dalam menentukan jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Dalam hal ini permintaan cabai merah terkait pula dengan perilaku konsumsi rumah tangga dalam mengkonsumsi cabai merah. Sedangkan penawaran, yang dalam hal ini merupakan pasokan cabai merah keriting yang tersedia di pasar.

Berdasarkan permasalahan yang terkait dengan permintaan dan penawaran cabai merah, dapat dikatakan bahwa mempelajari lebih lanjut mengenai perilaku konsumsi dan permintaan rumah tangga serta faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan sebagai gambaran jumlah penawaran cabai merah dinilai sebagai suatu bahan kajian yang cukup penting. Dengan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan dan pasokan cabai merah, jumlah pasokan dapat disesuaikan dengan permintaan konsumen. Hal ini dapat berguna dalam menentukan keputusan yang akan diambil terkait dengan cabai merah baik dari sisi konsumen maupun produsen yang akan menawarkan produknya. Sehingga pihak-pihak yang terkait dalam membeli dan menjual cabai merah ini dapat lebih bijak dalam mempertimbangkan keputusannya agar keseimbangan pasar antara permintaan dan pasokan dapat terealisasi dan harga cabai menjadi lebih stabil.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dinyatakan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku permintaan rumah tangga terhadap komoditi cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

1.3.Tujuan

(12)

12 1. Menganalisis perilaku permintaan rumah tangga di wilayah DKI Jakarta

dalam mengkonsumsi cabai merah keriting.

2. Mengestimasi model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta.

3. Mengestimasi model jumlah pasokan cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta.

1.4.Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dilaksanakannya penelitian ini seperti yang telah diuraikan di atas, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut.

1. Memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan yaitu pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait produksi dan penjualan cabai merah keriting agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sehingga diharapkan jumlah pasokan cabai bisa sesuai dengan jumlah permintaan.

2. Dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dengan kegiatan bisnis cabai merah keriting baik produsen/petani maupun pedagang. Sehingga dapat menentukan strategi dalam memproduksi dan menjual cabai merah keriting agar terwujud suatu keseimbangan pasar antara permintaan dan jumlah pasokan.

3. Bagi peneliti sebagai wadah dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan industri dan pasar cabai merah keriting dengan melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan dan permintaan cabai merah keriting.

(13)

13 1.5.Ruang Lingkup

(14)

14

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Deskripsi Umum Cabai Merah

Cabai merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat terkenal di Indonesia bahkan hampir seluruh negara di dunia mengenal cabai merah. Selain karena banyak dikonsumsi, tanaman dengan nama latin Capsicum annuum L. ini terbilang sebagai salah satu jenis tanaman yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Dalam penelitian Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (2007) disebutkan pada umumnya tanaman cabai merah dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari 500 – 1200 meter di atas permukaan laut.

Di Indonesia sendiri lahan yang cocok untuk menanam cabai masih sangat luas, tetapi penanaman cabai di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan keritinggian sedikit di bawah 800 meter di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Meskipun sebenarnya cabai dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hampir segala jenis tempat, mulai dari dataran tinggi, dataran rendah, lahan basah, dan juga lahan kering. Hal ini membuat tanaman cabai ini mudah untuk dijumpai di berbagai tempat. Meskipun terkadang cabai di daerah yang satu memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri dengan cabai di daerah yang lainnnya.

Kusandriani (1996) menganalisa tentang sejarah cabai merah, dimana cabai merah awalnya berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh.

(15)

15 merah memiliki warna kulit buah yang merah sewaktu buah sudah tua dan masak. Bentuk buahnya silindris dan mengecil ke arah ujung buah. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya yang khas. Cabai merah dapat digunakan dengan cara dimasak atau dikonsumsi mentah, selain itu jenis sayuran yang satu ini bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengkonsumsi cabai merah. Tidak heran jika konsumsi cabai selalu mengalami peningkatan dan memacu peningkatan jumlah produksi cabai setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada tabel-tabel sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena hampir seluruh daerah di nusantara memanfaatkan cabai sebagai bumbu masakan. Selain itu cabai merah juga dapat dijadikan hiasan pada sajian makanan, dan bahkan di daerah tertentu cabai telah dimanfaatkan sebagai camilan makanan khas daerah. Seperti yang terdapat di daerah Aceh, cabai merah diolah menjadi manisan cabai. Perkembangan jenis pengolahan cabai ini membuat cabai merah menjadi komoditi hortikultura yang semakin memilki nilai ekonomi yang tinggi.

2.2.Permintaan dan Penawaran Cabai Merah

Susanti (2006) menganalisis peramalan terhadap komoditas cabai. Peramalan yang dilakukan disini yaitu peramalan permintaan cabai merah dengan studi kasus dilokasi yaitu di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Pasar Induk Kramat Jati dipilih karena dinilai sebagai pasar terbesar di Jakarta yang menjadi pemasok sayuran bagi Jakarta dan daerah lain di Indonesia serta merupakan pasar yang menjadi barometer dalam penentuan harga beberapa komoditi.

(16)

16 Syafa’at et al. (2005) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan kajian terkait dengan permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang diteliti mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu tujuan dilakukannya kajian ini yaitu menganalisis perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama di Indonesia. Komoditas pertanian utama yang dikaji salah satunya yaitu kelompok komoditas hortikultura seperti kentang, tomat, cabai, bawang merah, pisang, jeruk, dan durian. Untuk mengestimasi elastisitas permintaan dan penawaran digunakan dua model yaitu parsial dan simultan. Model parsial yang digunakan untuk mengestimasi permintaan adalah AIDS (Almost Ideal Demand System). Sedangkan model parsial yang digunakan untuk mengestimasi elastisitas penawaran adalah model linear (cobb-douglass, log dan double log).

Hasil penelitian khususnya untuk komoditi cabai menunjukkan produksi cabai diproyeksikan akan meningkat 1,97 persen per tahun dan konsumsi diproyeksikan akan mengalami peningkatan 0,8 persen. Konsumsi diproyeksikan mengalami peningkatan lebih lambat dari pada produksi maka defisit diproyeksikan akan terus menurun 5,41 persen per tahun. Hal ini diproyeksikan akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Sehingga, menurut hasil penelitian ini pada tahun 2027 Indonesia akan mencapai swasembada cabai.

(17)

17 Hasil kajian dari penelitian ini, khususnya pada subsesktor hortikultura menunjukkan pada periode 1969-2008 beberapa jenis sayuran termasuk cabai laju produksinya akan mengalami penurunan. Laju produksi cabai menurun hingga 0,48 persen. Dilain pihak jumlah permintaan atau jumlah konsumsi akan mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang mengalami peningkatan. Diprediksikan, jumlah konsumsi cabai merah cenderung mengalami peningkatan hingga 0,65 juta ton pada tahun 2002 menjadi 1,18 ton pada tahun 2006.

Lebih lanjut hasil kajian ini memproyeksikan pada tahun 2009-2014 luas panen tanaman hortikultura termasuk cabai merah akan meningkat 0,7 hingga 0,83 persen per tahun. Tetapi peningkatan luas panen cabai ini tidak akan mempengaruhi hasil produksinya. Sedangkan di sisi permintaan, sama dengan penelitian sebelumnya bahwa konsumsi atau permintaan cabai diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan. Sumber utama penyebab peningkatan permintaan cabai merah yaitu jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan.

2.3.Permintaan dan Penawaran Komoditi Lain

Kajian tentang permintaan dan penawaran juga telah banyak dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tetapi pada penelitian sebelumnya yang menjadi objek kajian berbeda dengan penelitian ini, beberapa diantaranya mengkaji tentang sayuran organik, sayuran hijau, bawang merah, minyak goreng kelapa, dan komoditi-komoditi lainnya.

Hasibuan (2008) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sayuran organik. Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 37 orang. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada permintaan sayuran organik dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Selain itu digunakan juga metode analisis rank

spearman dan metode analisis SWOT untuk mengetahui tingkat hubungan

(18)

18 Hasil penelitian sayuran organik ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen untuk setiap jenis sayuran organik dipengaruhi oleh variabel yang berbeda-beda. Permintaan sawi organik dipengaruhi oleh harga sawi organik itu sendiri, harga sawi non organik, pendapatan keluarga dan selera konsumen. Permintaan patchoi organik dipengaruhi oleh harga patchoi itu sendiri, pendapatan keluarga, dan hari raya/libur. Permintaan akan khailan organik hanya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Permintaan terhadap kangkung organik hanya dipengaruhi oleh selera konsumen. Permintaan terhadap bayam hijau dan bayam merah sama-sama dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan selera konsumen. Perbedaannya adalah bayam hijau organik juga dipengaruhi oleh hari raya/libur.

Dilihat tingkat signifikansi variabel yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sayuran organik, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga memberikan pengaruh yang signifikan dalam keputusan pembelian sayuran organik. Akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa perluasan pasar merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan untuk pengembangan usaha sayuran organik.

Savitri (2010) kurang lebih menganalisis hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu tentang permintaan sayuran, yang membedakan adalah penelitian yang satu ini tidak mengalisis sayuran organik melainkan sayuran hujau yang terdiri dari bayam, kangkung, kacang panjang, dan daun ketela pohon. Kajian ini dilakukan di pulau Jawa mengingat di pulau Jawa terdapat lebih dari 60 persen dari rumah tangga yang ada di Indonesia. Penelitian ini menentukan model permintaan permintaan sayuran lengkap yang akan dikaji dengan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS). Selain itu dianalisis pula dampak perubahan harga dan pendapatan terhadap permintaan sayuran.

(19)

19 pengeluaran masing-masing komoditas sayuran yang diteliti. Hasil penelitian selanjutnya yaitu menyatakan bahwa permintaan sayuran bayam dan kangkung masyarakat perkotaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan masyarakat pedesaan. Sebaliknya permintaan kacang panjang dan daun ketela pohon masyarakat pedesaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.

Dari hasil penelitian ini diketahui pula bahwa semakin tinggi pendapatan rumah tangga, proporsi pengeluaran komoditas sayuran semakin rendah. Sebaliknya untuk jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggota keluarga pengeluaran untuk sayuran juga semakin tinggi. Sedangkan untuk tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan pengeluaran untuk komoditas sayuran juga semakin tinggi. Elastisitas harga silang keempat jenis sayuran hijau bernilai positif, hal ini menandakan bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas komplemen bagi komoditas lainnya. Elastisitas pengeluaran keempat sayuran bernilai positif yang berarti bahwa keempat jenis sayuran ini bersifat barang normal.

Diluar komoditi sayuran, analisis mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk, Fauzian (2011) menganalisis tentang pengujian produk baru dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pada komoditi fruit talk soft candy. Dalam rangka pengembangan dan mensosialisasikan produk fruit talk soft candy, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian responden terhadap setiap atribut dan faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan produk tersebut. Alat analsis yang digunakan yaitu analisis Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), dan analisis regresi berganda.

(20)

20 tekstur dan bahan kemasan. Berdasarkan hasil Customer Satisfaction Index (CSI) diketahui bahwa kepuasan konsumen terhadap produk yaitu sebesar 65,8 persen. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa harga produk, pendapatan, pekerjaan, usia responden secara bersama-sama berpengaruh cukup kuat terhadap permintaan. Faktor-faktor ini menjelaskan sebesar 7,3 persen dari variasi permintaan produk.

Jika penelitian sebelumnya banyak mengkaji tentang permintaan, Idaman (2008) melakukan penelitian yang mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pernawaran dan permintaan benih ikan nila di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah konsumsi masyarakat terhadap ikan nila di kabupaten tersebut sehingga dilaksanakannya penelitian ini. Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, menganalisis elastisitas penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, serta menganalisis implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hasil analisis tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series dan dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil/method ordinary least square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm satu bulan sebelumnya, kuantitas penawaran benih ikan nila ukuran < 3 cm, dan dummy musim kemarau panjang selama tahun 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm adalah kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran < 3 cm, kuantitas penawaran ikan nila konsumsi, harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm, dan dummy musim kemarau panjang sepanjang tahun 2006.

(21)

21 sebesar -0,009 (inelastis), terhadap harga ikan nila konsumsi sebesar -0,132 (inelastis), terhadap harga benih ikan lele ukuran 3-5 cm sebesar 0,188 (inelastis, sifat join product).

Implikasi kebijakan yang dapat diturunkan dari hasil analisis ini adalah peningkatan produksi benih ikan nila ukuran < 3 cm dan 3-5 cm yang diharapkan dapat meningkatkan penawaran benih ikan ikan nila ukuran 3-5 cm. Peningkatan produksi benih ikan lele ukuran 3-5 cm untuk perlu dilakukan untuk menekan harga benih ini supaya semakin turun, sehingga proporsi kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm yang dibeli bersamaan dengan benih ikan lele ukuran 3-5 cm akan semakin besar.

2.4.Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak membahas mengenai komoditi cabai, tetapi pembahasannya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dilakukan pada beberapa komoditi selain cabai. Jadi perbedaan utama yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu komoditi yang dianalisis dan kajian yang dianalisis. Meskipun berbeda kajian yang diteliti, ada persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tempat penelitian. Sama dengan beberapa penelitian tentang komoditi cabai lainnya, penelitian ini akan dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebagai lokasi penelitian utama khususnya untuk analisis penawaran. Sedikit perbedaan, dalam penelitian ini tidak hanya mempelajari kasus di PIKJ, tetapi juga melibatkan beberapa pasar lainnya seperti pasar tradisional dan pasar modern yang berlokasi di DKI Jakarta untuk menganalsis permintaan rumah tangga terhadap cabai merah.

(22)

22 harga komoditi lain yang terkait sebagai komoditi substitusi, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan dummy. Variabel dummy dalam hal ini merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan dan suku/daerah asal responden. Variabel yang digunakan dalam analisis penawaran yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, dan dummy dalam analisis penawaran sama halnya dengan permintaan yaitu merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan.

(23)

23

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1.Teori Penawaran

Teori penawaran secara umum menjelaskan ketersediaan produk baik itu barang dan jasa di pasar yang diharapkan dapat memenuhi permintaan konsumen. Lebih luas dibahas pula dalam teori penawaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, sampai seberapa besar tingkat pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah penawaran. Dengan menggunakan bahasa dan istilah yang beragam, beberapa pakar ekonomi telah memaparkan lebih jelas mengenai teori penawaran.

Penjelasan pertama tentang penawaran dikemukakan oleh Lipsey et al. (1995) yang menyatakan bahwa penawaran merupakan jumlah produk yang akan dijual oleh suatu perusahaan. Meskipun pada kenyataannya, jumlah produk yang terjual atau berhasil dijual belum tentu sesuai dengan jumlah yang ditawarkan oleh perusahaan. Jumlah produk yang terjual bisa saja lebih sedikit dari jumlah yang ditawarkan. Tetapi yang jelas jumlah yang terjual tidak akan melebihi jumlah produk yang ditawarkan.

Tambahan lainnya menyangkut pemahaman tentang penawaran, dijelaskan pula oleh Lipsey et al. (1995) bahwa penawaran sebagai jumlah produk yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu. Hal ini didasari oleh hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah produk yang ditawarkan dan harga produk memiliki hubungan yang positif dengan asumsi ceteris paribus. Ceteris paribus maksudnya yaitu menganggap faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi penawaran adalah konstan atau tidak mengalami perubahan. Meningkatnya harga produk akan memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah produk yang ditawarkan, sebaliknya turunnya harga memberikan dampak menurunnya jumlah produk yang ditawarkan.

(24)

24 a. Harga Produk Itu Sendiri

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam teori dasar ekonomi disebutkan bahwa harga suatu produk dengan jumlah yang ditawarkan memiliki hubungan yaitu hubungan positif. Hal ini berarti semakin tinggi harga suatu produk, maka jumlah produk yang ditawarkan juga mengalami peningkatan (asumsi ceteris paribus). Hal ini dapat terjadi karena ketika harga produk meningkat atau tinggi akan memungkinkan produsen atau perusahaan yang memproduksi produk untuk mendapatkan penerimaan dan keuntungan yang lebih tinggi dari harga biasa. Oleh karena itu, semakin tinggi harga produk akan semakin memacu para produsen untuk meningkatkan produksinya sehingga produk yang ditawarkan di pasar menjadi semakin besar jumlahnya.

Jika diaplikasikan ke dalam bentuk kurva, hubungan antara harga produk dan jumlah produk yang ditawarkan akan membentuk kurva yang memiliki kemiringan positif seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5. Pada kurva terlihat jelas bagaimana hubungan harga dan jumlah produk yang ditawarkan. Perubahan harga menyebabkan terjadinya pergerakan titik yang menunjukkan jumlah penawaran di sepanjang kurva penawaran (S).

Gambar 5. Kurva Penawaran dan Pergerakan Sepanjang Kurva penawaran

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Hubungan positif antara harga produk dan penawaran produk dapat terlihat jelas ketika harga produk diasumsikan pada P1 maka jumlah produk yang

Harga

Jumlah Produk S

B

A P2

P1

(25)

25 ditawarkan yaitu Q1. Jika terjadi kenaikan pada harga yaitu harga berubah dari P1 menjadi P2, maka hubungan yang positif harga dan jumlah penawaran membawa jumlah produk yang ditawarkan ikut meningkat yaitu dari Q1 menjadi berada pada Q2. Sebaliknya jika harga produk kembali turun ke P1 maka jumlah produk yang ditawarkan juga akan kembali turun ke titik Q1.

b. Harga Faktor-faktor Produksi

Berbeda halnya dengan harga produk yang ditawarkan, harga faktor-faktor produksi memiliki hubungan negatif dengan jumlah produk yang ditawarkan. Faktor-faktor produksi sendiri merupakan semua jenis barang dan jasa yang digunakan oleh perusahaan atau produsen untuk memproduksi produk yang akan ditawarkan. Hubungan negatif antara produk yang ditawarkan dengan harga faktor produksi terlihat dengan semakin tinggi harga faktor produksi, maka jumlah produk yang ditawarkan semakin rendah dengan asumsi ceteris paribus. Sebaliknya ketika harga faktor produksi turun, jumlah produk yang ditawarkan atau penawaran produk akan meningkat.

Perubahan harga faktor produksi akan mengakibatkan perubahan posisi kurva penawaran. Jika diasumsikan ceteris paribus, perubahan harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran produk. Ketika harga faktor-faktor produksi meningkat, makan kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Hal ini

Gambar 6. Pergeseran Kurva Penawaran

Sumber : Lipsey et al. (1995)

S1 S2 S0

(26)

26 berarti akan semakin sedikit produk yang diproduksi dan ditawarkan. Sebaliknya, ketika harga faktor produksi turun kurva akan bergeser ke kanan bawah yang berarti jumlah produk yang diproduksi dan ditawarkan semakin meningkat. Perubahan jumlah penawaran akibat dari adanya perubahan harga faktor produksi terlihat pada kurva dalam Gambar 6. Kurva pertama S0 menggambarkan kondisi awal. Setelah terjadi penurunan harga faktor produksi kurva penawaran bergeser ke posisi S1 dan kenaikan harga faktor produksi membuat kurva penawaran bergeser hingga posisi kurva pada S2.

c. Tujuan Perusahaan/Produsen

Secara umum pendirian suatu perusahaan dapat dibedakan berdasarkan tujuannya. Ada perusahaan yang berorientasi pada keuntungan yang maksimal, tidak berorientasi keuntungan/berorientasi sosial, dan ada juga perusahaan yang berorientasi pada kedua-duanya baik keuntungan maupun sosial. Dalam teori ini diasumsikan perusahaan memiliki tujuan yang berorientasi pada keuntungan yang maksimal. Bagi perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada keuntungan umumnya akan meningkatkan jumlah produksi. Dengan demikian jumlah penawaran akan meningkat yang diharapkan berdampak pada peningkatan jumlah penerimaan dan keuntungan. Jadi untuk perusahaan-perusahaan jenis ini kurva penawaran cenderung lebih ke arah kanan bawah seperti kurva S1 pada Gambar 6.

d. Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi akan meningkatkan kemampuan produksi suatu perusahaan. Dengan adanya perkembangan teknologi kemampuan produktivitas akan semakin baik, sehingga jumlah produk yang dapat diproduksi semakin banyak. Hal ini secara otomatis berpengaruh pada jumlah yang penawaran yang semakin meningkat. Jika digambarkan dalam kurva, perkembangan teknologi membuat kurva penawaran bergeser ke arah kanan bawah, yaitu dari S0 ke S1.

3.1.2. Teori Permintaan

(27)

27 berbeda-beda. Pappas dan Hirschey (1995) menyatakan bahwa permintaan mengacu pada jumlah produk yang rela dan mampu dibeli oleh orang-orang berdasarkan sekelompok kondisi tertentu. Untuk menciptakan suatu permintaan ekonomi, selain orang-orang yang mempunyai daya beli dibutuhkan komponen kebutuhan dan keinginan dari orang-orang tersebut. Jadi, dalam permintaan ekonomi memerlukan para pembeli potensial dengan keinginan untuk menggunakan atau memiliki sesuatu dan kemampuan daya beli atau keuangan untuk memperolehnya.

Dengan bahasa yang berbeda Kottler (2002) menjelaskan konsep permintaan dengan dasar pemikirannnya tentang pemasaran. Pemasaran dimulai dari adanya kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga adalah penting untuk membedakan antara kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan manusia (human needs) merupakan hal yang tidak diciptakan oleh masyarakat atau pemasar karena kebutuhan hakikat biologis dari kondisi manusia. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik. Keinginan manusia tidak selalu sama dengan apa yang dibutuhkannya. Terkadang meskipun kebutuhan manusia sedikit, keiginan manusia bahkan lebih banyak. Keinginan manusia terus dibentuk dan diperbaharui oleh kekuatan dan lembaga sosial. Permintaan (demands) adalah keinginan akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya. Keinginan dapat menjadi permintaan jika didukung oleh daya beli.

(28)

28 Selanjutnya Pappas dan Hirschey (1995) mengemukakan kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam permintaan antara lain mencakup harga barang yang bersangkutan, ketersediaan barang yang berkaitan, perkiraan akan perubahan harga, pengeluaran periklanan dan sebagianya. Jumlah produk yang akan dibeli oleh konsumen, dalam hal ini adalah permintaan produk tersebut bergantung pada semua faktor ini. Dari penjelasan ini diketahui bahwa permintaan tidak hanya dipengaruhi oleh harga produk, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Umumnya digunakan konsep harga sebagai variabel atau faktor yang mempengaruhi permintaan dengan asumsi ceteris paribus. Agar dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan diperlukan analisa bagaimana faktor-faktor penting lainnya seperti harga barang-barang lain, pendapatan, selera, dan kekayaan akan mempengaruhi permintaan.

Para ahli mengungkapkan alasan yang bermacam-macam mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi. Seperti yang dinyatakan oleh Lipsey, et al. (1995) menyatakan permintaan adalah jumlah komoditi yang diminta pada tingkat harga tertentu. Hipotesis yang mendasarinya bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan faktor-faktor lain ceteris paribus. Semakin rendah harga suatu produk maka jumlah permintaan semakin besar, sebaliknya semakin tinggi harga produk maka permintaan akan semakin rendah.

Selanjutnya dalam Lipsey, et al. (1995) juga dijelaskan mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat permintaan selain harga diantaranya yaitu rata-rata penghasilan rumah tangga, harga produk lain, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi. Variabel-variabel tersebut penting dan mempengaruhi banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu. Bagaimana faktor-faktor seperti disebutkan diatas mempengaruhi tingkat permintaan akan diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut.

a. Harga Produk Itu Sendiri

(29)

29 faktor lainnya dianggap tetap atau konstan. Dengan kata lain semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta unutk komoditi itu semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin rendah jumlah yang diminta. Hubungan antara harga dan jumlah komoditi yang diminta dengan menganggap faktor lain konstan dapat dituangkan dalam bentuk kurva seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva Permintaan dan Pergerakan Sepanjang Kurva

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Jika terjadi perubahan harga, maka terjadi perubahan pada kurva permintaan. Penurunan harga meningkatkan jumlah permintaan, misalnya pada gambar yang awalnya permintaan pada harga P1 dan jumlah permintaan Q1 terletak pada titik A. Titik A akan berubah pada titik B ketika harga komoditi turun, dimana harga turun dari P1 ke P2 dan jumlah komoditi akan meningkat dari Q1 ke Q2.

b. Harga Produk Lain

Harga produk lain yang memiliki keterkaitan dengan suatu produk mempengaruhi jumlah permintaan suatu produk. Kenaikan harga barang substitusi produk tertentu, akan meyebabkan peningkatan jumlah permintaan produk tersebut. Sebaliknya, jika harga produk substitusi suatu barang turun maka jumlah permintaan terhadap produk tersebut cenderung menurun.

Q2

Q1

Jumlah D

B A

P2

P1

(30)

30 Harga produk lain yang terkait dengan suatu produk yang diminta akan mempengaruhi bentuk kurva permintaan. Tidak seperti harga produk itu sendiri yang hanya menyebabkan pergerakan titik di sepanjang kurva permintaan. Harga produk lain ini menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. berikut.

Gambar 8. Kurva Permintaan dan Pergeseran Kurva

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Harga produk substitusi yeng menurun, menyebabkan kurva permintaan suatu produk bergeser ke sebelah kiri yaitu dari D0 ke D2. Sebaliknya jika harga produk substitusi, kuva permintaan suatu produk akan bergeser ke kanan yaitu dari D0 ke D1. Berbeda dengan harga produk substitusi, penurunan harga produk komplementer akan meningkatkan jumlah permintaan suatu produk sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan (D0 ke D1). Sebaliknya ketika harga produk komplementer naik, permintaan suatu produk akan turun dan kurva permintaan akan bergeser ke kiri (D0 ke D2).

c. Pendapatan

Kenaikan pendapatan rumah tangga umumnya akan meningkatkan permintaan konsumen terhadap suatu produk. Hal ini juga memberikan pengaruh pada perubahan posisi kurva permintaan produk. Kenaikan pendapatan rumah tangga akan menggeser kurva permintaan ke kanan (D0 ke D1), ini menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditi yang diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

Harga

Jumlah D2

D1

(31)

31 d. Jumlah Penduduk

Perubahan jumlah penduduk akan merubah jumlah permintaan suatu produk. Kenaikan jumlah penduduk dengan asumsi faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan seperti permintaan individu, pendapatan, dan lainnya tetap akan menggeser kurva permintaan suatu produk ke arah kanan yaitu dari D0 ke D1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan lebih banyak lagi jumlah produk yang dibeli pada setiap tingkat harga.

e. Selera

Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera memang sangat mungkin terjadi, tetapi umumnya hal ini bisa terjadi dalam waktu yang lama sekali atau juga bisa berubah dengan cepat. Cepat atau lambatnya perubahan selera terhadap suatu produk akan menggeser kurva permintaan. Jika selera berubah, misalnya semakin banyak yang menyukai suatu produk, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan (D0 ke D1). Sebaliknya, jika perubahan selera membuat orang-orang yang menyukai suatu produk menjadi tidak menyukai peroduk tersebut (semakin sedikit yang menyukai suatu produk) akan menggeser kurva permintaan ke kiri (D1 ke D0).

f. Distribusi Pendapatan

Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menggeser ke kanan kurva-kurva permintaan untuk produk yang akan dibeli. Hal ini terjadi terutama bagi orang-orang yang menperoleh tambahan pendapatan. Sebaliknya distribusi pendapatan akan menggeser ke kiri kurva-kurva permintaan untuk produk yang dibeli, terutama untuk mereka yang berkurang pendapatannya.

(32)

32 Dx = f ( Px, Py, Y/kap, T, Pop, Pp, Ydist, Prom) ……… (1)

Keterangan : Dx = permintaan barang X

Px = harga barang X

Py = harga barang Y (substitusi atau komplementer) Y/kap = pendapatan per kapita

T = selera

Pop = jumlah penduduk

Pp = perkiraan harga barang X periode mendatang

Ydist = distribusi pendapatan

Prom = promosi

Dx merupakan variabel tidak bebas (dipendent variable), karena besar nilainya ditentukan oleh variabel-variabel lain, yaitu yang berada sisi kanan persamaan. Variabel-variabel yang berada di sisi kanan ini disebut variabel bebas (independent variable), karena besar nilainya tidak tergantung besarnya nilai variabel lain. Variabel di sebelah kanan memiliki tanda positif (+) dan negatif (-) yang menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap permintaan barang X (Dx). Tanda positif menunjukkan hubungan searah, sedangkan tanda negatif menunjukkan hungan terbalik. Misalnya, pertambahan jumlah penduduk (Pop) akan meningkatkan permintaan barang X. Sementara jika harga X (Px) naik, maka permintaan barang X turun. Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan.biasanya yang diperhitungkan adalah yang pengaruhnya besar dan langsung. Dalam hal ini variabel yang dianggap mempengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain, dan pendapatan.

3.1.3. Konsep Elastisitas

(33)

33 Lebih khusus elastisitas permintaan dijelaskan sebagai pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai di mana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan. Tidak hanya perubahan harga, Sukirno (2009) elastisitas permintaan terbagai dalam elastisitas harga, elastisitas pendapatan, dan elastisitas silang. Dalam hal ini baik harga dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan. Sehingga faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan selain harga dan pendapatan juga dapat dihitung elastisitasnya. Menentukan elastisitas permintaan terhadap faktor yang yang mempengaruhi, dimana jumlah permintaan merupakan variabel dipenden (Y) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan variabel independen (Xi) maka dapat dirumuskan sebagai berikut.

Elastisitas Y ter hadap X = ……… (2)

Persamaan diatas menunjukkan hubungan jumlah permintaan (Y) terhadap faktor yang mempengaruhinya (Xi) ketika faktor lainnya dianggap konstasn (ceteris

paribus). Sukirno (2009) juga mengungkapkan bahwa elastisitas dibedakan pada lima golongan yaitu elastis, tidak elastis, elastis uniter, tidak elastisitas sempuran dan elastisitas sempurna.

Elastisitas penawaran mengukur besar perubahan jumlah penawaran terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seperti halnya elastisitas permintaan, elastisitas penawaran yang mengukur ketanggapan kuantitas yang ditawarkan terhadap perubahan harga komoditi itu sendiri menurut Sukirno (2009) juga dibedakan pada lima golongan yaitu elastis, tidak elastis, elastis uniter, tidak elastisitas sempuran dan elastisitas sempurna.

(34)

34 3.2.Kerangka Pemikiran Operasional

Komoditi cabai merah keriting, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi dan diproduksi di Indonesia. Cabai merah keriting termasuk salah satu jenis komoditi dengan tingkat harga yang sangat berfluktuasi. Pada satu waktu tertentu harga cabai merah keriting dapat mencapai harga yang sangat tinggi, dan sebaliknya di waktu yang berbeda bisa turun ke harga yang sangat rendah. Fluktuasi harga cabai ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan dalam pasar cabai merah keriting. Ketidakseimbangan disini maksudnya yaitu ketidaksesuaian antara jumlah permintaan dan jumlah pasokan cabai merah keriting yang tersedia.

Ketidaksesuaian antara jumlah permintaan dan pasokan ini dapat berasal dari fluktuatifnya jumlah pasokan itu sendiri dan juga fluktuatifnya jumlah permintaan. Masing-masing jumlah pasokan dan permintaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda-beda. Misalnya jumlah permintaan harga komoditi cabai merah keriting itu sendiri, harga komoditi lain yang terkait sebagai komoditi substitusi, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan suku/daerah asal. Selain itu faktor seperti momen-momen tertentu seperti bulan puasa dan hari raya juga merupakan faktor yang dapat memberi pengaruh pada jumlah permintaan. Variabel yang digunakan dalam analisis pasokan yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, inflasi dan sama halnya dengan permintaan yaitu merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari-hari besar keagamaan juga mempengaruhi jumlah pasokan.

(35)

35 konsumsinya. Sedangkan penawaran akan dianalisis menggunakan data pasokan jumlah cabai merah di pasar yang menggambarkan penawaran cabai merah.

[image:35.595.107.512.91.797.2]

Regresi linear berganda akan digunakan sebagai alat analisis untuk membentuk model dan mengetahui faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan. Hasil analisis akan diperoleh model permintaan dan penawaran yang kemudian dapat dijelaskan secara deskriptif. Sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini juga dilakukan identifikasi karakterisik konsumen cabai merah secara umum dan perilaku konsumsi cabai merah yang akan dianalisa secara deskriptif. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

 Komoditi Cabai Merah Banyak

Dikonsumsi dan Diproduksi di Indonesia

 Cabai Merah Salah Satu Komoditi Strategis

 Harga Cabai Merah Sangat Fluktuatif

Analisis Deskriptif Faktor-faktor yang

mempengaruhi :

(1) Jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya; (2) Harga cabai merah keriting; (3) Harga cabai merah keriting musim sebelumnya; (4) Harga komoditi substitusi; (5) Laju inflasi di DKI Jakarta; (6)

Dummy untuk hari raya/ puasa

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

(1) Jumlah anggota rumah tangga; (2) Harga beli cabai merah keriting; (3)Pendapatan rumah tangga; (4) Frekuensi pembelian; (5) Tempat pembelian; (6) dan suku.

Karakteristik konsumen dan perilaku konsumsi rumah tangga

Analisis Pasokan Analisis Permintaan

Ketidakseimbangan Jumlah Pasokan dan

Permintaan

 Model Jumlah Pasokan

 Model Permintaan Metode Regresi Berganda, Metode Kuadrat Terkecil (OLS)

(36)

36

IV.

METODE PENELITIAN

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis ketersediaan pasokan (penawaran) dan perilaku permintaan rumah tangga (permintaan) terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan kelengkapan data, penelitian ini dilaksanakan di DKI Jakarta mulai dari pasar induk, pasar moderen, pasar tradisional, dan rumah-rumah warga. Pasar induk yang menjadi tempat dilaksanakannya penelitian ini yaitu Pasar Induk Kramat Jati (PKIJ). Pasar tradisional dipilih lima pasar yang tersebar di masing-masing wilayah di DKI Jakarta mulai dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan. Sedangkan lima pasar moderen yang menjadi lokasi penelitian yaitu Giant, Carefour, Ramayana, Hero, dan Hypermart. Pasar moderen ini juga dipilih lima tempat yang tersebar di masing-masing wilayah di DKI Jakarta.

(37)

37 4.2.Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling. Dengan metode ini, diharapkan pengambilan data pada responden dapat dilakukan dengan lebih akurat, karena dilakukan berdasarkan kesediaan responden untuk dimintai keterangan. Dengan demikian responden memperoleh kenyamanan dan responden dapat memberikan informasi lebih banyak, akurat, valid dan detail sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kriteria responden yang dipilih dalam penelitian ini yaitu ibu-ibu rumah tangga yang membeli cabai merah untuk kebutuhan rumah tangganya.

Jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu 50 orang responden. Jumlah tersebut dinilai cukup untuk menganalisis permintaan rumah tangga di DKI Jakarta, mengingat bahwa sampel minimal khususnya dalam suatu analisis metode kuantitatif dan untuk memenuhi syarat sebaran normal statistika minimal sampel yaitu 30 orang responden. Jadi dengan 50 orang responden sudah memenuhi syarat analisis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, hal ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis seperti data, waktu dan kemampuan. Reponden ada yang dipilih yang sedang berbelanja baik di pasar tradisional maupun di pasar moderen, dan ada pula yang sedang tidak berbelanja (di rumah) dengan tetap memastikan bahwa responden melakukan pembelian cabai merah.

4.3.Data dan Instrumentasi

(38)

38 diperoleh dari situs internet dan bahan pustaka lain yang relevan. Instrumentasi atau alat yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu dengan menggunakan kuesioner dan daftar pertanyaan khususnya untuk pengumpulan data primer.

4.4.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan lebih sejak penyusunan proposal, pengumpulan data di lapangan, pengolahan data hingga penulisan hasil dalam bentuk skripsi. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada saat data-data dibutuhkan selama proses penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan langsung di pasar induk, pasar tradisional, pasar moderen dengan pemilihan waktu yang disesuaikan dengan kondisi pasar. Pengumpulan data primer dilakukan khususnya ketika aktivitas perdagangan sedang berlangsung.

Kunjungan pada pasar tradisional dilakukan pada subuh/pagi hari dengan pertimbangan pasar tradisional umunya lebih aktif dan ramai di pagi hari. Sedangkan pasar moderen dapat dilakukan kapan saja atau lebih tepatnya pada siang, sore, hingga malam hari. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada pada pasar moderen kebanyakan konsumen adalah masyarakat golongan kelas menengah ke atas dan untuk kebutuhan rumah tangga seperti cabai ibu rumah tangga yang berbelanja kebanyakan wanita karir yang berbelanja pada sore atau malam hari setelah pulang bekerja.

Selain melakukan wawancara langsung di pasar tradisional dan pasar moderen, pengumpulan data primer juga dilakukan dengan wawancara konsumen yang dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah masyarakat di DKI Jakarta. Wawancara yang dilakukan di pasar moderen dan di rumah-rumah responden sama dengan wawancara yang dilakukan di pasar tradisional. Jadi dapat dikatakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan wawancara langsung, pengumpulan data dari instansi-instansi terkait dan juga dengan melakukan browsing internet.

4.5.Metode Pengolahan Data

(39)

39 mempengaruhi permintaan dan jumlah pasokan cabai merah akan dianalisis dengan metode regresi linear berganda dan analisis deskriptif. Sebelum dilakukan analisis, yang pertama kali harus dilakukan yaitu mengolah data yaitu dengan pengeditan dan pentabulasian data mentah yang diperoleh dari lapang. Setelah itu dikelompokkan berdasarkan indikator yang dibutuhkan, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Data-data ini diolah dengan alat bantu seperti kalkulator dan komputer dengan program Microsoft excel dan Minitab. Setelah data diolah kemudian hasilnya dianalisis lebih lanjut secara deskriptif dan diinterpretasikan.

4.5.1. Analisis Deskriptif

Nazir (2009) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Hal ini dilakukan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dijelaskan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2002) bahwa statistika deskriptif adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan, dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi. Dalam statsitika deskriptif belum sampai pada upaya menarik kesimpulan, tetapi baru sampai pada tingkat memberikan suatu bentuk ringkasan data sehingga khalayak/masyarakat awam dapat memahami apa yang terkandung dalam data.

(40)

40 wawancara responden dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh terkait dengan konsumen cabai merah. Analisis deskriptif ini untuk menganalisis variabel-variabel yang tidak diuji secara statistik.

4.5.2. Analisis Regresi Berganda

Untuk mengidentifikasi apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan pasokan cabai merah keriting, penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Analisis regresi sendiri menurut Firdaus (2004) berkenaan dengan studi ketergantungan suatu variabel yaitu variabel tak bebas (dipendent variable) pada satu atau lebih variabel lain yaitu variabel bebas (independent variable), dengan maksud menduga dan/atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) dari variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) dari variabel bebas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis regresi pada hakikatnya dibedakan menjadi dua yaitu analisis regresi sederhana (simple regression analysis) dan analisis regresi berganda (multiple regression analysis).

Pusat Data dan Informasi Pertanian (PUSDATIN) memberikan penjelasan tentang beberapa konsep analisis termasuk tentang analisis regresi. Analisis regresi dijelaskan sebagai teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Penerapannya dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti teknik, ekonomi, manajemen, ilmu-ilmu biologi, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu pertanian. Pada saat ini, analisis regresi berguna dalam menelaah hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, sehingga dalam penerapannya lebih bersifat eksploratif.

(41)

41 digunakan untuk mengatasi permasalahan yang melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas. Pada awalnya regresi berganda dikembangkan oleh ahli ekonometri untuk membantu meramalkan akibat dari aktivitas-aktivitas ekonomi pada berbagai segmen ekonomi. Misalnya laporan tentang peramalan masa depan perekonomian di jurnal-jurnal ekonomi (Business Week, Wal Street Journal, dll), yang didasarkan pada model-model ekonometrika dengan analisis berganda sebagai alatnya. Salah satu contoh penggunaan regresi berganda pada bidang pertanian diantaranya ilmuwan pertanian menggunakan analisis regresi untuk menjajaki antara hasil pertanian (misal: produksi padi per hektar) dengan jenis pupuk yang digunakan, kuantitas pupuk yang diberikan, jumlah hari hujan, suhu, lama penyinaran matahari, dan infeksi serangga.

Menurut Sulaiman (2004), analisis regresi berganda (multiple regression) digunakan untuk melihat hubungan variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas. Penggunaan regresi linear berganda ini memungkinkan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran dan permintaan. Seperti yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu menganalisis permintaan rumah tangga dan pasokan cabai merah di DKI Jakarta dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti yang telah diidentifikasi sebelumnya. Bentuk matematis persamaan regresi linear berganda dari fungsi penawaran/pasokan dan permintaan cabai merah akan diuraikan berikut ini.

a. Fungsi Penawaran

Keterangan :

Ysxi = Jumlah pasokan cabai merah keriting (Kg)

X1i = jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya (Kg) X2i = harga cabai merah keriting (Rp/Kg)

X3i = harga cabai merah keriting musim sebelumnya (Rp/Kg)

X4i = rata-rataharga komoditi substitusi (cabai rawit hijau dan merah) (Rp/Kg) X5i = laju inflasi di DKI Jakarta

X6i = Dummy (bulan puasa/hari raya) β0 = Konstanta

β1 – β5 = Koefisien

β6 = Koefisien variabel Dummy (0 = hari biasa; 1 = hari saya/puasa)

ε = Error

I = 1, 2, 3, . . . ,n

(42)

42 b. Fungsi Permintaan

Keterangan:

Ydx = Jumlah permintaan cabai merah rumah tangga (Kg/bulan) X1 = Jumlah anggota keluarga (Orang)

X2 = Harga beli cabai (Rp/Kg) X3 = Pendapatan Rumah Tangga X4 = Frekuensi pembelian (kali/bulan) X5 = Tempat pembelian

X6 = Suku α1,2,4, =koefisien

α3 = koefisien variabel Dummy pendapatan(0 = < 3 juta; 1 = > 3 juta) α5 = koefisien variabel Dummy (0 = pasar tradisional; 1 = pasar moderen) α6 = koefisien variabel Dummy (0 = bukan jawa; 1 = jawa)

= Error

Persamaan (3) dan (4) akan membentuk model penawaran atau pasokan dan permintaan cabai merah yang terbilang cukup mudah untuk dianalisis. Tetapi model yang dihasilkan memiliki kelemahan. Menurut Nachrowi dan Usman (2006) salah satu kelemahan dari model seperti persamaan (3) dan (4) yaitu sulit dalam menginterpretasikan koefisien interceptnya, bahkan pada kondisi tertentu tidak dapat diinterpretasikan. Untuk mengatasi kelemahan ini salah satau teknik yang dapat dilakukan yaitu dengan mentransformasi model ke bentuk lain. Kedua fungsi baik penawaran maupun permintaan ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural, sehingga akan terbentuk fungsi sebagai berikut.

a. Fungsi Penawaran/Jumlah Pasokan

b. Fungsi Permintaan Rumah Tangga

Transformasi ke dalam bentuk lograitma natural dipilih kerena data yang dihasilkan harus membentuk garis lurus atau merupakan model yang linear. Selain itu, nilai koefisien dalam persamaan merupakan elastisitas, atau dengan kata lain koefisien slope merupakan tingkat perubahan pada variabel Y (dalam persen) bila terjadi perubahan variabel X (dalam persen). Hal ini sesuai dengan kebutuhan Ydx= α0+ α1X1+ α2X2+ α3X3+ α4X4+ α5 X5+ α6X6 + ………...……. (4)

Ln Ysxi = Ln β0 + β1 Ln X1i + β2 Ln X2i +β3 Ln X3i + β4 Ln X4i + β5 Ln X5i + β6

X6i + ε …

Gambar

Gambar 2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011
Gambar 3. Jumlah Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997-2010
Gambar 4. menunjukkan fluktuasi harga cabai merah keriting khususnya
Gambar 9. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

semakin landai kurva permintaan maka akan semakin besar respon permintaan terhadap perubahan harga (Dewi, 2009) Hukum permintaan menyatakan, ” Jika harga suatu barang

Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta.. Institut Pertanian Bogor,