• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA DAN JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING DI DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA DAN JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING DI DKI JAKARTA"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA

DAN JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING

DI DKI JAKARTA

SKRIPSI

DETA PRIYANTI H34104018

PROGRAM ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

DETA PRIYANTI. Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS)

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia di samping terus tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Sektor pertanian berada pada urutan kedua terbesar dalam menyumbangkan angka pada PDB setelah sektor industri pengolahan sejak tahun 2006 sampai 2010. Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki perkembangan cukup baik. Tahun 2011 produksi komoditi hortikultura seperti buah, sayur, tanaman obat dan melati setiap tahun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32, 3,99, 4,06, dan 5,28 persen. Salah satu komoditi subsektor hortikultura yang bernilai tinggi adalah cabai merah. Daerah yang paling banyak memproduksi cabai atau penghasil cabai terbesar di Indonesia berlokasi di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat.

Sebagai komoditi strategis di Indonesia, fluktuasi harga dan pasokan cabai merah secara cepat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Ketidakseimbangan antara jumlah cabai yang tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan konsumen sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar cabai. Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang jumlahnya terlalu tinggi atau sebaliknya jumlah penawaran sangat rendah. Selain dari sisi penawaran/jumlah pasokan, ketidakseimbangan pasar cabai bisa juga berasal dari sisi permintaan. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi dan pada waktu berbeda permintaan cabai stabil kembali atau menjadi lebih sedikit.

DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia selalu menjadi perhatian utama dan tolak ukur dalam mengkaji ketersediaan sumber bahan makanan bagi Indonesia secara keseluruhan. Kondisi di DKI Jakarta yang jumlah penduduk semakin meningkat menyebabkan tingkat kebutuhan terhadap berbagai komoditi semakin meningkat. Berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari berbagai daerah umumnya dikumpulkan di satu pasar induk ini untuk kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan pasokan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan pasar induk di DKI Jakarta yang menjadi pusat perdagangan khususnya untuk komoditi sayur-sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian.

Fluktuasi jumlah produksi cabai merah di Indonesia secara tidak langsung menggambarkan jumlah cabai merah yang tersedia di Indonesia yang tidak stabil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku rumah tangga di wilayah DKI Jakarta dalam mengkonsumsi cabai merah, dan mengestimasi model permintaan rumah tangga serta mengestimasi model pasokan cabai merah di wilayah DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan kelengkapan data, penelitian ini dilaksanakan di beberapa pasar yang ada di DKI Jakarta mulai dari pasar induk, pasar moderen, dan pasar tradisional. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 50 orang yang ditentukan dengan metode convenience sampling. Data dianalisis dengan metode regresi linear berganda dan analisis deskriptif dengan menggunakan program Microsoft excel dan Minitab Versi 14.00.

(3)

iii Sebaran responden pada berbagai tingkatan usia menunjukkan bahwa sebagian besar ibu-ibu di DKI Jakarta yang menjadi pangsa pasar cabai merah itu sendiri adalah ibu-ibu yang berada dalam usia produktif yaitu usia 30 – 40 tahun. Tidak semua responden yang melakukan pembelian cabai berprofesi sebagai ibu rumah tangga, beberapa diantaranya ada yang bekerja. Tingkat pendidikan SMA merupakan tingkat pendidikan yang paling banyak diterima oleh responden. Sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta beranggotakan 4 – 7 orang. Penduduk di DKI Jakarta terdiri dari orang-orang dengan berbagai macam suku, diantaranya yaitu Betawi, Sunda, Jawa, Padang, Melayu, dan lain-lain.

Setiap rumah tangga memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam membeli dan mengkonsumsi cabai merah. Sebagian besar responden melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional. Sebanyak 36,00 persen dari keseluruhan responden melakukan pembelian cabai empat kali dalam sebulan. Jumlah cabai merah yang dibeli oleh rumah tangga di DKI Jakarta berkisar antara 0,05 hingga 1 kilogram setiap kali pembelian. Tidak semua responden melakukan penyimpanan terhadap cabai merah karena sifat cabai merah yang cepat busuk. Sebagian besar konsumen menyatakan tidak dapat mengganti cabai merah dengan jenis produk lainnya, tetapi ada yang menggantikannya dengan cabai rawit hijau, cabai rawit merah, saos sambal botolan, dan lada. Kebanyakan responden sangat tergantung dengan cabai merah, paling lama responden dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi cabai selama tujuh hari. Menanggapi perubahan yang terjadi pada cabai merah, beberapa rumah tangga ada yang terpengaruh oleh adanya perubahan harga, kuantitas, dan perubahan kondisi seperti pada hari raya/besar.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengahruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yaitu jumlah anggota keluarga, harga beli, pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian, tempat pembelian, dan suku. Keragaman jumlah permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah 61,8 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen tersebut, sebesar 38,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Dilihat dari nilai Fhit dan probabilitas, secara keseluruhan model dugaan signifikan mempengaruhi permintaan. Variabel-variabel yang secara individu berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumah tangga yaitu jumlah anggota keluarga, tempat pembelian cabai merah, dan suku. Dilihat dari nilai elastisitasnya, jumlah permintaan cabai rumah tangga tidak elastis pada setiap variabel-variabel yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta yaitu jumlah pasokan cabai keriting periode sebelumnya, harga cabai merah keriting, harga cabai merah keriting musim sebelumnya, harga rata-rata cabai substitusi, tingkat inflasi, dan bulan puasa/hari raya. Keragaman jumlah pasokan 75,1 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen tersebut, sebesar 24,9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Dilihat dari nilai Fhit dan probabilitas, secara keseluruhan variabel-variabel yang ada di dalam model dugaan signifikan mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah. Variabel yang secara individu berpengaruh signifikan terhadap jumlah pasokan cabai merah keriting harga rata-rata cabai substitusi, dan tingkat inflasi. Jumlah pasokan cabai tidak elastis terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya kecuali perubahan tingkat inflasi.

(4)

iv

ANALISIS PERILAKU PERMINTAAN RUMAH TANGGA

DAN JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING

DI DKI JAKARTA

DETA PRIYANTI H34104018

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

PROGRAM ALIH JENIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

v Judul Skripsi : Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah

Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta

Nama : Deta Priyanti

NIM : H34104018 Menyetujui, Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001 Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Deta Priyanti H34104018

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Deta Priyanti dilahirkan pada tanggal 2 Februari 1989 di Curup, Bengkulu. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sukri dan Ibu Rusni.

Pendidikan penulis diawali di Taman Kanak–kanak AL–Quran Curup, Bengkulu pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 02 Centre Curup, Bengkulu pada tahun 1995-2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Curup, Bengkulu dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Curup, Bengkulu dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan dengan diterima di Program Keahlian Manajemen Agribisnis, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Setelah menyelesaikan pendidikan program diploma di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010, penulis langsung melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana. Penulis diterima di Program Alih Jenis Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian, menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta”. Penulisan kajian ini merupakan hasil dari kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012, yang merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Alih Jenis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan–kekurangan baik dari pemahaman materi, pemakaian bahasa, maupun dari segi penyajiannya. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis sendiri dan umumnya kepada para pembaca.

Bogor, Juli 2012

(9)

ix

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirobbil a’laminn, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini juga tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak menghaturkan banyak terima kasih kepada :

1. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, arahan serta nasehat mulai dari persiapan penelitian sampai pada penulisan skripsi ini.

2. Amzul Rifin, Ph.D sebagai dosen evaluator pada saat kolokium/seminar proposal penelitian sekaligus sebagai dosen penguji utama dalam sidang yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji akademik/dosen komisi pendidikan pada saat sidang yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam hal penulisan skripsi yang baik dan benar.

4. Kedua orang tua yang selalu menjadi sumber inspirasi bagi penulis, Ayah Sukri dan Emak Rusni tercinta. Terimakasih atas segala rasa cinta, kasih sayang, dan segala pengorbanan yang diberikan untuk penulis. Terimakasih atas segala doa, nasehat, dukungan moril maupun materil yang sangat berarti bagi penulis. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang membahagiakan. 5. Kakak M. Nugransyah tercinta, terima kasih atas rasa cinta, kasih sayang,

doa, semangat dan support yang selalu diberikan kepada penulis.

6. Teman satu tim dalam penelitian Ade Rahmana Pajrin dan Arief Bangun Sanjaya atas kerja sama, bantuan, dan masukan yang diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi.

7. Seluruh Dosen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang telah mengajar penulis semasa kuliah sehingga penulis dapat mengerti dan memanfaatkan materi-materi yang telah diberikan dengan baik.

(10)

x 8. Semua teman–teman di Program Alih Jenis Departemen Agribisnis

khususnya angkatan ’1, terimakasih atas kerjasama, dukungan, dan masukan yang telah diberikan.

9. Teman satu kosan (Cece, Luna, Arumi, Momon, Indah), terimakasih atas dukungan, masukan, dan doa yang telah diberikan.

10. Semua teman-teman, keluarga, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih karena telah selalu mendukung dan mendoakan keberhasilan penulis.

Semoga amal dan kebaikan Bapak/Ibu serta rekan-rekan semua mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Amin

Bogor, Juli 2012

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 8 1.3. Tujuan ... 11 1.4. Manfaat Penelitian ... 12 1.5. Ruang Lingkup ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Deskripsi Umum Cabai Merah ... 14

2.2. Permintaan dan Penawaran Cabai Merah... 15

2.3. Permintaan dan Penawaran Komoditi Lain ... 17

2.4. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu ... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1. Teori Penawaran... 23

3.1.2. Teori Permintaan ... 26

3.1.3. Konsep Elastisitas ... 32

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

IV. METODE PENELITIAN ... 36

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 37

4.3. Data dan Instrumentasi ... 37

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 38

4.5. Metode Pengolahan Data ... 38

4.5.1. Analisis Deskriptif... 39

4.5.2. Analisis Regresi Berganda ... 40

4.5.2.1. Kriteria Ekonometrika ... 44

4.5.2.2. Kriteria Statistik ... 46

4.6. Hipotesis Penawaran dan Permintaan Cabai Merah ... 48

4.6.1. Hipotesis Penawaran Cabai Merah ... 48

4.6.2. Hipotesis Permintaan Cabai Merah ... 50

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PERILAKU RUMAH TANGGA DALAM KONSUMSI CABAI MERAH KERITING ... 52

5.1. Provinsi DKI Jakarta ... 52

5.2. Perilaku Rumah Tangga dalam Konsumsi Cabai Merah Keriting ... 58

5.2.1. Tempat Pembelian Cabai Merah Keriting ... 59

(12)

xii

5.2.3. Kuantitas Pembelian Cabai Merah Keriting ... 61

5.2.4. Stok Cabai Merah Keriting ... 62

5.2.5. Produk Substitusi Cabai Merah Keriting ... 63

5.2.6. Daya Tahan Tidak Mengkonsumsi Cabai Keriting ... 64

5.2.7. Pendapat Mengenai Harga Cabai Keriting ... 65

5.2.8. Respon Terhadap Perubahan ... 66

VI. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING ... 71

6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting ... 71 6.2. Kriteria Ekonometrika ... 75 6.2.1. Uji Linearitas ... 75 6.2.2. Uji Homoskedastisitas ... 75 6.2.3. Uji Multikolinearitas ... 76 6.2.4. Uji Normalitas ... 77 6.3. Kriteria Statistik ... 77

6.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 77

6.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) ... 78

6.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) ... 79

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH DI DKI JAKARTA ... 80

7.1. Model Pasokan Cabai merah keriting di DKI Jakarta ... 80

7.2. Kriteria Ekonometrika ... 83 7.2.1. Uji Linearitas ... 83 7.2.2. Uji Homoskedastisitas ... 84 7.2.3. Uji Autokorelasi ... 84 7.2.4. Uji Multikolinearitas ... 85 7.2.5. Uji Normalitas ... 85 7.3. Kriteria Statistik ... 86

7.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 86

7.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) ... 86

7.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) ... 87

7.4. Implikasi Kebijakan ... 89

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

8.1. Kesimpulan ... 91

8.2. Saran... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010 ... 1 2. Jumlah Produksi Cabai Setiap Provinsi-provinsi di Indonesia

Tahun 2007-2011 (Ton) ... 3 3. Jumlah Pasokan Cabai di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta

Tahun 2006-2011 ... 7 4. Luas Panen dan Produksi Cabai di DKI Jakarta pada

Tahun 2006-2010 ... 53 5. Daerah Asal Komoditi Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati

(PIKJ) ... 56 6. Daerah Pemasaran dan Persentase Jumlah Komoditas di Pasar

Induk Kramat Jati Jakarta ... 58 7. Sebaran Responden Menurut Tempat Pembelian Cabai Merah

Keriting ... 60 8. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Pembelian Cabai

Merah Keriting ... 61 9. Sebaran Responden Menurut Kuantitas Cabai Merah Keriting .... 61 10. Sebaran Responden Menurut Kuantitas Stok Cabai Merah

Keriting ... 62 11. Sebaran Responden Menurut Produk Substitusi Cabai Merah ... 64 12. Sebaran Responden Menurut Daya Tahan Tidak Mengkonsumsi

Cabai Merah Keriting ... 65 13. Sebaran Responden Mengenai Harga Beli Cabai Merah Keriting 66 14. Sebaran Responden Menurut Respon Responden Terhadap

Perubahan Harga Cabai Merah, Pendapatan, dan Kuantitas Cabai Merah Keriting ... 67 15. Perubahan Jumlah Konsumsi Cabai Kerting Rumah Tangga Akibat

(14)

xiv 16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga

di DKI Jakarta Terhadap Cabai Merah Keriting ... 71 17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasokan Cabai Merah

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Indonesia

Tahun 2010 ... 4

2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011 ... 5

3. Jumlah Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997-2010 .... 9

4. Pekembangan Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Tahun 2009-2011 ... 10

5. Kurva Penawaran dan Pergerakan Sepanjang Kurva penawaran . 24 6. Pergeseran Kurva Penawaran ... 25

7. Kurva Permintaan dan Pergerakan Sepanjang Kurva ... 29

8. Kurva Permintaan dan Pergeseran Kurva ... 30

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Konsumen Cabai Merah Keriting ... 97 2. Data Regresi Permintaan Cabai Merah Keriting ... 101 3. Data Regresi Pasokan Cabai Merah Keriting ... 102 4. Grafik Output Minitab Untuk Melakukan Uji Linearitas,

Homoskedastisitas, dan Normalitas Model Permintaan Cabai Merah Keriting ... 103 5. Output Perhitungan Minitab Versi 14.00 untuk Model

Permintaan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 104 6. Grafik Output Minitab Untuk Melakukan Uji Linearitas,

Homoskedastisitas, dan Normalitas Model Pasokan Cabai Merah Keriting ... 105 7. Output Perhitungan Minitab Versi 14.00 untuk Model Pasokan

Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 106 8. Perhitungan Variabel Dummy dalam Model Permintaan

Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 107

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia di samping terus tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor lain. Hal ini tentu sudah sepantasnya mengingat istilah sebagai negara agraris begitu melekat pada negara Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia tahun 2006 sampai 2011 seperti yang terlihat pada pada Tabel 1. semakin menguatkan pendapat bahwa sektor pertanian merupakan sektor penting bagi perekonomian di negara Indonesia. Dari tahun ke tahun, persentase PDB yang berasal dari sektor pertanian selalu berada di posisi tiga terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa walaupun terlihat cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai pada tahun 2006, distribusi PDB sektor pertanian pada tahun 2011 masih menempati posisi ketiga terbesar setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 12,7 persen dari seluruh PDB nasional yang dihasilkan.

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan 14,2 13,8 13,7 13,6 13,2 12,7 2 Pertambangan dan Penggalian 9,1 8,7 8,3 8,3 8,1 7,7 3 Industri Pengolahan 27,8 27,4 26,8 26,2 25,8 25,7 4 Listrik, Gas & Air Bersih 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 5 Konstruksi 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,5 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 16,9 17,3 17,5 16,9 17,3 17,8 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,8 7,2 8,0 8,8 9,4 9,8 8 Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 9,2 9,3 9,5 9,6 9,6 9,6 9 Jasa-jasa 9,2 9,3 9,3 9,4 9,4 9,4

Produk Domestik Bruto 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 92,2 92,7 93,1 93,5 93,8 94,3

Keterangan : *Angka Sementara, **Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia (2012)1

1

(18)

2 Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang memiliki perkembangan cukup baik. Hortikultura terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, bunga, tanaman hias dan juga termasuk tanaman obat. Subsektor tanaman hortikultura dapat dikatakan sebagai salah satu subsektor yang sangat prospektif dan berperan penting dalam sektor pertanian. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat dari subsektor ini banyak dihasilkan sumber bahan makanan seperti buah-buahan dan sayuran. Baik buah-buahan maupun sayuran dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat karena diketahui mengandung banyak vitamin dan mineral yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Selain itu, secara geografis negara Indonesia juga sangat mendukung untuk dikembangkannya berbagai jenis tanaman buah-buahan tropis dan berbagai jenis sayuran.

Dalam Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja Tahun 2012 oleh menteri pertanian yang diterbitkan departemen pertanian disebutkan bahwa tahun 2011 produksi komoditi hortikultura rata-rata mengalami peningkatan. Seperti buah, sayur, tanaman obat dan melati setiap tahun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32, 3,99, 4,06, dan 5,28 persen.2 Hal ini menunjukkan suatu perkembangan yang baik bagi subsektor hortikultura. Peningkatan produksi yang telah berlangsung ini bisa juga dijadikan sebagai pemacu untuk lebih meningkatkan produksi tanaman hortikultura di waktu yang akan datang.

Salah satu komoditi subsektor hortikultura yang bernilai tinggi dan sangat dikenal masyarakat Indonesia adalah cabai. Cabai yang termasuk dalam kelompok tanaman sayuran ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berasal dari seluruh penjuru tanah air dari Sabang sampai Merauke. Kekhasan masakan Indonesia dengan cita rasa pedas dan kekayaan warisan kuliner yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan salah satu faktor yang membuat cabai banyak dikonsumsi di Indonesia. Kebutuhan yang tinggi akan cabai ini mengharuskan negara Indonesia untuk dapat menghasilkan cabai dalam jumlah yang tinggi agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan konsumen cabai di tanah air.

2

Kementrian Pertanian. 2012. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 dan Rencana Perbaikan Kinerja Tahun 2012. http://www.deptan.go.id [diakses 21 Februari 2012]

(19)

3 Konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap cabai didukung pula oleh kemampuan masing-masing daerah untuk memproduksi dan menghasilkan cabai tersebut. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia membuat hampir semua daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, dan pulau–pulau lainnya bisa menghasilkan cabai. Meskipun tidak jarang ditemukan suatu daerah yang mampu memproduksi cabai masih harus memasok cabai dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah. Hal ini terjadi karena jumlah hasil produksi suatu daerah belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap komoditi cabai tersebut. Saat ini daerah yang paling banyak memproduksi cabai atau dapat dikatakan sebagai penghasil cabai terbesar di Indonesia berlokasi di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Penghasil cabai terbesar kedua setelah Jawa Barat adalah Sumatra Utara yang diikuti oleh daerah Jawa tengah, Jawa Timur, Aceh dan daerah – daerah lainnya. Tabel 2. menunjukkan data produksi tanaman cabai menurut provinsi berdasarkan daerah penghasil cabai terbesar.

Tabel 2. Jumlah Produksi Cabai Setiap Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ton)

No Lokasi Jumlah Produksi Cabai (ton)

2007 2008 2009 2010 2011* 1 Jawa Barat 184.764 168.101 209.265 166.691 195.383 2 Jawa Timur 73.776 63.033 65.767 71.565 73.656 3 Sumatera Utara 112.843 116.977 124.422 154.694 197.826 4 Jawa Tengah 91.150 100.083 139.993 134.572 117,341 5 Aceh 26.422 30.765 20.727 35.324 23.816 6 Daerah Lain-lain 187.873 216.748 227.259 244.314 249,169 TOTAL 676.828 695.707 787.433 807.160 857.191 Keterangan : *Angka Sementara

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2012)3

Selain menunjukkan provinsi penghasil cabai tertinggi, dari data yang ditunjukkan pada Tabel 2. dapat pula diketahui bahwa jumlah produksi cabai di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Tingginya tingkat produksi cabai ini bisa jadi menjadi sebuah indikator yang menunjukkan tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi cabai. Banyak petani cabai di Indonesia yang menyadari tingginya kebutuhan cabai, sehingga

3

(20)

4 produksi cabai ditingkatkan agar terpenuhi semua kebutuhan masyarakat. Disamping itu tanaman cabai sendiri memang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat prospektif dan dapat memberikan keuntungan yang tinggi jika diusahakan. Seperti hasil penelitian tentang kelayakan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh Siregar (2011). Hasil penelitian yang dilakukan pada petani cabai merah keriting sebagai responden di Desa Citapen secara umum memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah keriting sangat menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Dilihat dari nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46. Artinya adalah bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.

Satu hal yang sangat penting terkait dengan komoditi cabai merah yaitu pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis komoditi strategis di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari besarnya tingkat permintaan masyarakat terhadap cabai merah. Fluktuasi harga dan pasokan cabai merah secara cepat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Hal ini menjadikan cabai merah termasuk dalam sepuluh besar komoditi yang menyumbangkan inflasi seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Indonesia Tahun 2010

Sumber : Sekretariat Negara Indonesia (2011)4

4

(21)

5 Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pasokan cabai sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi yang bisa dihasilkan oleh masing-masing daerah penghasil. Jumlah cabai yang tersedia di pasar tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terkadang pasokan cabai yang tersedia bisa melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat, tetapi tidak jarang pula jumlah cabai yang tersedia bahkan lebih sedikit dari kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Ketidakseimbangan antara jumlah cabai yang tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan konsumen sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar cabai. Permasalahan utama yang terjadi karena ketidakseimbangan ini adalah tingkat harga yang tidak menentu (berfluktuasi). Dilihat dari besarnya pengaruh cabai merah pada perekonomian Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1. tentunya fluktuasi harga cabai menjadi satu permasalahan penting dalam perekonomian di Indonesia.

Ada banyak hal yang bisa menyebabkan ketidaksesuaian jumlah penawaran dan permintaan cabai masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak stabilnya jumlah cabai yang tersedia atau juga karena jumlah kebutuhan masyarakat yang fluktuatif. Yang jelas hal ini akan berdampak pada harga cabai menjadi tidak stabil. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2. menunjukkan fluktuasi yang terjadi pada harga cabai di Indonesia sepanjang tahun dari tahun 2008 hingga akhir tahun 2011.

Gambar 2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011

(22)

6 Grafik perkembangan harga cabai yang terlihat pada Gambar 2. mengindikasikan adanya ketidakseimbangan pada pasar cabai nasional. Ketidakseimbangan pasar ini bisa berasal dari jumlah penawaran dapat dilihat dari jumlah pasokan cabai merah yang tersedia di pasar sebagai representasi dari jumlah penawaran cabai merah. Penawaran menyebabkan ketidakseimbangan pasar komoditi cabai tidak stabil karena terkadang jumlahnya terlalu tinggi atau sebaliknya jumlah penawaran sangat rendah. Selain dari sisi penawaran yang terlihat dari jumlah pasokan, ketidakseimbangan pasar cabai bisa juga berasal dari sisi permintaan. Pada waktu-waktu tertentu permintaan cabai sangat tinggi dan pada waktu berbeda permintaan cabai stabil kembali atau menjadi lebih sedikit.

Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah pasokan cabai yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat yaitu karena harga cabai itu sendiri dan hasil produksi cabai sebagai sumber pasokan/penawaran cabai. Pertumbuahan dan perkembangan tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Beberapa waktu terakhir, cuaca menjadi salah satu sumber masalah bagi usaha-usaha agribisnis termasuk tanaman cabai. Pemanasan global (global warming) mengakibatkan cuaca semakin tidak menentu dan secara otomatis hasil produksi komoditi pertanian seperti cabai menjadi tidak stabil. Selain permasalahan-permasalahn teknis, kuantitas penawaran cabai tidak terlepas dari pengaruh harga jual cabai itu sendiri. Harga komoditi cabai itu sendiri mempengaruhi jumlah pasokan cabai, karena para produsen cabai tentu tidak mau memproduksi cabai jika harga cabai turun. Hal seperti ini akan menyebabkan penawaran cabai dipasaran menjadi turun.

Dari sisi konsumen sendiri atau jumlah kebutuhan masyarakat akan cabai juga tidak menentu, terkadang kebutuhan masyarakat menjadi sangat tinggi di atas kebutuhan biasanya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh momen-momen tertentu seperti hari-hari besar keagamaan. Selain cuaca, harga, dan momen-momen hari raya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai dan juga kebutuhan/permintaan cabai. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut agar diketahui secara jelas dan lebih rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya. Lokasi-lokasi yang menjadi pusat produksi, konsumsi, dan pemasaran cabai

(23)

7 merupakan tempat yang paling tempat untuk mengkaji tentang penawaran dan permintaan cabai.

Jawa Barat dan beberapa daerah lain yang termasuk dalam kategori daerah penghasil cabai tertinggi sangat menentukan ketersediaan komoditi cabai dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia. Umumnya cabai yang dihasilkan baik dari daerah penghasil cabai terbesar seperti Jawa Barat dan Jawa Timur serta daerah lainnya dikumpulkan di pasar induk untuk kemudian didistribusikan ke seluruh wilayah yang membutuhkan pasokan cabai termasuk untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia selalu menjadi perhatian utama dan tolak ukur dalam mengkaji ketersediaan sumber bahan makanan bagi Indonesia secara keseluruhan. Letaknya yang dekat dengan pusat pemerintahan, dan jumlah penduduk yang padat membuat DKI Jakarta menjadi lokasi yang tepat untuk mengkaji ketersediaan dan konsumsi bahan makanan termasuk jenis sayuran seperti cabai merah. Apalagi dengan kondisi di DKI Jakarta yang jumlah penduduk semakin meningkat menyebabkan tingkat kebutuhan terhadap berbagai komoditi semakin meningkat. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi di DKI Jakrata sendiri dimana lahan-lahan pertanian semakin sempit dan terbatas membuat DKI Jakarta tidak bisa memproduksi sendiri berbagai macam komoditas yang dibutuhkan. Menurut data statsistik dalam Jakarta Dalam Angka (2011) luas panen pertanian di DKI Jakarta semakin menurun, bahkan sejak tahun 2009 khusus untuk cabai luas lahan sudah tidak ada sama sekali atau nol hektar. Kondisi seperti ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan penduduk DKI Jakarta harus dipasok dari daerah-daerah lain.

Tabel 3. Jumlah Pasokan Cabai di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta Tahun 2006-2011

Tahun Jumlah Cabai (Ton) Perubahan (%)

2006 67.130 2007 69.981 0,042 2008 76.555 0,094 2009 69.598 -0,091 2010 58.453 -0,160 2011 50.336 -0,139

(24)

8 Data yang terlihat pada Tabel 3. menunjukkan ketersedian cabai di Pasar Induk Kramat Jati beberapa tahun terakhir. Jumlah pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sesuai dengan jumlah yang tertera pada tabel merupakan pasokan dari berbagai daerah di Indonesia. Berbagai sumber bahan makanan yang berasal dari berbagai daerah umumnya dikumpulkan di satu pasar induk ini untuk kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan pasokan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu pasar induk yang ada di daerah Jawa Barat khususnya DKI Jakarta yang menjadi pusat perdagangan untuk komoditi sayur-sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Seperti yang terlihat pada Tabel 3. semua pasokan cabai berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Tidak hanya cabai, beberapa jenis komoditi lain seperti buah-buahan dan sayuran lainnya yang berasal dari berbagai daerah banyak tersedia di pasar induk ini. Dari PIKJ ini berbagai komoditas kemudian akan disebarkan ke daerah-daerah lainnya.

1.2. Perumusan Masalah

Ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan jumlah penawaran terhadap suatu produk merupakan suatu kejadian yang sangat sering terjadi. Komoditas hasil pertanian termasuk salah satu produk yang sering mengalami ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Apalagi dengan ketergantungan yang tinggi pada cuaca sangat mempengaruhi hasil panen. Hal ini sering membuat jumlah yang dihasilkan dan yang tersedia di pasar menjadi tidak stabil. Sifat musiman yang sudah menjadi karakteristik komoditi pertanian juga tidak kalah berperan penting dalam menentukan jumlah ketersediaan atau penawaran komoditi pertanian.

Cabai merupakan komoditi sayuran yang sangat akrab dengan masyarakat, karena cabai digunakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi yaitu jenis cabai merah. Pasar cabai merah merupakan salah satu pasar yang sering sekali mengalami ketidakseimbangan antara jumlah yang ditawarkan oleh pasar dan jumlah yang dibutuhkan oleh konsumen. Padahal sebagai komoditi strategis harga cabai biasanya mempengaruhi harga komoditi sayuran dan bahan pangan lainnya. Sesuai dengan laporan yang diterbitkan Sekretariat Negara Republik Indonesia (2011) pada tahun

(25)

9 2010 inflasi mencapai 6,96 persen dan yang terpenting dalam hal ini yaitu bahwa inflasi terjadi karena sebagian besar dipengaruhi oleh komoditas pertanian. Urutan ke tiga terbesar dalam memberikan pengaruh pada inflasi adalah cabai merah5.

Jumlah produksi cabai merah di Indonesia yang berfluktuasi secara tidak langsung menggambarkan jumlah cabai merah yang tersedia di Indonesia yang tidak stabil. Hal ini secara otomatis akan mempengaruhi harga jual cabai merah itu sendiri. Ketika jumlah produksi tinggi maka jumlah penawaran/pasokan akan tinggi, sedangkan tingkat permintaan rendah atau bahkan jauh di bawah jumlah penawaran harga cabai merah akan turun dan begitu juga sebaliknya ketika jumlah penawaran/pasokan turun sedangkan permintaan sedang tinggi maka harga cabai merah otomatis akan naik. Hal ini akan sangat mempengaruhi keadaan pasar dan perilaku konsumsi konsumen terhadap cabai merah.

Gambar 3. Jumlah Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997-2010

Sumber : Badan Pusat Stastistik Indonesia (2012) 6

Gambar 3. menunjukkan bagaimana perkembangan produksi cabai merah di Indonesia beberapa tahun terakhir. Terlihat jumlah produksi cabai merah sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan pada awal tahun 2000-an meskipun sekarang cenderung lebih stabil dan mengalami peningkatan. Ketidakseimbangan jumlah penawaran dan permintaan membawa dampak yaitu harga menjadi sangat fluktuatif. Fluktuasi harga yang terjadi pada berbagai

5

http://www.setneg.go.id [diakses 14 Maret 2012] 6

Badan Pusat Statistik. 2012. http://www.bps.go.id [diakses 22 Februari 2012] -200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Ju m lah P r o d u k si C ab ai (To n ) Tahun Cabai (ton)

(26)

10 komoditi terutama cabai ini menjadi masalah baik bagi produsen maupun konsumen. Ketika harga rendah akan menjadi masalah bagi produsen dan penjual karena menyebabkan pendapatan menurun. Sebaliknya ketika harga cabai tinggi para konsumen yang akan merasakan dampaknya terutama bagi masyarakat yang perekonomiannya tergolong menengah ke bawah.

Gambar 4. menunjukkan fluktuasi harga cabai merah keriting khususnya di DKI Jakarta tahun 2009 hingga tahun 2011. Selama tiga tahun terakhir harga cabai sangat fluktuatif dan ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat keseimbangan yang baik di pasar cabai. Hal ini dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan masyarakat atau permintaan dan jumlah pasokan yang tersedia atau penawaran cabai itu sendiri, karena harga cabai sangat berkaitan baik dengan permintaan maupun dengan jumlah penawaran. Jumlah penawaran dan harga memiliki hubungan seperti layaknya hubungan harga dan jumlah permintaannya. Perbedaannya jika harga naik permintaan akan turun sedangkan penawaran cenderung meningkat dan begitu juga sebaliknya.

Gambar 4. Pekembangan Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Tahun 2009-2011

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2012)

Meskipun permintaan dengan harga memiliki keterkaitan dan dapat saling mempengaruhi satu sama lain, pada kenyataannya baik jumlah permintaan maupun jumlah penawaran tidak hanya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 2009 2010 2011

(27)

11 harga saja. Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seberapa besar jumlah permintaan konsumen dan jumlah pasokan/penawaran terhadap komoditi tertentu. Masing-masing faktor akan memberikan pengaruh dengan tingkatan yang berbeda-beda dalam menentukan jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Dalam hal ini permintaan cabai merah terkait pula dengan perilaku konsumsi rumah tangga dalam mengkonsumsi cabai merah. Sedangkan penawaran, yang dalam hal ini merupakan pasokan cabai merah keriting yang tersedia di pasar.

Berdasarkan permasalahan yang terkait dengan permintaan dan penawaran cabai merah, dapat dikatakan bahwa mempelajari lebih lanjut mengenai perilaku konsumsi dan permintaan rumah tangga serta faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan sebagai gambaran jumlah penawaran cabai merah dinilai sebagai suatu bahan kajian yang cukup penting. Dengan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan dan pasokan cabai merah, jumlah pasokan dapat disesuaikan dengan permintaan konsumen. Hal ini dapat berguna dalam menentukan keputusan yang akan diambil terkait dengan cabai merah baik dari sisi konsumen maupun produsen yang akan menawarkan produknya. Sehingga pihak-pihak yang terkait dalam membeli dan menjual cabai merah ini dapat lebih bijak dalam mempertimbangkan keputusannya agar keseimbangan pasar antara permintaan dan pasokan dapat terealisasi dan harga cabai menjadi lebih stabil.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dinyatakan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku permintaan rumah tangga terhadap komoditi cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta?

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu :

(28)

12 1. Menganalisis perilaku permintaan rumah tangga di wilayah DKI Jakarta

dalam mengkonsumsi cabai merah keriting.

2. Mengestimasi model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta.

3. Mengestimasi model jumlah pasokan cabai merah keriting di wilayah DKI Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dilaksanakannya penelitian ini seperti yang telah diuraikan di atas, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut.

1. Memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan yaitu pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait produksi dan penjualan cabai merah keriting agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sehingga diharapkan jumlah pasokan cabai bisa sesuai dengan jumlah permintaan. 2. Dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dengan kegiatan

bisnis cabai merah keriting baik produsen/petani maupun pedagang. Sehingga dapat menentukan strategi dalam memproduksi dan menjual cabai merah keriting agar terwujud suatu keseimbangan pasar antara permintaan dan jumlah pasokan.

3. Bagi peneliti sebagai wadah dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan industri dan pasar cabai merah keriting dengan melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan dan permintaan cabai merah keriting.

4. Menjadi tambahan referensi dan tambahan wacana pengetahuan bagi pembaca, khususnya bagi rekan-rekan yang akan melakukan penelitian sejenis. Selain itu dapat menjadi bahan kajian penelitian selanjutnya yang dapat diaplikasikan pada jenis komoditi lainnya.

(29)

13 1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada analisis jumlah pasokan dan permintaan terhadap cabai merah di daerah DKI Jakarta. Mengingat cabai merah terbagi menjadi cabai merah besar dan cabai merah keriting, penelitian ini lebih dikhususkan pada analisis terhadap cabai merah keriting. Hal ini dikarenakan kuantitas cabai merah keriting adalah yang paling banyak diperjualbelikan di Indonesia, khususnya DKI Jakarta. Bahkan Jumlah cabai merah keriting ini lebih dari 50 persen dari jumlah cabai secara keseluruhan yang terdiri dari cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai rawit merah, dan cabai rawit hijau. Pengambilan data dibatasi pada pasar yang menjadi pusat pasokan dan pusat pembelian cabai merah bagi masyarakat DKI Jakarta. Pasar-pasar yang akan dijadikan pusat pengambilan data terdiri dari satu pasar induk untuk pengambilan data sekunder (pasokan), pasar tradisional, serta moderen untuk pemenuhan kebutuhan data primer. Analisis permintaan cabai merah dilakukan terhadap 50 orang responden yang tersebar di wilayah DKI Jakarta. Sedangkan analisis jumlah menggunakan data sekunder yaitu data bulanan dari tiga tahun terakhir. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan metode analisis regresi linear berganda.

(30)

14

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Umum Cabai Merah

Cabai merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat terkenal di Indonesia bahkan hampir seluruh negara di dunia mengenal cabai merah. Selain karena banyak dikonsumsi, tanaman dengan nama latin Capsicum annuum L. ini terbilang sebagai salah satu jenis tanaman yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Dalam penelitian Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (2007) disebutkan pada umumnya tanaman cabai merah dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari 500 – 1200 meter di atas permukaan laut.

Di Indonesia sendiri lahan yang cocok untuk menanam cabai masih sangat luas, tetapi penanaman cabai di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan keritinggian sedikit di bawah 800 meter di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Meskipun sebenarnya cabai dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hampir segala jenis tempat, mulai dari dataran tinggi, dataran rendah, lahan basah, dan juga lahan kering. Hal ini membuat tanaman cabai ini mudah untuk dijumpai di berbagai tempat. Meskipun terkadang cabai di daerah yang satu memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri dengan cabai di daerah yang lainnnya.

Kusandriani (1996) menganalisa tentang sejarah cabai merah, dimana cabai merah awalnya berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh.

Pemaparan mengenai cabai merah juga dikemukakan oleh Santika (2000) yang menyebutkan bahwa cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak mengandung vitamin khususnya vitamin C. Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran (hortikultura) yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sesuai dengan namanya, cabai

(31)

15 merah memiliki warna kulit buah yang merah sewaktu buah sudah tua dan masak. Bentuk buahnya silindris dan mengecil ke arah ujung buah. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya yang khas. Cabai merah dapat digunakan dengan cara dimasak atau dikonsumsi mentah, selain itu jenis sayuran yang satu ini bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengkonsumsi cabai merah. Tidak heran jika konsumsi cabai selalu mengalami peningkatan dan memacu peningkatan jumlah produksi cabai setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada tabel-tabel sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena hampir seluruh daerah di nusantara memanfaatkan cabai sebagai bumbu masakan. Selain itu cabai merah juga dapat dijadikan hiasan pada sajian makanan, dan bahkan di daerah tertentu cabai telah dimanfaatkan sebagai camilan makanan khas daerah. Seperti yang terdapat di daerah Aceh, cabai merah diolah menjadi manisan cabai. Perkembangan jenis pengolahan cabai ini membuat cabai merah menjadi komoditi hortikultura yang semakin memilki nilai ekonomi yang tinggi.

2.2. Permintaan dan Penawaran Cabai Merah

Susanti (2006) menganalisis peramalan terhadap komoditas cabai. Peramalan yang dilakukan disini yaitu peramalan permintaan cabai merah dengan studi kasus dilokasi yaitu di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Pasar Induk Kramat Jati dipilih karena dinilai sebagai pasar terbesar di Jakarta yang menjadi pemasok sayuran bagi Jakarta dan daerah lain di Indonesia serta merupakan pasar yang menjadi barometer dalam penentuan harga beberapa komoditi.

Terus meningkatnya permintaan cabai seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan cabai yang berfluktuasi melatarbelakangi penelitian ini. Jumlah pasokan yang dipengaruhi oleh faktor cuaca, harga, dan adanya momen-momen penting dianggap sebagai variabel penting yang mempengaruhi jumlah permintaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa metode terbaik untuk meramalkan permintaan cabai yaitu metode ARIMA dan Single Exponential Smoothing. Berdasarkan analisis regresi, harga rata-rata cabai merah berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah di PIKJ.

(32)

16 Syafa’at et al. (2005) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan kajian terkait dengan permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang diteliti mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu tujuan dilakukannya kajian ini yaitu menganalisis perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama di Indonesia. Komoditas pertanian utama yang dikaji salah satunya yaitu kelompok komoditas hortikultura seperti kentang, tomat, cabai, bawang merah, pisang, jeruk, dan durian. Untuk mengestimasi elastisitas permintaan dan penawaran digunakan dua model yaitu parsial dan simultan. Model parsial yang digunakan untuk mengestimasi permintaan adalah AIDS (Almost Ideal Demand System). Sedangkan model parsial yang digunakan untuk mengestimasi elastisitas penawaran adalah model linear (cobb-douglass, log dan double log).

Hasil penelitian khususnya untuk komoditi cabai menunjukkan produksi cabai diproyeksikan akan meningkat 1,97 persen per tahun dan konsumsi diproyeksikan akan mengalami peningkatan 0,8 persen. Konsumsi diproyeksikan mengalami peningkatan lebih lambat dari pada produksi maka defisit diproyeksikan akan terus menurun 5,41 persen per tahun. Hal ini diproyeksikan akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Sehingga, menurut hasil penelitian ini pada tahun 2027 Indonesia akan mencapai swasembada cabai.

Kustiari et al. (2009) tidak jauh berbeda dengan penelitian Syafa’at sebelumnya yang mengkaji tentang permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang menjadi objek kajian juga sama yaitu tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Salah satu komoditas hortikultura yang dikaji yaitu komoditi cabai. Untuk mendukung terciptanya ketahanan pangan, sehingga penting untuk dianalsis keseimbangan antara permintaan dan penawaran menjadi latar belakang dilakukannya kajian ini. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan model parsial LA/AIDS (Linear Approximation Almost Ideal Demand System) dan model Koreksi Kesalahan (Error Correction Mechanism=ECM).

(33)

17 Hasil kajian dari penelitian ini, khususnya pada subsesktor hortikultura menunjukkan pada periode 1969-2008 beberapa jenis sayuran termasuk cabai laju produksinya akan mengalami penurunan. Laju produksi cabai menurun hingga 0,48 persen. Dilain pihak jumlah permintaan atau jumlah konsumsi akan mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang mengalami peningkatan. Diprediksikan, jumlah konsumsi cabai merah cenderung mengalami peningkatan hingga 0,65 juta ton pada tahun 2002 menjadi 1,18 ton pada tahun 2006.

Lebih lanjut hasil kajian ini memproyeksikan pada tahun 2009-2014 luas panen tanaman hortikultura termasuk cabai merah akan meningkat 0,7 hingga 0,83 persen per tahun. Tetapi peningkatan luas panen cabai ini tidak akan mempengaruhi hasil produksinya. Sedangkan di sisi permintaan, sama dengan penelitian sebelumnya bahwa konsumsi atau permintaan cabai diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan. Sumber utama penyebab peningkatan permintaan cabai merah yaitu jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan.

2.3. Permintaan dan Penawaran Komoditi Lain

Kajian tentang permintaan dan penawaran juga telah banyak dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tetapi pada penelitian sebelumnya yang menjadi objek kajian berbeda dengan penelitian ini, beberapa diantaranya mengkaji tentang sayuran organik, sayuran hijau, bawang merah, minyak goreng kelapa, dan komoditi-komoditi lainnya.

Hasibuan (2008) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sayuran organik. Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 37 orang. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada permintaan sayuran organik dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Selain itu digunakan juga metode analisis rank spearman dan metode analisis SWOT untuk mengetahui tingkat hubungan beberapa variabel dengan pembelian sayuran organik dan startegi pengembangan usaha sayuran organik. Sayuran organik yang diteliti dalam kasus ini terdiri dari sawi, patchoi, khailan, kangkung, bayam hijau, dan bayam merah.

(34)

18 Hasil penelitian sayuran organik ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen untuk setiap jenis sayuran organik dipengaruhi oleh variabel yang berbeda-beda. Permintaan sawi organik dipengaruhi oleh harga sawi organik itu sendiri, harga sawi non organik, pendapatan keluarga dan selera konsumen. Permintaan patchoi organik dipengaruhi oleh harga patchoi itu sendiri, pendapatan keluarga, dan hari raya/libur. Permintaan akan khailan organik hanya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Permintaan terhadap kangkung organik hanya dipengaruhi oleh selera konsumen. Permintaan terhadap bayam hijau dan bayam merah sama-sama dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan selera konsumen. Perbedaannya adalah bayam hijau organik juga dipengaruhi oleh hari raya/libur.

Dilihat tingkat signifikansi variabel yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sayuran organik, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga memberikan pengaruh yang signifikan dalam keputusan pembelian sayuran organik. Akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa perluasan pasar merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan untuk pengembangan usaha sayuran organik.

Savitri (2010) kurang lebih menganalisis hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu tentang permintaan sayuran, yang membedakan adalah penelitian yang satu ini tidak mengalisis sayuran organik melainkan sayuran hujau yang terdiri dari bayam, kangkung, kacang panjang, dan daun ketela pohon. Kajian ini dilakukan di pulau Jawa mengingat di pulau Jawa terdapat lebih dari 60 persen dari rumah tangga yang ada di Indonesia. Penelitian ini menentukan model permintaan permintaan sayuran lengkap yang akan dikaji dengan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS). Selain itu dianalisis pula dampak perubahan harga dan pendapatan terhadap permintaan sayuran.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk sayuran di wilayah pedesaan lebih besar dibandingkan masyarakat perkotaan. Analisis model permintaan sayuran di pulau Jawa dengan tingkat kepercayaan 99 persen menunjukkan seluruh variabel bebas yaitu harga sayuran itu sendiri, harga komoditas sayuran lain, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi secara signifikan proporsi

(35)

19 pengeluaran masing-masing komoditas sayuran yang diteliti. Hasil penelitian selanjutnya yaitu menyatakan bahwa permintaan sayuran bayam dan kangkung masyarakat perkotaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan masyarakat pedesaan. Sebaliknya permintaan kacang panjang dan daun ketela pohon masyarakat pedesaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.

Dari hasil penelitian ini diketahui pula bahwa semakin tinggi pendapatan rumah tangga, proporsi pengeluaran komoditas sayuran semakin rendah. Sebaliknya untuk jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggota keluarga pengeluaran untuk sayuran juga semakin tinggi. Sedangkan untuk tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan pengeluaran untuk komoditas sayuran juga semakin tinggi. Elastisitas harga silang keempat jenis sayuran hijau bernilai positif, hal ini menandakan bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas komplemen bagi komoditas lainnya. Elastisitas pengeluaran keempat sayuran bernilai positif yang berarti bahwa keempat jenis sayuran ini bersifat barang normal.

Diluar komoditi sayuran, analisis mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk, Fauzian (2011) menganalisis tentang pengujian produk baru dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pada komoditi fruit talk soft candy. Dalam rangka pengembangan dan mensosialisasikan produk fruit talk soft candy, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian responden terhadap setiap atribut dan faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan produk tersebut. Alat analsis yang digunakan yaitu analisis Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), dan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan atribut produk fruit talk soft candy yang menjadi prioritas utama yaitu bentuk, desain kemasan, ukuran, harga, dan label halal MUI. Selanjutnya prioritas pertahankan prestasi adalah rasa manis, kekenyalan, manfaat produk, perizinan BPOM, atau atribut kemenkes dan kejelasan tanggal kadaluarsa. Prioritas rendah yaitu rasa asam, warna, dan volume produk/ukuran saji. Atribut berlebihan yaitu rasa khas buah, aroma khas buah,

(36)

20 tekstur dan bahan kemasan. Berdasarkan hasil Customer Satisfaction Index (CSI) diketahui bahwa kepuasan konsumen terhadap produk yaitu sebesar 65,8 persen. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa harga produk, pendapatan, pekerjaan, usia responden secara bersama-sama berpengaruh cukup kuat terhadap permintaan. Faktor-faktor ini menjelaskan sebesar 7,3 persen dari variasi permintaan produk.

Jika penelitian sebelumnya banyak mengkaji tentang permintaan, Idaman (2008) melakukan penelitian yang mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pernawaran dan permintaan benih ikan nila di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah konsumsi masyarakat terhadap ikan nila di kabupaten tersebut sehingga dilaksanakannya penelitian ini. Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, menganalisis elastisitas penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, serta menganalisis implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hasil analisis tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series dan dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil/method ordinary least square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm satu bulan sebelumnya, kuantitas penawaran benih ikan nila ukuran < 3 cm, dan dummy musim kemarau panjang selama tahun 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm adalah kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran < 3 cm, kuantitas penawaran ikan nila konsumsi, harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm, dan dummy musim kemarau panjang sepanjang tahun 2006.

Elastisitas penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm terhadap harga adalah sebesar 0,001385 (inelastis). Elastisitas silang permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm terhadap harga benih ikan nila sebesar 0,074 (inelastis, sifat join product), elastisitas silang terhadap harga benih ikan nila ukuran 5-8 cm sebesar -0,019 (inelastis, sifat competitive product), terhadap harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm

(37)

21 sebesar -0,009 (inelastis), terhadap harga ikan nila konsumsi sebesar -0,132 (inelastis), terhadap harga benih ikan lele ukuran 3-5 cm sebesar 0,188 (inelastis, sifat join product).

Implikasi kebijakan yang dapat diturunkan dari hasil analisis ini adalah peningkatan produksi benih ikan nila ukuran < 3 cm dan 3-5 cm yang diharapkan dapat meningkatkan penawaran benih ikan ikan nila ukuran 3-5 cm. Peningkatan produksi benih ikan lele ukuran 3-5 cm untuk perlu dilakukan untuk menekan harga benih ini supaya semakin turun, sehingga proporsi kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm yang dibeli bersamaan dengan benih ikan lele ukuran 3-5 cm akan semakin besar.

2.4. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak membahas mengenai komoditi cabai, tetapi pembahasannya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dilakukan pada beberapa komoditi selain cabai. Jadi perbedaan utama yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu komoditi yang dianalisis dan kajian yang dianalisis. Meskipun berbeda kajian yang diteliti, ada persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tempat penelitian. Sama dengan beberapa penelitian tentang komoditi cabai lainnya, penelitian ini akan dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebagai lokasi penelitian utama khususnya untuk analisis penawaran. Sedikit perbedaan, dalam penelitian ini tidak hanya mempelajari kasus di PIKJ, tetapi juga melibatkan beberapa pasar lainnya seperti pasar tradisional dan pasar modern yang berlokasi di DKI Jakarta untuk menganalsis permintaan rumah tangga terhadap cabai merah.

Analisis permintaan dan penawaran dengan komoditi yang berbeda, penelitian terdahulu menggunakan variabel-variabel seperti stok komoditi yang ada di pasar, harga komoditi, stok komoditi periode sebelumnya, harga komoditi periode sebelumnya, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan juga variabel dummy. Dalam penelitian ini sebagai variabel yang akan digunakan untuk analisis permintaan yaitu terdiri dari harga komoditi itu sendiri yaitu cabai merah,

(38)

22 harga komoditi lain yang terkait sebagai komoditi substitusi, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan dummy. Variabel dummy dalam hal ini merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan dan suku/daerah asal responden. Variabel yang digunakan dalam analisis penawaran yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, dan dummy dalam analisis penawaran sama halnya dengan permintaan yaitu merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan.

Perbedaan lainnya antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu pada metode analisis yang digunakan. Pada penelitian-penelitian terdahulu ada yang menggunakan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS), persamaan simultan, regresi linear berganda, dan metode kuadrat terkecil/ Ordinary Least Square (OLS). Penelitian tentang cabai merah kali ini yang akan metode analisis regresi berganda sebagai metode yang paling sesuai dengan kajian penelitian untuk mengestimasi model permintaan dan penawaran dengan jumlah variabel lebih dari satu. Selain analisis regresi berganda dalam penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif untuk mempelajari perilaku rumah tangga dalam konsumsi cabai merah. Selebihnya, tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya penelitian ini menggunakan responden sebagai sumber informasi dan data primer.

(39)

23

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Penawaran

Teori penawaran secara umum menjelaskan ketersediaan produk baik itu barang dan jasa di pasar yang diharapkan dapat memenuhi permintaan konsumen. Lebih luas dibahas pula dalam teori penawaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, sampai seberapa besar tingkat pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah penawaran. Dengan menggunakan bahasa dan istilah yang beragam, beberapa pakar ekonomi telah memaparkan lebih jelas mengenai teori penawaran.

Penjelasan pertama tentang penawaran dikemukakan oleh Lipsey et al. (1995) yang menyatakan bahwa penawaran merupakan jumlah produk yang akan dijual oleh suatu perusahaan. Meskipun pada kenyataannya, jumlah produk yang terjual atau berhasil dijual belum tentu sesuai dengan jumlah yang ditawarkan oleh perusahaan. Jumlah produk yang terjual bisa saja lebih sedikit dari jumlah yang ditawarkan. Tetapi yang jelas jumlah yang terjual tidak akan melebihi jumlah produk yang ditawarkan.

Tambahan lainnya menyangkut pemahaman tentang penawaran, dijelaskan pula oleh Lipsey et al. (1995) bahwa penawaran sebagai jumlah produk yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu. Hal ini didasari oleh hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah produk yang ditawarkan dan harga produk memiliki hubungan yang positif dengan asumsi ceteris paribus. Ceteris paribus maksudnya yaitu menganggap faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi penawaran adalah konstan atau tidak mengalami perubahan. Meningkatnya harga produk akan memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah produk yang ditawarkan, sebaliknya turunnya harga memberikan dampak menurunnya jumlah produk yang ditawarkan.

Tidak hanya harga jual komoditi yang mempengaruhi penawaran. Banyak faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran termasuk harga akan diuraikan sebagai berikut.

(40)

24 a. Harga Produk Itu Sendiri

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam teori dasar ekonomi disebutkan bahwa harga suatu produk dengan jumlah yang ditawarkan memiliki hubungan yaitu hubungan positif. Hal ini berarti semakin tinggi harga suatu produk, maka jumlah produk yang ditawarkan juga mengalami peningkatan (asumsi ceteris paribus). Hal ini dapat terjadi karena ketika harga produk meningkat atau tinggi akan memungkinkan produsen atau perusahaan yang memproduksi produk untuk mendapatkan penerimaan dan keuntungan yang lebih tinggi dari harga biasa. Oleh karena itu, semakin tinggi harga produk akan semakin memacu para produsen untuk meningkatkan produksinya sehingga produk yang ditawarkan di pasar menjadi semakin besar jumlahnya.

Jika diaplikasikan ke dalam bentuk kurva, hubungan antara harga produk dan jumlah produk yang ditawarkan akan membentuk kurva yang memiliki kemiringan positif seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5. Pada kurva terlihat jelas bagaimana hubungan harga dan jumlah produk yang ditawarkan. Perubahan harga menyebabkan terjadinya pergerakan titik yang menunjukkan jumlah penawaran di sepanjang kurva penawaran (S).

Gambar 5. Kurva Penawaran dan Pergerakan Sepanjang Kurva penawaran

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Hubungan positif antara harga produk dan penawaran produk dapat terlihat jelas ketika harga produk diasumsikan pada P1 maka jumlah produk yang

Harga Jumlah Produk S B A P2 P1 Q1 Q2

Gambar

Gambar 2. Perkembangan Rata-rata Harga Cabai Nasional Tahun 2008-2011
Gambar 9. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Pembelian Cabai Merah Keriting
Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Respon Responden Terhadap Perubahan  Harga Cabai Merah, Pendapatan, dan Kuantitas Cabai Merah Keriting  No  Perubahan

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Risiko Muscoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Forklift di PT.LLI.. Ergonomi Konsep Dasar dan

Hal yang akan dideskripsikan adalah mengenai kualitas instrumen yang dikembangkan, untuk penilaian kinerja meliputi validitas dan reliabilitas, serta kualitas

HUTANG USAHA JANGKA PANJANG PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA. AGIO SAHAM (TAMBAHAN

Dengan hormat, disampaikan bahwa salah satu kurikulum Departemen Teknik Industri Program Pendidikan Sarjana Ekstensi Fakultas Teknik USU Medan adalah Tugas Sarjana

Pengembangan instrumen penilaian autentik untuk mengukur keterampilan proses sains siswa kelas XI pada materi hidrokarbon. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sedangkan pada siklus II kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah semakin baik karena sudah dapat mengelola pembelajaran lebih baik, dimana guru sudah

Seiring, dengan berubahnya status dari Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo di Pekalongan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan pada tahun 1997,

e) tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang